ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Suatu Studi Eksploratif pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah) Nanang Agus Suyono Program Studi Akuntansi Universitas Sains Al Qur’an Wonosobo Abstract This study entitled "Analysis of Financial Statements Local Government (An Explorative Study of the Regency / City in Central Java)". The purpose of this study was to determine the level of local government financial statement disclosure. This research is the use of descriptive exploratory study. Explorative study done when a known fact, but needed more information to construct a solid theoretical framework (have now, 2006). In this study, researchers will look at how the disclosure level of local government financial statements based Inspection Report (LHP) issued by the Supreme Audit Agency (BPK). Based on the research results can be summarized as follows: The average level of disclosure in the Financial Statements of Local Government is 43.71%, with the highest level of disclosure that is 54%, namely Demak. This suggests that the low level of disclosure in the financial statements, where the expected maximum value is 100%. The average disclosure of the information presented in the financial statements of local government is pretty good, the details of his account is also quite good, but the lack of standards and further rules regarding the breadth of information and account details to be disclosed in the financial statements of local government. Of the sample studied area seen any unevenness in the disclosure of the information in the Local Government Finance Report. Their differences or unevenness in the absence of disclosure caused further guidance on how much information should be disclosed or become imperative priority information and which information is recommended. Keywords
: Local Government Finance Report , disclosure, Accounting Standards Government
PENDAHULUAN Latar Belakang Untuk mengikuti perkembangan bisnis yang semakin komplek, diperlukan keseimbangan informasi yang sesuai dan memadai. Menurut FASB didalam SFAC No.5 (1984, paragraf 13) dikatakan sesuai bila seperangkat laporan keuangan selama suatu periode harus menunjukkan financial position at the endof the period, earning for the period, comprehensive income for the period, cashflow during the period, investment by end distributions to owners during theperiod. Sedangkan memadai menunjukkan bahwa secara individual laporan keuangan akan mencakup balancesheet atau statement of financial position, income statement, statement of retain earnings, statement of change in
financialposition (Statement of sources and application of funds) (SFAC No.1 1978, paragraph 6). Di lingkungan pemerintahan, dengan bergulirnya UU Nomor 22 tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU no.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 tahun 1999 yang direvisi menjadi UUNo.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, dan aturan pelaksanaannya, khususnya PP Nomor 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dan PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah maka terhitung tahun anggaran 2001, telah terjadi pembaharuan di dalam manajemen keuangan daerah. Dengan adanya otonomi ini, daerah diberikan kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sesedikit mungkin campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah. Dengan adanya reformasi atau pembaharuan di dalam sistem pertanggungjawaban keuangan daerah, sistem lama yang selama ini digunakan oleh Pemda baik pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota yaitu Manual Administrasi Keuangan Daerah (MAKUDA) yang diterapkan sejak 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda untuk menghasilkan laporan keuangan dalam bentuk neraca dan laporan arus kas sesuai PP 105/2000 pasal 38. Untuk dapat menghasilkan laporan keuangan tersebut diperlukan suatu sistem akuntansi keuangan daerah yang didasarkan atas standar akuntansi pemerintahan. Pada tahun 2005, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah baru tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ditetapkan dengan peraturan pemerintah no. 24 tahun 2005. Standar akuntansi merupakan pedoman atau prinsip-prinsip yang mengatur pelaksanaan akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan untuk tujuan pelaporan kepada para pengguna laporan keuangan. Standar akuntansi sangat diperlukan untuk menjamin konsistensi dalam pelaporan keuangan. Laporan Keuangan yang disajikan tersebut menurut PSAP No.1 Paragraf 21 menyatakan bahwa entitas pelaporan mengungkapkan informasi tentang ketaatan terhadap anggaran. Lebih lanjutnya pada paragraph 23 sampai 26 dijelaskan mengapa pentingnya mengungkapkan semua informasi, hal ini bertujuan agar menghindari kesalahpahaman dalam membaca laporan. Dengan demikian akan memperjelas bahwa Laporan Keuangan keuangan yang disajikan bukan hanya untuk memenuhi tuntutan atas peraturan yang ada, tapi harus memenuhi pengungkapan yang akan memudahkan bagi pengguna laporan keuangan untuk memahami. Dalam kerangka konseptual dijelaskan bahwa salah satu prinsip akuntansi dalam pelaporan keuangan adalah prinsip pengungkapan lengkap dimana laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna. Dimana pengungkapan yang tidak dapat disajikan dalam halaman depan laporan keuangan dapat disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Tentu hal ini akan memperjelas terhadap item-item yang diungkapkan. Dengan adanya standar akuntansi pemerintahan, undang-undang dan peraturan pemerintah yang mendukung, maka pemerintah baik pemerintah daerah, pemerintah tingkat provinsi dan pemerintah pusat telah menyusun Laporan Kuangan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan dan sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku tetapi apakah laporan keuangan tersebut telah mengungkapkan informasi yang lengkap dalam laporan keuangan tersebut. Fenomena yang terjadi bahwa masih ada laporan keuangan pemerintah yang memperoleh opini adverse dan disclaimer karena penyusunannya belum sesuai dengan standar yang telah ada dan belum memenuhi tingkat kelengkapan yang disyaratkan. Tapi apakah laporan keuangan pemerintah yang memperoleh opini WTP dan WDP memang telah mencerminkan laporan dengan pengungkapan yang benar-benar baik. Hal ini masih menjadi perdebatan dari berbagai kalangan. Apakah laporan keungan yang di hasilkan oleh pemerintah telah mencerminkan pengungkapan laporan dengan tingkat pengungkapan yang baik. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah.
