POLA SPASIAL KERAWANAN PENCURIAN KAYU MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KPH SARADAN PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
AHMAD ZAMHARI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ii
POLA SPASIAL KERAWANAN PENCURIAN KAYU MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KPH SARADAN PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
AHMAD ZAMHARI E14103059
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
iii
RINGKASAN Ahmad Zamhari. E14103059. Pola Spasial Kerawanan Pencurian Kayu Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Saradan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Dibimbing oleh M. Buce Saleh. Hutan merupakan sumber daya alam yang memiliki nilai yang sangat tinggi. Kerusakan hutan akan menimbulkan dampak yang besar bagi masyarakat. Oleh karena itu keberadaan hutan sangat penting artinya baik bagi generasi sekarang ataupun yang akan datang. Dalam pengelolaan hutan diperlukan adanya pemodelan pencurian kayu pada saat sekarang dan tahun-tahun yang akan datang, sehingga dapat dilakukan usaha preventif untuk mengatasinya. Sehingga dengan mengetahui pola spasial pencurian kayu dapat memperkirakan daerah-daerah mana saja yang akan memiliki tingkat kerawanan yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan peta sebaran lokasi kerawanan pencurian kayu dan pemodelan spasial tingkat kerawanan pencurian kayu di wilayah KPH Saradan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Adapun hipotesisnya adalah semakin dekat dengan jalan maka semakin rawan terjadi pencurian kayu, semakin dekat dengan lokasi pemukiman maka semakin rawan terjadi pencurian kayu, semakin rendah kelerengan suatu tempat maka maka semakin rawan terjadi pencurian kayu dan semakin tinggi kelas umur (KU) tegakan maka semakin rawan terjadi pencurian kayu. Penelitian tentang Pencurian Kayu ini dilaksanakan di wilayah kerja Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dengan mengambil lokasi di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Saradan pada bulan April 2007. Data yang digunakan adalah data spasial digital (peta jaringan jalan, pemukiman, kelerengan dan kelas umur tegakan) KPH Saradan dan data tabular mengenai laporan kejadian gangguan keamanan hutan (pencurian kayu) yaitu volume dan frekuensi kejadian pencurian kayu per anak petak dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah personal computer yang dilengkapi perangkat lunak ArcView GIS 3.3, minitab 14, kamera dan alat tulis. Rangkaian metode penelitian terdiri atas tahap persiapan, penelitian di lapangan, analisis spasial, penentuan kelas kerawanan dan analisis kelas kerawanan. Berdasarkan anlisis regresi menunjukkan bahwa variabel spasial yaitu jarak jalan, jarak pemukiman, kelas umur tegakan dan kelas lereng tidak mempengaruhi tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Saradan. Berdasarkan pembagian kelas kerawanan menunjukkan bahwa semua petak di KPH Saradan berada pada kelas kerawanan rawan. Sementara dikarenakan variabel spasial tidak mempengaruhi tingkat kerawanan pencurian kayu maka pemodelan spasial di KPH Saradan tidak dapat di tentukan
Kata kunci
: KPH Saradan, Pencurian kayu, Pola spasial, Rawan
iv
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pola Spasial Kerawanan Pencurian Kayu Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Saradan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2008
Ahmad Zamhari NRP E14103059
v
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
:
Pola
Spasial
Kerawanan
Pencurian
Kayu
Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Saradan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Nama
:
Ahmad Zamhari
NRP
:
E 14103059
Disetujui oleh : Dosen Pembimbing
Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS NIP. 131 284 620
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Hendrayanto , M. Agr NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus :
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penyusunan Karya Ilmiah ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam senantiasa tetap tercurahkan Kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta pengikutnya yang tetap istiqomah mengikuti semua sunahnya dan melanjutkan perjuangannya. Karya Ilmiah ini merupakan hasil dari penelitian yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pola Spasial Kerawanan Pencurian Kayu Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Saradan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Dalam karya ilmiah ini membahas pengaruh variabel spasial terhadap kelas kerawanan pencurian kayu, Pemodelan spasial kelas kerawanan pencurian kayu dan tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Saradan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
Bogor, April 2008
Penulis
vii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bengkulu 30 Mei 1984. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan bapak Parjoko dan ibu Asniar (alm). Penulis menyelesaikan Taman Kanak-Kanak pada TK Bhayangkari pada tahun 1989-1990. Sekolah Dasar Negeri
41 Curup pada
tahun 1990-1996. Pada tahun 1996-1999 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Curup, kemudian Sekolah Menengah Umum negeri 1 Curup Bengkulu pada tahun 1999-2002, pada tahun 2003 melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) penulis diterima di program strata 1 Departemen Manajemen Hutan. Dalam masa studi penulis mengikuti kegiatan Praktek pengenalan hutan pada tahun 2006 di Baturaden-Cilacap, Jawa Tengah dan Praktek Pengelolaan Hutan di Getas Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Tahun 2007 penulis mengikuti praktek kerja lapang di KPH Bogor. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Ilmu Ukur Hutan pada tahun 2006. Selain itu juga penulis aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2005-2006, Anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB pada tahun 20042005. Penulis juga memiliki prestasi sebagai finalis dan penyaji pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional ke XIX di Universitas Muhammadiyah Malang pada Program Kreativitas Mahasiswa bidang pengabdian masyarakat. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Program Studi Manajemenn Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi berjudul “Pola Spasial Kerawanan Pencurian Kayu Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Saradan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur” di bawah bimbingan Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS.
viii
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji hanyalah milik Allah karena hanya dengan kasih sayangnya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pola Spasial Kerawanan Pencurian Kayu Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Saradan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada: 1. Bapak,
Ibu
yang
selalu
berkorban
dalam
menyekolahkan
sampai
menyelesaikan program sarjana ini, juga kepada Ayuk Sus, Kak Toto, Kak Edwin atas semua bantuan dan motivasi yang telah diberikan. 2. Bapak Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS. sebagai pembimbing skripsi yang ditengah kesibukannya
masih
menyempatkan
waktu
untuk
membimbing
dan
mengarahkan dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Dani Saptaji, Aan, Edi dan
Agus atas bantuannya dan bapak Ir. Dones
Rinaldi, Msc. atas bantuan data digitalnya. 4. KPH Saradan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur atas segala bantuannya. 5. KSKPH Saradan Timur Ir. Budi Hermawan, MM. 6. Keluarga besar Bapak Nyoto Santoso atas bantuannya selama di KPH Saradan. 7. Teman-teman kelurga besar Manajemen Hutan 40 atas semua perjalanan kuliah selama 4 tahun ini. 8. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut memberikan sumbangsihnya yang tidak ternilai. Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penelitian dan penyajian naskah karya ilmiah ini, namun demikian inilah yang terbaik yang sudah diusahakan. Permohonan maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan skripsi ini terdapat kesalahan yang tidak disadari. Bogor, April 2008
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi DAFTAR ISI.......................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi DAFTAR TABEL................................................................................................. xii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................1 1.2. Tujuan .............................................................................................1 1.3. Manfaat Penelitian ..........................................................................2 1.4. Hipotesis..........................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 3 2.1. Keamanan Hutan.............................................................................3 2.2. Sistem Informasi Geografis (SIG) ..................................................8 BAB III METODOLOGI................................................................................. 11 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................11 3.2. Data dan Alat Penelitian ...............................................................11 3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data .........................................12 BAB IV KONDISI UMUM ............................................................................. 17 4.1. Keadaan Umum.............................................................................17 4.1.1. Letak................................................................................... 17 4.1.2. Keadaan Lapangan ............................................................. 17 4.1.3. Daerah Aliran Sungai (DAS) ............................................. 17 4.1.4. Tanah.................................................................................. 17 4.1.5. Iklim ....................................................................................18 4.1.6. Sosial Ekonomi .................................................................. 18 4.1.7. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan .......................... 19 4.1.8. Bagian Hutan..................................................................... 19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 20 5.1. Kelas Kerawanan Pencurian Kayu................................................20 5.2. Distribusi Variabel Spasial............................................................22
x
5.3. Analisis Variabel Spasial Yang Mempengaruhi Kelas Kerawanan Pencurian Kayu............................................................................ 25 5.4. Penentuan model kerawanan pencurian kayu ...............................33 5.5. Kerawanan Pencurian Kayu.........................................................34 5.6. Gangguan keamanan hutan KPH Saradan ....................................36 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 40 6.1. Kesimpulan ...................................................................................40 6.2. Saran..............................................................................................40 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41
xi
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Peta Wilayah Penelitian di KPH Saradan. ...................................................... 11 2. Diagram alir pembuatan peta kerawanan pencurian kayu di KPH Saradan. . 16 3. Distribusi anak petak menurut kelas kerawanan............................................. 22 4. Peta jarak dari jalan KPH Saradan .................................................................. 23 5. Peta jarak dari pemukiman KPH Saradan....................................................... 23 6. Peta kelas lereng KPH Saradan....................................................................... 24 7. Peta kelas umur KPH Saradan ........................................................................ 24 8. Diagram hubungan antara volume pencurian dengan kelas umur. ................. 25 9. Diagram hubungan antara volume pencurian dengan kelas lereng................. 25 10. Diagram hubungan antara volume pencurian dengan jarak dari jalan............ 26 11. Diagram hubungan antara volume pencurian dengan jarak dari pemukiman. ......................................................................................................................... 26 12. Diagram hubungan antara frekuensi kejadian pencurian kayu dengan kelas umur. ............................................................................................................... 27 13. Diagram hubungan antara frekuensi kejadian pencurian kayu dengan kelas lereng............................................................................................................... 27 14. Diagram hubungan antara frekuensi kejadian pencurian kayu dengan jarak jalan. ................................................................................................................ 28 15. Diagram hubungan antara frekuensi kejadian pencurian kayu dengan jarak pemukiman...................................................................................................... 28 16. Grafik jumlah tunggak tercuri dari tahun 1997-2006 ..................................... 36 17. Grafik jumlah kerugian finansial dari tahun 1997-2006 ................................. 37 18. Grafik perbandingan pencurian kayu dengan hasil pengamanan kayu curian tahun 1997-2006 ............................................................................................. 37 19. Grafik kehilangan pohon per BKPH (1997-2006) ......................................... 38 20. Grafik kerugian finansial per BKPH (1997-2006)......................................... 38
xii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Nilai statistik volume dan frekuensi pencurian kayu ...................................... 20 2. Pembagian kelas kerawanan berdasarkan kriteria perhutani (1996)............... 20 3. Nilai statistik volume dan frekuensi pencurian kayu ...................................... 21 4. Pembagian selang untuk volume dan frekuensi pencurian kayu .................... 21 5. Kelas kerawanan pencurian kayu.................................................................... 21 6. Variabel spasial yang mempengaruhi pencurian kayu.................................... 29
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang memiliki nilai yang sangat tinggi. Kerusakan hutan akan menimbulkan kerugian yang besar bagi masyarakat. Oleh karena itu keberadaan hutan sangat penting artinya baik bagi generasi sekarang ataupun yang akan datang. Kerusakan hutan disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Faktor manusia memiliki dampak yang sangat besar dibandingkan faktor alam. Kerusakan hutan oleh manusia terutama disebabkan oleh pencurian kayu. Sampai saat ini pencurian kayu di Indonesia merupakan ancaman terbesar bagi kehutanan Indonesia. KPH Saradan merupakan salah satu perusahaan kehutanan yang dikelola oleh Perum Perhutani. Sejak tahun 1997-2006 KPH Saradan mengalami kerugian akibat pencurian kayu mencapai 2,28 milyar pertahun (SPH Madiun, 2007). Kerugian tersebut menimbulkan dampak kerugian yang besar bagi negara dan bagi masyarakat. Dalam pengelolaan hutan diperlukan pengetahuan tentang pola spasial pencurian kayu, sehingga pada masa yang akan datang dapat dilakukan usaha preventif untuk mengatasi pencurian kayu. Melalui pola spasial kerawanan pencurian kayu dapat diperkirakan daerah-daerah mana saja yang memiliki tingkat kerawanan yang tinggi. 1.2. Tujuan Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Pemodelan spasial tingkat kerawanan pencurian kayu di wilayah KPH Saradan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. 2. Menghasilkan peta sebaran lokasi kerawanan pencurian kayu.
