MENINGKATKAN KETERAMPILAN SISWA MEREPRODUKSI CERITA PENDEK MELALUI STORY MAPPING M. Yunus dan Ida Rosmalina*) Abstract: This study is aimed at finding out the contribution of a writing technique called Story Mapping to minimize the students’ problem in paragraph writing. The population of the study were the first-year students of class I.5 of SMA Negeri 3 Palembang. The participants were 40 students who were the members of the class. The participants were all selected since this study was a classroom action research, aiming to find a solution to the problem faced by the students. Preliminary data were gained by interviewing the class English teacher and the first-year students who were having a problem in reproducing English texts especially short stories. This was reflected by their low achievement in paragraph writing tests. This study was carried out in three cycles. The data were gained by observations, pre-test, progress tests at the end of each cycle, and post-test. These data were then triangulated and validated using descriptive and inferential statistics. The results of the study demonstrated that (1) the students’ scores of writing achievement improved after the application of Story Mapping; and (2) there was a difference in the mean scores of their writing test before and after the application of Story Mapping. In conclusion, the application of Story Mapping could be considered as one of the techniques of solving the students’ writing low achievement especially for the first-year students of SMA Negeri 3 Palembang. Keywords: achievement, story mapping, paragraph writing
Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMA dinyatakan bahwa penekanan pengajaran menulis bagi siswa adalah siswa dapat menuliskan kalimat yang benar dalam bentuk paragraf dan berbagai bentuk wacana lainnya secara sederhana, baik itu wacana deskripsi ataupun narasi. Akan tetapi kenyataan yang ada ialah banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mata pelajaran Bahasa Inggris disebabkan fungsinya yang hanya sebagai bahasa asing di Indonesia sehingga pengajarannya pun tampaknya bagi siswa tidak terlalu diperhatikan. Hanya beberapa siswa yang telah memahami betapa pentingnya peranan Bahasa Inggris dalam mengejar pengetahuan dan komunikasi secara global yang berpacu hendak menguasai bahasa tersebut. Sehubungan dengan pernyataan di atas dan berdasarkan data awal yang didapat penulis melalui wawancara dengan guru Bahasa Inggris dan siswa kelas satu, pembelajaran menulis dalam Bahasa Inggris merupakan beban bagi siswa. Menulis merupakan salah satu keterampilan bahasa yang paling akhir atau bahkan mungkin
yang paling sukar untuk dipelajari (Rosmalina, 2002). Hal ini disebabkan oleh banyaknya elemen yang dicakupnya, misalnya kesatuan (unity), susunan (order), pertautan (coherence), kelengkapan (completeness), dan pengembangan paragraf yang seimbang. Di samping itu, menulis juga merupakan keterampilan yang berkait erat dengan keterampilan-keterampilan lainnya yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, dan keterampilan membaca yang terintegrasi dengan baik. Di lain pihak, pengajaran Bahasa Inggris di Indonesia adalah sebagai bahasa asing yang menekankan pada keterampilan menulis kalau seseorang ingin mengikuti perkembangan umum pengajaran Bahasa Inggris terkini (Xing dan Jin, 1989). Dalam upaya memahami Bahasa Inggris siswa biasanya menggunakan analogi-analogi sesuai dengan kaidah-kaidah yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Tidaklah mengherankan kalau banyak siswa yang melakukan kesalahankesalahan dalam menulis berBahasa Inggris. Kenyataan ini didukung oleh Saleh (1992) yang menyatakan bahwa banyak lulusan SMA dan bahkan mahasiswa yang belum mengetahui
*) M. Yunus dan Ida Rosmalina adalah dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Unsri 113
114 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008
bagaimana cara menulis paragraf ataupun karangan dengan baik yang menggunakan prinsipprinsip penulisan yang benar. Selanjutnya menurut Pica (1986:6) terkadang pembelajaran menulis merupakan sumber keputusasaan baik bagi siswa maupun guru. Hal ini terjadi karena siswa dituntut untuk menuliskan sesuatu yang jauh melebihi tingkat pengetahuan tata bahasa dan organisasi retoris mereka dalam mengungkapkan pikiran secara tertulis, terutama dalam bahasa asing seperti Bahasa Inggris. Akibatnya siswa menjadi bingung, tertekan, dan bosan dengan adanya tugas menulis. Akan tetapi siswa harus tetap diberi semangat untuk mengekspresikan ide, pengalaman, pendapat, dan perasaan mereka karena menulis itu sendiri sebenarnya adalah pemikiran yang tertulis (Finocchiaro dan Bonomo, 1989:86). Karenanya, apabila siswa dituntut untuk memiliki keterampilan menulis, mereka haruslah diberi kesempatan untuk menulis. Berdasarkan hasil wawancara singkat antara penulis dengan beberapa orang guru yang mengajar Bahasa Inggris di SMA Negeri 3 Palembang, diketahuilah bahwa siswa banyak menemui kendala dalam menulis berBahasa Inggris. Faktor-faktor yang membuat hal ini terus berlanjut antara lain mereka tidak mempunyai ide untuk ditulis, atau kalaupun mereka mempunyai ide yang hendak dituangkan dalam bentuk tulisan, mereka tidak mengetahui bagaimana cara menulis yang baik (baca Shokrpour dan Fallahzadeh, 2007). Apabila kondisi ini terus diabaikan, dikhawatirkan siswa sama sekali tidak menyukai pembelajaran menulis sehingga mereka tidak dapat mencapai tujuan pembelajaran keterampilan menulis. Dalam kaitannya dengan menulis, membaca pemahaman tampaknya berperan penting. Penulis berpendapat bahwa kedua keterampilan tersebut sangat erat kaitannya. Ambillah penulis buku sebagai contoh. Tanpa membaca terlebih dahulu, si penulis buku tentu mengalami kesulitan mengumpulkan ide pokok ataupun ide penunjang yang akan dijadikan bahan tulisannya. Artinya, siswa harus diberi motivasi untuk membaca terlebih dahulu agar dapat paling tidak memberikan tanggapan atau pendapat ataupun ringkasan terhadap apa yang telah dibacanya. Hal ini menyiratkan, langkah pertama yang harus diambil adalah siswa harus memahami isi bacaan yang diberikan kepadanya agar dapat menuliskan kembali apa yang dibacanya.
