MENINGKATKAN KREATIVITAS BERCERITA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PAIRED STORY TELLING PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS VI SDN SEI RENGGAS *EFFENDI MANALU DAN **MIMI OKTAVIANA *Dosen Jurusan PPSD Prodi PGSD FIP UNIMED **Mahasiswa Jurusan PPSD Prodi PGSD FIP UNIMED Email :
[email protected] ABSTRAK Masalah dalam penelitian ini adalah kreativitas kurang dalam pembelajaran bahasa Indonesia, karena sistem pendidikan yang lebih mengembangkan kemampuan akademik seperti penguasaan pengetahuan dan berhitung. Selain itu, materi pelajaran yang dibelajarkan guru terlalu luas dan tidak melibatkan kreativitas siswa. Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi kreativitas bercerita. Adapun indikator penilaian kreativitas bercerita yaitu: (1) Kelancaran bercerita, (2) ketepatan pilihan kata, (3) struktur kalimat, (4) kelogisan (penalaran), (5) kontak mata, (6) pengetahuan dalam bercerita, (7) ekspresi, (8) imajinasi, (9) percaya diri, (10) volume suara. Dan sebagai tolak ukur keberhasilannya adalah apabila nilai kreativitas bercerita siswa meningkat sebesar ≥70. Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I pertemuan 1 dan 2 bahwa kreativitas bercerita dengan nilai rata-rata 50,7 dan 60,1%. Dari 29 siswa terdapat 6 siswa yang dinyatakan kreatif dengan persentase 21% ,sebanyak 23 siswa dengan persentase 79% tidak kreatif. Pada pertemuan ke 2 berjumlah 12 orang siswa (41%) kreatif, sedangkan tidak kreatif berjumlah 17 orang (59%). Selanjutnya terjadi peningkatan kreativitas bercerita pada siklus II pertemuan 3 dan 4 dengan nilai rata-rata siswa 74,6% dan 84,9%. Siklus II pertemuan 3 ini mengalami peningkatan kekreatifan bercerita siswa secara klasikal diperoleh data sebanyak 26 orang siswa kreatif (90%), dan siswa yang tidak kreatif 3 orang (10%). Kata Kunci : Kreativitas, Bercerita, Model Paired Story Telling.
PENDAHULUAN Pada hakikatnya pembelajaran bahasa adalah belajar berkomunikasi dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis serta untuk mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana berpikir. Guru tidak perlu lagi menjejali siswa dengan materi belajar memakai buku teks. Guru harus lebih kreatif untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan di dalam maupun di luar kelas.
Dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia seharusnya sejak dini melakukan reposisi dan perubahan ke arah yang lebih baik. Guru dan siswa harus memiliki sikap yang sama, sama–sama bekerja dan belajar untuk melakukan perubahan yang bisa membuat kompetensi dapat dicapai sehingga penggunaan bahasa pun dapat berubah menjadi lebih baik. Anggapan siswa bahasa Indonesia mudah untuk dipelajari karena siswa telah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia sehari-hari tidaklah benar. Untuk itu, harus ada upaya konkret dalam
42
mengoptimalkan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah. Berbicara merupakan salah satu komponen dalam keterampilan berbahasa yang sangat penting. Secara teoretis, berbicara merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide, atau gagasan dari pembicara kepada pendengar. Informasi yang disampaikan secara lisan dapat diterima oleh pendengar apabila pembicara mampu menyampaikannya dengan baik dan benar. Dengan demikian, kemampuan berbicara merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kemahiran seseorang dalam penyampaian informasi secara lisan. Bercerita merupakan salah satu komponen kemampuan berbicara yang sepertinya kurang mendapat perhatian. Di mana dalam sistem pendidikan pada sekolah dasar lebih menekankan pengembangan kemampuan akademik seperti membaca dan berhitung. Sistem kegiatan belajar mengajar di kelas kurang memberikan kesempatan dan pelatihan untuk mengembangkan kreativitas anak dalam bercerita. Disisi lain, kemampuan menceritakan kembali cerita (retelling story) kepada pasangannya yang diperdengarkan atau dibaca merupakan suatu cara yang paling efektif untuk menunjukkan sejauh mana tingkat penguasaan anak terhadap suatu materi simakan atau bacaan. Dan sejauh mana tingkat kesulitan sebuah wacana diceritakan kepada pasangannya.
Disisi lain, pembelajaran bercerita akan memberikan lahan bagi peserta didik untuk mengembangkan kreativitas dan apresiasinya. Hal ini penting sekali mengingat kemampuan menyampaikan informasi dengan baik merupakan salah satu indikator kemampuan anak-anak dalam berkomunikasi sebagai landasan pembelajaran bahasa yang telah disebutkan dalam kurikulum. Diketahui Fenomena siswa di sekolah SDN 014610 yang semakin malas belajar bahasa Indonesia dan sikap memandang remeh serta acuh terhadap bahasa Indonesia menyelimuti sebagian besar siswa. Gejalanya, siswa sering ngantuk, tidak bergairah, under estimate saat mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia di kelas. Siswa tidak memiliki kesadaran dan pemahaman yang cukup tentang pentingnya keterampilan berbahasa dan tata bahasa praktis bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran yang akan dilaksanakan sebaiknya materi yang dibawakan oleh guru jangan terlalu meluas. Guru seharusnya membawakan materi untuk satu topik pembahasan dan melibatkan kreativitas peserta didik. Dalam pembelajaran peserta didik harus diberi saluran bereksplorasi dalam bercerita. Bereksplorasi bermakna menggali, menemukan, dan mendeteksi cara bercerita melalui pemahaman isi cerita secara berpasangan. Upaya ini membuat peserta didik lebih nyaman bercerita di depan kelas sebab mampu
43
mengembangkan ekspresi dan kreativitasnya bersama pasangannya. Berdasarkan pengamatan lebih lanjut peneliti pada saat di lapangan diketahui bahwa kemampuan berbicara siswa dalam proses pembelajaran masih rendah. Hal ini diketahui pada saat siswa menyampaikan pesan/informasi yang bersumber dari media yang seharusnya siswa menyampaikan dengan bahasa yang runtut, baik, dan benar. Tetapi isi pembicaraan yang disampaikan oleh siswa tersebut kurang jelas. Siswa di SD 014610 berbicara mereka tersendat-sendat sehingga isi pembicaraan menjadi tidak jelas. Ada pula di antara siswa yang tidak mau berbicara di depan kelas. Selain itu, pada saat guru memerintahkan kepada siswa untuk maju kedepan kelas untuk menceritakan sebuah cerita, siswa ada yang tidak mau maju kedepan kelas karena takut salah dalam berbicaranya. Pada kondisi ini para siswa belum menunjukkan keberanian untuk bercerita. Siswa takut salah didepan teman-temannya apalagi jika siswa berdiri sendiri didepan kelas untuk bercerita. Oleh sebab itu, diperlukan suatu cara untuk meningkatkan kemampuan berbicara di SDN 014610 ini. Cara untuk meningkatkan kemampuan ini hendaknya menyenangkan dan mudah dipahami oleh siswa. Salah satu caranya ialah meminta anakanak untuk bercerita dengan bahasanya sendiri secara
berpasangan. Dengan jalan ini, anakanak berkesempatan mengembangkan kreativitasnya mengolah bahasanya, menentukan sendiri ekspresi yang akan dipilihnya, dan memainkan mimik sesuai kemampuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran yang akan dilaksanakan, peserta didik harus diberi saluran bereksplorasi dalam bercerita. Bereksplorasi bermakna menggali, menemukan, dan mendeteksi cara bercerita melalui pemahaman isi cerita secara berpasangan. Upaya ini membuat peserta didik lebih nyaman bercerita di depan kelas sebab mampu mengembangkan ekspresi dan kreativitasnya bersama pasangannya. Proses pembelajaran merupakan bagian terpenting dalam proses pendidikan yang didalamnya terdapat guru sebagai pengajar dan siswa yang sedang belajar. Ahmad Susanto (2013: 19) mengatakan “Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu pengetahuan, penguasaan, kemahiran, serta pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik”. Maka dari pendapat Ahmad Susanto guru sebagai pendidik memberikan pengetahuan berupa ilmu yang dikuasai oleh guru kepada siswa seehingga siswa memiliki kemahiran dalam pembelajaran dan mengelola sikap siswa agar terampil kreatif seperti yang guru inginkan. Untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif maka peneliti memilih sebuah model
