PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN PENCURIAN KAYU JATI DI KPH MANTINGAN PERHUTANI DIVISI REGIONAL I JAWA TENGAH
FAREZA DITYA ARYANTO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu Jati di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014 Fareza Ditya Aryanto NIM E14100040
ABSTRAK FAREZA DITYA ARYANTO. Penggunaan Sistem Informasi Geografis Dalam Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu Jati di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah. Dibimbing oleh NINING PUSPANINGSIH. Perhutani sebagai pengelola hutan produksi terbesar di Pulau Jawa mengalami banyak kerugian akibatpencurian kayu. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat pencurian kayu, mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor biofisik terhadap tingkat kerawanan pencurian kayu, dan membuat peta tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Sistem Informasi Geografis (SIG). gi terjadi pada tahun 2010 dengan jumlah kehilangan sebanyak 2275 pohon, BKPH Kalinanas merupakan daerah dengan intensitas pencurian rata-rata tertinggi dengan jumlah kehilangan sebanyak 632 pohon/ tahun. Faktor biofisik yang terdiri dari kelas umur, kelas kemiringan, jarak dari jalan dan jarak dari desa hanya mempengaruhi tingkat pencurian kayu sebesar 11.25%. Hasil uji akurasi pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu menghasilkan nilai Overall accuracy sebesar 50.61% dan Kappa Accuracy sebesar 28.15%.Tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan terbagi ke dalam 3 kelas yaitu rendah (2502.33 Ha), sedang (10 970.44 Ha), dan tinggi (2924.98 Ha). Kata kunci: faktor biofisik, KPH Mantingan, pemetaan, pencurian kayu.
ABSTRACT FAREZA DITYA ARYANTO. The Utilizing of Geographical Information System for Mapping The Teak Theft Vulnerability in KPH Mantingan Perhutani Division of Regional I Central Java. Supervised by NINING PUSPANINGSIH. Perhutani as the largest production forest managers in Java Island suffered many losses caused by timber theft. The objectives of this research are analyzing the rate of timber theft, identify the influence of biophysical factors to rate of timber theft vulnerability, identify the effect of biophysical factors of timber theft vulnerability, and create a map of timber theft vulnerability in KPH Mantingan. The method used in this research by Geographical Information System (GIS) analyze. theft occurred in 2010 with the number of loss as 2275 trees, BKPH Kalinanas was the region which have the highest average of timber theft as 632 trees/ year. Biophysical factors consist of age class, slope class, road distance and residential distance affect in timber theft as 11.25%. The accuracy test of vulnerability rate to timber theft get the value of Overall accuracy as 50.61% and Kappa accuracy as 28.15%. The rate of vulnerability to timber theft in KPH Mantingan divided in 3 classes namely low (2502.33 Ha), medium (10 970.44 Ha), and high (2924.98 Ha). Keywords: biophysical factor, KPH Mantingan, mapping,timber theft.
PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN PENCURIAN KAYU JATI DI KPH MANTINGAN PERHUTANI DIVISI REGIONAL I JAWA TENGAH
FAREZA DITYA ARYANTO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi :Penggunaan Sistem Informasi Geografis Dalam Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu Jati di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah Nama : Fareza Ditya Aryanto NIM : E14100040
Disetujui oleh
Dr Nining Puspaningsih MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman MScForsTrop Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya, sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni sampai Oktober 2014 ini ialah pencurian kayu, dengan judul Penggunaan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu Jati di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Nining Puspaningsih, MSi sebagai dosen pembimbing skripsi, Bu Eva Rachmawati, S.Hut, MSisebagai dosen penguji sidang komprehensif, dan Bapak Soni Trison, S.Hut, MSi sebagai ketua sidang komprehensif. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (HKRB), Manajemen Hutan 47 dan Fakultas Kehutanan IPB, serta kawa-kawan seperjuangan yaitu Nadya Ayu Oktariza, Indri Setyawanti, dan Shema Mukti Anggraini. Di samping itu, penulis menyampaikan penghargaan kepada Bapak Ahmad Basuki sebagai Administratur KPH Mantingan dan Bapak Ibnu sebagai Kepala Bagian Kemanan serta para Staf KPH Mantingan, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh Keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2014 Fareza Ditya Aryanto
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Bahan dan Alat
3
Analisis Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Pencurian Kayu di KPH Mantingan
7 7
Pengaruh Peubah Biofisik Terhadap Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu
13
Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu
16
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
28
DAFTAR TABEL 1 Skor sebaran jumlah pohon hilang pada pencurian tahun 2010 di KPH Mantingan 2 Skor sebaran kelas umur di KPH Mantingan 3 Skor sebaran kelas kemiringan di KPH Mantingan 4 Skor sebaran jarak jalan utama sekitar hutan di KPH Mantingan 5 Skor sebaran jarak desa sekitar hutan di KPH Mantingan 6 Matriks kesalahan pengujian akurasi 7 Tingkat pencurian kayu berdasarkan intensitas pencurian di tahun 2010 8 Tingkat pencurian kayu berdsarkan jumlah pohon yang hilang di tahun 2010 9 Luas tingkat kerawanan pencurian kayu berdasakan aspek biofisik di KPH Mantingan tahun 2010 10 Hasil akurasi pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan
4 4 5 5 5 6 11 12 18 19
DAFTAR GAMBAR 1 Lokasi penelitian di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional 1 Jawa Tengah 2 Jumlah pencurian k 2013 3 Jumlah pencurian kayu pada masing- masing BKPH di KPH Mantingan tahun 4 Kerugian finansial pencurian kayu di KPH Mantingan tahun 2013 5 Kerugian finansial pencurian kayu pada masing-masing BKPH di KPH Mantingan tahun 6 Pola spasial tingkat pencurian kayu berdasarkan intensitas pencurian kayu tahun 2010 7 Pola spasial tingkat kerawanan pencurian kayu berdasarkan jumlah pohon yang hilang tahun 2010 8 Pengaruh kelas umur terhadap intensitas pencurian kayu di KPH Mantingan tahun 2010 9 Pengaruh kemiringan terhadap intensitas pencurian kayu di KPH Mantingan tahun 2010 10 Pengaruh jarak jalan terhadap intensitas pencurian kayu di KPH Mantingan tahun 2010 11 Pengaruh jarak desa terhadap intensitas pencurian kayudi KPH Mantingan tahun 2010 12 Sebaran spasial tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan
2 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 19
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Hasil analisis regresi linier berganda Peta sebaran kelas umur Jati di KPH Mantingan Peta sebaran kelas kemiringan di KPH Mantingan Peta sebaran jarak jalan umum di KPH Mantingan Peta sebaran jarak desa di KPH Mantingan Hasil analisis pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan
22 23 24 25 26 27
PENDAHULUAN Latar Belakang Kerusakan hutan merupakan salah satu isu yang paling disorot di dunia, khususnya di Indonesia. Gangguan keamanan terhadap hutan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan hutan (Widjajanto 1997). Salah satu bentuk gangguan keamanan terhadap hutan yang dilakukan oleh manusia adalah pencurian kayu. Pencurian hasil hutan adalah memungut hasil hutan tanpa ijin pejabat yang berwenang (KSAH 1983). Hal ini mempunyai dampak negatif, seperti hilangnya tanaman-tanaman yang penting sebagai plasma nutfah dan terganggunya kehidupan ekonomi masyarakat sekitar hutan. Perhutani sebagai pengelola hutan produksi di Pulau Jawa merupakan salah satu pihak yang banyak mengalami dampak dari pencurian kayutersebut. Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Mantingan mempunyai tingkat pencurian kayu yang tinggi, sehingga memiliki dampak kerugian yang besar baik dari segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Berdasarkan Tini dan Amri (2002) kayu jenis jati (Tectona grandis)merupakan jenis kayu yang memiliki tingkat pencurian yang besar karena kayu tersebut memiliki sifat keawetan yang tinggi dan mempunyai tampak dekoratif yang bagus. Kerugian akibat pencurian kayu di Perhutani Unit I Jawa Tengah pada tahun 2013 sebesar 6.936 milyar rupiah (Perhutani 2014), sementara di KPH Mantingan mengalami total kerugian sekitar 2013. Faktor penting yang mempengaruhi tingginya pencurian kayu adalah faktorbiofisik dan sosial ekonomi. Beberapa faktor biofisikdiantaranya adalah kelas umur pohon, kelas kemiringan, jarak dari desa, dan jarak dari jalan, sedangkan faktor sosial ekonomi menurut Santoso (2008) diantaranya adalah tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan, tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan dan kepatuhan masyarakat terhadap hukum . Berdasarkan uraian tersebut, maka dibutuhkan suatu informasi yangakurat untuk mengetahui faktor penyebab tingginya pencurian kayu di KPH Mantingan, sehingga kedepannya dapat meminimalkan pencurian kayu. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem komputer yang sangat baik untuk memberikan informasi karena di dalamnya dapat menangani masalah basis data spasial maupun basis data non spasial. Selain itu sistem ini berfungsi juga untuk penanganan dan pengolahan data yang terpaut dengan bentang bumi.Menurut Prahasta (2010) perangkat lunak ArcGIS menyediakan kerangka kerja yang bersifat scalable (bisa diperluas sesuai kebutuhan) untuk mengimplementasikan suatu rancangan aplikasi SIG.
2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis tingkat pencurian kayu di KPH Mantingan. 2. Mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor biofisik terhadap tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan. 3. Membuat peta tingkat kerawanan pencurian kayu jati di KPH Mantingan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh pihak KPH Mantingan dalam membuat keputusan terkait usaha penanggulangan pencurian kayu. .
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian secara keseluruhan dilaksanakan selama 4 bulan, dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Oktober 2014. Pengambilan data dilakukan di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah yang terletak di wilayah Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, dan Kabupaten Blora dengan letak astronomis 6º40 LS Pengolahan data dilakukan di LaboratoriumRemote Sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan IPB dilakukan dari Bulan Agustus sampai dengan Bulan Oktober 2014.
Gambar 1 Lokasi penelitian di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah
3 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu data spasial dan data tabular. Data spasial terdiri atas peta administrasi, peta jaringan jalan, peta topografi, dan peta sebaran desa di sekitar KPH Mantingan. Data tabular terdiri atas data pencurian kayu sesuai dengan lokasi, Kelas Umur (KU), dan jumlah pohon yang hilang di KPH Mantingan dari tahun 2009 sampai tahun 2013. Alatalat yang digunakan dalam penelitian yaitu seperangkat komputer dengan software Arc. Gis 9.3, Arc. View 3.3, Minitab 14, Microsoft Word 2010, Microsoft Excel 2010, alat tulis, dan kamera. Analisis Data Analisis data merupakan rangkaian kegiatan dalam proses penelitian untuk mendapatkan suatu data. Terdapat tiga prosedur dalam melakukan analisis data yaitu persiapan penelitian, pengambilan data di lapangan, pengolahan dan analisis data di laboratorium. Persiapan Penelitian Tahap persiapan penelitian mempunyai sasaran untuk studi penelitian. Kegiatan ini diantaranya mendapatkan informasi awal penelitian, penyusunan proposal penelitian, pengumpulan data sekunder dan pengurusan perijinan serta persiapan alat-alat survei. Pengambilan Data di Lapangan Data yang diambil di lapangan adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder terdiri atas eta administrasi KPH Mantingan. Data primer berupa hasil wawancara tidak terstruktur kepada Staf keamanan KPH Mantingan dan masyarakat di sekitar hutan, khususnya di wilayah BKPH Kalinanas. Bahan wawancara yaitu tentang penyebab tingginya pencurian kayu di wilayah KPH Mantingan. Hasil wawancara digunakan untuk menganalisis pencurian kayu di KPH Mantingan. Pengolahan dan Analisis Data di Laboratorium Kegiatan ini merupakan pengolahan dan analisis data yang digunakan sebagai peubah penentuan kerawanan pencurian kayu. Kegiatan ini menggunakan Sistem Informasi Geografis sebagai alat utamanya karena menurut Aronoff (1989) Sistem Informasi Geografis memiliki empat komponen dasar yaitu masukan data, manajemen data, manipulasi dan analisis data dan penyajian data. Kegiatan ini terdapat beberapa tahapan, sebagai berikut: 1. Digitasi peta adalah proses memindahkan data analog ke dalam bentuk digital yang terkomputerisasi. Data yang perlu dilakukan digitasi adalah peta administrasi KPH Mantingan dengan unit terkecil petak, peta jaringan jalan dan desa sekitar hutan.
