INVENTARISASI PARASITOID PADA BUDIDAYA KUTU LAK (Laccifer lacca Kerr) DI KPH PROBOLINGGO PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
MOHAMAD SUHERI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Inventarisasi Parasitoid pada Budidaya Kutu Lak (Laccifer lacca Kerr) di KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2016 Mohamad Suheri NIM E44120043
ABSTRAK MOHAMAD SUHERI. Inventarisasi Parasitoid pada Budidaya Kutu Lak (Laccifer lacca Kerr) di KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Dibimbing oleh NOOR FARIKHAH HANEDA. Kutu lak (Laccifer lacca Kerr) adalah jenis serangga yang termasuk Famili Kerriidae, Ordo Homoptera, yang hidup secara parasitik pada tanaman inangnya. Serangga tersebut menghasilkan resin alami yang kompak dan tebal, serta menempel pada cabang tanaman tempat hidupnya yang biasa disebut lak. Lak digunakan sebagai bahan baku untuk industri elektronika, percetakan, tekstil, pakaian, kosmetik dan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi parasitoid kutu lak, menghitung tingkat parasitisasi yang terjadi di BKPH Kabuaran dan Taman, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Probolinggo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Metode pengumpulan data dengan mengambil sampel lak cabang dari BKPH Kabuaran dan Taman masing-masing sejumlah 200 sampel lak cabang. Spesies parasitoid yang dominan ditemukan yaitu Famili Aphelinidae, Famili Encyrtidae (spesies Tachardiaephagus tachardiae), serta Famili Eulophidae. Jenis predator yang ditemukan terdiri dari Famili Lathridiidae (Coleoptera), Famili Cosmopterigidae dan Noctuidae (Lepidoptera), Famili Nabidae (Hemiptera), serta Chrysopidae (Neuroptera). Tingkat parasitisasi yang terjadi di lapangan dan gudang memiliki nilai rata-rata sebesar 93% dan 96%. Kata kunci: Laccifer lacca Kerr, parasitoid, tingkat parasitisasi
ABSTRACT MOHAMAD SUHERI. Parasitoids Inventory on Lac Culture (Laccifer Lacca Kerr) in KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II East Java. Supervised by NOOR FARIKHAH HANEDA. Lac insect (Laccifer lacca Kerr) is a type of insect that includes Order Homoptera-Family Kerriidae, which live in parasitic on the host plant. The insects produce a natural resin that compact and thick, and attached to the branch plant life place commonly called shellac. Shellac is used as raw material for the electronics industry, printing, textiles, clothing, cosmetics and food. This research aims to inventory and identify parasitoids that attack to lac insect, measuring parasitization level that happened in BKPH Kabuaran and Taman, KPH Probolinggo, Perum Perhutani Unit II - East Java. The data was collected by taking samples lac branch of BKPH Kabuaran and Taman each of 200 lac branch samples. The dominant parasitoids found is Family Aphelinidae, Tachardiaephagus tachardiae (Family Encyrtidae), and Family Eulophidae. Predators found to consist of Family Lathridiidae (Coleoptera), Family Cosmopterigidae and Noctuidae (Lepidoptera), Family Nabidae (Hemiptera), and Chrysopidae (Neuroptera). Parasitization level that occurs in field and warehouse is high with an average value of 93% and 96%. Keywords: Laccifer lacca Kerr, Parasitoids, Parasitization level
INVENTARISASI PARASITOID PADA BUDIDAYA KUTU LAK (Laccifer lacca Kerr) DI KPH PROBOLINGGO PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
MOHAMAD SUHERI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur
DEPARTEMAN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi yang berjudul “Inventarisasi Parasitoid pada Budidaya Kutu Lak (Laccifer lacca Kerr) di KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur” ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi dan mengidentifikasi parasitoid yang menyerang kutu lak serta menghitung tingkat parasitisasinya di BKPH Kabuaran dan Taman KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Ucapan terima kasih dihaturkan kepada Pak Suhadi selaku Asper BKPH Kabuaran beserta jajaranya, karena sudah sangat membantu dalam pengambilan sampel penelitian, Pak Sholeh, Pak Marzuki, Pak Asbulla, beserta jajaranya di BKPH Taman yang sudah menyambut dengan hangat seperti saudara sendiri, terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Noor Farikhah Haneda, MS selaku pembimbing yang telah sabar dalam membimbing, membantu, mengarahkan, dan memberikan saran kepada penulis. Terima kasih kepada staf Laboratorium Entomologi Hutan Kak Asep, Mbk Tutik, Teh Lia dan seluruh staf Departemen Silvikultur IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Asmari, Ibu Kustiwi yang telah sabar dalam membesarkan, mendidik, dan membimbing dengan penuh cinta dan kasih sayang. Terima kasih atas perjuangan, pengorbanan dan doa-doa yang dicurahkan untuk anak-anaknya: Hastuti Rahayu, Abulloh, Jubaedah, Mohamad Suheri. Terima kasih kepada seluruh keluarga besar yang selalu mendoakan dengan sepenuh hati. Penulis juga berterima kasih kepada Yuni Fatmasari, Kareena Klauta Kardyono, I Gusti Ayu Kusuma Wardani, Maulana Mushtofa Rasyid Gunawan, Muhammad Jauhari yang telah banyak membantu selama penelitian, teman-teman Silvikultur 49, sahabat ornamen, serta Ikatan kekeluargaan Cirebon senantiasa memberikan dukungan, semangat, doa, dan bantuan dalam berbagai hal. Penulis menghargai segala bentuk ktitik dan saran yang membangun dalam penyusunan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2016 Mohamad Suheri
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
x x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Lokasi Penelitian
2
Alat dan Bahan
2
Metode Pengumpulan Data
2
Pengolahan Data
3
HASIL
4
Budidaya Kutu Lak di KPH Probolinggo
4
Inventarisasi Parasitoid Kutu Lak
5
Nilai Uji Friedman Test dan Uji Korelasi Kendall’s Tau
6
Dinamika Populasi Parasitoid
7
Nilai Tingkat Parasitisasi PEMBAHASAN
10 11
Inventarisasi dan Identifikasi Parasitoid Kutu Lak
11
Dinamika Populasi Parasitoid
14
Famili Parasitoid yang Mendominasi
15
Pengaruh Lingkungan Budidaya Kutu Lak Terhadap Tingkat Parasitisasi
18
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
24
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL 1 Kelimpahan dan keanekaragaman musuh alami kutu lak 2 Nilai tingkat parasitisasi lak cabang pada lapangan dan gudang
6 10
DAFTAR GAMBAR 1 Parasitoid kutu lak terdiri dari; a) Famili Mymaridae, b) Famili Phoridae (Ordo Diptera), c) Famili Braconidae sp2, d) Famili Bethylidae 2 Jumlah kumulatif parasitoid di lapangan 3 Jumlah kumulatif parasitoid di gudang 4 Jumlah kumulatif parasitoid antara di lapangan dan gudang 5 Jumlah pertambahan (∆) parasitoid lapangan 6 Jumlah pertambahan (∆) parasitoid gudang 7 Jumlah pertambahan (∆) parasitoid di lapangan dan gudang 8 Parasitoid kutu lak terdiri dari; a) Famili Chalcididae, b) Famili Eupelmidae, c) Famili Eurytomidae, d) Famili Braconidae sp3 9 Spesies predator Ordo Coleoptera Famili Lathridiidae terdiri ; a) Lathridiidae sp1, b) Lathridiidae sp2. 10 Spesies predator Ordo Hemiptera Famili Nabidae 11 Spesies predator terdiri dari; a) Famili Cosmopterigidae (Ordo Lepidoptera), b) Famili Noctuidae (Ordo Lepidoptera), c) Chrysopa sp. (Ordo Neuroptera, Famili Chrysopidae) 12 Spesies parasitod primer Famili Aphelinidae 13 Spesies parasitoid primer Famili Encyrtidae terdiri dari; a) Tachardiaephagus tachardiae (betina), b) Tachardiaephagus tachardiae (jantan) 14 Spesies parasitoid Primer Famili Eulophidae terdiri dari; a) Subfamili Eulophinae, b) Tetrastichinae 15 Keadaan lapangan terdiri dari; a) RPH Banyuanget, b) RPH Kabuaran, c) RPH Taman Timur, d) PRH Taman Barat
