POTENSI DAUN SUJI (Pleomele angustifolia) SEBAGAI SERBUK PEWARNA ALAMI (KAJIAN KONSENTRASI DEKSTRIN DAN PUTIH TELUR TERHADAP KARAKTERISTIK SERBUK) Deasy Anditasari K.H1*, Sri Kumalaningsih2, Arie Febrianto M2 1) Alumni jurusan TIP 2) staff pengajar jurusan TIP Jurusan Teknologi Industri Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Brawijaya Jl. Veteran – Malang 65145 *email :
[email protected]
ABSTRAK Penambahan pewarna ke dalam makanan kini menjadi tren dan kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan, terutama jenis pewarna sintetis dan lebih khususnya pewarna sintetik hijau. Akhir-akhir ini penggunaan pewarna sintetik disinyalir dapat bersifat karsinogenik dan toksik. Oleh karena itu, perlu dicari sumbersumber pewarna alami hijau yang aman dan murah. Salah satu sumber bahan alami yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami hijau adalah daun suji. Daun suji (Pleomele angustifolia) memiliki pigmen klorofil yang menghasilkan warna alami hijau. Daun suji segar mengandung kadar air 73,25 % dan 3.773,9 ppm klorofil. Pembuatan serbuk pewarna daun suji merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan potensi daun suji dan memperluas aplikasi pewarna alami dari daun suji selain itu dapat memiliki daya simpan lebih lama. Penggunaan metode foam-mat drying dengan vacuum dryer akan mempersingkat waktu pengeringan, efisiensi suhu dan mampu melindungi bahan terhadap panas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi konsentrasi dekstrin dan putih telur yang tepat untuk mendapatkan serbuk daun suji yang terbaik secara kualitas fisik dan kualitas kimia. Penelitian ini menggunakan bahan baku berupa daun suji (berwarna hijau tua panjang rata-rata 10-25cm dan lebar 0,9-1,5cm). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan menggunakan 2 faktor. Faktor pertama (A) yaitu konsentrasi bahan pengisi terdiri dari 3 level (10 %, 11 %, 12 %). Faktor kedua (B) yaitu konsentrasi bahan pembusa yang terdiri dari 3 level (8 %, 9 %, 10 %). Parameter yang diamati terdiri dari kadar air, rendemen, kelarutan, kadar klorofil dan absorbansi. Pengolahan data parameter dengan menggunakan analisis ragam (ANNOVA) selang kepercayaan 95 % dilanjutkan uji DMRT dengan taraf nyata untuk α=5 %. Pemilihan perlakuan terbaik dengan menggunakan metode Multiple Atribute yang meliputi kadar air, rendemen, kelarutan, kadar klorofil dan nilai absorbansi. Hasil perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan konsentrasi dekstrin dengan konsentrasi 12 % dan konsentrasi putih telur sebesar 9 % dengan kadar air sebesar 2,37 %, rendemen sebesar 34,73 %, kelarutan sebesar 70,27 %, kadar klorofil sebesar 5,14(mg/g) dan nilai absorbansi sebesar 0,57 %. Kata Kunci: Pigmen klorofil, Kualitas fisik, Kualitas kimia, Foam-matt drying, Vacuum dryer ABSTRACT Adding colorant powder has now become an inevitable trend and custom, mainly synthetic dye and especially the green one. Recently, the use of synthetic dye is suspected to be carcinogenic and toxic. Therefore, it is necessary to find safe, economical and natural green dye. One of natural sources which is able to be the green dye is suji leave (Pleomele angustifolia). It has chlorophyll pigment producing natural green dye. The fresh leave contains 73.25 % of water content and 3773.9ppm of chlorophyll. Preparing dye powder of suji leave is a solution to improve its potency and expand its application for natural dye. Besides, it can have longer storability. Applying foam-mat drying method with vacuum dryer will shorten drying time, temperature efficiency and be able to provide heat protection for the materials. This study aimed to understand the exact combination between dextrin concentration and egg albumen in order to acquire the best powder of suji leaves both in physical and chemical qualities. The study used suji leaves as raw materials (dark green in color with the average length of 10-25cm and 0,9-1,5cm width). It applied randomized complete block design with 2 factors. The first factor (A) consisted of three levels of filler (10 %, 11 %, 12 %). The second factor (B) consisted of three levels of foaming agent (8 %, 9 %, 10 %). The observed parameters consist of water content, yield, solubility, the levels of chlorophyll and absorbance. Processing parameter data was done by variance analysis (ANNOVA) with confidence interval of 95 %. Then, it was followed by DMRT testing with significance level of α=5 %. Selecting the best treatment was conducted by the method of Multiple Atribute including of water content, yield, solubility, chlorophyll content, and absorbance value. The best treatment was obtained from dextrin concentration treatment with 12 % concentration, egg albumen’s concentration was 9 %, water content was 2.37 %, yield was 34.73 %, solubility was 70.27 %, chlorophyll content was 5.14(mg/g) and absorbance value was 0.57 %. Keywords: Pigment chlorophyll, physical quality, chemical quality, foam-matt drying, vacuum dryer I. PENDAHULUAN
aman untuk diberikan kepada produk pangan karena tidak mengandung senyawa yang berbahaya dan bisa didapatkan dari tumbuhan maupun hewan. Tumbuhan yang dapat menghasilkan pewarna alami yaitu pandan suji,