44
pembelajaran kooperatif yang didalamnya terdapat model pembelajaran Paired Story Telling. Menurut Lie (1999: 12) ”Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan pada anak untuk bekerja sama dengan tugastugas terstruktur”. Melalui pembelajaran ini siswa bersama kelompok secara gotong royong maksudnya setiap anggota kelompok saling membantu antara teman yang satu dengan teman yang lain dalam kelompok tersebut sehingga di dalam kerja sama tersebut yang cepat harus membantu yang lemah, oleh karena itu setiap anggota kelompok penilaian akhir ditentukan oleh keberhasilan kelompok. Kegagalan individu adalah kegagalan kelompok dan sebaliknya keberhasilan siswa individual adalah keberhasilan kelompok. Sedangkan bercerita berpasangan merupakan salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif. Yang membedakan tipe bercerita berpasangan dengan lainnya adalah dalam tipe ini guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam kegiatan ini, siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi. Guru dituntut memiliki orientasi pembelajaran bahasa Indonesia yang bersifat lebih praktis. Dan dalam setiap pembelajaran guru harus
menunjukkan kekreativitasannya sebagai seorang guru, apalagi dalam berbahasa Indonesia khususnya dalam bercerita. Jika seorang guru sudah kreatif maka besar kemungkinan siswa pun akan kreatif juga dalam setiap pembelajarannya karna telah mencontoh gurunya yang kreatif. Melalui model pembelajaran kooperatif teknik bercerita berpasangan (Paired Story Telling ) siswa dapat menuliskan kembali yang terjadi baik sebelum maupun sesudah berdasarkan hasil bacaan yang telah didapat sebelumnya dan daftar kata kunci yang diterima dari hasil bacaan temannya. Kemudian siswa akan mengemukakan pendapatnya berdasarkan apa yang telah didiskusi baik antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dan guru. Model pembelajaran kooperatif teknik bercerita berpasangan (Paired Story Telling) diharapkan dapat meningkatkan kreatifitas siswa dikelas selama proses pembelajaran berlangsung sehingga pemikiran siswa dapat dikembangkan dengan baik dan memperoleh hasil yang baik pula. Maka dari latar belakang yang telah tertera di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul” Meningkatkan Kreativitas Bercerita Siswa Melalui Model Pembelajaran Paired Story Telling Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di kelas VI SDN Sei Renggas.
45
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di kelas VI SDN 014610 Sei Renggas Tahun Ajaran 2013/2014 di kecamatan Kota Kisaran Barat. Dan pelaksanaannya pada semester genap waktu penelitian dilakukan selama dua bulan (mulai kegiatan persiapan sampai pelaksanaan penelitian). Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan Model pembelajaran Paired Story Telling sebagai sasaran utama. Dimana peneliti memaparkan upaya meningkatkan Kreativitas bercerita siswa pada pelajaran bahasa Indonesia di kelas VI SDN 014610 Sei Renggas. Peneliti dalam hal ini adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sumber data dilakukan melalui penelitian tindakan kelas. Sesuai dengan penelitian ini memiliki beberapa tahap pelaksanaan tindakan yang diuraikan dalam II siklus. Dalam siklus I dilaksanakan kegiatan pembelajaran 2 kali pertemuan dan siklus II dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan. Hasil dari siklus I digunakan sebagai acuan dalam menentukan perbaikan tindakan pada siklus II. Sedangkan hasil dari siklus II nantinya dijadikan sebagai acuan untuk rencana tindak lanjut pembelajaran selanjutnya. Tahap dalam prosedur penelitian ini adalah (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, (4) refleksi. Siklus I a. Tahap Perencanaan Tahan perencanaan merupakan rancangan tindakan yang
akan dilakukan peneliti untuk memperbaiki, meningkatkan, merubah prilaku dan sikap sebagai solusi. Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah: Mengidentifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah Merancang model pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran. Menyusun skenario pembelajaran (RPP). Mempersiapkan sumber belajar. Mempersiapkan lembar observasi terhadap proses belajar peserta didik selama proses belajar mengajar. Mempersiapkan indikator untuk mengukur kreativitas belajar peserta didik. Mempersiapkan angket kreativitas belajar perserta didik. Membuat lembar kerja peserta didik sesuai dengan kegiatan pembelajaran. b. Tahap Pelaksanaan Tindakan Setelah perencanaan disusun dengan seefektif mungkin maka langkah selanjutnya adalah tahap pelaksanaan tindakan yang meliputi kegiatan:
46
Sebelum memulai pelajaran guru melakukan apersepsi dan memotivasi siswa agar bersungguh-sungguh mengikuti pelajaran. Guru melaksanakan tujuan pembelajaran. Guru menjelaskan bentuk pembelajaran yang digunakan. Melakukan appersepsi untuk mengarahkan peserta didik pada materi yang akan dipelajari. Membagi secara acak dengan memberikan kertas dengan dua nomor yang sama. Mengarahkan kepada peserta didik untuk membuka kertas bernomor dan mencari pasangannya sesuai dengan nomor yang dipegang peserta didik dan duduk. Siswa duduk berdua bersama pasangannya masing-masing. Guru membagikan beberapa kata kunci kepada masing masing kelompok dengan bagian yang sama. Membimbing kepada peserta didik untuk menuliskan kata-kata itu menjadi sebuah cerita dengan saling membantu
dan kerjasama antar pasangan. Memberikan kesempatan kepada peserta pasangan pertama untuk tampil menceritakan karangan yang sudah ditulis secara berpasangan dan bergantian didepan kelas. Siswa lain yang ada dibangku diminta untuk mendengarkan dan memberikan komentar terhadap cerita yang diceritakan oleh pasangan yang selesai bercerita didepan kelas. Memberikan pujian bagi peserta pasangan yang baik dalam bercerita didepan kelas. Di akhir pertemuan guru bersama dengan siswa memberikan ringkasan terhadap cerita yang sudah disampaikan.
c. Tahap Pengamatan (Observasi) Tahap ini dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Tahap ini difokuskan pada pengamatan kegiatan belajar mengajar yang manyangkut aktivitas guru dan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. d. Tahap Refleksi Mencatat semua keunggulan dan kelemahan selama proses tindakan dan sesudah tindakan.Meninjau kembali apakah 47
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran paired story telling sudah berlangsung efektif dan dapat mengetahui kreativitas siswa. Melihat, mengkaji, dan mempertimbangkan hasil observasi untuk perbaikan yang dibutuhkan untuk menyusun rencana tindakan lanjutan. Siklus II a. Tahap Perencanaan Mengidentifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah. Menyusun skenario pembelajaran (RPP). Mempersiapkan sumber belajar. Mempersiapkan lembar observasi terhadap proses belajar peserta didik selama proses belajar mengajar. Mempersiapkan indikator untuk mengukur kreativitas belajar peserta didik. Mempersiapkan angket kreativitas belajar perserta didik. b. Tahap Pelaksanaan Melakukan appersepsi untuk mengetahui kondisi kesiapan siswa. Mengatur tempat duduk dengan rapi berpasangan dengan dua bangku dan satu meja.
Melakukan kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan model pembelajaran paired story telling seperti yang dimuat dalam rencana pembelajaran. Melakukan apersepsi untuk mengingatkan kembali kepada peserta didik tentang materi yang akan dipelajari dan memotivasi peserta didik agar bersungguhsungguh mengikuti pelajaran. Guru menjelaskan tujuan pelajaran. Guru membagi peserta didik dalam beberapa kelompok yang per kelompok terdiri dari dua orang peserta didik. Guru memberikan lembar kerja pada masing-masing kelompok. Guru membagikan beberapa kata kunci kepada masing masing kelompok dengan bagian yang sama. Membimbing kepada peserta didik untuk menuliskan kata-kata itu menjadi sebuah cerita dengan saling membantu dan kerjasama antar pasangan. Memberikan kesempatan kepada peserta pasangan 48
pertama untuk tampil menceritakan karangan yang sudah ditulis secara berpasangan dan bergantian didepan kelas. Siswa lain yang ada dibangku diminta untuk mendengarkan dan memberikan komentar terhadap cerita yang diceritakan oleh pasangan yang selesai bercerita didepan kelas. Memberikan pujian bagi peserta pasangan yang baik dalam bercerita didepan kelas.
c. Tahap Pengamatan Melakukan pengamatan terhadap siswa dalam proses tindakan dan mengisi lembar observasi kegiatan pembelajaran. Mengamati kegiatan belajar peserta didik mengisi lembar observasi kreativitas belajar peserta didik. Mengamati kondisi dan situasi saat proses pembelajaran berlangsung. d. Refleksi Siklus I
No
Pencapaian Kreativitas Bercerita Siswa
1
Sangat Kreatif
-
2
Kreatif
3
Cukup Kreatif
4
Kurang Kreatif
Pertemuan I
6 siswa (21%) 15 siswa (56%) 8 siswa (28%)
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan yaitu mengamati secara rinci segala sesuatu yang terjadi dikelas pada tiap pertemuan siklus II. Mengambil kesimpulan terhadap pelaksanaan seluruh aktivitas yang dilakukan oleh guru selama proses belajar mengajar berlangsung. Jika dalam siklus I kreativitas bercerita siswa tidak meningkat maka dilanjutkan dengan melaksanakan siklus berikutnya. Namun jika pada siklus I sudah mencapai indikator dan tujuan yang diinginkan maka tidak perlu melanjutkan ke siklus berikutnya. Dengan arti bahwa pembelajaran dianggap selesai dengan hasil kreativitas bercerita siswa meningkat. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan analisis data diketahui bahwa peningkatan kreativitas bercerita siswa secara klasikal mengalami peningkatan dan seluruh siswa mengalami peningkatan. Peningkatan kemampuan membaca siswa secara klasikal dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Siklus II Pertemuan 2
Pertemuan 3
Pertemuan 4
6 siswa
8 siswa
24 siswa
(21%) 6 siswa (21%) 13 siswa (45%) 4 siswa (14%)
(28%) 18 siswa (62%) 3 siswa (10%)
(85%) 4 siswa (14%) 1 siswa (3%)
-
-
49
Grafik Perubahan Skor Tingkat Kreativitas Bercerita Siswa Secara Klasikal Berdasarkan Kategori Pada Siklus I dan II (Pertemuan I dan II) 120% 100%
90%
97%
80%
Siklus I Pertemuan I
60%
Siklus I Pertemuan II
41% 40%
Siklus II Pertemuan I
21% 20% 0%
6
12
1
26
Dari tabel dan diagram di atas diketahui bahwa dengan menggunakan model pembalajaran Paired Story Telling dalam pembelajaran dapat meningkatkan kreativitas bercarita siswa pada pelajaran Bahasa Indonesia dalam menceritakan isi cerita secara runtut dengan bahasa sendiri . Sejalan dengan hasil belajar yang meningkat, hasil dari observasi aktivitas guru dan siswa juga meningkat dari hasil observasi pada siklus I ke hasil observasi pada siklus II. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian dan analisa data, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Model pembelajaran Paired Story Telling dapat meningkatkan kreativitas bercerita siswa pada materi pokok unsusr-unsur cerita.
Jumlah Siswa
28
2.
3.
