Fiqh Puasa Puasa adalah menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa, sejak terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari. RUKUN PUASA Orang yang berpuasa harus melakukan dua hal: 1. Niat, yaitu berkehendak dalam hati untuk melakukan ibadah puasa. Niat adalah perbuatan hati dan bukan aktivitas lisan. Karenanya sekedar melafalkan niat tanpa kehendak dalam hati bukanlah dinamakan niat. Adapaun waktu niat puasa adalah sebelum terbit fajar jika puasa tersebut adalah fardlu{wajib). Rasulullah bersabda: "Barang siapa tidak tidak meniatkan puasa sejak malam hari maka tidaklah sah puasanya." (HR. Tirmidzi). Sedangkan untuk puasa sunnah, niatnya boleh dilakukan pada pagi hari, dengan syarat ia belum makan atau minum apapun. Ini berdasarkan hadis riwayat Aisyah RA, bahwasanya beliau berkata: "Suatu hari Rasulullah mendatangiku dan bertanya: Apakah engkau mempunyai makanan?. Aku menjawab: tidak. Kemudian beliau berkata: Kalau begitu aku berpuasa saja." (HR. Muslim) 2.
Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga matahari tenggelam.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA 1. Makan dan minum dengan sengaja. Adapun yang tidak disengaja maka tidak membatalkan puasa. Rasulullah bersabda: "Barang siapa lupa, kemudian ia makan dan minum padahal ia sedang berpuasa maka hendaknya ia menyempurnakan puasanya. Itu berarti Allahlah yang menjamunya dengan makanan dan minuman." (HR. Bukhari Muslim) 2. Memuntahkan isi perut dengan sengaja. Rasulullah bersabda: "Barang siapa yang muntahmuntah tanpa sengaja padahal ia sedang berpuasa maka tidaklah ia wajib mengqodho puasanya (karena tidak batal), tapi barang siapa sengaja muntah maka ia harus mengqodho puasanya." 3. Berhubungan badan dengan sengaja, baik dengan mengeluarkan air mani ataupun tidak. 4. Onani dan masturbasi. Adapun keluarnya air mani dengan tanpa disengaja -mimpi misalnyamaka itu tidak membatalkan puasa. 5. Memasukkan sesuatu dalam rongga badan (perut, rahim, dll), baik itu melalui mulut, hidung, alat kelamin ataupun dubur. Baik yang dimasukkan itu adalah makanan atau bukan. 6. Haid dan nifas. Sebab puasa orang yang sedang haid dan nifas adalah tidak sah. Maka dengan datangnya haid dan nifas tersebut pada saat puasa maka dengan sendirinya batallah puasanya. 7. Gila. Sebab gila akan menghilangkan akal seseorang, padahal tidak sah puasa orang yang tidak berakal. 8. Murtad. Sebab di antara syarat sah puasa seseorang adalah Islam. Maka dengan keluarnya ia dari Islam maka batallah puasanya. Barang siapa yang melanggar salah satu dari delapan hal ini maka puasanya batal dan ia harus mengganti puasa yang batal tersebut pada hari yang lain sebanyak puasa yang batal tersebut. Namun ada perlakuan khusus terhadap orang yang batal puasanya karena berhubungan badan. Sebab ia terbebani dua hal, yaitu mengqodho puasanya dan kaffarah. Bentuk kaffarah ini adalah memerdekakan budak jika ia mampu. Bila tidak maka berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika puasa dua bulan berturut-turut inipun tidak mampu, maka ia harus memberi makan kepada 60 orang miskin. YANG BOLEH DILAKUKAN SAAT BERPUASA Ada beberapa hal yang sebenarnya boleh dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa, namun ada sementara orang yang menganggapnya tidak boleh. Diantaranya adalah: 1. Berkumur pada saat berwudhu, asalkan tidak berlebih-lebihan. 2. Bersiwak atau menggosok gigi. Tentunya jika tidak berlebih-lebihan juga. 3. Bepergian, walaupun ia tahu bahwa itu akan mengharuskannya untuk berbuka.
