Pola Pembiayaan Usaha Kecil Menengah USAHA BUDIDAYA KEDELAI
Kata Pengantar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran penting dan strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank, baik karena kendala teknis, misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala non teknis, misalnya keterbatasan akses informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, perbankan juga membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka menyediakan rujukan bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM serta menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan informasi pola pembiayaan untuk komoditas potensial tersebut dalam bentuk model/pola pembiayaan komoditas (lending model). Sampai saat ini, Bank Indonesia telah telah menghasilkan 124 judul buku pola pembiayaan pola konvensional dan 34 judul buku pola pembiayaan pola syariah. Dalam upaya menyebarluaskan hasil penelitian dimaksud kepada masyarakat, maka buku pola pembiayaan ini akan dimasukkan dalam minisite Info UMKM yang dapat diakses melalui internet di alamat: http://www.bi.go.id/id/id/umkm/
kelayakan/pola-pembiayaan. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang bersedia membantu dan bekerjasama serta memberikan informasi dan masukan selama pelaksanaan kajian. Bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan, masukan bagi kesempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait isi buku ini dapat menghubungi: BANK INDONESIA Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Grup Pengembangan UMKM Divisi Pengembangan dan Pengaturan UMKM Jalan M. H. Thamrin No. 2, Jakarta Pusat Telp. 021 2981-7991 | Faks. 021 351-8951 Besar harapan kami, bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang pola pembiayaan komoditas bagi perbankan dan sekaligus memperluas replikasi pembiayaan terhadap UMKM pada komoditi tersebut. n
Jakarta, november 2013
i
RINGKASAN POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL MENENGAH USAHA BUDIDAYA KEDELAI No Usaha Pembiayaan
Uraian
1
Jenis Usaha
Usaha Budidaya Kedelai
2
Lokasi Usaha
Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur
3 Dana yang Digunakan (Per Musim Tanam) 4
Investasi Modal Kerja Total
: Rp4.426.000,: Rp12.410.500,: Rp16.836.500,-
Sumber Dana a. Kredit (70%) Rp11.785.550,b. Modal Sendiri (30%) Rp5.050.950,-
5 Periode Pembayaran Kredit
Pengusaha melakukan angsuran pokok dan angsuran bunga setiap kali panen (bulan ke-4) , selama 2 kali angsuran dalam setahun
6
4 tahun Kedelai Varietas Anjasmoro dan Rajabasa 1 hektar dengan produksi 1,9 ton/ha per siklus Lokal/Regional/Nasional Teknik budidaya sesuai POS Kementan
Kelayakan Usaha a. Periode proyek b. Produk utama c. Skala proyek d. Pemasaran produk e. Teknologi
7 Kriteria Kelayakan Usaha a. NPV Rp1.456.846, b. IRR 19,52% c. Net B/C Ratio 1,33kali d. Pay Back Period 3,60 tahun e. Penilaian Layak dilaksanakan 8 Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 6% Analisis Profitabilitas a. NPV Rp530.000, b. IRR 15,37%
ii
No Usaha Pembiayaan
Uraian
c. Net B/C Ratio d. Pay Back Period e. Penilaian
1,12 kali 3,84 tahun Layak dilaksanakan
9 Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 2% Analisis Profitabilitas a. NPV - Rp396.845, b. IRR 11,23% c. Net B/C Ratio 0,91 kali d. Pay Back Period 4,12 tahun e. Penilaian Tidak layak dilaksanakan 10 Analisis Sensitivitas : Kenaikan Biaya Variabel 3% Analisis Profitabilitas a. NPV Rp268.158, b. IRR 14,20% c. Net B/C Ratio 1,06 kali d. Pay Back Period 3,92 tahun e. Penilaian Layak dilaksanakan 11 Analisis Sensitivitas : Kenaikan Biaya Variabel 4% Analisis Profitabilitas a. NPV - Rp128.072, b. IRR 12,43% c. Net B/C Ratio 0,97 kali d. Pay Back Period 4,04 tahun e. Penilaian Tidak layak dilaksanakan 12 Analisis Sensitivitas Kombinasi : Penurunan Pendapatan 1% dan Variabel Naik 1% Analisis Profitabilitas a. NPV Rp133.771, b. IRR 13,60% c. Net B/C Ratio 1,03 kali d. Pay Back Period 3,96 tahun e. Penilaian Layak dilaksanakan 13 Analisis Sensitivitas Kombinasi : Penurunan Pendapatan 2% dan Variabel Naik 2% Analisis Profitabilitas a. NPV - Rp1.189.304, b. IRR 7,68% c. Net B/C Ratio 0,73 kali d. Pay Back Period 4,39 tahun e. Penilaian Tidak layak dilaksanakan
iii
Daftar Isi
iv
KATA PENGANTAR RINGKASAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
i ii iv vi vi vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN 2.1. Profil Usaha 2.2. Profil Pengusaha 2.3. Pola Pembiayaan
2 3 3 4
BAB III ASPEK TEKNIS PRODUKSI 3.1. Lokasi Usaha 3.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan 3.3. Bahan Baku 3.4. Tenaga Kerja 3.5. Teknologi 3.6. Proses Produksi 3.7. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi 3.8. Produksi Optimum 3.9. Kendala Produksi
6 7 7 11 11 12 13 20 21 22
BAB IV ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 4.1. Aspek Pasar 4.1.1. Permintaan 4.1.2. Penawaran 4.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar 4.2. Aspek Pemasaran 4.2.1. Harga 4.2.2. Jalur Pemasaran Produk 4.2.3. Kendala Pemasaran
24 25 25 25 26 27 27 28 29
BAB V ASPEK KEUANGAN 5.1. Pemilihan Pola Usaha 5.2. Asumsi dan Parameter dalam Analisis Keuangan 5.3. Komponendan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional 5.3.1. Biaya Investasi
30 31 31 33 33
Daftar Isi
5.3.2. Biaya Operasional 33 5.4. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja 34 5.5. Produksi dan Pendapatan 37 5.6. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point 37 5.7. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek 37 5.8. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha 39 5.9. Kendala Keuangan 41 BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN, DAMPAK LINGKUNGAN 6.1. Aspek Ekonomi dan Sosial 6.2. Dampak Lingkungan
42 43 43
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 7.2. Saran
46 47 48
DAFTAR PUSTAKA
52
LAMPIRAN
54
v
Daftar Tabel Tabel 3.1. Kebutuhan Tenaga Kerja Usaha Budidaya Kedelai per Hektar 12 Tabel 3.2. Spesifikasi Persyaratan Mutu Kedelai (SNI) 01-3922-1995) 20 Tabel 3.3. Luas Tanam, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Kabupaten Jember 21 Tabel 4.1. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai Tahun 2002-2011 26 Tabel 5.1. Asumsi Dalam Analisis Keuangan 31 Tabel 5.2. Biaya Investasi Usaha Budidaya Kedelai per Hektar 33 Tabel 5.3. Biaya Variabel Usaha Budidaya Kedelai per Hektar 34 Tabel 5.4. Biaya Tetap Usaha Budidaya Kedelai per Hektar 34 Tabel 5.5. Struktur Kebutuhan Dana Usaha Budidaya Kedelai per Hektar 35 Tabel 5.6. Angsuran Kredit Investasi Usaha Budidaya Kedelai per Hektar 35 Tabel 5.7. Angsuran Kredit Modal Kerja Usaha Budidaya Kedelai per Hektar 36 Tabel 5.8. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Budidaya Kedelai per Hektar 37 Tabel 5.9. Proyeksi Laba-Rugi Budidaya Kedelai per Hektar 38 Tabel 5.10. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Budidaya Kedelai per Hektar 38 Tabel 5.11. Kriteria Kelayakan Usaha Budidaya Kedelai per Hektar 39 Tabel 5.12. Sensitivitas Penurunan Produksi/Penurunan Pendapatan 39 Tabel 5.13. Sensitivitas Peningkatan Biaya Variabel 40 Tabel 5.14. Sensitivitas Kombinasi 40
Daftar Gambar Gambar 4.1. Volume Impor (a) dan Ekspor (b) Kedelai pada Tahun 2009-2011 Gambar 4.2. Jalur Pemasaran Kedelai Untuk Tujuan Benih dan Konsumsi
vi
25 28
Daftar Lampiran Lampiran 1. Asumsi Untuk Analisis Keuangan Lampiran 2. Biaya Investasi Lampiran 3. Biaya Operasional Lampiran 4. Sumber Dana Lampiran 5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Lampiran 6. Angsuran Kredit Investasi Lampiran 7. Angsuran Kredit Modal Kerja Lampiran 8. Proyeksi Rugi Laba Usaha Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas Lampiran 10. Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 1% Lampiran 11. Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 2% Lampiran 12. Analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 3% Lampiran 13. Analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 4% Lampiran 14. Analisis Sensitivitas Kombinasi : Pendapatan Turun 1% dan Biaya Variabel Naik 1% Lampiran 15. Analisis Sensitivitas Kombinasi : Pendapatan Turun 2% dan Biaya Variabel Naik 2% Lampiran 16. Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Aspek Keuangan
55 56 57 58 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69
vii
BAB I PENDAHULUAN
viii
BAB I – PEndahuluan
Kedelai merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Pertumbuhan penduduk yang pesat menyebabkan permintaan terhadap beberapa komoditas tanaman pangan meningkat. Salah satu tanaman pangan yang memiliki permintaan yang cukup tinggi adalah kedelai. Kedelai (Glycine max) diperlukan sebagai bahan baku makanan yang bergizi seperti tahu, tempe, kecap, tauco, dan aneka snack. Hampir semua lapisan masyarakat menyukai jenis-jenis makanan yang terbuat dari kedelai tersebut. Konsumsi perkapita kedelai diprediksi akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Konsumsi kedelai per kapita pada tahun 2008 sekitar 9,58 dan akan terus meningkat sebesar 10,07 pada tahun 2013. Namun peningkatan konsumsi ini tidak diikuti oleh peningkatan produksi kedelai dalam negeri. Volume ekspor kedelai segar menurun dari 2.131 ton pada tahun 2009 menjadi 517 ton di tahun 2011. Sebaliknya volume impor terus meningkat dari 1.320.865 ton pada tahun 2009 meningkat menjadi 2.088.616 ton pada tahun 2011 dan demikian pada tahun-tahun berikutnya. Perlu adanya peningkatan produksi kedelai di Indonesia untuk dapat memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri baik dalam peningkatan areal penanaman dan peningkatan produktivitas. Peningkatan areal tanam dapat dilakukan dengan memaksimalkan lahan-lahan yang tersebar di seluruh Indonesia yang berpotensi dan sesuai untuk penanaman kedelai. Beberapa jenis kedelai yang dapat dibudidayakan di Indonesia antara lain kedelai kuning dan kedelai hitam. Kedelai kuning umumnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe sedangkan kedelai hitam umumnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap. Varietas-varietas kedelai yang umum dibudidayakan oleh masyarakat antara lain anjasmoro, tanggamus, wilis, ceneng, serta varietas-varietas lokal lainnya. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) kedelai menjadi kunci utama bagi minat petani dalam usaha budidaya kedelai. Harga jual kedelai di tingkat petani yang masih rendah menyebabkan petani kurang berminat menanam kedelai karena margin yang didapat antara biaya produksi dengan harga jual sedikit bahkan kadang-kadang negatif. Agar produktivitas kedelai maksimal, petani harus dapat memaksimalkan penerapan teknologi budidaya seperti menyiapkan lahan dengan baik, menanam secara tepat, menggunakan varietas unggul, pupuk, mengendalikan gulma dan Hama Penyakit Tanaman (HPT) secara maksimal, serta melaksanakan panen dan menangani proses pasca panen secara benar. Penerapan berbagai macam teknologi membutuhkan biaya produksi yang tidak sedikit dan seringkali tidak terjangkau oleh petani. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pola pembiayaan (lending model) untuk dapat merangsang petani kedelai dalam mebudidayakan kedelai dengan baik sehingga mencapai produktivitas yang maksimal. n 1
BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
2
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
