RANCANGAN Lampiran Nomor
: Keputusan Musyawarah Nasional REI XV Tahun 2016 : XI Tahun 2016
KOMISI “C” BIDANG POKOK-POKOK PIKIRAN I.
PENDAHULUAN
Industri properti nasional dalam kurun waktu tiga tahun terakhir menghadapi tantangan yang cukup berat. Perlambatan ekonomi nasional sudah mulai terjadi sejak 2013, tercatat pertumbuhan ekonomi pada waktu itu hanya 5,78% dibandingkan tahun-tahun sebelumnya di atas 6%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi berlanjut ke 2014, yang tercatat hanya 5,02%. Pada 2015 situasi masih belum membaik, dimana pertumbuhan ekonomi lebih rendah lagi tercatat hanya 4,79%. Baru mulai berangsung pulih pada pada kuartal III 2016 yang tercatat 5,04%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut, berdampak langsung terhadap penurunan penjualan properti nasional. Khususnya penjualan properti segmen komersial menengah atas yang turun signifikan. Beruntung, pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi perumahan melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Kebijakan tersebut setidaknya mampu mendongkrak penjualan rumah segmen menengah bawah, khususnya rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sejatinya, kemajuan industri properti punya korelasi positif terhadap perbaikan kualitas hidup masyarakat. Apalagi menurut data BPS 2015, masih ada 11,38 juta keluarga yang belum memiliki rumah. Dengan demikian upaya untuk mendorong pertumbuhan sektor properti diharapkan bisa mengurangi backlog dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sektor properti memiliki multiplier effect yang sangat luas, yaitu terkait dengan 174 industri lainnya. Diantaranya, industri keramik, baja, semen, jasa konstruksi, jasa perencanaan, cat, alat listrik, elektronik, funiture dan juga menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Ini menunjukkan industri properti merupakan lokomotif bagi pembangunan ekonomi nasional. Jika industri properti terganggu pasti akan berdampak pada industri ikutan lainnya. Oleh karena itu, dirasa perlu untuk menentukan arah kebijakan industri properti yang tepat, sehingga upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pembangunan ekonomi nasional bisa tercapai. Pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dirasa sangat responsif dalam melihat berbagai persoalan di sektor properti. Hal ini membuat pengembang properti optimistis, ke depan sektor properti akan berkembang lebih baik lagi.
1
POKOK POKOK PIKIRAN REI-MUNAS XV 2016 (KOMISI C)
Untuk itu, Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perusahaan Realetat Indonesia (REI) merasa perlu untuk menyusun Pokok-Pokok Pikiran untuk disampaikan dalam Musyawarah Nasional XV Tahun 2016, yang bertema, ”REI Bersinergi Sukseskan Sejuta Rumah, Tax Amnesty, dan Paket Kebijakan Ekonomi Nasional". II.
KONDISI DAN TANTANGAN
Sesuai dengan tema MUNAS XV diatas dan setelah memperhatikan berbagai kondisi dan tantangan yang ada, maka REI melihat beberapa hal terkait tantangan ke depan, antara lain: 1) Kebijakan Lintas Sektoral yang Belum Sinergis Kewajiban untuk membangun perumahan yang layak bagi masyarakat, sejatinya merupakan tanggungjawab pemerintah. Namun karena pemerintah tidak memiliki kemampuan dana yang memadai untuk membangun rumah bagi masyarakat, maka perlu kerjasama dengan pengembang swasta untuk mewujudkan ketersedian rumah layak dan terjangkau. Sinergi tersebut diwujudkan dalam Program Sejuta Rumah, dimana REI pada 2016 ditargetkan bisa membangun 230 ribu rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah sebagai pemrakarsa program turut mendukung dalam menciptakan kebijakan sehingga pengembang bisa mengoptimalisasi pembangunan dan masyarakat bisa mendapatkan harga yang terjangkau. Salah satu contoh adalah Program Sejuta Rumah, skema subsidi FLPP merupakan salah satunya. Program ini masih menggantungkan pada APBN dan peranan Bank BTN porsi besarnya,belum pada sumber dan jangka panjang yang “sustain.” Kebijakan ini perlu juga didukung oleh kebijakan lainnya misalnya, proses perizinan yang lebih mudah, harga tanah yang terkontrol, insentif perpajakan, dan kebijakan lainnya yang perlu disinergikan antara pemerintah pusat dan daerah. Diperlukan pemahaman yang sama lintas kementerian, instansi terkait dan semua stakeholder yang terlibat. Upaya untuk menghilangkan ego sektoral antar instansi perlu dikedepankan agar semua bisa berjalan sinergi. 