TINJAUAN LITERATUR Teori Agensi dalam Pemerintahan Teori agensi adalah hubungan antara dua pihak atau lebih, di mana satu pihak (agent) setuju untuk bertindak dengan persetujuan pihak yang lain (principal). Zimmerman (1997) menyatakan bahwa agency problem terjadi pada semua organisasi, baik sektor publik maupun sektor swasta. Pada sektor swasta, agency problem terjadi antara pemegang saham sebagai principal dan manajemen sebagai agent. Pada sektor publik, agency problem terjadi antara pejabat yang terpilih rakyat sebagai agent dan para pemilih (masyarakat) sebagai principal. Agency problem muncul ketika prinsipal mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan kepada agen, atau dalam perjanjian kontrak kerja antara prinsipal dan agen. Dalam hubungan kontrak kerja, pihak agent secara moral bertanggung jawab dalam memaksimalkan keuntungan prinsipal, namun di sisi lain agent juga berkepentingan dalam memaksimalkan kesejahteraan mereka sendiri. Menurut Meisser (2006), terdapat 2 permasalahan agensi yaitu adanya informasi asimetris dimana agen secara umum memiliki lebih banyak informasi dari prinsipal dan terjadinya konflik kepentingan akibat ketidaksamaan tujuan, di mana agen tidak selalu bertindak sesuai dengan tujuan kepentingan prinsipal. Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa pengertian akuntabilitas publik sebagai kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (prinsipal) yang memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Pemerintah dalam hal ini bertanggungjawab memberikan informasi yang transparan dan
akuntabel, salah satunya yaitu melalui kepatuhan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintahan sekaligus pengungkapan dan penyajian laporan sewajar mungkin. Pemerintah Daerah di Indonesia Menurut UU No. 32 Tahun 2004 pada pasal 1 ayat 2, pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintahan Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap daerah dipimpin oleh kepala Pemerintah Daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk Provinsi disebut Gubernur, untuk Kabupaten disebut Bupati dan untuk Kota disebut Walikota. Dalam menjalankan tugas dan kewajiban Pemerintah Daerah, Gubernur bertanggung jawab kepada DPRD Provinsi, sedangkan Bupati atau Walikota bertanggung jawab kepada DPRD Kabupaten/DPRD Kota dan berkewajiban memberikan laporan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dalam rangka pembinaan dan pengawasan. Pelaksanaan konsep desentralisasi dan otonomi daerah dimulai pada era reformasi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan yang kemudian direvisi masing-masing menjadi UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Kebijakan ini mengubah penyelenggaraan pemerintahan dari yang sebelumnya bersifat terpusat menjadi terdesentralisasi yang berarti adanya penyerahan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, Pemerintah Daerah diberi kewenangan dan tanggung jawab untuk mengurus rumah tangganya sendiri, baik dari segi administratif pemerintahan maupun dari segi pengelolaan keuangannya yang dibutuhkan untuk kegiatan operasionalnya dan pelayanan kepada masyarakat. Sehubungan dengan hakekat otonomi daerah tersebut yang berkaitan dengan pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik & pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah & pelayanan masyarakat maka peranan data keuangan daerah sangat diperlukan untuk mengidentifikasi sumbersumber pembiayaan daerah dan juga jenis & besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang menunjukan gambaran statistik perkembangan anggaran & realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran & analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk meliahat kemampuan/ kemandirian daerah (Yuliati, 2001). Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Definisi laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia: “Laporan keuangan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan yang disajikan dalam berbagai cara (seperti misalnya sebagai laporan arus kas atau arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian internal dari laporan keuangan.
