Proses Kebijakan: Cara Mengungkap dan Strategi Menggolkan Kebijakan SUMBER BACAAN UTAMA: Knowledge, Technology and Society Team (William Wolmer, James Keeley, Malissa Leach, Lyla Mehta, Ian Scoones, Linda Waldman), Institute of Development Studies (IDS), 2006. Understanding Policy Processes: A review of IDS researc on the environment. University of Sussex. Brighton. UK. PEMBUAT NASKAH: Hariadi Kartodihardjo—DMHN, FAHUTAN-IPB
Persoalan Dominasi Pertanyaan utama yang mendorong penelitian IDS mengenai proses kebijakan (policy proceses) ini adalah: bagaimana penduduk setempat (atau siapapun yang lemah secara politik) berperan dalam pembuatan kebijakan publik? Bagaimana orangorang miskin dapat membentuk agenda kebijakan di dunia yang semakin mengglobal ilmu pengetahuan dan kebijakannya? Isu-isu kebijakan SDA/Lingkungan khususnya ditandai dengan meningkatnya jumlah pelaku, ragam perspektif, dan semakin “diperebutkannya” masalah 1 SDA/Lingkungan itu sendiri oleh berbagai pihak. Dalam konteks ini, membangun kepercayaan di sekitar proses pengambilan keputusan sangat penting—dan sering 'partisipatif' menjadi mekanisme dan solusi standar yang dipilih. Namun, dari tinjauan proses kebijakan ini justru berbalik mengkritisi perubahan kebijakan yang didasarkan pada asumsi bahwa: partisipasi akan memungkinkan pengetahuan lokal dapat menantang perspektif global.
publik tersebut mengungkapkan bahwa istilah “partisipasi” sering digunakan oleh “tuan rumah” penyelenggaranya, namun para prakteknya pola dominasi dan eksklusi kepentingan masyarakat lokal yang lemah secara politik senantiasa terulang kembali. Maka dari itu, timbul sejumlah pertanyaan: • • •
•
Apa jenis partisipasi yang digunakan dalam pembuatan kebijakan publik dan untuk siapa? Siapa yang mengadakan prosesnya? Siapa yang mendefinisikan agenda dan pertanyaan yang harus dijawab dan dapat membentuk perdebatan? Bagaimana berbagai bentuk keahlian disertakan dan digunakan?
Berdasarkan pengamatan dari kajian IDS ini, gaya birokrasi yang non-partisipatif dan sudah lama tertanam dalam pengambilan keputusan tidak dapat berubah dengan cepat. Ketika ada pihak dengan posisi kuat dalam suatu rapat, peluang untuk komunikasi secara terbuka bagi semua peserta rapat itu menjadi terbatas. Namun, strategi partisipatif dan prosedur musyawarah yang membangun pemahaman yang kuat dari proses kebijakan model Sejumlah besar pengalaman—dengan menggunakan IDS ini telah berhasil melakukan konfigurasi ulang hubungan pengetahuan, keahlian dan pembuatan berbagai teknik—telah berusaha untuk kebijakan, dengan membangun koalisi baru dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggeser framing perdebatan yang sebelumnya pembuatan kebijakan publik—terutama dalam sulit dilakukan. Dalam prakteknya, karena adanya kaitannya dengan isu-isu ilmiah yang tidak mudah kelompok-kelompok sosial yang konvensional dimengerti oleh masyaraat luas atau isu-isu diperlukan perubahan sosial dalam jangka panjang. teknologi yang kontroversial. Yang telah dilakukkan Perlu langkah-langkah pemberdayaan yang lebih luas di berbagai negara misalnya dengan cara juri warga negara (citizen’s juries), konferensi untuk hasil yang seperti: telah dibuat melalui konsensus (consensus • Menegaskan pentingnya budaya politik dan conferences), panel musyawarah (deliberative hukum dengan membiasakan adanya kritik, panels) dan pemetaan multi-kriteria (multi-criteria • Membangun kepercayaan diri warga berbasis mapping). Namun, sejarah panjang riset mengenai kebenaran praktis, ilmiah dan keterampilan, proses partisipatif dalam pembuatan kebijakan • Mewujudkan adanya ruang untuk pengetahuan sendiri dan minat orang lain yang membentuk 1 dan menginformasikan pentingnya perdebatan Misalnya dalam perubahan iklim yang diperebutkan dalam proses kebijakan. dan dicoba diselesaikan cenderung masalahmasalah lingkungan global, tetapi tidak menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat lokal.
1
Apa proses kebijakan (policy processes) itu?
