5 Aku Tidak Mengerti Orang Biasa Setelah pertengkaran aneh beberapa minggu lalu, aku berhasil mendapatkan hari libur minggu yang menyenangkan. Kali ini tanpa Siska ataupun ketua yang merencanakan menyusun strategi di rumahku. Terlebih lagi minggu ini aku bisa bersantai sambil memencet remote TV dengan tatapan menyebalkan. Benar biarpun hari ini hari libur, tapi acara dalam di TV hanya pertengkaran antara politikus atau masalah artis yang makin memanas. Semakin kesal dengan acara bodoh itu akhirnya aku mematikan TV dan naik ke kamar untuk mandi dan pergi ke luar. Aku harus bisa membuat hari libur ini menjadi lebih baik. Setidaknya ini lah hari liburku yang bebas dari masalah yang di buat oleh Arisa dan Siska. Terlebih lagi hari ini Ai sudah pergi dari tadi pagi untuk menikmati hari liburnya. Langkah kakiku berhenti di depan toko makanan ringan, tertulis jelas sedang promosi. Yah
semua orang tidak akan menolak jika harga murah di berikan dengan kualitas lebih baik dari harganya. Saat berjalan masuk, sebuah awan yang penuh kegelapan tiba – tiba menutupi seluh hatiku yang bersinar tadi pagi dengan niat menghabiskan libur yang menyenangkan. Perempuan ini membawa tas plastic di tangan kanan dan kirinya. Dia juga terdiam menatapku dengan bingung saat kami berbagi tatapan. “Ahh, kakaknya Ai kan?” ucapnya dengan wajah cerah kemudian tersenyum ramah. Ini sangat kontras dengan yang terjadi beberapa hari lalu. Lebih seperti Airin kehilangan ingatannya mengenai kejadian itu. Apakah kepalanya mengenai sesuatu atau ingatannya di hapus oleh beberapa alien. “Kak?” Airin mendekat beberapa langkah ke depanku. Otomatis aku mundur beberapa langkh dari hadapannya. Ada sedikit rasa takut saat dia tersenyum ramah padaku. Ini seperti saat kau menghadapai anjing yang tadinya ingin menggigitmu berbalik menjilatimu. “Hah? Kebetulan sekali” aku tersenyum kecut setelah berpikir beberapa kali tentang situasi ini. Tidak ada cara mengelak sedikitpun, Airin kembali membetulkan rambutnya kemudian menatapku dengan senyum cukup hangat. Ada sedikit tercium 2
bau persahabatan di dalam senyuman yang di berikanya itu. “Hari ini kakak kosong kebeteluan aku lagi kosong juga, mau minum sesuatu?” oh benar bau persahabatan itu akhirnya tercium jelas di hidungku. Aroma dan kilaunya seakan menghapus masa lalu yang membuat suram, aku tidak pernah mengerti bagaimana orang biasa itu berkomunikasi satu sama lain. “Iya, kosong ahh tapi kurasa aku mau makan kripik atau semacamnya” ucapku ragu –ragu, aku tidak begitu bisa menghidari dari orang – orang seperti Airin ada sedikit rasa bersalah saat berbicara dengan mereka. “Hmm, bagaimana kalau kita minum kopi di sana, kurasa rasa kopinya cukup enak dan mereka terkenal dengan kue yang texturnya lembut” entah kenapa saat Airin berbicara seperti itu, aku jadi mengingat Siska dengan sikap hyperaktifnya. “Ahh, aku tidak begitu haus. Lagipula aku tidak punya cukup uang” sial seharusnya aku tidak berkata hal bodoh seperti itu. Orang bodoh macam apa yang percaya saat seseorang masuk ke dalam took berarti dia membawa uang bukan.
3
“Baiklah, kalau begitu aku yang membayarkan” sial Airin menarik tanganku dan tangan itu terkesan halus dan lembut. Apakah seperti tangan seorang pelukis yang setiap hari memegang kuas. Sebelum aku berlayar jauh dalam alam mimpi konyolku karena di ajak oleh seorang gadis ke sebuah café.Aku sudah tersadar kalau kami sudah sampai di tempat yang di tuju café ini memiliki pintu otomatis yang hampir sama dengan milik bandara. Perbedaan yang paling mencolok hanya desain pintu ini yang penuh dengn stiker iklan. “Tahu gak kakak, setelah kakak memberitahu hal itu. Aku jadi berpikir mengenai banyak hal, sekarang aku bisa menjual beberapa lukisanku di internet” Airin tersenyum bangga, aku jadi merasa aku melakukan semua itu bukan untuknya tapi untuk diriku sendiri agar kami bisa cepat pulang. Tapi saat mendengar kata – katanya entah kenapa aku merasa bangga dengan diriku sendiri. “Baguslah, aku turut senang” Airin menatpku beberapa lama seolah dia ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting. Bagian terpenting dari situasi ini, aku benar - benar tidak paham mengenai cara berpikir orang biasa. Saat mereka mengatakan hal
4
penting, aka nada jeda antara basa – basi dan topic utama, jujur itu membuatku sedikit mual. “Ngomong – ngomong kak, apa yang waktu itu pacar kak” Airin sedikit mengeluarkan suara bergetar. Sementara aku benar – benar bingung dengan perkataanya. “Pacar, siapa?” ucapku menggaruk kepala. Airin kembali mengambil jeda kali ini dia terlihat lebih ketakutan. “Yang menampar pipi kakak?” ucapnya ragu – ragu. “Oh dia hanya teman, lagipula perempuan itu cukup berisik dan terkadang bikin kepala pusing. Dia hampir menggunakan kosakata yang tidak di perlukan dalam percakapan. Itu seperti dia adalah orang superior dan tidak bisa tersentuh” ucapku menjelaskan panjang lebar pada Airin, Airin hanya terlihat bernapas lega megenai hal ini, benar – aku tidak mengerti bagaimana otak orang biasa itu bekerja. Matahari yang entah kenapa kini semakin panas membuatku merengkan tangan untuk menutupi sinarnya yang semakin menyilaukan. Terkadang aku cukup benci saat musim kemarau tiba, musim itu seakan membakarmu sampai ke tulang rusuk. 5
“Oh maaf kak, hari ini aku ada janji dengan ibu. Jadi sampai berjumpa lagi hari sangat menyenangkan” itu lah kalimat yang terdengar setelah kami kelaur dari café, bisa kuhitung hampir 2 jam kami berbicara mengenai banyak hal. Tapi kebanyakan dia membicarakan tentang dirinya sendiri, lalu membicarakan tren ssaat ini kemudian beralih ke topik lukisan. Benar – benar basa – basi yang menggelikan. Kenapa manusia harus memerlukan basa – basi saat yang melakukan sesuatu. Bukannya omong kosong yang di bicarakan hanya menembah panjang dalam berkomunikasi dan itu membuat kita lelah. Yah, orang biasa melakukan ini lebih banyak dariku saat berbica dan itu sangat wajar bagi mereka. Tapi bagiku itu adalah omong kosong yang tidak di perlukan dalam berkomunikasi. Memang orang biasa tidak bisa kumengerti apa maksud mereka.
6