Di samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.” Dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan dengan jelas bahwa laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah harus disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan. Selanjutnya, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 juga menyebutkan arti penting Standar Akuntansi Pemerintahan. Undang-Undang otonomi yang terbaru, yaitu Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah juga menyebutkan penyajian laporan keuangan Pemerintah Daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa standar akuntansi pemerintahan sangat dibutuhkan sebagai pedoman pelaporan keuangan dalam pemerintahan. Dengan demikian, pada tanggal 13 Juni 2005, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) menjelaskan bahwa laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksitransaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010, yang dimaksud entitas pelaporan adalah: Unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyajikan laporan pertanggungjawaban, berupa laporan keuangan yang bertujuan umum, yang terdiri dari: (a)Pemerintah pusat; (b)Pemerintah daerah; (c)Masing-masing kementrian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah pusat; (d)Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundangundangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan. Perkembangan Regulasi Keuangan Negara Pada awalnya, pelaksanaan pengelolaan keuangan negara masih menggunakan ketentuan perundang-undangan yang disusun pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Akan tetapi, peraturan perundangundangan tersebut tidak dapat mengakomodasi berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia. Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan menjadi salah satu penyebab terjadinya bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu, untuk menghilangkan penyimpangan tersebut diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu dikeluarkanlah UndangUndang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang memberikan perubahan pada pengelolaan keuangan daerah. Hal-hal baru dan perubahan mendasar yang terdapat dalam peraturan ini dengan peraturan sebelumnya meliputi pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, asasasas umum pengelolaan keuangan negara, kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga, susunan APBN dan APBD, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, Pemerintah Daerah dan pemerintah/lembaga asing, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara dan perusahaan swasta dan badan pengelola dana masyarakat, serta
penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD. Dengan adanya undang-undang ini diharapkan dapat meningkatka transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan Pemerintah Daerah. Standar Akuntansi Pemerintahan Dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan dengan jelas bahwa laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah harus disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Selanjutnya, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 juga menyebutkan arti penting SAP. Undang-Undang otonomi yang terbaru, yaitu Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah juga menyebutkan penyajian laporan keuangan Pemerintah Daerah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa standar akuntansi pemerintahan sangat dibutuhkan sebagai pedoman pelaporan keuangan dalam pemerintahan. Dengan demikian, pada tanggal 13 Juni 2005, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. SAP mengatur mengenai informasi yang harus disajikan dalam laporan keuangan, bagaimana menetapkan, mengukur dan melaporkannya. SAP dijadikan acuan wajib dalam penyajian laporan keuangan entitas pemerintah, baik pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah. Pengguna laporan keuangan termasuk legislatif juga akan menggunakan SAP untuk memahami informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dan pihak auditor eksternal (BPK) akan menggunakan SAP sebagai kriteria dalam pelaksanaan audit. Dengan demikian, SAP menjadi pedoman untuk menyatukan persepsi antara penyusun, pengguna dan auditor. Laporan keuangan pokok yang harus disajikan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 adalah: Laporan Realisasi Anggaran Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah pusat atau daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap APBN/APBD. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. Unsur-unsur yang harus disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran sekurangkurangnya terdiri dari pendapatan, belanja, transfer, surplus/pdefisit, pembiayaan dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran. Neraca Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Neraca mencantumkan sekurangkurangnya pos-pos, yaitu kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang pajak dan bukan pajak, persediaan, investasi jangka panjang, aset tetap, kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang, dan ekuitas dana Laporan Arus Kas Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan transaks nonanggaran yang menggambarkan
saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu. Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran kas. Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
6. Pengungkapan pada Laporan Keuangan & Catatan atas Laporan Keuangan Pengungkapan laporan keuangan (disclosure) merupakan suatu cara untuk menyampaikan informasi yang terdapat dalam laporan keuangan suatu perusahaan (Hendriksen dan van Breda, 2002). Menurut Kieso dkk. (2001) terjadi peningkatan akan kebutuhan disclosure yang disebabkan oleh semakin kompleknya lingkungan bisnis, adanya kebutuhan akan informasi secara tepat waktu, dan mengingat peran akuntansi sebagai alat kontrol dan monitor. Sedangkan Wolk dkk. (1991) dalam Subroto (2004) menyatakan bahwa alasan pentingnya pengungkapan pada masa mendatang adalah karena lingkungan bisnis tumbuh semakin kompleks dan pasar modal mampu menyerap dan mencerminkan informasi baru dalam harga saham secara cepat. Salah satu alat untuk mendukung terciptanya transparansi akuntabilitas publik adalah melalui penyajian laporan keuangan Pemerintah Daerah. Motif pelaporan keuangan dilakukan untuk kepentingan: (1) akuntabilitas, berarti mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, (2) manajemen, dimaksudkan membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat, (3) transparansi, yaitu memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan dan (4) keseimbangan antar generasi, yaitu membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. Karakteristik Pemerintah Daerah Karakteristik berarti mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Lesmana (2010) mengatakan bahwa karakteristik Pemerintah Daerah berarti sifat khas dari otoritas administratif Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Elemen-elemen yang terdapat dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah dapat menggambarkan karakteristik Pemerintah Daerah. Laporan keuangan merupakan suatu alat yang
