POLA PENANGANAN GURU PAI DAN BK TERHADAP PENYIMPANGAN MORALITAS SISWA STUDI KASUS DI SMK SARASWATI DAN SMK DIPONEGORO SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2013-2014
oleh AHMAD MAS’UDI NIM. M1.11.025
Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan Islam
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Perkembangan moralitas siswa menjadi topik pembahasan utama dalam dunia pendidikan, sangat disayangkan betapa semakin menipisnya penanaman konsep kejujuran dan pembentukan karakter pada anak didik. Guru merupakan ujung dari keberhasilan pendidikan. Bimbingan Konseling dan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu bagian dalam upaya pembentukan moral para siswa. Dalam hal ini, guru berperan dalam mengembangkan serta membantu siwa dalam membentuk karakter yang baik sehingga tidak terjadi penyimpangan moralitas siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bentuk-bentuk penyimpangan moralitas siswa, faktor pendukung dan penghambat guru dalam membina siswa, pelaksanaan guru BK dan PAI dalam membina siswa, dan bentuk perubahan sikap serta moral siswa. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Lokasi penelitian di Sekolah Menengah Kejuruan Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga. Subjek penelitian ini adalah fenomena perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa-siswa di Sekolah Menengah Kejuruan Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Bentuk-bentuk penyimpangan siswasiswi SMK Saraswati dan SMK Diponegoro Salatiga ialah membolos, merokok, berkata kotor, berani sama guru ketika dinasehati, perkelahian antar teman, mabukmabukan, tawuran yang disebabkan karena faktor balas dendam, dan tindak asusila seperti ciuman, gandengan tangan, dan pelukan. Penanganan guru BK dan guru PAI adalah dengan membina melalui pelajaran dikelas secara klasikal, namun jika ada siswa yang kurang bisa menerima dilakukan pembinaan secara mandiri setelah pulang sekolah. Pola yang dilakukan guru BK dan guru PAI menggunakan dua pola yaitu dengan pola preventif dan represif.
v
ABSTRACT
Student morality development becomes the main topic of discussion in educational field. Unfortunately, the embedding of honesty concept and character development to the student has decreased. Teacher becomes the determiners for the success of education. Counseling and Islamic education subject become one of the effort to develop students' morality. In this case, teacher has a role in order to help students develope their character well, so there will be no moral deviation of the students. The aim of this research is to know the students moral deviation forms, the proponent and inhibitor factor of teacher in fostering students, the implementation of counseling teacher and Islamic education in order to foster the students and to see the form of students' attitude and morality changing. Research method used in this research is a case study method. Research location took place in SMK Diponegoro and SMK Saraswati in Salatiga. Subject of the research is the phenomenom of attitude deviation carried out by the students in SMK Saraswati and SMK Diponegoro Salatiga. The result of this research show that the forms of deviations done by students in SMK Saraswati and SMK Diponegoro are skip the class, smoking, swearing, againt the teachers' adulces, fighting, drunk, engage in gang fighting caused by revenge and immoral acts such as kissing, holding hands, hungging with their girl friend or boyfriend. Counceling teacher and Islamic religious education teachers handle those problems by doing advising through the lesson in class classically, but if there are students who are unable to receive it, the advising will be done individually after school. Counseling teacher and PAI teacher used two system, preventive and repressive system.
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan hidayahNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan oleh penulis. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Islam pada Program Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Penyusunan Tesis ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah membantu berupa bimbingan, saran maupun informasi yang sangat bermanfaat. Untuk itu, penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada : 1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Ketua Institut Agama Islam Negeri Salatiga yang telah memberi kesempatan kepad penulis dalam menempuh studi di Program Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga. 2. Bapak Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag. selaku Direktur Program Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga beserta staf-stafnya yang telah memberikan kesempatan dan menyediakan fasilitas kepada penulis dalam menempuh studi di Program Magister Pendidikan Islam. 3. Bapak Dr. H. M. Zulfa, M.Ag. selaku pembimbing I yang telah memberi arahan, bimbingan, motivasi, dan petunjuk dalam penyusunan tesis.
vii
4. Bapak Munajat, Ph.D. selaku pembimbing II yang telah dengan sabar, kritis, dan teliti mengarahkan penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan. 5. Seluruh Dosen Program Studi
Pendidikan Agama Islam Program Pasca
Sarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga yang telah memberikan bekal ilmu yang bermanfaat khususnya dalam penyusunan tesis ini. 6. Bapak Drs. Daryanto selaku kepala SMK Saraswati Salatiga beserta para guru dan staf, yang telah memberikan kesempatan dan kelonggaran waktunya untuk memberikan informasi dan data pendukung lainnya dalam penyusunan tesis ini sehingga berjalan dengan lancar. 7. Bapak Drs. Joko Anis Suwantoro, M.Pd.I selaku kepala SMK Diponegoro Salatiga beserta para guru dan staf, yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 8. Alm. Bapak H. Nur Ihsan, Alm. Bapak Drs. Rifa‟i, Ibu Hj. Romimah, dan Ibu Sri Widayati selaku orang tua yang senantiasa memberi dukungan dan doanya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. 9. Istri, Kakak, dan anaku Taqiyya yang saya sayangi, yang telah memberi motivasi dan dorongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 10. Teman-teman mahasiswa angkatan pertama 2011-2012 Program Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga yang telah memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
viii
Penulis berharap semoga semua sumbangsih pemikiran dan motivasinya mendapatkan balasan yang lebih dari Allah SWT. Dan semua amal ibadahnya diterima disisiNya dan kelak kita semua dikumpulkan kembali olehNya di surga. Penulis juga menyadari bahwa hasil karya ilmiah berupa tesis ini masih belum sempurna, oleh sebab itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca kami harapkan. Semoga tesis ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu, khususnya pada bidang Pendidikan Agama Islam.
Salatiga, 23 Februari 2015 Penulis
Ahmad Mas‟udi NIM. M1.11.025
ix
MOTTO
Artinya: “Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaikbaiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kepada keduanya perkataan „ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, 'Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah menyayangi aku di waktu kecil'.” (QS. Al-Isra : 23-24)
x
PERSEMBAHAN
Untuk : Orangtuaku yang selalu aku cintai dan hormati almarhum Bapak H. Nur Ikhsan, Ibu Hj. Romimah, almarhum Bapak Drs. Rifai, dan Ibu Sri Widayati. Semoga mereka senantiasa dirahmati Allah SWT, diampuni semua dosa-dosanya, dimudahkan semua urusannya dan diberi keberkahan dalam hidupnya. Istriku Santi Widyastuti, S.ST. yang selalu mendorong dan mendampingi dengan tulus semua aktifitasku agar selalu mendapatkan hasil terbaik. Mutiara hatiku, Injakhi Taqiyya Tasyakkuro Sa‟ida yang selalu kurindukan dan kusayangi. Saudaraku Nurul Fadilah, Subhan, Muhammad Kharisul Qowim, Ifka Nur Azizah, Lukmanul Hakim, Burhan Shahalla, Fadiel Furqon Naziel, yang telah mensupportku sehingga semua langkah dan semangat terus ada untuk menyelesaikan tugasku ini. Semua teman-teman di Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga yang senantiasa memberikan masukan dan dukungan agar semua dapat selesai secara bersama-sama.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………
i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………..
ii
HALAMAN PERNYATAAN ……………………………………………..
iii
ABSTRAK ………………………………………………………….………
iv
PRAKATA …………………………………………………………………
vi
MOTTO ……………………………………………………………………
ix
PERSEMBAHAN ………………………………………………………….
x
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
xi
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..
xiv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….
xv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang …………………………………………………..
1
B. Rumusan dan Batasan Masalah ………………………………….
4
C. Signifikansi Penelitian ……………………………………………
6
D. Kajian Pustaka ………………………………………………...…
8
E. Sistematika Penulisan Tesis ……………………………………...… 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Agama Islam ……………………………...……...….
13
xii
B. Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam …..…….....
16
C. Tujuan Pendidikan Agama Islam …………………...……..…......
19
D. Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dan Guru BK ……........
23
E. Penyimpangan Moralitas Siswa ……………………….……..…
28
F. Pendekatan Penanganan Perilaku Menyimpang ……….……..…
34
G. Metode Penanganan Perilaku Menyimpang …………………..…
36
H. Pola Penanganan Perilaku Menyimpang ………………………...
39
I. Peranan PAI untuk menanggulangi penyimpangan moralitas siswa ... 44 J. Peranan BK untuk menanggulangi penyimpangan moralitas siswa … 47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ………………………………….
49
B. Subjek penelitian ………………………………………….……..
50
C. Lokasi Penelitian ………………………………………………..
50
D. Sumber Data …………………………………………………….
51
E. Prosedur Pengumpulan Data ……………………………….……
51
F. Tehnik Analisis Data …………………………………………….
54
BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……………………...…….
57
B. Bentuk-bentuk penyimpangan siswa …………………..…...……
65
C. Faktor Pendorong dan Penghambat ………………………………
76
D. Pelaksanaan pembinaan PAI oleh guru dan BK ……….………..
85
E. Pola penanganan guru PAI dan BK ………………………………
95
xiii
F. Bentuk perubahan sikap dan moral siswa …………………….…
104
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ……………………………………………………….....
109
B. Saran ……………………………………………………………….
111
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..
112
LAMPIRAN …………………………………………………………………
116
BIOGRAFI PENULIS ………………………………………………….……
129
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
3.1. Data siswa SMK Diponegoro Salatiga ……………………..…...
58
3.2. Data siswa SMK Saraswati Salatiga ………………………........
59
4.1. Data perilaku menyimpang di SMK Saraswati Salatiga …………
67
4.2. Data perilaku menyimpang di SMK Diponegoro Salatiga ……….
70
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
4.1. Prasarana Sekolah ………………………………………………..
61
4.2. Pelaksanaan pembinaan oleh guru PAI …………………………..
90
4.3. Penanganan Guru BK ………………………………………….…
94
4.4. Penanganan Guru PAI ……………………………………………..
97
4.5. Pola Penanganan Guru BK ………………………………………...
97
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Lembar Penilaian Siswa …………………………………………..
116
2. Berita Acara Ujian Proposal ………………………………………
117
3. Permohonan Izin Penelitian ………………………………………..
118
4. Permohonan Izin Penelitian ……………………………………….
119
5. Surat Keterangan telah melakukan penelitian ……………………..
120
6. Lembar bimbingan Tesis …………………………………………..
122
7. Lembar persetujuan pembimbing ……………………………….…
127
8. Berita Acara Ujian Tesis …………………………………………..
128
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan moralitas siswa menjadi topik pembahasan utama dalam dunia pendidikan, sangat disayangkan betapa semakin menipisnya penanaman konsep kejujuran dan pembentukan karakter pada anak didik. Merebaknya isu-isu yang terjadi dikalangan siswa seperti penggunaan narkotika, narkoba, tawuran antar siswa, pornografi, perkosaan, perjudian, pelacuran, penipuan, pengguguran kandungan, pembunuhan, dan lain-lain. Hal itu telah menjadi masalah sosial yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas dan dampak yang ditimbulkan dari perilaku tersebut ialah terus berkembangnya kenakalan dikalangan siswa. 1
Kehidupan remaja saat ini dihadapkan pada berbagai masalah yang komplek dan perlu mendapatkan perhatian serius, diantaranya semakin menurunnya tatakrama kehidupan sosial dan etika moral dalam praktik kehidupan baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan sekitarnya. 2 Perilaku tersebut berdampak terhadap timbulnya berbagai perbuatan negatif dan amoral lainnya pada kalangan remaja seperti pencurian, perjudian, tindak asusila, tawuran, pemakaian narkoba, dan seterusnya.
1
C. Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004, 1. TB. Aat Syafaat, dkk., Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja, Jakarta: Rajawali Pers, 2008, 1. 2
1
2
Ditinjau dari aspek sosiologis, anak remaja dituntut secara moral memiliki rasa solidaritas sosial yang tebal sehingga mereka merasa ikut memiliki kehidupan sosial dan ikut bertanggung jawab atas keamanan, ketertiban, ketentraman, dan kedamaian dalam kelangsungan hidup kelompok sosialnya. 3 Kondisi psikologis seperti itu menjadikan remaja kehilangan kontrol dalam melakukan aktifitas kesehariaannya, sehingga berkelanjutan timbul perilaku yang menjadi dominasi lingkungan pergaulannya, seperti lahirnya geng montor, pemerkosaan, perjudian, dan sebagainya. Pengaruh arus era globalisasi yang cukup potensial juga membawa sinyal kebebasan tanpa batas dan klaim hak asasi manusia yang mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan dan tindakan tidak terpuji. Pendidikan bagi kalangan remaja pada esensinya memiliki tujuan untuk mencerdaskan manusia dengan memperkaya ilmu serta mengembangkan intelektualnya demi menciptakan keseimbangan kehidupannya. Proses belajar mengajar yang bermakna, menyenangkan, yang komunikatif dapat menghasilkan penanaman keilmuan serta moralitas yang baik kepada siswa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak akan lepas dari tudingan masyarakat jika ada kenakalan remaja atau perilaku negatif lainnya. Peristiwa yang kerap terjadi seakan-akan merupakan kegagalan lembaga pendidikan untuk membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Terlebih lagi guru agama dan guru bimbingan konseling selalu menjadi sasaran empuk yang 3
Sudarsono, Kenakalan Remaja, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004, 6.
3
dituduh gagal membentuk moral siswa. Alhasil, apabila dilihat pengawasan serta bimbingan atas perilaku siswa tidak hanya dibebankan pada guru disekolah semata namun juga terhadap orangtua dan masyarakat. Pengaruh sosial dan kultural memainkan peran yang besar dalam pembentukan atau pengondisian tingkah laku kriminal remaja, perilaku tersebut menunjukkan tanda-tanda tidak ada konformitas terhadap norma-norma sosial.4 Aat Syafaat dkk. menjelaskan bahwa pendidikan agama Islam merupakan usaha dalam upaya membimbing serta mengasuh anak agar kelak dapat memahami, menghayati, mengamalkan, serta menjadikannya pedoman dalam hidupnya. 5 Gejala kemerosotan nilai-nilai akhlak dan moral mulai dan telah meresahkan masyarakat secara luas. Krisis moral yang seringkali dihadapi menyangkut permasalahan penindasan, adu domba, tawuran, mabuk-mabukan, dan kasus-kasus pornografi serta tindak asusila dikehidupan masyarakat kita. Maka dari itu diperlukan adanya bimbingan moral yang mencakup sikap dan perilaku dalam proses pendidikan. Terbentuknya perilaku menyimpang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor agama. Faktor ini dapat mempengaruhi pembentukan penyimpangan yaitu ketika kehidupan individu tidak didasari oleh agama yang kuat sehingga kehidupannya menjadi tanpa arah dan tujuan. Perilaku menyimpang siswa pada dasarnya lahir dari ekspresi sikap kenakalan yang
4 5
TB. Aat Syafaat, dkk., Peranan Pendidikan Agama Islam…, 75. TB. Aat Syafaat, dkk., Peranan Pendidikan Agama Islam…, 16.
4
muncul dari kalangannya. Secara fenomenologis gejala kenakalan timbul dalam masa pubertas, dimana jiwa dalam keadaan labil sehingga mudah terseret oleh lingkungan. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengkaji tentang “Pola Penanganan Guru Pendidikan Agama Islam Dan Guru Bimbingan Konseling Terhadap Penyimpangan Moralitas Siswa” studi kasus di Sekolah Menengah Kejuruan Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga tahun akademik 2013-2014.
B. Rumusan dan Batasan Masalah a. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini ialah: 1. Apa saja bentuk penyimpangan siswa Sekolah Menengah Kejuruan Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga? 2. Bagaimana pelaksanaan pembinaan akhlak kepada siswa di Sekolah Menengah Kejuruan Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga? 3. Bagaimana pola penanganan Guru Pendidikan Agama Islam dan Guru Bimbingan Konseling dalam masalah penyimpangan moralitas siswa di Sekolah Menengah Kejuruan Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga?
5
4. Bagaimanakah perubahan sikap moral siswa setelah mendapatkan penanganan dari guru PAI dan BK ? b. Batasan Masalah Pendidikan agama memiliki dimensi yang dominan dalam upaya pengarahan, bimbingan, dan pencegahan terhadap sikap dan perilaku siswa dalam kesehariannya terutama di lingkungan sekolah. Tujuan dilakukan bimbingan terhadap siswa yang mengalami masalah moralitas ialah untuk membentuk siswa yang berperilaku baik, sopan, santun dalam bicara dan bergaul, serta jujur atas semua tingkah laku kesehariannya. Untuk memperoleh pemahaman tentang persoalan yang berkaitan dengan kasus penyimpangan moralitas siswa, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pola-pola penanganan yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam dan guru Bimbingan Konseling dalam
penyimpangan
moralitas siswa di Sekolah Menengah Kejuruan Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga. Adapun lokasi penelitiannya akan dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga. Lokasi tersebut dipilih karena keberadaan sekolahan tersebut memiliki latar belakang yang bervarian dan cukup layak untuk melakukan kajian dan penelitian dalam beberapa aspek pembelajarannya. Penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang dapat memberikan ilustrasi konkrit mengenai permasalahan penyimpangan moralitas siswa pada era modern ini.
6
C. Signifikansi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini ialah : a. Untuk mengetahui bentuk-bentuk penyimpangan moralitas di Sekolah Menengah Kejuruan Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga. b. Untuk mengetahui kendala-kendala yang telah dialami guru PAI dan BK dalam mengatasi masalah moralitas siswa. c. Untuk mengetahui beberapa pola yang telah diterapkan guru PAI dan BK dalam menangani kasus moralitas siswa. d. Untuk mencari pola-pola yang tepat bagi Guru PAI dan BK dalam menghadapi arus era modernisme. e. Untuk merumuskan konsep dasar dalam menangani kasus penyimpangan moralitas siswa. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini ialah a. Memudahkan Guru PAI dan BK dalam mencari alternatif penyelesaian dalam penanganan penyimpangan moralitas siswa. b. Memudahkan penyelesaian mengenai proses penanganan terhadap kejiwaan siswa yang menggalami masalah seperti pemakaian narkoba, pergaulan bebas, tawuran, dan sebagaianya.