4. Suntik, jika memang sakit sakit yang ia derita mengharuskannya untuk itu. Namun jika itu sekedar dimaksudkan agar ia lebih kuat maka tidak boleh. 5. Menelan ludahnya sendiri walaupun banyak. 6. Keramas. SUNNAH-SUNNAH DALAM BERPUASA 1. Makan sahur. Rasulullah bersabda: "Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya sahur itu mengandung keberkahan." (HR. Bukhari Muslim) 2. Mengakhirkan makan sahur pada akhir malam. Rasulullah bersabda: "Orang-orang akan tetap dalam kondisi yang baik selama mereka mau mensegerakan berbuka dan mengakhirkan makan sahur." (HR. Ahmad) 3. Mensegerakan berbuka jika waktunya telah tiba walaupun hanya dengan seteguk air putih. Inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah. Beliau juga bersabda: "Orang-orang akan tetap dalam kondisi yang baik selama mereka mau mensegerakan berbuka." (HR. Bukhari Muslim) 4. ketika berbuka dengan doa yang diajarkan oleh Rasulullah, yang artinya: "Yaa Allah, karena Engkaulah kami berpuasa, dan dengan rizqi-Mu lah kami berbuka. Maka terimalah (puasa) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (HR. Abu Dawud) 5. Berbuka dengan kurma atau air. Karena merupakan kebiasaan Rasulullah, beliau sebelum sholat maghrib berbuka terlebih dahulu dengan kurma segar. Jika tak ada, maka dengan kurma kering. Bila itupun tak ada maka dengan beberapa teguk air. (HR. Aththabrani) KEUTAMAAN PUASA Puasa mempunyai banyak keutamaan. Diantaranya digambarkan dalam beberapa hadis Rasulullah berikut ini: 1. "Puasa adalah perisai dari api neraka, sebagaimana perisai yang melindungi dirimu pada peperangan." (HR. Ahmad) 2. "Barang siapa berpuasa karena Allah, maka dengan tiap satu hari puasanya Allah akan menjauhkannya dari api neraka sebanyak tujuh puluh kharif." (HR. Bukhari Muslim) 3. "Waktu berbuka bagi orang yang berpuasa adalah saat-saat dimana doanya tidak akan ditolak (oleh Allah)." (HR. Ibnu Majah dan Hakim) 4. "Sesungguhnya disurga itu ada pintu yang bernama Arrayyan. Melalui pintu inilah orangorang yang berpuasa masuk (dalam surga) pada hari kiamat. Selain mereka tak ada yang masuk melalui pintu itu. Saat itu ada yang menyeru: "Mana orang-orang yang rajin berpuasa?", maka mereka berdiri dan hanya mereka yang memasuki (surga) melalui pintu itu. Setelah mereka masuk, ditutuplah pintu tersebut dan tak ada lagi yang masuk melaluinya selain mereka." (HR. Bukhari Muslim)
Puasa Ramadhan Puasa itu ada dua macam, puasa fardhu dan puasa tathawwu' atau puasa sunnah. Puasa fardhu ada tiga macam, yaitu puasa Ramadhan, puasa Kaffarah dan puasa Nadzar. Puasa Ramadhan adalah salah satu kewajiban yang di bebankan oleh Allah SWT kepada kita. Ia merupakan rukun Islam yang keempat. Kewajiban tersebut ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya, "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian puasa Ramadhan sebagaimana diwajibkannya puasa itu kepada umat-umat yang terdahulu sebelum kalian, agar kalian bertaqwa." (Al-Baqarah: 183). Arti Puasa Puasa secara bahasa (Etimologi) berarti al-imsaak (menahan). Maksudnya menahan dari apa saja. Menahan dari bicara berarti puasa bicara, menahan dari tidur berarti puasa tidur, menahan dari makan dan minum berarti puasa makan dan minum, dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT di bawah ini: "Inni Nadzartu lirrahmaani Shauma" (sesungguhnya aku bernadzar kepada Tuhan Yang Maha Pengasih untuk berpuasa). (Maryam: 26). Puasa di sini maksudnya menahan diri dari berbicara. Sedang menurut istilah ulama fiqh (terminologi), puasa berarti menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa disertai niat pada malam harinya, sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Keutamaan Puasa 1. Puasa itu untuk Allah (sebagai penghargaan dari-Nya), bukan untuk manusia. Artinya Allahlah yang langsung membalasnya. Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, Allah Azza wa Jalla berfirman (dalam hadis Qudsi-Nya), "Semua amalan manusia adalah untuk dirinya, kecuali puasa, maka itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberinya ganjaran Puasa itu merupakan benteng, maka ketika datang saat berpuasa, janganlah seorang berkata keji atau berteriak-teriak atau mencai-maki. Seandainya dia dicaci oleh seseorang atau diajak berkelahi, hendaknya dia menjawab, 'saya ini berpuasa' dua kali. Demi Allah yang jiwa raga Muhammad berada pada 'tangan'-Nya, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum daripada bau minyak kesturi. Dan orang yang berpuasa itu akan mendapat dua kegembiraan yang menyenangkan hati, yaitu di saat berbuka, ia akan bergembira dengan berbuka itu dan di saat ia menemui Tuhannya nanti, ia akan bergembira dengan puasanya." (HR Muslim, Nasa'i dan Ahmad). Dalam riwayat yang lain disebutkan, "Puasa itu merupakan benteng. Maka jika salah seorang di antara kalian berpuasa, janganlah ia berkata keji dan mencaki-maki. Seandainya ada orang yang mengajaknya berkelahi atau mencaci-makinya, hendaklah ia berkata, 'saya ini berpuasa' dua kali. Demi Allah yang jiwa raga Muhammad berada pada tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dari bau minyak kesturi. Ia meninggalkan makan dan minum dan nafsu syahwatnya karena Aku. Puasa itu adalah untukKu dan Aku akan memberinya pahala. Sedang setiap kebajikan itu akan mendapat pahala sepuluh kali lipat." (HR Bukhari dan Abu Daud) 2. Apabila puasa itu dilaksanakan dengan baik dan benar, ia akan bisa memberikan syafa'at kepada orang yang melakukannya. "Puasa dan Alquran itu akan memberi syafaat bagi hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, 'Ya Tuhan, Engkau larang ia makan dan memuaskan syahwatnya di waktu siang dan sekarang ia meminta syafaat kepadaku karena itu'. Lalu Alquran pun berkata, 'Engkau larang ia tidur di waktu malam, sekarang ia meminta syafaat kepadaku mengenai itu.' Akhirnya, syafaat kedua mereka pun di terima oleh Allah SWT." (HR Ahmad dengan sanad yang sahih). 3. Puasa akan dapat memasukkan orang yang melakukannya ke sorga dan menjauhkannya dari neraka. Dari Abu Umamah berkata, saya datang kepada Rasulullah saw lalu saya berkata kepadanya, "Perintahlah aku dengan semacam amal yang akan dapat memasukkanku ke sorga", maka Nabi saw bersabda: "Hendaklah kamu berpuasa, karena puasa itu tidak ada tandingannya". Lalu aku datangi Nabi untuk kali keduanya, maka Nabi saw bersabda: "Hendaklah kamu berpuasa." (HR Ahmad, Nasa'i dan Hakim seraya menshahihkannya).
Dari Abu Sa'id al-Khudri ra, Nabi saw bersabda, "Tidaklah seorang hamba itu berpuasa satu hari karena Allah kecuali Allah mesti menjauhkan dirinya dari neraka sebab puasa itu selama tujuh puluh tahun." (HR al-Jama'ah [sekelompok ulama hadis] kecuali Abu Daud). Dari Sahl bin Sa'd, Nabi saw bersabda, "Sesungguhnya sorga itu mempunyai sebuah pintu yang disebut 'ar-Rayyan' (artinya basah yang melimpah). Pada hari Kiamat akan dipanggilpanggil: "Hai, mana orang-orang yang berpuasa?" Lalu bila orang yang terakhir dari mereka telah masuk, maka pintu itu pun ditutupkanlah." (HR Bukhari dan Muslim). Keutamaan Bulan Ramadhan 1. Pintu-pintu sorga (jalan-jalan menuju kebaikan) dibuka, pintu-pintu neraka (jalan-jalan menuju amal jelek) ditutup dan syetan-syetan (provokator amal kejahatan) dibelenggu Allah SWT. Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda -yakni ketika datang bulan Ramadhan-, "Sungguh telah datang kepadamu bulan yang penuh berkah, Allah telah mewajibkan kamu berpuasa. Pada bulan itu pintu-pintu sorga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan syetan-syetan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat malam yang nilainya lebih berharga daripada seribu bulan. Maka, barangsiapa tidak berhasil memperoleh kebaikannya, sungguh ia tidak akan mendapatkan kebaikan itu selama-lamanya." (HR Ahmad, Nasa'i dan Baihaqi). 2. Orang yang melakukan kebaikan di bulan itu diperintah berbahagia dan orang yang melakukan kejahatan di bulan itu diperintah berhenti. "...dan seorang malaikat akan berseru, 'Wahai pencari kebaikan, bergembiralah. Wahai pecinta kejahatan, berhentilah." (HR Ahmad dan Nasa'i dengan sanad yang baik). 3. Puasa Ramadhan yang kita lakukan ini menjadi pelebur atas dosa -dosa yang telah kita lakukan dari satu Ramadhan ke Ramadhan yang lain. Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda, "Salat yang lima waktu, Salat Jum'at yang satu ke salat Jum'at yang lain itu menghapuskan kesalahan-kesalahan yang terdapat di antara masing-masing selama dosa besar itu dijauhi." (HR Muslim). 4. Apabila puasa Ramadhan itu dilakukan dengan ikhlas, maka diampunilah semua dosadosanya yang telah lampau. Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda, "Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan ridha Allah SWT, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang terdahulu." (HR Ah Ahmad, dan Ashabus Sunan). Hal-Hal yang Diperbolehkan dalam Berpuasa 1. Keluar sperma dan menyelam dalam air. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abdurrahman dari beberapa orang sahabat Nabi saw yang bercerita kepadanya: "Sungguh, saya telah melihat Rasulullah saw menuangkan air ke atas kepalanya sewaktu beliau berpuasa, disebabkan haus atau kepanasan." (HR Ahmad, Malik dan Abu Daud dengan sanad yang sahih) Dalam shahih Bukhari dan shahih Muslim disebutkan oleh Aisyah ra, "Bahwa Nabi saw di waktu subuh berada dalam keadaan junub, sedang beliau berpuasa, kemudian beliau mandi." Jika kebetulan air itu masuk ke dalam rongga perut orang yang berpuasa dengan tidak sengaja, maka puasanya tetap sah. 2. Memakai celak dan meneteskan obat atau lain-lain ke dalam mata. Hal tersebut tidak membatalkan puasa, baik terasa dalam kerongkongan atau tidak. Karena, mata bukanlah merupakan jalan masuk ke rongga perut. Diriwayatkan dari Anas ra bahwa ia sendiri memakai celak pada waktu berpuasa. Pendapat ini merupakan pendapat mazhab Syafi'i, dan menurut riwayat Ibnu Mundzir, juga madzhab 'Atha', Hasan, Nakha'i, Auza'i, Abu Hanifah dan Abu Tsaur. Juga diriwayatkan sebagai mazhab Ibnu Umar, Anas dan Ibnu Abi Aufa dari golongan sahabat. Pendapat itu juga merupakan mazhab Abu Daud (adz-Dzahiri). Sedang dari Nabi saw sendiri tidak diterima suatu keterangan yang sah mengenai soal ini, sebagaimana dikatakan oleh Tirmidzi.
3. Mencium, bagi orang yang sanggup menahan dan menguasai syahwat atau nafsu sexnya. Diriwayatkan dari Aisyah ra, "Nabi saw biasa mencium di waktu berpuasa, dan bersentuhan di kala berpuasa, dan beliau adalah orang yang paling mampu menguasai nafsunya." Dan diriwayatkan dari Umar ra, dia berkata, "Pada suatu hari bangkitlah birahi saya, lalu aku mencium istri saya sedang saya berpuasa. Kemudian, saya temui Nabi saw. Aku berkata kepadanya: 'Hari ini aku telah melakukan hal berat, saya mencium, padahal saya berpuasa'. Lalu Nabi saw berujar, 'Bagaimana pendapat Anda, jika Anda berkumur-kumur sedang ketika itu Anda berpuasa'? Aku menjawab: 'Itu tidak apa-apa'. Nabi saw bersabda juga, 'Maka, kenapa Anda tanyakan lagi'?" Ibnu al-Mundzir berkata, "Umar, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Aisyah, 'Atha', Sya'bi, Hasan, Ahmad dan Ishak memberi keringanan atau rukhshah dalam hal mencium ini. Menurut golongan Hanafi dan golongan Syafi'i, hal tersebut hukumnya makruh jika merangsang syahwat atau nafsu sex seseorang, dan jika tidak merangsang syahwatnya, maka tidaklah makruh. Akan tetapi, yang paling baik adalah meninggalkannya. Dalam masalah ini tidak ada perbedaan antara orang yang tua dengan anak muda. Karena, yang diperhatikan adalah timbulnya rangsangan dan kemungkinan keluarnya sperma. Maka, jika ia membangkitkan syahwat, baik bagi anak muda atau orang tua yang masih bertenaga, maka hukumnya makruh. Sebaliknya, jika tidak ada pengaruhnya, misalnya terhadap seseorang yang telah lanjut usia atau seorang pemuda yang lemah tenaganya, maka tidak makruh, akan tetapi lebih baik ditinggalkan. Demikian pula, tidak ada bedanya, apakah mencium itu di pipi atau di bibir atau yang lainnya. Demikian pula halnya menyentuh dengan tangan atau berpelukan, hukumnya sama dengan mencium. 4. Berbekam, yakni mengeluarkan darah dari bagian kepala. Hal tersebut diperbolehkan, karena Nabi saw sendiri pernah melakukan berbekam, padahal ia sedang berpuasa. Kecuali, bila hal itu akan melemahkan orang yang berpuasa, maka bila demikian hukumnya makruh. Tsabit al-Banani bertanya kepada Anas ra, "Apakah di masa Rasulullah saw berbekam itu tuan-tuan anggap makruh?" Anas menjawab: "Tidak, kecuali bila melemahkan."Adapun berkaitan dengan pengambilan darah dari salah satu anggota tubuh, maka hukumnya seperti berbekam. 