1.1 Latar Belakang Pewarna alami adalah pewarna yang biasanya digunakan untuk mewarnai makanan dan lebih 1
daun jati, kulit manggis, bunga rosella, kunyit, dll (Downham dan Collins, 2000). Diantara macammacam pewarna alami, daun suji (Pleomele angustifolia) merupakan tanaman yang dapat menghasilkan warna hijau karena memiliki pigmen klorofil. Pembuatan pewarna alami dari daun suji secara tradisional, dilakukan dengan cara penumbukan daun kemudian diekstrak menggunakan air. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu ekstrak pewarna daun suji yang dihasilkan harus langsung digunakan. Potensi daun suji sebagai salah satu sumber warna hijau sangat besar digunakan sebagai bahan pewarna hijau pada produk pangan ataupun minuman. Kemudahan pembudidayaan daun suji dapat dimanfaatkan untuk menaikkan nilai ekonomi dari daun suji. Hasil daun suji yang sudah dipanen, lebih banyak untuk dijual kembali dan dimanfaatkan sebagai pewarna alami dalam skala tradisional dan belum dimanfaatkan secara komersial (Prangdimurti dkk, 2006). Bentuk pewarna cair kurang efisien dalam penyimpanan, transportasi dan umur simpan yang kurang tahan lama, sehingga untuk mengatasi hal tersebut, larutan daun suji diolah dalam bentuk serbuk. Pembuatan serbuk pewarna daun suji merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan keawetan dan memperluas aplikasi pewarna alami dari daun suji. Upaya ini disamping untuk mempertahankan kandungan nutrisi juga untuk memberikan nilai tambah. Kelebihan serbuk pewarna alami diantaranya adalah memiliki umur simpan yang lebih lama, efisien dalam penyimpanan dan memiliki kadar air yang lebih rendah. Pembuatan produk serbuk perlu ditambahkan dengan bahan pengisi dekstrin karena didasari oleh sifat kelarutan tinggi, mampu mengikat air dan viskositas relatif rendah (Hastuti dkk., 2012). Gonnissen, et.al (2008) menyatakan bahwa pengolahan serbuk memerlukan filler sebagai pengisi dengan tujuan untuk mempercepat pengeringan, mencegah kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavor, meningkatkan total padatan, dan memperbesar volume. Menurut Warsiki, dkk (1995), dekstrin mempunyai viskositas yang relatif rendah sehingga pemakaian dekstrin dalam jumlah banyak masih diijinkan. Hal ini justru sangat menguntungkan apabila pemakaian dekstrin ditujukan sebagai bahan pengisi karena dapat meningkatkan berat produk yang dihasilkan. Pengeringan busa (foam mat drying) merupakan cara pengeringan bahan berbentuk cair yang sebelumnya dijadikan busa terlebih dahulu dengan menambahkan zat pembusa. Zat pembusa yang digunakan dalam penelitian ini adalah putih telur. Penggunaan putih telur sebagai pembusa dikarenakan harga yang terjangkau, mudah
didapatkan dan bersifat alami. Penggunaan putih telur dengan mengetahui jumlah konsentrasi yang tepat, maka akan meningkatkan luas permukaan dan memberi struktur berpori pada bahan sehingga akan meningkatkan kecepatan pengeringan (Wilde dan Clark, 1996). Sejauh ini belum pernah diungkapkan bahwa konsentrasi bahan pengisi dan bahan pembusa dengan metode foam-mat drying berpengaruh terhadap karakteristik serbuk pewarna alami dari daun suji. Karakteristik yang baik akan sangat berpengaruh terhadap kualitas serbuk pewarna alami dari daun suji secara umum sehingga akan berpengaruh pula terhadap keputusan konsumen untuk menggunakan serbuk pewarna tersebut atau tidak. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daun Suji Suji (Pleomele angustifolia) merupakan tanaman perdu dari keluarga Liliaceae yang banyak tumbuh liar di Pulau Jawa. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 2-7 meter dan jika hanya tumbuh sendiri dapat berbentuk pohon kecil yang banyak cabangnya. Daun tanaman suji berwarna hijau gelap, berbentuk lancet garis, kaku, dan meruncing dengan panjang rata-rata 10-25cm dan lebar 0,91,5cm. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada daerah kering dan tanahnya tidak perlu subur sekali, tapi diperlukan cukup sinar matahari untuk proses fotosintesisnya. Kandungan kimia dalam daun suji adalah saponin dan flavonoid (Risanto dan Yuniasri, 1994). Penggunaan daun suji telah diaplikasikan di masyarakat untuk memberikan warna hijau pada produk pangan dan diketahui memberikan efek sinergis. Secara tradisional penggunaan warna hijau ini didapat dengan menumbuk daun suji. Hasil tumbukan ditambahi air dan kemudian diperas. Air yang didapat akan berwarna hijau dan dapat langsung diaplikasikan ke dalam produk pangan. 2.2 Pewarna Alami Pewarna alami ditambahkan pada makanan dengan jumlah atau kadar yang ditentukan sehingga kenampakan alaminya tercapai. Pewarna alami adalah golongan pewarna yang mempunyai sifat kelarutan dan stabilitas tertentu. Akibatnya setiap pewarna terdapat dalam beberapa bentuk aplikasi yang berbeda, masing-masing diformulasikan untuk meyakinkan bahwa warna itu cocok dengan sistem produk pangan tertentu. Bentuk aplikasi produk adalah yang memungkinkan bahwa bahan tambahan makanan tertentu mudah dan efisien untuk dicampurkan ke dalam produk pangan (Downham dan Collins, 2000).
