PIDATO ILMIAH
PERLINDUNGAN TANAMAN DARI SERANGAN HAMA MELALUI PENDEKATAN TEKNOLOGI NON-KIMIAWI SINTETIS :Peranannya untuk mencapai keamanan pangan di Era Globalisasi
PIDATO PENGUKUHAN JABATAN GURU BESAR DALAM ILMU HAMA TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MATARAM Oleh
Prof. Ir. H.Muhammad Sarjan, M.Agr.CP,. Ph.D Disampaikan pada Rapat Terbuka Senat Universitas Mataram Tanggal 12 Pebruari 2009 di Mataram UNIVERSITAS MATARAM 2009
Kemajuan di bidang Pertanian sebagai Tanda kebesaran Allah SWT:
Dan apakah meteka tidak memperhatikan bumi, betapa banyak Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam (tumbuh-tumbuhan) yang baik? Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda (kebesaran Allah SWT), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. (Q.S. Asy Syu’ara ayat 7-8) Memanfaatkan sumberdaya alam berdasarkan prinsip keselarasan Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berpikir.(Q.S. Yunus ayat 24) Pembelajaran akan membawa kemudahan dan kearifan Menghindarkan dari kesombongan dan kecongkakan Keutamaan belajar (baca tulis) untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban
Bacalah dengan menyebut nama Allah yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, Allah Maha Pemurah yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam (baca-tulis) dan mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. Al ‘Alaq ayat 1-5) "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan" (Q.S. al-Mujaadilah: 11), dan, "Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."(' Q.S. Thaahaa: 114) Amar ma’ruf Nahi Munkar Amar ma’ruf dikonotasikan dengan petani yang harus menanam padi, sedangkan nahi munkar adalah sebagaimana petani harus memberantas hama penyakit agar tanaman padi tumbuh subur sehinggga petani akan mendapatkan panen padi yang diharapkan. Kalau hanya menanam saja ( berbuat amar ma’ruf) tanpa berbuat nahi munkar ( pemberantasan hama) maka panen akan gagal.
Assalammu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh Selamat pagi dan salam sejahtera Yang kami hormati: Bapak Gubernur dan Muspida Nusa Tenggara Barat atau yang mewakili, Rektor/ Ketua Senat, para Anggota Senat dan Guru Besar Universitas Mataram Rektor, Direktur dan Ketua PTN/PTS se Nusa Tenggara Barat Kepala Biro di Universitas Mataram Dekan dan Pembantu Dekan serta Dosen di Lingkungan Universitas Mataram maupun dari luar Lingkungan Universitas Mataram
Para Petani dan Kelompok tani yang telah memanfaatkan pestisida nabati terutama limbah batang tembakau virginia dan nimba dan pestisida hayati Bt dalam usaha taninya serta para praktisi pertanian organik sayuran dan tanaman pangan Hadirin sekalian yang berbahagia Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena atas limpahan karunia dan rahmat-Nya kita semua dapat berkumpul di tempat yang berbahagia ini untuk mengikuti Sidang Senat Terbuka Universitas Mataram. Secara pribadi saya sampaikan rasa syukur yang sangat mendalam atas rahmat dan nikmat yang telah diberikan kepada saya sekeluarga sehingga saya dapat mencapai jabatan akademik tertinggi sebagai Guru Besar di Universitas Mataram . Terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Bapak Rektor/ Ketua Senat Universitas Mataram , yang telah memberikan kesempatan dan kehormatan kepada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Ilmu Hama Tumbuhan pada Fakultas Pertanian Universitas Mataram . Hadirin yang saya hormati, perkenankanlah saya menyampaikan pidato saya yang berjudul:
PERLINDUNGAN TANAMAN DARI SERANGAN HAMA MELALUI PENDEKATAN TEKNOLOGI NON-KIMIAWI SINTETIS :Peranannya untuk mencapai keamanan pangan di Era Globalisasi
Hadirin yang saya hormati Hama adalah makhluk hidup yang menjadi pesaing, perusak, penyebar penyakit, dan pengganggu semua sumber daya yang dibutuhkan manusia. Definisi hama bersifat relatif dan sangat antroposentrik berdasarkan pada estetika, ekonomi, dan kesejahteraan pribadi yang dibentuk oleh bias budaya dan pengalaman pribadi. Kategori serangga hama didasarkan pada sumber daya yang dipengaruhinya. Tiga kategori umum hama serangga adalah hama estetika, hama kesehatan, serta hama pertanian dan kehutanan. Hama estetika mengganggu suasana keindahan, kenyamanan, dan kenikmatan manusia. Hama kesehatan menimbulkan dampak pada kesehatan dan kesejahteraan manusia berupa luka, ketidaknyamanan, stress, sakit, pingsan, dan bahkan kematian. Sekitar 50% dari seluruh jenis serangga penghuni bumi merupakan serangga herbivora yang dapat merusak tanaman pertanian dan kehutanan secara langsung atau pun tidak langsung. Betapa besar kerugian akibat serangan serangga hama (sekitar 27%) yang perlu diselamatkan atau ditekan melalui upaya pengendalian dan pengelolaan yang intensif. Keberadaan serangga hama dipertanaman sejak mulai dari benih, bibit, tanaman muda, tanaman dewasa, bunga, buah sampai pasca panen dengan berbagai spesies yang sangat beragam pada setiap fase pertumbuhan tanaman.
Oleh karena itu selama
proses produksi sampai saat ini petani selalu melakukan upaya pengendalian dengan berbagai teknik, terutama masih mengandalkan insektisida kimia sebagai senjata pamungkas.
Dalam pelaksanaannya perlindungan tanaman dari OPT masih menitik
beratkan pada pencapaian hasil secara kuantitatif, tanpa mempertimbangkan atau masih sedikit yang memperhatikan aspek kualitas hasil, misalnya dengan mempertimbangkan kandungan residu pestisida pada produk pertanian. Hal ini dibuktikan sejak saat terjadunya revolusi hijau sampai sekarang, apalagi ditambah dengan kurangnya perhatian dan pemahaman konsumen terhadap bahaya mengkonsumsi produk yang tercemar pestisida.
Dipicu oleh keberhasilan revolusi hijau secara global, dalam upaya mencapai swasembada pangan, pada tahun 1970-an hingga awal 1990 pemerintah Indonesia juga telah menggulirkan revolusi hijau. Melalui program intensifikasi pertanian dengan bertumpu pada penggunaan pupuk dan pestisida sintetik kimia, program swasembada pangan tersebut dapat tercapai. Akan tetapi dampak negatif dari program tersebut saat ini sudah kita rasakan, yaitu dengan semakin kurusnya lahan pertanian, hama dan penyakit tanaman menjadi resisten, ketergantungan terhadap sarana produksi kimia yang begitu besar serta semakin tingginya residu pestisida yang berbahaya dalam pangan yang kita konsumsi.
Hadirin yang saya muliakan Pengendalian hama dan penyakit yang selama ini bergantung pada penggunaan pestisida kimia ternyata berdampak sangat buruk pada ekosistem pertanian, pelaku pertanian dan konsumen hasil-hasil pertanian. Untuk meningkatkan produktivitas pertanian maka diperlukan adanya perlindungan tanaman dengan tujuan untuk menciptakan tanaman yang sehat sehingga mendapatkan keuntungan optimal dengan kerusakan lingkungan yang minimal
serta produk yang aman untuk dikonsumsi.
Perlindungan tanaman meliputi segala kegiatan perlindungan tanaman terhadap kerusakan mulai dari tanam sampai produk mencapai konsumen. Begitu pentingnya serangga hama sebagai faktor pembatas produksi pertanian sehingga merupakan keharusan untuk menekan serangan tersebut , bukan untuk menghilangkan keberadaan serangga pada agroekosistem yang merupakan suatu yang tidak mungkin. Di Negara maju yang telah menerapkan perlindungan tanaman secara intensif masih kehilangan hasil panen sampai 10% dan Negara berkembang masih mengalami kehilangan hasil panen 40-60% dan bahkan bisa mencapai 100% bila tidak dilakukan pengendalian (Triharso,1994) . Namun merubah pola kebiasaan petani di Indonesia yang telah mengadopsi pertanian konvensional selama lebih kurang 25 tahun tidaklah mudah, untuk itu harus dilakukan pembinaan secara bertahap dan berkesinambungan melalui kegiatan edukasi dan sosialisasi teknologi pertanian. Untuk tahap awal penekanan ke petani lebih kepada eliminasi penggunaan pestisida pada kegiatan LEISA (Low Exsternal Input Sustainable
Agriculture), karena dampak yang ditimbulkannya jauh lebih luas dan lebih berbahaya dibandingkan pupuk kimia yang dampaknya tidak secara langsung kepada pemakai. Sehingga diharapkan bahan pangan yang dihasilkan oleh petani secara pelan-pelan akan mulai bebas dari residu pestisida dan aman untuk dikonsumsi serta memiliki nilai tambah. Sekarang banyak konsumen menginginkan buah dan sayuran yang bebas sama sekali dari serangga (zero tolerance) dan tidak akan mentoleransi adanya kontaminasi atau kerusakan sedikitpun karena serangga. Produsen telah ditekan oleh konsumen untuk menerapkan praktek pengendalian hama yang lebih keras sehingga dihasilkan komoditas yang diinginkannya. Konsumen tidak menyadari jika penggunaan pestisida yang intensif akan diikuti oleh resurgensi hama dan perkembangan hama sekunder karena tidak ada lagi musuh alaminya, serta munculnya hama resisten terhadap insektisida.Hal ini yang menjadi salah satu kendala utama dalam implemetasi pengelolaan hama terpadu (PHT). Produsen (petani) dan konsumen telah dirasuki penyakit yang disebut ENTOMOFOBIA (ketakutan yang berlebihan terhadap serangga)
Hadirin yang saya hormati Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap manusia dalam mewujudkan sumber manusia yang berkualitas. Pangan yang dimaksud adalah yang aman,bermutu,bergizi dan tersedia secara cukup merupakan persyaraatan utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan.Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologi, fisik, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah N0.28 tahun 2004 pasal (4) mengatur persyaratan pangan yang aman dikonsumsi, maka pada proses produksi harus berpedoman pada cara budidaya yang baik, salah satunya
upaya
menekan pennggunaan insektisida kimia sintetis yang berpotensi mengancam keamanan pangan Sejalan
dengan
semakin
meningkatnya
kesadaran
masyarakat
terutama
masyarakat akan kerusakan lingkungan dan munculnya berbagai penyakit yang disebabkan penggunaan bahan kimia dengan frekuensi dan dosis yang berlebihan mengakibatkan masyarakat konsumen sudah mulai memilih komuditas yang
akan
dikonsumsi, apakah pangan yang akan dikonsumsi aman (bebas dari zat-zat berbahaya ) ataukah tercemar. Sebagai contoh dulu mengkonsumsi sayur dianggap menyehatkan namun
saat ini harus diwaspadai karena kemungkinan sayuran disemprot dengan
pestisida kimia berlebihan sehingga akan mengganggu kesehatan. Untuk mengurangi dampak negative pestisida tersebut maka muncullah pertanian organik dengan pengelolaan organisme pengganggu tanaman secara terpadu yang menerapkan sekolah lapang pengelolaan hama terpadu (SLPHT) sebagai upaya perlindungan tanaman yang ramah lingkungan untuk mengurangi ketergantungan petani dari agrokimia dengan meminimalisasi penggunaan pestisida. Pertanian organik semakin mendapat perhatian dari sebagian masyarakat baik di negara maju maupun negara berkembang, khususnya mereka yang sangat memperhatikan kualitas kesehatan, baik kesehatan manusia maupun lingkungan. Produk pertanian organic diyakini dapat menjamin kesehatan manusia dan lingkungan karena dihasilkan melalui proses produksi yang berwawasan lingkungan. Pertanian organik merupakan teknik pertanian yang tidak menggunakan bahan kimia (non sintetik), tetapi memakai bahan-bahan organik (Pracaya, 2002). Pertanian organic dapat dikatakan sebagai suatu system bertani untuk mengembalikan siklus ekologi dalam suatu areal pertanian yang seimbang dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitar. Secara perlahan tapi pasti system pertanian organic mulai berkembang, masyarakat mulai melihat manfaat system pertanian organic seperti lingkungan tetap terjaga kelestariannya dan dapat mengkonsumsi produk pertanian yang relatif sehat dan bebas bahan kimia sehingga aman untuk dikonsumsi. Untuk menghadapi era globalisasi dengan adanya tuntutan masyarakat tentang produk pertanian yang ramah lingkungan,bermutu dan aman dikonsumsi maka perlu dilakukan terobosan baru dalam perlindungan tanaman dan adanya penjaminan mutu produk dengan menetapkan standarisasi produk dari pihak berwenang sehingga aman untuk dikonsumsi dan mempunyai daya saing dengan produk luar. Permintaan produk pertanian segar dan menyehatkan yang berasal dari pertanian organic semakin meningkat dari tahun ke tahun, meskipun saat ini konsumen produk pertanian organic masih terbatas pada kalangan tertentu namun prospeknya dimasa mendatang cukup baik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas maka perlu dilakukan perlindungan tanaman yang ramah lingkungan untuk mencapai keamanan pangan sehingga mampu bersaing dengan produk luar. Untuk mencapai tujuan tersebut salah satu teknik perlindungan tanaman yang dapat diterapkan adalah dengan Pengelolaan Hama Terpadu (PHT)
dengan memadukan berbagai cara yang kompatibel dari segi ekologi, aman dan dari segi ekonomi menguntungkan, sesuai amanat Undang-Undang No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman yang pada pasal 20 menyatakan bahwa: Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan system Pengendalian Hama Terpadu. Berdasarkan hasil pengawasan dan monitoring khususnya terhadap pangan segar terutama sayuran dan buah yang dilaksanakan oleh para peneliti dari laboratorium lembaga penelitian dan dinas terkait menunjukkan bahwa saat ini residu pestisida hampir ditemukan di setiap tempat di lingkungan sekitar, meskipun kadar residu pestisida yang ditemukan masih di bawah batas maximum residu, namun temuan-temuan tersebut merupakan indikasi bahwa penggunaan pestisida perlu dibatasi dan dikurangi.
