www.parlemen.net
Pokok Pokok Pikiran Universitas Andalas Terhadap Rancangan Undang Undang Tentang Dewan Penasihat Presiden
Disampaikan Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Dengan Komisi III DPR RI dalam Pembahasan RUU Tentang Dewan Penasihat Presiden Jakarta, 1 Februari 2006
Universitas Andalas Padang 2006
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
PENYUSUN -
Penanggung Jawab Prof. Dr. Ir. H. Musliar Kasim, MS Rektor Universitas Andalas
-
Ketua merangkap Anggota Firman, S.H,.LL.M
-
Sekretaris merangkap Anggota Yuliandri, S.H, M.H
Diperbanyak dan diedarkan oleh Universitas Andalas Padang, 1 Februari 2006
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Kata Pengantar Dengan mengucapkan puji dan Syukur ke Hadirat Allah SWT, kami dari Universitas Andalas telah dapat menyelesaikan Pokok-pokok pikiran, yang merupakan kajian dan analisis terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Dewan Penasihat Presiden, yang disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), pada tanggal 1 Februari 2006. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah membawa perubahan terhadap kelembagaan negara dan sistem penyelenggaraan pemerintahan. Dewan Pertimbangan Agung (DPA), yang sebelum Perubahan UUD 1945, merupakan lembaga tinggi negara, dihapus. Dalam upaya untuk memerikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, maka konstitusi mengamanatkan Presiden membentuk Dewan Pertimbangan. Dalam kerangka demikian disusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Dewan Penasihat Presiden, dalam ketentuan mana diatur tentang kedudukan dewan penasihat Presiden sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan negara yang dibentuk oleh Presiden. Untuk memberikan pengayaan dan pendalaman serta penyempurnaan terhadap RUU dimaksud, Universitas Andalas mendapat kehormatan untuk menyampaikan suatu pokokpokok pikiran yang berisi beberapa analisis serta rekomendasi terhadap RUU Dewan Penasihat Presiden ini. Semoga bermanfaat adanya, demi untuk kedjajaan bangsa. Aminn. Padang, 30 Januari 2006 Rektor
Prof. Dr. Ir. H. Musliar Kasim, MS
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar Daftar Isi A. Pendahuluan B. Analisis dan Rekomendasi Terhadap Substansi dan atau Materi Muatan RUU Dewan Penasehat Presiden C. Penutup
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
A.
Pendahuluan
Sebagai amanat dari Pasal 16 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang. Pembentukan dewan pertimbangan melalui undang-undang demikian, ditujukan untuk memberikan kejelasan dan keberadaan dari dewan pertimbangan presiden, dikaitkan dengan peran yang dilakukan oleh kelembagaan lain yang juga memberikan pertimbangan kepada presiden. Apabila dikaji kebelakang, pada dasarnya pembentukan dewan pertimbangan, tidaklah merupakan hal baru apabila dilihat dari fungsi dan perannya. Fungsi pertimbangan ini, sebelumnya telah dilakukan oleh Dewan Petimbangan Agung (DPA), yang berkedudukan sejajar dengan Presiden sebagai lembaga tinggi negara. Tetapi kemudian, berdasarkan hasil perubahan keempat UUD 1945 yang dilakukan dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Tahun 2002, keberadaan DPA dihapus. Perubahan ini, dalam anti penghapusan DPA didasarkan atas pertimbangan bahwa DPA dirasa tidak efektif dan efisien karena, Presiden tidak terikat dengan nasihat dan pertimbangan yang diberikan oleh DPA. Dengan memasukan dewan petimbangan dalam Bab tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara yang mengatur kekuasaan Presiden, diharapkan bahwa tugas dewan pertimbangan akan lebih efektif dan efisien karena langsung berada di bawah pimpinan dan koordinasi Presiden. Di samping itu, suatu dewan pertimbangan itu memang dibentuk untuk memberikan dukungan secara terus menerus kepada Presiden agar lebih sukses dalam melaksanakan tugasnya.1 B.
Analisis dan Rekomendasi Terhadap Substansi dan atau Materi Muatan RUU Dewan Penasihat Presiden
Untuk memudahkan dalam memberikan analisis dan rekomendasi terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Dewan Pertimbangan Presiden ini, maka penyusunan pokok-pokok pikiran ini diuraikan secara sistematis sebagai berikut : Penamaan (Rancangan) Undang-Undang. Nama RUU ini adalah tentang "Dewan Penasihat Presiden". Penyebutan RUU ini, sebagaimana terbaca dalam bagian Penjelasan Umum alenia ketiga RUU ini, dimaksudkan agar tidak dimaknai seperti sebuah dewan pertimbangan yang sejajar dengan Presiden atau lembaga lain pada masa sebelum perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian, juga ditegaskan bahwa dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak diatur mengenai nama dewan pertimbangan pertimbangan-dimaksud. Direkomendasikan, seyogyanya RUU ini tetap diberi nama tentang "Dewan Pertimbangan Presiden". Hal ini didasarkan pada alasan, terdapat konsistensi dalam penggunaan istilah dan atau penyebutan, dengan yang diatur dalam pasal 16 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di samping itu, kalau ditenggarai akan dimaknai sebagai sebuah DPA-nya sebelum Perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, apakah tidak cukup kuat alasan secara yuridis bahwa dewan pertimbangan presiden dimaksud dibentuk oleh Presiden, dan ini menunjukan sudah berada
1.
1
Lihat juga : Panduan Dalam Memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Latar Belakang, Proses dan hasil Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945), Sekretariat Jenderal MPR RI 2003, hal. 212- 213. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
dibawah kewenangan Presiden. Alasan lain yang dapat dikemukakan adalah bahwa, Pasal 15 dimaksud berada dalam Bab tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara. Kalau ditilik kebelekang, dapat dikatakan bahwa tidak konsistennya penamaan dimaksud, sudah dimulai dari langkah yang dibuat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), saat melakukan perubahan terhadap ketentuan pasal 16 UUD 1945. Hal demikian juga merupakan kritik yang diberikan oleh Komisi Konstitusi ketika diberikan tugas oleh MPR RI untuk melakukan kajian secara konprehensif terhadap UUD 1945 setelah. perubahan.2 Latar Belakang. Pengungkapan latar belakang dan atau alasan dibentuknya suatu undang-undang terlihat dalam konsiderans menimbang. Apabila dicermati muatan konsiderans menimbang RUU ini, belum seutuhnya mengambarkan tentang urgensi pengaturan dewan pertimbangan presiden ini dalam suatu undang-undang. Selanjutnya, pembentukan undang-undang ini juga masih mengangap bahwa dewan petimbangan presiden, mash dimaknai sebagai dewan pertimbangan versi lama. Hal ini terlihat dalam rumusan konsideran menimbang huruf b dan huruf c. Direkomendasikan, formulasi rumusan konsiderans menimbang (khususnya huruf b dan huruf c) diselaraskan dengan esensi pembentukan dewan pertimbangan yang memberikan makna bahwa dewan pertimbangan dimaksud merupakan kelembagaan yang berada di bawah kekuasaan Presiden, sehingga mengambarkan tugas dan kewenangan sebagai dewan pertimbangan versi baru. 2.
Tugas Dewan Pertimbangan. Pengaturan tugas dewan pertimbangan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 RUU, belum terlihat secara jelas tegas ukuran pelaksanaan tugas dimaksud. Sebagai contoh dapat dikemukakan, berkaitan dengan tugas sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (2). Apakah pemberian pertimbangan dimaksud diberikan secara periodik, dan atau berdasarkan kondisikondisi tertentu, sesuai dengan dinamika penyelenggaraan pemerintahan. Selanjutnya, rumusan Pasal 3 ayat (3) yang menegaskan tentang adanya keharusan Presiden untuk memperhatikan dengan sungguh-sungguh nasihat dan pertimbangan dewan pertimbangan presiden. Formulasi ayat ini, juga tidak memberikan ukuran yang tegas, apabila dikaitkan dengan konsekuensi yang timbul dalam hal Presiden tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh pertimbangan dewan pertimbangan presiden. Seyogyanya, juga diberikan ruang kepada publik, untuk mengukur kinerja bahwa sifat efisen dan efektif dari pelaksanaan tugas dewan pertimbangan dapat terukur. 3.
