Pokok-Pokok Pikiran Roundtable Discussion : Oleh Marsuki Tentang Pentingnya UU Utang Luar Negeri dari Sisi Ekonomi dan Keuangan Hotel Arya Duta, Makassar 11 November 2009
Pokok-Pokok Pikiran Pembahasan Tentang Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia Pengantar Diskusi Dasar Pemikiran dan Praktik Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia Profil Utang Pemerintah Indonesia Persoalan Utang Luar negeri Indonesia Prospek Utang Luar Negeri Pemerintah Penutup : Kesimpulan dan Saran
Pengantar Diskusi Utang luar negeri (ULN) di Indonesia sudah ada sejak zaman kolonial, tapi kemudian porsinya semakin membesar sejak RI. Hingga kini sudah terjadi tujuh kali pergantian pemerintahan,. Walau demikian, dalam praktiknya nampaknya tidak ada perbedaan secara prinsip yang diterapkan masing-masing pemerintahan dalam mengelola atau memanfaatkan ULN tersebut, sebagai salah penopang atau sumber pembiayaan “prime mover” pembangunan. Dalam era pemerintahanSoeharto hingga Megawati, pemerintah menganut prinsip yang secara terang-terangan menjadikan ULN sebagai penutup kekurangan kebijakan anggaran (APBN) yang ditetapkan selalu harus seimbang (Keseimbangan Fiskal). Sehingga dapat dikatakan ULN menjadi alat stimulus kebijakan fiskal pemerintah. Kemudian, sejak pemerintahan SBY, prinsip pemanfaatan ULN diperlunak sebutannya, dengan melakukan perubahan orientasi kebijakan fiskal dengan konsep “Kesinambungan Fiskal”. Konsep ini mengandung arti bahwa APBN dilaksanakan secara dinamis untuk menjalankan fungsi sebagai stabilisator perekonomian dan mampu memenuhi barbagai beban pengeluaran atau kewajiban baik yang eksplisit maupun implisit, pada saat ini dan di masa akan datang. Ke depan, masalahnya adalah bagaimana menemukan formula yang tepat guna memanfaatkan seoptimal mungkin ULN tersebut sehingga dapat menjadi sumber pembiayaan pembangunan yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional baik bagi generasi saat ini maupun bagi generasi yang akan datang.
Dasar Pemikiran dan Praktik Pemanfaatan ULN di Indonesia Menurut teori, ada beberapa alasan mengapa ULN tersebut menjadi suatu keniscayaan bagi suatu negara, termasuk negara maju, dan terutama negara-negara berkembang, apalagi negara miskin. Alasan-alasan tersebut, karena : Semakin besarnya jumlah pengeluaran pemerintah dibanding penerimaan pemerintah, akibat diraihnya kemerdekaan dan kemajuan kehidupan warga negara Adanya kesenjangan pembiayaan pembangunan (saving-investmen gap dan Foerignexchage gap), dalam kaitannya dengan manfaat utang terhadap pembangunan. Besarnya kebutuhan bantuan teknis, dikaitkan dengan perihal pentingnya alih teknologi (invetasi Asing) serta pemikiran dan manajemen organisasi moderen, dan Semakin terbukanya hubungan ekonomi dan keuangan antar negara, akibat kemajuan perdagangan dan pasar keuangan internasional, yang mengakibatkan meningkatnya arus modal luar negeri (FDI, Portofolio dan lainnya). Pengalaman Indonesia dalam memanfaatkan ULN, juga mengacu pada pemikiranpemikiran tersebut. Kemudian berkembang lebih jauh oleh karena berbagai alasan strategis, mengikuti perkembangan zaman. Masalahnya, ditengarai banyak pihak, termasuk sekelompok idealis di pemerintahan sendiri bahwa selama ini pengelolaan ULN tersebut belum optimal. Akibatnya, timbul banyak prasangka, utamanya dari pihak-pihak kritis yang selalu alergi dengan ULN.
Perkembangan APBN Indonesia
Perkembangan SavingInvestment Gap
Indeks Keterbukaan Ekonomi, 2008
Aliran Modal Luar Negeri (Net Capital Inflow, 2008)
Perkembangan dan Profil ULN Pemerintah Indonesia Sekilas ULN pemerintah Indonesia mengalami perkembangan cukup moderat dan stabil dari waktu ke waktu, terutama semenjak tahun 2001. Baik ditinjau dari sisi jumlah, jenis, sumber, dan jangka waktunya. Meski demikian, beberapa pihak tetap mempersoalkannya, dengan menggunakan pendekatan-pendekatan kritis tertentu. Faktanya, selama ini perkembangan dan kebutuhan ULN semakin besar disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya : Adanya akumulasi ULN masa lalu yang harus dibelanjai ulang Adanya krisis ekonomi dan keuangan : depresiasi mata rupiah, kebijakan BLBI dan Rekapitalisasi perbankan, pelunasan utang obligasi Rekap di BPPN Membantu membiayai defisit APBN yang semakin besar, untuk : menopang kebijakan stimulus fiskal, bantuan peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat (PNPM, BOS, Jamkesmas, Subsidi), mengkompensasi bantuan ke dunia usaha dengan insentif pajak, mem-backup anggaran pendidikan 20%, membenahi reformasi birokrasi, maupun untuk menambah anggaran Alusista ABRI. Ke depan, tampaknya sulit dihindari akan semakin besarnya kebutuhan ULN jika memperhatikan berbagai hal, terutama dalam upaya mempertahankan kebijakankebijakan anggaran/fiskal yang sedang dan rencana dilaksanakan dalam rangka pemenuhan pembiayaan pembangunan sebagai akibat berbagai perkembangan dan kemajuan tatanan hidup masyarakat dan negara.
Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia, 2003-2009 (Q1-2) 160,000 140,000
135,401 137,024
150,009 149,141 147,982 147,339 146,226 145,519 136,640
128,736 130,652
120,000
Juta USD
100,000 80,000
69,24470,15369,245
76,920 73,051
78,048
83,544 85,12283,728 85,550 83,791
60,000 40,000 20,000 -
ULN Swasta
Total ULN
ULN Pemerintah Pusat
ULN Otoritas Moneter
Perkembangan Rasio Utang Pemerintah (ULN&UDN) terhadap GDP
Perkembangan Biaya Krisis BLBI
Perkembangan Defisit Anggaran
Beberapa Persoalan ULN Indonesia Serupa di negara lain, kritik terhadap peran atau manfaat ULN dalam pembangunan suatu bangsa juga sering terjadi di Indonesia, terutama saat menjelang pemilu pemilihan pemimpin negara. Ada beberapa indikator yang sering dipersoalkan oleh beberapa pihak tentang ULN tersebut, diantaranya berkaitan dengan : (lihat Grafik dan Tabel) Dikhawatirkannya perkembangan indikator kerentanan perekonomian eksternal Indonesia Dianggap adanya arus modal keluar yang semakin besar (negatif transfer) Dikhawatirkannya perkembangan nilai perbandingan antara ULN atau pembayaran ULN dengan beberapa indikator konomi makro esosial (ULN terhadap belanja pegawai, belanja modal) Tidak jelasnya beberapa definisi tentang ULN dibanding UDN, akibat perkembangan pesat dalam pasar keuangan nasional dan internasional (Asing beli SUN dan memperoleh gain besar) Dianggap bahwa biaya ULN kurang rasional dan tidak transparan pelaporannya akibat KKN Dianggap bahwa semua permasalahan tersebut timbul sebagai akibat karena adanya beberapa masalah mendasar yang selama ini ada, dan tidak dilakukan upaya pembenahan yang bersifat komprehensip. Diantaranya, karena belum adanya harmonisasi peraturan atau UU antara lembaga yang seharusnya saling terkait dalam menangani atau bertanggungjawab terhadap pengelolaan, pemanfaatan dan pengawasan ULN. Dengan mengetahui berbagai masalah yang diidentifikasi maka selanjutnya akan dapatlah disusun rancangan atau formula yang tepat untuk menjadikan ULN tersebut sebagai suatu instrumen ekonomi yang dapat bermanfaat, jadi bukan sebagai sesuatu yang perlu dikhawatirkan.