2
2.3 Dekstrin
Universitas Brawijaya, Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Laboratorium Sentral Ilmu Hayati (LSIH), Universitas Brawijaya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai September 2013.
Dekstrin merupakan salah satu bahan pengisi yang diperoleh dengan cara hidrolisa, transglukosida dan repolimerisasi (Wuzburg, 1968 dalam Widya 2003). Menurut Makfoeld, dkk. (2002), dekstrin merupakan senyawa yang diperoleh dari hidrolisis parsial. Ada dua macam dekstrin, tergantung pada tingkat pemecahanya yaitu eritrodekstrin yang berwarna merah jika direaksikan dengan iodine dan akrodekstrin yang tidak berwarna jika direaksikan dengan iodine. Bahan tersebut berupa padatan dengan berat molekul tinggi yang mudah terdispersi serta dapat mempersulit difusi molekul aroma untuk keluar dan mempermudah bubuk untuk direkonstitusi dengan air (Hartono dan Widiatmoko, 1994).
3.2 Alat dan bahan 3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan untuk membuat bubuk pewarna alami yaitu timbangan digital, pisau, kompor, gelas ukur, pengaduk, erlenmeyer, kain saring, loyang, vacuum dryer, blender, mixer merk National dan ayakan. Alat yang digunakan untuk analsis adalah oven, timbangan digital, kuvet, spectrometer UV-VIS 1600, tabung reaksi.
2.4 Foam Mat Drying Foam mat drying merupakan teknik yang umum digunakan untuk membuat minuman seperti jus, bubuk sari kedelai instan, serta susu segar yang akan dibuat menjadi bentuk instan atau tepung (Aji, 2010). Prinsip dasar kerja dari foam mat drying adalah penggunaan udara panas untuk menghilangkan kandungan air yang ada pada suatu bahan dengan menggunakan prinsip evaporasi, sehingga didapatkan hasil berupa produk instan (Kudra, 2006). Menurut Nurika (2000) dalam pembuatan minuman instan dengan menggunakan metode foam mat drying perlu ditambahkan bahan pengisi (filler) tujuanya adalah untuk melapisi komponen flavor, meningkatkan volume dan mempercepat pengerigan dan mencegah kerusakan akibat panas.
3.2.2 Bahan Bahan utama yang digunakan untuk membuat pewarna serbuk ini adalah daun suji tua yang sudah berumur ± 2 bulan yang diperoleh dari Balai Materia Medica Kota Batu Jawa Timur. Bahan tambahan yang digunakan adalah dekstrin sebagai bahan pengisi, aquades, dan putih telur sebagai bahan pembusa. Bahan yang digunakan untuk analisa yaitu aquades dan aseton 80 %. 3.3 Batasan Masalah Batasan masalah yang digunakan pada penelitian ini yaitu: 1. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pewarna alami adalah daun suji yang sudah tua yang diperoleh dari Balai Materia Medica Kota Batu, Jawa Timur. 2. Pengeringan menggunakan vacuum drying, dan loyang yang digunakan berukuran 30 cm x 10 cm x 4 cm dan ketebalan filtrat ± 1 cm. 3. Analisa yang dilakukan pada serbuk pewarna alami adalah analisa kadar air, kadar klorofil, kelarutan, rendemen dan absorbansi.
2.5 Busa Putih Telur (Foaming Agent) Putih telur tersusun atas 86,7 % air, 0,025 % lemak, 0,2-1 % karbohidrat, 0,65 % abu, dan sisanya protein. Buih putih telur merupakan bagian dari telur yang mengandung 5 protein, yaitu ovalbumin 54 %, konalbumin 13 %, ovomukoid 11 %, lisozim 3,5 %, ovumucin 1,5 % dan protein lain 17 %. Pengocokan putih telur akan membentuk buih yang memerangkap udara yang selanjutnya digunakan sebagai bahan pengembang dalam berbagai produk pangan. Terbentuknya foam pada bahan pangan akan mempercepat penghilangan air dan memungkinkan suhu yang lebih rendah selama pengeringan. Buih adalah dispersi koloid dari dua fase, fase gas seperti udara terdispersi dan diselimuti oleh film tipis dari bahan pembentuk buih dalam fase cair (De man, 1997).