2) Belum Terpadunya Koordinasi Pusat dan Daerah terkait Biaya Perizinan Para pengembang banyak yang mengeluhkan proses dan biaya perizinan yang lama dan mahal. Ini merupakan masalah lama yang belum tuntas terselesaikan. Presiden sudah mengeluarkan Inpres No. 3 Tahun 2016 tentang Penyederhanaan Perizinan Pembangunan Perumahan. Inpres tersebut diperkuat dengan RPP yang masih disusun pemerintah. Karena PP belum terbit dan diimplementasikan di daerah, hingga saat ini masih belum terasa kemudahan dalam proses perizinan. RPP yang sedang disusun pemerintah ini hanya menyasar pembangunan perumahan untuk MBR. Sementara pembangunan perumahan komersial, hingga saat ini masih lama dan mahal. Tentu saja hal tersebut akan mempengaruhi peringkat Doing Business Indonesia.
2
POKOK POKOK PIKIRAN REI-MUNAS XV 2016 (KOMISI C)
3) Perpajakan Pajak merupakan salah satu aspek yang menjadi perhatian para pengembang. Pengenaan pajak yang relatif tinggi akan mempengaruhi harga jual rumah kepada konsumen. Beberapa hal yang terkait permasalahan perpajakan antara lain: a. BPHTB dengan tarif maksimal 5% dibebankan berulang-ulang. Selain itu, untuk instrumen KIK-DIRE tarif BPHTB masih 5%, ini tidak kompetitif untuk pengembangan produk ini. b. Total pajak yang dikenakan untuk industri properti masing tinggi, untuk rumah sangat mewah total pajak yang harus dibayarkan bisa mencapai 42,5%. c. Banyak pengembang menengah kecil yang selama ini menjalankan usaha tanpa memahami standar dan aturan baku perpajakan terkait industry properti. d. Konstribusi industri properti dalam penerimaan pajak cukup besar dan mempergunakan komponen local namun kurang mendapat dukungan dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif. e. Pengenanaan PPnBM dan PPh 22 mengurangi daya tarik konsumen membeli properti segmen tersebut. 4) Harga Semakin Mahal Harga dasar tanah diperkotaan semakin tidak terkendali, ini berdampak pada kenaikan harga produksi rumah. Pengembang juga semakin kesulitan untuk membangun perumahan bersubsidi sesuai dengan harga yang telah ditetapkan Pemerintah. Jika hal ini terus berlangsung maka upaya untuk menyediakan pasokan rumah bagi MBR sulit terwujud. Selain itu, pengembang sering kali dituduh menjadi spekulan tanah, padahal upaya pengembang menambah jumlah lahan adalah untuk persediaan pembangunan proyek jangka panjang. Salah satu kunci solusi untuk tersedianya tanah dengan harga terjangkau bagi MBR adalah tersedianya bank tanah dan tidak ada kenaikan NJOP. 5) Hunian Berimbang Konsep Hunian berimbang yang diatur dalam UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman dan peraturan pelaksanaannya ditetapkan dalam PP No 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Pemukiman, sulit diimplementasikan dan perlu direvisi. Sebaiknya konsep Hunian Berimbang diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing, sesuai dengan kebutuhan dan rancangan tata ruang. Pertama hakikat merumahkan masyarakat MBR merupakan tanggung jawab negara sehingga dalam konteks hunian berimbang konteks tanggung jawab Negara harus tercermin dalam pengaturannya terutama dalam hal penyediaan tanah, PSU dan sebagainya. Selain itu, belum jelas defenisi rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah. Aturan ini terkesan dipaksakan, apalagi wajib diterapkan dalam satu hamparan dan satu kabupaten/kota. Ketentuan tersebut hampir tidak mungkin dilakukan di beberapa daerah yang luas lahannya sudah terbatas, seperti Jabodetabek. 3