Hadirin yang saya hormati Ada beberapa masalah yang berhubungan dengan penaggunaan insektisida yang tidak tepat yaitu : 1. Problem Kesehatan Pestisida dapat berbahaya dan meracuni manusia dan hewan, terlebih
ketika
penggunaannya berlebihan dan salah penggunaan. Kontak dengan pestisida dapat terjadi melalui kontak langsung (ketika melakukan penyemprotan dan pencampuran), atau secara tidak langsung melalui makanan yang terkontaminasi pestisida dan meminum air yang terkontaminasi. 2. Problem Lingkungan Sebagian besar pestisida tidak hanya membunuh organisme pengganggu, akan tetapi banyak juga yang membunuh wildlife dan organisme non target dan mikroorganisme. Beberapa pestisida persisten pada jaringan tanaman dan tanah dalam waktu yang lama, dan beberapa juga terakumulasi tidak hanya dalam tubuh serangga, akan tetapi juga pada hewan-hewan yang memakan seranggga tersebut. Pestisida juga dapat terikut dalam aliran sungai dan danau, dan mungklin meracuni kehidupan perairan. 3. Problem Finansial Pestisida dapat sangat mahal. Kebanyakan petani menyemprot pestisida lebih dari yang mereka butuhkan dan penyemprotan yang tidak diperlukan (unnecessary application) ini
dapat menjadi mahal. Di Pakistan, sebuah proyek training menunjukkan bahwa lebih dari 80% pestisida yang disemprotkan pada pertanaman
kapas adalah hal yang tidak
diperlukan, dan menghilangkannya ternyata dapat meningkatkan hasil petani sebesar 40%. Pada beberapa kasus, bahwa aplikasi pestisida dapat, secara nyata malah menjadikan problem organisme pengganggu menjadi lebih besar. Tidak semua serangga pada pertanaman itu menyebabkan kerusakan, akan tetapi ada juga yang memakan organisme pengganggu itu sendiri.
Serangga ini disebut
MUSUH ALAMI (natural
enemies). Kebanyakan pestisida membunuh musuh alami juga dan tanpa adanya musuh alami, maka serangga hama yang survive dari penyemprotan pestisida dapat berkembang lebih cepat dan pest level dari serangga hama tersebut akan meningkat dari sebelum disemprot. Pestisida kimia sintetik digunakan secara luas karena kadang-kadang dapat bekerja dengan baik, akan tetapi pestisida tidak
selalu menjadi jawaban yang tepat,
kadang-kadang tidak dapat mengendalikan populasi hama untuk beberapa alasan. Alasan utama mengapa diperlukan sebuah alternatif pengendalian dikembangkan.
1. Terjadinya ledakan hama kedua Meskipun pestisida kimia sintetik masih menjadi teknik pengendalian hama yang secara luas di gunakan, akan tetapi pada saat ini banyak pemikiran untuk dikembangkan sebuah alternatif. Ketika pestisida di aplikasikan untuk mengendalikan arthrpoda, secara natural menyebabkan musuh alami yang secara
normal mengkonsumsi serangga hama ada
dalam kondisi yang tidak melimpah atau tidak ada lagi musuh alami. Oleh karena itu, ketika hama kembali menginvasi daerah itu, tidak ada lagi musuh alami dan populasi serangga hama akan cepat meningkat.
Keadaan populasi yang cepat meningkat
dibandingkan populasi awalnya sering dikenal dengan resurgensi (Gambar1.1) 2. Ledakan Hama Sekunder. Ketika musuh alami mengalami kematian akibat aplikasi pestisida. Ada serangga hama lain yang awalnya bukan hama sasaran/utama ppopulasinya akan meningkat, karena musuh alami yang awalnya mampu
menjaga kepadatan populasinya selalu rendah
menjadi tidak ada, atau kepadatan populasinya tidak lagi mampu mengendalikannya, maka kondisi ini sering dikenal sebagai ledakan hama sekunder
3. Resistensi Hama Efek ketiga dari penggunaan pestisida yang sangat intensif, maka akan menyebabkan terjadinya resistensi pestisida (Gambar 1.3).
Resistensi dapat berkembang ketika
pestisida secara ekstrim efektif mematikansebagian besar populasi serangga hama setelah aplikasi. Akan tetapi kadang-kadang beberapa populasi masih hidup karena secara fisiologi bebrbeda dan toleran terhadap aplikasi pestisida tersebut. Strain baru itu menjadi resistan terhadap pestisida dan populasinya akan terus meningkat meskipun pestisida diaplikasi ulang. Ketiga fenomena negatif yang diakibatkan oleh penggunaan pestisida yang berlebihan terhadap serangga mengakibatkan
hama sering dikenal sebagai Pesticide treadmill
peningkatan
ketergantungan
untuk
selalu
yang dapat
menggunakan
teknik
pengendalian ini, akan tetapi meskipun beberapa pestisida telah dilarang di USA dan Eropa, pestisida masih diproduksi dan digunakan secara luas dinegara berkembang, dimana regulasi dan enforcement bergitu memperhatikan.
Dampak Residu terhadap Kesehatan Penggunaan pestisida khususnya pada tanaman terutama pangan segar akan meninggalkan residu pada produk pertanian. Bahkan untuk pestisida tertentu masih dapat ditemukan sampai saat produk pertanian tersebut diproses untuk pemanfaatan selanjutnya maupun saat konsumsi.
Besarnya residu yang tertinggal dalam produk
pertanian tersebut tergantung pada dosis, banyaknya dan interval aplikasi, factor lingkungan fisik yang mempengaruhi pengurangan residu, jenis tanaman yang diperlakukan, formulasi pestisida,jenis bahan aktif serta saat aplikasi terakhir sebelum produk pertanian dipanen (Sudarmo,S.2005), sejalan dengan pendapat Wudianto (2002) yang menyatakan bahwa penggunaan pestisida bisa menyebabkan residu pestisida pada produk pertanian dan resiko kerancunan sehingga diupayakan penyemprotan tidak dilakukan dua minggu sebelum panen.
Sehubungan dengan hal tersebut dalam
melindungi konsumen telah ditetapkan batas maximum residu yang aman untuk tiap jenis pestisida pada tiap jenis produk pertanian dan pemerintah telah mengeluarkan larangan beredarnya beberapa jenis pestisida yang mempunyai bahan aktif berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan antara lain (SNI,2004):
-
2.3.5 Triklofenol
- Heptaklor
-
2.4.5 Triklofenol
- Kaptafol
2.4.6 Triklofenol
- Klordan
Natrium 4 Brom 2.5 Diklorofenol
- Klordimefon
-
Aldikarb
- Leptofos
-
Aldrin
- Lindan
-
Arsonat
- Metoksiklor
-
Cyhexatin
- Mevintos
-
DDT (Dikloro Difenil Trikloroetaan
- Mono Sodium Metam
-
Dibromo Kloropropan
- Natrium Klorat
-
Dieldrin
- Natrium Tribomo Fenol
-
Diklofenol
- Paration Metil
-
Dinoseb
- Penta Kloro Fenol (PCP)
-
EPN
- Senyawa Arsen
-
Endrin
- Senyawa Merkuri
-
Etilen Di Bromidal(EDB)
- Striknin
-
Fosfor Merah
- Telodrin
-
Halogen Fenol
- Toxaphene
Residu yang terdapat dalam tanaman dapat berasal dari pestisida yang langsung diaplikasikan pada tanaman, atau yang diaplikasikan melalui tanah dan air. Selain itu residu dapat berasal dari kontaminasi melalui hembusan angin, debu yang terbawa hujan dari daerah penyemprotan yang lain, dan juga penanaman pada tanah yang mengandung pestisida persisten. Tinggi rendahnya residu pestisida pada tanaman ditentukan oleh jenis pestisida, dosis dan frekuensi aplikasi, serta waktu aplikasi (Untung,K.1986) Dampak residu pestisida ini dapat berakibat langsung maupun bereaksi dalam jangka waktu yang panjang. Akumulasi pestisida melalui residu yang tertinggal pada tanaman dapat mengakibatkan beberapa penyakit antara lain tumor, kanker, penyempitan pembuluh darah, pengapuran, dapat menyebabkan kanker dan cacat kelahiran dan merusak atau mengganggu sistem syaraf, endokrin, reproduktif, dan kekebalan pada mamalia (Aprianto,2003).