4 2. Pemasukan data atribut adalah memasukkan informasi mengenai feature objek yang kemudian terangkum dalam suatu basis data. Data yang dimasukkan adalah nomor petak, kelas umur pohon, intensitas pencurian, dan jumlah pohon yang hilang pada masing-masing petak. 3. Pembuatan peta pencurian kayu dibuat dengan menggunakan peta satuan petak intensitas pencurian dan jumlah pohon yang hilang pada tahun 2010. Hasil ini dijadikan sebagai peubah tetap dalam penyusunan model spasial tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan. 4. Pembuatan peta sebaran kelas umur, kelas kemiringan, peta jarak dari jalan, dan desa dengan cara melakukan buffering jarak dan desa setempat di KPH Mantingan. 5. Skoring untuk menentukan tingkat pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dengan melakukan penilaian pada skala dan kriteria tertentu. Skoring dilakukan pada variabel terikat yaitu jumlah pohon yang hilang pada masing-masing petak tahun 2010 dan variabel bebas yaitu faktor-faktor biofisik yang digunakan dalam menduga kerawanan pencurian kayu diantaranya adalah kelas umur, kemiringan, jarak dari jalan utama, dan jarak dari desa setempat.Skoring yang digunakan pada setiap peubah adalah sebagai berikut: a. Skoring jumlah pohon yang hilang pada tahun 2010. Penentuan skor ini didasarkan pada jumlah pohon yang hilang, semakin banyak jumlah pohon yang hilang maka skor tingkat pencurian semakin tinggi disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Skor sebaran jumlah pohon yang hilang pada pencurian tahun 2010 di KPH Mantingan Jumlah pohon yang hilang 181 225 136 180 135 46 90 1 45
Skor 5 4 3 2 1
b. Skoring kelas umur disajikan pada Tabel 2. Penentuan skor kelas umur berdasarkan Zamhari (2007) jika umur jati masih muda, lebih mudah dijual ke penadah atau penampung, sehingga skor tingkat pencuriannya semakin tinggi. Tabel 2 Skor sebaran kelas umur di KPH Mantingan Kelas umur KU I KU II KU III KU IV
Skor 5 4 3 2 1
5 c. Skoring kelas kemiringan disajikan pada Tabel 3. Penentuan skor kelas kemirngan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/Um/11/80 tentang kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung. Tabel 3 Skor sebaran kelas kemiringan di KPH Mantingan Kelas kemiringan
>40%
Skor 5 4 3 2 1
d. Skoring sebaran jarak dari jalan utama sekitar hutan di KPH Mantingan disajikan pada Tabel 4. Batasan dari jalan utama adalah jalan yang sering digunakan warga sebagai akses sehari-hari dan digunakan Perhutani untuk patroli keamanan. Penentuan skor sebaran jarak desa di sekitar hutan dengan mempertimbangkan jarak paling jauh yang dapat ditempuh seseorang dalam memasuki hutan dengan berjalan kaki adalah sejauh 3 km(Hadi 2006). Tabel 4 Skor sebaran jarak jalan utama sekitar hutan di KPH Mantingan Jarak jalan (m) 0 600
Skor 5 4 3 2 1
e. Skoring jarak dari desa sekitar hutan disajikan pada Tabel 5. Penentuan skor sebaran jarak desa di sekitar hutan dengan mempertimbangkan jarak paling jauh yang dapat ditempuh seseorang dalam memasuki hutan dengan berjalan kaki adalah sejauh 3 km(Hadi 2006). Tabel 5 Skor sebaran jarak desa sekitar hutan di KPH Mantingan Jarak desa (m) 0 600
Skor 5 4 3 2 1
5. Pembuatan peta sebaran tingkat kerawanan pencurian kayu dibuat berdasarkan hasil model spasial tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan. Hasil ini didapat dari analisis statistik dengan uji analisis linier berganda, karena terdapat empat variabel yang berpengaruh. Menurut Draper dan Smith (1992) hal itu dapat dirumuskan sebagai berikut:
6 Y = β + β X + β X +β X + β X + ε Keterangan : Yi = Skor pencurian kayu tahun 2010 X1i = Skor kelas umur X2i = Skor kelas kemiringan X3i = Skor jarak dari jalan X4i = Skor jarak dari desa ε = Galat i = Satuan pengukuran/ pengamatan/data berupa petak 6. Pengujian akurasi pemetaan dengan menggunakan matriks kesalahan atau matriks kontingensi yang dilakukan untuk melihat besarnya kesalahan klasifikasi area contoh sehingga dapat menentukan besarnya ketelitian pemetaan. Ketelitian ini meliputi luasan areal contoh yang diklasifikasikan dengan benar atau salah terhadap pemberian kelas tingkat pencurian kayu. Berdasarkan data pencurian kayu dari 113 petak pada tahun 2010, sebanyak 60 petak digunakan sebagai pengujian penyusunan model dan 53 petak digunakan sebagai pengujian akurasi kesalahan pemetaan. Tabel 6 menyajikan bentuk dari matriks kesalahan pengujian akurasi. Tabel 6 Matriks kesalahan pengujian akurasi Kelas pencurian
Rendah Sedang Tinggi Total kolom
Data klasifikasi Rendah Xkk
Sedang
Total baris Tinggi Xk+
X+k
N
Akurasi yang dihitung dalam tabel tersebut adalah Overall accuracy dan Kappa Accuracy. Berdasarkan Jaya (2010) secara matematis akurasi dapat dirumuskan sebagai berikut: Overall Accuracy Kappa Accuracy
∑ ∑
∑ ∑
Keterangan: Xkk= Nilai diagonal matriks kontingensi baris ke-k dan kolom ke-k Xk+ = Jumlah luasan dalam baris ke-k X+k = Jumlah luasan dalam kolom ke-k N = Jumlah luasan yang digunakan sebagai contoh
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Pencurian Kayu di KPH Mantingan Pencurian kayu dapat menyebabkan dua kerugian, diantaranya kerugian fisik dan kerugian materiil (Pratiwi 2007). Kerugian fisik adalah kerugian hilangnya pohon yang harus ditanggung oleh Perhutani. Hilangnya pohon tersebut dapat dilihat dari bekas tunggak lokasi pencurian kayu. Kerugian materiil adalah kerugian materi yang harus ditanggung oleh Perhutani.Kerugian materi tersebut dapat dikonversi ke dalam rupiah yang disesuaikan dengan kualitas kayu yang hilang. Gambar 2 menunjukkan pencurian kayu di KPH Mantingan dalam kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 200 2013.
