PEWARNA ALAMI INSTAN DARI DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) (SOLUSI KREATIF PENGADAAN SERBUK PEWARNA BATIK) INSTANT NATURAL DYE FROM SOURSOP LEAF) (Annona muricata L.) (CREATIVE PROCUREMEN SOLUTION OF BATIK DYE)
Oleh, Sunoto NIM: 652008020
TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2015
ii
iii
iv
PEWARNA ALAMI INSTAN DARI DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) (SOLUSI KREATIF PENGADAAN SERBUK PEWARNA BATIK) INSTANT NATURAL DYE FROM SOURSOP LEAF) (Annona muricata L.) (CREATIVE PROCUREMEN SOLUTION OF BATIK DYE) Sunoto *, Dra. Hartati Soetjipto, M. Sc**, Dr. rer. nat. A. Ign. Kristijanto, M. S** *Mahasiswa Program Studi Kimi Fakultas Sain dan Matematika **Dosen Pembimbing Program Studi Kimia Fakultas Sain dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro 52-60 Salatiga
Email : 652008020@student. uksw. edu ABSTRACT The objectives of this study are: Firstly, to produce natural dyes instant powder from soursop leaves as revealed by various boiling time and the addition of maltodextrin or without maltodextrin addition. Secondly, to determine the depth of shade of soursop leaves natural dye powder as revealed by different fixatives. Data were analyzed by Randomized Completely Block Design (RCBD), 5 treatments and 5 replications. As the treatments are boiling time: 30, 45, 60, 75, and 90 minutes, respectively, while as the block is the time analysis. Data of natural dye powder with the maltodextrin additions were analyzed using 3x3 Factorial design with 3 replications. As the first factor is the boiling time consisted of three levels: 30, 60, and 90 minutes, respectively. Meanwhile, as the second factor is the maltodextrin additions which consisted of three concentrations: 10, 15, and 20%, respectively. The results of the study showed that the extraction of soursop leaf natural dyes powder yield without maltodextrin addition is 10.69 ± 1.77 grams with 60 minutes boiling time. While the addition of 20% maltodextrin produce natural dyes powder 95.88 ± 2.67 grams with 60 minutes boiling time. The use of “tunjung” as fixative on cotton produces the darkest color for all hues, while “kapur” and “alum” produce, more brighter color than tunjung. Key words: Maltodextrin, Natural Dye, Powder, Sourso Leaf.
PENDAHULUAN Batik merupakan salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang saat ini telah berkembang pesat, baik lokasi penyebaran, tehknologi maupun disainnya. Semula batik hanya di kenal di lingkungan keraton di Jawa dan di buat dengan sistem tulis sedangkan pewarna yang digunakan berasal dari alam baik tumbuh tumbuhan maupun binatang (Atikasari, 2005). Menurut Sumasa, (2014) warna menjadi daya tarik tersendiri yang berperan penting dalam industri tekstil karena warna memiliki kekuatan dalam menciptakan keindahan dan suasana tertentu. Bahan pewarna yang banyak digunakan selama ini adalah bahan pewarna sintetis/buatan yang bersifat karsinogenik dan beresiko tinggi terhadap 1
2
kesehatan. Pewarna sintetis memang memiliki keunggulan dibandingkan pewarna alami yaitu komposisinya tetap, pilihan warnanya lebih bervariasi, penggunaannya jauh lebih mudah, hasil pewarnaan lebih cerah, tersedia untuk semua jenis serat dan pada umumnya tahan luntur. Menghadapi abad yang berorientasi lingkungan ini, kekhawatiran akan dampak lingkungan dari zat warna sintetik non degradable yang merusak dan menganggu kesehatan membangkitkan kembali pemakaian zat warna alami. Zat warna alami diyakini lebih aman dari pada zat warna sintetis karena sifatnya yang non karsinogen. Menurut Wardah dan Setyowati, (1999 ) Proses penggunaan warna-warna alami dalam teknik batik ternyata sudah dilakukan oleh nenek moyang kita secara turun temurun sampai ditemukan warna sintetis yang dipandang praktis dan ekonomis. Lebih lanjut menurut Mukhlis (2011), sebagian besar pewarna alami dibuat dengan cara ekstraksi atau perebusan dan hasilnya masih dalam bentuk larutan. Bahan pewarna yang dihasilkan dalam bentuk larutan masih banyak kekurangannya diantaranya tidak tahan disimpan dalam waktu lama pada suhu kamar. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya jamur dan konsentrasi larutan tidak seragam, sehingga konsistensi warna sulit dicapai, dan dalam pendistribusiannya tidak praktis. Diharapkan dengan pembuatan bubuk atau serbuk zat warna alami lebih praktis digunakan dan lebih mudah untuk disimpan atau dikemas. Menurut Suranto, (2011) Selama ini daun sirsak banyak digunakan sebagai bahan obat. Daunnya mengandung senyawa tanin, fitosterol, kalsium oksalat, alkaloid murisin dan saponin. Kandungan tanin pada daun sirsak dapat dijadikan sebagai pewarna alami batik dengan kenampakan warna coklat. Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di seluruh dunia baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang berbeda-beda. Di Indonesia sumber tanin antara lain diperoleh dari jenis bakaubakauan atau jenis-jenis dari Hutan Tanaman Industri (HTI) seperti akasia (Acacia sp) ekaliptus (Eucalyptus sp.), pinus (Pinus sp), teh (Camellia sinensis) dan sebagainya (Risnasari, 2002 dalam Padmasari 2012). Jika hanya ekstrak tanin saja dikeringkan rendemen yang dihasilkan terlalu kecil, sehingga penggunaan dan pengemasannya sulit, oleh karena itu perlu ditambahkan binder. Binder yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