2
1.3. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Peta yang dihasilkan dapat digunakan dalam mengatasi pencurian kayu. 2. Memberikan masukan dalam pembuatan kebijakan pencegahan dan pengendalian pencurian kayu. 1.4. Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Anak petak yang berada pada kelas lereng 0-8 % maka semakin rawan terjadi pencurian kayu. 2. Anak petak yang berada dekat dengan jalan utama KPH maka semakin rawan terjadi pencurian kayu. 3. Anak petak yang memiliki kelas umur tegakan lebih dari empat maka semakin rawan terjadi pencurian kayu. 4. Anak petak yang berada dekat dengan pemukiman penduduk maka semakin rawan terjadi pencurian kayu.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Hutan Hutan memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Nilai ekonomi tersebut didapatkan dari hasil hutan kayu dan non kayu. Hasil hutan kayu merupakan komoditas yang selama ini langsung dapat dinilai dan memiliki harga yang pasti dipasaran. Kayu Jati merupakan salah satu dari jenis kayu mewah yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi di pasaran. Kayu Jati ini dalam pengelolaannya memerlukan daur yang cukup lama sehingga sangat rentan terjadi gangguan keamanan dalam pengelolaannya. Menurut SPH Madiun (2007) gangguan keamanan hutan disebabkan oleh aktifitas manusia dan kejadian alami yang menimbulkan kerusakan pada hutan, beberapa macam bentuknya adalah: a. Pencurian dan perencekan b. Kebakaran c. Penggembalaan d. Bibrikan/Perambahan e. Penggalian/Penambangan Liar f. Sengketa Tanah Menurut Perhutani (1996) sebab-sebab gangguan keamanan hutan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Penyebab eksternal (dari luar Perhutani), antara lain: a. Sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan yang masih rendah. b. Kebutuhan
kayu
yang
semakin
meningkat,
sejalan
dengan
pertumbuhan industri. c. Adanya sindikat pencuri kayu. Penyebab eksternal ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Sudah berjalan (terjadi) cukup lama. b. Bila ingin mengatasinya membutuhkan koordinasi yang tidak mudah. c. Biaya relatif mahal.
4
d. Dalam mengatasinya sering menghadapi kendala berupa isu-isu tertentu (pemilu, menimbulkan keresahan, HAM, dsb). 2. Penyebab internal (dari dalam Perhutani), antara lain: a. Keterbatasan personil pengamanan hutan (kulitas dan kuantitas). b. Keterbatasan sarana dan prasarana pengamanan hutan. c. Luasnya wilayah hutan yang harus dijaga. d. Pola pengamanan yang masih berbeda-beda. Penyebab internal ini mempunyai karakteristik sebagai berikut a. Untuk mengatasinya dibutuhkan waktu yang relatif pendek b. Koordinasi relatif mudah c. Biaya relatif murah d. Mudah dikontrol Menurut KPH Saradan (2007) secara umum faktor penyebab gangguan keamanan hutan/ pencurian kayu seperti: a. Latar belakang sumber daya manusia yang umumnya masih rendah. b. Sempitnya lapangan pekerjaan. c. Terbatasnya
musim
tanam
(paceklik/kemarau)
dan pertanian
tradisional. d. Kebutuhan perusahaan-perusahaan kayu yang letaknya tidak jauh dengan lokasi hutan. e. Kebutuhan
masyarakat
akan bahan
bakar (perencekan) untuk
konsumsi rumah tangga, industri batu-bata, tobong gamping yang cenderung sangat berpotensi merusak tegakan muda. f. Masuknya pebisnis dan pesanan kayu atau pemodal dari luar daerah. g. Penyimpangan proses perolehan dokumen SKSHH (surat keterangan sahnya hasil hutan) dengan cara 'memutihkan'. Dalam mengatasi adanya gangguan keamanan hutan terutama pencurian kayu maka diperlukan adanya tindakan pengamanan hutan. Menurut SK bersama Kapolri dan Direktur Utama Perum Perhutani (1999) Pengaman hutan dan hasil hutan adalah merupakan sebagian dari kegiatan perlindungan hutan dan hasil hutan yang dilaksanakan secara teknis dan taktis polisional baik didalam maupun diluar hutan.
5
Menurut Perhutani (1996) dalam menentukan tingkat kerawanan hutan dapat dibagi menjadi daerah aman, rawan, sangat rawan dimana klasifikasi tersebut didasarkan pada kejadian, modus operandi kejahatan, serta kuantitas kerusakan hutan yang terjadi. Menurut Perhutani ( 1996 ) kerawanan hutan dapat dihitung berdasarkan nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi (SD), yaitu: 1. Tidak rawan
= bila nilainya < mean – SD
2. Rawan
= bila nilainya antara mean- SD sampai mean + SD
3. Sangat Rawan
= bila nilainya > mean + SD
Menurut KPH saradan pencurian kayu di KPH Saradan terbagi menjadi empat tipe yaitu : 1. Tipe A - Perorangan untuk kepentingan sendiri 2. Tipe B - Perorangan untuk komersial 3. Tipe C - Beregu/Kelompok untuk komersial 4. Tipe D - Sindikat untuk komersial Sementara itu karakteristik dan strategi untuk mengendalikan pencurian kayu adalah sebagai berikut : 1. Pencurian Tipe A dan B didukung karakter
model perorangan,
belum
terorganisir, sifat komersial masih rendah maka dimungkinkan diatasi dengan
pendekatan sosial
melalui
sistem
persuasif
melalui
jalur
komunikasi/penyuluhan dan preventif (penjagaan/pencegahan dini di hutan). Perhutani melalui Program PHBM dengan kelembagaan LMDH sejalan untuk mengatasi Tipe ini. 2. Pencurian Tipe C dengan model pelaku mulai terorganisir, jumlah personil cukup banyak, terkadang ada keterlibatan pamong, sarana prasarana lebih baik (mobil), maka diatasi dengan pendekatan cenderung represif dan penegakan hukum (polisional) dan dapat pula melalui operasi terpadu. 3. Pencurian Tipe D dengan model sindikat pelaku terorganisir, jumlah pelaku banyak (massa), keterlibatan berbagai unsur termasuk keterlibatan oknum, jaringan penadah, memerlukan penanganan komprehensif dengan kerjasama lintas satuan di luar organ. Pelaksanaan melalui koordinasi dan atau operasi terpadu dengan tingkat kerahasiaan dan kehati-hatian tinggi.