Hadirin yang saya hormati Contoh kasus pencemaran pestisida pada : a. Udara Di udara pestisida dapat ikut terbang menurut arah angin, makin halus butiran larutan maka kemungkinan ikut terbawa angin makin jauh sehingga dapat menyebabkan gejala bagi yang menghirup udara tersebut,menurut Sudarmo (1991) menyatakan bahwa pestisida yang disemprotkan 60 – 90 % yang sampai ke sasaran sedangkan sisanya terbawa angin atau segera sampai ke tanah. b. Tanah Akumulasi residu pestisida dalam tanah dapat menyebabkan tanah menjadi kurang subur terbukti pada kandungan Al dan unsur lain yang tinggi pada tanah tercemar residu pestisida.sehingga untuk usaha budidaya tanaman diperlukan perlakuan tanah khusus. c. Tanaman Akibat penggunaan pestisida akan meninggalkan residu pada tanaman, hal ini terbukti dari hasil beberapa pengujian ditemukan adanya residu pestisida d. Air Hasil penelitian yang dilaporkan Manuaba (2007) cemaran pestisida Klor organik dalam air danau Buyan Buleleng Bali termukan adanya dua residu cemaran pestisida klor-organik, yaitu DDT dan klorotalonil. Residu cemaran DDT didapatkan sebesar 5,02 ppb jauh di bawah nilai ambang batas yaitu 42 ppb. Residu cemaran klorotalonil yang didapatkan dalam air adalah 1,99 ppb. Selain itu juga kangkung Pesongoran yang dibudidayakan tanpa pestisida ternyata dari hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh BUKPD NTB 2008 terdapat kandungan Endosulfan dan Cypermethrin , hal ini diduga berasal dari air irigasi. Dari hasil uji laboratorium residu pestisida yang telah dilaksanakan oleh BUKPD NTB tahun 2005 beserta dinas terkait terhadap beberapa jenis sayuran (Tomat, Cabe, kacang panjang dan kubis) ditemukan adanya bahan Organoclorine yaitu zat diazinon dan aldrin. Dimana menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) th 2004 bahwa salah satu jenis pestisida yang dilarang beredar adalah yang berbahan aktif aldrin, namun kenyataannya dari hasil uji lab terhadap beberapa sayuran segar mengandung bahan aktif tersebut. Cara kerja racun golongan organoklorin adalah dengan mempengaruhi system syaraf pusat
dengan gejala keracunan: sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, mencret, badan lemah, gemetar, kejang-kejang dan kadang hilang kesadaran (Wudianto,R.1997). Kebutuhan pestisida dari tahun ke tahun diperkirakan semakin meningkat sebelum ditemukan alternative cara pengendalian yang lebih ramah lingkungan. Selanjutnya, penelitian Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Lampung menunjukkan, hasil produk pertanian di daerah itu, terutama sayur dan buah mengandung zat residu pestisida di atas batas maksimum.Berbahayanya lagi, sayur dan buah segar yang tercemar itu umumnya dipasarkan secara masal baik di pasar lokal maupun di Jakarta. Ditemukan juga berdasar pada hasil uji pestisida golongan piretroid, sejumlah produk hortikultura seperti buncis mengandung sipermetrin 0,2 mg. Padahal batas maksimumnya hanya 0,05 mg. Demikian halnya terong ungu yang mengandung sipermetrin 0,23 mg melebihi batas maksimum 0,2 mg. "Masih banyak jenis sayuran yang tercemar residu pestisida, seperti daun bawang, tomat, cabai, dan wortel. Pada pengujian pestisida golongan organoklorin, BKP Lampung menemukan wortel yang dijual di pasaran melebihi juga batas maksimun residu yakni 4 mg dari batas 0,1. Ditemukan juga zat itu dalam caisim, sawi air, kangkung, labu siam, dan kol.Sedangkan pada pengujian pestisida golongan organofosfat,ditemukan kacang panjang, buncis, dan cabai melebihi batas maksimum residu dimetoat (Balai Laboratorium Kesehatan Lampung 2007). Penelitian terbaru mengenai bahaya pestisida terhadap keselamatan nyawa dan kesehatan manusia sangat mencengangkan. WHO (World Health Organization) dan Program Lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja pada sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida dan sekitar 18.000 orang diantaranya meninggal setiap tahunnya. Di Cina diperkirakan setiap tahunnya ada setengah juta orang keracunan pestisida dan 500 orang diantaranya meninggal. Beberapa pestisida bersifat karsinogenik yang dapat memicu terjadinya kanker. Berdasarkan penelitian terbaru dalam Environmental Health Perspective menemukan adanya kaitan kuat antara pencemaran DDT pada masa muda dengan menderita kanker payudara pada masa tuanya. Menurut NRDC (Natural Resources Defense Council) tahun 1998, hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan penderita kanker otak, leukemia dan cacat
pada anak-anak awalnya disebabkan tercemar pestisida kimia. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Harvard School of Public Health di Boston, menemukan bahwa resiko terkena penyakit parkinson meningkat sampai 70% pada orang yang terekspose pestisida meski dalam konsentrasi sangat rendah.
Hadirin yang berbahagia Hubungan Perlindungan Tanaman dengan Keamanan Pangan
Perlindungan tanaman meliputi segala kegiatan perlindungan tanaman terhadap kerusakan mulai dari tanam sampai diterima konsumen (Triharso,1994). Pedoman Cara Produksi Pangan segar yang Baik adalah cara penanganan yang memperhatikan aspek-aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan segar oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan dari udara, tanah, air, pakan, pupuk, pestisida, bahan lain yang
digunakan dalam produksi pangan segar;
atau b. mengadakan perlindungan tanaman agar tidak mengancam keamanan pangan atau tidak berpengaruh negative terhadap pangan segar. Dengan adanya tuntutan masyarakat terhadap mutu pangan yang aman dikonsumsi, adanya penolakan eksport terhadap produk pertanian ke negara mitra, kemampuan petani menjamin mutu masih rendah sehingga diperlukan adanya pengawasan dan jaminan mutu produk pertanian untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk segar domestik. Sebagai upaya perhatian pemerintah adalah dengan memberikan jaminan bahwa produk pertanian segar maupun sebagai bahan baku pangan pengolahan bebas dari kontaminasi bahaya biologi,kimia dan fisik sehingga aman untuk dikonsumsi maka dibentuk badan otoritas kompetensi keamanan pangan (OKKP) pada masing-masing daerah sesuai dengan fungsinya untuk melakukan pengawasan dan jaminan mutu serta melakukan sertifikasi terhadap pangan segar (Anonim,2007).
Hadirin yang saya muliakan Perlindungan Tanaman dengan Teknologi Non Kimia Sintetik Untuk mengurangi penggunaan pestisida dan dampak yang diakibatkan maka diperlukan pengendalian alternative yang lebih ramah lingkungan seperti pengendalian hayati sehingga tidak mengganggu kesehatan manusia. Dalam pengendalian hayati kehidupan hama
ditekan
oleh
musuh
alami
baik
berupa
predator,parasitoid,pathogen
(Sutanto,R.2002), selain itu juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal yang berpotensi sebagai pestisida alami. Pestisida alami yang ramah lingkungan sebenarnya bukan hal yang baru dalam dunia pertanian, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri, petani di seluruh dunia sudah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organism pengganggu tanaman.
Kebiasaaan ini turun temurun sehingga menjadi tradisi dan
budaya suatu suku bangsa. Pestisida alami yang kini dikenal dikelompokkan menjadi 3 golongan sebagai berikut (Novizan,2002) : a.
Pestisida nabati (Botanical pesticide) yang berasal dari ekstrak tanaman, karena berbagai jenis tanaman memproduksi senyawa kimia untuk melindungi diri dari serangan OPT, senyawa inilah yang dipakai untuk melindungi tanaman.
b.
Pestisida Biologi (Biological Pesticide) yang yang mengandung mikroorganisme pengganggu OPT seperti bakteri,jamur,virus. Mikroorganisme ini secara alami memang merupakan musuh OPT, yang kemudian dikembangkan untuk perlindungan tanaman.
Pestisida nabati relative mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas, dan bersifat ‘pukul dan lari’ yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama dan setelah hamanya terbunuh residu akan cepat menghilang, dengan demikian bebas dari residu pestisida dan aman untuk dikonsumsi (Kardinan,2005). Hasil pengujian yang telah dilakukan oleh Kardinan terhadap beberapa jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati disajikan pada tabel1.
Tabel 1: Hasil Pengujian Beberapa Jenis Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati. No
Nama Tumbuhan
Bagian Tumbuhan
Hama Uji
Jenis Pestisida
1
Patah tulang
Daun
Pomacea
Molusca
2
Tefrosia
Daun
canaliculata
Molusca
3
Sembung
Daun
Pomacea
Molusca
4
Bandotan
Daun,bunga,akar,ba
canaliculata
Insektisida
5
Lempuyang Gajah
tang
Pomacea
Insektisida
6
Lempuyang emprit
Rimpang
canaliculata
Insektisida
7
Salam
Rimpang
Triboliun
Perangsang
8
Melaleuka
Daun
castaneum
pemikat
9
Jeringau
Daun
Sitophillus
Insektisida
10
Kecubung
Rimpang
Sitophillus
Non toksisk
11
Mimba
Daun
Carpophilus
Insektisida
12
Bitung
Daun
Bractocera dorsalis
Insektisida
13
Piretrum
Biji
Sitophillus
Bunga
Mus musculus
14
Cricula trifenestrata Insektisida
Bengkuang Tangkai bunga biji
15
Insektisida
Legundi Daun
Sitophilus oryzae
Insektisida
Callosobrocus
Insektisida
analis
Non toksisk
Plutella xylostela
Insektisida
16
Serei dapur
17
Bawang putih
Daun
Callosobrocus
Insektisida
18
Nilam
Umbi
analis
Racun ikan
19
Saga
Daun
Sitophillussp
Moluskisida
20
Tuba
Biji
Stegobium
Insektisida
Akar
paniceum
Insektisida
Callosobrochus analis
Insektisida
Callosobrochus
Non toksik
21
Kipahit
22
Kembang
Daun
analis
Insektisida
23
sungsang
Akar
Callosobruchus
Insektisida
24
Secang
Daun,bunga,biji
analis
Insektisida
25
Brotowali
Batang
Stegobium
Insektisida
26
Srikaya
Biji
paniceum
Insektisida
27
Aglaia
Daun
Sitophilus sp.
