PROLOG
Terbangun di tempat yang aku tidak mengenalnya bukanlah impianku. Tersadar lalu melihat sekeliling dan menjadi asing. Di manakah aku? Aku ingat aku tertidur di antara buku-buku dan kesedihan. Aku ingat pertengkaran kita dan pecahan gelas yang belum ku bersihkan. Gelas yang kamu jatuhkan ketika marahmu semakin menjadi. Tapi… di manakah aku kini? Ini bukan kamarku yang berantakan setelah kamu acak-acak untuk mencari bukti atas perselingkuhan yang kamu tuduhkan. Ini... ini terlalu indah untuk menjadi kamarku. Aku di mana?
4 – #Mermaidios
Pernikahan bukan hanya tentang cinta, tapi juga kesetiaan terhadap pasangan, rasa saling percaya antara dua insan, walau di luar sana manusia lain menggoda. Ada komunikasi, untuk menghilangkan jarak dan menjaga chemistry. Pernikahan juga tidak hanya tentang materi, melainkan ketenangan jiwa dalam bersyukur, menghargai ketika memandang, dan hangatnya kebersamaan.
Nufa - 5
~ Pertengkaran itu ~
Tiga
tahun merajut hidup bersama, tidak pernah ada pertengkaran besar
mewarnai pernikahan kita. Tetapi hari ini bukan hanya pertengkaran yang terjadi, melainkan sudah menjadi kekerasan dalam rumah tangga. Kamu menjatuhkan tangan kepadaku. Istri yang dulu kamu puja dan rayu dengan seribu kata cinta. Istri yang pada keluarganya telah kamu janjikan kasih sayang dan kelembutan. Ke mana janji-janjimu? Hilang begitu sajakah setelah kamu dengar berita itu? Aku benci kamu Mas. Benci! Kenapa kamu mendengarkan fitnahannya?! Aku tidak pernah bermain gila seperti yang kamu tuduhkan. Tidak pernah berselingkuh dengan orang lain, apalagi temanmu sendiri. Tidak! Aku tidak melakukannya! “Sudahlah kamu tidak usah mengelak lagi, buktinya sudah jelas kok.” “Bukti apa?” Aku meradang. Lelah sepulang bekerja bukanlah saat yang tepat untuk membicarakan hal seperti ini, tapi ketika menjemputku tadi, aku melihat mimik wajahmu yang nampak sangat kesal. Baiklah, mari kita mulai. “Bukti apa Mas?” Aku bertanya lagi, aku lihat kamu berusaha menahan geram, jujur ada perasaan takut tapi aku sudah tidak tahan dengan atmosfir tidak enak di antara kita beberapa hari ini. Aku ingin tahu apa yang ada dalam benakmu. “Kamu dan Calleb, ada apa antara kalian berdua?” Matanya melihat tepat ke mataku, seolah mencari kebenaran. Tatapan yang biasanya meneduhkan kini berubah menjadi tajam, aku bagaikan terdakwa di ruang sidang. And I smell something fishy here. “Konyol kamu Mas. Kami tidak ada apa-apa. Calleb itukan temanmu, masa kamu tega berpikiran macam-macam. Dapat info dari mana?” Aku melihat balik ke matanya, cemas kalau ada motif tersembunyi di sana. Semoga tidak mas, semoga ini bukan akal-akalanmu untuk mencari masalah.
6 – #Mermaidios
“Bukannya kalian berdua akrab? Sering ngobrol kan?” “Hff... aku ngobrol dengan dia ya kalau kita sedang bersama. Ada kamu juga kok.” Aku menghempaskan tubuhku ke sofa. Langsung ingin memejamkan mata ketika menyentuh chenille, bahan pelapis sofa yang mirip rajutan. “Kalau tidak ada aku? By phone barangkali.” “Tidak pernah by phone.” Tegasku. Tidak jadi memejamkan mata. Ia mendengus, “Yakin?” Yang membuatku tambah sebal. “Mas, Calleb memang pernah menelpon, menanyakan kamu. Kalian berdua janji main tenis, tapi kamu tidak kunjung datang. Memang saat itu kamu di mana sih? Kenapa kamu terlambat? Kenapa handphone-mu tidak bisa dihubungi sampaisampai dia menelponku? Kenapa?” Sekarang aku yang memegang kendali atas pembicaraan sengit ini. Sebenarnya pertanyaan itu aku ajukan bukan karena tidak mempercayainya, aku hanya terbawa emosi. “Kamu! Ditanya malah lebih sewot. Sudah pintar melawan kamu ya. Sudah berani ya denganku?” Ia mendekat, bertolak pinggang. Sumpah! Ini adalah kali pertama ia bersikap arogan, yang membuatku semakin tersulut. “Siapa yang sewot Mas, aku cuma tanya karena tuduhanmu tidak masuk akal. Justru kamu yang sewot. Maksud kamu apa sih dengan ini semua?” Dalam hati aku mengutuk keberanianku, tapi aku terlanjur kesal sampai melupakan satu hal; kemarahan tidak perlu dibalas dengan kemarahan pula. Api yang membara akan semakin membakar bila bertemu dengan api lain. “Asal kamu tahu ya, aku sudah memperhatikan gerak-gerikmu belakangan ini, kamu seperti orang yang sedang berselingkuh.” Ia memang tidak berkata dengan intonasi tinggi namun tetap saja menusuk telinga.