5. Berkumur-kumur dan memasukkan air ke rongga hidung, asal tidak berlebih-lebihan. Diriwayatkan dari Laqith bin Shaburah bahwa Nabi saw bersabda: "Jika Anda beristinsyaq (menyedot air ke hidung), maka sampaikanlah sedalam-dalamnya, kecuali jika engkau berpuasa." (HR Ashhabus Sunan, dan Turmudzi berkata, hadis ini hasan lagi shahih). Ibnu Qudamah berkata, "Jika seseorang berkumur-kumur atau beristinsyaq waktu berwudhu, lalu air masuk ke dalam kerongkongannya tanpa di sengaja atau berlebih-lebihan, maka hal itu tidak apa-apa. Demikian pendapat itu yang juga merupakan pendapat Auza'i, Ishak, dan Syafi'i dalam salah satu di antara dua pendapatnya. Demikian juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Akan tetapi, menurut Malik dan Abu Hanifah, puasanya batal. Karena, ia menyampaikan air ke rongga perutnya dalam keadaan sadar terhadap puasanya, sehingga puasanya menjadi batal. Seperti halnya bila ia sengaja meminumnya." Ibnu Qudamah berkata -menguatkan pendapat pertama-, "Menurut pendapat kita (mazhab Hanbali) sampainya air ke kerongkongannya itu adalah tanpa berlebih-lebihan atau disengaja. Maka, hal itu tidak ada bedanya jika seekor lalat -umpamanya- terbang memasuki kerongkongannya. Jadi, tidaklah sama dengan jika disengaja. 6. Diperbolehkan hal-hal yang tidak mungkin menghindarinya, seperti menelan air ludah, debu jalan, sisa-sisa tepung, selesma dan lain-lain. Ibnu Abbas berkata, "Tidak masalah, jika dia merasakan makanan asam atau sesuatu yang hendak dibelinya." Hasan biasa memamahkan kelapa untuk cucunya, dan Ibrahim menganggapnya rukhshah atau suatu keringanan. 7. Bagi orang yang berpuasa dibolehkan makan dan minum serta bersenggama sampai terbit fajar. Dan apabila fajar itu terbit, sedang dimulutnya masih terdapat makanan, maka hendaklah ia menelannya. Atau jika ia sedang bersenggama, hendaklah segera dicabut atau
dikeluarkannya. Jika ia menelan sisa makanan yang terdapat di mulut itu (tidak menambah lagi) atau mencabut dari senggamanya, maka puasanya sah. Akan tetapi, jika dia menambah makan atau meneruskan senggamanya, maka puasanya batal. Hal tersebut berdasarkan hadis dari Aisyah ra, Nabi saw bersabda: "Sesungguhnya Bilal akan adzan pada waktu malam, maka makan dan minumlah sampai terdengar adzan Ibnu Ummi Maktum." (HR Bukhari dan Muslim). "Apabila salah seorang di antara kalian mendengar adzan, padahal tempat makanan masih berada di tangannya, maka janganlahlah meletakkannya sebelum memenuhi hajatnya dari tempat itu." (HR Ahmad, Abu Daud dan al-Hakim, dan hadis tersebut dishahihkan oleh alHakim dan adz-Dzahabi). 8. Wanita-wanita yang berhaidh atau bernifas, jika darah mereka terhenti di waktu malam, mereka boleh menangguhkan mandi sampai waktu subuh sambil mereka berpuasa. Kemudian, hendaklah mereka mandi untuk melakukan salat. Hari-Hari yang Dilarang Puasa 1. Dua Hari Raya Para ulama telah sepakat (ijma') atas haramnya berpuasa pada kedua hari raya, baik puasa fardu maupun puasa sunnah, berdasakan hadis Umar ra, "Sesungguhnya Rasulullah saw melarang puasa pada kedua hari ini. Adapun hari raya Idul fitri, ia merupakan hari berbuka dari puasamu, sedang hari raya Idul adha maka makanlah hasil kurbanmu." (HR Ahmad dan imam empat) 2. Hari-Hari Tasyriq Haram berpuasa pada hari-hari tasyriq, yaitu tiga hari berturut-turut setelah hari raya Idul adha (tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijah), berdasakan riwayat Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah mengutus Abdullah bin Hudzaifah berkeliling kota Mina untuk menyampaikan, Janganlah kamu berpuasa pada hari ini karena ia merupakan hari makan minum dan berzikir kepada Allah." (HR Ahmad dengan sanad yang jayyid). 3. Berpuasa pada Hari Jumat secara Khusus Hari Jumat merupakan hari raya mingguan bagi umat Islam. Oleh sebab itu, agama melarang berpuasa pada hari itu. Akan tetapi, jumhur (sebagian besar ulama) berpendapat bahwa larangan itu berarti makruh,bukan menunjukkan haram, kecuali jika seseorang berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya atau sesuai dengan kebiasaannya atau secara kebetulan bertepatan pada hari Arafah (9 Dzulhijah) atau hari Asyura (10 Muharam), maka tidaklah makruh berpuasa pada hari Jumat itu. Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah saw masuk ke rumah Juwairiyah binti Harits pada hari Jumat sedang ia sedang berpuasa. Lalu Nabi bertanya kepadanya, "Apakah engkau berpuasa kemarin?" Dia menjawab, "Tidak", dan besok apakah engkau bermaksud ingin berpuasa? "Tidak," jawabnya. Kemudian Nabi bertanya lagi, dia menjawab tidak pula. "Kalau begitu, berbukalah sekarang!" (HR Ahmad dan Nasa'i dengan sanad yang jayyid). Diriwayatkan pula dai Amir al-Asy'ari, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya hariJumat itu merupakan hari rayamu, karena itu janganlah kamu berpuasa pada hari itu, kecuali jika kamu berpuasa sebelum atau sesudahnya!" (HR al-Bazar dengan sanad yang hasan). Ali ra berpesan: "Siapa yang hendak melakukan perbuatan sunnah di antaramu, hendaklah ia berpuasa pada hari Kamis dan jangan berpuasa pada hari Jumat, karena ia merupakan hari makan dan minum serta zikir." HR Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang hasan. Menurut riwayat Bukhari dan Muslim yang diterima dari Jabir ra bahwa Nabi saw bersabda, "Janganlah kamu berpuasa pada hari Jumat, kecuali jika disertai oleh satu hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya." Dan menurut lafal Muslim: "Janganlah kamu mengkhususkan malam Jumat di antara malam-malam itu buat bangun beribadah, dan jangan kamu khususkan hari Jumat itu di antara hari-hari lain untuk berpuasa, kecuali bila bertepatan dengan puasa yang dilakukan oleh salah seorang di antaramu!" 4. Berpuasa pada Hari Sabtu secara Khusus Larangan berpuasa pada hari ini didasarkan pada dalil yang telah dipadukan (al-Jam'u Bainal Adillah) dari dalil-dalil yang membolehkan puasa pada hari Sabtu dan dalil-dalil yang melarang puasa pada hari itu. Di antara dalil itu adalah hadis Busr seperti di bawah ini:
Dari Busr as-Sulami dari saudara perempuannya, ash-Shamma' bahwa Rasulullah saw bersabda, "Janganlah kamu berpuasa pada hari Sabtu, kecuali karena diwajibkan kepada kamu. Dan seandainya seseorang di antaramu tidak menemukan kecuali kulit anggur atau bungkal kayu, hendaklah dimamahnya makanan itu!" (HR Ahmad, Ashhaabus Sunan, dan Hakim seraya mengatakan, hadis tesebut shahih menurut syarat Muslim). Turmudzi mengatakan, hadis tersebut Hasan, seraya berkata: "Dimakruhkan di sini maksudnya ialah jika seseorang mengkhususkan hari Sabtu untuk berpuasa, karena orangorang Yahudi membesarkan hari Sabtu." Dari Ummu Salamah dia berkata, "Nabi saw lebih banyak melakukan puasa pada hari-hari Sabtu dan Minggu daripada hari-hari yang lainnya dan beliau bersabda: 'Kedua hari itu merupakan hari besar orang-orang musyrik, maka saya ingin berbeda dengan mereka'." (HR Ahmad, Baihaqi, Hakim dan Ibnu Khuzaimah seraya keduanya yang terakhir ini menyatakan sah. Berdasarkan bermacam-macam hadis ini, Syekh Albani berpendapat: "Dari sini, maka tampaklah dengan jelas bahwa kedua macam ini membolehkan (puasa hari Sabtu). Maka, jika dilakukan kompromi antara hadis-hadis yang membolehkan dengan hadis ini (hadis yang melarang puasa hari Sabtu), bisa ditarik kesimpulan bahwa hadis ini (yang melarang) lebih didahulukan daripada hadis-hadis yang membolehkan. Demikian juga, sabda Nabi saw kepada Juwairiyah: "Apakah kamu akan berpuasa besok?" dan yang semakna dengan sabda ini adalah dalil yang membolehkan juga, maka tetap lebih mendahulukan hadis yang melarang daripada Sabda Nabi saw kepada Juwairiyah ini." 5. Berpuasa pada Hari yang Diragukan Dari Ammar bin Yasir ra berkata, "Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukannya, berarti ia telah durhaka kepada Abul Qasim (Muhammad saw)." (HR Ash-Habus Sunan). Menurut Turmudzi, hadis ini hasan lagi shahih dan menjadi amalan bagi kebanyakan ulama. Hadis itu juga merupakan pendapat Sufyan Tsauri, Malik bin Anas, Abdullah ibnu Mubarok, Syafi'i, Ahmad, serta Ishak. Kebanyakan mereka berpendapat, jika hari yang dipuasakannya itu termasuk bulan Ramadhan, hendaklah ia mengqadha satu hari sebagai gantinya. Dan jika ia berpuasa pada hari itu karena kebetulan bertepatan dengan kebiasaannya, maka hukumnya boleh tanpa dimakruhkan. Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda, "Janganlah kamu mendahului puasa Ramadhan itu dengan sehari dua hari, kecuali jika bertepatan dengan hari yang biasa dipuasakan, maka bolehlah kamu berpuasa pada hari itu." (HR al-Jamaah). 6. Berpuasa Sepanjang Masa Hal ini berdasarkan hadis: "Tidaklah berpuasa, orang yang berpuasa sepanjang masa." (HR Ahmad, Bukhari, dan Muslim). Solusi dari larangan ini adalah hendaknya seseorang berpuasa dengan puasa Daud as, yaitu sehari puasa dan sehari berbuka.