2500
2275
Jumlah (pohon)
2000
1500 1000
876
734 529
509
2011
2012
500 0 2009
2010
2013
Tahun Gambar 2 Jumlah pencurian kayu di KPH Mantingan tahun 200
2013
Berdasarkan Gambar 2, diketahui bahwa pada tahun 2010 terjadi kasus pencurian kayu terbanyak dengan jumlah kehilangan sebanyak 2275 pohon, sementara pada tahun 2012 kasus pencurian kayu terkecil sebanyak 509 pohon. Terjadi kenaikan tingkat pencurian kayu yang s 2010, walaupun setelah itu mengalami penurunan secara signifikan sampai dengan tahun 2012 terjadi kenaikan kembali di tahun 2013. Berdasarkan informasi yang didapat dari pihak keamanan KPH Mantingan, pada tahun 2010 terjadi pemilihan kepala daerah. Berdasarkan hal tersebut, diduga terdapat pihak-pihak yang beranggapan bahwa dengan mencuri kayu jati dianggap sebagai suatu cara yang cepat dan mudah dalam menghasilkan uang yang banyak. Selain itu pencurian kayu akan meningkat dalam waktu-waktu tertentu seperti hajatan besar (nikahan, khitanan, sedekah bumi) dan pembayaran anak sekolah.
8 2000 Kalinanas Ngiri Sudo
1500 Jumlah (pohon)
Medang Demaan Kebon
1000
500
0 Kalinanas Ngiri Sudo Medang Demaan Kebon
2009 362 106 40 120 102 146
2010 1825 85 57 110 87 111
2011 251 36 85 47 27 83
2012 358 12 20 30 16 73
2013 364 65 6 89 102 108
Gambar 3 Jumlahpencurian kayu pada masing-masing BKPH di KPH Mantingan Kerugian fisik pencurian kayu di KPH Mantingan tersebar ke masingmasing Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH).Gambar 3menyajikan data pencurian kayu dari enam BKPH yang ada, BKPH Kalinanas merupakan daerah dengan intensitas pencurian kayu paling tinggi dengan rata-rata kehilangan 632 pohon/tahun, sedangkan untuk intensitas pencurian kayu terkecil terjadi di BKPH Sudo dengan rata-rata kehilangan 42 pohon/tahun. BKPH Kalinanas merupakan daerah dengan intensitas pencurian kayu paling tinggi, hal ini disebabkan beberapa faktor. Faktor pertama adalah masih tingginya potensi kayu di Kalinanas. Berdasarkan data yang didapatdi BKPH Kalinanas memiliki rata-rata potensi kayu golongan KU III, sementara untuk daur tebang di KPH Mantingan adalah 30 tahun, sehingga rata-rata potensi kayu merupakan kayu siap tebang. Faktor kedua adalah letak BKPH Kalinanas yang strategis diantara tiga kabupaten yaitu Kabupaten Rembang, Kabupaten Blora, dan
9 Kabupaten Pati. Hal ini memudahkan setiap orang untuk mengakses daerah tersebut. Selain itu memudahkan dalam hal memindahkan hasil pencurian kayu. Faktor ketiga adalah terdapat pabrik atau pasar yang menampung kayu hasil curian yang letak pabriknya tidak jauh dari BKPH Kalinanas. Faktor yang selanjutnya adalah terdapat beberapa oknum petugas Perhutani yang bekerjasama dengan pencuri kayu. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat bahwa biasanya oknum tersebut memberi informasi tentang waktu dilakukannya kegiatan patroli. Hal ini sesuai dengan referensi Perhutani (2006) bahwa masih banyak personil Perhutani yang belum mempunyai komitmen tinggi terhadap pelaksanaan pengamanan dan perlindungan hutan. 500
459 393 029
450
Kerugian Finansial (Rp x 1juta)
400
345 198 248
350
316 480 300
300 247 373 236
250 200 168 219 000 150 100 50 0 2009
2010
2011 Tahun
2012
2013
Gambar 4 Kerugian finansial pencurian kayu di 2013 Gambar 4 menyajikan pola kerugian finansial pencurian kayu di KPH Mantingan dari tahun 2009 2013. Kerugian terbesar terjadi pada tahun 2012 yaitu mencapai Rp 459 393 029 sedangkan kerugian yang paling rendah terjadi pada tahun 2009 dengan total kerugian mencapai Rp 168 219 000. Besar kerugian finansial pencurian kayu dari masing-masing tahun bervariasi dan belum tentu semakin tingginya tingkat pencurian berbanding lurus dengan kerugian finansial. Hal ini disebabkan volume kayu dan kualitas kayu jati yang tercuri berbeda dari masing-masing petak. Faktor tingginya permintaan kayu jati, sementara supply yang belum bisa memenuhi kebutuhan merupakan salah satu penyebab semakin tingginya harga kayu jati.
10
Total Kerugian (Rp x1000)
350,000 Kalinanas
300,000 250,000
Ngiri
200,000 Sudo 150,000 100,000
Medang
50,000 Demaan 0
2009 Kalinanas 88430 Ngiri 16866 Sudo 5576 Medang 16988 Demaan 11269 Kebon 29090
2010 2011 2012 2013 170136 151042 317675 203362 10772 57798 80545 55932 8682 18723 2807 402 23077 18794 10774 49027 11291 2329 3073 14119 23415 67795 44519 22356
Kebon
Tahun Gambar 5 K
-
Gambar 5 menyajikan kerugian finansial akibat pencurian kayu tersebar pada masing-masing BKPH. Pada gambar tersebut disajikan bahwa, tingkat kerugian finansial bervariatif dari tahun . BKPH Kalinanas mengalami kerugian finansial tertinggi rata-rata Rp 186 129 000. Terlihat bahwa jumlah pohon yang hilang tidak berbanding lurus dengan jumlah total kerugian kayu hal ini disebabkan harga kayu setiap tahunnya mengalami kenaikan selain itu kualitas kayu yang dicuri mempengaruhi total kerugian finansial yang terjadi. Pencurian kayu digolongkan menjadi beberapa macam disesuaikan dengan tujuannya. Terdapat pencurian kayu dengan skala kecil, biasanya kayu dari hasil pencurian ini hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti rencekan dan bahan bakar. Pencurian dengan skala kecil ini menyebabkan Perhutani mengalami kerugian tetapi hanya skala kecil. Pencurian kayu jenis kedua yaitu pencurian dengan skala besar, dalam hal ini tujuan dari mencuri adalah untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan atau dijual secara ilegal. Perhutani mengalami kerugian secara fisik dan finansial yang cukup besar, karena untuk pemenuhan bahan baku industri dibutuhkan kayu dengan ukuran tertentu dan kualitas tertentu. Pencurian kayu di KPH Mantingan dipetakan berdasarkan intensitas pencurian kayu dan jumlah pohon yang hilang pada tahun 2010.Pembagian kelas pencurian kayu berdasarkan intensitas pencurian pada masing-masing petak yang