6
Menurut Hadi (2006) jarak paling jauh yang dapat ditempuh seseorang dalam memasuki hutan dengan berjalan kaki adalah sejauh tiga km. Oleh karena itu dalam penelitian ini jarak pemukiman yang digunakan adalah sejauh tiga km dari KPH Saradan. Menurut Yulianto (2002) pencurian kayu pada dasarnya dibagi menjadi dua bentuk, yaitu pencurian profesional dan amatir. Pencurian amatir adalah pencurian yang dilakukan untuk keperluan sendiri dalam jumlah kecil, dan sewaktu-waktu. Sedangkan pencurian profesional adalah pencurian yang rutin, melibatkan banyak pekerja, jumlah curian besar, terorganisasi dan berorientasi bisnis. Berdasarkan tujuannya, pencurian kayu dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu: a. Pencurian kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup atau makan sehari-hari b. Untuk memenuhi kebutuhan sendiri c. Untuk memenuhi kebutuhan industri kayu Pencurian kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup atau makan sehari-hari, biasanya berupa rencekan, kayu bekas tebangan atau pohon-pohon kecil untuk dijadikan kayu bakar, yang digunakan sendiri atau dijual untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan pencurian kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri, biasanya dilakukan untuk keperluan tambal sulam kerusakan rumah atau membangun rumah. Kemudian pencurian kayu jenis ketiga adalah pencurian kayu yang dilakukan secara profesional, biasanya melibatkan banyak pekerja, dengan jumlah curian besar, terorganisasi, dilakukan secara rutin dan berorientasi bisnis. Pada pencurian jenis ini sudah ada jaringan yang rapi antara pekerja yang bertugas melakukan pencurian kayu, kemudian penadah yang bertugas menampung kayu hasil curian, pedagang atau penyalur yang membawa kayu curian keluar daerah dan mengirimkannya kepada pengusaha industri kayu. Suratmo (1974), menjelaskan bahwa masyarakat yang mengambil hasil hutan tanpa ijin biasanya tidak datang dari jauh, tetapi berasal dari desa-desa
7
sekitar hutan. Keadaan hutan yang tersebar dan dikelilingi desa dan dekat jalan besar merupakan hutan yang mudah dicuri hasilnya. Motivasi pencurian kayu di hutan cenderung didahului atau dibarengi oleh cara-cara terselubung seperti kebutuhan akan lahan usaha tani sebagai dalih untuk memanfaatkan tegakan hutan. Pengerjaan dalam suatu malam atas kayu yang diambil dari hutan menjadi sebuah rumah yang keesokan paginya dijual dengan dalih menjual rumah bukan hasil hutan sehingga sulit ditindak (Ditjen PH, PHPA, IPB, 1986). Menurut Proyek Pembinaan KSAH (1986), menyatakan tentang akibat yang ditimbulkan oleh penebangan liar atau pencurian kayu (langsung dan tidak langsung) adalah : a. Kelestarian produksi hasil hutan terganggu. b. Terganggunya sistem pasaran kayu, sebagai akibat hanya kayu gelap yang tidak sesuai dengan sistem pasar yang berlaku. c. Dengan adanya rangsangan dari luar (sistem calo, penadah, pemilik modal dan lain-lain) maka akan timbul persaingan (kompetisi) dalam proses ilegal dan sebagainya. d. Karena tebangan yang tidak terkontrol tersebut, mengakibatkan pembukaan lahan yamg tidak terkontrol pula. e. Terganggunya ekosistem seperti habitat satwa, fungsi hidrologi dan lain-lain. f. Dapat menurunkan nilai hutan secara umum dan dapat berakibat berkurangnya penghasilan negara di sektor kehutanan. g. Dapat menimbulkan ketidakpastian hutan dalam pengusahaan hutan. h. Kemungkinan hilangnya jenis-jenis pohon yang dilindungi. Menurut Perum Perhutani (1996) strategi untuk mengatasi gangguan pencurian kayu terdiri dari: 1. Refungsionalisasi Yaitu dengan memfungsikan kembali polhut teritorial sebagai kekuatan inti pengamanan hutan. Caranya ialah dengan jalan: a. Meningkatkan mental, fisik petugas pengamanan hutan melalui seleksi, pelatihan, dan pembinaan
8
b. Meningkatkan kesadaran akan hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai polhut terotorial 2. Profesionalisme Yaitu melaksanakan tugas pengamanan hutan secra bersungguh-sunguh, terpola dan konsisten, caranya ialah dengan jalan : a. Meningkatkan disiplin, semangat dan kebangsaan korsa sebagai polhut teritorial melalui sistem penghargaan dan hukuman serta kelengkapan sarana dan prasarana pengamanan hutan b. Menetapkan suatu pola pengamanan hutan yang standar, efektif dan efisisen. c. Mempermudah pengawasan dan pengendalian terhadap petugas pengamanan hutan dilapangan. Untuk mencegah dan memberantas pencurian kayu perlu dilakukan usahausaha sebagai berikut (Suratmo, 1974) : 1. Memberi lapangan kerja masyarakat di sekitar hutan misalnya dengan mengikut sertakan dalam aktivitas kehutanan. 2. Menyediakan hasil hutan yang diperlukan untuk kehidupan masyarakat. 3. Mendirikan pos-pos penjagaan, insentif ekonomi yang baik bagi petugas keamanan dan alat dan tenaga yang cukup untuk menjaga keamanan hutan. 4. Proses pengendalian yang cepat dengan sanksi hukuman yang sepadan (membuat pencuri jera). 5. Menindak para pengusaha HPH/panglong yang mengadakan pencurian hasil hutan dengan sanksi berat. 6. Usaha-usaha khusus lainnya yang disesuaikan dengan latar belakang setempat. 2.2. Sistem Informasi Geografis (SIG) ESRI (1989) dalam Yaslinus (2007) mendefinisikkan SIG sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi
dan
personil
yang
didisain
untuk
memperoleh,
menyimpan,
memperbaiki, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi. Pada bagian lain ESRI meringkasnya, SIG sebagai a computer system capable of holding and using data describing places
9
on the earth's surface (sistem komputer yang mampu menangani dan menggunakan data yang menjelaskan tempat pada permukaan bumi). Prahasta (2002), menjelaskan bahwa SIG adalah sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data, manusia (brainware), organisasi dan lembaga yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisa dan menyebarkan informasi-informasi mengenai lokasi-lokasi di permukaan bumi. SIG merupakan suatu alat, metode, dan prosedur yang mempermudah dan mempercepat usaha untuk menemukan dan memahami persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan yang ada dalam ruang muka bumi. Keywords yang menjadi titik tolak perhatian SIG adalah lokasi geografis dan analisis spasial yang secara bersama-sama merupakan dasar penting dalam suatu sistem informasi keruangan Menurut Aronoff (1989) Sistem Informasi Geografis memiliki empat komponen dasar yaitu masukan data (data input), manajemen data (data management), manipulasi dan analisis data (data manipulation and analysis) dan penyajian data (data output). Unsur data/datum dalam SIG memiliki 3 dimensi/aspek/label : (1) dimensi keruangan (spatial dimensions) yang menunjuk pada sifat ruang atau lokasi geografi di permukaan bumi; (2) dimensi waktu (temporal dimensions) saat dalam suatu waktu/periode tertentu; dan (3) dimensi tematik, dimensi ini menerangkan apa yang diukur seperti bentuk, kedalaman, variabel. Kadang-kadang dimensi tematik ini disebut sebagai dimensi topikal atau dimensi karakteristik. SIG merupakan sistem komputer yang sangat powerfull baik dalam menangani masalah basis data spasial (peta digital) maupun basis data non-spasial (atribut). Sistem ini merealasikan lokasi geografi (data spasial) dengan informasiinformasi deskripsinya (non-spasial) sehingga para penggunanya dapat membuat peta (digital dan analog) dan menganalisa informasinya dengan berbagai cara (Prahasta, 2002). Pada dasarnya ada 5 komponen atau tahap yang perlu diperhatikan dalam konsepsi, disain, pengembangan, penerapan dan pembinaan suatu sistem informasi, yaitu:
10
1. Spesifikasi Data : menyangkut penentuan himpunan data set dan format data (cara bagaimana unsur data disimpan) yang keduanya merupakan input terhadap pengembangan basis data. 2. Pengumpulan Data : menyangkut pekerjaan mencatat, merekam, mengamati mengenai ukuran, nilai atau status obyek dari himpunan data. 3. Pengolahan Data : menyangkut pekerjaan penyimpanan, pengambilan kembali dan manipulasi data yang dilaksanakan terhadap data yang disimpan dalam pangkalan data untuk menghasilkan informasi. 4. Penyebaran Data : menyangkut penyampaian data dan atau informasi kepada para pemakai dalam bentuk tabulasi, peta, informasi dijital, dan lain-lain. 5. Penerapan Data : dilaksanakan oleh para pemakai data/informasi sewaktu melaksanakan aktivitas operasional, kontrol, perencanaan dan sebagainya. Sedangkan menurut Machfudh (1996), penerapan SIG dalam kegiatan kehutanan yaitu khususnya pemanfaatan lahan. Seperti pengelompokan lahan berdasarkan segi pengkelasan secara : a. Ekologis. b. Fungsi. c. Pembagian hutan berdasarkan keperluan pengusahaan (penentuan kelas perusahaan hutan, pembagian petak-petak tebangan). d. Penentuan lokasi, sarana dan prasarana pengusahaan hutan. e. Perhitungan ekonomi pembuatan jalan hutan dari segi cut and fill dan lainlain. Machfudh (1996), menyatakan bahwa prosedur yang ditawarkan dalam pendekatan pemodelan keruangan (spatial modelling) adalah prosedur yang dipakai untuk mengekspresikan sumberdaya kebumian dalam suatu seri operasi peta dan kemudian mengubahnya menjadi suatu peta ‘pemecahan masalah’. Sebagai contoh, para rimbawan dapat mengetahui suplai kayu secara detil dan melakukan
prediksi-prediksinya
penyaradan dan pengangkutan.
dengan
mempertimbangkan
aksesibilitas
11
BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang pencurian kayu ini dilaksanakan di wilayah kerja Perum Perhutani Unit II Jawa Timur di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Saradan pada bulan April 2007.
Gambar 1. Peta Wilayah Penelitian di KPH Saradan. 3.2. Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data Spasial Digital a. Peta Pemukiman KPH Saradan Pemukiman yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang memiliki jarak sejauh 3 km dari KPH Saradan. b. Peta jaringan jalan Jaringan jalan yang digunakan adalah jalan utama KPH Saradan
12
c. Peta kelas lereng Kelas lereng yang digunakan terbagi dalam 5 kelas yaitu 0-8 %, 8-15 %, 15-25 %, 25-45 % dan 45-100 %. d. Peta kelas umur tegakan Jati 2. Data tabular, berupa data mengenai laporan kejadian gangguan keamanan hutan (pencurian kayu) dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (1997-2006), yaitu data volume pencurian kayu dan frekuensi kejadian kayu per anak petaknya. Nilai volume tahun 1997 - 1999 diperoleh dari tabel tegakan normal, yaitu nilai volume tabel tegakan dikalikan dengan jumlah pohon yang hilang. Nilai volume pada tahun 2000 – 2006 didapat dari SISDH (sistem informasi sumber daya hutan) KPH Saradan. Jumlah data kejadian pencurian kayu yang digunakan dalam penelitian ini dan sudah diperiksa kelogisannya adalah sebanyak 13.105 kejadian dari 27.134 kejadian. Sementara jumlah anak petak yang digunakan adalah sebanyak 1.250 anak petak dari 2.455 anak petak di KPH Saradan. Data yang digunakan dalam penelitian ini diasumsikan benar. 3. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Personal computer yang dilengkapi dengan perangkat lunak ArcView GIS 3.3, Minitab 14 dan Microsoft office. b. Kamera dan alat tulis. 3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data Tahapan penelitian terdiri dari : 1. Tahap persiapan. 2.