Indikator Kerentanan Perkonomian Eksternal, 2007
Grafik Perkembangan Beban ULN
Perkembangan Penarikan dan Pembayaran ULN (Cicilan plus Bunga) dan “Negatif Transfer”
80,000
100,000
60,000
80,000
40,000
60,000 Miliar Rupiah
Miliar Rupiah
Perkembangan Penarikan ULN Pemerintah, Pembayaran Cicilan Pokok, Bunga ULN dan Pembiayaan Luar Negeri
20,000 10,196 10,267
-
-20,000
6,628 548
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
50,854
49,580
47,408
40,000 26,566 18,778 18,447
20,000
10,272
8,635
-10,272
-28,057
-18,708 -23,852 -26,566
-40,000
-
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 (10,267)
(20,000) Pembiayaan Luar Negeri Penarikan Pinjaman Luar Negeri, bruto Pembayaran Cicilan Pokok ULN Pembayaran Bunga ULN
Negatif Transfer Total Pembayaran Ciciclan dan Bunga ULN Penarikan ULN (Bruto)
Perkembangan Beban ULN Pemerintah terhadap Belanja Pebagawai, Belanja Modal dan Penerimaan SDA
Perkembangan Beban Pembayaran ULN Pemerintah terhadap Belanja Modal, Belanja Pegawai dan Penerimaan SDA 300.00
250.00
264.96 200.00
233.30 214.71
200.00 150.00
Persentase
Persentase
255.06
250.00
100.00
193.08
240.65
205.77 185.83 168.83
150.00
100.00 50.00
50.00
-
2003
2004
2005
2006
2007
2008
-
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Rasio Beban ULN terhadap Belanja Pegawai
Rasio Pembayaran ULN/Belanja Modal
Rasio Beban ULN terhadap Belanja Belanja Modal
Rasio Pembayaran ULN/Belanja Pegawai
Rasio Beban ULN terhadap Penerimaan SDA
Rasio Pembayaran ULN/Penerimaan SDM
Perkembangan Pemilikan Asing atas SUN dan SBI
Rencana Penarikan ULN Baru Pemerintah, 2009
Prospek ULN Indonesia_1 Bagaimanapun juga, nampaknya ULN bagi Indonesia akan masih menjadi variabel penentu bagi keberhasilan program pembangunan Indonesia. Oleh karena itu, agar supaya ULN dapat lebih bermanfaat, maka beberapa kerangka pemikiran dan langkah-langkah strategi secara sistematis dan terencana sejak kini perlu disiapkan, diantaranya : Mendesaknya undang-undangan dan peraturan khusus tentang ULN diadakan agar dapat menjadi payung hukum dalam mengelola ULN secara profesional sehingga dapat dipertanggungjawabkan antar generasi. Didalamnya, termuat frame work mekanisme pengelolaan ULN, mulai dari sistem perencanaan pelaksanaan, pengawasan sampai pada cara pertanggunjawabannya dalam kaitannya ULN yang ada, dan terutama terhadap ULN yang akan dilakukan. Untuk itu, perlu ketegasan pelibatan secara aktif dan bertanggungjawab dari beberapa stake holders berkompoten sesuai dengan frame work mekanisme pengelolaan ULN yang ditetapkan. Dalam kaitan itu, perlu kejelasan peran, fungsi atau tugas, maupun aspek kewenangan dan kewajiban dari masing-masing pihak yang terlibat. Jelasnya pengertian dari beberapa aspek yang terkait langsung atau tidak dengan perihal ULN tersebut, sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran dan multi tafsir. Seperti diantaranya : definisi-definisi tentang ULN daalam kaitannye dengan instrumen UDN; prioritas sektor yang akan dibiayai dengan ULN; indikator batas kewajaran ULN, maupun indikator risiko ULN dalam jangka pendek; jangka menengah dan panjang dari sisi ekonomi, politik hukum dalam hubungannya dengan menjaga kepentingan, eksistensi dan dan integritas bangsa Indonesia untuk selamanya.