3.4 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian meliputi identifikasi masalah, penyusunan proposal, penelitian pendahuluan, dilanjutkan pembuatan pewarna serbuk alami. Dilakukan analisis kadar air, rendemen, kadar klorofil, kelarutan dan absorbansi, dilanjutkan analisis keragaman (ANOVA) untuk mengetahui adanya interaksi. Pemilihan perlakuan terbaik dan diakhiri dengan kesimpulan. Dalam penelitian ini, metode rancangan yang digunakan adalah rancangan percobaan RAK (Rancangan Acak Kelompok) yang tersusun atas 2 faktor. Faktor I yaitu konsentrasi dekstrin terdiri dari 3 level (10 %, 11 %, 12 %) terhadap filtrat (b/v) dan faktor II yaitu konsentrasi putih telur terdiri
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Agrokimia, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, 3
dari 3 level (8 %, 9 %, 10 %) terhadap filtrat (b/v) sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan masing-masing dilakukan ulangan sebanyak 3 kali. Sehingga diperoleh total 27 percobaan. Faktor tersebut yaitu sebagai berikut :
Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air terendah terdapat pada kombinasi konsentrasi dekstrin 12 % dengan penambahan putih telur sebesar 10 % dengan kadar air sebesar 2,09 %, sedangkan kadar air tertinggi terdapat pada kombinasi konsentrasi dekstrin 10 % dengan penambahan putih telur sebesar 10 % dengan kadar air sebesar 4,41 %. Produk dengan konsentrasi dekstrin dan putih telur yang semakin tinggi, maka kadar air pewarna serbuk daun suji semakin menurun. Hal ini disebabkan karena penambahan dekstrin dapat meningkatkan ukuran volume filtrate dari daun suji. Sesuai dengan pernyataan Dewi (2000) dalam penilitian serbuk effervescent temulawak yaitu bahan pengisi merupakan bahan yang ditambahkan pada proses pengolahan pangan untuk melapisi komponenkomponen flavor, meningkatkan jumlah total padatan, memperbesar volume, mempercepat proses pengeringan dan mencegah kerusakan bahan akibat panas. Sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Ratri dan Kudra (2006) dalam Ramadhia (2012) yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah busa putih telur yang digunakan, semakin memperbesar luas permukaan dan memberikan struktur berpori pada bahan, sehingga akan menyebabkan kecepatan proses pengeringan, karena sistem transportasi dipercepat dalam mengeluarkan air yang terdapat dalam bahan pada proses penguapan. Penambahan putih telur dengan konsentrasi yang meningkat juga berpengaruh pada penurunan kadar air. Hal ini disebabkan busa putih telur memberikan struktur berpori pada bahan sehingga proses penguapan pada bahan dipercepat.
Faktor I : Konsentrasi dekstrin terhadap filtrat (b/v) (D) D1 : 10 % terhadap filtrat (b/v) D2 : 11 % terhadap filtrat (b/v) D3 : 12 % terhadap filtrat (b/v) Faktor II : Konsentrasi putih telur terhadap filtrat (b/v) (P) P1 : 8 % terhadap filtrat (b/v) P2 : 9 % terhadap filtrat (b/v) P3 : 10 % terhadap filtrat (b/v) Adapun rancangan acak kelompok yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini : Tabel 1. Formulasi Perlakuan Putih Telur (%) Dekstrin (%) (P) (D) 8 (P1) 9 (P2) 10 (P3) 10 (D1) A1B1 A1B2 A1B3 11 (D2) A2B1 A2B2 A2B3 12 (D3) A3B1 A3B2 A3B3
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air Hasil analisis ragam kadar air menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi dekstrin dan konsentrasi putih telur serta interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan kadar air pada serbuk pewarna daun suji, dikarenakan Fhitung perlakuan lebih besar dari Ftabel (122,69>3,63, 5,28>3,63 dan 9,02>3,01). Hasil rerata kadar air pewarna daun suji akibat pengaruh perbedaan konsentrasi dekstrin dan konsentrasi putih telur dapat dilihat pada Tabel 2.
