POLA AKHIR EMPAT CERITA PENDEK The Ending Pattern of Four Short Story Abdul Rozak Sobihah Rasyad Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP-Unswagati Cirebon Jalan Perjuangan Nomor 1 Cirebon Ponsel: 081320203053, pos-el:
[email protected] Naskah masuk: 29 April 2014, disetujui: 11 September 2014, revisi akhir:... Abstrak: Cerita pendek sebagai karya fiksi memberikan berbagai kemungkinan kepada para pembacanya. Pengarang yang cerdas selalu memberikan peluang kepada para pembaca dengan menyusun peristiwa secara runtun dan berlogika. Pengarang menyadari kecerdasan para pembacanya. Kualitas cerita pendek ditentukan oleh cara pengarang memosisikan para pembacanya. Logika cerita fiksi tidak dirasakan sebagai pembohongan oleh pembaca. Atas dasar logika cerita fiksi itu penulis menelusuri gaya pengarang dalam melibatkan pembaca untuk berpikir setelah cerita dalam cerpen itu diselesaikan pengarang. Gaya pengarang menyelesaikan cerpen pada umumnya mempunyai kesamaan dalam hal memosisikan pembaca sebagai orang yang cerdas. Dari empat buah cerpen yang dianalisis pada intinya pengarang menyisakan peristiwa yang harus dilanjutkan oleh pembaca dengan meninggalkan petunjuk yang berarti. Pembaca dimungkinkan menyusun cerita berdasarkan bagian penutup cerpen. Pengarang telah menyelesaikan ceritanya dan pembaca memulai ceritanya. Tentu saja muncul keragaman gaya akhir yang disajikan pengarang. Kata kunci ; struktur, naratif, fiksi, kohesi, koheren.
Abstract:Short story, as a fiction, gives every possibility to its readers. A smart writer always gives opportunity to his readers by constructing structured events. He realizes his readers are smart. The quality of a short story is determined by how the writer puts his readers. A logical story of a short story is not considered as a lie by its readers. Due to the previous matter, this essay investigates writers' style in making the readers involve to think after the story is ended. Generally, writers' style in finishing the story has something in common in term of how they put their readers. The main point from four short stories that were analyzed is writers left some events that should be filled by their readers by leaving some important clues. It is possible for readers to construct a story based on the ending of a short story. The writer ends his story and his readers begin. There are varios ending styles that is presented by the writer. Key words: structure, narrative, fiction, cohesion, coherence
1. Pendahuluan
Mengapa orang tertarik membaca cerpen atau narasi fiksi pada umumnya? Salah satu jawabannya karena ingin mengetahui bagaimana pengarang menyusun dan bagaimana pengarang mengakhiri ceritanya. Rasa penasaran itu menjadi penting karena rasa ingin tahu yang menjadi milik semua orang. Pemeliharaan rasa ingin tahu menjadi bagian yang diindahkan para pengarang. Logika pembaca diperhatikan pengarang dengan tidak membuang kekhasan logika pengarang. Pembaca akan sangat kecewa bila rahasia pengarang terbongkar sebelum cerita berakhir dan ia akan mengakhiri bacanya seketika. Membaca bagi kebanyakan orang adalah mencari sesuatu yang baru, pengalaman baru yang berbeda dengan apa yang dialaminya. Pengalaman-pengalaman itu diharapkan ditemukannya dalam dunia fiksi, dunia yang berbeda dengan dunia nyata. Pengalihan kehidupan nyata menjadi penting bagi para pembaca. Kebaruan yang bermakna berbeda dari biasanya dicari para pembaca. Logika pengarang bagi pembaca dibongkar pada saat ia menemukan rangkaian peristiwa yang integrasi atau sebaliknya. Oleh karena itu, unsur yang penting dalam cerira rekaan, seperti cerpen adalah kohesi dan koherensi. Kedua unsur ini menegarai adanya kepaduan bentuk dan makna. Bagaimanakah pengarang menyusun kepaduan stuktur (kohesi) sehingga memunculkan kepaduan makna (koheren). Studi diarahkan pada beberapa cerpen yang dimuat pada mingguan Kompas dengan mempertimbakan kualitas. Di samping itu, cerpen koran sejak bertahun-tahun telah menjadi tren yang cukup populer dalam perkembangan dunia sastra kita. Penulis menganalisis4 buah dari 10 buah cerpen yang dibaca sebagai sumber kajian ini. Cerpen diolah dengan cara menemukan rangkaian peristiwa, menemukan keterkaitan peristiwa itu, bagaimana pengarang mengaitkan peristiwa
itu yang menggiring pada terjadinya peristiwa akhir sebuah cerpen. Tujuan kajian ini adalah menemukan pola akhir cerpen dengan mengamati fungsi serta pengaruhnya terhadap pembaca. 2. Kajian Teori Teks berisi berbagai peristiwa yang dirancang pengarang dengan sengaja, dengan maksud tertentu. Gagasan-gagasan yang disajikannya dalam bentuk persitiwa bercerita tentang berbagai hal yang telah dinyatakan dengan berbagai bentuk. Gagasan dicipta pengarang. Apa yang terdapat dalam pikirannya dibayangkan, diimajinasikan seolah terjadi. Kata seolah menjadi pemicu bagi pengarang untuk terus bercerita menurut versinya. Versi itu sangat mungkin tidak sejalan dengan imajinasi pembaca. Pengarang selalu berusaha menjamah apa yang hendak diimajinasikan pembaca, tetapi tidak sampai pada kesamaan. Imajinasi bersifat individu. Ia ada bersamaan dengan orang orang itu. Salah satu keberhasilan pengarang adalah pada saat pembaca berinteraksi dengan teks, imajinasinya berkembang, menjauh dari apa yang tertulis pada teks. Artinya pembaca mempunyai imajinasinya sendiri yang berbeda dengan pengarang. Imajinasi bersifat perseorangan dan itu tidak dapat diintervensi. Ia ada karena ingin dijalankan oleh pribadi itu sendiri. Menurut French poet Jacques Roubaud, every reading of a poem by every reader is a kind of translation. What makes up the poem in the end is the sum of all the readings. (Hughes, 2002:1). Pembaca yang sebenarnya mencari sesuatu yang muncul pada teks. Ia mencoba mentransfer apa yang cocok dengan
dirinya. Kondisi ini yang menjadikan setiap pembaca berbeda dalam sikap, dalam laku pembacaan. Akan tetapi, kesamaannya terletak pada saat teks itu dijadikan sebagai media pencarian pengalaman batin. Imajinasi yang tersebar di dalam teks naratif memberikan kesempatan pembaca untuk menemukan dari berbagai sisi, A writer has somehow imagined a world, and readerssomehow follow the writer into it. This process is fundamentalto novels so fundamental that most readers,in most of their readings, simply take it for granted. (Hughes, 2002:14). Penulis menawarkan imajinasinya yang merupakan hasil keliling dunia (dalam pengalaman batinnya). Dunia pengarang memang berbeda dengan dunia pembaca. Akan tetapi, ia berkaitan dalam hal imajinasi yang dapat menyentuh siapa pun, karena kesamaan manusia yang selalu berimajinasi sebagai bagian dari kebutuhan hidupnya. Teks narasi fiksi didominasi imajinasi yang terbangun atas sikap dan persepsi pengarang terhadap dunia sekitar dan melewati jagad lahir. Apa yang dipandang hanya merupakan media perambahan segala hal yang diimajinasikannya dengan lincah dam meriah. Lamunan pengarang sebenarnya lebih cenderung ke arah gagasan yang diolah dengan gaya berbeda dari biasanya. Teks yang berisi ragam gagasan menjadi cair dan menantang. Teks naratif fiksi selalu memunculkan makna ambigu, mendua (Luxemburg, Bal & Westseijn, 1989 :20). Kemenduaan
itu disengajakan sebagai bagian dari pemaksaan pembaca mengeluarkan kemampuannya dalam memahami pesan yang terdapat di balik kata, kalimat, dan wacana yang menjadi kesatuan. Bahasa media penting dalam teks naratif. Pengarang membawa pesan melalu bahasa itu (Nurgiyantoro. 1995:29). Pembaca harus membongkar makna melalui bahasa yang digunakan pengarang dan bahasa pengarang termasuk yang tidak biasa. Ia menggunakan bahasa sebagai media penyampaian pesan yang tidak mudah diterjemahkan. Pengenalan terhadap teks narasi fiksi menjadi penting bagi pembaca, karena struktur itu berketeraturan berimbang, sehingga jika strktur kuat akan menjadi kekuatan bagi pembaca mendorong menemukan jawabannya. Narasi lebih cenderung pada cerita. Penulis selalu bercerita dan hal itu yang paling penting. Menurut Rimmon-Kenan (2002:2) ...the term narration suggests (1) a communication process in which the narrative as message is transmitted by addresser to addressee and (2) the verbal nature of the medium used to transmit the message. It is this that distinguishes narrative fiction from narratives in other media, such as film, dance, or pantomime. Apa yang perlu dalam setiap peristiwa bahasa selalu apa yang akan dikomunikasikan dan bagaimana mengomunikasikannya. Topik yang sama mampu memunculkan kepahaman yang berbeda di mata pembaca karena cara komunikasi pengarang yang berbeda. Berkomunikasi inti sebuah niat yang diwujudkan dalam ragam bentuk sebagai penjalinan antara pengarang dan pembaca.
