ORNAMEN MESJID MANTINGAN DI JEPARA JAWA TENGAH Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S2 program studi Pengkajian Seni Minat Utama Seni Rupa Nusantara
Oleh :
AGUS SETIAWAN Nim: 269/S2/KS/07
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT SENI INDONESIA (ISI) SURAKARTA
2009 i
PERSETUJUAN
Disetujui dan disahkan oleh pembimbing
Pembimbing
Prof. Dr. Dharsono, M.Sn NIP. 131478719
ii
PENGESAHAN TESIS ORNAMEN MESJID MANTINGAN DI JEPARA JAWA TENGAH Dipersiapkan dan disusun oleh Agus Setiawan 269/S2/KS/07 telah dipertahankan di depan dewan penguji Pada tanggal 6 Juli 2009 Susunan Dewan Penguji Pembimbing
Ketua Dewan Penguji
Prof. Dr. Dharsono, M.Sn. NIP. 131478719
Prof. Dr. Rustopo, S. Kar., M.S. NIP. 130692492
Penguji Utama
Prof. Dr. T. Slamet Suparno, S. Kar., M.S. NIP. 194812191975011001 Tesis ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan pada Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta 6 Juli 2009
NIP. 130283561
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis dengan judul “Ornamen Mesjid Mantingan di Jepara, Jawa Tengah” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sangsi yang dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Surakarta, 6 Juli 2009 Yang membuat pernyataan
Agus Setiawan
iv
PERSEMBAHAN
Tesis ini Kupersembahkan untuk Bapak dan Ibu Tercinta Kakakku;Hadi Susanto dan Ida Rusmaliana Keponakanku tersayang; Shill Kamalal Ma’rifah
v
ABSTRAK Oleh: Agus Setiawan Tesis dengan judul ”Ornamen Mesjid Mantingan Di Jepara Jawa Tengah”, memfokuskan pada pokok permasalahan bagaimana keberadaan ornamen pada Mesjid Mantingan. Bagaimana karakteristik seni Islam pada ornamen Mesjid Mantingan. Mengapa ornamen Mesjid Mantingan menghadirkan unsur-unsur Hindu, Cina, dan local genius. Bagaimana makna lambang (simbol) motif ornamen Mesjid Mantingan. Tujuan penelitian untuk mengetahui dan menjelaskan permasalahan yang dirumuskan yaitu: mengetahui dan menjelaskan keberadaan ornamen pada Mesjid Mantingan. Mengetahui dan menjelaskan secara faktual karakteristik seni Islam pada ornamen Mesjid Mantingan. Mengetahui dan menjelaskan ornamen Mesjid Mantingan yang masih menghadirkan unsur-unsur Hindu, Cina, dan local genius. Mengetahui dan menjelaskan makna lambang (simbol) motif ornamen Mesjid Mantingan. Langkah-langkah (metode) penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif. Lokasi penelitian dilaksanakan di kompleks Mesjid dan Makam Pangeran Hadiri dan Ratu Kalinyamat di desa Mantingan, Jepara. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, studi pustaka, dan dokumen (arsip). Analisis data menggunakan interaksi analisis dan interpretasi analisis. Secara terstruktur meliputi tahap kajian historis, bentuk pengislaman, makna lambang dan tahap simpulan. Hasil penelitian yaitu keberadaan ornamen pada Mesjid Mantingan sebagai hiasan dan ajaran terkait dengan tokoh Pangeran Hadiri yang mengilhami terciptanya mesjid beserta ornamen, Ratu Kalinyamat pemimpin Jepara sekaligus penggagas dan Sungging Badarduwung sebagai pencipta ornamen mesjid. Peran tokohtokoh tersebut memberikan dampak terjadinya perpaduan gaya seni pada ornamen Mesjid Mantingan yaitu seni Hindu, Cina, Islam dan local genius. Karakteristik seni Islam terjadi selama proses akulturasi dan bentuk seni budaya luar dikemas dengan seni bernuansa Islam. Karakter ornamen Mesjid Mantingan dicapai dengan pengabstraksian bentuk, struktur pola, kombinasi keberlanjutan, repetisi, dinamis dan kerumitan. Makna lambang (simbol) motif ornamen Mesjid Mantingan menggambarkan hubungan mikrokosmos dan makrokosmos yang diwujudkan melalui motif tumbuh-tumbuhan, binatang, khayali, jalinan, bangunan, dan benda-benda mati. Kata kunci: Ornamen, Mesjid Mantingan. vi
ABSTRACT By Agus Setiawan The thesis entitled “Ornaments on the Mantingan Mosque in Jepara Central Java” focuses on a study of how the ornaments on the Mantingan Mosque came to exist, what is the characteristic Islamic of the ornaments on the Mantingan Mosque, why the ornaments on the Mantingan Mosque presents Hindu, Chinese, and local genius elements, and what is the symbolic meaning of the ornamental motifs on the Mantingan Mosque. The aim of the research was to discover and explain the existence of the ornaments on the Mantingan Mosque, the facts behind the characteristic Islamic of the ornaments on the Mantingan Mosque, why the ornaments presents Hindu, Chinese, and local genius elements, and the symbolic meaning of the ornamental motifs on the Mantingan Mosque. The method used for the study was a qualitative research method. The location of the research was the site of the mosque and grave of Pangeran Hadiri and Ratu Kalinyamat in the village of Mantingan in Jepara. The data was collected through observation, interviews, a bibliographical study, and from documents and archives. The data was analysed using an interaction and interpretation analysis which was structured to cover a historical study, Islamic forms, symbolic meanings, and a conclusion. The results of the research showed that the existence of the ornaments on the Mantingan Mosque originated as decorations and teachings related to the figure of Pangeran Hadiri who was the inspiration behind the creation of the mosque and its ornaments, Ratu Kalinyamat, a leader from Jepara who had the idea to create the mosque and its ornaments, and Sungging Badarduwung, the creator of the ornaments on the mosque. The role of these three figures influenced the combination of artistic styles found in the ornaments of the Mantingan Mosque, namely Hindu, Chinese, and Islamic influences, together with the influence of a local genius. The characteristic Islamic of the ornaments developed through a process of acculturation in which art and cultural forms from outside were combined with art with an Islamic nuance. The character of the ornaments on the Mantingan Mosque was attained through an abstraction of form, structure, and patterns, combined with continuation, repetition, dynamism, and complexity. The symbolic meaning of the ornamental motifs on the Mantingan Mosque is the connection between the microcosm and macrocosm, depicted through motifs of plants, animals, imaginary creatures, interwoven patterns, buildings, and other inanimate objects. ________________________ Key words: Ornaments, Mantingan Mosque. vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Pembuatan tesis dengan judul, "Ornamen Mesjid Mantingan di Jepara, Jawa Tengah” ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi penulis untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Karya tulis ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai
pihak
yang
telah
diberikan.
Karena
itu,
ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada berbagai pihak atas jasa-jasanya. Prof. Dr. T. Slamet Suparno, S. Kar., M.S. selaku Rektor ISI Surakarta, Prof. Dr. Sri Hastanto, S. Kar. selaku Direktur Pascasarjana ISI Surakarta, Prof. Dr. Nanik Sri Prihatini, S. Kar., M. Si. selaku Ketua Program Studi Pengkajian Seni, Dr. Dharsono, M.Sn. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan berbagai masukan dalam penyusunan tesis ini, sehingga hasilnya menjadi lebih baik. Segenap Staf pengajar: Prof. Dr. Soetarno, Prof. Dr. Sri Hastanto, Prof. Dr. Rahayu Supanggah, (almarhum) Prof. Dr. Waridi, Prof. Dr. Rustopo, Prof. Dr. T. Slamet Suparno, Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra, Prof. Dr. Edy Sedyawati,
viii
Prof. Dr. Soediro Satoto, Dr. Dharsono, Prof. Dr. Santosa, Drs.
Budi
Pengkajian
Setyono, Seni
dan
Staf
Pascasarjana
Administrasi Institut
Seni
Program Indonesia
Studi (ISI)
Surakarta yang telah membantu dalam memberikan kesempatan belajar dan perijinan pada penulis untuk penelitian di lapangan, serta Petugas Perpustakaan. Ali Safi’i dan Ahmad Muzaidi selaku juru kunci makam dan Mesjid Mantingan. Ahcmad Sjafi’i, M.Sn atas keterangannya tentang ornamen Mesjid Mantingan. Kehadiran penulis semoga tidak mengganggu rutinitas aktivitas yang dilakukan dan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Keluargaku di Jepara: Bapak, Ibu, kakak, kakak Ipar, dan keponakanku yang telah memberikan sumbangan perhatian, bantuan, baik berupa moral ataupun material, sehingga penulis dengan penuh kesadaran untuk segera menyelesaikan pembuatan tesis ini. Teman-teman angkatan 2007 yang tidak dapat disebut satupersatu yang telah banyak memberikan dorongan, teman-teman “wisma pijar” Solo. Kepada umi Tafrihatun, semoga ucapan terima kasih ini dapat dijadikan sebagai balasan atas semua kesabaran, dorongan dam lantunan doa-doa yang telah diberikan, semoga semuanya bermanfaat.
ix
Penulis
menyadari
bahwa
penulisan
tesis
ini
banyak
kekurangan. Dari karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi perkembangan keilmuan seni rupa khususnya kriya. Jika terdapat banyak kekurangan dan kesalahan di dalamnya, dikarenakan keterbatasan yang ada, untuk itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran pada karya tulis ini Insya Allah akan penulis terima dengan lapang dada.
Surakarta, 6 Juli 2009
Penulis
x
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL
i
PERSETUJUAN
ii
PENGESAHAN
iii
PERNYATAAN
iv
PERSEMBAHAN
v
ABSTRAK
vi
KATA PENGANTAR
viii
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR BAB I
xvi
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
9
C. Tujuan Penelitian
10
D. Manfaat Penelitian
10
E. Tinjauan Pustaka
11
F. Landasan Pemikiran
15
G. Metode Penelitian
21
1. Strategi Penelitian
21
2. Lokasi Penelitian
22
xi
3. Sumber Data
23
4. Teknik Pengumpulan Data
24
5. Analisis Data
28
H. Sistematika Penulisan BAB II
KEBERADAAN
30
ORNAMEN
PADA
MESJID
MANTINGAN
31
A. Mesjid Mantingan
31
1. Kesaksian Pelaut Belanda Abad XVII
31
2. Letak Mesjid Mantingan
39
3. Candrasengkala di Mesjid Mantingan
43
4. Mesjid dan Makan
45
5. Bentuk Mesjid Mantingan
49
B. Peran
Tokoh
dalam
Pendirian
Mesjid
Mantingan dan Penciptaan Ornamen
58
1. Pangeran Hadiri
59
2. Ratu Kalinyamat
64
3. Sungging Badarduwung
73
C. Letak Ornamen pada Mesjid Mantingan
76
D. Fungsi Ornamen pada Mesjid Mantingan
82
1. Ornamen
Mesjid
Hiasan
Mantingan
Sebagai 82
xii
2. Ornamen
Mesjid
Mantingan
Sebagai
Ajaran BAB III
BAB IV
85
KARAKTERISTIK SENI ISLAM PADA ORNAMEN MESJID MANTINGAN
90
A. Bentuk Ornamen Mesjid Mantingan
90
1. Perwujudan Ornamen Mesjid Mantingan
93
2. Jenis Motif Ornamen Mesjid Mantingan
96
B. Karakter Ornamen Mesjid Mantingan
106
C. Struktur Ornamen Mesjid Mantingan
124
1. Ornamen Mesjid pada Dinding Mesjid
125
2. Ornamen Mesjid pada Mimbar Mesjid
213
PEMAKNAAN
LAMBANG
MOTIF
ORNAMEN
MESJID MANTINGAN
221
A. Lambang (Simbol)
221
B. Pemaknaan
Motif
Ornamen
Mesjid
Mantingan
224
1. Motif Tumbuh-tumbuhan
228
2. Motif Binatang
238
3. Motif Khayali
248
4. Motif Jalinan
252
5. Motif Bangunan
254
6. Motif Benda-benda Mati
257
xiii
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
268
A. Simpulan
268
B. Saran
273
DAFTAR PUSTAKA
274
GLOSARI
282
LAMPIRAN
286
xiv
DAFTAR TABEL Halaman 1. 2. 3. 4.