Penelitian di lapangan
3. Analisis spasial di laboratorium. 4. Pengolahan dan penyajian hasil penelitian. 1. Tahap Persiapan Pada tahap ini, kegiatan penelitian terdiri dari : a.) Pengumpulan data, b.) Pengkajian dan studi pustaka untuk memperoleh informasi awal penelitian, c.) Konsultasi awal, penulisan proposal dan perbaikan usulan penelitian, d.) Pengurusan ijin penelitian dan persiapan peralatan survei.
13
2. Penelitian di Lapangan Kegiatan pengamatan di lapangan yang dilakukan adalah pengambilan data pencurian kayu dan wawancara tidak terstruktur untuk mengetahui kondisi lapangan dan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. 3. Analisis Spasial Manipulasi dan analisis data spasial dengan SIG. Kegiatan manipulasi dan analisis data spasial dengan memakai software ArcView 3.3, meliputi proses analisis data spasial, data tabular, overlay, manipulasi, dan pembuatan model. 4. Penentuan Kelas Kerawanan Untuk menentukan kelas kerawanan, digunakan data volume dan frekuensi pencurian kayu. Kemudian dari hasil perhitungan volume dan frekuensi pencurian kayu, diperoleh nilai minimum, nilai maksimum, quartil 1, 2 dan 3 untuk kedua variabel tersebut. 5. Pengolahan Data dan Penyajian Hasil 1. Model Persamaan yang Digunakan Berdasarkan pustaka yang diperoleh maka didapatkan fungsi persamaan tingkat pencurian kayu sebagai berikut : Yi = f (X1i, X2i … ,X6i, εi ) Dimana Yi adalah kelas kerawanan pencurian kayu, i adalah pengamatan. X1i adalah jarak dari jalan, X2i adalah jarak dari pemukiman, X3i adalah kelas lereng, X4i adalah kelas umur. Untuk
menganalisis
variabel-variabel
yang
mempengaruhi
terjadinya pencurian kayu digunakan metode Analisis Regresi Linier Berganda. Yang dimaksud regresi linier dalam analisis ini adalah suatu regresi yang linier dalam parameter. Sehingga model persamaan regresi berganda yang digunakan adalah sebagai berikut : Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + … + β4X4i+ εi Dimana : Yi
= Variabel tak bebas, yaitu kelas kerawanan pencurian kayu
X1i
= Jarak dari jalan (m)
X2i
= Jarak dari pemukiman (m)
14
X3i
= kelas lereng (%)
X4i
= Kelas umur (Tahun)
β0
= Intersep
βi
= Koefisien regresi
ε
= Galat
i
= Satuan pengukuran/ pengamatan/data berupa anak petak
2. Metode Analisis Regresi Metode regresi yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Squares atau OLS), yang bersifat tidak bias dan paling efisien (mempunyai variance yang minimum) atau biasa disebut BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Pada pendugaan model regresi dengan OLS tersebut, maka terdapat asumsi-asumsi sebagai berikut : a. Peubah X bersifat tetap (fixed), maka : E (Xε) = 0 b. Tidak ada hubungan liner antar dua atau lebih peubah-peubah bebas (noncollinearity) → matriks (X’X) non singular :│X’X│≠ 0 c. Rataan galat (error) saling menghapuskan : E (ε) = 0 d. Bagian galat (errors) bersifat tersebar bebas (tidak berkorelasi) dan ragam (variance) yang konstan (homoskedasitas) : (εε’) = σ2 3. Pemilihan Model Persamaan Terbaik Untuk mendapatkan model persamaan terbaik dilakukan dengan membandingkan model yang memenuhi kriteria nilai R2 (Adj) terbesar, nilai simpangan baku (S) terkecil dan nilai taraf nyata (P) yang nyata atau sangat nyata. 4. Pengujian Hipotesis Untuk menguji apakah variabel-variabel bebas secara keseluruhan atau secara bersamaan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas, maka dilakukan Uji P. dari hasil uji tersebut dapat dilihat apakah suatu persamaan sudah layak digunakan untuk menduga suatu populasi. Uji P dilakukan dengan menggunakan taraf nyata ( P ) sebesar 1 % atau 5 %, dimana: a. Bila Nilai P < 0.01 maka hubungan linear antara peubah bebas dengan peubah tetap berada pada taraf signifikasi sangat nyata
15
b. Bila Nilai 0.01 < P < 0.05 maka hubungan linear antara peubah bebas dengan peubah tetap berada pada taraf signifikasi nyata c. Bila Nilai P > 0.05 maka hubungan linear antara peubah bebas dengan peubah tetap berada pada taraf signifikasi tidak nyata 5. Keterandalan model Untuk melihat keterandalan model digunakan nilai koefisien determinasi (R-Sq), dimana bila nilai R-Sq semakin besar atau mendekati 100 % maka variable bebas (X) yang digunakan memiliki pengaruh yang semakin besar terhadap peubah tetap (Y) dan bila nilai R-Sq semakin kecil atau mendekati nol maka pengaruh peubah bebas (X) akan semakin kecil pengaruhnya terhadap peubah tetap (Y). 6. Simulasi Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu Simulasi dilakukan dalam kurun waktu sepuluh tahun kedepan dengan memasukkan data perubahan kelas umur tegakan pada model terpilih untuk membuat peta kerawanan pencurian kayu.
16 Peta Digital Pemukiman
Data Tabular
Peta Digital Kelas Lereng Peta Digital Jaringan Jalan
Data Atribut: -Lokasi Pencurian -Volume Pencurian - Frekuensi pencurian
Data Base Spasial: -Kelas Lereng -Jarak Jalan -Jarak Pemukiman -Kelas Umur
Penentuan Tingkat Kerawanan
Analisis Regresi
Validasi Model
Simulasi Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu
Peta Kerawanan Pencurian Kayu di KPH Saradan
Gambar 2. Diagram alir pembuatan peta kerawanan pencurian kayu di KPH Saradan.
17
BAB IV KONDISI UMUM
4.1. Keadaan Umum 4.1.1. Letak Secara geografis wilayah KPH Saradan terletak pada 4ο 45’ BT sampai dengan 5ο 1’ BT dan 7ο 22’ LS sampai dengan 7ο 42’ LS Wilayah KPH Saradan berbatasan dengan wilayah KPH : a. Sebelah Utara
:
KPH Padangan & KPH Bojonegoro
b. Sebelah Timur
:
KPH Nganjuk
c. Sebelah Selatan
:
KPH Madiun
d. Sebelah Barat
:
KPH Ngawi
Kantor KPH Saradan berkedudukan di jalan Rimba Mulya No. 8 Kelurahan Kartoharjo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun. 4.1.2. Keadaan Lapangan Topografi wilayah KPH Saradan sebagaian besar datar s/d miring (0 % - 25 %). Kisaran ketinggian dari permukaan laut KPH Saradan berada pada 125 mdpl s/d 650 mdpl. 4.1.3. Daerah Aliran Sungai (DAS) Wilayah KPH Saradan dibangun oleh beberapa Bagian Hutan, tiap Bagian Hutan merupakan sub-sub DAS yang mencerminkan daerah tangkapan air hujan dan menampakan pola aliran air yang khas. Wilayah hutan KPH Saradan termasuk dalam 2 (dua) bagian DAS, yaitu DAS Bengawan Solo seluas 24.795,2 Ha dan DAS Brantas seluas 13.137,6 Ha. 4.1.4. Tanah Jenis tanah di KPH Saradan diantaranya adalah Aluvial kelabu tua, Aluvial coklat kekelabuan, Grumusol kelabu tua, Asosiasi mediteran coklat, Komplek mediteran coklat dan kemerahan dan lateral. Sedangkan fisiografi di KPH Saradan pada umumnya adalah berupa dataran dengan beberapa tempat yang berupa bukit lipatan.