Puasa Sunnah (Tathawwu') Ketika Islam melarang berpuasa pada hari-hari tertentu--sebagaimana telah dipaparkan pada edisi yang lalu--maka Islam pun menganjurkan kepada umatnya agar melakukan puasa pada hari-hari tertentu yang Rasulullah saw sendiri biasa melakukan puasa pada hari-hari tersebut. 1. Enam Hari pada Bulan Syawal Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh jamaah ahli hadis kecuali Bukhari, Nasa'i dari Abu Ayyub al-Anshari bahwa Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan lalu mengiringinya dengan enam hari dari bulan Syawal, maka seakan-akan dia telah berpuasa selama satu tahun (sepanjang masa)." Puasa tersebut menurut Imam Ahmad dapat dilakukan berturut-turut atau tidak berturutturut dan tidak ada kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan menurut golongan Hanafi dan golongan Syafi'i, lebih utama melakukannya secara berturut-turut, yaitu setelah hari raya. 2. Puasa tanggal 9 Dzul Hijjah (Arafah) bagi selain orang yang melaksanakan Haji Kesunnahan berpuasa pada tanggal tersebut didasarkan pada hadis-hadis: Dari Abu Qatadah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Puasa hari Arafah dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, yaitu satu tahun yang telah berlalu dan satun tahun yang akan datang." (HR Jamaah kecuali Bukhari dan Tirmidzi). Dari Hafshah ra, dia berkata, "Ada empat hal yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah saw, yaitu puasa Asyura, puasa sepertiga bulan (yakni bulan Dzul Hijjah), puasa tiga hari dari tiap bulan, dan salat dua rakaat sebelum Subuh." (HR Ahmad dan Nasa'i). Dari Uqbah bin Amir ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Hari Arafah, hari Kurban dan hari-hari Tasyriq adalah hari raya umat Islam dan hari-hari tersebut adalah hari-hari makan dan minum." HR Khamsah (lima imam hadis) kecuali Ibnu Majah dan dinyatakan sahih oleh Tirmidzi. Dari Ummu Fadhal, dia berkata, "Mereka merasa bimbang mengenai puasa Nabi saw di Arafah, lalu Nabi saw saya kirimi susu. Kemudian Nabi saw meminumnya, sedang ketika itu beliau berkhotbah di depan umat manusia di Arafah." (HR Bukhari dan Muslim). Puasa Bulan Muharrom dan Sangat Dianjurkan pada Tanggal 9 dan 10 (Tasu'a dan 'Asyura) Hal ini berdasarkan pada hadis-hadis: Dari Abu Hurairah ra dia berkata, "Rasulullah saw ditanya, 'Salat apa yang lebih utama setelah salat fardhu?' Nabi menjawab, 'Salat di tengah malam'. Mereka bertanya lagi, 'Puasa apa yang lebih utama setelah puasa Ramadhan?' Nabi menjawab, 'Puasa pada bulan Allah yang kamu namakan Muharrom'." (HR Ahmad, Muslim, dan Abu Daud). Dari Muawiyah bin Abu Sufyan ra, dia berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, "Hari ini adalah hari 'Asyura dan kamu tidak diwajibkan berpuasa padanya. Sekarang, saya berpuasa, maka siapa yang mau, silahkan puasa dan siapa yang tidak mau, maka silahkan berbuka." (HR Bukhari dan Muslim). Dari Aisyah ra, dia berkata, "Hari 'Asyura' adalah hari yang dipuasakan oleh orang-orang Quraisy di masa jahiliyah, Rasulullah juga biasa mempuasakannya. Dan tatkala datang di Madinah, beliau berpuasa pada hari itu dan menyuruh orang-orang untuk turut berpuasa. Maka, tatkala diwajibkan puasa Ramadhan beliau bersabda, 'Siapa yang ingin berpuasa, hendaklah ia berpuasa dan siapa yang ingin meninggalkannya, hendaklah ia berbuka'." (Muttafaq alaihi). Dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, "Nabi saw datang ke Madinah lalu beliau melihat orangorang Yahudi berpuasa pada hari 'Asyura', maka Nabi bertanya, 'Ada apa ini?' Mereka menjawab, hari 'Asyura' itu hari baik, hari Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa saw dan Bani Israel