3
maltodekstrin. Penambahan maltodekstrin untuk mempercepat pengeringan, mencegah kerusakan akibat panas, meningkatkan total padatan, dan memperbesar volume. Bahan dasar yang biasa digunakan untuk membuat batik terbuat dari serat alam (serat selulosa atau serat yang dihasilkan dari binatang). Serat selulosa mempunyai sifat yang higroskopis sehingga memungkinkan dapat menyerap zat warna dengan baik (Suheryanto, 2010). Mekanisme reaksi antara tannin dengan selulosa (kain mori) sebagai berikut:
Gambar 1. Reaksi antara tanin dengan selulosa kain mori (Suheryanto, 2010 termodifikasi) Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan 1. Menghasilkan serbuk pewarna alami instan dari daun sirsak antar berbagai lama waktu perebusan dan penambahan maltodekstrin. 2. Menentukan ketuaan warna serbuk pewarna alami daun sirsak antar berbagai fiksatif (kapur, tawas dan tunjung). METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Lingkungan, Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana dari bulan Desember 2014 - Maret 2015. Bahan Bahan yang digunakan antara lain : Daun sirsak (Annona muricata L.) diperoleh dari Desa Pandean Magelang dan kain mori, sedangkan bahan kimia yang digunakan adalah akuades, tunjung (FeSO4), tawas (KAl(SO4)2), kapur tohor (CaCO3) . Piranti Piranti yang digunakan antara lain neraca analitis OHAUS TAJ602, panci stainless steel, kompor, termometer, Spektrofotometer Optizen 2120UV, dan pemindai (scanner) HP Deskjet 1515.
4
Metode Persiapan kain (mordanting) (Fitrihana, 2009) Di buat larutan yang mengandung 8 gram tawas dalam setiap 1 liter air, lalu aduk hingga larut. Larutan di panaskan hingga 60ºC kemudian kain mori di masak dan di proses selama 1 jam dengan suhu larutan dijaga konstan (40 - 60ºC ). Setelah itu pemanasan dihentikan dan kain mori dibiarkan terendam dalam larutan selama semalam. Setelah direndam semalam kain mori diangkat dan dibilas (jangan diperas) lalu dikeringkan dan disetrika. Kain mori yang telah dimordanting tersebut siap dicelup dengan larutan zat warna alam Ekstraksi Pewarna Daun Sirsak (Nurhayati, 1997 dalam Mukhlis, 2011 ). Dimodifikasi Ekstraksi serbuk pewarna daun sirsak tanpa penambahan maltodekstrin 200 gram daun sirsak yang telah dipotong kecil- kecil direbus pada suhu ± 1000 dengan air 1 liter (30, 45, 60, 75, dan 90 menit) dihitung setelah air rebusan mulai mendidih. Ekstrak lalu disaring, filtrat kemudian dimasukkan ke dalam oven lalu dipanaskan pada suhu ± 1000 C sampai kering kemudian dihaluskan dan diayak. Ekstraksi serbuk pewarna daun sirsak dengan penambahan maltodekstrin 200 gram daun sirsak yang telah dipotong kecil- kecil direbus pada suhu ± 1000 dengan air 1 liter (30, 60, dan 90 menit) dihitung setelah air rebusan mulai mendidih. Ekstrak lalu disaring, filtrat kemudian ditambah dengan maltodekstrin 10%, 15% dan 20%. Filtrat dimasukkan ke dalam oven lalu dipanaskan pada suhu ± 1000 C sampai kering kemudian dihaluskan dan diayak. Pembuatan larutan fiksatif Disiapkan 3 larutan fiksatif, yaitu tunjung 5%, tawas 5% dan kapur 5%. Masingmasing fiksator dilarutkan sampai homogen, didiamkan semalam kemudian disaring dan diambil filtratnya. Pencelupan dalam larutan pewarna dan fiksatif (Handika (2002) dalam Mukhlis, 2011 ) dimodofikasi Serbuk pewarna instan yang diperoleh kemudian diuji cobakan pada kain mori yang sudah dimordanting. 10 gram bubuk pewarna alami daun sirsak diencerkan dengan 100 ml air. Kain dicelupkan ke dalam larutan pewarna selama 10 menit, lalu dikering
5
anginkan hingga setengah kering. Pencelupan diulangi hingga 5 kali kemudian dikeringkan. Kain yang sudah diwarnai kemudian direndam dalam larutan fiksatif selama 10 menit kemudian dikeringkan. Pengujian ketuaan warna dengan RGB (Padmasari, 2012) Kain yang telah diwarnai dengan pewarna sebuk daun sirsak dan direndam dalam larutan fiksatif yang sudah dikeringkan, dipindai dengan scanner HP Deskjet 1515. Selanjutnya data hasil pindaian diproses dengan program MatLab 65 sehingga diperoleh data RGB. ANALISA DATA Data rendemen serbuk pewarna alami tanpa penambahan maltodekstrin dianalisis dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK), 5 perlakuan dan 5 kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah waktu perebusan, yaitu: (30, 45, 60, 75, dan 90 menit) sedangkan sebagai kelompok adalah waktu analisa. Data rendemen serbuk pewarna alami dengan penambahan maltodekstrin dianalisis dengan Rancangan Perlakuan Faktorial 3 x 3 dengan 3 kali ulangan. Sebagai faktor pertama adalah lama pemanasan yang terdiri dari 3 aras waktu yaitu: 30, 60, dan 90 menit. Sedangkan sebagai faktor kedua adalah penambahan maltodekstrin yang terdiri dari 3 konsentrasi yaitu: 10, 15, dan 20 %. Untuk menguji beda antara perlakuan dilakukan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5% (Steel dan Torie, 1980).
