PPN DAN PPn BM PRINSIP DASAR PENGKREDITAN PPN, DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PPN, TATA CARA RESTITUSI, TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PPN PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD ATAU JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN
Mata Kuliah
: Perpajakan II
Ruang , Hari /Jam kuliah : M 504, Minggu, Jam :16.15 – 18.45 WIB Tatap Muka
: Ke – 12
Dosen
: Sugianto, Ak., MSi
UNIVERSITAS MERCU BUANA JURUSAN AKUNTANSI PROGRAM KELAS KARYAWAN KAMPUS MENTENG
Prinsip Dasar Pengkreditan ( Pasal 9 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2002 ) 1.Syarat utama pengkreditan pajak masukan adalah Faktur Pajak 2. Pajak Masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut dalam masa pajak yang sama (Pajak Masukan bulan Januari 2000 dikreditkan dengan Pajak Keluaran bulan Januari 2000 pada SPT masa PPN Januari 2000) 3. Apabila tidak dapat dikreditkan pada masa pajak yang sama (misalnya Faktur Pajak-nya diterima terlambat), Pajak Masukan tersebut masih bisa dikreditkan pada masa pajak berikutnya, selambat-lambatnya tiga bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan, sepanjang : - Belum dibebankan sebagai biaya atau tidak ditambahkan (dikapitalisasikan) pada harga perolehan BKP/JKP - Belum dilakukan pemeriksaan oleh fiskus, kecuali dalam pemeriksaan tersebut diketahui bahwa perolehan BKP/JKP yang bersangkutan telah dibukukan. 4. Apabila jangka waktu 3 (tiga) bulan tersebut telah terlewati, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan dengan cara melakukan pembetulan SPT Masa PPN. Misalnya, Faktur Pajak Masukan bulan April 2002 baru diterima oleh PKP pada bulan November 2002, Faktur Pajak Masukan tersebut tetap dapat dikreditkan dengan cara melakukan pembetulan SPT Masa PPN untuk Masa April 2002. 5. Dalam hal pada suatu masa pajak belum terdapat Pajak Keluaran (misalnya ; belum ada produksi/penjualan), Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan. 6. Jika Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke kas negara selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya. 7. Jika Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka kelebihan tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau diminta kembali (direstitusi). 8. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, adalah Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha (produksi, manajemen, distribusi, dan pemasaran) dari BKP/JKP yang diserahkan/yang dijual. Kriteria Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan ( Pasal 9 dan Pasal 16B Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 )
•
Pajak Masukan yang dibayar sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
•
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.
•
Pajak Masukan atas perolehan dan pemeliharaan mobil jenis sedan, jeep, station wagon, van, dan combi, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.
•
Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Sederhana.
•
Pajak Masukan yang tecantum dalam Faktur Pajak Standar yang tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan PPN.
•
Pajak Masukan yang dibayar setelah ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak.
•
Pajak Masukan yang belum dikreditkan dalam SPT, yang diketemukan dalam pemeriksaan, kecuali dalam pemeriksaan tersebut dapat dibuktikan bahwa perolehan BKP/JKP yang bersangkutan telah dibukukan.
•
Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP untuk menghasilkan penyerahan BKP/JKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.
•
Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak yang penerbitannya telah melebihi batas waktu (PER - 159/PJ./2006)
Pajak Masukan atas Pemakaian Sendiri Barang Kena Pajak (KEP - 87/PJ./2002, SE - 04/PJ.51/2002, SE - 01/PJ./1991 ) •
Pemakaian Sendiri yang bersifat bukan produktif (tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha), PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran dan sekaligus Pajak Masukan tetapi tidak dapat dikreditkan. Misalnya ; Perusahaan produsen minuman ringan yang menggunakan sendiri produknya untuk minuman para karyawannya. PPN atas pemakaian minuman ringan tersebut diperlakukan sebagai Pajak Keluaran dan sebagai biaya.
•
Pemakaian sendiri yang bersifat produktif (berhubungan langsung dengan usaha), PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran dan sekaligus Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Mulai tanggal 18 Februari 2002, berdasarkan KEP-87/PJ/2002 jo SE04/PJ.51/2002, atas Pemakaian sendiri yang bersifat produktif tidak terutang PPN.