4 7 6 8 7 9 8 11 12 13
14 16
17 18 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta lokasi penelitian 2 Sampel lak cabang dan spesimen Laccifer lacca Kerr 3 Keadaan gudang penyimpanan unduhan lak cabang di a) RPH Kabuaran, b) RPH Banyuanget, c) RPH Taman Barat, d) RPH Taman Timur
24 25
26
PENDAHULUAN Latar Belakang Kutu lak (Laccifer lacca Kerr.) adalah jenis serangga yang termasuk Famili Kerriidae Ordo Homoptera, yang hidup secara parasitik pada tanaman inangnya. Tanaman inang kutu lak adalah tanaman kesambi (Schleicera oleosa Merr.), plosa (Butea sp.), jamuju (Coscuta australis), widoro/kaliandra (Zizyphos jujuba), Acacia villosa, dan A. arabica. Di Indonesia, tanaman kesambi merupakan tanaman yang diprioritaskan untuk digunakan sebagai tanaman inang dalam budidaya kutu lak (Taskirawati 2006). Menurut Rostaman dan Suryatna (2009) tanaman kesambi menghasilkan lak paling banyak dibandingkan dengan tanaman kabesak putih (A. leucophloea Willd) dan kabesak hitam (A. arabica Willd). Serangga tersebut menghasilkan resin alami yang kompak dan tebal, serta menempel pada cabang tanaman tempat hidupnya, yang disebut lak. Lak digunakan sebagai bahan aku untuk industri elektronika, percetakan, tekstil, pakaian, kosmetik dan makanan (Metcalf & Flint 1983; Sallata & Widyana 2005; Sharma et al. 2006). Lak termasuk dalam kelompok resin yang diperoleh dari hasil sekresi kutu Lak. Kutu lak dalam siklus hidupnya menghisap dan menempel pada tanaman inangnya. Beberapa saat setelah serangga tersebut menghisap cabang tanaman inangnya, kutu lak mengeluarkan benang-benang putih halus yang lamakelamaan semakin menebal sehingga menutupi seluruh cabang. Benang-benang putih akan mengeras dan membentuk warna kuning keemasan yang biasa dipanen sebagai lak. Lak merupakan salah satu komoditi hasil hutan non kayu yang sangat potensial sebagai salah satu sumber penghasil devisa negara. India, Thailand, dan Cina merupakan negara-negara penghasil lak di dunia selain Indonesia yang merupakan pesaing dalam merebut pangsa pasar lak (Taskirawati 2006). Daerah di Indonesia yang menjadi penghasil lak utama adalah Probolinggo yang diusahakan oleh Perhutani dan di Alor, Sumba dan Rote di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Akan tetapi, saat ini produksi lak di Indonesia cenderung mengalami penurunan. Produksi lak yang dihasilkan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Probolinggo mengalami penurunan pada tahun 2012 dari total produksi sebelumnya 289 ton menjadi 121 ton (Perum Perhutani 2012). Daerah Sumba Timur mengalami penuruan produksi lak pada tahun 2007 sebesar 70 % diakibatkan serangan parasitoid dan predator (Dinas Kehutanan Sumba Timur 2007). Hama kutu lak terdiri dari parasitoid dan predator. Serangan parasitoid dan predator menyebabkan tularan muda yang masih berupa benang-benang putih tiba-tiba menghitam dan rontok serta lak yang mulai menguning lepas satu persatu karena tergerek oleh larva di dalamnya (Wulandari 2015). Serangan parasitoid dan predator pada budidaya kutu lak di KPH Probolinggo menjadi persoalan cukup penting karena mengakibatkan penurunan produksi lak yang signifikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan inventarisasi parasitoid dan predator guna mengidentifikasi jenis parasitoid dan predator yang menyerang kutu lak sehingga dapat diambil tindakan pengendalian secara tepat dan cepat.
2 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi parasitoid yang menyerang kutu lak, serta menghitung tingkat parasitisasi yang terjadi di BKPH Kabuaran dan Taman, KPH Probolinggo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan infromasi mengenai jenis parasitoid yang menyerang kutu lak, serta memberikan informasi mengenai tingkat parasitisasi di areal KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur sehingga diharapkan menjadi acuan dalam kegiatan penanggulangan serangan parasitoid secara cepat dan tepat.
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 bulan (September 2015 sampai Februari 2016), tahap pertama pengambilan sampel lak cabang dari lapangan pada bulan September 2015. Sampel lak cabang diambil dari Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Kabuaran dan Taman, KPH Probolinggo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Tahap kedua pengambilan sampel lak cabang dari gudang pada bulan November 2015. Tahap ketiga yaitu identifikasi parasitoid yang keluar dari lak cabang yang berasal dari lapangan dan gudang pada bulan Desember 2015 sampai dengan Februari 2016 di Laboratorium Entomologi Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol koleksi, buku identifikasi arthropoda (Borror et al. 1996), buku identifikasi famili Hymenoptera (Goulet dan Huber 1993), buku identifikasi superfamili Chalcidoidea (Hymenoptera) (Grissel dan Schauff 1990), selang plastik, botol reaksi, karet, penggaris/mistar 150 cm, spidol permanen hitam, mikroskop,cawan petri, pinset, kamera, laptop, tally sheet, trashbag, alat tulis, dan kamera digital. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel lak cabang, spesimen parasitoid, serta sampel kutu lak, dan alkohol 70% yang digunakan untuk mengawetkan spesimen selama identifikasi. Sampel lak cabang dan kutu lak dilihat pada Lampiran 2. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan sampel lak cabang diperlukan untuk menghitung tingkat parasitisasi dan kegiatan identifikasi parasitoid yang ditemukan di KPH Probolinggo. Pengambilan sampel lak cabang dilakukan dengan mengumpulkan lak cabang yang mengambil langsung di lapangan dan disimpan di gudang.
3 Tahapan budidaya kutu lak terdiri dari persiapan tularan, penularan bibit lak, pemeliharaan tularan, pemungutan bekas bibit, pengunduhan di lapangan, dan seleksi bibit lak saat dikumpulkan di gudang. Berdasarkan tahap budidaya kutu yang dilakukan di BKPH Kabuaran dan Taman, diduga kedua lokasi tersebut berpeluang terjadinya serangan parasitoid. Kriteria umum sampel lak cabang yang diambil antara lain lak cabang yang diambil memiliki panjang 10 cm, serta sampel lak cabang berasal dari dua lokasi yakni BKPH Kabuaran dan Taman. Pengambilan Sampel lak cabang dari gudang secara acak yaitu pengambilan sampel masing-masing areal BPKH sebanyak 2 plot sehingga jumlah plot pada areal Kabuaran dan Taman sebanyak 4 plot. Pengambilan sampel lak cabang dari gudang memliki kriteria tersendiri yaitu lak cabang berumur panen 3 hari sampai 1 minggu di gudang, lak cabang yang diambil terdiri dari tiga kelas, yakni lak cabang kelas I, dan lak cabang kelas II. Pengambilan sampel lak cabang di lapangan dilakukan dengan memangkas langsung lak cabang dari pohon kesambi secara acak yaitu masingmasing areal dipilih 2 plot. Setiap plot dipilih 5 pohon untuk diambil sampel lak cabang sebanyak 5 sampel tiap pohonnya sehingga terdapat 200 sampel yang di antaranya 100 sampel dari BKPH Kabuaran dan 100 sampel dari BKPH Taman. Pengambilan lak cabang di lapangan memliki kriteria yaitu lak cabang berumur 140-155 hari, sampel lak cabang diambil sejauh 15 cm dari pemangkasan sebelumnya (ranting berdiameter maksimal 2 cm), populasi kutu lak pada cabang mencapai > 50%. Pengolahan Data Analisis perhitungan yang dilakukan dengan menghitung pertambahan jumlah (akumulasi) parasitoid dan tingkat parasitiasi (Tulung 2000). Pertambahan Jumlah Parasiotid Perhitungan pertambahan akumulasi parasitoid pada tiap plot dilakukan dengan rumus: Keterangan: : pertambahan jumlah individu parasitoid tiap plot B : jumlah individu pada pengamatan ke- i selanjutnya A : jumlah individu pada awal pengamatan Tingkat Parasitiasi Perhitungan kejadian tingkat parasitisasi pada kutu lak dilakukan dengan menggunakan rumus oleh Tulung (2000): Keterangan: P : tingkat parasitasi (%) A : jumlah lak cabang yang terinfeksi parasitoid B : junlah total lak cabang yang yang diamati dalam satu plot