POKOK POKOK PIKIRAN REI-MUNAS XV 2016 (KOMISI C)
6) Sumber Pembiayaan Perumahan Sistem pembiayaan perumahan Indonesia masih sangat terbelakang di bandingkan negara-negara tetanggga. Hampir sebagian besar masyarakat Indonesia tidak tersentuh oleh pembiyaan formal. Hal tersebut tercermin dari rasio PDB terhadap nilai KPR yang hanya 2,8%. Sementara rasio PDB terhadap KPR di Singapura mencapai 45,9%, Malaysia 37,8%, Thailand 22,3% dan Filipina 3,3%. Sumber pembiayaan perumahan Indonesia hingga saat ini masih didominasi oleh pembiyaan dari sektor perbankan, baik untuk KPR maupun kredit konstruksi. Padahal cost of fund yang pinjaman bank sangat besar tinggi. Sementara sumber pembiayaan lainnya, baik dari pasar modal maupun lainnya nilai masih terbatas. Sementara itu, hal lain yang perlu dipikirkan adalah pengembang Rumah Sejahtera Tapak yang terbatasnya modalnya untuk membebaskan tanah telah menghambat kecepatan pembangunan perumahan yang padat modal. Sebagian besar pengembang kecil yang membangun Rumah Sejahtera Tapak adalah perusahaan UKM. Pengembangpengembang seperti ini sulit mendapatkan akses pembiyaan dengan bunga murah. Rencana penerapan Tapera merupakan kunci penyediaan dana murah berjangka panjang. 7) Kebijakan terhadap Pembangunan Rusunami/Rusun Umum dan Rusun Komersial Program pembangunan rumah susun bersubsidi/Apartemen Sejahtera sebagai solusi atas keterbatasan tanah di perkotaan belum didukung oleh semua Pemerintah Daerah dan Institusi Perpajakan. Terbitnya UU 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dengan beberapa Pasal yang mengatur NPP, penghunian dan tenggang waktu penyerahan ke PPPSRS sulit diimplementasikan. Selain itu kewajiban 20% pembangunan rusun umum harus didalam konteks merumahkan masyarakat MBR yang menjadi tanggung jawab Negara khususnya dalam penyediaan tanah bagi rusun bagi masyarakat MBR. Sebaiknya dilakukan pemisahan regulasi secara tegas untuk rusun umum dan rusun komersial. 8) Pengurusan Sertifikat yang Masih Lama Pengurusan sertifikat pada umumnya mahal, lama dan tidak transparan. Dan Penerapan PP Tanah Terlantar pada sektor properti yang sudah secara sah memiliki hak dan rencana pengembangan serta perizinan yang jelas.
4
POKOK POKOK PIKIRAN REI-MUNAS XV 2016 (KOMISI C)
REKOMENDASI MUNAS XV 2016 Mencermati perkembangan, kondisi,tantangan dan peluang sektor realestat serta kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi, maka perlu diperkokoh peran REI sebagai asosiasi pertama di sektor perumahan. Untuk itu, REI perlu menyampaikan beberapa rekomendasi kepada pemangku kebijakan. Selain rekomendasi berupa masukan, ini juga diupayakan untuk mensinergikan semua kebijakan lintas lembaga pemerintahan. Hal itu bertujuan supaya industri realestat semakin berkontribusi dalam mengatasi backlog yang semakin meningkat, berdaya saing, meningkatkan kualitas dan kuantitasnya sehingga semakin dapat memberikan kontribusinya kepada pembangunan ekonomi negeri ini. Rekomendasi MUNAS REI 2016, antara lain : 1. MENSINKRONISASI KEBIJAKAN DAN ATURAN PERUMAHAN DAN PROPERTI Sinkronisasi dan sinergi kebijakan perumahan lintas lembaga perlu dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih aturan yang menghambat pembangunan perumahan, khususnya rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Dalam pembangunan perumahan pemerintah memiliki peran yang sangat strategis. Ada dua peran penting pemerintah dalam pembangunan perumahan, pertama, pemerintah sebagai pembangun perumahan. Kedua, pemerintah berperan sebagai pengendali pembangunan perumahan. Sebagai pengendali pembangunan perumahan pemerintah memiliki instrumen regulasi lintas kementerian dan lembaga yang perlu disinkronkan dengan upaya untuk mengurangi angka backlog. Sementara, angka backlog tidak berkurang secara signifikan, ini artinya tidak ada regulasi yang sinergis untuk mengatasi persoalan tersebut. 2. PENYEDERHANAAN PERIZINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN KOMERSIAL Langkah pemerintah menyederhanakan pembangunan perizinan pembangunan perumahan untuk MBR layak diapresiasi. Ada baiknya langkah serupa dilakukan untuk pembangunan perumahan komersial, agar bisa lebih efisien dari sisi waktu dan biaya. Jika hal tersebut bisa terwujud, ada potensi pertumbuhan industri properti bisa lebih tinggi lagi. Selain itu, harga rumah komersil bisa ditekan lebih murah lagi dibanding sekarang. Namun perlu dicermati pelaksanaan penyederhanan perijinan di daerah yang seharusnya langsung menindak lanjuti ketentuan Pemerintah Pusat. 3. PEMANFAATAN TANAH NEGARA untuk PERUMAHAN MBR a. Mendesak Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki political will untuk mencadangkan tanah-tanah negara untuk kepentingan pembangunan infrastruktur dan perumahanbagi MBR dan mendukung konsep hunian berimbang; b. Pemerintah daerah dinilai perlu mengalokasikan anggaran untuk menyediakan tanah (land banking) yang nantinya tanah tersebut diperuntukkan bagi pembangunan perumahan bagi masyarakat. 4. PENATAAN RUANG a. Pemerintah pusat perlu mendorong agar pemerintah daerah membuat RDTR sehingga terbentuk zonasi atau pembagian wilayah yang dikhususkan untuk pembangunan perumahan atau menetapkan secara tegas alokasi dan lokasi perumahan MBR sehingga hal ini mendukung konsep hunian berimbang. b. Dibutuhkan koordinasi lintas departemen membuat semacam surat keputusan bersama (SKB) pemerintah pusat dan daerah dan perlu langkah-langkah strategis serta kebijakan lintas sektoral agar tercapai komposisi ideal dalam pemanfaatan 5
POKOK POKOK PIKIRAN REI-MUNAS XV 2016 (KOMISI C)
ruang bagi kebutuhan dan kejelasan sektornya masing-masing guna memberikan kepastian bagi dunia usaha yang menjalankan kegiatan di bidangnya masingmasing. c. Mendesak pemerintah untuk meninjau kembali luas kavling yang diatur dalam Permen yang mengatur mengenai luas rumah umum yang menggunakansubsidi/FLPP minimal luas kavling 60 m2 dan maksimal120 m2. 5. PEMBIAYAAN PERUMAHAN YANG BERKELANJUTAN a. REI mendukung operasionalisasi dari UU Tabungan Perumahan Rakyat untuk memberikan kepastian tersedianya dana berjangka panjang dan bunga murah bagi sektor perumahan permukiman dan jenis pembangunan lainnya dalam waktu secepat cepatnya; b. Pada sisi pembiayaan pembangunannya juga diharapkan pihak perbankan dan lembaga keuangan yang lain mendukung secara nyata berupa kredit investasi dan konstruksi yang sesuai dengan kebutuhan daya serap pasar perumahan; c. Mendorong KIK-DIRE agar bisa berkembang sebagai salah satu alternatif pembiayaan pembangunan properti. KIK DIRE sebagai salah satu sumber pembiayaan non bank dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Asset acquisition, dengan mengambil alih 100% dari pemilik lama. PPh yang dikenakan 0,5% dan BPHTB maksimal 1%. 2. Share acquisition, hanya membeli saham tidak harus 100% oleh investor. d. Mendorong kehadiran lembaga yang dijamin pemerintah untuk mensekuritisasi kredit perumahan, sehingga mendapat peringkat tinggi dan bisa menyalurkan pembiayaan perumahan yang lebih murah. e. Mendorong hadirnya lembaga morgate insurance, sehingga bank tidak takut memberikan bunga rendah kepada konsumen karena sudah di asuransikan. f. Selain dibutuhkan penurunan bunga mengingat suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo BI sudah turun ke 4,75%, relaksasi lanjutan LTV juga ketersediaan KPR bagi WNA beserta jaminan hak pakai sebagai alternatif pembiayan bagi WNA dalam membeli properti/hunian tempat tinggal di indonesia 6. PERPAJAKAN 1. Meminta Dirjen Pajak bersama REI membuat rencana dan melaksanakan penyuluhan pajak kepada seluruh anggota REI di seluruh Indonesia. 