Tabel Tabel Tabel Tabel
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
1. 2. 3. 4.
Penggambaran motif tumbuh-tumbuhan....... Penggambaran motif binatang....................... Penggambaran motif khayali......................... Bentuk pola jalinan pada ornamen Mesjid Mantingan..................................................... 5. Penggambaran motif bangunan..................... 6. Penggambaran motif benda-benda mati......... 7. Motif ornamen mesjid 1.................. 8. Motif ornamen mesjid 2 ................................ 9. Motif ornamen mesjid 3 ................................ 10. Motif ornamen mesjid 5................................. 11. Motif ornamen mesjid 6................................. 12. Motif ornamen mesjid 8................................. 13. Motif ornamen mesjid 12............................... 14. Motif ornamen mesjid 13............................... 15. Motif ornamen mesjid 14............................... 16. Motif ornamen mesjid 16............................... 17. Motif ornamen mesjid 18............................... 18. Motif ornamen mesjid 25............................... 19. Motif ornamen mesjid 27............................... 20. Motif ornamen mesjid 31............................... 21. Motif ornamen mesjid 33............................... 22. Motif ornamen mesjid 39............................... 23. Motif ornamen mesjid 33............................... 24. Motif ornamen mesjid 58............................... 25. Motif ornamen mesjid 63............................... 26. Identifikasi ornamen Mesjid Mantingan......... 27. Makna lambang motif ornamen Mesjid Mantingan.....................................................
xv
97 99 101 102 105 106 127 130 134 138 141 145 150 151 153 158 163 169 173 177 182 187 196 206 212 218 261
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian................................ Gambar 2. Pelabuhan Jepara..................................... Gambar 3. Penggambaran mesjid bertingkat lima di Jepara..................................................... Gambar 4. Detail bentuk mesjid Jepara...................... Gambar 5. Mesjid di Jepara abad XVII yang dilukis oleh seorang pelaut Belanda..................... Gambar 6. Keberadaan Mesjid Mantingan sebagai pusat kosmis............................................ Gambar 7. Denah kompleks Mesjid dan Makam Mantingan di atas bukit........................... Gambar 8. Denah kompleks Mesjid dan Makam Mantingan................................................ Gambar 9. Serambi mesjid dengan tiang berornamen di depan pintu mesjid yang sekarang tidak ada.................................................. Gambar 10. Bentuk serambi Mesjid Mantingan yang berbentuk kampung................................. Gambar 11. Bentuk serambi Mesjid Mantingan yang berbentuk limasan................................... Gambar 12. Bentuk mesjid Lambang Teplok............... Gambar 13. Bentuk atap bertingkat tiga dan serambi mesjid...................................................... Gambar 14. Letak ornamen pada Mesjid Mantingan... Gambar 15. Penerapan ornamen pada dinding bagian depan mesjid............................................ Gambar 16. Penerapan ornamen pada dinding bagian dalam mesjid............................................ Gambar 17. Penerapan dan penomoran ornamen pada dinding samping kanan-kiri............. Gambar 18. Penerapan ornamen pada bagian pondasi sisi kiri mesjid.......................................... Gambar 19. Penerapan ornamen pada bagian belakang mesjid....................................... Gambar 20. Letak ornamen pada dinding mihrab sebagai hiasan......................................... Gambar 21. Detail ornamen pada dinding mihrab sebagai hiasan.........................................
xvi
22 33 37 37 38 42 42 47 52 53 53 54 55 77 78 79 80 80 81 84 84
22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46.
Gambar 22. Ornamen mesjid yang diletakkan pada dinding depan mencerminkan sebuah ajaran...................................................... 89 Gambar 23. Ornamen dengan motif manusia.............. 104 Gambar 24. Ornamen dengan motif bunga teratai....... Gambar 25. Ornamen dengan motif bunga teratai, burung poenik, awan dan batu karang..... Gambar 26. Kiri: motif burung poenik pada ornamen Mesjid Mantingan, kanan: motif burung poenik ornamen Cina............................... Gambar 27. Ornamen dengan motif patran, ketam dan kera................................................... Gambar 28. Ornamen yang lebih jelas dengan motif kera dan ketam........................................ Gambar 29. Detail figur motif binatang kera………….. Gambar 30. Ornamen dengan motif jalinan dan bunga....................................................... Gambar 31. Dua motif jalinan dan bentuk pola jalinan...................................................... Gambar 32. Kiri, ornamen dengan motif tanaman labu air dan kanan, bentuk tanaman labu air.................................................... Gambar 33. Ornamen dengan motif gunung, tunbuhtumbuhan dan Singa............................... Gambar 34. Ornamen dengan motif jalinan dan bunga....................................................... Gambar 35. Motif jalinan dan bentuk pola jalinan...... Gambar 36. Ornamen dengan motif awan, pohon pandan, patran dan batu karang.............. Gambar 37. Ornamen dengan motif jalinan dan bunga....................................................... Gambar 38. Motif jalinan dan bentuk pola jalinan...... Gambar 39. Ornamen dengan motif teratai................. Gambar 40. Ornamen dengan motif jalinan dan bunga....................................................... Gambar 41. Motif jalinan dan bentuk pola jalinan...... Gambar 42. Ornamen dengan motif bunga teratai...... Gambar 43. Ornamen dengan motif patran……………. Gambar 44. Ornamen dengan motif teratai, burung angsa, awan dan batu karang.................. Gambar 45. Ornamen dengan motif jalinan dan bunga....................................................... Gambar 46. Dua motif jalinan dan bentuk pola jalinan...................................................... xvii
125 128 130 131 132 133 135 136 136 139 143 143 144 146 147 147 148 149 149 151 152 154 155
47.
48.
49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71.
Gambar 47. Ornamen dengan motif candi bentar, gunung, pohon hayat, cungkup, burung berkepala naga dan makara..................... Gambar 48. Kiri: bentuk bangunan cungkup pada ornamen Mesjid Mantingan dan kanan: bentuk bangunan pada relief candi Tigowangi................................................. Gambar 49. Ornamen dengan motif jalinan dan bunga....................................................... Gambar 50. Dua motif jalinan dan bentuk pola jalinan...................................................... Gambar 51. Ornamen dengan motif teratai dan tanaman semak........................................ Gambar 52. Ornamen dengan motif jalinan dan bunga....................................................... Gambar 53. Motif jalinan dan bentuk pola jalinan...... Gambar 54. Ornamen dengan motif patran................. Gambar 55. Ornamen dengan motif patran................. Gambar 56. Penggambaran motif kala........................ Gambar 57. Ornamen dengan motif patran................. Gambar 58. Ornamen dengan motif teratai, burung, angsa, awan dan batu karang.................. Gambar 59. Ornamen dengan motif jalinan................. Gambar 60. Ornamen dengan motif candi bentar, gunung, pohon hayat, cungkup, makhluk khayali dan makara................................. Gambar 61. Ornamen dengan motif jalinan dan bunga....................................................... Gambar 62. Ornamen dengan motif gunung, pohon pandan dan tiga penampakan motif binatang................................................... Gambar 63. Ornamen dengan motif jalinan................. Gambar 64. Ornamen dengan motif patran................. Gambar 65. Ornamen dengan motif patran................. Gambar 66. Ornamen dengan motif gunung, dan binatang gajah......................................... Gambar 67. Ornamen dengan motif jalinan................. Gambar 68. Motif jalinan dan bentuk pola jalinan...... Gambar 69. Ornamen dengan motif buketan.............. Gambar 70. Ornamen dengan motif jalinan dan bunga....................................................... Gambar 71. Ornamen dengan motif teratai.................
xviii
155
158 160 161 162 163 164 164 165 166 166 167 167 168 171 172 174 175 175 176 180 180 181 182 183
72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103.
Gambar 72. Ornamen dengan motif jalinan dan bunga....................................................... Gambar 73. Ornamen dengan motif teratai................. Gambar 74. Ornamen dengan motif teratai................. Gambar 75. Kiri: Ornamen dengan motif kembang sungsang, kanan: kembang sungsang...... Gambar 76. Ornamen dengan motif labu air............... Gambar 77. Ornamen dengan motif patran dan binatang................................................... Gambar 78. Kiri: ornamen Mesjid Mantingan dan kanan: relief candi Panataran................... Gambar 79. Ornamen dengan motif teratai................. Gambar 80. Ornamen 43 (a) dan (b) digambarkan dengan motif patran.............................. Gambar 81. Bentuk motif patran................................ Gambar 82. Ornamen mesjid 44 (a) dan (b) digambarkan dengan motif patran............ Gambar 83. Bentuk motif patran................................ Gambar 84. Ornamen dengan motif jalinan dan patran...................................................... Gambar 85. Ornamen dengan motif huruf Jawa kuna Gambar 86. Ornamen dengan motif patran................. Gambar 87. Ornamen dengan motif bunga teratai....... Gambar 88. Ornamen dengan motif patran................. Gambar 89. Penggambaran motif kala........................ Gambar 90. Ornamen dengan motif patran................. Gambar 91. Pengambaran motif kala.......................... Gambar 92. Ornamen berbentuk medalion................. Gambar 93. Ornamen dengan motif patran................. Gambar 94. Ornamen dengan motif patran................. Gambar 95. Ornamen dengan motif patran................. Gambar 96. Ornamen dengan motif teratai................. Gambar 97. Ornamen dengan motif labu air............... Gambar 98. ornamen (a) dan (b) digambarkan dengan motif patran............................................. Gambar 99. Ornamen dengan motif bunga bungur..... Gambar 100. Tanaman bunga bungur........................ Gambar 101. Ornamen dengan motif jalinan.............. Gambar 102. Bentuk pola jalinan............................... Gambar 103. Ornamen dengan motif labu air.............
xix
183 184 185 186 188 188 190 190 191 192 192 193 193 194 195 197 197 198 199 199 200 200 201 202 202 203 204 205 206 207 208 208
104. 105. 106. 107. 108.
Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
109. Gambar 110. Gambar 111. Gambar 112. Gambar 113. 114. 115. 116. 117. 118. 119. 120. 121. 122. 123. 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131. 132. 133. 134. 135. 136. 137.
Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
104. Ornamen dengan motif labu air............. 105. Ornamen dengan motif patran............... 106. Ornamen dengan motif teratai............... 107. Mimbar Mesjid Mantingan..................... 108. Ornamen pada tiang mimbar dengan motif patran........................................... 109. Ornamen pada dinding mimbar dengan motif patran........................................... 110. Detail ornamen pada begian dinding mimbar.................................................. 111. Ornamen pada bagian atas mimbar dengan motif patran............................... 112. Detail ornamen pada bagian atas mimbar.................................................. 113. Motif teratai........................................... 114. Motif labu air......................................... 115. Motif kamboja........................................ 116. Motif pohon kelapa................................ 117. Motif pohon palm................................... 118. Motif pohon bambu............................... 119. Motif pohon pandan............................... 120. Motif bunga........................................... 121. Motif burung poenik.............................. 122. Motif binatang ketam............................. 123. Motif burung angsa............................... 124. Motif burung garuda.............................. 125. Motif kera.............................................. 126. Motif gajah............................................ 127. Motif singa............................................. 128. Motif binatang buaya............................. 129. Motif Khayali (burung berkepala naga).. 130. Motif makara......................................... 131. Motif kala.............................................. 132. Motif jalinan.......................................... 133. Motif candi bentar................................. 134. Motif bangunan cungkup....................... 135. Motif awan............................................. 136. Motif gunung......................................... 137. Motif batu karang..................................
xx
209 210 211 213 214 215 216 216 217 228 230 231 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 244 246 247 248 249 250 252 254 255 257 258 261
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kontak kebudayaan pasti terjadi, meskipun tingkat saling pengaruh kadang tidak sama bahkan sulit untuk dibedakan antara budaya yang dipengaruhi maupun yang mempengaruhi. Hasil kebudayaan masyarakat, di satu sisi ada yang menonjol dan di sisi lain hampir tidak terasa batasannya. Kebudayaan yang berasal dari peralihan zaman Hindu-Jawa ke Islam menunjukkan akulturasi 1 budaya. Proses akulturasi tercermin dalam sesuatu pembentukan budaya. Pembentukan
budaya
melalui
cara-cara
pemuasan
kebutuhan keindahan ditentukan secara budaya dan terpadu pula dengan
aspek-aspek
kebudayaan
lainnya.