18
4.1.5. Iklim Tipe iklim wilayah hutan KPH Saradan adalah tipe D dengan nilai Q sebesar 94%. Pertumbuhan tegakan Jati akan tumbuh baik pada wilayah dengan tipe C, D dan E. Berdasarkan kondisi dan tipe iklim ini maka KPH Saradan ditetapkan sebagai Kelas Perusahaan Jati. 4.1.6. Sosial Ekonomi Kondisi sosial ekonomi masyarakat desa sekitar hutan dalam banyak hal akan memberikan pengaruh pada keberhasilan pengelolaan hutan di wilayah KPH Saradan. Bentuk-bentuk interaksi yang diharapkan adalah interaksi positif yang mampu meningkatkan produktivitas lahan, fungsi hutan dan kualitas lingkungan. a. Jumlah penduduk Jumlah penduduk dalam wilayah KPH Saradan adalah sebanyak 228.380 jiwa. Terdiri dari laki-laki sebanyak 141.054 jiwa atau sebesar 49 % dan wanita sebanyak 147.326 jiwa atau sebesar 51 %. Dengan rincian anak-anak (1 – 13 tahun) sebanyak 83.630 jiwa atau sebesar 30 % dan dewasa (14 tahun keatas) sebanyak 204.750 jiwa atau sebesar 70%. b. Berdasarkan tingkat pendidikannya : Berdasarkan tingkat pendidikannya penduduk di KPH Saradan didominasi oleh tingkat pendidikan SD dan tidak bersekolah sebanyak 53 %. SLTP sebanyak 31 % dan SLTA keatas sebanyak 16 %. c. Mata pencaharian penduduk Sebagian besar penduduk di sekitar
dan didalam KPH Saradan
berprofesi sebagai petani dengan prosentase sebesar 57 %. Profesi sebagai buruh sebanyak 21 %, Pedagang dan pegawai masingmasing sebanyak 2 %, di bidang industri sebanyak 7 % dan lain-lain sebanyak 11%. d. Pendapatan per kapita Pendapatan per kapita penduduk pada tahun 2000 adalah sebesar Rp. 2.226.123,5 /th
19
4.1.7. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan KPH Saradan terdiri dari 3 Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan (SKPH), 12 Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) dan 34 Resort Pemangkuan Hutan (RPH). 4.1.8. Bagian Hutan Kawasan hutan KPH Saradan seluas 37.934,5 ha terdiri dari 6 (enam) Bagian Hutan, yaitu : a. Bagian Hutan Rejuno
: 4.908,50 Ha
b. Bagian Hutan Notopuro : 6.256,40 Ha c. Bagian Hutan Tulung
: 8.088,90 Ha
d. Bagian Hutan Pajaran
: 7.396,40 Ha
e. Bagian Hutan Wilangan : 6.405,40 Ha f. Bagian Hutan Jatiketok
: 4.878,90 Ha
20
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kelas Kerawanan Pencurian Kayu Kelas kerawanan pencurian kayu Jati pada wilayah penelitian ditentukan berdasarkan perhitungan volume kayu yang tercuri dan frekuensi kejadian pencurian kayu. Penentuan kelas kerawanan pencurian kayu Jati di KPH Saradan berdasarkan kriteria Perhutani (1996) (Tabel 2) menunjukkan bahwa semua petak di KPH Saradan tidak memiliki petak yang tidak rawan dalam arti semua petak di KPH Saradan berada pada kelas rawan dan sangat rawan, sementara datanya menyebar tidak normal, sehingga pada penelitian ini kriteria pembagian kelas kerawanan dari Perhutani tidak dapat digunakan. Untuk melihat nilai statistik dari volume dan frekuensi pencurian kayu yang digunakan sebagai dasar pembagian kelas menurut Perhutani (1996) dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Nilai statistik volume dan frekuensi pencurian kayu Nilai
Volume (m3)
Frekuensi (kejadian)
Minimum
0.01
1
Mean
4,497
10,48
Standar deviasi
7,057
11,64
Maksimum
123,2
79
Tabel 2. Pembagian kelas kerawanan berdasarkan kriteria perhutani (1996) Kelas kerawanan
Volume (m3)
Frekuensi (kejadian)
Tidak rawan
0
0
Rawan
0-11,554
0-22,12
Sangat rawan
>11,554
>22,12
Oleh karena itu untuk menentukan kelas kerawanan maka digunakan pembagian kelas berdasarkan sebaran data yang memiliki proporsi yang sama. Untuk menentukan kelas kerawanan, data dikelompokkan menjadi empat bagian data yang memiliki proporsi yang sama, yaitu berdasarkan selang antara nilai minimum, quartil 1, quartil 2, quartil 3 dan nilai maksimum. Dimana masingmasing selang diwakili oleh nilai tengahnya kemudian didapatkan kelas
21
kerawanannya yang kemudian dikelompokkan menjadi empat kelas kerawanan yaitu agak rawan, rawan, amat rawan, amat sangat rawan. Untuk melihat nilai statistik dari volume dan frekuensi pencurian kayu dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Nilai statistik volume dan frekuensi pencurian kayu Nilai
Volume (m3)
Frekuensi (kejadian)
Minimum
0.01
1
Quartil 1
0.898
2
Quartil 2
2.18
6
Quartil 3
5.203
15
Maksimum
123.2
79
Kemudian pembagian selang untuk volume dan frekuensi pencurian kayu adalah sebagai berikut: Tabel 4. Pembagian selang untuk volume dan frekuensi pencurian kayu Volume (m3)
Klasifikasi
Frekuensi (kejadian)
Selang 1
0.01 - 0.898
1-2
Selang 2
0.898 - 2.18
2-6
Selang 3
2.18 - 5.203
6 - 15
Selang 4
5.203 - 123.2
15 - 79
Untuk mendapatkan kelas kerawanan pencurian kayu, maka masingmasing selang ditentukan nilai tengahnya yang kemudian dikalikan. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan kelas kerawanan pencurian kayu yang merupakan hasil perpaduan dari nilai volume dan frekuensi pencurian kayu. Untuk melihat nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini: Tabel 5. Kelas kerawanan pencurian kayu Frekuensi (kejadian)
0,01-0,898 Nilai tengah
Volume (m3) 0,898-2,18 2,18-5,203
5,203-123,2
1-2
1,422
0,455 0,647
1,463 2,081
3,526 5,015
12,568 17,874
2-6
4,202
1,912
6,148
14,817
52,811
6-15
10,223
4,652
14,958
36,048
128,483
15-79
27,774
12,640
40,639
97,937
349,064
22
Sehingga dari Tabel 5 diatas didapatkan klasifikasi untuk kelas kerawanan pencurian kayu di KPH Saradan, yaitu adalah sebagai berikut: 1. Agak rawan
= 0,65 – 12,64
2. Rawan
= 12,64 – 36,05
3. Amat rawan
= 36,05 – 97,94
4. Amat sangat rawan
= > 97,94
Untuk melihat jumlah distribusi anak petak menurut kelas kerawanan pencurian kayu maka dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini.
Jumlah Anak Petak
700 600 500 400 300 200 100 0 Agak rawan
Rawan
Amat rawan
Amat sangat rawan
Kelas Kerawanan
Gambar 3. Distribusi anak petak menurut kelas kerawanan
5.2. Distribusi Variabel Spasial Dalam penelitian ini peubah spasial yang digunakan adalah jarak dari jalan, jarak dari pemukiman, kelas lereng dan kelas umur. Untuk melihat distibusi variabel spasial yang digunakan terhadap lokasi petak dan anak petak di KPH Saradan dalam bentuk peta maka dapat dilihat pada Gambar 4, 5, 6 dan 7 dibawah ini
23
A. Variabel Spasial Jarak Dari Jalan
Gambar 4. Peta jarak dari jalan KPH Saradan B. Variabel Spasial Jarak Dari Pemukiman
Gambar 5. Peta jarak dari pemukiman KPH Saradan
24
C. Variabel Spasial Kelas Lereng
Gambar 6. Peta kelas lereng KPH Saradan D. Variabel Spasial Kelas Umur
Gambar 7. Peta kelas umur KPH Saradan
25
5.3. Analisis Variabel Spasial Yang Mempengaruhi Kelas Kerawanan Pencurian Kayu 1. Variabel spasial yang mempengaruhi volume pencurian kayu Untuk melihat pengaruh variabel spasial terhadap volume pencurian kayu dapat dilihat pada Gambar 8, 9, 10 dan 11 dibawah ini. A. Kelas Umur Y = ‐ 11,1 + 5,58 X
140
R2 = 5,5%
Volume (m3)
120 100 80 60 40 20
3. 43 3. 91 4. 00 4. 25 4. 36 4. 42 4. 50 4. 69 4. 85 5. 00 5. 25 5. 50 5. 63 5. 75 6. 25 7. 00
0
Kelas Umur
Gambar 8. Diagram hubungan antara volume pencurian dengan kelas umur. B. Kelas lereng Y = 10.3 + 0.51 X
140.0
R2 = 0.5%
Volume (m3)
120.0 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0
14 15 .7 5 20 .7
8 9. 17 9. 75 9. 75 10 .1 10 .6 3 10 .8 8 11 .0 11 2 .2 7 11 7 .6 16 12 .7 5 13 .7 9
8
0.0
Kelas Lereng (%)
Gambar 9. Diagram hubungan antara volume pencurian dengan kelas lereng.
26
C. Jarak dari jalan
V o lu m e (m 3)
140 120
Y= 15,4 + 0,0019 X
100
R2 = 0,0%
80 60 40 20
3
0
0 75
56
50
4.7
1
9
48
46
8
45
43
8 43
3.1
42
9.3
0
40
39
8.4
5
37
37
0.8
30
32
25
0
0
0
Jarak dari jalan (m)
Gambar 10. Diagram hubungan antara volume pencurian dengan jarak dari jalan. D. Jarak pemukiman
140.0
Y = 4,0 + 0,0102 X
120.0
R2 = 1,5%
Volume (m3)
100.0 80.0 60.0 40.0 20.0
6. 9 11 25 11 32 . 11 8 38 .8 11 74 . 12 4 01 .4 12 12 12 50 12 53 .2 13 13 13 75 15 00 22 50
0
10 5
10 0
5 87
75
0
0.0
Jarak dari pemukiman (m)
Gambar 11. Diagram hubungan antara volume pencurian dengan jarak dari pemukiman.
27
2. Variabel spasial yang mempengaruhi frekuensi kejadian pencurian kayu Untuk melihat pengaruh variabel spasial terhadap frekuensi pencurian kayu dapat dilihat pada Gambar 12, 13, 14 dan 15 dibawah ini
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Y = ‐ 3,09 + 7,65 X R2 = 18,7%
2. 00 3. 53 3. 83 3. 94 4. 00 4. 07 4. 18 4. 29 4. 44 4. 59 4. 67 4. 91 5. 00 5. 50 6. 00 9. 00
Frekuensi (kejadian)
A. Kelas Umur (KU)
Kelas Umur
Gambar 12. Diagram hubungan antara frekuensi kejadian pencurian kayu dengan kelas umur.
Y = 32.0 ‐ 0.012 X
90 80
R2 = 0.0%
70 60 50 40
57.5
16
15
13.2
12.7
12.3
11.9
11.2
10.9
10.6
10
9.75
9.17
9.08
8
8
8
8
8
8
30 20 10 0 8
Frekuensi (kejadian)
B. Kelas lereng
Kelas Lereng (%)
Gambar 13. Diagram hubungan antara frekuensi kejadian pencurian kayu dengan kelas lereng.
28
C. Jarak jalan
Frekuensi (kejadian)
90 80
Y = 49,0 – 0,0420 X
70
R2 = 6,9%
60 50 40 30 20 10
4. 4 50 0 50 0 50 0 52 1 10 00
1. 3
48
0. 5
47
7. 5
46
0. 6
43
43
5
5
6. 7
41
37
37
0
7. 1
35
35
3. 3
33
0
6. 7
31
0
0
25
25
25
25
0
0
Jarak dari jalan (m)
Gambar 14. Diagram hubungan antara frekuensi kejadian pencurian kayu dengan jarak jalan. D. Jarak pemukiman 90 Frekuensi (kejadian)
80 70
Y = 23.2 + 0.00728 X
60
R2 = 1.3%
50 40 30 20 10
10 8 11 3 20 .2 11 67 12 00 12 14 12 38 12 59 13 13 14 14 17 50 20 00
36
10
00
10
00
0
10
75
50
0
0
Jarak dari pemukiman (m)
Gambar 15. Diagram hubungan antara frekuensi kejadian pencurian kayu dengan jarak pemukiman.