7
c. Meningkatkan
pengetahuan
dan
pemahaman
akan
pentingnya
Pendidikan Agama Islam serta bimbingan konseling bagi siswa, terutama bagi mereka yang mengalami masalah dengan perilakunya seperti penyalahgunaan narkoba, tindak asusila, berkelahi di sekolah, membolos dan tawuran. d. Memberikan khazanah keilmuan dalam penerapan penanganan kasuskasus siswa secara dini yaitu dengan cara bimbingan konseling, wawancara persoalan siswa yang dihadapi, kemudian mendeteksi kasus secara lebih tepat sesuai tahapan yang akan dicapai. 3. Kontribusi Penelitian Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk : a. Untuk memperkaya dan melengkapi kajian teoritik maupun praktis dalam bidang ilmu pembelajaran pendidikan Agama Islam, sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu dengan cara pendekatan pembelajaran deduktif dan induktif. b. Sebagai bahan pertimbangan bagi tenaga pendidik khususnya PAI dan BK dalam menentukan dan memilih pendekatan pembelajaran serta penindakan perilaku siswa. c. Untuk meningkatkan kualitas program pengajaran melalui pendekatan pembelajaran dan pemilihan pola pembinaan terhadap perilaku
8
menyimpang siswa yang selanjutnya diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. d. Sebagai landasan empirik atau kerangka acuan. Dari hal ini dapat diketahui beberapa bentuk pola penanganan dan langkah-langkah penyelesaian terhadap perilaku menyimpang siswa. e. Untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi penentu kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas moral siswa melalui proses belajar dan kegiatan keagamaan agar dapat menjadikan siswa berakhlak mulia. f. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pemecah masalah dalam peningkatan hasil belajar PAI, serta dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan.
D. Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka ini, penulis akan mendeskripsikan beberapa penelitian yang ada relevansinya dengan judul tesis “Pola Penanganan Guru PAI dan Guru BK Terhadap Penyimpangan Moralitas Siswa” ini. Beberapa penelitian itu antara lain: Penelitian yang dilakukan oleh Warsiyah tentang “Pengaruh Tingkat Keimanan, Prokrastinasi Akademik dan Sikap terhadap Menyontek pada Perilaku Menyontek Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo”. Dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa Tingkat Keimanan secara empiris memiliki
9
pengaruh langsung negatif sedangkan Prokrastinasi Akademik secara empiris memiliki pengaruh langsung positif yang signifikan pada Sikap terhadap menyontek. Akan tetapi, tingkat keimanan dan prokrastinasi akademik tidak memiliki pengaruh langsung pada sikap terhadap menyontek. Meskipun demikian, tingkat keimanan dan prokrastinasi akademik secara tidak langsung (melalui Sikap terhadap menyontek) memiliki pengaruh yang signifikan pada perilaku menyontek.6 Penelitian yang dilakukan oleh Nur Ainiyah pembentukan karakter melalui pendidikan agama Islam. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penanaman karakter pada anak sejak dini berarti ikut mempersiapkan generasi bangsa yang berkarakter, mereka adalah calon generasi bangsa yang diharapkan mampu memimpin bangsa dan menjadikan negara yang berperadaban, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa dengan akhlak dan budi pekerti yang baik serta menjadi generasi yang berilmu pengetahuan tinggi dan menghiasi dirinya dengan iman dan taqwa. Oleh karena itu pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah sebagai salah satu upaya pembentukan karakter siswa sangatlah penting. Pembentukan karakter anak akan lebih baik jika muncul dari kesadaran keberagamaan bukan hanya karena sekedar berdasarkan prilaku yang membudaya dalam masyarakat.7 6
Warsiyah, “Pengaruh Tingkat Keimanan, Prokrastinasi Akademik dan Sikap terhadap Menyontek pada Perilaku Menyontek Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo”,TESIS, IAIN Walisongo Semarang (2013): 45-60. 7 Nur Ainiyah. “Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam”. Jurnal Al-Ulum. Volume 13 nomor 1, Juni, Semarang (2013): 25-38.
10
Penelitian yang dilakukan Inge Pudji Astuti tentang peran guru dalam mengembangkan karakter siswa. Penelitian ini menyimpulkan bahwa usia TK merupakan masa yang tepat untuk menumbuh kembangkan pendidikan karakter
anak.
Lima
cara
yang
dapat
dilakukan
sekolah
dalam
menumbuhkembangkan karakter best pada anak TK, ialah: teladan, fun, peka, cerita, dan doa. Bagaikan lima jari: (1) jempol mengingatkan kita untuk selalu berperan sebagai teladan bagi anak, (2) jari telunjuk mengingatkan kita pada acara “Jari-jari” yang ceria
(fun), (3) jari
tengah
yang
tertinggi
mengingatkan kita untuk selalu peka melihat situasi sikap positif peserta didik, (4) jari manis mengingatkan kita untuk memberikan hal-hal yang manis melalui cerita atau dongeng pada anak, dan
(5) jari kelingking mengingatkan kita:
meski kecil, tapi kuat kuasanya, kuasa doa. Kelima dilakukan secara
berkesinambungan
dan
cara
ini
terintegrasi dalam
sebaiknya kegiatan di
sekolah sehari-hari. Kerja sama orang tua, guru, kepala sekolah, dan yayasan harus terus dikembangkan untuk menumbuh kembangkan karakter best pada anak.8 Dari beberapa penelitian di atas, belum ada penelitian yang mengambil topik yang berkaitan dengan Pola Penanganan Guru PAI dan BK terhadap Penyimpangan Moralitas Siswa. Maka peneliti bermahsud untuk melakukan
8
Inge Pudjiastuti. “Peran Guru Dalam Menumbuhkembangkan Karakter Best” Jurnal Pendidikan Penabur. Nomor 12. Jakarta (2013): 13-22.
11
penelitian lebih lanjut terhadap beberapa permasalahan yang terkait dengan judul peneliti tersebut.
E. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembahasan dan pemahaman yang jelas dalam membaca, peneliti susun sistematika penulisan tesis ini secara garis besar sebagai berikut. Di dalam penulisan tesis diawali dengan halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, halaman pernyataan, abstrak, prakata, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran. Dalam pembahasan tesis, penulis membagi dalam bagian-bagian, tiap bagian tediri bab-bab dan setiap bab terdiri dari sub-sub bab yang saling berhubungan dalam kerangka satu kesatuan yang logis dan sistematis. Adapun sistematika pembahasan sebagai berikut: a.
BAB I Pendahuluan Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, signifikansi penelitian, kajian pustaka, dan sistematika penulisan.
b.
BAB II Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka berisi tentang hakikat pendidikan agama islam, peranan guru PAI dan BK dalam penanganan penyimpangan moralitas,
12
faktor penyebab penyimpangan moralitas, jenis penyimpangan, dampak penyimpangan,
pola
pendekatan,
dan
metode
serta
tehnik
penanganannya. c.
BAB III Metode Penelitian Menguraikan tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data penelitian, tehnik pengumpulan data, dan tehnik analisis data.
d.
BAB IV Hasil Penelitian Dan Analisis Berisi tentang pelaporan hasil penelitian dan analisis data. Hasil penenlitian menyajikan hasil dari wawancara dengan responden, deskripsi lokasi penelitian, hasil observasi dan hasil pengumpulan data dari dokumentasi. Analisis data menguraikan hasil penelitian tersebut dengan kaitannya konsep-konsep yang ada di dalam kajian pustaka yang di gunakan sehingga memperoleh informasi yang bisa menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
e.
BAB V Penutup Membahas simpulan dan saran. Kemudian diikuti dengan daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan biografi peneliti.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Agama Islam Menurut kamus Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari kata didik dan mendapat imbuhan pe dan akhiran an, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. 9 Menurut kamus bahasa Arab, pendidikan diterjemahkan ke dalam kata tarbiyah dengan kata kerjanya rabba yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara.10 Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. 11
Dalam
sistem
pendidikan
tersebut
diartikan
sebagai
proses
pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan serta pemahaman yang lebih tinggi dan optimal. Pengetahuan tersebut diperoleh secara formal yang kemudian dapat memiliki implikasi terhadap siswa agar dapat memiliki pola 9
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, 263. 10 Atabik Ali Ahmad Zuhdi Muhdhor, Kamus Bahasa Arab Kontemporer, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003, 454. 11 Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-undang SisDiknas, Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2003, 34.
13
14
pikir dan perilaku sesuai dengan pendidikan yang telah diperolehnya melalui kegiatan pembelajarannya. Menurut Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Islam (PAI) ialah bimbingan
dan asuhan terhadap anak didik agar dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejateraan hidup di dunia maupun di akhirat.12 Menurut Ahmad D. Marimba, Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.13 Menurut Hasan Langgulung Pendidikan Islam ialah menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang, peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup masyarakat sendiri, memindahkan nilai-nilai yang bertujuan memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup (surviral) suatu masyarakat dan peradaban. Dengan kata lain, tanpa nilainilai keutuhan (integrity) dan kesatuan(integration) suatu masyarakat, maka
12 13
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, 25. Ahmad D. Marimba, Pengantar Filasafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma‟arif, 1962, 23.
15
kelanjutan hidup tersebut tidak akan dapat terpelihara dengan baik yang akhirnya akan berkesudahan dengan kehancuran masyarakat itu sendiri.14 Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Qashash ayat 77:
Artinya : Dan carilah pada apa yang dianugerahkan Allah SWT kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al Qashash : 77).15 Ayat tersebut memiliki makna bahwa manusia adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai potensi pokok manusia. Potensi tersebut perlu dikembangkan sesuai dengan bakat yang dimilikinya agar ia memiliki kepribadian yang baik, santun dan berakhlak mulia. Pendidikan dapat pula diartikan bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya akhlak yang utama.16 Oleh karena itu, pendidikan dipandang sebagai salah satu
14
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma‟arif, 1980, 38. 15 Mushaf Al-Quran, Depok: Neija, 2012, 394. 16 Zuhairini, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Malang: Universitas Islam Negeri Malang, 2004, 1.
16
aspek yang memiliki peranan pokok dalam membentuk generasi muda agar memiliki akhlak yang utama. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada peserta didik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim yang sejati. Pendidikan agama Islam merupakan bagian terpenting yang berkenaan dengan aspek sikap dan nilai-nilai yang antara lain akhlak. Karena pendidikan agama memberikan motivasi hidup dan kehidupan, dan juga merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri, maka Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya kitab suci Alquran dan Hadis melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, ditentukan oleh kemampuan guru karena faktor pendidik sangat menentukan keberhasilan anak didik dalam upaya menciptakan peserta didik yang diharapkan yang memiliki integritas serta akhlak mulia.
B. Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Dasar pendidikan merupakan masalah yang sangat fundamental dalam pelaksanaan pendidikan, sebab dari dasar pendidikan itu akan menentukan corak misi pendidikan, dan dari tujuan pendidikan akan menentukan kearah mana
17
peserta didik akan diarahkan atau dibawa. Pendidikan adalah masalah yang sangat penting dalam kehidupan, karena pendidikan itu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan bernegara, sehingga pendidikan dijadikan suatu tola ukur terhadap maju mundurnya suatu bangsa. 1. Dasar Yuridis Landasan yuridis dapat diartikan sebagai bentuk peraturan baku yang telah disahkan oleh pemerintah sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan - kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan. Landasan tersebut
bersumber dari peraturan perundang-
undangan yang belaku yang menjadi titik tolak dalam rangka praktik pendidikan dan studi pendidikan. Dalam undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 Sisdiknas pasal 30 nomor 3 pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.17 Dan terdapat pada pasal 12 No 1/a setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. 18
Dengan demikian secara yuridis pendidikan adalah dasar atau fondasi perundang-undangan
yang
menjadi
pijakan
dan
pegangan
dalam
pelaksanaan pendidikan. Dalam hal ini pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya melalui
17 18
Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional…, 36. Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional…, 36.
18
proses pembelajaran dalam rangka mewujudkan serta tercapainya cita-cita hidupnya yang lebih baik. 2. Dasar Naqli Dalil Naqli adalah dalil yang bersumber dari Al- Qur'an dan AlHadits. Al-Qur‟an adalah sumber kebenaran dalam Islam, kebenaran yang sudah tidak dapat diragukan lagi. Sedangkan sunnah Rasulullah SAW yang dijadikan landasan pendidikan agama Islam adalah berupa perkataan, perbuatan atau pengakuan Rasullullah SAW dalam bentuk isyarat. Sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh imam Turmudzi:
Artinya: Menuntut ilmu adalah wajib bagi tiap-tiap orang-orang Islam laki-laki dan perempuan. (H.R. Ibn Abdulbari)19 Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendidikan sebagai upaya perbaikan yang meliputi keseluruhan hidup individu termasuk akal, hati dan rohani, jasmani, akhlak, dan tingkah laku. Melalui pendidikan, setiap potensi yang di anugerahkan oleh Allah SWT dapat dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi.
19
Ibnu Abdul Bar, al-Istidzkar, Beirut: Darulkitab Alamiyah, 463, 2079.
19
Dari uraian diatas terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaranajarannya bersumber pada al-Qur‟an dan hadist sejak awal telah menancapkan revolusi dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah ini sangat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia agar mampu menuju kemajuan berfikir dan berakhlak mulia. Dengan demikian dasar pendidikan agama Islam adalah sesuatu yang menjadi landasan sebagai tempat berpijak untuk melaksanakan pendidikan agama Islam, karena dalam ajaran Islam lebih sempurna untuk dipersiapkan menjadi pedoman hidup sepanjang zaman. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan tersebut adalah al Qur‟an dan assunnah. Tanpa adanya dasar dari pendidikan agama Islam, maka tujuan pendidikan agama Islam itu tidak akan tercapai.
C. Tujuan Pendidikan Agama Islam Pada umumnya tujuan pendidikan yaitu mengusahakan supaya tiap orang sempurna pertumbuhan tubuhnya, sehat otaknya, baik budi pekerti dan sebagainya. Sehingga ia dapat mencapai kesempurnaan dan bahagia hidupnya lahir dan batin. Islam
menghendaki agar manusia dididik supaya
ia mampu
merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah difirmankan Allah SWT dalam surat adz-Dzariyat ayat 56 :
20
Artinya: Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku. (Q.S. adz-Dzariyat: 56).20 Tujuan Pendidikan Agama Islam tersebut untuk membina manusia beragama berarti manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik dan sempurna, sehingga tercermin pada sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupannya yang dapat dibina melalui pengajaran agama yang intensif dan efektif dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.21 Pendidikan sebagai salah satu proses pembentukan kepribadian menjadi poin penting di dalam kehidupan manusia. Ia dinilai menjadi salah satu cara dan media untuk mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya. Tujuan pendidikan itu khususnya pendidikan Islam adalah untuk mengembangkan potensi manusia yang cenderung positif sehingga diharapkan akan terbentuk kepribadian yang baik pula.22 Tujuan pendidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
20
Mushaf Al-Qur‟an…, 523. Zakiah Daradjad, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, 172. 22 Dirjen Pendidikan Islam, UU RI Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen serta UU RI. No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, Jakarta, 2006, 49. 21
21
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.23 Menurut Mahmud Yunus tujuan pendidikan agama Islam adalah mendidik anak-anak, pemuda-pemudi dan orang dewasa supaya menjadi orang muslim sejati, beriman teguh, beramal soleh dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang masyarakat yang sanggup hidup diatas kaki sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya bahkan sesama umat manusia.24 Tujuan pendidikan agama islam adalah agar manusia memiliki keyakinan yang kuat dan dapat dijadikan sebagai pedoman hidupnya yaitu untuk menumbuhkan pola kepribadian yang bulat dan melalui berbagai proses usaha yang dilakukan. Selain itu Pendidikan Agama Islam merupakan suatu proses bimbingan jasmani dan rohani yang berlandaskan ajaran Islam dan dilakukan dengan kesadaran untuk mengembangkan potensi anak didik menuju perkembangan yang maksimal, sehingga terbentuk kepribadian yang memiliki nilai-nilai Islam. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang ajaran Islam dan
23 24
Dirjen Pendidikan Islam, UU RI Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen…, 56. Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Jakarta: Hida Karya Agung, 1983, 40.
22
meningkatkan pengamalan ajaran Islam itu dalam kehidupan sehari-hari dalam mewujudkan generasi yang beriman dan bertaqwa, beramal shaleh, berakhlak mulia, serta mampu berdiri sendiri sebagai salah satu dari ciri kepribadian muslim sejati. Dengan pengabdian itu manusia akan mendapat keseimbangan hidup antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS.Luqman :18)25
Pendidikan sebagai salah satu proses pembentukan kepribadian menjadi poin penting di dalam kehidupan manusia karena melalui pendidikan segenap potensi yang dimiliki anak didik dapat dikembangkan melalui bimbingan dan pengarahan supaya menjadi muslim yang beriman serta berakhlak mulia sebagai refleksi dari keimanan yang telah diajarkan sebagai sasaran akhir dari Pendidikan Agama tersebut.
25
Mushaf Al-Quran…, 412.
23
D. Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dan Guru BK 1. Peranan guru PAI Guru agama adalah seseorang yang mengajar dan mendidik agama Islam dengan membimbing, menuntun, memberi tauladan dan membantu mengantarkan anak didiknya kearah kedewasaan jasmani dan rohani. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan agama yang hendak di capai yaitu membimbing anak agar menjadi seorang muslim yang sejati, beriman, teguh, beramal sholeh dan berakhlak mulia, serta berguna bagi masyarakat, agama dan negara.26 Menurut Ngalim Purwanto, guru adalah orang yang telah memberikan suatu ilmu atau kepandaian kepada yang tertentu kepada seseorang atau kelompok orang. Guru pendidikan agama Islam merupakan figur seorang pemimpin yang mana disetiap perkataan atau perbuatannya akan menjadi panutan bagi anak didik, maka disamping sebagai profesi seorang
guru
agar jangan
agama
hendaklah
menjaga
sampai seorang guru agama melakukan
bisa menyebabkan
hilangnya
kepercayaan
yang
kewibawaannya hal-hal telah
yang
diberikan
masyarakat.27
26
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, 45. M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007, 169-170. 27
24
Zakiah Daradjat menjelaskan bahwa seorang guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan.28
Guru agama harus menghadapi keanekaragaman pribadi dan pengalaman agama yang dibawa anak didik dari rumahnya masingmasing. Setiap orang yang mempunyai tugas sebagai guru harus mempunyai akhlak, khususnya guru agama, disamping mempunyai akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam, guru agama seharusnya mempunyai karakter yang berwibawa, dicintai dan disegani oleh anak didiknya, penampilannya dalam mengajar harus meyakinkan karena setiap perilaku yang dilakukan oleh guru agama tersebut menjadi sorotan dan menjadi teladan bagi setiap anak didiknya. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik untuk membina akhlak anak didiknya, seorang guru haruslah dapat membina dirinya sendiri terutama seorang guru agama haruslah sabar dan tabah ketika menghadapi berbagai macam ujian dan rintangan yang menghalangi, guru haruslah dapat memberikan solusi yang terbaik ketika anak didiknya sedang menghadapi masalah, terutama masalah yang berhubungan langsung dengan proses belajar mengajar. Kewajiban utama yang dilakukan oleh seorang guru adalah berusaha menyayangi dan mencintai muridnya dan itu harus bersifat 28
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Akasara, 2011, 39.