11 terjadi di KPH Mantingan pada tahun 2010dengan cara perhitungan nilai maksimum dan minimum data persebaran kejadian pencurian kayu jati pada tahun 2010. Hasil dari pengolahan didapatkan lima kelas diantaranya adalah rendah, cukup, sedang, tinggi,dan sangat tinggi yang disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 6. Tabel 7 Tingkat pencurian kayu berdasarkan intensitas pencurian di tahun 2010 Banyaknya pencurian (pohon)
Kelas pencurian
Luas (ha)
Luas (%)
2
Rendah
3029.38
18.37
4
Cukup
1173.69
7.12
6
Sedang
512.01
3.10
8
Tinggi
144.98
0.88
10
Sangat tinggi
217.52
1.32
Gambar 6 Pola spasial tingkat pencurian kayu berdasarkan intensitas pencurian kayu tahun 2010 Tabel 7 dan Gambar 6merupakan hasil pemetaan intensitas pencurian pohon yang terjadi di tahun 2010, kelas pencurian pohon rendah berwarna hijau muda dengan luasan mencapai 3029.38 ha atau 18.37% dari luas keseluruhan, kelas cukup berwarna hijau tua dengan luasan mencapai 1173.69 ha atau 12%, kelas sedang berwarna kuning dengan luasan mencapai 512.01 ha atau 3.1 %,
12 kelas tinggi berwarna merah muda dengan luasan mencapai 144.98 ha atau 0.88%, kelas sangat tinggi berwarna merah tua dengan luas mencapai 217.52 ha atau 1.32%. Kelas pencurian sangat tinggi ini terjadi di petak 39 dan 56 BKPH Kalinanas serta di petak 16 dan 20 BKPH Kebon. Pembagian tingkatpencurian kayu yang selanjutnya adalah pembagian berdasarkan jumlah pohon yang hilang dalam masing-masing petak di KPH Mantingan pada tahun 2010. Kelas kerawanan dibagi menjadi lima kelas diantaranya adalah rendah, cukup, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.Pembagian tingkat pencurian dengan cara perhitungan nilai maksimum dan nilai minimum kejadian pencurian dalam satuan jumlah pohon yang hilangyang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Tingkat pencurian kayu berdasarkan jumlah pohon yang hilang di tahun 2010 Banyaknya pencurian (pohon) 1 45 46 90 91 135 136 180 181 225
Kelas pencurian Rendah Cukup Sedang Tinggi Sangat tinggi
Luas (ha)
Luas (%)
4752.91 39.85 93.59 61.67 129.58
28.82 0.25 0.57 0.37 0.79
Gambar 7 Pola spasial tingkat pencurian kayu berdasarkan jumlah pohon yang hilang tahun 2010
13 Berdasarkan pembagian kelas pada pencurian tahun 2010 yang disajikan pada Tabel 8 dan pola spasial tingkat kerawanan pencurian kayu tahun 2010 yang disajikan pada Gambar 7, kelas pencurian rendah berwarna hijau muda dengan luasan mencapai 4752.91 ha atau 28.82% dari luas total keseluruhan KPH Mantingan, kelas cukup berwarna hijau tua dengan luasan mencapai 39.85 ha atau 0.25%, kelas sedang berwarna kuning dengan luasan 93.59 ha atau 0.57%, kelas tinggi berwarna merah muda dengan luasan mencapai 61.67 ha atau 0.37%, kelas sangat tinggi berwarna merah tua dengan luasan mencapai 129.58 ha atau 0.79%. Kelas sangat tinggi ini berada di petak 22,23, dan 39 di BKPH Kalinanas. Pengaruh Peubah Biofisik Terhadap Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu Tingkat kerawanan pencurian kayu dapat diduga menggunakan peubah biofisik. Faktor biofisik yang mempengaruhi pencurian kayu, yaitu Kelas Umur (KU), kelas lereng dari masing-masing wilayah, jarak dari jalan utama, dan jarak dari desa. Kelas Umur (KU) Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pencurian kayu adalah kelas umur. Kelas umur adalah penggolongan umur pohon jati, dimana setiap kelas mempunyai rentang umur sepuluh tahun. Pengaruh kelas umur disajikan pada Gambar 8. 1200
Jumlah (pohon)
1000
1075 930
800 600 400 200
95
53
KU III
KU IV
122
0 KU I
KU II
Kelas Umur
Gambar 8 Pengaruh kelas umur terhadap intensitas pencurian kayu di KPH Mantingan tahun 2010 Gambar8 menyajikan tentang pengaruh faktor kelas umur KU I, KU II, KU III, KU IV, dan KU V up terhadap intensitas pencurian kayu yang dinyatakan dalam jumlah pohon. Berdasarkan Gambar tersebut, terlihat bahwa pencurian
14 terbanyak terjadi pada KU II sebanyak 1075 pohon. Tidak ada hal yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat KU, maka semakin tinggi tingkat pencurian yang terjadi atau sebaliknya. Tetapi kejadian pencurian lebih banyak terjadi di KU muda adalah sebelum rotasi tebang KPH Mantingan yakni 30 tahun. Tingginya pencurian kayu di KU muda karena semakin jarangnya kayu jati yang berumur tua karena banyak yang sudah dijarah, sehingga semakin jarang kuantitasnya. Selain itu ada faktor lain yaitu kemudahan dalam hal penjualan dan memindahkan kayu hasil curian. Hal ini didukung oleh Zamhari (2007) menjelaskan jika umur jati masih muda, lebih mudah dijual kepada penadah atau penampung. Kelas Kemiringan Kelas kemiringan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi intensitas pencurian kayu. Menggunakan SIG dalam menggunakan analisis kemiringan dari masing-masing petak, maka didapatkan lima kelas lereng yang sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 8 15%), agak curam (15 25%), curam (25 40%), dan sangat curam (>40%). KPH Mantingan memiliki kemiringan yang didominasi oleh datar sampai agak curam. Gambar 9 menyajikan pengaruh kemiringan terhadap intensitas pencurian kayu.