29
Untuk melihat secara statistik pengaruh variabel spasial terhadap pencurian kayu dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini. Tabel 6. Variabel spasial yang mempengaruhi pencurian kayu Volume No
Variabel Spasial
Persamaan
Frekuensi R2 (%)
Persamaan
R2 (%)
1
Jarak Jalan
Y= 15,4 + 0,0019 X
0,0
Y = 49,0 – 0,0420 X
6,9
2
Jarak Pemukiman
Y = 4,0 + 0,0102 X
1,5
Y = 23.2 + 0.00728 X
1,3
3
Kelas Lereng
Y = 10.3 + 0.51 X
0,5
Y = 32.0 - 0.012 X
0,0
4
Kelas Umur
Y = - 11,1 + 5,58 X
5,5
Y = - 3,09 + 7,65 X
18,7
Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan regresi linear sederhana (Tabel 6) didapatkan bahwa semua variabel spasial yaitu jarak dari jalan, jarak dari pemukiman, kelas lereng dan kelas umur ternyata tidak mempengaruhi pencurian kayu baik untuk volume maupun frekuensi kejadian pencurian kayu. Tidak berpengaruhnya variabel spasial disebabkan oleh nilai R2 (koefisien determinasi) dari semua variabel spasial yang kurang dari 50 %. Maksud dari nilai R2 adalah menunjukkan berapa persen keragaman dari volume pencurian kayu atau frekuensi pencurian kayu yang dapat dijelaskan hubungan linearnya oleh variabel spasial tersebut. Tidak berpengaruhnya variabel spasial di KPH Saradan disebabkan oleh banyak hal diantaranya adalah Akses jalan yang mudah di wilayah hutan, pemukiman yang mengelilingi KPH Saradan dan dekat dengan hutan, luasan KPH yang kompak dan relatif kecil, Kualitas kayu Jati yang baik dan topografi yang datar. Akses yang mudah menyebabkan pelaku pencurian kayu dapat mengakses atau memasuki semua wilayah hutan. Pemukiman yang mengelilingi dan dekat dengan hutan menyebabkan mudahnya masyarakat memasuki wilayah hutan. Luasan KPH Saradan yang relatif kecil dan kompak menyebabkan mudahnya melakukan pencurian kayu. Kualitas kayu Jati yang paling baik menyebabkan daya tarik terhadap kayu Jati di Saradan besar dan kelas lereng yang datar menyebabkan mudahnya akses ke semua wilayah hutan. Akibat dari semua faktor
30
tersebut mengakibatkan pencurian kayu di KPH Saradan dapat terjadi pada semua lokasi petak dan anak petak manapun tanpa memandang unsur-unsur spasialnya. Untuk lebih jelasnya penyebab dari tidak berpengaruhnya variabel spasial terhadap pencurian kayu adalah sebagai berikut: A. Akses jalan yang mudah di wilayah KPH Saradan Variabel jarak dari jalan di KPH Saradan terhadap lokasi petak dan anak petak sangat mempengaruhi besar kecilnya intensitas pencurian kayu. Jarak dari jalan di KPH Saradan terhadap lokasi petak dan anak petak tergolong sangat dekat. Hal tersebut dapat dilihat dari jarak jalan rata-rata di KPH Saradan terhadap semua petak dan anak petak yang hanya sejauh 461,2 meter (Gambar 10 dan 14). Jarak petak dan anak petak di KPH Saradan yang sangat dekat dengan jalan mengakibatkan mudahnya akses ke lokasi tersebut. Kemudahan dalam akses jalan sangat memudahkan para pelaku pencurian kayu untuk menjangkau lokasi-lokasi petak dan anak petak di KPH Saradan, sehingga mengakibatkan pencurian kayu relatif mudah dan dapat terjadi di semua lokasi petak dan anak petak manapun. B. Pemukiman Suratmo (1974), menjelaskan bahwa masyarakat yang mengambil hasil hutan tanpa ijin biasanya tidak datang dari jauh, tetapi berasal dari desa-desa sekitar hutan. Dalam arti bahwa biasanya yang melakukan tindakan pencurian kayu adalah masyarakat yang berasal dari sekitar hutan. Faktor letak pemukiman penduduk terhadap lokasi hutan sangat mempengaruhi intensitas pencurian kayu. Semakin dekat lokasi hutan dengan pemukiman penduduk maka semakin sering terjadi tindakan pencurian kayu. Semakin jauh dari pemukiman maka intensitas pencurian kayu yang terjadi semakin kecil. Secara geografis wilayah KPH Saradan dikelilingi oleh pemukiman penduduk, dengan jarak rata-rata petak dan anak petak terhadap pemukiman penduduk adalah sejauh 1.163,6 m (Gambar 11 dan 15). Hadi (2006) menjelaskan bahwa jarak paling jauh yang dapat ditempuh seseorang dalam memasuki hutan dengan berjalan kaki adalah sejauh tiga km. Dengan Jarak rata-rata petak dan anak petak di KPH Saradan yang relatif dekat terhadap pemukiman yaitu hanya sebesar 1.163,6 m, mengakibatkan semua petak dan anak petak di KPH Saradan dapat di jangkau oleh masyarakat walaupun hanya dengan berjalan kaki. Akses dari pemukiman yang dekat terhadap hutan inilah yang menyebabkan masyarakat
31
dapat dengan mudah menjangkau semua wilayah hutan dan melakukan tindakan pencurian kayu. C. Luasan KPH Saradan yang relatif kecil dengan bentuk yang kompak Luasan KPH Saradan adalah sebesar 37.934,5 ha dengan bentuk yang kompak atau tidak terpecah-pecah (Gambar 1). Luasan KPH Saradan yang relatif kecil dengan bentuk yang kompak dan didukung oleh akses jalan yang mudah, pemukiman yang mengelilingi dan dekat dengan hutan serta topografi yang datar mengakibatkan pencurian kayu di KPH Saradan menjadi relatif mudah terjadi. Luasan yang kecil dan bentuk yang kompak ini membuat pelaku pencurian kayu dapat berkonsentrasi melakukan pencurian kayu di wilayah KPH Saradan dan dapat melakukan pencurian kayu disemua lokasi petak dan anak petak manapun di KPH Saradan. D. Kualitas kayu Jati yang baik KPH Saradan merupakan salah satu KPH yang menghasilkan kayu Jati dengan kualitas yang paling baik dibandingkan dengan KPH-KPH lainnya di pulau Jawa. Kualitas kayu yang paling baik ini menjadikan Jati di KPH Saradan memiliki harga dan mutu yang tinggi pula. Kualitas kayu Jati yang paling baik ini yang diindikasikan menjadi salah satu penyebab maraknya pencurian kayu di KPH Saradan. Kualitas kayu Jati ini juga yang menyebabkan pelaku pencurian kayu melakukan pencurian tanpa memandang variabel-variabel spasial di lapangan. E. Kelas lereng Tinggi rendahnya kelas lereng hutan akan mempengaruhi seseorang untuk memasuki wilayah hutan. Semakin tinggi kelas lereng hutan maka akan mempersulit seseorang memasuki wilayah hutan. Sebaliknya, bila kelas lereng hutan relatif datar maka akan sangat memudahkan sesorang untuk mengakses wilayah itu. KPH Saradan merupakan wilayah yang memiliki topografi yang relatif datar. Kelas lereng di KPH Saradan secara umum berkisar antara 0 - 25 %. Sedangkan kelas lereng rata-rata di wilayah KPH Saradan adalah sebesar 0 - 11,7 % (Gambar 9 dan 13). Wilayah yang relatif datar inilah yang mengakibatkan mudahnya akses terhadap semua lokasi petak dan anak petak di KPH Saradan.
32
Sehingga mengakibatkan pelaku pencurian kayu dapat dengan mudah melakukan tindakan pencurian di semua lokasi yang ia inginkan. F. Kelas umur Yulianto (2002) menjelaskan bahwa meningkatnya umur tanaman rata-rata pohon di lahan Perhutani sebesar 1 % berhubungan dengan meningkatnya intensitas pencurian kayu sebesar 1,6 %. Umur tanaman rata-rata menggambarkan karakteristik atau potensi kelas hutan. Para pencuri kayu mengincar pohon yang mempunyai kelas umur tinggi, karena kualitasnya juga lebih tinggi, dan tentunya harganya juga akan lebih tinggi. Menurut SPH Madiun (2007) KPH Saradan saat ini (2007-2016) menetapkan daur tanaman jati sebesar 60 tahun dengan umur tebang minimum (UTM) 50 tahun. Sedangkan kelas umur tanaman Jati di KPH Saradan hanya terdapat pada KU I sampai IX. Sementara pada tahun-tahun sebelumnya (19972006) di KPH Saradan menetapkan daur tanaman jati sebesar 80 tahun dengan UTM 70 Tahun. Karakteristik pencurian kayu di KPH Saradan tahun 1997-2006 berdasarkan kelas umur memperlihatkan bahwa pencurian kayu terjadi pada hampir pada semua kelas umur baik muda ataupun tua. Sementara kelas umur tegakan Jati yang dicuri di KPH Saradan lebih banyak terjadi pada kelas umur muda yaitu pada kelas umur empat (Gambar 8 dan 12). Pencurian kayu Jati lebih banyak dilakukan pada KU muda disebabkan mudahnya penjualan kayu hasil curian tersebut kepada penadah atau penampung. Kayu Jati curian yang memiliki KU muda bila diperdagangkan cenderung tidak ketahuan kalau itu adalah hasil dari curian. KU Jati muda hasil curian bila dicampur dengan kayu legal maka akan kelihatan seperti kayu legal. Pencurian kayu Jati di KPH Saradan yang terjadi pada semua kelas umur baik muda maupun tua dan dominan pada KU muda mengakibatkan tidak berpengaruhnya variabel kelas umur terhadap pencurian kayu. Sehingga menunjukan bahwa pencurian kayu dapat terjadi pada semua kelas umur baik muda maupun tua dengan didominasi KU muda. Sehingga untuk kasus di KPH Saradan menunjukkan bahwa penambahan kelas umur tegakan Jati tidak serta merta meningkatkan terjadinya tindakan pencurian kayu.