Non toksisk
28
Mete
Kulit Biji
Tilapia mosambica,
Non toksik
29
Kunyit
Rimpang
Pomacea
rodentisida
30
Senggugu
Daun
canalivulata
Gadung
Umbi
Sitophillus sp Carpohillus sp Callosobrochus analis
Tribolium castaneum Callosobrochus analis Sitophillus sp Tribolim castaneum Callosobrocus analis Callosobrocus analis Dollaescalia polibette Mus musculus Mus musculus Mus musculus
Sumber; Kardinan,199
Selain penggunaan pestisida nabati juga dapat digunakan pestisida biologi dengan memanfaatkan mikroorganisme yang menguntungkan terutama dari beberapa jenis
jamur,bakteri,virus dan nematoda, seperti Bacillus thuringiensis yang sudah banyak digunakan efektif mengendalikan wereng hijau dan beberapa hama penting tanaman pertanian(Salikin,2003), Metarhizium, NPV efektif untuk mengendaliakn kumbang badak dan dari golongan virus (Nuclaer Polihidrosis Virus) (Harahap,1994), Subagia (2005) juga melaporkan untuk mengendalikan ulat jantung pada kubis dapat digunakan nematoda entomopatogen Steinernema carpocapsae.
Prospek Pestisida Nabati dalam kerangka PHT Dengan semakin meningkatnya kesadaran lingkungan dan keinginan untuk hidup selaras dengan alam serta berkembangnya konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pestisida nabati kembali memperoleh perhatian dari paara pakar dan praktisi termasuk di indonesia setelah beberapa dekade teknik pengendalian hama tersebut nyaris dilupakan. Namun perlu dicatat di sini bahwa banyak kelompok pestisida sintetik yang sudah dikembangkan dan dipasarkan saat ini berasal dari pestisida nabati seperti karbamat dan piretroid.Perhatian banyak peneliti Indonesia terhadap pestisida nabati sangat meningkat pada dekade terakhir ini. Banyak jenis tanaman yang telah diteliti indikasi sifat insektisidal, fungisidal dan sifat-sifat pengendalian hama lainnya, seperti kunyit, jahe, kecubung, temu hitam, laos, gadung, biji bengkuang dan sirih (Martono, 1997). Seminar hasil penelitian dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati yang diselenggarakan bulan Desember 1993 (Anonim, 1994) telah membahas banyak hasil penelitian mengenai siifat-sifat pestisida nabati antara lain yang berasal dari tanaman cengkeh, serai wangi, jeruju/mangrove, sirih, gadung, nimba, lada hitam, duku, nilam, piretrum, vitex trifola, nona sabrang, deris dan bengkuang. Pada kesempatan seminar tersebut Direktorat Jenderal Perkebunan telah membuat daftar sebanyak 45 jenis tumbuhan di Indonesia yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati. Namun dari berbagai hasil penelitian baik yang dilakukan di Indonesia maupun di luar negeri masih banyak langkah penelitian dan pengembangan yang harus ditempuh agar jenis-jenis tumbuhan tersebut dapat digunakan sebagai pestisida nabati yang dapat efektif mengendalikan hama, ekonomi, praktis dan tidak membahayakan manusia dan lingkungan. Nimba, mimba atau Azadirachta indica merupakan tanaman yang sangat intensif diteliti oleh banyak peneliti dan ditinjau dari berbagai aspek pengendalian hama yang menunjukkan bahwa tanaman tersebut dapat dijadikan pestisida nabati yang dapat
dimanfaatkan di lapangan, baik dilakukan secara manual maupun secara industri (Schumutterer, 1995). Dilihat
dari
konsep
dan
prinsip
PHT
pestisida
nabati
mempunyai
banyak
keuntungan/keunggulan tetapi juga masih banyak kelemahannya yang secara rinci diuraikan berikut ini: Keunggulan Menurut Stoll (1995) dibandingkan dengan pestisida sintetik pestisida nabati mempunyai sifat yang lebih menguntungkan yaitu: a) mengurangi resiko hama mengembangkan sifat resistensi, b) tidak mempunyai dampak yang merugikan bagi musuh alami hama, c) mengurangi resiko terjadinya letusan hama kedua, d) mgnurangi bahaya bagi kesehatan manusia dan ternak, e) tidak merusak lingkungan dan persediaan air tanah dan air permukaan, f) mengurangi ketergantungan petani terhadap agrokimia dan g) biaya dapat lebih murah. Bahan nabati mempunyai sifat yang menguntungkan karena daya racun rendah, tidak mendorong resistensi, mudah terdegradasi, kisaran organisme sasaran sempit, lebih akrab lingkungan serta lebih sesuai dengan kebutuhan keberlangsungan usaha tani skala kecil. Oka (1993) juga mengemukakan bahwa pestisida nabati tidak mencemari lingkungan, lebih bersifat spesifik, residu lebih pendek dan kemungkinan berkembangnya resistensi lebih kecil. Kelemahan Menurut Martono (1997) kelemahan pestisida nabati yang perlu kita ketahui antara lain: •
Karena bahan nabati kurang stabil mudah terdegradasi oleh pengaruh fisik, kimia maupun biotik dari lingkungannya, maka penggunaannya memerlukan frekuensi penggunaan yang lebih banyak dibandingkan pestisida kimiawi sintetik sehingga mengurangi aspek kepraktisannya
•
Kebanyakan senyawa organik nabati tidak polar sehingga sukar larut di air karena itu diperlukan bahan pengemulsi
•
Bahan nabati alami juga terkandung dalam kadar rendah, sehingga untuk mencapai efektivitas yang memadai diperlukan jumlah bahan tumbuhan yang banyak
•
Bahan nabati hanya sesuai bila digunakan pada tingkat usaha tani subsisten bukan pada usaha pengadaaan produk pertanian massal
•
Apabila bahan bioaktif terdapat di bunga, biji, buah atau bagian tanaman yang muncul secara musiman, mengakibatkan kepastian ketersediaannya yang akan menjadi kendala pengembangannya lebih lanjut
•
Kesulitan menentukan dosis, kandungan kadar bahan aktif di bahan nabati yang diperlukan untuk pelaksanaan pengendalian di lapangan, sehingga hasilnya sulir diperhitungkan sebelumnya
•
Hadirin yang saya hormati Dengan mempelajari keunggulan dan kelemahan pestisida nabati sebagai pestisida yang bersahabat
dengan
lingkungan,
sebelum
dapat
digunakan
di
lapangan
untuk
mengendalikan hama dalam kerangka kerja PHT, masih memerlukan banyak langkah penelitian yang harus dilaksanakan secara terpadu dan komprehensif, mencakup banyak disiplin ilmu dan kepakaran. Pestisida nabati tidak dapat berdiri sendiri sebagai satusatunya teknik pengendalian hama yang akan digunakan, dan harus dipadukan dengan teknik-teknik pengendalian hama lainnya termasuk pengendalian hayati, sesuai dengan prinsip-prinsip PHT. Apabila telah ditentukan jenis-jenis tanaman yang akan digunakan sebagai bahan dasar pestisida nabati yang sesuai dengan keadaan setempat, masalah berikutnya adalah menentukan kriteria pengambilan keputusan penggunaan pestisida nabati. Karena sifatsifat dasar pestisida nabati berbeda dengan sifat-sifat pestisida kimia sintetik, maka konsep Ambang ekonomi atau aras luka ekonomi menjadi tidak relevan, sehingga diperlukan aras pengendalian yang khas untuk tindakan koreksi perlakuan dengan pestisida nabati. Ada kemungkinan untuk menekan populasi hama agar selalu berada di sekitar garis keseimbangan diperlukan perlakuan pestisida dengan pestisida secara berjadwal. Untuk menjawab pertanyaan kapan, dimana dan berapa kali pestisida nabati digunakan diperlukan kegiatan penelitian khusus. Ini
peluang dan tantangan bagi
peneliti Sejauh ini informasi ataupun penelitian tentang pemanfaatan insektisida botani di Indonesia masih sangat terbatas. Penggalian dan pemberdayaan tumbuhan lokal dari berbagai daerah di Indonesia sebagai sumber insektisida belum pernah dilaporkan. Untuk
mengantisipasi dan menjaga punahnya suatu jenis tumbuhan dan guna menggali potensi kekayaan di Indonesia secara umum dan daerah secara khusus baik potensi sumber daya alam atau sumber daya manusia beberapa peneliti telah melakukan studi etnobotani pemanfaatan tumbuhan sebagai insektisida. Beberapa hasil penelitian baik di laboratorium, di lapangan dan penerapan pemanfaatan insektisida nabati dai berbagai ekstrak tumbuhan dan limbah pertanian di pulau Lombok antara lain seperti pada tabel di bawah
Ekstrak bahan
Hama sasaran pada tanaman
Keterangan
tumbuhan Biji Nimba ( Azadiracta 1.1.Hama indica )
ulat
(Spodoptera
litura
grayak )
pada
- Di
laboratorium
lapangan
dengan
efektivitas
tanaman kedelai
dan hasil
mendekati
insektisida kimia sintetis 2.Plutella xylostella pada tanaman Hampir sama
kubis
Ekstrak nimba komersial (
)
3.Diaplikasikan
pada
sayuran
organik(
budidaya tomat,
bawang merah, cabe, sawi
Mampu menekan hama dan
konservasi
musuh
alami
dan packchoi Biji
groso
(
Annona Ulat kubis
muricata)
Di laboratorium , walaupun kemampuannya bawah
masih
insektisida
di
kimia
sintetis, tapi tidak signifikan Jarak landi ( Flavoria )
Keong emas pada tanaman Di laoratorium LC 50, padi
Di lapangan
Limbah jarak pagar ( Ulat grayak (Spodoptera sp) Di laboratorium dengan ahsil
Jartopha curcas)
pada
tanaman
kedelai
dan cukup baik
bawang merah Limbah
batang Action research oada sayuran Dinlapangan
tembakau virginia
mampu
organik ( tomat, bawang merah menekan dan cabe)
penting
hama-hama pada
ekosisten
organik
Hadirin yang saya hormati
Potensi Pemanfaatan Pengendalian Hayati (Biolgical conrol)
Pengendalian menggunakan
hayati
pada
musuh
dasarnya
alami
adalah
sebagai
usaha
pengendali
untuk
memanfaatkan
populasi
hama
dan yang
merugikan.Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi, terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem. Musuh alami dalam fungsinya sebagai pengendali hama bekerja secara tergantung kepadatan, sehingga keefektifannya ditentukan pula oleh kehidupan dan perkembangan hama yang bersangkutan
Serangga Pemangsa Secara umum, pemangsa didefinisikan sebagai makhluk hidup yang memakan makhluk hidup lainnya. Pemangsaan merupakan suatu cara hidup yang sumber makanannya diperoleh dengan menangkap, membunuh, dan memakan hewan lain. Pemangsa dari kelompok arthropoda terdiri atas sejumlah besar jenis serangga, ditambah dengan labalaba dan tungau pemangsa. Di dunia ini diperkirakan ada sekitar 200.000 jenis pemangsa arthropoda, termasuk berbagai jenis laba-laba dan tungau pemangsa. Serangga pemangsa terdiri atas lebih dari 16 bangsa dan kurang lebih 2000 suku. 3. Karakteristik umum serangga pemangsa: a. mengkonsumsi banyak individu mangsa selama hidupnya,
b. umumnya berukuran sebesar atau relatif lebih besar daripada mangsanya, c. menjadi pemangsa ketika sebagai larva/nimfa, dewasa (jantan dan betina), atau keduanya, d. pemangsa menyerang mangsa dari semua tahap perkembangan, e. biasanya hidup bebas dan selalu bergerak, f. mangsa biasanya dimakan langsung, g. biasanya bersifat generalis, h. seringkali memiliki cara khusus untuk menangkap dan menaklukkan mangsanya. 4 Beberapa bangsa serangga yang penting sebagai pemangsa dalam pengendalian alami dan hayati, antara lain adalah Coleoptera, Hemiptera, Neuroptera, dan Diptera. Kelompok pemangsa penting yang bukan serangga adalah laba-laba dan tungau pemangsa. Pemilihan Mangsa 1. Istilah-istilah yang sering dipakai untuk menggambarkan kisaran mangsa adalah monofagus (pemakan satu jenis mangsa), oligofagus atau stenofagus (pemakan beberapa jenis mangsa yang masih berkerabat), dan polifagus (pemakan banyak jenis mangsa dari kelompok yang berbeda). Pemangsa monofagus dan oligofagus disebut juga spesialis, sedangkan pemangsa polifagus disebut generalis. 2. Di alam, lebih banyak ditemukan pemangsa polifagus atau oligofagus daripada pemangsa monofagus. Kisaran hama yang sempit pada pemangsa oligofagus sering kali didasarkan pada keterkaitan taksonomi mangsa. Ini
peluang dan tantangan bagi
peneliti 3. Pengetahuan mengenai filogeni pemangsa dan mangsa sangatlah penting untuk memahami kekhususan mangsa dan preferensi mangsa.
Tipe mangsa yang dimakan oleh pemangsa merupakan interaksi dari berberapa faktor (fisiologi, perilaku, dan ekologi), yaitu: a. ketersediaan/kelimpahan relatif dari tipe mangsa yang khusus, b. perilaku pemangsa dalam mencari makan, c. kesesuaian nutrisi mangsa, dan d. risiko pemangsaan yang berasosiasi dengan upaya dalam memperoleh mangsa.Kecuali keempat faktor di atas, perilaku oviposisi betina berperan penting dalam menentukan mangsa yang tersedia untuk larvanya. 5. Secara tradisional perilaku pemilihan mangsa atau inang dibagi menjadi empat komponen yang sering kali digabungkan bersama, yaitu penentuan lokasi habitat mangsa, penentuan lokasi mangsa, penerimaan mangsa, dan kesesuaian hama. Dalam proses pemilihan mangsa, umumnya pemangsa menggunakan kombinasi pertanda fisik (penglihatan dan sentuhan) dan pertanda kimiawi (bau dan rasa). 6. Senyawa kimia semio (semiochemical) adalah senyawa kimia yang digunakan sebagai media komunikasi makhluk hidup, terdiri atas feromon (pheromone) dan senyawa kimia allelo (allelochemical). Feromon digunakan untuk komunikasi intraspesifik, sedangkan senyawa kimia allelo digunakan untuk komunikasi interspesifik. Senyawa allelo disebut kairomon (kairomone) jika yang menerima pesan memperoleh keuntungan dan disebut alomon (allomone) jika yang memberi pesan memperoleh keuntungan dan penerima menderita kerugian. Kecuali itu, ada sinomon (synomone) yang menguntungkan pemberi dan penerima pesan, serta apneumon (apneumone) yang dikeluarkan oleh materi tidak hidup dan menguntungkan penerimanya. 7. Di samping pertanda visual, senyawa volatil kairomon dan sinomon (sebagai pertanda kimia) juga merupakan pemikat bagi kehadiran jenis-jenis pemangsa tertentu di habitat mangsanya.
8. Untuk beberapa jenis pemangsa, penentuan lokasi mangsa menggunakan pertanda berupa campuran sinergis senyawa-senyawa yang dihasilkan baik oleh tanaman maupun mangsa. 9. Probabilitas sejenis mangsa untuk diterima oleh pemangsa tergantung pada kualitas jenis mangsa lain yang ada di lingkungannya. Kisaran hama yang diserang akan lebih sempit apabila hama berkualitas tinggi kelimpahanya tinggi dan melebar jika kelimpahannya rendah. 10. Pemangsa yang sudah menerima mangsa mungkin akan melanjutkan dengan memakannya sebagai sumber energi untuk perkembangan dan reproduksinya. Namun, jika mangsa tidak sesuai karena kualitas nutrisinya rendah, pemangsa akan menolaknya atau terus melanjutkan makannya tetapi dengan konsekuensi yang buruk. 11. Beberapa karakteristik musuh alami, termasuk pemangsa, yang diinginkan untuk keberhasilan pengendalian hayati adalah sebagai berikut: a. memiliki kemampuan mencari yang baik, b. memiliki kekhususan mangsa/inang, c. memiliki laju reproduksi yang tinggi, d. memiliki kemampuan adaptasi yang baik di habitat mangsa/inang, e. memiliki daur hidup yang sinkron dengan mangsa/inang, f. memiliki kemudahan untuk diperbanyak. Serangga Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang sebelum tahap dewasa berkembang pada atau di dalam tubuh inang (biasanya serangga juga). Parasitoid mempunyai karakteristik pemangsa karena membunuh inangnya dan seperti parasit karena hanya membutuhkan satu inang untuk tumbuh, berkembang, dan bermetamorfosis.
Ada tiga bentuk partenogenesis yang dijumpai pada parasitoid, yaitu thelyotoky (semua keturunannya betina diploid tanpa induk jantan), deuterotoky (keturunannya sebagian besar betina diploid yang tidak mempunyai induk jantan dan jarang ditemukan jantan haploid), dan arrhenotoky (keturunan jantan haploid tidak mempunyai induk jantan, dan keturunan betinanya berasal dari induk betina dan jantan (diploid). Parasitoid disebut internal atau endoparasitoid jika perkembangannya di dalam rongga tubuh inang dan eksternal atau ektoparasitoid apabila perkembangannya di luar tubuh inang. Parasitoid yang membunuh atau yang melumpuhkan inang setelah meletakkan telur disebut idiobiont. Parasitoid yang tidak membunuh atau tidak melumpuhkan secara permanen setelah melakukan oviposisi disebut koinobiont. Parasitoud yang menghasilkan hanya satu keturunan dari satu inang disebut soliter dan disebut gregarius kalau jumlah keturunan yang muncul lebih dari satu individu (tetapi berasal dari satu induk) per inang. Hiperparasitoid atau parasitoid sekunder adalah parasitoid yang menyerang parasitoid primer. Adelphoparasitoid adalah parasitoid jantan yang memparasiti larva betina dari jenisnya sendiri. Multiparasitisme adalah parasitisme terhadap inang yang sama oleh lebih dari satu jenis parasitoid primer, superparasitisme adalah parasitisme satu inang oleh banyak parasitoid dari jenis yang sama. Sebagian besar parasitoid ditemukan di dalam dua kelompok utama bangsa serangga, yaitu Hymenoptera (lebah, tawon, semut, dan lalat gergaji) dan bangsa Diptera (lalat beserta kerabatnya). Meskipun tidak banyak, parasitoid juga ditemukan pada bangsa Coleoptera, Lepidoptera, dan Neuroptera. Sebagian besar serangga parasitoid yang bermanfaat adalah dari jenis-jenis tawon atau lalat. Dari bangsa Diptera hanya suku Tachinidae yang paling penting di dalam pengendalian alami dan hayati hama pertanian dan kehutanan. Kelompok terbesar parasitoid, yaitu bangsa Hymenoptera merupakan kelompok yang sangat penting. Dua suku utama dari
supersuku Ichneumonoidea, yaitu Braconidae dan Ichneumonidae, sangat penting dalam pengendalian alami dan hayati. Dari supersuku Chalcidoidea yang dianggap sebagai kelompok parasitoid paling penting dalam pengendalian alami dan hayati adalah Mymaridae, Trichogrammatidae, Eulophidae, Pteromalidae, Encyrtidae, dan Aphelinidae. 10. Parasitoid dianggap lebih baik daripada pemangsa sebagai agen pengendali hayati. Analisis terhadap introduksi musuh alami ke Amerika serikat menunjukkan bahwa keberhasilan penggunaan parasitoid dalam pengendalian hayati mencapai dua kali lebih besar daripada pemangsa. Hadirin yang saya hormati Perkembangan teknologi mutahir di bidang perlindungan tanaman dengan memanfaatkan agen pengendalian hayati Bacillus thuringiensis melalui penerapan Boteknologi telah banyak dikembangkan dinbeberapa negara dengan merek dagang yang berbeda dan hasilnya cukup spektakuler.
Bioteknologi di bidang Pengendalian secara hayati Seperti diketahui bahwa ertanian sedang menuju ke bentuk revolusi yang lain , namun saat ini lebih besar pada revolusi genetik yang dinyatakan sebagai revolusi teknologi ketiga mengikuti revolusi di bidang industri dan komputer. Walaupun Bioteknologi bukan merupakan kompopnen PHT, tapi sebagai alat inovativ dimana dengan hasil-hasil bioteknologi akan membantu menyediakan sarana yang lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaan PHT. Teknologi maju di bidang kimia, biokimia, molekuler genetik dan rekayasa genetik telah menghasilkan bahan-bahan dan produk yang kurang toksik dan berbahaya bagi manusia dan lingkungan., dibandingkan dengan insektisida kimia konvensional. Produk-produk ini termasuk rekayasa genetik tanaman yang lebh aman terhadap hama dan penyakit, tanaman dan musuh alami hama yang cukup toleran terhadap pestisida yang semuanya akan menjadi potensi yang tepat dengan konsep Pengelolaan hama secara modern. Salah satu contoh produk bioteknologi yang sedang digalakkan saat ini adalah “Transgenic Plant” pada beberapa produk pertanian seperti kapas, jagung dan bahkan pada tanaman padi. Prinsip bioteknologi ini adalah memanipulasi tanaman dengan
memasukkan gen pengendali hayati (Bt-toksin). Tanaman itu merupakan hasil rekayasa gen dengan cara disisipi satu atau sejumlah gen. Gen yang dimasukkan itu - disebut transgene - bisa diisolasi dari tanaman tidak sekerabat atau spesies lain sama sekali. Karena berisi transgene tadi, tanaman itu disebut genetically modified crops (GM crops). Atau, organisme yang mengalami rekayasa genetika (genetically modified organisms, GMOs). Transgene umumnya diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu. Misal, pada proses membuat jagung Bt tahan hama, pakar bioteknologi memanfaatkan gen bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt) penghasil racun yang mematikan bagi hama tertentu. Gen Bt ini disisipkan ke rangkaian gen tanaman jagung, sehingga tanaman resipien (jagung) juga mewarisi sifat toksis bagi hama. Ulat atau hama penggerek jagung Bt akan mati. Begitu pun racun pada kapas Bt dapat membunuh boll-worm, hama perusak tanaman kapas. Dengan teknik ini, tidak diperlukan penyemprotan biopestisida, karena tanaman itu sendiri telah mengandung gen biopestisida. Tansgenic Bt crop telah mulai dilaksanakan sejak awal 1990 an di beberapa negara maju dan transgenic Bt pada tanaman padi dimulai sejak tahun 1997. Berikut beberapa contoh Transgenic Insecticidal Cultivars (TIC) yang telah dikomersalkan di beberapa negara dengan merek dagang yang beragam.