4.2 Rendemen Hasil analisis ragam untuk rendemen (P<0,05), yang menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi dekstrin memberikan pengaruh nyata, dikarenakan Fhitung lebih besar dari Ftabel (52,21>3,63> sedangkan konsentrasi putih telur tidak berbeda nyata, disebabkan oleh Fhitung kurang dari Ftabel (0,10<3,63). Interaksi antar kedua perlakuan berbeda nyata terhadap rendemen pewarna daun suji. Hasil rerata rendemen pewarna daun suji akibat pengaruh perbedaan konsentrasi dekstrin dan konsentrasi putih telur dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Rerata Kadar Air Serbuk Pewarna Daun Suji Konsentrasi Rerata Konsentrasi Putih Telur Kadar Dekstrin (%) (%) Air (%) 8 3,89b 10 9 4,03b 10 4,41a 8 3,70b 11 9 3,24c 10 3,52c 8 3,05c 12 9 2,37d 10 2,09d Ket: Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata pada P<0,05 4
Tabel 3. Rerata Rendemen Serbuk Pewarna Daun Suji Konsentrasi Konsentrasi Rerata Dekstrin Putih Telur Rendemen (%) (%) (%) 8 28,84c 10 9 30,44c 10 25,90d 8 30,75c 11 9 28,05c 10 29,03c 8 34,46b 12 9 34,73b 10 38,16a Ket: Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata pada P<0,05
daun suji akibat perbedaan konsentrasi dekstrin dan konsentrasi putih telur dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rerata Kelarutan Serbuk Pewarna Daun Suji Konsentrasi Rerata Konsentrasi Putih Telur Kelarutan Dekstrin (%) (%) (%) 8 49,76d 10 9 58,22c 10 61,90c 8 69,07b 11 9 59,39c 10 68,25b 8 67,67b 12 9 70,27b 10 74,40a Ket : Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata pada P<0,05
Data Tabel 3 menunjukkan hasil uji DMRT (α=0,05) terhadap peningkatan rendemen akibat peningkatan jumlah konsentrasi dekstrin dan konsentrasi putih telur. Rendemen terendah diperoleh pada kombinasi perbedaan konsentrasi dekstrin 10 % dengan konsentrasi putih telur 10 % yaitu sebesar 25,90 %. Rendemen tertinggi terdapat pada perbedaan konsentrasi dekstrin 12 % dengan konsentrasi putih telur 10 % yaitu sebesar 38,16 %. tepung kulit ari kedelai terfermentasi. Semakin tinggi konsentrasi dekstrin dan konsentrasi putih telur dalam pembuatan pewarna daun suji, maka akan meningkatkan rendemen. Rendemen pewarna daun suji meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin yang ditambahkan pada ekstrak daun suji sebelum pengeringan. Hal ini sesuai dengan penelitian Warsiki dkk (1995), kenaikan konsentrasi dekstrin 5-15 % akan meningkatkan rendemen, densitas, penurunan kadar air, serta kelarutan pada tepung sari buah nanas. Rendemen bubuk pewarna daun suji cenderung naik dengan naiknya konsentrasi busa putih telur. Hal ini disebabkan penambahan busa putih telur dapat meningkatkan total padatan pada bahan sesuai dengan pernyataan Nakai dan Modler (1996) bahwa putih telur mengandung 86,7 % air sehingga sisanya adalah total padatan. Peningkatan total padatan dapat meningkatkan berat produk akhir yang berakibat pada naiknya rendemen.
Data Tabel 4 menunjukkan hasil uji DMRT (α=0,05) terhadap peningkatan kelarutan akibat peningkatan jumlah konsentrasi dekstrin dan putih telur. Kelarutan terendah diperoleh pada kombinasi perbedaan konsentrasi dekstrin 10 % dengan konsentrasi putih telur 8 % yaitu sebesar 49,76 %. Kelarutan tertinggi terdapat pada perbedaan konsentrasi dekstrin 12 % dengan konsentrasi putih telur 10 % yaitu sebesar 74,40 %. Rerata kelarutan serbuk pewarna daun suji semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin dan konsentrasi putih telur yang ditambahkan. Rerata kelarutan tertinggi terdapat pada penambahan konsentrasi dekstrin 12 % dan konsentrasi putih telur sebesar 10 %. Kenaikan konsentrasi dekstrin yang lebih besar pada setiap perlakuan akan meningkatkan kelarutan serbuk pewarna alami. Hal ini karena sifat hidrofilik dekstrin yang tinggi dapat meningkatkan kelarutan. Menurut Kenyon (1992) Jumlah gugus hidroksil yang besar pada dekstrin menyebabkan semakin tinggi sifat hidrofilik pada senyawa tersebut sehingga kelarutannya tinggi. Kenaikan konsentrasi putih telur yang lebih besar pada setiap perlakuan akan meningkatkan kelarutan serbuk pewarna alami. Hal tersebut dikarenakan sifat albumin pada putih telur dapat larut di dalam air. Pernyataan tersebut sesuai dengan Riawan (1990), bahwa albumin adalah protein yang dapat larut dalam air serta dapat terkoagulasi oleh panas.