memfasilitasi transparansi akuntabilitas publik, yang menyediakan informasi yang relevan mengenai kegiatan operasionalnya, posisi keuangan, arus kas, dan penjelasan atas pos-pos yang ada di dalam laporan keuangan tersebut. Pada penelitian-penelitian di sektor pemerintahan, karakteristik Pemerintah Daerah sering digunakan sebagai proksi dalam item-item pada laporan keuangan Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Seperti penelitian Patrick (2007), menjelaskan karakteristik Pemerintah Daerah Pennsylvania, dengan membagi karakteristik ke dalam tiga kelompok. Pertama, budaya organisasi, dengan menggunakan proksi kecenderungan Pemerintah Daerah dan tanggapan terhadap konstituen. Kedua, struktur organisasi, dengan menggunakan proksi spesialisasi pekerjaan, diferensiasi fungsional, administrative intensity, ketersediaan slack resources dan ukuran organisasi. Karakteristik yang terakhir, yaitu lingkungan eksternal, dengan menggunakan proksi pembiayaan utang dan intergovernmental revenue. Yuli dan Suhardjanto (2011) menguji tingkat kepatuhan pengungkapan LKPD terhadap SAP dengan menggunakan modifikasi model Patrick (2007), karakteristik Pemerintah Daerah yang digunakan adalah ukuran, kekayaan, perbedaan fungsional, usia, pembiayaan utang, dana perimbangan dan latar belakang pendidikan bupati. Lesmana (2010) meneliti pengaruh enam karakteristik Pemerintah Daerah, yaitu ukuran Pemerintah Daerah, kewajiban, pendapatan transfer, umur Pemerintah Daerah, jumlah satuan kerja perangkat daerah dan rasio kemandirian keungan Pemerintah Daerah. Sedangkan Giligan dan Matsusaka (2001) memakai legislature size atau jumlah anggota legislatif sebagai karakteristik Pemerintah Daerah di Amerika Serikat. Liestiani (2008), dalam penelitiannya juga menggunakan karakteristik Pemerintah Daerah sebagai salah satu variabelnya, dengan menggunakan tipe dari Pemerintah Daerah yang diklasifikasikan menjadi kota atau kabupaten sebagai proksinya. METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan studi eksploratif deskriptif. Studi eksploratif dilakukan ketika sejumlah fakta diketahui, tetapi diperlukan lebih banyak informasi untuk menyusun kerangka teoritis yang kukuh (Sekaran, 2006). Dalam penelitian ini peneliti akan melihat bagaimana tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dikeluarkan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi merupakan kumpulan individu atau objek penelitian yang memiliki kualitas-kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian adalah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). b. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan dianggap bisa mewakili populasi (Yurniwati, 2004). Sampel dalam penelitian ini adalah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan opini Disclaimer yang diperoleh melalui situs BPK.Pemilihan sampel dengan cara purposive sampling. Purposive sampling yaitu pemilihan sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun kriterianya adalah: LHP yang diambil sebagai sampel adalah LHP yang memperoleh opini WTP, WDP dan Disclaimer. Operasionalisasi Variabel dan Pengukurannya Dari berbagai penelitian yang dilakukan, pengungkapan dapat diukur dengan berbagai cara, salah satu cara untuk mengukur tingkat pengungkapan adalah melihat tingkat pengungkapan yang diungkapkan dalam laporan keuangan (Ikhsan, 2009). Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat pengungkapan Laporan Keuangan. Tingkat pengungkapan laporan keuangan adalah suatu konsep abstrak yang tidak dapat diukur secara langsung sehingga penggunaan indeks pengungkapan dalam penelitian ini adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat pengungkapan informasi yang disajikan (Al Saeed 2006, dalam Ikhsan 2009). Ada 2 (dua) metode yang digunakan untuk mengukur tingkat pengungkapan. Metode yang pertama menggunakan indeks yang tidak diboboti (unweighted index) atau menggunakan Dichotomous Score. Dalam metode ini perhitungan indeks pengungkapan dilakukan dengan memberikan nilai 1 untuk item yang diungkapkan, sedangkan 0 untuk item yang tidak diungkapkan sesuai dengan daftar item pengungkapan yang dibuat oleh peneliti. Metode yang kedua adalah menggunakan skema atau indeks yang diboboti (weighted scheme/index) yang didasarkan pada penilaian subjektif para analis dan pengguna laporan keuangan yang disurvey atas item-item tertentu anual report yang diurutkan menurut urutan prioritasnya. Tingkat pengungkapan ini diukur dengan membandingkan item-item yang diungkapkan dalam laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah dengan item-item yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah dengan mengacu kepada Peraturan Pemerinah No.24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Tingkat pengungkapan diukur dengan mengidentifikasi informasi apa saja yang disajikan dari item-item yang diungkapkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah. Untuk mengukur tingkat pengungkapan terhadap kedalaman informasi digunakan metode yang tidak diboboti (unweighted index/score). Dalam pengukuran indeks pengungkapan, informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah dibandingkan dengan informasi yang diungkapkan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) pada lampiran 2. Untuk item yang diungkapkan sesuai dengan pengungkapan pada SAP akan diberi nilai 1, sedangkan untuk item yang tidak diungkapkan diberi nilai 0. Indeks pengungkapan adalah jumlah keseluruhan item yang diungkapkan dibagi dengan jumlah maksimum pengungkapan. Dalam penelitian ini range yang ditetapkan untuk menentukan apakah Tingkat Pengungkapan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tergolong kedalam tingkat pengungkapan yang berkualitas atau kurang berkualitas merupakan range yang ditentukan oleh peneliti sendiri, karena belum adanya acuan atau aturan mengenai pengelompokan tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah tersebut.
Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dengan opini WTP, WDP dan Disclaimer. Teknik pengumpulan data sekunder adalah dengan cara mempelajari dari jurnal, karya tulis lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian ini., seperti laporan keuangan pemerintah daerah. Data dalam penelitian ini diperoleh dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), melalui akses ke situs resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Teknik Analisa Data Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan quantitative content analysis. Quantitative content analysis digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata). Content analysis adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa (Yuris, 2009). Content analysis ini menggunakan teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi. Prosedur dasar pembuatan rancangan penelitian dan pelaksanaan studi analisis isi terdiri atas 6 tahapan langkah, yaitu 1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesisnya. 2. Melakukan sampling terhadap sumber-sumber data yang telah dipilih 3. Pembuatan kategori yang dipergunakan dalam analisis 4. Pendataan suatu sampel dokumen yang telah dipilih dan melakukan pengkodean HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian a. Gambaran Umum Kabupaten/Kota yang Diteliti Daerah yang menjadi objek penelitian ini terdiri dari 6 kabupaten/kota yang dipilih dengan kategori: 2 daerah yang memperoleh opini WTP yaitu Kota Surakarta dan Kabupaten Jepara, 2 daerah yang memperoleh opini WDP yaitu Kabupaten Kendal dan Kabupaten Brebes dan daerah yang memperoleh opini Disclaimer yaitu Kabupaten Demak. Penelitian ini akan melihat bagaimana tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan daerah dari setiap opini yang diperoleh. Apakah tingkat pengungkapan laporan keuangan yang memperoleh opini WTP memang lebih baik dari laporan keuangan yang memperoleh opini WDP dan opini Disclaimer, atau sebaliknya. b. Analisis Data Penilaian terhadap kinerja pemerintah dengan hanya mengandalkan laporan keuangan yang disajikan dilembar muka tanpa adanya penjelasan yang lebih lanjut tentang informasi yang perlu diketahui oleh pengguna laporan keuangan tentu tidaklah mungkin. Sehingga dengan adanya Catatan atas Laporan Keuangan yang diatur oleh PSAP No.4 yang disusun secara cermat dengan mempertimbangkan informasi apa saja yang perlu diungkapkan mengacu pada best practices yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Dengan demikian pemerintah daerah akan menganggap bahwa laporan keuangan pemerintah daerah bukan hanya untuk pertanggungjawaban kepada pemerintahan yang lebih tinggi tapi juga kepada publik. Tidak seperti yang terjadi selama ini, banyak daerah yang masih menganggap bahwa laporan keuangan daerah bukan milik publik. Sehingga
informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah harusnya juga memberikan informasi yang bukan untuk pemerintah yang lebih tinggi saja tapi juga terhadap masyarakat publik. Indeks pengungkapan yang dipilih dalam penelitian ini adalah sebanyak 103 item, terdiri dari 48 item pengungkapan dalam neraca, 16 item pengungkapan dalam laporan realisasi anggaran, 1 item dalam laporan arus kas, dan 38 item pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan, tetapi dalam penerapannya terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah disesuaikan dengan posisi keuangan daerah di masing-masing daerah yang dijadikan sampel. Dari indeks pengungkapan yang diterapkan jumlahnya bervariasi, dari sampel yang diteliti indeks pengungkapkan menunjukkan angka rata-rata yaitu berkisar 33% sampai dengan 54%. Indeks terendah sebesar 33% merupakan indeks pengungkapan Laporan Keuangan pemerintah Kota Solok Selatan, sedangkan indeks tertinggi sebesar 54% merupakan indeks pengungkapan Laporan Keuangan pemerintah Kabupaten Demak. Hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya tingkat pengungkapan informasi dalam Laporan Keuangan, dimana nilai maksimal yang diharapkan adalah 100%. Dan diantara daerah-daerah yang diteliti tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam indeks pengungkapannya. 1) Tingkat Rincian Akun yang Diungkapkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Menurut PSAP No.01 Paragraf 43 “Neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos berikut : a. Kas dan setara kas b. Investasi jangka pendek c. Piutang pajak dan bukan pajak d. Persediaan e. Investasi jangka panjang f. Aset tetap g. Kewajiban jangka pendek h. Kewajiban jangka panjang i. Ekuitas Dana” Hal ini merupakan batasan minimum akun yang disajikan dalam neraca, sedangkan contoh format neraca disajikan dalam lampiran, dan bukan merupakan bagian dari standar tapi hanya sebagai ilustrasi, sehingga dalam prakteknya terjadiketidakseragaman dalam rincian akun yang disajikan. Sedangkan menurut PSAP No.2 Paragraf 14 “ Laporan Realisasi Anggaran sekurang-kurangnya mencakup pos-pos sebagai berikut: a. Pendapatan b. Belanja c. Transfer d. Surplus/Defisit e. Penerimaan pembiayaan f. Pengeluaran pembiayaan g. Pembiayaan neto h. SILPA/SIKPA”
Menurut PSAP No.3 Paragraf 14 “Laporan arus kas menyajikan informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran”. Berikut adalah hasil dari rincian akun untuk masing-masing daerah yang diteliti : a) Kota Surakarta Kota Surakarta telah menyajikan rincian akun-akun di neraca, laporan realisasi anggaran dan laporan arus kas sesuai dengan SAP, dan telah merinci untuk masingmasing akun yang ada. b) Kabupaten Jepara Kabupaten Jepara telah menyajikan rincian akun-akun di neraca, laporan realisasi anggaran dan laporan arus kas sesuai dengan SAP, dan telah merinci untuk masingmasing akun yang ada. c) Kabupaten Kendal Kabupaten Kendal telah menyajikan rincian akun-akun di neraca, laporan realisasi anggaran, laporan arus kas sesuai dengan SAP, dan telah merinci untuk masing-masing akun yang ada. d) Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes telah menyajikan rincian akun-akun di neraca, laporan realisasi anggaran, dan laporan arus kas sesuai dengan SAP, tapi tidak merinci untuk sebagian akun yang ada pada neraca, akun yang tidak dirinci adalah kas dan piutang, dimana akun ini hanya dirinci dalam catatan atas laporan keuangan. e) Kabupaten Demak Kabupaten Demak telah menyajikan rincian akun-akun di neraca, laporan realisasi anggaran dan laporan arus kas sesuai dengan SAP, dan lebih merinci untuk masing-masing akun yang ada. 2) Mapping Pengungkapan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Berikut merupakan persentase pengungkapan informasi yang diungkapkan di masing-masing daerah. Tabel 3.1. Persentase dari tabel informasi yang diungkapkan pada masing-masing laporan keuangan diatas diperoleh dengan cara menjumlahkan item-item yang diungkapkan dalam pada masing-masing laporan dibagi dengan item-item yang harusnnya diungkapkan pada masing-masing laporan. Misalnya item yang diungkapkan dalam Neraca Kota Surakarta adalah 17 item, sedangkan total pengungkapan pada Neraca adalah 43 item, maka persentase pengungkapannya adalah (17/43)*100%=40% Ditinjau dari pengungkapan neraca, jumlah pengungkapan yang seharusnya adalah 48 item, sedangkan rata-rata pengungkapannya adalah 20 item yang diperoleh dari jumlah item pengungkapan seluruh neraca kabupaten/kota dibagi dengan jumlah kabupaten/kota yang diteliti. Pengungkapan tertinggi adalah 26 item dan pengungkapan terendah adalah 14 item. Pengungkapan laporan realisasi anggaran jumlah pengungkapan yang seharusnya adalah 16 item, sedangkan rata-rata pengungkapannya adalah 11 item yang diperoleh dari jumlah item pengungkapan seluruh laporan realisasi anggaran kabupaten/kota dibagi dengan jumlah kabupaten/kota yang diteliti. Pengungkapan tertinggi adalah 14 item dan pengungkapan terendah adalah 9 item.