4
HASIL Budidaya Kutu Lak di KPH Probolinggo Hasil survei selama kegiatan penelitian berlangsung di KPH Probolinggo didapatkan enam tahap budidaya kutu lak yaitu (Suwarno 2004b): Persiapan tularan Meliputi kegiatan penentuan lokasi, membabat tumbuhan bawah, wiwilan pada calon – calon pohon inang guna membuang ranting – ranting kering dan kurang baik. Waktu yang optimal dibutuhkan yaitu 1.5 tahun sebelum pelaksanaan tularan. Penularan bibit lak Kegiatan tularan yaitu menempelkan bibit lak yang telah diseleksi dimasukkan dalam kantong dan dalam kroso kemudian diletakkan pada rantingranting dengan mengaitkan kantong tersebut pada ranting – ranting inang yang memenuhi syarat. Ranting kesambi bisa di tulari bibi lak pada umur 1.5 sampai 2 tahun. Adapun metode penularan pada tanaman inang terdiri dari metode tularan pas dan metode tularan pindahan. Pemeliharaan tularan Kegiatan ini meliputi pengasapan (kegiatan preventif serangan parasitoid dan predator terutama pada musim penghujan), pemberantasan hama dan penyakit, babat tumbuhan bawah serta wiwilan, pencegahan tularan dari bahaya kebakaran hutan, dan memotong ranting – ranting yang terserang hama dan penyakit. Pungutan tularan lak Pungutan adalah kegiatan pengambilan kembali bibit lak, setelah selama jangka waktu 21 hari atau seluruh kutu yang ada dalam bibit lak keluar dan menulari pohon inang. Pengambilan pungutan bibit lak harus dilakukan tepat waktu. Hal ini karena bila terlalu lama menyebabkan kantong rusak dan parasioid ikut keluar dan menyerang tularan yang baru. Hasil pungutan diangkut ke gudang kemudian dikeluarkan lak cabangnya dari kroso dan kantongan, lalu siap diangkut ke pabrik. Pengunduhan/pemanenan Unduhan merupakan kegiatan pemanenan lak cabang dengan pemotongan cabang pada pohon – pohon yang ditulari dan lak cabang yang dihasilkan telah cukup masak (berumur sekitar 155 hari) dan kutu di dalamnya sudah siap untuk keluar (swarming). Tujuannya adalah untuk mempertahankan keutuhan jumlah nimfa kutu di dalam selnya. Apabila terlambat diakukan pengunduhan, maka banyak nimfa kutu lak yang keluar secara liar sehingga pada saat digunakan untuk rotasi tularan selanjutnya akan berkurang. Namun, apabila pengunduhan dilakukan terlalu awal maka dikhawatirkan bibit dalam sel akan mati karena masih membutuhkan makanan. Seleksi bibit Kegiatan seleksi lak cabang dilakukan dengan cara memisahkan lak cabang untuk bibit dan lak cabang bukan untuk bibit. Hasil kegiatan seleksi lak didapatkan hasil berupa lak bibit (lak cabang klas I) dan lak non bibit (lak cabang klas II).
5 Inventarisasi Parasitoid Kutu Lak Kegiatan inventarisasi parasitoid kutu lak dilakukan dengan pengamatan terhadap sampel lak cabang yang diambil langsung di lapangan maupun unduhan yang berasal dari gudang. Musuh alami yang ditemukan pada sampel lak cabang dari lapangan dan gudang dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil identifikasi jenis parasitoid yang ditemukan dari sampel lak cabang gudang dan lapangan diperoleh lima ordo, 19 famili terdiri dari 14 famili dari dua ordo diduga parasitoid dan lima famili dari empat ordo diduga berperan menjadi predator kutu lak. Famili parasitoid yang ditemukan dari hasil identifikasi termasuk ke dalam Ordo Hymenoptera yaitu Aphelinidae, Bethylidae (Sub Famili Epyrinae), Braconidae sp1, Braconidae sp2, Braconidae sp3, Chalcididae, Encyrtidae, Eulophidae (Sub Famili Tetrastichinae), Eulophidae (Sub Famili Eulophinae), Eupelmidae, Eurytomidae, Mymaridae, dan Tanaostigmatidae. Ordo Diptera yang ditemukan pada sampel lak cabang termasuk ke dalam Famili Phoridae. Beberapa Jenis parasitoid yang ditemukan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Parasitoid kutu lak terdiri dari ; a) Famili Mymaridae, b) Famili Phoridae (Ordo Diptera), c) Famili Braconidae sp2, d) Famili Bethylidae (Path = ukuran panjang tubuh)
Spesies serangga lain yang ditemukan pada sampel lak cabang diduga sebagai predator kutu lak berasal dari 4 ordo yaitu Coleoptera, Lepidoptera, Hemiptera, serta Neuroptera. Ordo Coleoptera yang ditemukan dari Famili Lathridiidae, Ordo Lepidoptera yang ditemukan dari Famili Cosmopterigidae, Noctuidae, dan Ordo Hemiptera yang ditemukan dari Famili Nabidae, serta Ordo Neuroptera yang ditemukan dari Famili Chrysopidae.
6 Tabel 1 Kelimpahan dan keanekaragaman musuh alami kutu lak No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Famili Aphelinidae Bethylidae (SubF Epyrinae) Braconidae sp1 Braconidae sp2 Braconidae sp3 Chalcididae Chrysopidae (Neuroptera) Cosmopterigidae (Lepideoptera) Encyrtidae Eulophidae (subF Tetrastichinae) Eulophidae (subF Eulophinae) Eupelmidae Eurytomidae Lathridiidae ( Coleoptera ) Mymaridae Nabidae (Hemiptera) Noctuidae (Lepidoptera) Phoridae (Diptera) Tanaostigmatidae Friedman Test Koefisien korelasi Kendall's tau b
Asal Sampel Gudang Lapangan 310 1167 9 0 4 0 4 0 3 0 0 8 1 10 86 46 3 657 3 438 880 1 134 0 11 18 0 3 12 181 107 87 31 26 4 11 15 4 6 2 9 0.053 (Asymp Sig. = 0.819) 0.422 (Sig. Probabilitas = 0.014)
Nilai Uji Friedman Test dan Uji Korelasi Kendall’s Tau Analisis data penelitian yang bersifat non parametrik kuantitatif bisa menggunakan Uji Friedman Test yang ada di aplikasi SPSS. Uji Friedman Test digunakan untuk menduga data parasitoid dari lapangan dan gudang memiliki perbedaan nyata atau tidak berbeda nyata. Setelah mengetahui hasil uji tersebut dapat dilanjutkan dengan Uji Korelasi Kendall Tau b untuk mengetahui adanya korelasi antara parasitoid gudang dan lapangan. Nilai Uji Friedman Test dan Uji Korelasi Kendall dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis data parasitoid lapangan dan gudang menggunakan Uji Friedman Test diketahui bahwa nilai Asymp. Sig. data parasitoid lapangan dan gudang sebanyak 19 famili memiliki nilai sebesar 0.819 sehingga nilainya lebih besar dari 0.05. Hasil tersebut memiliki arti bahwa data parasitoid di lapangan tidak berbeda nyata dengan data parasitoid di gudang dalam selang kepercayaan 5%. Hasil analisis lanjutan data parasitoid lapangan dan gudang menggunakan Uji Korelasi Kendall didapatkan bahwa nilai Sig. (probabilitas) kurang dari 0.05 maka dapat dijelaskan bahwa data parasitoid di lapangan memiliki korelasi yang signifikan dengan data parasitoid di gudang.
7 Dinamika Populasi Parasitoid Jumlah Kumulatif Parasitoid Keberadaan parasitoid di dalam lak cabang pada sampel pengamatan menjadi indikator terhadap tingkat parasitisasi parasitoid pada kutu lak. Proses parasitisasi dimulai saat imago betina meletakkan telur ke inangya (kutu lak) sampai telur tersebut menetas dan hidup dalam inang yang ditumpanginya dan akhirnya tumbuh menjadi imago (serangga dewasa) sehingga proses tersebut membentuk siklus parasitisasi oleh parasitoid pada inangnya. Dinamika populasi parasitoid kutu lak didapatkan melalui data jumlah komulatif parasitoid dan pertambahan jumlah parasitoid tiap waktu pengamatan. Jumlah komulatif parasitoid di lapangan, gudang, serta perbandingan lapangan dan gudang dapat dilihat pada Gambar 2, 3, 4.