2.1. Profil Usaha Kabupaten Jember merupakan salah satu sentra produksi kedelai di Jawa Timur setelah Banyuwangi. Luas wilayah Kabupaten Jember adalah 3.293,34 km2 dan terletak pada ketinggian antara 0-3.330 mdpl. Iklim Kabupaten Jember adalah iklim tropis dengan kisaran suhu antara 23° C - 32° C. Luas areal pertanaman kedelai di Kabupaten Jember pada tahun 2013 sekitar 8.764 ha dengan produktivitas berkisar 1,7-2 ton/ha. Usaha budidaya kedelai tersebar di 23 kecamatan. Usaha budidaya kedelai di Kabupaten Jember biasanya dilaksanakan setelah penanaman padi yaitu pada bulan Juli-September. Modal untuk pembiayaan budidaya kedelai berasal dari modal sendiri. Dinas Pertanian Kabupaten Jember melalui program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) juga membantu modal budidaya kedelai dengan memberikan bantuan benih kedelai, pupuk, pestisida beserta pendampingan dalam usaha tersebut. Selain itu, program ini juga memiliki tujuan untuk memperkenalkan varietas-varietas baru yang berpotensi untuk ditanam dan untuk mengubah pola penanaman kedelai yang awalnya merupakan tanaman sampingan menjadi tanaman utama. Minat petani menanam kedelai di wilayah ini berfluktuatif. Salah satu penyebab utamanya adalah harga jual biji kedelai yang tergolong rendah dan tidak stabil. Selain itu, penyebab lainnya adalah terdapat komoditas-komoditas lain yang memiliki harga yang lebih baik seperti jagung dan tembakau. Pemasaran hasil panen dilakukan secara individu oleh masing-masing petani. Kedelai yang sudah dirontokkan dan dikeringkan langsung dijual ke tengkulak sehingga tidak ada pola rantai pemasaran yang khusus. Harga jual kedelai di tingkat petani rata-rata Rp 7.000/kg. Dalam usaha budidaya kedelai di Kabupaten Jember tidak terdapat kemitraan khusus baik dalam penyediaan benih maupun penyediaan sarana produksi pertanian. Dalam hal budidaya kedelai diperlukan kemitraan khususnya dalam penampung produksi untuk menekan fluktuasi harga sehingga harga jual selalu berada pada tingkat yang menguntungkan. 2.2. Profil Pengusaha Pada umumnya usaha budidaya kedelai merupakan usaha mikro dan kecil (UMK). Hal ini terlihat dari skala usahanya dengan luas lahan garapan berkisar antara 0,51,0 hektar per petani. Walaupun sebagian besar petani sudah tergabung dalam kelompok tani atau gabungan kelompok tani (Gapoktan), namun pada praktik agribisnis kedelai dilakukan sendiri-sendiri. Fungsi kelompok tani atau Gapoktan belum dijalankan secara maksimal untuk mendukung usaha budidaya kedelai. 3
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
Usaha budidaya kedelai ini pada umumnya dimiliki oleh perorangan, serta sebagai usaha keluarga yang turun-temurun. Motivasi pendirian usaha ini adalah sumberdaya alam yang mendukung, teknologi yang tersedia, meneruskan usaha yang telah ada (usaha keluarga) serta adanya pengalaman dengan keterampilan yang sederhana. Pengusaha dapat memperoleh teknik budidaya yang baik dari berbagai instansi, seperti penyuluhan dari Dinas Pertanian. Pengalaman secara turun-temurun disatu sisi memberikan tingkat keterampilan yang sangat baik dari para petani, namun disisi lain biasanya juga menimbulkan susahnya menerima hal-hal baru terkait dengan budidaya kedelai dalam rangka perbaikan produksi serta kelestarian alam. Secara teknis, petani memperoleh benih dengan membeli dari penangkar benih dan dari Dinas Pertanian melalui program SL-PTT. Selain benih, dari program SL-PTT petani juga mendapatkan bantuan berupa pupuk dan pestisida. Petani belum ada yang pernah memperoleh pinjaman dana dari bank atau lembaga keuangan lainnya baik secara perorangan maupun secara kelompok khusus untuk budidaya tanaman kedelai. 2.2. Pola Pembiayaan Pola pembiayaan usaha budidaya kedelai berasal dari petani/pengusaha sendiri. Bantuan pembiayaan usaha budidaya kedelai hanya diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Jember melalui program SL-PTT berupa bantuan benih, pupuk, dan pestisida. Petani tidak mendapatkan dana pinjaman dari bank khusus untuk budidaya kedelai karena rata-rata petani hanya menanam kedelai satu siklus (3-4 bulan) dalam setahun. Hal ini disebabkan banyak alternatif komoditas yang dianggap lebih menguntungkan dibandingkan kedelai seperti jagung, padi, dan tembakau. Walaupun dalam pola tanam sebenarnya memungkinkan penanaman kedelai dua siklus dalam satu tahun yaitu padi-kedelai-kedelai. n
4
BAB II – Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
Halaman ini sengaja dikosongkan
5
BAB III ASPEK TEKNIS PRODUKSI
6
BAB III – Aspek teknis produksi
3.1. Lokasi Usaha Pemilihan lokasi budidaya kedelai harus disesuaikan dengan persyaratan tumbuh kedelai untuk mencegah kegagalan produksi dan dapat menghasilkan kedelai sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan serta tidak merusak lingkungan. Secara umum lahan yang digunakan berasal dari bekas lahan tanaman padi. Lahan yang digunakan adalah lahan terbuka atau tidak ternaungi sehingga sinar matahari dapat langsung menyinari tanaman. Lokasi lahan diusahakan dekat dengan mata air sehingga dapat memenuhi ketersediaan air irigasi ketika diperlukan. Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman jagung. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan dengan iklim lembab. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah dengan curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan dengan suhu udara antara 21-34°C. Pemanenan kedelai seharusnya dilakukan saat musim kemarau karena pengisian polong akan lebih optimal jika terjadi dalam kondisi kering. Kabupaten Jember memiliki iklim tropis dengan suhu udara berkisar antara 23°C-31°C. Musim kemarau terjadi pada bulan Mei-September. Penanaman kedelai di Jember biasanya dilakukan di musim kemarau karena pada saat musim hujan petani biasanya menanam padi. Kedelai di wilayah ini juga memungkinkan ditanam di musim gadu setelah padi dan musim kemarau dengan pola padikedelai-kedelai. Dengan demikian kedelai dapat ditanam 2 siklus dalam setahun. 3.2. Fasilitas Produksi dan peralatan Kualitas dan produktivitas kedelai yang maksimal hanya dapat diperoleh melalui penerapan teknik budidaya yang baik. Kegiatan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan sampai pemanenan harus dilakukan secara benar. Prosedur Operasional Standar (POS) harus dilaksanakan secara konsisten dan terdokumentasi dengan baik oleh setiap pelaku usaha. Dengan pelaksanaan POS yang baik diharapkan kedelai mampu mencapai angka produktivitas minimal 2 ton/ha. Berbagai fasilitas dan peralatan produksi yang sesuai dengan aktivitasnya diperlukan untuk dapat melaksanakan POS tersebut. A.
Penyiapan Lahan Sebelum penanaman perlu dilakukan pembersihan lahan dari segala sesuatu yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman agar diperoleh lahan yang siap ditanami dan terbebas dari gangguan fisik (batu-batuan, sampah, dll) maupun biologis (gulma). Peralatan yang digunakan untuk aktivitas tersebut adalah: 7
BAB III – Aspek teknis produksi
1. Parang/sabit untuk memotong dan membersihkan semak belukar yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman muda, 2. Cangkul untuk membersihkan tanah dari rumput dan sisa-sisa semak belukar/ tanaman yang tertinggal serta untuk mengolah tanah. B. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah untuk budidaya tanaman kedelai umumnya menggunakan sistem olah tanam minimum. Pengolahan tanah biasanya dilakukan dengan membuat parit untuk saluran irigasi dan drainase dengan bentuk membujur atau disesuaikan dengan denah/ letak lahan. Peralatan yang biasanya digunakan untuk membuat parit yaitu cangkul. C. Penyiapan Jarak Tanam Penyiapan jarak tanam adalah membuat tanda jarak tanam dengan memperhatikan kondisi tajuk tanaman sehingga diperoleh populasi yang mendukung produksi maksimal. Jarak tanam yang baik adalah jarak tanam yang tidak terlalu rapat sehingga meminimalkan persaingan tempat tumbuh, hara, dan air namun juga tidak terlalu renggang untuk menekan pertumbuhan gulma. Pembuatan jarak tanam dapat menggunakan ajir yang dipasang di pinggir petakan. Jarak tanam ini sangat penting karena erat hubungannya dengan kebutuhan benih per satuan luas serta terhadap produksi yang diharapkan. D. Penyiapan Benih Penyiapan benih adalah menyiapkan benih bermutu dari varietas unggul yang bersertifikat. Tujuannya adalah untuk menjamin benih yang ditanam jelas varietasnya, memiliki tingkat keseragaman yang tinggi, memiliki daya tumbuh yang tinggi, serta produktivitas yang tinggi. Peralatan yang digunakan untuk penyiapan benih antara lain adalah karung untuk menampung benih. E. Penanaman dan Pemupukan Dasar Pemupukan dasar adalah memberikan hara di dalam tanah dan biasanya dilakukan sebelum penanaman. Pupuk yang digunakan antara lain pupuk kandang (pupuk organik) yang diaplikasikan dengan cara ditebar kemudian diaduk dan pupuk anorganik yang diaplikasikan dengan cara dialur atau ditebar. Penanaman biasanya dilakukan dengan cara menugal dengan jarak tanam yang telah ditentukan. Peralatan yang digunakan dalam aktivitas ini adalah: 1. Cangkul digunakan untuk mengambil dan mengangkat pupuk organik (pupuk kandang). 2. Pikulan/rancatan untuk mengangkut pupuk ke lokasi penanaman. 3. Ember digunakan untuk mengangkut dan menaburkan pupuk di lahan. F. Pengairan Pengairan adalah memberikan air untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tujuannya adalah agar terpenuhi kebutuhan air bagi tanaman dan 8
BAB III – Aspek teknis produksi
membantu penyerapan unsur hara oleh tanaman. Aktivitas pemberian air ini biasanya dilakukan pada musim kemarau dengan menggunakan peralatan berikut ini: 1. Pompa air digunakan untuk memompa air dari sumber air (air tanah, embung sungai). 2. Selang air untuk mengalirkan air ke areal pertanaman. G. Penyiangan dan Sanitasi Penyiangan dan sanitasi adalah melakukan pemeliharaan dan membersihkan guludan dari gulma, tanaman pengganggu lainnya, dan tanaman yang sakit. Tujuannya adalah menjaga kebersihan kebun dan kesehatan tanaman dengan menggunakan cangkul/sabit. H. Pengendalian Organisme Penggangu Tumbuhan (OPT) Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah tindakan untuk menekan serangan OPT guna mempertahankan produksi dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu ( PHT ). Tujuannya adalah agar OPT terkendali tanpa merusak lingkungan. Kegiatan ini adalah yang paling kritis dalam kaitannya dengan keberhasilan produksi kedelai. Dalam kondisi tertentu, misalnya saat intensitas curah hujan sangat tinggi, maka pengendalian OPT ini juga harus lebih sering dilakukan karena OPT akan sangat cepat berkembang. Peralatan yang biasa digunakan pada aktivitas ini adalah: 1. Hand Sprayer, sebagai alat untuk mengaplikasikan pestisida 2. Ember untuk mencampur pestisida dengan air 3. Takaran (skala cc, ml, liter dan gram) untuk menakar pestisida dengan air 4. Alat/sarana pelindung (sarung tangan, masker, topi, sepatu boot, baju lengan panjang) untuk melindungi bagian tubuh dari cemaran bahan kimia. I. Pemanenan Panen adalah proses pengambilan polong tanaman kedelai. Panen kedelai dilakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning, tetapi bukan karena serangan hama atau penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak, atau polong sudah kelihatan tua, batang berwarna kuning agak kecoklatan dan gundul. Panen yang terlambat akan merugikan karena banyak polong yang sudah lepas sehingga biji berhamburan. Alat yang digunakan dalam proses pemanenan adalah: 1. Alat pangkas (arit/sabit) sebagai pemangkas tanaman kedelai. 2. Tali plastik dan jarum layar untuk mengikat karung/waring. 3. Pikulan/rancatan sebagai alat angkut dari kebun ke tempat penjemuran. 4. Tikar (terpal) atau lantai jemur untuk menjemur hasil panen supaya polong kedelai mudah pecah. 5. Timbangan untuk menimbang hasil panen. 9
BAB III – Aspek teknis produksi
J.
