PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 58-63
POTENSI, KEGUNAAN DAN NILAI TAMBAH KAYU DARI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BOGOR Oleh : Achmad Supriadi 1)
ABSTRAK Industri perkayuan di Indonesia saat ini banyak mengalami kekurangan bahan baku terutama kayu bundar. Kebutuhan bahan baku berupa kayu sekitar 63,5 juta m3 per tahun. Realisasi produksi rata-rata kayu bulat hutan alam hanya 10 juta m3 per tahun. Hal ini berarti hutan alam hanya mampu memasok sekitar 16% dari keseluruhan bahan baku kayu yang diperlukan. Untuk mengurangi kesenjangan antara jumlah pasokan dengan kebutuhan kayu, salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah pemanfaatan jenis kayu yang bersumber dari dari hutan rakyat. Luas hutan rakyat di kabupaten Bogor adalah 10.791,28 ha, terdiri dari areal siap tebang 2.219,73 ha (20,6%), telah ditebang 443,99 ha (4,1%) dan sisanya 8.127,56 ha (75,3%) berupa areal tanaman muda. Komoditas tanaman didominasi oleh jenis sengon, kemudian berturut-turut jenis afrika, mahoni, campuran dan jati. Bogor Barat merupakan wilayah yang memiliki hutan rakyat terluas. Perkiraan potensi kayunya adalah sekitar 1.034.763,18 m3. Kayu sengon telah dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam produk, dengan nilai tambah per m3 berkisar antara Rp6.392 – Rp 1.325.000, tergantung jenis dan ukuran produk. Kata kunci : Hutan rakyat, potensi, nilai tambah
I.
PENDAHULUAN Industri kayu merupakan industri kehutanan yang penting dalam
rangka pemanfaatan sumber daya alam berupa hutan. Industri pengolahan kayu di dalam negeri baik primer maupun sekunder, yang tercatat saat ini hampir 2.000 unit, yang didominasi oleh industri kayu lapis dan penggergajian. Nilai ekspor barang kayu dan hasil hutan lainnya pada tahun 2000 sebesar Rp 24.037.647 juta atau 15,9% dari ____________________ 1) Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor
58
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 58-63
seluruh nilai ekspor Indonesia (Deperindag, 2002). Dari nilai ekspor tersebut sebesar Rp 1.655.295 juta (6,9%) disumbang dari industri pengolahan kayu skala kecil dan menengah. Sedangkan sisanya sebanyak 93,1% oleh industri skala besar. Industri tersebut saat ini banyak mengalami kekurangan bahan baku terutama kayu bundar, karena kemampuan produksi kayu bundar terutama dari hutan alam yang terus menurun. Kebutuhan bahan baku berupa kayu sekitar 63,5 juta m3 per tahun. Realisasi produksi rata-rata kayu bulat hutan alam hanya 10 juta m3 per tahun (Laban, 2003). Mengingat kondisi hutan secara umum di Indonesia, diperkirakan kekurangan ini makin lama makin membesar jumlahnya. Kesulitan yang dialami industri dalam memenuhi bahan bakunya, dikhawatirkan menjadi pemicu maraknya penebangan dan perdagangan kayu secara illegal di Indonesia. Dampak negatif dari kondisi ini antara lain tutupnya perusahaan-perusahaan pengolahan kayu, rusaknya hutan beserta ekosistim di dalamnya dan makin besarnya tekanan dunia internasional terhadap manajemen hutan dan produk hasil hutan dari Indonesia. Untuk menanggulangi atau paling tidak mengurangi berbagai permasalahan ini, pemanfaatan kayu tidak cukup hanya mengandalkan sumber-sumber dari hutan alam, tetapi harus terus dikembangkan juga dari sumber-sumber lainnya di antaranya dari hutan rakyat. Di dalam pemanfaatannya harus tetap diusahakan
penghematan
penggunaan kayu, antara lain melalui peningkatan efisiensi pemanfaatan kayu dan diversifikasi produk kayu. Makalah ini menyajikan tentang potensi kayu dari hutan rakyat di Kabupaten Bogor dan nilai tambah yang diperoleh dari pemanfaatan kayu hutan rakyat. Sasarannya adalah tersedianya data dan informasi tentang potensi hutan rakyat di Kabupaten Bogor, pemanfaatan kayu sengon dan nilai tambah yang diperoleh dari pemanfaatan kayu sengon.
II.