Gambar 2 Jumlah kumulatif parasitoid di lapangan
Gambar 3 Jumlah kumulatif parasitoid di gudang Gambar 1 Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara pada ekosistem oil palm plantation
8
Gambar 4 Jumlah kumulatif parasitoid antara di lapangan dan gudang Hasil kegiatan pengamatan jumlah kumulatif parasitoid pada Gambar 4 didapatkan parasitoid di lapangan memiliki jumlah lebih banyak yaitu 5 900 individu dibandingkan dengan jumlah parasitoid di gudang yaitu 5 263 individu. Jumlah kumulatif parasitoid di lapangan dan gudang cenderung mengalami kenaikan setiap hari pengamatan dan mengalami kondisi stabil pada minggu keempat pengamatan. Selain itu, pada Gambar 2 dapat diketahui bahwa jumlah parasitoid di lapangan BKPH Taman lebih tinggi yakni sebanyak 3 278 individu dibandingkan dengan jumlah parasitoid di lapangan BKPH Kabuaran sebanyak 2 622 individu. Jumlah parasitoid di gudang Kabuaran lebih banyak yakni 2 972 individu dibandingkan dengan jumlah parasitoid di gudang Taman sebanyak 2 291 individu. Jumlah Pertambahan (∆) Parasitoid Kegiatan pengamatan dinamika populasi parasitoid salah satunya adalah menghitung pertambahan jumlah individu parasitoid setiap 2 hari per pengamatan. Pertambahan jumlah parasitoid didapatkan melalui selisih jumlah parasitoid akhir dikurangi jumlah parasitoid awal. Data ini digunakan untuk menduga siklus parasitisasi parasitoid pada inangnya (kutu lak). Pertambahan jumlah parasitoid di lapangan, gudang serta perbandingan lapangan dan gudang dapat dilihat pada Gambar 5, 6, 7.
Gambar 5 Jumlah pertambahan (∆) parasitoid lapangan
9
Gambar 6 Jumlah pertambahan (∆) parasitoid gudang
Fauna Tanah yang Berperan dalam Siklus Hara
Gambar 7 Jumlah pertambahan (∆) parasitoid lapang dan gudang Jumlah pertambahan (∆) parasitoid di lapangan terdiri dari lapangan BKPH Kabuaran dan Taman dilihat dari Gambar 7 yakni fluktuasi pertambahan jumlah parasitoid di BKPH Taman bisa dikatakan cukup tinggi dibandingkan dengan di BKPH Kabuaran. Pertambahan jumlah parasitoid tertinggi pada lapangan BKPH Taman yakni pada selisih pengamatan hari ke- 10 dan 11 sebesar 364 individu dan selisih pengamatan hari ke- 15 dan 16 sebanyak 380 individu. Pertambahan jumlah parasitoid terkecil di lapangan BKPH Taman yaitu pada selisih hari pengamatan ke- 4 dan 5 sebesar 54 individu dan selisih hari pengamatan ke- 13 dan 14 sebesar 73 individu. Jumlah pertambahan parasitoid tertinggi di lapangan BKPH Kabuaran yaitu pada pengamatan hari ke- 1 dan 2 sebesar 273 individu, pengamatan hari ke- 7 dan 8 sebesar 261 individu, pengamatan hari ke- 15,16, dan 17 sebesar 202 dan 207 individu. Jumlah pertambahan parasitoid terkecil di lapangan BKPH Kabuaran yaitu pada pengamatan hari ke- 11 dan 12 sebesar 11 individu, pengamatan hari ke- 17 dan 8 sebesar 0 individu, serta pengamatan hari ke- 19 dan 20 sebesar 0 individu.
10 Jumlah pertambahan parasitoid di lapangan dilihat pada Gambar 7 cenderung lebih fluktuatif dibandingkan dengan gudang. Pertambahan jumlah parasitoid tertinggi di lapangan yaitu pada hari pengamatan ke- 7 dan 8 sebesar 412 individu, hari pengamatan ke- 10 dan 11 sebesar 517 individu, dan hari pengamatan ke- 15 dan 16 sebesar 582 individu. Pertambahan jumlah parasitoid terendah di lapangan yaitu pada hari pengamatan ke- 4 dan 5 sebesar 180 individu. Jumlah pertambahan parasitoid tertinggi di gudang yaitu pada hari pengamatan ke- 0 dan 1 sebesar 1 497 individu, hari pengamatan ke- 11, 12, 13, dan 14 sebesar 37, 24, dan 20 individu.
Nilai Tingkat Parasitisasi Tabel 2 Nilai tingkat parasitisasi lak cabang pada lapangan dan gudang Asal Sampel BKPH Kabuaran Taman Rata - rata
Lapangan 91 95 93
Tingkat Parasitisasi (%) Gudang 94 98 96
Lak cabang yang diamati kemudian diketahui mengeluarkan jenis parasitoid dapat dikategorikan lak cabang (didalamnya terdapat kutu lak) tersebut terparasit. Perhitungan nilai tingkat parasitisasi bertujuan untuk meduga tingkat parasitisasi pada kutu lak di lapangan dan gudang. Nilai ini didapatkan dengan membagi jumlah sampel lak cabang yang terparasit dengan jumlah total sampel lak cabang yang diamati dikali 100%. Nilai tingkat parasitisasi dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai tingkat parasitisasi sampel lak cabang baik dari lapangan maupun dari gudang tergolong tinggi dan tidak jauh berbeda. Nilai rata-rata tingkat parasitisasi sampel lak cabang dari lapangan sebesar 93%, sedangkan nilai rata-rata tingkat parasitisasi sampel lak cabang dari gudang sebesar 96%. Hal ini dapat diketahui bahwa nilai tingkat parasitisasi sampel lak cabang baik berasal dari lapangan maupun gudang mendekati 100% yang artinya tingkat parasitisasi tegolong tinggi. Hal ini diduga karena tingkat parasitisasi dipengaruhi oleh ketersediaan makanan bagi imago parasitoid.
11
PEMBAHASAN Inventarisasi dan Identifikasi Parasitoid Kutu Lak Hasil identifikasi sampel parasitoid kutu lak dari sampel lak cabang didapatkan 2 ordo yang terdiri dari 14 famili. Kedua ordo tersebut adalah Ordo Hymenoptera dan Ordo Diptera. Ordo Hymenoptera terdiri dari Famili Aphelinidae, Bethylidae (Sub Famili Epyrinae), Braconidae sp1, Braconidae sp2, Braconidae sp3, Chalcididae, Encyrtidae, Eulophidae (Sub Famili Tetrastichinae), Eulophidae (Sub Famili Eulophinae), Eupelmidae, Eurytomidae, Mymaridae, dan Tanaostigmatidae. Ordo Diptera yang ditemukan pada sampel lak cabang termasuk ke dalam Famili Phoridae. Famili Aphelinidae, Encyrtidae, serta Eulophidae diduga merupakan parasitoid primer kutu lak. Hal ini karena jumlah individu yang ditemukan dari ketiga famili tersebut merupakan yang terbanyak dibandingkan dengan famili lainnya, sedangkan 11 famili yang lain diduga merupakan hiperparasitoid, parasitoid sekunder, tersier, dan sebagainya. Hal ini karena famili tersebut memiliki jumlah individu yang lebih sedikit ditemukan. Menurut Sharma et al. (2006) keanekaragaman musuh alami kutu lak terdiri dari 22 predator contohnya Eublemma amabilis (Famili Noctuidae), 75 spesies parasitoid, serta patogen berupa fungi lak cabang. Beberapa parasitoid yang ditemukan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Parasitoid kutu lak terdiri dari ; a) Famili Chalcididae, b) Famili Eupelmidae, c) Famili Eurytomidae, d) Famili Braconidae sp3 (Path = ukuran panjang tubuh)
12 Selain spesies parasitoid yang ditemukan, terdapat beberapa spesies dari Ordo Coleoptera, Hemiptera, Lepidoptera, dan Neuroptera diduga berperan sebagai predator. Menurut Jumar (2000) predator adalah binatang atau serangga yang memangsa binatang atau serangga lainnya. Ordo yang diduga berperan sebagai predator kutu lak ada empat yaitu Famili Lathridiidae dari Ordo Coleoptera, Famili Nabidae dari Ordo Hemiptera, Famili Cosmopterigidae, Noctuidae dari Ordo Lepidoptera, Famili Chrysopidae dari Ordo Neuroptera. Jenis-jenis yang berperan sebagai predator diduga menyerang kutu lak pada fase larva. Imago dari Famili Coleoptera meletakkan telurnya di antara sela-sela lak, atau bahkan di dalam lak. Kemudian telur tersebut menetas dan memakan larva kutu lak serta lak yang ada di sekelilingnya. Selama fase larva spesies ini menjadi predator bagi kutu lak dengan hidup di lorong-lorong lak cabang. Ketika menjadi imago (serangga dewasa) keluar dengan warna cokelat kemerahan dengan memakan zat organik yang membusuk seperti lak cabang yang membusuk. Hal ini didukung oleh Borror et al. (1996) bahwa jenis dari Ordo Coleoptera Famili Lathridiidae memiliki ciri-ciri tubuhnya berwarna cokelat kemerah-merahan dengan panjang berukuran 1-3 mm yang memakan zat organik yang membusuk. Jenis Famili Lathridiidae dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Spesies predator Ordo Coleoptera Famili Lathridiidae terdiri; a) Lathridiidae sp1, b) Lathridiidae sp2. (Path = ukuran panjang tubuh) Selain ordo yang berperan menjadi predator pada fase larva diduga pada Ordo Hemiptera Famili Nabidae menjadi predator pada fase nimfa sampai ke imago (serangga deawasa). Jenis dari Famili Nabidae memiliki tipe mulut menusuk dan menghisap untuk berburu mangsanya. Jenis dari famili ini diduga memangsa kutu lak serta larva Ordo Lepidoptera maupun Coleoptera dengan menusukkan mulutnya ke mangsanya dan menghisap cairan tubuh mangsanya hingga mati. Hal ini didukung dengan pernyataan Borror et al. (1996) bahwa spesies kepik dari Famili Nabidae merupakan kelompok kepik berukuran kecil (3.5-11 mm), berwarna pucat kekuning-kuningan sampai kecokelat-cokelatan bersifat sebagai pemangsa dengan mangsa yang berbeda-beda, termasuk aphid dan ulat-ulat. Spesies Famili Nabidae dapat dilihat pada Gambar 10.