• Pembuatan kebijakan perlu diletakkan sebagai proses politik sebagaimana juga terdapat proses• proses analitis atau pemecahan masalah. Pembuatan kebijakan tidak selalu sekali jadi melainkan bertahap, kompleks dan tidak linier, suatu proses yang dapat terputus atau berjalan lambat dan berat; suatu proses yang berulang dan seringkali berjalan berdasarkan pengalaman, belajar dari kesalahan, dan mengambil pelajaran dari kebijakan-kebijakan yang lalu. Maka, tidak ada satu kebijakan optimal yang dapat dilahirkan sekali jadi. Dengan kata lain, kebijakan yang dianggap sempurna itu sesungguhnya diperoleh dari pengalaman dan perdebatan sebelumnya oleh orang-orang dan banyak kepentingan di dalamnya.
berkembang. Bagaimana narasi itu terdapat atau terbangun dalam ilmu pengetahuan, hasil penelitian, dll; Aktor dan jaringan. Siapa yang disertakan dan bagaimana mereka terhubung satu sama lain. Politik dan kepentingan. Apa yang mendasari terjadinya dinamika politik/power yang terjadi.
Gambar 1.
Dalam pembuatan kebijakan hampir selalu ada kompetisi dan agenda yang tumpang-tindih. Tidak ada perjanjian atau kesepakatan yang sempurna diantara para pihak yang sesungguhnya diperlukan dalam penetapan masalah kebijakan. Keputusankeputusan yang diambil tidaklah bersifat teknis dan tetap. Dalam kenyataannya fakta dan nilai saling berpengaruh. Pertimbangan nilai-nilai (baik/buruk, adil/tidak adil dan bukan sekedar benar-salah) memberikan peran sangat penting. Selain itu, dalam pelaksanaan kebijakan hampir selalu terdapat diskresi dan negosiasi yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan di lapangan untuk menyesuaikan kondisikondisi yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan apa yang diasumsikan oleh para pembuat kebijakan.
Untuk menjalankan pendekatan tersebut dapat dibantu melalui beberapa pertanyaan, misalnya sebagai berikut: • Bagaimana kebijakan dibuat dan oleh siapa? • Bagaimana pandangan dan perspektif tertentu masuk dan menjadi dasar isi kebijakan? 3 • Apa kondisi lingkungan kunci, konteks , dan individu yang mempengaruhi atau jariganjaringan yang mempunyai peran? • Bagaimana ide tentang apa yang disebut “kebijakan baik/tepat” digunakan dan kemudian berubah? • Bagaimana batasan-batasan yang menentukan 4 masalah kebijakan dan “policy storylines” dielaborasi?
Dengan proses kebijakan seperti itu, manfaat analisis IDS ini dapat menjelaskan terjadinya pembuatan kebijakan terutama bagi masyarakat yang lemah mendapat dukungan politik, mengetahui strategi keikut-sertaan dalam pembuatan kebijakan agar efektif mencapai sasaran kebijakan, maupun mengetahui bagaimana strategi mempengaruhi proses pembuatan kebijakan.
ilmu pengetahuan, penelitian dll dan secara umum apabila seseorang berpendapat atau menolak/menyetujui pendapat orang lain, dibaliknya terdapat narasi itu. Metoda menentukan narasi ini perlu dipelajari melalui pustaka tersendiri. Lingkungan kunci dan konteks yang dimaksud misalnya adanya kejadian-kejadian tertentu yang secara psikologis mempengaruhi pandangan masyarakat. Banjir besar dan kecelakaan yang membawa banyak korban, tsunami, dll adalah sekedar contoh lingkungan kunci yang melahirkan kebijakan tertentu sesuai konteks kejadian-kejadian itu. Dampak buruk yang terjadi perlahan-lahan biasanya tidak menimbulkan tekanan bagi masyarakat walaupun akibatnya jauh lebih berbahaya. Storyline adalah penggalan fakta yang digunakan untuk meyakinkan pendapat yang didasarkan pada teori tertentu dan digunakan untuk tujuan mencapai tujuan tertentu. Misalnya “hutan gundul penyebab banjir” dapat digunakan untuk memindahkan atau mengusir sekelompok orang yang tinggal di wilayah berhutan.
3
Pendekatan yang Digunakan Terdapat 3 faktor yang digunakan untuk melakukan analisis proses kebijakan (Gambar 1), yaitu: 2 • Pengetahuan dan diskursus . Perlu diketahui apa narasi kebijakan (policy narrative) yang 4 2
2
Untuk mudahnya dalam naskah ini, istilah diskursus dan narasi dianggap sama, yaitu pola pikir, logika yang dipakai serta nilai-nilai yang dianut oleh sekelompok orang yang senantiasa digunakan dan dikuatkan serta dikembangkan dari waktu ke waktu. Narasi ini sudah tertanam dalam
•
• •
Bagaimana peran ilmu pengetahuan dan keahlian (biasanya dari epistimic community atau sekelompok elit/akademisi yang dianggap sangat mampu dibidangnya)? Suara dan pandangan siapa yang digunakan dan yang tidak digunakan dalam proses kebijakan? Bagaimana, kapan dan atas dasar pengaruh apa suatu kebijakan itu berubah?