Misalnya ; Perusahaan produsen mobil truck yang menggunakan sendiri produknya untuk alat angkut inventorynya. Atas penggunaan mobil truk ini tidak terutang PPN Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang Menghitung PPh-nya dengan Norma Penghitungan Penghasilan Netto 1. Pengusaha Kena Pajak yang dalam menghitung PPh-nya menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, dalam menghitung PPN-nya harus menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan. 2. Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan tersebut wajib memberitahukan secara tertulis ke KPP terkait, dengan cara membubuhkan catatan pada kolom yang tersedia dalam SPT Masa PPN. 3. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan: - 80 % X Pajak Keluaran, untuk penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pedagang Eceran yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, -
70 % X Pajak Keluaran, untuk penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak selain Pedagang Eceran.
- 40 % X Pajak Keluaran, jika yang diserahkan adalah Jasa Kena Pajak 4. Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan tersebut di atas wajib menyelenggarakan catatan jumlah peredaran bruto yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak juga melakukan Penyerahan Tidak Kena pajak, maka harus dibuat catatan secara terpisah. 5. Jika dalam satu masa pajak, Pengusaha Kena Pajak tersebut tidak memenuhi syarat untuk menggunakan Norma Penghitungan, maka mulai permulaan tahun buku berikutnya, Pengusaha Kena Pajak tersebut tidak boleh menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan. 6. Ketentuan ini tidak berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yang menggunakan DPP Nilai Lain (Lihat ; PPN atas PKP Pedagang Eceran). contoh : 1. PT Beta telah dikukuhkan sebagai PKP Pedagang Eceran sejak 29 Agustus 2002. Sejak 1 Januari 2003, PT Beta diperkenankan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dalam menghitung PPh Terutang. Selama bulan
Maret 2003, PT Beta melakukan penyerahan BKP sebesar Rp 100.000.000,-. Pajak Masukan yang telah dibayar pada saat perolehan BKP adalah Rp 15.000.000,-. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sbb : - Pajak Keluaran 10% x Rp 100.000.000,-
= Rp 10.000.000,-
- Pajak Masukan 80% x Rp 10.000.000,-
= Rp 8.000.000,-
- PPN yang harus dibayar untuk Masa Pajak = Rp 2.000.000,Maret 2003
2. PKP Alfa diperkenankan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dalam menghitung PPh terutang. Selama bulan Agustus 2003, jumlah penyerahan BKP adalah Rp 50.000.000,-. Pajak Masukan yang telah dibayar pada saat perolehan BKP adalah Rp 2.500.000,-. BEsarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah : - Pajak Keluaran 10% x Rp 50.000.000,-
= Rp 5.000.000,-
- Pajak Masukan 70% x Rp 5.000.000,-
= Rp 3.500.000,-
- PPN yang harus dibayar untuk Masa Pajak Agustus 2003
= Rp 1.500.000,-
Dibebaskan dari Pengenaan PPN 1. Impor BKP Tertentu yang Dibebaskan PPN : a.Senjata, amunisi, alat angkutan di air/di bawah air/di udara, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli, dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, TNI, POLRI atau pihak lain yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI untuk melakukan impor tersebut, dan komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam negeri, yang diimpor oleh PT (PERSERO) PINDAD, yang digunakan dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI; b.Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN); c. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama; d.Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional,
Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya; e.Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerban#gan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadang serta peralatan uhtuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa rawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Udara Niaga Nasional; f. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia; dan g.Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen Perta#hanan atau TNI. 2. Penyerahan BKP Tertentu yang Dibebaskan PPN : a.Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah ( KMK No. 524/KMK.03/2001, SE 13/PJ.51/2002); b.Senjata, amunisi, alat angkutan di air/di bawah air/di udara, kendaraan lapis baja, kendaraan angkutan khusus lainnya, dan komponen/bahan yang diperlukan dalam pembuatan senjata dan amunisi oleh PT PINDAD, untuk keperluan TNI dan POLRI; c. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN); d.Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama; e.Kapal Laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, Kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang,
dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya; f. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi Pesawat Udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; g.Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diserahkan kepada dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia dan komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia; f. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan Nasional yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau TNI. 3. Penyerahan JKP Tertentu Yang Dibebaskan PPN : a. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional, yang meliputi: - Jasa persewaan kapal - Jasa kepelabuhanan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh - Jasa perawatan/reparasi (docking) kapal b. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang meliputi : - Jasa persewaan pesawat udara - Jasa perawatan/reparasi pesawat udara