13
Gambar 10 Spesies predator Ordo Hemiptera Famili Nabidae (Path = ukuran panjang tubuh) Famili Cosmopterigidae, Noctuidae menjadi pradator kutu lak pada saat fase larva. Saat imago betina meletakkan telur di permukaan sel lak atau bahkan di atas permukaan nimfa kutu lak yang sudah menempel pada cabang. Ketika telur menetas, ulat memakan sel lak serta nimfa lak dan masuk ke dalam sel lak melalui lubang sel lak ataupun melubanginya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Intari (1980) bahwa predator yang menyerang kutu lak dari Ordo Lepidoptera yaitu Eublemma rubra Hamps berupa kupu-kupu putih, E. amabilis Moore berupa kupu-kupu hitam. Biasanya imago meletakkan telurnya di permukaan atau di selasela sel lak. Lalu telur menetas dan memakan nimfa lak. Di India serangan predator E. amabilis sudah cukup serius dengan tingkat serangan sebesar 30 - 35% sehingga menurunkan kualitas lak yang diproduksi. Oleh karena itu perlu dilakukan dengan pengendalian biologis dengan mendatangkan predator, parasitoid, maupun pengurai, dan lain sebagainya (Rahman et al. 2009). Cahttopadhyay (2011) memasukan juga Ordo Lepidoptera dari Famili Cosmpoterigidae yaitu dari spesies Phroderces falcatella sebagai predator utama pada kutu lak di India. Predator lainnya yang menyerang kutu lak adalah jenis Chrysopa sp. dari Ordo Neuroptera Famili Chrysopidae. Spesies ini berperan sebagai predator dimulai dari fase larva sampai dengan imago (serangga dewasa). Menurut Hindayana et al. (2002) jenis yang biasa disebut lalat jala ini biasa digunakan sebagai musuh alami pada suatu perkebunan atau budidaya tanaman karena jenis ini bersifat memangsa hama-hama kecil yang merugikan. Menurut Pemberton (2003) terdapat jenis-jenis invertebrata penting yang berperan sebagai predator kutu lak yaitu salah satunya adalah Chrysopa sp. Gambar predator yang ditemukan dapat dilihat pada Gambar 11. Menurut Borror et al. (1996) Famili Chrysopidae, Ordo Neuroptera merupakan kelompok serangga yang biasanya terdapat di rumput dan semak – semak. Kebanyakan dari mereka berwarna kehijau – hijauan dengan mata yang berwarna seperti tembaga. Larva dari spesies ini bersifat predator, terutama pada aphid. Salah satu spesies dari famili ini adalah Chrysopa sp. Yang menjadi predator pada fase imago. Telur – telurnya biasanya diletakkan di atas daun – daunan, dan tiap telur diletakkan pada ujung sebuah tangkai yang kecil.
14
Gambar 11 Spesies predator terdiri ; a) Famili Cosmopterigidae (Ordo Lepidoptera), b) Famili Noctuidae (Ordo Lepidoptera), c) Chrysopa sp. (Ordo Neuroptera, Famili Chrysopidae) (Path = ukuran panjang tubuh)
Dinamika Populasi Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang bersifat sebagai parasit pada serangga atau binatang Arthropoda yang lain. Parasitoid bersifat parasitik pada fase pradewasanya (larva) sedangkan pada fase dewasanya hidup bebas dan tidak terikat pada inangnya (Hidayat et al. 2006). Dinamika populasi parasitoid kutu lak diduga dari hasil kegiatan pengamatan jumlah kumulatif dan pertambahan parasitoid pada lak cabang. Hasil pengamatan jumlah parasitoid baik di lapangan maupun di gudang BKPH Kabuaran dan Taman memiliki jumlah akumulasi yang cukup tinggi pada beberapa famili seperti Famili Encyrtidae, Eulophidae, dan Aphelenidae yaitu sebesar 7 095 individu, 2 014 individu, dan 1 477 individu. Hal ini diduga karena inang (kutu lak) tersedia cukup melimpah dan cocok menjadi inang bagi parasitoid tersebut sehingga jumlah parasitoid pun menjadi melimpah. Oleh karena itu semakin melimpah jumlah inang yang cocok maka semakin tinggi pula jumlah parasitoid yang ditemukan. Hal ini didukung dengan pernyataan Huffaker dan Messenger (1976) bahwa pada umumnya hubungan antara serangga (inang) dengan parasitoidnya adalah bertautan padat (density dependent). Jika populasi inang meningkat, maka populasi parasitoid juga meningkat dan dapat menekan kembali populasi inang. Hasil akumulasi jumlah parasitoid keseluruhan tidak terlihat begitu berbeda baik dari jumlah famili maupun jumlah individu yang ditemukan. Data tersebut diduga bahwa kejadian parasitisasi pada kegiatan budidaya kutu lak cukup merata di wilayah BKPH Kabuaran dan BKPH Taman. Hal ini mirip dengan penelitian Sujatmoko (2009) tentang parasitoid dan predator kutu lak di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur bahwa kejadian serangan parasitoid dan
15 predator di wilayah Sumba Timur cukup merata dan tinggi mencapai 100% dikarenakan kegiatan pengelolaanya masih dengan cara tradisional. Hasil pertambahan (∆) jumlah parasitoid di lapangan dan gudang di BKPH Taman dan BKPH Kaburan diketahui bahwa pada BKPH Taman yaitu pengamatan hari ke 2 dan 3, hari ke- 10 dan 11, serta hari ke- 15 dan 16 mengalami pertambahan jumlah parasitoid yang signifikan. Jumlah parasitoid di lapangan BKPH Kabuaran mengalami pertambahan yang signifikan pada pengamatan hari ke- 2 dan 3, hari ke- 5 dan 6, hari ke- 7 dan 8, hari ke- 10 dan 11, serta hari ke- 15 dan 16. Pertambahan jumlah parasitoid pada waktu tertentu yang signifikan menandakan pergantian stadium pupa menjadi imago (serangga dewasa) baru yang keluar dari inangnya. Hal ini berkaitan dengan siklus hidup parasitoid dimulai saat imago betina meletakkan telur ke inangnya sampai telur tersebut tumbuh menjadi larva dan hidup di dalam tubuh inangnya, berubah menjadi pupa lalu menjadi imago baru yang siap bereproduksi kembali. Terdapat kemiripan pertambahan jumlah parasitoid yang siginfikan BKPH Taman dan BKPH Kaburan yakni pada hari ke- 2 dan 3, hari ke-10 dan 11, serta hari ke- 15 dan 16 sehingga diduga telah mengalami tiga siklus parasitisasi oleh parasitoid pada inangnya (kutu lak) dari mulai telur sampai menjadi imago (serangga dewasa) kembali. Menurut Hagen (1973) berdasarkan perkembangan parasitoid dari Ordo Hymenoptera terdiri dari telur, larva, pra pupa, dan pupa. Menurut Intari (1980) parasitoid yang banyak menyerang larva kutu lak muda di India adalah Famili Encyrtidae dan Eulophidae yang memiliki siklus hidup rata-rata 24 hari, minimum 20 hari, dan maksimum 27 hari.