POTENSI HUTAN RAKYAT Luas areal hutan rakyat di Kabupaten Bogor tahun 2005 tercatat 10.791,28 ha,
terdiri dari areal siap tebang 2.219,73 ha (20,6%), telah ditebang 443,99 ha (4,1%) dan sisanya 8.127,56 ha (75,3%) berupa areal tanaman muda. Areal hutan rakyat di kabupaten Bogor terdiri dari berbagai jenis tanaman yang terluas adalah sengon
59
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 58-63
(4.745,02 ha), kemudian berturut-turut diikuti oleh jenis afrika (2.620,95 ha), mahoni (1.937,78 ha), campuran (1.040,84 ha) dan jati (446,68 ha). Pengusahaan hutan rakyat telah mampu memberikan lapangan kerja bagi 53.995 orang. Data rekapitulasi potensi hutan rakyat selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi hutan rakyat Kabupaten Bogor tahun 2005 No . 1. 2 3 4 5.
Komoditas
Sengon (Albizia falcataria) Mahoni (Switenia sp.) Afrika (Maesopsis sp.) Jati (Tectona grandis) Campuran Jumlah Sumber : Anonim, 2006.
Luas areal (ha) Total Siap Ditebang tebang 4.745,02 1.026,09 205,22 1.937,78 412,75 82,55 2.620,95 557,93 111,59 446,68 1,64 0,33 1.040,84 221,33 44,31 10.791,28 2.219,73 443,99
Produksi (M3) 20.551,41 8.252,06 11.154,20 32,70 4.429,46 44.383,83
Jumlah tenaga kerja (orang) 23.718 9.685 13.100 2.250 5.202 53.955
Berdasarkan sebaran arealnya, Bogor Barat merupakan wilayah kabupaten Bogor yang memiliki areal hutan rakyat terluas hampir untuk semua jenis tanaman yakni 7.362,27 ha atau sekitar 67,4% dari seluruh luas areal hutan rakyat di kabupaten Bogor, selanjutnya diikuti oleh wilayah Bogor Timur 1.837,65 ha (16,8%) dan sisanya wilayah Bogor Tengah1.837,65 ha (15.7%). Luas hutan rakyat di kabupaten Bogor berrdasarkan sebaran wilayahnya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rekapitulasi luas areal hutan rakyat per wilayah Kabupaten Bogor tahun 2005 (ha) Wilayah
Sengon
Mahoni
Afrika
Jati
3.311,98
1.269,99
1.815,58
184,02
780,70
7.362,27 (67,4%)
Bogor
606,76
284,02
408,65
250,83
167,12
1.717,38 (15,7%)
Tengah
826,28
383,76
409,45
125,13
93,03
1.837,65 (16,8%
4.745,02
1.937,77
2.633,68
559,98
1.040,85
10.917,30 (100%)
Bogor Barat
Campuran
Jumlah
Bogor Timur Jumlah
Sumber : Anonim, 2006. Data diolah
60
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 58-63
Luas areal hutan rakyat yang telah ditebang memberikan hasil berupa produksi kayu yang berbeda-beda jumlahnya tergantung kepada jenis kayu dan luas areal. Sebagai contoh pada Tabel 1, dari 205,22 ha penebangan tanaman sengon menghasilkan 20.551,41 m3 kayu bundar. Sedangkan dari 1.937,78 ha tanaman mahoni menghasilkan 8.252,06 m3 kayu bundar dan seterusnya. Berdasarkan produksi kayu yang dihasilkan dari luasan areal yang telah ditebang ditebang, maka dapat diperkirakan besarnya potensi kayu setiap jenis tanaman dari hutan rakyat di kabupaten Bogor seperti disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Potensi kayu dari hutan rakyat di kabupaten Bogor No.
Komoditas
1. 2 3 4 5.