Untuk dapat menjawab sejumlah pertanyaan tersebut, peneliti perlu terlibat dalam proses kebijakan, mempelajari dokumen-dokumen proses perdebatan, atau memahami informasi dari informan yaitu pelaku-pelaku pembuat kebijakan tersebut. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat diinterpretasikan berdasarkan 3 faktor pada Gambar 1. Dalam proses pembuatan kebijakan publik, diperlukan perhatian untuk memahami bagaimana kebijakan hadir dan mengambil bentuknya, yaitu mengetahui bagaimana pembuat kebijakan membuat agenda (apa yang dibicarakan, kapan dan terkait dengan peristiwa apa, siapa yang diundang, dll) dan melaksanakannya. Untuk mendapatkan pemahaman ini, diperlukan kemampuan untuk mengungkap: Hubungan antara input ilmiah dan kepentingan 5 politik , Nuansa 'geografi' (siapa, peran, asal, sumberdaya yang dimiliki) dari jaringan aktor di balik kebijakan, Asumsi-asumsi yang digunakan dalam narasi 6 kebijakan , Terbentuknya alternatif kebijakan dan argumentasinya,
5
6
3
Dalam pembuatan AMDAL, saksi ahli dalam pengadilan, policy paper, perdebatan di televisi, dll dapat diperhatikan siapa yang disertakan dalam proses-proses itu, tujuan apa proses-proses itu dibuat, kesimpulan-kesimpulan apa yang dinyatakan. Semua itu dapat diamati untuk mencari hubungan antara input ilmiah dan kepentingan politik. Di kehutanan misalnya, bagaimana illegal logging diakibatkan sebagai perbuatan jahat dan kemudian solusinya adalah koordinasi penegakan hukum (logika 1), dengan illegal logging diakibatkan sebagai lemahnya pengelolaan hutan di tingkat tapak kemudian solusinya adalah pembangunan KPH (organisasi pemerintah yang beroperasi di lapangan/tapak). Konsekuensi adanya sebab-akibat yang berbeda memberikan solusi yang berbeda, dan lebih jauh, pilihan sebab-akibat itu sangat penting bagi politik karena pilihan sebab-akibat itu menentukan siapa yang dilibatkan dan siapa yang diabaikan.
Bagaimana narasi yang satu dikaburkan dan digantikan narasi lainnya.
Suatu contoh perdebatan dalam proses kebijakan di India (IDS, 2006) untuk menyelesaikan masalah kekeringan sebagaimana diuraikan pada Tabel 1. Pembelajaran dari beberapa kasus yang diuraikan dalam IDS (2006): Narasi mengenai krisis lingkungan dapat digunakan untuk melepas kontrol (menghilangkan hak) terhadap SDA oleh masyarakat lokal dan beralih kepada otoritas internasional; Intervensi kebijakan dapat dibuat melalui peran pengetahuan dan ‘frame’ yang digunakan oleh para ahli dalam proses politik ekonomi pertanian dan SDA; Pengetahuan yang telah ada dalam kehidupan sosial-budaya dan organisasi dapat dikuatkan oleh lembaga donor; Kepentingan, asumsi-asumsi dan komitmen yang dibuat birokrasi dengan kebutuhan ekonomi/komersial, berperan penting dalam opsi-opsi kebijakan yang dibuat.
Perlawanan Proses pembuatan kebijakan seringkali melibatkan berbagai aktor untuk melakukan negosiasi, reaksi terhadap hal-hal yang kontroversi, skandal, black campaign (fitnah) dan krisis yang sengaja diciptakan. Kesemuanya itu menjadi kondisi dalam proses pembuatan kebijakan yang ditandai dengan berbagai tingkat ketidakpastian ilmiah dan resiko akibat argumen yang keliru dalam pembuatan kebijakan, sifat ilmu pengetahuan dipolitisasi dan diperebutkan, juga dapat terjadi 'co-produksi' ilmu pengetahuan, dan kebijakan yang dilahirkan dari proses-proses seperti itu tetap dianggap sangat jelas dan masuk akal. Untuk memahami hal demikian itu diperlukan kemampuan untuk mengetahui: • Bagaimana agenda kebijakan oleh pihak tertentu digagalkan, dan oleh siapa? • Seperti apa jaringan hubungan antara ilmu dan terjadinya kebijakan? • Apakah perdebatan yang terbuka (plural) diubah menjadi tertutup? • Perspektif siapa yang terpinggirkan atau dikecualikan? • Substansi apa yang menyebabkan trade-off dan ketidaksepakatan dan kemudian dilakukan konsensus?