Famili Parasitoid yang Mendominasi Famili Aphelinidae Menurut Goulet dan Huber (1993) famili ini diklasifikasikan ke dalam Kelas Insecta, Ordo Hymenoptera, Subordo Apocrita, Superfamili Chalcidoidea, Famili Aphelinidae. Menurut Debach (1979) famili ini terbagi menjadi 3 subfamili yaitu Aphelininae, Coccophaginae, Calesinae. Akan tetapi, menurut Grissell dan Schauff (1990) membagi famili tersebut menjadi 2 subfamili yaitu Aphelininae, Eriaporinae. Menurut Borror et al. (1996) panjang tubuh kelompok parasit-parasit kecil ini biasanya 1 mm, serta memiliki antena 6 flagemor (jarang berjumlah 7 - 9). Sayap famili ini biasanya depan dengan vena marjinal relatif panjang, vena stigma pendek, vena postamarjinal ada atau tidak ada, tibia taji yang relatif panjang dan melengkung, tarsi biasanya 5 tarsomer, jarang yang 4 ruas, metasoma menempel pada mesosoma, serta sersi tidak menjorok ke bagian anterior (Shafee dan Rizvi 1990). Beberapa spesies dari Famili Aphelinidae merupakan spesies penting selain Famili Encyrtidae sebagai agen pengendali hayati. Akan tetapi, spesies dari famili ini juga mayoritas sebagai parasitoid yang menyerang beberapa inang seperti telur lepidoptera, orthoptera, larva dan pupa diptera, serta salah satunya adalah kutu lak. Famili ini bersifat endoparaasitoid atau ektoparasitoid primer, serta hiperparasitoid (Stringer et al. 2012). Hal ini didukung juga dengan pernyataan Sharma et al. (2006) jenis parasitoid Coccophagus tschirchii Mahd
16 dari Famili Aphelinidae termasuk ke dalam kategori parasitoid yang menyerang kutu lak. Spesies dari Famili Aphelinidae dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Spesies parasitod Famili Aphelinidae (Path = ukuran panjang tubuh)
Famili Encyrtidae Famili Encyrtidae merupakan famili terbanyak ditemukan jumlah individunya baik di BKPH Kabuaran dan Taman. Pada famili ini beberapa karakter morfologi dapat digunakan dalam identifikasi famili sampai spesies. Famili ini mempunyai ciri khas pada sersi metasoma bagian sisi anterior membentuk huruf M/V, serta aksila membentuk segitiga transversal (Grissell dan Schauff 1990). Beradasarkan hasil identifikasi dari antena, venasi sayap, serta bentuk sersi metasoma serta askilanya tersebut termasuk ke dalam jenis Tachardiaephagus tachardiae. Perbedaan jantan dan betina yang paling mendasar adalah dilihat dari antenanya, jantan memiliki antena yang dapat ditumbuhi bulu halus sedangkan betina tidak demikian. Menurut Hayat (2006) jenis dari Famili Encyrtidae yang diidentifikasi di India memiliki karakter seperti kepala dan elytra gelap hijau metalik dengan refleksi tembaga, mesosoma kuning sebagian besar orange, antena serta kaki kekuningan. Menurut Goulet dan Huber (1993) mengklasifikasikan famili ini ke dalam Kelas Insekta, Ordo Hymenoptera, Subordo Apocrita, Superfamili Chalcidoidea, Famili Encyrtidae. Tryapitsyn (1974) mengklasifikasikan famili ini menjadi 2 subfamili yaitu Tetrecneminae dan Encyrtinae. Kelompok dari Famili Encytidae memiliki keanekaragaman jenisnya yang terbesar dari famili lainnya di superfamili chalcidoidea sehingga pengaruhnya sangat penting dalam hal agen pengendali hayati. Hayat et al. (2010) mengumpulkan 4 jenis baru Famili Encyrtidae yang diambil dari sampel lak Asia Tenggara terdiri dari Ooencyrtus thaiensis, O. paratachardinae, serta Tachardiaephagus sarawakensis, serta T. somervillei diketahui sebagai parasitoid kutu lak. Famili Encyrtidae diketahui merupakan parasitoid yang menyerang kutu lak di KPH Probolinggo, BKPH Kabuaran dan Taman. Spesies ini biasanya menyerang dalam fase telur bahkan pada saat fase larva kutu lak. Hal ini didukung oleh Goulet dan Huber (1993) bahwa Famili Encyrtidae merupakan spesies endoparasitoid terutama pada jenis Ordo Homoptera Superfamili Coccoidea, juga
17 menjadi parasitoid bagi telur dan larva Ordo Coleoptera, Diptera, Lepidoptera, Hymenoptera, Neuroptera, serta Hemiptera. Menurut Sharma et al. (2006) pada budidaya kutu lak di India terdapat asosiasi dengan 22 spesies predator, 75 spesies parasitoid salah satunya adalah tachardiae (Famili Encyrtidae). Spesies tachardiae dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Spesies parasitoid Famili Encyrtidae terdiri; a) Tachardiaephagus tachardiae (betina), b) Tachardiaephagus tachardiae (jantan) perbedaan dilihat dari antena (Path = ukuran panjang tubuh) Famili Eulophidae Spesies dari famili ini merupakan terbanyak kedua setelah Famili Encyrtidae yang ditemukan di BKPH Kabuaran maupun Taman. Boucek dan Hoffer (1964) mengklasifikasian famili ini ke dalam Kelas Insekta, Ordo Hymenoptera, Subordo Apocrita, Superfamili Chalcidoidea, Famili Eulophidae. Hayat dan Shahih (2004) membagi famili ini menjadi 4 subfamili yaitu Eulophinae, Euderinae, Tetrastichinae, Entedoninae. Berdasarkan hasil identifikasi dari sampel Famili Eulophidae ditemukan dua subfamili yaitu Tetrastichinae dan Eulophinae. Perbedaan morfologi sebagai dasar identifikasi kedua subfamili tersebut di antaranya dilihat dari venasi sayap yaitu pada Subfamili Tetrastichinae memiliki sayap dengan postmarjinal yang selalu tidak ada pada venasi sayapnya sedangkan pada Subfamili Eulophinae postmarjinal pada venasi sayap selalu ada serta bentuk skutelum pada thorax yaitu Subfamili Tetrastichinae memiliki skutelum yang terbagi menjadi tiga garis bidang sedangkan Subfamili Eulophinae pada skutelumnya tidak terdapat garis bidang tersebut (Grissel dan Schauff 1990). Jenis dari Subfamili Tertastichinae merupakan salah satu kelompok parasitoid terhadap tingkatan telur, larva, maupun pupa. Hal ini dapat diduga bahwa jenis ini merupakan parasitid pada kutu lak. Pendapat tersebut didukung dengan penelitian Narayan (1962) menemukan bahwa jenis Tetrastichus purpureus (Famili Eulophidae) merupakan parasitoid yang menyerang serangga lak serta merupakan tipe hiperparasitoid dari kelompok chalcidoidea pada kutu lak. Subfamili Eulophinae diduga merupakan parasitoid yang menyerang inang umum. Inang umum ini di antaranya spesies predator atau bahkan spesies parasitoid lainnya (kutu lak bisa menjadi inang tetapi tidak menjadi inang utama). Hal ini karena jumlah individu yang ditemukan dari famili ini cukup sedikit
18 dibandingkan dengan Famili Tetrastichinae. Goulet dan Huber (1993) menjelaskan bahwa Subfamili dari Eulophinae hidup sebagai ektoparasitoid bersifat soliter pada Diptera, Lepidoptera, Coleoptera, Hymenoptera (biasanya memarasitii sebagai parasit larva). Jenis dari Famili Eulophidae dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Spesies parasitoid Famili Eulophidae terdiri dari; a) Subfamili Eulophinae, b) Tetrastichinae dengan perbedaan dilihat dari venasi sayap dan bentuk antena (Path = ukuran panjang tubuh)