Pasca Panen Setelah kedelai dipanen, seluruh hasil panen dijemur.Kedelai dikumpulkan kemudian dijemur di atas tikar (terpal) selama tiga hari. Sesudah kering sempurna dan merata, polong kedelai akan mudah pecah sehingga bijinya mudah dikeluarkan. Agar kedelai kering sempurna pada saat penjemuran hendaknya dilakukan pembalikan berulang kali. Pembalikan juga menguntungkan karena dengan pembalikan banyak polong pecah dan biji lepas dari polongnya. Biji-biji yang masih terbungkus polong dengan mudah bisa dikeluarkan dari polong asalkan polong sudah cukup kering. Biji kedelai yang akan digunakan sebagai benih dijemur secara terpisah. Biji tersebut dijemur sampai betul-betul kering dengan kadar air 10-15%. Penjemuran benih sebaiknya dilakukan pada pagi hari dari pukul 10.00-12.00 siang. Terdapat beberapa cara untuk memisahkan biji dari kulit polongan. Diantaranya dengan cara memukul-mukul tumpukan brangkasan kedelai secara langsung dengan kayu atau brangkasan kedelai sebelum dipukulpukul dimasukkan ke dalam karung, atau dirontokkan dengan alat pemotong padi (threser). Setelah biji terpisah, brangkasan disingkirkan. Pembersihan adalah proses menghilangkan kotoran yang terdapat diantara biji-biji kedelai yang sudah dipanen yang berupa tanah, ranting, kulit polong, serta biji-biji yang keriput. Tujuannya adalah supaya biji kedelai terlihat bersih dan seragam. Biji yang terpisah kemudian ditampi agar terpisah dari kotorankotoran lainnya. Biji yang luka dan keriput dipisahkan. Biji yang bersih ini selanjutnya dijemur kembali sampai kadar airnya 9-11%. Biji yang sudah kering lalu dimasukkan ke dalam karung dan dipasarkan atau disimpan. Sebagai perkiraan dari batang dan daun basah hasil panen akan diperoleh biji kedelai sekitar 18,2%. Biji kedelai kering dapat disimpan dalam jangka waktu cukup lama. Caranya biji kedelai disimpan di tempat kering dalam karung. Karung-karung berisi biji kedelai ini ditumpuk pada tempat yang diberi alas kayu (palet) agar tidak langsung bersentuhan dengan tanah atau lantai. Apabila kedelai disimpan dalam waktu lama, maka setiap 2-3 bulan sekali harus dijemur lagi sampai kadar airnya sekitar 9-11%. Pada saat harga kurang bagus petani melakukan penyimpanan untuk menunggu saat pemasaran yang tepat, oleh karena itu diperlukan fasilitas gudang/ruang penyimpanan sebagai tempat penyimpanan kedelai yang telah selesai dibersihkan. Beberapa alat yang digunakan dalam pengemasan biji kedelai antara lain: 1. Timbangan untuk menimbang kedelai yang akan dikemas. 2. Karung plastik digunakan sebagai wadah kemasan. 3. Jarum karung dan tali plastik digunakan untuk menutup karung. 4. Alas papan kayu (palet). 10
BAB III – Aspek teknis produksi
Aktivitas pasca panen terakhir adalah distribusi, yaitu proses memindahkan biji kedelai dari produsen ke pasar yang bertujuan untuk mendistribusikan kedelai sampai ke pengrajin tahu/tempe dengan aman. Peralatan penunjangnya adalah timbangan untuk menimbang sebelum dipindahkan ke alat transportasi serta alat transportasi yang memadai untuk mengangkut kedelai ke pengrajin tahu/tempe. 3.3. Bahan Baku Bahan baku utama pada usaha budidaya kedelai adalah benih kedelai, pupuk, dan pestisida. Benih kedelai yang umum digunakan oleh petani kedelai di Kabupaten Jember adalah Varietas Anjasmoro dan Baluran. Dinas Pertanian Kabupaten Jember melalui program SL-PTT memberikan bantuan benih kepada petani melalui kelompok tani untuk merangsang petani dalam membudidayakan kedelai. Kebutuhan benih kedelai per hektar sekitar 40 kg dengan harga Rp 12.000 per kg. Luas areal tanam kedelai di Kabupaten Jember pada tahun 2009 yaitu sekitar 13.033 ha dan meningkat menjadi 14.474 ha pada tahun 2012 sehingga kebutuhan benih kedelai pada tahun 2012 yaitu 578.960 kg. Benih kedelai tersebut diperoleh dari penangkar benih. Kepada petani kedelai di wilayah ini juga dikenalkan Varietas Mutiara dan Rajabasa yang berasal dari BATAN yang berukuran besar. Pengenalan-pengenalan varietas tersebut bertujuan untuk mengurangi ketergantungan biji kedelai impor yang umumnya memiliki ukuran biji yang besar serta bersih dari kotoran. Kedelai berbiji besar tersebut yang sangat diminati oleh pengrajin tahu/tempe. Selain benih, bahan baku yang dibutuhkan dalam usaha budidaya kedelai adalah pupuk dan pestisida. Pupuk yang digunakan antara lain pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk anorganik yang biasa digunakan oleh petani kedelai di Jember adalah pupuk majemuk NPK. Selain pupuk NPK dapat juga digunakan pupuk tunggal seperti Urea, SP-36, dan KCl. Pestisida yang digunakan adalah insektisida dan fungisida. Kebutuhan pupuk dan pestisida tersebut dipenuhi oleh petani sendiri atau melalui bantuan dari Dinas Pertanian melalui gapoktan. 3.4. Tenaga Kerja Tenaga kerja usaha budidaya kedelai berasal dari keluarga tani dan tenaga upah harian. Rata-rata tenaga kerja yang digunakan oleh petani di Jember adalah tenaga kerja pria dengan upah Rp 30.000 per hari orang kerja (HOK). Jumlah tenaga upah harian yang digunakan sangat bergantung pada 11
BAB III – Aspek teknis produksi
jenis pekerjaan dan luas lahan yang ditangani. Kebutuhan tenaga kerja usaha budidaya kedelai di Jember tertera pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Kebutuhan Tenaga Kerja Usaha Budidaya Kedelai per Hektar
Kebutuhan tenaga kerja terbesar pada budidaya kedelai terdapat pada pemeliharaan yang meliputi penyiangan gulma dan penyemprotan insektisida. Penanaman kedelai per hektar hanya membutuhkan sekitar 12 HOK atau kebutuhan HOK nya paling kecil karena penanaman kedelai menggunakan sistem tugal. Tenaga kerja yang dibutuhkan pada saat pemanenan meliputi pemanenan di lapangan sampai perontokan biji kedelai. Apabila perontokan biji kedelai menggunakan trhesher maka kebutuhan tenaga kerja dapat dikurangi. Terdapat beberapa petani yang tidak menggunakan upah harian tetapi menggunakan sistem bagi hasil dengan perbandingan 1:4. Artinya apabila hasil panen 2 ton, maka 0,4 ton untuk untuk penggarap lahan dan 1,6 ton untuk pemilik lahan. 3.5. Teknologi Teknologi yang diterapkan dalam usaha budidaya kedelai didasarkan pada pengalaman yang telah dimiliki oleh petani. Sebagian petani kedelai memiliki wawasan teknik budidaya yang diwariskan oleh orang tuanya atau melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian atau pendidikan yang pernah ditempuh. Usaha budidaya kedelai sebagian besar masih menggunakan teknologi sederhana baik dalam pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman, maupun pemanenan. Lahan untuk usaha budidaya kedelai di wilayah Jember berupa lahan tadah hujan dan sebagian lahan beririgasi. Budidaya kedelai di lahan tadah hujan dimungkinkan 2 siklus dalam setahun pada musim hujan dengan pola tanam kedelai-kedelai-padi. Budidaya kedelai di lahan sawah atau lahan beririgasi dapat juga dilaksanakan 2 siklus dalam setahun dengan pola tanam padi-kedelai-kedelai. 12
BAB III – Aspek teknis produksi
Teknik budidaya kedelai seharusnya mengacu pada POS budidaya kedelai yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian namun pada pelaksanaannya beberapa petani tidak mengikuti POS terutama dalam hal perawatan tanaman. Hal tersebut yang menyebabkan produksi kedelai yang dihasilkan menjadi tidak maksimal. 3.6. Proses Produksi Prosedur Operasional Standar (POS) budidaya kedelai perlu diterapkan oleh petani. Melalui penerapan POS diharapkan dapat meningkatkan produktivitas serta menekan kehilangan hasil. Meskipun demikian teknologi terbaru dapat diterapkan untuk dapat lebih meningkatkan nilai tambah dan pendapatan usaha. Proses produksi dalam budidaya kedelai sesuai dengan POS adalah sebagai berikut: A. Pemilihan Lokasi B. Penentuan Waktu Tanam C. Penyiapan Lahan D. Penyiapan Benih E. Penanaman dan Pemupukan Dasar F. Pemeliharaan Tanaman G. Pengairan H. Penyiangan dan Sanitasi I. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) J. Panen K. Pasca Panen L. Pengemasan dan Distribusi Pemilihan lokasi dan penentuan waktu tanam dilakukan sebelum kegiatan utama budidaya kedelai dilakukan. Kedua aktivitas ini sangat menentukan dalam keberhasilan usaha budidaya kedelai. Lokasi budidaya kedelai umumnya dilakukan di dataran rendah dan lokasi dengan ketersediaan air yang cukup. Air merupakan faktor penting dalam budidaya kedelai karena apabila lokasi tersebut terlalu kering maka pertumbuhan dan produksi menjadi tidak maksimal. A.
Pemilihan Lokasi Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan dengan iklim lembab. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah dengan curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan dan suhu udara antara 21-34°C. Pemanenan kedelai seharusnya dilakukan saat musim kemarau karena pengisian polong akan lebih optimal jika terjadi dalam kondisi kering. 13
BAB III – Aspek teknis produksi
B.
Penentuan Waktu Tanam Penentuan waktu tanam dilakukan untuk mengetahui saat-saat air tersedia secara alami di lahan yaitu mengetahui saat musim hujan tiba dan akhir musim hujan. Hal tersebut bertujuan untuk menghindarkan tanaman dari serangan hama dan penyakit dan mengoptimalkan pengisian polong yang terjadi dalam kondisi kering. Usaha budidaya kedelai di wilayah Jember dilakukan di lahan darat tadah hujan dan sebagian lahan sawah beririgasi. Budidaya kedelai di lahan tadah hujan dimungkinkan 2 siklus dalam setahun pada musim hujan dengan pola tanam kedelai-kedelai-bera. Budidaya kedelai di lahan sawah atau lahan beririgasi dapat juga dilaksanakan 2 siklus dalam setahun dengan pola tanam padi-kedelai-kedelai. Waktu tanam di lahan darat tadah hujan adalah adalah SeptemberDesember untuk musim tanam kedelai I (kesatu) dan Januari-April untuk musim tanam kedelai II (kedua). Waktu tanam di lahan sawah beririgasi adalah pada musim gadu Januari-April dan musim kemarau Mei-Agustus. C.
Penyiapan Lahan Penyiapan lahan diawali dengan pembersihan lahan dari semak, gulma, dan batu-batuan. Kotoran dan sisa-sisa tanaman yang telah dibersihkan ditampung di suatu tempat atau dikubur di dalam tanah karena dapat menjadi sumber penyakit. Pada tanah darat/ tegalan atau sawah tadah hujan sebaiknya dilakukan 2 kali pencangkulan. Pertama dibiarkan bongkahan dan dianginkan selama 5-7 hari, pencangkulan ke-2 sekaligus meratakan, memupuk, menggemburkan dan membersihkan tanah dari sisa-sisa akar. Jarak antara waktu pengolahan tanah dengan waktu penanaman sekitar 3 minggu. Saluran drainase perlu dibuat dengan jarak antar saluran sekitar 3-4 m. Tanah dengan pH kurang dari 5.5 seperti tanah podsolik merah kuning harus dilakukan pengapuran untuk mendapatkan hasil tanam yang baik. Kapur dapat diberikan dengan cara ditebar di permukaan tanah, kemudian dicampur sedalam lapisan olah tanah sekitar 15 cm. Pengapuran dilakukan1 bulan sebelum musim tanam, dengan dosis 2-3 ton/ha sehingga pada saat musim tanam, kapur sudah bereaksi dengan tanah, dan pH tanah sudah sesuai dengan yang diinginkan. Peningkatan pH akan meningkatkan ketersediaan Molibdenum (Mo) yang berperan penting untuk produksi kedelai dan tanaman legume lainnya dengan perkembangan bintil akar. D.
Penyiapan Benih Benih yang digunakan harus memiliki kualitas yang baik, artinya benih mempunyai daya tumbuh yang besar dan seragam, tidak tercemar dengan varietas-varietas lainnya, bersih dari kotoran, dan tidak terinfeksi dengan hama 14
BAB III – Aspek teknis produksi
dan penyakit. Sebelum penanaman benih dapat dicampur dengan pestisida jenis marshal untuk mencegah serangan hama pada bibit kedelai. Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam memilih benih adalah kondisi dan lama penyimpanan benih tersebut. Biji kedelai mudah menurun daya kecambahnya/daya tumbuhnya terutama bila kadar air dalam biji >13% dan disimpan di ruangan dengan suhu 25°C dengan kelembaban udara 80%. E.
Penanaman dan Pemupukan Dasar Sebelum dilakukan penanaman dianjurkan untuk terlebih dahulu memberikan pupuk dasar berupa pupuk organik (pupuk kandang) dengan dosis sekitar 5 ton/ha. Pupuk kandang selain dapat menyediakan unsur hara juga dapat memperbaiki sfat fisik, kimia, dan biologi tanah. Selain itu juga dapat diberikan pupuk anorganik sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Pupuk anorganik yang biasa diberikan antara lain urea 50 kg/ha, SP-36 200 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha. Penanaman kedelai umumnya menggunakan sistem tugal. Dalam sistem ini seluruh lahan ditanami kedelai dengan tujuan memperoleh produksi kedelai yang maksimal baik kuantitas maupun kualitasnya. Kedelai yang ditanam dengan menggunakan sistem ini membutuhkan lahan kering namun mengandung air seperti tanah sawah bekas ditanami padi dan tanah tegalan pada permulaan musim hujan. Kelebihan lainnya adalah memudahkan dalam pemberantasan hama dan penyakit. Jarak tanam kedelai dengan sistem tugal adalah 20 cm x 20 cm, 20 cm x 35 cm, atau 20 cm x 40 cm. Pemilihan waktu tanam kedelai ini harus tepat, agar tanaman yang masih muda tidak terkena banjir atau kekeringan. Umur kedelai berkisar antara 75-120 hari, maka sebaiknya kedelai ditanam menjelang akhir musim penghujan, yakni saat tanah agak kering tetapi masih mengandung cukup air. Waktu tanam yang tepat masing-masing daerah sangat berbeda. Sebagai pedoman adalah bila ditanam di tanah darat/tegalan, waktu tanam paling tepat adalah permulaan musim penghujan, bila ditanam di tanah sawah, waktu tanam yang tepat adalah menjelang akhir musim kemarau, dan bila ditanam di lahan sawah dengan irigasi kedelai dapat ditanam pada awal sampai pertengahan musim kemarau. F.