c. Jasa perawatan/reparasi kereta api yang diterima oleh PT Kereta Api; d. Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan rumah yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah; e. Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana; f. Jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional. Apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat impor dan/atau perolehan, BKP Tertentu sebagaimana point 1 huruf f, g, h dan point 2 huruf e, f, dan g yang dibebaskan dari pengenaan PPN ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya, maka PPN yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam waktu 1 (satu) bulan sejak BKP tersebut dipindahtangankan/dialihkan. Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar atau dipungut atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang berdasarkan PP Nomor 146 TAHUN 2000 tidak dibebaskan dari pengenaan PPN namun berdasarkan PP Nomor 38 Tahun 2003 dibebaskan dari pengenaan PPN, yang dilakukan pada atau setelah tanggal 14 Juli 2003 sampai dengan sebelum berlakunya KEP - 233/PJ./2003, wajib disetorkan ke kas negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Catatan : Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 berlaku mulai tanggal 14 Juli 2003 Restitusi Melalui KPP 1. Tata Cara Restitusi : Permohonan restitusi kelebihan Pajak Masukan agar disampaikan kepada Kepala KPP dimana PKP yang besangkutan dikukuhkan dengan cara : - Mengisi kolom yang tersedia dalam SPT Masa PPN ; atau - Dengan surat tersendiri. - Permohonan pengembalian kelebihan pajak ditentukan satu permohonan untuk satu masa pajak. Dokumen yang harus dilampirkan dalam permohonan :
a) Faktur Pajak Masukan dan Faktur Pajak Keluaran dalam masa pajak yang dimintakan pengembalian. b) Dalam hal impor BKP : - Dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang) - SSP atau Bukti Pungutan Pajak dari Ditjen Bea dan Cukai - Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS), dalam hal wajib LPS c) Dalam hal ekspor BKP : - Dokumen PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang) - Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill - Wesel ekspor atau bukti transfer d) Dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN : - Kontrak dan Surat Perintah Kerja - Surat Setoran Pajak. Dalam hal permohonan pengembalian yang diajukan meliputi kelebihan pembayaran akibat kompensasi masa pajak sebelumnya, maka yang dilampirkan meliputi seluruh dokumen yang berkenaan dengan kelebihan pembayaran PPN masa pajak yang bersangkutan. 2. Mekanisme Penyelesaian Restitusi PPN : - Direktur Jenderal Pajak akan melakukan pemeriksaan, selanjutnya menerbitkan surat ketetapan pajak paling lambat 6 (enam) bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap. - Dalam hal permohonan restitusi diajukan oleh PKP Eksportir dan/atau PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP kepada Pemungut PPN, surat ketetapan pajak harus diterbitkan oleh Dirjen Pajak paling lambat : - 2 (dua) bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap untuk SPT Masa dengan kompensasi lebih bayar masa sebelumnya paling banyak 5 (lima) Masa Pajak. - 4 (empat) bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap untuk SPT Masa dengan kompensasi lebih bayar masa sebelumnya lebih dari 5 (lima) Masa Pajak. - 12 (dua belas) bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap,
sepanjang penyelesaiannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk semua jenis pajak. Sejak tanggal 19 Februari 2001, surat ketetapan pajak harus diterbitkan oleh Dirjen Pajak paling lambat : - 2 (dua) bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap, kecuali permohonan yang penyelesaiannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk semua jenis pajak - 12 (dua belas) bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap sepanjang penyelesaian atas permohonannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk semua jenis pajak.(Lihat KEP - 160/PJ./2001) - Apabila setelah lewat waktu sebagaimana tersebut di atas, Dirjen Pajak tidak menerbitkan surat ketetapan pajak, maka permohonan restitusi dianggap dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan dalam waktu paling lambat satu bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir. - Dalam hal permohonan restitusi diajukan oleh PKP dengan Kriteria Tertentu seperti dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, Dirjen Pajak akan melakukan kegiatan penelitian, selanjutnya menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat 7 hari sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap. - Terhadap PKP dengan Kriteria Tertentu di atas, Dirjen Pajak dapat melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan pajak setelah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. Apabila surat ketetapan pajak tersebut adalah SKPKB, maka jumlah kekurangan tersebut berikut sanksi administrasi berupa kenaikan 100% ( Pasal 13 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 ). - PKP dengan kriteria tertentu, lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 544/KMK.04/2000 Jo 235/KMK.03/2003 Sebab-sebab terjadinya restitusi kelebihan pajak 1. Pajak masukan yang dibayar lebih besar dari pajak keluaran 2. Ekspor Barang Kena Pajak 3.