Prospek ULN Indonesia-2
Selain itu, secara khusus perlu dibuatkan aturan-aturan atau ketetapan yang merupakan penjabaran operasional dari salah satu pasal atau ayat dari RUU Tentang ULN, guna mengakomodasi mekanisme penyelesaian ULN yang dianggap dapat membantu meningkatkan kegiatan pembangunan di Indonesi. Seperti alasan strategis untuk memperbaiki kinerja kebijakan anggara pemerintah, melalui beberapa cara. Misalnya dengan strategi : Debt refinancing, Debt reorganization, Debt reduction,Debt relief, Conceesional restructuring, atau Debt swap. Praktiknya, Indonesia sudah mempraktekkan beberapa agenda tersebut, namun perlu ditambah dan disempurnakan lagi, sesuai kebutuhan dan pertimbangan yang tepat atau rasional. Termasuk perlunya aturan khusus tentang mekanisme penyelesian ULN tertentu yang selama ini terindikasi dapat memberatkan pemerintah dan terutama masyarakat ,sebagai akibat adanya ketidak wajaran dalam pengelolaan ULN, maupun akibat karena kesalahan berencana dari pihak kreditur maupun debitur sehingga dapat merikan pemerintah dan rakyat Indonesia (Odious debt misalnya). Sehingga nantinya ada hak bagi team pengeola ULN yang terbentuk dengan adanya undang-undang ULN tersebut, diantaranya hak untuk meminta penghapusan ULN tertentu yang dianggap bermasalah (Repudiation). Seperti yang sering dilakukan beberapa negara di Amerika Latin, bahkan Amerika Serikat pada tahun 1950 lalu. Perlunya melibatkan pelaku-pelaku lain selain pihak yang tercantum dalam kerangka atau frame work yang telah disusun, terutama sebelum keputusan ULN yang baru diambil. Diantaranya, melibatkan dengan cara dialog terbatas dengan pihak perguruan tinggi atau lembaga lain yang dapat dipercaya, termasuk Pemda-Pemda. Tujuannya untuk dijadikan acuan pembanding dalam pengambilan keputusan final tentang kebijakan ULN yang akan ditetapkan.
Kesimpulan Nampaknya, skhema rancangan muatan UU Tentang ULN yang diusulkan dan dibahas saat ini adalah selaras dengan semangat atau spirit kebijakan anggaran/fiskal dengan konsep “Kesinambungan Fiskal”, seperti yang dianut pemerintahan saat ini. Konsekuensinya ULN berarti tidak dimaksudkan lagi sebagai instrumen yang khusus untuk menstimulus perekonomian, seperti pada pemerintahan sebelumsebelumnya. Dalam hal ini, kebijakan anggaran/fiskal dilaksanakan untuk menutupi berbagai kewajiban dan komitmen yang harus dijalankan pemerintah bahkan termasuk kewajiban untuk membayar pokok dan bunga ULN itu sendiri. Penjelasan, gambaran, dan skhema rancangan muatan UU Tentang ULN yang diusulkan dan dibahas saat ini prinsipnya sebahagian besar sudah dapat mewakili aspirasi yang penulis sampaikan di atas. Namun ada beberapan pemikiran yang dapat disarankan untuk diperhatikan dan bahkan ditambahkan dalam draft UU kebijakan ULN tersebut, jika itu masih mungkin dilakukan.
Saran-Saran Diantara hal utama yang disarankan adalah perlu adanya muatan amanat atau spirit dalam rancangan UU tentang ULN tersebut tentang pentingnya secara terus menerus pemerintah sebagai koordinator kebijakan ULN melakukan secara “cermat dan dinamis” kebijakan ULN yang ada dan yang akan dilaksanakan. Hal tersebut dapat menyakut dua hal pokok, yakni : Perlu secara konsekuen melaksanakan amanat dan mekanisme seperti yang tertuang dalam rencana UU tentang ULN yang telah ditetapkan. Diantaranya pelibatan secara sungguh-sungguh pihak-pihak yang diusulkan, dengan tanggungjawab khususnya untuk menelusuri secara cermat, detail dan terinci setiap item tentang ULN yang ada dan yang direncanakan, baik dalam aspek pengetahuan : tentang tujuan atau manfaat ULN, tentang isi perjanjian dan komitmen, tentang tata cara pencairan, penggunaan maupun pengawasannya. Termasuk mampu memprediksi aspek-aepek risiko yang mungkin dialami. Kemudian secara aktif atau dinamis pemerintah dengan teamnya selalu harus siap melakukan negoisasi-negoisasi dengan pihak kreditur agar mau melakukan beberapa penyesuaian terhadap ULN tertentu, karena adanya beberapa alasan logis, kesempatan baik maupun karena ada persoalan yang dirasakan pemerintah dan masyarakat dengan ULN tertentu. Tujuan utamanya terfokus pada usaha untuk memperoleh keringana pembayaran bunga, cicilan, penyesuaian jangka waktu pinjaman, bahkan termasuk kemungkinan meminta kebijakan penghapusan ULN tertentu, jika memungkinkan.