Pemeliharaan Tanaman Penyulaman atau penanaman kembali benih yang tidak tumbuh dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Penyulaman dapat dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari. Benih untuk penyulaman merupakan benih cadangan yang telah disiapkan bersamaan saat penanaman. Penyiangan dilakukan secara continue supaya gulma yang tumbuh di areal pertanaman kedelai tidak mengganggu pertumbuhan kedelai. Penyiangan 15
BAB III – Aspek teknis produksi
dilakukan pada fase kritis yaitu terutama pada awal masa vegetatif. Pada fase ini tajuk tanaman belum menutup tanah dengan sempurna sehingga masih banyak gulma yang dapat tumbuh. Penyiangan gulma dilakukan minimal 3 kali selama proses penanaman. G.
Pengairan Kedelai menghendaki kondisi tanah yang lembab tetapi tidak becek. Kondisi seperti ini dibutuhkan sejak benih ditanam hingga pengisian polong. Saat menjelang panen tanah sebaiknya dalam kondisi kering. Kekurangan air pada masa pertumbuhan akan menyebabkan tanaman kerdil, bahkan dapat menyebabkan kematian apabila kekeringan telah melampaui batas toleransinya. Kekeringan pada masa pembungaan dan pengisian polong dapat menyebabkan kegagalan panen. Kekurangan air dapat diatasi dengan memompa air dari sungai atau sumur dengan menggunakan pompa air dan selang air. Kelebihan air dapat menyebabkan akar tanaman membusuk. Oleh karena itu, kelebihan air terutama pada saat musim hujan harus dihindarkan dengan membuat saluran drainase. Pada tanah yang keras atau drainase buruk harus dibuat saluran drainase di setiap 3-4 meter lahan memanjang. H.
Penyiangan dan Sanitasi Penyiangan atau pengendalian gulma dilakukan untuk meminimalisir kompetisi hara antara kedelai dan gulma. Penyiangan dilakukan terutama saat awal penanaman ketika tajuk tanaman belum menutup tanah. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan manual atau secara kimia (menggunakan herbisida). Umumnya petani melakukan pengendalian gulma dilakukan dengan cara manual. Saat tajuk tanaman sudah saling menutup pengendalian gulma tidak terlalu dibutuhkan karena pertumbuhan gulma sudah terhambat. I.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Pengendalian organisme pengganggu tanaman dapat dilakukan sesuai dengan jenis hama dan pola serangannya. Saat awal sebelum tanam benih dapat diberikan insektisida Marshal 200 EC untuk mencegah hama ulat bibit. Beberapa jenis hama dan penyakit yang dapat ditemukan pada areal pertanaman kedelai antara lain: 1. Hama 1. Lalat bibit kacang (Ophiomyia phaseoli) Lalat kacang betina meletakkan telur pada tanaman muda yang baru tumbuh. Telur diletakkan di dalam lubang tusukan antara epidermis atas dan bawah keping biji atau disisipkan dalam jaringan mesofil dekat pangkal keping biji atau pangkal helai daun pertama dan kedua. 16
BAB III – Aspek teknis produksi
2. Aphis spp (Aphis glycine) Kutu dewasa ukuran 1-1.5 mm berwarna hitam, ada yang bersayap. Kutu ini dapat menularkan virus SMV (Soyabean Mosaik Virus). Menyerang pada awal pertumbuhan dan masa pertumbuhan bunga dan polong. Gejala yang ditimbulkan adalah layu, pertumbuhan terhambat Pengendaliannya yaitu dengan menanam kedelai pada waktunya, mengolah tanah dengan baik, bersih, memenuhi syarat, tidak ditumbuhi tanaman inang seperti terungterungan, kapas-kapasan atau kacang-kacanagan. Selain itu pengendalian dapat dilakukan dengan membuang tanaman yang terserang hama, menngunakan musuh alami dan penyemprotan insektisida pada permukaan daun bagian atas dan bawah. 3. Kumbang daun tembukur (Phaedonia inclusa) Bertubuh kecil, hitam bergaris kuning. Bertelur pada permukaan daun. Larva dan kumbang memakan daun, bunga, pucuk, polong muda, bahkan seluruh tanaman. Pengendalian dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida. 4. Ulat polong Ulat yang berasal dari kupu-kupu ini bertelur di bawah daun buah, setelah menetas, ulat masuk ke dalam buah sampai besar, memakan buah muda. Gejala yang ditimbulkan adalah pada buah terdapat lubang kecil. Waktu buah masih hijau, polong bagian luar berubah warna, di dalam polong terdapat ulat gemuk hijau dan kotorannya.Pengendalian: (1) kedelai ditanam tepat pada waktunya (setelah panen padi), sebelum ulat berkembang biak; (2) penyemprotan obat insektisida sampai 15hari sebelum panen. 5. Kepik polong (Riptortis lincearis) Gejala yang ditimbulkan yaitu polong bercak-bercak hitam dan menjadi hampa. Pengendalian dengan penyemprotan insektisida. 6. Kepik hijau (Nezara viridula) Panjang 16 mm, telur di bawah permukaan daun, dan berkelompok. Setelah 6 hari telur menetas menjadi nimfa (kepik muda) berwarna hitam bintik putih. Gejala yang ditimbulkan adalah biji mengempis dan kering, biji bagian dalam atau kulit berbintik coklat. Pengendalian dapat dilakukan dengan insektisida. 7. Ulat grayak Serangan mendadak dalam jumlah besar, bermula dari kupu-kupu berwarna keabu-abuan, panjang 2 cm dan sayapnya 3-5 cm, bertelur di permukaan daun. Tiap kelompok telur terdiri dari 350 butir. Gejala yang ditimbulkan adalah kerusakan pada daun, ulat hidup bergerombol dan memakan daun. Pengendalian dengan cara sanitasi dan penyemprotan insektisida pada sore/malam hari. 17
BAB III – Aspek teknis produksi
2. Penyakit: 1. Penyakit layu bakteri (Pseudomonas Solanacearum) Penyakit ini menyerang pangkal batang, penyerangan pada saat tanaman berumur 2-3 minggu. Penularan melalui tanah dan irigasi. Gejala yang ditimbulkan yaitu layu mendadak bila kelembaban tinggi dan jarak tanam rapat. Pengendalian yaitu dengan menanam benih dari varietas yang tahan layu serta kebersihan sekitar tanaman harus dijaga. 2. Penyakit layu (Sclerotium Rolfsii) Penyakit ini menyerang tanaman pada umur 2-3 minggu saat udara lembab, dan tanaman berjarak tanam pendek. Gejala yang ditimbulkan yaitu daun sedikit demi sedikit layu menguning. Penularan melalui tanah dan irigasi. Pengendalian dapat dilakukan dengan menyemprotkan fungisida. 3. Penyakit sapu (Witches Broom) Penyakit ini disebabkan oleh virus dan menyerang polong menjelang berisi. Gejala yang ditimbulkan adalah bunga, buah, dan daun mengecil. 4. Penyakit anthracnose (Cendawan Colletotrichum Glycine Mori) Penyakit ini menyerang daun dan polong yang telah tua. Penularan dengan perantaraan biji yang telah kena penyakit dan diperparah dengan kondisi udara yang lembab. Gejala yang ditimbulkan adalah daun dan polong berbintik-bintik kecil berwarna hitam, daun yang paling rendah rontok, polong muda yang terserang hama menjdai kosong. Pengendalian dapat dilakukan dengan penyemprotan Dithane M 45. 5. Penyakit karat Penyakit ini menyerang daun. Penularan dengan perantaraan angin yang menebarkan dan menyebarkan spora. Gejala yang ditimbulkan adalah daun tampak bercak dan bintik coklat. Pengendalian dapat dilakukan dengan menyemprotkan Dithane M 45. 6. Penyakit bercak daun bakteri (Xanthomonas Phaseoli) Penyakit ini menyerang daun. Gejala yang ditimbulkan adalah bercak-bercak menembus ke bawah. Pengendalian dengan penyemprotan Dithane M 45. 7. Penyakit busuk batang (Phytium sp) Penyakit ini menyerang batang dan ditularkan melalui tanah dan irigasi. Gejala yang ditimbulkan adalah batang menguning kecoklatan dan basah kemudian busuk dan mati. Pengendalian dengan memperbaiki drainase lahan dan menyemprotkan Dithane M 45. 8. Virus mosaik Penyakit ini menyerang daun dan tunas. Penularan virus ini adalah sejenis 18
BAB III – Aspek teknis produksi
kutu daun. Gejala yang ditimbulkan adalah perkembangan dan pertumbuhan tanaman lambat, tanaman menjadi kerdil. Cara pengendaliannya yaitu dengan penanaman yang tahan terhadap virus dan penyemprotan Tokuthion 500 EC. J.
Panen Panen kedelai dilakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning, tetapi bukan karena serangan hama dan penyakit. Polong sudah kelihatan tua dan berubah warnanya menjadi coklat. Panen harus dilakukan pada waktu yang tepat karena keterlambatan panen dapat meyebabkan banyak polong yang pecah sehingga biji berjatuhan. Umur kedelai yang akan dipanen sekitar 75-110 hari tergantung pada varietas dan ketinggian tempat. Kedelai sebagai bahan konsumsi dipetik pada usia 74-100 hari sedangkan sebagai benih dipetik pada umur 100-110 hari agar kemasakan sempurna. Pemanenan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara dicabut atau dipotong. Pemanenan dengan cara dicabut harus dilakukan dengan hatihati supaya tidak banyak polong yang rontok. Sedangkan pemanenan dengan cara dipotong menggunakan sabit yang tajam supaya mengurangi goncangan yang dapat menyebabkan polong terjatuh. Cara ini sangat dianjurkan karena bintil akar tetap berada di dalam tanah. K.
Pasca Panen Setelah kedelai diambil dari lahan, seluruh hasil panen hendaknya dijemur. Kedelai dikumpulkan kemudian dijemur di atas lantai jemur selama 3 hari. Setelah kering sempurna polong kedelai akan mudah pecah sehingga bijinya mudah dikeluarkan. Agar kedelai kering sempurna pada saat penjemuran hendaknya dilakukan pembalikan berulang kali. Pembalikan juga menguntungkan karena dengan pembalikan banyak polong yang pecah dan banyak biji lepas dari polongnya. Biji yang masih terbungkus polong dapat dikeluarkan dengan mudah asalkan polong sudah cukup kering. Biji kedelai yang akan digunakan sebagai benih dijemur secara terpisah sampai kadar airnya 10-15%. Penjemuran benih sebaiknya dilakukan pagi hari dari pukul 10.00-12.00 siang. Terdapat beberapa cara untuk memisahkan biji dari kulit polong. Diantaranya adalah dengan cara memukul-mukul tumpukan brangkasan kedelai secara langsung dengan kayu, brangkasan kedelai sebelum dipukulpukul dimasukkan ke dalam karung atau dirontokkan dengan trhesher. Setelah biji terpisah, brangkasan disingkirkan. Biji yang terpisah kemudian ditampi agar terpisah dari kotoran-kotoran lainnya. Biji yang luka atau keriput dipisahkan. Biji yang bersih ini selanjutnya dijemur kembali sampai kadar airnya 9-11%. Biji yang sudah kering lalu dimasukkan ke dalam karung dan dipasarkan atau disimpan. Sebagai perkiraan dari batang dan daun basah hasil panen akan diperoleh biji kedelai sekitar 18,2%. 19
BAB III – Aspek teknis produksi
L.