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Rendemen Serbuk Pewarna Alami Daun Sirsak Tanpa Maltodekstrin Rataan rendemen (gram ±SE) serbuk pewarna alami daun sirsak tanpa maltodekstrin berkisar antara 6,80 ± 1,433 sampai dengan 10,69 ± 1,765 (Tabel 1). Tabel 1. Rataan Rendemen Pewarna (gram ± SE) Tanpa Maltodekstrin antar Lama Waktu Perebusan Waktu Perebusan (Menit)
( ẋ ± SE) 30
45
60
75
90
6,80 ± 1,433
8,79 ± 1,888
10,69 ± 1,765
9,59 ± 1,704
7,72 ± 1,325
(a)
(bc)
(d)
(cd)
(ab)
W = 1,3782 Keterangan : *w = BNJ 5 % *Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata. Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 2 dan tabel 3.
Dari Tabel 1 terlihat bahwa pada lama waktu perebusan 60 menit tanpa penambahan maltodekstrin diperoleh rendemen serbuk daun sirsak yang tertinggi (10,69 ± 1,77 gram) sedangkan pada perebusan 75 menit dan 90 menit hasil serbuk daun sirsak menurun. Penurunan rendemen serbuk daun sirsak pada menit ke 75 dan 90 terkait dengan konsentrasi padatan terlarut dalam ekstrak daun sirsak rendah sedangkan air yang menguap banyak pada waktu perebusan sehingga terjadi penyusutan bobot (Sembiring, 2009 dalam Kembaren dkk, 2013). Hasil Rendemen Serbuk Pewarna Alami Daun Sirsak Antar Berbagai Konsentrasi Maltodekstrin Rataan rendemen (gram ±SE) serbuk pewarna alami daun sirsak antar berbagai konsentrasi penambahan maltodekstrin berkisar antara 50,196 ± 1,365 sampai dengan 90,106 ± 5,501 (Tabel 2).
7
Tabel 2. Rataan Rendemen Pewarna (gram ± SE) Antar Berbagai Konsentrasi Maltodekstrin Maltodekstrin ( ẋ ± SE)
M1 (10)
M2 (15)
M3 (20)
50,196 ± 1,365
72,482 ± 1,455
90,106 ± 5,501
(a)
(b)
(c)
W = 0,8064
Dari Tabel 2 tampak rendemen daun sirsak meningkat sejalan dengan konsentrasi penambahan maltodekstrin. Perolehan rendemen serbuk daun sirsak tertinggi sebesar 90,11 ± 5,50 gram dengan penambahan maltodekstrin 20%. Rendemen serbuk yang diperoleh dengan penambahan maltodekstrin 20% lebih tinggi dari pada penambahan maltodekstrin 10% dan 15%. Peningkatan rendemen dipengaruhi oleh banyaknya jumlah maltodesktrin yang ditambahkan, karena semakin banyak maltodekstrin akan semakin besar total padatan yang diperoleh (Endang dan Prasetyastuti, 2010 dalam Tama, dkk., 2012) Hasil Rendemen Serbuk Pewarna Alami Daun Sirsak Antar Berbagai Lama Waktu Perebusan Rataan rendemen (gram ±SE) serbuk pewarna alami daun sirsak antar berbagai lama waktu perebusan berkisar antara 67,176 ± 11,257 sampai dengan 73,726 ± 14,850 (Tabel 3). Tabel 3. Rataan Rendemen Pewarna (gram ± SE) Serbuk daun Sirsak Antar Berbagai Lama Waktu Perebusan Waktu ( ẋ ± SE)
W1 (30) 67,176 ± 11,257 (a)
W2 (60) 73,726 ± 14,850 (b)
W3 (90) 71,882 ± 14,269 (b)
W = 2,944 Telaah lebih lanjut dari Tabel 3 terlihat bahwa lama waktu perebusan 60 menit akan meningkatkan jumlah serbuk pewarna yang dihasilkan, tetapi pada perebusan yang lebih tinggi (90 menit) serbuk pewarna yang dihasilkan bobot sama dengan perebusan
8
60 menit. Kemungkinan dalam perebusan 90 menit telah terjadi penuntasan zat warna sehingga serbuk pewarna yang dihasilkan sama, (Prayitno dan Nurimaniwati, 2003). Hasil Rendemen Serbuk Pewarna Alami Daun Sirsak Hasil Interaksi Penambahan Maltodekstrin dan Lama Waktu Perebusan Rataan rendemen (gram ±SE) serbuk pewarna alami daun hasil interaksi penambahan maltodekstrin dan lama waktu perebusan berkisar antara 48,99 ± 2,108 sampai dengan 95,883 ± 2,665 (Tabel 4). Tabel 4. Rataan Rendemen Pewarna (gram ± SE) Serbuk daun Sirsak Hasil Interaksi Penambahan Maltodekstrin dan Lama Waktu Perebusan Maltodekstrin (%)