25
pribadi. Guru harus mengenal anak didiknya terlebih dahulu, lalu mencoba mendapati hal-hal positif yang ada pada mereka dan secara terus terang menyatakan suatu penghargaan, selain itu juga ia harus mengetahui kondisi keluarga masing-masing anak didik, kesulitan yang mereka hadapi dan kebutuhan yang mereka perlukan. Pengetahuan dan pengalaman seorang guru seharusnya luas, karena hal ini merupakan faktor penunjang dalam mencapai keberhasilan dalam mendidik dan membina anak didik tersebut, sikap terbuka, penuh perhatian dan pengertian merupakan bekal yang tidak boleh ditinggalkan bagi seorang guru. Dengan demikian peran guru sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh pserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantaun guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara peserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar agar mampu memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik. 2. Peranan guru BK Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan
26
diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik.29 Menurut Prayitno dan Erman Amti, bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.30 Bimo Walgito mendefinisikan bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya, agar individu dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya. 31
Bimbingan ialah suatu proses bantuan yang diberikan terhadap para siswa atau siswi dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan dan kemungkinan-kemungkinan tentang adanya kesulitan-kesulitan yang dihadapinya dalam rangka perkembangan yang sangat optimal, sehingga mereka pun bisa memahami diri sendiri, bertindak, bersikap, dan
29
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004, 1. Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, 99. 31 Bimo Walgito, Pengantar psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset, 1997, 4-5. 30
27
mengarahkan dari yang sesuai dengan tuntutan dan keadaan sekolah, masyarakat dan keluarga.32 Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.33 Adapun definisi konseling menurut Abdul Bari ialah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap yang dilakukan secara sistematik dengan panduan komunikasi interpersonal dengan tehnik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik yang bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi, dan menentukan jalan keluar atau upaya mengatasi masalah tersebut.34 Dengan demikian dapat dipahami bahwa konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada seseorang supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan pada diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dan memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang. Adapun bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Guru mempunyai peranan dan 32
Yusuf Gunawan, Pengantar Bimbingan Konseling, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992,
40. 33
Prayitno dan Emran Anti, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 1999, 106. 34 Abdul Bari Saifudin, dkk., Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatus, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2002, 28.
28
kedudukan kunci di dalam keseluruhan proses pendidikan, terutama pendidikan formal. Bimbingan pada hakekatnya merupakan upaya untuk memberikan bantuan kepada peserta didik. Bantuan yang dimaksud adalah bantuan yang
bersifat
psikologis
meliputi
tercapainya
penyesuaian
diri,
perkembangan optimal dan kemandirian. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa bimbingan dalam penelitian ini merupakan suatu bentuk bantuan yang
diberikan
kepada
individu
agar
dapat
mengembangkan
kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu siswa agar memahami dirinya, menerima dirinya, mengarahkan dirinya, dan merealisasikan dirinya.
E. Penyimpangan Moralitas Siswa 1. Pengertian Penyimpangan Moralitas Siswa Masa remaja adalah masa perkembangan moral, seksual, sosial, dan fisik. Perilaku menyimpang sering terjadi pada usia remaja, dimana remaja belum memiliki tanggung jawab baik atas diri sendiri maupun orang lain, dimana remaja masih merasa bebas tanpa beban. Remaja membutuhkan proses sosial untuk belajar bertanggung jawab dan belajar menghadapi berbagai prilaku sosial lain. Secara psikologis pelajar usia remaja merupakan masa transisi dari remaja menuju kedewasaan diamana didalamnya terjadi gejolak-gejolak batin dan luapan ekspresi kretivitas yang sangat tinggi.
29
Perilaku menyimpang siswa salah satunya disebabkan oleh minimnya pendidikan moral dan agama. Hampir seluruh warga Indonesia khususnya daerah Jawa percaya bahwa pendidikan moral terbaik adalah di Pondok Pesantren. Hal
ini
menunjukkan bahwa
pendidikan agama
sangat
mempengaruhi moral seseorang. Karena dalam agama diajarkan untuk tidak merugikan atau jahat terhadap diri sendiri dan orang lain dalam bentuk apapun. Agama dapat menjadi salah satu faktor pengendali tingkah laku remaja.
Karena
pendidikan
agama
memang
mewarnai
kehidupan
masyarakat.35 Perilaku menyimpang adalah suatu perilaku yang dieskspresikan oleh seorang atau beberapa orang anggota masyarakat yang secara disadari atau tidak disadari, tidak menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dan telah diterima oleh sebagian anggota masyarakat. 2. Faktor Penyebab Penyimpangan Moralitas Siswa Beberapa faktor penyebab terjadinya perilaku menyimpang, antara lain sebagai berikut: a. Sikap mental yang tidak sehat Perilaku yang menyimpang dapat pula disebabkan karena sikap mental yang tidak sehat. Sikap itu ditunjukkan dengan tidak merasa bersalah atau menyesal atas perbuatannya, bahkan merasa senang. b. Ketidakharmonisan dalam keluarga 35
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1997, 93.
30
Tidak adanya keharmonisan dalam keluarga dapat menjadi penyebab terjadinya perilaku menyimpang. c. Pelampiasan rasa kecewa Seseorang yang mengalami kekecewaan apabila tidak dapat mengalihkannya ke hal yang positif, maka ia akan berusaha mencari pelarian untuk memuaskan rasa kecewanya. d. Dorongan kebutuhan ekonomi Perilaku menyimpang yang terjadi karena dorongan kebutuhan ekonomi. e. Pengaruh lingkungan dan media massa. Seseorang
yang
melakukan
tindakan
menyimpang
dapat
disebabkan karena terpengaruh oleh lingkungan kerjanya atau teman sepermainannya. Begitu juga peran media massa, sangat berpengaruh terhadap penyimpangan perilaku. f. Kegagalan dalam proses sosialisasi Perilaku menyimpang yang terjadi dalam masyarakat dapat disebabkan karena seseorang memilih nilai sub kebudayaan yang menyimpang
yaitu
suatu
kebudayaan
khusus
bertentangan dengan norma budaya yang dominan.36
36
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja..., 210.
yang
normanya
31
3. Jenis Perilaku Menyimpang Perilaku menyimpang pada remaja terbagi atas empat jenis, diantaranya 37 : a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain seperti perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain. b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi seperti perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain. c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain seperti pelacuran, penyalahgunaan obat dan lain-lain. d. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos. 4. Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang Berdasarkan permasalahan remaja yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dispesifikasikan bentuk- bentuk perilaku menyimpang atau kenakalan remaja yang dibagi menjadi empat kelompok besar, 38 yaitu: a. Delikuensi Individual Delikuensi Individual adalah perilaku menyimpang yang berupa tingkah laku kriminal yang merupakan gejala personal dengan ciri khas “jahat“ yang disebabkan oleh prodisposisi dan kecenderungan penyimpangan tingkah laku psikopat, neourotis, dan antisosial. 37
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, 83. Endang Poerwanti dan Nur Widodo, Perkembangan Peserta Didik, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002, 141-143. 38
32
Penyimpangan perilaku ini dapat diperhebat dengan stimuli sosial yang buruk, teman bergaul yang tidak tepat dan kodisi kultural yang kurang menguntungkan. Perilaku menyimpang pada tipe ini seringkali bersifat simptomatik karena muncul dengan disertai banyaknya konflik-konflik intra psikis yang bersifat kronis dan disintegrasi pribadi. b. Delinkuensi Situasional Bentuk penyimpangan perilaku tipe ini pada umumnya dilakukan oleh anak-anak dalam klasifikasi normal yang dapat dipegaruhi oleh berbagai kekuatan situasional baik situasi yang berupa stimuli sosial maupun kekuatan tekanan lingkungan teman sebaya yang semuanya memberikan pengaruh yang “menekan dan memaksa“ pada pembentukan perilaku menyimpang. Penyimpangan perilaku dalam bentuk ini seringkali muncul sebagai akibat transformasi kondisi psikologis dan reaksi terhadap pengaruh eksternal yang bersifat memaksa. Dalam kehidupa remaja situasi sosial eksternal yang menekan, terutama dari kelompok sebaya dapat dengan mudah mengalahkan unsure internal yang berupa pikiran sehat, peraaan dan hati nurani sehingga memunculkan tingkah laku delinkuen situasional. c. Delinkuensi Sistematik Perbuatan menyimpang dan kriminal pada anak-anak remaja dapat berkembang menjadi perilaku menyimpang yang disestematisir, dalam bentuk suatu organisasi kelompok sebaya yang berperilaku
33
seragam
dalam
penyimpangan.
Kumpulan
tingkah
laku
yang
menyimpang yang disestematisir dalam pengaturan status, norma dan peranan tertentu kan memunculkan sikap moral yang salah dan justru muncul rasa kebanggaan terhadap perbedaan-perbedaan dengan norma umum yang berlaku. Semua perilaku menyimpang yang seragam dilakukan oleh anggota
kelompok
ini
kemudian
dirasionalisir
dan
dilakukan
pembenaran sendiri oleh seluruh anggota kelompok, sehingga perilaku menyimpang yang dilakukan menjadi terorganisir dan sistematis sifatnya. Dorongan berperilaku menyimpang pada kelompok remaja terutama muncul pada saat kelompok remaja ini dalam kondisi tidak sadar atau setengah sadar, karena berbagai sebab dan berada dalam situasi yang tidak terawasi oleh kontrol diri dan kontrol sosial. Lama kelamaan perilaku menyimpang ini diulang dan diulang kembali, dan kemudian dirasakan enak dan menyenangkan yang kemudian diprofesionalisasikan yang pada akhirnya kemudian digunakan untuk menegakkan gengsi diri secara tidak wajar. d. Delinkuensi Komulatif Pada hakekatnya bentuk delikuensi ini merupakan produk dari konflik budaya yang merupakan hasil dari banyak konflik kultural yang kontroversial dalam iklim yang penuh konflik.
34
Dengan mencermati bentuk perilaku menyimpang yang dilihat dari dimensi penyebabnya, maka wujud dari perilaku menyimpang dapat berupa perilaku sebagai berikut : a. Membolos sekolah. b. Perkelahian antar individu, antar sekolah ataupun antar suku, yang kesemuanya menunjukan akibat negatif. c. Perilaku menyontek. d. Mabuk-mabukan. e. Melakukan perbuatan tindak asusila yang mengganggu ligkungan. f. Kecanduan dan ketagihan obat terlarang yang erat kaitannya dengan tindak kejahatan. g. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan dengan taruhan yang mengakibatkan ekses kriminalitas.
F. Pendekatan Penanganan Perilaku Menyimpang Penyimpangan moral diakibatkan oleh budaya barat yang tidak disaring dengan baik sehingga semuanya diserap oleh generasi muda. Dalam masa pubertas, keinginan mereka untuk mencoba sangat besar dan sering mereka tidak memikirkan resiko dari perbuatannya tersebut. Selain budaya barat, kondisi keluarga juga menjadi penyebab dari penyimpangan moral pada kalangan remaja. Mungkin orang tua lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah untuk bekerja sehingga para remaja tersebut kurang kasih sayang, pengawasan
35
dan perhatian. Selain itu, mereka juga butuh pengertian dan dukungan dari keluarga yang seharusnya mereka dapatkan sebagai seorang anak. Untuk mengatasi penyimpangan moral pada remaja, peran orang tua sangat penting. Dengan orang tua yang selalu mendampingi, mereka akan yakin bahwa mereka tidak sendiri sehingga apapun kondisinya para remaja tersebut akan berani terbuka pada orang tua. Selain itu, bimbinglah mereka dan arahkan mereka dengan baik yaitu melalui arahan dan mendorong kepada para remaja untuk menyalurkan bakat, minat, dan hobinya dalam hal-hal positif agar dapat bermanfaat.39 Upaya mengantisipasi tersebut melalui: 1. Penanaman nilai dan norma yang kuat Penanaman nilai dan norma pada seseorang individu melalui proses sosialisasi. Adapun tujuan proses sosialisasi antara lain sebagai berikut: a. Pembentukan konsep diri b. Pengembangan keterampilan c. Pengendalian diri d. Pelatihan komunikasi e. Pembiasaan aturan. 2. Pelaksanaan peraturan yang konsisten Segala bentuk peraturan yang dikeluarkan pada hakekatnya adalah usaha mencegah adanya tindak penyimpangan, sekaligus juga sebagai 39
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja..., 83.
36
sarana penindak perilaku penyimpangan. Namun apabila peraturanperaturan yang dikeluarkan tidak konsisten justru akan dapat menimbulkan tindak penyimpangan. Pendekatan dan pemecahannya dari pendidikan merupakan salah satu jalan yang paling strategis yaitu dengan usaha-usaha pembinaan, pengarahan, dengan memahami dan mengurangi permasalahan yang berhubungan dengan perkembangan fisik dan perilaku psikomotorik.
G. Metode Penanganan Perilaku Menyimpang Berbagai cara dapat dilakukan untuk mencegah perilaku penyimpangan sosial dalam masyarakat. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan dari berbagai lingkungan, baik itu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Diantaranya ialah: 1. Menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis Upaya
pencegahan
perilaku
penyimpangan
sosial
di
rumah
memerlukan dukungan dari semua anggota keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga luas. Dalam hal ini, masing-masing anggota keluarga harus mampu mengembangkan sikap kepedulian, kompak, serta saling memahami peran dan kedudukannya masing-masing di keluarga. Meskipun keterlibatan seluruh anggota keluarga sangat dibutuhkan, namun orang tua memegang peran utama dalam membentuk perwatakan dan membina sikap anak-anaknya. Hal ini dikarenakan orang tua merupakan figur utama anak
37
yang dijadikan panutan dan tuntunan, sehingga sudah sepantasnya jika orang tua harus mampu memberi teladan bagi anak-anaknya. 2. Meningkatkan Nilai Keimanan Keluarga merupakan unit masyarakat yang paling mendasar. Oleh karena itu, peningkatan nilai keimanan yang diajarkan keluarga sangatlah penting.
Pengajaran
keimanan
yang
berasal
dari
keluarga
bisa
memperkokoh dan menjadi benteng pada saat mereka berinteraksi dengan lingkungannya. 3. Komunikasi Efektif Komunikasi efektif ialah menjalin keakraban antara orang tua dan anak. Dengan adanya keterbukaan antara anak dan orang tua diharapkan segala persoalan akan mudah dipecahkan. Dengan demikian, anak terhindar dari perbuatan yang menyimpang di tengah masyarakatnya. 4. Memenuhi Hak-Hak Anak Salah satu tanggung jawab terberat orang tua adalah mendidik anakanak menjadi manusia takwa. Untuk mencapai harapan tersebut, orang tua memiliki tugas, yakni memenuhi hak-hak anak, seperti mendidik, menjaga kesehatan, kebersihan, dan menanamkan moral serta akhlak kepada anak. Upaya mengatasi penyimpangan sosial dapat dilakukan pula dengan mengoptimalkan fungsi lembaga pendidikan, baik sekolah maupun perguruan tinggi. Untuk sekolah dilakukan dengan cara memasukan materi pelajar yang berkaitan dengan akhlak atau budi pekerti ke dalam kurikulum,
38
serta menggalakan program-program ekstrakulikuler yang berlandaskan nilai-nilai moral.40 Lingkungan
masyarakat
juga
dapat
membantu
mencegah
penyimpangan sosial, salahsatunya yaitu dengan menciptakan kontrol sosial di lingkungan masyarakat berupa tata tertib yang di buat bersama, seperti dengan mengadakan program siskamling; penyuluhan narkoba kepada remaja, layanan konsultasi kesehatan, dan sebagainya. Dalam hubungannya dengan upaya pencegahan penyimpangan sosial di lingkungan keluarga, orang tua dapat melakukan beberapa hal, seperti berikut ini. a. Menciptakan
suasana
harmonis,
perhatian,
dan
penuh
rasa
kekeluargaan. b. Menanamkan nilai-nilai budi pekerti, kedisiplinan, dan ketaatan beribadah. c. Mengembangkan komunikasi dan hubungan yang akrab dengan anak. d. Selalu meluangkan waktu untuk mendengar dan menghargai pendapat anak, sekaligus mampu memberikan bimbingan atau solusi jika anak mendapat kesulitan. e. Memberikan punnish and reward, artinya bersedia memberikan teguran atau bahkan hukuman jika anak bersalah dan bersedia memberikan
40
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik…, 190.
39
pujian atau bahkan hadiah jika anak berbuat baik atau memperoleh prestasi. f. Memberikan tanggung jawab kepada anak sesuai tingkat umur dan pendidikannya. Langkah-langkah tersebut merupakan upaya yang dapat dilakukan orang tua agar tercipta suatu komunikasi yang baik dengan anak, sehingga anak merasa terlindungi, memiliki panutan atau teladan, serta merasa memiliki arti penting sebagai bagian dari keluarganya.
H. Pola Penanganan Perilaku Menyimpang Perilaku menyimpang biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, penyimpangan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya.41 Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungannya, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri.
41
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik…, 69.