Proses
pemuasan
terhadap kebutuhan keindahan itu berlangsung dan di atur oleh seperangkat masyarakat. 2
nilai
dan
Manusia
asas
budaya
menciptakan
yang budaya
berlaku dan
dalam
kemudian
kebudayaan memberikan arah dalam hidup dan tingkah laku
1 Akulturasi adalah suatu proses, bukan sebuah peristiwa yang terisolasi (acculturation is a process, not an isolated event), Thurnwald dalam Hari Poerwanto, Kebudayaan dan Lingkungannya Dalam Perspektif Antropologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 106. 2 Tjejep Rohendi Rohidi dalam Soegeng Toekio M, Guntur, Achmad Sjafi’i, Kekriyaan Nusantara (Surakarta: ISI Press Surakarta, 2007), hlm. 3.
1
manusia, sehingga bagaimana manusia dalam menanggapi dunia dan lingkungannya.3 Proses-proses
yang
terjadi
dalam
masyarakat
dan
menghasilkan budaya yang berupa artifak tidak terlepas dari berbagai
aspek
yang
melingkupinya,
ada
kekuatan
yang
mendorong terwujudnya artifak tersebut. Hubungan aspek-aspek dalam kehidupan manusia, salah satunya adalah manusia dalam menunjang kebutuhan religius untuk mencapai kepada tataran kasampurnan. Setiap ritual terrepresentasikan sebuah wujud bendawi
yang
mendukung
proses
pencapaian
tersebut.
Perwujudan bendawi direpresentasikan melalui karya seni untuk pemenuhan kebutuhan secara artistik dihadapan masyarakat dan penguasa. Seni
rupa
keindahan, hari/upacara:
tradisi
sebaliknya
tidak tidak
dibuat ada
semata-mata
benda
sosial/kepercayaan/agama)
yang
untuk
pakai
(sehari-
asal
dipakai.
Karya tersebut pasti indah dengan kaidah-kaidah tertentu. Keindahan sebuah karya seni bukan sekedar memuaskan mata, tetapi melebur dengan kaidah moral, adat, tabu, tuntunan, agama dan sebagainya sehingga selain bermakna sekaligus indah. 4
3 Abdul Azis Said, Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional Toraja dan Perubahan Aplikasinya pada Desain Modern (Yogyakarta: Ombak, 2004), hlm. 1. 4 Primadi Tabrani dalam Hartono, ”Rupa dan Makna Simbolik Gunungan Wayang Kulit Purwa Di Jawa”, Tesis (Institut Teknologi Bandung, 1999), hlm. 7.
2
Ornamen 5 sebagai hasil budaya dan karya seni masyarakat keberadaannya ternilai sebagai hasil dari eksplorasi yang terwujud dalam kenyataan. Manusia mengeksplorasikan keindahan dalam bentuk ornamen untuk memberi rangsangan estetik pada benda atau bangunan hasil ciptaannya. Ornamen dapat dikatakan memiliki sifat multi dalam menghias suatu benda atau bangunan. Keberadaan ornamen dapat dirasakan mudah atau sulitnya untuk membuat dan menempatkan hiasan ornamen pada benda yang dihias. Tampilan ornamen masih sering dilihat dan mampu bertahan dari masa ke masa hingga saat ini. Jika dikembalikan pada fungsi ornamen, maka ornamen tidak sekedar menghias tetapi visualisasinya memiliki nilai makna. Keberadaan ornamen dapat mengusung simbol status. Penerapan ornamen pada bangunan atau peralatan yang cukup sederhana misal diwujudkan dalam bentuk abstrak, coretan, lekukan yang cukup rumit berbentuk lung-lungan, geometris, binatang, stilasi dari bentuk-bentuk alam atau yang lain. Kenyataan yang muncul bahwa ornamen dapat memberi kesan indah bahkan dapat dikatakan hiasan yang cukup rumit. 5 Penulis dalam kajian ini menggunakan istilah ornamen dari pada istilah ragam hias, atau motif hias meskipun terdapat arti yang sama yaitu dibuat dari suatu bentuk dasar hasil susunan motif yang dipolakan dan merupakan ekpresi keindahan yang diaplikasikan dalam berbagai objek buatan manusia. Guntur, Studi Ornamen Sebuah Pengantar (Surakarta: P2AI bekerja sama dengan STSI Press Surakarta, 2004), hlm. 1.
3
Hasil dari eksplorasi yang terwujud dalam bentuk ornamen sebenarnya tidak sekedar sebagai hiasan atau hanya sebuah permainan pola-pola yang tidak memiliki arti apa-apa. Keberadaan ornamen apabila dikaitkan dengan seni bangunan, desain dan kriya yang selama ini dianggap sebagai seni yang paling dekat dengan masyarakat, justru ornamen memiliki ungkapan yang merepresentasikan nilai-nilai tersembunyi selain sebagai tampilan estetik. Pada zaman prasejarah, manusia sudah mengenal seni. Terbukti dengan sentuhan ornamen yang sering di jumpai pada artifak peninggalannya. Ornamen dalam peradaban tertentu, dipakai
sebagai
kebutuhan
psikologis
atau
religius
dan
komunikasi antar manusia sebelum menemukan huruf. Pewarisan budaya yang berbentuk ajaran atau cerita diwujudkan dengan gambar
yang
dibuat
dengan
berbagai
media
seperti
yang
dipahatkan pada batu dalam bentuk relief. Gambar diwujudkan dengan menampilkan figur atau sebuah adegan cerita. Perwujudan ornamen dapat diketahui bahwa kebudayaan neolithicum dan kebudayaan perunggu keduanya menjadi dasar bagi kebudayaan Indonesia.6 Mike Susanto menjelaskan, bahwa tradisi ornamentasi dalam kebudayaan Jawa, menjadi pengungkapan daya dukung 6 van der Hoop, Ragam-Ragam Perhiasan Indonesia (Koninklijk Bataviasch Genootscap Van Kunsten En Wetenschappen, 1949), hlm. 13-14.
4
yang sangat kuat dan menjadikan bagian yang tak terpisahkan. Visualisasi
ornamen
sebagai
nafas
bertutur,
berkarya,
dan
mengaktualkan diri. Visualisasi ornamen telah berada dalam ruang sakral keagamaan dan religi Hindu, Buddha, dan Islam. Keberadaan ornamen yang selama ini masih terwujud, termasuk pula bagaimana candi, mesjid, dan makam bahkan keraton harus tampil sempurna dihadapan masyarakatnya. Ornamen menjadi nafas bertutur dapat dilihat pada hiasan-hiasan pada tembok, tiang, peralatan upacara, perangkat gamelan, keris, wayang, mimbar mesjid, batu nisan dan lain sebagainya. Ornamentasi pada dasarnya membuktikan bahwa tampilan wujudnya dengan berbagai macam bentuk sudah melekat dalam khasanah budaya dan karya seni masyarakat. 7 Ornamen menjadi nafas berkarya masyarakat yang ingin membuat bahan-bahan menjadi karya seni. Ornamen sebagai hasil kreativitas dan menjadi bagian dari seni, yang pada dasarnya merupakan suatu pernyataan budaya. Sensitivitas seniman 8 jelas diperlukan, untuk mengontrol keluwesan garis-garis iramanya,
Mike Susanto, Membongkar Seni Rupa (Yogyakarta: Jendela, 2003), hlm. 230. 8 Sebagaimana pada masa Hindu, kesenian Islam juga berpusat di istana. Seniman berkedudukan sebagai seorang seniman ahli yang sering disebut Empu. Tugasnya tidak hanya menciptakan karya seni, tetapi juga ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan dan filsafat selain mengenal juga cabang seni lainnya. Empu dalam mencipta karya seninya dibantu oleh para pembantu atau tukang-tukang yang sering disebut para “cantrik”. Perihal tentang seniman zaman Islam lihat Wiyoso Yudoseputro, Jejak-jejak Tradisi Bahasa Rupa Indonesia Lama (Jakarta: Yayasan Seni Visual Indonesia, 2008), hlm. 149-151. 7
5
keseimbangan komposisi dan sebagainya dalam mengisi sesuatu bidang. Seniman ukir memerlukan kreativitas untuk menentukan bagian isian bidang tersebut sesuai dengan kebutuhannya.9 Pengalaman empirik, kekuatan estetik, hasrat, sensitivitas dan
kreativitas
bagi
seniman
ukir
merupakan
pendorong
munculnya keindahan ornamen. Benda sebagai objek garapnya, dengan sadar atau tidak sadar seniman mampu memahami kehadiran ornamen yang diciptakannya. Seniman tidak hanya memahami peranan ornamen tetapi ada usaha-usaha untuk memberikan makna. Ornamen sering diwujudkan dengan berbagai motif yang dikomposisikan secara artistik untuk membentuk satu-kesatuan yang khas. Ornamen Mesjid Mantingan memiliki banyak ragam motif yang secara rupa memiliki gaya stilasi dan menunjukkan adanya perpaduan unsur-unsur budaya (Hindu, Cina, Islam) dan Jawa (local genius). Perwujudan
unsur
budaya
dalam
ornamen
Mesjid
Mantingan ditunjukkan pada beberapa bentuk ornamen. Ornamen diwujudkan dengan diukirkan bolak-balik menunjukkan dua gaya berlainan yaitu ukiran bergaya stilasi dan bergaya realis. Pada ukiran bergaya realis tergambarkan episode Ramayana seperti pada candi, sedangkan ukiran bergaya stilasi digambarkan dengan 9 Soedarso Sp., Tinjauan Seni Sebuah Pengantar Untuk Apresiasi Seni (Yogyakarta: Saku Dayar Sana, 1987), hlm. 43-45.
6
motif tumbuh-tumbuhan. Penggambaran binatang dalam bentuk stilasi menunjukkan adanya perubahan bentuk sosok makhluk hidup dari gaya realis menuju gaya stilasi. Wujud yang paling mencolok pada ornamen Mesjid Mantingan adalah penggambaran binatang melalui stilasi tumbuh-tumbuhan. Perwujudan seperti ini
menunjukkan
adanya
kepercayaan, yaitu
zaman
hubungan
dengan
peralihan
dari
perkembangan
Hindu
ke Islam.
Ornamen jalinan juga dimunculkan secara dominan. Penerapan ungkapan
konsep
ornamen makna
Mesjid
Mantingan
berdasarkan
budaya
mengandung masyarakat.
Ornamen Mesjid Mantingan secara teknik menunjukkan adanya seni kerajinan tangan yang memiliki ketrampilan yang tinggi, yaitu kerumitan
motif
dan
penggambaran
beberapa
motif
yang
dikomposisikan membentuk figur binatang. Ornamen Mesjid Mantingan adalah sebuah karya seni rupa tradisi. Masyarakat setempat berkeinginan mempresentasikan secara artistik dalam bentuk pahatan atau ukiran dekoratif sehingga dapat memberikan kesan indah atau menyenangkan bagi yang melihatnya. Ornamen pada mesjid diatur dengan komposisi sedemikian rupa yaitu kombinasi ornamen bentuk medalion dengan bentuk bingkai cermin 10 dan bentuk ornamen lainnya, yang disusun Bingkai cermin yang dimaksud adalah bentuk ornamen yang berbentuk sebuah persegi panjang yang satu atau dua buah di palang oleh tanda kurawal: . Lihat van der Hoop, 1949, hlm. 314. 10
7
secara vertikal dan horisontal. Ornamen tersebut diimbangi dengan penerapan komposisi motif-motif. Penerapan motif dapat dilihat dari adanya perpaduan budaya lain yang terwujud dalam satu visual ornamen. Mengingat salah satu bentuk budaya Hindu memiliki banyak simbol-simbol, demikian juga dengan budaya Cina, Islam dan Jawa. Maka hal yang menarik adalah mengupas nilai maknanya. Ornamen Mesjid Mantingan penting untuk dikaji. Ornamen tersebut memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan bentuk ornamen lainnya. Sebagai pembanding yaitu ornamen pada Mesjid Demak dan Kudus yang se-zaman, bahkan ornamen yang terdapat pada Mesjid Sendangduwur di Paciran Kabupaten Lamongan, Jawa Timur yang konon tiruan dari Mesjid Mantingan. Berkaitan dengan perupaan dan lambang ornamen Mesjid Mantingan, keberadaannya menyangkut beberapa aspek. Aspek pertama: Ornamen Mesjid Mantingan memiliki latar belakang sejarah dan budaya. Perpaduan budaya merupakan konsep historis dan filosofi yang mendasari keberadaan ornamen Mesjid Mantingan. Aspek kedua: menyangkut masalah karakteristik seni Islam
pada
ornamen
Mesjid
Mantingan
dengan
ditandai
munculnya unsur Hindu, Cina, dan “local genius”. Aspek ketiga: adalah berkaitan dengan makna lambang (simbol) pada perupaan motif ornamen Mesjid Mantingan.