4.3 Kelarutan Hasil analisis ragam kelarutan (P<0,05) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi dekstrin (12%) dan konsentrasi putih telur (10%) memberikan pengaruh yang nyata dikarenakan Fhitung > Ftable (56,62>3,63 dan 12,40>3,63). Interaksi antar kedua perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (Fhitung > Ftable), maka dilanjutkan dengan uji DMRT. Hasil rerata kelarutan pewarna
4.4 Kandungan Klorofil Hasil analisis ragam kandungan klorofil memperlihatkan perbedaan konsentrasi dekstrin dan konsentrasi putih telur memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar klorofil serbuk 5
pewarna daun suji, dikarenakan F hitung perlakuan lebih besar dari Ftabel (149,3778>3,63 dan 12,9818>3,63) . Interaksi antar kedua perlakuan menunjukkan tidak berbeda nyata. Rerata kandungan klorofil pewarna serbuk alami akibat perbedaan konsentrasi dekstrin Tabel 5.
suji yang maksimum memiliki konsentrasi dekstrin sebesar 10 % dengan konsentrasi putih telur sebesar 8 %. Konsentrasi dekstrin sebesar 12 % dengan putih telur 10 % menghasilkan klorofil yang rendah. Hal ini diakibatkan oleh semakin tinggi kelarutan akibat semakin tingginya penambahan dekstrin, maka semakin rendah total klorofil yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan penelitian Porarud (2010) tentang pembuatan mikroenkapsulasi dari daun pandan, yaitu warna hijau yang disebabkan oleh adanya klorofil akan berkurang seiring dengan kelarutan yang semakin tinggi. Selain itu, semakin tinggi penambahan dekstrin maka akan menurunkan total klorofil yang ada dalam serbuk pewarna alami tersebut, karena warna serbuk pewarna daun suji akan menjadi pucat karena kandungan klorofilnya menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian Suratmo (2009) dalam Gusti (2011), bahwa penggunaan konsentrasi dekstrin yang semakin tinggi maka didapatkan kadar zat warna yang semakin kecil pada ekstrak daun sirih merah.
Tabel 5. Rerata Kandungan Klorofil Serbuk Pewarna Daun Suji Perbedaan Konsentrasi Dekstrin Rerata Konsentrasi Kadar BNT 5 % Dekstrin (%) Klorofil (%) 10
27,5533a
11
19,1203b
0,2998
12 14,3956c Ket: Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata pada P<0,05 Data Tabel 5 menunjukkan peningkatan kandungan klorofil akibat penurunan jumlah konsentrasi dekstrin. kandungan klorofil tertinggi diperoleh pada kombinasi perbedaan konsentrasi dekstrin 10 % yaitu sebesar 27,5533 %. Kandungan klorofil terendah terdapat pada konsentrasi dekstrin 12 % yaitu sebesar 14,3956 %. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi dekstrin menyebabkan terjadinya perbedaan kandungan klorofil yang dimiliki serbuk pewarna daun suji. Rerata kandungan klorofil pewarna serbuk alami akibat perbedaan konsentrasi putih telur Tabel 6.
4.5 Absorbansi Hasil analisis ragam absorbansi menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi dekstrin dan konsentrasi putih telur serta interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat absorbansi pada serbuk pewarna daun suji hal tersebut dikarenakan Fhitung perlakuan lebih besar dari Ftabel, Rerata tingkat absorbansi akibat perbedaan konsentrasi dekstrin dan putih telur dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rerata Absorbansi Serbuk Pewarna Daun Suji Konsentrasi Rerata Konsentrasi Putih Telur Absorbansi Dekstrin (%) (%) (%) 8 1,03a 10 9 0,86a 10 0,31c 8 0,59b 11 9 1,00a 10 0,37c 8 0,46c 12 9 0,57b 10 0,20c Ket: Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata pada P<0,05
Tabel 6. Rerata Kandungan Klorofil Serbuk Pewarna Daun Suji Perbedaan Konsentrasi Putih Telur Konsentrasi Rerata Putih Telur Kadar BNT 5 % (%) Klorofil (%) 8
33,0001a
9
31,3338b
0,2998
10 27,2701c Ket: Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata pada P<0,05 Pada Tabel 6 dapat ditunjukkan bahwa semakin rendah penambahan konsentrasi putih telur maka total klorofil pada serbuk pewarna daun suji semakin meningkat. Kandungan klorofil terendah diperoleh pada perbedaan konsentrasi putih telur 10 % yaitu sebesar 27,2701 %. Kandungan klorofil tertinggi terdapat pada konsentrasi putih telur 8 % yaitu sebesar 33,0001 %. Hasil pengamatan terhadap kaandungan klorofil serbuk pewarna alami dari ekstrak daun suji berkisar antara 10,244,08 %. kandungan klorofil serbuk pewarna daun