40
Menurut Panut Panuju dan Ida Umami, pola penanganan perilaku menyimpang melalui 3 tahap, yaitu : 1) tindakan preventif yakni segala tindakan yang bertujuan mencegah timbulnya kenakalankenakalan, 2) tindakan represif yakni tindakan untuk menindas dan menahan kenakalan remaja seringan mungkin atau menghalangi timbulnya peristiwa kenakalan yang lebih hebat, 3) tindakan kuratif dan rehabilitasi yakni memperbaiki akibat perbuatan nakal terutama individu yang telah melakukan perbuatan tersebut.42
1. Tindakan Preventif Tindakan preventif yakni segala tindakan yang mencegah timbulnya kenakalan-kenakalan. Tindakan preventif untuk mencegah kenakalan remaja dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a) Usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum. b) Berusaha mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas remaja. c) Mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh para remaja. Kesulitan-kesulitan manakah yang biasanya menjadi sebab timbulnya penyaluran dalam bentuk kenakalan. d) Usaha pembinaan remaja, yang meliputi : menguatkan sikap mental remaja supaya mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapinya, memberikan pendidikan bukan hanya dalam penambahan pengeluaran dan ketrampilan, namun juga pendidikan mental dan pribadi melalui pengajaran agama, budi pekerti dan etika, dan usaha memperbaiki keadaan lingkungan sekitar, keadaan sosial keluarga, maupun masyarakat dimana terjadi banyak kenakalan remaja. e) Usaha Pencegahan Timbulnya Kenakalan Remaja Secara Khusus.
42
171.
Panut Panuju dan Ida Umami, Psikologi Remaja, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1999,
41
Penanaman pendidikan mental dilakukan oleh guru PAI maupun guru pembimbing serta para pendidik lainnya. Usaha para pendidik harus diarahkan dalam rangka mengamati, memberikan perhatian khusus, dan mengawasi setiap penyimpangan tingkahlaku remaja. Pemberian bimbingan terhadap para remaja dapat berupa pengenalan diri sendiri yaitu dengan menilai diri sendiri dan hubungan dengan orang lain, penyesuaian diri yaitu mengenal dan menerima tuntutan dan penyesuaian diri dengan tuntutan tersebut, dan orientasi diri yaitu dengan mengarahkan pribadi remaja ke arah pembatasan antara diri pribadi dan sikap sosial dengan penekanan pada penyadaran nilai-nilai sosial, moral dan etik. 2. Tindakan Represif Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap setiap pelanggaran seperti halnya: a) Di lingkungan keluarga, remaja harus menaati peraturan dan tata cara yang berlaku. Dan adanya hukuman yang dibuat orang tua terhadap pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa pelaksanaan tata tertib dan tata cara keluarga harus dilakukan dengan konsisten. Setiap pelanggaran yang sama harus dikenakan sanksi yang sama. Sedangkan hak dan kewajiban anggota mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan umur. b) Di lingkungan sekolah, kepala sekolah dan guru yang berwenang dalam melaksanakan hukuman terhadap pelanggaran tata tertib sekolah. Misalnya : Dalam pelanggaran tata tertib kelas dan peraturan yang
42
berlaku untuk pengendalian suasana pada waktu ulangan atau ujian. Akan tetapi hukuman yang berat seperti “skorsing” maupun pengeluaran dari sekolah merupakan wewenang kepala sekolah. Guru dan staf pembimbing bertugas menyampaikan data mengenai pelanggaran maupun akibatnya. Pada umumnya tindakan represif diberikan dalam bentuk memberikan peringatan secara lisan maupun tertulis kepada pelajar maupun orang tua, melakukan pengawasan khusus oleh kepala sekolah dan tim guru atau pembimbing dan melarang bersekolah untuk sementara atau seterusnya tergantung dari macam pelanggran tata tertib sekolah yang telah digariskan. 3. Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi Tindakan kuratif dan rehabilitasi dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap mengubah tingkah laku pelanggar tersebut dengan memberikan pendidikan kembali. Pendidikan diulangi melalui pembinaan secara khusus, dan ditangani oleh lembaga khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang tersebut. Guru PAI juga memiliki tanggung jawab terhadap keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Sebagai pembimbing, guru PAI bertanggung jawab terhadap pembentukan pribadi siswa sesuai dengan ajaran islam, pendidik juga bertanggung jawab terhadap Allah SWT. Adapun upaya-upaya penanganan yang dilakukan guru PAI antara lain dengan:
43
a) Penyuluhan kesadaran hukum bagi siswa Urgensi dalam penyuluhan hukum kepada siswa mengandung tujuan untuk mendidik siswa agar mereka mampu mematuhi dan bertindak sesuai aturan-aturan hukum yang telah diatur sebagai mestinya dengan sebaik-baiknya dalam upaya menyadarkan terhadap dirinya baik di sekolah maupun di luar sekolah. b) Rasa tanggung jawab sosial Rasa tanggung jawab merupakan salah satu konsekuensi dari masing-masing individu sebagai anggota yang hidup dalam masyarakat yaitu akan adanya keutuhan dan kelancaran hidup sosial. c) Kesadaran beragama Kesadaran beragama juga banyak menunjang tercapainya kehidupan yang damai tentram dan aman di tengah-tengah kehidupan masyarakat.43 Dengan demikian dapat dipahami bahwa penanganan perilaku penyimpangan pada remaja perlu ditekankan karena dapat menentukan pembentukan mental dan jiwa anak didik dalam rangka ditujukan ke arah tercapainya kepribadian yang baik, dan dewasa. Hal tersebut diharapkan
akan
menumbuhkan
karakter
anak
didik
berkepribadian kuat, teguh, dan memiliki akhlakul karimah.
43
Sudarsono, Kenakalan Remaja..., 93.
yang
44
I. Peranan PAI untuk menanggulangi penyimpangan moralitas siswa Pendidikan Agama Islam (PAI) di Indonesia sebagai sub sistem pendidikan Nasional, mempunyai peran yang sama dengan pendidikan pada umumnya, dalam proses pembangunan Nasional. Pendidikan Agama Islam mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional, yaitu dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan pendidikannya. Pendidikan merupakan hal terpenting untuk membentuk kepribadian. Pergeseran zaman yang cepat mengakibatkan pengembangan dan perubahan pada beragam aspek. Keseluruhan unsur pendidikan mengalami perubahan, arus perubahan itu ikut merubah moral dan karakter tiap individu. Pendidikan informal dan non formal pun memiliki peran yang sama untuk membentuk kepribadian terutama anak atau peserta didik. Peran Pendidikan Agama Islam untuk pembentukan karakter sangat berperan dalam pembentukan karakter anak guna membentuk anak menjadi
45
manusia dewasa yang bertaqwa kepada Allah SWT dan berkpribadian muslim dan pengaruh pendidikan agama islam pendidikan disertakan sebagai usaha sadar untuk mengembangkan intelektualitas
dalam
arti
meningkatkan
juga
meningkatkan
kecerdasan
saja,
melainkan
bukan hanya dan
mengembangkan aspek kepribadian manusia, yang mencakup aspek keimanan, moral atau mental, perilaku dan sebagainya. Pendidikan Agama Islam berperan sebagai pengendali tingkah laku atau perbuatan yang terlahir dari sebuah keinginan yang berdaran emosi. jika ajaran agama sudah terbiasa dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupannya sehari-hari dan sudah ditanamkannya sejak kecil, maka tingkah lakunya akan lebih terkendali dalam menghadapi segala keinginannya yang timbul. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik untuk membina kepribadian anak didiknya, seorang guru haruslah dapat membina dirinya sendiri terutama seorang guru agama haruslah sabar dan tabah ketika menghadapi berbagai macam ujian dan rintangan yang menghalangi, guru haruslah dapat memberikan solusi yang terbaik ketika anak didiknya sedang menghadapi masalah, terutama masalah yang berhubungan langsung dengan proses belajar mengajar.44 Dalam dunia pendidikan, terbentuknya moral yang baik adalah merupakan tujuan utama karena pendidikan merupakan proses yang mempunyai
44
127.
Zakiyah Darajat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang, 1975,
46
tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada anak didik atau seorang yang dididik. Memperhatikan masalahmasalah Pendidikan akhlak seperti juga memperhatikan pendidikan jasmani, akal dan ilmi. Seorang anak kecil membutuhkan fisik yang kuat, akal yang kuat dan akhlak yang tinggi, sehingga ia dapat mengurus dirinya, berfikir sendiri, mencari hakikat, berkata benar, membela kebenaran, jujur dalam amal perbuatannya, mau mengorbankan kepentingan diri sendiri untuk kepentingan bersama, berpegang pada keutamaan dan menghindari sifat-sifat yang tercela. Dengan demikian materi pendidikan yang diberikan kepada anak didik agar sesuai dengan perkembangan zaman yang dapat menjawab tantangan jiwa anak didik tersebut. Materi pendidikan agama penting untuk anak didik dalam upaya pembinaan kepribadiannya, pembinaan ini dilakukan dengan pemberian materi tentang barbagai macam kehidupan anak didik misalnya mengenai tata krama, sopan santun, cara bergaul, cara berpakaian, dan cara bermain yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, disamping itu juga pelaksanaan ibadah yang sesuai dengan syariat ajaran Islam, terutama tentang aqidah atau ketauhidan kepada Allah SWT. Kepribadian adalah kebiasaan, sikap-sikap dan sifat yang khas yang dimiliki seseorang yang berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain. Seseorang disebut berkepribadian apabila seseorang tersebut siap memberi jawaban positif dan tanggapan positif atas suatu keadaan. Apabila seseorang
berkepribadian
teguh,
maka
akan
mempunyai
sikap
yang
47
melatarbelakangi tindakannya yaitu dengan penanaman nilai dan norma yang kuat pada setiap individu.
J. Peranan guru BK dalam menanggulangi penyimpangan moralitas siswa Dalam kelangsungan perkembangan dan pertumbuhan anak didik, berbagai pelayanan di selenggarakan dengan tujuan agar dapat berguna dan bermanfaat dalam proses perkembangan anak didik di sekolah. Dalam hal ini guru BK berperan dalam upaya pemberian bantuan terhadap siswa agar bisa berkembang secara mandiri dan dapat menyelesaikan permasalahanya yang sedang dihadapi. Dengan adanya pelayanan bimbingan konseling, membantu siswa agar memperoleh solusi dalam mencari akar masalah yang mereka hadapi dan pembentukan karakter kepribadiannya. Sardiman mengemukakan sembilan peran guru yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu: a. Sebagai Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum. b. Sebagai Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain. c. Sebagai Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa,
48
menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar dan pembelajaran. d. Sebagai Direktur, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. e. Sebagai Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar. f. Sebagai Transmitor, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan. g. Sebagai Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar. h. Sebagai Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa. i. Sebagai Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.45 Adapun peran bimbingan konseling dapat diketahuai dengan melihat fungsi-fungsi pelayanan bimbingan konseling seperti yang ada di bawah ini: a. Fungsi pemahaman. b. Fungsi pencegahan. c. Fungsi pengentasan. d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan.
45
142.
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994,
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
G. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metodologi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor sebagaimana yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.46 Penelitian dengan pendekatan ini memiliki karakteristik alami sebagai sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan dari pada hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif dan makna merupakan hal yang esensial. Penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial: individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat.
46
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011, 84.
49
50
H. Subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah fenomena perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa-siswa di Sekolah Menengah Kejuruan Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga. Perilaku menyimpang adalah perilaku yang melanggar aturan sekolah, perilaku yang menurut agam tidak baik dan tidak boleh dilakukan selayaknya bagi seorang siswa.
I. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Sekolah Menengah Kejuruan Saraswati dan Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro Salatiga. Hal ini didasarkan atas beberapa pertimbangan: a.
SMK
adalah
Sekolah
Menengah
Kejuruan
yang
memiliki
jam
pembelajaran agama yang minim, dalam 1 minggu hanya menerima pengajaran dalam waktu 2 jam. Mengingat akan pentingnya pondasi yang baik bagi perilaku siswa, maka hal itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut. b.
Keberhasilan pendidikan agama islam tidak hanya dilihat dari keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran di kelas dan keaktifan mengikuti ekstra keagamaan, tetapi perlu dilihat pula dari aspek kontrol diri pada siswa dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan agama di SMK perlu ditingkatkan untuk memecahkan masalah penyimpangan tingkah laku yang dilakukan siswa, maka guru atau konselor maupun orang tua mempunyai tugas untuk
51
mengusahakan cara tertentu untuk mencegah dan menanggulanginya serta membina kearah yang lebih baik. c.
Adanya doa bersama dan membaca asmaul husna tiap pagi sebelum pembelajaran dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mendisiplinkan siswa untuk lebih siap dalam belajarnya. Langkah ini memberikan kontribusi terhadap mental siswa selain dibekali dengan fisik yang prima juga ditambah dorongan doa dan melafadzkan beberapa asma Allah sebagai sarana ketauhidan agar yang Maha Kuasa memberikan kemudahan dalam menerima ilmu.
J. Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian ini adalah guru-guru PAI dan BK yang ada di Sekolah Menengah Kejuruan Diponegoro dan Saraswati Salatiga.
K. Prosedur Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dalam penelitian kulitatif fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subjek melalui wawancara mendalam dan observasi pada pokok masalah dimana kejadian-kejadian tersebut berlangsung. Adapun untuk melengkapi data diperlukan dokumentasi yang berkaitan dengan subjek penelitian berkaitan dengan beberapa bahan yang diperlukan.
52
a. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan informan untuk mencari informasi
tertentu.
Tujuan
dari
wawancara
ini
diantaranya
untuk
mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, dan kepedulian. Metode ini merupakan suatu proses tanya jawab lesan yang dilakukan dua orang atau lebih berhadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengar dengan telinga sendiri dari suaranya. 47 Dalam wawancara peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan: 1. Apa bentuk-bentuk penyimpangan moral yang pernah terjadi pada siswa-siswi di SMK Saraswati dan SMK Diponegoro Salatiga? 2. Bagaimana program yang dilakukan guru BP SMK Saraswati dan SMK
Diponegoro
Salatiga
untuk
menangani
kasus-kasus
penyimpangan moral itu? 3. Apakah Guru PAI SMK Saraswati dan SMK Diponegoro Salatiga memberikan arahan khusus bagi para siswa yang melakukan tindakan penyimpangan tersebut? 4. Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan guru BP dan guru PAI dalam membina akhlak siswa di SMK Saraswati dan SMK Diponegoro Salatiga? 47
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif..., 88.
53
Adapun informan yang diambil antara lain : 1. Guru PAI SMK Saraswati dan SMK Diponegoro Salatiga 2. Guru BK SMK Saraswati dan SMK Diponegoro Salatiga b. Tehnik Observasi Metode observasi adalah metode pengamatan dan pencatatan sesuatu obyek dengan sistematika fenomena yang diselidiki. 48 Pada tahap awal observasi dilakukan secara umum, peneliti mengumpulkan data atau informasi sebanyak mungkin. Tahap selanjutnya peneliti harus melakukan observasi yang terfokus, yaitu mulai menyempitkan data atau informasi yang diperlukan sehingga peneliti dapat menemukan pola-pola perilaku dan hubungan yang terus menerus terjadi. Jika hal itu sudah diketemukan, maka peneliti dapat menemukan tema-tema yang akan diteliti. Setidaknya, berdasarkan keterlibatan peneliti dalam interaksi dengan objek penelitiannya, terdapat dua jenis observasi.49
Observasi dalam penelitian ini adalah pengamatan kepada perilaku siswa-siswi di SMK Diponegoro dan SMK Saraswati untuk melengkapi data-data atau informasi yang diperoleh daari wawancara. c. Tehnik Dokumentasi Tehnik Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda dan sebagainya. 50 Tehnik dokumentasi 48
Sukandarrumidi Haryanto, Dasar-dasar Penulisan Proposal Penelitian, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004, 69. 49 Hariwijaya, M., Metodologi Dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Yogyakarta: Elematera Publishing, 2007, 74. 50 Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2012, 27.
54
terdiri atas data yang bersumber dari rekaman dan dokumen. Rekaman ini diwujudkan dalam bentuk tulisan atau pernyataan yang dipersiapkan oleh peneliti dengan tujuan untuk membuktikan adanya suatu peristiwa. Sedangkan dokumen adalah hal-hal yang bersifat non rekaman diantaranya: surat-surat, buku harian, catatan khusus, foto-foto, dan sebagainya.
L. Tehnik Analisis Data Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik analisis kualitatif. Menurut Bogdan & Biklen dalam Moleong51, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Tehnik analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan tehnik analisis kualitatif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman 52 mencakup tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu :
51
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif..., 248. Matthew Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1992, 16-20. 52
55
a. Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian, pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahap reduksi data atau proses transformasi yang berlanjut terus sesudah penelitian lapangan sampai laporan akhir lengkap tersusun. b. Penyajian Data Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian yang paling sering digunakan pada data kualitatif pada masa yang lalu adalah bentuk teks naratif. Dalam penyajian meliputi berbagai jenis matrik, grafik, jaringan, dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, dengan demikian seorang penganalisis dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar atauk terus melangkah melakukan analisis yang menurut saran yang dikiaskan oleh penyajian sebagai sesuatu yang mungkin berguna. c. Pengambilan Kesimpulan atau Verifikasi Peneliti berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering muncul, hipotesis dan sebagainya. Dari
56
data tersebut peneliti mencoba mengambil kesimpulan. Verifikasi dapat dilakukan dengan keputusan, didasarkan pada reduksi data dan penyajian data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian.
BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Gambaran umum SMK Saraswati Salatiga a. Sejarah singkat SMK Saraswati Salatiga adalah Sekolah Menengah Kejuruan tertua di kota Salatiga, berdiri tahun 1970 dengan alamat di Jl. Sukowati Salatiga kemudian pada tahun 1990 pindah di Jl. Hasanudin No. 738 Salatiga sampai sekarang. Ada tiga orang pendiri yang 2 orang sudah almarhum dan 1 orang masih aktif bekerja yaitu H. Harun Mustofa. Tamatannya telah mengisi berbagai profesi di industry dan wirausaha, termasuk di birokrasi baik sipil maupun militer ditingkat lokal, nasional bahkan manca Negara. SMK Saraswati adalah satu-satunya amal usaha milik Yayasan Pembina Rehabilitasi Dan Pembangunan Masyarakat (YAPREMAS) Salatiga yaitu Yayasan yang bersifat umum atau nasionalis
berlandaskan
Pancasila
dan
UUD-45.
Dengan
penyelenggaraan pendidikan agama sesuai dengan yang dianut oleh masing-masing peserta didik, meliputi Agama Islam, Kristen, Katolik, Budha, dan Hindu.
57
58
b. Visi Dan Misi “Visi SMK Saraswati Salatiga ialah menjadi lembaga pendidikan kejuruan terkemuka”. Misi SMK Saraswati Salatiga adalah 1)
Menyelenggarakan pelayanan pendidikan dan pelatihan secara professional untuk menghasilkan tamatan yang cerdas, terampil dan kompetitif.