Narasi, begitu juga sebagai salah satu bentuk komunikasi yang dijadikan sebagai media oleh pengarang. Pengarang ingin menyampaikan banyak gagasan melalui cerita dengan harapan pembaca dapat memahaminya. Setiap pengarang diyakini mempunyai cara tersendiri dalam menyampaikan pesan ceritanya dan pesan itu dimaksudkan agar diterima oleh pembaca. Bahkan mungkin dipaksakan diterima pembaca dengan cara khas pengarang. Kekuatan pesan dipengaruhi seberapa jauh kekuatan pengarang menyusun rangkaian peristiwa yang membungkus pesan itu. Pada posisi inilah sebenarnya struktur narasi menjadi penting. Cara beda penyampaian pesan pengarang berpengaruh terhadap cara pembaca menangkapnya. Analisis narasi ini menggunakan dasar kajian struktur dengan berfokus pada logika hubungan antara rangkaian peristiwa. Bagaimana cerita itu dibangun pengarang dengan logik dan menarik pikiran pembaca. Kepentingan intinya adalah bagaimana sebuah peristiwa menjadi menarik sehingga pembaca dapat menemukan apa yang disembunyikan pengarang. Bahkan pembaca banyak menemukan amanat yang tidak dimaksudkan pengarang. Pembaca mempunyai kekuatan dan kekuasaan untuk memerlakukan teks yang dibacanya. Dengan cara apa pun dan maksud apa pun agar menemukan apa pun yang diinginkannya. Teks pada tangan pembaca tidak lagi berkaitan dengan maksud penulis. Pada saat teks dipublikasikan penulis tidak lagi dapat memantau apa yang akan dilaksanakan pembaca. Oleh karena itu, teks menjadi satu-satunya wakil penulis yang menjadi media komunikasi dengan
pembaca. Sekali lagi pembaca akan memahami maksud penulis berdasarkan peristiwa yang dirangkainya, dengan tanda-tanda yang jelas atau tersembunyi. Pada posisi inilah mengapa peristiwa ini menjadi penting. Narasi itu sesungguhnya peristiwa yang diurai secara menarik untuk memunculkan kaitan-kaitan yang sengaja atau tidak sengaja terjalin. Pada awalnya pengarang telah merencanakan dengaan rancangan yang matang.dan peristiwa. Pada proses selanjutnya para tokoh itu yang terus menjalankan kehendak-pikirnya. Pengarang dalam hal ini memulai cerita dengan menyusun berbagai peristiwa secara rinci dengan memasukkan unsur tokoh dengan segala permasalahannya. Pada posisi inilah terbuka kemungkinan-kemungkinan yang berjalan menurut kemauan pengarang pada awalnya. Akan tetapi, pengarang menyesuaikan perjalanannya dengan perkembangan tokoh yang disifatinya. Pengalaman pengarang mengisikan berbagai peristiwa yang dibangunnnya melalui cerita. Struktur teks narasi yang selalu dikaitkan dengan intrinsik dan ekstrinsik sebagai kerangka yang menjadi pedoman pengarang mengembangkan berbagai gagasannya dalam bentuk narasi. Pengarang mengembangkan cerita (gagasan) melalui para tokoh yang diimajinasikannya memiliki karakterkarakter tertentu dengan menjalankan amanahnya masing-masing seperti yang diinginkan pengarang. Karakterkarakter itu berkomuniaksi melalui peristiwa yang disiapkan pengarang. Kekuatan berkemomunikasi dalam peristiwa adalah terjadinya perbedaan di antara para tokoh itu. Pembicaraan
akan berlangsung terus pada saat terdapatnya bahan pembicaraan. Oleh karena itu, pengarang memasukkan unsur konflik pada unsur peristiwa. Pembangunan konflik itu merupakan penguji bagi pengarang untuk mendapatkan pengakuan pembaca. Penataan pengarang dituntut agar pembaca dapat menikmatinya dengan pikiran dan imajinasi yang baik. Karangan narasi terbentuk dengan keterimbangan antara alur dan karakter. Sebuh perjalanan yang bersambungan yang sebenarnya tidak berakhir (narasi cerita biasanya diakhiri oleh pengarangnya sendiri). Sangat mungkin pembaca masih menyenanginya. Akan tetapi, pengarang yang cerdas selalu memberikan kesempatan kepada pembacanya berperilaku cerdas. Tugas pengarang yang penting adalah mencerdaskan para pembacanya dengan rangsangan berkualitas, dengan mengajak mereka terlibat memikirkan apa yang telah direncanakan pengarang. Pengarang sebenarnya, pada saat bercerita bertindak sebagai pengulang dan penguntai rangkaian pengalaman yang telah tertanam dalam pikiran dan perasaan para pembaca. A narrative is the recounting of a sequence of event that have a continuant subject an constitute a whole. (Price dikutip Riedl & Young, 2010 : 210). Pengarang yang cerdik selalu memanfaatkan kondisi ini. Ia hanya memancing pembaca agar terlibat dan terbawa arus tatanan rangkaian peristiwa. Peristiwa itu disiapkan agar menyelinap dan memasuki pikiran dan perasaan para pembacanya. Keberhasilan sebuah cerita adalah masuknya pembaca ke dalam arus cerita yang disiapkan pengarang. Pengarang, dengan
demikian harus mampu meraba begitu banyak karakter pembacanya. Pengarang memamg mempunyai kebebassan pada saat proses menulis. Ia bebas menyampaikan gagasannya dengan cara yang disenanginya. Pengarang menutup segala intervensi yang akan memengaruhinya. Akan tetapi, dalam hatinya pengarang mempunyai keinginan bahwa karyanya dibaca orang banyak. Oleh karena itu, sebetulnya dia tidak dapat melepaskan secara bebas. Dalam hal ini dapat dilihat dari dua sudut yang saling melengkapi. Pengarang menyampaikan gagasannya tanpa terlalu perduli siapa yang akan membacanya. Jika ini diambil pengarang sedang menyiapkan komunitas pembacanya sendiri. Sudut kedua pengarang yang menyadari siapa yang akan membacanya. Terlepas dari proses menulis pengarang, sebenarnya hal penting adalah bagaimana pengarang menyusun ulang dengan cerdik berbagai peristiwa yang akrab dengan para pembacanya menjadi peristiwa baru sehingga para pembaca memandang baru pula. Penyatuan ini memerlukan kemampuan yang sangat tinggi. Unsur keakraban penting dalam menggalang masuknya pengalaman pembaca kepada peristiwa cerita. Jika ini terjadi akan bertemu kepentingan bersama, gagasan dan imajianasi pengarang dan pembaca akan bertemu. Pertemuan itulah yang akan menguatkan cerita sajian pengarang. Kekuatan cerita pada akhirnya tergantung pada kemampuan memaksimalkan struktur narasi. Apa pun ceritanya selalu, sebuah narasi bergantung pada tatanan strukturnya. Sebuah narasi bermula dari gagasan. Gagasan dikembangkan melalui jalur alur. Rangkaian peristiwa
yang beralur itu bergantung pada kekuatan gagasan. Pengembangan gagasan melalui alur merupakan peluang yang sering dimanfaatkan pengarang untuk menyampaikan gagasannya. Unsur persitiwa mampu menjalinkan kekuatan yang dapat membawa pembaca memasuki pengalaman baru. Setiap orang selalu berharap menemukan sesuatu yang baru. Pikiran dan perasaannya selalu ingin menemukan hal baru yang mampu menambah kekayaan batinnya. Membaca sastra selalu dikaitkan antara kegiatan fisik untuk menembus kekayaan batin. Bahkan lebih besar menambah kekayaan batin. Penjelajahan ini yang disiapkan pengarang dengan menata alur yang berliku, rumit tetapi dapat dipahami, masuk akal sehingga pembaca dapat mengikutinya dengan mengerahkan seluruh kemampuannya, seluruh kekuatan rasanya. Paduan ini disajikan pengarang dengan menciptakan tokoh dengan karakter tertentu sehingga peristiwa bersahutan mengarah pada maksud tertentu yang disiapkan pengarang dan sampai pada pembaca akan berbeda seseuai dengan pengetahuan, perasaan, dan pengalaman pengarang (kutip reader respons). Perbedaan karakter ini yang dimainkan pengarang dalam penataan alur yang berbelit. Sebuah pertemuan dalam percakapan yang membuat hubungan di antara tokoh itu menarik. Berbeda dalam satu keutuhan ini yang menjadikan sebuah cerita berkualitas. Pembaca memburu keutuhan itu berdasarkan serpihan-serpihan yang bertebaran. Pembaca berusaha menemukan keutuhan itu berdasarkan petunjuk yang disebar pengarang dalam berbagai peristiwa. Keutuhan peristiwa itu harus ditemukan pembaca
dengan bantuan pengarang. Mungkin banyak pembaca yang dengan cepat menemukan keutuhan itu dan mungkin juga banyak pembaca yang tidak dapat menemukan keutuhan itu. Pengarang yang berkualitas akan selalu memberikan petunjuk kepada para pembacanya dengan cara tertentu.
3. Hasil Kajian dan Pembahasan 3.1 Pola Akhir Cerpen Seragam Karya Aris Kurniawan Basuki Sebuah kejutan biasanya terjadi karena ketidakteraturan yang disengajakan. Apa yang dirancang sejak awal berubah, meyimpang dari alur biasa. Dugaan-dugaan yang direka pembaca tidak terjadi. Tentu saja kejutan itu tidak memunculkan keheranan pada pembaca. Kejutan muncul karena dibangun sejak awal melalui alur yang merupakan media kreativitas pengarang dan media pencarian pemahaman para pembaca. Pikiran-pikiran pengarang akan terbaca melalui alur. Kerapihan tatanan perjalanan sebuah cerita terlihat jelas pada alur yang dibangun pengarang. Kejutan tidak identik dengan sembarang. Ia tetap harus memerhatikan logika. Pemahaman pembaca harus menjadi pertimbangan utama pengarang. Pada dasarnya apa yang dipikirkan pengarang disesuaikan dengan keinginan pembaca yang sangat beragam. Pengarang tetap harus membawa aspirasi hati dan pikirannya dengan tetap memertimbangkan apa yang dipikirkan para pembaca yang beragam itu. Menyapa dan meraba raga, hati, dan pikiran pembaca bukan perkara yang mudah. Pengalaman sebagai manusia yang terdapat pada diri pengarang harus diejawantahkan
pada karya, teks sastra. Pengarang mendudukkan posisinya sebagai pembaca sehingga terjadi keseimbangan. Apa yang disenangi pembaca telah menjadi bagian sisi pengarang. Bagaimana melihat ada tidaknya unsur kejutan pada sebuah cerita? Banyak pilihan. Penulis akan melihat bagian akhir pada setiap cerpen ini dan mengaitkannya dengan bagian sebelumnya. Dengan cara seperti ini dapat ditelusuri adanya hubungan cerita antara bagian akhir. Kejutan yang dimaksud adalah bagaimana pengarang menyusun bagian akhir yang berhubungan dengan bagian sebelumnya. Analisis ini menelusuri peristiwa berdasarkan bagian akhir yang disajikan pengarang. Penulis mulai dengan cerpen Seragam. Mata saya kemudian melirik seragam dinas yang tersampir di sandaran jok belakang. Sebagai jaksa yang baru saja menangani satu kasus perdata, seragam itu belum bisa membuat saya bangga. Nilainya jelas jauh lebih kecil dibanding nilai persahabatan yang saya dapatkan dari sebuah seragam coklat Pramuka. Tapi dia tidak tahu, dengan seragam dinas itu, sayalah yang akan mengeksekusi pengosongan tanah dan rumahnya. (Seragam). Bagian cerita ini mengandung informasi penting bagi pembaca. Bagian yang akan menyangkutkan bagian awal dan untuk ke depan yang akan dipikirkan para pembaca. Judul cerpen ini, Seragam. Ada apa dengan seragam? Kata seragam muncul dalam bagian akhir cerita ini, Mata saya kemudian melirik seragam dinas yang tersampir di sandaran jok belakang.
Kalimat ini mengandung hubungan dengan apa yang terjadi sebelumnya. Kata seragam dan dinas merujuk pada satu kekuatan, kekuasaan yang berpengaruh terhadap apa yang akan dikerjakannya, terhadap orang lain dan terhadap dirinya. Tokoh saya harus melaksanakan tugas yang cukup mudah, tetapi menjadi berat. Sebagai jaksa yang baru saja menangani satu kasus perdata, seragam itu belum bisa membuat saya bangga. Kata seragam itu juga mengaitkan dengan masa lalu tokoh aku. Masa lalu yang menghambat putusan kini. Seragam itu merujuk pada kekuasaan memutuskan sesuatu yang akan menentukan nasib seseorang. Seragam itu menyarankan pada perilaku tertentu sesuai dengan jenis dan bentuk seragam tersebut. Apa yang dialami tokoh aku dalam cerpen Seragam ini berhubungan dengan keharusan dan keterikatan pada seragam, yaitu antara seragam masa kini dan seragam masa lalu. Masingmasing seragam mempunyai fungsi berbeda, tetapi sama-sama mempunyai keterikatan. ... seragam dinas yang tersampir di sandaran jok belakang. Sebagai jaksa yang baru saja menangani satu kasus perdata, seragam itu belum bisa membuat saya bangga. Nilainya jelas jauh lebih kecil dibanding nilai persahabatan yang saya dapatkan dari sebuah seragam coklat Pramuka. Penggunaan kata seragam ada kutipan di atas mempunyai makna yang padat arti. Kalimat penutup itu merupakan media antara masa lalu dan masa depan dengan kata seragam. Sekali lagi pembaca didorong pengarang berimajinasi, berpikir, menemukan solusi masalah tokoh aku.