BACILLUS THURINGIENSIS CROP YANG SUDAH DIKOPMERSIALKAN Diperkirakan bahwa nilai perdagangan dunia tanaman GE akan meningat terus sebesar $ 8 miliar pada tahun 2005 dan sekitar $25 miliar pada tahun 2010. Jumlah negara yang menanam tanaman transgenic juga meningkat dari hanya 1 negara pada th 1992 menjadi 13 negara pada tahun 1999. Antara tahun
1996-2000 luas pertanaman tanaman
transgenic meningkat menjadi lebih 25 kali lipat, dari 1,7 juta ha pada tahun 1996 menjadi 44,2 juta ha pada th 2000. Tiga negara ( US, Canada dan Argentina) menanam sebanyak 98% dari total luas tanam, Negara-negara yang sudah mengkomersiakan tanaman GE ( dan persentasi keseluruhan tanaman transgenic) pada tahun 1999 adalah : US, 30,3 juta ha ( 68%); Argentina , 10,0 juta ha (23%); Canada, 3,0 juta ha (7%); China, 0,5 juta ha (1%); dan Australia dan Afrika, masing-masing kurang dari 0,2 juta ha (
0,5%). Adopsi
teknologi baru ini seperti teknologi lainnya sangat pesat pada negara-negara industri, tapi proporsi penanaman tanaman transgenic di negara-negara berkembang
juga selalu
meningkat dari 14% th 1997 menjadi 16% th 1998, menjadi 18% th 1999, dan 24% pada th 2000. Data-data tersebut menunjukkan bahwa terjadi perkembangan yang pesat pada penerapan bioteknologi di bidang pertanian , dan
berikut ini disajikan contoh-contoh
tanaman transgenik yang sudah dikomersialkan dan sedang dikembangkan . Tanaman kentang Pada th 1995, Bt- potato ( NewLeaf TM, Mosanto, St Louis, MO, USA), merupakan Bt -crop pertama yang dikomersialkan. Tanaman kentang ini direkayasa mengandung Cry3A protein
untuk
mengendalikan
hama
jenis
kumbang
(Colorado
potato
beetles).
Pengggunaan insektisida diperkirakan menurun sampai 40% pada areal ini pada tahun 1997. Produk ini suidah dicoba di beberapa negara seperti Canada, Jepang, Mexico dan Georgia. Tanaman kapas. Pada th 1996, Bt-cotton (Boolgard
TM
, Monsanto) sudah disebarkan untuk mengendalikan
hama penggerek kapas ( Heliothis sp). Tanaman ini mengandung Cry IAc protein yang pada tahun 1997 menunjukkan peningkatan hasil sebesar 14% dengan penurunan pengunaan insektisida kimia sebanyak 300.000 gallon, serta sudah dicoba di negara seperti Australia, China, Mexico, Afrika selatan dan USA. Tanaman jagung Beberapa perusahaan telah megembangkan Bt-maize dan dikomersialkan sejak 1996 oleh: Novarties, Basel, Switzerland (Yieldgard TM, Knockout TM, dan Bitegard TM ) Mycogen, San Diego, CA, USA (Naturegard TM ), Monsanto(Yieldgard TM ) dan DEKALB genetics, IL, USA( Bt-Xtra TM ).Kecuali Bt-Xtra TM semua mengandung CryIAb protein. Pada penelitian lapangan BT-maize megendalikan 99% generasi pertama penggerek tongkol. sudah disebarkan ke negara Argentina, Canada, Jepang USA dan negara-negara Eropa. Tanaman padi . Di India merupakan penelitian pertama transgenik plant pada kelompok cereal termasuk padi yang mengandung Bt CryIAc protein dalam pengendalian hama penggerek batang padi (Scirpophaga incertulas).
Di Indonesia pun pengembangan tanaman transgenik kini masih dilakukan, terutama di tingkat litbang (Deptan, Batan, LIPI, dan BPPT). Komoditasnya meliputi produk dari luar negeri dan produk dalam negeri. Dalam perkembangannya terjadi pro-kontra mengenai produk bioteknologi tersebut terutama kaitannya dengan dampak negatif yang ditimbulkan, misalnya “ apakah tanaman tansgenik tersebut bisa berkembang justru menjadi tanaman yang peka terhadap hama atau dengan kata lain hama yang menyerang akan tahan terhadap bahan aktif yang terkandung dalam tanaman transgenik” .
Ilmuwan menyadarai
bahwa tidak ada suatu teknologi yang benar-benar 100% aman, sehingga akan selalu dipertimbangkan potensi-potensi manfaat dan resiko yang
diakibatkan oleh teknologi
tersebut. Kondisi seperti ini merupakan peluang yang sangat besar bagi ilmuwan bioteknologi disamping untuk mengembangkan juga untuk selalu menggali dan mencari alternativ-alternativ yang mampu memberikan solusi dari resiko yang akan ditimbulkan oleh hasil bioteknologi. Sebagai contoh untuk mengatasi kemungkinan terjadinya ketahanan hama terhadap
tanaman transgenik, Sarjan (2003) menawarkan alternatif
STRATEGI PENGELOLAAN KETAHANAN HAMA TERHADAP
BT
DENGAN
REKOMBINAN LECTIN. Dalam model ini dijelaskan bahwa resistensi serangga terhadap Bt disebabkan oleh meningkatnya jumlah protein koagulasi yang menghambat masuknya toksin ke membran (Glatz et al ; Ma et al; Rachman et al, 2004 ; Sarjan, 2002; Sarjan, 2003 a; Sarjan, 2003b). Lectin merupakan kelompok glykoprotein yang diisolasi dari berbagai hewan dan tanaman, dan beberapa diantaranya dapat menghambat atau merurunkan protein koagulasi dalam usus serangga, sehingga menyebabkan toksin Bt akan mampu sampai ke membran yang selanjutnya mematikan serangga tersebut. Dengan keragaman flora dan fauna yang dimiliki oleh Indonesia sebagai negara trofis sangat berpotensi sebagai sumber lectin yang bisa digunakan baik untuk mencegah terjadinya ketahanan serangga terhadap Bt toksin maupun untuk bahan insektisida alami. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan molekuler yang bertujuan untuk mengembangkan strategi pengelolaan resistensi serangga terhadap Bt, yaitu untuk menghindari terjadinya resistensi Bt di lapangan atau untuk mengurangi resistensi yang telah terjadi baik pada tanaman transgenik maupun non-transgenik.
Hadirin yang berbahagia
Simpulan dari pemaparan di atas adalah bahwa Penerapan system pertanian komvensional yang masih mengandalkan penggunaan insektisida kimia sintetis mengakibatkan dampak lingkungan baik air, tanah, udara dan tanaman dan mengganggu kesehatan sehingga diperlukan upaya perlindungan tanaman yang ramah lingkungan untuk mencapai keamanan pangan. Dengan demikian akan menghasilkan produk pertanian yang lebih berkualitas sehingga aman untuk dikonsumsi. Beberapa upaya Perlindungan tanaman yang dilakukan untuk mencapai keamanan pangan dengan menerapkan system pertanian organic dengan pengendalian organisme pengganggu tanaman secara terpadu untuk meminimalkan penggunaan pestisida dalam rangka menuju pertanian berkelanjutan. Dalam menghadapi era globalisasi, keamanan pangan merupakan prioritas utama untuk mencapai daya saing, sehingga diperlukan adanya jaminan mutu dan keamanan pangan produk pertanian dengan melakukan standarisasi dan sertifikasi kepada pelaku usaha tani yang dilaksanakan oleh OKKP Pusat dan Daerah sehingga mendapat pelabelan produk aman untuk dikonsumsi.
Melalui kesempatan yang berbahagia ini saya menggugah kita potensi yang kita miliki untuk memajukan sektor pertanian
agar memanfatkan
terutama berdasarkan
kaedah sistem pembangunan pertanian berkelanjutan. Dalam konteks Pengelolaan Hama Terpadu keanekaragaman hayati yang kita miliki dapat dimanfaatkan sebagai sumber pestisida nabati maupun hayati, demikian juga dengan kekayaan spesies serangga baik sebagai
parasitoid maupun
sebagai pengendali alami
predator dapat dioptimalkan fungsinya
untuk mendukung pembangunan sistem pertanian
berkelanjutan. Kita seharusnya bisa hidup berdampingan dengan serangga, kelompok binatang yang merupakan bagian dari komunitas ekosistem bumi yang telah menjadi penentu keberadaan dan perkembangan ekosistem di muka bumi, karena interaksi antara serangga dan manusia telah berlangsung sejak manusia ada. Keberadaan dan kemampuan hidup manusia sampai saat ini sangat dibantu dan didukung oleh keberadaan serangga. Sampai-sampai Allah SWT mengabadikan sebuah surat dalam Al Qur’an tentang serangga yang diwakili oleh LEBAH ( An Nahl = lebah)).
“ Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah: “ Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon kayu, dan di temapt-tempat yang dibikin manusia” kemudaian makanlah dari tiaptiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembukan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan)bagi orang-orang yang memikirkannya.( AnNahl 68-69) Selanjutnya melalui kesempatan yang berbahagia pada pengukuhan gelar akademik tertinggi guru besar, yang saya persembahkan kepada Ibu dan bapak saya tercinta Hj. Sahmaniah dan H. Muhammad Nur Achmad , mertua saya Hj. Halimah (alm)dan H .Muhammad Ali (Alm) . I dedicate this to my lovely doughter FIONA SARJAN who has passed away , but always give me inspiration to achive this profesorship. I love you. Darling …Untuk istri Ir. Hj. Nur Ilmiati dan anak saya Achmad Fajar Narotama Sarjan tercinta , saya sampaikan terimakasih yang mendalam atas dukungannya. Terimakasih juga saya sampaikan kepada adik-adik saya beserta suami dan istri atas bantuan dan doa kalian, terutama membantu memperhatikan anak-anak saya. Demikian juga kepada kakak-kakak ipar beserta suami isteri, saya menyampaikan terima kasih.Kepada keponakan saya terutama Dewi Putri Lestari saya ucapkan terima kasih. Special thanks to Prof. Otto Schmid , my Ph.D pincipal supervisor, who is until now continuously give me his ideas and criticism and always encourage and support me for International publication, without
his support, things wouldn’t be working the way they
are. Many thanks are also to Prof . Dadley Pinnock and Dr. David Cooper, My Masters Supervisor . Terima kasih kepada guru-guru saya mulai dari SD, Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah, SMP , SMA serta Dosen-dosen saya di Fakultas Pertanian UNRAM, Karena jasa dan doa bapak dan ibu sehingga saya mendapatkan anugrah jabatan Guru Besar ini. Ucapan terima kasih khusus kepada bapak Ir. H. Sudarmadji Rahardjo,MS dan Ir. H. Meidiwarman,MS, yang memperkenalkan saya tentang pembelajaran ilmu hama dan membuat saya tertarik pada bidang ini sampai mencapai gelar guru besar di bidang yang sama.