Waktu (Menit) ( ẋ ± SE) W1 (30) W = 5,098 W2 (60) W = 5,098 W3 (90) W = 5,098
M1 (10) 48,99 ± 2,108 (a) 51,377 ± 5,071 (a) 50,223 ± 4,611 (a) W = 5,098
M2 (15) (a) (a) (a)
70,90 ± 3,041 (b) 73,917 ± 3,476 (b) 72,63 ± 4,978 (b) W = 5,098
M3 (20) (a) (a) (a)
81,64 ± 12,369 (c) 95,883 ± 2,665 (c) 92,793 ± 8,057 (c) W = 5,098
(a) (b) (b)
Keterangan : * w = BNJ 5 % * Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama baik pada baris maupun lajur menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama baik pada lajur maupun baris menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata.
Tabel 4 terlihat rataan rendemen pewarna (gram ± SE) serbuk daun sirsak hasil interaksi penambahan maltodekstrin dan lama waktu perebusan yaitu sebagai berikut: Dalam setiap lama waktu perebusan maka rendemen pewarna serbuk daun sirsak meningkat sejalan dengan peningkatan % penambahan maltodekstrin. Sebaliknya dalam penambahan maltodekstrin 10% dan 15% tidak terjadi peningkatan bobot rendemen pewarna serbuk daun sirsak sejalan dengan peningkatan lama waktu perebusan dari 30 menit – 90 menit. Namun, pada penambahan 20% maltodekstrin maka bobot rendemen serbuk pewarna daun sirsak meningkat pada lama waktu perebusan 60 menit dan sama dengan pada lama perebusan 90 menit. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa rendemen pewarna serbuk daun sirsak yang optimum adalah 95,88 ± 2,67 gram pada lama perebusan 60 menit dan penambahan maltodekstrin 20%.
9
Pengaruh berbagai jenis fiksatif terhadap ketuaan warna kain mori dengan pewarna instan daun sirsak Rataan ketuaan warna (±SE) kain mori hasil pewarnaan dengan pewarna instan daun sirsak antar berbagai fiksatif yang diekspresikan dengan nilai RGB dan Grey berkisar antara 0,5425 ± 0,0101 sampai dengan 1,0000 ± 0,0000. Nilai RGB dan Grey kecil menunjukkan warna kain mori tua atau gelap, sebaliknya Nilai RGB dan Grey besar menunjukkan kain mori berwarna muda atau terang (Tabel 5). Tabel 5. Rataan Ketuaan Warna (±SE) Kain Mori Hasil Pewarnaan Dengan Pewarna Alami Instan Daun Sirsak antar Berbagai Jenis Fiksatif Jenis Fiksatif Red (R) w=0,0066 Green (G) w=0,0383 Blue (B) w=0,0186 Grey (Gr) w=0,0012
Tu 5% 0,7052 ± 0,0077 (a) 0,6551 ± 0,0077 (a) 0,5425 ± 0,0101 (a) 0,6582 ± 0,0084 (a)
Kp 5% 0,9048 ± 0,0034 (b) 0,8060 ± 0,0042 (b) 0,6584 ± 0,0133 (b) 0,8190 ± 0,0030 (b)
Tw 5% 1,0000 ± 0,0000 (c) 0,8173 ± 0,0044 (b) 0,6992 ± 0,0148 (c) 0,8294 ± 0,0069 (c)
Keterangan : *w = BNJ 5 % *Tu = Tunjung; Kp = Kapur; Tw= Tawas; *Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan ketuaan warna yang sama, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan antarperlakuan berbeda secara bermakna.
Tabel 5, menunjukkan kain mori dengan ketuaan warna yang paling gelap berturut-turut adalah dengan fiksatif tunjung, kapur dan selanjutnya tawas. Kain mori hasil pewarnaan serbuk pewarna alami instan daun sirsak menunjukkan hasil serupa dengan penelitian Padmasari (2012) yang menggunakan limbah teh hijau, yaitu dengan fiksasi tunjung menghasilkan warna yang paling gelap, sebaliknya dengan fiksasi kapur dan tawas dihasilkan warna yang lebih terang dibandingkan dengan fiksasi tunjung. Sedangkan penelitian Basofi (2015) menggunakan limbah teh melati juga menunjukan hasil yang serupa dengan urutan ketuaan warna, yaitu: tunjungn paling gelap diikuti prusi, tawas dan kapur (Gambar 2).