Data Tabel 7 menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi dekstrin dan konsentrasi putih telur memberikan pengaruh nyata terhadap absorbansi pada serbuk pewarna alami. Dalam perlakuan perbedaan konsentrasi dekstrin dan putih telur diperoleh absorbansi tertinggi yaitu pada penambahan konsentrasi dekstrin 10 % dan putih 6
telur 8 %. Nilai absorbansi terendah terdapat pada konsentrasi dekstrin sebesar 12 % dan putih telur 10 %. Rerata tingkat nilai absorbansi pada serbuk pewarna alami berkisar antara 1,03-0,20 %. Nilai absorbansi semakin naik dengan menurunnya konsentrasi dekstrin dan putih telur. Hal ini disebabkan karena klorofil sebagai pemberi warna pada ekstrak daun suji, maka semakin banyak penambahan dekstrin maka nilai absorbansinya semakin menurun. Sesuai dengan pernyataan Nurika (2000) dalam penelitian ekstrak pewarna angkak, bahwa semakin tinggi konsentasi dekstrin yang digunakan sampai konsentrasi 5,5 % mampu melindungi pigmen akan tetapi pada konsentrasi 6 % intensitas warna dari pigmen mengalami penurunan dan berpengaruh terhadap warna produk, sehingga nilai absorbansinya menurun. Peningkatan konsentrasi putih telur dapat mempengaruhi tingkat absorbansi pada serbuk pewarna alami karena putih telur berwarna putih tidak tembus pandang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Wilde and Clark (1996), bahwa ketika putih telur dikocok, gelembung-gelembung udara akan bergabung dan berangsur-angsur menjadi lebih kecil dan berubah warna dari kuning kehijauan tembus pandang menjadi tidak tembus pandang. Analisis yang dilakukan pada pengukuran absorbansi pada λ 370-600nm dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Nilai absorbansi juga dapat menunjukkan kualitas pewarna. Pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer juga menunjukkan nilai panjang gelombang, yang dapat mengidentifikasikan warna dari ekstrak yang dihasilkan. Spektrum yang diabsorpsi oleh suatu senyawa adalah sejumlah sinar yang diserap oleh suatu senyawa pada panjang gelombang tertentu. Ekstrak daun suji yang dihasilkan, dilihat secara kasat mata berwarna hijau. Pada pengukuran dengan spektrofotometer memiliki beberapa puncak panjang gelombang. Pada puncak dengan absorbansi tertinggi diketahui panjang gelombang sebesar 674 nm. Senyawa berwarna akan memiliki satu atau lebih penyerapan spektrum yang tertinggi di daerah spektrum tampak (panjang gelombang).
pewarna serbuk hijau alami pada perlakuan terbaik seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik Perlakuan Terbaik Serbuk Pewarna Daun Suji Parameter
Nilai
Perbandingan pada Penelitian
Kadar Air (%)
2,37 (%)
5,64 %
Rendemen (%)
34,73 (%)
5,36 %
70,27(%)
97,99 %
5,14(mg/g)
3,84 %
0,57(%)
-
Kelarutan (%) Kandungan Klorofil (mg/g) Absorbansi (%)
Penelitian Serbuk ekstrak daun katuk Ekstrak daun suji+dekstrin+seng klorida Ekstrak buah pinang Ekstrak daun suji+dekstrin+seng klorida -
Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan terbaik dengan parameter kadar air, rendemen, kelarutan, kandungan klorofil dan absorbansi. Jarak kerapatan minimum untuk L1 adalah 0,208, L2 adalah 0,350 dan L∞ adalah 0,093. Nilai tersebut berada pada perlakuan A3B2 (perbedaan konsentrasi dekstrin 12 % dan putih telur 9 %). Hasil perhitungan derajat kerapatan dan jarak kerapatan terdapat pada Lampiran 8. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan dengan perbedaan konsentrasi dekstrin 12 % dan putih telur 9 % untuk serbuk pewarna daun suji memberikan hasil terbaik dengan rerata nilai kadar air pewarna daun suji 2,37 % yang nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai kadar air bubuk ekstrak daun katuk dengan penambahan maltodekstrin yaitu 5,64 %. Nilai rendemen pada pewarna daun suji sebesar 34,73 % lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rendemen pewarna daun suji dengan penambahan dekstrin dan seng klorida yaitu 5,36 %. Tingkat kelarutan pewarna daun suji yaitu sebesar 70,27 % lebih rendah dibandingkan dengan kelarutan dari ekstrak pewarna buah pinang yaitu sebesar 97,999 %. Total klorofil pada pewarna daun suji sebesar 5,14(mg/g) lebih tinggi dibandingkan nilai total klorofil pada penelitian pewarna daun suji dengan penambahan dekstrin dan seng klorida yaitu 3,84(mg/g). Gambar pelet terbaik dapat dilihat pada Gambar 1.