2)
Menyelenggarakan pelayanan kepada tamatan untuk disalurkan ke dunia kerja atau industri melalui bursa kerja khusus.
c. Data siswa SMK Diponegoro dan SMK Saraswati Salatiga 1) SMK Diponegoro Salatiga Data siswa SMK Diponegoro Tahun pelajaran 2013/2014 dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 3.1. Program Keahlian
JUMLAH
Akutansi dan
L
P
Jml
Penjualan Jumlah
66
484
550
2) SMK Saraswati Salatiga Data siswa SMK Saraswati Tahun pelajaran 2013/2014 dapat dilihat dalam tabel berikut:
59
Tabel 3.2. Tingkatan Kelas
Laki-laki
Perempuan
Kelas X
446
32
Kelas XI
401
27
Kelas XII
400
34
Jumlah
1247
93
d. Ekstra Kurikuler 1) Program Ekstra Kurikuler -
Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan, Pasukan Paskibra, dan Palang Merah Indonesia.
-
Keterampilan meliputi: Rekayasa Enginering, Teknologi Tepat Guna, Komputer, Multimedia, dan Stir Mobil.
-
Olahraga meliputi : Bola Volly, Footsal, Bola Basket, dan Beladiri.
-
Kesenian : Band, dan Drum Band.
2) Program Sosial Menyelenggarakan Program Career Center yaitu mendidik anak-anak
putus
sekolah
untuk
dibekali
pengetahuan
dan
keterampilan dibidang Tehnik Otomotif dan Tehnik Pengelasan mendapat sertifikat dan gratis. Bagi yang berprestasi dibekali peralatan tehnik untuk bekal wirausaha.
60
e. Sarana Sarana di SMK Saraswati Salatiga didukung SDM yang handal, professional sesuai bidang keahliannya, dengan sarana pendidikan dan pelatihan yang memadahi, terdiri dari : 1) Ruang kelas atau ruang belajar 2) Laboratorium meliputi : - Lab. Bahasa - Lab. Multimedia atau Internet - Lab. Komputer - Lab. Fisika - Perpustakaan 3) Ruang Praktik atau Bengkel - Bengkel Permesinan (Convensional) - Bengkel Permesinan (CNC) - Bengkel Chasis (Otomotif) - Bengkel Engine (Otomotif) - Bengkel Kelistrikan (Otomotif) - Bengkel Mesin Listrik dan Otomasi - Bengkel Instalasi Listrik - Bengkel Rewinding (listrik) - Bengkel kerja Plat dan Las (las gas, las busur, las mig) - Bengkel Kerja Bangku dan Keterampilan Dasar
61
- Bisnis Center dan Teaching Factory f. Prasarana Sekolah Gambar 4.1. Nama Kondisi Saat Ini Ruang/area Jmlh Luas Total Ju Jml Rusak Kerja Ruang (m2) Luas m (m2) la Seda Ber ng at h B ai k
Kebutuhan
Jml Ruan g
Luas( m2 )
Total Luas( m2 )
Ruang Kepala Sekolah & Wakil
1
30
30
1
0
0
1
50
50
Ruang Guru
1
96
96
1
0
0
1
150
150
Ruang Pelayanan Administr asi
3
16
48
3
0
0
3
40
120
Ruang Perpustak aan
1
64
64
1
0
0
1
80
80
Ruang Unit Produksi
1
20
20
0
0
0
1
0
0
Ruang Pramuka, Koperasi dan UKS
1
9
9
1
0
0
1
20
20
62
Ruang Ibadah
1
64
64
1
0
0
1
64
64
Ruang Toilet
22
6
132
2 2
0
0
35
6
210
Ruang Gudang
2
20
40
0
0
0
1
0
0
Ruang Kelas
25
64
1600
2 3
2
0
30
64
1920
Ruang Praktek/ Bengkel/ Workshop
1
64
64
0
0
0
1
0
0
Ruang Lab. Bahasa
1
64
64
1
0
0
1
0
0
Ruang Praktek Komputer
2
64
128
2
0
0
1
0
0
Ruang Lab Multimed ia
1
64
64
1
0
0
2
64
128
Ruang Praktek Teknik Instalasi Tenaga Listrik
2
64
128
2
0
0
2
64
128
Ruang Praktek Teknik Otomasi Industri
1
64
64
0
0
0
1
0
0
63
Ruang Praktek Teknik Pemesina n
1
64
64
1
0
0
1
0
0
Ruang Praktek Teknik Pemelihar aan Mekanik Industri
2
64
128
1
0
0
2
0
0
Ruang Praktek Teknik Kendaraa n Ringan
1
64
64
1
0
0
2
64
128
Ruang Praktek Teknik Sepeda Motor
2
120
240
0
0
0
1
0
0
Ruang Praktek Multi Media
1
64
64
0
0
0
1
0
0
2. Gambaran Umum SMK Diponegoro Salatiga a. Sejarah Singkat SMK Diponegoro merupakan salah satu Sekolah Menengah Kejuruan swasta di Salatiga dengan status diakui. SMK Diponegoro Salatiga didirikan tahun 1997 diatas tanah seluas 5.000m2 di bawah
64
naungan Yayasan Imaratul Masajid Wal Madaris (YAIMAM) yang berlokasi di jalan Kartini No. 2 Salatiga, berdampingan dengan MTs NU sebelum menjadi Sekolah Menengah Kejuruan, dahulu adalah Madrasah Aliyah NU. Selanjutnya pengurus YAIMAM mengganti nama Madrasah Aliyah NU menjadi SMEA Diponegoro dengan surat keputusan No : 010/ YAIMAM/ II/ 1997. Nama SMEA berubah menjadi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Diponegoro. SMK Diponegoro memiliki siswa sejumlah 506 orang, ruang kelas sebanyak 18 kelas dan di kepalai oleh Bapak Drs. Joko Anis Suwantoro. Dalam penyelenggaraan, pembinaan dan pengembangan pendidikan, SMK Diponegoro Salatiga berdasarkan ajaran Islam sehingga segala tingkahlaku dan gerakan sekolah ini berdasarkan ajaran Islam. Walaupun demikian siswa yang menimba ilmu di sekolah ini berasal dari berbagai agama. Adapun program keahlian yang dimiliki oleh SMK Dipenegoro Salatiga adalah Program Keahlian Akuntansi dan Program Keahlian Penjualan b. Visi, Misi, dan Tujuan SMK Diponegoro Salatiga Visi menggambarkan kondisi yang akan diwujudkan dan ingin dicapai suatu organisasi dimasa depan kea rah mana organisasi akan dibawa. Visi bersama ini akan menjadi filosofi yang akan menjadi keyakinan utama, menjadi arah, perekat
dan motivator dalam
pengembangan organisasi. Setiap organisasi umumnya memiliki visi.
65
Visi SMK Diponegoro Salatiga adalah “menyiapkan tenaga terampil, kompetitif, mandiri, siap kerja, dan berakhlak mulia.” Untuk mewujudkan dan mencapai visi tersebut diperlukan misi yang merupakan cara atau jalan yang ditempuh untuk mewujudkan dan mencapai visi. Misi sebagai dasar dan bertindak dan dijadikan inspirasi untuk selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk kepentingan bersama. Adapun misi SMK Diponegoro Salatiga sebagai berikut : 1) Mengembangkan sikap keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2) Membangun sikap profesiaonal, jujur dan bertanggung jawab. 3) Melaksanakan program diklat sesuai tuntutan kebutuhan dunia kerja, meliputi aspek normatif, adaptif dan produktif. 4) Membangun jiwa kewirausahaan. 5) Mengoptimalkan peran serta masyarakat, potensi lingkungan dan Unit Produksi.
B. Bentuk-bentuk penyimpangan siswa 1. SMK Sarawati Salatiga Wawancara dilakukan dengan tiga guru pendidikan agama islam yang ada di SMK Saraswati Salatiga. Dari aspek bentuk-bentuk penyimpangan
66
moral dapat diketahui dari hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam yaitu sebagai berikut: “Bentuk-bentuk penyimpangan yang ada di sekolah ini setahu saya belum pernah seperti yang jenengan tanyakan mas, narkoba, tindak asusila, tawuran belum pernah mas. Untuk penyimpangan moral ya hanya membolos, berkata kotor dan berani sama guru ketika dinasehati.”53 “Bentuk penyimpangan yang ada di SMK Saraswati yang saya tahu selama saya mengajar di sekolah ini ya hanya membolos jika akhir-akhir ini, untuk tawuran sudah tidak ada mas, jika dulu ada ya karena faktor balas dendam.”54 “Bentuk penyimpangan moral yang pernah terjadi satu semester terakhir ini di SMK Saraswati antara lain membolos, tawuran kemarin dengan SMA Muhammadiyah Boyolali, merokok, tindak asusila.”55 “Bentuk penyimpangan moral yang pernah terjadi di SMK Saraswati ini antara lain mabuk-mabukan meskipun di luar jam sekolah, tindak asusila itu ketahuan ketika yang cewek sudah hamil, perkelahian antar teman, tawuran antar sekolah, membolos.”56 Bardasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk penyimpangan moral oleh siswa SMK Saraswati Salatiga yang pernah terjadi adalah sebagai berikut : a. Siswa membolos Siswa dari rumah berangkat tetapi tidak sampai sekolah atau kadang siswa pulang mendahului dari jam pelajaran yang ada. b. Siswa berkata kotor 53
Hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agam Islam SMK Saraswati Salatiga Hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam SMK Saraswati Salatiga 55 Hasil wawancara dengan guru BK SMK Saraswati Salatiga 56 Hasil wawancara dengan guru BK SMK Saraswati Salatiga 54
67
c. Siswa berani sama guru d. Mabuk-mabukan e. Tindak asusila f. Tawuran antar sekolah g. Perkelahian antar teman sendiri “Dampak yang ditimbulkan karena membolos siswa menjadi ketinggalan materi, akibatnya siswa tidak memahami materi karena ketika berangkat lagi sudah materi yang berbeda, hal itu berdampak pada saat ulangan, siswa tidak bisa mengerjakan soal yang diberikan sehingga nilai siswa menjadi jelek tidak lulus KKM.”57 Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa Dampak dari penyimpangan sosial tersebut guru-guru menjelaskan adalah siswa menajdi ketinggalan materi pelajaran. Selain itu siswa menjadi tidak paham materi yang disampaikan guru karena ketika diajar siswa tidak ada di kelas. Adapun jumlah siswa yang melakukan perilaku menyimpang di SMK Saraswati Salatiga dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 4.1. Bentuk – Bentuk Penyimpangan Siswa membolos Siswa berkata kotor
57
Jumlah 96 Ada, Tidak tercatat
Hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam SMK Saraswati Salatiga
68
Siswa berani sama guru
Ada, Tidak tercatat
Mabuk-mabukan
Ada, Tidak tercatat
Tindak asusila
-
Tawuran antar sekolah
3
Perkelahian antar teman sendiri
-
2. SMK Diponegoro Salatiga Wawancara dilakuakn dengan seorang guru PAI dan guru BK yang ada di SMK Diponegoro Salatiga. Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang bentuk-bentuk penyimpangan moralitas oleh siswa. Wawancara tersebut dapat dilihat di bawah ini : “Bentuk-bentuk penyimpangan sosial yang ada di SMK Diponegoro adalah membolos, siswa dari rumah berangkat tetapi tidak sampai sekolahan, terus kadang pulang mendahului waktu sebelum pulang. Berkelahi dengan teman sekelas, kadang sekolahan jika antar sekolah belum pernah yang saya tahu.”58 “Bentuk-bentuk penyimpangan moralitas ya yang banyak membolos, ada dulu tindak asusila, tawuran juga tapi itu dulu , sekarang sudah tidak ada lagi mas.”59 “Bentuk penyimpangan moral yang pernah terjadi antara lain membolos, tindak asusila, informasi dari yang bersangkutan karena tidak masuk, rata-rata mereka masalahnya mabuk-mabukan.”60
58
Hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam SMK Diponegoro Salatiga Hasil wawancara dengan guru BK SMK Diponegoro Salatiga 60 Hasil wawancara dengan guru BK SMK Diponegoro Salatiga 59
69
“Penyimpangan moral yang terjadi biasanya pada cewek adalah berpakaian tidak kurang sopan atau kurang pantas. Berpakaian ketat, terbuka auratnya yang dapat menimbulkan perilaku kurang baik.”61 Berdasarkan hasil wawancara di atas ditemukan data atau informasi mengenai bentuk-bentuk perilaku menyimpang yang terjadi pada siswa di SMK Diponegoro adalah sebagai berikut: a. Membolos b. Berkelahi antar teman c. Mabuk-mabukan d. Tawuran juga pernah e. Tindak asusila f. Berpakain kurang sopan (ketat, terbuka) Berdasarkan bentuk-bentuk penyimpangan di atas, dampak yang terjadi pada siswa adalah ketinggalan materi ketika membolos, dampak yang paling berat adalah dikeluarkan dari sekolah ketika siswa ketahuan tawuran dan dia ternyata yang salah. Sekolah tidak segan-segan untuk mengeluarkan siswa yang melanggar masalah tersebut. Masa remaja adalah masa-masa dimana anak masih mencari jati dirinya, siswa belum diposisi stabil. Masih mudah terpengaruh oleh orang lain, apalagi dengan pengaruh teman. Ketika berkumpul dengan teman yang menyimpang maka bisa mungkin dia akan ikut menyimpang.
61
Hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam SMK Diponegoro Salatiga
70
Adapun jumlah siswa yang melakukan perilaku menyimpang di SMK Diponegoro Salatiga dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 4.2. Bentuk-Bentuk Penyimpangan Membolos
Jumlah 117
Berkelahi antar teman
3
Mabuk-mabukan
4
Tawuran
1
Tindak asusila
1
Berpakain
kurang
sopan
(ketat,
Ada, tidak tercatat
terbuka) Bentuk-bentuk penyimpangan siswa yang terjadi di SMK Saraswati dan SMK Diponegoro Salatiga adalah membolos. siswa ketika bosan atau jenuh dengan mata pelajaran, guru, teman sekelas atau dengan masalah dari rumah berupa marahan orang tua maka hal itu akan membuat siswa menjadi beban pikiran, akibatnya siswa merasa tidak nyaman untuk belajar disekolah, kepuasan yang dianggap terbaik adalah dengan tidak masuk sekolah untuk hari itu. Bentuk penyimpangan yang terjadi seperti uraian di atas bisa dikatakan bahwa penyimpangan moraliats siswa di atas karena adanya kekecewaan siswa yang dirasakan. Peristiwa menyimpang yang dilakukan
71
oleh siswa-siswa SMK Saraswati kususnya dalam hal membolos, bisa terjadi ketika dilihat dari hasil wawancara tersebut adalah karena menganut budaya yang salah. Dalam ilmu sosiologi salah satu faktor penyebab terjadinya penyimpangan sosial adalah menganut budaya yang salah. Siswa yang belum punya pendirian yang kuat dalam kehidupan sehari-hari, maka dia akan mudah mengikuti orang yang ada di sekitarnya tanpa berpikir panjang apakah orang tersebut baik atau tidak benar atau salah sehingga tetap akan diikuti. Bentuk penyimpangan moralitas yang terjadi di SMK Saraswati dan SMK Diponegoro Salatiga adalah bentuk penyimpangan situasional. Penyimpangan-penyimpangan tersebut terjadi karena kondisi situasi yang ada di sekitar siswa. Ketika teman membolos maka ikut membolos, ketika lagi bosan untuk mengikuti pembelajaran pada mata pelajaran tertentu, maka membolos, jika lagi ada masalah dari keluarga dan tidak nyaman untuk belajar maka membolos, bahkan ketika siswa sendiri belum mengerjakan PR yang diberikan oleh guru, maka dengan memboloslah yang akan menyelamatkan dari hukuman guru. Selain itu bentuk penyimpangan moralitas tersebut juga bisa terjadi karena proses sosialisasi nilai dan norma yang tidak sempurna, artinya proses sosialisasi yang dilakukan oleh pihak sekolah masih ada warga sekolah yang melanggar, misalnya masalah tata tertib kedisiplinan masuk sekolah. Guru ketika masuk kelas untuk mengajar masih ada yang terlambat, maka bukan hal yang tidak mungkin besok-besok akan ada siswa yang datang atau masuk
72
kelas terlabat. Berawal dari terlambat meskipun sederhana, justru hal itu akan membuat pemikiran siswa menjadi tidak baik lagi. Siswa berpikir masuk kelas terlambat itu tidak masalah karena juga masih ada bapak ibu guru yang masuk terlambat. Dari pemikiran tersebut suatu hari siswa terlambat untuk masuk sekolah dan ternyata sekolah tidak memberikan tindakan maka akan membuat pemikiran siswa bahwa masuk sekolah terlambat tidak menjadi masalah, akibatnya hal tersebut menjadi kebiasaan. Siswa yang pada awalnya hanya masuk sekolah terlambat tidak disengaja dan tidak menjadi masalah, maka di hari besoknya hal yang tidak mungkin terjadi lagi siswa tersebut datang sekolah terlambat lagi. Proses tersebut terjadi berulang-ulang akibatnya menjadi sebuah kebudayaan atau kebiasaan siswa tersebut untuk terlambat datang ke sekolah. Sama halnya dengan membolos, pada awalnya siswa hanya membolos karena ajakan teman atau karena terpaksa membolos akibat bangun kesiangan. Jika penyimpangan tersebut tidak dikondisikan dalam arti diberi pengarahan dan teguran dari sekolah maka siswa akan berpikir bahwa membolos itu adalah kegiatan yang wajar dan tidak dianggap sebuah penyimpangan moralitas. Dampak yang fatal akibat mengikuti budaya yang salah adalah kebiasaan membolos tersebut akan menurun kepada adik-adik kelas yang ada di sekolah tersebut. Kelas satu dan kelas dua akan meniru kakak kelasnya yaitu kelas tiga. Bentuk-bentuk penyimpangan seperti itu akan terjadi secara
73
turun temurun jika tidak ada pengarahan dan pembinaan yang benar dari pihak sekolah. Bentuk penyimpangan tersebut bisa dikatakan bentuk sistematis ketika mereka sutau hari akan membolos secara bersama-sama dan pergi dari sekolah ke tempat yang di tuju membolos juga bersama-sama. Siswa yang melakukan penyimpangan moralitas tersebut semua merasa benar, tidak merasa salah. Kegiatan membolos saling dibenarkan oleh masing-masing siswa tersebut. Bentuk penyimpangan tersebut bisa menjadi
pemicu bentuk
penyimpangan komulatif yaitu bentuk penyimpangan moralitas adanya konflik budaya. Berawal dari sekelompok siswa dari sekolah yang membolos, ketika di jalan ketemu dengan siswa dari sekolah lain yang kebetulan juga membolos, ditambah meraka ada perselisihan sebelumnya bukan tidak mungki kedua kelompok siswa dari sekolah-sekolah yang berbeda tersebut akan terjadi tawuran pelajar. Inilah salah satu ciri bentuk penyimpangan komulatif karena adanya perbedaan kultural dimana dalam analogi ini adalah perbedaan kultural sekolah yang ada. Dampak dari peyimpangan moralitas oleh siswa di SMK Saraswati dan SMK Diponegoro yang paling ringan adalah ketinggalan materi seperti yang sudah dijelaskan pada hasil penelitian di atas. Namun dibalik ketinggalan materi akan menimbulkan banyak dampak bagi siswa yang saling berhubungan atau terkait saling mempengaruhi. Ketika ketinggalan materi
74
pelajaran, suatu saat mata pelajaran tersebut kususnya dalam hal ini adalah mata pelajaran Pendidikan Agama Islam mengadakan ulangan harian ataupun semesteran maka siswa yang ketinggalan materi pelajaran pasti tidak bisa mengerjakan soal tes karena materi saja tidak punya. Hasil ulangan atau tes siswa tersebut akibatnya menjadi rendah bahkan bisa sampai mendapat nilai 0. Jika hal itu terjadi maka bisa dipastikan siswa tersebut akan menanggung malu kepada teman-temannya, kepada orang tuanya, kepada gurunya. Siswa tersebut akan merasa tertekan dengan dampak tersebut. Bukan hanya dampak secara tidak langsung saja dampak langsung juga akan dirasakan siwa tersebut seperti ketika dikelas karena sering tidak masuk kelas karena membolos, akibatnya siswa tersebut dikucilkan teman-teman sekelasnya. Bahkan guru yang jengkel bisa juga ada sampai membencinya meskipun itu sebenarnya salah. Dampak selanjutnya ketika siswa melakukan penyimpangan kususnya dalam hal ini adalah membolos, juga akan membawa dampak sosial. Siswa merusak tata aturan sekolah yang dibuat oleh pihak sekolah, dengan adanya siswa membolos maka ketika masyarakat mengetahui hal itu maka masyarakat akan berpikiran bahwa aturan tata tertib yang ada di sekolahan tersebut sudah rusak bahkan seperti dianggap tidak punya peraturan, buktinya siswa-siswanya yang sekolah masih membolos. Masyarakat menilai sekolah tersebut tidak bisa mengatur siswanya untuk disiplin dan menjadikan siswa seperti tujuan pendidikan nasional negara Indonesia ini.