33
5.4. Penentuan model kerawanan pencurian kayu Dalam penelitian ini menggunakan dua macam variabel yaitu variabel tetap dan variabel bebas. Variabel tetap yaitu kelas kerawanan pencurian kayu. Sedangkan variabel bebas meliputi data jarak dari jalan (X1), data jarak dari pemukiman (X2), data kelas lereng (X3), dan data kelas umur (X4). Untuk memetakan secara spasial wilayah-wilayah yang mengalami kejadian pencurian kayu maka akan dibangun model persamaan regresi, untuk mendapatkannya dilakukan analisis regresi linier berganda, sehingga diperoleh bentuk matematis dari analisis regresi linier dengan model persamaan kejadian pencurian kayu sebagai berikut : Y = 1,54 – 0,000644 X1 + 0,000108 X2 – 0,00113 X3 + 0,167 X4 S = 1,14677 R2 = 8,1% R2(adj) = 7,8% P= 0.000 Dimana: Yi
= Kelas kerawanan pencurian kayu
X1i
= Jarak dari jalan (meter)
X2i
= Jarak dari pemukiman (meter)
X3i
= Kelerengan (%)
X4i
= Kelas umur (Tahun) Dari model yang diperoleh didapatkan nilai R2 sebesar 8,1 %. Nilai R2
sebesar 8,1 % tersebut menunjukkan bahwa pengaruh variabel bebas X (variabel spasial) terhadap variabel tetap Y (kelas kerawanan pencurian kayu) hanya sebesar 8,1 %. Pada umumnya nilai R2 minimal untuk mengatakan bahwa variabel X berpengaruh terhadap variabel Y adalah sebesar 50 %. Sementara nilai R2 model adalah sebesar 8,1 %, akibatnya model yang didapatkan tidak dapat digunakan. Nilai R2 sebesar 8,1 % menunjukkan bahwa pengaruh variabel spasial terhadap tingkat kerawanan pencurian kayu tidak berpengaruh. Dalam arti bahwa jarak dari jalan, jarak dari pemukiman, kelas lereng dan kelas umur tidak berpengaruh terhadap kelas kerawanan pencurian kayu. Hal tersebut dikarenakan pencurian kayu terjadi hampir diseluruh petak dan tidak memandang jaraknya dari jalan, pemukiman, kelas lereng dan kelas umur. Klasifikasi kerawanan pencurian kayu yang digunakan pada penelitian ini relatif lebih baik bila dibandingkan dengan klasifikasi yang digunakan oleh
34
Perhutani. Perhutani biasanya hanya menggunakan satu macam variabel tetap misalnya volume, jumlah tunggak atau kerugian saja. Sementara pada penelitian ini menggunakan gabungan dua macam variabel tetap yaitu volume dan frekuensi kejadian pencurian kayu. Dari klasifikasi kerawanan pencurian kayu untuk volume dan frekuensi menunjukkan bahwa secara umum di daerah KPH Saradan berada pada kelas kerawanan rawan. Dikarenakan secara umum kelas kerawanan pencurian kayu di KPH Saradan berada pada kelas kerawanan rawan maka dapat dikatakan bahwa semua petak di KPH Saradan berada pada tingkat rawan untuk pencurian kayu. Kerawanan pencurian kayu di KPH Saradan diantaranya disebabkan oleh lokasi KPH Saradan yang relatif dekat dan dikelilingi oleh pemukiman penduduk, lokasi petak yang relatif dekat dengan jalan utama dan memiliki kelas lereng yang datar. 5.5. Kerawanan Pencurian Kayu Transtoto dalam RRI-online.com (2007) menjelaskan bahwa KPH Saradan merupakan salah satu KPH di Jawa Timur yang rawan terjadi pencurian kayu. Selain KPH Saradan di Jawa Timur juga terdapat beberapa KPH lainnya yang rawan terhadap pencurian kayu yaitu KPH Padangan, Bojonegoro, Jatirogo, dan Jombang. Kerawanan pencurian kayu di KPH Saradan juga dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 memperlihatkan bahwa kelas kerawanan pencurian kayu di KPH Saradan untuk kelas kerawanan tidak rawan tidak ada. Sedangkan kelas kerawanan yang ada hanyalah rawan dan sangat rawan. Kelas kerawanan pencurian kayu di KPH Saradan yang memperlihatkan bahwa semua petak dan anak petak di KPH Saradan berada pada kelas kerawanan rawan disebabkan oleh banyak hal diantaranya adalah modus operandi pencurian kayu dan tingkat pendapatan masyarakat sekitar hutan. Modus operandi pencurian kayu jati terbagi menjadi empat yaitu Tipe A ( Perorangan untuk kepentingan sendiri), Tipe B (Perorangan untuk komersial), Tipe C (Beregu/Kelompok untuk komersial) dan Tipe D (Sindikat untuk komersial). Dalam kasus di KPH Saradan ke empat tipe pencurian kayu tersebut ada. Pencurian kayu tipe A adalah pencurian kayu yang hasilnya digunakan untuk kepentingan sendiri, biasanya pencurian tipe ini menggunakan kayu curian untuk keperluan tambal sulam kerusakan rumah atau membangun rumah. Pencurian tipe
35
B adalah tipe pencurian yang menggunakan kayu hasil curian untuk kebutuhan hidup atau makan sehari-hari. Pencurian kayu tipe C adalah tipe pencurian yang melibatkan anggota cukup banyak, memiliki sarana prasarana yang cukup baik dan terkadang melibatkan oknum pemerintah. Sedangkan pencurian tipe D adalah tipe pencurian kayu yang berbentuk sindikat. Pelaku pencurian dalam tipe ini tersusun dengan baik, jumlah orang yang terlibat cukup banyak bahkan melibatkan massa, sarana prasarana yang digunakan cukup baik dan jaringan pencurian tersusun baik. Dengan adanya semua tipe pencurian kayu di KPH Saradan mengakibatkan kerugian yang ditimbulkan dari pencurian kayu sangat besar. Dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2006 kerugian yang ditimbulkan mencapai 22,8 milyar. Selain modus operandi pencurian kayu, kerawanan pencurian kayu di KPH Saradan juga disebabkan oleh profesi dan pendapatan masyarakat. Jumlah penduduk dalam wilayah KPH Saradan adalah sebanyak 228.380 jiwa. Umumnya masyarakat di KPH Saradan berprofesi sebagai petani yaitu sebanyak 57 %. Selain berprofesi sebagai petani juga terdapat profesi sebagai buruh sebanyak 21 %, Pedagang dan pegawai masing-masing sebanyak 2 %, bidang industri sebanyak 7 % dan lain-lain sebanyak 11%. Pendapatan per kapita penduduk KPH Saradan pada tahun 2000 adalah sebesar Rp.
2.226.123,5 /th atau sebesar Rp. 185.510,3 /bulan. Pendapatan
perkapita masyarakat yang kecil di wilayah KPH Saradan inilah yang diindikasikan sebagai penyebab terjadinya pencurian kayu. Kecilnya pendapatan masyarakat sekitar hutan mengakibatkan rentannya terjadi pencurian kayu oleh masyarakat di KPH Saradan dengan motif untuk memenuhi kebutuhan hidup. Info Jawa.org (2007) mengatakan bahwa masyarakat desa sekitar hutan (KPH Saradan) pada umumnya adalah masyarakat yang selalu disalahkan dan dituduh melakukan penjarahan yang berakibat pada kerusakan hutan. Masyarakat sekitar hutan pada umunya adalah yang menjadi pelaku penebangan di lapangan tetapi mereka melakukan itu atas dasar “permintaan” dengan diiming-imingi imbalan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Faktor lain yang mendorong masyarakat melakukan pencurian kayu diantaranya adalah pengaruh ”musim” hajatan seperti pernikahan. Bila sudah datangnya waktu-waktu tersebut biasanya terjadi kenaikan intensitas pencurian
36
kayu. Hal tersebut dikarenakan masyarakat merasa malu bila tidak bisa melaksanakan hajatan dengan baik. Mencuri kayu dari hutan dinilai merupakan jalan cepat untuk mendapatkan uang. 5.6. Gangguan keamanan hutan KPH Saradan Gangguan keamanan hutan KPH Saradan dalam sepuluh tahun terakhir yaitu tahun 1997 sampai dengan tahun 2006 menunjukan terjadinya jumlah pencurian yang beragam. Jumlah tunggak yang dicuri dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2006 adalah sebesar 153.738 buah. Jumlah tunggak tercuri paling banyak tejadi pada tahun 1998 yaitu sebesar 21.219 tunggak. Sedangkan jumlah pencurian paling sedikit terjadi pada tahun sebelumnya yaitu tahun 1997. Kenaikan jumlah pencurian yang sangat besar terjadi pada tahun 1997 hingga ketahun tahun berikutnya. Kecenderungan peningkatan itu disebabkan pada tahun 1998 terjadi resesi ekonomi di Indonesia. Hal tersebut berimbas terhadap jumlah pencurian kayu di KPH Saradan pada tahun-tahun berikutnya. Data jumlah tunggak dicuri lebih lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 16 dibawah ini.
Ju m lah T u n g g ak
Jumlah Tunggak Pencurian Per tahun 30000 20000 10000 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah
5263
21219
20174
14468
15937
15282
13956
21205
15117
11117
Tahun
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Sumber : Data bagian keamanan KPH Saradan
Gambar 16. Grafik jumlah tunggak tercuri dari tahun 1997-2006. Selain resesi ekonomi pada tahun 1998, pada tahun 2000 dan 2001 terjadi penjarahan hutan oleh warga yang cukup besar. Pada tahun 1998 jumlah hutan yang dijarah seluas 1990 ha. Pada tahun 2000 terjadi penjarahan kayu dengan luas 400 Ha. Pada tahun 2001 juga terjadi penjarahan dibeberapa tempat. Kemudian setelah tahun 2001 tidak terjadi lagi penjarahan. Namun yang terjadi adalah pencurian kayu dengan intensitas yang cukup besar. Kemudian untuk melihat kerugian akibat pencurian kayu secara finansial dapat dilihat pada Gambar 17 dibawah ini.