Pengungkapan laporan arus kas jumlah pengungkapan yang seharusnya adalah 1 item. Semua daerah sampel telah mengungkapkannya. Pengungkapan catatan atas laporan keuangan jumlah pengungkapan yang seharusnya adalah 38 item, sedangkan rata-rata pengungkapannya adalah 8 item yang diperoleh dari jumlah item pengungkapan seluruh catatan atas laporan keuangan kabupaten/kota dibagi dengan jumlah kabupaten/kota yang diteliti. Pengungkapan tertinggi adalah 11 item dan pengungkapan terendah 6 item. Sedangkan kedalaman informasi secara keseluruhan yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah daerah disajikan dalam Tabel 3.2: Persentase dari tabel kedalaman informasi yang diungkapkan pada laporan keuangan diatas diperoleh dengan cara menjumlahkan item-item yang diungkapkan dalam pada masing-masing laporan dibagi dengan semua item-item yang harusnnya diungkapkan pada semua laporan. Misalnya item yang diungkapkan dalam Neraca Kota Surakarta adalah 17 item, sedangkan total pengungkapan adalah 95 item, maka persentase pengungkapannya adalah (17/95)*100%=17.89% Jika diamati indeks pengungkapan laporan keuangan dimulai dari neraca rata-rata indeksnya 15% sampai 26%, hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya informasi yang diungkapkan, masing-masing daerah yang diteliti penelitian rata-rata hanya mengungkapkan uraian masing-masing klasifikasi akun-akunnya. Sedangkan informasi akuntansi lain tidak diungkapkan, misalnya kondisi persediaan, daftar umum piutang, penurunan nilai investasi, dan lainnya. Laporan Realisasi Anggaran menunjukkan indeks pengungkapan rata-rata 9% sampai 15%. Hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya informasi yang diungkapkan, masing-masing daerah yang jadi sampel penelitian rata-rata hanya mengungkapkan uraian masing-masing klasifikasi akun-akunnya. Pemerintah daerah belum mengungkapkan kebijakan akuntasi terhadap akun-akun dalam Laporan Realisasi Anggaran. Laporan Arus Kas telah menunjukkan indeks pengungkapan yang sangat baik yaitu 100% , dimana daerah telah mengungkapkan secara terpisah kelompok utama penerimaan dan pengeluaran berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan dan non anggaran. Sedangkan indeks pengungkapan untuk Catatan atas Laporan Keuangan lainnya adalah 6% sampai 13%. Indeks ini menyangkut pengungkapan kebijakan fiskal, pencapaian kinerja keuangan dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang masih minim, masih ada pemerintah daerah yang tidak mengungkapan mengenai kebijakan fiskal, dan rata-rata pemerintah daerah belum mengungkapkan kebijakan akuntansi untuk masing-masing akun dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Berdasarkan persentase tersebut maka Laporan Keuangan Pemerintah daerah dapat dikelompokkan menjadi laporan dengan tingkat pengungkapan yang baik dan laporan dengan tingkat pengungkapan yang kurang baik. Untuk menentukan apakah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah memiliki tingkat pengungkapan yang baik atau kurang baik, dengan cara menetukan nilai tengah persentase melalui: (Persentase tertinggi + Persentase Terendah) / 2 Tabel 3.3 Jika persentasenya dibawah nilai tengahnya, maka tergolong kurang baik, dan jika persentasenya diatas nilai tengahnya maka tergolong baik. Tabel 3.4
Pembahasan Untuk penyajian laporan keuangan pemerintah daerah telah mengungkapkan informasi mengenai nama, cakupan, periode pelaporan secara jelas. Pengungkapan dalam Neraca pada masing-masing daerah hanya menggambarkan informasi secara umum tentang rincian dari jenis akun pada Neraca dan rincian lebih lanjut pada catatan atas laporan keuangan, sedangkan untuk kebijakan akuntansi yang digunakan, daerah belum mengungkapkannya. Pengungkapan dalam Laporan Realisasi Anggaran pada masing-masing daerah telah mengungkapkan rincian pendatapan dan belanja, tapi daerah harusnya juga menjelaskan kebijakan akuntansi untuk pendapatan, belanja dan pembiayaan, dan daerah juga harusnya menjelaskan mengenai kondisi surplus dan defisit dan bagaimana sumber penerimaan dan pengeluaran pembiayaan yang terjadi secara rinci. Pengungkapan dalam Laporan Arus Kas pada masingmasing daerah telah mengungkapkan berdasarkan klasifikasinya. Pengungkapan dalam Catatan atas Laporan Keuangan pada masing-masing daerah masih sebatas informasi secara umum pada kebijakan fiskal, kebijakan ekonomi makro, harusnya daerah juga lebih menekankan pada ionformasi dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan akuntansi keuangan yang digunakan. Secara garis besar pengungkapan yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah daerah menunjukkan persentase rata-rata mulai dari 33% sampai dengan 54%. Tidak ada perbedaan pengungkapan yang signifikan. Jika dilihat dari daerah sampel yang diambil yaitu Kota Surakarta dengan opini WTP, Kabupaten Jepar dengan opini WTP, Kabupaten Kendal dengan opini WDP, Kabupaten Brebes