4.6 Analisis Perlakuan Terbaik Perlakuan terbaik untuk serbuk pewarna daun suji dilakukan dengan metode Multiple Attribute, yang dilakukan pada masing-masing parameter yang akan diuji meliputi kadar air, rendemen, kelarutan, kandungan klorofil dan absorbansi. Selanjutnya ditentukan nilai ideal dari masingmasing parameter tersebut. Jarak kerapatan paling minimum yang dipilih menjadi alternatif terbaik. Perlakuan terbaik pembuatan serbuk pewarna alami daun suji pada penelitian ini yaitu A3B2 ( Dekstrin 12 % dan putih telur 9 %). Karakteristik 7
International Journal of Food Science and Technology. 35 (2):5- 22. Hartono, A.J dan M.C. Widiatmoko. 1994. Emulsi Pangan Instan Berlesitin. Andy Offset. Yogyakarta. Kenyon, M. 1992. Modified Starch, Maltodextrin and Corn Syrup Solid Well Material For Food For Encapsulation dalam Reinccus, G.A.(ed). Ecapsulation and Controlled Released of Food Ingredient. Edward Brother Inc. New York.
Gambar 1. Serbuk Pewarna Daun Suji Terbaik V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Hasil penelitian pewarna daun suji dapat disimpulkan bahwa perbedaan konsentrasi dekstrin dan konsentrasi putih telur mempengaruhi kadar air, rendemen, kelarutan, total klorofil dan nilai absorbansi. Konsentrasi dekstrin dan konsentrasi putih telur terbaik ditinjau dari kadar air, rendemen, kelarutan, total klorofil dan nilai absorbansi yaitu dengan konsentrasi dekstrin sebesar 12 % konsentrasi putih telur 9 % dengan kadar air 2,37 %, rendemen 34,73 %, kelarutan 70,27 %, total klorofil 5,14mg/g dan absorbansi 0,57 %.
Kudra, T. and Ratti, C. 2006. Foam-Mat Drying: Energy And Cost Analyses. Canadian Biosystems Engineering. 48: 3.27 - 3.32. Makfoed, D., W.M. Djagal, H. Pudji, A. Sri, R. Sri, S. Sudarminto, Suhardi., M. Soeharsono, H. Suwedo dan Tranggono. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Kanisius. Yogyakarta. Nakai, S and H.W. Modler. 1996. Food Proteins Properties and Characterization. Willey VC. USA. Nurika, I. 2000. Pengaruh Konsentrasi Dekstrin dan Suhu Inlet Spray Dryer Terhadap Stabilitas Warna Bubuk Pewarna Ekstrak Angkak. Tesis. Universitas Brawijaya. Malang.
5.2. Saran Dalam penelitian pembuatan serbuk pewarna daun suji dengan perbedaan konsentrasi dekstrin dan konsentrasi putih telur memiliki kelemahan kelarutan yang rendah, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan bahan dan konsentrasi dekstrin dan putih telur agar diperoleh nilai kelarutan yang tinggi
Prangdimurti, E., Muchtadi, D., Astawan, M., Zakaria, dan Fransiska R. (IPB (Bogor Agricultural University), 2006). Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Suji (Pleomele Angustifolia). N. E. Brown.
Daftar Pustaka
Ramadhia, M. 2012. Pengolahan Tepung Lidah Buaya (Aloe vera L) Dengan Metode Foam-Mat-Drying. Tesis. Universitas Brawijaya. Malang.
Aji, B.S, 2010. Optimasi Konsentrasi Dekstrin dan Suhu Pengeringan dalam Pembuatan Bubuk Sari Kedelai dari Kedelai Lokal Varietas Grobokan dengan Foam-mat Drying Method. Skripsi. Teknologi Industri Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Riawan,S. 1990 .Kimia Organik. Binarupa Aksara, Jakarta. Risanto dan Yuniasri, K.D. 1994. Penelitian Pembuatan Serbuk Pewarna Hijau Alami Daun Pandan. Berita Litbang Industri, Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. Surabaya. Vol 4 (13) Hal: 64-65.
De man, J.M. 1997. Kimia Pangan. Terjemahan Kosasih Padmawinata Edisi Kedua. ITB. Bandung. Dewi, A.K. 2000. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthoriza roxb). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Suratmo. 2009. Potensi Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Antioksidan. MIPA. Universitas Brawijaya. Malang. Warsiki, E., E. Hambali, Suharmani, dan M.Z. Nasution. 1995. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap
Downham, A. dan P. Collins. 2000. Colouring Our Foods in the Last and Next Millennium. 8
Rancangan Produksi Tepung Instan Sari Buah Nanas. Jurnal. Tip.5 (3) Hal: 172-178. Wilde, P.J. and D.C. Clark. 1996. Foam Formation and Stability Methods of Testing Protein Functionality. G. M. Hall, Blackie Academic & Professional: 111-152. Wuzburg, 1968. Theory of Measurement. Dalam Widya, 2003. Proses Produksi dan Karakteristik Tepung Biji Mangga Jenis Arumanis. Skripsi. IPB. Bogor.Suirta, I.W., N. Rustini, dan T. Prakasa. 2012. Sintesis Polieugenol dari Eugenol dengan Katalis Asam Nitrat Pekat dan Media Natrium Klorida. Jurnal Kimia Vol 6 (1) Hal: 37-46.
9