dari musuh mereka sehingga Musa as berpuasa pada hari itu. Kemudian, Nabi saw bersabda, 'Saya lebih berhak terhadap Musa daripada kamu', lalu Nabi saw berpuasa pada hari itu dan menganjurkan orang agar berpuasa pada hari itu. " (Muttafaq alaihi). Dari Abu Musa al-Asy'ari ra, dia berkata, "Hari 'Asyura' itu diagungkan oleh orang Yahudi dan mereka menjadikan sebagai hari raya. Maka, Rasulullah saw bersabda,"Berpuasalah pada hari itu." (Muttafaq alaihi). Dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, "Tatkala Rasulullah saw berpuasa pada hari 'Asyura' dan memerintahkan orang-orang agar berpuasa pada hari itu, mereka berkata, "Ya Rasulullah, ia adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani," maka Nabi saw bersabda, "Jika datang tahun depan, insya Allah kami berpuasa pada hari kesembilan (dari bulan Muharrom)." Ibnu Abbas ra berkata, "Maka belum lagi datang tahun depan, Rasulullah saw sudah wafat." (HR Muslim dan Abu Daud).
Para ulama menyebutkan bahwa puasa Asyura' itu ada tiga tingkat: tingkat pertama, berpuasa selama tiga hari yaitu hari kesembilan, kesepuluh dan kesebelas. Tingkat kedua, berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh. Tingkat ketiga, berpuasa hanya pada hari kesepuluh saja. 4. Berpuasa pada Sebagian Besar Bulan Sya'ban Hal ini berdasarkan hadis: Dari Aisyah ra berkata, "Saya tidak melihat Rasulullah saw melakukan puasa dalam waktu sebulan penuh, kecuali pada bulan Ramadhan dan tidak satu bulan pun yang Nabi saw banyak melakukan puasa di dalamnya daripada bulan Sya'ban." (HR Bukhari dan Muslim). Dari Usamah bin Zaid ra berkata, Aku berkata, "Ya Rasulullah saw , tidak satu bulan yang Anda banyak melakukan puasa daripada bulan Sya'ban !" Nabi menjawab: "Bulan itu sering dilupakan orang, karena letaknya antara Rajab dan Ramadhan, sedang pada bulan itulah amal-amal manusia diangkat (dilaporkan) kepada Tuhan Rabbul 'Alamin. Maka, saya ingin amal saya dibawa naik selagi saya dalam berpuasa." (HR Nasa'i dan dinyatakan sahih oleh Ibnu Khuzaimah). 5. Berpuasa pada Hari Senin dan Kamis Hal ini berdasarkan pada hadis Abu Hurairah ra, bahwa Nabi saw lebih sering berpuasa pada hari Senin dan Kamis, lalu orang-orang bertanya kepadanya mengenai sebab puasa tersebut, lalu Nabi saw menjawab, "Sesungguhnya amalan-amalan itu dipersembahkan pada setiap Senin dan Kamis, maka Allah berkenan mengampuni setiap muslim, kecuali dua orang yang bermusuhan, maka Allah berfirman, "Tangguhkanlah kedua orang (yang bermusuhan ) itu!" (HR Ahmad dengan sanad yang sahih). Dalam sahih Muslim diriwayatkan bahwa Nabi saw ditanya orang mengenai berpuasa pada hari Senin, maka beliau bersabda, "Itu hari kelahiranku dan pada hari itu pula wahyu diturunkan kepadaku." (HR Muslim). 6. Berpuasa Tiga Hari Setiap Bulan Dari Abu Dzarr al-Ghiffari ra berkata, "Kami diperintah Rasulullah saw untuk melakukan puasa tiga hari dari setiap bulan, yaitu hari-hari terang bulan, yakni tanggal 13, 14 dan 15, sembari Rasul saw bersabda, 'Puasa tersebut seperti puasa setahun (sepanjang masa)'." (HR Nasa'i dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban). 7. Berpuasa Selang-seling (Seperti Puasa Daud) Dari Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah saw telah bersabda, "Puasa yang paling disukai Allah adalah puasa Daud dan salat yang paling disukai Allah adalah salat Daud. Ia tidur seperdua (separoh) malam, bangun sepertiganya, lalu tidur seperenamnya, dan ia berpuasa satu hari lalu berbuka satu hari."
Referensi: 1. Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq 2. Tamamul Minnah, Muhammad Nashirudddin al-Albani 3. Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia