Upaya meningkatkan kemampuan apresiasi cerita pendek melalui penerapan metode pembelajaran COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (circ) pada siswa kelas V SD Negeri Iv Pulutan Wetan Wuryantoro Wonogiri tahun ajaran 2009/2010
SKRIPSI
Oleh: Miranti Sudarmaji K.1206033
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN APRESIASI CERITA PENDEK MELALUI PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) PADA SISWA KELAS V SD NEGERI IV PULUTAN WETAN WURYANTORO WONOGIRI TAHUN AJARAN 2009/2010
Oleh: MIRANTI SUDARMAJI K1206033
Skripsi Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing, Pembimbing I
Dr. Nugraheni Eko W., S.S, M. Hum. NIP 19700716 200212 2 001
Pembimbing II
Dr. Muh. Rohmadi, M. Hum. NIP 19761013 200212 1 005
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari
:……………...
Tanggal
:……………...
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua
: Drs. Slamet Mulyono, M. Pd.
Sekretaris
: Kundharu Saddhono, S. S, M. Hum.
Anggota I
: Dr. Nugraheni Eko W., S.S, M. Hum.
Anggota II
: Dr. Muh. Rohmadi, S.S, M. Hum.
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP 19600727 198702 1 001
……………… ……………. ……………… …………….
ABSTRAK Miranti Sudarmaji. UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN APRESIASI CERITA PENDEK MELALUI PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) PADA SISWA KELAS V SD NEGERI IV PULUTAN WETAN WURYANTORO WONOGIRI TAHUN AJARAN 2009/2010, Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, April. 2010. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan menerapkan metode CIRC pada siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan. Subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan. Objek penelitian adalah penggunaan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan apresiasi cerita pendek pada siswa. Sumber data meliputi: (1) peristiwa pembelajaran; (2) informan; dan (3) dokumen. Teknik pengumpulan data melalui: (1) observasi; (2) wawancara; (3) angket; dan (4) tes. Uji validitas data menggunakan teknik triangulasi yang meliputi: (1) triangulasi metode; (2) triangulasi sumber; dan (3) review informan. Teknik analisis data dengan teknik diskriptif komparatif dan teknik analisis kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran apresiasi cerita pendek ditandai meningkatnya: (1) kedisiplinan siswa; (2) minat siswa; (3) keaktifan siswa; (4) kerja sama siswa; dan (5) kesungguhan siswa. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dengan menerapkan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dapat meningkatkan hasil pembelajaran apresiasi cerita pendek pada siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan. Hal ini dapat dilihat dari hasil pretes dan postes yang dilakukan selama tiga siklus. Pada uji pratindakan jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (65) empat siswa (22%), siklus I meningkat menjadi 10 siswa (55%), siklus II meningkat sebanyak 16 siswa (88%), siklus III meningkat sebanyak 18 siswa atau 100%.
MOTTO
“Tolong menolonglah kamu di dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Ma’idah: 2)
Segala tindakan yang diawali dengan keikhlasan dan kesabaran akan memperoleh keberhasilan yang mengagumkan. (Penulis)
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada: 1. Bapak dan Ibuku tercinta; 2. Idam
Juari
Sudarmaji
(adikku
tersayang); 3. SEMPRE (Idut (adek), Liut (bose), Risut (kakak),
Dius
(bunda),
dan
Dinut
(Budhe)); dan 4. Mbak Win yang selalu menemaniku berjuang.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt, atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Penelitian dan Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, peneliti menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah turut membantu, terutama kepada: 1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan FKIP UNS yang telah memberikan persetujuan skripsi ini; 2. Drs. Soeparno, M. Pd., Ketua Jurusan PBS yang telah memberikan izin untuk penulisan skripsi ini; 3. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta izin untuk menyusun skripsi ini; 4. Dr. Nugraheni Eko W., S.S, M. Hum., selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar; 5. Dr. Muhammad Rohmadi, M. Hum., selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat waktu; 6. Dr. Budhi Setyawan, M. Pd., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi ini; 7. Ibu Sri Gunanti, S. Pd., selaku Kepala SD Negeri IV Pulutan Wetan yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan PTK di SD Negeri IV Pulutan Wetan;
8. Ibu Maryati, A.Ma. Pd., selaku guru kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan yang telah banyak membantu dan berpartisipasi aktif dalam proses penelitian ini; 9. Siswa-siswi kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan yang telah berpartisipasi aktif sebagai subjek penelitian dan membantu pelaksanaan penelitian ini; 10. Bapak, Ibu, Adik, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa restu dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini; 11. Mahasiswa BASTIND ’06 yang telah memberikan semangat dalam proses penelitian ini; dan 12. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat peneliti harapkan. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
Surakarta, April 2010
Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL………………………………………………………………....
i
PENGAJUAN SKRIPSI……………………………………………….
ii
PERSETUJUAN……………………………………………………….
iii
PENGESAHAN………………………………………………………..
iv
ABSTRAK……………………………………………………………..
v
MOTTO………………………………………………………………...
vi
PERSEMBAHAN……………………………………………………...
vii
KATA PENGANTAR………………………………………………….
viii
DAFTAR ISI…………………………………………………………...
x
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………..
xii
DAFTAR TABEL……………………………………………………..
xiii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………..
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………………
1
B. Perumusan Masalah……………………………………………..
6
C. Tujuan Penelitian………………………………………………..
7
D. Manfaat Penelitian………………………………………………
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Pustaka………………………………………………….
9
1. Hakikat Cerita Pendek dalam Pembelajaran….…………….
9
2. Hakikat Pembelajaran Apresiasi Cerita pendek ……………
23
3. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif……...……………
34
4. Hakikat Metode Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)………………….........…
39
5. Relevansi Metode Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan Pembelajaran Apresiasi Cerita Pendek ....…………………….…………..
47
B. Penelitian yang Relevan ……………………………………….
48
C. Kerangka Berpikir ……………………………………………..
50
D. Hipotesis Tindakan……………………………………………..
53
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………..
54
B. Pendekatan Penelitian…………………………………………..
54
C. Subjek Penelitian………………………………………………..
56
D. Teknik Pengumpulan Data ………..……………………………
56
E. Sumber Data …………………….……………………………...
57
F. Uji Validitas Data ……………………………………….……...
58
G. Teknik Analisis Data…………………………………………….
58
H. Indikator Ketercapaian Tujuan Belajar …….…………………...
59
I. Prosedur Penelitian………………………………………………
60
BAB IV HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Kondisi Awal………………………………………….
64
B. Pelaksanaan Tindakan dan Hasil Penelitian……………………..
72
C. Pembahasan Hasil Penelitian…………………………………….
108
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan…………………………………………………………. 118 B. Implikasi…………………………………………………………. 120 C. Saran……………………………………………………………... 121
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 123
LAMPIRAN…………………………………………………………….
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Alur Kerangka Berpikir………………………………………….…
52
2. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas……………………….............
55
3. Grafik Tabulasi Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran Apresiasi Cerita Pendek …………………………………………..
115
4. Grafik Tabulasi Nilai Apresiasi Cerita Pendek……………………
117
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Instrumen Penilaian Proses Pembelajaran…………….………
32
2. Rubrik Penilaian Menceritakan kembali Isi Cerita Pendek…..
33
3. Rangkuman Pelaksanaan CIRC………………………………
46
4. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian………..……….
54
5. Indikator Ketercapaian ……….………………………………
60
6. Nilai Hasil Apresiasi Cerita Pendek Pratindakan….…….……
70
7. Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam Menjelaskan……
79
8. Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam Mengelola Kelas
80
9. Lembar Penilaian Proses Belajar………………………………
81
10. Daftar Nilai Menceritakan Kembali Isi Cerita Pendek di Depan Kelas Siklus I…………………………………………. 11. Daftar Nilai Apresiasi cerita Pendek Siklus I………………..
84 84
12. Rekapitulasi Hasil Penilaian Proses Pembelajaran Apresiasi Cerita Pendek dalam Pelaksanaan Tindakan Siklus I, II, dan III….. …………………………………………………..
114
13. Tabel Rekapitulasi Kemampuan Apresiasi Cerita Pendek…
117
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Pratindakan………………………………………………….
125
2. Siklus I………………………………………………............
168
3. Siklus II……………………………………………………...
212
4. Siklus III…………………………………………………….
255
5. Lain-lain
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukan Kurikulum 1975 sampai Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), mata pelajaran bahasa Indonesia adalah salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan. Dalam pengajaran bahasa Indonesia terdapat dua materi pokok yang diajarkan, yakni materi kebahasaan dan materi kesastraan. Keduanya telah direncanakan mendapat porsi yang seimbang, sehingga tidak ada yang dianakemaskan maupun dianaktirikan. Namun, kenyataan di sekolah pengajaran Mata Pelajaran bahasa Indonesia kurang sesuai dengan apa yang direncanakan. Para guru lebih memprioritaskan materi kebahasaan daripada materi kesastraan. Hal itu disebabkan adanya anggapan bahwa materi kebahasaan lebih penting daripada materi kesastraan. Hal ini sesuai dengan pendapat Yudiono (2000: 47) yang menyatakan bahwa meskipun tidak dinyatakan secara terang-terangan, banyak orang yang masih menyepelekan pelajaran sastra. Pendapat para guru seperti di atas tidaklah tepat karena sastra sebenarnya bisa menjadi media untuk mengasah dan mengembangkan keterampilan berbahasa siswa. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Kinayati (2006: 743) menurutnya sastra perlu diperkenalkan kepada siswa supaya mereka sadar akan adanya sastra sebagai bagian dari keterampilan berbahasa. Selain itu apresiasi sastra juga mampu memperkaya pengalaman, pandangan hidup, dan kepribadian siswa. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Rahmanto (1988:15) yang menyatakan bahwa sastra itu mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata, maka pengajaran sastra harus dipandang sebagai sesuatu yang penting yang patut menduduki tempat yang selayaknya.
Salah satu karya sastra yang dimasukkan dalam pembelajaran sastra adalah cerita pendek. Kegiatan pembelajaran ini sudah diberikan kepada siswa mulai mereka berada di sekolah dasar. Dengan pembelajaran cerita pendek sejak dini, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam cerita pendek dapat tertanam kuat dalam diri anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Toha dan Sarumpaet (2002: 16) yang menyatakan bahwa minat dan apresiasi pembaca hendaknya mulai dibangkitkan dan ditumbuhkan sejak dini, yaitu ketika pembaca masih berusia sekolah. Mutu dan tingkat pemahaman apresiasi sastra yang telah dilalui oleh siswa di sekolah akan menjadi modal bagi perkembangan lebih lanjut pada saat mereka nanti terjun sebagai anggota masyarakat. Pendapat Toha dan Sarumpaet tersebut sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Musfiroh (2008: 19) yang menyatakan bahwa cerita dapat digunakan oleh orang tua dan guru sebagai sarana mendidik dan membentuk kepribadian anak melalui pendekatan transmisi budaya atau cultural transmission approach. Dalam cerita, nilai-nilai luhur ditanamkan pada diri anak melalui penghayatan terhadap makna dan maksud cerita (meaning and intention of story). Oleh
karena
itu,
Pusat
Kurikulum
Departemen
Pendidikan
Nasional
mencantumkan materi cerita pendek sebagai salah satu materi bahasa Indonesia yang diajarkan di SD kelas V. Dengan pembelajaran cerita pendek sejak SD, diharapkan mereka mampu mengambil nilai-nilai positif materi ini. Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita pendek dapat diperoleh dengan mengapresiasikannya. Apresiasi ini dapat dilakukan dengan cara membaca, mengidentifikasi unsur-unsur intrinsiknya, hingga menceritakan kembali isi cerita. Secara singkat, pembelajaran apresiasi cerita pendek dapat mengantarkan mereka memperoleh kemampuan berbahasa secara terpadu. Namun, kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran apresiasi sastra sampai saat ini masih menjadi masalah secara umum karena kemampuan apresiasi sastra di tingkat SD masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari proses maupun hasil pembelajaran. Ketidaksesuaian ini dapat
diindikatori oleh: siswa belum mampu menentukan unsur intrinsik cerita pendek, siswa belum mampu mengungkapkan makna dan nilai-nilai, serta siswa belum mampu menceritakan kembali isi cerita pendek. Berdasarkan wawancara dengan guru, diketahui bahwa kemampuan apresiasi sastra pada siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan selama ini masih rendah. Hasil tes kemampuan apresiasi cerita pendek hanya sekitar 22% siswa yang berhasil mendapat nilai yang baik dan memenuhi kriteria kelulusan minimal dengan nilai 65 ke atas pada pembelajaran apresiasi sastra. Berdasarkan kegiatan wawancara dengan guru dan siswa dapat diketahui bahwa pembelajaran apresiasi cerita pendek masih rendah. Rendahnya kemampuan apresiasi cerita pendek siswa diindikatori oleh: (1) siswa belum mampu menentukan tema cerita pendek, (2) siswa belum mampu menceritakan kembali isi cerita pendek, dan (3) siswa belum mampu mengungkapkan makna dan nilai-nilai dalam cerita pendek. Dari hasil wawancara mendalam dengan guru dan siswa dapat disimpulkan bahwa bagian yang paling sulit adalah bagian menceritakan kembali isi cerita pendek. Pada bagian ini, masih banyak hasil kerja siswa yang mencantumkan alur yang melompat-lompat, cerita kurang lengkap, bahasa yang berbelit-belit, dan kurangnya kemampuan menentukan ide pokok. Bertolak dari kegiatan wawancara yang dilakukan pada guru dan siswa, diketahui bahwa pembelajaran cerita pendek kelas V menggunakan metode ceramah dengan penyampaian teori cerita pendek yang lebih banyak daripada kegiatan
apresiasinya.
Langkah-langkah
pembelajarannya
adalah
guru
memberikan materi cerita pendek, kemudian siswa diberi tugas di rumah untuk mengapresiasikan cerita pendek. Dari langkah pembelajaran yang diterapkan, guru terkesan mendominasi proses pembelajaran dan metodenya juga kurang inovatif. Selain itu, banyak siswa yang masih bingung mengenai cara apresiasi cerita pendek.
Kegiatan pembelajaran yang demikian membuat siswa kurang tertarik untuk mengikuti pembelajaran apresiasi cerita pendek. Mereka merasa bosan dalam belajar karena merasa bahwa sistem pembelajaran selalu sama. Menurut wawancara dengan siswa diperoleh informasi bahwa siswa sering merasa bosan pada saat pembelajaran cerita pendek. Hal ini dikarenakan guru selalu berceramah yang membuat mereka mengantuk. Cerita pendek yang digunakan juga kurang menarik karena hanya bersumber dari buku pelajaran. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di SD Negeri IV Pulutan Wetan, peneliti mencoba mengidentifikasikan permasalahan. Permasalahan yang ada adalah dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek yang selama ini berlangsung di SD Negeri IV Pulutan Wetan, (1) masih bersifat individual belum memanfaatkan potensi interaksi dan kerja sama antarsiswa dan (2) minimnya umpan balik dari guru maupun sesama teman belajar. Selain itu, diperoleh data bahwa kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita pendek masih kurang. Hal ini diketahui dari data berupa hasil siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa juga didapatkan informasi bahwa sebenarnya siswa menyukai pelajaran tentang cerita pendek, tetapi kurang tertarik karena sumber cerita pendek kurang variatif dan cara penyampaian guru yang terkesan membosankan. Keadaan ini dapat diketahui ketika siswa disuruh oleh guru untuk menceritakan kembali di depan kelas, tidak ada siswa yang berani. Keadaan ini dapat disebabkan oleh siswa itu sendiri yang belum mempunyai keberanian untuk tampil di depan kelas, dapat juga karena siswa enggan. Masalah-masalah yang muncul dalam proses pembelajaran apresiasi cerita pendek membutuhkan penerapan metode pembelajaran yang baru oleh guru untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Berkaitan dengan hal tersebut, guru Bahasa dan Sastra Indonesia harus mampu membuat pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan usia siswa. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi dan usia serta menarik dan juga mempermudah pemahaman yang pada akhirnya bermuara pada
peningkatan kualitas pembelajaran. Hal ini diperkuat dengan pendapat Rahmanto (1988: 15) menyatakan bahwa jika pembelajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat, maka pengajaran sastra dapat juga memberikan sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan di dalam masyarakat. Berdasarkan diskusi dengan guru pengampu kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan disepakati masalah pembelajaran tersebut diperbaiki dengan penerapan model kooperatif. Strategi pembelajaran kooperatif diambil karena pembelajaran ini memiliki berberapa kelebihan. Heri, Sugiyanto, dan Sukamto (2003: 73) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif mempunyai jangkauan tidak hanya membantu siswa belajar isi akademik dan keterampilan semata, namun juga melatih siswa dalam meraih tujuan-tujuan hubungan sosial dan kemanusiaan. Mengingat banyaknya jenis metode kooperatif yang ada saat ini, maka peneliti dan guru sepakat untuk mengerucutkan model kooperatif yang ada. Berdasarkan hasil diskusi yang mendalam disepakati pembelajaran apresiasi cerita pendek menggunakan metode pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition
(CIRC). Metode ini digunakan karena sesuai dengan jenjang
pendidikan siswa dan materi cerita pendek yang diajarkan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Slavin (2005: 11) bahwa pembelajaran dengan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (Mengarang dan Membaca Terintegratif yang Kooperatif) (CIRC) digunakan untuk pelajaran membaca pada kelas 2-8. Dalam pembelajaran CIRC siswa ditugaskan untuk berpasangan dalam tim mereka untuk belajar dalam serangkaian kegiatan yang bersifat kognitif, termasuk membacakan cerita satu sama lain, membuat prediksi bagaimana akhir dari sebuah cerita naratif, saling merangkum cerita satu sama lain, menulis tanggapan terhadap cerita, dan melatih pengucapan, penerimaan, dan kosakata (2005: 16-17). Dalam pembelajaran ini siswa diajak berapresiasi langsung. Hal inilah yang menjadi dasar metode pembelajaran ini tepat untuk pembelajaran apresiasi cerita pendek.
Dalam metode ini, siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat atau lima orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan siswa bekerja dalam tim mereka. Untuk memastikan seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut, seluruh siswa dikenai kuis tentang materi yang telah dipelajari. Saat berkelompok siswa saling membantu menuntaskan materi yang dipelajari. Setiap anggota kelompok memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap setiap permasalahan yang akan dibahas dalam forum diskusi. Dengan demikian anggota kelompok akan dapat memahami setiap permasalahan yang ada, sehingga saat kuis individu siswa mampu mengerjakan dengan baik. Guru memantau dan mengelilingi tiap kelompok untuk melihat adanya kemungkinan siswa yang memerlukan bantuan. Metode ini pun dibantu oleh metode pelatihan, penugasan, dan tanya jawab sesuai satuan pelajaran, sehingga ketuntasan materi akan terwujud. Penelitian tentang penerapan metode Cooperative Integrated Reading and Composition
(CIRC) untuk meningkatkan kemampuan apresiasi cerita
pendek belum pernah dilakukan di SD Negeri IV Pulutan Wetan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian tindakan kelas. Hal ini dipilih karena kelas merupakan unit terkecil dalam sistem pembelajaran, sehingga guru perlu mendalami dan berperilaku kritis terhadap apa yang sebenarnya dilakukan siswa maupun guru. Dengan demikian, guru dapat mengubah sendiri strategi pembelajaran untuk memecahkan permasalahan yang ada sekaligus mengubah proses pembelajaran yang lebih efektif. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka peneliti memilih tema upaya meningkatkan kemampuan apresiasi cerita pendek menggunakan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) pada siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan Wuryantoro Wonogiri berbentuk penelitian tindakan kelas (PTK). Diharapkan dengan menerapkan metode ini dapat meningkatkan pemahaman siswa dan mengurangi kebosanan siswa, sehingga dapat membangun motivasi siswa untuk meningkatkan kemampuan mengapresiasi cerita pendek. Hal
ini dikarenakan pembelajaran sastra adalah dunia yang mengandalkan kemampuan intuitif, imajinatif, dan daya kreatif.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dapat diungkapkan berdasarkan latar belakang masalah yang ada sebagai berikut. 1. Apakah penerapan metode pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition
(CIRC) dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran
apresiasi cerita pendek pada siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan? 2. Apakah penerapan metode pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dapat meningkatkan kemampuan apresiasi cerita pendek pada siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan: 1. kualitas proses pembelajaran apresiasi cerita pendek pada siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan; dan 2. kemampuan apresiasi cerita pendek pada siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam kegiatan belajar mengajar Bidang Studi Bahasa Indonesia, yaitu
dalam
pembelajaran
apresiasi
cerita
pendek,
sehingga
dapat
memperkaya dan melengkapi penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
2. Manfaat Praktis a. Sekolah 1) Sebagai
gambaran
penerapan
kegiatan
pembelajaran
tentang
problematika pembelajaran cerita pendek dan cara penyelesaiannya. 2) Digunakan sebagai alternatif model pembelajaran cerita pendek. 3) Memberikan pengalaman pada sekolah berkaitan dengan penelitian tindakan kelas. b. Guru 1) Memberikan solusi pada kesulitan pelaksanaan pembelajaran cerita pendek. 2) Sebagai salah satu pilihan untuk menerapkan metode pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan proses pembelajaran cerita pendek. c. Siswa 1) Sebagai sarana meningkatkan kemampuan apresiasi cerita pendek. 2) Sebagai sarana untuk meningkatkan motivasi belajar terutama dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek. d. Peneliti yang lain Sebagai landasan untuk melakukan kajian-kajian lebih lanjut mengenai suatu rancangan pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi sekolah.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Cerita Pendek dalam Pembelajaran Cerita pendek termasuk salah satu sastra jenis prosa fiksi. Cerita pendek adalah salah satu jenis karya sastra yang cukup digemari oleh masyarakat. Hal ini disebabkan apa yang diceritakan dalam cerita pendek merupakan hal yang terjadi di lingkungan sekitar pembaca. Dalam lingkungan sekolah, sebagian besar siswa menyukai cerita, termasuk cerita pendek. Cerita pendek sebagai salah satu genre sastra fiksi sangat menarik untuk dibaca dan dipelajari. Cerita pendek tergolong dalam cerita rekaan. Nurgiyantoro (2005: 2) menyatakan bahwa cerita pendek dikatakan sebagai suatu karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak terjadi sungguh-sungguh sehingga ia tak perlu dicari kebenarannya di dunia nyata. Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai cerita pendek.
a. Pengertian Cerita Pendek Cerita pendek merupakan salah satu genre karya sastra yang menarik untuk dibaca dan dipelajari. Kesederhanaan dan kebulatan ide yang dimiliki cerita pendek membuat jenis prosa ini mudah untuk dipahami. Rosidi (dalam Tarigan, 1993: 177) mengemukakan bahwa cerita pendek adalah cerita yang pendek dan merupakan kebulatan ide. Semua bagian cerita harus terikat pada kesatuan jiwa, pendek, padat, dan lengkap. Sedgwick (dalam Tarigan, 1993: 176) mengatakan bahwa cerita pendek adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan tunggal pada jiwa pembaca. Kesan tunggal ini berarti
bahwa cerita dalam cerita pendek hanya dipusatkan pada satu tokoh atau sekelompok tokoh dalam situasi dan waktu tertentu. Cerita pendek juga tidak boleh dipenuhi dengan hal-hal yang tidak perlu. Salah satu hal yang membedakan antara cerita pendek dengan cerita lain terdapat pada kuantitas cerita. Sejumlah ahli memberikan definisi cerita pendek dengan membatasi kuantitas cerita. Berdasarkan segi kuantitas, cerita pendek dapat dilihat dari segi jumlah kata dan jumlah halaman. Notosusanto (dalam Tarigan, 1993: 176) mengungkapkan bahwa cerita pendek adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri. Selain dari segi jumlah kata maupun halaman, kuantitas cerita pendek dapat dilihat dari pembatasan plot yang terdapat dalam cerita pendek. Arsyat, Ridwan, dan Mad’ei (1986: 4.13) menyatakan bahwa cerita pendek itu bisa disebut cerita kalau pada cerita itu kita temui adanya satu kesatuan. Artinya, cerita itu merupakan sesuatu yang utuh. Jadi, pendeknya bukan karena dipenggal-penggal melainkan karena memang pemenggalan plotnya terbatas. Definisi cerita pendek juga dikemukakan oleh Hudson (dalam Waluyo, 2006: 4-5) sebagai berikut. a short story is a prose narrative “requiring form half to one or two hours in its perusal”. Putting the same idea in to different phraseology, we may say that a short story is a story that can be easily read at single sitting. Yet while the brevity thus specified is the most obvious characteristic of the kind of narrative in question, the evolution of the story in to a definite types has been accompanied by the development also of some failly well-marked characteristics of organism. A true short story is not merely a novel on a reduced scale, or a digest in thorty pages of matter which would have been quite as effectively, or even more effectively handled in three hundred.
Hudson ( dalam Waluyo, 2006: 5) juga menyatakan bahwa a short story must contain one and only one informing idea, and that this idea must be worked out to its logical conclusion with absolute singleness of aim and directness of method.
Berdasarkan pendapat Hudson tersebut dapat diartikan bahwa cerita pendek adalah sebuah prosa narasi yang dalam proses membacanya memerlukan setengah jam sampai satu atau dua jam. Penempatan beberapa ide dalam setiap tahap berbeda. Cerita pendek dapat dibaca dengan mudah dalam sekali duduk. Kecepatan waktu pembacaannya merupakan kekhususan cerita pendek karena itu merupakan sebagian besar karakteristik cerita pendek. Di sini Hudson menekankan bahwa cerita pendek harus dapat dibaca dalam waktu singkat dalam sekali duduk. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cerita pendek adalah karya sastra hasil interpretasi pengarang yang pendek, singkat, dan padu sehingga memberikan kesan tunggal bagi pembaca. Cerita pendek menampilkan satu kebulatan ide. Cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca dalam sekali duduk.
b. Ciri-ciri Cerita Pendek Pengertian cerita pendek telah mengungkapkan secara implisit maupun eksplisit bahwa cerita pendek mempunyai ciri-ciri tersendiri. Tarigan memberikan penjelasan tentang ciri-ciri cerita pendek, yakni: (1) singkat, padu, intensif (brevity, unity, intensity); (2) bahasanya tajam, sugestif, dan menarik perhatian (incisive, suggestive, alert); (3) mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan; (4) memiliki unsur utama berupa adegan, tokoh, dan gerak (scene, character, and action); (5) menimbulkan satu efek dalam pikiran pembaca; (6) mengandung insiden yang terpilih; memiliki pelaku utama yang menonjol; (8) menyajikan kebulatan efek dan kesatuan emosi; dan (9) jumlah kata dalam di bawah 10.000 kata (1993: 177-178).
Sifat umum cerita pendek ialah pemusatan perhatian pada satu tokoh saja yang ditempatkan pada suatu situasi sehari-hari, tetapi yang ternyata yang menentukan (perubahan dalam perspektif, kesadaran baru, keputusan yang menentukan). Tamatnya seringkali tiba-tiba dan bersifat terbuka (open ending). Dialog, impian, flash-back, dsb, sering digunakan
(pengaruh dari film). Bahasanya sederhana tetapi sugestif (Hartoko dan Rahmanto, 1986: 132).
Pendapat Hartoko dan Rahmanto di atas menitikberatkan pada pemusatan satu tokoh. Cerita pendek hanya memusatkan pada perubahan nasib tokoh utama, sehingga biasanya alur yang digunakan hanya satu alur lurus. Variasi yang terdapat dalam cerita pendek, seperti dialog, impian, dan flashback merupakan pengaruh dari film. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai ciri-ciri cerita pendek antara lain: (1) singkat, padu, dan ringkas; (2) memiliki unsur utama berupa adegan, tokoh, dan gerakan; (3) bahasanya tajam, sugestif, dan menarik perhatian; (4) mengandung impresi pengarang tentang konsepsi kehidupan; (5) menimbulkan efek tunggal pada pikiran pembaca; (6) mengandung detil dan insiden yang betul-betul terpilih; (7) ada pelaku utama yang benar-benar menonjol dalam cerita; dan (8) menyatakan kebulatan efek dan kesatuan emosi.
c. Klasifikasi Cerita Pendek Berdasarkan ciri-ciri cerita pendek yang sebagian besar mengacu pada kuantitas maupun kualitas cerita, klasifikasi cerita pendek juga dititikberatkan pada kedua hal tersebut. Tarigan (1993: 178) mengemukakan bahwa klasifikasi cerita pendek dapat dilakukan dari berbagai sudut pandangan yang umum, yakni berdasarkan jumlah kata dan berdasarkan nilai. Berdasarkan jumlah kata yang terkandung oleh cerita pendek maka dapat dibedakan dua jenis cerita pendek, yaitu cerpen yang pendek (short short story) dan cerita pendek yang panjang (long short story). Cerpen yang pendek Short short story adalah cerpen yang jumlah kata-katanya pada umumnya di bawah 5000 kata maksimum 5000 kata, atau kira-kira 16 halaman kuarto spasi rangkap, yang dapat dibaca dalam waktu kira-kira seperempat jam. Cerpen yang panjang (long short story) adalah cerita pendek yang jumlah kata-katanya di
antara 5000 sampai 10.000 kata, minimal 5000 kata dan maksimal 10.000 kata, atau kira-kira 33 halaman kuarto spasi rangkap, yang dapat dibaca kira-kira setengah jam. Berdasarkan nilai yang terkandung oleh cerita pendek maka dapat dibedakan dua jenis cerita pendek, yaitu cerita sastra dan cerita hiburan. Cerpen sastra adalah cerpen didasarkan pada pertimbangan cerpen tersebut benar-benar bernilai sastra yaitu memenuhi norma-norma yang dituntut oleh seni sastra. Cerpen hiburan adalah cerpen yang dianggap tidak bernilai sastra, tetapi lebih ditunjukkan untuk menghibur saja.
d. Unsur-unsur Pembangun Cerita Pendek Unsur-unsur pembangun cerita pendek biasanya disebut dengan unsur intrinsik cerita pendek. Unsur pembangun cerita pendek sama dengan unsur pembangun prosa fiksi yang lain seperti unsur pembangun novelette, novel, atau pun roman. Unsur-unsur pembangun cerita pendek terdiri dari tema cerita, plot atau alur cerita, penokohan atau perwatakan, setting atau latar cerita, point of view atau sudut pandang pengarang, gaya bahasa, dan amanat. Berikut ini dikupas satu per satu mengenai unsur-unsur pembangun tersebut. 1) Tema cerita atau pokok pikiran Setiap prosa fiksi mengandung pokok pikiran atau tema termasuk cerita pendek. Tema cerita pendek biasanya dapat diketahui oleh pembaca melalui judul atau petunjuk setelah judul, maupun melalui proses membaca cerita pendek yang perlu dilakukan beberapa kali. Penemuan tema biasanya belum cukup dilakukan dengan sekali baca. Sayuti (1997: 120) menyatakan tema adalah makna yang dilepaskan oleh suatu cerita atau makna yang ditemukan oleh dan dalam suatu cerita. Ia merupakan implikasi yang penting bagi suatu cerita secara keseluruhan, bukan sebagian dari suatu cerita yang dapat dipisahkan. Tema cerita adalah perwujudan dari pokok cerita yang ingin disampaikan pengarang. Tema merupakan dasar awal terbentuknya cerita.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hartoko dan Rahmanto (1986: 142) mengemukakan bahwa tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan terkandung dalam teks sebagai struktur semantik yang menyangkut persamaan dan perbedaan. Pendapat tersebut didukung oleh pendapar Sudjiman (1988: 50) menyatakan gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasar suatu karya sastra disebut tema. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tema adalah suatu pokok cerita yang mendasari terbentuknya sebuah karya sastra yang dapat disebut sebagai makna yang terkandung dalam cerita. Tema terkadang disampaikan secara jelas (eksplisit) namun tidak jarang disampaikan secara implisit. Dengan demikian, dalam menentukan tema sebuah cerita rekaan haruslah dipahami dari keseluruhan unsur cerita itu. Tema yang terdapat dalam setiap cerita tidaklah sama tergantung dari pengarang untuk mengangkat tema apa dalam tulisannya. Tema-tema yang diangkat oleh pengarang dapat digolongkan menjadi beberapa golongan. Nurgiyantoro (2005: 77-84) menggolongkan tema berdasarkan pada tiga sudut pandang, yaitu penggolongan dikhotomis yang bersifat tradisional dan nontradisional, penggolongan dilihat dari tingkatan pengalaman jiwa menurut Shipley, dan penggolangan dari tingkat keutamaannya. a) Tema tradisonal dan nontradisional Tema tradisional merupakan tema yang menunjuk pada halhal yang “itu-itu” saja dalam arti ia telah lama dipergunakan dalam berbagai cerita, termasuk cerita lama. Tema ini merupakan tema yang banyak digemari orang dengan sosial apapun, dimanapun, dan kapanpun. Tema jenis tersebut bersifat universal. Tema nontradisional adalah tema yang mengangkat sesuatu yang tidak lazim. Tema jenis ini mungkin tidak sesuai dengan harapan
pembaca, bersifat melawan arus, mengejutkan, bahkan boleh jadi mengesalkan, mengecewakan, atau berbagai reaksi afektif yang lain. b) Tingkatan tema menurut Shipley Shipley (dalam Nurgiyantoro, 2005: 80) membedakan tema karya sastra menjadi tingkatan-tingkatan. Semuanya ada lima tingkatan yang berdasarkan pada tingkatan jiwa, yang disusun dari tingkatan paling sederhana, tingkat tumbuhan dan makhluk hidup ke tingkatan yang paling tinggi yang hanya dapat dicapai manusia. Kelima tingkatan tema yang dimaksud, yakni: (1) tema physical (jasmaniah), merupakan tema yang cenderung berkaitan dengan keadaan jasmani seorang manusia; (2) tema organic, diterjemahkan sebagai tema moral karena kelompok ini mencakup hal-hal yang berhubungan dengan moral manusia; (3) tema sosial, tema yang meliputi hal-hal yang berada di luar pribadi; (4) tema egoik atau reaksi individual, berkaitan dengan proses pribadi kepada ketidakadilan, kekuasaan yang berlebihan, dan pertentangan individu; dan (5) tema divine (Ketuhanan), menyangkut renungan yang bersifat religius berhubungan manusia dengan Sang Khalik. c) Tema utama dan tema tambahan Makna utama cerita disebut juga makna mayor artinya makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu. Makna utama tersirat pada sebagian besar cerita. Sedangkan makna tambahan disebut juga makna minor, yaitu makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu saja. Menurut Waluyo (2006: 10) terdapat cara penafsiran tema prosa fiksi termasuk cerita pendek, yaitu dengan kisi-kisi: (1) jangan sampai bertentangan dengan setiap rincian cerita; (2) harus dapat dibuktikan secara langsung dalam teks prosa fiksi itu; (3) penafsiran tema tidak hanya
berdasarkan pada perkiraan; dan (4) tema cerita berkaitan dengan rincian yang ditonjolkan (mungkin malahan disebutkan sebagai bagian dari judul). 2) Plot atau alur cerita Plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang yang menganggapnya sebagai unsur yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi yang lain. Alur atau plot sering juga disebut dengan kerangka cerita. Waluyo (2006: 11) mengemukakan bahwa alur atau plot sering juga disebut kerangka cerita, yaitu jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan sebab dan akibat dan memiliki kemungkinan agar pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang. Sebutan alur cerita sebagai kerangka cerita memang beralasan karena secara sederhana alur cerita berarti rangkaian peristiwa dalam cerita. Semi (1993: 43) dalam bukunya mengungkapkan alur sebagai berikut. Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah intralasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan isi. Dengan demikian, alur itu merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita.
Pendapat Semi di atas memberikan pengertian bahwa alur sebenarnya bukan hanya rangkaian peristiwa namun merupakan hasil perpaduan antara unsur-unsur cerita. Dengan demikian, alur sebenarnya tidak hanya menyebutkan nama peristiwa tetapi juga menyebutkan hal-hal yang mendukung peristiwa itu terjadi. Sayuti (1997: 19) menyatakan plot atau alur fiksi hendaknya diartikan tidak hanya sebagai peristiwa-peristiwa yang diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu, tetapi lebih merupakan penyusunan yang dilakukan oleh penulisnya tentang peristiwa-peristiwa tersebut berdasarkan hubungan-hubungan kausalitas.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa alur atau plot adalah kerangka utama cerita yang terdiri dari rangkaian peristiwa dalam cerita. Alur merupakan hubungan sebab akibat dan menjelaskan mengapa sesuatu terjadi. Berdasar pada pengertian plot yang telah disebutkan dapat dipahami bahwa betapa pentingnya plot dalam sebuah cerita. Menarik tidaknya sebuah cerita ditentukan dengan kelihaian pengarang dalam merangkai peristiwa menjadi sebuah plot. Plot suatu cerita merupakan unsur cerita yang kompleks. Untuk memenuhi kekomplekan tersebut, dalam menyusun plot seorang pengarang seharusnya memerhatikan kaidahkaidah pemplotan. Kenney (dalam Nurgiyantoro, 2005: 130) menyatakan bahwa terdapat kaidah-kaidah pemplotan yang meliputi plausibilitas (plausibility), adanya unsur kejutan (surprise), rasa ingin tahu (suspense), dan kepaduan (unity). Plausibilitas
disebut
juga
kebolehjadian.
Artinya
bahwa
rangkaian cerita itu bukanlah khayalan semata, namun mungkin terjadi di dunia nyata ini. Meskipun fiksi atau khayalan, namun rangkaian cerita itu seperti betul-betul hidup dan hadir di hadapan pembaca. Kejutan (surprise) artinya bahwa pembaca tidak bisa mengirairakan bagaimana rangkaian cerita itu terjadi. Para pembaca harus mendapat kejutan dari cerita yang dibacanya, sehingga mereka akan senantiasa ingin mengikuti bagaimana jalannya cerita berikutnya. Cerita yang baik pasti memiliki kadar suspense yang tinggi dan terjaga. Lebih tepatnya mampu membangkitkan rasa ingin tahu pembaca. Jika rasa ingin tahu pembaca mampu dibangkitkan dan terus terjaga dalam sebuah cerita, dan hal itu berarti cerita tersebut menarik perhatiannya, ia pasti terdorong kemauannya untuk membaca terus cerita yang dihadapinya sampai selesai.
Kepaduan menyaran pada pengertian bahwa berbagai unsur yang ditampilkan, khususnya peristiwa-peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan yang mengandung konflik, atau seluruh pengalaman hidup yang hendak dikomunikasikan, memiliki keterkaitan data dengan yang lain. Scholes (dalam Waluyo, 2006: 12) mengemukakan unsur-unsur cerita dinyatakan sebagai unsur dinamik. Rangkaian kejadian yang menyusun plot meliputi: (1) eksposisi; (2) inciting moment; (3) rising action; (4) complication; (5) climax; (6) falling action; dan (7) denouement. Sementara itu, Kenney (dalam Waluyo, 2006:12) menyebutkan tiga tahap plot, yaitu: (1) beginning atau exposition; (2) the middle atau konflik, komplikasi, dan klimaks; dan (3) the end atau denouemen. Eksposisi
artinya
paparan
awal
cerita.
Pengarang
memperkenalkan awal cerita, wataknya, tempat kejadiannya, dan hal-hal yang melatarbelakangi tokoh itu, sehingga akan mempermudah pembaca mengetahui jalinan cerita sesudahnya. Inciting moment artinya mulainya problem cerita itu muncul. Tahap ini disebut juga “the element of instability” yang menyebabkan adanya konflik dan menyebabkan konflik itu meningkat terus sampai ke klimaks cerita. Rising action artinya konflik terus meningkat. Complication menunjukkan konflik yang semakin ruwet. Climax atau puncak cerita, atau puncak penggawatan. Climax adalah puncak dari kejadian-kejadian dan merupakan jawaban dari semua problem atau konflik yang tidak mungkin dapat meningkat atau dapat lebih ruwet lagi. Falling action atau denouenment adalah akhir dari sebuah cerita. Nurgiyantoro (2005: 153-163) membedakan plot menjadi beberapa bagian, yaitu: (1) perbedaan plot berdasarkan kriteria urutan waktu, terdiri dari plot lurus dan plot sorot balik; (2) perbedaan plot berdasarkan jumlah, terdiri dari plot tunggal dan sub-sub plot; (3) pembedaan plot berdasarkan kriteria kepadatan, terdiri dari plot padat dan
plot longgar; dan (4) pembedaan plot berdasarkan kriteria isi, terdiri dari plot peruntungan, plot tokohan, dan plot pemikiran. 3) Tokoh dan Penokohan Tokoh dan penokohan merupakan hal yang penting dalam cerita. Sistem tokoh dan penokohan biasanya menjadi daya tarik sebuah cerita. Tokoh dan penokohan merupakan dua unsur cerita yang berbeda. Tokoh cerita disebut juga dengan pelaku cerita. Penokohan sering disebut dengan perwatakan. Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi tokoh (Nurgiyantoro, 2005: 165). Suroto (1990: 92) menyatakan bahwa penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut. Sujiman (1988: 16) menyatakan yang dimaksud tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 2005: 165). Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tokoh adalah pelaku atau orang yang ada dalam sebuah cerita. Penokohan adalah cara seorang pengarang untuk menampilkan tokoh-tokoh dalam karangannya. Dalam sebuah cerita biasanya terdiri dari beberapa tokoh yang berbeda. Sudjiman (1988: 17-21) membagi tokoh menjadi empat jenis, yakni tokoh sentral, tokoh bawahan, tokoh datar, dan tokoh bulat. Tokoh sentral adalah tokoh yang memegang peran pimpinan atau disebut juga protagonis. Tokoh bawahan adalah tokoh yang membantu tokoh sentral (tokoh protagonis). Tokoh datar adalah tokoh yang dilihat dari satu wataknya saja. Tokoh bulat adalah tokoh itu dilihat dari berbagai sisi sehingga tidak menimbulkan kesan “hitam-putih”. Penggambaran watak dalam tokoh cerita berbeda-beda sesuai dengan keinginan pengarang. Suroto (1990: 93) dalam bukunya
menyatakan penggambaran watak pada tokoh dalam cerita dikenal dengan tiga macam cara, yaitu: (1) Secara analitik, pengarang menjelaskan atau menceritakan secara rinci watak tokoh-tokohnya; (2) Secara dramatik, pengarang tidak secara langsung menggambarkan tokoh-tokohnya tetapi melalui lingkungan tokoh, menampilkan dialog tokoh, dan reaksi tokoh lain terhadap seorang tokoh; dan (3) Gabungan cara analitik dan dramatik, antara penjelasan dan drama saling menjelaskan. 4) Setting atau latar Sebagian orang mengartikan latar cerita sebagai tempat kejadian cerita. Waluyo (2006: 28) mengungkapkan setting adalah tempat kejadian cerita. Tempat kejadian cerita dapat berkaitan dengan aspek fisik, aspek sosiologis, dan aspek psikis. Akan tetapi, sebenarnya setting merupakan gabungan antara tempat dan waktu kejadian. Sayuti (1996: 76) menyatakan bahwa elemen fiksi yang menunjukkan kepada kita dii mana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung disebut setting ‘latar’. Semi (1993:46) mendefinisikan latar cerita atau landas tumpu (setting) adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Hartoko dan Rahmanto (1986: 78) mengemukakan bahwa istilah latar sama dengan setting. Penempatan dalam ruang dan waktu seperti yang terjadi dengan karya naratif atau dramatis. Penting untuk menciptakan suasana dalam karya atau adegan serta untuk menyusun pertentangan tematis. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa latar adalah suatu unsur cerita yang menyatakan tempat dan waktu terjadinya peristiwa dalam cerita itu dan mampu menumbuhkan suasana cerita. Jadi, latar tidak hanya menyaran pada tempat tetapi mencakup tempat, waktu, dan suasana cerita. Dalam sebuah cerita setiap unsur memiliki peranannya masingmasing begitu pula dengan setting/latar cerita. Waluyo (2006: 28) menyatakan fungsi setting untuk: (1) mempertegas watak pelaku; (2)
memberikan tekanan pada tema cerita; (3) memperjelas tema yang disampaikan; (4) metafora bagi situasi psikis pelaku; (5) sebagai pemberi atmosfer (kesan); dan (6) memperkuat posisi plot. Nurgiyantoro (2205: 227) menyatakan bahwa unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan satu sama lain. Pertama, latar tempat menunjuk pada tempat atau lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah fiksi. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu harus mencerminkan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.
Kedua, latar waktu berhubungan
masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu dapat menjadi dominan dan fungsional jika digarap dengan teliti, terutama jika berhubungan dengan peristiwa sejarah. Ketiga, latar sosial merujuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup masalah kehidupan yang cukup kompleks. 5) Point of View atau sudut pandang pengarang Sudut pandang secara sederhana sering diartikan sebagai peran pengarang dalam cerita. Sayuti (1996: 100) menyatakan bahwa sudut pandang pada dasarnya adalah visi pengarang, dalam arti bahwa ia merupakan sudut pandangan yang diambil oleh pengarang untuk melihat peristiwa dan kejadian dalam cerita. Sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang mengemukakan gagasan dan ceritanya. Waluyo (2006:30) menyatakan point of view merupakan sudut pandang pengarang, teknik yang digunakan pengarang untuk berperan dalam cerita itu. Apakah ia sebagai orang pertama (juru cerita) atau sebagai orang ketiga (menyebut pelaku sebagai dia). Yang pertama dinyatakan sebagai gaya akuan dan yang kedua sebagai gaya diaan. Sementara itu, Semi (1993:56) menyebut point of view atau
sudut pandang dengan pusat pengisahan, yakni posisi dan penempatan diri pengarang dalam ceritanya, atau darimana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa point of view adalah teknik yang digunakan oleh pengarang untuk berperan dalam cerita. Teknik ini terdiri dari teknik akuan atau diaan. Teknik akuan merupakan orang pertama pelaku utama, sedangkan teknik diaan merupakan orang ketiga pelaku utama. 6) Dialog atau percakapan Dialog merupakan unsur yang dapat memperjelas kejadian dalam cerita. Dialog dapat mengantarkan kepada pembaca bagaimana suasana cerita sebenarnya. Suroto (1990: 94) mengungkapkan dialog atau percakapan adalah ujaran-ujaran yang dilakukan oleh para tokoh dalam suatu cerita. Dialog dapat menunjang penggambaran latar, plot, perwatakan, dan pesan. Semua cerita fiksi termasuk cerita pendek menggunakan dialog untuk memperkuat watak tokoh-tokoh. Nurgiyantoro (2005: 311) menyatakan dua jenis fungsi dialog, yaitu:
(1) memperkonkret
watak
dan
karakter pelaku;
dan
(2)
memperhidupkan pelaku. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan dialog adalah
ujaran
yang
digunakan
pengarang
untuk
mendukung
memperkonkret tokoh, plot, latar, perwatakan, dan pesan suatu cerita. 7) Gaya bercerita Setiap pengarang mempunyai sifat dan selera masing-masing. Keadaan inilah yang membuat setiap pengarang mempunyai gaya bercerita yang berbeda dalam setiap karangan. Nurgiyantoro (2005: 277) mengemukakan bahwa pada hakikatnya gaya merupakan teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang diungkapkan. Sayuti (1986: 110) mengungkapkan bahwa gaya merupakan cara khas pengungkapan seorang pengarang. Gaya ditandai oleh diksi,
struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi, dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah suatu cara pengungkapan bahasa yang digunakan pengarang untuk mewakili sesuatu yang dirasakan. Gaya bahasa biasanya sesuai dengan tipikal karangan seseorang, sehingga antara satu cerita dengan cerita yang lain memiliki gaya bahasa masing-masing. 8) Amanat Cerita dikatakan bermutu atau tidak bisa dilihat dari amanat yang ingin disampaikan dalam cerita itu. Semakin baik (berkualitas) dan semakin banyak amanat yang disampaikan maka semakin tinggi nilai cerita tersebut. Amanat dalam bahasa Inggris “message” sama dengan pesan. Pesan yang ingin disampaikan pengarang lewat karyanya (cerpen atau novel) kepada pembaca atau pendengar (Haryoko dan Rahmanto, 1986: 10). Suroto
(1990:89) mengungkapkan
bahwa amanat
adalah
pandangan pengarang tentang bagaimana sikap kita kalau kita mengghadapi suatu persoalan yang disampaikan dalam suatu cerita. Dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang lewat karyanya agar pembaca mampu mengambil hikmahnya.
e. Cerita pendek dalam Pembelajaran Sastra berfungsi menghibur dan sekaligus juga mendidik, sehingga unsur-unsur paling sedikit ada dua nilai yang diperoleh dari sastra, yaitu memahami kebutuhan akan kepuasan pribadi dan pengembangan kemampuan berbahasa yang disebut sebagai nilai pendidikan pada karya sastra (Rofi’uddin dan Zuhdi, 2001: 62). Hasil penelitian di Selandia Baru menunjukkan bahwa cerita yang berikan ibu-ibu pada anak-anak mereka memberikan kontribusi yang berarti dalam keberhasilan pendidikan (Musfiroh, 2008: 82).
Dalam kurikulum 2006 terdapat dua tujuan yang berkenaan dengan karya sastra, yakni: (1) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; (2) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Menilik fungsi cerita pendek sebagai sarana pendidikan dan tujuan kurikulum sekarang, maka dapat disimpulkan bahwa secara langsung maupun tidak cerita pendek dapat digunakan sebagai media pembelajaran. Cerita pendek dapat digunakan untuk menyampaikan amanat tentang norma-norma kehidupan. Selain itu, cerita pendek juga dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan kemampuan kebahasaan siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rofi’uddin dan Zuhdi (2001: 62) banyak sekali hasil pendidikan yang menunjukkan keefektifan karya sastra dalam mengembangkan kemahiran berbahasa. Melalui penggunaan media cerita pendek, siswa dapat mengambil amanat yang terkandung serta memahami cerita pendek. Cerita pendek dapat merangsang siswa untuk rajin membaca dan meningkatkan kemampuan memahami bacaan. Selain itu melalui pengembangan media cerita pendek juga
mampu
meningkatkan
kemampuan
menulis
anak
dengan
mengungkapkan kembali isi cerita pendek. Selain itu, juga dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa mengingat berbagai variasi cerita yang ada dalam berbagai cerita pendek yang bisa disampaikan dalam pembelajaran. 2. Hakikat Pembelajaran Apresiasi Cerita Pendek Pembelajaran apresiasi sastra dalam hal ini termasuk apresiasi cerita pendek telah diterapkan pada kurikulum pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas bahkan perguruan tinggi. Apresiasi merupakan kegiatan terlengkap dalam pembelajaran sastra di sekolah. Untuk memahami lebih lanjut mengenai pembelajaran apresiasi cerita pendek, berikut uraiannya.
a. Pengertian Apresiasi Cerita Pendek Dalam dunia karya sastra kata apresiasi tidaklah asing. Kata apresiasi dalam bahasa Indonesia berpedoman dengan kata Inggris appreciation yang dalam kamus Inggris diberi makna ‘penghargaan’ (Arsyad, Ridwan, dan Mad’ie, 1986: 4.2). Hartoko (1986: 17) menyebut bahwa apresiasi sebagai penghargaan. Apresiasi sastra adalah penghargaan karya sastra. Dalam karya sastra, seseorang langsung “menukiki” karya sastra, berusaha menerima karya sastra sebagai seni yang mengandung nilai-nilai sastra sebagai sesuatu yang benar. Untuk mengerti karya sastra, diperlukan analisis terhadap bagian-bagian struktur. Apresiasi sastra merupakan rangkaian kegiatan seseorang saat melakukan kontak dengan suatu karya sastra. Kegiatan apresiasi terdiri dari kegiatan menikmati karya sastra mulai dari pemahaman, merespon karya tersebut, hingga memberikan penilaian. Arsyad, Ridwan, dan Mad’ie (1986: 4.2) menyatakan apresiasi terhadap sebuah karya sastra tidak terbatas pada pemberian penghargaan terhadap mutu atau nilai karya sastra itu saja tetapi mencakup juga pada kegiatan menikmati keindahan karya sastra itu serta mengerti dan memberi keterangan mengapa karya sastra itu indah. Sayuti (1996: 2) menjelaskan bahwa apresiasi sastra adalah upaya memahami karya sastra, yaitu upaya bagaimanakah caranya untuk dapat mengerti sebuah karya sastra yang kita baca, baik fiksi maupun puisi, mengerti maknanya, baik yang intensional maupun yang aktual, dan mengerti seluk-beluk strukturnya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa apresiasi cerita pendek adalah upaya memahami, menilai, dan menceritakan kembali isi cerita pendek. Semakin baik kemampuan seorang pembaca untuk memahami cerita pendek, tentulah pembaca akan mampu memperoleh manfaat cerita pendek.
b. Pembelajaran Apresiasi Cerita Pendek Pembelajaran apresiasi cerita pendek di sekolah dasar merupakan pembelajaran apresiasi prosa dasar. Di sekolah dasar inilah landasan apresiasi sastra ditanamkan pada peserta didik yang nantinya akan menjadi titik tolak pembelajaran apresiasi sastra di jenjang pendidikan berikutnya. Oleh karena itu, pembelajaran apresiasi prosa terutama cerita pendek haruslah menarik perhatian siswa dan efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kurikulum sekolah dinyatakan bahwa pembelajaran sastra ditunjukkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya sastra. Sejalan dengan hal itu maka dalam konteks kegiatan belajar mengajar sastra tugas utama guru adalah membuahkan pengalaman belajar untuk menjadikan murid memahami, menikmati, menghayati, dan memiliki sikap positif terhadap karya sastra (Baruadi, 2005: 270-271). Dengan demikian mengajar adalah seni dalam arti bahwa kegiatan guru tidak didominasi oleh aturan-aturan atau hal-hal rutin, tetapi dipengaruhi oleh kualitas dan kemungkinan-kemungkinan yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya. Guru hendaknya berfungsi dalam pembaharuan untuk mengatasi kemungkinan-kemungkinan tersebut. Untuk mengatakan bahwa aturan adalah hal-hal rutin tidak mendominasi kegiatan guru, tentu saja tidak dengan mengatakan bahwa mereka tidak berpartisipasi dalam pembelajaran. Dalam mewujudkan pembelajaran apresiasi cerita pendek yang menarik dan efektif, guru perlu mempertimbangkan cerita pendek yang akan diajarkan sebagai bahan pembelajaran. Selain itu guru juga harus menentukan teknik pembelajaran yang akan diterapkan, serta membuat rencana pembelajaran yang
akan dilakukan. Untuk lebih rincinya, berikut akan
dijelaskan mengenai hal-hal yang harus disiapkan dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek. 1) Kriteria pemilihan cerita pendek sebagai bahan ajar Supriyadi (1992: 351-358) menjelaskan kriteria bahan ajar
apresiasi cerita pendek ada dua, yakni kriteria tingkat keterbacaan dan kriteria kesesuaian. Berikut uraian mengenai kedua kriteria tersebut. a) Tingkat keterbacaan Tingkat keterbacaan adalah mudah tidaknya suatu bahan bacaan (cerita pendek) untuk dicerna, dihayati, dipahami, dan dinikmati oleh siswa. Ada beberapa syarat prosa yang memiliki tingkat keterbacaan yang baik, yakni: (1) kejelasan bahasa, (2) kejelasan tema, (3) kesederhanaan plot, (4) kejelasan watak, (5) kesederhanaan latar, dan (6) kejelasan pusat pengisahan. b) Tingkat kesesuaian Tingkat kesesuaian adalah cocok tidaknya materi apresiasi cerita pendek sebagai materi pembelajaran di sekolah dasar. Meteri ini disesuaikan dengan perkembangan psikologi siswa dan kandungan moral cerita. Psikologi siswa pada umumnya berbanding lurus dengan usianya. Anak usia 6-9 tahun, mereka lebih menyukai cerita yang sederhana dari perikehidupan sehari-hari sampai dengan dongeng-dongeng hewan. Mereka juga menyukai cerita-cerita lucu. Anak usia 9-12 tahun, perhatian mereka lebih tertarik pada ceria-cerita yang menggambarkan pahit-manisnya hidup kekeluargaan yang dilukiskan dengan cara yang lebih realistis. Di samping itu mereka juga menyukai cerita–cerita fantastis dan cerita kepetualangan. Selain kedua hal di atas, Rahmanto (1988: 27-33) mengemukakan agar dapat memilih bahan pengajaran yang tepat, beberapa aspek perlu dipertimbangkan, yaitu dari sudut bahasa, aspek kematangan jiwa (psikologi), dan latar belakang kebudayaan para siswa. Lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut. a) Bahasa Agar pengajaran sastra dapat lebih berhasil, guru kiranya perlu
mengembangkan keterampilan khusus untuk memilih bahan pengajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswanya.
Dalam
pembelajaran
sastra
guru
hendaknya
mempertimbangkan jumlah kosakata, tata bahasa, situasi, pengertian isi wacana, cara menuangkan ide-idenya, dan hubungan antarkalimat. Hal ini membuat siswa mampu memahami karya sastra dengan mudah. b) Psikologi Dalam pemilihan cerita pendek yang akan disajikan dalam pembelajaran, guru hendaknya memperhatikan tingkat perkembangan psikologi siswa. Hal ini diharapkan agar guru tidak salah pilih cerita pendek
yang
disajikan,
sehingga
siswa
lebih
tertarik
untuk
mempelajarinya. Psikologi siswa pada sekolah dasar dibagi menjadi dua tahap, yakni tahap menghayal (8-9 tahun) dan masa romantik (10-12 tahun). Tahap penghayal (8-9 tahun) adalah imajinasi anak yang belum banyak diisi dengan hal-hal nyata tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan. Masa romantik (10-12 tahun) adalah masa anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah ke realitas. Meski tahapan dunia ini masih sangat sederhana, tapi pada tahap ini anak telah menyenangi cerita-cerita kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan. c) Latar belakang budaya Karya sastra yang diambil dalam pembelajaran hendaknya erat hubungannya dengan kehidupan siswa untuk menarik minat siswa karena siswa tidak perlu berimajinasi terlalu jauh dari jangkauannya. 2) Teknik-teknik pengajaran apresiasi cerita pendek Teknik-teknik pengajaran apresiasi prosa dalam hal ini termasuk cerita pendek menurut Supriyadi (1992: 362-368) terbagi menjadi lima, yakni: (1) Mendengarkan cerita, teknik ini dapat dilakukan dengan cara
mendengarkan cerita dari kaset dan mendengarkan cerita yang dibacakan guru; (2) murid membaca cerita; (3) mengikhtisarkan cerita; (4) murid bertukar pengalaman; dan (5) murid mengalisis cerita. 3) Rancangan pembelajaran apresiasi cerita pendek Tahap-tahap rancangan pembelajaran apresiasi prosa dalam hal ini cerita pendek oleh Supriyadi dibagi menjadi lima, yakni: (1) memilih dan mempelajari cerita pendek yang akan diajarkan, (2) menentukan kegiatan kegitan yang akan dilakukan, (3) memberikan pengantar pelajaran, (4) menyajikan bahan pengajaran, dan (5) memperdalam pengalaman. Sementara itu, Rahmanto (1988: 43) memberikan pendapat mengenai tata cara penyajian yang perlu dipertimbangkan oleh setiap guru dalam memberikan pengajaran sastra termasuk apresiasi cerita pendek, antara lain: (1) pelacakan pendahuluan, (2) penentuan sikap praktis, (3) introduksi, (4) penyajian, (5) diskusi, dan (6) pengukuhan (tes). Selain strategi pembelajaran di atas, Nurgiyantoro (2001:323) mengungkapkan bahwa pemilihan bahan yang akan diujikan dalam kegiatan yang harus dikerjakan oleh siswa tentu saja hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kejiwaan kognitif siswa. Puisi, fiksi, atau drama yang yang diteskan untuk anak SD harus yang berada pada jangkauan kognitif mereka. Untuk anak SD, membaca sastra masih ada kaitannya secara integral dengan pengajaran bahasa Indonesia. Anak SD belum perlu ditugasi untuk menganalisis bacaan sastra seperti menentukan tema atau analisis bentuk.
c. Manfaat Pembelajaran Apresiasi Cerita Pendek Setiap aktivitas pembelajaran yang diterapkan dalam sebuah kurikulum pasti memiliki manfaat yang positif yang dapat diperoleh para pembelajarnya, begitu juga dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek. Rahmanto
(1988:
16-25)
menjelaskan
pembelajaran
sastra
termasuk
pembelajaran apresiasi cerita pendek dapat memberikan empat manfaat, yakni:
(1) membantu keterampilan berbahasa, (2) meningkatkan kemampuan budaya; (3) mengembangkan cipta dan rasa; dan (4) menunjang pembentukan watak. Keterampilan berbahasa siswa dapat dilihat kemampuan mereka dalam menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Mengikutsertakan pembelajaran apresiasi cerita pendek dalam kurikulum berarti melatih siswa dalam keterampilan membaca, menyimak, wicara, dan menulis yang masingmasing erat hubungannya. Dalam pengajaran sastra, siswa dapat melatih keterampilan menyimak dengan mendengarkan cerita pendek yang dibacakan guru, teman, maupun melalui pita suara. Siswa dapat melatih keterampilan wicara dengan aktvitas menceritakan kembali di depan kelas isi cerita pendek. Siswa dapat melatih keterampilan membaca dengan membacakan prosa cerita. Karena
pembelajaran
apresiasi
cerita
pendek
menarik,
siswa
dapat
mendiskusikannya dan kemudian menuliskan hasil diskusinya sebagai latihan keterampilan menulis. Karya sastra merupakan wujud dari kebudayaan masyarakat. Dengan demikian, karya sastra yang merupakan implementasi dari sebuah budaya pastilah mempuyai nilai-nilai kebudayaan yang ingin disampaikan. Setiap karya sastra termasuk cerita pendek selalu menghadirkan ‘sesuatu’ dan kerap menyajikan banyak hal apabila dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan orang yang menghayatinya. Pengajaran sastra, jika dilakukan dengan bijaksana, dapat mengantar para siswa berkenalan pribadi-pribadi dan pemikir-pemikir besar di dunia serta pemikiran-pemikiran utama dari zaman ke zaman. Dalam pengajaran sastra terdapat beberapa kecakapan yang dikembangkan yaitu kecakapan yang bersifat indra, penalaran, afektif, sosial, dan religius. Selanjutnya berikut sedikit penjelasan mengenai kelima kecakapan ini.
1. Indra Pengajaran sastra dapat digunakan untk memperluas pengungkapan apa yang diterima oleh panca indra seperti, indra penglihatan, indra pengecapan, indra pendengaran, dan indra peraba. Hal ini dikarenakan adanya tafsiran serta ungkapan makna kata-kata yang diungkapkan oleh pengarang. 2. Penalaran Pembelajaran sastra jika diarahkan dengan tepat akan sangat membantu siswa melatih pemecahkan masalah-masalah berpikir logis seperti dugaan, kebisaan, tradisi, dorongan dan sebagainya. 3. Perasaan Sastra dengan jelas dapat menghadirkan berbagai problem situasi yang merangsang tanggapan perasaan atau tanggapan emosional. Situasi dan problem itu oleh sastrawan diungkapkan denga cara-cara memungkinkan kita tergerak untuk menjelajahi dan mengembangkan perasaan kita sesuai dengan kodrat kemanusiaan kita. 4. Kesadaran sosial Seorang pengarang biasanya mampu mengatarkan imajinasi pembaca untuk menerobos suatu masalah sosial kemudian memahami intinya. 5. Rasa religius Dalam karya sastra terdapat nilai-nilai religius yang bisa dipelajari. Hal ini dapat mengantarkan pembaca untuk menerima apa yang mereka yakini. Rahmanto di atas telah menyatakan bahwa pembelajaran sastra dapat menunjang pembentukan watak. Pembelajaran sastra diharapkan dapat membina perasaan yang lebih tajam dan mampu memberikan bantuan dalam
mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa yang antara lain meliputi: ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan penciptaan. Selain manfaat pembelajaran sastra yang diungkapkan di atas, upaya mengajarkan sastra ke arah apresiasi sastra sebagai tuntunan akhir menurut Baruadi (2005 : 272) terdapat tiga fungsi pembelajaran. Tiga fungsi tersebut adalah fungsi idiologis, fungsi kultural, dan fungsi praktis. Ketiga fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Fungsi idiologis merupakan perwujudan dari tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila dapat dilakukan melalui pemilihan bahan ajar sastra, sehingga siswa akan mampu meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, budi pekerti, kepribadian, dan semangat kebangsaan. Fungsi kultural berkaitan dengan usaha untuk meneruskan budaya yang berdasarkan wawasan nusantara dapat dilaksanakan melalui pengajaran apresiasi sastra. Melalui pemilihan materi ajar siswa diperkenalkan dengan karya sastra yang padat dengan ide-ide budaya nasional dan daerah. Fungsi praktis, berdasarkan fungsi ini siswa dibekali dengan bahan-bahan yang mungkin berguna baginya di dalam masyarakat. Oleh karena itu, pemilihan bahan ajar sastra hendaklah disesuaikan dengan perkembangan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama yang berhubungan langsung dengan kebutuhan masyarakat. Beberapa pendapat di atas jika disimpulkan akan kita pahami bahwa pada dasarnya pembelajaran sastra memiliki peranan penting dalam pembentukan watak dan kepribadian kita. Hal ini tampak dari manfaat maupun fungsi pembelajaran sastra mencakup berbagai sendi kehidupan mulai dari segi intelektual, sosial, budaya, hingga spiritual. Dengan demikian, pembelajaran sastra merupakan salah satu jalan yang dapat digunakan oleh pendidik untuk memperbaiki moral bangsa yang sudah mulai menurun akhir-akhir ini.
d. Penilaian Pembelajaran Apresiasi Cerita Pendek Penilaian adalah suatu proses untuk mengetahui apakah proses dan hasil dari suatu proses kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditetapkan (Suwandi, 2008: 15). Hal ini berarti bahwa cara kita untuk mengetahui keberhasilan dalam suatu pembelajaran diperlukan suatu kegiatan yang dinamakan penilaian. Penilaian yang digunakan harus mencakup aspek kualitatif maupun kuantitatif proses dan hasil pembelajaran.
Nurgiantoro (2001: 331) menyatakan bahwa tes kesastraan (termasuk cerita pendek) mencakup tes kognitif, tes afektif, dan tes psikomotorik. Tes kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir. Ranah afektif berhubungan dengan sikap, pandangan, dan nilai-nilai yang diyakini seseorang. Tes psikomotorik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas otot, fisik atau gerakan anggota badan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tes-tes tersebut hendaklah disesuaikan dengan tujuan pengajaran kebahasaan dan kesusastraan yang hendak dicapai. Pembobotan penilaian tidaklah bersifat mutlak. Tiap guru dapat memilih atau membuat model yang dianggapnya paling sesuai (Nurgiantoro, 2001: 208). Dengan demikian, dalam menetukan bobot nilai guru hendaknya juga memperhatikan kriteria penilaian yang digunakan sehingga dapat mengukur keberhasilan tujuan pembelajaran baik proses maupun hasil. 1) Penilaian proses pembelajaran Penialian proses dapat dilihat dari sikap siswa ketika mengikuti pembelajaran. Sikap bermula dari suka atau tidak suka yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga merupakan ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Kriteria yang digunakan dalam menilai proses belajar-mengajar antara lain ialah konsistensi kegiatan belajar-mengajar dengan kurikulum, keterlaksanaannya oleh guru, keterlaksanaannya oleh siswa, motivasi belajar siswa, keaktifan siswa, interaksi guru-siswa, kemampuan atau keterampilan guru, kualitas hasil belajar siswa Sujana (2005: 65). Berdasarkan pendapat di atas menjelaskan bahwa penilaian proses belajar mengajar mencakup pada penilaian keterlaksanaan proses belajarmengajar. Hal ini berarti bahwa menilai keberhasilan proses suatu pembelajaran dilihat dari kinerja guru dan kualitas belajar siswa. Aspek penilaian proses belajar siswa dapat nilai dari motivasi, keaktifan, dan proses interaksi guru dan siswa.
Adapun penilaian proses yang digunakan dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek adalah sebadai berikut. Tabel 1. Instrumen Penilaian Proses Pembelajaran No 1
Nama Siswa
I
II
III
IV
V
Presentase (Diadopsi dari Sarwiji Suwandi, 2008: 92) Keterangan: Aspek:
Skor:
Penilaian:
I : Kedisiplinan
4 : Sangat Baik
20 – 16 : Baik
II : Minat
3 : Baik
15 – 11 : Cukup Baik
III : Keaktifan
2 : Kurang Baik
10 – 5 : Kurang Baik
IV : Kerja sama
1 : Tidak Baik
V : Kesungguhan 2) Penilaian hasil pembelajaran Penilaian
hasil
pembelajaran
yang
digunakan
hendaknya
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dengan demikian, penilaian dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek disesuaikan dengan KD yang ingin dicapai. Penilaian hasil pembelajaran apresiasi cerita pendek di kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan dilakukan dengan menggabungkan antara tes perbuatan dan tes tertulis. Tes perbuatan dilaksanakan dengan menyuruh siswa untuk menceritakan kembali isi cerita pendek yang dibaca secara ringkas di depan kelas. Tes tertulis dilaksanakan dengan memberikan soal tertulis kepada siswa yang berjumlah 25 soal. Soal tersebut berisi tentang pemahaman unsur intrinsik cerita pendek yang dibaca dan menceritakan kembali isi cerita pendek. Berikut ini bentuk instrumen penilaian tes tertulis yang dilaksanakan.
a) Pilihan ganda, skor: setiap jawaban benar diberi nilai 1 b) Isian, skor: setiap jawaban benar diberi nilai 2 c) uraian, setiap jawaban benar mendapatkan nilai 3 Nilai =
X 100 (Diadopsi dari Sarwiji Suwandi, 2008: 75-76)
Berikut ini instrumen penilaian kemampuan siswa menceritakan kembali isi cerita pendek di depan kelas. Tabel 2. Rubrik Penilaian Menceritakan Kembali Isi Cerita Pendek No Aspek yang dinilai 1 kelengkapan isi a. lengkap b. kurang lengkap c. tidak lengkap 2 alur a. runtut b. kurang runtut c. tidak runtut 3 penggunaan bahasa, meliputi: a. pelafalan 1) tepat 2) kurang tepat 3) tidak tepat a. pilihan kata 1) tepat 2) kurang tepat 3) tidak tepat 4 Sikap saat bercerita, meliputi: a. kelancaran berbicara 1) lancar 2) kurang lancar 3) tidak lancar b. pandangan mata kepada audien 1) selalu 2) kadang-kadang 3) tidak pernah Total skor
Skor
Skor maks
3 2 1
3
3 3 2 1 3 3 2 1 3 3 2 1 3 2 1
3
3 3 2 1 (Diadopsi dari Sarwiji Suwandi, 2008: 85)
Nilai =
X 100 3. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif telah diteliti para ahli sejak tahun 70-an. Model ini merupakan upaya para ahli untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Berikut akan diuraikan mengenai model pembelajaran tersebut.
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Sebelum membicarakan pengertian model pembelajaran kooperatif, sebaiknya kita memahami dahulu makna dari model pembelajaran. Suprijono (2009:45) menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Model pembelajaran dapat diartikan sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas. Sumantri dan Perlana (2001: 37)
menyatakan model pengajaran
merupakan suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pengajaran, dan membimbing pengejaran di kelas atau yang lain. Beberapa pendapat di atas secara singkat menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman untuk melaksanakan pembelajaran secara sistematis guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam dunia pembelajaran saat ini berkembang berbagai jenis model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang sedang berkembang saat ini adalah model pebelajaran kooperatif. Solehatin (2008: 4) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.
Kessler (1992: 8) mengungkapkan cooperative learning is group learning activity organized so that learning is dependent on the sosially structured exchange or information between learners in groups and in which each learner is held accountable for his or her own learning and in motivated to increase to learning of others. Kessler di atas kurang lebih mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah aktivitas belajar kelompok yang mandiri secara struktur bertukar informasi di antara pembelajar dalam kelompok itu yang mana setiap pembelajar bertanggung jawab pada pembelajarannya sendiri dan memotivasi yang lain untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran. Heri (2003; 75) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative
learning)
adalah
sistem
pembelajaran
yang
memberikan
kesempatan secara luas untuk bekerja sama dalam belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota kelompok saling bekerja sama dan membantu untuk memahami atau menguasai suatu bahan pembelajaran. Slavin (2008: 4) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lainnya dalam materi pelajaran. Pembelajaran kooperatif bukan hanya belajar secara bersama dalam sebuah kelompok. Pembelajaran kooperatif memerlukan kerja sama antar anggota kelompok untuk memahami bahan ajar maupun menyelesaikan pekerjaan kelompok. Dengan demikian, dalam pembelajaran kooperatif semua siswa harus terlibat aktif tidak ada yang mendominaasi satu sama lain. Dalam pembelajaran kooperatif yang ada hanyalah saling membantu antara siswa satu dengan siswa yang lain. Chalderon (1997: 2) menyatakan Cooperative learning routinely provides opportunities for students to work together to construct meaning and share understanding. Chalderon kurang lebih mengungkapkan
bahwa pembelajaran kooperatif secara teratur memberi kesempatan kepada siswa kerja kelompok menyusun dan berbagi pengetahuan.
Cooperative learning refers to work done by student teams producing a product of some sort (such as a set of problem solutions, a laboratory or project report, or the design of a product or a process), under conditions that satisfy five criteria: (1) positive interdependence, (2) individual accountability, (3) face-to-face interaction for at least part of the work, (4) appropriate use of interpersonal skills, and (5) regular self-assessment of team functioni (Felder dan Brent, 2007: 11).
Felder dan Brent di atas kurang lebih mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah tugas yang dikerjakan oleh kelompok siswa untuk menyusun beberapa jenis tugas (seperti pemecahan masalah, laporan penelitian atau praktikum, atau desain produksi atau desain proses). Pengerjaan tugas tersebut berada pada kondisi yang memuaskan berdasarkan lima kriteria: (1) interdependensi positif; (2) akuntabilitas individual; (3) interaksi hadaphadapan untuk menjadi bagian terkecil dari bagian tugas; (4) penggunaan kemampuan interpersonal yang tepat; dan (5) penilaian pribadi yang teratur atas fungsi tim. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang membagi kelas dalam kelompok kecil yang anggotanya ditentukan berdasarkan pertimbangan tertentu. Tujuan pembelajaran kooperatif untuk memahami materi pembelajaran. Jadi, pembelajaran kooperatif bukan hanya belajar secara kelompok tetapi merupakan belajar kelompok yang terkonsep.
b. Keunggulan pembelajaran kooperatif Setiap model pembelajaran yang dikembangkan dalam dunia pendidikan pastilah memiliki keunggulan walaupun terkadang memang masih ada beberapa kekurangan. Akan tetapi, kekurangan yang terjadi dalam sebuah
model pembelajaran adalah wajar. Berdasarkan beberapa penelitian mengenai pembelajaran kooperatif Solehatin (2007: 13) menyimpulkan keunggulan pembelajaran kooperatif antara lain: (1) mendorong tumbuhnya tanggung jawab sosial dan individu pada diri siswa; (2) berkembangnya sikap ketergantungan yang positif; (3) mendorong peningkatan dan kegairahan belajar siswa; (4) pengembangan ketercapaian kurikulum; (5) sikap dan perilaku siswa berkembang ke arah suasana demokratis dalam kelas; dan (6) mendorong peningkatan prestasi pada siswa. Slavin (2008: 3) sebagai ahli yang bergelut pada model pembelajaran kooperatif mengemukakan bahwa metode kooperatif memiliki kelebihankelebihan dibanding metode lain, yaitu: (1) meningkatkan kemampuan siswa; (2) meningkatkan rasa percaya diri; (3); menumbuhkan keinginan untuk menggunakan pengetahuan dan keahlian; dan (4) memperbaiki hubungan antarkelompok. Heri
(2003:
75-76)
mengungkapkan
bahwa
setiap
strategi
pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan pembelajan kooperatif, yakni: (1) menumbuhkan sikap kooperatif pada siswa; (2) menumbuhkan jiwa kompetitif siswa; (3) menumbuhkan motivasi belajar siswa; (3) memupuk sikap gotong royong, toleransi, kepekaan sosial, sikap demokratis, saling menghargai, dan memupuk keterampilan mengadakan interaksi sosial; dan (4) menumbuhkan rasa tanggung jawab dan keberanian dalam proses pembelajaran. Kelemahan strategi pembelajaran kooperatif, yakni: (1) kesulitan dalam memahami kemampuan individual yang sebenarnya; (2) munculnya siswa yang bergantung pada teman yang lain; dan (3) siswa yang kemampuannya rendah mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan beberapa pedapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa kelebihan, yakni: (1) meningkatkan tanggung jawab siswa; (2) meningkatkan rasa percaya diri; (3) meningkatkan sikap gotong royong antarsiswa; (4) meningkatkan kemampuan siswa; (5)
mengembangkan kompetensi yang dimiliki siswa; dan (6) menumbuhkan keberanian siswa. Adapun kekurangan model pembelajaran kooperatif adalah kesulitan memahami kemampuan individu, munculnya sikap ketergantungan pada siswa, dan siswa yang rendah sulit mengikuti pembelajaran.
c. Metode-metode Pembelajaran Kooperatif Banyak para peneliti mempelajari aplikasi praktis dari prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif dan banyak metode pembelajaran kooperatif sudah ditemukan. Slavin (2008: 9-34) mengungkapkan bahwa terdapat dua kelompok besar jenis metode kooperatif yang telah dikembangkan luas oleh para ahli. Metode itu dijelaskan sebagai berikut. 1) Pembelajaran tim siswa Pembelajaran ini terdiri dari lima prinsip metode pembelajaran. Tiga di antaranya adalah metode pembelajaran kooperatif yang dapat diadaptasikan pada sebagian besar mata pelajaran dan tingkat kelas, yakni Student Team-Achievment Division (STAD), Team Games Tournament (TGT), dan JigsawII. Dua yang lain adalah kurikulum komprehensif yang dirancang untuk digunakan dalam mata pelajaran khusus pada tingkat kelas tertentu, yaitu Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) digunakan untuk pelajaran membaca pada kelas 2-8 dan Team Accelerated Intruction (TAI) untuk mata pelajaran matematika kelas 3-6 2) Metode pembelajaran kooperatif yang lain Metode pembelajaran kooperatif yang lain terdiri dari beberapa jenis, yakni Group Investigation, learning Together, Complex Intrution, Structure Dyadic Methods, Co-op Co-op, Thing-Pair-, Numbered Heads Together, Listening Team, Two Stay Two Stray, Make a Match, InsideOutside Circle, Bamboo Dancing, Point-Counter-Point, dan The Power of Two . Dari metode-metode di atas, masing-masing memiliki ciri khusus dalam pelaksanaannya, yaitu: (1) tujuan kelompok; (2) tanggung jawab
individu; (3) kesempatan yang sama untuk sukses; (4) kompetisi antarkelompok; (5) tugas khusus; dan (6) menyesuaikan diri dengan kebutuhan.
d. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Setiap metode pembelajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar memerlukan langkah-langkah yang sesuai. Begitu pula dalam pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tidaklah identik dengan pembelajaran kelompok secara umum. Pembelajaran kooperatif memiliki prosedur tersendiri dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah ini secara rinci dijelaskan oleh para ahli sebagai berikut.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif adalah: (a) menjelaskan prosedur pembelajaran, (b) memberikan masalah kepada siswa baik bentuknya pertanyaan maupun pernyataan, (c) siswa menganalisis dan memberikan penilaian masalah tersebut dalam bentuk pendapat atau kesimpulan, (d) mengambil kesimpulan, (e) evaluasi (Heri, 2003:75).
Selain langkah-langkah di atas, Suprayekti (2006:91) mengemukakan prosedur model pembelajaran kooperatif yang dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada tahap persiapan guru merencanakan keseluruhan kegiatan pembelajaran yang dipersiapkan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran mencakup komponen materi pelajaran, teknik dan media pembelajaran yang akan digunakan, latar pembelajaran, mekanisme kontrol terhadap kegiatan pembelajaran, alat evaluasi yang akan digunakan, dan alokasi waktu. Rencana pelaksanaan pembelajaran disesuaikan dengan tingkat satuan pendidikan. Tahap pelaksanaan terdiri dari tiga kegiatan yakni kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Pada kegiatan pendahuluan, guru memberikan gambaran ringkas tentang keseluruhan isi bahan pelajaran
yang akan dipelajari, tujuan pembelajaran yang akan dicapai (kompetensi dasar dan indikator), dan mekanisme pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi dilakukan secara berkala pada setiap pergantian pokok bahasan. Pada tahap ini dilakukan evaluasi secara menyeluruh baik terhadap proses maupun hasil yang dicapai. Bobot evaluasi hendaknya diberikan lebih besar kepada aktivitas kelompok. Dengan kata lain, evaluasi dilakukan berdasarkan kinerja kelompok secara keseluruhan, bukan berdasarkan kinerja siswa secara individual. Meskipun pada akhirnya tes akan diberikan secara individual dalam bentuk ujian akhir dan nilai siswa itu bersifat individual, namun bobot tes untuk kelompok. Tahap-tahap yang dikemukakan para ahli di atas dapat disimpulkan terdiri dari: (1) tahap persiapan, yang meliputi persiapan rencana pembelajaran dan prosedur pembelajaran; (2) tahap pelaksanaan, meliputi penjelasan prosedur pembelajaran, pembagian masalah, menganalisis masalah, dan menyimpulkan masalah; (3) tahap evalusi.
4. Hakikat Metode Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Salah satu metode pembelajaran koopereatif yang berkembang luas saat ini adalah metode pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Metode ini dirancang khusus untuk diterapkan dalam pembelajaran bahasa khususnya pembelajaran membaca dan menulis. Penelitian dan pengembangan dalam pembelajaran kooperatif dimulai dari John Hopkin University Centar, yaitu organisasi penelitian sekolah pada tahun 1970. CIRC telah dikembangkan dalam pembelajaran sekolah sebelum tahun 1986. Pada tahun itu metode CIRC hanya digunakan dalam pembelajaran sekolah dasar namun sekarang CIRC telah digunakan dalam berbagai tingkatan kelas, dikembangan dari materi dan proses yang berkesinambungan didasarkan pada program yang dikembangkan pada sekolah. Orang yang terus mengembangkan metode ini
adalah Robert E. Slavin, Robert Steven, Nancy Maden, dan Marie Farnish. Lebih jelasnya, berikut uraian mengenai model pembelajaran ini.
a. Pengertian Metode Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) CIRC merupakan suatu program pembelajaran kooperatif yang komprehensif untuk pembelajaran membaca dan menulis di tingkat-tingkat atas di sekolah dasar. Komposisi kelompoknya pun hampir sama dengan pembelajaran kooperatif lain, hanya bentuk penugasannya disesuaikan dengan tugas khas pelajaran bahasa. Pengembangan model CIRC dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan membaca, menulis, dan pembelajaran sastra tradisional (Suprayekti, 2006: 88). Metode CIRC merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang diperuntukkan siswa sekolah dasar hingga menengah pertama (kelas 2-8). Slavin (2008: 16) menjelaskan Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) merupakan program pembelajaran komprehensif untuk mengajarkan membaca dan menulis pada siswa kelas dasar pada tingkat yang lebih tinggi dan juga pada sekolah menengah. Slavin (2008: 11) menyatakan bahwa metode pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) merupakan kurikulum komprehensif yang dirancang untuk digunakan dalam pelajaran membaca pada kelas 2-8. In CIRC, students are assigned to fourmember heterogeneous learning teams. Following a lesson, students work in their teams on a variety of cooperative activities including partner reading, identification of main story elements, vocabulary and summarization activities, practice of reading comprehension strategies, and creative writing using a process writing approach. Research on CIRC in monolingual English reading classes, grades 2-8, has found consisten positive effects of the program on student reading achievement, especially on measures of reading comprehension and metacognitive awareness. (Calderón, HertzLazarowitz, Ivory, dan Slavin, 1997: 2)
Calderón, Hertz-Lazarowitz, Ivory, dan Slavin di atas kurang lebih mengungkapkan dalam CIRC, siswa diarahkan untuk membentuk kelompok belajar yang heterogen. Saat mengikuti pelajaran, siswa bekerja secara kelompok dalam berbagai kegiatan kooperatif yang meliputi membaca berpasangan, identifikasi elemen cerita secara garis-garis, kegiatan meringkas dan menemukan kosakata, praktik strategi membaca pemahaman dan penulisan kreatif menggunakan pendekatan proses menulis. Penelitian dalam CIRC pada kelas Bahasa Inggris kelas 2 – 8, menemukan efek positif yang terus menerus dari kegiatan membaca pemahaman dan kesadaran metakognitif.
CIRC are currently in use, a common method involves forming “learning teams” made up of students (usually four) who are at varying levels of reading proficiency. These students work on different cooperative activities, including creative writing, peer reading, identification of major elements in a story, summarizing of stories and story retelling, and activities geared toward practice of basic reading skills (e.g., spelling, decoding, and vocabulary). (Canadian Council on Learning, 2009: 4)
Canadian Council on Learning di atas menyatakan bahwa CIRC yang akhir-akhir ini digunakan merupakan metode umum yang meliputi pembentukan tim belajar tersusun atas empat siswa pada level kemampuan membaca yang berbeda-beda. Siswa-siswa tersebut bekerja dalam aktivitas penulisan kreatif, membaca dalam kelompok, pengidentifikasian elemen utama dalam cerita, dan penceritaan kembali isi cerita dan aktivitas yang diarahkan menuju praktik kemampuan membaca yang paling dasar (meliputi pelafalan, penerimaan, dan kosakata). Kessler (1992: 24) menyatakan bahwa model CIRC merupakan gabungan program membaca dan menulis dengan menggunakan pembelajaran baru dalam pemahaman bacaan dengan menulis. Keberhasilan dalam menerapkan CIRC tergantung pada keaktifan siswa.
Mereka harus bekerja
dalam kelompok yang mempunyai kemampuan heterogen. Apabila kegiatan kelompok dapat berjalan dengan baik, maka tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) adalah salah satu jenis metode pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk pembelajaran membaca dan menulis secara komprehensif diterapkan pada kelas 2-8.
b. Ciri-ciri Metode Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Untuk membedakan metode kooperatif yang lain, metode CIRC memiliki ciri-ciri khusus. Ciri-ciri metode pembelajaran CIRC menurut Kessler (1992: 184) adalah: (1) suatu tujuan kelompok; (2) ada tanggung jawab tiap individu; (3) dalam satu kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk sukses; (4) tidak ada tugas khusus; dan (5) penyesuaian diri dengan kebutuhan menjadi kewajiban tiap individu. Secara ringkas ciri-ciri CIRC adalah adanya tanggung jawab individu, tujuan kelompok, tidak ada tugas khusus, dan adanya penyesuaian diri tiap anggota kelompok.
c. Fokus utama Metode Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Menurut Slavin (2008:201) satu fokos utama dari kegiatan-kegiatan CIRC sebagai cerita dasar adalah membuat penggunaan waktu tindak lanjut menjadi lebih efektif. Para siswa bekerja di dalam tim-tim kooperatif dari kegiatan-kegiatan ini, yang dikoordinasikan dengan pengajaran kelompok membaca, supaya dapat memenuhi tujuan-tujuan dalam bidang-bidang lain seperti pemahaman membaca, kosakata, pembacaan pesan dan ejaan.
d. Unsur-unsur program Metode Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Slavin (2008: 204) mengemukakan bahwa CIRC terdiri dari tiga unsur penting: kegiatan-kegiatan dasar terkait, pengajaran langsung pelajaran memahami
bacaan,
dan
seni
berbahasa
dan
menulis
terpadu.
Slavin (2008: 205-209) juga mengemukakan unsur utama dari CIRC terdiri dari: kelompok membaca, tim, kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan cerita, pemeriksaaan oleh pasangan, dan tes. Kelompok membaca. Jika menggunakan kelompok membaca, para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok yang terdiri dari dua atau tiga orang berdasarkan tingkat kemampuan membaca mereka, yang ditentukan oleh guru mereka. Jika tidak, diberikan pengajaran kepada seluruh kelas. Tim. Para siswa dibagi ke dalam pasangan (atau trio) dalam kelompok membaca mereka, dan selanjutnya pasangan-pasangan tersebut di bagi ke dalam tim yang terdiri dari dua kelompok membaca. Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan cerita. Tahap-tahap kegiatannya, yakni: membaca berpasangan, menulis cerita yang bersangkutan dan tata bahasa cerita, mengucapkan kata-kata dengan keras, makna kata, menceritakan kembali cerita, dan ejaan. Pemeriksaan oleh pasangan. Jika siswa sudah menyelesaikan semua kegiatan,
pasangan
mereka
memberikan
formulir
tugas
siswa
yang
mengindikasikan bahwa mereka telah menyelesaikan dan/atau memenuhi kriteria terhadap tugas tersebut. Tes. Pada akhir periode kelas, para siswa diberikan tes pemahaman terhadap cerita, diminta untuk menuliskan kalimat-kalimat bermakna untuk setiap kosakata, dan diminta untuk membaca kata-kata dengan keras kepada guru.
e. Tahap-Tahap Metode Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Sebagai salah satu jenis metode pembelajaran, CIRC dalam pelaksanaannya memiliki langkah-langkah pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran dilakukan untuk mewujudkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Langkah-langkah metode pembelajaran Cooperative Integrated
Reading and Composition (CIRC) dipaparkan oleh Suprijono (2009: 130), terdiri dari: (1) membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen; (2) guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran; (3) siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas; (4) mempresentasikan atau membacakan hasil kelompok; (5) guru membuat kesimpulan bersama; dan (6) penutup. Cruickshank
mengemukakan
prosedur
atau
langkah-langkah
mengenai pembelajaran dengan menggunakan metode CIRC. Adapun langkahlangkahnya dijelaskan sebagai berikut.
In the typical CIRC procedure, the teacher sets a lesson in some specific area of reading or composition, for exemple, identifying the main character and ideas in a piece of literature such as “romeo and Juliet”. Student teams are than asked ti read the story and to note the main characters and ideas. Team members, who may work in pairs, interact to check aech other and gain consensus. They than may check their understanding with another pain on their team or against an answer sheet. While these paired and team activities are going on, the teacher convenes members for each team who are at a comparable profeciancy or skill level in order to teach a new reading skill, and the cycle continoues. As with other form of cooperative learning, poins are given to teams based on individual members’ performance on the activities and/or test (Cruickshank, Bainer, dan Metcalf, 1999: 208).
Berdasarkan pendapat Cruickshank di atas dapat dipahami bahwa dalam tipikal prosedur CIRC, guru dan pelajar sedemikian rupa dalam area khusus dalam pembelajaran membaca dan menulis, contohnya, mengidentifikasi karakter utama dan ide dalam karya sastra seperti Romeo and Juliet. Kelompok murid kemudian diminta untuk membaca cerita dan untuk mengidentifikasi karakter utama dan gagasan pokok. Anggota tim yang bekerja secara berpasangan, saling berinteraksi dengan menghasilkan kesepakatan. Kemudian
mereka dapat mengecek atau mengukur kepahaman dengan pasangan lain dalam satu tim atau menjawab lembar jawab. Diskusi kelompok berada dalam tingkat kepahaman yang sama dengan tujuan untuk mengantar mereka pada kemampuan membaca yang baru. Poin-poin yang diberikan kepada tim penampilan individu setiap anggota dalam aktivitas atau tes. Rangkuman pelaksanaan metode pembelajaran CIRC seperti pada tabel 3. CIRC adalah suatu pembelajaran yang komprehensif dalam pemahaman membaca dan menulis serta kemampuan bahasa. Dalam CIRC siswa dibagi menjadi beberapa kelompok secara acak. Pembagian kelompok ini disesuaikan dengan kemampuan untuk bekerja sama dengan berbagai aktivitas kognitif yang menarik, di antaranya adalah kelompok teman membaca, membuat prediksi, identifikasi karakter, latar belakang masalah, pemecahan masalah, meringkas, merangkum, bermain kosakata, memahami bacaan dan menulis berdasarkan sumber bacaan yang dapat mendukung proses belajar. Dalam pembelajaran CIRC siswa harus melampaui beberapa tahapan perintah dari guru seperti: kerja kelompok, penilaian kelompok, dan kuis. Murid atau siswa tidak diizinkan mengikuti kuis sebelum semua anggota kelompoknya telah siap. Evaluasi kelompok dilakukan dengan mengadakan penilaian terhadap cacatan yang dibuat, presentasi, rangkuman, dan pembahasan artikel oleh masing-masing kelompok. Evaluasi individu dilakukan terhadap hasil pembahasan LKS, kuis, dan tes kognitif yang dilakukan pada akhir materi. Adapun ringkasan pelaksanaan metode CIRC pada pembelajaran apresiasi cerita pendek dapat dijelaskan dalam tabel rangkuman pelaksanaan CIRC berikut ini.
Tabel 3. Rangkuman Pelaksanaan CIRC Kegiatan
Guru
Persiapan 1. Guru
Siswa
menyiapkan
cerita 1. Siswa menyiapkan meteri yang akan
pendek
dipelajari
2. Guru memberikan motivasi
2. Siswa mendengarkan motivasi yang disampaikan
guru
dan
berusaha
melaksanakannya 3. Guru membagi siswa dalam 3. Siswa membentuk kelompok kelompok heterogen yang terdiri dari 4-5 orang 4. Guru
menjelaskan 4. Siswa
mekanisme kelompok
mendengarkan
penjelasan
mendengarkan
penjelasan
guru
Kegiatan 1. Guru menjelaskan meteri
1. Siswa guru
Inti
2. Guru membagikan cerita 2. Siswa menerima cerita pendek pendek 3. Guru
menyuruh
membaca
cerita
siswa 3. Siswa membaca cerita pendek secara pendek
berpasangan
secara berpasangan 4. Guru
menyuruh
menganalisis
siswa 4. Siswa menganalisis unsur intrinsik unsur
cerita pendek
intrinsik cerita pendek 5. Guru
menyuruh
siswa 5. Siswa menceritakan
menceritakan kembali isi
kembali isi
cerita pendek yang dibaca
cerita pendek 6. Guru memberikan kuis
6. Siswa mengerjakan kuis dari guru
Penutup 1. Guru mengulas materi dan 1. Siswa membuat
kesimpulan
membuat
bersama-sama guru
kesimpulan
bersama-sama siswa 2. Guru memberikan postest
2. Siswa mengerjakan postest dari guru
CIRC telah diseleksi sebagai salah satu metode mengajar yang baik dengan berbagai alasan, yaitu: 1)
CIRC melibatkan kemampuan pengembangan berbahasa secara lisan, membaca dan menulis secara menyeluruh dalam berbagai fase yang diperintahkan;
2)
CIRC mengembangkan kemampuan berpikir kritis serta mengembangkan kemampuan sosial siswa;
3)
mengembangkan rasa penghargaan diri dan rasa percaya diri;
4)
menolong siswa dalam mengapresiasikan dan menjadi mahir dalam bahasa nasional; dan
5)
menyediakan suatu pembelajaran yang memungkinkan lingkungan belajar yang berbeda, dimana bahan atau materi yang dipelajari lebih beraneka ragam yang memerintahkan kemampuan berpidato dan berpikir lebih berkembang.
5. Relevansi Metode Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan Pembelajaran Apresiasi Cerita Pendek Untuk mampu mencapai tujuan pembelajaran, diperlukan kerja keras guru dalam proses pembelajaran. Guru diharapkan mampu menciptakan kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan. Apa yang diharapkan pada diri guru dalam pembelajaran dapat diwujudkan dengan usaha guru untuk mempersiapkan proses pembelajaran. Persiapan ini dilakukan dengan pendalaman materi, menggunakan media yang sesuai, serta menggunakan metode yang relevan. Dengan demikian, proses pembelajaran akan berjalan dengan baik dan mendapatkan hasil yang diinginkan.
Pembelajaran apresiasi cerita pendek merupakan pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita pendek. Dalam pembelajaran ini tidak hanya dibahas mengenai teori-teori cerita pendek tetapi yang paling utama adalah bagaimana seorang siswa mampu memahami, menikmati, mempelajari, dan mengambil hal-hal yang ada dalam cerita pendek. Siswa akan mampu mengapresiasikan cerita pendek apabila dia mampu membaca cerita pendek dengan efektif. Setelah itu, siswa harus mampu memahami dengan baik. Pemahaman ini dapat diwujudkan dengan menceritakan kembali apa yang telah mereka baca dan menganalisisnya. Proses ini dapat diwujudkan dengan metode pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Metode ini mengajarkan kepada siswa untuk mampu membaca dengan intensif kemudian digabungkan dengan menyusun menulis apa yang mereka baca. Dengan demikian, metode pembelajaran ini relevan dengan pembelajaran apresiasi cerita pendek. Hal ini dikarenakan tututan sistem pembelajaran apresiasi cerita pendek
yang
menghendaki adanya kegiatan membaca yang intensif yang dilanjutkan dengan menceritakan
kembali
isinya
sesuai
dengan
langkah-langkah
metode
pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).
B. Penelitian yang Relevan Ada beberapa penelitian yang dipandang relevan dengan penelitian ini, antara lain: Penelitian Eny Haryaningsih tahun 2005 dengan judul “Peningkatan Kemampuan Apresiasi Cerita Pendek dalam Pembelajaran Sastra dengan Pendekatan Apresiasi Sastra (Sebuah Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa SMP Negeri 3 Nguter Sukoharjo)”. Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas ini ditemukakan tiga kesimpulan: (1) untuk pembelajaran cerita pendek di SMP 3
Nguter perlu diterapkan pendekatan apresiasi; (2) penerapan pendekatan apresiasi dapat meningkatkan kemampuan apresiasi cerita pendek siswa; dan (3) motivasi belajar dan minat siswa terhadap cerita pendek meningkat setelah pendekatan apresiasi digunakan dalam pembelajaran. Persamaan penelitian Eny Haryaningsih dengan penelitian ini adalah sama pada objek penelitiannya. Kedua penelitian sama-sama menggunakan objek apresiasi cerita pendek. Perbedaan antara kedua penelitian terletak pada subjek penelitian
dan
metode
yang
digunakan.
Penelitian
Eny
Haryaningsih
menggunakan subjek siswa SMP, sedangkan skripsi ini menggunakan subjek siswa kelas V SD. Metode pembelajaran yang digunakan juga berbeda. Penelitian Eny Haryaningsih menggunakan pendekatan apresiasi sastra, sedangkan skripsi ini menggunakan metode Cooperative Integrated reading and Composition (CIRC). Penelitian Suwarto tahun 2009 yang berjudul “Upaya Peningkatan Kemampuan Membaca dan Menulis Siswa dengan Metode Kooperatif Integrasi dan Komposisi (CIRC) Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas I SD Negeri I Eromoko Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri”. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) penerapan metode Kooperatif Integrasi Membaca dan Komposisi dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan pada siswa kelas I; 2) penerapan metode Kooperatif Integrasi Membaca dan Komposisi dapat meningkatkan proses
pembelajaran membaca menulis
permulaan, baik pada siswa maupun guru. Persamaan penelitian Suwarto dengan penelitian pada skripsi ini terdapat pada subjek dan metode pembelajaran yang digunakan. Kedua penelitian ini sama-sama menggunakan siswa SD sebagai subjek penelitian. Selain itu, kedua penelitian ini juga sama-sama menggunakan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Perbedaan pada kedua penelitian ini adalah pada objek penelitiannya. Objek penelitian Suwarto adalah kemampuan membaca dan
menulis, sedangkan objek penelitian skripsi ini adalah kemampuan apresiasi cerita pendek. Mengacu pada penelitian di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal yang berhubungan dengan pembelajaran cerita pendek dan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Berdasarkan penelitian Eny Haryaningsih pembelajaran cerita pendek merupakan salah satu hal yang menarik untuk diteliti karena dalam proses pembelajarannya berlangsung secara baik dan pada akhirnya kualitas hasil pembelajaran meningkat. Berdasarkan penelitian ini juga disimpulkan bahwa kemampuan apresiasi cerita pendek pada siswa masih perlu ditingkatkan. Bertolak pada penelitian Suwarto bahwa metode belajaran merupakan salah satu unsur pembelajaran yang dapat mempermudah menyampaikan pesanpesan pendidikan kepada siswa. Perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan indra, dan lain-lain dapat dibantu dengan metode pembelajaran. Oleh karena itu, kehadiran metode dalam pembelajaran harus diperhatikan. Seperti apa yang telah dilakukan oleh Suwarto yang menggunakan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) untuk meningkatkan pembelajaran menulis dan membaca pada siswa. Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan di atas dapat dijadikan sebagai tolok ukur dan perbandingan dengan penelitian yang akan dilakukan. Jika pada penelitian Eni Haryaningsih menyebutkan bahwa apresiasi cerita pendek mampu
ditingkatkan
dengan
pendekatan
apresiasi,
peneliti
berusaha
meningkatkan kemampuan apresisasi cerita dengan metode lain. Apabila penelitian Suwarto memanfaatkan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) untuk meningkatkan kemampuan menulis dan membaca pada siswa, maka peneliti berusaha untuk menerapkan metode ini pada pembelajaran materi lain yakni pada materi apresiasi cerita pendek. Berdasar pada pertimbangan di atas peneliti berusaha meneliti tentang upaya meningkatan apresiasi cerita pendek menggunakan metode Cooperative Integrated Reading
and Composition (CIRC) pada siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan Wuryantoro Wonogiri. C. Kerangka Berpikir Pembelajaran
sastra
dalam
pelajaran
bahasa
Indonesia
sering
dikesampingkan oleh guru termasuk pembelajaran apresiasi cerita pendek. Guru lebih mementingkan pembelajaran bahasa dibanding pembelajaran sastra. Berdasarkan dari hasil wawancara guru dan siswa serta observasi kelas pada saat pembelajaran berlangsung yang dilakukan peneliti, kemampuan apresiasi cerita pendek siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai siswa dalam apresiasi cerita pendek hanya 22% siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM (≥ 65). Dalam proses pembelajaran apresiasi cerita pendek juga terlihat bahwa kulaitas pembelajaran apresiasi cerita pendek rendah baik segi keaktifan, kesungguhan, maupun kerja sama siswa. Faktor penyebab dari rendahnya kemampuan apresiasi cerita pendek maupun kualitas proses pembelajaran apresiasi cerita pendek, sebagai berikut: 1. siswa tidak mendukung kelancaran proses pembelajaran apresiasi cerita pendek baik dari segi kedisiplinan, minat, keaktifan, kerja sama, maupun kesungguhan. 2. guru mengalami kesulitan dalam menemukan metode yang tepat untuk diterapkan pada pembelajaran apresiasi cerita pendek. Pembelajaran terpusat pada guru dengan menerapkan metode ceramah dan pemberian tugas. 3. lingkungan sekolah yang kurang mendukung dari segi sarana dan prasarana. Media pembelajaran apresiasi cerita pendek yang kurang. Koleksi buku perpustakaan kurang memadai. Masalah tersebut melatarbelakangi alasan peneliti menggunakan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) pada pembelajaran apresiasi cerita pendek. Metode ini memang disipkan khusus untuk pembelajaran
bahasa khususnya pembelajaran membaca dan menulis. Metode ini cocok diterapkan pada siswa kelas 2-8. Secara garis besar, penerapan metode pembelajaran CIRC, sebagai berikut: 1. Siswa berkelompok secara heterogen 2. Siswa secara kelompok membaca nyaring secara berpasangan dan memahami isi cerita 3. Siswa menentukan unsur intrinsik cerita pendek 4. Siswa menceritakan kembali isi cerita pendek Adapun alur kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Kondisi Awal 1. Kualitas pembelajaran cerita pendek rendah (keaktifan, kesungguhan, serta kerja sama siswa kurang dan pengelolaan kelas berupa pembelajaran yang berpusat pada guru) 2. Kemampuan siswa dalam apresiasi cerita pendek rendah
Guru
Siswa
Lingkungan
Kesulitan menentukan metode pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek.
Kedisiplinan, minat, keaktifan, kerja sama, dan kesungguhan siswa rendah.
Tidak tersedianya bukubuku yang mendukung pembelajaran apresiasi cerita pendek di
Penerapan metode CIRC dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek (Penelitian Tindakan Kelas)
Kualitas proses pembelajaran apresiasi cerita pendek meningkat
Kualitas hasil pembelajaran apresiasi cerita pendek meningkat
Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Tindakan Penerapan metode pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) meningkatkan pembelajaran bahasa Indonesia berhubungan dengan apresiasiasi cerita pendek. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. 1. Penggunaan
metode pembelajaran Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) dapat meningkatkan kemampuan apresiasi cerita pendek pada siswa. 2. Penggunaan metode pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dapat meningkatkan kualitas pembelajaran apresiasi cerita pendek.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan beralamat di Dusun Suru, Pulutan Wetan, Wuryantoro, Wonogiri. Kelas ini mengalami permasalahan dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek. Sekolah ini dipimpin oleh Ibu Sri Gunanti, S.Pd. Sarana pembelajaran apresiasi cerita pendek yang terdapat dalam kelas ini adalah dua papan tulis terbuat dari triplek berukuran 200 X 100 cm, Buku Sekolah Elektronik Bahasa Indonesia untuk kelas V, Lembar Kerja Evaluasi “Sukses”, dan cerita pendek. Tahap persiapan hingga tahap pelaporan, penelitian ini membutuhkan waktu kurang lebih lima bulan. Waktu terhitung sejak akhir Desember 2009 hingga April 2010. Berikut rincian jadwal kegiatan penelitian. Tabel. 4. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian No
1
2 3 4 5
Kegiatan
Bulan Des Jan Feb Mar April 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan proposal dan Instrumen Perizinan Pelaksanaan penelitian Analisis data Penyusunan laporan B. Pendekatan Penelitian Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas (classroom action
research). Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang didasarkan adanya masalah yang dihadapi oleh guru dan siswa pada proses pembelajaran. Pada penelitian ini diterapkan solusi yang berusaha untuk memecahkan
permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, dalam penelitian ini melibatkan partisipasi aktif peneliti, guru, dan siswa. Prosedur penelitian tindakan kelas mencakup langkah-langkah: (1) persiapan, (2) studi/survei awal, (3) pelaksanaan siklus, dan (4) penyusunan laporan. Banyaknya pelaksanaan siklus pada penelitian ini adalah tiga siklus. Hal ini dikarenakan syarat siklus minimal adalah dua siklus. Melihat situasi dan kondisi yang ada di lapangan, penerapan tiga siklus pada penelitian ini dianggap sudah cukup untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Prosedur penelitian tindakan kelas secara rinci dapat dilihat pada gambar berikut: Permasalahan
Perencanaan tindakan I
Refleksi I
siklus I Permasalahan baru hasil refleksi
siklus II
Apabila permasalahan belum terselesaikan
Perencanaan tindakan II
Refleksi II
Pelaksanaan tindakan I
Pengamatan/ mengumpulkan data I
pelaksanaan tindakan II
Pengamatan/ mengumpulkan data II
Dilanjutkan ke siklus berikutnya
Gambar 2. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi, 2007: 74)
C. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan tahun ajaran 2009/2010. Siswa kelas ini berjumlah 18 orang yang terdiri dari 8 putri dan 10 putra. Selain siswa, subjek penelitian ini adalah guru pengampu kelas V Ibu Maryati, A.Ma. Pd.
D. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini menerapkan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Observasi Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran cerita pendek. Observasi dilakukan di dalam kelas tanpa mempengaruhi kegiatan pembelajaran. Observasi ini dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap guru, kelas, dan siswa. Dalam observasi ini, peneliti melakukan partisipasi pasif dengan duduk di tempat duduk paling belakang. Peneliti menggunakan alat bantu observasi berupa cacatan lapangan, draf observasi, dan kamera. Segala hasil observasi yang diperoleh peneliti didiskusikan dengan guru pengampu. Hal ini ditujukan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan dalam pembelajaran cerita pendek dan kemudian dicari solusinya. Observasi terhadap guru difokuskan dalam kemampuan guru mengelola kelas dan kemampuan memahamkan siswa dalam menyerap materi. Observasi terhadap siswa difokuskan pada kedisiplinan, minat, keaktifan, kerja sama, dan kesungguhan siswa dalam mengikuti pembelajaran apresiasi cerita pendek.
2. Teknik wawancara Teknik wawancara ini digunakan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran apresiasi cerita pendek. Wawancara ditujukan kepada guru pengampu maupun beberapa siswa untuk menggali kesulitan dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek dan faktor penyebabnya. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan siswa untuk mengetahui tanggapan mereka terhadap metode pembelajaran CIRC yang diterapkan dalam pembelajaran cerita pendek. Wawancara juga dilakukan kepada kepala sekolah dan orang tua untuk mengetahui sarana sekolah dan sistem pembelajaran siswa. 3. Angket Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara meminta siswa menjawab beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dari informan yang jumlahnya banyak dan tidak memungkinkan untuk diwawancarai satu per satu. Angket dalam penelitian ini diterapkan pada siswa kelas V yang berjumlah 18 siswa. 4. Teknik tes Teknik tes ini dilakukan untuk mengetahui perubahan hasil belajar siswa setelah diadakan pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan menggunakan metode pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam pengambilan data menggunakan tes adalah dengan menyiapkan instrumen tes, menilainya, dan mengolah data yang diperoleh. Tes dilakukan dua kali yakni, pretes untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan posttes untuk mengetahui kemampuan siswa yang telah mengalami perlakuan. Bentuk tes yang diberikan berupa tes tertulis dan tes perbuatan. Tes tertulis yang diberikan berupa soal pilihan ganda, isian, dan jawaban singkat. Tes perbuatan berupa tes kemampuan siswa menceritakan kembali isi cerita pendek yang dibaca.
E. Sumber data Sumber data penelitian ini adalah: 1. peristiwa proses pembelajaran cerita pendek yang berlangsung di kelas V SD Negeri IV Pulutan wetan; 2. informan penelitian ini adalah guru pengampu kelas V dan beberapa siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan; dan
3. dokumen Data yang dikumpulkan, antara lain: silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), foto kegiatan pembelajaran cerita pendek, hasil tes siswa, catatan lapangan, angket, daftar nilai, serta catatan lapangan hasil wawancara dengan guru pengampu kelas V dan siswa kelas V.
F. Uji Validitas Data Uji validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan triagulasi metode dan triangulasi sumber. Triangulasi metode dilakukan dengan mengecek data yang telah diperoleh melalui sumber yang sama dengan teknik yang berbeda yakni dicek dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Triangulasi sumber adalah uji validitas data dengan mengecek data dari berbagai sumber, yaitu guru, siswa, dan dokumen. Selain itu, juga menggunakan review informan yakni menanyakan kembali kepada informan apakah data yang telah diperoleh sudah valid atau belum.
G. Teknik Analisis Data Data yang berupa hasil pengamatan atau observasi dan wawancara diklasifikasikan sebagai data kualitatif. Data ini diinterpretasikan kemudian
dihubungkan dengan data kuantitatif (tes) sebagai dasar untuk mendeskripsikan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Data kualitaif dianalisis dengan Teknik analisis kritis. Teknik analisis kritis mencakup kegiatan untuk mengetahui hasil dari tindakan tiap siklus dengan indikator ketercapaian yang telah ditetapkan sekaligus mengungkap kelemahan dan kelebihan kinerja guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Data yang berupa tes diklasifikasikan sebagai data kuantitatif. Data tersebut dianalisis secara deskriptif komparatif, yakni membandingkan nilai tes antarsiklus dengan indikator pencapaian. Analisis dilakukan terhadap nilai yang diperoleh pada tiga siklus yang telah dilakukan. Data yang berupa nilai tes antarsiklus tersebut dibandingkan, sehingga hasilnya dapat mencapai batas ketercapaian yang telah ditetapkan. H. Indikator Ketercapaian Tujuan Pembelajaran Indikator yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatnya kualitas proses dan hasil pembelajaran apresiasi cerita pendek. Mulyasa (2006: 101-102) berpendapat bahwa kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan segi hasil. Proses pembelajaran dikatakan berhasil jika seluruh atau setidaktidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, sosial selama proses pembelajaran. Dilihat dari segi hasil, pembelajaran dikatakan berhasil jika sebagian besar (75%) siswa mengalami perubahan positif dan output yang bermutu tinggi serta mendapatkan ketuntasan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Selain pertimbangan pendapat Mulyasa di atas, indikator ketercapaian pembelajaran penelitian ini di tentukan berdasarkan diskusi guru dengan peneliti. Keputusan diskusi diputuskan dengan mempertimbangkan keadaan awal siswa sebelum tindakan. Kualitas proses yang diukur dalam penelitian ini meliputi kedisiplinan, minat, keaktifan, kerja sama, dan kesungguhan siswa. Kualitas hasil penilaian dari kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita pendek dan kualitas
siswa dalam mengapresiasi cerita pendek. Siswa dikatakan berhasil dalam menceritakan kembali isi cerita pendek dan apresiasi cerita pendek jika mendapatkan nilai ≥ 65 dan siswa yang mendapatkan nilai di bawah 65 dinyatakan belum lulus (KKM yang ditetapkan adalah ≥ 65). Adapun indikator ketercapaian tujuan pembelajaran dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. Table 5. Deskripsi Indikator Ketercapaian
No
Indikator
Persentase
Keterangan
1
Kedisiplinan siswa
75%
Diamati ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung dengan lembar observasi dihitung dari jumlah siswa tertib dalam mengikuti pembelajaran
2
Minat siswa
75%
Diamati ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung dengan lembar observasi dihitung dari jumlah siswa yang tertarik dan antusias mengikuti pebelajaran
3
Keaktifan siswa
75%
Diamati ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung dengan lembar observasi dihitung dari jumlah siswa aktif dalam proses pembelajaran
4
Kerja sama siswa dalam kelompok
75%
Diamati ketika proses diskusi kelompok sedang berlangsung dengan lembar observasi dihitung dari jumlah siswa aktif diskusi kelompok
5
Kesungguhan siswa dalam mengerjakan tugas
75%
Diamati pada saat kegiatan inti pada proses belajar mengajar sedang berlangsung dihitung dari jumlah siswa yang terlihat fokus pada saat mengerjakan tugas
6
Kemampuan apresiasi cerita pendek
75%
Dihitung dari jumlah siswa yang mampu mendapatkan nilai 65 ke atas
I. Prosedur Penelitian Untuk memperoleh hasil penelitian yang diharapkan, maka peneliti menggunakan prosedur penelitian sebagai berikut. 1. Persiapan Pada tahap ini peneliti berkunjung ke SD Negeri IV Pulutan Wetan dan menemui kepala sekolah. Peneliti meminta izin kepada kepala sekolah untuk mengadakan penelitian di sekolah yang beliau pimpin. Peneliti meminta izin dengan disertai surat izin penelitian dari Dekan FKIP UNS yang dilampiri proposal penelitian. Pada tahap ini peneliti juga menemui guru pengampu kelas V untuk mempersiapkan kegiatan survei awal. 2. Studi/Survei Awal Pada tahap ini peneliti melakukan survei awal pada siswa kelas V untuk mengenal kemampuan siswa dalam proses pembelajaran apresiasi cerita pendek. Survei ini dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran apresiasi cerita pendek dan memeriksa hasil pretes yang dilakukan guru. 3. Pelaksanaan Siklus Pelaksanaan penelitian ini, diwujudkan dalam bentuk siklus (direncanakan tiga siklus), yang setiap siklus mencakup empat kegiatan, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi dan interpretasi, dan (4) analisis dan refleksi. Adapun secara rinci empat tahap pelaksanaan diuraikan sebagai berikut. a. Rancangan Siklus I 1) Tahap perencanaan tindakan Pada tahap perencanaan tindakan ini, peneliti dan guru menyusun rencana penerapan metode CIRC dalam pembelajaran sastra khususnya pada apresiasi cerita pendek yang terdiri dari kegiatankegiatan berikut ini:
a) peneliti dan guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bahasa Indonesia sesuai dengan silabus yang telah disusun oleh guru; b) peneliti bersama guru merancang sknario pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan menerapkan metode CIRC, yakni dengan langkahlangkah: (1) guru membuka pelajaran dan melakukan apersepsi kepada siswa dengan menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan cerita pendek; (2) guru kemudian menjelaskan meteri mengenai unsur-unsur intrinsik
cerita
pendek,
jenis-jenis
cerita
pendek,
dan
cara
menceritakan kembali isi cerita pendek yang dibaca; (3) guru membagikan kutipan cerita pendek untuk dianalisis bersama-sama; (4) guru menjelaskan sistem pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) kepada siswa; (5) guru membagi siswa menjadi empat kelompok, masing-masing terdiri dari 4 sampai 5 orang; (6) guru membagikan cerita pendek kepada masing-masing siswa; (7) siswa membaca cerita pendek dengan berpasangan; (8) siswa mendiskusikan soal yaang dibagikan guru menganai cerita pendek; (9) guru memberikan soal tertulis secara individu kepada siswa; dan (10) setelah selesai, guru meminta anak untuk menceritakan kembali isi cerita pendek ke depan kelas secara bergantian c) peneliti bersama guru menyusun sistem penilaian yang meliputi penilaian proses dan hasil. Penilaian proses dengan menggunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (1) kedisiplinan; (2) minat; (3) keaktifan; (4) kerja sama; dan (5) kesungguhan. Penilaian hasil menggunakan dua bentuk tes, yaitu tes tertulis dan tes perbuatan. Tes tertulis berisi tentang soal yang menguji kemampuan siswa memahami cerita pendek yang dibaca. Tes perbuatan berisi tentang kemampuan siswa untuk menceritakan kembali isi cerita pendek di depan kelas, meliputi aspek: (1) kelengkapan isi; (2) keruntutan alur; (3) kemampuan kebahasaan; dan (4) sikap saat berbicara.
2) Tahap pelaksanaan tindakan Pada tahap pelaksanaan tindakan ini, guru melaksanakan pembelajaran sastra sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama peneliti dengan menerapkan metode CIRC untuk meningkatkan kemampuan apresiasi cerita pendek. 3) Tahap observasi Tahap observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran (aktivitas guru dan siswa). Kegiatan ini diarahkan pada pokok-pokok penting yang telah ditetapkan pada pedoman observasi. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan guru dan siswa agar data lebih lengkap dan akurat. 4) Refleksi Refleksi dilakukan oleh peneliti dan guru dengan cara menganalisis hasil observasi, hasil pekerjaan siswa, serta hasil wawancara. Dengan demikian, analisis dilakukan terhadap proses dan hasil pembelajaran yang dilakukan. Berdasarkan hasil analisis tersebut akan didapatkan kekurangan-kekurangan yang masih terjadi dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek. Hasil analisis ini digunakan sebagai dasar penerapan siklus berikutnya agar mengalami perbaikan. Dengan analisis ini, peneliti juga tahu apakah tindakan yang diberikan berhasil atau tidak. b. Rancangan Siklus II Pada siklus II perencanaan tindakan dilakukan dengan bercermin pada hasil yang telah dicapai pada tindakan siklus I sebagai upaya perbaikan dari upaya siklus tersebut. c. Rancangan Siklus III Pada siklus III perencanaan tindakan dilakukan dengan bercermin pada hasil yang telah dicapai pada tindakan siklus II sebagai upaya perbaikan dari upaya siklus tersebut.
4. Tahap Pengamatan Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan pada proses pembelajaran di setiap siklus yang diterapkan oleh guru. Peneliti mengamati perilaku guru dan siswa saat pembelajaran apresiasi cerita pendek berlangsung. 5. Tahap Pelaporan Pada tahap ini peneliti menyusun laporan dari semua kegiatan yang telah dilakukan selama penelitan.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Uraian mengenai hasil penelitian sebagai jawaban atas rumusan masalah yang diungkapkan Bab I akan disajikan dalam Bab IV ini. Sebelum hasil penelitian dipaparkan, pada bab ini diuraikan terlebih dahulu mengenai kondisi awal (pratindakan) pembelajaran apresiasi cerita pendek siswa kelas V SD negeri IV Pulutan Wetan. Dengan demikian, pada bab ini akan dikemukakan tentang: (1) kondisi awal pembelajaran serta kemampuan apresiasi cerita pendek siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan, (2) pelaksanaan tindakan dan hasil penelitian, dan (3) pembahasan hasil penelitian. Penelitian tindakan kelas dilakukan dalam tiga siklus dengan empat tahap dalam setiap siklusnya, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, serta evaluasi dan refleksi.
A. Deskripsi Kondisi Awal Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan survei awal. Survei awal ini dimaksud untuk mengetahui kondisi awal pembelajaran apresiasi cerita pendek serta kemampuan siswa dalam mengepresiasi cerita pendek. Kondisi awal ini menjadi acuan untuk menentukan tindakan apa saja yang akan dilakukan pada pembelajaran dalam siklus selanjutnya. Survei awal dilakukan pada hari Selasa tanggal 13 Januari 2010 dan dilanjutkan pada hari Rabu tanggal 14 Januari 2010. Pada hari Selasa tanggal 13 Januari 2010 diadakan wawancara dengan guru dan siswa serta observasi kelas. Sementara itu, pada hari Rabu tanggal 14 Januari 2010 diadakan tes pratindakan. Kegiatan pratindakan merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengawali penelitian tindakan kelas ini. Kegiatan pratindakan meliputi: (a) pembahasan tentang permasalahan dalam proses pembelajaran apresiasi cerita pendek, (b) pelaksanaan uji pratindakan, dan (c) pembahasan tentang upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran khususnya pada apresiasi cerita pendek.
1. Pembahasan tentang permasalahan dalam proses pembelajaran apresiasi cerita pendek Sebelum proses penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan survei awal. Survei awal ini bertujuan untuk mengetahui kondisi awal pembelajaran cerita pendek dan mengetahui kemampuan awal siswa dalam memahami unsur intrinsik cerita pendek. Kondisi awal ini menjadi acuan untuk menentukan tindakan perbaikan. Survei awal hari pertama dilaksanakan pada hari Selasa, 13 Januari 2010 pukul 07.30 – 10.00. Survei awal pada hari pertama diawali dengan observasi proses pembelajaran apresiasi cerita pendek di kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan. Kemudian, dilanjutkan dengan wawancara pada guru pengampu dan siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan. Observasi dilakukan pada saat pelajaran bahasa Indonesia terutama pembelajaran apresiasi cerita pendek. Dalam observasi, peneliti berada di dalam kelas dengan mengambil posisi tempat duduk paling belakang. Peneliti mengambil tempat paling belakang agar tidak mengganggu proses belajar pembelajaran di kelas tersebut. Peneliti melakukan kegiatan pengamatan selama proses belajar-mengajar berlangsung. Segala kejadian yang berlangsung pada jam pelajaran itu peneliti amati dan mencatatnya dalam lembar observasi. Selanjutnya, peneliti melakukan wawancara kepada guru kelas dan wawancara kepada siswa-siswa untuk mengetahui sejauh mana respon siswa terhadap pembelajaran cerita pendek yang telah berlangsung. Adapun hasil observasi yang dilakukan peneliti menunjukkan keadaan sebagai berikut. a. Kedisiplinan dan kesiapan siswa mengikuti pembelajaran apresiasi cerita pendek Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti selama proses pembelajaran berlangsung, terungkap bahwa kedisiplinan dan kesiapan siswa kurang terhadap pelajaran. Hal ini terlihat dari adanya siswa yang masih bercanda dengan teman sebangkunya saat proses pembelajaran berlangsung. Ketidaksiapan siswa sangat terlihat pada waktu guru memulai pelajaran bahasa Indonesia di jam pertama, ada siswa yang belum
menyiapkan buku dan ada beberapa siswa yang mengeluarkan buku mata pelajaran lain. b. Minat siswa dalam mengikuti pembelajaran apresiasi cerita pendek Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa kurang berminat terhadap pelajaran apresiasi cerita pendek. Hal tersebut terindikasi dari sikap siswa selama mengikuti pelajaran, yaitu perhatian siswa banyak yang tidak fokus pada pelajaran, ada siswa yang sibuk dengan kegiatannya melipat kertas, ada yang berbicara dengan temannya, ada yang melamun, menunduk, menoleh-noleh, dan mengantuk. Lemahnya minat siswa terhadap apresiasi cerita pendek juga dapat dilihat dari hasil pengisian angket oleh siswa. Berdasarkan hasil angket tersebut, diketahui bahwa
siswa yang menyukai atau berminat pada
apresiasi cerita pendek hanya mencapai 33 % atau sejumlah 6 dari 18 siswa. c. Keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran apresiasi cerita pendek Pada
waktu
proses
pembelajaran
berlangsung,
peneliti
menyimpulkan bahwa siswa kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran apresiasi cerita pendek. Hal ini terlihat dari sedikitnya siswa yang berani bertanya atau menyampaikan pendapat/sikap secara individu kepada guru. Mereka hanya bisa mengeluh secara bersama-sama. Kekurangaktifan siswa juga terlihat saat mendapatkan pertanyaan dari guru tidak ada satu pun siswa yang angkat tangan untuk menjawab. Mereka hanya bergumam kepada teman sebangku. d. Perhatian dan kesungguhan siswa dalam mengikuti pembelajaran apresiasi cerita pendek Perhatian dan kesungguhan siswa terhadap guru kurang selama proses pembelajaran berlangsung. Banyak siswa yang sibuk dengan kegiatan pribadinya, seperti bergurau dengan teman, tidak mendengarkan penjelasan guru, melihat keluar kelas saat dijelaskan materi, dan bermain kertas. Siswa juga tidak merespon stimulus yang diberikan guru. Mereka
nampak bosan dengan proses pembelajaran yang berlangsung secara monoton ini. Ada beberapa siswa yang mengantuk. e. Penggunaan media dalam Pembelajaran apresiasi cerita pendek Berdasarkan hasil observasi pratindakan guru hanya menggunakan cerita pendek yang terdapat dalam buku paket siswa. Dengan kata lain, guru hanya mengandalkan materi yang terdapat dalam buku paket atau buku pegangan untuk menentukan materi cerita pendek bagi siswa. Hal ini akan menimbulkan kurangnya referensi bagi siswa untuk memahami cerita pendek yang diajarkan. f. Penggunaan metode dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti diketahui bahwa pembelajaran yang digunakan guru masih bersifat konvensional. Guru menggunakan metode ceramah yang merupakan sistem pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Interaksi yang dilakukan guru dengan siswa masih minim walaupun guru berusaha menghidupkan proses pembelajaran dengan memberikan pertanyaan pada siswa. Intensitas tanya jawab yang dilakukan dengan guru masih rendah, itu pun tidak ditanggapi siswa dengan antusias. g. Penguasaan kelas Posisi guru saat mengajar hanya di depan kelas. Guru tidak berkeliling kelas atau memantau siswa yang duduk di belakang sehingga banyak siswa yang duduk di belakang tidak memperhatikan pelajaran. Mereka dapat leluasa melakukan kegiatan pribadi, seperti bercanda dengan teman, bermain kertas, dan melamun. Guru berkeliling hanya pada saat siswa mencatat materi pembelajaran. Dari wawancara dengan guru juga dikemukakan bahwa masih banyak siswa yang belum tuntas dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek. Dari sejumlah kegiatan yang dilakukan dalam apresiasi cerita pendek, hampir semua siswa merasa kesulitan dalam menceritakan kembali isi cerita pendek. Dari hasil wawancara tidak terstruktur yang dilakukan kepada siswa diketahui
bahwa
pembelajaran
apresiasi
cerita
pendek
cenderung
membosankan.
Guru
selalu
menggunakan
metode
ceramah
untuk
menyampaikan materi. Di akhir pembelajaran, guru selalu memberikan tugas sebagai evaluasi. Selain menimbulkan kejenuhan, metode tersebut juga menyulitkan siswa dalam memahami materi cerita pendek meskipun materi tersebut sudah diberikan secara berulang-ulang oleh guru. Dari wawancara dengan siswa juga diketahui bahwa pembelajaran apresiasi cerita pendek merupakan materi yang sulit. Mereka merasa kesulitan dalam menceritakan kembali cerita yang dibaca. Hal ini membuat mereka merasa terpaksa dalam menyelesaikan tugas menceritakan kembali cerita pendek. Berdasarkan angket yang diisi oleh siswa dapat diketahui bahwa mereka lebih suka pembelajaran bahasa Indonesia yang menyajikan materi kebahasaan dari pada materi sastra. Angket ini juga menunjukkan sebenarnya anak suka dengan pembelajaran apresiasi cerita pendek, mereka merasa pembelajaran apresiasi
cerita pendek perlu diberikan tetapi mereka
menganggap bahwa pembelajaran apresiasi cerita pendek cukup sulit. Kesulitan yang mereka hadapi dalam pembelajaran cerita pendek adalah mengenai menceritakan kembali isi cerita dan mengidentifikasi unsur intrinsik cerita pendek. Hasil angket juga menunjukkan mereka merasa acuh jika diberi tugas untuk menceritakan kembali isi cerita. Selain itu, hasil angket juga menjelaskan bahwa guru hanya menggunakan metode ceramah dan penugasan dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek, sehingga membuat anak merasa bosan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dihadapi guru dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek adalah metode pembelajaran yang digunakan kurang variatif. Hal ini mengakibatkan pembelajaran membosankan dan sulit untuk dipahami oleh siswa. 2. Pelaksanaan uji pratindakan Pelaksanaan uji pratindakan bertujuan untuk mengetahui kondisi awal terhadap 18 siswa kelas V di SD Negeri IV Pulutan Wetan tahun pelajaran 2009/2010. Uji coba dilaksanakan pada hari Rabu, 14 Januari 2010.
Materi uji pratindakan adalah cerita pendek “Darma dan Zainal”. Dalam uji pratindakan ini, siswa diberikan soal sebanyak 25 soal yang terdiri dari sepuluh soal pilihan ganda, lima soal isian, dan lima soal jawaban singkat yang berkaitan dengan
unsur intrinsik cerita pendek dan tugas menceritakan
kembali. Dari hasil uji pratindakan, hanya 7 siswa (38%) yang memperoleh nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65, sedangkan 11 siswa (62%) yang lain memperoleh nilai di bawah KKM. Nilai rata-rata yang dicapai juga rendah, yaitu 64,78 masih di bawah KKM yang ditetapkan di sekolah. Selain tes tertulis, tes pratindakan juga dilakukan dengan tes menceritakan kembali cerita pendek yang dibaca di depan kelas. Pada tes ini, kemampuan siswa belum maksimal. Nilai yang diperoleh jauh di bawah KKM. Dari hasil uji pratindakan, hanya 1 siswa (5%) yang memperoleh nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65, sedangkan 17 siswa (95%) yang lain memperoleh nilai di bawah KKM. Nilai rata-rata yang dicapai masih jauh di bawah KKM, yaitu 40,33. Hasil tes tertulis dan tes perbuatan dalam uji pratindakan digabungkan dan menjadi nilai akhir tes kemampuan apresiasi cerita pendek. Berdasarkan hasil tes pratindakan, diketahui bahwa hanya ada 4 siswa (22%) yang mendapatkan nilai 65 ke atas, sedangkan 14 siswa (88%) siswa yang lain mendapatkan nilai di bawah KKM. Nilai rata-rata yang diperoleh juga masih rendah yaitu 56. Berdasarkan tes yang dilakukan tersebut diketahui kemampuan apresiasi cerita pendek siswa masih rendah. Siswa masih merasa kesulitan dalam mengidentifikasi unsur intrinsik cerita pendek dan menceritakan kembali cerita pendek yang mereka baca. Saat siswa diminta guru menceritakan kembali cerita pendek di depan kelas, banyak yang bingung dan menceritakan cerita pendek dengan alur yang meloncat-loncat. Untuk mengetahui secara rinci hasil tes pratindakan siswa, dapat dilihat pada tabel nilai apresiasi cerita pendek di bawah ini.
Tabel 6. Nilai Apresiasi Cerita Pendek Pratindakan Nama Nilai Nilai Nilai Perbuatan Tertulis Akhir 1 Arif Wahyu Setiawan 39 60 50 2 Risky Kurniawan 39 65 52 3 Riski Agustin 39 45 42 4 Sofyan Arif Nur Prasetyo 33 38 36 5 Adimas Pangestu 39 63 51 6 Alfin Febrianti 39 63 51 7 Aminah Permata Sari 44 85 65 8 Dina Rahmawati 67 90 80 9 Ela Fitriyani 44 85 65 10 Fandi Irawan Ridwan 33 45 39 11 Heni Rahayuyani 39 63 51 12 Irfan Fauzi 39 60 50 13 Ika Ayu Nur Kholifatul 44 63 54 14 Oktavianto Stiadi Pramono 33 65 49 15 Ria Novita Rahmawati 56 85 71 16 Rahmatulloh 33 65 49 17 Rahmad Nur Fauzi 33 63 48 18 Sandhi Nugroho Erha 33 63 48 Rata-rata 40,33 64,78 56 Jumlah ketuntasan (nilai ≥65) 1 7 4 Presentase ketuntasan (nilai ≥65) 5% 38% 22% 3. Pembahasan tentang upaya peningkatan proses pembelajaran No
Keterangan Tidak Lulus Tidak Lulus Tidak Lulus Tidak Lulus Tidak Lulus Tidak Lulus Lulus Lulus Lulus Tidak Lulus Tidak Lulus Tidak Lulus Tidak Lulus Tidak Lulus Lulus Tidak Lulus Tidak Lulus Tidak Lulus
apresiasi
cerita pendek Dari hasil kegiatan observasi, wawancara, dan uji pratindakan yang dilakukan pada survei awal, diketahui bahwa kemampuan siswa mengapresiasi cerita pendek masih rendah terutama dalam memahami unsur intrinsik dan menceritakan kembali cerita pendek. Adapun penyebab rendahnya kemampuan apresiasi cerita pendek diantaranya adalah dalam proses pembelajaran yang berlangsung sebagai berikut: a. masih bersifat individual belum memanfaatkan potensi interaksi dan kerja sama antarsiswa; b. minimnya umpan balik dari guru maupun sesama teman belajar; dan
c. metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru maih didominasi dengan metode ceramah. Dari pretes yang dilakukan pada survei awal diketahui bahwa kemampuan apresiasi cerita pendek siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan masih tergolong rendah. Rendahnya kemampuan apresiasi cerita pendek tersebut tampak pada indikator berikut ini. a. Siswa belum mampu menemukan unsur-unsur intrinsik dari cerita pendek yang dipelajari. b. Siswa belum mampu menyusun urutan peristiwa dari cerita pendek yang dipelajari. c. Siswa belum mempunyai keberanian untuk menceritakan kembali cerita pendek yang sudah dipelajari. Dari hasil uji pratindakan di atas, perlu segera diambil solusi sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan peningkatan kemampuan apresiasi cerita pendek. Peneliti berasumsi bahwa tindakan perlu dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Pada saat diskusi dengan guru, peneliti
menawarkan
metode
Cooperative
Integreated
Reading
and
Composition (CIRC). Alasan pemilihan metode ini karena diperkirakan mampu mengatasi permasalahan di atas. Metode ini termasuk ke dalam metode diskusi kelompok berbasis pembelajaran kooperatif dengan menempatkan siswa dalam kelompok campuran berdasarkan prestasi, jenis kelamin, agama, dan suku. Hal ini sangat memungkinkan siswa untuk belajar mengapresiasi cerita pendek secara berkelompok dengan memanfaatkan potensi interaksi dan kerja sama antarsiswa. Dalam metode ini, siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat atau lima orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, agama, dan suku. Guru menyajikan pelajaran dan siswa bekerja dalam kelompok untuk memastikan seluruh anggota kelompok telah mengusai pelajaran tersebut. Seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu. Saat belajar berkelompok, siswa saling membantu untuk menuntaskan materi yang dipelajari. Sebelum menjawab pertanyaan, siswa
membaca berpasangan cerita pendek yang mereka pelajari agar memahami isinya. Kompetensi yang dimiliki siswa lebih ditekankan pada kompetensi individu meskipun dilakukan dalam bentuk diskusi kelompok. Pembacaan secara berpasangan antar anggota kelompok agar mereka memahami isi cerita pendek secara keseluruhan. Membaca berpasangan ini juga menerapkan membaca nyaring dan berulang-ulang. Setiap anggota kelompok memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap setiap permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian, mereka selalu berkontribusi dalam kelompoknya terutama pada saat kegiatan ‘mencari harta karun’. Guru memantau dan mengelilingi tiap kelompok untuk melihat adanya kemungkinan siswa yang memerlukan bantuan guru. Metode ini pun dibantu dengan metode ceramah, pelatihan, penugasan, dan
tanya jawab sesuai satuan pelajaran, sehingga ketuntasan
materi dapat terwujud.
B. Pelaksanaan Tindakan dan Hasil Penelitian Pelaksanaan tindakan kelas yang dilakukan melalui tiga siklus yang berkelanjutan dari siklus pertama, kedua, dan ketiga. Setiap siklus terdiri dari empat tahap: (a) tahap perencanaan (planning), (b) tahap implementasi tindakan (acting), (c) tahap observasi (observing), dan (d) tahap refleksi (reflecting). 1. Siklus I a. Perencanaan tindakan Berdasar pada survei awal yang dilakukan dari kegiatan pratindakan, diketahui bahwa ada dua permasalahan utama dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek, yaitu proses pembelajaran yang masih
menggunakan
metode
konvensional
dan
masih
rendahnya
kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita pendek. Sesuai dengan penawaran peneliti tentang pemilihan metode CIRC untuk meningkatkan
kemampuan apresiasi cerita pendek yang sudah disepakati oleh guru, maka dirancang Penelitian Tindakan Kelas, pada siklus I tahap perencanaan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh guru dan peneliti pada Jumat, 5 Februari 2010, bertempat di kantor guru. Pada kesempatan ini peneliti berdiskusi dengan guru. Hal-hal yang didiskusikan antara lain: 1)
peneliti menyamakan persepsi dengan guru mengenai penelitian yang dilakukan;
2)
sesuai dengan usul peneliti pada pertemuan sebelumnya, bahwa akan diterapkan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek serta menjelaskan cara melaksanakannya;
3)
peneliti dan guru sama-sama menyusun RPP untuk siklus I;
4)
peneliti dan guru bersama-sama merumuskan indikator pencapaian tujuan;
5)
guru dan peneliti memilih cerpen yang akan dijadikan media pembelajaran pada siklus I. Guru dan peneliti memilih cerpen berjudul “Kado untuk Emak”. Judul ini dipilih karena latar ceritanya sesuai dengan kehidupan siswa yang berada di lingkungan pedesaan, bahasa yang digunakan juga sesuai dengan usia anak sehingga mudah di cerna. Selain itu, tema dalam cerpen ini juga sesuai dengan psikologi anak kelas V SD yang menyukai tema kekeluargaan;
6)
guru dan peneliti bersama-sama membuat lembar penilaian siswa, yaitu instrumen tes dan nontes. Instrumen tes berupa lembar kegiatan siswa (LKS) yang berisi butir-butir soal digunakan untuk menilai kemampuan apresiasi cerita pendek. Lembar kegiatan siswa (LKS) berupa soal kelompok, soal individu, dan soal perbuatan. Instrumen nontes digunakan untuk menilai sikap siswa dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek. Instrumen nontes berbentuk lembar obseravasi dengan kriteria penilaian yang sudah ditentukan; dan
7)
menentukan jadwal pelaksanaan tindakan.
Adapun urutan tindakan yang sudah direncanakan dan akan diterapkan dalam siklus I sebagai berikut: a) guru mengondisikan kelas dengan mengabsen siswa siapa yang tidak masuk, kemudian melakukan apersepsi dengan tanya jawab ringan dengan siswa tentang cerita pendek; b) guru menjelaskan makna cerita pendek, unsur intrinsik cerita pendek, dan cara menyimpulkan cerita pendek; c) guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang sudah ditentukan berdasarkan prestasi, jenis kelamin, dan keaktifan siswa. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa. Pemilihan ini dilakukan guru berdasarkan pengamatan guru mengajar selama ini; d) guru memberi bacaan cerita pendek yang berjudul “Kado Untuk Emak” beserta dengan LKS berupa soal kelompok; e) guru menyuruh siswa untuk mencari pasangan membaca masingmasing. Siswa yang tidak mendapat pasangan dalam kelompoknya untuk sementara bergabung dengan kelompok lain; f) guru menyuruh siswa untuk mendiskusikan soal kelompok yang telah dibagikan; g) guru membahas pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS yang sudah didiskusikan oleh siswa; h) guru mengumpulkan LKS yang diberikan kepada siswa; i) guru melakukan tes pascatindakan dilakukan dengan memberikan soal secara individu kepada setiap siswa. Soal berisi mengenai unsur-unsur intrinsik cerita pendek dan menceritakan kembali isi cerita pendek; j) guru menyuruh siswa untuk mengumpulkan hasil tes mereka; k) guru menyuruh siswa maju satu per satu menceritakan isi cerita pendek; l) guru dan siswa melakukan refleksi; dan
m) guru menutup pembelajaran dengan memberitahukan bahwa kegiatan pada pertemuan kali ini akan ditindaklanjuti pada pertemuan berikutnya. Dari kegiatan diskusi tersebut disepakati pula bahwa tindakan dalam siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yaitu pada hari Jumat, 12 Februari 2010 dan hari Sabtu, 13 Februari 2010. b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I 1) Pertemuan Pertama Sesuai dengan perencanaan, tindakan siklus I pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Jumat, 12 Februari 2010 selama 2 X 35 menit, yaitu pada jam pelajaran pertama dan kedua. Pada pertumuan pertama ini, guru akan menerapkan metode CIRC dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek. Pada pertemuan ini guru akan mengajak siswa untuk mengapresiasi
cerita
pendek
“Kado
untuk
Emak”.
Guru
menyampaikan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa melalui beberapa indikator. Guru menjelaskan kepada siswa bahwa metode yang akan diterapkan adalah CIRC. Agar siswa tertarik dengan metode pembelajaran tersebut guru menyampaikan manfaat dari penerapan metode ini, yaitu dapat memupuk kerja sama antarsiswa, menanamkan nilai gotong royong, menanamkan keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada kesuksesan tanpa adanya kerja sama yang baik dengan orang lain, dan metode ini dapat mempermudah dalam memahami cerita pendek. Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran cerita pendek pada tindakan siklus I pertemuan pertama ini adalah sebagai berikut: a) guru membuka pelajaran dengan mengucap salam; b) guru mengabsen siswa; c) guru mengondisikan kelas;
d) guru melakukan tanya jawab ringan berhubungan dengan cerita pendek; e) guru menjelaskan arti cerita pendek, unsur-unsur intrinsik cerita pendek, dan cara menyimpulkan isi cerita pendek; f) guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang telah ditentukan berdasarkan prestasi, jenis kelamin, dan keaktifan siswa. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa. Setiap kelompok terdiri dari dua pasangan membaca; g) guru memberikan bacaan cerita pendek beserta dengan LKS kepada masing-masing kelompok; h) guru menyuruh siswa untuk membaca cerita pendek dengan berulang-ulang secara berpasangan; i) guru menugaskan siswa untuk menganalisis unsur intrinsik cerita pendek dan pertanyaan-pertanyaan dalam LKS secara berdiskusi, saling membantu dalam menemukan jawaban, dan saling menjelaskan dengan anggota kelompoknya; dan j) setelah semua siswa selesai mendiskusikan soal LKS, hasil pekerjaan siswa dikumpulkan. Guru dan siswa secara bersamasama membahas unsur intrinsik cerita pendek dan cara menceritakan kembali cerita pendek yang sudah dibaca. Sampai pada langkah ini, bel berbunyi menunjukkan bahwa waktu
pelajaran telah
selesai. Guru
menyuruh siswa untuk
mempelajari hasil analisis mereka dan berlatih menceritakan kembali cerita pendek yang sudah dibaca. Kemudian guru menutup pelajaran dengan menginformasikan bahwa besok akan diadakan tes mengenai pembelajaran hari ini. Pembelajaran dilanjutkan pertemuan selanjutnya pada hari Sabtu, 13 Februari 2010 jam pertama dan kedua. 2) Pertemuan Kedua Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru pada pertemuan kedua dalam pelaksanaan siklus I adalah: a) guru membuka pelajaran dengan mengucap salam;
b) guru mengabsen siswa dan menanyakan siapa yang tidak masuk; c) guru mengkondisikan kelas dengan menanyakan apakah sudah siap menjalankan tes hari ini; d) guru memberikan motivasi kepada siswa; e) guru membagikan LKS kepada masing-masing siswa; f) guru menyuruh siswa mengerjakan LKS yang telah dibagikan; g) guru menyuruh siswa untuk mengumpulkan LKS yang telah selesai dikerjakan siswa; h) siswa maju satu per satu sesuai nomor absen untuk menceritakan kembali isi cerita pendek yang sudah dibaca di depan kelas; i) guru dan siswa melakukan refleksi dengan mempersilahkan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang sulit; dan j) guru menutup pelajaran. Guru dapat menyelesaikan semua langkah tersebut sesuai dengan waktu yang tersedia. Bergitu bel tanda pergantian pelajaran berbunyi, guru sudah pada tahap pergantian pelajaran. Dalam tahap ini, guru bertindak sebagai pemimpin jalannya kegiatan pembelajaran apresiasi cerita pendek di kelas, sedangkan peneliti hanya bertindak sebagai partisipan pasif. c. Observasi pada Siklus I Observasi dilaksanakan saat pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan metode CIRC berlangsung pada hari Jumat, 12 Februari 2010 pukul 07.30 – 08.40 (jam pertama dan kedua) dan hari Sabtu, 13 Februari 2010 pulul 07.30 – 08.40 (jam pertama dan kedua). Observasi terfokus
pada
situasi
pelaksanaan
pembelajaran,
kegiatan
yang
dilaksanakan guru serta aktivitas siswa dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan menerapkan metode CIRC. Dalam observasi ini, peneliti menggunakan pedoman observasi (terlampir pada lampiran). Pada saat observasi, peneliti bertindak sebagai partisipan pasif dan duduk di bangku paling belakang.
1) Pengamatan terhadap guru Guru berusaha melaksanakan pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah disusun bersama peneliti. Setelah guru membagi siswa dalam kelompok kecil sesuai dengan kelompok yang telah ditetapkan berdasarkan tingkat kecerdasan siswa, guru mengontrol jalannya diskusi kelompok. Guru memberi kesempatan kepada siswa yang ingin bertanya mengenai permasalahan kelompok yang mereka hadapi selama diskusi. Pada pertemuan pertama siklus I ini, guru masih terlihat belum dapat mengontrol dengan baik jalannya kerja kelompok. Masih didapatinya siswa yang bermain sendiri, atau siswa yang membaca buku pelajaran lain. Kegiatan guru pada proses pembelajaran belum berjalan dengan maksimal. Suasana sangat gaduh ketika siswa sibuk mencari anggota kelompoknya dan menata tempat duduk. Pada pertemuan pertama siklus I ini, peneliti menggunakan lembar penilaian kinerja guru yang menilai tentang kemampuan guru dalam kemampuan menjelaskan pelajaran dan mengusai kelas. Indikator kedua kinerja tersebut sebagai berikut. a) Kemampuan menjelaskan materi, meliputi: (1) menjelaskan materi dengan kalimat yang tidak berbelit-belit dan menghidari
penggunaan
kata
yang
berlebihan
dan
membingungkan; (2) penggunaan contoh yang relevan dengan isi penjelasan dan sesuai dengan kemampuan anak; (3) pengorganisasian dengan menggunakan peta konsep dan ikhtisar butir-butir penting; (4) penekanan pada yang penting dengan mengulangi, mimik, gerakan, dan kejelasan artikulasi; dan (5) balikan dengan memberi pertanyaan dan menggunakan balikan untuk
menyesuaikan
penjelasan.
ketepatan
atau
mengubah
maksud
Tabel 7. Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam Menjelaskan No 1
Aspek Yang Diamati
4
3
2
1
Total Keterangan : 4= sangat baik 3= baik 2= cukup 1= tidak baik
Penilaian : Skor 48 – 37 = baik Skor 36 – 25 = cukup Skor 24 – 12 =kurang
Berdasarkan lembar pengamatan dan penilaian, diperoleh hasil bahwa kinerja guru siklus I mencapai skor 24. Skor tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan menjelaskan guru masih pada posisi “kurang”. Dari indikator yang telah ditentukan diketahui bahwa guru masih pada posisi jawaban “cukup” dalam proses pembelajaran. Hal ini wajar karena guru kurang referensi tentang pembelajaran apresiasi cerita pendek menggunakan metode CIRC. b) Kemampuan guru dalam mengelola kelas, meliput: (1) bersikap tanggap dengan memandang secara seksama, mendekati, memberi teguran, dan tepat waktu; (2) membagi perhatian dengan visual dan verbal; (3) memusatkan
perhatian
kelompok
dengan
menyiapkan
dan
mengarahkan perhatian; (4) menuntut tanggung jawab dengan menyuruh siswa mengawasi temannya dan menunjukkan pekerjaan; (5) petunjuk yang jelas kepada seluruh siswa dan kepada siswa secara individual; (6) memberikan teguran dengan penekanan tingkah laku, memberikan alternatif tingkah laku, teguran, menggunakan mimik, dan menetapkan harapan-harapan; dan (7) memberikan penguatan dengan mimik, gerak, sentuhan, tanda, dan benda.
Tabel 8. Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam Mengelola Kelas Aspek Yang Diamati 4 3 2 1
No 1 Total
Keterangan : 4= sangat baik Penilaian : Skor 80 – 61 = baik 3= baik Skor 60 – 41 = cukup 2= cukup Skor 40 – 20 =kurang 1= tidak baik Berdasarkan lembar pengamatan dan penilaian yang telah diisi peneliti diperoleh skor 44. Hal ini berarti bahwa kemampuan guru masih dalam kondisi cukup. Dari indikator yang ditentukan diketahui bahwa guru pada posisi jawaban “cukup” dan “baik”. Keadaan ini merupakan hal yang wajar karena guru belum terbiasa untuk menggunakan metode CIRC. Guru belum memahami secara utuh penggunaan metode ini di kelas. Pada pertemuan kedua siklus I guru sudah berusaha melakukan perannya dengan baik. Sebelum membagikan soal kepada siswa, guru memberikan motivasi untuk mendorong siswa agar percaya diri dalam mengikuti tes. Pada saat siswa melakukan kegiatan menceritakan kembali isi cerita pendek yang dibaca di depan kelas, guru belum mampu mengontrol siswa dengan baik. Perhatian guru hanya terfokus pada siswa yang maju, sedangkan siswa yang lain dibiarkan saja. Hal ini membuat siswa yang di belakang melakukan aktivitasnya sendiri, seperti keluar masuk kelas tanpa izin, bercanda, dan bermain sendiri. 2) Pengamatan terhadap siswa Pada pertemuan pertama siklus I yang dilaksanakan pada hari Jumat, 12 Februari 2010, siswa tampak belum aktif dan masih bingung apa yang harus dikerjakan. Hal ini karena baik guru atau siswa belum terbiasa dengan pembelajaran menggunakan metode CIRC. Siswa sangat gaduh ketika mencari anggota kelompoknya dan ketika menata
tempat duduk kelompoknya. Didapati siswa masih suka bermain, diam, dan kurang memperhatikan tugasnya. Saat guru menyuruh siswa untuk membaca berpasangan banyak siswa yang tidak serius, asyik berbincang-bincang, membaca dengan tertawa-tawa, bercanda, bahkan ada satu pasang siswa yang tidak melaksanakan tugasnya. Aktivitas siswa saat diskusi membuat suasana kelas sangat ramai. Guru masih belum dapat mengendalikan situasi tersebut. Ada beberapa siswa yang tidak melakukan diskusi. Mereka banyak yang bercanda, sibuk dengan buku pelajaran lain, bertopang dagu, dan berkomentar mengenai soal yang diberikan guru. Berdasarkan hasil angket yang diberikan kepada siswa tentang kinerja anggota kelompok yang diberikan setelah pembelajaran dengan metode CIRC siklus I diketahui bahwa dalam kerja kelompok CIRC, partisipasi siswa sebagai peserta diskusi masih rendah. Mereka belum dapat melakukan kerja sama dengan baik dan kerja kelompok masih didominasi anggota kelompok tertentu. Penilaian proses individu berdasarkan lembar penilaian proses yang disediakan sebagai berikut. Tabel 9. Lembar Penilaian Proses Pembelajaran No 1
Nama
1
II
III
IV
V
Presentase Keterangan: Aspek: Skor: Penilaian: I : Kedisiplinan 4 : Sangat Baik 20 – 16 : Baik II : Minat 3 : Baik 15 – 11 : Cukup Baik III : Keaktifan 2 : Kurang Baik 10 – 5 : Kurang Baik IV : Kerja sama 1 : Tidak Baik V : Kesungguhan Berdasarkan penilaian proses pembelajaran yang dilakukan pada siklus I diperoleh data sebagai berikut. Siswa dianggap disiplin, berminat, aktif, bekerja sama, dan sungguh-sungguh apabila berada pada
rating scale 3 dan 4 ( baik dan sangat baik) (Penilaian lengkap terlampir pada lampiran 2.14 Siklus I). a) Kedisiplinan Siswa yang menunjukkan kedisiplinan dalam mengikuti pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan dengan metode CIRC sebanyak 14 siswa atau sekitar 77%. Hal ini diperoleh dari penilaian sikap siswa yang sudah menunjukkan kedisiplinan di kelas, seperti kedisiplinan dalam kesiapan pelajaran dan menepati waktu dalam melakukan langkah. b) Minat Siswa terlihat lebih antusias terhadap pembelajaran apresiasi cerita pendek
dengan
metode
CIRC
dibandingkan
dengan
metode
konvensional. Minat siswa peneliti nilai dari antusias siswa untuk mengikuti setiap aturan main dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek. Siswa juga terlihat lebih tekun mengerjakan tugas yang diberikan guru. Siswa yang menunjukkan minat terhadap pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan metode CIRC sebanyak 61% atau sejumlah 11 siswa. Hal ini juga didasarkan pada hasil wawancara terstruktur yang dilakukan setiap akhir siklus. Sebanyak 11 siswa menyatakan
bahwa
mereka
senang
mengikuti
pembelajaran
menggunakan metode CIRC. c) Keaktifan Keaktifan siswa pada waktu proses pembelajaran apresiasi cerita pendek
dilihat
mendiskusikan
dari
kemampuan
masalah,
bertanya
siswa pada
untuk guru,
terlibat dan
aktif
menjawab
pertanyaan guru secara lisan. Siswa yang sudah menunjukkan keaktifan dengan cara mengungkapkan pendapat bertanya, menjawab pertanyaan, dan aktif dalam kegiatan diskusi sebanyak 8 siswa. Persentase keaktifan siswa yang peneliti simpulkan dari rubrik penilaian proses pembelajaran apresiasi cerita pendek adalah 44%.
d) Kerja sama Siswa yang sudah menunjukkan sikap bekerja sama dengan anggota kelompoknya sebanyak 11 siswa. Persentase kerja sama siswa sebanyak 61%. Hal ini peneliti simpulkan dari hasil pengamatan selama pembelajaran apresiasi cerita pendek. Siswa bekerja sama dalam kelompok dan saling membantu dalam menyelesaikan masalah. Kemampuan kerja sama siswa juga dapat dilihat dari hasil angket kinerja kelompok. Pada siklus I ini angket kinerja kelopok menunjukkan bahwa 44% siswa menyatakan hasil kinerja anggota kelompoknya bagus sedangkan 42% menyatakan dalam kondisi cukup. e) Kesungguhan Kesungguhan siswa yang peneliti nilai adalah dari perhatian terhadap penjelasan guru dan kemampuan menyelesaikan masalah. Siswa terlihat serius dalam memperhatikan penjelasan guru. Siswa nampak bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Siswa yang menunjukkan kesungguhannya dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek sejumlah 11 siswa atau 61%. Penilaian kemampuan apresiasi cerita pendek dengan instrumen tes tertulis dan perbuatan. Dalam tes tertulis siswa diberikan pertanyaan sebanyak 25 soal yang terdiri dari soal pilihan ganda, isian, dan jawaban singkat. Soal-soal tersebut mencakup kemampuan menganalisis unsur intrinsik dan menceritakan kembali cerita pendek yang dibaca. Tes perbuatan dilakukan dengan menyuruh siswa maju satu per satu untuk menceritakan kembali isi cerita pendek yang dibaca dengan aspek penilaian: (1) kelengkapan isi, (2) keruntutan alur, (3) kemampuan penggunaan bahasa, meliputi pelafalan dan pemilihan kosakata, dan (4) sikap dalam berbicara yang terdiri dari kelancaran dan pandangan mata kepada audiens.
No 1
Tabel 10. Daftar Nilai Menceritakan Kembali Isi Cerita Pendek di Depan Kelas Siklus I Nama 1 2 3a 3b 4a 4b Total Nilai
Rata-rata Persentase ketuntasan Keterangan: 1
= kelengkapan isi
2
= alur
3 a = pelafalan 3 b = pilihan kata 4 a = kelancaran berbicara 4 b = pandangan mata kepada audiens Berdasarkan lembar penilaian kemampuan apresiasi cerita pendek pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 53,72 dengan nilai yang tertinggi 67 dan nilai terendah 44 (terlampir dilampiran 2.15 siklus I). Kemampuan apresiasi cerita pendek merupakan gabungan antara tes tertulis dan perbuatan. Dari kedua tes diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 11. Daftar Nilai Apresiasi Cerita Pendek Siklus I No
Nama
Nilai Perbuatan
Nilai Tertulis
Nilai Akhir
Keterangan
1 Rata-rata Jumlah ketuntasan (nilai ≥65) Presentase ketuntasan (nilai ≥65) Berdasarkan lembar penilaian kemampuan apresiasi cerita pendek pada siklus I diperoleh nilai rata-rata kelas 62,11 dengan nilai tertinggi 74 dan nilai terendah 44 (terlampir di lampiran 2.16 siklus I). Siswa yang mampu memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal
(KKM) sebanyak 10 siswa atau 55% dari jumlah seluruh siswa kelas V SD Negeri Pulutan Wetan IV. d. Analisis dan Refleksi pada Siklus I Berdasarkan hasil pengamatan penelitian pada siklus I, dapat dikatakan bahwa kualitas pembelajaran apresiasi cerita pendek belum mengalami peningkatan yang cukup berarti. Hal ini ditandai oleh beberapa hal berikut. 1) Masih sedikit siswa yang mampu memperoleh nilai di atas batas ketuntasan minimal (KKM), yaitu baru 10 siswa atau 55%. 2) Keaktifan siswa dalam pembelajaran yang berlangsung dalam kerja kelompok maupun individu belum maksimal. Partisipasi seluruh anggota kelompok, tukar pendapat, bertanya dan saling membantu antar anggota kelompok, serta partisipasi dalam pembelajaran masih rendah. Mereka masih terlihat pasif dan pembelajaran antar anggota kelompok masih didominasi oleh seseorang. 3) Siswa kurang serius dan kurang berkonsentrasi, sehingga mereka juga kurang dalam kedisiplinan, minat, keaktifan, kerja sama, dan kesungguhan. Ketika guru menjelaskan materi pelajaran, berdiskusi, maupun kegiatan menceritakan isi cerita pendek di depan kelas, masih saja ada siswa yang berbincang-bincang sendiri. 4) Siswa masih belum mampu menceritakan isi cerita pendek dengan baik di depan kelas. Hal ini dikarenakan guru belum menjelaskan secara rinci bagaimana sikap siswa saat menceritakan kembali isi cerita pendek di depan kelas. Siswa yang mampu mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) baru 4 siswa atau 22%. 5) Guru belum mampu mengelola kelas melalui penerapan metode CIRC dengan baik. Guru belum menjelaskan dengan rinci penerapan metode CIRC,
seperti
guru
belum
menjelaskan
pentingnya
membaca
berpasangan dalam metode ini. Guru belum mampu menciptakan suasana
pembelajaran
yang
mendukung
siswa
untuk
aktif,
berkonsentrasi, serta berkonsentrasi untuk belajar. Kontrol atau pengawasan guru dalam kelompok masih kurang. Berdasarkan analisis hasil tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan pembelajaran belum terpenuhi. Suasana pembelajaran melalui penerapan pembelajarn kooperatif metode CIRC belum dapat berjalan
dengan
baik.
Berdasarkan
analisis
tersebut,
berikut
ini
dikemukakan refleksi dari kekurangan yang telah ditemukan. 1) Guru diharapkan lebih aktif dalam melakukan pengawasan atau kontrol pada kinerja masing-masing kelompok. Selain itu, guru juga harus menguasai prosedur dalam pembelajaran dengan metode CIRC dan cara penilaiannya. Guru juga harus menjelaskan kepada siswa bagaimana cara menceritakan isi cerita pendek di depan kelas dengan baik. Guru harus sering memberikan motivasi maupun penghargaan kepada kelompok dan individu yang dapat melakukan tugas dengan baik. 2) Siswa diharapkan lebih aktif dalam proses pembelajaran yang berlangsung, dengan aktif bertanya, menjawab pertanyaan guru, dan menyumbangkan pemikirannya dalam kerja kelompok. Siswa yang begitu mendominasi kerja kelompok seharusnya disadarkan agar ia juga memberi kesempatan kepada temannya. 3) Siswa yang masih kurang serius dalam pembelajaran diingatkan dengan menyebut nama siswa atau diberi pertanyaan yang berhubungan dengan apresiasi cerita pendek yang dipelajarinya. Berdasarkan hasil analisis dan refleksi di atas, tindakan pada siklus I dikatakan belum berhasil karena belum mencapai hasil maksimal. Peningkatan memang terjadi pada beberapa indikator yang telah ditentukan pada survei awal. Akan tetapi, nilai rata-rata apresiasi cerita pendek siswa masih jauh dari batas minimal ketuntasan hasil belajar (KKM=65). Oleh karena itu, siklus II sebagai perbaikan proses pembelajaran pada siklus I perlu dilaksanakan. Pelaksanaan siklus II ini disetujui oleh guru setelah peneliti berdiskusi dan mengajukan hasil analisis dan refleksi siklus I pada hari Senin, 15 Februari 2010.
2. Siklus II a. Perencanaan Tindakan Siklus II Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, disepakati bahwa siklus II perlu dilakukan. Perencanaan dan persiapan tindakan dilakukan pada hari Senin, 15 Februari 2010 di ruang guru SD Negeri IV Pulutan Wetan. Peneliti menyampaikan kembali isi observasi dan refleksi terhadap pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan menerapkan metode CIRC yang dilakukan pada siklus I. Peneliti menyampaikan segala kelebihan dan kekurangan proses pembelajaran apresiasi cerita pendek yang telah dilakukan kepada guru yang bersangkutan. Untuk mengatasi hal tersebut, akhirnya disepakati hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh guru sebagai upaya perbaikan pada siklus I. Dalam diskusi kelompok, siswa belum melaksanakan dengan optimal. Masih ada anggota kelompok yang belum berpartisipasi aktif, sehingga terkesan
mengikuti
teman-teman
dalam
kelompok
atau
bahkan
mengganggu jalannya diskusi. Juga masih ada kelompok yang masih didominasi oleh teman yang pandai berbicara, sehingga diskusi masih terkesan kaku dan kurang hidup. Setiap pertanyaan dan jawaban siswa masih jarang terjadi dalam proses pembelajaran. Kemampuan siswa untuk menceritakan kembali isi cerita pendek di depan kelas masih rendah. Banyak siswa belum mampu menguasai audiens saat berbicara di depan dan terkesan menghafal. Hal-hal tersebut akan diperbaiki pada siklus II. Pada perencanan tindakan ini, guru dan peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan menerapkan metode CIRC. Dalam diskusi antara guru dan peneliti disepakati bahwa cerita pendek yang akan dipelajari adalah “Kena Batunya”. Alasan pemilihan cerpen ini, yaitu: latar cerpen sesuia dengan kondisi siswa berupa kehidupan di sekolah dasar, bahasa yang digunakan juga sesuai dengan kemampuan siswa sehingga mudah untuk dimengerti, serta tema yang digunakan sesuai dengan psikologis siswa yang menyukai cerita lucu dan persahabatan.
Pada siklus II, proses penilaian masih ditekankan pada penilaian proses dan hasil. Penilaian proses pembelajaran dengan menggunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (1) disiplin; (2) minat; (3) keaktifan; (4) kerja sama; dan (5) kesungguhan. Penilaian hasil apresiasi cerita pendek terdiri dari dua hal, yaitu tes perbuatan dan tes tertulis. Penilaian tes perbuatan meliputi aspek: (1) kelengkapan; (2) keruntutan alur; (3) kemampuan bahasa; dan (4) sikap saat berbicara di depan kelas. Dalam tes tertulis disajikan berupa soal yang berisi tentang kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerita pendek dan kemampuan menuliskan kembali isi cerita pendek yang dipelajari. Lembar penilaian yang digunakan sama dengan yang digunakan pada siklus I. Lembar penilaian tersebut akan dipegang peneliti dan guru. Selain lembar penilaian, untuk mengatasi kekurangan dari sisi siswa dan untuk membangkitkan minat siswa, minat kompetisi antarkelompok, maka disepakati adanya pemberian hadiah. Hadiah yang direncanakan berupa: nilai kepada kelompok atau siswa yang aktif, ungkapan-ungkapan pujian seperti bagus sekali, baik, tepat sekali, dan sebagainya, dan berupa barang seperti pulpen, buku, dan penghapus yang akan diberikan kepada kelompok dengan point tertinggi dan juga kepada siswa yang memperoleh nilai paling tinggi. Disepakati bahwa siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yaitu pada hari Jumat, 19 Februari 2010 dan Sabtu, 20 Februari 2010 di ruang kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan. Adapun urutan tindakan yang sudah direncanakan dan akan diterapkan dalam siklus II sebagai berikut. 1) Guru mengondisikan kelas dengan mengucapkan salam kemudian mengabsen siswa siapa yang tidak masuk; 2) Guru melakukan apersepsi dengan menanyakan tentang pembelajaran sebelumnya dan membahas sekilas cerpen yang lalu. Guru juga memberikan informasi tentang kekurangan pembelajaran pada siklus I;
3) Guru menjelaskan tentang sikap yang baik dalam menceritakan kembali isi cerita pendek di depan kelas. Dalam hal ini guru menjadi model menceritakan isi cerita pendek yang sudah dibaca; 4) Guru memberikan motivasi kepada siswa dan sekali lagi menjelaskan proses pembelajaran dengan metode CIRC; 5) Guru membagi kelompok-kelompok seperti pada siklus I. Variasi anggota kelompok masih sama dengan siklus sebelumnya karena dianggap penyebaran anggota kelompok sudah merata berdasarkan keaktifan, jenis kelamin, dan kemampuan siswa. 6) Guru memberikan bacaan cerita pendek yang berjudul “Kena Batunya” beserta dengan LKS; 7) Guru menyuruh siswa untuk membaca berpasangan; 8) Guru menugaskan siswa untuk menganalisis unsur intrinsik cerita pendek “Kena Batunya” dan menceritakan kembali isi cerita pendek secara berdiskusi dengan anggota kelompoknya; 9) Guru membahas pertanyaan-pertanyaan pada lembar kerja siswa berupa soal kelompok yang sudah dikerjakan oleh siswa secara bersama-sama dengan siswa; 10) Siswa mengumpulkan tugas kelompok; 11) Guru
menyimpulkan
pembelajaran,
siswa
yang
belum
jelas
dipersilahkan bertanya; 12) Guru membagikan soal tes apresiasi cerita pendek secara individu kepada siswa; 13) Siswa mengerjakan tes secara individu; 14) Setelah siswa menyelesaikan tes tertulis, semua siswa maju satu per satu di depan kelas untuk menceritakan isi cerita pendek yang dibaca; 15) Guru dan siswa melakukan refleksi; dan 16) Guru menutup pelajaran.
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus II 1) Pertemuan Pertama Sesuai yang direncanakan, maka tahap tindakan siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu Jumat, 19 Februari 2010 dan Sabtu, 20 Februari 2010 di ruang kelas SD Negeri IV Pulutan Wetan. Pada pertemuan pertama siklus II dilaksanakan pada hari Jumat, 19 Februari 2010 mulai pukul 07.30 WIB – 08.40 WIB (jam pertama dan
kedua).
Langkah-langkah
yang
dilaksanakan
guru
dalam
pembelajaran aparesiasi cerita pendek pada tindakan siklus II ini sebagai berikut: a) guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam; b) guru mengondisikan kelas dengan melakukan presensi, guru memberikan motivasi siswa dengan memaparkan hal-hal yang bisa diambil pelajaran dari membaca cerita pendek dan manfaat metode CIRC; c) guru mengulas sejenak mengenai pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus I; d) guru menjelaskan cara menceritakan isi cerita pendek yang dibaca di depan kelas. Guru menjadi model dengan menceritakan isi cerita pendek pada pembelajaran sebelumnya yang berjudul “Kado untuk Emak”. Guru menjadi model dalam hal intonasi, jeda, dan kontak mata kepada audiens; e) guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok seperti siklus I; f) guru memberi bacaan cerita pendek yang berjudul “Kena Batunya” beserta dengan LKS (soal kelompok); g) guru menyuruh siswa membaca berpasangan. Dalam kegiatan ini siswa bebas memilih tempat yang paling nyaman di setiap sisi ruang kelas; h) guru menugaskan siswa untuk menganalisis unsur intrinsik cerita pendek “Kena Batunya” dan menuliskan kembali isi cerita pendek yang dibaca secara berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Guru
menekankan keaktifan dari masing-masing anggota kelompok dengan menjelaskan bahwa aspek yang dinilai dalam proses pembelajaran adalah: (1) kedisiplinan; (2) minat; (3) keaktifan; (4) kerja sama; dan (5) kesungguhan. Kelompok yang seluruh anggotanya menunjukkan kinerja sesuai dengan indikator tersebut dengan
baik
akan
mendapatkan point
yang bagus.
Guru
menekankan kepada siswa bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman satu kelompok mereka telah mempelajari materinya. Sewaktu siswa mengerjakan tugas dalam kelompok, guru berkeliling kelas, memberikan pujian kepada kelompok yang bekerja dengan baik, menegur siswa yang tidak melaksanakan tugasnya, dan menjawab pertanyaan dari siswa yang belum paham; i) guru membahas pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam LKS bersama-sama dengan siswa; dan j) siswa mengumpulkan hasil pekerjaan kelompoknya. Sampai pada langkah ini, bel berbunyi menunjukkan bahwa waktu pelajaran telah selesai. Guru menyuruh siswa untuk mempelajari pelajaran yang telah dilakukan pada pertemuan ini karena esok hari akan diadakan tes untuk mengetahui kemampuan apresiasi cerita pendek siswa dalam pembelajaran siklus II. Kemudian guru menutup pelajaran. Pembelajaran dilakukan pada pertemuan selanjutnya pada hari Sabtu, 20 Februari 2010 jam pertama dan kedua. 2) Pertemuan Kedua Sesuai kesepakatan dengan guru, maka pertemuan kedua pada siklus II ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 20 Februari 2010 jam pertama dan kedua. Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru pada pertemuan kedua dalam pelaksanaan tindakkan siklus II sebagai berikut: a) guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam;
b) guru mengondisikan kelas dengan melakukan presensi dan memberikan motivasi kepada siswa untuk melakukan yang terbaik dalam tes kali ini; c) guru membagikan soal individu kepada setiap siswa; d) siswa mengerjakan soal yang telah diberikan guru mengenai analisis unsur intrinsik dan menuliskan kembali isi cerita pendek “Kena Batunya”; e) setelah siswa selesai mengerjakan, mereka mengumpulkan hasil pekerjaan kepada guru; f) guru meyuruh siswa maju satu per satu ke depan kelas untuk menceritakan kembali isi cerita pendek “Kena Batunya”. Siswa maju satu per satu dengan kesadaran sendiri-sendiri tanpa harus disuruh guru; g) guru dan siswa melakukan refleksi; dan h) guru menutup pelajaran. Guru dapat menyelesaikan semua langkah tersebut sesuai dengan waktu yang tersedia. Begitu bel tanda pergantian berbunyi, guru sudah pada tahap menutup pelajaran. Dalam tahap ini, guru bertindak sebagai pemimpin jalannya pembelajaran apresiasi cerita pendek di dalam kelas, sedangkan peneliti hanya bertindak sebagai partisipan pasif. c. Observasi dalam Siklus II Observasi dilaksanakan saat pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan metode CIRC berlangsung pada hari Jumat, 19 Februari 2010 pukul 07.30 WIB – 08.40 (jam pertama dan kedua) dan hari Sabtu, 20 Februari 2010 (jam pertama dan kedua). Observasi difokuskan pada situasi pelaksanaan pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan menerapkan metode CIRC, kegiatan yang dilaksanakan guru serta aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Pada saat observasi, peneliti bertindak sebagai partisipan pasif dan duduk di bangku paling belakang.