8
Menggarisbawahi hal-hal yang telah dipaparkan pada latar belakang di atas maka cukup representatif untuk diteliti dengan judul “Ornamen Mesjid Mantingan di Jepara Jawa Tengah”. Ornamen Mesjid Mantingan memiliki percampuran motif dalam perwujudannya. Aspek rupa ornamen Mesjid Mantingan sebagai karya seni tradisi tidaklah berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan nilai makna yaitu sistem nilai tertentu yang dianut masyarakat pada waktu itu. B. Rumusan Masalah Berangkat dari hasil budaya berbentuk artifak yang secara visual mampu memberikan peran dan gambaran terjadinya pengislaman. Keberadaan
ornamen
Mesjid Mantingan
harus
diperhatikan sebagai bukti dari sebuah kekayaan budaya yang tervisual. Untuk mengetahui dan menjelaskan masalah di atas, maka dapat dirumuskan mengenai permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut: 1. Bagaimana keberadaan ornamen pada Mesjid Mantingan? 2. Bagaimana karakteristik seni Islam pada ornamen Mesjid Mantingan? 3. Mengapa ornamen Mesjid Mantingan menghadirkan unsurunsur Hindu, Cina, dan local genius? 4. Bagaimana makna lambang (simbol) motif ornamen Mesjid Mantingan?
9
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian terhadap ornamen Mesjid Mantingan berdasarkan pengumpulan dan pengelolaan data adalah untuk: 1. Memahami dan menjelaskan keberadaan ornamen pada Mesjid Mantingan. 2. Memahami dan menjelaskan secara faktual karakteristik seni Islam pada ornamen Mesjid Mantingan. 3. Memahami dan menjelaskan ornamen Mesjid Mantingan yang masih menghadirkan unsur-unsur Hindu, Cina, dan local genius. 4. Memahami dan menjelaskan makna lambang (simbol) motif ornamen Mesjid Mantingan. D. Manfaat Penelitian Pemilihan topik ornamen Mesjid Mantingan sebagai titik sentralnya yang berdasarkan anggapan bahwa ornamen Mesjid Mantingan memberi gambaran makna melalui visualisasi yang terukir. Dalam hal ini, penelitian terhadap ornamen Mesjid Mantingan diharapkan memberikan manfaat yang berarti bagi: 1. Peneliti,
diharapkan
dapat
memberikan
manfaat
dalam
pengembangan keilmuan secara mendalam mengenai ornamen dan
memperoleh
kejelasan
mengenai
ornamen
Mesjid
Mantingan melalui lambang berdasarkan berbagai masukan data dan fakta. 10
2. Keilmuan, secara teoritis, penelitian ini akan berguna bagi ilmuwan dalam membangun ilmu baru. Setidaknya penelitian ini dapat memberikan pengembangan konsep makna lambang berkaitan dengan perwujudan ornamen serta kontribusi dalam dunia
pemikiran
ilmiah
di
bidang
teori
dan
ilmu
seni
khususnya di lingkungan pendidikan seni rupa. 3. Masyarakat, penelitian ini diharapkan memberikan informasi baru dalam pemahaman mengenai ornamen Mesjid Mantingan. Mengingat ornamen adalah wujud budaya yang sudah melekat pada kehidupan masyarakat dan merupakan salah satu media apresiasi
sebelum
mengenal
tulis.
Tetapi
sebelumnya,
masyarakat sebaiknya memahami dahulu wujud, keberadaan, dan fungsi ornamen sebagai hasil budaya. E. Tinjauan Pustaka Kegiatan penelitian ilmiah umumnya diawali dengan studi kepustakaan,
untuk
mendapatkan
data-data
dalam
rangka
membangun kerangka pemikiran sebagai konsep dasar penelitian. Salah satu tujuan dari studi pustaka merupakan langkah untuk memberikan posisi penelitian yaitu menunjukkan perspektif yang berbeda dengan penelitian sebelumnya dan mampu menunjukkan orisinalitas. Dalam hal ini, penelitian mengenai ornamen Mesjid Mantingan sudah pernah diteliti dan dilihat dari sejumlah bahan
11
kepustakaan yang telah ditinjau, ternyata belum ada yang menulis sebagaimana permasalahan yang menjadi topik dalam penelitian ini. Achmad Sjafi’i, “Studi Tentang Aspek Simbolis Pada Relief Mesjid Mantingan”, Skripsi, Yogyakarta: STSRI “ASRI” (1983). Laporan penelitian ini secara metode menggunakan penelitian kualitatif. Tetapi
penelitian
tersebut
masih
terbingkai
pada
hipotesis (seharusnya tidak perlu ada) “ada hubungan antara makna simbolis relief dengan fungsi mesjid”. Hasil penelitian menjelaskan bahwa relief Mesjid Mantingan mempunyai simbolsimbol
Hindu-Islam.
Disinggung
juga
mengenai
panel-panel
berukir bolak-balik (dwimuka), namun kurang adanya penjelasan secara detail. Pembahasan relief Mesjid Mantingan yang tampak, secara identifikasi dan klasifikasi pada aspek simbolis belum seluruhnya mengungkapkan “motif-motif tersembunyi” pada relief tersebut. Penelitian di atas lebih mengarah pada pembuktian hipotesis tentang adanya keterpengaruhan Hindu-Islam, sehingga pembahasan makna relief belum diungkapkan secara mendalam. Kerangka
tafsir
berdasarkan
teori
simbol
presentasionalnya
Susane K. Langer dalam Problem of Art dengan kaca mata yang mengarah pada eksistensi seni murni (seni Patung). Permbahasan dalam Tesis ini dengan judul “Ornamen Mesjid Mantingan di Jepara Jawa Tengah” lebih menekankan pada
12
penelitian kualitatif (tanpa hipotesis). Fokus pada penelitian ini lebih mengungkapkan keberadaan ornamen Mesjid sebagai hiasan dan ajaran, karakteristik seni Islam, dan makna mendalam terhadap motif ornamen Mesjid Mantingan dengan pendekatan estetika Jawa. Abdul
Khadir,
Risalah
dan
Kumpulan
Data
Tentang
Perkembangan Seni Ukir Jepara (1979). Buku ini berisi tentang perkembangan seni ukir Jepara antara tahun 1879 sampai tahun 1979 dengan disertai contoh-contoh hasil seni ukir Jepara mulai dari
yang
klasik
sampai
modern.
Penjelasan
tentang
perkembangan seni ukir yang mempunyai latar belakang sejarah Mesjid dan Makam Mantingan dapat memberikan pengkayaan kajian bentuk ornamen. SP. Gustami, Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara (2000). Buku ini lebih ke arah kerajinan mebel ukir Jepara menyangkut dari sudut estetika. Hasil penjelasannya terdapat tiga tokoh wanita penting
yang
mendorong
perkembangan
ukiran
Jepara.
Di
antaranya diungkapkan sosok Ratu Kalinyamat yang memiliki peran penting dalam pengembangan ukiran serta penyebaran agama Islam melalui kesenian. Ukiran yang terdapat pada dinding Mesjid dan Makam Mantingan dimanfaatkan sebagai sarana dakwah dan penyebaran agama Islam. Pengungkapan tulisan ini
13
secara
tidak
langsung
menjadi
landasan
pemikiran
terkait
keberadaan ornamen. Kusen, Kreativitas dan Kemandirian Seniman Jawa Dalam Mengolah Pengaruh Budaya Asing: Studi Kasus Tentang Gaya Seni Relief Candi di Jawa antara Abad IX-XVI Masehi (1985). Buku ini menguraikan tentang gaya relief candi di Jawa yang menunjuk beberapa
relief
pada
candi
kemudian
di
analisis
menurut
komponen relief dan susunan komponen relief. Di sisi lain, aspek kreativitas dan kemandirian seniman Jawa terhadap faktor di luar diri seniman dengan faktor diri seniman. Diungkapkan juga bagaimana seniman Jawa dalam menerima budaya luar dalam mewujudkan ukiran. Khusus relief Mesjid Mantingan yang diukir bolak-balik, menjadi salah satu bahan kajiannya. Pengungkapan tulisan ini secara tidak langsung menjadi landasan pemikiran dalam kajian yang memfokuskan pada bentuk ornamen Mesjid. Kajian
historis
yang
menunjukkan
hubungan
Mesjid
Mantingan dan Ratu Kalinyamat di antaranya tulisan Chusnul Hayati, Dewi Yulianti, Sugiyarto dengan judul Peranan Ratu Kalinyamat di Jepara Pada Abad XVI (2000) dan Tulisan Hartojo dan
Amen
Budiman
dengan
judul
Kompleks
Makam
Ratu
Kalinyamat Mantingan-Jepara: Segi-segi Sejarah dan Arsitektur (1982). Kedua buku ini menjelaskan peranan Ratu Kalinyamat di
14
Jepara yang memiliki keterhubungan dengan kerajaan Demak dan situs peninggalan yang berupa makam dan mesjid. Dijelaskan pula tentang situs peninggalannya yang memiliki seni hias yang memiliki keunikan berupa motif yang di-stilasi. Pada tulisan Hartojo dan Amen Budiman mengungkapkan beberapa ornamen mesjid dengan cara mengidentifikasi motif-motif tersebut melalui identifikasi tumbuh-tumbuhan yang hidup di sekitar mesjid maupun tanaman yang dianggap dari Cina. Pengungkapan tulisan ini sangat membantu dalam memahami keterhubungan Ratu Kalinyamat
dengan
Mesjid
Mantingan
dan
mambantu
mengidentifikasi lebih lanjut terhadap motif-motif lain yang belum teridentifikasi. Sumber tulisan ilmiah sebagai tinjauan pustaka diharapkan dapat memperoleh referensi yang digunakan untuk memberikan informasi yang diperlukan dan dapat mendukung analisis data, sesuai batasan perumusan yang dirumuskan. F. Landasan Pemikiran Kesenian sebagai produk budaya akan tetap hidup jika produk
budaya
itu
memiliki
makna
bagi
masyarakat
pendukungnya. Kesenian sepanjang perjalanan sejarah tampil dengan berbagai corak dan gaya yang menonjol, baik hasil
15
kreativitas kolektif maupun ciptaan individual. Kesenian adalah produk budaya mencipta, memberi peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, dan mengembangkan untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru. 11 Kesenian tidak pernah lepas dari masyarakat sebagai salah satu unsur penting kebudayaan, kesenian adalah ungkapan kreativitas. 12 Ornamen sebagai karya seni hasil kreatif seni ukir dalam lingkungan masyarakat, kehadirannya sebagai bentuk kekaryaan melalui hasil penggalian unsur budaya yaitu kesenian. Berawal dari keinginan manusia untuk menambah indah dan makna pada benda atau peralatan. Keinginan tersebut kemudian berlanjut dalam suatu aktifitas menghias benda-benda dan peralatan melalui penerapan unsur-unsur ornamen dengan berbagai media dan teknik, agar bertambah indah dan menarik. 13 Ornamen Mesjid Mantingan memiliki keragaman corak motif yang muncul hasil karya seniman ukir masyarakat setempat. Untuk mengenal corak maka susunan dan penerapan motif-motif dianggap dapat menjadi kunci untuk mengenal corak dari suatu karya. Ornamen Mesjid Mantingan sebagai karya yang memiliki kekhususan secara rupa (visual) mengandung perwujudan motif
11
hlm. 39.