10
Gambar 2. Diagram Batang Rataan Ketuaan Warna Kain Mori Hasil Pewarnaan serbuk pewarna
alami
daun
sirsak
antar
Berbagai
Jenis
Fiksatif.
Keterangan : R = Red/merah, G = Green /hijau, B = Blue/biru dan Gr = Grey/abuabu.
Dari Gambar 2, kain mori dengan pewarnaan pewarna instan daun sirsak yang difiksatif tunjung memberikan warna yang paling gelap dari hasil reaksi antara tanin dengan ion logam Fe2+ (tunjung) menghasilkan ion kompleks, garam ini terbentuk karena ikatan kovalen koordinasi antara ion logam dengan ligannya (Taofik dkk., 2010 dalam Padmasari 2012). Kain mori dengan fiksatif kapur (Ca2+) dan tawas (Al3+) menghasilkan warna yang lebih terang dari pada fisatif tunjung, karena reaksi antara ion logam (Ca2+ dan Al3+) dengan tanin tidak membentuk ion kompleks, melainkan ikatan ionik (Padmasari 2012). Menurut Gitopadmojo (1978 dalam Ruwana, 2008) auksokrom dalam tannin akan berikatan lebih baik dengan serat kain apabila didukung dengan adanya garam-garam kompleks. Berdasarkan hasil penelitian di atas, telah dilakukan pengukuran panjang gelombang maksimum masing-masing fiksatif, ekstrak tanin yang diberi fiksatif untuk menentukan pengaruhnya terhadap intensitas serapan UV-cahaya tampak dengan spektrofotometri UV-VIS (Tabel 6 ).
11
Tabel 6. Data Panjang Gelombang Maksimum Serapan UV-Cahaya Tampak Ekstrak Tanin dengan Penambahan Berbagai Fiksatif Ekstrak
kapur
tawas
Tunjung
(E)
(Kp)
(Tw)
(Tu)
370
0,604
0,463
-0,038
385
1,189
0,420
390
1,213
395
λ
E+kp
E+tw
E+Tu
0,467
-0,013
-0,016
0,030
0,086
1,366
0,445
0,552
0,779
0,423
0,089
1,587
0,472
0,602
0,896
1,192
0,422
0,089
1,730
0,475
0,600
0,927
400
1,146
0,419
0,088
1,745
0,466
0,583
0,922
430
0,870
0,418
0,081
1,294
0,396
0,468
0,735
450
0,736
0,419
0,078
1,154
0,336
0,413
0,617
470
0,654
0,416
0,074
1,087
0,272
0,341
0,523
490
0,601
0,413
0,071
1,032
0,220
0,269
0,451
510
0,561
0,408
0,068
0,986
0,189
0,216
0,398
530
0,529
0,405
0,066
0,948
0,17
0,182
0,353
550
0,504
0,402
0,064
0,913
0,157
0,161
0,322
570
0,387
0,38
0,034
0,445
0,044
0,062
0,118
590
0,462
0,398
0,059
0,813
0,131
0,128
0,277
610
0,450
0,396
0,056
0,783
0,120
0,117
0,264
630
0,439
0,395
0,054
0,746
0,107
0,107
0,253
650
0,429
0,393
0,052
0,713
0,096
0,099
0,244
670
0,420
0,392
0,050
0,682
0,084
0,091
0,234
700
0,410
0,391
0,047
0,639
0,072
0,083
0,220
Pada Tabel 6 ekstrak tanin dengan penambahan fiksatif kapur memiliki titik serapan
panjang gelombang maksimum (390-395 nm). Ekstrak tanin dengan
penambahan fiksatif kapur, tawas,dan tunjung mengalami kenaikan panjang gelombang maksimum (dari 390-395 nm) (Gambar 3).
12
Gambar 3. Serapan UV- Cahaya Tampak Ekstrak Tanin dengan Penambahan Berbagai Fiksatif Dari Gambar 3 terlihat bahwa terjadi pergeseran panjang gelombang maksimum menuju panjang gelombang yang lebih panjang sehingga terjadi efek batokromik dan penurunan intensitas serapan (efek hipokromik) pada ekstrak tanin dengan penambahan fiksatif kapur, tawas dan, tunjung dibandingkan dengan ekstrak tannin (Gambar 4).