75
Siswa
yang
membolos
terkadang
juga
akan
menimbulkan
permasalahan-permasalahan baru di tempat umum kususnya tempat mereka membolos. Biasanya juga melanggar ketertiban umum yang ada di sekitar kehidupan siswa. Dampak tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga berdampak pada kedua orang tua yang menyekolahkannya atau membiayai sekolah anak. Orang tua menjadi terkait atau berhubungan dengan sekolah gara-gara anaknya membolos, bahkan ada yang paling parah ketika sudah membolos di tempat umum dan sampai tawuran merusak fasilitas layanan publik maka bukan tidak mungkin bisa dibawa ke polisi. Akibatnya akan membuat malu dan merusak citra orang tuanya, meskipun awalnya cuma gara-gara membolos. Dampak bagi siswa yang selanjutnya adalah masa depannya yang akan menjadi korban juga. Yang seharusnya masa depan cerah gara-gara membolos menjadi tidak jelas. Seharusnya sekolah cukup 3 tahun kemudian lulus, tapi gara-gara membolos siswa menjadi tidak naik kelas sehingga belajarnya menjadi terhambat. Dampak dari segi agama penyimpangan tersebut merupakan penyimpangan yang akan membawa dampak buruk juga. Siswa melanggar aturan agama, siswa seharusnya berpikir bahwa hal tersebut adalah perbuatan dosa, merusak pola pikir manusia artinya gara-gara menyimpang moralitas dan ternyata dia sudah melanggar maka siswa juga kesulitan dalam mengikuti
76
pelajaran. Akibatnya penyimpangan tersebut membuat celaka bagi diri sendiri. Siswa yang melakukan penyimpangan moralitas akan membawa dampak ke akal sehat siswa, siswa menjadi pikiran karena perilakunya yang salah. Dari semua itu maka akan mengganggu kejiwaan dan ketentraman kehidupan siswa sehingga juga akan mengganggu ibadahnya.
C. Faktor Pendorong dan Penghambat Wawancara dilakukan dengan guru PAI dan BK SMK Diponegoro dan SMK Saraswati Salatiga didapatkan informasi sebagai berikut: “Siswa yang melakukan penyimpangan moral dipengaruhi beberapa faktor yaitu ikut teman ketika membolos, faktor teknologi yaitu perkembangan internet yang bebas, karena letak kantin sekolah yang diluar sekolah sehingga mudah untuk membolos, kesempatan juga karena pakaian cewek yang terbuka sehingga akan memicu penyimpangan tindak asusila”62 “Siswa membolos karena jenuh dengan pelajaran disekolah, akibat ada masalah dirumah dari orang tuanya yang bertengkar atau lagi cerai”63 “Penyebab siswa ikut membolos dan tawuran biasanya adalah karena teman pergaulan yang salah, mereka bertemen dengan teman
62 63
Hasil wawancara dengan guru BK Saraswati Salatiga Hasil wawancara dengan guru PAI Saraswati Salatiga
77
yang sudah bekerja, atau dengan teman yang suka mabuk-mabukan sehingga mereka terpengaruh”64 Berdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan siswa berperilaku menyimpang adalah sebagai berikut: 1. Siswa bosan dengan pelajaran 2. Siswa baru ada masalah dari rumah 3. Siswa ada masalah dengan teman 4. Membolos diajak teman 5. Siswa dipanas-panasi untuk tawuran. Berdasarkan faktor-faktor di atas yang menjadikan siswa melakukan penyimpangan sosial menurut para guru PAI dan Guru BK yang menjadi narasumber dalam wawancara ini. Guru menjelaskan bahwa faktor yang terbanyak adalah ketika siswa memiliki masalah, hal itu membuat siswa sering membolos. Masalah dari siswa sendiri, masalah dari orang tua yang tidak harmonis atau dimarahi orang tua sehingga dibawa kesekolah. Akibatnya siswa tidak nyaman belajar dan membolos. Selain itu, siswa membolos juga karena diajak teman, sebagai contoh di lingkungan SMK ada teman-teman SMP dulu yang tidak sekolah dan sudah bekerja, maka kadang-kadang meraka diajak untuk bermain dan tidak masuk sekolah. Teman satu sekolahan pernah terjadi ketika berangkat bersama-sama dari rumah dan teman yang satunya ingin membolos karena malas berangkat 64
Hasil wawancara dengan guru BK Saraswati Salatiga
78
sekolah, temannya diajak untuk membolos padahal tadi dari rumah sendiri tidak ada niat untuk membolos karena ajakan teman dia jadi membolos. Secara umum faktor terjadinya penyimpangan moral ada dua yaitu secara internal dan secara eksternal. Dari faktor internal siswa melakukan penyimpangan moral karena faktor dari dalam diri sendiri siswa tersebut. Faktor tersebut biasanya akan lebih kuat dari pada faktor dari luar. Ketika siswa merasa jenuh, merasa bosan, merasa tidak nyaman pada suatu lingkungan maka siswa tersebut akan pergi manjauh untuk meninggalkan lingkungan tersebut, seperti halnya ketika siswa tersebut merasa bosan denga pelajaran bukan hal yang tidak mungkin jika siswa tersebut akan membolos. Motivasi dan minat seseorang untuk melakukan segala sesuatu tindakan merupakan faktor paling penting, tanpa minat dan motivasi seseorang tidak akan melakukan suatu tindakan. Jika seseorang sudah mempunyai motivasi yang tinggi maka apapun akan dilakukan tindakan tersebut. Begitu pula dengan motivasi siswa yang tinggi akan tidak melakukan perilaku menyimpang maka siswa akan selalu berperilaku baik dan benar sesuai dengan aturan yang berlaku di lingkungan tersebut yaitu sekolah. Sebaliknya ketika siswa tidak memiliki motivasi berbuat baik maka setiap hari perilakunya hanyalah menyimpang. Faktor yang kedua adalah faktor eksternal yaitu faktor yang yang berasal dari luar siswa. Faktor tersebut karena lingkungan siswa yang kurang baik. Seperti pada hasil wawancara di atas bahwa siswa membolos karena ikut-ikutan teman atau diajak teman, hal itu karena siswa tersebut salah teman, dari dalam
79
siswa tidak ada niat atau rencana untuk membolos, tetapi karena ajakan teman maka jadi membolos. Selain faktor diajak teman, perilaku menyimpang yang pernah terjadi adalah karena siswa memiliki masalah dari keluarga, dari rumah keluarga mereka sedang bertengkar atau bercerai sehingga hal itu membawa ke psikis anak terganggu akibatnya siswa tersebut malas untuk berangkat sekolah dan menyendiri untuk menenangkan pikiran. Hal lain yang mungkin terjadi lagi akibat psikis anak yang terguncang bisa terjadi minum-minuman keras bahkan bisa mencapai penggunaan obat terlarang. Tindak asusila bisa terjadi karena beberapa faktor seperti yang sudah diutarakan pada hasil wawancara di atas perilaku tindak asusila terjadi karena akibat siswa habis melihat video porno di internet, pakaian siswa perempuan yang terbuka mengundang siswa cowok sehingga perilaku tindak asusila akan terjadi. Dari hasil wawancara tersebut bahwa rata-rata faktor yang dominan adalah faktor dari luar siswa. Faktor-faktor tersebut akan semakin mempengaruhi siswa ketika dibiarkan, bahkan akan membawa korban baru. 1. Faktor-Faktor Pendukung a. Pengaruh Teman Di kalangan remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya di kota
80
itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang terpandang lainnya. Di zaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya membanggakan si remaja saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan ini adalah semu sifatnya. Malah kalau tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan nantinya. Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha mengikuti tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang, dan lain sebagainya. Cara Mengatasi : 1) Mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai 2) Orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun mengada-ada. Sebab dengan memberikan tanggung jawab dalam rumah akan dapat mengurangi waktu anak „kluyuran‟ tidak karuan dan sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas dan kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga.
81
3) Dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka diddik untuk mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang batasan teman yang baik. b.
Tekanan Orang Tua Dalam Memilih Pendidikan Memberikan pendidikan yang sesuai adalah merupakan salah satu tugas orangtua kepada anak, agar anak dapat memperoleh pendidikan yang sesuai, pilihkanlah sekolah yang bermutu. Terkadang hal ini yang menjadikan orang tua berkeras hati untuk memasukan anaknya kesekolah yang manurut orang tua adalah yang terbaik tapi belum tentu untuk anak itu sendiri. Tak jarang dengan adanya selisih paham tentang pendidikan anak menjadi lebih egois karena dia mempunyai tempat pendidikan menurutnya terbaik. Pemaksaan ini tidak jarang justru akan berakhir dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada sebagian anak yang berhasil mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustrasi dan akhirnya tidak ingin bersekolah sama sekali. Mereka malah pergi bersama dengan kawan-kawannya, bersenang-senang tanpa mengenal waktu bahkan mungkin kemudian menjadi salah satu pengguna obat-obat terlarang. Cara Mengatasinya : 1) Ketika anak telah berusia 17 tahun atau 18 tahun yang merupakan akhir masa remaja, anak mulai akan memilih
82
perguruan tinggi. Orangtua hendaknya membantu memberikan pengarahan agar masa depan si anak berbahagia. Arahkanlah agar anak memilih jurusan sesuai dengan kesenangan dan bakat anak, bukan semata-mata karena kesenangan orang tua. 2) Biarkan Kepercayaan anak untuk memilih pendidikannya dan orang tua mengawasi anak dan jangan terlalu membatasi selama itu masih dalam batas kewajaran. 2. Faktor-Faktor Penghambat a. Kurangnya perhatian dari orang tua, serta kurangnya kasih sayang. Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Sedangkan lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Karena itu baik-buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak. Keadaan lingkungan keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan remaja seperti keluarga yang broken home, rumah tangga yang berantakan disebabkan oleh kematian ayah atau ibunya, keluarga yang diliputi konflik keras, ekonomi keluarga yang kurang, semua itu merupakan sumber yang subur untuk memunculkan delinkuensi remaja. Dengan demikian perhatian dan kasih sayang dari orang tua merupakan suatu dorongan yang berpengaruh dalam kejiwaan seorang remaja dalam membentuk kepribadian serta sikap remaja sehari-hari.
83
Jadi perhatian dan kasih sayang dari orang tua merupakan faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja. b. Kebutuhan fisik maupun psikis anak-anak remaja menjadi tidak terpenuhi. Keinginan dan harapan anak-anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya. c. Anak tidak pernah mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup normal. Mereka tidak dibiasakan dengan disiplin dan kontrol-diri yang baik. d. Minimnya pemahaman tentang keagamaan. Di dalam kehidupan berkeluarga kurangnya pembinaan agama juga menjadi salah satu faktor terjadinya kenakalan remaja Dalam pembinaan moral, agama mempunyai peranan yang sangat penting karena nilai-nilai moral yang datangnya dari agama tetap tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat. Dalam pembinaan moral ataupun agama bagi remaja melalui rumah tangga perlu dilakukan sejak kecil sesuai dengan umurnya karena setiap anak yang dilahirkan belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, juga belum mengerti mana batas-batas ketentuan moral dalam lingkungannya. Karena itu pembinaan moral pada permulaannya dilakukan di rumah tangga dengan latihan-latihan, nasehat-nasehat yang dipandang baik. Maka pembinaan moral harus dimulai dari orang tua baik perlakuan, pelayanannya kepada remaja
84
dapat memperlihatkan contoh teladan yang baik melaksanakan shalat dan sebagainya yang merupakan hal-hal yang mengarah kepada perbuatan positif karena apa yang diperoleh dalam rumah tangganya akan dibawa kelingkungan masyarakat. Oleh karena itu pembinaan moral dan agama dalam keluarga penting sekali bagi remaja untuk menyelamatkan mereka dari kenakalan dan merupakan cara untuk mempersiapkan hari depan generasi yang akan datang, sebab kesalahan dalam pembinaan moral akan berakibat negatif terhadap remaja itu sendiri. Sebenarnya pemahaman tentang agama sebaiknya dilakukan semenjak kecil, yaitu melalui kedua orang tua dengan cara memberikan pembinaan moral dan bimbingan tentang keagamaan, agar nantinya setelah mereka remaja bisa memilah baik buruk perbuatan yang ingin mereka lakukan sesuatu di setiap harinya. Dalam masyarakat sekarang yang sudah begitu mengagungkan ilmu pengetahuan, kaidah-kaidah moral dan tata susila yang dipegang teguh oleh orang-orang dahulu menjadi tertinggal dibelakang. Dan didalam masyarakat yang telah terlalu jauh dari agama, kemerosotan moral orang dewasa sudah lumrah terjadi. Kemerosotan moral, tingkah laku dan perbuatan - perbuatan orang dewasa yang tidak baik menjadi contoh atau tauladan bagi anak-anak dan remaja sehingga berdampak timbulnya kenakalan remaja. Kekurangan spiritual termasuk ketidak
85
pahaman secara utuh tentang ajaran Islam sehingga mereka melakukan apa saja yang menjadi keinginan serta kemauan mereka. Pengaruh dari pada lingkungan sekitar, pengaruh budaya barat serta pergaulan dengan teman sebayanya yang sering mempengaruhinya untuk mencoba dan akhirnya malah terjerumus ke dalamnya. Di dalam kehidupan bermasyarakat, remaja sering melakukan keonaran dan mengganggu ketentraman masyarakat karena terpengaruh dengan budaya barat, pergaulan dengan teman sebayanya yang mana sering mempengaruhi untuk mencoba. Sebagai mana kita ketahui bahwa para remaja sangat senag dengan gaya hidup yang baru tanpa melihat faktor negatifnya.
Karena
dianggap
ketinggalan
zaman
jika
tidak
mengikutinya.