dengan opini WDP, Kabupaten Demak dengan opini Disclaimer, tidak ada perbedaan yang signifikan dari pengungkapan dalam laporan keuangan dari masing-masing daerah, Kab/Kota yang memperoleh opini Disclaimer dan opini WDP juga memiliki pengungkapan yang sama dengan Kab/Kota yang memperoleh opini WTP. Dapat disimpulkan bahwa pengungkapan tidak mempengaruhi kepada opini yang diperoleh oleh kabupaten/kota. Dari daerah sampel yang diteliti terlihat adanya ketidakseragaman dalam pengungkapan informasi dalam Laporan Keuangan Pemerintah daerah. Rata-rata daerah hanya mengungkapkan informasi umum dan tidak menjelaskan secara rinci. Dari item-item yang harus diungkapkan berdasarkan SAP, sebagian daerah telah mengungkapkan dan sebagian lagi tidak mengungkapkan, sehingga terdapat ketidakseragaman di tiap-tiap daerah dalam pengungkapan informasi. Adanya perbedaan atau ketidakseragaman dalam pengungkapan disebabkan belum adanya pengaturan lebih lanjut mengenai seberapa luas informasi yang harus diungkapkan atau informasi prioritas yang menjadi keharusan dan informasi mana yang dianjurkan, karena bukan hanya kinerja keuangan saja yang dibutuhkan untuk diungkapkan tetapi kinerja non keuangan juga penting untuk diungkapkan karena informasi ini juga sangat menarik bagi pengguna laporan keuangan pemerintah. Berdasarkan persentase dari tingkat pengungkapan informasi dalam laporan keuangan pemerintah daerah, pengungkapan tidak berhubungan dengan penetapan opini yang diberikan oleh BPK, hal ini disebabkan karena belum adanya standar yang mengatur mengenai seberapa luas pengungkapan, terlihat bahwa daerah yang memiliki opini Disclaimer yaitu Kabupaten Demak memiliki pengungkapan yang lebih baik yaitu 54%
dari daerah yang memperoleh opini WTP yaitu Kota Surakarta dan Kabupaten Jepara dengan pengungkapan masing-masingnya 41% dan 50%. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di muka, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Rata-rata tingkat pengungkapan informasi dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah adalah 43.71%, dengan tingkat pengungkapan yang tertinggi adalah 54% yaitu Kabupaten Demak. Hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya tingkat pengungkapan informasi dalam Laporan Keuangan, dimana nilai maksimal yang diharapkan adalah 100%. Rata-rata pengungkapan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah daerah cukup baik, rincian akunnya juga cukup baik tetapi belum adanya standar dan aturan lebih lanjut mengenai luasnya informasi dan rincian akun yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah. Dari daerah sampel yang diteliti terlihat adanya ketidakseragaman dalam pengungkapan informasi dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Adanya perbedaan atau ketidakseragaman dalam pengungkapan disebabkan belum adanya pengaturan lebih lanjut mengenai seberapa jauh informasi yang harus diungkapkan atau informasi prioritas yang menjadi keharusan dan informasi mana yang dianjurkan. Saran Berdasarkan kesimpulan di muka, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut: Perlunya pengaturan lebih lanjut mengenai mengenai seberapa jauh informasi yang harus diungkapkan atau informasi prioritas yang menjadi keharusan dan informasi mana yang dianjurkan, walaupun hal tersebut telah diatur dalam SAP, agar adanya keseragaman dalam menyajikan informasi. Karena peneliti dalam penelitian ini menggunakan LHP, untuk penelitian selanjutnya disarankan agar menggunakan Laporan Keuangan yang belum diaudit, sehingga benar-benar merupakan Laporan Keuangan yang asli dan belum mengalami revisi. Keterbatasan Karena belum adanya dasar penentuan dalam Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah apakah memiliki tingkat pengungkapan yang baik atau tidak, sehingga untuk menentukannya penulis mencoba membuat range sendiri. Disamping itu, peneliti dalam penelitian ini menggunakan LHP sebagai sumber data yang diteliti, sehingga Laporan Keuangan telah mengalami revisi. Implikasi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah terutama dalam memperbaiki tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi tim pembuat SAP untuk lebih mengatur seberapa luas informasi yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah, dan agar tidak ada lagi ketidakseragaman dalam pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah.
Hasil penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam pengembangan dan memperkaya literatur akuntansi dan dapat menjadi masukan bagi pihak pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah. Disamping itu, diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi dalam mengembangkan penelitian ini, dengan mempertimbangkan keterbatasan yang ada, salah satunya dengan mengembangkan range yang dijadikan dasar dalam penentuan apakah laporan keuangan pemerintah daerah memiliki tingkat pengungkapan yang baik atau tidak.