Pengemasan dan Distribusi Pengemasan harus dilakukan dengan baik untuk menghindarkan benih dari kerusakan fisik. Pengemasan benih secara sederhana dapat menggunakan karung yang diikat rapat. Untuk keperluan benih, pengemasan dan penyimpanan benih dapat ditambahkan dengan kapur tohor/abu gosok untuk menjaga kelembaban dan kadar air benih tetap rendah. Pendistribusian benih juga harus dilakukan dengan baik dan terlindung dari air hujan. 3.7. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi Biji kedelai yang telah dipanen langsung dibawa ke gudang penyimpanan atau dijual. Gudang berfungsi untuk melindungi biji kedelai dari kerusakan akibat faktor luar. Gudang harus memenuhi persyaratan seperti ventilasi udara dan penyebaran cahaya yang baik, kebersihan gudang terjaga dan kelembaban terjaga dengan baik. Kedelai dapat digolongkan menjadi kedelai kuning, kedelai hitam, kedelai hijau, dan kedelai campuran. Kedelai kuning adalah kedelai yang kulit bijinya berwarna kuning, putih, atau hijau dan bila dipotong melintang memperlihatkan warna kuning pada bidang irisan keping bijinya dan tidak tercampur lebih dari 10% kedelai jenis lain. Kedelai hitam adalah kedelai yang kulit bijinya hitam dan tidak tercampur lebih dari 10% kedelai jenis lain. Kedelai hijau adalah kedelai yang kulit bijinya berwarna hijau dan bila dipotong melintang memperlihatkan warna hijau pada bidang irisan keping bijinya dan tidak tercampur lebih dari 10% kedelai jenis lain. Sedangkan kedelai campuran adalah kedelai yang tidak memenuhi syarat-syarat jenis kedelai kuning, hitam, hijau, dan kedelai berwarna dua macam. Mutu biji kedelai dibedakan menjadi empat kelas mutu. Komponen mutu sebagai dasar pengkelasan adalah persentase kadar air, butir belah, butir rusak, butir warna lain, kotoran, dan butir keriput. Pengkelasan mutu kedelai berdasarkan SNI dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Spesifikasi Persyaratan Mutu Kedelai (SNI 01-3922-1995)
(Sumber: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. 2010)
20
BAB III – Aspek teknis produksi
3.8. Produksi Optimum Usaha budidaya kedelai jika dilakukan sesuai dengan prosedur operasional standar (POS) diharapkan dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi hingga 2 ton/ha. Pada tahun 2012 rata-rata produktivitas kedelai di Kabupaten Jember adalah 1,9 ton/ha. Nilai inilebih tinggi produktivitas kedelai nasional yang berkisar 1,3-1,5 ton/ha. Produktivitas kedelai sangat dipengaruhi oleh lokasi, musim, dan teknik budidaya yang digunakan. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten Jember pada tahun 2012 produktivitas tertinggi diperoleh dari kecamatan Bangsalsari yaitu sebesar 2,2ton/ha sedangkan terendah pada Kecamatan Patrang yaitu sekitar 1,5 ton/ha. Luas areal tanam kedelai di Kabupaten Jember pada tahun 2012 yaitu sebesar 14.474 ha dimana areal terluas yaitu sebesar 2.900 ha berada pada Kecamatan Bangsalsari. Luas tanam, produksi dan produktivitas kedelai di Kabupaten Jember dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Luas Tanam, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Kabupaten Jember
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Jember, 2013.
21
BAB III – Aspek teknis produksi
3.9. Kendala Produksi Secara umum tidak terdapat kendala teknis khusus yang dihadapi oleh petani kedelai di Kabupaten Jember. Kendala-kendala seperti hama kutu putih dapat diatasi dengan baik dengan cara mengatur waktu tanam yaitu paling telat pada bulan Juli. Kendala-kendala teknis yang mungkin dihadapi adalah penggunaan pupuk majemuk dengan dosis kurang dari dosis rekomendasi sehingga produksi yang dihasilkan tidak optimum. Selain kendala teknis, terdapat kendala-kendala di luar teknis yang dihadapi oleh petani seperti harga jual kedelai yang masih tergolong rendah yaitu sekitar Rp 7.000/kg sehingga margin yang diperoleh petani cukup rendah, hal ini menyebabkan petani menjadi kurang tertarik untuk menanam kedelai. Petani lebih tertarik menggunakan lahannya untuk menanam komoditas lain selain padi seperti jagung, tembakau, dan semangka karena harga jualnya yang cukup tinggi. Rendahnya harga jual kedelai disebabkan karena petani menjual langsung hasil panennya kepada tengkulak secara individu. Mereka tidak mempunyai gudang penyimpanan sehingga tidak dapat menyimpan hasil panennya sebelum dijual. Kebijakan impor kedelai juga berpengaruh terhadap harga kedelai dimana kualitas kedelai impor dianggap lebih bagus dibandingkan dengan kedelai lokal terutama untuk bahan baku pembuatan tahu/tempe. n
22
BAB III – Aspek teknis produksi
Halaman ini sengaja dikosongkan
23
BAB IV ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
24
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
4.1. Aspek Pasar 4.1.1. Permintaan Kedelai merupakan bahan pangan dengan kandungan protein yang cukup tinggi. Kedelai juga merupakan bahan baku beberapa bahan makanan seperti tahu, tempe, kecap, tauco, dan lain lain. Oleh karena itu, permintaan terhadap komoditas ini cukup tinggi dikarenakan produk-produk olahan dari kedelai tersebut sudah menjadi konsumsi masyarakat sehari-hari. Tahu dan tempe merupakan salah satu pangan sumber protein dengan harga yang terjangkau dibandingkan dengan daging dan ikan. Namun tingginya permintaan terhadap kedelai tidak diimbangi oleh ketersediaannya dalam negeri sehingga tergantung pada impor dari negara lain. Konsumsi per kapita kedelai yaitu sekitar 10,92 kg/kapita/tahun. Volume ekspor dan impor kedelai dapat dilihat pada Gambar 4.1. Pada grafik tersebut terjadi peningkatan volume impor kedelai dan sebaliknya volume ekspor cenderung menurun.
Sumber : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2012.
Gambar 4.1. Volume Impor (a) dan Ekspor (b) Kedelai pada Tahun 2009-2011
Kabupaten Jember mengalami minus ketersediaan kedelai dibandingkan dengan konsumsi pada tahun 2009-2011 namun pada tahun 2012 dan data taksasi produksi tahun 2013 menunjukkan surplus. Kekurangan ketersediaan kedelai tersebut disebabkan jumlah produksi lebih kecil dibandingkan dengan konsumsi kedelai itu sendiri. Surplus kedelai di wilayah Jember akan memasok wilayah kabupaten di sekitarnya dalam provinsi atau lintas provinsi. 4.1.2. Penawaran Kedelai merupakan pangan utama masyarakat Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai yang merupakan bahan baku pembuatan tahu, tempe, dan kecap memiliki permintaan yang cukup tinggi. Di sisi lain produksi kedelai 25
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
berfluktuasi karena kondisi iklim dan minat petani untuk membudidayakan komoditas ini karena harga jual yang rendah dan banyak komoditas saingan seperti jagung. Produksi kedelai dari tahun ke tahun berfluktuasi. Selama kurun waktu 10 tahun dari tahun 2002 sampai 2011 terjadi peningkatan luas panen sebesar 2,72%, produktivitas 1,22% dan produksi 4,06%. Pada kurun waktu tersebut produksi tertinggi kedelai terjadi pada tahun 2008 dan 2009. Pada kedua tahun tersebut kondisi harga kedelai cukup menarik sehingga petani bergairah untuk menanam kedelai. Keragaman luas panen, produktivitas dan produksi dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai Kabupaten Jember Tahun 2002-2011
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Jember
Peningkatan luas panen, produktivitas, dan produksi nasional masih belum mampu menurunkan jumlah impor kedelai di Indonesia dari luar seperti yang terlihat pada Gambar 4.1. Impor kedelai tersebut ternyata menyebabkan harga kedelai dalam negeri cenderung menurun. Dampak dari harga jual kedelai yang rendah adalah minat petani menanam kedelai menjadi turun seperti yang terjadi di Kabupaten Jember saat ini. Petani lebih memilih menanam jagung, tembakau, atau semangka dibandingkan menanam kedelai yang disebabkan harga jual yang kurang “menarik”. 4.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar Sentra produksi kedelai tersebar di 15 provinsi di wilayah Indonesia, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Selatan, Kalimantan 26
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Selatan, dan Kalimantan Tengah. Persaingan komoditas ini tidak terlalu signifikan mengingat produksi dalam negeri masih belum dapat memenuhi kebutuhan nasional. Kedelai di Kabupaten Jember saat ini bukan merupakan komoditas utama yang ditanam sepanjang tahun melainkan hanya sebagai tanaman selingan setelah menanam padi dan dilakukan satu siklus dalam setahun. Walaupun produktivitas kedelai lokal dapat ditingkatkan menjadi lebih atau sama dengan 2 ton/ha, saingan terbesarnya adalah masuknya kedelai impor yang dianggap memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan kedelai lokal. Ciri-ciri dari kedelai impor yaitu ukuran bijinya yang besar sehingga lebih disukai oleh pengrajin tahu/tempe. Walaupun demikian permintaan terhadap kedelai lokal juga meningkat terutama kedelai dengan Varietas Anjasmoro yang saat ini banyak ditanam oleh petani di Kabupaten Jember. Kedelai ini diakui petani memiliki ukuran biji yang besar sehingga banyak diminati oleh pengrajin tahu/tempe. Persaingan usaha juga dapat dilihat dari penerapan teknik budidaya pada setiap pelaku usaha disetiap lokasi sentra budidaya. Beberapa petani masih menggunakan teknik budidaya yang minimum untuk pembudidayaan kedelai sehingga produksi tidak maksimal. Peluang pemasaran kedelai Indonesia masih cukup tinggi apabila produksi dalam negeri dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dilihat pada beberapa tahun sebelumnya Indonesia pernah mengekspor kedelai ke berbagai negara. Hal ini menunjukkan bahwa kedelai di Indonesia masih banyak diminati oleh negara lain. 4.2. Aspek Pemasaran 4.2.1. Harga Harga Pembelian Pemerintah (HPP) memegang peranan penting dalam hal menarik minat petani untuk menanam kedelai. Saat ini HPP kedelai berkisar Rp7.000/kg masih dianggap terlalu rendah untuk menutupi biaya produksi. Saat ini biaya produksi kedelai berkisar Rp 7.000.000/ha di luar biaya sewa lahan. Apabila produktivitas kedelai hanya 1 ton/ha maka biaya tersebut tidak dapat ditutupi oleh penjualan hasil panen. Adanya kebijakan impor kedelai diduga menyebabkan harga kedelai lokal menurun. Oleh karena itu, perlu penguatan pasar yang dapat meningkatkan harga jual kedelai lokal secara kompetitif dan keberpihakan pada sistem pasokan kedelai lokal. Walaupun terjadi peningkatan harga jual kedelai di tingkat petani yaitu kisaran Rp3.500 - Rp4.700/kg di tahun 2008 kemudian terus meningkat menjadikisaran Rp7.000/kg pada saat ini, maka hal tersebut masih dinilai kurang menguntungkan karena biaya produksi yang cenderung terus 27
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
mengalami peningkatan. Petani tidak dapat mengendalikan harga jual tersebut karena sistem penjualan dilakukan secara individu langsung kepada tengkulak. Selain itu, fluktuasi harga juga tergantung pada kondisi ketersediaan barang, dimana apabila hasil panen melimpah maka dapat dipastikan harga jual kedelai akan jatuh. 4.2.2. Jalur Pemasaran Produk Jalur pemasaran produk kedelai di Kabupaten Jember sebagian besar menggunakan sistem penjualan sederhana yaitu langsung ke tengkulak atau pengumpul kecil secara individu. Setelah dari pengumpul kecil kemudian dijual ke pengumpul besar dan kemudian ke pengrajin tahu/tempe. Dengan kondisi seperti ini maka sudah seharusnya BULOG berperan aktif dalam membantu petani untuk menstabilkan harga dengan membeli hasil panen sehingga ada jaminan pasar bagi petani dan hasil panen dapat disimpan terlebih dahulu sebelum dikeluarkan (buffer stock). Penyimpanan kedelai sangat penting untuk mengatasi fluktuasi harga dan adanya jaminan ketersediaan kedelai saat produksi kedelai menurun. Namun BULOG dalam hal ini hanya sebagai pelaksana dimana penyedia dana dan instruksi pembelian berasal dari kebijakan pusat. Secara garis besar jalur pemasaran produk kedelai dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Jalur Pemasaran Kedelai Untuk Tujuan Benih dan Konsumsi
Kedelai hasil panen untuk benih dikumpulkan ke penangkar benih yang telah menjalin kerja sama dengan Dinas Pertanian untuk melakukan program SL-PTT dan PT BISI International, Tbk (perusahaan benih). Benih kedelai tersebut dibeli dengan harga Rp8.500/kg. Untuk tujuan benih ini biasanya penangkar benih telah bekerjasama dengan petani binaan untuk mendapatkan benih kedelai dengan kualitas yang bagus untuk memenuhi persyaratan benih berkualitas. 28
BAB IV – ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
4.2.3. Kendala Pemasaran Secara umum kendala yang dihadapi dalam usaha budidaya kedelai adalah harga jual dan rantai pasok. Pada era perdagangan bebas saat ini, petani/ pengusaha budidaya kedelai mengalami masalah yang belum dapat terselesaikan, yaitu pada saat produksi meningkat tetapi tidak ada jaminan pasar, atau produksi kurang, harga jual rendah karena masuknya produk impor. Oleh karena itu, masalah utama dalam usaha budidaya kedelai adalah kepastian pasar dan harga jual. Sebagian besar pengusaha kesulitan modal untuk pengembangan pasar, karena tidak memiliki kekuatan untuk menentukan harga jual di pasar. Pemasaran juga tidak terlepas dari kondisi sistem produksi yang dapat menghasilkan produk dengan kuantitas dan kualitas yang memenuhi permintaan pasar. Peran pemerintah dalam kaitannya dengan sistem tata-niaga kedelai khususnya perlu ada regulasi yang melindungi petani kedelai dalam negeri. Walaupun belum sampai pada penentuan HPP (Harga Pembelian Pemerintah) seperti pada beras, namun perlindungan harga terhadap produk kedelai dalam negeri masih perlu dilakukan. n
29
BAB V ASPEK KEUANGAN
30
BAB V – ASPEK Keuangan
5.1. Pemilihan Pola Usaha Melihat besarnya permintaan terhadap komoditas kedelai, maka usaha budidaya kedelai merupakan unit usaha yang prospektif untuk dikembangkan. Permintaan terhadap kedelai bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan benih. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan tersebut salah satunya adalah dengan peningkatan produktivitas kedelai per satu satuan luas. Dalam upaya peningkatan produktivitas kedelai ini diperlukan teknik budidaya yang baik mulai dari penanaman sampai pengolahan pascapanen. Tidak terdapat perbedaan yang mendasar dalam teknik budidaya kedelai untuk tujuan benih atau untuk bahan baku tahu dan tempe. Oleh karena itu, pemilihan pola usaha ini digunakan kriteria minimal bahwa usaha tersebut bersifat ekonomis dan bankable. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan pola usaha adalah produktivitas yang optimal, baik dari segi jumlah dan mutu serta kepastian harga jual dan pasar melalui pola kemitraan dengan industri pengolahan dan penangkar benih. Skala usaha budidaya kedelai sangat tergantung pada ketersediaan lahan, ketersediaan air serta musim. Demikian juga, fasilitas dan teknologi produksi yang diterapkan oleh petani berbasis pada pengalaman budidaya kedelai sesuai dengan POS (Prosedur Operasional Standar) yang sebagian besar bukan merupakan usaha baru. 5.2. Asumsi dan Parameter Dalam Analisis Keuangan Dari pemilihan pola usaha di atas, ditetapkan asumsi dan parameter yang akan digunakan untuk analisis kelayakan usaha dari sisi keuangan. Asumsi dan parameter ini diperoleh berdasarkan kajian terhadap usaha budidaya kedelai di Kabupaten Jember, serta informasi yang diperoleh dari pustaka. Asumsi untuk analisis keuangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.1. di bawah ini.