Untuk dapat membuat siswa tertarik untuk membaca, hendaklah mula-mula mencari bahan bacaan yang menarik perhatian dan sesuai dengan minat mereka, seperti cerita pendek dan novel modern (baca Rosmalina, 1994). Cerita pendek merupakan salah satu contoh genre karya sastra yang biasa disebut juga fiksi yang biasanya akrab dengan dunia anak muda usia sekolah menengah. Dengan meminta siswa membaca cerita pendek dalam Bahasa Inggris sedikitnya ada tiga keuntungan yang diperoleh dari kegiatan ini. Pertama, siswa diberi kesempatan untuk membaca wacana berBahasa Inggris untuk meningkatkan keterampilan berBahasa Inggris mereka. Kedua, mereka diberi kesempatan untuk mengenal karya sastra dengan lebih dekat dan akhirnya dapat mengapresiasi karya tersebut dengan mambacanya langsung sehingga diharapkan dapat lebih lama “melekat” di dalam memori mereka. Yang terakhir, siswa diharapkan dapat termotivasi untuk terus membaca terutama membaca dalam ranah mata ajar (content area reading). Langkah kedua adalah dengan menyiapkan alat bantu ajar yang sesuai dengan karakteristik bacaan agar dapat membantu mereka memahami isi bacaan atau lebih tepatnya unsur intrinsik cerita. Untuk melakukan hal ini, guru haruslah membekali siswa dengan kemampuan mengapresiasi karya sastra terutama cerita pendek dan novel yang berada dekat dengan siswa. Dengan demikian, guru dapat membimbing siswa memahami unsur-unsur yang terkandung di dalam suatu cerita pendek, yaitu perwatakan dan penokohan (characters), latar cerita (setting), peristiwa cerita (beginning, middle, climax, dan denoument), tema, amanat, dan nada. Selanjutnya, setelah siswa mengenal unsur-unsur tersebut yang ada di dalam cerita, mereka diminta memasukkannya ke dalam bagan cerita yang telah dipersiapkan, yang berfungsi sebagai alat bantu ajar, lalu mereproduksi cerita tersebut dengan kalimat mereka sendiri. Adapun yang dimaksud dengan bagan cerita pada penelitian ini, yang juga berfungsi sebagai alat bantu ajar, adalah bagan yang terdiri dari unsur-unsur intrinsik cerita seperti telah dikemukakan pada bagian terdahulu. Bagan atau mapping diyakini dapat membantu siswa dalam mencatat, mengingat, meningkatkan pemahaman terhadap cerita atau bacaan lainnya. Bagan ini dibuat dengan maksud memudahkan siswa meng-
115 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008
analisis cerita agar dapat menentukan yang mana yang dimaksud dengan unsur-unsur intrinsik tersebut dengan tepat sebelum menuliskan kembali cerita tersebut berdasarkan unsur-unsur yang telah ada dengan versi mereka sendiri. Dengan menerapkan metode ini, kegiatan membaca pemahaman dan menulis dapat terintegrasi dengan baik. Singkat kata, dengan bagan cerita diharapkan kemampuan siswa dalam mereproduksi cerita pendek dapat meningkat. Oleh sebab itu, dalam upaya meningkatkan keterampilan siswa SMA mereproduksi cerita pendek perlu dilakukan penganalisisan cerita pendek dengan menggunakan bagan cerita. Mengingat keterampilan membaca pemahaman dan menulis deskripsi dan narasi merupakan keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa, ditambah dengan kenyataan rendahnya tingkat pemahaman bacaan dan menulis dalam Bahasa Inggris, maka penulis mengetengahkan model pembelajaran yang mungkin baru bagi guru-guru dan siswa di SMA Negeri 3 Palembang, yaitu dengan mengenalkan bagan cerita. Upaya ini dilakukan guna meningkatkan kemampuan siswa membaca pemahaman dan mereproduksi cerita pendek dalam bentuk tulisan. Masalah penelitian ini adalah apakah keterampilan siswa SMA Negeri 3 Palembang dalam mereproduksi cerita pendek melalui bagan cerita dapat meningkat. Adapun tujuan penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan siswa SMA Negeri 3 Palembang mereproduksi cerita pendek melalui bagan cerita. Pengajaran Bahasa Inggris mencakup pengajaran empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis yang terintegrasi dengan baik. Pernyataan ini didukung oleh Xing dan Jin (1989:34) dengan berpendapat bahwa Writing, as we all know, is a comprehensive ability involving grammar, vocabulary, conception, rhetoric, and other elements; it has everything to do with listening, speaking, and reading. Therefore, writing should by no means be restricted to writing courses or composition classes; it must be integrated with all the other language courses.
Tulisan atau karangan biasanya terdiri dari satu atau beberapa paragraf yang merupakan kesatuan mendasar dari organisasi tulisan yang di dalam-
nya terdapat sekelompok kalimat yang berkait erat membangun satu pikiran utama (Oshima dan Hogue, 2006). Keduanya melanjutkan bahwa struktur suatu karangan mencakup juga kalimat utama, kalimat pendukung, dan kalimat penutup. Selain itu, dua unsur penting lainnya juga harus diperhatikan, yaitu kesatuan (unity) dan pertautan (coherence). Kegiatan menulis merupakan kegiatan yang tidak alami karena harus diajarkan dengan sengaja. Tidaklah mengherankan apabila banyak siswa yang menghadapi permasalahan dalam menulis, apalagi menulis dalam bahasa asing, yaitu Bahasa Inggris yang berperan sebagai bahasa asing di Indonesia. Permasalahan tersebut umumnya berupa kesalahan-kesalahan bahasaantara (interlingual errors) yang biasanya terjadi karena analogi yang dibuat siswa dalam mencari kesejajaran bahasa tutur dengan bahasa tulis dengan menerapkan pola pikir bahasa Indonesia ataupun bahasa ibu siswa yang bersangkutan. Permasalahan yang dihadapi siswa dalam menulis seharusnya menjadi perhatian bagi pihak guru karena dengan mengenal dan memahami permasalahan yang biasanya berupa kesalahankesalahan umum yang dibuat oleh siswa serta mencari tahu penyebabnya akan mempemudah guru untuk memperbaikinya dan selanjutnya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis dalam Bahasa Inggris. Membaca merupakan suatu proses kompleks dan dinamis yang melibatkan menarik dan memperoleh makna dari suatu teks tertulis (Rubin, 1993:5). Pendapat ini didukung oleh Cooper dkk. (1988) dengan menyatakan bahwa membaca merupakan proses menyusun dan mengembangkan makna dari teks tertulis. Selain itu, Eskey dikutip oleh Rosmalina (1994) menambahkan bahwa proses membaca melibatkan proses kognitif seseorang. Sedangkan pemahaman mengacu pada pengertian, yaitu kemampuan menarik makna kata atau kelompok kata dari suatu teks tertulis (Rubin, 1993). Block (1993) menambahkan bahwa pemahaman merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan pemikiran pembaca dengan bahasa dari suatu teks yang dibacanya. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapatlah disimpulkan bahwa membaca pemahaman merupakan proses memaknai ide yang tertulis lewat interpretasi dan interaksi bermakna terhadap suatu bahasa. Bagan cerita pada dasarnya sama dengan
116 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008
semantic mapping, semantic webbing, mind mapping yang menuntut siswa membuat bagan-bagan dari wacana yang dibacanya. Informasi yang ada di dalam suatu wacana harus dapat dipilah oleh siswa agar mampu menyusun organisasi wacana yang dibaca dengan baik. Dengan menggunakan pembaganan isi wacana pada waktu siswa membaca wacana tersebut, siswa memindahkan ide-ide pokok yang ada di dalam wacana yang dibacanya ke dalam bagan atau diagram sebagai wujud pemahamannya terhadap wacana. Teknik pembelajaran dengan mapping telah digunakan bagi siswa sekolah menengah dan mahasiswa guna membantu mereka memahami wacana (Armbruster, Anderson, dan Meyer, 1991). Mapping merupakan teknik mencatat yang dikembangkan pada tahun 1970an yang didasari oleh cara kerja otak. Diyakini bahwa otak sering mengingat informasi dalam bentuk diagram, simbol, gambar, dan bentukbentuk visual (DePorter dan Hernacki, 2001:152). Tidak mengherankan mengapa teknik ini digunakan untuk dapat melihat hubungan antara ide-ide pokok yang ada di dalam suatu wacana. Pernyataan senada juga disebutkan oleh Burnes dan Page (1985:73) bahwa teknik mapping memberikan gambaran secara visual ide-ide teks. Ide-ide teks tersebut dicerna ke dalam struktur teks atau gambaran ikhtisar teks. Selaras dengan hal itu, Romanoff (1991) menjelaskan bahwa agar pembaca dapat memahami apa yang dibacanya, ia harus menemukan ide-ide pokok di dalam wacana tersebut dan sebaiknya membuat rangkuman yang berisikan ide-ide pokok tersebut. Dengan bantuan bagan,
Judul & Pengarang
Konflik
Waktu & Tempat
Klimaks
siswa dapat merangkum ide-ide pokok dari wacana yang dibacanya. Di samping itu, pembaganan dapat membantu siswa mengingat perkataan dalam bacaan, meningkatkan pemahaman terhadap materi, membantu mengorganisasikan materi, dan memberi wawasan baru (DePorter dan Hernacki, 2001:175). Kedua penulis ini menyambung dengan menyatakan bahwa pembaganan, mengingat fungsinya, dapat digunakan dalam proses membaca pemahaman dan proses menulis. Penelitian dalam dunia pendidikan dengan menerapkan teknik mapping juga sudah banyak dilakukan. Salah satu contoh adalah penelitian terhadap pemahaman bacaan yang dilakukan oleh Gordon (dalam Burnes dan Page, 1985:51) yang menggunakan teknik ini untuk meningkatkan kemampuan memahami cerita anak usia 5 tahun. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa kemampuan siswa dalam memahami wacana meningkat. Selain itu, dengan menerapkan teknik pembaganan, ide-ide penting di dalam sustu wacana dapat divisualisasikan dengan jelas dan teratur. Dengan demikian, pembaganan dapat dijadikan sarana untuk memahami dan merangkum isi wacana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mengajarkan struktur cerita kepada siswa dapat membantu mereka memahami isi cerita dengan lebih baik (Trabasso & Bouchard, 2002; Armbruster, Lehr, & Osborn, 2001, online). Struktur teks narasi mencakup tiga elemen dasar: setting, plot, dan tema. Untuk memfasilitasi kebermaknaan dan memori terhadap isi cerita, siswa perlu dikenalkan dengan struktur cerita. Salah satu alat yang dapat digunakan guru adalah storymap. Adapun pembaganan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tokoh & Watak
Resolusi
Latar Cerita
Masalah
Tema & Amanat
Nada
Diagram 1 Elemen Bagan Cerita (Story Mapping)
Pemilihan cerita pendek di dalam penelitian ini disebabkan oleh bentuknya yang singkat dan keberadaannya yang dekat dengan siswa yang rata-rata berusia remaja. Hanya saja di dalam penelitian ini, cerita pendek yang disajikan menggunakan Bahasa Inggris. Cerita pendek merupakan salah satu genre sastra yang memiliki unsur-unsur pembangun seperti penokohan dan perwatakan, latar cerita, peristiwa cerita, tema, nada, dan amanat. Unsurunsur ini dirangkai dalam mengembangkan sebuah cerita pendek (Biays & Wershoven, 1988). Pembaca cerita pendek harus mampu memahamai dan memilah perwatakan dari tokoh yang di dalam cerita tersebut berdasarkan panduan penulis. Begitupun permasalahan yang timbul, klimaks, dan cara-cara memecahkan permasalahan tokoh cerita. Di dalam suatu cerita pendek setidaknya ada satu tokoh utama yang berperan penting di dalam cerita dan yang lainnya berperan sebagai tokoh pendukung atau minor (Biays dan Wershoven, 1988). Latar cerita meruju pada tempat dan kapan peristiwa cerita berlangsung. Hal ini penting diketahui untuk melihat hubungan cerita dengan latar belakang yang memungkinkan cerita tersebut terjadi. Peristiwa cerita (events) menjawab pertanyaan apa yang terjadi di dalam cerita. Peristiwa cerita disusun dari sejumlah peristiwa kecil yang dikembangkan untuk menjalin cerita sehingga mencapai klimaks, yang merupakan titik puncak intensitas cerita sebelum cerita berakhir. Sedangkan tema merupakan pokok persoalan yang mendominasi cerita. Kadang-kadang tema disebut pula sebagai ide cerita. Penulis cerita melalui ceritanya pasti menyam-paikan sesuatu kepada pembacanya. Amanat atau pesan penulis biasanya digali dengan melihat peristiwa yang terjadi di dalam cerita. Terkadang amanat dikatakan langsung (eksplisit) oleh si penulis, akan tetapi kadangkadang juga tersirat (implisit) yaitu lewat perwatakan tokoh. Singkatnya, pembelajaran yang dilakukan mengarahkan siswa untuk memahami struktur cerita pendek yang disajikan, melengkapi bagan sesuai dengan isi cerita, dan akhirnya mereproduksi cerita pendek tersebut dengan kalimat mereka sendiri. METODE PENELITIAN
Sesuai dengan masalah dan tujuan yang
telah dikemukakan pada bagian sebelumnya dalam penelitian ini, maka penelitian ini adalah penelitian kaji tindak atau penelitian tindakan kelas (classroom action research), yang bercirikan pemecahan masalah (problem solving), yaitu untuk memecahkan masalah yang ada di lapangan, yaitu sekolah, dilanjutkan dengan upaya mendiagnosis subjek penelitian agar dapat menanggulangi masalah dengan tepat guna serta bercirikan kontekstual yaitu berdasarkan studi kasus (Roffi’uddin, 1994). Dalam penelitian ini, peneliti (dosen) berkolaborasi dengan para guru (praktisi). Penelitian ini dilakukan di kelas I.5 di SMA Negeri 3 Palembang. Pemilihan sekolah ini sebagai tempat penelitian didasari kenyataan rendahnya kemampuan siswa kelas satu dalam menulis teks berbahasa Inggris. Selain itu, tampaknya guru-guru Bahasa Inggris di sekolah ini juga perlu berkolaborasi dalam menerapkan model-model pembelajaran yang cocok guna meningkatkan kemampuan siswanya dalam mereproduksi cerita berbahasa Inggris. Dengan demikian, penelitian ini bermuara dari diagnosa kebutuhan di lapangan sehingga melibatkan guru Bahasa Inggris di sekolah tersebut. Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas I.5 tahun akademik 2007/2008 yang berjumlah 40 orang. Penelitian ini dilakukan dalam tiga (3) siklus dengan pembahasan pada awal setiap siklus berikutnya. Ini dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan siswa dalam mereproduksi cerita pendek. Penelitian tindakan kelas pada dasarnya memiliki empat aspek pada setiap siklusnya, yaitu penyusunan rencana, tindakan, observasi, dan refleksi. Keempat aspek ini dilaksanakan dalam setiap siklus dengan rentang waktu tiga bulan. Artinya pada siklus pertama direncanakan, dilaksanakan, diobservasi, dan direfleksikan pelaksanaan pengajaran Bahasa Inggris khususnya pembelajaran menulis dengan mengunakan metode story mapping. Hasil refleksi pada siklus pertama menjadi dasar untuk memodifkasi dan merencanakan tindakan pada siklus kedua, yang akan dilaksanakan, diobservasi, dan direfleksiskan pada akhir siklus kedua. Demikian selanjutnya sampai siklus ke-3 yang diselaraskan dengan kriteria keberhasilan. Untuk lebih jelasnya kegiatan penelitian ini diuraikan sebagai berikut. Perencanaan Peneliti melakukan penjajakan awal terhadap subjek penelitian yaitu siswa kelas I di
118 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008
SMA Negeri 3 Palembang. Kegiatan ini berupa wawancara untuk mengetahui pendapat dan harapan mereka mengenai mata pelajaran Bahasa Inggris, ke-giatan pembelajaran menulis dalam Bahasa Inggris, dan membaca pemahaman, serta kesulitan-kesulitan yang mereka rasakan sewaktu menulis khususnya dalam mereproduksi wacana narasi. Sedangkan wawancara terhadap guru yang mengajar Bahasa Inggris bertujuan untuk mengetahui kelemahan siswa dalam menulis dan untuk mengetahui strategi mengajar yang telah dilakukan selama ini dalam membaca wacana narasi dan memproduksinya. Selanjutnya untuk lebih akurat dalam mencari tahu kemampuan siswa tersebut dalam mereproduksi wacana narasi dalam Bahasa Inggris, diadakanlah tes awal. Tes berlangsung selama 2 x 45 menit (satu kali pertemuan). Kemudian, berdasarkan hasil wawancara dan tes awal tersebut diadakan refleksi awal penelitian tindakan ini. Kemudian disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa tersebut perlu dikembangkan model pembelajaran menulis dalam Basaha Inggris dengan menganalisis cerita pendek dengan menggunakan story mapping. Pelaksanaan Tindakan Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini terdiri dari tiga siklus, yaitu siklus I, siklus II, dan siklus III. Siklus I terdiri dari dua kali pertemuan dengan kegiaatan sebagai berikut. Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan pada pertemuan pertama meliputi (1) guru melakukan apersepsi; (2) guru menjelaskan tujuan kegiatan; (3) guru menanyakan unsur-unsur cerita pendek; (4) guru membagikan cerita pendek berjudul Three Little Pigs; (5) guru menjelaskan cara kerja menganalisis cerita pendek dengan teknik story map; (6) guru menjelaskan cara kerja menemukan serta menyusun unsurunsur cerita pendek Three Little Pigs ke dalam bagan cerita sesuai dengan model; (7) siswa berdiskusi kelompok/berpasangan mengisi unsurunsur cerita tesebut ke dalam bagan cerita; (8) siswa secara individu mereproduksi cerita tersebut dengan bahasanya sendiri; (9) guru dan siswa mengoreksi hasil reproduksi cerita yang ditulis di papan tulis, dan (10) guru kembali menanyakan unsur-unsur cerita yang terdapat di dalam cerita Three Little Pigs serta memberikan penguatan terhadap jawaban siswa. Pada pertemuan berikutnya, langkah kerja
yang dilakukan adalah (1) siswa melakukan koreksi terhadap hasil reproduksi teman sejawatnya; (2) siswa secara indivindu menulis kembali reproduksi cerita Three Little Pigs yang telah dikoreksi temannya; (3) guru bertanya apakah siswa merasa senang me-reproduksi cerita dengan menggunakan bagan cerita (story mapping) dan kendala apa saja yang mereka hadapi dalam memproduksi cerita tersebut; (4) hasil reproduksi yang telah dperbaiki dipajang di papan flannel/gabus yang ada di ruang kelas; (5) siswa diminta membaca tulisan rekannya dan menunjukkan apresiasi mereka. Siklus kedua terdiri dari dua pertemuan dengan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut. Pada pertemuan pertama (1) guru melakukan apersepsi; (2) guru membagikan cerita berjudul Little Red Riding Hood yang sudah dilengkapi dengan bagan cerita dan tempat menuliskan reproduksi cerita; (3) siswa berdiskusi mengisi bagan cerita; (4) siswa menuliskan unsur-unsur cerita di papan tulis; (5) siswa lainnya diminta menanggapi tulisan teman mereka; (6) siswa diminta meringkas isi cerita; (7) siswa mereproduksi cerita secara individu; (8) siswa diminta menuliskan hasil tulisan mereka di papan tulis; dan (10) guru menutup pelajaran dan menambahkan bahwa kegiatan akan dilanjutkan pada pertemuan berikutnya dengan revisi karangan siswa. Pertemuan kedua meliputi kegiatan (1) guru menjelaskan unsure-unsur pembangun cerita yang harus ada dalam mereproduksi cerita, seperti penokohan, peratakan tokoh, dan permasalahan; (2) siswa mengoreksi tulisan rekannya; (3) siswa menulis kembali reproduksi cerita yang telah dikoreksi rekannya; (4) guru menanyakan apakah siswa menghadapi kesulitan dalam memproduksi cerita yang mereka baca; (5) siswa menyusun hasil karya reproduksi cerita yang telah direvisi di papan flannel/gabus, dan (6) siswa membaca tulisan rekannya. Siklus ketiga juga terdiri dari dua pertemuan dengan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut. Pada pertemuan pertama langkahlangkahnya adalah (1) guru mengulang materi yang sudah diberikan pada pertemuan sebelumnya, yaitu Little Red Riding Hood dan menanyakan masalah yang terdapat di dalam cerita tersebut; (2) guru membagikan cerita/ materi baru berjudul The Enormous Turnip lengkap dengan bagan cerita dan tempat menuliskan reproduksi cerita; (3) siswa mengisi bagan
119 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008
cerita secara kelompok/berpasangan; (4) siswa mereproduksi cerita tersebut secara individu; (5) guru meminta dua orang siswa menuliskan reproduksi cerita di papan tulis; (6) guru bersama siswa mengoreksi kedua hasil karya siswa tersebut; dan (7) guru menutup pelajaran dengan menanyakan apakah pembelajaran menulis berBahasa Inggris dengan teknik story mapping menyenangkan dan membantu siswa dalam mereproduksi cerita, dan apakah siswa masih menghadapi kendala dalam kegiatan tersebut. Sedangkan langkah-langkah kerja pada pertemuan kedua adalah (1) guru menanyakan masalah, tindakan untuk pemecahan masalah, dan hasil dari tindakan tersebut seperti yang terdapat di dalam cerita The Enormous Turnip; (2) siswa menulis kembali reproduksi cerita berdasarkan masukan dari teman-temannya; (3) guru menanyakan apakah siswa masih menemui kesulitan dalam mereproduksi cerita berBahasa Inggris yang mereka baca; dan (4) siswa menyusun hasil karya reproduksi mereka di papan flannel/gabus di dinding kelas. Data diperoleh dari awal penelitian berupa hasil wawancara, observasi di kelas, dan tes awal dan tes akhir. Tes diberikan dalam bentuk meminta siswa mereproduksi cerita pendek berjudul Wind Song karya Carol Moore sebelum dan setelah tindakan dilakukan. Adapun aspek-aspek yang dinilai adalah sebagai berikut. Tabel 1 Spesifikasi Nilai Reproduksi Cerita NO 1.
2. 3. 4. 5.
UNSUR YANG DINILAI Isi (tokoh, perwatakan, alur, latar, amanat, dan tema) Organisasi isi Tata Bahasa Gaya: Struktur bahasa dan kosa kata Ejaan Jumlah
30
SKOR SISWA ……..
25 20 15
…….. …….. ……..
10 100
…….. ……...
SKOR MAKSIMUM
Berdasarkan tabel spesifikasi di atas, nilai yang diperoleh siswa berdasarkan aspek-aspek yang ada pada tabel. Selanjutnya dicari nilai ratarata kelas. Kemudian, kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan dengan tujuan mengetahui apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan format dan untuk mengetahui reaksi siswa selama tindakan tersebut dilakukan. Setelah pelaksanaan tindakan, diadakan lagi wawancara guna mengetahui apakah dengan
menerapkan metode pembelajaran menulis dengan menggunakan bagan cerita kemampuan mahasiswa dalam menulis dapat ditingkatkan dan dampak-dampak lainnya yang timbul akibat tindakan tersebut. Refleksi Informasi yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan tes akhir dijadikan bahan untuk melakukan refleksi akhir pada setiap siklus. Hasil ini ditetapkan menjadi dasar tindakan pada siklus berikutnya. Setiap data dalam bentuk tes awal dan tes akhir dimunculkan lewat tabel, kemudian dicari persentasenya. Keberhasilan tindakan ditinjau dari dua aspek, yaitu dari aspek proses dan produk atau hasil (nilai tes). Dari segi proses, tindakan dikatakan berhasil apabila terlihat antusiasme siswa dalam mengikuti proses pembelajaran membaca dan menulis cerita pendek dengan metode bagan cerita menunjukkan peningkatan. Dari segi hasil tes, tindakan dikatakan berhasil apabila 85% siswa sudah mencapai ≥65. angka 85% ditetapkan sebagai acuan belajar tuntas (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan). Di samping itu, peningkatan kemampuan siswa dilihat dari nilai rata-rata kelas. Apabila nilai rata-rata kelas setelah dilakukan tindakan lebih besar (baik pada siklus I atau pun siklussiklus berikutnya) dari nilai rata-rata kelas pada saat tes awal, dapatlah dikatakan terdapat peningkatan kemampuan siswa dalam mereproduksi cerita berbahasa Inggris melalui teknik story mapping.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum siswa diberi pelakuan dengn mengajarkan teknik story mapping dalam menganalisis cerita, siswa diberi tes awal untuk mengetahui kemampuan mereka dalam mereproduksi cerita berBahasa Inggris. Tes ini juga diberikan pada akhir penelitian untuk melihat kemajuan yang dicapai siswa setelah diterapkannya teknik story mapping. Hasil tes awal menunjukkan tidak ada siswa yang memperoleh nilai lebih dari 65. Hal ini disebabkan ketidaktahuan mereka terhadap teknik menganalisis cerita yang seharusnya mereka terapkan guna mengisi bagan cerita yang tersedia. Hal ini juga menunjukkan rendhnya kemampuan siswa dalam mereproduksi cerita berbahasa Inggris.
120 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008
Hasil dan Pembahasan Siklus I Tindakan pada siklus I dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan. Setiap pertemuan berlangsung selama 90 menit (2x45 menit). Sedangkan tes akhir siklus pertama dilaksanakan setelah itu. Berdasarkan hasil observasi selama tindak-an berlangsung dan hasil wawancara setelah belajarmengajar dengan menggunakan story mapping diperoleh temuan-temuan sebagai berikut. Pertemuan pertama siklus pertama dimulai dengan pertanyaan apakah siswa suka dan pernah membaca cerita pendek. Beberapa orang siswa menjawab dengan menyebutkan beberapa cerita anak dalam Bahasa Inggris yang sudah dikenal dunia seperti Beauty and the Beast dan Cinderella. Lalu guru (peneliti) melanjutkan pertanyaan dengan elemen cerita yang terdapat di dalam kedua cerita anak tersebut. Dari kedua pertanyaan yang runtut ini diketahuilah bahwa secara umum siswa kelas 1.5 yang menerima perlakuan belum mengetahui teknik menganalisis cerita berdasarkan unsur-unsur pembangunnya dengan baik dan hal ini tercermin dari hasil tes awal. Karena itu guru (peneliti) menjelaskan langkah-langkah yang seharusnya ditempuh untuk menganalisis cerita dengan baik. Guru menjelaskan bahwa teknik story mapping terdiri dari aspek-aspek penokohan, perwatakan tokoh, latar, masalah, tindakan pemecahan masalah, hasil tindakan (solusi), tema, dan amanat. Guru lalu memberikan cerita pendek berbahasa Inggris dengan judul Three Little Pigs. Masing-masing siswa diberi hand-out yang sama. Pemilihan cerita anak didasari atas unsurunsur pembangun dan alur ceritanya yang jelas sehingga memudahkan siswa mengidentifikasi setiap unsur pembangunnya. Selain itu, cerita ini tidak terlalu panjang dan hampir semua orang pernah mendengar, menonton, atau pun membaca cerita ini. Kemudian guru memandu siswa membaca cerita tersebut dengan menerapkan teknik story mapping. Pada saat menerapkan langkah pertama yaitu mengenali tokoh cerita, siswa belum mengetahui bagaimana caranya menentukan tokoh utama dan tokoh figuran serta gambaran umum mengenai isi dan pesan yang ingin disampaikan penulis melalui cerita tersebut. Karenanya, guru memandu siswa menelusuri cerita dengan cepat guna mendapatkan ide pokok dengan menelusuri bagian-bagian yang penting yang terdiri dari judul, nama-nama tokoh, dan meringkas cerita.
Tampaknya siswa tidak begitu mengalami kesulitan pada saat mengenali tokoh-tokoh utama dan tambahan. Akan tetapi mereka ragu-ragu dalam menentukan tema cerita. Seanjutnya siswa dituntun menerapkan langkah kedua yaitu menentukan tema cerita tersebut. Selama proses belajar-mengajar siswa menunjukkan partisipasi aktif dan antusiasme yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan beragam pertanyaan dan tanggapan yang mereka lontarkan selama diskusi dan koreksi umum hasil reproduksi cerita secara kelompok. Tanggapan positif lain adalah ketika guru menunjukkan kesalahan yang ditulis rekan siswa baik berupa tata bahasa mau pun ejaan, mereka beramairamai memperbaiki kesalahan tersebut. Kendala yang mereka rasakan sewaktu mereproduksi cerita berBahasa Inggris antara lain kurangnya penguasaan kosa kata sehingga terjadi pengulangan kata yang sama. Selain itu, kalimat yang mereka tulis masih belum tepat. Hal ini ditandai dengan penggunaan tenses yang salah. Kesalahan ejaan juga dilakukan oleh sebagian siswa. Begitupun pada pertemuan kedua, siswa masih terlihat bingung untuk mengerjakan langkah-langkah menganalisis cerita dengan teknik story mapping ini. Pertemuan kedua ini siswa diajak mengkoreksi pekerjaan temannya. Hal ini dilakukan agar mereka menyadari kesalahan apa saja yang telah mereka buat dalam proses mereproduksi cerita. Pada pertemuan ini peranan guru masih sangat besar dalam menuntun siswa membaca teks cerita tersebut. Tes akhir siklus I menunjukkan hasil nilai rata-rata siswa adalah 58,72. Nilai ini sudah menunjukkan perubahan ke arah kemajuan dari tes awal dimana siswa hanya memperoleh nilai rata-rata 55,30. berdasarkan keberhasilan yang dicapai per individu, ada 5 orang siswa yang telah mencapai nilai ≥ 65, dengan kata lain, keberhasilan tindakan baru mencapai 12,5% dari jumlah seluruh siswa yang dilibatkan. Selama siklus pertama berlangsung, peneliti mengamati perilaku sisa dalam kegiatan proses belajar mengajar. Memang siswa masih tampak bingung mengikuti langkah-langkah yang diajarkan guru dalam membaca teks berBahasa Inggris tersebut. Akan tetapi terlihat pula bahwa mereka memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap teknik yang ditawarkan ini. Selain itu guru juga memberikan motivasi dengan menekankan pentingnya penerapan teknik ini
121 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008
untuk memahami isi suatu wacana terlepas dari jenis wacana itu sendiri. Dengan demikian, siswa terlihat makin bersungguh-sungguh mempelajari teknik story mapping ini. Dari hasil refleksi akhir siklus pertama ini dapatlah dinyatakan hal-hal sebagai berikut. (1) Teknik menganalisis cerita dengan story mapping harus ditekankan untuk tetap digunakan dengan bantuan guru siswa lebih memahami isi cerita terutama cerita berBahasa Inggris. (2) Teori dan model pembaganan cerita dengan teknik story mapping harus diberikan agar penguasaan siswa terhadap teknik analisis cerita ini makin baik. (3) Pembekalan mengenai penggunaan tanda baca, ejaan yang benar, ide pokok dalam setiap alinea, dan tenses, serta pengembangan kosa kata masih harus ditekankan pada siswa. (4) Mengingatkan kriteria keberhasilan tindakan belum tercapai, peneliti menganggap perlu diadakan siklus II. Hasil dan Pembahasan Siklus II Siklus kedua ini terdiri dari 2 kali tindakan. Berikut ini dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan aspek hasil tindakan dan prosesnya. Berdasarkan refleksi pada siklus pertama, guru kembali menjelaskan langkah-langkah menganalisis cerita dengan teknik story mapping. Ditekannkan kembali bahwa teknik ini bermanfaat dalam membaca untuk memahami isi wacana terutama wacana berBahasa Inggris. Disamping itu, teknik ini juga mampu melatih siswa memperkuat daya ingatnya mengenai suatu wacana yang pernah dibacanya. Hal ini dimungkinkan dengan adanya pemahaman terhadap isi wacana itu sendiri. Guru kembali membagikan hand-out kepada siswa dan memberikan model wacana yang akan dibaca dengan judul Little Red Riding Hood. Penelusuran bagian-bagian cerita yang berperan penting dalam memahami wacana tersebut kembali dilakukan dengan seksama. Pada tahap ini siswa terlihat aktif menyimak dan sesekali memberikan komentar atas penjelasan guru. Siswa juga tampak langsung memberikan tanggapan pada saat guru meminta mereka menyebutkan unsur-unsur yang membangun cerita tersebut. Mereka juga memperhatikan kata-kata baru yang belum mereka ketahui artinya dan mencoba mencari tahu artinya di kamus.
Langkah-langkah berikutnya berlangsung dengan cukup baik di mana sisa mulai berinisiatif mengerjakan langkah-langkah selanjutnya pada teknik ini secara mandiri. Sesekali mereka bertanya kepada guru apabila ada keraguan mengenai tindakan yang mereka lakukan. Begitu juga pada pertemuan kedua pada siklus kedua yang membahas cerita yang sama akan tetapi dengan kegiatan lanjutan berupa koreksi bersama. Tampak bahwa siswa makin aktif dalam mengikuti pelajaran dan makin yakin dengan langkah-langkah kerja yang mereka ambil. Dari wawancara yang dilakukan, siswa mengemukan bahwa pada siklus kdua ini mereka mulai menguasai teknik menganalisis cerita dengan story mapping dan mulai merasakan manfaatnya. Mereka juga mengakui bahwa mereka lebih suka teknik ini dibandingkan dengan cara lama yang biasa diterapkan guru kelas meraka pada saat menulis berBahasa Inggris. Akan tetapi mereka juga menghedaki adanya bimbingan dari guru agar mereka dapat lebih menguasai teknik pembaganan cerita ini dengan lebih baik. Pada sisi lain, dari tes yang diberikan di akhir siklus II ini diketahui bahwa nilai rata-rata siswa naik menjadi 64,70. Dari 40 siswa yang mengikuti tes, 23 siswa berhasil mencapai nilai ≥ 65. Hal ini menunjukkan peningkatan sebanyak 57,5%. Dengan mempertimbangkan data tes akhir siklus II, pengamatan dan wawancara, dilakukanlah refleksi akhir siklus II dengan hal-hal berikut. (1) Siswa menganggap teknik membaca pembaganan cerita perlu tetap dilaksanakan. Dengan teknik ini siswa merasa lebih bisa memahami isi cerita berBahasa Inggris untuk akhirnya ditulis kembali dengan bahasa mereka sesuai dengan pemahaman masingmasing. Mereka juga merasa memperoleh bekal bagaimana menganalisis bacaan jenis lain. (2) Kegiatan diskusi kelas hendaknya tetap diperhatikan guna menjaga keakurasian tindakan yang mereka ambil. (3) Penggunaaan tanda baca telah mulai membaik tetapi masih ada siswa yang mereproduksi cerita dalam satu alinea dengan ide pokok. (4) Tuntunan guru dalam mengorganisasikan alur cerita masih tetap diperlukan. (5) Penguasaan kosa kata menunjukkan pening-
122 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008
katan dengan berkurangnya pengulangan kata yang sama pada reproduksi cerita; dan (6) Mengingat kriteria keberhasilan tindakan belum tercapai, perlu diadakan siklus berikutnya. Hasil dan Pembahasan Siklus III Tindakan pada siklus ketiga dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Cerita yng diberikan pada siklus ketiga berjudul Enormous Turnip. Adapun hal-hal yang layak dicatat pada siklus ketiga ini adalah sebagai berikut. Pertama, siswa secara umum telah menguasai teknik story mapping. Hal ini tercermin dari semakin mandirinya mereka melakukan langkah-langkah yang ada di dalam teknik tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, siswa juga menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam mereproduksi cerita menggunakan kata-kata mereka sendiri yang mencerminan pemahaman mereka terhadap isi cerita dan unsur-unsur pembangunya. Kedua, siswa merasa senang membaca karena mereka merasa bahwa mereka mengetahui isi teks yang nereka baca. Dengan demikian keberhasilan membaca suatu teks memacu mereka untuk menyenangi kegiatan ini. Selain itu, mereka juga merasa bahwa menulis dalam Bahasa Inggris bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Agaknya, teknik pembaganan cerita telah membuka wawasan baru bagi mereka. Ketiga, siswa mulai menguasai tanda baca, peletakan ide pokok pada tiap alinea, dan menentukan tema cerita dengan benar. Dari hasil tes akhir siklus yang dkerjakan siswa diketahui bahwa nilai rata-rata siswa adalah 77,50 dengan persentase keberhasilan tindakan 87,5. Dengan kata lain, 35 orang siswa dari 40 orang telah berhasil mencapai nilai ≥ 65. Berdasarkan angka keberhasilan yang telah dicapai, dapatl dikatakan bahwa siklus III sudah berhasil baik itu dari segi proses maupun hasil. Dari segi proses, siswa terlihat antusias mengikuti pelajaran menulis berBahasa Inggris dengan menerapkan teknik story mapping. Dari segi hasil, siswa yang memperoleh niai ≥70 telah mencapai 87,5% dari patokan keberhasilan 85%. Lebih jelasnya hasil penelitian disarikan berikut. Tabel 2 Ringkasan Hasil Tes Akhir Siklus Tes Awal N Rata-rata %
40 55,30 0
Siklus 1 40 58,72 12,5
Siklus 2 40 64,70 57,5
Siklus 3 40 77,50 87,5