1) Pengamatan terhadap guru Pengamatan
kepada
guru
dilakukan
dengan
menggunakan lembar penilaian dan observasi kinerja guru yang sama seperti pada siklus I. Observasi kinerja guru dibagi menjadi dua yaitu kemampuan menjelaskan dan kemampuan mengelola kelas. Dari hasil penilaian kemampuan menjelaskan mendapatkan skor 32 ini berarti bahwa kemampuan menjelaskan guru pada siklus IIs termasuk dalam kriteria “cukup baik” dengan sebagaian besar kegiatan “baik” dilakukan. Hasil penilaian kemampuan mengelola kelas yang dilakukan guru, mendapatkan skor 56 menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola kelas”cukup baik” dengan kualitas kegiatan “baik”. Guru berusaha melakukan kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan bersama dengan peneliti. Setelah guru membagi siswa ke dalam kelompok yang sudah ditentukan, guru mengontrol jalannya diskusi kelompok. Guru sudah mulai mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif dan kooperatif. Akan tetapi, memang masih ada beberapa siswa yang belum tertib. Guru telah berusaha membangkitkan minat, keaktifan, dan kesungguhan siswa walaupun belum maksimal. Guru terlihat berusaha untuk memantau kinerja setiap kelompok walaupun intensitasnya tidak sering. Guru menekankan kepada siswa bahwa mereka harus mempunyai rasa tanggung jawab untuk memastikan teman satu kelompok mereka telah mempelajari materinya. Sewaktu para siswa sedang belajar kelompok, sesekali guru berkeliling kelas, memantau jalannya diskusi, memberi pujian terhadap kelompok yang sudah bekerja dengan baik, dan kadang guru menjawab pertanyaan siswa yang belum jelas. Pada akhir pelajaran guru menyimpulkan pelajaran dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Guru sudah mulai mampu menguasai penerapan metode CIRC dengan baik.
2) Pengamatan terhadap Siswa Pada pertemuan pertama siklus II yang dilaksanakan pada hari Jumat, 19 Februari 2010, siswa tampak lebih aktif daripada pelaksanaan tindakan pada siklus I. Namun, siswa masih sangat gaduh ketika mencari anggota kelompok dan saat menata tempat duduk kelompoknya. Didapati pada awal pelajaran siswa masih kurang memperhatikan tugasnya. Meskipun demikian, setelah berjalan beberapa waktu siswa mampu megikuti pembelajaran dan berdiskusi dengan temannya. Observasi terhadap siswa pada siklus II hampir sama dengan siklus I. Pada siklus II ini siswa juga diamati dari segi proses dan hasil. Demikian pula dengan instrumen penilaiannya juga sama dengan siklus I. Berdasarkan
penilaian
proses
pembelajaran
yang
dilakukan pada siklus II diperoleh data sebagai berikut. (Penilaian lengkap terlampir pada lampiran 3.13 Siklus II) a) Kedisiplinan Siswa
yang
menunjukkan
kedisiplinan
dalam
mengikuti
pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan dengan metode CIRC sebanyak 15 siswa atau sekitar 83%. Jumlah tersebut sudah lebih baik jika dibandingkan dengan siklus I. Penilaian kedisiplinan masih tetap sama dengan siklus I diperoleh dari penilaian sikap siswa yang sudah menunjukkan kedisiplinan di kelas, seperti kedisiplinan dalam kesiapan pelajaran dan menepati waktu dalam melakukan langkah. b) Minat Pada siklus II ini siswa terlihat lebih antusias terhadap pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan metode CIRC dibandingkan dengan siklus I. Minat siswa peneliti nilai dari antusias siswa untuk mengikuti setiap aturan main dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek. Siswa juga terlihat lebih
tekun mengerjakan tugas yang diberikan guru. Berdasarkan hasil wawancara tidak terstruktur yang diberikan pada siswa seteah siklus II sebanyak 14 siswa menyatakan mereka tertarik untuk mempelajari apresiasi cerita pendek menggunakan metode CIRC. Siswa yang menunjukkan minat terhadap pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan metode CIRC sebanyak 77% atau sejumlah 14 siswa. Keadaan ini menunjukkan minat siswa pada siklus II lebih baik daripada siklus sebelumnya. c) Keaktifan Keaktifan siswa pada waktu proses pembelajaran apresiasi cerita pendek dilihat dari kemampuan siswa untuk terlibat aktif mendiskusikan masalah, bertanya pada guru, dan menjawab pertanyaan guru secara lisan. Siswa yang sudah menunjukkan keaktifan dengan cara mengungkapkan pendapat, bertanya, menjawab pertanyaan, dan aktif dalam kegiatan diskusi sebanyak 11 siswa. Persentase keaktifan siswa yang peneliti simpulkan dari rubrik penilaian proses pembelajaran apresiasi cerita pendek adalah 61%.
Keaktifan pada siklus II ini menunjukkan
peningkatan cukup berarti yakni 17% atau 3 siswa dibandingkan dengan siklus I. d) Kerja sama Siswa yang sudah menunjukkan sikap bekerja sama dengan anggota kelompoknya sebanyak 14 siswa. Persentase kerja sama siswa sebanyak 77%. Hal ini peneliti simpulkan dari hasil pengamatan selama pembelajaran apresiasi cerita pendek. Siswa bekerja sama dalam kelompok dan saling membantu dalam menyelesaikan masalah. Siswa mulai antusias untuk menjadi kelompok yang terbaik, sehingga kemampuan kerja sama siswa meningkat. Berdasarkan angket kinerja kelompok 54% siswa menyatakan kinerja kelopok mereka baik sedangkan 45%
menyatakan
kinerja
kelompok
mereka
cukup,
selebihnya
menyatakan kinerja kelompok mereka kurang. e) Kesungguhan Kesungguhan siswa yang peneliti nilai adalah dari perhatian terhadap penjelasan guru dan kemampuan menyelesaikan masalah. Siswa terlihat lebih serius dalam memperhatikan penjelasan guru. Siswa nampak bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Siswa yang menunjukkan kesungguhannya dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek sejumlah 15 siswa atau 83%. Penilaian kemampuan apresiasi cerita pendek dengan sistem penilaian yang sama dengan siklus I, yaitu menggunakan instrumen tes tertulis dan perbuatan. Dalam tes tertulis siswa diberikan pertanyaan sebanyak 25 soal yang terdiri dari soal pilihan ganda, isian, dan jawaban singkat. Soal-soal tersebut mencakup kemampuan menganalisis unsur intrinsik dan menceritakan kembali cerita pendek yang dibaca. Tes perbuatan dilakukan dengan menyuruh siswa maju satu per satu untuk menceritakan kembali isi cerita pendek yang dibaca dengan aspek penilaian yang sama dengan siklus I, yaitu (1) kelengkapan isi, (2) keruntutan alur, (3) kemampuan penggunaan bahasa, meliputi pelafalan dan pemilihan kosa kata, dan (4) sikap dalam berbicara yang terdiri dari kelancaran dan pandangan mata kepada
audiens.Berdasarkan
lembar
penilaian
kemampuan
menceritakan kembali isi cerita pendek pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 66,06 (sudah mencapai KKM) dengan nilai yang tertinggi 89 dan nilai terendah 44 (terlampir dilampiran 3.14 siklus II). Kemampuan
apresiasi
cerita
pendek
merupakan
gabungan antara tes tertulis dan perbuatan. Berdasarkan lembar penilaian kemampuan apresiasi cerita pendek pada siklus II diperoleh nilai rata-rata kelas 73,59 (sudah berada di atas KKM)
dengan nilai tertinggi 89 dan nilai terendah 41 (terlampir di lampiran 3.16 siklus II). Siswa yang mampu memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebanyak 16 siswa atau 88% dari jumlah seluruh siswa kelas V SD Negeri Pulutan Wetan IV. d. Analisis dan refleksi pada siklus II Berdasarkan hasil pengamatan penelitian pada siklus II, dapat dikemukakan bahwa kualitas pembelajaran apresiasi cerita pendek sudah mengalami peningkatan yang cukup berarti, tetapi belum sesuai yang diharapkan. Hal ini ditandai dengan beberapa hal berikut. 1) Dalam kegiatan menceritakan kembali di depan kelas, siswa yang memperoleh batas ketuntasan minimal (KKM) belum mencapai 75% dari ketuntasan kelas, yaitu baru 50% atau 9 siswa. 2) Nilai terendah kemampuan apresiasi cerita pendek siswa turun dari 44 menjadi 41. 3) Keaktifan siswa dalam pembelajaran yang berlangsung dalam kelompok kerja sudah mengalami peningkatan tetapi belum maksimal. Siswa yang aktif dalam pembelajaran belum mencapai 75% ketuntasan kelas. Siswa yang aktif baru 61% atau 11 siswa. 4) Keseriusan
dan
konsentrasi
masih
belum
maksimal
dalam
kedisiplinan, minat, kerja sama, dan kesungguhan. 5) Dari angket kinerja yang diisi siswa, masih ada siswa yang belum berpartisipasi dalam kegiatan kelompok yakni sebanyak 4 siswa. 6) Kemampuan guru mengelola kelas meningkat. Guru telah mampu mengelola kelas dengan menggunakan metode CIRC dengan cukup baik. Meskipun demikian, guru masih belum maksimal dalam mengelola
kelas.
Guru
telah
berusaha
menciptakan
situasi
pembelajaran yang mendukung siswa untuk aktif, berkonsentrasi, serta termotivasi untuk belajar. Kontrol dan pengawasan guru cukup baik, guru sudah berkeliling di setiap kelompok, dan memberi pengarahan kepada kelompok yang mengalami kesulitan. Akan tetapi, intensitas guru dalam keliling kelompok belum sering.
Berdasarkan analisis tersebut, dapat diungkapkan bahwa kualitas pembelajaran sudah cukup baik. Kekurangan ditemui pada sikap siswa yang masih kurang berkonsentrasi dan serius, terkadang mereka beraktivitas (bercakap-cakap) dengan siswa lain. Siswa yang nilainya masih belum mencapai KKM pada kegiatan menceritakan kembali isi cerita pendek masih ada 9 siswa atau 50%. Siswa yang belum tuntas dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek ada 2 siswa atau 12%. Keaktifan, tanggung jawab, kerja sama, dan kesungguhan siswa masih perlu
ditingkatkan.
Suasana
pembelajaran
dengan
menerapkan
pembelajaran kooperatif melalui metode CIRC belum dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan analisis di atas, berikut ini dikemukakan refleksi dari kekurangan yang ada. 1)
Guru harus menekankan kembali cara menceritakan isi cerita pendek di depan kelas kepada siswa, sehingga mereka mampu melaksanakannya dengan baik.
2)
Setiap kelompok harus memastikan kepada seluruh anggotanya telah memahami semua materi yang didiskusikan.
3)
Guru lebih menekankan siswa agar lebih berkonsentrasi, disiplin, dan sungguh-sungguh dalam melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, siswa harus aktif baik dalam kegiatan kelompok maupun individu.
4)
Guru
lebih
meningkatkan
intensitasnya
dalam
mengontrol
kelompok dan memberikan pengarahan. Berdasarkan hasil analisis dan refleksi di tersebut, tindakan siklus II dikatakan berhasil tetapi belum mencapai hasil yang maksimal. Peningkatan terjadi di beberapa indikator dibandingkan siklus I, tetapi masih banyak kekurangan seperti yang disebutkan di atas. Oleh karena itu, siklus III sebagai proses perbaikan pembelajaran pada siklus II perlu dilaksanakan. Pelaksanaan siklus III ini disetujui oleh guru setelah peneliti mengajukan hasil analisis dan refleksi siklus II pada Senin, 23 Februari 2010.
3. Siklus III a. Perencanaan Tindakan Siklus III Berdasarkan hasil refleksi siklus II, disepakati bahwa siklus III perlu dilaksanakan. Persiapan dan perencanaan tindakan dilakukan pada hari Senin, 23 Februari 2010 di ruang guru SD Negeri IV Pulutan Wetan, setelah peneliti menyampaikan hasil observasi dan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan pada siklus II. Peneliti menyampaikan kelebihan dan kekurangan proses pembelajaran apresiasi cerita pendek yang telah dilakukan. Pada perencanaan tindakan ini, guru dan peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) apresiasi cerita pendek dengan menerapkan metode CIRC. Dalam diskusi antara guru dan peneliti disepakati bahwa cerita pendek yang akan dipelajari adalah cerita pendek berjudul “Asyiknya Berbagi”. Cerpen ini dipilih karena temanya sesuai dengan keadaan kesukaan siswa yakni konflik keluarga. Selain itu, cerpen ini juga menggunakan latar yang menggambarkan kesederhanaan sebuah keluarga yang hampir sama dengan kondisi siswa di rumah. Pada siklus III, proses penilaian tetap ditekankan pada penilaian proses dan penilaian hasil. Lembar penilaian yang digunakan pada siklus III, masih sama dengan lembar penilaian pada siklus-siklus sebelumnya. Indikator penilaian proses dengan menggunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (1) kedisiplinan; (2) minat; (3) keaktifan; (4) kerja sama; dan (5) kesungguhan. Penilaian hasil apresiasi cerita pendek digunakan untuk mengetahui kompetensi siswa dalam mengapresiasi cerita pendek. Penilaian apresiasi cerita pendek masih sama dengan siklus I dan siklus II. Penilaian dilakukan dengan penilaian perbuatan dan penilaian tertulis. Penilaian perbuatan dilakukan dengan menilai kemampuan siswa menceritakan isi cerita pendek dengan lengkap, runtut, penggunaan bahasa yang tepat, dan sikap yang baik saat berbicara. Penilaian tertulis dilakukan
dengan memberi soal berjumlah 25 butir soal yang terdiri dari soal pilihan ganda, isian, dan jawaban singkat. Lembar penilaian tersebut dipegang oleh peneliti dan guru. Selain lembar penilaian, untuk mengatasi kekurangan dari siswa dan untuk membangkitkan minat dan kompetisi antarkelompok, maka disepakati adanya hadiah. Hadiah yang direncanakan berupa: nilai kelompok yang aktif, ungkapan-ungkapan pujian seperti: bagus, baik sekali, baik, tepat sekali, dan sebagainya, dan berupa barang seperti buku tulis, bolpoin yang diberikan kepada kelompok yang paling baik. Disepakati bahwa tindakan siklus III tetap diaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu Sabtu, 27 Februari 2010 dan Senin 1 Maret 2010 di ruang kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan. Adapun urutan tindakan hampir sama dengan siklus-siklus sebelumnya. Secara runtut, tindakan yang dilakukan sebagai berikut. 1) Guru membuka pembelajaran dengan salam. 2) Guru mengondisikan kelas dengan melakukan presensi pada siswa yang tidak masuk hari ini. 3) Guru melakukan apersepsi dengan mengulas pembelajaran cerpen sebelumnya. 4) Guru menjelaskan sekilas mengenai kekurangan-kekurangan pada siklus sebelumnya. Guru menekankan pada keaktifan dan kerja sama siswa. 5) Guru
membagi siswa menjadi empat kelompok sesuai dengan
kelompok siklus sebelumnya. 6) Guru membagikan cerita pendek berjudul “Asyiknya Berbagi” beserta LKS yang dibagikan secara kelompok. 7) Siswa membaca secara berpasangan. 8) Siswa mendiskusikan soal LKS yang dibagikan guru. 9) Siswa mengumpulkan hasil diskusinya kepada guru. 10) Guru membagikan soal kuis kepada setiap siswa.
11) Setelah siswa selesai mengerjakan, siswa mengumpulkan hasil pekerjaannya kepada guru. 12) Siswa maju satu per satu menceritakan isi cerita pendek yang dibaca. 13) Siswa mengisi angket tentang tindakan pembelajaran menggunakan metode CIRC. 14) Guru dan siswa melakukan refleksi. 15) Guru menutup pelajaran. b. Pelaksanaan Tindakan Siklus III 1) Pertemuan Pertama Sesuai yang telah direncanakan, maka tahap tindakan siklus III dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu Sabtu, 27 Februari 2010 dan Senin, 1 Maret 2010 di ruang kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan. Pada pertemuan pertama siklus III dilaksanakan pada Sabtu, 27 Februari 2010 mulai pukul 07.30-08.40 (jam pertama sampai kedua). Langkah-langkah yang dilaksanakan guru dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek pada siklus III sebagai berikut: a) guru membuka pelajaran dengan mengucap salam; b) guru mengondisikan kelas dengan melakukan presensi siswa; c) guru menjelaskan dalam kegiatan pembelajaran, seharusnya siswa aktif dan bekerja sama. Guru mengulas sekilas mengenai kegiatan apresiasi cerita pendek; d) guru mengelompokkan siswa ke dalam empat kelompok seperti siklus sebelumnya; e) guru membagikan cerita pendek berjudul “Asyiknya Berbagi” sekaligus memberikan LKS yang harus dikerjakan setiap kelompok; f) siswa membaca cerita secara berpasangan. Kemudian, siswa mendiskusikan soal yang diberikan kepada kelompok mereka; dan g) setelah siswa selesai mendiskusikan, mereka mengumpulkan hasil pekerjaan kepada guru. Sampai pada langkah ini, bel berbunyi menunjukkan bahwa waktu pelajaran telah usai. Guru menyuruh siswa untuk mempersiapkan
diri untuk tes pada hari Senin. Pembelajaran dilanjutkan pada hari Senin, 1 Maret 2010 jam pertama dan kedua. 2) Pertemuan Kedua Sesuai dengan kesepakatan dengan guru, maka pertemuan kedua siklus III dilaksanakan pada hari Senin, 1 Maret 2010. Langkahlangkah pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada pertemuan kedua siklus III ini sebagai berikut: a) guru membuka pelajaran dengan salam; b) guru melakukan presensi dan memberikan motivasi siswa untuk mengerjakan tes dengan semaksimal mungkin; c) guru memastikan semua siswa siap mengikuti tes pembelajaran apresiasi cerita pendek; d) guru membagikan soal kepada setiap siswa dan siswa sibuk mengerjakan; e) setelah siswa selesai mengerjakan, mereka mengumpulkan hasil pekerjannya; f) siswa kemudian maju satu per satu untuk menceritakan kembali isi cerita pendek yang dibaca; g) guru kemudian membagikan angket kepada siswa mengenai kesan mereka terhadap pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan menggunakan metode CIRC; h) guru dan siswa melakukan refleksi; dan i) guru menutup pelajaran. Guru dapat menyelesaikan semua langkah sesuai dengan waktu yang tersedia. Begitu bel tanda pergantian jam berbunyi, guru sudah pada tahap menutup pelajaran. Dalam tahap ini guru bertindak sebagai pemimpin jalannya kegiatan pembelajaran apresiasi cerita pendek di dalam kelas, sedangkan peneliti hanya bertindak sebagai pertisipan pasif.
c. Observasi Siklus III Observasi dilaksanakan saat pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan menggunakan metode CIRC berlangsung pada hari Sabtu, 27 Februari 2010 pukul 07.30 - 08.40 (jam pertama dan kedua) dan hari Senin, 1 Maret 2010 (jam pertama dan kedua). Seperti pada siklus II, observasi difokuskan pada situasi pelaksanaan pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan menerapkan metode CIRC, kegiatan yang dilaksanakan guru, serta aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Dalam observasi ini, peneliti menggunakan pedoman observasi (terlampir pada lampiran) serta ikut melakukan penilaian dengan memegang lembar penilaian proses kegiatan anggota kelompok dan lembar penilaian apresiasi cerita pendek. Pada saat observasi, peneliti bertindak sebagai partisipan pasif dan duduk di bangku paling belakang. 1) Pengamatan terhadap Guru Guru sudah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pelaksanaan yang telah disusun bersama peneliti. Guru sudah menciptakan pembelajaran yang kondusif dan kooperatif. Guru telah mampu membangkitkan minat, keaktifan, dan kesungguhan siswa. Guru terlihat lebih aktif dalam memantau kinerja setiap kelompok. Guru menekankan kepada siswa bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman satu kelompok mereka telah mempelajari materinya. Sewaktu para siswa sedang bekerja secara kelompok, guru berkeliling kelas, memberi pujian, dan kadang guru duduk di tiap kelompok untuk mendengarkan bagaimana anggota kelompok bekerja. Setelah
siswa
selesai
diskusi,
guru
menyuruh
siswa
untuk
mengumpulkan hasil pekerjaan mereka. Guru dan siswa kemudian membahas soal yang didiskusikan. Pada
pertemuan
berikutnya
guru
memberikan
tes
pascatindakan kepada siswa. Setelah siswa menyelesaikan soal, mereka maju satu per satu untuk menceritakan isi cerita pendek yang dibaca.
Langkah selanjutnya, guru menugaskan siswa untuk mengisi angket yang dipersiapkan peneliti. Angket tersebut digunakan peneliti untuk mengetahui sikap serta minat mereka terhadap pembelajaran apresiasi cerita pendek pascatindakan berupa penerapan metode CIRC. Pada kesempatan tersebut, peneliti mengucapkan terima kasih kepada siswa serta guru yang telah membantu penelitian. Dalam tahap ini guru bertindak sebagai partisipan aktif. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa guru telah mampu menjelaskan materi dengan baik. Hal ini dapat diketahui dengan melihat skor yang diperoleh guru mencapai 37. Ini artinya bahwa kemampuan guru dalam menjelaskan terdapat pada taraf “baik”. Kemampuan guru dalam mengelola kelas juga sudah meningkat, terlihat dari skor yang diperoleh mancapai 63. Skor ini menunjukkan bahwa kemampuan guru mengelola kelas pada tingkat kemampuan yang “baik”. 2) Pengamatan terhadap Siswa Pada pertemuan pertama siklus III yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 27 Februari 2010, siswa tampak lebih aktif daripada pelaksanaan tindakan siklus II. Proses pembelajaran pada siklus III ini situasi kelas jadi lebih kondusif. Pada saat guru mengawali pembelajaran menanyakan tentang pemberian tugas dan pengerjaan soal pelatihan melalui metode CIRC, siswa menjawab bahwa pembelajaran lebih menyenangkan sehingga pembelajaran lebih mudah. Siswa dapat menikmati proses pembelajaran dengan keterlibatan siswa secara langsung dalam mengapresiasi cerita pendek. Observasi terhadap siswa pada siklus III hampir sama dengan siklus sebelumnya. Pada siklus III ini siswa juga diamati dari segi proses dan hasil. Demikian pula dengan instrumen penilaiannya juga sama dengan siklus I dan siklus II. Berdasarkan penilaian proses pembelajaran yang dilakukan pada siklus III diperoleh data sebagai berikut. (Penilaian lengkap terlampir pada lampiran 4.13 Siklus III)
a) Kedisiplinan Siswa
yang
menunjukkan
kedisiplinan
dalam
mengikuti
pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan metode CIRC sebanyak 16 siswa atau sekitar 88%. Jumlah tersebut sudah lebih baik jika dibandingkan dengan siklus II walaupun hanya mengalami kenaikan 1 siswa. Penilaian kedisiplinan masih tetap sama dengan siklus II diperoleh dari penilaian sikap siswa yang sudah menunjukkan kedisiplinan di kelas, seperti kedisiplinan dalam kesiapan pelajaran dan menepati waktu dalam melakukan langkah. b) Minat Pada siklus III ini siswa terlihat lebih antusias terhadap pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan metode CIRC dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Minat siswa, peneliti nilai dari antusias siswa untuk mengikuti setiap aturan main dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek. Siswa juga terlihat lebih tekun mengerjakan tugas yang diberikan guru. Siswa yang menunjukkan minat terhadap pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan metode CIRC sebanyak 88% atau sejumlah 16 siswa. Keadaan ini menunjukkan minat siswa pada siklus III lebih baik daripada siklus sebelumnya. Minat siswa juga diperhatikan dari hasil wawancara 16 siswa yang menyatakan mereka suka dengan pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan menggunakan metode CIRC. c) Keaktifan Keaktifan siswa pada waktu proses pembelajaran apresiasi cerita pendek dilihat dari kemampuan siswa untuk terlibat aktif mendiskusikan masalah, bertanya pada guru, dan menjawab pertanyaan guru secara lisan. Siswa yang sudah menunjukkan keaktifan dengan cara mengungkapkan pendapat bertanya, menjawab pertanyaan, dan aktif dalam kegiatan diskusi sebanyak 14 siswa. Persentase keaktifan siswa yang peneliti simpulkan dari rubrik penilaian proses pembelajaran apresiasi cerita pendek adalah 77%.
Keaktifan pada siklus III ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan sebanyak 16% atau 3 siswa dibandingkan dengan siklus II. d) Kerja sama Siswa yang sudah menunjukkan sikap bekerja sama dengan anggota kelompoknya sebanyak 16 siswa. Persentase kerja sama siswa sebanyak 88%. Hal ini peneliti simpulkan dari hasil pengamatan selama pembelajaran apresiasi cerita pendek. Siswa bekerja sama dalam kelompok dan saling membantu dalam menyelesaikan masalah. Siswa mulai antusias untuk menjadi kelompok yang terbaik, sehingga kemampuan kerja sama siswa meningkat. Selain itu, berdasarkan angket kinerja kelompok diketahui bahwa semua anggota kelompok sudah melakukan tugasnya dengan baik. Hal ini nampak dari hasil angket yang menunjukkan 0% siswa menyatakan tidak pernah, 43% siswa menyatakan kadang-kadang, dan 57% siswa menjawab sering (rekap angket terlampir pada lampiran 4.7 siklus III). e) Kesungguhan Kesungguhan siswa yang peneliti nilai adalah dari perhatian terhadap penjelasan guru dan kemampuan menyelesaikan masalah. Siswa terlihat lebih serius dalam memperhatikan penjelasan guru. Siswa nampak bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Siswa
yang
menunjukkan
kesungguhannya
dalam
pembelajaran apresiasi cerita pendek sejumlah 17 siswa atau 94%. Penilaian kemampuan apresiasi cerita pendek dengan sistem penilaian yang sama dengan siklus II, yaitu menggunakan instrumen tes tertulis dan perbuatan. Dalam tes tertulis siswa diberikan pertanyaan sebanyak 25 soal yang terdiri dari soal pilihan ganda, isian, dan jawaban singkat. Soal-soal tersebut mencakup kemampuan menganalisis unsur intrinsik dan menceritakan kembali cerita pendek yang dibaca. Tes perbuatan dilakukan dengan menyuruh siswa maju satu per satu untuk menceritakan kembali isi cerita pendek yang dibaca dengan aspek
penilaian yang sama dengan siklus II, yaitu (1) kelengkapan isi, (2) keruntutan alur, (3) kemampuan penggunaan bahasa, meliputi pelafalan dan pemilihan kosakata, dan (4) sikap dalam berbicara yang terdiri dari kelancaran dan pandangan mata kepada audiens. Berdasarkan lembar penilaian kemampuan menceritakan kembali isi cerita pendek pada siklus III diperoleh nilai rata-rata 78,72 (sudah mencapai KKM) dengan nilai yang tertinggi 89 dan nilai terendah 61 (terlampir dilampiran 4.14 siklus III). Kemampuan apresiasi cerita pendek merupakan gabungan antara tes tertulis dan perbuatan. Berdasarkan lembar penilaian kemampuan apresiasi cerita pendek pada siklus III diperoleh nilai ratarata kelas 84,11 (sudah berada di atas KKM) dengan nilai tertinggi 94 dan nilai terendah 66 (terlampir di lampiran 4.15 siklus III). Siswa yang mampu memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebanyak 18 siswa atau 100% dari jumlah seluruh siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan. d. Analisis Refleksi Siklus III Berdasarkan hasil pengamatan penelitian pada siklus III, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan menerapkan metode CIRC sudah mengalami peningkatan yang baik. Proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran siklus sebelumnya, baik siklus I maupun siklus II. Hal ini ditandai dengan beberapa hal berikut. 1) Siswa yang memperoleh nilai di atas ketuntasan minimal (KKM) sudah mencapai 100% atau 18 siswa, dengan nilai rata-rata 84,11. 2) Siswa sudah mampu menceritakan isi cerita pendek dengan baik dengan ditunjukkan nilai yang diperoleh siswa yang mencapai ketuntasan minimal (KKM) sebanyak 15 siswa atau 83%, dengan nilai rata-rata 78,72. 3) Keaktifan siswa dalam pembelajaran yang berlangsung dalam kerja kelompok sudah mengalami peningkatan. Partisipasi seluruh anggota
kelompok, tukar pendapat, bertanya, dan saling membantu antar anggota kelompok sudah cukup bagus, hal ini dilihat dari pengamatan peneliti juga dari angket yang diisi oleh siswa. 4) Keseriusan dan konsentrasi siswa meningkat, walaupun memang masih saja ada siswa yang berbincang-bincang sendiri. Kedisiplinan, kerja sama, keaktifan, dan kesungguhan siswa dalam mengikuti pembelajaran sudah semakin meningkat. 5) Keterampilan guru dalam mengelola kelas dan menjelaskan meteri dengan menerapkan metode CIRC sudah baik. Guru telah mampu menciptakan situasi pembelajaran yang mendukung siswa untuk aktif, berkonsentrasi, serta termotivasi untuk belajar. Control atau pengawasan guru dalam kelompok cukup baik, bahkan guru berkeliling ke tiap-tiap kelompok dan kadang duduk untuk mendengarkan pembicaraan siswa dalam berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Berdasarkan hasil analisis di atas, tindakan pada siklus III dikatakan berhasil. Peningkatan terjadi pada beberapa indikator dibandingkan siklus sebelumnya. Nilai rata-rata kelas sudah mencapai batas ketuntasan. Dengan demikian, penelitian pembelajaran apresiasi cerita pendek menggunakan metode CIRC dipandang sudah berhasil diterapkan di kelas V SD Negeri IV Pulutan wetan.
C. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan tindakan yang dilakukan oleh peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode CIRC dapat meningkatkan kualitas proses maupun hasil pembelajaran apresiasi cerita pendek pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Secara garis besar penelitian ini telah berhasil menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan peneliti pada bab I, yaitu apakah penerapan metode CIRC dapat meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil pembelajaran apresiasi cerita pendek siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan tahun ajaran 2009/2010?
Adapun jawaban untuk perumusan masalah di atas adalah: Penelitian tindakan kelas pada siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan dapat meningkatkan kemampuan apresiasi cerita pendek. Data ini dapat dinilai dari peningkatan kualitas proses dan hasil. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga siklus, dengan uraian kegiatan sebagai berikut: peneliti mengadakan survei awal sebelum mengadakan siklus I. Survei awal ini dilakukan oleh peneliti dalam rangka untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di lapangan. Berdasarkan survei awal tersebut, peneliti mengetahui ada masalah dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan. Rendahnya kualitas proses dan hasil pada pembelajaran kemampuan cerita pendek adalah masalah yang paling menonjol di antara masalah lainnya. Oleh karena itu, peneliti dan guru berkolaborasi untuk menemukan solusi, yakni dengan menerapkan metode CIRC dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek. Setelah itu, peneliti dan guru menyusun rencana pembelajaran guna melaksanakan siklus I. Pada siklus I ini, guru dan peneliti menerapkan metode CIRC sebagai metode pembelajaran dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan berdasar pada kompetensi dasar yang disesuaikan dengan silabus, yaitu “Menyimpulkan isi cerita anak dalam beberapa kalimat”. Judul cerita pendek yang disepakati dalam siklus ini adalah ”Kado untuk Emak”. Judul ini dipilih karena latar ceritanya sesuai dengan kehidupan siswa yang berada di lingkungan pedesaan, bahasa yang digunakan juga sesuai dengan usia anak sehingga mudah di cerna. Selain itu, tema dalam cerpen ini juga sesuai dengan psikologi anak kelas V SD yang menyukai tema kekeluargaan. Adapun tugas yang harus dikerjakan siswa adalah siswa menjawab soal-soal berisi tentang unsur-unsur intrinsik cerita pendek dan menceritakan kembali isi cerita pendek yang dibaca, selain itu, siswa maju satu per satu untuk menceritan isi cerita pendek secara lisan di depan kelas. Deskripsi hasil pembelajaran yang menyatakan bahwa masih terdapat beberapa
kekurangan
atau
kelemahan
di
dalam
pelaksanaan
tindakan
pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan menerapkan metode CIRC diperoleh
dari pelaksanaan siklus I. Kelemahan tersebut berasal dari guru, maupun siswa. Kelemahan yang ditemukan dari guru, yaitu: (1) guru kurang menguasai kelas; (2) guru belum mampu menerapkan metode CIRC dengan baik; (3) guru belum mampu mengontrol siswa dalam kelompok; dan (4) guru belum mampu mendukung siswa untuk aktif dalam kelas maupun kelompok. Kelemahan yang ditemukan dari siswa, yaitu: (1) siswa kurang disiplin pada waktu mengikuti pelajaran apresiasi cerita pendek; (2) masih banyak siswa yang tidak aktif dalam kelompok maupun dalam pembelajaran; (3) pada waktu ada siswa yang maju, banyak siswa yang tidak mendengarkan (perhatian siswa kurang); (4) ada beberapa siswa yang tidak sunggguh-sungguh mengerjakan tugas seperti tidak melakukan kegiatan membaca berpasangan; (5) saat guru melakukan tanya jawab dengan siswa pada waktu pembelajaran, hanya beberapa siswa yang aktif memberikan pertanyaan dan menanggapinya; dan (6) saat siswa menceritakan kembali isi cerita pendek di depan kelas, masih banyak yang menunduk dan terlihat menghafal. Kelemahan dari penerapan metode CIRC, yaitu: (1) guru belum memahami cara menerapkan metode CIRC, sehingga belum jelas saat menjelaskan kepada siswa membuat para siswa kebingungan dan mengeluh; dan (2) siswa belum begitu memahami tentang cara menceritakan isi cerita pendek di depan kelas. Siklus II dilaksanakan untuk mengatasi kekurangan atau kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran siklus I. Pada siklus II ini, guru masih menerapkan metode CIRC. Cerita pendek yang diberikan kepada siswa berbeda dengan cerita pendek pada siklus I. Cerita pendek yang diberikan pada siklus II berjudul “Kena Batunya”. Alasan pemilihan cerpen ini, yaitu: latar cerpen sesuia dengan kondisi siswa berupa kehidupan di sekolah dasar, bahasa yang digunakan juga sesuai dengan kemampuan siswa sehingga mudah untuk dimengerti, serta tema yang digunakan sesuai dengan psikologis siswa yang menyukai cerita lucu dan persahabatan. Rancangan pembelajaran yang dibuat oleh guru dan peneliti berdasarkan kompetensi dasar yang sama dengan siklus I, yaitu “Menyimpulkan isi cerita anak dalam beberapa kalimat”. Tugas yang diberikan kepada siswa
masih sama dengan siklus I, yaitu menjawab soal dan menceritakan isi cerita pendek di depan kelas. Berdasarkan hasil deskripsi tindakan masih terdapat beberapa kekurangan dalam pelaksanaan siklus II. Kekurangan yang ada pada siklus II berasal dari guru maupun siswa. Kekurangan guru adalah guru belum sering melakukan kontrol terhadap kelompok siswa, sehingga kedisiplinan dan kerja sama siswa dalam kelompok kurang. Dalam siklus II ini siswa mempunyai beberapa kekurangan antara lain: (1) siswa kurang aktif dalam pelaksanaan pembelajaran; (2) masih ada siswa yang belum disiplin saat pembelajaran berlangsung; dan (3) siswa belum mempraktikkan cara menceritakan kembali isi cerita pendek dengan baik di depan kelas. Siklus III dilaksanakan untuk mengatasi kelemahan siklus II. Pada siklus ini masih diajarkan mengenai kompetensi dasar “Menyimpulkan isi cerita anak dalam beberapa kalimat”. Guru memberikan cerita pendek berjudul ”Asyiknya Berbagi”. Cerpen ini dipilih karena temanya sesuai dengan keadaan kesukaan siswa yakni konflik keluarga. Selain itu, cerpen ini juga menggunakan latar yang menggambarkan kesederhanaan sebuah keluarga yang hampir sama dengan kondisi siswa di rumah.Tugas yang diberikan juga sama dengan tugas yang diberikan pada siklus sebelumnya. Pada siklus ini dapat dikatakan sudah berhasil mencapai target yang diinginkan. Hal ini terlihat dari kemampuan guru yang sudah berhasil mengelola kelas baik secara individual maupun kelompok. Siswa juga sudah aktif, disiplin, dan bekerja sama dengan baik. Selain itu, siswa sudah mampu mempraktikkan bagaimana menceritakan kembali isi cerita pendek dengan baik di depan kelas. Berdasarkan tindakan-tindakan yang telah dilakukan, guru dapat dikatakan telah berhasil melaksanakan pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan menerapkan metode CIRC, sehingga mampu menarik minat siswa yang membuat meningkatnya hasil kemampuan apresiasi cerita pendek siswa. Dengan metode CIRC siswa lebih mudah melakukan apresiasi cerita pendek terutama dalam menganalisis unsur intrinsik dan menceritakan kembali isi cerita pendek yang dibaca. Keberhasilan penerapan metode CIRC dalam meningkatakan kualitas
proses dan hasil pembelajaran apresiasi cerita pendek dapat dilihat dari indikatorindikator sebagai berikut. 1. Peningkatan Kualitas Proses dalam Pembelajaran Apresiasi Cerita Pendek a. Meningkatnya kedisiplinan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran apresiasi cerita pendek Pada waktu survei awal atau pada waktu tindakan belum dilakukan, siswa kurang disiplin dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini nampak pada ketidaksiapan siswa mengikuti pembelajaran. Setelah pelaksanaan tindakan, maka diperoleh kesimpulan bahwa kesiapan atau kedisiplinan siswa dalam mengikuti setiap prosedur pembelajaran meningkat. Persentase kedisiplinan diperoleh 77% (pada siklus I), menjadi 83% (pada siklus II), dan 88% (pada siklus III). b. Meningkatnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran apresiasi cerita pendek. Pada waktu survei awal, banyak siswa yang mengantuk, kurang bersemangat, dan terlihat gelisah waktu guru menjelaskan materi apresiasi cerita pendek. Siswa juga mengeluh pada waktu guru menyuruh maju untuk menceritakan isi cerita pendek yang dibaca. Ada yang mengeluh bingung karena terlalu banyak isi cerita yang harus dibicarakan, ada juga yang lupa dengan kelanjutan pembicaraan. Siswa juga mengeluh saat disuruh menganalisis unsur intrinsik cerita pendek. Setelah dilakukan tindakan, siswa terlihat lebih antusias dalam proses pembelajaran di kelas. Rasa antusias siswa terlihat pada waktu siswa dibagikan cerita pendek. Mereka penasaran cerita apa yang akan dibagikan guru pada pertemuan berikutnya. Peningkatan minat siswa dapat dilihat dari perbandingan persentase minat siswa antarsiklus, yaitu 61% (pada siklus I), 77% (pada siklus II), dan 88% (pada siklus III).
c. Meningkatnya keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran apresiasi cerita pendek Keaktifan siswa di setiap siklus semakin menunjukkan adanya peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan persentase keaktifan siswa antarsiklus, yaitu 44% (pada siklus I) menjadi 61% (pada siklus II), dan 77% (pada siklus III). Pada waktu survei awal, tidak ada siswa yang tunjuk jari untuk menjawab setiap pertanyaan guru. Mereka harus ditunjuk oleh guru untuk menjawab. Setelah dilakukan tindakan, siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran keterampilan apresiasi cerita pendek. Hal ini dapat dibuktikan dari meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan mengeluarkan pendapat serta meningkatnya siswa yang maju untuk berbicara di depan kelas dengan kesadaran sendiri. Metode CIRC dapat mendorong siswa untuk selalu aktif dalam proses pembelajaran. d. Meningkatnya kerja sama siswa dalam mengikuti proses pembelajaran apresiasi cerita pendek. Kerja sama siswa pada pembelajaran apresiasi cerita pendek dengan menggunakan metode CIRC sudah tercipta dengan baik. Pada waktu survei awal, kerja sama siswa belum tercipta. Mereka masih bekerja secara individu, sehingga siswa yang tidak bisa tetap saja tidak mampu menyelesaikan tugasnya sedangkan siswa yang pintar semakin pintar. Setelah dilakukan tindakan, kerja sama antarsiswa terjalin dengan baik. Peningkatan ini dapat dilihat dari persentase di siklus I sebesar 61% menjadi 77% di siklus II kemudian menjadi 88% di siklus III. e. Meningkatnya kesungguhan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran apresiasi cerita pendek. Kesungguhan siswa juga meningkat dalam hal mengikuti pembelajaran apresiasi
cerita
pendek.
Mereka
nampak
lebih
serius
dalam
memperhatikan materi yang disajikan guru dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Hal ini dipicu dengan adanya tantangan untuk mendapatkan nilai yang terbaik agar mendapatkan hadiah baik berupa
pujian maupun barang. Kesungguhan siswa meningkat dari 61% di siklus I menjadi 83% di siklus II, dan 94% di siklus III. Adapun peningkatan kualitas proses pembelajaran apresiasi cerita pendek dalam pelaksanan tindakan siklus I, siklus II, dan siklus III dapat digambarkan pada rekapitulasi data dalam bentuk tabel dan grafik berikut ini. Tabel 12. Rekapitulasi Hasil Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran Apresiasi Cerita Pendek dalam Pelaksanaan Tindakan Siklus I, II, dan III No
Indikator
Persentase Siklus I
1
Kedisiplinan
siswa
dalam
mengikuti 77%
Siklus II
Siklus III
83%
88%
77%
88%
61%
77%
77%
88%
83%
94%
pembelajaran apresiasi cerita pendek 2
Minat
siswa
dalam
mengikuti 61%
pembelajaran apresiasi cerita pendek 3
Keaktifan
siswa
dalam
mengikuti 44%
pembelajaran apresiasi cerita pendek 4
Kerja sama
siswa
dalam mengikuti 61%
pembelajaran apresiasi cerita pendek 5
Kesungguhan siswa dalam mengikuti 61% pembelajaran apresiasi cerita pendek
100%
% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
minat
kedisiplinan
keaktifan
Kerja sama
kesungguhan
Keterangan: Siklus I
:
Siklus II
:
Siklusi III :
Gambar 3. Grafik Tabulasi Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran Apresiasi Cerita pendek 2. Peningkatan Kualitas Hasil dalam Pembelajaran Apresiasi Cerita Pendek Peningkatan kualitas hasil dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek ini dinilai dari penilaian perbuatan dan penilaian apresiasi cerita pendek (gabungan antara penilaian perbuatan dan tes tertulis). Sebelum diadakan tindakan kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita pendek di depan kelas masih sangat kurang. Siswa mengaku masih malu bercerita ke depan. Selain itu, mereka juga bingung mau bercerita di bagian mana karena merasa terlalu banyak yang harus diceritakan. Hal ini membuat hasil cerita mereka tidak runtut, tidak lengkap, dan menggunakan bahasa yang kurang tepat. Berdasarkan hasil tes pratindakan, kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita pendek di depan kelas hanya 1 siswa atau 5% yang mendapat nilai ≥ 65, sedangkan 17 siswa yang lain mendapat nilai < 65. Setelah dilakukan tindakan, kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita pendek di depan kelas meningkat. Pada siklus I siswa yang mendapatkan nilai ≥ 65 sebanyak 4 siswa atau 22%. Tindakan siklus II mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi
cerita pendek di depan kelas yakni siswa yang mendapat nilai ≥ 65 sebanyak 9 siswa atau 50% dari jumlah siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan. Pada siklus III kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita pendek di depan kelas yang mencapai nilai ≥ 65 meningkat menjadi 15 siswa atau 83%. Kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan soal tertulis yang berisi tentang analisis unsur intrinsik dan menceritakan isi cerita pendek dengan ringkas pada tes pratindakan masih rendah. Siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM hanya mencapai 38% dari jumlah siswa. Setelah diadakan tindakan, kemampuan siswa menjawab soal tertulis meningkat. Pada siklus I terdapat 77% siswa yang mendapat nilai di atas KKM. Pada siklus II kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan soal tertulis meningkat menjadi 88% siswa yang mendapat nilai di atas KKM. Pada siklus III semua (100%) siswa mendapatkan nilai di atas KKM dalam menjawab pertanyaan soal tertulis mengenai apresiasi cerita pendek. Sesuai dengan apa yang disampaikan sebelumnya, bahwa kemampuan apresiasia cerita pendek pada siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan merupakan gabungan dari nilai perbuatan (menceritakan kembali isi cerita pendek di depan kelas) dengan kemampuan siswa dalam menjawab soal tertulis yang diberikan guru. Sebelum dilakukan tindakan, kemampuan siswa dalam apresiasi cerita pendek tergolong rendah. Siswa yang mendapatkan nilai ≥ 65 hanya 4 siswa atau 22% dari 18 siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan. Setelah dilakukan tindakan siklus I jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 65 meningkat menjadi 10 siswa (55%). Pada siklus II kemampuan siswa mengalami peningkatan yang cukup berarti menjadi 16 siswa (88%). Pada siklus III semua siswa (100%) sudah mencapai nilai ≥ 65. Secara ringkas, kenaikan kemampuan nilai apresiasi cerita pendek pada siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan dapat dilihat dari tabel dan grafik berikut ini.
Tabel 14. Tabel Rekapitulasi Peningkatan Kemampuan Apresiasi Cerita Pendek No
1
Indikator
Kemampuan menceritakan
siswa
Presentase Pratindakan
Siklus I
Siklus II
Siklus III
5%
22%
50%
83%
38%
77%
88%
100%
22%
55%
88%
100%
dalam
kembali
isi
cerita pendek di depan kelas 2
Kemampuan siswa menjawab soal secara tertulis
3
Kemampuan
siswa
dalam
mengapresiasi cerita pendek (nilai akhir) 100%
100%
88%
% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
55%
22%
Pratindakan
Siklus I
Silus II
Siklus III
Gambar 5. Grafik Tabulasi Nilai Apresiasi Cerita Pendek
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan kajian teori, hasil penelitian, dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1. Penerapan metode CIRC dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran apresiasi cerita pendek pada siswa kelas V SD Negeri IV Pulutan Wetan terbukti dengan adanya peningkatan proses pembelajaran sebagai berikut: a. Meningkatnya kedisiplinan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran apresiasi cerita pendek. Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya kedisiplinan siswa selama mengikuti kegiatan proses pembelajaran apresiasi cerita pendek pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Persentase kedisiplinan diperoleh antarsiklus, yaitu 77% (pada siklus I), menjadi 83% (pada siklus II), dan 88% (pada siklus III). b. Meningkatnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran apresiasi cerita pendek. Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya minat siswa selama mengikuti kegiatan proses pembelajaran apresiasi cerita pendek pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Peningkatan minat siswa dapat dilihat dari perbandingan persentase minat siswa antarsiklus, yaitu 61% (pada siklus I), 77% (pada siklus II), dan 88% (pada siklus III). c. Meningkatnya keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran apresiasi cerita pendek. Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya keaktifan siswa selama mengikuti kegiatan proses pembelajaran apresiasi cerita pendek pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Perbandingan persentase keaktifan siswa antarsiklus, yaitu 44% (pada siklus I) menjadi 61% (pada siklus II), dan 77% (pada siklus III).
d. Meningkatnya kerja sama siswa dalam mengikuti proses pembelajaran apresiasi cerita pendek. Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya kerja sama siswa selama mengikuti kegiatan proses pembelajaran apresiasi cerita pendek pada siklus I dan siklus II. Peningkatan ini dapat dilihat dari persentase di siklus I sebesar 61% menjadi 77% di siklus II kemudian menjadi 88% di siklus III. e. Meningkatnya kesungguhan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran apresiasi cerita pendek. Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya kesungguhan siswa selama mengikuti kegiatan proses pembelajaran apresiasi cerita pendek. Kesungguhan siswa meningkat dari 61% di siklus I menjadi 83% di silklus II, dan 94% di siklus III. 2. Penerapan metode CIRC dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita pendek. Hal ini ditandai dengan nilai rata-rata siswa yang mengalami peningkatan pada tiap siklusnya. Pada siklus I jumlah siswa yang mencapai KKM masih belum mencapai 75%. Namun ada peningkatan dari survei awal, yaitu 4 siswa (22%) yang mencapai nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) meningkat menjadi 10 siswa (55%). Kenaikan sebesar 33%. Nilai rata-rata kelas sebesar 62,11 juga belum mencapai KKM. Pada siklus II meningkat sebanyak 16 siswa (88%) sudah mencapai KKM atau peningkatan sebesar 33% dari siklus I. Peningkatan ini sudah mencapai 75% nilai ketuntasan klasikal, walaupun demikian masih perlu dilanjutkan dengan siklus III untuk meningkatkan kualitas hasil dan proses yang maksimal. Setelah dilakukan uji kompetensi siklus III semua siswa telah mampu mencapai KKM. Pada siklus III ini ketuntasan maksilmal mencapai 100% dengan nilai rata-rata 84,11.
B. Implikasi Penelitian ini mampu memberikan gambaran tentang keberhasilan kualitas hasil dan kualitas proses pembelajaran. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari pengaruh guru, siswa, media pembelajaran, metode pembelajaran, dan sumber belajar. Metode pembelajaran yang tepat akan menghasilkan proses dan hasil pembelajaran yang baik, begitu juga dengan faktor yang saling mempengaruhi satu sama lain. Kemampuan guru untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan sumber belajar yang tepat juga akan memudahkan siswa menyerap pelajaran sehingga lebih termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Selain itu persiapan pembelajaran yang tepat juga akan berdampak pada kualitas proses pembelajaran yang baik. Kualitas hasil dan proses akan meningkat dengan metode dan media yang tepat. Guru memang harus pandai memilih metode dan media yang akan digunakan sebelum mengajar agar menghasilkan proses dan hasil yang baik. Metode dan media yang digunakan harus disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan dalam pelajaran. Penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas hasil dan kualitas proses pembelajaran apresiasi cerita pendek dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dapat membantu siswa dalam memahami cerita pendek yang dibaca siswa. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dapat membantu siswa mempermudah dalam menganalisis unsur-unsur intrinsik cerita pendek. Metode ini juga mampu menuntun siswa untuk menemukan ide pokok pada setiap paragraf dan menyusunnya dalam ringkasan cerita yang runtut. Siswa menunjukkan minat yang tinggi ketika belajar dengan Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Siswa juga dilatih untuk bekerja sama menyelesaikan masalah. Penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk guru dalam memberikan alternatif metode pembelajaran dalam merangsang minat, keaktifan, dan kesungguhan siswa sehingga siswa dapat mengembangkan potensi mereka masing-masing.
Penelitian ini juga memberikan penjelasan bahwa pembelajaran apresiasi cerita pendek bukan hanya bertujuan untuk mentransformasikan pengetahuan saja, tetapi juga membutuhkan peran aktif siswa dalam kegiatan apresiasi cerita pendek. Interaksi aktif ini diperlukan untuk mewujudkan komunikasi yang efektif dalam proses pembelajaran. Di sisi lain, keaktifan tidak akan terwujud secara maksimal jika tidak ada minat atau rasa tertarik terhadap pembelajaran. Oleh karena itu, hasil penelitian ini memberikan rujukan bahwa dengan memperhatikan sesuatu yang dapat menarik perhatian, maka perilaku siswa dalam proses pembelajaran dapat berubah ke arah yang lebih baik. Metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) merupakan metode yang merangsang siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran dan membimbing mereka proses pembelajaran apresiasi cerita pendek.
C. Saran Berdasarkan simpulan dan implikasi hasil penelitian di atas perlu diperhatikan beberapa hal untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran apresiasi cerita pendek di tingkat SD/MI. Penulis menyarankan sebagai berikut. 1. Bagi Guru a. Guru dapat mengenalkan metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) terhadap rekan sejawatnya, sehingga guru yang lain juga dapat mempraktikkan metode ini dalam pembelajaran apresiasi cerita pendek. b. Guru sebaiknya memilih media, metode dan sumber belajar yang tepat sesuai dengan materi yang akan diajarkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. c. Guru seharusnya cepat dalam beradaptasi dengan metode pembelajaran yang baru, sehingga memperlancar proses pembelajaran. d. Guru dapat mencari metode pembelajaran lain yang lebih inovatif dan kreatif untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran serta agar siswa tidak mengalami kejenuhan.
2. Bagi Siswa a. Siswa sebaiknya lebih kritis dan terbuka terhadap hal-hal baru yang mereka peroleh sehingga mampu menunjang proses dan hasil belajar mereka di sekolah. b. Siswa seharusnya mematuhi perintah guru selama perintah itu mampu meningkatkan kemampuan mereka, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. c. Siswa sebaiknya lebih aktif dan bersungguh-sungguh selama proses pembelajaran berlangsung. 3. Bagi Sekolah a. Pihak sekolah sebaiknya menyediakan media dan sumber pembelajaran bahasa terutama buku-buku cerita pendek di perpustakaan agar dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang materi ini. b. Pihak sekolah sebaiknya semakin giat memberikan motivasi kepada guru untuk terus mengembangkan diri dengan melakukan banyak penelitian. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru dan keterampilan mengajar guru. c. Sekolah hendaknya memberikan kesempatan dan dukungan kepada pendidik untuk menggunakan metode pembelajaran yang lebih bervariasi. 4. Bagi peneliti lain a. Peneliti yang lain hendaknya mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dengan metode CIRC dengan mengembangkan strategi pembelajaran yang berbeda, dan dapat berkolaborasi dengan guru secara optimal. b. Peneliti lain diharapkan mampu menciptakan metode pembelajaran baru yang lebih efektif dan efisien untuk meningkatkan kemampuan apresiasi cerita pendek siswa.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara Arsyat, Maidar G., dkk. 1986. Kesusastraan II. Jakarta: Karunika Baruadi, Moh. Karmin. 2005. “Profil Pengajaran Sastra: Wacana Pengajaran Sastra Berbasis Kawasan”. Jurnal Pendidikan, Tahun Ke-1, No.053, Maret 2005 Calderón, M., Hertz-Lazarowitz, R., Ivory, G., dan Slavin, R. E. 1997. Effects of Bilingual Cooperative Integrated Reading and Composition on Students Transitioning from Spanish to English Reading. United States of America: The Center for Research on the Education of Students Placed at Risk (CRESPAR) Canadian Council on Learning. 2009. “Lesson in Learning”. Dalam http://www.ccl-cca.ca/pdfs/LessonsInLearning/09_23_09EN.pdf. diakses pada tanggal 31 Maret 2010 Cruickshank, Donald R, Bainer, Deboraf L, dan Metcalf, Kim K. 1999. The Act of Teaching. United States of America: The Mcgraw-Hill Companies Felder, Richard M dan Brent, Rebecca. 2007. “Cooperative Learning”. Dalam http://www4.ncsu.edu/unity/lockers/users/f/felder/public/Papers/CLChap ter.pdf. diakses pada tanggal 31 Maret 2010 Harnanto, Dick dan Rahmanto, B. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius Haryaningsih, Eny. 2005. “Peningkatan Kemampuan Apresiasi Cerita Pendek dalam Pembelajaran Sastra dengan Pendekatan Apresiasi Sastra (Sebuah Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa SMP Negeri 3 Nguter Sukoharjo)”. Thesis. Surakarta: Program Pascasarjana UNS (tidak diterbitkan).
Heri, Dwi Admojo, Sugianto, dan Sukamto. 2003. “Strategi Pembelajaran Kooperatif dan Motivasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia”. Teknodika, Vol 1 No. 1, Maret 2003 Kessler, Carolyn. 1992. Cooperative Language Learning.: A Teacher Resource Book. United States of America: Prentice Hall Regents Kinayati. 2006. “Pesona Karya Sastra dalam Pendidikan dan Pengajaran”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No.063, Tahun Ke-12, November 2006 Mulyasa, Enco. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan: Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya Musfiroh, Tadkirotun. 2008. Memilih, Menyusun dan Menyajikan Cerita untuk Anak Usia Dini. Yogyakarta: Tiara Wacana Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: PT. BPFE --------------------------. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius Roi’uddin, Ahmad dan Zuhdi, Darmiati. 2001. Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Di Kelas Tinggi. Malang: Universitas Negeri Malang Sayuti, Suminto A. 1996. Apresiasi Prosa Fiksi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Semi, M. Atar. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media Solihatin, Etin dan Raharjo. 2007. Cooperatif Learning: Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya Sumantri, Mulyani dan Permana, Johar. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Maulana Suprayekti. 2006. “Stategi Penyampaian Pembelajaran Kooperatif”. Jurnal Pendidikan Penabur, Tahun ke-V, No. 07, Desember 2006 Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: Teori & Aplikasi PAIKEM. Surabaya: Pustaka Pelajar Supriyadi, dkk. 1992. Pendidikan Bahasa Indonesia 2: Buku II Modul 7-12. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Suroto. 1990. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra untuk SMTA. Jakarta: Erlangga Suwandi, Sarwiji. 2008. Model Asesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Suwarto. 2009. “Upaya Peningkatan Kemampuan Membaca dan Menulis Siswa dengan Metode Kooperatif Integrasi dan Komposisi (CIRC): Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas I SD Negeri I Eromoko Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri”. Thesis. Surakarta: Program Pascasarjana UNS (tidak diterbitkan) Tarigan, Herny Guntur. 1993. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa Toha, Riris K. dan Sarumpaet. 2002. Sastra Masuk Sekolah. Magelang: Indonesia Tera Waluyo, Herman J. 2006. Puisi Prosa Fiksi dan Drama: Bagian II. Surakarta: Sebelas Maret Unuversity Press Yudiono KS. 2000. Ilmu Sastra: Ruwet, Rumit, dan Resah. Semarang: Mimbar