Tabel 5.1 Asumsi Dalam Analisis Keuangan
31
BAB V – ASPEK Keuangan
Periode proyeksi dalam analisis ini selama 4 tahun dengan penyusunan aliran kas selama 12 bulan. Periode proyeksi tersebut tidak menggambarkan pola investasi, sebab siklus produknya yang singkat, yaitu 4 bulan dengan 2 kali musim tanam per tahun. Diasumsikan bahwa lahan yang digunakan adalah lahan tegalan dengan pola tanam kedelai-kedelai-padi atau lahan sawah beririgasi dengan pola tanam padi-kedelai-kedelai. Suku bunga yang berlaku diasumsikan 13% per tahun. Sedangkan proporsi modal kerja dan investasi adalah sebesar 70% berasal dari kredit bank, sedangkan sisanya (30%) berasal dari pengusaha sendiri. Jangka waktu kredit diasumsikan 12 bulan, baik untuk modal kerja maupun modal investasi. Pembayaran pinjaman dilakukan setelah panen. Karena penanaman hanya 2 musim dalam setahun maka pembayaran menjadi 2 kali setahun atau setiap 6 bulan.
32
BAB V – ASPEK Keuangan
5.3. Komponen dan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional Komponen biaya dalam analisis kelayakan usaha budidaya kedelai dibedakan menjadi dua, yaitu (1) biaya investasi dan (2) biaya modal kerja yang terdiri dari biaya tetap (yang diperhitungkan setiap musim tanam) dan biaya variabel, dimana total keduanya disebut dengan biaya operasional. Biaya investasi adalah komponen biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan peralatan budidaya kedelai. Sedangkan biaya operasional atau biaya modal kerja adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan untuk kegiatan proses budidaya sejak persiapan tanam hingga panen kedelai. 5.3.1. Biaya Investasi Biaya investasi yang dibutuhkan pada tahap awal usaha budidaya kedelai per hektar berupa biaya untuk pengadaan peralatan dan mesin budidaya. Kebutuhannya tergantung pada skala usaha (luas lahan usaha) budidaya. Kebutuhan biaya investasi untuk usaha budidaya kedelai per hektar adalah sebesar Rp4.426.000 per tahun (2 musim tanam dengan kondisi sesuai asumsi) dengan nilai penyusutan alat dan mesin per tahun sebesar Rp1.024.000 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Biaya Investasi Usaha Budidaya Kedelai per Hektar
5.3.2. Biaya Operasional Biaya operasional dalam usaha budidaya kedelai berupa biaya variabel yang tergantung pada skala usaha atau luas lahan yang dikelola serta biaya tetap yang sebagian tergantung pada skala usaha. Total biaya variabel yang digunakan sebagai biaya operasional usaha budidaya kedelai sebesar Rp6.660.500 per musim tanam 33
BAB V – ASPEK Keuangan
atau Rp13.321.000 per tahun dengan 2 kali musim tanam. Komposisi biaya variabel adalah benih (9,01%), pupuk (25,30%), bahan penunjang (33,90%), pestisida (5,22%), dan upah tenaga kerja (26,57%) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.3, maka komponen biaya tetap terbesar digunakan untuk sewa lahan sebesar 95,6% per tahun dan sisanya untuk perbaikan peralatan. Total kebutuhan biaya tetap tersebut sebesar Rp5.750.000 per musim atau Rp11.500.000 per tahun untuk 2 kali musim tanam.
Tabel 5.3. Biaya Variabel Usaha Budidaya Kedelai per Hektar
Tabel 5.4. Biaya Tetap Usaha Budidaya Kedelai per Hektar
5.4. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Biaya operasional yang diperlukan dalam usaha budidaya kedelai per hektar per musim tanam (MT) adalah sebesar Rp12.410.500, sedangkan biaya investasi yang diperlukan untuk budidaya kedelai adalah Rp4.426.000. Dalam pola pembiayaan ini, kebutuhan biaya modal kerja disesuaikan hanya untuk 1 kali musim tanam sebesar Rp12.410.500 dengan asumsi 70% diantaranya merupakan pinjaman melalui kredit bank dan sisanya (30%) adalah modal sendiri (Tabel 5.5).
34
BAB V – ASPEK Keuangan
Tabel 5.5. Struktur Kebutuhan Dana Usaha Budidaya Kedelai per Hektar
Dalam pelaksanaan usaha budidaya kedelai, total investasi yang dibutuhkan sebesar Rp4.426.000 dimana proporsi pinjaman adalah sebesar 70% atau Rp3.098.200 dan sisanya sebesar Rp1.327.800 merupakan modal sendiri. Kredit investasi tersebut menggunakan suku bunga 13% per tahun dan masa pengembalian kredit investasi selama 1 tahun. (Tabel 5.6).
Tabel 5.6. Angsuran Kredit Investasi Usaha Budidaya Kedelai per Hektar
35
BAB V – ASPEK Keuangan
Untuk memenuhi kebutuhan modal kerja sebesar Rp 12.410.500, maka petani akan mengambil kredit untuk 1 kali musim tanam dengan proporsi pinjaman 70% atau sebesar Rp 8.687.350 dan sisanya modal sendiri yang harus disediakan sebesar Rp 3.723.150. Kredit tersebut diperoleh petani dengan suku bunga 13% per tahun dan jangka waktu 1 tahun (2 kali musim tanam). Angsuran dibayarkan pada saat panen kedelai atau pada bulan ke-4 sejak mulai musim tanam dan dikenal dengan istilah ‘bayar panen’ atau ‘yarnen’. Oleh karena kebutuhan modal kerja pada tahun ke 2 (musim tanam ke-3) belum dapat dipenuhi dari keuntungan usaha selama 2 kali musim tanam, maka pada musim tanam ke-3 petani mendapatkan kembali pinjaman/kredit modal kerja. Angsuran pokok dan angsuran bunga untuk estimasi pengembalian kredit modal kerja ditampilkan pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Angsuran Kredit Modal Kerja Usaha Budidaya Kedelai per Hektar
36
BAB V – ASPEK Keuangan
5.5. Produksi dan pendapatan Produksi budidaya kedelai sesuai dengan asumsi produktivitas yaitu sebesar 1,9 ton/hektar. Harga jual kedelai di tingkat petani yaitu sebesar Rp8.200/ kg, perkiraan pendapatan usaha per hektar untuk satu musim tanam sebesar Rp15.580.000, sehingga per tahun pendapatan usaha mencapai Rp31.160.000 (Tabel 5.8). Proyeksi pendapatan budidaya kedelai dengan asumsi tidak terjadi kenaikan harga jual kedelai dapat dilihat pada Tabel 5.8 Tabel 5.8 Proyeksi Produksi dan Pendapatan Budidaya Kedelai per Hektar
5.6. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point Proyeksi laba-rugi budidaya kedelai per hektar pada Tabel 5.9 menunjukkan usaha ini mampu memberikan keuntungan dari tahun ke-1 sampai tahun ke-4, namun dengan nilai keuntungan (profit on sales) yang sangat kecil. Beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah rendahnya produktivitas kedelai dan rendahnya harga jual kedelai. 5.7. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Dari proyeksi arus kas usaha budidaya kedelai menunjukkan bahwa usaha budidaya ini sangat rentan dengan komponen biaya yang ada seperti yang di asumsikan. Tingginya biaya produksi untuk usaha budidaya kedelai terutama untuk sewa lahan dapat menyebabkan pemasukan yang diterima tidak dapat menutupi biaya tersebut, dimana nilai Net Present Value (NPV) yang negatif menunjukkan bahwa usaha budidaya kedelai tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Namun dengan asumsi yang disusun dan dijelaskan sebelumnya, bahwa usaha budidaya kedelai ini masih memberikan keuntungan (tabel rugi laba) dan analisis profitabilitas menunjukkan bahwa usaha ini masih layak untuk dilaksanakan, karena NPV positif dengan IRR masih diatas suku bunga yang digunakan. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.10 dan Tabel 5.11. 37
BAB V – ASPEK Keuangan
Tabel 5.9. Proyeksi Laba-Rugi Budidaya Kedelai per Hektar
Tabel 5.10. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Budidaya Kedelai per Hektar
untuk IRR
untuk IRR untuk IRR
38
BAB V – ASPEK Keuangan
Tabel 5.11. Kriteria Kelayakan Usaha Budidaya Kedelai per Hektar
5.8. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha Biaya produksi dan pendapatan secara umum dijadikan patokan dalam mengukur kelayakan usaha dalam suatu analisis kelayakan suatu proyek. Hal ini dikarenakan kedua hal tersebut merupakan komponen inti dalam suatu kegiatan usaha. Terlebih lagi bahwa komponen biaya produksi/variabel dan pendapatan juga didasarkan pada asumsi dan proyeksi sehingga memiliki tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi. Untuk mengurangi dan mengantisipasi risiko, diperlukan analisis sensitivitas yang menguji tingkat sensitivitas proyek terhadap perubahan input maupun output. Dalam pola pembiayaan usaha budidaya kedelai digunakan tiga skenario sensitivitas yang didasarkan pada perubahan harga produk yang menyebabkan penurunan pendapatan, kenaikan biaya variabel, dan kombinasi keduanya. 1) Skenario 1 : Pendapatan Turun Dalam struktur aliran kas, penurunan pendapatan bisa disebabkan oleh penurunan produksi maupun penurunan harga jual. Terjadinya penurunan pendapatan sebesar 1% menyebabkan usaha budidaya kedelai masih dinilai layak diusahakan namun dengan NPV mendekati nol dan IRR mendekati tingkat suku bunga. Apabila pendapatan melebihi 1% menyebabkan usaha budidaya ini menjadi tidak layak. Kondisi ini memperlihatkan bahwa dalam usaha budidaya kedelai faktor harga menjadi sangat vital karena penurunan harga menjadi faktor utama ketidaklayakan suatu usaha budidaya kedelai.
Tabel 5.12. Sensitivitas Penurunan Produksi/Penurunan Pendapatan
39
BAB V – ASPEK Keuangan
2) Skenario 2 : Biaya Variabel Naik Sensitivitas kenaikan biaya produksi terutama biaya variabel kemungkinan terjadi dengan melihat perkembangan ekonomi saat ini dengan perkembangan pasar bebas yang sulit dibendung. Sehingga memunculkan asumsi peningkatan biaya produksi/variabel sedangkan pendapatan dianggap tetap/ konstan. Pada usaha budidaya kedelai, komponen biaya variabel mengalami peningkatan sebesar 3%, maka usaha budidaya kedelai masih layak dilakukan. Dengan nilai NPV positif, IRR lebih besar dari suku bunga dan Net B/C Ratio lebih besar dari 1. Namun dengan kenaikan biaya variabel sebesar 4% atau lebih menyebabkan usaha budidaya kedelai menjadi tidak layak. Oleh karena itu, perubahan biaya produksi harus dipikirkan dengan baik agar usaha budidaya kedelai walaupun kondisi ini tidak mempengaruhi kelayakan usaha.