Setiap pembaca akan menyusun lanjutan cerita menurut kreasinya sendiri-sendiri. Pengarang, pada umumnya, berdasarkan cerpen yang dianalisis pada tulisan ini selalu mengakhiri ceritanya dengan cara memberikan peluang kepada para tokoh untuk melanjutkan hidupnya dalam dunia pembaca.
3.2 Pola Akhir Cerpen Lelaki Pemanggul Goni Karya Budi Darma Apa yang dialami tokoh saya dalam cerpen Seragam, tidak berbeda dengan tokoh Karmain dalam cerpen Lak-laki Pemanggul Goni karya Budi Darma. Dan Karmain ingat benar, dulu, menjelang kebakaran hebat melanda kampung Burikan, kata beberapa orang saksi, laki-laki pemanggul goni datang. Lalu, kata beberapa saksi pula, laki-laki pemanggul goni masuk ke rumah Karmain, kemudian bergegas-gegas ke luar, dan melemparkan bola-bola api ke rumah Karmain. Dan setelah api berkobar-kobar ganas menjilati sebagian rumah di kampung Burikan, beberapa orang dari kampung Burikan dan kampung Barongan sempat melihat, laki-laki pemanggul goni melarikan diri di antara lidah-lidah api yang makin membesar. Penutup cerita ini mengandung kata-kata kunci yang bersambungan. Paragraf penutup ini membuka peluang mencermati apa yang terjadi sebelumnya dan apa yang akan terjadi setelahnya jika cerita ini diteruskan. Hidup memang harus berlanjut dan pengarang tidak memberikan rinci skenario selanjutnya. Pengarang bercerita salah satu episode hidup seseorang yang dipilihnya untuk
diceritakan. Pengarang memilihkan untuk pembaca dengan pertimbangan tertentu, salah satu di antaranya adalah memberikan pengalaman baru kepada pembaca. Pengarang, sebetulnya bercertia dengan memasukkan tokoh ke dalam pengalaman. Berdasarkan paragraf penutup ini tokoh yang berhubungan dalam pengalaman hidup itu adalah Karmain dan laki-laki pemanggul goni. Dua tokoh itu terlibat dalam satu episode hidup yang cukup panjang. Mereka dipertemukan dalam satu aktivitas yang sangat mungkin tidak mereka kehendaki. Salah satu dari mereka ingin menjadi bagian dari hidupnya yang lain dengan memberikan pengaruh Setiap kali akan sembahyang, sebelum sempat menggelar sajadah untuk sembahyang, Karmain selalu ditarik oleh kekuatan luar biasa besar untuk mendekati jendela, membuka sedikit kordennya, dan mengintip ke bawah, ke jalan besar, dari apartemennya di lantai sembilan, untuk menyaksikan lakilaki pemanggul goni menembakkan matanya ke arah matanya. Peristiwa itu tidak dikehendaki oleh Karmain. Akan tetapi, harus dijalani karena ia tidak dapat melepas begitu saja. Laki-laki itu terus mengejar dan meneror Karmain. Setiap kali akan sembahyang, sebelum sempat menggelar sajadah untuk sembahyang, Karmain selalu ditarik oleh kekuatan luar biasa besar untuk mendekati jendela ... Sembahyang selesailah, lalu Karmain mendekati jendela, dan laki-laki pemanggul goni masih di sana, masih menunjukkan wajah marah, masih menembakkan pandangan mengancam.
Laki-laki itu pada akhirnya akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari Karmain. Laki-laki itu telah mengetahui rutinitas Karmain. Setiap sembahyang selalu ada laki-laki itu. Karmain ingin menyelesaikan masalah ini. Dia ingin berkomunikasi dengan laki-laki itu. Selama ini komunikasi melalui mata dan itu ditentukan oleh laki-laki itu. Karmain capai dan merasa dipermainkan. Ia harus mengakhiri kondisi ini dengan mengadakan kontak langsung dengan laki-laki itu. Hidup dalam terror memang tidak menyenangkan, apalagi dengan tidak tahu sebab musababnya. Rasa penasaran dan kesal ini perlu diselesaikan. Hubungan sepihak ini tidak menyenangkan. Laki-laki itu tahu semua hal tentang Karmain. Oleh karena itu, Karman mengajak lali-laki itu berkomunikasi. Karena sudah terbiasa menyaksikan laki-laki pemanggul goni bertingkah, dengan lembut Karmain berkata: Wahai, laki-laki pemanggul goni, mengapakah kau tidak naik saja, dan ikut bersembahyang bersama saya. Hubungan antara Karmain dan laki-laki itu tetap misteri seperti diceritakan pada bagian penutup, meskipun terjadi dialog antara mereka. Laki-laki itu hidup pada masa kecil Karmain. Laki-laki itu sangat tahu tentang keluarga Karmain. Setelah selesai berdoa, tanpa memandang Karmain, laki-laki pemanggul goni berkata lembut: Karmain, kamu sekarang sudah menjadi orang penting. Kamu sudah menjelajahi dunia, dan akhirnya kamu di sini, di negara yang terkenal makmur. Bahwa kamu tidak mau kembali ke tanah airmu, bukan masalah penting.