Ko
Tu
Kp
Tw
Gambar 4. Hasil Pewarnaan Kain Mori dengan Pewarna Instan Daun Sirsak antar Berbagai Fiksatif (Keterangan: Ko : Kontrol, Tu : Tunjung, Kp : Kapur, Tw : Tawas)
13
Dari hasil sepektrofotometri UV-Vis di atas jika dibandingkan dengan penelitian Basofi (2015), untuk penambahan fiksatif tunjung dalam ekstrak tanin diperoleh hasil yang sama yaitu penambahan tunjung menyebabkan efek batokromik disertai efek hiperkromik sehingga warna yang dihasilkan paling gelap. Sebaliknya diperoleh hasil yang berbeda pada penambahan fiksatif kapur dan tawas yaitu warna yang dihasilkan lebih terang dan urutan hasil ketuaan warna adalah sebagai berikut: Tunjung > Kapur >Tawas. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Rendemen pewarna serbuk alami daun sirsak tanpa penambahan maltodekstrin tertinggi sebesar 10,69 ± 1,77 gram dengan lama perebusan 60 menit. Sedangkan dengan penambahan maltodekstrin diperoleh serbuk rendemen pewarna alami daun sirsak tertinggi sebesar 95,883 ± 1,808 gram dihasilkan pada penambahan 20% maltodekstrin dan lama waktu pemanasan 60 menit 2. Kain mori dengan pewarnaan serbuk alami daun sirsak yang difiksasi tunjung menunjukkan ketuaan warna yang paling gelap diikuti dengan fiksatif kapur dan tawas. Fiksatif tunjung menunjukkan ketuaan warna yang paling gelap untuk semua rona. Untuk rona hijau pada fiksatif kapur dan tawas menunjukkan ketuaan warna yang sama. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbaikan teknologi pembuatan sediaan dan standarisasi kandungan tannin.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Andreas Setiawan, S.Si, MT. yang telah membantu dalam processing RGB-Gray dan Bapak Lutiyono, S.Si. dalam penggunaan Spektrofotometri UV-Vis.
14
DAFTAR PUSTAKA Atikasari, A., 2005. Kualitas Tahan luntur Warna Batik Cap di Griya Batik Larissa Pekalongan. Universitas Negeri Semarang Press. Semarang Basofi, Ibnu, 2015. Limbah Teh Melati Sebagai Pewarna Alami Kain Batik (Pengaruh Jenis Fisatif Terhadap Ketuaan dan Ketahanan Luntur Ditelaah dengan Metode Pengolahan Citra Digital RGB). Skripsi. Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana Fitrihana, S. T., 2009. Teknik Eksplorasi Zat Pewarna Alam Dari Tanaman Di Sekitar Kita Untuk Pencelupan Bahan Tekstil, Jurusan PKK FT UNY. Kembaren, R. B., S. Putriliniar., N. N. Maulana. 2013. Ekstraksi dan Karakterisasi Serbuk Nano Pigmen dari Daun Tanaman Jati (Tectona grandis Linn. F). Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. Mukhlis, 2011. Ekstraksi Zat Warna Alami Dari Kulit Batang Jamblang (Syzygium cumini) Sebagai Bahan Dasar Pewarna Tekstil, FKIP Unsyiah Darussalam Banda Aceh. Padmasari, A. Kumala, 2012. Limbah Teh Hijau sebagai Pewarna Alami Batik Tulis (Pengaruh Jenis Fiksatif terhadap Ketuaan dan Ketahanan Luntur Ditelaah dengan Metode Pengolahan Citra Digital RGB). Skripsi. Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana Prayitno, E,. K., dan Nurimaniwati, 2003. Proses Ekstraksi Bahan Pewarna Alam Dari Limbah Kayu. Puslitballg Tekllologi Maju, Batan, Yogyakarta. Ruwana, Iftitah, 2008. Pengaruh Fiksasi Terhadap Ketahanan Luntur Warna pada Proses Pencelupan Kain Kapas dengan Menggunakan Zat Warna dari Limbah Kayu Jati. Teknologi dan Kejuruan. Vol. 31, No. 1 Steel, R. G. D. dan J. H. Torie, 1980. Prinsip Dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia. Jakarta. Suheryanto, Dwi, 2010. Optimalisasi Celupan Ekstrak Daun Mangga pada Kain Batik Katun dengan Iring Kapur. Balai Besar Kerajinan Batik Sumasa, T. T. L., 2014. Limbah Kulit Biji Coklat (Theobroma Cacao Linn.)Sebagai Pewarna Alami Kain Mori dan Sutra (Pengaruh Jenis Fiksatif Terhadap Ketuaan dan Ketahanan Luntur Ditelaah Dengan Metode Pengolahan Citra Digital RGB). Skripsi. Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana Suranto, A. (2011). Dahsyatnya Sirsak tumpas penyakit. Pustaka Bunda, Jakarta. Tama, B. J., Sri, K. dan Arie, F. M., 2012. Studi Pembuatan Serbuk Pewarna Alami Dari Daun Suji (Pleomele angustifolia N.E.Br.) (Kajian Konsentrasi dan MgCO3). Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB. Wardah, dan F. M. Setyowati, 1999. Keanekaragaman Tumbuhan Penghasil Bahan Pewarna Alami di Beberapa Daerah di Indonesia.Yogyakarta.
15
Lampiran 1 Makalah Seminar Nasional SNKPK VII UNS
16 sulit dicapai, dan dalam pendistribusiannya
filtrat
tidak praktis [4].
maltodekstrin 10%, 15% dan 20%. Filtrat
Untuk memenuhi kebutuhan zat
kemudian
ditambah
dengan
dimasukkan ke dalam oven lalu dipanaskan 0
warna alami perlu dicari alternatif zat warna
pada suhu ± 100
yang murah dan ramah lingkungan. Salah
kemudian dihaluskan dan diayak.