Tabel 5.13. Sensitivitas Peningkatan Biaya Variabel
3) Skenario 3 : Kombinasi Penurunan harga kedelai dapat terjadi karena kenaikan biaya produksi seiring dengan peningkatan harga saprotan dapat juga terkombinasi dengan turunnya produk yang terjual ataupun turunnya nilai jual produk kedelai. Sensivitivitas kombinasi tersebut memperlihatkan bahwa pada saat terjadinya kenaikan biaya variabel sebesar 1% serta terjadi penurunan pendapatan sebesar 1% maka usaha budidaya kedelai masih dinilai layak, namun lebih dari nilai tersebut akan menyebabkan usaha tidak layak.
Tabel 5.14. Sensitivitas Kombinasi
40
BAB V – ASPEK Keuangan
5.9. Kendala Keuangan Pemasaran dan harga pembelian pemerintah (HPP) kedelai yang dinilai masih rendah oleh petani serta persaingan dengan kedelai impor dapat diatasi dengan peningkatan produktivitas dan menjaga kualitas kedelai yang dihasilkan tetap baik. Namun, pembiayaan tetap menjadi kendala yang harus diperhatikan dalam usaha berbasis komoditas pertanian seperti budidaya kedelai. Usaha budidaya kedelai masih dianggap belum berkembang dan diusahakan secara maksimal sehingga kurang menarik lembaga keuangan untuk membiayainya. Adanya persaingan dengan komoditas lain yang dianggap lebih menguntungkan seperti jagung menyebabkan usaha budidaya kedelai semakin berkurang termasuk di daerah sentra produksi seperti Kabupaten Jember. Oleh karena itu, pembiayaan tidak saja diberikan untuk peningkatan produksi, tetapi juga diarahkan untuk penguatan pasar. Beberapa program pemerintah seperti SL-PTT memberikan bantuan berupa benih dan pupuk namun program ini masih dinilai belum efektif karena belum ada jaminan pasar dan masih terkendala harga jual sehingga proses budidaya kedelai belum optimal dan cenderung tidak kontinyu. Sistem pemasaran yang dilakukan secara individu oleh petani dan tidak terorganisir juga menjadi kendala dalam mengajukan pinjaman dari bank. n
41
BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
42
BAB VI – ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
6.1. Aspek Ekonomi dan Sosial Usaha budidaya kedelai merupakan jenis usaha yang berpotensi untuk dikembangkan mengingat tingginya permintaan kedelai dalam negeri. Hal tersebut tentu saja harus didukung oleh kebijakan pemerintah yang mendukung seperti penetapan harga jual dari petani. Selain itu, usaha budidaya kedelai harus dilakukan secara profesional mulai dari penanaman sampai penanganan pascapanen untuk mendapatkan kedelai dengan kuantitas dan kualitas yang baik. Apabila terdapat sinergitas yang baik antara pemerintah dan petani yang didukung oleh kemitraan lainnya maka diharapkan usaha budidaya kedelai ini dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi petani. Peranan kemitraan pemasaran juga mempunyai andil yang cukup besar dalam usaha ini. Kepastian harga dan pasar merupakan salah satu faktor yang mendorong minat petani untuk membudidayakan tanaman kedelai. Dengan adanya usaha budidaya kedelai juga diharapkan dapat menyerap banyak tenaga kerja khususnya di bidang pertanian sehingga dari segi sosial dapat mengurangi angka pengangguran serta mencegah tingginya angka urbanisasi ke daerah perkotaan. 6.2. Dampak Lingkungan Tanaman kedelai termasuk ke dalam kelompok tanaman legum yang dapat memfiksasi nitrogen bebas dari udara dengan bantuan bakteri rhizobium. Hal tersebut sebenarnya dapat menguntungkan karena dapat mengurangi penggunaan pupuk nitrogen seperti urea. Penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan diduga merupakan salah satu penyebab pencemaran lingkungan. Penggunaan pupuk anorganik saat ini masih belum dapat disubtitusi sepenuhnya oleh penggunaan pupuk organik sehingga penggunaan dari pupuk ini harus sesuai dengan aturan dan dalam jumlah yang cukup untuk menjaga kelestarian lingkungan. Penggunaan pestisida untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) baik serangan hama dan penyakit juga dapat berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia jika tidak dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan aturan. Pada dasarnya pengendalian OPT perlu dilakukan jika tingkat serangan sudah melewati batas ambang ekonomi. Tanaman kedelai, walaupun tidak seintensif tanaman hortikultura dalam proses perawatannnya, harus diperhatikan berbagai jenis hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman ini dan dapat menurunkan produksi kedelai. Dalam jangka panjang perlu dilakukan pertanian secara organik untuk menjaga kelestarian lingkungan baik dalam penggunaan pupuk atau pengendalian OPT. 43
BAB VI – ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Penanaman kedelai juga dapat memberikan keuntungan bagi petani terutama yang mempunyai hewan ternak karena brangkasan tanaman yang sudah tidak terpakai dapat digunakan sebagai pakan ternak. Hal tersebut mendukung sistem pertanian terpadu. n
44
BAB VI – ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Halaman ini sengaja dikosongkan
45
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
46
Komoditi PAdi | Peningkatan BAB VII – Kesimpulan Akses Pemasaran dan saran
7.1. Kesimpulan Usaha budidaya kedelai dinilai masih memiliki prospek dan peluang usaha yang cukup tinggi jika diarahkan menjadi suatu unit bisnis. Usaha ini akan mampu meningkatkan pendapatan dan memberikan nilai tambah bagi petani. Dengan kajian pola pembiayaan usaha budidaya kedelai ini, dapat disimpulkan beberapa point penting, yaitu: 1. Pemilihan lokasi dan penentuan musim tanam yang tepat akan sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas produksi kedelai. Beberapa wilayah di Provinsi Jawa Timur merupakan sentra pengembangan budidaya kedelai, seperti Banyuwangi dan Jember. Untuk semakin meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan maka penggunaan benih dengan kualitas yang baik sangat dianjurkan atau bahkan bersertifikat. 2. Kebutuhan dana usaha budidaya kedelai sangat tergantung pada ketersediaan lahan (luasan lahan) dan jenis kedelai yang dibudidayakan. Berdasarkan asumsi yang dibuat, maka total modal yang diperlukan untuk budidaya kedelai per musim tanam sebesar Rp16.836.500 dengan rincian kebutuhan biaya investasi sebesar Rp4.426.000 (untuk jangka waktu 1 tahun) dan modal Kerja selama 1 musim tanam sebesar Rp12.410.500. Untuk pelaksanaan 2 kali musim tanam maka pada musim tanam kedua hanya dibutuhkan biaya operasional. 3. Dana yang dibiayai dari kredit bank adalah kebutuhan investasi dan modal kerja untuk satu kali musim tanam dengan proporsi kredit sebesar 70% dari kebutuhan riil. Skim kredit yang digunakan berupa KUR pada tingkat bunga 13% per tahun tanpa grace period 4 bulan dengan jangka pinjaman selama 1 tahun. Pembayaran angsuran dilakukan sebanyak 2 kali setelah panen pada masing-masing akhir musim tanam. Untuk usaha yang sudah berjalan biaya investasi yang diperlukan biasanya diperoleh dari modal sendiri. 4. Usaha budidaya kedelai per hektar sesuai dengan asumsi yang ada menghasilkan NPV Rp1.456.846 pada tingkat bunga 13% dengan nilai IRR adalah 19,52% dan Net B/C Ratio 1,33. Berdasarkan kriteria dan asumsi yang ada menunjukkan bahwa usaha budidaya kedelai per hektar selama masa proyeksi sudah layak untuk dilaksanakan dengan Pay Back Period (PBP) selama 3,60 tahun. 5. Penurunan pendapatan atau turunnya harga kedelai lebih berpengaruh terhadap tingkat kelayakan usaha budidaya kedelai dibandingkan dengan kenaikan biaya produksi atau biaya variabel. Asumsi dalam analisis keuangan menggunakan harga dasar kedelai sebesar Rp 8.200 per kg, dan harga ini menjadi batas psikologis untuk kelayakan suatu usaha budidaya kedelai. 47
BAB VII – Kesimpulan dan saran
Oleh karena itu, tingkat harga jual kedelai harus menjadi perhatian serius dari Pemerintah dan pelaku usaha lainnya. 7.2. Saran 1. Usaha budidaya kedelai masih memungkinkan untuk dilaksanakan tetapi perlu dipertimbangkan dilakukan dalam skala yang lebih besar karena sensitivitas biaya kebutuhan budidaya untuk skala kecil sangat mempengaruhi kelayakan usahanya. 2. Untuk meningkatkan minat petani dalam menanam kedelai dan untuk meningkatkan kualitas dan harga jual, perlu memperkuat kelembagaan di tingkat petani seperti meningkatkan peran gapoktan sehingga dalam budidaya kedelai sampai pemasarannya dapat terorganisir dengan baik. Selain itu, pengelolaan pasca panen dilakukan dengan benar untuk meningkatkan kualitas kedelai yang akan dipasarkan. Kualitas kedelai yang jelek seperti banyak biji yang pecah, tercampur dengan tanah atau kerikil menyebabkan kedelai tidak diterima oleh pasar dan memiliki harga jual yang rendah. 3. Pengembangan sentra menjadi salah satu pilihan utama pengembangan budidaya kedelai agar kebutuhan biaya dan harga jual bisa terkontrol. 4. Untuk usaha yang baru perlu diperhitungkan jenis investasinya berdasarkan skala usaha dan jenis usahanya. 5. Diperlukan pembiayaan untuk pengembangan pemasaran kedelai agar dapat membentuk sistem rantai pasok yang kuat dan petani/pengusaha memiliki kekuatan untuk membangun harga jual dengan sumber daya yang dimilikinya. 6. Petani/pengusaha juga harus berwawasan lingkungan dengan tetap memperhatikan kelestarian lahan dan penggunaan bahan kimia yang terkendali dan bertanggung-jawab. 7. Perlu dilakukan penelitian yang intensif agar dapat dihasikan varietas kedelai yang mampu beradaptasi terhadap kondisi cuaca yang ekstrim sehingga toleran terhadap serangan hama dan penyakit. n
48
BAB VII – Kesimpulan dan saran
Halaman ini sengaja dikosongkan
49
INFO UMKM
INFO INF UMKM PADA WEBSITE BANK INDONESIA FO UMKM M PADA WEBSITTE BANK INDONESIA http://jktbiwfe/id/umkm/Default.aspx htttp://jktbiwffe/id/umkm m/Default.asspx
INFFO UMKM M PADA WEBSITTE BANK INDONESIA htttp://jktbiwffe/id/umkm m/Default.asspx
pada website Bank Indonesia www.bi.go.id terdapat minisite Info UMKM yang o.idterdapa Padaweb bsite Ba ank informasi Ind donesia www.bi.go atminisite Inffo simulasi UM MKM yang menyediakan terkait pengembangan UMKM, termasuk pola menyedia akaninforma an www.bi.go UMKM, ,termasuksim mulasipolap (lending Padaweb bsite asiterkaitpe Ba ank engembanga Ind donesia o.idterdapa atminisite Inffo embiayaan UM MKMyang pembiayaan (lending model) usaha kecil menengah sebagaimana dicantumkan model)usa aha kecil meenengahseb bagaimanad dicantumkan ndalambuku uini. menyedia akaninforma engembanga an UMKM, ,termasuksim mulasipolap embiayaan (lending dalam buku ini. asiterkaitpe model)usa aha kecil meenengahseb bagaimanad dicantumkanndalambukuuini.