Umar Kayam, Seni Tradisi Masyarakat (Jakarta: Sinar Harapan, 1981),
Kayam, 1981, hlm. 38. Hasan Shadily dalam Sugandi, “Ornamentik Prasejarah Sebagai Dasar Seni Hias Indonesia”, Laporan Penelitian (STSI Surakarta, 1996), hlm. 10. 12 13
16
stilasi dan simbol. Tentang simbol Maclver dalam Dillistone mengungkapkan sebagai berikut: “Simbol merupakan sebuah pusat perhatian yang tertentu, sebuah sarana komunikasi, dan landasan pemahaman bersama....Setiap komunikasi, dengan bahasa atau sarana yang lain, menggunakan simbol-simbol. Masyarakat hampir tidak mungkin ada tanpa simbol-simbol.” 14 Pendapat
tersebut
memberikan
gambaran
terhadap
perwujudan ornamen Mesjid Mantingan mengandung simbolsimbol motif. Motif sebagai simbol mengungkapkan sebuah komunikasi dimaksudkan untuk mencapai hasil langsung sebagai ajaran. Lambang diwujudkan memiliki fungsi religius, seni, dan teknis semata-mata sebagai alat komunikasi. 15 Sebuah lambang tercipta mempunyai makna yang tersirat di dalamnya. lambang memperlihatkan sesuatu dari kaidah-kaidah yang berlaku dalam perbuatan manusiawi, pengertian, dan ekspresi. Kaidah-kaidah tersebut
tidak
hanya
berhubungan
dengan
akal
budi
dan
pengertian manusia, tetapi dengan seluruh pola kehidupannya, seluruh perbuatan, dan harapan manusia. Meskipun, kaidahkaidah tersebut selalu mengalami perubahan dan memerlukan
14 R.M. Maclver dalam F.W. Dillistone, The Power Of (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 15. 15 C.A. van Peursen, Strategi Kebudayaan, terj. Dick (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm. 147.
17
Symbols Hartoko
proses belajar yang saling berhubungan dengan kondisi yang disusun kembali melalui perubahan dalam simbol-simbol. 16 Herbert Mead menjelaskan bahwa karena simbol, manusia merespon
secara
aktif
menciptakan
kembali
lingkungannya.
Simbol pada umumnya memiliki fungsi secara spesifik yaitu: 1) mengingat objek yang ditemui; 2) meningkatkan kemampuan mempersepsikan berpikir;
4)
lingkungan;
meningkatkan
3)
meningkatkan
kemampuan
untuk
kemampuan memecahkan
masalah; 5) memungkinkan melampaui waktu, ruang, bahkan pribadi
sendiri;
6)
memungkinkan
membayangkan
realitas
metafisis, seperti surga dan neraka; 7) memungkinkan orang dari perbudakan yang datang dari lingkungan mereka. 17 Berdasarkan konsep-konsep tersebut maka simbol-simbol tersebut dapat sebagai acuan peneliti untuk memahami ornamen Mesjid
Mantingan
dengan
mengungkap
makna-makna
pada
aspek-aspek yang ada secara mendalam. Melalui konsep simbol tersebut
dapat
membantu
dalam
menafsirkan
aspek-aspek
ornamen Mesjid Mantingan yang tampaknya di dalam simbol tersebut dipakai.
Peursen, 1993, hlm. 150. George Ritzer, Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi: dari Teori Kalsik Sampai Perkembangan Mutahir Teori Sosial Posmodern, terj. Nurhadi (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008), hlm. 395-396. 16 17
18
Mengutip penjelasan
dari
terkait
pandangan dengan
Mead,
dapat
penggambaran
memberikan
ornamen
Mesjid
Mantingan yaitu: mengingatkan objek yang ditemui, meningkatkan mempersepsi lingkungan, meningkatkan kemampuan berpikir. Simbol mengingatkan objek yang ditemui mengarahkan adanya unsur-unsur budaya luar dalam penggambaran ornamen Mesjid Mantingan. memberikan
Simbol
meningkatkan
pemahaman
terhadap
mempersepsi sikap
lingkungan,
seniman
dalam
menciptakan ornamen disesuaikan dengan zaman peralihan Hindu ke Islam. Simbol meningkatkan kemampuan berpikir sesuai dengan pemaknaan lambang motif ornamen Mesjid Mantingan. Merespon bentuk motif melalui proses berpikir dan mempelajari simbol
sekaligus
makna.
Berpikir
dapat
dipahami
sebagai
tindakan interaksi dengan diri sendiri. Karya dari manusia dilaksanakan dengan suatu tujuan, yaitu setiap benda dari alam di sekitarnya yang diolah dan dikerjakan oleh manusia mengandung dalam dirinya suatu nilai tertentu. Berkarya berarti merealisasikan gagasan yang dianggap bernilai. 18 Ornamen Mesjid Mantingan memiliki keterhubungan dengan Mesjid Mantingan yang konon dibangun oleh Ratu Kalinyamat dan seorang patih Cina. Pengungkapan ornamen
18
Abdul Azis Said, 2004, hlm. 2.
19
Mesjid Mantingan menunjukkan tata ungkapan atau imaji melalui penggambaran motif yang memunculkan yaitu figur binatang, tumbuh-tumbuhan, jalinan dan bangunan. Hal ini menunjukkan bahwa ornamen Mesjid Mantingan memiliki ungkapan sendiri melalui lambang dan historis. Latar Belakang Masalah
Budaya Masyarakat Pengukir Jepara
Pendataan
Ratu Kalinyamat
Ornamen Mesjid Mantingan
Mesjid Mantingan
Interpretasi Analisis
Pemaknaan lambang (simbol) Motif Tumbuhtumbuhan Motif binatang Motif Khayali Motif jalinan Motif bangunan Motif benda-benda mati
Karakteristik Seni Islam Pembentukan motif secara stilasi (pengabstraksian bentuk)
Seniman Jawa dan Sungging Badarduwung
Historis
Peranan tokoh dalam perwujudan ornamen
Skema 1. Pola kerangka berpikir
20
G. Metode Penelitian Metode penelitian adalah langkah-langkah penelitian untuk memperoleh data-data informasi, mengolah dan menganalisisnya. Hal-hal yang berhubungan dengan langkah penelitian berdasarkan pembabakan metode yang dilakukan meliputi tahapan sebagai berikut: 1. Strategi Penelitian Penelitian yang dilakukan dengan memperoleh data-data informasi yang ditekankan pada kualitas, maka jenis penelitian yang digunakan dipilih metode penelitian kualitatif 19. Metode diskriptif diterapkan untuk mengetahui rupa (visual) ornamen Mesjid Mantingan dengan melihat sifat data penilitian. Penelitian kualitatif memiliki natural setting dan bersifat deskriptif, artinya data yang dikumpulkan berwujud kata dalam kalimat atau gambar yang mempunyai arti lebih dari sekedar angka. 20 Artinya peneliti menekankan catatan yang menggambarkan situasi objek yang diteliti dengan sebenarnya guna mendukung penyajian data.
Penelitian kualitatif ialah berupa kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Lofland dalam Lexy. J Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), hlm. 112. 20 H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif (Surakarta: UNS Pers, 2002), hlm. 6. 19
21
Penelitian kualitatif cenderung tidak memotong cerita dan data lainnya dengan simbol-simbol angka. 21 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di kompleks Mesjid dan Makam Pangeran Hadiri dan Ratu Kalinyamat. Kompleks mesjid dan makam terletak di desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Jepara. Letak mesjid dan makam ± 5 km ke arah selatan dari kota Jepara. Mesjid dan makam Pangeran Hadiri dan Ratu Kalinyamat merupakan peninggalan Islam-kuno. Keberadaannya sebagai pusat aktivitas penyebaran agama Islam di pesisir utara pulau
Jawa
khususnya
wilayah
Jepara.
Mesjid
Mantingan
ditetapkan sebagai salah satu peniggalan purbakala dan menjadi suaka budaya serta salah satu aset wisata sejarah dan religi di Jepara.
Kota Mesjid Mantingan
Gambar 1. Peta lokasi penelitian (Sumber : www.jepara.go.id, tanggal 15 Desember 2007) 21
Sutopo, 2002, hlm. 35.
22
3. Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian ini adalah artifak berbentuk ornamen yang terdapat pada Mesjid Mantingan. Secara kualitatif dijabarkan ke dalam kata-kata. Artinya sumber data dalam
pengertian
kualitatif
adalah
manusia,
tingkah
laku,
dokumen, artifak serta benda-benda lainnya. Sumber data dalam penelitian ini meliputi: a. Narasumber: Achmad Sjafi’i sebagai peneliti dan dosen Seni Rupa ISI Surakarta. Munawar dan Suharno sebagai seniman ukir. Ali Safi’i dan Ahmad Muzaidi sebagai ulama, juru kunci Mesjid dan Makam Mantingan. Mosleh sebagai pensiunan pegawai guru SMK (SMIK) Negeri Jepara dan pengrajin patung dan ukir. Keseluruhan narasumber tersebut dapat memberikan keterangan atau informasi mengenai sejarah ornamen dan mesjid berdasarkan mitos-mitos yang berkembang, makna motif, dan perwujudan ornamen Mesjid Mantingan. b. Sumber
tertulis
berupa
buku,
majalah,
jurnal,
laporan
penelitian dan penelusuran melalui internet sebagai referensi yang relevan. Hasil penelusuran melalui sumber tertulis antara lain:
teori
untuk
menganalisis
kajian
ornamen
Mesjid
Mantingan, penjelasan sejarah ornamen dan mesjid, tokoh Pangeran
Hadiri
dan
Ratu
23
Kalinyamat
serta
Sungging
Badarduwung yang terkait dengan keberadaan ornamen Mesjid Mantingan. Beberapa sumber tertulis tersebut dapat digunakan dalam kajian teoritis maupun menganalisis data penelitian. c. Dokumen (arsip) berupa arsip dan foto-foto dokumentasi dinas purbakala. Dokumen yang ditemukan berupa ilustrasi tokoh Ratu Kalinyamat di museum Kartini Jepara, bagan silsilah Ratu Kalinyamat
dan
peta
di
kompleks
Mesjid
dan
Makam
Mantingan, dan foto ornamen bolak-balik di museum Ronggo Warsito Semarang. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan pada metode penelitian melalui alat-alat (instrument) penelitian yaitu dilakukan dengan mengadakan observasi, wawancara, studi pustaka, dan dokumen (arsip). Observasi 22 dilakukan dengan mengamati dan mencari fakta dan data tentang ornamen Mesjid Mantingan yang bersumber pada peristiwa, tempat atau lokasi dan benda/artifak. Peneliti mengamati dari berbagai realitas yang ada, di antaranya dari segi rupa (visual) secara langsung mengamati detail ornamen yang 22 Observasi merupakan suatu teknik untuk menggali sumber data berupa peristiwa, tempat, lokasi, dan rekaman. Teknik observasi didasarkan atas pengamatan secara langsung. Pengamatan merupakan alat yang valid untuk mengetes suatu kebenaran atas informasi yang diberikan kepada subjek untuk memperoleh kevalidan tentang data yang dilakukan dengan mengamati secara langsung terhadap objek yang ada di lokasi penelitian. H.B. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 103.
24
terdapat
pada
dinding
Mesjid
Mantingan.
Melakukan
pengklasifikasian, identifikasi, dan pengukuran terhadap ornamen Mesjid Mantingan. Observasi tidak hanya mengamati, tetapi juga melakukan pemotretan
untuk
mendokumentasikan
ornamen
Mesjid
Mantingan lengkap dengan detail motif dan teknik perwujudan serta
penerapannya.