Pengaruh Lingkungan Budidaya Kutu Lak Terhadap Tingkat Parasitisasi Tingkat Parasitisasi Kegiatan budidaya kutu lak tentu saja melibatkan serangga hama walaupun dinilai secara ekonomi berguna karena menghasilkan hasil hutan bukan kayu berupa lak. Akan tetapi, setiap adanya kelimpahan suatu inang atau makanan yang cukup banyak hal ini menjadi hal yang menarik bagi datangnya parasitoid dan predator yang menyerang kutu lak. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat parasitisasi diketahui bahwa tingkat parasitisasi di lapangan BKPH Taman dan Kabuaran memiliki nilia yang tinggi yaitu dengan rata-rata sebesar 93%. Tidak berbeda dengan hasil di lapangan, data yang didapatkan di gudang BKPH Kabuaran dan Taman memiliki nilai tingkat parasitisasi yang tinggi juga yaitu nilai rata-rata sebesar 96%. Keadaan lapangan di BKPH Kabuaran dan Taman dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15 Keadaan lapangan terdiri dari; a) RPH Banyuanget, b) RPH Kabuaran, c) RPH Taman Timur, d) PRH Taman Barat
19 Tingginya fenomena parasitisasi yang terjadi pada kedua tempat tersebut diduga dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar kegiatan budidaya lak di KPH Probolinggo. Aktivitas budidaya kutu lak masih belum diselaraskan dengan kegiatan pemeliharaan dan penciptaan sirkulasi udara yang baik di areal tegakan kesambi. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan oleh pihak BKPH Kabuaran dan Taman dalam rangka mencegah datangnya parasitoid dan predator yaitu pengasapan dan wiwilan pada gulma di sekitar pohon kesambi agar sirkulasi udara tetap lancar dan sinar matahari dapat menyinari cabang yang ditulari (Perum Perhutani Unit II Jawa Timur 2013). Kegiatan pemeliharaan dan pencegahan terhadap serangan parasitoid telah dilakukan, tetapi kegiatan tersebut masih belum efektif dilakukan secara intensif. Hal ini diduga menjadi penyebab siklus parasitisasi tetap terjaga, karena lak cabang yang sudah panen dikumpulkan di gudang lalu dijadikan bibit untuk ditularkan kembali ke cabang kesambi. Menurut Moerdjono (1968) pengendalian parasitoid dan predator dapat dilakukan dengan memanen lak sedekat mungkin dengan waktu swarming, mematikan kutu lak yang masih tersisa di gudang penyimpanan dengan insektisida, membersihkan sisa ranting bekas tularan kutu lak yang masih tertinggal di pohon inang. Hasil pungutan lak bekas bibit direndam ke dalam air selama 3 hari 3 malam agar larva parasit dan predator mati. Menurut Roayah et al. (2004) membasmi jenis gulma juga mengurangi populasi parasitoid dan predator pada budidaya kutu lak. Menurut Jumar (2000) secara teoritik populasi parasitoid dapat dikendalikan secara alami dengan menggunakan jenis serangga hiperparasitoid. Hal ini merupakan metode yang cukup ampuh digunakan untuk mengendalikan populasi parasitoid. Uji Friedman Test dan Korelasi Kendall’s Tau Hasil Uji Friedman Test menunjukkan bahwa jumlah individu famili pada lapangan dan gudang tidak berbeda nyata (nilai Asymp. Sig. = 0.819 > 0.005). Hal memiliki arti bahwa peluang ditemukannya sejumlah famili baik di lapangan maupun di gudang tidak jauh berbeda. Hal ini diduga bahwa siklus parasitisasi pada saat di lapangan sampai lak cabang terkumpul di gudang tidak terputus. Siklus yang tidak terputus dikarenakan pada saat lak cabang diunduh dari lapangan dan dikumpulkan di gudang tidak ada perlakuan khusus guna memutus siklus parasitisasi tersebut. Pencucian lak cabang di gudang ketika mengandung embun madu juga diduga tidak terlalu berpengaruh terhadap hilangnya parasitoid tersebut. Sampai lak cabang dipilih sesuai kualitas mutunya kemudian terpilih lak cabang yang digunakan untuk bibit untuk ditulari ke tanaman inang kembali pun ternyata diduga sudah mengandung benih parasitoid sehingga siklus parasitisasi tetap berjalan. Pencegahan serangan parasitoid kutu lak dapat dilakukan dengan memasukkan lak bibit ke dalam kantong – kantong dari kain kasa dengan mata lubang kurang dari 0.5 mm sehingga larva laknya dapat ke luar dari lubang itu sedangkan parasitoidnya tertahan di dalam kantong (Perum Perhutani Unit II Jawa Timur). Namun, ketika lak bibit yang dipilih sudah mengandung parasitoid hal ini tetap tidak berpengaruh, karena nimfa kutu lak yang keluar dari kain kasa tersebut diduga sudah terparasit dan mengandung parasitoid yang siap tumbuh menjadi imago dan siap memarasit kembali pada inang kutu lak yang baru. Keadaan gudang di BKPH Kabuaran dan Taman dapat dilihat pada Lampiran 4.
20 Hasil Uji Korelasi Kendall’s Tau b menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara jumlah individu famili parasitoid di lapangan dan gudang (Sig. (probabilitas) 0.014 < 0.05) hal ini membuktikan bahwa terdapat hubungan siklus parasitisasi yang terjadi di lapangan maupun setelah lak dikumpulkan di gudang. Lak yang diunduh dari lapangan dan dipindahkan ke gudang untuk disortir ternyata masih saling berhubungan dalam fenomena siklus parasitisasi. Oleh karena itu perlu memutus siklus parasitisasi dari lapangan ke gudang dengan cara pemanenan tepat waktu pada saat swarming, saat penyortiran di gudang jangan terlalu lama ditimbun karena akan menyebakan imago parasitoid yang sudah keluar akan cepat menyebar dan mencari inang yang baru, pemilihan bibit lak yang benar-benar dilihat dari fisik tidak terdapat gejala sudah terparasit. Biasanya lak yang terparasit terlihat lebih gelap dan terdapat lubang-lubang kecil pada permukaan lak sebagai tempat keluar masuknya imago parasitoid, setelah ditularkan ke tanaman kesambi sebagai inang utama di KPH Probolinggo, sisa lak yang sudah tidak terpakai di gudang segera dimusnahkan dengan insektisida ataupun dibakar agar sisa parasitoid mati. Kegiatan pemeliharaan serta pengasapan dilakukan secara intensif, dan bila perlu dilakukan pengendalian secara biologis yaitu dengan musuh alami berupa hiperparasitoid yang dapat menyerang parasitoid kutu lak.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil kegiatan inventarisasi dan identifikasi parasitoid kutu lak (L. lacca Kerr) di KPH Probolinggo ditemukan 14 famili dari dua ordo yaitu Ordo Hymenoptera dan Ordo Diptera. Ordo Hymenoptera terdiri dari Aphelinidae, Bethylidae (Sub Famili Epyrinae), Braconidae sp1, Braconidae sp2, Braconidae sp3, Chalcididae, Encyrtidae, Eulophidae (Sub Famili Tetrastichinae), Eulophidae (Sub Famili Eulophinae), Eupelmidae, Eurytomidae, Mymaridae, dan Tanaostigmatidae. Ordo Diptera yang ditemukan pada sampel lak cabang termasuk ke dalam Famili Phoridae. Jenis serangga lain yang ditemukan pada sampel lak cabang diduga sebagai predator kutu lak berasal dari empat ordo yaitu Coleoptera, Lepidoptera, Hemiptera, serta Neuroptera. Ordo Coleoptera yang ditemukan dari Famili Lathridiidae, Ordo Lepidoptera yang ditemukan dari Famili Cosmopterigidae, Noctuidae, dan Ordo Hemiptera yang ditemukan dari Famili Nabidae, serta Ordo Neuroptera yang ditemukan dari Famili Chrysopidae.Tingkat parasitisasi yang terjadi di lapangan dan gudang tergolong tinggi dengan nilai rata-rata sebesar 93% dan 96%.
21
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut siklus parasitisasi pada kutu baik dari lapangan maupun dari gudang terdiri dari mengidentifikasi kutu lak yang terparasit atau tidak, pengamatan cara parasitoid memarasit kutu lak (pada fase apa saja) sehingga bisa diambil manajemen pengendalian secara biologis terutama musuh alami yang tepat bagi parasitoid yang menyerang kutu lak.