2. Pengenaan PPh Pasal 22 perlu dikaji ulang atau dihapus karena ini menambah beban bagi pembeli dan ada double taxation atas rumah mewah karena sudah dikenakan PPnBM. Mengingat PPNBM jugamenambah beban pajak, diusulkan penghapusan PPnBM sehingga diharapkan terjadi peningkatan transaksi dan pemasukan pajak melalui PPN. 3. Pajak keluaran (PPN) bagi pengembang yang membangun rumah MBR selayakya ditanggung negara mengingat PPN masukannya sudah ditanggung negara. 4. Mendesak Dirjen Pajak melakukan pembahasan-pembahasan bersama REI untuk menyelesaikan permasalahan perpajakan. 5. Meminta pemerintah untuk mengawal pemerintah daerah agat menurunkan BPHTB yang dibanyak daerah di tetapkan pada tarif maksimal 5%. 6. Untuk tarif BPHTB KIK-DIRE diharapkan bisa turun di bawah 1%.
6
POKOK POKOK PIKIRAN REI-MUNAS XV 2016 (KOMISI C)
7. PEMBANGUNAN KOTA BARU DALAM PROGRAM MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) a. Pengembangan kota baru mendorong terciptanya tata ruang yang lebih tertib dengan pengembangan infrastruktur yang lebih paripurna. Kehadiran sejumlah kota baru atau kota mandiri di sejumlah daerah di Indonesia telah melahirkan kekuatan ekonomi baru di wilayah penyangganya. Dalam hal ini, dibutuhkan visi dan komitmen yang kuat, terukur dan terarah dari pemerintah pusat dan daerah untuk menyakinkan pihak swasta, agar mau terlibat mewujudkan konsep kota baru tersebut. Keterlibatan swasta harus didasari oleh dukungan dan optimisme bahwa mendukung program pemerintah dalam pengembangan kota baru itu akan menghasilkan juga keuntungan secara bisnis; b. Pemerintah hendaknya segera mewujudkan pengembangan 20 proyek kota baru telah dimasukkan dalam program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). MP3EI merupakan pedoman arah sekaligus strategi pembangunan nasional dalam periode 2011-2025. Proyek kota baru itu berlokasi di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Di antaranya tiga calon kota baru yang siap dikembangkan, meliputi proyek Kota Baru Maja di Provinsi Banten, Gresik di Jawa Timur, dan Kota Baru Makassar, Maros, serta Gowa di Sulawesi Selatan. Proyek kota baru tentu tidak hanya sebatas 20 kota baru yang telah dicanangkan oleh pemerintah, banyak pula pengembang yang telah punya proyek sendiri untuk dikembangkan dalam skala kota baru di sejumlah daerah. c. Dibutuhkan percepatan pembangunan infrastruktur agar tidak menjadi beban tambahan bagi pengembang. d. Mendorong pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). 8. PEMBANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN a. Pemerintah memfasilitasi dan mengajak para pengembangmelakukan upaya membangun dengan konsep ramah lingkungan melalui proses sertifikasi green building terhadap gedung-gedung/proyek-proyek anggota REI di Indonesia yang menerapkan konsep green building. Melalui atau bekerja sama dengan Partner berupa Organisasi nirlaba yang independen, dimana partner REI ini harus anggota dari World Green Building Council ( WGBC ) di Indonesia; b. Meminta Pemerintah Pusat (terutama Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perumahan Rakyat) dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk mendukung terlaksananya kegiatan Sertifikasi Green Building, serta mengupayakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota agar dapat memberikan insentif antara lain berupa pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) kepada pemilik gedung/proyek kawasan yang disertifikasi. Karena pemberian insentif ini di satu sisi akan mengurangi pendapatan pajak tapi di sisi lain akan mengurangi pemakaian energi, pemakaian air, mengurangi banjir,mengurangi pemanasan global dan emisi CO2, pemakaian material akrab lingkungan serta gedung gedung yang lebih sehat.