Fakta-fakta
tersebut
membantu
dalam
pengumpulan data, terutama digunakan untuk memperjelas deskripsi dan analisis terhadap data-data yang disajikan. Wawancara dilakukan dengan cara mendalam, artinya tidak dilakukan dengan struktur yang ketat. Wawancara dilakukan dengan
pertanyaan
yang
semakin
permasalahan.
Wawancara
memungkinkan
kejujuran
memfokus
secara
dan
bebas
kedalaman
pada dan
dari
pokok fleksibel
narasumber.
Pemilihan narasumber berdasarkan pengetahuannya mendalami situasi
sehingga
Wawancara pencatatan
memberikan
dibantu untuk
dengan
informasi alat
mengetahui
yang
perekam
pandangan
diperlukan.
dan
dilakukan
mereka
terhadap
ornamen yang terdapat pada dinding Mesjid Mantingan. Hasil wawancara dapat diketahui hal-hal yang meliputi sejarah, cerita tokoh yang berperan, teknik perwujudannya, jenis motif hingga pengaruh-pengaruh
yang
mendorong
terwujudnya
tersebut dan makna menurut pandangan mereka.
25
ornamen
Wawancara diarahkan kepada narasumber yang dapat memberikan keterangan atau informasi, yaitu: Achmad Sjafi’i sebagai peneliti dan dosen ISI Surakarta pernah melakukan penelitian terhadap relrief Mesjid Mantingan; Munawar dan Suharno
sebagai
seniman
ukir
bertempat
tinggal
di
desa
Bulungan, Jepara; Ali Safi’i dan Ahmad Muzaidi sebagai juru kunci Mesjid dan Makam Mantingan bertempat tinggal di desa Mantingan, Jepara. Data yang diperoleh dari wawancara adalah: 1) penjelasan tokoh-tokoh yang dimakamkan di kompleks Mesjid Mantingan dan memiliki keterkaitan dengan keberadaan ornamen Mesjid Mantingan. Tokoh tersebut adalah pangeran Hadiri, Ratu Kalinyamat, dan Sungging Badarduwung; 2) sejarah berdirinya Mesjid Mantingan dan pencipta ornamen Mesjid Mantingan; 3)
penjelasan
makna
motif
ornamen
Mesjid
Mantingan.
Wawancara dengan seniman ukir menghasilkan data tentang perwujudan ornamen Mesjid Mantingan secara teknik untuk menghasilkan pencapaian estetik. Pencatatan dilakukan untuk melengkapi data pemotretan dan wawancara. Studi pustaka sebagai kajian teoritis dilakukan untuk mendapatkan informasi dan referensi dari sumber pustaka yang berkaitan dengan penelitian. Data-data tersebut berupa: buku, majalah, artikel, dan laporan penelitian terkait dengan kajian penelitian.
Penelusuran
melalui
26
internet
dilakukan
untuk
mendapatkan tulisan berupa artikel atau informasi mengenai peta lokasi, tokoh, mesjid, dan ornamen yang dipublikasikan melalui internet.
Pengumpulan
data
dengan
cara
studi
pustaka
dilakukkan di beberapa perpustakaan yaitu perpustakaan daerah Kabupaten Jepara, perpustakaan ISI Surakarta, perpustakaan UNS Surakarta, perpustakaan Reksopustoko Mangkunegaran dan koleksi dari pengurus Mesjid Mantingan. Dokumen (arsip) dilakukan untuk mendapatkan fakta dan data. Melihat perubahan-perubahan atau kondisi ornamen Mesjid Mantingan sebelumnya. Pancarian dokumen (arsip) dilakukan di museum Kartini Jepara dan museum Ronggo Warsito Semarang. Hasil pengumpulan data dari dokumen (arsip) di antaranya ilustrasi sosok Ratu Kalinyamat yang tersimpan di museum Kartini Jepara. Silsilah tokoh Ratu Kalinyamat di serambi makam Pangeran Hadiri dan Ratu Kalinyamat. Artifak ornamen Mesjid Mantingan berukirkan bolak-balik yang tersimpan di museum Ronggo Warsito Semarang. Teknik pengumpulan
data
di
atas untuk menangkap
informasi kualitatif dari sekian pihak berkaitan dengan rumusan masalah. Data hasil observasi, dokumen (arsip), wawancara, pencatatan dan studi pustaka dianalisis untuk mendapatkan keterangan dan informasi serta menjawab permasalahan yang dirumuskan dari kajian ornamen Mesjid Mantingan.
27
5. Analisis Data Proses analisis data dilakukan sejak awal bersamaan proses pengumpulan data sehingga proses analisis data dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan selama masa penelitian. 23 Datadata hasil wawancara, studi pustaka dan dokumen (arsip) dilakukan dengan tiga tahap yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan
kesimpulan.
pertama
dalam
Reduksi
analisis
data
proses
merupakan selektif,
komponen
pemfokusan,
penyederhanaan, dan abstraksi data dari catatan lapangan.24 Reduksi data berlangsung secara terus-menerus terhadap datadata wawancara, studi pustaka, dan dokumentasi sepanjang penelitian dengan membuat ringkasan dari data lapangan. Peneliti juga memusatkan tema, menentukan batas-batas permasalahan dan menulis dalam bentuk catatan. Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan.25 Data-data yang disajikan dari hasil reduksi wawancara, studi pustaka, dan dokumen (arsip) ditinjau kembali
relevansinya
dengan
objek
yang
diteliti,
sehingga
simpulan perlu diverifikasi agar mantap dan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. 23 24 25
Dilakukannya
Sutopo, 2002, hlm. 86-87. Sutopo, 2002, hlm. 91. Sutopo, 2002, hlm. 92.
28
aktifitas
pengulangan
untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali dengan cepat. 26 Hal ini dilakukan dengan cara pengecekan dan melihat ulang data yang diperoleh di lapangan serta dilakukan cek silang (cross check). Proses menghasilkan
interaksi klasifikasi
analisis atau
di
atas
identifikasi
dilakukan
untuk
ornamen
Mesjid
Mantingan. Hasil klasifikasi terhadap ornamen Mesjid Mantingan kemudian dianalisis dengan menggunakan interpretasi analisis yaitu mengarah pada penafsiran makna dan dilakukan dengan sengaja. Melakukan interpretasi atas interpretasi yang telah dilakukan oleh pribadi atau kelompok manusia terhadap situasi mereka sendiri. Interpretasi analisis akan dihadapkan pada berbagai karya yang merupakan hasil visualisasi tafsir pengamat. Dalam interpretasi analisis, peneliti mengadakan tafsir terhadap karya tersebut seolah karya itu diciptakan kembali sebagai makna baru, sesuai dengan teori yang digunakan. 27 Penafsiran terhadap karya menggunakan pendekatan estetika Jawa 28.
Sutopo, 2002, hlm. 93. H.B. Sutopo, Penelitian kualitatif: Sebuah Pendekatan Interpretatif bagi Pengkajian Proses dan Makna Hubungan Antar Subjekif (Surakarta: Universitas Sebelas Maret (UNS) Press, 1998), hlm. 29. 28 Estetika nusantara (Jawa) diimplementasikan lewat bahasa simbol yang lahir dari pencarian lewat sugesti alam….terjadi hubungan antara dirinya (mikrokosmos) dengan alam semesta dan lingkungannya (makrokosmos) dan hubungan antara dirinya dengan Tuhannya. Dharsono (Sony Kartika), Estetika (Bandung: REkayasa Sains, 2007), hlm. 130. 26 27
29
H. Sistematika Penulisan Penulisan hasil penelitian ini dibagi dalam beberapa bab yang secara keseluruhan memuat persoalan-persoalan dasar penelitian, analisis
pendahuluan,
data),
dan
pembahasan
simpulan.
Dalam
(pengungkapan Tesis
ini,
data, penulis
menjabarkan secara sistematis atas beberapa bab sebagai berikut: Bab Pertama, Pendahuluan, di dalamnya terurai Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Pemikiran, dan Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan. Bab Kedua, Keberadaan Ornamen pada Mesjid Mantingan, di dalamnya terurai Mesjid Mantingan, Peran Tokoh dalam Pendirian Mesjid dan Penciptaan Ornamen, Letak Ornamen pada Mesjid Mantingan dan Fungsi Ornamen pada Mesjid Mantingan. Bab Ketiga, Karakteristik Seni Islam pada Ornamen Mesjid Mantingan, meliputi Bentuk Ornamen Mesjid Mantingan, Karakter Ornamen Mesjid Mantingan, dan Struktur Ornamen Mesjid Mantingan. Bab Keempat, Pemaknaan Lambang (simbol) Motif Ornamen Mesjid Mantingan, di dalamnya dijelaskan tentang Lambang (simbol), Pemaknaan Motif Ornamen Mesjid Mantingan. Bab Kelima, Simpulan dan Saran penelitan hasil analisis.
30
BAB II KEBERADAAN ORNAMEN PADA MESJID MANTINGAN
31
BAB III KARAKTERISTIK SENI ISLAM PADA ORNAMEN MESJID MANTINGAN
90
BAB IV PEMAKNAAN LAMBANG MOTIF ORNAMEN MESJID MANTINGAN
221
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya, bab ini merupakan simpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang dirumuskan. Sesuai dengan metode dan analisis yang digunakan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Keberadaan
Mesjid
Mantingan
dalam
perkembangannya
mengalami perubahan bentuk yaitu dari atap lima tingkat seperti sebuah pagoda menjadi bentuk mesjid yang memiliki atap tiga tingkat. Mesjid dibangun dengan megah disertai ornamen yang indah. Keberadaan ornamen-ornamen tersebut diletakkan mengeliligi dinding mesjid seperti halnya bangunan candi.
Secara
visual,
ornamen
Mesjid
Mantingan
mencerminkan budaya lama bahkan budaya luar tidak serta merta
dihilangkan
tetapi
justru
dimunculkan
dan
dikembangkan melalui stilasi dengan teknik ukir susun atau relief, ukir rendah dan krawangan. Keberadaan ornamen pada Mesjid Mantingan sebagai hiasan secara struktur mendukung kemegahan sebuah mesjid. Di sisi lain,
ornamen
Mesjid
Mantingan
268
mengungkapkan
sebuah ajaran. Bentuk dari sebuah ajaran, diwujudkan dengan bentuk motif dan tidak melukiskan makhluk hidup secara realis atau naturalis. Figur makhluk hidup di-stilasi sehingga tampak tersamarkan. Meskipun telah ditemukan pahatan secara
realis
yang
menggambarkan
keberadaannya
tertanam
disembunyikan
digantikan
di
dinding
dengan
figur
manusia,
atau
sengaja
memunculkan
ukiran
tumbuh-tumbuhan. Ornamen Mesjid Mantingan memunculkan motif-motif yang serba di-stilasi, hal ini merupakan hiasan yang mengungkapkan sebuah ajaran yaitu dengan menggambarkan kehidupan alam surga atau tempat tinggal para dewa yang penuh keindahan. 2. Karakter seni Islam pada ornamen Mesjid Mantingan banyak memunculkan motif-motif dari budaya sebelumnya sebagai lambang, di antaranya motif dari seni Hindu, Cina dan local genius. Motif yang diambil dari seni Hindu meliputi motif gunung,
motif
bangunan
(candi
bentar,
cungkup),
motif
binatang (gajah, singa, kera, ketam, garuda, angsa). Motif yang terpengaruh dari seni Cina meliputi motif burung poenik, motif labu air, dan teratai. Motif yang menampakkan kekuatan local genius di antaranya motif tumbuh-tumbuhan (kelapa, kamboja, palm,
bambu,
pandan
dan
sejenis
tanaman
merambat).
Adapun, motif yang menampakkan seni Islam dalam ornamen Mesjid Mantingan adalah motif jalinan.
269
Ornamen Mesjid Mantingan menghadirkan unsur-unsur Hindu, Cina,
dan
local
genius
merupakan
gambaran
keyakinan
masyarakat waktu itu masih kental. Penggabungan unsurunsur budaya tersebut dilakukan untuk tidak menimbulkan ketegangan
masyarakat
Hindu-Jawa.