Lampiran Tabel: TABEL 1 Tingkat Pengungkapan Informasi yang Diungkapkan Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah No
Tingkat Pengungkapan Oleh Daerah
Kabupaten/Kota
Neraca
LRA
LAK
CaLK
1
Kota Surakarta
40%
69%
100%
29%
2
Kab. Jepara
58%
88%
100%
21%
3
Kab. Kendal
46%
56%
100%
21%
4
Kab. Brebes
39%
75%
100%
33%
5
Kab. Demak
58%
88%
100%
33%
48
16
1
38
Total Pengungkapan Berdasarkan SAP
Tabel 2 Persentase Tingkat Pengungkapan Informasi dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah No
% Pengungkapan
Kab/Kota
%
Neraca
LRA
LAK
CaLK
Total
1
Kota Surakarta
17.89%
11.58%
1.05%
10.53%
41.05%
2
Kab. Jepara
26.88%
15.05%
1.08%
7.53%
50.54%
3
Kab. Kendal
22.45%
9.18%
1.02%
7.14%
39.80%
4
Kab. Brebes
17.07%
10.98%
1.22%
13.41%
42.68%
5
Kab. Demak
26.88%
15.05%
1.08%
11.83%
54.84%
Tabel 3 Penetuan Nilai Tengah Persentase Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Persentase Jenis Laporan
Nilai Tengah
Tertinggi
Terendah
Neraca
26.88%
15.05%
20.96%
Laporan Realisasi Anggaran
15.05%
9.18%
12.11%
Laporan Arus Kas
1.22%
1.02%
1.12%
Catatan atas Laporan Keuangan
13.41%
6.45%
9.93%
Persentase Keseluruhan
54.84%
33.33%
44.08%
Tabel 4 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Berdasarkan Kualitas Pengungkapannya Kab/Kota Kota Surakarta Kab. Jepara
Neraca
LRA
LAK
√
√
√
√
√
√
Kurang Baik
√
Baik
√
Kurang Baik Baik
√
√
√
√
√ √ √
Tingkat Pengungkapan Baik
√
Kab. Brebes
Kab. Demak
Total
√
√ Kab. Kendal
CaLK
Kurang Baik Baik
√
√
√ √
√
Kurang Baik
√
Baik
√
Kurang Baik
DAFTAR PUSTAKA Almilia, L. S. dan I. Retrinasari, 2007, Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Kelengkapan Pengungkapan dalam Laporan Tahunan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Proceeding Seminar Nasional, Universitas Trisakti. Badan Pemeriksa Keuangan, 2011, Laporan Hasil Pemeriksaan. Bastian, Indra, 2006, Sistem Akuntansi Sektor Publik Edisi 2, Jakarta: Salemba Empat. Ghozali, I., 2006, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Cetakan IV, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, I., dan A. Chariri, 2007, Teori Akuntansi, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Halim, A., 2007, Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah Edisi 3, Jakarta: Salemba Empat. Hilmi, A. Z., dan D. Martani, 2012, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi, Simposium Nasional Akuntansi XV, Universitas Lambung Mangkurat: Banjarmasin.
Jensen, M. dan W. Meckling, 1976, Theory of the Firm: Managerial Behavior Agency Cost, and Ownership Structure, Journal of Finance Economics 3, Hlm. 305360. Kartika, Andi, 2009, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Kajian Akuntansi Vol 1 No 1, 29-47. Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), 2008, Konsep Pedoman Good Public Governance. Laswad, F., Fisher, R., and Oyelere, P., 2005, Determinants of Voluntary Internet Financial Reporting by Local Government Authorities, Journal of Accounting and Public Policy Vol 24, 101-121. Mahmudi, 2007, Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Mandasari, P., 2009, Practices of Mandatory Disclosure Compliance in Indonesian Local Government. Tesis Tidak Dipublikasikan. Universitas Sebelas Maret: Surakarta. Martani, D., dan L. Annisa, 2010, Local Government Financial Statement Disclosure in Indonesia, Conference Proceedings: Asian Academic Accounting Association. Na’im, A., dan Fuad R., 2000, Analisis Hubungan antara Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan dengan Struktur Modal dan Tipe Kepemilikan Perusahaan, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.15: 70-82. Presiden Republik Indonesia, 2000, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Presiden Republik Indonesia, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Presiden Republik Indonesia, 2005, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Presiden Republik Indonesia, 2008, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Presiden Republik Indonesia, 2010, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Sinaga, Y. F., 2011, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaporan Keuangan di Internet Secara Sukarela oleh Pemerintah Daerah, Skripsi Tidak Dipublikasikan, Universitas Diponegoro: Semarang.
Subramanyam, K. R., dan John J. Wild, 2010, Analisis Laporan Keuangan Buku Dua Edisi Sepuluh, Jakarta: Salemba Empat. Suhardjanto, D., dan Sigit I. L., 2010, Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Tingkat Pengungkapan Wajib di Indonesia, Prestasi Vol. 6 No. 2, Desember 2010. Sumarjo, H., 2010, Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Indonesia), Skripsi Tidak Dipublikasikan, Universitas Sebelas Maret: Surakarta. Suwardjono, 2010, Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan Edisi Ketiga, Yogyakarta: BPFE.