Nufa - 7
“Apa? Ngaco banget kamu. Dapat ide dari mana? Kamu istighfar deh Mas, sudahlah aku capek.” Waktunya mengalah. Aku bangun dari sofa, menenteng tas dan sepatu. Membayangkan berendam di bathtup yang sepertinya akan menenangkan, tetapi bayangan itu terhapus oleh cengkraman kuat di lenganku. “Kamu jangan pergi dulu, aku belum selesai bicara!” “Aw... sakitt.” Aku meringis, tangan yang biasa menyentuh dengan lembut tibatiba berubah menjadi keras. Ia melepaskan cengkramannya, namun lenganku telah memerah. Aku jatuhkan tas dan sepatu ke karpet lalu kembali duduk di sofa. Lima belas menit berlalu tanpa ada salah seorang di antara kami yang bersuara. Aku menenangkan diri, mungkin karena sebentar lagi masuk masa periode wanita sehingga aku lebih sensitif dan mudah marah. Mungkin mas Kandi sedang sangat lelah bekerja sehingga ia pun jadi gampang naik darah. “Kamu kenapa sih Mas?” Sambil mengusap lengan yang terasa perih aku memecah keheningan. “Tidak biasanya kamu seperti ini. Ada apa sayang?” Dengan lembut aku berkata lagi. “Kamu berselingkuh.” Kata-kata itu kembali diulang, kini bukan hanya lengan yang perih tapi juga hatiku. “Kata siapa?” Kepalaku mulai pening. “Calleb yang bilang, dia sudah mengakuinya dan minta maaf. Katanya hubungan kalian sudah terjalin beberapa bulan belakangan ini.” “Hah???” Aku berdiri, setengah tak percaya. Tidak tahu kenapa Calleb berkata seperti itu, apakah ia sakit hati karena rayuannya aku acuhkan? Sakit hati karena
8 – #Mermaidios
ajakan makan siangnya aku tolak? Aku memang tidak menceritakan hal itu kepada mas Kandi, awalnya aku pikir tidak perlu, lagi pula belum tentu ia percaya. Akhir-akhir ini mas Kandi semakin dekat dengan Called, mereka sudah berteman sejak kami tinggal
di Anguilla dua tahun silam. Ya, Calleb
lah
yang
memperkenalkan Karibia dan sekitarnya sejak mas Kandi bekerja di negara ini. Yang kami tahu, Calleb adalah teman yang baik. Tapi kenapa ia.... “Hah apa? Kamu tidak bisa mengelak karena itu benar!” Suaranya meninggi walau binar matanya menampakkan kekecewaan. Hatiku semakin perih, campuran antara rasa sakit karena tidak dipercaya dan rasa sakit karena melihatnya terluka. Yah, siapa sih yang tidak terluka jika ada yang mengatakan kalau pasangannya berselingkuh, tetapi aku tidak melakukan itu. Aku berani bersumpah! “Jawab!” Aku menggeleng, ini pertama kalinya kamu berteriak mas, arghhh… aku benci Calleb. “Jawab, jangan diam saja,” kini ia mengguncang bahuku. “Aduh, hentikan Mas. Sakit.” Oh Tuhan rasanya aku ingin menangis. Kemarin kami masih baik-baik saja, menonton ulang film Ice Age sambil menikmati popcorn hangat, di sini, di ruangan ini. “Maaf.” Ia berhenti mengguncang, “Aku hanya ingin tahu yang sebenarnya terjadi, kenapa kamu mengkhianatiku,” katanya lagi. “Aku tidak pernah Mas.” Aku mulai terisak. Sudah cukup drama untuk hari ini, bolehkah aku tekan tombol Stop dan semuanya kembali normal? Tapi ternyata tidak baginya.
Nufa - 9