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Hasil penelitian menunjukkan terdapat peningkatan kemampuan siswa kelas 1.5 di SMA Negeri 3 Palembang dalam mereproduksi cerita pendek berbahasa Inggris (lihat Tabel 2). Hasil observasi dan wawancara dengan siswa juga menunjukkan adanya peningkatan motivasi siswa dalam membaca cerita berbahasa Inggris. Hal ini dimungkinkan dengan adanya pembahasan atau refleksi dari kegiatan yang mereka kerjakan dalam membaca cerita-cerita pendek yang diberikan guru (peneliti) yang menjadi dasar pengetahuan mereka dalam membaca pada siklus berikutnya. Dari wawancara juga diketahui bahwa kegiatan menulis dalam Bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran yang cukup sulit dikuasai karena terbentur antara lain dengan sedikitnya kosa kata yang mereka kuasai dan banyaknya elemen yang harus dicakup. Disamping itu, mereka juga sebelumnya merasa tidak diberi bimbingan dan kesempatan yang cukup untuk memahami cerita pendek berbahasa Inggris karena keterbatasan waktu. Dengan adanya teknik story mapping dalam menganalisis dan mereproduksi cerita mereka juga merasakan adanya peningkatan motivasi untuk membaca berdasarkan penguatan yang diberikan guru (peneliti). Dari segi kosa kata mereka juga menambahkan adanya peningkatan yang cukup berarti karena mereka lebih terpacu untuk mencari kata-kata dari kamus yang sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Saran Dengan melihat hasil temuan dalam penelitian ini sedikitnya ada tiga saran yang dapat dikemukakan. Pertama, dalam pengajaran menulis berbahasa Inggris, pendekatan pembaganan cerita (story mapping) dapat dijadikan alternatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi siswa kelas 1 di SMA Negeri 3 Palembang dalam mereproduksi cerita pendek. Dengan demikian diharapkan para guru dapat menerapkan teknik ini agar dapat membantu siswa memahami, menganalisis, dan akhirnya mereproduksi cerita berbahasa Inggris guna memperoleh pengetahuan dan keterampilan menulis secara optimal. Kedua, dianjurkan kepada para guru tetap berusaha mencari dan menciptakan teknik mengajar yang efektif/variatif agar dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif demi tercapai-
123 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008
nya tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Ketiga, teknik story mapping juga dapat digunakan untuk menganalisis teks non fiksi. Hanya saja bentuk pembaganannya harus disesuaikan. DAFTAR RUJUKAN
Armbruster, B.B., Thomas H. Anderson and Jennifer L. Meyer. 1991. Improving Content-Area Reading Using Instructional Graphics. Reading Research Quarterly, Vol. 26, No.4 (Autumn, 1991), pp.393-416 diakses dari http://www.jstor.org/stable/ 747895. Kamis, 4 Juni 2009 Armbruster, B. B., Lehr, F., & Osborn, J. 2001. Put reading first: The research building blocks for teaching children to read kindergarten through grade three. Washington, DC: The U.S. Department of Education diakses dari http:forpd.ucf.edu/ strategies/stratStoryM.html. Jumat, 5 Juni 2009 Biays, John Sheridan, Jr. dan Carol Wershoven. 1988. Responding to Literature: A Step by Step Guide to Student Writers. New York, NY: McGraw-Hill Book Company Block, Cathy Collins. 1993. Teaching the Language Arts: Expanding Thinking through Student-Centred Instructions. Boston, MA: Allyn and Bacon Burnes, D. dan G. Page (Eds). 1985. Insights and Strategies for Teaching Reading. Sidney: Harcourt Brace Jovanovich Group Cooper, J. David, Edna W. Warncke, and Dorothy A. Shipman, 1988. The What and How of Reading Instruction. 2nd ed. Columbus, Ohio: Merrill Publishing Co. DePorter, B. dan M. Hernacki. 2001. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Terjemahan oleh Alwiyah Abdurrahman. 2001. Bandung Kaifa Finocchiaro, Mary and Michael Bonomo. 1989. The Foreign Language Learner: A Guide for Teachers. New York, NY: Regents Publishing Company, Inc Oshima, Alice dan Ann Hogue. 2006. Writing Academic English. London: Amazon, Co, UK Pica, Teresa. 1986. “An International Approach to the Teaching of Writing.” English Teaching Forum. 24(3). 6-9.
Roffi’uddin, A.H., 1994. Rancangan Penelitian Tindakan. Makalah disampaikan dalam Lokakarya Penelitian Kualitatif Tingkat Lanjut Angkatan III, tanggal 24 Oktober di IKIP Malang Romanoff, Marjorie Reinwald. 1991. Language and Study Skills for Learners of English. Engleword Cliffs, N.J.: Prentice Hall Regents. Rosmalina, Ida. 1994. Reading for Pleasure and Academic Achievement of the Third-Year Students at SMP Yaktapena 1 Plaju. Skripsi tidak diterbitkan. Palembang: Jurusan PBS, FKIP, Universitas Sriwijaya. Rosmalina, Ida. 2002. Jurnal Mingguan Sebagai Alternatif Meningkatkan Kemampuan Menulis Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Unsri. Laporan Penelitian. Palembang: Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya Rubin, Dorothy. 1993. A Practical Approach to Teaching Reading. Boston, MA: Allyn and Bacon, Inc. Saleh, Yuslizal. 1992. Methodology of TEFL. Palembang: Universitas of Sriwijaya Press Shokrpour, Nasrin dan M.Hossein Fallahzadeh. 2007. A Survey of the Students and Interns’ EFL Writing Problems in Shiraz University of Medical Sciences, Volume 9 Issue 1 Article 8 diakses dari http://www. asian-efl-journal.com/March 07 nsmf.php. Kamis, 4 Juni 2009. Trabasso, T., & Bouchard, E. 2002. Teaching readers how to comprehend text strategically. In C. Block and M. Pressley, (Eds.) Comprehension instruction: Researchbased practices (PP.176-200). NY: Guilford Press diakses dari http://forpd. ucf.edu/strategies/stratStoryM.html, Jumat, 5 Juni 2009 Xing, Zhang Feng and Chen Shih Jin. 1989. “Techniques to Teach Writing.” English Teaching Forum. 27(2). pp. 34-36, April 1989