Tapi mengapa kamu tidak pernah lagi berpikir tentang makam ayahmu? Tidak pernah berpikir lagi tentang makam ibumu. Makam orangtuamu sudah lama rusak, tidak terawat, tanahnya tenggelam tergerus oleh banjir setiap kali hujan datang, dan kamu tidak pernah peduli. Laki-laki itu juga tahu tentang teman-teman Karmain. Apakah kamu beserta sahabatsahabatmu, Ahmadi, Koiri, dan Abdul Gani, pernah tersesat di hutan Gunung Muria? Dulu, ketika masih kecil, Karmain bersahabat karib dengan Ahmadi, Koiri, dan Abdul Gani, semuanya dari kampung Burikan. Karmain menjadi lebih penasaran dengan perilaku laki-laki itu. Apa yang diinginkan laki-laki itu? Mengapa ia terus meneror dengan menyebutkan teman-temannya? Bahkan ia menyebutkan bahwa ialah yang mengambil teman-temannya. Mereka saya ambil. Saya tahu, kalau mereka tidak saya ambil, pada suatu saat kelak dunia akan gaduh. Gaduh karena, kalau tetap hidup, mereka akan mengacau, membunuh, dan menyebarkan nafsu besar untuk berbuat dosa. Laki-laki itu seolah serba tahu apa yang dilakukannya baik dan berguna. Seolah dia mempunyai daya ramal, tahu apa yang akan terjadi pada masa depan. Hal yang lebih mengejutkan adalah menghakimi ayah Karmain. Saya tidak mengambil kamu karena kasihan. Kamu habis kehilangan ayah. Ayah bejat. Pada saat seharusnya dia di masjid, bersembahyang, dan kemudian membantu orang-orang menyembelih kambing, ayahmu
berkeliaran di hutan. Bukan untuk menyembelih kambing, tapi mengejar-ngejar babi hutan untuk dibunuh. Ingatlah, pada hari Idul Adha, ketika Nabi Ibrahim sedang menyembelih anaknya sendiri, Ismail, datang keajaiban. Bukan Ismail yang disembelih, tapi kambing. Peristiwa masa lalu disodorkan laki-laki itu kepada Karmain. Tampaknya laki-laki itu hanya ingin mengabarkan kepada Karmain segala hal masa lalu. Akan tetapi, apa yang terjadi pada masa lalu tidak terkait dengan kehidupan Karmain pada masa kini. Sisi inilah yang dibiarkan pengarang. Hubungan antara Karmain dan laki-laki itu dibiarkan begitu saja setelah pembicaraan yang mengarah pada buka-bukaan. Karmain mengetahui juga tentang laki-laki itu. Wahai, laki-laki pemanggul goni, kata Karmain setelah terdiam agak lama. Ibu saya dulu pernah berkata, ada laki-laki pemanggul goni yang sebenarnya, ada pula pemanggul goni yang sebetulnya setan, dan menyamar sebagai lakilaki pemanggul goni. Perkataan Karmain ini langsung mempertentangkan dua sifat. Laki-laki itu tersentak, tertegun mendengar perkataan Karmain. Lontaran Karmain ini mewakili dua sifat dan sikap dari makhluk baik dan makhluk jahat. Karmain tidak perlu menyebutkat karena dia sendiri tidak mengetahui mana yang benar. Menurut perkiraannya malaikat tidak mungkin berperilaku tidak baik. Malaikat akan selalu mengarahkan kepada hal yang baik. Laki-laki pemanggul goni tersengat, kemudian memandang tajam ke arah Karmain. Wajahnya
penuh kerut-kerut menandakan rasa amarah yang sangat besar, dan matanya benar-benar merah, benarbenar ganas, dan benar-benar menantang. Reaksi ini merujuk langsung pada sifat dan sikap tertentu. Laki-laki itu dengan reaksi seperti menunjukkan pada kelompok yang baik. Mana ada malaikat marah. Malaikat akan tersenyum, ramah, dan bersifat baik. Hubungan Karmain dan lakilaki itu terputus begitu saja dengan ingatan Karmain tentang peristiwa masa lalu yang melibatkan laki-laki itu. Dan Karmain ingat benar, dulu, menjelang kebakaran hebat melanda kampung Burikan, kata beberapa orang saksi, laki-laki pemanggul goni datang. Lalu, kata beberapa saksi pula, laki-laki pemanggul goni masuk ke rumah Karmain, kemudian bergegas-gegas ke luar, dan melemparkan bola-bola api ke rumah Karmain. Dan setelah api berkobar-kobar ganas menjilati sebagian rumah di kampung Burikan, beberapa orang dari kampung Burikan dan kampung Barongan sempat melihat, laki-laki pemanggul goni melarikan diri di antara lidah-lidah api yang makin membesar. Ke manakah laki-laki itu dan apa yang terjadi dengan dirinya serta apa yang terjadi selanjutnya dengan Karmain? Inilah pertanyaan yang diharapkan terlontar dari pembaca. Hidup harus berjalan dan pembaca diminta menyusun skenario selanjutnya perjalanan hidup Karmain dan laki-laki itu. Hidup memang harus bertujuan dengan menyusun langkah yang telah diperhitungkan. Akan tetapi, perjalanan hidup tidak selalu
dapat diatur sesuai dengan keinginan kita.
3.3 Pola Akhir Cerpen Menanti Kematian karangan Jujur Prananto Cerpen Menanti Kematian karangan Jujur Prananto.Cerpen itu diselesaikan dengan paragraf di bawah ini. Sebuah ambulans dengan sirene meraung-raung melesat kencang dan kemudian berhenti di depan rumah Budiman. Saat itu jam menunjukkan pukul sebelas menjelang tengah malam. Budiman! Kok enggak diangkat? Sudah tidur? Besok pagi kita ketemu di bandara, ya. Jangan sampai tel Ketua RT berikut belasan warga tergopoh-gopoh menyambut para petugas medis dan mempersilakan mereka masuk ke dalam rumah. Seorang dokter segera mengambil stetoskop dan melakukan pemeriksaan jantung dan lainnya. Sudah meninggal, ucap dokter pelan. Para hadirin serentak bergumam, Innalillahi .. Ketua RT menghampiri ayah Budiman, mendekatkan mulutnya ke telinga pria tua ini, tetapi begitu sulit untuk memulai bicara. Budiman, Pak . Ayah Budiman perlahan membuka matanya. Mana Budiman ? Kenapa dia? Pengarang selalu memberikan petunjuk kepada pembaca sebagai rangkuman dari apa yang telah dikisahkan sejak awal. Pengarang selalu membawa pembaca ke jalan yang benar . Artinya kisah itu tetap dijaga kesinambungannya. Keterikatan
makna (koherensi) dipandu dengan keterikatan bentuk (kohesif) agar pikiran dan perasaan pembaca tetap terjaga hingga menemukan maknanya masing-masing sejalan dengan kemampuan para pembacanya. Tugas pengarang adalah menanamkan kebaikan berpikir dan berperasaan kepada pembaca dengan cara memosisikan pembaca pada tingkatan cerdas. Pada paragraf penutup cerpen Menanti Kematian pengarang memunculkan peristiwa dapat diurut ke masa sebelumnya, peristiwa yang terjadi sebelumnya. Peristiwa pertama adalah munculnya bunyi serine. Sebuah ambulans dengan sirene meraungraung melesat kencang dan kemudian berhenti di depan rumah Budiman. Saat itu jam menunjukkan pukul sebelas menjelang tengah malam. . Ambulan merujuk pada peristiwa yang tidak biasa. Kejadian yang mempunyai makna berbeda daripada biasanya. Orang akan bertanya-tanya siap yang sakit, bahkan siapa yang meninggal, siapa yang dibawa ke rumah sakit. Peristiwa kini berkaitan dengan apa yang terjadi masa lalu. Frase berhenti di rumah Budiman merujuk pada tempat orang yang terlibat. Ada apa dengan keluarga Budiman. Ambulan adalah tahap akhir yang mungkin saja tahap awal, mulai dan terakhir sangat mungkin atau di tengah-tengah, dalam proses. Ayah Budiman memang sedang sakit dan dirawat sekian lamanya, belum sembuh. Budiman selalu setia menunggu bapaknya di rumah sakit. Ya. Tak seorang pun. Karena hanya dia sendiri yang bisa merawat bapaknya selama tiga tahun terakhir ini. Ketiga saudara kandungnya bertempat tinggal jauh dari Jakarta. Kakak sulung
bekerja di perkebunan kelapa sawit di Malaysia yang hanya bisa sekali setahun pulang ke Indonesia. Kakak nomor dua bekerja di kapal pesiar yang menjalani rute AmerikaEropa, tak pernah berkesempatan pulang kampung sampai kelak masa kontraknya habis. Dan adik perempuannya kawin dengan orang Filipina setelah dua tahun bekerja di sebuah restoran di Manila dan kemudian tinggal di sana. Sedangkan saudara-saudara sepupu yang tinggal di Jakarta hanya kadang saja berkunjung pada waktu lebaran. Peristiwa ini tentu berkaitan dengan berhentinya ambulan di depan rumah Budiman. Apa yang terjadi dengan ayah Budiman atau dengan Budiman. Keduanya sangat mungkin. Ambulan, biasanya mengantarkan dari luar ke rumah. Mengantar ke rumah sakit, sangat jarang. Hal itu terjadi jika ada peristiwa yang luar biasa. Peristiwa kedua adalah kalimat Budiman! Kok enggak diangkat? Sudah tidur? Besok pagi kita ketemu di bandara, ya. Jangan sampai telat. Kalimat ini merujuk pada adanya pihak luar yang akan menghubungi Budiman dan janji melaksanakan kegiatan bersama-sama. Kata bandara dalam pernyataan itu mengisyaratkan rencana keberangkatan ke suatu tempat. Apalagi dengan besok pagi jelas telah berjanji akan berangkat. Dengan pernyataan ini pengarang mengaitkan dengan peristiwa sebelumnya. Kalimat itu memunculkan pertanyaan, siapa yang menelepon dan akan pergi ke mana. Penutup ini tidak melepaskan apa yang telah disusun sejak awal. Orang yang menelepon itu ada kaitannya dengan persitiwa sebelumnya.