Hubungan Kelembagaan. Direkomendasikan, seyogyanya ada klausula yang memberikan pengaturan tentang antisipasi terhadap adanya kebijakan. Presiden yang membentuk lembaga dan atau badan lain, yang juga mempunyai fungsi dan tugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden untuk penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan. Dalam hal dimungkinkan, maka harus ada ketentuan yang mengatur tentang hubungan kelembagaan antara badan atau lembaga penasehat dengan dewan pertimbangan yang diatur dalam RUU ini. Sebaliknya, 4.
2
Dua Masalah timbul dengan pembentukan dewan pertimbangan tersebut. Pertama, masalah penamaan yang masih tidak banyak berbeda dengan Dewan Pertimbangan Agung yang telah dihapuskan. Penggunaan istilah yang sama yaitu dewan pertimbangan menunjukan ini tidak konsistennya perubahan yang dilakukan. Masalah Kedua, .....Lihat : Buku I Naskah Akademik Kajian Konprehensif Komisi Konstitusi Tentang Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2004 hal. 52- 53. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
dalam tidak dimungkinkan maka perlu ada pembatasan untuk membentuk lembaga atau badan lain yang sejenis dan dalam bentuk apapun. Keanggotaan dan Persyaratan Calon Anggota Dewan Pertimbangan. Berkaitan dengan keanggotaan dewan pertimbangan presiden, seyogyanya ditentukan jumlah orangnya. Hal ini untuk memudahkan dalam menentukan besarnya penggunaan anggaran negara bagi kepentingan anggota dewan pertimbangan. Di samping itu juga memudahkan dalam melakukan dan mendukung kelancaran kerja dikaitkan besarnya beban tugas yang diemban oleh dewan pertimbangan. Terhadap ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf d, seyogyanya ada rumusan tambahan yang memberikan kewenangan kepada Presiden, untuk men-non aktifkan anggota dewan pertimbangan, dalam hal anggota yang bersangkutan sedang diproses pidana sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan. Hal ini diperlukan untuk menjaga citra kelembagaan, serta memudahkan proses pemeriksaan. Dalam hal dugaan tindak pidana terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian seharusnya materi dalam penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d, dijadikan bagian ketentuan dalam batang tubuh dalam RUU. Selanjutnya syarat calon anggota, baik persyaratan umum maupun persyaratan khusus, untuk persyaratan-persyaratan tertentu harus dijelaskan ukurannya. Contoh, dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c, yang menentukan bahwa : mempunyai rekam jejak yang baik selama masa pengabdian di bidangnya, harus ditentukan ukurannya. Apakah hal ini bersifat kualitaif dan atau kuantitatif? 5.
Ketentuan Penutup. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) RUU, seyogyanya tidak ada. Hal ini didasarkan pada alasan, bahwa (rancangan) Undang-Undang ini bukanlah merupakan (rancangan) UndangUndang sebagai penganti dari Undang-Undang Tentang Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat punya pemikiran untuk menyatakan tidak berlaku Undang-Undang tentang DPA, maka seharusnya dibentuk Undang-Undang Pencabutan Tentang, sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
6.
Bagian Penjelasan. Seyogyanya materi penjelasan, Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (3) huruf d, dimasukan dalam bagian batang tubuh. Karena, penjelasan ini mengandung norma pengaturan. Sesuai dengan esensinya, bahwa bagian penjelasan sifatnya menjelaskan dan hanya memuat uraian atau jabaran lebih Iahjut dari norma yang diatur dalam batang tubuh, sehingga tidak boleh menambah norma dan atau kaedah baru.3 7.
C.
Penutup. Demikian pokok-pokok pikiran ini disampaikan, semoga dapat menjadi pertimbangan dan bahan masukan bagi kesempurnaan rancangan undang-undang ini, demi untuk kedjajaan bangsa, sesuai dengan motto Universitas Andalas.
Padang, 30 Januari 2006.
3
Lihat Lampiran Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan, khususnya BAB I Huruf E angka 148-155. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net