C sampai kering
satunya adalah dengan memanfaatkan daun sirsak yang banyak tumbuh di sekitar
Analisa Data
kita sebagai sumber pewarna alami. Data rendemen serbuk pewarna
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
tujuan
penelitian
adalah
:
Menghasilkan serbuk pewarna alami instan dari daun sirsak antar berbagai lama waktu
pemanasan,
penambahan
alami tanpa penambahan maltodekstrin dianalisis
dengan
Rancangan
Acak
Kelompok (RAK) ,5 perlakuan dan 5 kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah waktu perebusan, sedangkan sebagai kelompok
maltodekstrin, dan interaksinya
adalah waktu analisa. Data rendemen serbuk pewarna
METODE PENELITIAN
alami dengan penambahan maltodekstrin
Bahan dan alat Bahan yang digunakan antara lain : Daun sirsak (Annona muricata L.) diperoleh dari Desa Pandean Magelang. Sedangkan bahan kimiawi yang digunakan adalah
Piranti yang digunakan antara lain : analitik,
panci
stainless
Faktorial 3 x 3 dengan 3 kali ulangan. Sebagai
faktor
pertama
adalah
lama
pemanasan yang terdiri dari 3 aras waktu yaitu: 30, 60, dan 90 menit. Sedangkan
akuades, dan maltodekstrin
neraca
dianalisis dengan Rancangan Perlakuan
steel,
sebagai faktor kedua adalah penambahan maltodekstrin yang terdiri dari 3 konsentrasi yaitu: 10, 15, dan 20 %. Untuk menguji
kompor, dan oven.
beda antara perlakuan dilakukan Uji Beda Ekstraksi
Pewarna
Daun
Sirsak
(Nurhayati,1997 dalam [4]) dimodifikasi
Nyata
Jujur
(BNJ)
dengan
tingkat
kebermaknaan 5% [5]
200 gram daun sirsak yang telah dipotong kecil- kecil direbus dengan air 1 liter (30, 45, 60, 75, dan 90 menit) dihitung
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Rendemen Dari Tabel 1 terlihat bahwa pada
setelah air rebusan mendidih. Ekstrak lalu disaring, filtrat kemudian dimasukkan ke dalam oven lalu dipanaskan pada suhu ± 0
100 C sampai kering kemudian dihaluskan dan diayak. 200 gram daun sirsak yang telah dipotong kecil- kecil direbus dengan air 1 liter (30, 60, dan 90 menit) dihitung setelah air rebusan mendidih. Ekstrak lalu disaring,
lama waktu perebusan 60 menit tanpa penambahan rendemen
maltodekstrin
serbuk
daun
diperoleh
sirsak
yang
tertinggi (10,69 ± 1,77 gram) sedangkan pada perebusan 75 menit dan 90 menit hasil
serbuk
daun
sirsak
menurun.
Penurunan rendemen serbuk daun sirsak pada menit ke 75 dan 90 terkait dengan konsentrasi padatan terlarut dalam ekstrak
17 daun sirsak rendah sedangkan air yang
15%
digunakan
waktu
rendemen pewarna serbuk daun sirsak
dikeringkan, air yang menguap banyak
sejalan dengan peningkatan lama waktu
sehingga
perebusan dari 30 menit – 90 menit.
banyak.
terjadi
Pada
penyusutan
bobot
tidak
Namun,
(Sembiring, 2009 dalam [6].). Dari Tabel 2 tampak rendemen
terjadi
pada
maltodekstrin
peningkatan
bobot
penambahan
maka
bobot
20%
rendemen
daun sirsak meningkat sejalan dengan
serbuk pewarna daun sirsak meningkat
konsentrasi
maltodekstrin.
pada lama waktu perebusan 60 menit dan
Perolehan rendemen serbuk daun sirsak
sama dengan pada lama perebusan 90
tertinggi
gram
menit. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa
dengan penambahan maltodekstrin 20%.
rendemen pewarna serbuk daun sirsak
Rendemen serbuk yang diperoleh dengan
yang optimum adalah 95,88 ± 2,67 gram
penambahan
pada
penambahan
sebesar
90,11
±
maltodekstrin
5,50
20%
lebih
tinggi dari pada penambahan maltodekstrin
lama
perebusan
60
menit
dan
penambahan maltodekstrin 20%.
10% dan 15%, hal ini terkait dengan peningkatan jumlah padatan terlarut akibat penambahan
konsentrasi
maltodekstrin
yang lebih tinggi. (Sembiring, 2009 dalam
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan: 1. Rendemen pewarna serbuk alami
[6].). Telaah lebih lanjut dari Tabel 3
daun sirsak tanpa penambahan
terlihat bahwa lama waktu perebusan 60
maltodekstrin sebesar 10,69 ± 1,77
menit akan meningkatkan jumlah serbuk
gram dengan lama perebusan 60
pewarna
menit.
yang dihasilkan, tetapi pada
Sedangkan
dengan
perebusan yang lebih tinggi (90 menit)
penambahan
serbuk pewarna yang dihasilkan bobot
diperoleh
sama
tertinggi 73,73 ± 14,85 gram juga
dengan
perebusan
60
menit.