Jangan lupa, Bud. Lima hari lagi kamu berangkat ke Dubai! Tujuan keberangkatan Budimana jelas, ke Dubai. Mengapa Dubai? Pada paragraf awal dikisahkan Budiman mendapat kabar bahwa lamarannya diterima, yaitu kerja di Dubai. Kabar itu diterima dari temannya yang bekerja di agen tenaga kerja. Akan tetapi, dia masih ragu karena melihat kondisi ayahnya yang tidak membaik. Temannya terus memproses keberangkatan Budiman. Tiket pesawat sudah dibooking, Bud. Besok lusa kamu tinggal berangkat ke bandara! . Temannya tidak tahu apa yang terjadi dengan Budiman. Karena setelah dia menelepon Budiman terjadilah peristiwa itu. Peristiwa ketiga adalah apa yang terjadi di rumah Budiman. Ketua RT berikut belasan warga tergopoh-gopoh menyambut para petugas medis dan mempersilakan mereka masuk ke dalam rumah. Seorang dokter segera mengambil stetoskop dan melakukan pemeriksaan jantung dan lainnya. Peristiwa itu memberitahukakan kepada pembaca bahwa ambulans itu memang sengaja datang karena diminta oleh Ketua RT. Peristiwa ini berkaitan dengan kondisi ayah Budiman yang dibawa pulang atas permintaan sendiri. Dan Budiman mengikuti kehendak ayahnya karena terus-menerus minta pulang. Sehari dua hari empat hari seminggu . Belum ada yang berubah atas diri bapak Budiman. Dadanya masih bergerak naikturun meski sangat tipis. Dari
hidungnya masih terembus tiupan napas meski sangat lemah . Jangan lupa, Bud. Lima hari lagi kamu berangkat ke Dubai! Rombongan anggota pengajian berdatangan ke rumah Budiman. Siang malam mereka berdoa, memohon agar ayah Budiman diringankan penderitaannya dan segera dipilihkan jalan terbaik untuknya. Kalau Engkau masih ingin memberinya kesembuhan, segera berilah kesembuhan, ya Allah. Kalau Engkau ingin memanggilnya, panggilah dia dalam keadaan bersih jasmani dan rohani. Tetapi, ayah Budiman tetap saja bergeming. Sampai hari keenam belas hariketujuh belas hari kedelapan belas . Peristiwa ini yang mengaitkan datangnya ambulans dan ramainya para warga di ruumah Budiman. Mereka sedang dan selalu mendoakan kesembuhan ayah Budiman. Dokter memeriksa dan mengatakan, Sudah meninggal, ucap dokter pelan. Para hadirin serentak bergumam, Innalillahi .. Siapa yang meninggal? Siapakah yang diperiksa dokter? Pembaca menduga, sesuai dengan alur berpikir kondisional keseharian, mesti ayah Budiman. Akan tetapi, pengarang mempunyai alurnya sendiri dan mempunyai jalan ceritanya sendiri. Ketua RT menghampiri ayah Budiman, mendekatkan mulutnya ke telinga pria tua ini, tetapi begitu sulit untuk memulai bicara. Budiman, Pak .
Ayah Budiman perlahan membuka matanya. Mana Budiman ? Kenapa dia? Budiman yang meninggal dan Allah mengabulkan doa anggota pengajian, ayah Budiman sembuh. Apa yang akan terjadi dengan ayah Budiman. Inilah sisa skenario yang harus diselesaikan pembaca. Budiman telah menyelesaikan hidupnya dengan baik karena dia sedang berbakti kepada ayahnya. Selama tiga tahun dia mendampingi ayahnya. Pengarang meningggalkan sisa dengan mengajak pembaca berimajniasi, menyusun skenario untuk menolong masalah yang dihadapi ayah Budiman. Pengarang mengajak pembaca menjadi pengarang dengan menyusun peristiwa yang akan dilalui oleh ayah Budiman. Pengarang menyiapkan serpihan yang dapat disatukan pembaca. Ada tokoh yang berperan sebagai anak-anak ayah Budiman. Ada tokoh Sarkawi yang terkait dengan Budiman karena utang Budiman pada bosnya. Ada teman Budiman yang bekerja di agen tenaga kerja. Serpihan itu dapat dijadikan bahan pada saat pembaca akan membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi ayah Budiman.
3.4 Pola Akhir Cerpen Kak Ros Karya Gus tf Sakai Serpihan peristiwa itu selalu yang ditinggalkan pengarang pada setiap mengakhiri teks ceritanya. Cerita sealu dibangun beradasarkan episode kehidupan tokoh yang disejalankan dengan kehidupan nyata. Perjalanan hidup seseorang selalu penuh liku. Laku yang disiapkan terkadang dan baisanya berbeda meskipun banyak yang sama. Kejutan selalu akrab
dengan kehidupan manusia. Hal ini pun yang dialami tokoh aku dalam cerpen Kak Ros karya Gus tf Sakai. Lengking yang aneh. Seperti gerung ngeong keras, lalu tiba-tiba terhenti. Ada pula suara seperti pukulan (atau tumbukan?) beruntun, lalu satu-satu. Segera aku bergerak, melangkah ke situ. Dan oh, betapa aku terkejut. Di situ, di bawah teras halaman samping, pemandangan itu menyambutku. Kepala seekor kucing, nyaris gepeng, menjulur dari karung goni. Kedua tangan Kak Ros terangkat, memegang sebongkah batu besar, siap diempaskan kembali ke kepala si kucing. Tangan itu terhenti. Kak Ros menatapku. Mata itu. Mata itu. Baru aku tahu. Bukan lembut bukan tenang, tetapi dingin. Sangat dingin. Membuatku kini menggigil. Sebuah cerpen memang harus mengajak pembacanya untuk berpikir berbeda daripada biasanya. Pengarang menyajikan peristiwa yang memadukan komunikasi pelaku dengan tujuan yang disembunyikan. Sebuah peristiwa komunikasi tidak berjalan hanya dengan kata-kata, secara verbal mengadu dan bertukar gagasan. Ia bisa berjalan tanpa kata dan terkadang lebih intens. apa yang terjadi dalam cerpen Kak Ros merujuk pada komunikasi yang terjadi dengan gerak batin karena kondisi yang menuntutnya seperti itu. Pada bagian penutup cerpen itu sebuah ruang komuikasi yang berjalan dalam sepi dan mengerikan. Kalimatkalimatnya menggambarkan situasi seperti itu.