DAFTAR PUSTAKA Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada Univ Pr. Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insect. Boucek Z, Hoffer. 1964. Description of two new species of Neotropical Eulophidae ofeconomic interest, with taxonomic notes on related species and genera. Bull Entomol Res. 67:17-30. Cahttopadhayay S. 2011. Introduction to Lac and Lac Culture. Kanke (IN): Departemen of Forest Biology & Tree Improvement Faculty of Forestry Birsa Agricultural University. Chaldun A. 1997. Atlas. Surabaya (ID): PT Karya Pembina Swajaya.
Debach HR. 1979. A new genus and species of Aphelinidae with some synomies, a rediagnosis of Aspidiotiph agus and key to pentamerous and heteromerus Propatellinae. Proc Entomol Soc Wash. 83: 657-679 Dinas Kehutanan Sumba Timur. 2007. Catatan Produksi lak Kabupaten Sumba Timur. Waingapu (ID). Dinas Kehutanan Sumba Timur. Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of the World: An Identification Guide to Families. Ottawa (CA): Reasearch Branch Agriculture Canada Publication. Grissel EE, Schauff ME. 1990. A Handbook of The Families of Nearctic Chalcidoidea (Hymenoptera). Washington DC (US): The Entomological Society of Washington. Hagen KS. 1973. Developmental stages of parasites. Di dalam: DeBach P, editor. Biological Control of Insect Pest and Weeds. London (GB): Chapman and Hall Ltd: Hlm168-246. Hayat M, Schroer S, Pemberton WR. 2010. On some Encyrtidae (Hymenoptera: Chalcidoidea) on lac insect (Hemiptera: Kerriidae) from Indonesia, Malaysia, and Thailand. Oriental Insect. 44: 23-33. Hayat M. 2006. Indian Encyrtidae (Hymenoptera: Chalcidoidea). India (IN): Department of Zoology, Aligarh Muslim University. Hayat M, Shahi MH. 2002. Taxonomic notes on Indian Eulophidae (Hymenoptera: Chalcidoidea)-1. On the types of some Tetrastichinae. Oriental Insect. 38:303-314. Hidayat O. 2006. Dasar-Dasar Entomologi. Jakarta (ID): IMSTEP-JICA. Hindayana D, Judawi D, Priharyanto D, Luther CG, Mangan J, Untung K, Sianturi M, Mundy P, Riyatno. 2002. Musuh Alami Hama dan Penyakit
22 Lada. Jakarta (ID): Direktorat Perlindungan Perkebunan, Departemen Pertanian. Huffaker CB, Messenger PS. 1976. Theory and Practice of Biological Control. New York (US): Academic Press. Intari SE. 1980. Laccifer lacca Kerr. Serangga Penghasil Bahan Lak. Bogor (ID): Lembaga Penelitian Hutan. Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Metcalf CL, Flint WP. 1983. Destructive and Useful Insects; Their Habits and Control. New Delhi (IN): McGraw Hill 1087. Moerdjono. 1968. Prasyarat Kultur Lak. Rapat Kerja Lak Perhutani Jawa Timur. Surabaya. Surabaya (ID): Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
Narayan ES. 1962. Pests of Lac Scales in India. Ranchi, Bihar (IN): Indian Lac Research Institute. Pemberton RW. 2003. Potential for biological control of the lobate lac scale, Paratachardina lobata (Hemiptera: Kerriidae). Florida Entomologist. 86(3):1-5. Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. 2012. Laporan Pengembangan Produksi Lak Cabang dan Seed Lak. Probolinggo (ID): KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. 2013. Laporan Pengembangan Produksi Lak Cabang dan Seed Lak. Probolinggo (ID): KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Rahman MM, Ahmed KM, Karim KNS, Ali MS. 2009. Bionomics of Eublemma amabilis Moore (Lepidoptera: Noctuidae) a major predator of lac insect and its control measure. Bangladesh J Sci Ind. 44(1):55-64. Rochayah SS, Darmawan EE, Koeslulat, Widnyana IM. 2004. Pengembangan komoditi lak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian BP2KNBT Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor (ID): BP2KNBT.hlm: 178-189. Rostaman, Suryatna BS. 2009. Evaluasi produktivitas kutu lak, Laccifer lacca Kerr (Homoptera: Kerridae) pada tiga jenis tanaman inang. J Entomol Indon. 6(2):70-76. Sallata K, Widyana IM. 2005. Growing lac insects for resin in an agroforestry system in Indonesia. APA News. 26:9-11. Shafee SA, Rizvi S. 1990. Classification and phylogeny of the family Aphelinidae (Hymenoptera: Chalcidoidea). India J Syst Ent. 7(2):103-115. Sharma KK, Jaiswal AK, Kumar KK. 2006. Role of lac culture in biodiversity conservation: issues at stake and conservation strategy. Current Science. 91(7):894-896. Stringer DN, Mantel S, Jennings JT, Austin AD. 2012. Family Aphelinidae. Australia: Australian Centre for Evolution Biology and Biodiversity, and The School of Earth and Enviromental Science, The University of Adelaide. Sujatmoko S. 2009. Parasites and predators of Laccifer lacca Kerr on lac culture in East Sumba, East Nusa Tenggara. Journal of Forestry Research. 6(2):119-125. Suwarno. 2004b. Materi Diklat Teknik Kultur Lak. Probolinggo (ID): KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
23 Taskirawati I. 2006. Peluang investasi dan strategi pengembangan usaha budidaya kutu lak (Laccifer lacca Kerr) studi kasus di KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tryapitsyn VA. 1974. Classification of the parasitic Hymenoptera of the family Encyrtidae. Part II. Subfamily Encyrtinae Walker. Entomol Rev. 53:287295. Tulung M. 2000. Study of cocoa moth (Conopomorpha cramerella) control in North Sulawesi. Eugenia. (4):294-299. Wulandari FT. 2014. Strategi peningkatan pasca panen lak di Desa Sugian Kecamatan Sambelian Kabupaten Lombok Timur. Media Bina Ilmiah. 8(4):68-70.
24
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian
Sumber: Chaldun (1997).
25 Lampiran 2 ; a) Sampel lak cabang, dan b) spesimen Laccifer lacca Kerr (2.5x)
26 Lampiran 3 Keadaan gudang penyimpanan unduhan lak cabang di a) RPH Kabuaran, b) RPH Banyuanget, c) RPH Taman Barat, d) RPH Taman Timur
27
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 23 Juli 1993. Penulis adalah anak ke empat dari empat bersaudara dari pasangan Asmari dan Kustiwi. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu SDN 1 Cempaka (2000), Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Sumber pada tahun 2009. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Dukupuntang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri jalur Undangan dan diterima di Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa Bidik Misi dari DIKTI. Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif mengikuti berbagai organisasi, yaitu anggota Organisasi Mahasiwa Daerah (OMDA) Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC) tahun 2012-2013, Dewan Mushola Asrama C1 tahun 2012-2013, Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB), Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan tahun 2012-2014, Pengurus Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Alhurriyyah 2012-2016, Pengurus Asistensi Pendidikan Agama Islam Institut Pertanian Bogor (PAI IPB) 1437 Hijriah, anggota Entomologist Group Himpunan Profesi Tree Grower Community (TGC) tahun 2013-2015. Selain itu, penulis juga pernah aktif dalam kepanitiaan Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru 50 (MPKMB 50) tahun 2013, Bina Corps Rimbawan tahun 2014, Bersatu dalam Orientasi Anak Rimba (BELANTARA) tahun 2014, TGC In Action (TIA) tahun 2014. Selain aktif dalam organisasi dan kepanitiaan, penulis juga aktif sebagai asisten Pendidikan Agama Islam tahun 2014 dan 2015, asisten Dendrologi tahun 2014 dan 2015, asisten Ilmu Hama Hutan tahun 2015, asisten Perlindungan Hutan tahun 2015. Penulis mengikuti program magang mandiri Fakultas Kehutanan IPB di PT Indocement Cirebon tahun 2013 , dan di KPH Cianjur pada tahun 2014. Penulis juga pernah melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Telaga Bodas-Sancang Timur pada tahun 2014, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) pada tahun 2015, serta Praktek Kerja Profesi (PKP) di PT Bina Ovivipari Semesta (BIOS) , Kalimantan Barat pada tahun 2016. Penulis membuat skripsi untuk mendapatkan gelar sarjana Fakultas Kehutanan IPB dengan judul “Inventarisasi Parasitoid pada Budidaya Kutu Lak (Laccifer lacca Kerr) di KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur” di bawah bimbingan Dr Ir Noor Farikhah Haneda, MS.