D. Pelaksanaan pembinaan oleh guru PAI dan BK 1. Guru Pendidikan Agama Islam a. Guru PAI SMK Saraswati Wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam dalam aspek pembinaan
atau
penanganan
guru
terhadap
siswa
berperilaku
menyimpang moralitas didapatkan data atau informasi sebagai berikut dibawah ini :
86
“Penanganan yang saya lakukan selaku guru agama yang melalui ketika pembelajaran dengan memberikan arahan bahwa membolos itu tidak boleh, membolos itu akan ketinggalan materi dengan teman-teman, terus kadang saya takut-takuti dengan nilai bahwa jika membolos akan saya kurangi nilainya atau saya memberi nilai jelek selain itu dengan pendekatan individu saya Tanya ada mssalah apa kok membolos gitu.”65 “Penanganan saya dengan mengajak siswa membaca al-quran, saya tanamkan nilai-nilai akhlak yang mulia, cerita sejarah nabinabi dengan sifat-sifat yang baik, selain itu dengan cerita-cerita fakta yang ada di lapangan atau sekitar kehidupan masyarakat. Menceritakan bahwa orang sukses bukan hanya karena pandai saja dalam ilmu pengetahuan tetapi karena akhlak yang baik dan benar.”66 “Penanganan yang saya lakukan biasanya saya lewat pelajaran dengan memberikan nasehat-nasehat, arahanan dan motivasi untuk belajar lebih giat lagi, jangan membolos, jangan melakukan tindak asusila masa depan kalian masih panjang, sehingga saaya biarkan mereka berenung untuk masa depan mereka masing-masing.”67 “Penanganan yang saya lakukan biasanya dengan pendekatan personal dan sharing-sharing santai sehingga siswa bisa diambil hatinya sehingga diharapkan bisa berubah.”68 “Penanganan yang saya lakukan jika ketahuan langsung pada hari itu juga ya langsung saya tegur dan saya beri sanksi. Siswa sebelum pembelajaran saya biasakan dengan membaca al-quran, kerja sama dengan siswa yang baik sehingga nanti mampu menjadi tangan panjang saya untuk menasehati dan mendapatkan informasi tenatng siswa yang menyimpang tersebut.”69 “Penanganan perilaku menyimpang yang dilakukan siswa adalah dengan pembelajaran klasikal, saya beri angket secara 65
Hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam di SMK Saraswati Salatiga Hasil wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam di SMK Saraswati Salatiga 67 Hasil wawancara dengan guru BK Saraswati Salatiga 68 Hasil wawancara guru PAI SMK Diponegoro Salatiga 69 Hasil wawancara guru BK SMK Diponegoro Salatiga 66
87
rahasia kemudian siswa yang bersangkutan saya panggil ke ruang BK untuk saya bombing secara mandiri, selain itu saya juga dengan bekerja sama dengan orang tua, wali kelas dan kesiswaan.”70 “Penanganan yang saya lakukan pertama saya memanggil anak tersebut ke BK, kemudian saya beri arahan dan bimbingan serta peringatan secara lisan, jika hak tersebut masih dilanggar lagi maka saya memanggil orang tuanya dan jika sampai 3x masih juga mengulang lagi penyimpangan moral maka dengan terpaksa sekolah mengembalikan siswa ke orang tuanya.”71 “Penanganan yang saya lakukan selaku guru PAI ya melalui pembelajaran di kelas dengan memberi arahan bahwa Allah itu membenci perbuatan-perbuatan tercela, selain itu saya dengan melakukan pembelajaran individu, ketika teman-teman mereka libur dia harus berangkat sendiri selama seminggu tidak menerima alasan apapun untuk tidak berangkat karena untuk menambah jam pelajaran.”72 Berdasarkan hasil wawancara di atas mengenai penanganan guruguru Pendidikan Agama Islam didapatkan data atau informasi tentang pelaksanaan penanganan siswa yang menyimpang di SMK Saraswati Salatiga adalah sebagai berikut: 1)
Pembelajaran materi keagamaan kepada anak didik.
2)
Penyuluhan rohani dengan mengedepankan nilai-nilai keagamaan dengan kearifan.
3)
Memberikan penjelasan berkaitan dengan pahala dan dosa dari perbuatan yang dilakukan siswa.
70
Hasil wawancara guru BK SMK Saraswati Salatiga Hasil wawancara guru BK Diponogoro Salatiga 72 Hasil wawancara guru PAI Diponegoro Salatiga 71
88
4)
Mengevaluasi bersama-sama dengan melibatkan langsung siswa lainnya agar menjadi kontrol dan koreksi bersama.
5)
Secara berkala siswa diberi tugas PAI dengan harapan ketika diberi tugas siswa akan tanggung jawab mengerjakan dan tidak akan membolos.
6)
Memberikan motivasi dan arahan bahwa orang sukses itu tidak cukup dengan pandai ilmu pengetahuan saja tetapi yang paling penting sekarang adalah akhlak seseorang, jika akhlak seseorang baik maka orang tersebut ketika akan mencari pekrjaan dalam hal menuju kesuksesan maka akan dipermudah Allah SWT. Berikut beberapa metode pembelajaran yang digunakan guru
Pendidikan Agama Islam di SMK Saraswati dalam membina siswasiswanya agar tidak melakukan tindakan menyimpang atau mengurangi tingkat menyimpang moral: 1) Metode Ceramah “Metode ceramah bertujuan untuk memberi nasehat, arahan, serta memotivasi kepada siswa.”73 2) Metode Diskusi “Metode diskusi ini digunakan untuk melatih sikap siswa untuk saling menghargai pendapat antar teman sehingga setelah pembelajaran siswa dapat menghargai pendapat orang lain yang mana dapat mengurangi tindakan tawuran antar pelajar.”74 73 74
Hasil wawancara dengan guru PAI di SMK Saraswati Salatiga Hasil wawancara dengan guru PAI di SMK Saraswati Salatiga
89
3) Metode Tanya Jawab “Pembelajaran dengan metode tanya jawab ini digunakan tola ukur mengenai perkembangan siswa, hal ini akan memicu siswa untuk lebih terbuka pada guru ketika ada permasalahan, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan moral siswa tersebut ketika sudah memuncak masalahnya.”75 4) Metode Pemberian Tugas “Pembelajaran dengan metode pemberian tugas dapat memberikan siswa pekerjaan dirumah, sehingga waktu untuk bermain menjadi berkurang.”76 5) Metode Keteladanan “Metode ini ialah dengan memberi contoh kepada siswa dengan mahsud siswa meniru perilaku tokoh-tokoh yang baik dan tidak melakukan tindakan yang kurang baik juga disampaikan namun tujuannya memberikan arahan agar tidak ditiru perilaku tersebut.”77 Pelaksanaan pembinaan oleh guru PAI dilakukan dengan cara memasukan unsur ibadah dengan tujuan terbiasa hidup agamis dengan pendekatan individu meningkatkan tingkat ibadah agar siswa nyaman perasaannya dan kuat ketika menghadapi masalah yang berat. Hal ini didasarkan dalam gambar 4.2.
75
Hasil wawancara dengan guru PAI di SMK Saraswati Salatiga Hasil wawancara dengan guru PAI di SMK Saraswati Salatiga 77 Hasil wawancara dengan guru PAI di SMK Saraswati Salatiga 76
90
Gambar 4.2.
b. Guru PAI SMK Diponegoro Berdasarkan hasil wawancara di atas maka penanganan guru Pendidikan Agama Islam
yang dilakukan kepada siswa yang
menyimpang didapatkan data atau informasi tentang pelaksanaan penanganan siswa yang menyimpang di SMK Diponegoro Salatiga adalah sebagai berikut: 1) Pemberian pengetahuan mengenai ajaran-ajaran agama terutama berkaitan dengan akhlaqul karimah. 2) Bimbingan agama melalui pendekatan personal. 3) Membangun komunikasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. 4) Guru Pendidikan Agama Islam mengajak segenap guru, kepala sekolah dan para staf untuk bersama-sama mengawasi dan mengevaluasi setiap perkembangan perilaku keseharian siswa.
91
Berikut beberapa metode pembelajaran yang digunakan guru PAI untuk mengajar siswa-siswa SMK Diponegoro, pembelajaran ini berfungsi sekaligus sebagai salah satu cara pembinaan siswa agar tidak melakukan penyimpangan moralitas. 1) Metode Ceramah “Metode ceramah digunakan untuk dapat mengetahui ketika ada siswa di kelasnya yang menyimpang dari aturan sehingga guru bisa menegur dan menasehati bahkan bisa memberi peringatan.”78 2) Metode Diskusi 3) Metode studi kasus “Pembelajaran dengan metode studi kasus diharapakan siswa mampu mempelajari kasus-kasus yang ada di sekitar masyarakat dan kususnya dikaitkan dengan kasus pelajar yang menyimpang dari pembelajaran tersebut diharapkan siswa mampu mengontrol diri ketika siswa berada pada kasus tersebut.”79 Guru Agama Islam adalah seseorang yang mengajar dan mendidik agama Islam dengan membimbing, menuntun, memberi tauladan dan membantu mengantarkan anak didiknya kearah kedewasaan jasmani dan rohani. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan agama yang hendak di capai yaitu membimbing anak agar menjadi seorang muslim yang sejati, beriman, teguh, beramal sholeh dan berakhlak mulia, serta berguna bagi masyarakat, agama dan negara.
78 79
Hasil wawancara dengan guru PAI di SMK Diponegoro Salatiga Hasil wawancara dengan guru PAI di SMK Diponegoro Salatiga
92
Secara
moral
guru
sangat
bertanggung
jawab
dalam
pengembangan sikap dan moral siswa, hal itu menjadi kewajiban seorang guru untuk membina dan mendidik siswa-siswanya sehingga menjadi siswa yang memiliki akhlak mulia. Jika siswa dididik dengan benar maka siswa tersebut tidak akan melakukan perilaku menyimpang, artinya secara tidak langsung guru sudah melakukan penanganan siswa yang melakukan tindakan penyimpangan moral jika guru benar-benar menjalankan tugasnya dan tidak hanya sekedar mengajar atau mentransfer ilmu atau pengetahuan saja semata. 2. Penanganan guru BK a. Penanganan guru BK SMK Saraswati Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK didapatkan data atau informasi tentang pelaksanaan penanganan siswa yang menyimpang di SMK Saraswati: “Pembelajaran klasikal dalam kelas, memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa, melakukan koordinasi dengan orang tua siswa untuk mengawasi segala bentuk dan tingkahlakunya, komunikasi langsung dengan orang tua dalam melihat perkembangan siswa dirumah, bekerjasama dengan guru agama dan kesiswaan apabila mendapati siswa yang sulit diarahkan.”80
80
Hasil wawancara dengan guru BK di SMK Saraswati Salatiga
93
b. Penanganan guru BK SMK Diponegoro Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK didapatkan data atau informasi tentang pelaksanaan penanganan siswa yang menyimpang di SMK Diponegora Salatiga adalah sebagai berikut: 1) Memberikan materi konseling antara lain: “Mengajarkan sikap dan kebiasaan belajar yang positif seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar.”81 “Mengajarkan kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.”82 “Mengajarkan keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.”83 2) Konsultasi langsung Penanganan guru BK di SMK Diponegoro dilakukan melalui konsultasi langsung dengan siswa yang bermasalah. Hal ini didasarkan pada gambar 4.3.
81
Hasil wawancara dengan guru BK di SMK Diponegoro Salatiga Hasil wawancara dengan guru BK di SMK Diponegoro Salatiga 83 Hasil wawancara dengan guru BK di SMK Diponegoro Salatiga 82
94
Gambar 4.3.
3) Berkoordinasi dengan wali kelas 4) Berkoordinasi dengan orang tua Mendidik bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi dengan jumlah siswa yang dididik lebih banyak dan tidak imbang dengan jumlah yang yang mendidik, begitu pula dengan pelaksanaan pembinaan siswa yang menyimpang, di sekolah SMK Saraswati hampir kebanyakan adalah siswa laki-laki sehingga tingkat perilaku menyimpang pasti akan lebih besar dan tingkat menyebarnya perilaku menyimpang akan semakin mudah. Jika jumlah guru yang menangani kurang maka hasil tidak akan bisa maksimal, ditambah lagi guru juga tidak hanya mengurus siswa sekolah saja tetapi juga memiliki keluarga juga yang membutuhkan perhatian. Dengan demikian peran guru sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara
95
optimal. Minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara peserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar agar mampu memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik Bimbingan
merupakan
bantuan
kepada
individu
dalam
menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang lebih baik. Bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut. Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah diantaranya terletak pada aspek yang menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya yang menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral.
E. Pola penanganan guru PAI dan BK 1. Pola Penanganan Guru PAI di SMK Saraswati dan SMK Diponegoro Salatiga
96
Wawancara dengan para guru PAI yang mengajar di SMK Diponegoro dan SMK Saraswati adalah sebagai berikut: “Pola penanganan yang saya lakukan lebih ke preventif yaitu dengan memasukan unsur ibadah dengan tujuan terbiasa hidup agamis.”84 “Pola yang saya lakukan selaku guru PAI adalah dengan preventif yaitu mencegah terjadinya penyimpangan moral yaitu dengan mengancam nilai agar tidak melakukan membolos siswa tersebut, selain itu dengan pendekatan individu meningkatkan tingkat ibadah agar siswa nyaman perasaannya dan kuat ketika menghadapi masalah yang berat tidak frustasi.”85 Berdasarkan hasil wawancara dengan guru-guru PAI yang mengajar di SMK Saraswati dan SMK Diponegoro Salatiga, ditemukan bahwa pola penanganan yang dilakukan oleh guru-guru pendidikan agama islam lebih ke pola preventif, guru dalam meminimalisir peristiwa penyimangan sosial yaitu yang terbanyak adalah siswa membolos, guru dengan mengancam pada pemberian nilai siswa, sehingga dengan cara tersebut siswa yang akan membolos menjadi berpikir ulang ketika akan membolos, karena siswa takut dengan nilai yang jelek, maka siswa tidak jadi membolos. Selian dengan ancaman nilai, guru pendidikan agama islam juga setiap sebelum mengajar, siswa diajak ke mushola untuk membaca Al-qur‟an, sholat dhuha, membaca asmaul husna, dan pengarahan-pengarahan akhlak dengan tujuan siswa dapat menambah keimanan diri sehingga siswa menjadi lebih baik lagi. 84 85
Hasil wawancara dengan guru PAI SMK Saraswati Salatiga Hasil wawancara dengan guru PAI SMK Saraswati Salatiga
97
Penanganan guru PAI dilakukan melalui pendekatan personal dan pembelajaran secara klasikal. Hal ini didasarkan pada gambar 4.4. Gambar 4.4.
2. Pola Penanganan Guru BK di SMK Diponegoro Salatiga Pola penanganan yang dilakukan guru BK yaitu melalui penyuluhan, penerangan, pengawasan, dan pengendalian. Hal ini sesuai pada gambar 4.5. Gambar 4.5.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK di SMK Diponegoro didapatkan data atau informasi sebagai berikut;
98
“Pola penanganan yang saya lakukan selaku guru pendidikan agama islam di SMK Diponegoro dengan preventif yaitu melakukan pembekalan secara pendekatan personal antar individu dan sharingsharing dengan siswa agar siswa mereka merasa nyaman ketika dekat dengan guru.”86 Pola yang digunakan dalam penanganan penyimpangan yang dilakukan siswanya adalah dengan dua pola. Pertama, dengan preventif, yaitu guru BK memberi pengarahan secara langsung kepada siswa dengan memberi pelajaran di kelas. BK di kedua SMK tersebut dimasukan jam pelajaran, sehingga guru BK bisa langsung memberi pengarahan dan motivasi kepada siswa untuk tidak melakukan penyimpangan kususnya adalah membolos sekolah, guru juga memberi pengarahan secara personal ketika ada siswa yang memiliki masalah dengan cara mengajak siswa secara individu keruangan BK untuk diberi arahan dan nasehat secara lebih mendalam lagi dengan tujuan dapat membantu siswa menyelesaikan masalah siswa. Kedua, guru BK menangani siswa yang menyimpang dengan memberi sanksi, meskipun sebenarnya pola tersebut tidak diperbolehkan dalam BK namun ketika siswa yang sudah keterlaluan penyimpangannya dalam arti berulang-ulang dinasehati belum berubah, maka guru memberi sanksi mulai dari teguran sampai memanggil orang tua jika siswa tersebut tidak mengalami perubahan sikap dan moralnya.
86
Hasil wawancara dengan guru BK SMK Diponegoro
99
Pendidikan Agama Islam di sekolah merupakan sistem pembelajaran yang selalu berkaitan dengan nilai-nilai moral keagamaan serta memuat berbagai karakter positif sesuai dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri, sehingga diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Secara
komprehensif tujuannya
adalah untuk membentuk
kepribadian islami yang esensinya mengandung berbagai muatan moral yang perlu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat. Akan tetapi apabila diberikan dengan cara yang kurang sistematis, maka akan timbul pada diri siswa tidak senang dengan guru agamanya dan tidak senang dalam mempelajarinya. Pembelajaran sebagai usaha sadar yang sistematik selalu bertolak dari landasan dan mengindahkan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting karena pembelajaran merupakan pilar utama terhadap pengembangan manusia dan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan metode yang tepat untuk setiap jenis bahan memerlukan jenis belajar sendiri. Pada umumnya dikenal jenis bahan dan jenis belajar yang sesuai dengannya. a. Bahan yang memerlukan pengamatan. Pengetahuan yang dimiliki oleh anak pada umumnya diperoleh melalui pengamatan atau alat indera. Contoh pengetahuan tentang shalat dan pelaksanaannya. Dengan mendengar uraian guru murid dapat mengetahui belai indera pendengar, dan begitu juga dengan membaca maka indera penglihatan yang berfungsi dari contoh di atas maka metode yang cocok adalah metode
100
ceramah metode resitasi atau metode proyek (dalam hal ini proyek tentang shalat). b. Bahan yang memerlukan keterampilan atau gerakan tertentu. Untuk mengusai bahan sejenis ini seseorang terutama harus belajar secara motoris (motor type of learning) contoh bahan pelajaran tentang jenazah (mengkafani jenazah) untuk mengusai keterampilan itu guru harus memberi kesempatan kepada murid melakukan serangkaian kegiatan yang
berhubungan
dengan
gerakan-gerakan
atau
keterampilan
mengukur, menggunting, membungkus serta keterampilan membaca doa atau bacaan yang berhubungan dengan jenazah. Dari contoh di atas maka metode yang relevan adalah metode demonstrasi dan drill. c. Bahan yang mengandung materi hafalan. Bahan pelajaran agama yang seperti ini termasuk cukup banyak dan segera harus diketahui dan dihafalkan karena akan digunakan dalam beribadah dan beramal untuk mempelajari bahan hafalan ini diperlukan jenis belajar menghafal (memory type of learning). Belajar dengan menghafal sering menimbulkan penyakit verbalisme yaitu anak tahu cara penyebutan kata-kata, definisi dan sebagainya, tetapi tidak dipahami. Untuk menghindari anak dari penyakit tersebut perlu diperhatikan prinsipprinsip berikut : Bahan yang akan diajarkan hendaknya diusahakan agar dipahami benar-benar oleh anak. Dan Bahan hafalan hendaknya
101
merupakan suatu kebulatan jadi untuk materi hafalan. Metode yang relevan adalah metode resitasi dan tanya jawab. d. Bahan yang mengandung unsur emosi. Bahan yang mengandung emosi seperti kejujuran, keberanian, kesabaran, kegembiraan, kasih sayang dan sebagainya. Bahan seperti ini memerlukan jenis belajar tersendiri yang disebut emosional type of learning, dibandingkan dengan jenis belajar yang lain, jenis belajar emosi ini belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena jenis belajar ini kurang dipahami dan pelaksanaannya tidak mudah. e. Penggunaan
metode
driil
dalam
pembelajaran
tingkat
SMA.