Lengking yang aneh. Seperti gerung ngeong keras, lalu tiba-tiba terhenti. Ada pula suara seperti pukulan (atau tumbukan?) beruntun, lalu satu-satu. Peristiwa singkat dengan kepadatan makna yang merujuk pada situasi tidak menyenangkan. Ada kontak antara suara dengan perilaku. Bermula dari suara Lengking yang aneh . Apa yang aneh? Peristiwa itu penceritaan dari tokoh aku pada saat masuk ke suatu tempat (rumah). Bergegas aku pulang. Dan karena ini jam-jam yang lebih kurang sama dengan saat aku pulang kemarin, kukira aku juga bakal segera menemukan Kak Ros di taman itu. Tetapi, ternyata tidak. Kulayangkan pandang ke atas rumah. Juga seperti kosong. Akan kulangkahkan kaki menaiki teras, menuju pintu depan, saat kudengar lengking suara kucing dari halaman samping. Keinginan tokoh aku sangat kuat bertemu dengan seseorang, Kak Ros yang ditemuinya saat pertama kali masuk ke rumah itu. Sampai kini tokoh aku belum sempat bercakap. Kebiasaan Kak Ros telah diketahui tokoh aku. Dia telah hapal ke mana arahnya jika ingin menemukan Kak Ros. Pada saat pencarian itulah tokoh aku mendengar suara itu. Suara yang dikeluarkan sesuatu, menurut tokoh aku, Seperti gerung ngeong keras, lalu tiba-tiba terhenti. Kalimat mengandung satu peristiwa yang kontradiktif. Suara yang sangat melengking dan kemudian berhenti. Sesuatu, seseorang, atau seekor binatang yang dipukul sangat keras, menjerit kumudian berhenti karena mati. Peristiwa itu diperkuat dengan penggambaran pada kalimat berikutnya yang menguatkan, Ada
pula suara seperti pukulan (atau tumbukan?) beruntun, lalu satu-satu. Apa yang terbayang pada konteks kalimat ini, sangat biasa kita mendengarkan tata urut pukulan seperti ini. Pukulan ini dilakukan dengan sangat kuat dan didorong oleh nafsu yang sangat kuat pula. ...pukulan (atau tumbukan?) beruntun menunjukkan kekuatan penuh berkalikali dalam satu titik dan hasilnya akan sangat dahsyat. Pelaku sangat berkuasa dan menindas dengan kekuatan penuh. Sementara objeknya tidak berkutik, tidak melawan. Kondisi ini sangat berat sebelah. Objek hanya bisa melengking setelah itu mati, tidak berkutik, berpisah antara nyawa dan badan. Betapa kejam pelaku menganiaya objeknya. Pelaku mesti tidak mempunyai kasih sayang, tidak berbalas kasih sedikit pun, atau sangat mungkin didorong dendam yang sangat sehingga berperilaku seperti itu. Suara itu seharusnya membuat semua orang penasaran, termasuk tokoh aku. Ia ingin menegaskan suara itu dan apa yang terjadi dengan suara itu, apa yang menyebabkan munculnya suara lengking itu. Segera aku bergerak, melangkah ke situ. Dan oh, betapa aku terkejut. Di situ, di bawah teras halaman samping, pemandangan itu menyambutku. Frase pemandangan itu menyambutku memberikan gambaran yang lebih dari sekedar kejadian. Pemandangan biasanya identik dengan keindahan. Sesuatu yang dicari orang untuk berlibur atau sekedar melepaskan lelah atau mungkin juga pemandangan buruk yang mencengangkan. Apa yang akan ditemukan tokoh aku? Pengarang telah memberikan petunjuk dengan
peristiwa sebelumnya. Pembaca tentu saja dapat mereka pemandangan apa yang akan ditemui tokoh aku. Dan inilah pemandangan yang ditemui tokoh aku. Kepala seekor kucing, nyaris gepeng, menjulur dari karung goni. Kedua tangan Kak Ros terangkat, memegang sebongkah batu besar, siap diempaskan kembali ke kepala si kucing. Pemandangan yang mengerikan digambarkan tokoh aku. Tokoh aku tentu saja tidak menduga terjadinya peristiwa ini mengingat apa yang dilihatnya pada perisitiwa sebelumnya tidak menggiring ke kondisi seperti ini. Tangan Kak Ros bergerak lembut, menyentuh, mengusap daun-daun. Tangan yang lain, dengan tak kalah hati-hati, menyemprotkan air dari botol sprayer sedemikian rupa, hingga tampak seperti seorang ibu yang memandikan dan mengeramas rambut anaknya. Tempo-tempo, semprot dan usapan itu terhenti, lalu jarinya tampak seperti mengutip dan memindahkan sesuatu dari tangkai atau punggung daun, juga sangat lembut dan hati-hati. Kondisi yang sangat kontradiktif. Kepribadian ganda yang diperlihatkan tokoh Kak Ros, antara jiwa penyayang terhadap tanaman dan kekejian terhadap binatang. Sebuah cerpen, cerita naratif selalu dituntut unsur hubungan antara peristiwa yang terjadi. Hubungan ini menjadi butir penentu kualitas sebuah cerpen. Hubungan itu harus rasional, harus tidak meragukan para pembacanya. Pengarang cerpen ini menggambarkan peristiwa kontradiktif yang tidak meragukan pembaca karena ada alasan. Penggambaran tokoh Kak Ros yang
begitu lembut memperlakukan tanaman kontras dengan memperlakukan kucing. Hal itu bisa terjadi karena alasan tertentu. Setiap orang selalu mempunyai alasan melakukan suatu tindakan, begitu juga Kak Ros meskipun alasan itu harus dipertanyakan karena selalu ada alternatif yang dapat direnungkan sebelu dilaksanakan. Pengarang cerpen ini mengikuti perilaku tokohnya dengan membiarkan berbicara sendiri, merenungkannya dengan pertimbangan sendiri yang dianggapnya rasional. Terjadilah peristiwa sebagaimana digambarkan dalam bagian penutup cerpen ini. Penutupan dengan cara yang indah dengan menggambarkan pikiran tokoh aku. Tangan itu terhenti. Kak Ros menatapku. Mata itu. Mata itu. Baru aku tahu. Bukan lembut bukan tenang, tetapi dingin. Sangat dingin. Membuatku kini menggigil. Tokoh aku menutup dengan memunculkan kesan yang diperolehnya pada saat pertama kali bertemu dan dia meragukan maknanya. Hubungan peristiwa sebelumnya dengan akhir cerita dinyatakan dengan kata mata yang selama ini menjadi misteri bagi tokoh aku. Makna kata itu baru ditemukan pada peristiwa akhir, Mata itu. Mata itu. Baru aku tahu. Bukan lembut bukan tenang, tetapi dingin. Sangat dingin. Membuatku kini menggigil. . Jawaban atas keraguan melihat mata itu pada peristiwa masa lalu., Turun dari kamar (merupakan bagian dari paviliun) ke lantai satu, lalu melangkah menuju pintu pagar (yang tak begitu jauh dari Kak Ros) di samping taman, aku
tak bisa menahan diri untuk tak lebih memerhatikan perempuan itu. Dan tidak, ia tidak tengah bicara. Mulutnya memang agak sedikit terbuka. Ataukah sudah? Dan oh, ia memang tengah mengutip memindahkan serangga. Sangat hati-hati. Sangat lembut. Ah, sungguh halus. Tiba-tiba ia menoleh, dan kami bersitatap. Cepat aku tersenyum. Ia membalas. Matanya, matanya. Mata itu mengganggu tokoh aku dan ia menemukan makna mata itu dalam perilaku Kak Ros yang kontradiktif, yakni perlaku kelembutan dalam gerak tangan dengan mata yang mengerikan karena dendam. Bagian penutup cerpen ini mengaitkan apa yang telah terjadi dengan yang terjadi sekarang. Kaitan ini menjadikan cerita utuh bersambung. Bagian akhir ini cukup padat menyelesaikan cerita. Tentu saja cerita ini menyisakan bagian yang harus dilanjutkan oleh pembaca yang terlibat dan dilibatkan pengarang dalam dunia imajinasi.