Tabel 1. Faktor
Pro Pemerintah
Anti Pemerintah
Kerangka fikir/ narasi kebijakan
Berkurangnya curah hujan dan meningkatnya kekeringan mengakibatkan kelangkaan air
Kekurangan air akibat penebangan untuk tujuan eksploitasi
Solusi
Proyek Sardar Sarovar akan memberikan pasokan air ekstra-basin water (dari tempat cekungan). Irigasi padat modal.
Pemulihan vegetasi, penambahan sumber daya air tanah, reformasi lembaga dan kerjasama terkait dengan air
Aktor Utama
Pemerintah
LSM kecil
Pendukung Aktor/ koalisi
Politisi, pengusaha dan irigasi pertanian besar, media serta LSM dan lembaga akademisi, bank dunia, ICOLD
Para insinyur, ilmuwan sosial, wartawan dan akademisi, Gerakan Penyelamatan Narmada. Jaringan aktivis LSM global dan akademisi.
Kepentingan / Politik
Pebisnis, industri rekayasa, birokrasi, elit politik, petani kaya
Masyarakat tidak mendapatkan keuntungan
Ruang kebijakan (policy space)
Mudah karena didukung kekuatan politik pemerintah-pengusaha besar
Sulit karena tidak mendapat dukungan politik pemerintah
Perubahan Kebijakan dan Policy Space Proses pembuatan kebijakan publik seringkali pasang-surut. Seringkali kebijakan muncul dengan cepat akibat adanya Ide tertentu dan kondisi-kondisi mendesak yang memungkinkan, meskipun ada tantangan bersama terhadap konsep-konsep dasar dan cara kerja yang digunakan. Studi kasus yang ditelaah IDS (2006) menunjukkan bahwa apabila jaringan aktor yang terbentuk sangat kuat dan tak tertembus sehingga kondisinya tidak kondusif untuk mengubah kebijakan, tidak ada argumen rasional apapun dapat menggeser narasi kebijakan yang dominan itu. Hal-hal dapat berubah setelah posisi kebijakan yang terjaga secara ketat itu mulai berantakan, terjadi pelunakan sikap, narasi dan argumen lainnya menjadi digunakan, dari hasil jaringan aktor untuk perubahan kebijakan secara kuat membawa counter-discource dalam perdebatan perubahan kebijakan. Pertanyaaanya, strategi apa untuk memperbesar peluang perubahan kebijakan itu dapat diwujudkan? Bagaimana menciptakan ruangruang kebijakan baru (policy space) dan kesempatan baru untuk menantang kebijakan yang ada dan membuka debat? Secara umum yang dapat dilakukan adalah membangun jaringan dan menentukan champions of change.
Untuk itu dapat dilakuan dengan beberapa cara—sesuai kondisinya, sebagai berikut: • Adanya ruang konseptual (dimana ide baru diperkenalkan untuk diperdebatkan dan disirkulasi melalui berbagai bentuk media) • Publikasi paper yang berisi rekomendasi kebijakan dalam jurnal ilmiah • Ambil hal penting, pengaruhi orang lain (hal yang bisa berpengaruh selalu hal yang penting) • Pengaruhi penentu kebijakan secara informal (‘after hours’) • Pelajari “bahasa birokrasi” atau “bahasa pimpinan” dan gunakan sebagai cara dalam memberi pengaruh • Adanya ruang birokrasi (ruang pembuatan kebijakan formal di dalam pemerintaan yang dipimpin oleh pejabat yangmana dalam melakukan pembuatan kebijakan mendapat input dari expert tertentu) • Buat tim lobi dan pemain utama yang akan bekerja • Pilih personal dalam birokrasi sebagai champions of change • Dapatkan pengaruh atasan untuk menyampaikan ide perubahan dan pastikan ia juga mendapat penghargaan dari perubahan itu • Adanya ruang yang diciptakan (konsultasi dengan penentu kebijakan, menyertakan pihak-pihak tertentu secara selektif)
4
• Membatalkan atau menghentikan rapat/pertemuan dan/atau membajak agenda • Mempengaruhi isi naskah pidato • Mempertontonkan video di workshop untuk menjelaskan keluhan masyarakat secara langsung • Wujudkan peran positif bagi pejabat – misal dengan menulis pidato dengan tepat • Adanya ruang populer (protes, demonstrasi oleh gerakan sosial, membuat tekanan pada proses pembuatan kebijakan)
• Gerakan untuk menyatukan aksi langsung yang menyebabkan perubahan • Petisi • Masuk dalam keanggotaan organisasi dan memperkuatnya, misal organisasi tani • Menggunakan media: radio, TV, posters • Adanya ruang praktis (menyediakan kesempatan bagi penentu kebijakan untuk menyaksikan sendiri) • Pilot project • Case studies • Study tours
ooo
5