Memadukan
unsur
kebudayaan dijadikan senjata ampuh untuk menarik simpati rakyat pindah ke ajaran Islam. Perpaduan Hindu-Jawa dengan Islam adalah dorongan langsung dalam rangka Islamisasi kebudayaan. Dua kekuatan yang dihadapi dalam proses penyebaran Islam yaitu: pertama lapisan bawah yang hidup dengan adat-istiadat dan
dijiwai
lapisan
oleh
keyakinan
atas dengan
Penghadiran
animisme-dinamisme.
unsur-unsur
unsur-unsur
tersebut
filsafat
Kedua,
Hindu-Buddha.
adalah
pemahaman
berbagai aspek seni budaya yang oleh para pemimpin dan ulama
dipergunakan
sebagai
sarana
dakwah.
Melalui
perpaduan unsur-unsur tersebut, ajaran Islam lebih mudah dipahami oleh masyarakat Jawa. Pengaruh Islam dalam perwujudan ornamen Mesjid Mantingan tidak sampai pada dasar filosofi yang dibangun berdasarkan ajaran, bahwa penggambaran makhluk hidup dilarang dan dianggap menyekutukan Tuhan. Oleh karena itu digambarkan secara stilasi dan tampak tersamarkan. Pengaruh Islam tidak sampai
menimbulkan
pemutusan
270
secara
tegas
dengan
kebudayaan Hindu-Jawa. Simbol-simbol Hindu-Jawa tetap berfungsi di antara para bangsawan/penguasa dan masyarakat sebagai ajaran. Unsur seni Islam belum berpengaruh pada tataran teknik. Ornamen Mesjid Mantingan lebih menunjukkan Hindu-Jawa dan Cina. Penggabungan motif-motif dari seni Hindu, Cina, Islam dan local
genius
tersebut
menunjukkan
pertanda
sinkretisme
agama. Keseluruhan bentuk lambang-lambang motif dikemas dalam bentuk seni yang bernuansa Islam. Ornamen Mesjid Mantingan merupakan bentuk seni yang menggambarkan masa transisi atau peralihan dari zaman Hindu ke Islam sehingga ornamen Mesjid Mantingan menunjukkan seni Hindu-Jawa yang bernuansa Islam. Karakter ornamen Mesjid Mantingan dicapai
dengan
pengabstraksian
bentuk,
struktur
pola,
kombinasi keberlanjutan, repetisi, dinamis dan kerumitan. 3. Ornamen Mesjid Mantingan mengungkapkan makna lambang sesuai dengan nilai budaya dan tradisi Jawa. Secara kosmologi, motif-motif
ornamen
Mesjid
hubungan
mikrokosmos
Mantingan
(manusia,
mencerminkan
makhluk
hidup),
makrokosmos (alam semesta). Konsep tersebut mencerminkan asal mula segala sesuatu mengenai alam semesta dan secara tersamar dapat dipahami dengan sangkan paraning dumadi yaitu asal mula dan tujuan akhir dari segala yang ada di dunia
271
terutama manusia. Penggambaran alam semesta pada ornamen Mesjid Mantingan diwujudkan dengan motif gunung yang dipenuhi dengan tumbuh-tumbuhan, diselimuti dengan awan dan beberapa motif gunung dijaga oleh makhluk khayal serta motif gunung yang mengelilingi penggambaran motif binatang dan bangunan. Makna motif ornamen Mesjid Mantingan dikalsifikasikan ke dalam beberapa jenis motif yaitu motif tumbuh-tumbuhan (kamboja, bambu, pandan, bunga, palm, lung, teratai dan kelapa), motif binatang (burung poenik, garuda, dan angsa, gajah, singa, ketam, kera), motif khayali (burung berkepala naga, kala, makara), motif jalinan, motif bangunan (candi bentar, cungkup), dan motif benda-benda mati (awan, gunung, dan batu karang). Makna
motif
ornamen
Mesjid
Mantingan
mencerminkan
pengungkapan pandangan masyarakat pada masa transisi Hindu ke Islam. Makna motif ornamen Mesjid Mantingan sebagian besar masih Hinduistik dan Cina. Hal ini menjadi gambaran bahwa makna yang terungkap dalam lambanglambang yang divisualkan pada ornamen Mesjid Mantingan merupakan adaptasi terhadap lingkungannya.
272
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, dapat disampaikan beberapa saran terkait dengan ornamen Mesjid Mantingan, yaitu: 1. Ornamen
Mesjid
Mantingan
menggambarkan
berbagai
pengaruh dari unsur seni Hindu, Cina, Islam dan local genius. Maka perlu penelitian lebih lanjut tentang proses akulturasi yang terjadi pada pembentukkan ornamen Mesjid Mantingan, sehingga dapat diketahui latar belakang terbentuknya motifmotif yang ditampilkan pada ornamen Mesjid Mantingan yang muncul pada awal Islamisasi di Jawa. 2. Ornamen
Mesjid
Mantingan
memiliki
persamaan
dan
perbedaan dengan ornamen mesjid lain yang sejaman misalnya Mesjid Kudus, Mesjid Demak bahkan Mesjid Sendang Duwur yang
konon
tiruan
dari
Mesjid
Mantingan.
Maka
perlu
penelitian lebih lanjut yang berisi perbandingan terhadap bentuk-bentuk ornamen yang diterapkan, sehingga dapat diketahui adanya keterpengaruhan antara bentuk ornamen yang satu terhadap yang lainnya.
273
DAFTAR PUSTAKA al-Faruqi, Ismail Raji, Seni Tauhid: Esensi dan Ekspresi Estetika Islam, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1999. Amin, Dadori, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000. Atmadja, Kusuma et al., Perjalanan Seni Rupa Indonesia dari Zaman Prasejarah hingga Masa Kini, Bandung: Pameran KIAS, 1990-1991. Ayatrohaedi, Kepribadian Budaya Bangsa (local Genius), Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1986. Bastomi,
Suwaji, Seni dan Budaya Jawa, Semarang Press, 1992.
Semarang:
IKIP
Bratakesawa, Raden, Katrangan Candarasengkala, Jakarta: Bale Pustaka, 1980. Bullough, Nigel, Historic East Java: Remains in Stone, Singapore: Adline Communications, 1995. Burhan, M. Agus (ed), Jaringan Makna Tradisi hingga Kontemporer: Kenangan Purna Bakti untuk Prof. Soedarso Sp., M.A., Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta, 2006. Chambert-Loir, Henri dan Claude Guillot. Ziarah dan Wali di Dunia Islam. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta bekerja sama dengan Ecole Francaise d’Extreme-Orient dan Forum Jakarta-Paris, 2007. Damais, Louis-Charles, Epigrafi dan Sejarah Nusantara: Pilihan Karangan Louis-Charles Damais, Seri Terjemahan Arkeologi No 3, Jakarta: Ecole Francaise d’ExtrêmeOrient bekerja sama dengan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1995. Deraman, Azis, Islam dan Pengucapan Kesenian: Satu Tinjauan Mengenai Kesenian Alam Melayu, Kuala Lumpur: Kementerian Kebudayaan, 1978. Dillistone, F.W., The Power Of Symbols, Yogyakarta: Kanisius, 2002.
274
Endraswara, Suwardi, Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme, dan Sufisme dalam Budaya Spritual Jawa, Yogyakarta: Narasi, 2006. Gadamer, Hans-Georg, Kebenaran dan Metode, terj. Ahmad Sahidah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Graaf, H.J. de, Awal Kebangkitan Mataram Masa Pemerintahan Senapati, Jakarta: Grafiti Pers, 1985. _______________, Disintegrasi Mataram Di bawah Mangkurat I, Jakarta: Pustaka Grafiti Pers, 1987. _______________, Terbunuhnya Kapten Tack: Kemelut di Kartasura Abad XVII, Jakarta: Pustaka Utama, 1989. _______________, dan TH. G. TH. Pigeaud, Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama Di Jawa: Kajian Sejarah Politik Abad ke-15 dan ke-16, Jakarta: PT Pustaka Grafitipers, 1986. Grottaneli, Vinigi L. “Ornamentation”, dalam Encyclopedya of World Art, Vol. 10, New york: Mcgraw-Hill, 1985. Guntur, Studi Ornamen Sebuah Pengantar, Surakarta: P2AI bekerja sama dengan STSI Press Surakarta, 2004. Gustami, Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara, Yogyakarta : Kanisius, 2000. Hadi W.M., Abdul, Hermenuetika, Estetika, dan Religiusitas: EsaiEsai Sastra Sufistik dan Seni Rupa, Yogyakarta: Matahari, 2004. Hamzuri, Warisan Tradisional itu Indah dan Unik, Jakrta: Proyek pembinaan Permuseuman, 1999/2000. Hartojo dan Amen Budiman, Kompleks Makam Ratu Kalinyamat Mantingan-Jepara: Segi-segi Sejarah dan Arsitektur, Semarang: Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa Tengah, 1982. Hayati,
Chusnul, Dewi Yulianti, Sugiyarto, Peranan Ratu Kalinyamat di Jepara pada Abad XVI, Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional, 2000.
275
Hean-Tatt, Ong, Simbolisme Hewan Cina, Jakarta: Kesaint Blanc, 1996. Herbert, Robert L., The Art Criticism of John Ruskin, Yale University: A Da Capo Paperback, 1963. Herusatoto, Budiono, Simbolisme dalam Yogyakarta: PT. Hanindita, 1984.
Budaya
Jawa,
Holt, Claire, Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia, terj. R.M. Soedarsono, Bandung: Arti.line untuk MSPI (Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia), 2000. Hoop, A. N. J. Th. A Th. van der, Ragam-Ragam Perhiasan Indonesia, Koninklijk Bataviasch Genootscap Van Kunsten En Wetenschappen, 1949. K., R. Ismunandar Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa, Semarang: Dahara Prize, 2007. Kadir, Abdul, Risalah dan Kumpulan data Tentang Perkembangan Seni Ukir Jepara, Jepara: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara, 1979. Kartoatmodjo, Soekarto, Arti dan Fungsi Pohon Hayat dalam Masyarakat Jawa Kuno, Yogyakarta: Lembaga Javanologi, 1986. Kayam, Umar, Seni Tradisi Masyarakat, Jakarta: Sinar Harapan, 1981. Kempers,
A.J. Bernet, Ancient Indonesian Art, Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press, 1959.
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Seri Etnografi, Jakarta: BPPN. Balai Pustaka, 1984. _________________, Sejarah Kebudayaan Indonesia, jilid I Kebudajaan Prahistori di Indonesia, tanpa kota: tanpa penerbit, 1954. Kusen,
Kreativitas dan Kemandirian Seniman Jawa dalam Mengolah Pengaruh Budaa Asing: Studi kasus Tentang Gaya Seni Relief Candi Di Jawa Antara Abad IX-XVI Masehi, Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi), 1985. 276
Kusnadi, Hasan M. Ambari, Sujatmi, Popo Iskandar, Fajar Sidik, Wiyoso, Bintarti, Sejarah Seni Rupa Indonesia, tanpa kota: Proyek Penelitian dan Pancatatan Kebudayaan Daerah Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1976/1977. Muchtarom, Zaini, Santri dan Abangan Di Jawa, jilid II, Jakarta: Indonesian Nedherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS), 1988. Moeleong, Lexy J., Metolodogi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995. Muljana, Slamet, Kuntala, Sriwijaya dan Suwanabhumi, Jakarta: Yayasan Idayu 1981. ________________, Runtuhnja Kerajaan Hindu-Djawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara, Djakarta: Bhratara, 1968. Myers, B.S, Undertanding the Arts, New York: Holt, Rinehart and Wiston, 1961. Oudheidkundig Verslag 1930, Koninklijk Bataviaasch Genootschap van kunten en Wetenschappen, Batavia-Centrum: Albercht & Co., 1931. Panitia Penyusunan Hari Jadi Jepara, Sejarah dan Hari Jadi Jepara, Jepara: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara, 1988. Peursen, C.A. van, Strategi Kebudayaan, terj. Dick Hartoko, Yogyakarta: Kanisius, 1993. Pijper, G.F., Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950, terj. Tudjimah, Yessy Augusdin, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1985. Poerwanto,
Hari, Kebudayaan dan Lingkungannya Dalam Perspektif Antropologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Purwadi dan Kazunori Toyoda, Babad Tanah Jawi, Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2005. ________ dan Maharsi, Babad Demak: Sejarah Perkembangan Islam di Tanah Jawa, Yogyakarta: Tunas Harapan, 2005.