4. Simpulan 1.
Cara mengakhiri sebuah cerita menentukan kualitas secara keseluruhan. Paparan peristiwa yang disiapkan sejak awal akan jatuh jika salah mengakhirinya. Unsur kohesif dan koheren sangat menentukan dalam keutuhan sebuah cerita. Apa yang disajikan sebagai contoh cerpen di atas, unsur kohesif dinyatakan dengan kata yang mempunyai kaitan peristiwa sehingga koheren terwujud dengan sendirinya. Peristiwa-peristiwa itu berkait dengan sendirinya secara rasional. Unsur rasional itu sangat penting
2.
karena ia akan menggiring pada logika . pembaca akan selalu mementingkan logika narasi-fiksi pada saat mengikuti cerita yang disajikan pengarang. Pembaca akan melepas begitu saja jika menganggap ceritanya tidak masuk akal. Hubungan pembaca dengan teks bersifat sukarela. Pembaca dapat berhenti membaca kapan saja, mungkin menghentikan sementara atau selamanya. Oleh karena itu, unsur kemampuan pengarang dalam membangkitkan dan memelihara minat pembaca sangat penting. Pengarang harus memastikan pembaca mengikuti peristiwa yang disajikannya. Unsur kepenasaran harus menjadi tujuan utama dalam penyusun peristiwa. Akan tetapi, sekali lagi hubungan itu harus memenuhi persyaratan logika cerita yang mampu membangkitkan logika pembaca. Sebuah penutup pada cerita selalu menghubungkan serpihanserpihan yang telah dikisahkannya pada bagian sebelumnya. Setiap bagian cerita itu dapat diusut ke dalam bagian cerita yang sebelumnya. Pembaca dapat menghubungkan bagian akhir itu dengan bagian sebelumnya yang memperkuat bahwa cerita itu memang berkaitan erat. Pada kondisi ini kesan akhir cerita fiksi sama seperti karya ilmiah tidak dapat dihilangkan. Bagian penutup cerpen membei tahu pembaca bahwa kisah ini harus diakhiri dengan cara tertentu, dengan cara seperti ini supaya berakhir di sini dengan tidak menghilangkan kesatuan dengan bagian sebelumnya. Penutup ini
3.
difungsikan sebagai pengumpulan ingatan bagi pembaca. Pengarang membatu ingatan pembaca dengan menggunakan kata-kata yang berkaitan. Kata itu mewakili peristiwa awal, pada bagian sebelumnya. Pada sisi inilah logika dibutuhkan. Pembaca akan selalu mengaitkan apa yang terjadi kini dengan sebelumnya. Pengarang tidak akan mengecewakan pembaca. Dia membaca logika pembacanya dengan tepat. Pembaca akan selalu berusaha menjaga penutupnya sebagai bagian tidak terpisahkan dari peristiwa yang telah dibangunnya sejak awal. Penutup cerita tidak identik dengan berakhirnya kisah hidup para tokoh. Pengarang mempunyai waktu terbatas untuk bercerita. Ruang dan waktu menjadi penting bagi pengarang. Oleh karena itu, atas dasar itulah dia menyusun rangkaian peristiwa dengan padat, dengan memerhitungkan kepentingan cerita. Cerpen, oleh karena itu fokus pada salah satu unsur cerita. Berkisah tentang seseorang dengan peristiwa terbatas dan masalah juga terbatas. Dalam keetrbatasan itulah cerita dituntut padat berisi dan dapat dimengerti. Kepadatan cerita itu pun dituntut keutuhan dengan penanda awal dan akhir. Dengan kondisi ini kisah dalam cerpen harus diakhiri dan tidak identik dengan berakhirnya kisah. Justru akhir kisah menjadi awal bagi pembaca melanjutkan kisah para tokoh dalam imajinasinya, dengan dasar pengalaman hidupnya masing-masing. Oleh karena itu, kisah berlanjut menjadi beragam
4.
dan tidak berakhir karena terus ada dalam pikiran para pembacanya. Penutup cerpen yang berkualitas dengan demikian, selalu bersifat terbuka. Membuka pikiran, pengalaman, dan imajinasi para pembacanya. Unsur kejutan pada bagian akhir salah satu bagian ditunggu pembaca. Bukan seperti biasanya. Pembaca akan senang bila tebakannya tidak sejalan dengan pengarang. Petunjuk yang disiapkan pengarang merangsang pembaca untuk berpikir cara mengakhiri kisahnya. Pengarang yang baik akan selalu menyiapkan kejutan bagi para pembacanya. Dia menyiapkan akhir logis dengan cerdas. Pengarang berkualitas akan selalu mendudukkan posisi para pembacanya dalam lingkup cerdas. Kecerdasan menyelesaikan akhir cerita adalah dengan tidak menyalahi petunjuk yang diselipkan pada setiap peristiwa dalam cerita itu dan petunjuk itu disiapkan untuk ditemukan para pembacanya. Contoh cerpen di atas berisi petunjuk yang menagrahkann pada simpulan yang dapat ditemukan pembaca dengan cara berpikir taktis dan korelatif.
5. Daftar Pustaka
Eriyanto. (2013). Analisis Naratif, Dasardasar dan Penerapannya dalam Analisis Teks Berita. Jakarta: Kencana, Prenada Media Group. Ewers, H.-H. (2009). Fundamental Concepts of Children's Literature Research :. NEW YORK AND LONDON: Taylor & Francis Routledge.
Hawthron, J. (2001). Studying the Novel. London: Arnold. Hughes, G. (2002). Reading Novels. Nashville: Venderbilt University Press. Luxemburg, J. M. (1989). Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa. M.H., A. (2009). A Glossary of Literary Terms. Boston: Wadsworth Cangage Learning. McGee, S. J. (Tanpa tahun). Literature, Analyzing, A Guide for Students. Kansas State University-Salina: Longman. Nurgiyantoro, B. (1989). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University. Rield, M. &. (2010). Narrative Planning: Balancing Plot and Character. Journal of Artificial Intellegence Research 30, 217 - 268. Rimmon-Kenan, S. (2002). Narrative Fiction. LONDON AND NEW YORK: Routledge is an imprint of the Taylor & Francis Group. SUMBER DATA 1. Seragam karya Aris Kurniawan Basuki yang dimuat pada 12 Agustus 2012, 2. Laki-Laki Pemanggul Goni, karya Budi Darma yang dimuat pada 26 Februari 2012, 3. Dodolitdodolitdodolitbret karya Seno Gumira Adjidarma yang dimuat pada 26 September 2010, 4. Kak Ros karya Gus tf Sakai yang dimuat pada16 Januari 2011, 5. Wajah itu Membayang di Piring Bubur karya Indra Tranggono yang dimuat 8 April 2012, 6. Nyai Sobir karya A. Mustofa Bisri yang dimuat pada 15 Apri 2012, 7. Bu Geni di Bulan Desember karya Arswendo Atmowiloto yang dimuat pada 20 Mei 2012,
8. Sang Petruk karya G.M. Sudarta yang dimuat pada 30 September 2012, 9. Kurma Kiai Karnawi karya Agus Noor yang dimuat pada 7 Oktober 2012, 10. Jack dan Bidadari karya Linda Christanty yang dimuat pada 10 Juni 2012. Sumber ; Metasastra, Jurnal Penelitian Sastra, Volume 7, Nomor 2, Desember 2014. Terakreditasi Nomor :594/AUI/P2MI-L/06/2013