1200
Jumlah (pohon)
1000
1124 822
800 600 308
400 200
18
3
0 0 8
Gambar 9
8 15
15 25 25 40 Kemiringan (%)
≥ 40
Pengaruh kemiringan terhadap intensitas pencurian kayu di KPH Mantingan tahun 2010
Berdasarkan Gambar9pencurian kayu tertinggi terjadi di daerah dengan kemiringan landai yakni sebanyak 1124 pohon, disusul dengan kemiringan datar sebanyak 822 pohon. Hal ini berarti bahwa semakin curam atau tingginya kemiringan suatu tempat, maka akan mempersulit seseorang untuk mengakses hutan dan melakukan pencurian. Kondisi ini sesuai dengan penjelasan
15 Solekhuddin (2010) bahwa semakin tinggi kelas lereng hutan, maka akan mempersulit seseorang memasuki wilayah hutan. Secara spasial wilayah KPH Mantingan didominasi oleh kemiringan datar sampai agak landai. Hal inilah salah satu pendorong kemudahan dalam pencurian kayu. Jarak Jalan Faktor jarak jalan dengan lokasi petak merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya pencurian kayu. Hal ini sesuai dengan penjelasan Hadi (2006) bahwa jarak paling jauh yang dapat ditempuh seseorang dalam memasuki hutan dengan berjalan kaki adalah sejauh tiga km. Jalan yang digunakan sebagai acuan adalah jalan yang biasanya digunakan untuk patroli Perhutani dan jalan utama yang biasa digunakan masyarakat untuk beraktivitas. Gambar 10 menyajikan pengaruh jarak dari jalan terhadap intensitas pencurian kayu. 1400 1206
1200
Jumlah (pohon)
1000 800 600
492
465
400 200 49
63
2400
3000
0 600
1200
1800 Jarak jalan (m)
Gambar 10 Pengaruh jarak jalan terhadap intensitas pencurian kayu di KPH Mantingan tahun 2010 Berdasarkan Gambar10pencurian tertinggi terjadi pada petak dengan jarak 1200 m sebanyak 1206 pohon, disusul dengan jarak 600 m sebanyak 492 pohon dan 1800 m sebanyak 465 pohon. Pada jarak 600 m dan 1800 m tidak terlalu berbeda jauh, hal ini menunjukkan bahwa jarak jalan dari lokasi petak tidak mempengaruhi intensitas pencurian kayu. Pencurian menyebar dan kemungkinan bisa terjadi di semua lokasi. Kemudahan dalam mengakses wilayah hutan dan faktor pencuri yang menggunakan sarana dan prasarana dalam melakukan pencurian merupakan hal yang menyebabkan tersebarnya lokasi pencurian di KPH Mantingan.
16 Jarak Desa Intensitas pencurian dapat dipengaruhi oleh jarak lokasi terhadap desa setempat. Gambar 11 menyajikan jarak desa antara 600 sampai 3000 m. Hal tersebutmenunjukkan intensitas pencurian kayu akan meningkat dengan semakin dekat lokasi tersebut ke desa.
1200 Jumlah (pohon)
1000
986 841
800 600 385 400 200
63
0 600
1200
1800
2400
0 3000
Jarak desa (m) Gambar 11 Pengaruh jarak desa terhadap intensitas pencurian kayu di KPH Mantingan tahun 2010 Pencurian tertinggi terjadi pada lokasi dengan jarak dari desa 600 m dengan intensitas sebanyak 986 pohon. Kemudahan lokasi diakses merupakan salah satu faktor peningkatan intensitas pencurian kayu. Masyarakat masih banyak yang mengandalkan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengandalkan hasil hutan berupa kayu, karena terbatasnya pekerjaan yang dapat memberikan penghasilan yang layak di daerah sekitarnya. Hal ini didukung oleh Suratmo (1972) bahwa salah satu motif pencurian kayu adalah terbatasnya lapangan pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan tambahan serta sulit mencari pekerjaan lain dengan upah yang lebih baik. Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu Pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu menggunakan peubah-peubah biofisik menghasilkan model spasial yang dirumuskan sebagai berikut: Y = 2.110 + 0.130 X1- 0.133 X2 + 0.036 X3 + 0.006 X4………… Keterangan: Y = Skor tingkat kerawanan pencurian kayu X1 = Skor kelas umur X2 = Skor kelas kemiringan X3 = Skor jarak dari jalan X4 = Skor jarak dari desa
17 Berdasarkan hasil uji analisis linier berganda yang didapat, nilai koefisien kelas umur pohon merupakan yang paling besar diantara yang lain sebesar 0.130. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi skor untuk kelas umur pohon atau semakin rendah kelas umur pohon, maka akan menyebabkan peluang lebih besar jumlah pohon yang tercuri. Diantara empat faktor yang ada, kelas umur pohon, jarak dari jalan dan jarak dari desa memiliki korelasi yang positif, sementara untuk kelas kemiringan memiliki korelasi yang negatif yaitu memiliki nilai koefisien sebesar 0.133. Hal ini menunjukkan semakin tinggi skor kelas kemiringan atau semakin rendah kemiringan, maka kemungkinan jumlah pohon yang tercuri akan semakin sedikit. Uji analisis linier bergandamenghasilkan nilai R2(koefisien determinasi) sebesar 11.2%. Hal ini berarti bahwa faktor biofisik yaitu kelas umur, kelas kemiringan, jarak jalan dan jarak desa hanya dapat mempengaruhi tingkat pencurian kayu sebesar 11.2%, sisanya sebesar 88.8% dipengaruhi oleh faktorfaktor yang lain. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat pencurian kayu digolongkan menjadi dua yaitu internal dan eksternal. Faktor internal adalah kurang profesionalnya anggota Perhutani di dalam bekerja hal ini disebabkan karena beberapa anggota keamanaan Perhutani terkadang memberikan informasi tentang waktu patroli dan inspeksi mendadak, sehingga membuat operasi tersebut tidak maksimal. Hal ini sesuai dengan Perhutani (2006) bahwa masih banyak personil Perhutani yang belum mempunyai komitmen tinggi terhadap pelaksanaan pengamanan hutan dan perlindungan. Faktor internal yang kedua adalah upaya pengamanan hutan yang belum terorganisir dengan baik dan kurangnya jumlah pihak keamanan yang menjaga wilayah KPH Mantingan. Hal ini dibuktikan dengan jumlah total pihak keamanan di KPH Mantingan hanya sebanyak 120 orang untuk mengamankan luasan sekitar 16 489.5 ha.Kondisi ini didukung oleh pernyataan Yulianto (2002)bahwa salah satu penyebab pencurian kayu adalah sistem pengawasan dan pengamanan hutan yang kurang efektif. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar Perhutani. Beberapa faktor eksternal adalah masih rendahnya kesadaran dan tingkat sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan, hal ini didapatkan untuk contoh kasus di daerah sekitar BKPH Kalinanas, pencurian akan meningkat pada waktu-waktu tertentu, seperti Hari Idul Fitri, bulan Ramadhan, pembayaran anak sekolah. Selain itu masyarakat masih banyak yang mengandalkan hutan sebagai mata pencahariannya karena mayoritas penduduk di desa Kalinanas bekerja sebagai petani. Faktor eksternal yang kedua yaitu berkembangnya industri kayu yang bersedia menampung dan mengolah kayu hasil curian, beberapa ditemukan di Desa Ronggo, lokasinya sekitar 10 km dari Kalinanas, hal ini berdampak pada kemudahan pencuri untuk menjual kayu hasil curian.Pernyataan ini didukung oleh Suratmo (1972) bahwa adanya penampung (penadah) hasil pencurian seperti adanya industri kecil yang menampung hasil pencurian atau orang yang ingin mencari untung dari masalah pencurian akan mendorong pencurian. Faktor ketiga yang mempengaruhi pencurian kayu adalah keterbatasan masyarakat dalam ikut serta mengelola hutan. Hal ini berdampak negatif karena masyarakat sekitar hutan mayoritas masih mengandalkan hutan sebagai mata pencahariannya. Menurut Santoso (2008) bahwa hal yang melatarbelakangi illegal logging adalah keterbatasan akses masyarakat pada hutan untuk ikut mengelola.