37
K e ru g ian (R p X 1 0 00 )
Kerugian finansial kayu per tahun 15000000 10000000 5000000 0 Jumlah kerugian
1
2
77,633
319,216
1997
1998
Tahun
3
4
5
6
7
8
9
10
319,668 5,014,913 6,159,762 6,896,069 5,089,625 10,113,73 2,004,693 2,004,693 1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Sumber : Data bagian keamanan KPH Saradan
Gambar 17. Grafik jumlah kerugian finansial dari tahun 1997-2006. Kerugian total selama sepuluh tahun yaitu tahun 1997-2006 adalah sebesar 38 milyar. Untuk kerugian terbesar adalah pada tahun 2004 yaitu sebesar Rp10.113.730.000. Sedangkan kerugian finansial paling kecil terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar RP 77.633.000. Pada kenyataannya kerugian finansial tersebut tidak dapat digunakan sebagai pedoman untuk melihat kerugian sebenarnya dikarenakan adanya perbedaan tarif kerugian yang digunakan pada tahun 19981999 dengan tarif kerugian pada tahun 2000-2006. KPH Saradan juga mengadakan pengamanan terhadap kayu hasil curian. Perbandingan pencurian pohon dengan hasil pengamanan dapat dilihat pada Gambar 18 dibawah ini.
Rupiah (xRp.1000)
12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun Pencurian Pada Kawasan Hutan
Hasil Pengamanan Kayu Perkakas
Sumber : RPKH holistik jangka 2007-2016 KPH Saradan
Gambar 18. Grafik perbandingan Pencurian kayu dengan Hasil Pengamanan kayu curian Tahun 1997-2006. Dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2006 kerugian yang ditimbulkan dari pencurian kayu adalah sebesar Rp 38 Milyar. Sementara dari hasil pengamanan kayu curian dapat menyelamatkan kerugian sebesar Rp 15,1 Milyar.
38
Hal itu berarti dalam tahun 1997 sampai dengan 2006 KPH Saradan mengalami kerugian akibat kehilangan pohon yang tidak berhasil diamankan sebesar Rp. 22,8 Milyar. Berarti tiap tahun terjadi kerugian rata-rata sebesar Rp. 2,28 Milyar. Selanjutnya kerugian secara fisik dapat diperinci per BKPH, yang dapat dilihat pada Gambar 19 dibawah ini. Jum lah tunggak pencurian per BKPH 25,000
Jumlah (Buah)
20,000 15,000 10,000 5,000
TU LU N G P E TU N G W P A IL JA A N R G A W N A IL N A U N TA G A R N A S JA E L TI A K TA E N TO JA K TI U K T E A TO R A K S E LA T A N
B R IN G IN R E JU N N O O TO P U K R A O LI K K LA E M D U P N O G K B R U B U S
0
BKPH
Sumber : Data bagian keamanan KPH Saradan
Gambar 19. Grafik kehilangan pohon per BKPH (1997-2006). Dari kedua belas BKPH yang ada maka BKPH Kedungbrubus merupakan BKPH yang memiliki jumlah kehilangan pohon yang paling besar yaitu sebesar 21.419 buah. Sementara kehilangan pohon terkecil adalah BKPH Jatiketok Selatan sebesar 4.041 buah. Sementara itu untuk kerugian finasial per BKPH dari tahun 1997-2006 dapat dilihat pada Gambar 20 di bawah ini. Jum lah kerugian per BKPH
Kerugian (Rp x 1000)
7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 B R IN G IN R E JU N N O O TO P K U A R LI O K K L E A M D U P N O G K B R U B U S TU LU N G P E TU N G W P A IL J A A N R G A W N A IL N A U N TA G A R N A S JA E LA TI K TA E TO JA N TI K K U E T TO A R K A S E LA T A N
0
Sumber : Data bagian keamanan KPH Saradan
BKPH
Gambar 20. Grafik kerugian finansial per BKPH (1997-2006).
39
BKPH yang memiliki kerugian finansial terbesar sejak tahun 1997-2006 adalah BKPH Petung. Kerugian yang ditimbulkan akibat pencurian kayu di BKPH Petung adalah sebesar Rp 5.971.278.000. Sementara BKPH yang memiliki kerugian finansial yang paling kecil adalah BKPH Bringin yaitu sebesar Rp 376.762.000. Kerugian finansial yang cukup besar pada BKPH Petung disebabkan kelas umur (KU) pada BKPH ini cukup tinggi sehingga memberikan kerugian finansial yang lebih besar. Sementara pada BKPH Bringin KU pada BKPH ini kecil yaitu KU I, LDTI,TJBK, TKL, dan TK. Sehingga memberikan kerugian finansial yang kecil.
40
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis statistik didapatkan bahwa variabel spasial jarak dari jalan, jarak dari pemukiman, kelas lereng dan kelas umur untuk kasus di KPH Saradan tidak mempengaruhi tingkat kerawanan pencurian kayu. 2. Berdasarkan analisis variabel spasial menunjukkan bahwa pencurian kayu di KPH Saradan dapat terjadi pada semua petak dan anak petak tanpa memandang variabel spasialnya. 3. Dari model persamaan regresi yang dibuat didapatkan bahwa pemodelan spasial di KPH Saradan tidak dapat di tentukan. 4. Rata-rata pola pencurian kayu di KPH Saradan untuk jarak dari jalan adalah pada jarak 461,2 m, untuk jarak dari pemukiman adalah pada jarak 1.163,6 m, untuk kelas lereng pada kelas lereng 0-15 % dan untuk kelas umur pada kelas umur IV. 5. Berdasarkan sebaran data tingkat kerawanan pencurian kayu menunjukkan bahwa di KPH Saradan berada pada tingkat pencurian kayu rawan. 6. Kerawanan pencurian kayu di KPH Saradan disebabkan oleh akses terhadap petak dan anak petak yang mudah dan dekat dengan jalan utama, pemukiman penduduk yang mengelilingi dan dekat dengan hutan, Luasan yang relatif kecil dan kompak, kualitas kayu Jati yang baik dan kelas lereng yang datar.
6.2. Saran 1. KPH Saradan memerlukan pengamanan yang lebih baik untuk menjaga hutan dari tindakan pencurian kayu. 2. KPH Saradan perlu meningkatkan manajemen pengelolaan data pencurian kayu agar kinerja pengelolaan hutan menjadi lebih baik.
41
DAFTAR PUSTAKA Anton. 2005. Penanganan Masalah Pencurian Kayu Jati (Tectona grandis) di UPTD Muna Timur Dinas Kehutanan Kabupaten Muna Timur Sulawesi tenggara (skripsi). Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2005. Perhutani Kerjasama Dengan Polisi. http:// www.kompas.com ( 26 November 2007). Anonim. 2005. Memperjelas Hak Masyarakat Dalam Mengelola Hutan Negara di Desa Bringin, Ngawi. http://www.infojawa.org ( 26 Nopember 2007). Ant-Im. 2005. Perhutani Siapkan Rp 50 Miliar Untuk Berantasan Pencurian Kayu. http://www.rri-online.com ( 23 Nopember 2005). Aronoff, S. 1989. geographic Information System A Management Prespective. WDL Publication. Ottawa. Canada. Ditjen PH, PHPA, dan Fakultas Kehutanan IPB. 1986. Pola Penanggulangan dan Penyelesaian Kasus-Kasus Pencurian Hasil Hutan. Proyek Perlindungan dan Pengamanan Hutan. Bogor. Hadi, Mustara. 2006. Pemodelan spasial kerawanan kebakaran di Lahan Gambut : Studi Kasus di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau (tesis). Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Hidayah, Wahyu. 1996. Peramalan Volume Pencurian Dan Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu Jati di KPH Ngawi Perum Perhutani Unit II Jawa Timur (skripsi). Bogor: Fakultas kehutanan, Institut Pertanian Bogor. KPH Saradan. 2007. Hasil Kajian Keamanan Sumber Daya Hutan di Wilayah KPH Saradan. Madiun, Tidak diterbitkan. Machfudh. 1996. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Di Bidang Kehutanan. Jurnal Duta Rimba/195-196/XX. Majalah Bulanan Perum Perhutani. Jakarta. Mattjik, Ahmad A. 2002. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor : IPB Press. Mulyanto, L. 2004. Pemodelan Spasial Perubahan Tutupan Hutan Menggunakan Citra Landsat TM Dan Sistem Informasi Geografis (tesis). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Prahasta, E. 2002. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: CV informatika. Prahasta, E. 2004. Sistem Informasi Geografis Tools dan Plugs-in. Bandung: Informatika. Prahasta, E. 2007. Sistem Informasi Geografis Tutorial Arc View. Bandung: Informatika. Pratiwi,Wahyu Sulung. 2006. Pemodelan Spasial Kerawanan Pencurian Kayu Menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Madiun Perum
42
Perhutani Unit II Jawa Timur (skripsi). Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Proyek Pembinaan KSAH. 1986. Rencana Umum Perlindungan Hutan. Proyek Pembinaan Kelestarian Sumber Alam Hayati. Jakarta. Perhutani. 1996. Pedoman Pencegahan Dan Penanggulangan Gangguan Keamanan Hutan Dengan Sistem Patroli Tunggal Mandiri. Surabaya Suratmo, G. 1974. Ilmu Perlindungan Hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. SK bersama Kapolri dan Direktur Utama Perum Perhutani No. Pol. : Skep/04/VI/1999 dan No : 487/Kpts/DIR/1999. 1999. Petunjuk Lapangan Kerjasama POLRI dengan Perum Perhutani Dalam Rangka Pengamanan Hutan. Jakarta. SPH Madiun. 2007. RPKH Holistik KPH Saradan. Madiun, Tidak diterbitkan. Widjajanto, E. 1997. Studi Pencurian Kayu di KPH Kendal Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah (skripsi). Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Yaslinus. 2007. Konsep dasar SIG. http://www.geocities.com/yaslinus/index.html ( Nopember 2007 ) Yulianto, M. 2002. Analisis Sosial Ekonomi Pencurian Kayu (Studi Kasus Kabupaten Blora Jawa Tengah) (tesis). Bogor: Program Pasca sarjana, Institut Pertanian Bogor.