meenu informa asi yang terssediapadaInfo I UMKM M Beberapa menuBeeberapa informasi yang tersedia pada Info UMKM
Info Beeberapa meenu informa asi yang terssediapadaInfo I UMKM M UMKKM TenttangLayananIIni > KoordinasidanKe erjasama
Info UMK KM
> Konssultasi Usaha
Tent tangLayananI ∨ Kela ayakan Usaha a Ini > KooKomoditiUng rdinasidanKe erjasama ggulan > Kons sultasi Usaha PolaPembia ayaan ∨ Kela ayakan Usaha a SistemPenun njangKeputu sanUntukInve estasi
KomoditiUng ggulan
PolaPembia ayaan > Dattabase Profil UMKM > Kre edit UMKM SistemPenunnjangKeputu
sanUntukInve estasi > Kisa ahSuksesPemb biayaan > Pennelitian >> Dat ta tabase KomoditiProfil Dat
UMKM
k Web UMKM M > Link Kre edit UMKM
> Kisa ahSuksesPemb biayaan
50
> Pennelitian > Datta Komoditi
INFO UMKM
POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA KECIL MENENGAH POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) USAHA KECIL MENENGAH PenelitianlengkapPOLA
PEMBIAYAAN
(LENDING
MODEL)
USAHA
KECIL
Penelitian POLA PEMBIAYAAN (LENDING MODEL) oleh Bank Indonesia dapatdiunduhpada Info USAHA UMKM:KECIL MENENGAHlengkap MENENGAH oleh Bank Indonesia dapat diunduh pada Info UMKM: http://www. http://www.bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx OLA PEMBIAYAAN ( LENDING MODEL) USAHA KECIL MENENGAH bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx (Menu: P Kelayakan Usaha > Pola Pembiayaan) (Menu: Kelayakan Usaha > Pola Pembiayaan). PenelitianlengkapPOLA
PEMBIAYAAN
(LENDING
MODEL)
USAHA
KECIL
Bank Indonesia dapatdiunduhpada Info UMKM: MENENGAHoleh SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK INVESTASI (SPKUI) http://www.bi.go.id/id/umkm/kelayakan/pola-pembiayaan/perikanan/Default.aspx SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK INVESTASI (SPKUI) (Menu: Kelayakan Usaha > Pola Pembiayaan)
Beberapa pola pembiayaan pembiayaan (lending kecil menengah tersebut Beberapa pola (lending model)model) usaha usaha kecil menengah tersebut dapat dapat disimulasikan secaradan interaktif dinamis dengan aplikasi SPKUIpada Info SPKUI UMKM:pada disimulasikansecara interaktif dinamisdan denganaplikasi Info UMKM: http://www.bi.go.id/spkui http://www.bi.go.id/spkui SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN UNTUK INVESTASI (SPKUI) (Menu: Kelayakan Usaha > Sistem Penunjang (Menu: Kelayakan Usaha > Sistem Penunjang Keputusan Keputusan Untuk Investasi)Untuk Investasi). Beberapa pola pembiayaan (lending model) usaha kecil menengah tersebut dapat disimulasikansecara interaktif dan dinamis denganaplikasiSPKUIpada Info UMKM: http://www.bi.go.id/spkui (Menu: Kelayakan Usaha > Sistem Penunjang Keputusan Untuk Investasi)
n Simulasi Simulasi SPKUI SPKUI dilakukan dengan mengakses menu yang tersedia secara bertahap, yaitusecara dilakukan dengansub mengakses sub menu yang tersedia
Home
bertahap, Komoditi yaitu Sumber Dana Asumsi dengan BiayaInv Simulasi SPKUI dilakukan mengaksesBiaya Ops sub menu yang tersedia secaraR/L bertahap,ArusKas yaitu
Home
Komoditi
Asumsi
BiayaInv
Biaya Ops
Sumber Dana
R/L
ArusKas
Kelayakan
Kelayakan
Setiap pengguna SPKUI dapat melakukan simulasi perhitungan analisis kelayakan n Setiap pengguna usaha/proyek dengan melakukan perubahan (editing) terhadap variabel/parameter yang melakukan simulasi perhitungan Setiap pengguna SPKUISPKUI dapat dapat melakukan simulasi perhitungan analisis kelayakan analisis terdapat pada Tabel Asumsi Usaha,perubahan Tabel Biaya Investasi Usahavariabel/parameter dan Tabel Biayayang Operasi usaha/proyek dengan melakukan (editing) terhadap kelayakan usaha/proyek dengan melakukan perubahan (editing) terhadap Usaha, untuk pada disesuaikan dengan dan kondisi daerah pengguna terdapat Tabel Asumsi Usaha,situasi Tabel Biaya Investasi Usaha dandimana Tabel Biaya Operasiakan variabel/parameter yang terdapat pada Tabel Asumsi Biaya melaksanakan usahanya. Usaha, untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah dimana Usaha, pengguna Tabel akan
Berdasarkan simulasi perhitungan akan diperoleh informasi utama dalam penentuan kelayakan Berdasarkan simulasi perhitungan akan diperoleh informasi akan utama dalam penentuan kelayakan situasi dan kondisi daerah pengguna melaksanakan usahanya. suatu usaha dalam SPKUI, yaitu: dimana dalam SPKUI, yaitu: - suatu Net usaha Present Value (NPV), n Berdasarkan simulasi perhitungan akan diperoleh informasi utama dalam - Net Rate Present - Interest of Value Return(NPV), (IRR), - Interest Rate of Return (IRR), usaha dalam SPKUI, yaitu: penentuan kelayakan suatu - Net B/C, dan - Net B/C, dan - Net Present Value (NPV), - Payback Period (PBP). - Payback Period (PBP).
melaksanakan usahanya. Investasi Usaha dan Tabel Biaya Operasi Usaha, untuk disesuaikan dengan
- Interest Rate of Return (IRR), - Net B/C, dan - Payback Period (PBP).
51
DAFTAR PUSTAKA
52
Daftar Pustaka
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. 2010. Standar Mutu Fisik Kedelai. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2012. Buku Saku. Statistik Makro Sektor Pertanian. Vol. 4 (2) Marwoto, S. Hardaningsih. 2007. Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Kedelai. Dalam Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
53
Lampiran
54
Lampiran
Lampiran 1 : Asumsi Untuk Analisis Keuangan
55
Lampiran 2. Biaya Investasi
Lampiran
56
Lampiran
Lampiran 3. Biaya Operasional
57
Lampiran
Lampiran 4. Sumber Dana
Lampiran 5. Proyeksi Produksi dan Pendapatan
58
Lampiran 6. Angsuran Kredit Investasi (Suku Bunga 13%)
Lampiran
59
Lampiran
Lampiran 7. Angsuran Kredit Modal Kerja (Suku Bunga 13%)
60
Lampiran 8. Proyeksi Rugi Laba Usaha (Rp)
Lampiran
61
Lampiran 9. Proyeksi Arus Kas
Lampiran
62
untuk Menghitung IRR
untuk Menghitung IRR
Lampiran 10. Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 1%
Lampiran
63
64
untuk Menghitung IRR
untuk Menghitung IRR
Lampiran 11. Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun 2%
Lampiran
Lampiran 12. Analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 3%
Lampiran
65
66
untuk Menghitung IRR
untuk Menghitung IRR
Lampiran 13. Analisis Sensitivitas : Biaya Variabel Naik 4%
Lampiran
untuk Menghitung IRR
untuk Menghitung IRR
Lampiran 14. Analisis Sensitivitas Kombinasi : Pendapatan Turun 1% dan Biaya Variabel Naik 1%
Lampiran
67
68
untuk Menghitung IRR
untuk Menghitung IRR
Lampiran 15. Analisis Sensitivitas Kombinasi : Pendapatan Turun 2% dan Biaya Variabel Naik 2%
Lampiran
Lampiran
Lampiran 16. Rumus dan Cara Perhitungan untuk Analisis Aspek Keuangan 1 Menghitung Jumlah Angsuran. Angsuran kredit terdiri dari angsuran pokok ditambah dengan pembayaran bunga pada periode angsuran. Jumlah angsuran pokok tetap setiap bulannya. Periode angsuran (n) adalah selama 36 bulan untuk kredit investasi dan 12 bulan untuk kredit modal kerja.
Cicilan pokok Bunga Jumlah angsuran
= Jumlah Pinjaman dibagi periode angsuran (n). = i% x jumlah (sisa) pinjaman. = Cicilan Pokok + Bunga.
2. Menghitung Jumlah Penyusutan/Depresiasi dengan Metode Garis Lurus dengan Nilai Sisa 0 (nol). Penyusutan = Nilai Investasi /Umur Ekonomis. 3. Menghitung Net Present Value (NPV). NPV merupakan selisih antara present value dari benefit dan present value dari biaya. Adapun rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut:
n NPV = ∑ t = 1
Bt – Ct (1 + i)t
Keterangan : Bt = Benefit atau manfaat (keuntungan) proyek yang diperoleh pada tahun ke-t. Ct = Biaya atau ongkos yang dikeluarkan dari adanya proyek pada tahun ke-t, tidak dilihat apakah biaya tersebut dianggap merupakan modal atau dana rutin/operasional. i = Tingkat suku bunga atau merupakan social opportunity cost of capital. n = Umur Proyek. Untuk menginterpretasikan kelayakan suatu proyek, dapat dilihat dari hasil perhitungan NPV sebagai berikut: a. Apabila NPV > 0 berarti proyek layak untuk dilaksanakan secara finansial; b. Apabila NPV = nol, berarti proyek mengembalikan dananya persis sama besar dengan tingkat suku bunganya (Social Opportunity of Capital-nya). c. Apabila NPV < 0, berarti proyek tidak layak untuk dilanjutkan karena proyek tidak dapat menutupi social opportunity cost of capital yang digunakan. 69
Lampiran
4. Menghitung Internal Rate of Return (IRR). IRR merupakan nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama dengan 0 (nol). IRR dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dari suatu proyek, sepanjang setiap benefit bersih yang diperoleh secara otomatis ditanamkan kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan i yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. Cara perhitungan IRR dapat didekati dengan rumus dibawah ini: NPV1 IRR = i1 + (i2 – i1) X (NPV1 – NPV2) Keterangan : IRR = Nilai Internal Rate of Return, dinyatakan dalam %. NPV1 = Net Present Value pertama pada DF terkecil NPV2 = Net Present Value kedua pada DF terbesar i1 = Tingkat suku bunga /discount rate pertama. i2 = Tingkat suku bunga /discount rate kedua. Kelayakan suatu proyek dapat didekati dengan mempertimbangkan nilai IRR sebagai berikut: a. Apabila nilai IRR sama atau lebih besar dari nilai tingkat suku bunganya maka proyek tersebut layak untuk dikerjakan. b. Apabila nilai IRR lebih kecil atau kurang dari tingkat suku bunganya maka proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dikerjakan. 5. Menghitung Net B/C. Net benefit-cost ratio atau perbandingan manfaat dan biaya bersih suatu proyek adalah perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun di mana benefit bersih itu bersifat positif, sedangkan penyebut terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun di mana benefit itu bersifat negatif. Cara menghitung Net B/C dapat menggunakan rumus dibawah ini: NPV B-C Positif Net B/C = NPV B-C Negatif Keterangan : Net BC = Nilai benefit-cost ratio. NPV B-C Positif. = Net present value positif. NPV B-C Negatif. = Net present value negatif. 70
Lampiran
Hasil perhitungan Net B/C dapat diterjemahkan sebagai berikut: a. Apabila nilai Net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan. b. Apabila nilai Net B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
6. Menghitung Titik Impas (Break Even Point). Titik impas atau titik pulang pokok atau Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana tingkat produksi atau besarnya pendapatan sama dengan besarnya pengeluaran pada suatu proyek, sehingga pada keadaan tersebut proyek tidak mendapatkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian.
Terdapat beberapa rumus untuk menghitung titik impas yang dapat dipilih, namun dalam buku ini digunakan rumus pada huruf a, b dan c di bawah ini :
a. Titik Impas (Rp.) = 1
b. Titik Impas (satuan) = c.
Biaya Tetap Total Biaya Variabel Hasil Penjualan
Titik Impas (Rp) Harga satuan Produk
Jika biaya variabel dan biaya tetap tidak dipisahkan maka pencarian titik impas dapat menggunakan prinsip total pendapatan = total pengeluaran. Total Pendapatan = Harga x Jumlah produk yang dihasilkan. Total Pengeluaran = Jumlah semua biaya yang diperlukan proyek. Jadi harga produk x jumlah produk yang dihasilkan = Total Pengeluaran.
d. Titik Impas (n)
Titik Impas (Rp.) = Hasil Penjualan (Rp.)
x Total Produksi.
7. Menghitung PBP (Pay Back Period atau Lama Pengembalian Modal). PBP digunakan untuk memperkirakan lama waktu yang dibutuhkan proyek untuk mengembalikan investasi dan modal kerja yang ditanam. Cara menterjemahkan PBP untuk menetapkan kelayakan suatu proyek adalah sebagai berikut: a. Apabila nilai PBP lebih pendek dari jangka waktu proyek yang ditetapkan maka suatu proyek dinyatakan layak. b. Apabila nilai PBP lebih lama dari jangka waktu proyek maka suatu proyek dinyatakan tidak layak. 71
Lampiran
8. Menghitung Discount Factor (DF). DF dapat didefinisikan sebagai: “Faktor yang dipergunakan untuk memperhitungkan nilai sekarang dari suatu jumlah yang diterima di masa dengan mempertimbangkan tingkat bunga yang berlaku atau disebut juga “faktor nilai sekarang (present worth factors)”. DF diperhitungkan apabila suatu proyek bersifat multi-period atau periode lebih dari satu kali. Dalam hal ini periode lazim diperhitungkan dengan semester atau tahun. Nilai dari DF berkisar dari 0 sampai dengan 1.
Cara memperhitungkan DF adalah dengan rumus sebagai berikut :
1 Rumus DF per tahun = , dimana (1+ r) n r = suku bunga n = tahun 0, 1, ……….. n ; sesuai dengan tahun proyek
72
Lampiran
Halaman ini sengaja dikosongkan
73
Halaman ini sengaja dikosongkan
74
75
76