18 Upaya Perhutani untuk mengurangi pencurian kayu di KPH Mantingan dengan melakukan pengamanan hutan. Pengamanan hutan adalah suatu proses atau upaya untuk menjaga hutan, sehingga masih terjaga keberadaan sumber daya hutan. Pengamanan hutan di KPH Mantingan dilakukan oleh bagian keamanan bekerjasama dengan berbagai pihak diantaranya adalah pemerintah daerah, kepolisian, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan warga setempat. Kegiatan pengamanan dibagi menjadi dua yakni preventif (pencegahan) dan represif (penanggulangan). Terdapat beberapa upaya preventif yang dilakukan oleh KPH Mantingan, diantaranya adalah melakukan kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), serta melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Kegiatan PHBM ini biasanya berupa peminjaman lahan Perhutani untuk ditanami oleh warga atau bercocok tanam, dan beberapa terdapat sistem agroforestri juga yaitu melakukan penanaman tanaman kehutanan yang dicampur dengan tanaman pertanian. Wujud kegiatan PHBM yang lain adalah dengan pembagian keuntungan hasil panen kayu sebesar 25%. KPH Mantingan bekerjasama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang berjumlah 53 kelompok. Keuntungan tidak hanya dibagikan dalam bentuk uang, tetapi biasanya dibagikan dalam bentuk barang produktif seperti pembagian hewan ternak atau disumbangkan ke koperasi dari masing-masing LMDH. Salah satu tujuan dari hal ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Kegiatan yang kedua yaitu represif (penanggulangan). Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh pihak-pihak keamanan seperti melakukan patroli rutin, kegiatan penggeledahan, penggerebekan. Patroli rutin ini biasanya dilakukan di jam-jam kerja saja, sehingga terdapat kelemahan dan biasanya kegiatan pencurian terjadi di waktu-waktu istirahat. . Pada saat itu para petugas keamanan hutan biasanya jarang mengadakan patroli hutan. Kegiatan penggeledahan dan penggerebekan KPH Mantingan bekerja sama dengan TNI dan Polri, penggeledahan biasanya dilakukan di rumah-rumah warga, perusahaan kayu, dan tukang mebel. Pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu dikelompokkan dengan menggunakan nilai maksimum dan minimum. Tingkat kerawanan pencurian kayu dibagi menjadi 3 diantaranya adalah rendah, cukup, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Hasil klasifikasi tingkat kerawanan pencurian kayu disajikan pada Tabel 9 dan sebaran spasial tingkat kerawanan pencurian kayu disajikan pada Gambar 12 Tabel 9 Luas tingkat kerawanan pencurian kayu berdasarkan aspek biofisik di KPH Mantingan tahun 2010 Skor tingkatkerawanan
Tingkat kerawanan
Luas (ha)
Luas (%)
1.737 2.080
Rendah
2502.330
15.260
2.08
2.423
Sedang
10 970.440
66.900
2.424 2.766
Tinggi
2924.980
17.840
19
Gambar 12 Sebaran spasial tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan Berdasarkan Tabel 9 dan Gambar 12 tingkat kerawanan terbagi menjadi tiga tingkat kerawanan yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat kerawanan sedang berwarna kuning mempunyai luasan yang paling besar seluas 10 970.44 ha atau 66.90% dari luas keseluruhan. Sedangkan tingkat kerawanan rendah berwarna hijau mempunyai luasan yang paling rendah seluas 2502.33 ha atau 15.26%. Berdasarkan hasil analisis spasial, tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan didominasi oleh warna kuning. Warna kuning merupakan tingkat kerawanan sedang. Selain itu terdapat warna hijau muda dengan tingkat kerawanan rendah dan warna merah muda dengan tingkat kerawanan tinggi. Uji akurasi hasil pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan menggunakan dua metode yaitu Overall accuracy dan Kappa accuracy. Akurasi menggunakan data pencurian kayu tahun 2010 dengan jumlah 53 petak dari total 113 petak yang terjadi pencurian. Hasil akurasi disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil akurasi pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan Metode akurasi
Nilai akurasi (%)
Overall accuracy
50.61
Kappa accuracy
28.15
20 Uji akurasi hasil pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan dengan metode Overall accuracy menghasilkan nilai akurasi sebesar 50.61% dan Kappa accuracy sebesar 28.15%. Berdasarkan Jaya (2010) hasil digitasi yang baik nilainya di atas 85%. Hasil pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan mendapatkan hasil yang kurang baik karena variasi tingkat pencurian yang tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
2013, menunjukkan bahwa pencurian tertinggi terjadi pada tahun 2010 dengan jumlah kehilangan sebanyak 2275 pohon, sedangkan BKPH Mantingan merupakan daerah dengan intensitas pencurian kayu tertinggi dengan rata-rata kehilangan sebanyak 632 pohon/ tahun.Faktor biofisik yang terdiri dari kelas umur, kelas kemiringan, jarak dari jalan dan jarak dari desa hanya mempengaruhi intensitas pencurian kayu jati di KPH Mantingan sebesar 11.2%.Tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan terbagi ke dalam 3 kelas diantaranya adalah rendah seluas 2502.33 ha, sedang seluas 10 970.44 ha, dan tingi seluas 2924.98 ha. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk penentuan tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan menggunakan faktor-faktor selain biofisik, tetapi lebih melakukan pendekatan terhadap internal Perhutani seperti jumlah pihak keamanan, tingkat kesejahteraan pihak keamanan dan eksternal Perhutani seperti aspek sosial ekonomi masyarakat. 2. KPH Matingan perlu menambah jumlah bagian keamanan dan melatih lebih intensif agar lebih berkomitmen untuk menjaga hutan. 3. KPH Mantingan lebih memperhatikan waktu pembagian dana PHBM, karena pencurian kayu akan meningkat dalam waktu dan kondisi tertentu dan memaksimalkan program PHBM. 4. Pemerintah daerah, Perhutani, dan aparat hukum dapat bekerja sama dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan dan menanggulangi pihak-pihak yang menampung kayu illegal.