Sengon (Albizia falcataria) Mahoni (Switenia sp.) Afrika (Maesopsis sp.) Jati (Tectona grandis) Campuran Jumlah Sumber : Anonim, 2006. Data diolah
Luas areal tanaman muda dan siap tebang (ha) 4.539,80 1.855,23 2.509,36 446,35 996,53 10.347,27
Perkiraan potensi kayu (m3) 454.630,60 185.456,93 250.828,06 44.229,23 99.618,36 1.034.763,18
Pada Tabel 3 tampak, jumlah luas hutan rakyat dengan tanaman belum ditebang adalah 10.347,27 ha dengan perkiraan potensi kayunya sebesar 1.034.763,18 m3. Tanaman sengon diperkirakan berpotensi menghasilkan produksi kayu terbanyak yaitu 45.630,60 m3, kemudian berturut-turut diikuti oleh tanaman afrika 250.828,06 m3 dan mahoni 185.456,93 m3. III. KEGUNAAN DAN NILAI TAMBAH PEMANFAATAN KAYU SENGON Kayu sengon di Jawa Barat terkenal dengan nama kayu jeungjing, banyak digunakan oleh penduduk Jawa Barat untuk bahan perumahan (papan, balok, tiang, kaso dan sebagainya). Selain daripada itu dapat juga dipakai untuk pembuatan peti, venir, pulp, papan semen wol kayu, papan serat, papan partikel, korek api (tangkai dan kotak), kelom dan kayu bakar. Dahulu di Maluku, kayu sengon biasa dipakai untuk perisai, karena ringan dan liat serta sukar ditembus (Martawijaya, et. al., 2005). Di Sukabumi
61
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 58-63
banyak industri pengolahan kayu skala kecil menggunakan kayu sengon untuk menghasilkan produk-produk berupa peti kemas, palet, bahan bangunan serta mebel (Sylviani, et. al., 1996). Di Bogor banyak industri penggergajian yang telah biasa menggergaji kayu sengon untuk nantinya dibuat berbagai macam produk kayu. Kayu sengon telah dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam produk kayu seperti telah diuraikan di atas, sehingga telah dapat meningkatkan nilai tambah dari kayu sengon tersebut. Besarnya nilai tambah yang diperoleh tergantung kepada jenis dan ukuran produk yang dihasilkan. Nilai tambah dari pemanfaatan kayu sengon disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai tambah dari pemanfaatan kayu sengon untuk berbagai macam produk No.
Jenis Produk
Nilai output Nilai input Nilai tambah (Rp) (Rp) (Rp/m3) 1. Kayu gergajian*) 700.000 500.000 200.000 2. Tempat tidur**) 600.000 175.000 425.000 3. Lemari**) 1.200.000 175.000 1.025.000 4. Bufet**) 1.500.000 175.000 1.325.000 5. Palet***) 83.750.000 33.350.000 119.290 6. Peti***) 37.754.000 34.133.500 6.392 Keterangan : *) Pedagang kayu gergajian di Bogor; **) Supriadi, A. dan Osly Rachman (2000); ***) Sylviani, et. al., (1996)
IV. KESIMPULAN 1. Luas hutan rakyat di Kabupaten Bogor 10.791,28 ha, terdiri dari areal siap tebang 2.219,73 ha (20,6%), telah ditebang 443,99 ha (4,1%) dan sisanya 8.127,56 ha (75,3%) berupa areal tanaman muda. Komoditas tanaman didominasi oleh jenis sengon, kemudian berturut-turut jenis afrika, mahoni, campuran dan jati. Bogor Barat merupakan wilayah yang memiliki hutan rakyat terluas. 2. Perkiraan potensi kayunya adalah sekitar 1.034.763,18 m3 3. Kayu sengon telah dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam produk, dengan nilai tambah per m3 berkisar antara Rp 6.392 – Rp 1.325.000, tergantung jenis dan ukuran produk.
62
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 58-63
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2002. Kebijakan dan Strategi Umum Pengembangan Industri Kecil Menengah. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta. _______. 2006. Monografi Hutan Rakyat Kabupaten Bogor. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Bogor. Laban, B.Y. 2003. Kebijakan restrukturisasi industri kehutanan berbasis pengelolaan hutan lestari. Makalah Utama dalam Ekspose Hasil-Hasil Litbang Teknologi Hasil Hutan di Bogor tanggal 16 Desember 2003 . Puslitbang Teknologi Hasil Hutan. Bogor. Martawijaya, A., I. Kartasujana, Y.I. Mandang, S.A. Prawira dan K. Kadir. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Badan Litbang Kehutanan. Bogor. Sylviani, B.M. Purnama dan A. Saiban. 1996. Nilai ekonomi kayu dari hutan rakyat di kabupaten Sukabumi. Buletin Penelitian Hasil Hutan 14(9): 344-354. Puslitbang Hasil Hutan dan Sosek Kehutanan. Bogor Supriadi, A. dan O. Rachman. 2000. Profil industri kecil mebel di Sukabumi. Info Hasil Hutan 7(2): 33-40. Pusat Penelitian Hasil Hutan. Bogor.
63