PPnBM yang dibayar atas perolehan Barang Mewah yang diekspor keluar Daerah Pabean
4. Penyerahan BKP/JKP kepada Pemungut PPN Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan PPN
Yang Wajib Membayar/Menyetor dan Melapor PPN/PPnBM 1.Pengusaha Kena Pajak (PKP) 2.Pemungut PPN/PPnBM, adalah: -Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara -Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah -Direktorat Jenderal Bea dan Cukai -Pertamina -BUMN/ BUMD -Kontraktor Bagi Hasil dan Kontrak Karya bidang Migas dan Pertambangan Umum lainnya -Bank Pemerintah -Bank Pembangunan Daerah -Perusahaan Operator Telepon Selular. Yang Wajib Disetor 1.Oleh PKP adalah: a.PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran. b.PPnBM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah. c. PPN/PPnBM yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP). 2.Oleh Pemungut PPN/PPnBM adalah PPN/PPnBM yang dipungut oleh Pemungut PPN/PPnBM
Tempat Pembayaran/ Penyetoran Pajak 1.Kantor Pos dan Giro 2.Bank Pemerintah, Kecuali BTN 3.Bank Pembangunan Daerah 4.Bank Devisa 5.Bank bank lain penerima setoran pajak 6.Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Khusus untuk impor tanpa LKP
Saat Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM 1.PPn dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetorkan paling lambat 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya setelah bulan Masa Pajak. Contoh : Masa Pajak Januari 2002, penyetoran paling lambat tanggal 15 pebruari 2002. 2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/ disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut. 3. PPN / PPnBM atas impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen impor. 4. PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh: a. Bendaharawan Pemerintah, harus disetor paling lambat tanggal 7 (tujuh) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. b. Pemungut PPN selain Bendaharawan Pemerintah, harus disetor paling lambat 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas impor, harus menyetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan 5. PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus
Catatan: Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka pembayaran harus dilaksanakan pada hari kerja berikutnya. Sarana Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM 1.Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang tersedia di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) di seluruh Indonesia. 2. Surat Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/PPnBM yang disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam Daftar Nominatif Wajib Pajak (DNWP) yang dibuat oleh: Bank penerima pembayaran, Kantor Pos
dan Giro, atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran. Pelaporan SPT Masa PPN Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib menghitung dan melaporkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang terutang. a. Fungsi dan Tujuan Sebagai sarana bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang sebenarnya terutang. b. Pelaporan 1.Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; 2.Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3.Bagi Pemotong atau Pemungut, untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. c. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak dalam pengisian SPT Masa PPN 1.Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak dikukuhkan. 2.Bagi Wajib Pajak yang menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dalam penyelenggaraan Pembukuannya, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan. 3.Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan PPN Masa beserta petunjuk pengisiannya di Kantor Pelayanan Pajak. 4.Pengisian SPT Masa PPN harus dilakukan dengan lengkap, benar dan ditandatangani oleh; a. Pengurus atau direksi untuk Wajib Pajak Badan;
b. Wajib Pajak yang namanya tercantum dalam Kartu NPWP dan SK PKP bagi Wajib Pajak orang Pribadi; c. Dalam hal ditanda tangani oleh pihak lain selain tersebut di atas maka harus dilampiri Surat Kuasa Khusus (per masa pajak dengan menyebut bulan yang bersangkutan). 5.SPT Masa PPN harus disampaikan dengan lengkap, disertai lampiran yang telah ditetapkan, SPT yang tidak lengkap dianggap tidak pernah disampaikan. 6.Bagi PKP Badan-badan tertentu yang ditunjuk sebagai Badan Pemungut, selain menyampaikan SPT Masa PPN sebagaimana di atas, juga wajib menyampaikan SPT Masa Pemungut PPN. Penyampaian SPT Masa PPN a. Tempat pengambilan SPT Masa PPN 1.Kantor Pelayanan Pajak; 2.Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan; 3.Tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. b. Tempat penyampaian SPT Masa PPN 1.Kantor Pelayanan Pajak ditempat Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, atau; 2.Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan setempat. c. Cara penyampaian SPT Masa PPN 1.Disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak ditempat Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP/Kantor Penyuluhan Pajak setempat, PKP akan menerima catatan tanda terima pada lembar kedua SPT Masa PPN. 2.Disampaikan melalui Kantor Pos secara tercatat dan tanggal Cap Pos dari Kantor Pos penerima SPT berfungsi sebagai tanggal penerimaan SPT Masa PPN. Saat Pelaporan PPN/PPnBM 1.PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. 2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
3. PPN dan PPnBM yang pemungutnya dilakukan oleh: a. Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir. b. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan secara mingguan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir. 4. Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Catatan : Apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilaksanakan pada hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo. PPN Atas Pemanfaatan Bkp Tidak Berwujud Atau Jkp Dari Luar Daerah Pabean A. Mekanisme Pengenaan PPN Orang Pribadi atau Badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, wajib untuk : - Memungut PPN yang terutang (dari dirinya sendiri). -
Menyetor PPN yang terutang selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya (setelah bulan pemanfaatan). Melaporkan ke KPP dimana terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya (setelah bulan pemanfaatan).