DAFTAR PUSTAKA Aronoff S. 1989. Geographic Information System A Management Prespective.WDL Publication. Ottawa. Canada. Draper NR dan Smith H. 1992. Analisis Regresi Terapan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
21 Hadi M. 2006. Pemodelan spasial kerawanan kebakaran di lahan gambut: studi kasus di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau [thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Iskandar R. 1971. Diktat Penuntun Dalam Melakukan Kepolisian Kehutanan Untuk Refreshing. Kadipaten (ID): Cource. Jaya INS. 2010. Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jarak Jauh Untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bogor(ID): Fakultas Kehutanan IPB. [KSAH]Konservasi Sumberdaya Alam Hayati. 1983. Rencana Umum Perlindungan Hutan. Jakarta (ID): Proyek Pembinaan Kelestarian Sumberdaya Alam Hayati. Perhutani. 2006. Petunjuk Pelaksanaan Keamanan Hutan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Semarang (ID): Perum Perhutani Perhutani. 2014. Buku Saku Statistik Tahun 2009 – 2013 Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Semarang (ID): Perum Perhutani. Prahasta E. 2010. Tutorial ArcGIS Desktop untuk Bidang Geodesi dan Geomatika. Bandung(ID): Informatika Bandung. Pratiwi WS. 2007. Pemodelan spasial kerawanan pencurian kayu menggunakan Sistem Informasi Geografis di KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Santoso B. 2008. Kebocoran Hutan dan Anomali Illegal Logging. Jakarta (ID): Wana Aksara. Solekhuddin. 2010. Pemetaan tingkat kerawanan pencurian pohon menggunakan sistem informasi geografis di KPH Balapulang Perhutani Unit I [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suratmo G. 1972. Ilmu Perlindungan Hutan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tini N dan Amri K. 2002. Mengebunkan Jati Unggul: Pilihan Investasi Prospektif. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka. Widjajanto E. 1997. Studi pencurian kayu di KPH Kendal Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yulianto M. 2002. Analisis sosial ekonomi pencurian kayu: studi asus Kabupaten Blora Jawa Tengah [thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zamhari A. 2007. Pola spasial kerawanan pencurian kayu menggunakan sistem informasi geografis di KPH Saradan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
22 Lampiran 1 Hasil analisis regresi linier berganda Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4 The regression equation is Y = 2.11 + 0.130 X1 - 0.133 X2 + 0.0361 X3 + 0.006 X4 Predictor Constant X1 X2 X3 X4
Coef 2.1147 0.12958 -0.13310 0.03613 0.0057
S = 0.676255
SE Coef 0.5814 0.05733 0.09802 0.06500 0.1046
R-Sq = 11.2%
T 3.64 2.26 -1.36 0.56 0.05
P 0.001 0.028 0.180 0.581 0.957
R-Sq(adj) = 4.8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source X1 X2 X3 X4
DF 1 1 1 1
DF 4 55 59
SS 3.1807 25.1527 28.3333
MS 0.7952 0.4573
F 1.74
P 0.155
Seq SS 2.2558 0.7836 0.1399 0.0014
Unusual Observations Obs 1 5 9 19
X1 5.00 5.00 4.00 4.00
Y 1.0000 1.0000 1.0000 2.0000
Fit 2.3062 2.2891 2.3705 2.5474
SE Fit 0.1817 0.3202 0.1620 0.3741
Residual -1.3062 -1.2891 -1.3705 -0.5474
St Resid -2.01R -2.16R -2.09R -0.97 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Lampiran 2 Peta sebaran kelas umur jati di KPH Mantingan
23
Lampiran 3 Peta sebaran kelas kemiringan di KPH Mantingan
24
Lampiran 4 Peta jarak jalan di KPH Mantingan
25
Lampiran 5 Peta jarak desa sekitar di KPH Mantingan
26
27 Lampiran 6 Hasil analisis pemetaan tingkat kerawanan pencurian kayu di KPH Mantingan Kerawanan Kelas
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Rendah
253.2636
68.85423
-
322.1178
Sedang
234.2171
315.0893
0.019433
549.3258
Tinggi
-
732.5949
492.8928
1225.488
Total
487.4807
1116.538
492.9122
Overall accuracy(%)
50.61
Kappa accuracy(%)
28.15
28
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Juni 1992 d Kabupaten Rembang Jawa Tengah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Joko Nyuwito dan Ibu Indarti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di TK
Pertanian Bogor melalui jalur USMI ( Undangan Seleksi Masuk IPB) sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pada saat menjalani masa studi penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Kamojang-Sancang, Garut Jawa Barat dan magang mandiri di KPH Mantingan Perhutani Unit I Jawa Tengah pada tahun 2012. Penulis juga melakukan Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan Praktek Kerja Lapang pada tahun 2013 di IUPHHK-HA PT. Bina Multi Alam Lestari, Muara Teweh Kalimantan Tengah. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetan Wilayah tahun ajaran 2013/2014 dan 2014/2015, mata kuliah Geomatika Inderaja Kehutanan tahun ajaran 2013/2014, mata kuliah Teknik Inventarisasi tahun ajaran 2014/2015. Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor penulis mempunyai pengalaman organisasi di Himpunan Keluarga Rembang di Bogor, Himpunan Mahasiswa Forest Management Students’ Club (FMSC), Unit Kegiatan Mahasiswa Futsal dan Tarung Derajat. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada program studi Manajemen Hutan, Fakulatas Kehutanan Institut Pertanian Bogor “ Sistem Informasi Geografis Dalam Pemetaan Tingkat Kerawanan Pencurian Kayu Jati di KPH Mantingan Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah” Dr Nining Puspaningsih,MSi.