Model pembelajaran Paired Story Telling merupakan salah satu alat bantu yang memampukan siswa untuk mencapai ketuntasaan belajar di sekolah. Dari hasil penelitian pada siklus I diketahui kreativitas bercerita siswa masih rendah dan belum kreatif dalam bercerita di depan kelas. Siswa yang mencapai ketuntasan kreativitas bercerita persentase ketuntasannya 21% dari keseluruhan jumlah siswa. Pada siklus I pertemuan kedua, siswa mencapai ketuntasan kreativitas bercerita mengalami peningkatan persentase ketuntasannya kreativitasnya menjadi
50
41%. Meskipun telah terjadi peningkatan kreativitas bercerita siswa, namun hasil yang didapatkan masih belum sesuai dengan nilai ketuntasan krativitas bercerita yaitu 70. Untuk itu, peneliti melanjutkan penelitian pada siklus II. Pada siklus II pertemuan pertama, didapati bahwa kreativitas bercerita siswa meningkat dengan persentase ketuntasan mencapai 90%. Pada siklus II pertemuan kedua ini kembali terjadi peningkatan ketuntasan kreativitas bercerita siswa mencapa 97%. Hal ini membuktikan bahwa ketuntasan kreativitas bercerita siswa sampai pada siklus II pertemuan ke dua telah mencapai lebih dari 70%. Berdasarkan kesimpulan diatas maka ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dan disarankan sebagai berikut : 1. Pembelajaran dengan menerapkan metode Paired Story Telling dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kreatifitas bercerita siswa. 2. Bagi guru dan calon guru hendaknya
3.
4.
memperhatikan pengetahuan awal yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran diberikan, agar dapat dilakukan tindakan yang tepat bagi siswa. Kepala sekolah hendaknya menyediakan buku-buku penunjang lain di sekolah agar pembelajaran dengan menggunakan metode Paired Story Telling dapat diterapkan dengan baik. Bagi Peneliti selanjutnya yang hendak meneliti permasalahan yang sama diharapkan lebih memperhatikan alokasi waktu karena metode pembelajaran yang bervariasi membutuhkan lebih banyak waktu. Sebaiknya gunakan dua metode pembelajaran saja.
RUJUKAN Aqib,Zainal,dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB dan TK.Bandung:Yrama Widya. Budi, Santoso, Kusno. 1990.Problematika Bahasa Indonesia Sebuah Analisis Praktis Bahasa Baku.Jakarta: Rineka Cipta. Depdiknas. 2006. Kurikulum SD/MI Mata Pelajaran Bahasa
51
Indonesia. Jakarta : Depdiknas. Dewi, Rosmala.2010.Penelitian Tindakan Kelas. Medan: Pasca Sarjana Unimed. Dimyati dan Mujiono.2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. E Slavin,Robert.2005.Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media. Guntur Tarigan, Henry. 2007. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Lie, Anita.2010.Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas.Jakarta: Grasindo. Murniati, Endyah.2012.Penelitian dan Bimbingan Anak Kreatif. Yogyakarta: Pedagogia. Ngalimun, dkk.2013.Perkembangan dan Pengembangan Kreativitas.Yogyakarta : Aswaja Pressindo. Rofi’uddin, Ahmad, dkk. 1999. Pendidikan Bahasa Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta : Depdikbud. Wahab Solehudin, Rochmad.1998.Perkmbangan dan belajar peserta didik.Jakarta: Depdikbud. Siregar,Rosdiana, 2008. Bahan Ajar Mata Kuliah Berbicara Prodi Sastra Indonesia FBS Unimed. Medan. Saddahono, Kundharu, dkk.2012. Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia Teori dan Aplikasi.
Slameto.2010. Belajar dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta. Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana. Susilowati, Yuni. 2010. Paired Storytelling Sebagai Alternatif Model Pembelajaran Bercerita (online), (http:// Paired Storytelling Sebagai Alternatif Model Pembelajaran Bercerita _ Agupena Jawa Tengah.htm, di akses tanggal 6 Desember 2013. Suyono,dkk. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Yusuf L.N,Syamsu. 2012. Perkembangan Peserta didik.Jakarta: Rajawali Pers. Utami, Munandar. 2009.Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.Yovita Rahayu, Afrianti. 2013. Menumbuhkan Kepercayaan Diri Melalui Kegiatan Bercerita. Jakarta: Indeks.
52