Tata Cara Penyetoran : - Penyetoran dilakukan dengan SSP (Surat Setoran Pajak) ke bank persepsi/kantor pos. - Kolom identitas Wajib Pajak diisi nama Pengusaha di luar Daerah Pabean. - Kolom NPWP diisi dengan angka 0 pada 8 digit pertama, diikuti kode KPP dimana terdaftar pada tiga digit berikutnya.
- Kolom tanda tangan diisi oleh pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut. Tata Cara Pelaporan : - Dalam hal pihak yang memanfaatkan tersebut berstatus Pengusaha Kena Pajak, pelaporannya menggunakan SPT Masa PPN Masa Pajak yang bersangkutan sebagai pajak Masukan Dalam Negeri - Dalam hal pihak yang memanfaatkan tersebut tidak berstatus Pengusaha Kena Pajak, pelaporannya dengan SSP (Surat Setoran Pajak) lembar ke-3. Saat mulai pemanfaatan BKP tidak berwujud dan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean ditentukan dari peristiwa hukum di bawah ini (mana yang terjadi lebih dahulu): a. Saat secara nyata BKP tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut digunakan b. Saat harga perolehannya dinyatakan sebagai utang c. Saat harga jual atau penggantian ditagih oleh pihak yang menyerahkan d. Saat harga perolehan dibayar sebagian atau seluruhnya e. Saat ditandatangani surat perjanjian dalam hal saat pada poin a sampai dengan d tidak diketahui. B. Jenis BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean : - BKP Tidak Berwujud : Merek Dagang, Hak Cipta, Hak Paten, Franchise, dsb. - JKP dari Luar Daerah Pabean : - Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang melekat pada barang tidak bergerak di dalam Daerah Pabean, misalnya maket bangunan di Indonesia yang dibuat oleh Pengusaha di Singapura. - Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang melekat pada barang bergerak yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean, misalnya sewa mesin dari Jepang untuk digunakan di Indonesia. - Jasa Kena Pajak yang secara fisik dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha dari luar Daerah Pabean, misalnya pemberian jasa konsultasi manajemen yang dilakukan oleh konsultan Amerika kepada wajib pajak di Indonesia. Jika jasa tersebut secara fisik dilakukan di Indonesia dan
dimanfaatkan di luar negeri, maka atas penyerahannya tidak terutang PPN. Tata Cara Pengisian SSP untuk membayar PPN yang terhutang atas BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Daerah 1. Nama KPP diisi dengan KPP tempat Wajib Pajak DN yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean terdaftar 2. NPWP diisi dengan angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama dan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud atau JKP pada 3 (tiga) digit berikutnya dan angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir. contoh : 00.000.000.0-019.000 3. Nama WP dan Alamat diisi dengan nama dan alamat orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan diluar Daerah Pabean yang menyerahkan BKP Tidak Berwujud atau JKP ke dalam Daerah Pabean 4. MAP/Kode jenis pajak diisi angka 0131 5. Kode Jenis Setoran diisi : a. 101 : untuk pemanfaatan BKP Tidak Berwujud b. 102 : untuk pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean 6. Uraian Pembayaran diisi penjelasan nama BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean 7. Masa Pajak diisi dengan masa terhutangnya PPN atas BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean 8. Tahun Pajak diisi dengan Tahun terhutangnya PPN atas BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean 9. Jumlah Pembayaran diisi dengan jumlah PPN terhutang 10.Terbilang diisi dengan jumlah PPN terhutang dalam angka. 11.Tempat diisi dengan kota/kabupaten tempat Wajib Pajak DN yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean 12.Tanggal diisi dengan Tanggal dibayarnya PPN terhutang 13.Wajib Pajak/Penyetor diisi dengan nama dan NPWP pihak yang memanfaatkan BKPTidak Berwujud atau JKP.
DAFTAR PUSTAKA
_____________, 2000, Undang Undang RI Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. _____________, 2007, Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara PerpajakanKetentuan Umum dan Tatacara Perpajakan. Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, Surat Keputusan dan Surat Edaran Dirjen Pajak yang terkait. Mardiasmo, Perjapakan, Andi Yokyakarta, Edisi Revisi 2008 Website : www.pajakonline.com Website : www.ortax.com