277
Rafles, Thomas Stamford, The History of Java, volume II, Kualalumpur: Oxford University Press, 1978. Reid, Anthony Sejarah Modern Awal Asia Tenggara: Sebuah Pemetaan, terj. Sori Siregar, Hasif Amini, dan Dharis Setiawan, Jakarta: Putaka LP3ES Indonesia, 2004. Read, Herbert, “Abstrac Art” dalam Encyclopedia of the Arts, New York: Meredith press, 1966. Ricklefs,
M.C., Sejarah Indonesia Modern, terj. Darmono Hardjowijono, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993.
Ritzer, George Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi: dari Teori Kalsik Sampai Perkembangan Mutahir Teori Sosial Posmodern, terj. Nurhadi, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008. Roojan, Pepin van, Chinese Patterns, Amsterdam: the Pepin Press /Agile Rabbit Editions, 2003. Said, Abdul Azis, Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional Toraja dan Perubahan Aplikasinya Pada Desain Modern, Yogyakarta: Ombak, 2004. Sahman, Humar, Mengenal Dunia Seni Rupa, Semarang: IKIP Semarang Press, 1993. Santoso,
Soewito, Babad Tanah Jawi, Surakarta: Dewan Penyantun dan Program Pendidikan Pascasarjana STSI Surakarta, 2003.
Sedyawati, Edy, Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006. Simon, Hasanu, Misteri Syekh Siti Jenar: Peran Wali Songo dalam Mengislamkan Tanah Jawa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006. Simuh, Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2002. Soedarsono, Djoko Soekiman, Retna Astuti. Pengaruh India, Islam, dan Barat dalam Proses Pembentukan Kebudayaan Jawa, Jakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi) Direktorat 278
Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, jilid III, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1959. Soemantri, Hilda, Indonesia Heritage “Seni Rupa”, Jakarta: Buku Antar Bangsa untuk Grolier International, inc, 2002. Soenarto, Jepara Surga Industri Mebel Ukir, Jepara: Pemerintah Kabupaten Jepara Kantor Informasi dan Komunikasi, 2002. (Sony Kartika), Dharsono, Estetika, Bandung: Rekayasa Sains, 2007. Sp., Soedarso, Tinjauan Seni: Sebuah Pengantar untuk Apresiasi Seni, Yogyakarta: Saku Dayar Sana, 1987. ______________, Triologi Seni: Penciptaan, Eksistensi, dan Kegunaan Seni, Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta, 2006. Subagya, Rachmat, Agama Asli Indonesia, Jakarta: Sinar harapan dan Yayasan Cipa loka Caraka, 1981. Sujamto, Reorientasi dan Revitalisasi Pandangan Jawa, Semarang: Dahara prize, 1992. Susanto, Mike, Membongkar Seni Rupa, Yogyakarta: Jendela, 2003. Sutopo, H.B., Metodologi Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Pers, 2002. _____________, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001. _____________, Penelitian Kualitatif: Sebuah Pendekatan Interpretatif Bagi Pengkajian Proses dan Makna Hubungan Antar Subjekif, Surakarta: Universitas Sebelas Maret (UNS) Press, 1998. Syafii dan Tjetjep Rohendi Rohidi, Ornemen Ukir, Semarang: IKIP Semarang Press, 1987. Toekio M., Soegeng, Guntur, Achmad Sjafi’i, Kekriyaan Nusantara, Surakarta: ISI Press Surakarta, 2007.
279
Triyanto, Makna Ruang dan Penataannya dalam Arsitektur Rumah Kudus, Semarang: Kelompok Studi Mekar, 2001. Toer, Pramudya Ananta. Arus Balik, Jakarta: Hasta Mitra, 2002. Wojowasito, Soewojo Kamus Kawi (Djawa Kuno)-Indonesia, Malang: Team Publikasi Ilmiah Fakultas Keguruan Sastra dan Seni IKIP Malang, 1970. Yudoseputro, Wiyoso, Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia, Bandung: Angkasa, 1986. _____________________, Jejak-jejak Tradisi Bahasa Rupa Indonesia Lama, Jakarta: Yayasan Seni Visual Indonesia, 2008. Zimmer, Heinrich, Myths, Symbols in Indian Art and Civilization, New York: Harper Torchbooks, 1946. Zoetmulder, P.j., Kalangwan : Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang, terj. Dick Hartoko SJ., Jakarta: Djambatan, 1983. Sumber Penelitian Hartono, AG., ”Rupa dan Makna Gunungan Wayang Kulit Purwa Di Jawa”, Tesis, Institut Teknologi Bandung, 1999. Sugandi,
“Ornamentik Prasejarah Sebagai Dasar Seni Hias Indonesia”, Laporan Penelitian, STSI Surakarta, 1996.
Suyanto, “Penerapan Seni Ukir Pada Perabotan Rumah Tangga”, Laporan Penelitian, STSI Surakarta, 1998. Majalah Satyawati Sulaeman, “Kisah Perjalanan di Jawa Tengah dan Jawa Timur – Juli – Agustus 1975”, Kalpataru, Majalah Arkeologi, bagian 1, 1975, 68. Aan, “Makam Sendhang Dhuwur lan Kaelokane”, Majalah Mekar Sari, (18 Juli 1990), koleksi ReksoPustoko Mangkunegaran, tanpa halaman.
280
Sumber Internet Bambang
Setia Budi, “asal-usul Masjid Jawa” bsb.blogspot.com tanggal 4 Januari 2009.
dalam
Handinoto dan Samuel Hartono ”Pengaruh Pertukangan Tiongkok Pada Bangunan masjid Kuno Di Jawa abad XV-XVI” melalui http://www.petra.ac.id/~puslit/journalsdir.php?Depart mentID=ARS, 24 September 2008. J
Pamudji Suptandar “Rumah Adat Kudus” dalam www. gebyokcenter.com/history.html, 28 Desember 2005.
“Lukisan Jepara”, Karya Johannes Rach dalam www.pnri.go.id, 5 Mei 2006. Pemerintah Kabupaten Jepara. ”Pimpinan Pemerintah Jepara Sejak Abad XV” dalam www.Jeparakab.go.id, 14 Januari 2009. “Islamic
influence in Indonesia: Muslims in Java” dalam users.skynet.be/network.indonesia/ni4001c7a.htm, 1 Agustus 2009.
Narasumber Ali Safi’i (54 tahun) juru kunci dan ulama Masjid Mantingan, 7 September 2008. Ahmad Muzaidi (69 tahun) juru kunci makam Masjid Mantingan, 3 Februari 2009. Achmad Sjafi’i, (52 tahun) peneliti, dosen Seni Rupa ISI Surakarta, 24 Maret 2009. Munawar, (50 tahun) seniman ukir, 29 Maret 2009. Mosleh, (64 tahun) pensiunan pegawai guru SMK N 2 (SMIK) Jepara dan pengrajin patung dan ukir, 13 Oktober 2008. Suharno, (48 tahun) seniman ukir, 3 Februari 2009
281
GLOSARI A Abstraksi
: proses pembentukan konsep mengenai ciriciri berbagai hal yang sifatnya tersamarkan
Adipati
: gelar pemimpin kadipaten
Akulturasi
: perpaduan dua atau lebih unsur budaya atau lebih yang masing-masing masih tampak ciri-cirinya
Arabesque
: Arabesk adalah ornamentik dalam bentuk penggayaan tumbuh-tumbuhan yang dianyam membentuk jalinan secara rumit dengan di sana-sini di sela huruf-huruf arab dari segala macam varian
Astabrata
: delapan ajaran yang harus dimiliki seorang raja
Amerta
: Air kehidupan
Angkup
: Kelopak bunga
B Berundak
: bertingkat
C Cungkup
: bangunan beratap sebagai pelindung sebuah makam
D Dewa
: dalam agama Hindu berasal dari kata sanskerta Div yang berarti sinar, cahaya yang sama dengan kata day (Inggris) atau Tag (Jerman) atau Daag (Belanda) yang berarti hari yaitu bagian waktu yang mempunyai cahaya. Dewa berarti Ia yang mempunyai sinar atau memberi sinar atau
282
merupakan sinar (Nur) dari Hyang Widhi (Illahi). G Gapuran
: Ada gapuranya gerbang)
(gapura
artinya
pintu
Interaksi simbolik : interaksi antar manusia perlambangan khusus
melalui
sistem
I
K Kalpataru
: (kalpa: keinginan, kebijaksanaan, jaman, harapan, surga, masa dunia) dan (taru: pohon). Kalpataru berarti pohon keinginan, pohon kebijaksanaan, pohon jaman, pohon surga atau pohon masa dunia.
Kalpavalli
: Valli artinya kalpataru)
Kalpavrksa
: Vrksa artinya kalpataru)
Kangkung
: Sejenis tanaman yang tumbuh di rawa-rawa atau sungai
Kasampurnan
: tataran yang sempurna
Kayon
: Kayu-kayuan (pohon)
Ketukangan
: pertukangan; proses memiliki nilai seni
Krawangan
: Ukiran tembus
Kudhup
: Kuncup bunga
pohon pohon
atau
kayu
(lihat
atau
kayu
(lihat
pembuatan
barang
L Lemahan
: Bagian ukiran paling rendah tidak tembus untuk menonjolkan ragam hiasnya
283
Lung-lungan
: berupa bentuk yang melengkung elastis
M Meru
: bentuk motif yang bersumber dari bentuk gunung, menyerupai gunung
Makrokosmos
: jagad gede, semesta (dunia seisinya)
Medalion
: lingkaran, bulat
Metakosmos
: alam lain (niskala/tan wadag)
Mikrokosmos
: jagad cilik, manusia
Mustaka
: kepala
P Palemahan
: lemah (berarti tanah), palemahan artinya bagian dasar, bagian paling bawah
Pangeran
: gelar tertinggi untuk bangsawan
Patran
: daun
Pohon hayat
: pohon kehidupan
Pudak
: bunga pandan
R Relief
: ukiran yang memiliki bentuk tiga dimensi
S Serambi
: beranda atau selasar yang agak panjang, bersambung dengan bagunan induk
Soko guru
: empat tiang utama pada rumah Jawa joglo atau masjid
284
T Tuntunan
: bimbingan, sebagainya
petunjuk,
pedoman
dan
U Ukel
: bentuk ukiran yang memiliki bentuk garis pilin, seperti bentuk kerang
285
LAMPIRAN
286
Kartawijaya (Browijoyo) V + puteri Cina
Raden Patah 1478-1501
1. R. Suryo (P. Sabrang Lor) 15011504
2. P. Sekar (P. Sedo Lepen)
kawin dengan Juminten
3. R. Trenggana 1504-1546 + Rr Purbayan
4. Putri + Syeh Nurdin Maulana Isroil (Faletehan Gunung Jati)
P. Pasarean (Cirebon)
1. P. Mukmin (Sunan Prawata) 1546-1549
Aria Pangiri
2. Puteri ke 1 + P. Langgar (adipati Sampang madura)
3. Puteri ke 2 Ratu Kalinyamat + P. Hadiri adipati Jepara mewakili Aria Pangiri (1549-1579)
4. Puteri ke 3 + P. Pasarean dan P. Hasanudin
Pangeran Hasanudin (Banten)
5. Puteri ke 4 + Jaka Tingkir 1568-1586 di Pajang
P. Benawa
Pangeran Mas
Lampiran 1. Silsilah Ratu Kalinyamat (Sumber: diolah penulis dari penulisan bagan silsilah pada papan di kompleks makam Ratu Kalinyamat)
287
6. Puteri ke 5 Bungsu + P. Timur (Adipati Madiun)
Lampiran 2. Ilustrasi Ratu Kalinyamat karya Waluyo (Foto Agus Setiawan, 2 Nopember 2007)
288
Lampiran 3. Ornamen Mesjid Mantingan yang memiliki ukiran bolak-balik (foto Museum Ronggo Warsito repro Agus Setiawan)
289