Metode drill adalah suatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan, agar siswa memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang dipelajari. Dengan demikian terbentuklah pengetahuan-siap atau keterampilan siap yang setiap saat siap untuk di pergunakan oleh yang bersangkutan. Bentukbentuk metode drill dapat direalisasikan dalam berbagai bentuk tehnik, yaitu sebagai berikut: 1) Tehnik Inquiry (kerja kelompok). Tehnik ini dilakukan dengan cara mengajar sekelompok anak didik untuk bekerja sama dan memecahakan masalah dengan cara mengerjakan tugas yang diberikan.
102
2) Tehnik Discovery (penemuan). Dilakukan dengan melibatkan anak didik dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, diskusi. 3) Tehnik Micro Teaching. Digunakan untuk mempersiapkan diri anak didik sebagai calon guru untuk menghadapi pekerjaan mengajar di depan kelas dengan memperoleh nilai tambah atau pengetahuan, kecakapan dan sikap sebagai guru. 4) Tehnik Modul Belajar. Digunakan dengan cara mengajar anak didik
melalui
paket
belajar
berdasarkan
performan
(kompetensi). 5) Tehnik Belajar Mandiri. Dilakukan dengan cara menyuruh anak didik agar belajar sendiri, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang lebih baik. Bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut. Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah diantaranya terletak pada aspek yang menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau
103
mencapai tugas-tugas perkembangannya yang menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral. Konsultasi langsung dilakukan sebagai wujud perhatian guru kepada siswa yang mengalami berbagai masalah, hal ini bertujuan untuk meningkatkan intensitas komunikasi antar siswa dan guru sebagai kontrol dalam pengawasan adalah suatu proses belajar-mengajar yang dilakukan secara individu. Dengan metode ini, guru dapat mengajar secara intensif, karena dapat disesuaikan dengan tingkat kesulitan yang dihadapi siswa dan kemampuan individu siswa. Prinsip yang digunakan dalam bimbingan individual direalisasikan dengan menyediakan bahan ajaran untuk kegiatan utama, juga disusun bahan ajar untuk kegiatan perbaikan dan pengayaan. Konsep belajar tuntas yang dilakukan dalam bimbingan individual sangat menekankan pentingnya peranan umpan balik dari siswa. Kemajuan belajar siswa segera dinilai, kemudian hasil penilaian tesebut menjadi umpan balik bagi kegiatan perbaikan dan pengayaan. Perbaikan diberikan kepada siswa yang belum menguasai bahan ajar secara tuntas, sedangkan pengayaan diberikan kepada peserta didik yang perkembangan belajarnya cepat. Pola yang dilakukan guru BK adalah dengan Pola preventif (pencegahan), melalui penyuluhan, penerangan, pengawasan, pengendalian, seni, dan keagamaan. Pola represif (penindakan), yaitu melalui proses pendidikan dan proses peradilan hukum yang berlaku terutama bagi para pelaku kenakalan remaja yang melanggar KUHP dan perundang-undangan
104
lainnya. Pola pembinaan khusus dan rehabilitasi terutama ditujukan kepada korban penyalahgunaan narkotika, obat, dan alkohol. Bagi pelaku yang sudah dianggap sangat menghawatirkan disidang dengan dihadirkan kedua orangtuanya kemudian dikasih tawaran dua hal yaitu pengunduran diri atau pindah sekolah. Seperti halnya, kasus tawuran yang berujung sampai ke kepolisisan, kasus hamil pra nikah, dan tindakan perkelahian yang berujung pidana.
F. Bentuk perubahan sikap dan moral siswa Pada masa remaja, siswa mengalami gejolak batin dan perubahan perilaku yang tidak menentu. Perubahan ini merupakan suatu kebutuhan tersendiri oleh karena mereka sedang dalam keadaan membutuhkan suatu pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri. Pedoman ini untuk menumbuhkan identitas diri,kepribadian yang matang dan menghindarkan diri dari konflik-konflik yang selalu terjadi di masa ini. Nilai-nilai keagamaan perlu mendapat perhatian, karena agama juga mengatur tingkah laku baik buruk. Sehingga dapat dikatakan bahwa suatu lingkungan yang lebih bersifat mengajak, mengundang, atau memberi kesempatan akan lebih efektif daripada lingkungan yang ditandai dengan adanya larangan- larangan yang bersifat serba membatasi. Wawancara dengan para guru PAI dan guru BK adalah sebagai berikut:
105
“Setelah diberi binaan baik dari wali kelas, guru PAI siswa yang awalnya sering membolos menjadi tidak membolos lagi, awalnya tidak sholat sekarang Alhamdulillah sudah mau sholat sunah dan wajib berjamaah di mushola sekolahan ini, ya mudah-mudahan itu berlaku juga ketika siswa di rumah”87 “Untuk hasil dari binaan ya dipengaruhi juga corpoarate orang tua mas, ada yang sekarang sudah berubah menjadi lebih baik tidak menyimpang lagi karena orang tuanya juga ikut andil dalam penanganan ini, ada juga yang sampai sekarang belum berubah masih tahap pemantauan karena orang tuanya sudah tidak mau tahu lagi urusannya mas, mau sekolah mau tidak silakan hal ini karena orang tuanya yang mau cerai dan belum ada kepastian mas sehingg anaknya menjadi pelampiasan tersebut”88 Berdasarkan
hasil
penelitian di
atas, siswa
yang melakukan
penyimpangan moralitas kususnya dalam hal membolos setelah diberi pengarahan, penanganan baik dari guru PAI dan guru BK, tingkat membolos siswa menjadi berkurang atau menuru, artinya penanganan guru-guru di kedua sekolah tersebut cukup berhasil dalam membentuk sikap dan moral baru bagi siswa yang melakukan penyimpangan moralitas. Keberhasilan guru-guru dalam menangani siswa-siswanya yang melakukan penyimpangan moralitas itu karena adanya akomunikasi yang efektif baik dengan siswa sendiri, dengan guru lainnya, dengan wali kelas, dengan kesiswaan ataupun dengan orang tua siswa. Dengan adanya penanganan tersebut jumlah siswa yang melakukan penyimpangan moralitas berkurang dari bulan ke bulan.
87 88
Hasil wawancara dengan guru PAI SMK Diponegoro Salatiga Hasil wawancara dengan guru BK Saraswati Salatiga
106
Perilaku menyimpang siswa salah satunya disebabkan oleh minimnya pendidikan moral dan agama. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan agama sangat mempengaruhi moral seseorang. Karena dalam agama diajarkan untuk tidak berbuat tindakan tercela atau jahat terhadap diri sendiri dan orang lain dalam bentuk apapun. Agama dapat menjadi salah satu faktor pengendali tingkah laku remaja. Karena pendidikan agama memang mewarnai kehidupan masyarakat. Beberapa faktor penyebab terjadinya perilaku menyimpang ialah perilaku yang menyimpang dapat pula disebabkan karena sikap mental yang tidak sehat, tidak adanya keharmonisan dalam keluarga dapat menjadi penyebab terjadinya perilaku menyimpang, seseorang yang mengalami kekecewaan apabila tidak dapat mengalihkannya ke hal yang positif, maka ia akan berusaha mencari pelarian untuk memuaskan rasa kecewanya, perilaku menyimpang yang terjadi karena dorongan kebutuhan ekonomi, dan disebabkan karena terpengaruh oleh lingkungan kerjanya atau teman sepermainannya. Begitu juga peran media massa, sangat berpengaruh terhadap penyimpangan perilaku. Upaya mengantisipasi tersebut melalui penanaman nilai dan norma yang kuat melalui proses sosialisasi dan pelaksanaan peraturan yang konsisten. Hal ini bertujuan untuk pembentukan konsep diri, pengembangan keterampilan, pengendalian diri, pelatihan komunikasi, dan pembiasaan aturan. Segala bentuk peraturan yang dikeluarkan pada hakekatnya adalah usaha mencegah adanya tindak penyimpangan, sekaligus juga sebagai sarana penindak perilaku
107
penyimpangan. Namun apabila peraturan-peraturan yang dikeluarkan tidak konsisten justru akan dapat menimbulkan tindak penyimpangan. Dalam pembinaan perlu didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral. Tidak hanya memberikan evaluasi, tetapi juga merangsang anak tersebut supaya lebih aktif dalam beberapa pembicaraan dan pengambilan keputusan. Di lingkungan keluarga, teman sepergaulan, serta organisasi atau kelompok. Sedangkan disekolah misalnya anak diberi kesempatan untuk diskusi kelompok, sehingga anak berperan secara aktif dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan. Anak tidak hanya harus mendengarkan tetapi juga harus dirangsang agar lebih aktif. Misalnya mengikutsertakan ia dalam pengambilan keputusan di keluarga dan pemberian tanggung jawab dalam kelompok sebayanya. Karena nilai-nilai kehidupan yang dipelajari barulah betul-betul berkembang apabila telah dikaitkan dalam konteks kehidupan bersama. Secara moral guru sangat bertanggung jawab dalam pengembangan sikap dan moral siswa, hal itu menjadi kewajiban seorang guru untuk membina dan mendidik siswa-siswanya sehingga menjadi siswa yang memiliki akhlak mulia. Jika siswa dididik dengan benar maka siswa tersebut tidak akan melakukan perilaku menyimpang, artinya secara tidak langsung guru sudah melakukan penanganan siswa yang melakukan tindakan penyimpangan moral jika guru benar-benar menjalankan tugasnya dan tidak hanya sekedar mengajar atau mentransfer ilmu atau pengetahuan saja semata.
108
Bentuk-bentuk penyimpangan siswa-siswi SMK Saraswati Salatiga seperti membolos, merokok, berkata kotor, berani sama guru ketika dinasehati, perkelahian antar teman, mabuk-mabukan, tawuran yang disebabkan karena faktor balas dendam, dan tindak asusila, setelah mendapatkan pengarahan dan bimbingan dari guru PAI maupun BK, perilakunya menyimpangnya secara berangsur-angsur dapat berkurang sehingga dapat dikendalikan sesuai harapan para guru dan orang tuanya. Adapun bentuk-bentuk penyimpangan siswa-siswi SMK Diponegoro Salatiga meliputi membolos, siswa dari rumah berangkat tetapi tidak sampai sekolahan kemudian
pulang sebelum waktunya, berkelahi dengan teman
sekelas, mabuk-mabukan, tawuran, dan tindak asusila seperti ciuman, gandengan tangan serta pelukan, dapat dikondisikan seiring dengan pengawasan dan bimbingan yang selalu dimonitoring dari para guru khususnya dari guru BK. Bentuk perubahan sikap dan moral yang terbentuk dari setelah dapat penanganan dari guru PAI tidak hanya berubah tidak membolos lagi, namun juga siswa yang biasanya tidak sholat, setelah dapat penanganan dari guru siswa sedikit-sedikti sudah mau menjalankan sholat wajibnya. Perubahan sikap dan moral siswa yang awalnya melakukan perilaku menyimpang setelah mendapat penanganan dari guru PAI dan guru BK baik secara klasikal atau mandiri ratarata mengalami perubahan yang yang cukup baik. Menurut guru BK SMK Diponegoro, perubahan siswa yang telah ditangani mencapai 75% menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN 1. Bentuk-bentuk penyimpangan siswa-siswi
SMK Saraswati Salatiga ialah
membolos, merokok, berkata kotor, berani sama guru ketika dinasehati, perkelahian antar teman, mabuk-mabukan, tawuran yang disebabkan karena faktor balas dendam, dan tindak asusila. 2. Bentuk-bentuk penyimpangan siswa-siswi SMK Diponegoro Salatiga adalah membolos, siswa dari rumah berangkat tetapi tidak sampai sekolahan kemudian
pulang sebelum waktunya, berkelahi dengan teman sekelas,
mabuk-mabukan, tawuran, dan tindak asusila seperti ciuman, gandengan tangan serta pelukan. 3. Penanganan guru PAI dan BK dengan cara pendekatan personal dan pembelajaran secara klasikal ketika melakukan pembelajaran di kelas. 4. Pola penanganan yang dilakukan guru PAI SMK Diponegoro Salatiga adalah dengan pola preventif. Pola preventif yang dilakukan ialah dengan melakukan pembekalan secara pendekatan personal antar individu dan sharing. 5. Pola penanganan yang dilakukan guru BK di SMK Diponegoro Salatiga adalah dengan pola preventif dan represif. Pola preventif (pencegahan) 109
110
melalui penyuluhan, penerangan, pengawasan, pengendalian, seni, dan keagamaan. Pola represif (penindakan) yaitu melalui proses pendidikan dan proses peradilan hukum yang berlaku terutama bagi para pelaku kenakalan remaja yang melanggar KUHP dan perundang-undangan lainnya. 6. Pola penanganan yang dilakukan guru PAI di SMK Saraswati Salatiga ialah dengan pola preventif yaitu dengan memasukan unsur ibadah dengan tujuan terbiasa hidup agamis dengan pendekatan individu meningkatkan tingkat ibadah agar siswa nyaman perasaannya dan kuat ketika menghadapi masalah yang berat tidak frustasi, serta dengan cara mencegah terjadinya penyimpangan moral yaitu dengan mengancam nilai agar tidak membolos. 7. Pola penanganan yang dilakukan guru BK di SMK Saraswati Salatiga dengan dua pola. Pertama, dengan pola preventif, yaitu guru BK memberi pengarahan secara langsung kepada siswa dengan memberi pelajaran di kelas, sehingga guru BK bisa langsung memberi pengarahan dan motivasi kepada siswa untuk tidak melakukan penyimpangan kususnya membolos. Guru juga memberi pengarahan secara personal ketika ada siswa yang memiliki masalah dengan cara mengajak siswa secara individu keruangan BK untuk diberi arahan dan nasehat secara lebih mendalam lagi dengan tujuan dapat membantu siswa menyelesaikan masalah siswa. Kedua, guru BK menangani siswa yang menyimpang dengan memberi sanksi, meskipun sebenarnya pola tersebut tidak diperbolehkan dalam BK namun ketika siswa yang sudah keterlaluan penyimpangannya dalam arti berulang-ulang
111
dinasehati belum berubah, maka guru memberi sanksi mulai dari teguran sampai memanggil orang tua jika siswa tersebut tidak mengalami perubahan sikap dan moralnya.
B. SARAN 1. Sebaiknya dalam penanganan siswa yang menyimpang tidak hanya pada guru PAI dan BK saja tetapi semua guru memiliki kewajiban yang sama. 2. Guru BK sebaiknya ketika ada siswa yang tidak masuk sekolah beberapa hari tanpa keterangan, guru BK perlu datang kerumah siswa. 3. Perlu adanya penerapan penilaian bobot masalah kepada siswa agar dapat diketahui secara lebih rinci dan terarah terhadap saksi yang harus diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bar, Ibnu. Al-Istidzkar. Beirut: Darulkitab Alamiyah, 463. Ahmadi, Abu, & Widodo, Supriyono. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Arifin, Anwar. Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang undang SisDiknas. Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2003. Budiningsih, C. Asri. Pembelajaran Moral. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004. Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2011. Daradjat, Zakiah. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Daradjat, Zakiyah. Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental. Jakarta: Bulan Bintang, 1975. Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009. Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010. Dirjen Pendidikan Islam. UU RI Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen serta UU RI, No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS. Jakarta, 2006. Endang, Poerwanti, & Nur, Widodo. Perkembangan Peserta Didik. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002. Gunawan, Yusuf. Pengantar Bimbingan Konseling. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992. 112
113
Hariwijaya, M.. Metodologi Dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Yogjakarta: Elematera Publishing, 2007. Haryanto, Sukandarrumidi. Dasar-dasar Penulisan Proposal Penelitian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004. Inge, Pudjiastuti, “Peran Guru Dalam Menumbuhkembangkan Karakter Best”, Jurnal Pendidikan Penabur 12 (2013):13-22. Langgulung, Hasan. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Bandung: AlMa‟arif, 1980. Marimba, Ahmad, D.. Pengantar Filasafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma‟arif, 1962. Miles, Matthew, & A. Michael, Huberman. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1992. Moleong, Lexy, J.. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011. Muhdhor, Atabik, Ali, Ahmad, Zuhdi. Kamus Bahasa Arab Kontemporer. Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003. Mushaf, Al-Quran. Depok: Neija, 2012. Nur, Ainiyah., “Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam”, Jurnal Al-Ulum Semarang (2013): 25-38. Panuju, Panut, & Ida, Umami. Psikologi Remaja. Yogyakarta : Tiara Wacana, 1999. Prayitno, & Erman, Anti. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
114
Prayitno. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta, 1997. Purwanto, M. Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007. Saifudin, Abdul, Bari, dkk.. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatus. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2002. Sarwono, Sarlito, Wirawan. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997. Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994. Sudarsono. Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Sugiyono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2012. Syafaat, Aat, dkk.. Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers, 2008. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007. Walgito, Bimo. Pengantar psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset, 1997. Warsiyah., “Pengaruh Tingkat Keimanan, Prokrastinasi Akademik dan Sikap terhadap Menyontek pada Perilaku Menyontek Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo”, TESIS IAIN Walisongo Semarang (2013): 4560. Yunus, Mahmud. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Jakarta: Hida Karya Agung, 1983.
115
Zuhairini. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Malang: Universitas Islam Negeri Malang, 2004. Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
BIOGRAFI PENULIS
Nama
:
Ahmad Mas‟udi
Tempat Tanggal Lahir : Kabupaten Semarang, 28 Oktober 1987 Pekerjaan
:
Wiraswasta
Alamat
:
Dusun Semowo RT.04 RW.01 Desa Semowo, Kecamatan
Pabelan,
Kabupaten
Semarang,
Jawa Tengah, Indonesia Pendidikan
:
1. RA Al-Ittihad Semowo, lulus tahun 1993 2. MI Al-Ittihad Semowo, lulus tahun 1999 3. MTs Al-Manar Bener, lulus tahun 2002 4. MAK Al-Manar Bener, lulus tahun 2005 5. S1 Tarbiyah STAIN Salatiga, lulus tahun 2009 6. S2 IAIN Salatiga, lulus tahun 2015
Pengalaman Organisasi
1. LPM Dinamika STAIN Salatiga tahun 2005-2007 :
2. Resimen Mahasiswa STAIN Salatiga tahun 2005 3. PMII Salatiga tahun 2005-2007 4. Ketua Karangtaruna Desa Semowo 2010 – 2012
Keluarga
:
Istri : Santi Widyastuti, S.ST. Anak : Injakhi Taqiyya Tasyakkuro Sa‟ida