Ucapan terima kasih dari saya dan sekeluarga kepada Dekan Fakultas Pertanian, para pembantu dekan, dan seluruh anggota senat Fakultas Pertanian, Universitas Mataram yang telah membantu saya dalam proses pengusulan jabatan Guru Besar. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan staf dosen dan karyawan serta segenap keluarga besar Fakultas Pertanian, Universitas Mataram. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Drs. H. Muhibbah, M.Sc beserta staf yang telah membantu dalam persiapan acara ini, serta Bp Lalu Muchlisin, SH,MH, yang telah banyak membantu dalam pengurusan SK guru besar saya Pada kesempatan yang berbahagia ini saya dan keluarga ingin mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada berbagai pihak dan mohon maaf apabila dalam ungkapan rasa terima kasih ini saya tidak mampu menyampaikannya satu persatu . Bapak Rektor dan hadirin yang saya hormati Akhirnya saya sampaikan ucapan terima kasih atas kesediaan dan kesabarannya mendengarkan pidato ini sampai selesai, disertai dengan permohonan maaf apabila ada tingkah laku dan tutur kata saya yang kurang berkenan di hati para hadirin. Sebelum mengakhiri pidato ilmiah saya ini, ijinkan saya menyampaikan sesuatu yang berharga dalam hidup saya serta insyaAllah untuk karir saya selanjutnya yaitu satu dialog saya dengan anak saya tercinta FIONA SARJAN saat dia bermur 12 tahun sebelum dia meninggalkan kami untuk selamanya … Bapak : Yon… kalau sudah meraih gelar Doktor, bapak insyaAllah dalam waktu dekat akan menjadi seorang Profesor nak …. Fiona : Ya pak,,,, tapi seorang Prof Dr tidak berarti apa-apa , kalau tidak memberi manfaat kepada umat manusia …. Bapak : …. Ya …Nak.. InsyaAllah .. FIONA : Dan ingat pak Prof. Dr yang begitu tidak akan bisa membawa kita ke sorga…
Bapak : Merenung……. ( dalam hati ) berkata oh anakku the golden girl …. Pada usia yang sangat muda telah memberi banyak sekali hal yang berharga , kenangan terindah yang sulit kami lupakan FIONA …. MY GOLDEN GIRL …. WHO PASSED AWAY 2 YEARS AGO I LOVE YOU …. I LOVE YOU SO MUCH HONEY …………….
Terima kasih ,Billahi Taufiq wal Hidayah, Wassalamualaikum Warrohmatullahi Wabarakaatuh.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1994. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Bogor. 1-2 Desember 1993. Balitro, Bogor. 311 hal. Aprianto,D.,2003.Prinsip Dasar Keamanan Pangan Produk Segar.Bahan pelatihan inspektor keamanan pangan.Pusat Konsumsi dan Keamanan Pangan Jakarta. Deere, C. 1999. Ecolabelling and Sustainable Fisheries. IUCN. Washington D.C. and FAO Rome. 32 pp. Gang Ma, Harry Roberts, Muhammad Sarjan, Nicki Featherstone, Jelle Lahnstein, Ray Akhurst and Otto Schmidt (2005) Is the mature endotoxin Cry1Ac from Bacillus thuringiensis inactivated by a coagulation reaction in the gut lumen of resistant Helicoverpa armigera larvae? Insect Biochemistry and Molecular Biology. Special Issue on “Genetic Manipulation of Insects” 35, 729-739. Glatz, R., Sarjan, M., Roberts, H. L.S., Theopold, U. H., Asgari, S. and Schmidt, O. (2004) Lectin-induced hemocyte inactivation in insects. Journal Insect Physiology 50, 955-963 Hasnawati,2007. Sistem Pengawasan Keamanan Pangan segar.disampaikan pada pelatihan inspektor keamanan pangan Batangkaluku 19 April 2007.Badan Ketahanan Pangan Daerah Sulawesi Selatan. Kardinan,A.,1999. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi.Penebar Swadaya.
Ma, G., Sarjan , M., Preston, C., Asgari S. and Schmidt, O. (2005) Inducible resistance mechanisms against Bacillus thuringiensis endotoxins in invertebrates. Insect Science 12, 319-330. Manuaba Putra,B.,2007. Cemaran Pestisida Klor Organik Dalam Air Danau Buleleng Bali.Jurnal Kimia 1 (2) Juli 2007.
Buyan
Martono, E. 1997. Biopestisida sebagai Penunjang Pertanian Berwawasan Lingkungan. Ceramah disampaikan pada Seminar Regional Pengembangan Pertanian Berwawasan Lingkungan. HIMAGRO. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta. 26 November 1997. 8 hal. Novizan,2002.Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan.Agro Media Pustaka.Jakarta. Oka. I. N. 1994. Penggunaan, Permasalahan, serta Prospek Pestisida Nabati dalam Pengendalian Hama Terpadu. Dalam Prosiding Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balitro. Bogor. Hal 1-10. Pracaya,2002. Bertanam Sayuran Organik di Kebun,Pot dan Polibag.Penebar Swadaya.Jakarta.112 h. Rahman, M., Roberts, H.L.S., Sarjan, M., Asgari, S. and Schmidt, O. (2004) Induction and transmission of Bt-tolerance in insects. Proceedings of the National Academy of Science (USA) 101, 2696-2699. Salikin,K.,2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan.Kanisius Yogyakarta. Sarjan, M., Baker, G., Schmidt, O. and Rahman, M. M. (under review) Baseline susceptibility and potential tolerance mechanisms to Bacillus thuringiensis (Bt) endotoxins in Australian field populations of diamondback moth, Plutella xylostella. Australian Journal of Entomology Sarjan, M., Ma, G., Rahman, M. M. and Schmidt, O. (in press) Resistance against Bacillus thuringiensis endotoxins in a laboratory population of Helicoverpa armigera is based on an elevated immune status. Indonesian International Journal of BioScience Sarjan, M., 2008. Alternative model of Cellular Immune reactions in Insects. Jurnal Ilmu Dasar Nomor 2 Edisi Juli. 2008. Sarjan, M.,, 2006. Kajian Molekuler Mekanisme Ketahanan Hama terhadap Bacillus thuringiensis (Jurnal HAPETE, Vol1: 2. September 2004 Sarjan, M.,, 2006Intensitas Serangan Ulat Spodoptera litura pada Tanaman Kubis yang Dibudidayakan Secara Organik dan Konvensional ( Jurnal HAPETE, Vol3:1. April 2006) Sarjan, M., 2006. Pengelolaan hama Pengisap daun Thrips parvispinus Karny Pada Tanaman cabe Yang dibudidayakan Secara Organik dan Konvensional (Jurnal Peneneltian Universitas Mataram, Edisi A: Sains dan Teknologi. Vol 2:10. Agustus 2006)
Sarjan, M., 2006Intensitas Serangan Ulat Spodoptera litura pada Tanaman Kubis yang Dibudidayakan Secara Organik dan Konvensional ( Jurnal HAPETE, Vol 3:1. April 2006) Sarjan, M., 2006. Pengelolaan hama Pengisap daun Thrips parvispinus Karny Pada Tanaman cabe Yang dibudidayakan Secara Organik dan Konvensional (Jurnal Penenltian Universitas Mataram, Edisi A: Sains dan Teknologi. Vol 2:10. Agustus 2006) Sarjan, M., 2004. Kajian Molekuler Mekanisme Ketahanan Hama terhadap Bacillus thuringiensis (Jurnal HAPETE, Vol1: 2. September 2004 Sarjan, M., 2003. Immune Reactions in the Bacillus thuringiensis Resistant Insect (Agroteksos, Vol. 13. No. 3. Oktober 2003) Sarjan, M., 2003Glycosilation status of Glycoproteins and Location of the Immunerealated Proteins in the Gut of caterpillar( Jurnal Lemlit Universitas Mataram, Oktober 2003 Subagiya.2005. Pengendalian Hayati dengan Nematoda Entomogenus Steinernema carpocapsae bterhadap Hama Crocodolomia binofutes di Tawang Mangu.Badan Litbang Pertanian. Schmidt, O. Rahman, M.M, Ma, G.,Theopold, U., Sun, Y., Sarjan, M., Fabbri, M. and Roberts, H.S.L. (2005) Mode of action of antimicrobial proteins, pore-forming toxins and biologically active peptides (Hypothesis). Invertebrate Survival Journal 2, 8290. Schumutter, H. (.ed). 1995. The Neem Tree. Source of Unique Natural Products for Integrated Pest Management, Medicine, Industry and Other Purposes. VCH, Weinheim. Germany. 696 pp. Stoll, G. 1995. Natural Crop Protection in the Tropics. Margraf Verlag. Weikersheim. Germany. 188 ppSudarmo,S.2005. Pestisida.Kanisius Yogyakarta 130 h. Sutanto,R.,2002. Penerapan Pertanian Pengembangannya.Kanisius Yogyakarta
Organik
Pemasyarakatan
dan
Tridjaya Oka, 2008.Perkembangan Penanganan Kelembagaan Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat dan Daerah. Disampaikan pada pertemuan sosialisasi dan Apresiasi Penerapan Keamanan Pangan dan Preferensi Pangan.Manado 28-30 Mei 2008. Triharso,1994.Dasar-dasar PressYogyakarta.