7
POKOK POKOK PIKIRAN REI-MUNAS XV 2016 (KOMISI C)
9. BADAN PERTANAHAN NASIONAL a. Mendesak BPN untuk melakukan MOU ulang dengan REI untuk mengatasi lamanya dan mahalnya proses sertifikasi dan memastikan pelaksanaannya sampai ke tingkat Kanwil dan Kepala Kantor BPN, sehingga bisa dilakukan standarisasi pembuatan sertifikat pecahan sampai jumlah hari tertentu yang disepakati di seluruh Indonesia. b. Mengusulkan pemanfaatan teknologi informasi dalam proses sertifikasi. c. Mendesak BPN untuk membuat peraturan tertulis tentang pengecualian penerapan tanah terlantar bagi pengembang yang telah memiliki hak, rencana dan izin yang jelas. 10. PENINGKATAN KOMPETENSI UNTUK BERSAING DI KAWASAN REGIONAL a. Merealisasikan pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi di sektor properti. Ini diperlukan untuk meningkatkan kompetensi pengembang Indonesia. b. Meminta pemerintah menyiapkan infrastruktur dan peraturan untuk memperkuat daya saing pengembang nasional. c. Menghimbau kepada pemerintah agar pengembang asing menjadi anggota REI sehingga ada transfer of knowlage. d. Pemerintah menyelesaikan sisa permasalahan regulasi pemilikan asing yaityu pembentukan regulasi yang mengatur jangka waktu hak pakai bagi WNA dan izin tinggal 11. PERATURAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN a. Pengusaha membutuhkan kepastian hukum dan sinkronisasi peraturan perundangan di pusat dan daerah didalam melaksanakan kegiatan usahanya; b. Menghimbau Pemerintah supaya senantiasa mengajak REI sebagai wadah para pengembang seharusnya dilibatkan secara aktif bersama didalam rangka proses pembuatan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang mengatur perumahan permukiman; Meminta Pemerintah untuk duduk bersama dalam rangkah mengevaluasi kembali dan sinkronisasi atas terbitnya beberapa undang-undang dan peraturan yang bisa berpotensi menghambat pengembangan dunia usaha khususnya dan peraturan yang sulit untuk diimplementasikan dan sangat memberatkan dunia usaha dengan sanksi-sanksi pidana yang memungkinkan terjadinya peluang menjadi target sasaran pemeriksaan atas dasar pasal-pasal tersebut. c. Khususnya terkait Hunian Berimbang dan rumah susun Pemerintah agar menetapkan regulasi yang lebih bisa implementatif, fair dan realistis dapat dilaksanakan di lapangan sesuai kendala yang terjadi. 12. LAIN-LAIN a. Perlu ada aturan dalam bentuk PP yang mengatur masalah rusun sesuai dengan segmetasi dan kondisi bangunan. Disamping itu, pengelola juga harus memiliki kompetensi dalam mengelola rusun. b. Mendorong pemerintah menggunakan roadmap properti sebagai acuan dalam mengambil kebijakan di sector properti. c. Terkait masalah kelistrikan hendaknya dapat dibuat standar baku yang diikuti PLN dalam melakukan koordinasi dan pemasangan listrik agar tepat waktu khususnya bagi perumahan MBR.
8
POKOK POKOK PIKIRAN REI-MUNAS XV 2016 (KOMISI C)
Demikianlah Pokok-Pokok Pikiran MUNAS XV REI 2016 untuk dicermati dan sebagai dasar pemikiran dalam rangka merumahkan rakyat. Selain itu, setelah MUNAS XV kiprah REI mewujudkan rumah sehat dan layak bagi rakyat dapat tercapai. Hal tersebut bisa tercapai jika kondisi yang kondusif bagi dunia usaha, pemerintah dan pelaku-pelaku di sektor properi bisa bersinergi. Ditetapkan di: Jakarta Pada Tanggal :30 November 2016 MUSYAWARAH NASIONAL REI XV TAHUN 2016 MAJELIS PIMPINAN MUNAS
............................ Ketua
............................ Wakil Ketua
............................ Anggota
9
POKOK POKOK PIKIRAN REI-MUNAS XV 2016 (KOMISI C)
............................ Sekretaris
............................ Anggota