Kemungkinan dalam perebusan 90 menit telah
terjadi
penuntasan
zat
warna
maltodekstrin serbuk
rendemen
pada lama perebusan 60 menit. 2. Dengan
penambahan
sehingga serbuk pewarna yang dihasilkan
maltodekstrin
sama. [7].
pewarna serbuk diperoleh sebesar
Lebih lanjut dari Tabel 4 terlihat
20%
rendemen
90,11 ± 5,50 gram yang lebih tinggi
rataan rendemen pewarna (gram ± SE)
dari
serbuk
maltodekstrin 10% dan 15%.
daun
sirsak
hasil
Interaksi
penambahan maltodekstrin dan lama waktu
pada
3. Rendemen serbuk pewarna alami
perebusan yaitu sebagai berikut: Dalam
daun
setiap
penambahan
lama
waktu
perebusan
maka
penambahan
sirsak
hasil
interaksi
maltodekstrin
dan
rendemen pewarna serbuk daun sirsak
lama waktu perebusan sebesar
meningkat sejalan dengan peningkatan %
95,88 ± 2,67 gram dihasilkan pada
penambahan
lama waktu perebusan 60 menit
maltodekstrin.
Sebaliknya
dalam penambahan maltodekstrin 10% dan
18 dengan penambahan maltodekstrin
Tekllologi
20%.
Yogyakarta.
DAFTAR RUJUKAN [1] Primariesta, Rizky 2013.Potensi Punica granatum Dalam Proses Pewarnaan Alami
Batik
Peningkatan Hidup
Sebagai Kualitas
Solusi
Lingkungan
. Fakultas Ilmu Komputer
Universitas
Dian
Nuswantoro,
Semarang. [2] Wardah dan F.M. Setyowati, 1999. Keanekaragaman
Tumbuhan
Penghasil Bahan Pewarna Alami di Beberapa
Daerah
di
Indonesia.Yogyakarta. [3] Fitrihana, S.T, 2009. Teknik Eksplorasi Zat Pewarna Alam Dari Tanaman Di Sekitar
Kita
Untuk
Pencelupan
Bahan
Tekstil, Jurusan PKK FT
UNY. [4]
Mukhlis, 2011. Ekstraksi Zat Warna Alami Dari Kulit Batang Jamblang (Syzygium cumini) Sebagai Bahan Dasar
Pewarna
Tekstil,
FKIP
Unsyiah Darussalam Banda Aceh. [5] Steel, R.G.D. dan J.H.Torie, 1980. Prinsip Dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan
Biometrik.
Gramedia. Jakarta. [6]
Kembaren, R.B., S.Putriliniar. N. N. Maulana.
2013.
Ekstraksi
dan
Karakterisasi Serbuk Nano Pigmen dari Daun Tanaman Jati (Tectona grandis Linn. F) Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. [7].
Prayitno,
Endro
Nurimaniwati,
Kismolo 2003.
dan Proses
Ekstraksi Bahan Pewarna Alam Dari Limbah Kayu, Puslitballg
Maju,
Batan,
19
Lampiran Tabel Tabel 1. Rataan Rendemen Pewarna (gram ± SE) Tanpa Maltodekstrin antar Lama Waktu Perebusan Waktu Perebusan (Menit)
( ẋ ± SE)
30
45
60
75
90
6,80 ± 1,433
8,79 ± 1,888
10,69 ± 1,765
9,59 ± 1,704
7,72 ± 1,325
(a)
(bc)
(d)
(cd)
(ab)
W = 1,3782 Keterangan : *w = BNJ 5 % *Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata. Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 2 dan tabel 3.
Tabel 2. Rataan Rendemen Pewarna (gram ± SE) Antar Berbagai Konsentrasi Maltodekstrin Maltodekstrin ( ẋ ± SE)
M1 (10)
M2 (15)
M3 (20)
50,196 ± 1,365
72,482 ± 1,455
90,106 ± 5,501
(a)
(b)
(c)
W = 0,8064 Tabel 3. Rataan Rendemen Pewarna (gram ± SE) Serbuk daun Sirsak Antar Berbagai Lama Waktu Perebusan Waktu ( ẋ ± SE)
W1 (30)
W2 (60)
W3 (90)
67,176 ± 11,257
73,726 ± 14,850
71,882 ± 14,269
(a)
(b)
(b)
W = 2,944 Tabel 4. Rataan Rendemen Pewarna (gram ± SE) Serbuk daun Sirsak Hasil Interaksi Penambahan Maltodekstrin dan Lama Waktu Perebusan
Maltodekstrin (%)
Waktu (Menit) ( ẋ ± SE)
W1 (30) W = 5,098 W2 (60) W = 5,098 W3 (90) W = 5,098
M1 (10)
M2 (15)
M3 (20)
48,99 ± 2,108 (a) 70,90 ± 3,041 (a) 81,64 ± 12,369 (a) (a) (b) (c) 51,377 ± 5,071 (a) 73,917 ± 3,476 (a) 95,883 ± 2,665 (b) (a) (b) (c) 50,223 ± 4,611 (a) 72,63 ± 4,978 (a) 92,793 ± 8,057 (b) (a) (b) (c) W = 5,098 W = 5,098 W = 5,098
Keterangan : * w = BNJ 5 % * Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama baik pada baris maupun lajur menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama baik pada lajur maupun baris menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata.
20