Perlindungan
Tanaman.Gadjah
Mada
University
Untung,K.,2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Untung,K. Relevansi Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman dengan Sistem Menegemen Keamanan Pangan,Sanitari Fitosianitasi dan Perdagangan Internasional.(http://www.deptan.go.id.com) diakses tanggal 26 Nopember 2008
DAFTAR RIWAYAT HIDUP a
Nama
: Prof. Ir. H.M. Sarjan, M.Agr.CP., Ph.D
b
Tempat dan Tanggal Lahir
: Kelayu , 6 April 1962
c
Jenis Kelamin
: Laki-laki
d
Bidang Keahlian
: Pengendalian Hayati Hama
e
Pangkat/Golongan
:Pembina Utama Muda / IV/c
f
Jabatan fungsional
:Guru Besar
e
Latar Belakang Pendidikan
:S3
a. Pendidikan UNIVERSITAS/INSTITUT DAN LOKASI
GELAR
TAHUN SELESAI
BIDANG STUDI
Fakultas Pertanian Unram di Mataram Faculty of Agricultural and Natural Resource Sciences, University of Adelaide-Australia
Ir
1986
Agronomi
M.Agr.CP
1994
Entomology
Faculty of Agricultural and Natural Resource Sciences, Department of Applied Molecular and Ecology, University of Adelaide-Australia
Ph.D
2003
Insect Molecular Biology/Insect Immunology
b. Pengalaman Kerja dalam Penelitian dan Pengalaman Profesional serta Kedudukan Saat ini Penelitian dan Publikasi a. Penelitian ( 10 tahun terakhir) 1. Studi biologi serangga Pareuchaetes psudoinsulata pada beberapa gulma penting kacang tanah. (1995) Dikti 2. Bacillus thuringiensis sebagai agensia pengendali hayati hama-hama penting tanaman kubis (1996) Dikti Penelitian Dosen Muda 3. Kajian ambang ekonomi hama pengisap polong (Nezara viridula L dan Risptortus linearis F) pada beberapa varietas kedelai di pulau Lombok (1996) Dikti Penelitian Dosen muda
4. Uji Fitotoksisitas herbisida Fenoksaprop-P-Etil pada tanaman padi system tanaman benih langsung (Tabela) (1997) SPP/DPP 5. Potensi insektisida non kimiawi sintetis sebagai pengendali ulat kunis Plutella xylostella (1997) Dikti Penelitian Dosen Muda 6. Resistance against endotoxin from Bacillus thuringiensis in lepidopteran insects (2002) Ph.D Penenlitian AusAID 7. Studi reaksi imun seranga secara seluler melalui pendekatan mikroskop confocal (2000)Penelitian S3 AusAID 8. Kajian teknik deteksi protein yang bersdifat imun pada serangga lepidooptera(2000) Peneltian S3 AusAID 9. Pengaruh berbagai induser terhadap keberadaan p85 dalam tubuh serangga lepidoptera (2001) Penenlitian S3 AusAID 10. A soluble Bt-binding protein in the gut lumen (2001) Penenlitian S3 AusAID 11. Koagulasi protein spesifik GalNAc (p85) pada serangga yang resisten (2001) Penenltian S3 AusAID 12. Studi fungsi berbagai lectin dalam reaksi koagulasi dan adhesi pada hemolim (2002) {Penenlitian S3 AusAID 13. Induksi makropinositisis pada sel darah serangga yang diperlakukan lectin (2002) Penenltian S3 AusAID 14. Studi lokasi protein yang berhubungan dengan sistem imun pada usus serangga (2002) Penenltian S3 AusAID 15. Resistance against endotoxin from Bacillus thuringiensis in lepidopteran insects (2002 ) Desertasi S3 16. Studi Populasi Predator Coccinellidae Dengan Inang Aphids sp. Pada Tanaman Jagung dan kacang-Kacangan (2003) SPP/DPP 17. Deteksi Pencemaran Perairan Melalui Analisis Mikrobiologis (2003) Dana Rutin 18. . Keberadaan Serangga yang berasosiasi dengan tanaman vanili (2004) SPP/DPP 19. Tingkat serangan hama Spodoptera litura pada tanaman tembakau virginia di daerah Puyung (2005) SPP/DPP 20. Kajian Mekanisme KetahananHama ulat bawang merah terhadap Bacillus thuringiensis toksin (2005) Dikti Fundamental 26. Inventarisasi dan identifikasi Hama dan Penyakit tanaman jarak Pagar ( Jatropa curcas) di Lombok Barat( 2006, SPP/DPP) 27. Potensi sistem Pertanian Organik Dalam Konservasi Musuh Alami (Predator dan Parasitoid) Hama Pada Tanaman Sayuran ( Fundamental Dkkti, 2007) (Fundamental) 28. Deteksi Reaksi Ketahanan Dengan Metode Molekuler Menggunakan Lectin Pada Ulat Kubis (Plutella xylostella) Yasng diperlakukan Insektisida racun Perut ( Fundamental, Dikti, 2007)( Fundamental) 29. Pengendalian Hama Pada Ekosistem Sayuran Organik Di Lombok Barat Melalui Pemanfaatan Insektisida Non Kimiawi Sintetis dan Pengelolaan habitat ( Hibah bersaing, Dikti, 2007). 30. Mekanisme Fisiomorfologi dan Molekuler adaptasi Kedelai terhadap Cekaman Intensitas Cahaya Rendah ( Fundamental, Dikti, 2007). 31. Pemanfaatan Limbah Batang tembakau Virginia Sebagai bahan Insektisida nabati dan Kompos Dalam budidaya Sayuran Organik ( BAPPEDA NTB, 2007)
b. Publikasi ( 10 tahun terakhir) c. 1. Internasional 1. Sarjan, M., Baker, G., Schmidt, O. and Rahman, M. M. (under review) Baseline susceptibility and potential tolerance mechanisms to Bacillus thuringiensis (Bt) endotoxins in Australian field populations of diamondback moth, Plutella xylostella. Australian Journal of Entomology 2. Sarjan, M., Ma, G., Rahman, M. M. and Schmidt, O. (in press) Resistance against Bacillus thuringiensis endotoxins in a laboratory population of Helicoverpa armigera is based on an elevated immune status. Indonesian International Journal of BioScience 3. Ma, G., Sarjan , M., Preston, C., Asgari S. and Schmidt, O. (2005) Inducible resistance mechanisms against Bacillus thuringiensis endotoxins in invertebrates. Insect Science 12, 319-330. 4. Schmidt, O. Rahman, M.M, Ma, G.,Theopold, U., Sun, Y., Sarjan, M., Fabbri, M. and Roberts, H.S.L. (2005) Mode of action of antimicrobial proteins, pore-forming toxins and biologically active peptides (Hypothesis). Invertebrate Survival Journal 2, 82-90. 5. Gang Ma, Harry Roberts, Muhammad Sarjan, Nicki Featherstone, Jelle Lahnstein, Ray Akhurst and Otto Schmidt (2005) Is the mature endotoxin Cry1Ac from Bacillus thuringiensis inactivated by a coagulation reaction in the gut lumen of resistant Helicoverpa armigera larvae? Insect Biochemistry and Molecular Biology. Special Issue on “Genetic Manipulation of Insects” 35, 729-739. 6. Glatz, R., Sarjan, M., Roberts, H. L.S., Theopold, U. H., Asgari, S. and Schmidt, O. (2004) Lectin-induced hemocyte inactivation in insects. Journal Insect Physiology 50, 955-963. 7. Rahman, M., Roberts, H.L.S., Sarjan, M., Asgari, S. and Schmidt, O. (2004) Induction and transmission of Bt-tolerance in insects. Proceedings of the National Academy of Science (USA) 101, 2696-2699. 2. Nasional 1. M. Sarjan, 2008. Alternative model of Cellular Immune reactions in Insects. Jurnal Ilmu Dasar Nomor 2 Edisi Juli. 2008. 2. Kajian Molekuler Mekanisme Ketahanan Hama terhadap Bacillus thuringiensis (Jurnal HAPETE, Vol1: 2. September 2004 3. Intensitas Serangan Ulat Spodoptera litura pada Tanaman Kubis yang Dibudidayakan Secara Organik dan Konvensional ( Jurnal HAPETE, Vol 3:1. April 2006) 4. Pengelolaan hama Pengisap daun Thrips parvispinus Karny Pada Tanaman cabe Yang dibudidayakan Secara Organik dan Konvensional (Jurnal Peneneltian Universitas Mataram, Edisi A: Sains dan Teknologi. Vol 2:10. Agustus 2006) 5. Intensitas Serangan Ulat Spodoptera litura pada Tanaman Kubis yang Dibudidayakan Secara Organik dan Konvensional ( Jurnal HAPETE, Vol 3:1. April 2006)
6. Pengelolaan hama Pengisap daun Thrips parvispinus Karny Pada Tanaman cabe Yang dibudidayakan Secara Organik dan Konvensional (Jurnal Penenltian Universitas Mataram, Edisi A: Sains dan Teknologi. Vol 2:10. Agustus 2006) 7. Kajian Molekuler Mekanisme Ketahanan Hama terhadap Bacillus thuringiensis (Jurnal HAPETE, Vol1: 2. September 2004 8. Immune Reactions in the Bacillus thuringiensis Resistant Insect (Agroteksos, Vol. 13. No. 3. Oktober 2003) 9. Glycosilation status of Glycoproteins and Location of the Immune-realated Proteins in the Gut of caterpillar( Jurnal Lemlit Universitas Mataram, Oktober 2003 d. Pengajaran dan pendidikan Memberikan kuliah pada bidang Pada Jenjang S1. 1. Ilmu Hama Tumbuhan 2. Dasar-dasar Perlindungan tanaman 3. Pengendalian Hayati dan Pengelolaan habitat 4. PHT 5. Patologi Serangga 6. Metodologi Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Pada Jenjang S2 7. Pengelolaan Terpadu Organisme Pengganggu Tanaman e. Pengabdian Pada Masyarakat . No
Judul Kegiatan
tahun
Sumber dana
3.
Aplikasi Insektisida Kimia secara tepat pada Pengendalian Hama tanaman sayuran di Desa Suela, Kecamatan Aikmel, Lombok Timur
1997
OPF UNRAM
4
Teknik Pengendalian hama pada tanaman padi di Desa Lepak Lombok Timur
2004
Mhs KKN
5
Upaya Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman pisang di desa Kekait
2004
Mhs KKN
6.
Pengendalian hama tanaman sayuran di desa Sepakek
2004
Mhs KKN
7
Pengendalian hama sayuran dengan insektisida Non Kimiawi sintetik
2005
DPP UNRAM
8
Pengenalan musuh alami potensial pada tanaman padi
2005
Mhs KKN
9
Sistem Pendidikan Pertanian Menghadapi Otonomi dan Glonbalisasi Pada siswasiswi SMU” di kecamatan selong dan Masbagek
2006
Dalam rangka Dies Natalis Fakultas Pertanian Unram ke 39
10
Prospek dan Peluang sistem Pendidikan Tinggi di Bidang Pertanian dalam Mengembangkan Kewirausahaan yang Mandiri di Kecamatan Terara, Sikur, Aikmerl dan Pringgabaya.
2006
Dalam rangka Dies Natalis Fakultas Pertanian Unram ke 39
11
Sistem Pendidkian Petanian berbasis Kompetensi untuk Mengoptimalkan Pemanfaatan Sumberdaya Lokal di Kecamatan labuhan haji, Sakra dan Keruak.
2006
Dalam rangka Dies Natalis Fakultas Pertanian Unram ke 39
12
Sistem pendidkan di Bidang pertanian di Lombok Timur
2006
Dalam rangka Dies Natalis Fakultas Pertanian Unram ke 39
13
Penerapan sistem pertanian organik di Lombok Barat
2006
Program IPTEKS DP2M Diknas
14
Pemanfaatan Limbah reject product PT Agrindo Nusantara
2006
Program Voucer Multi Year DP2M Diknas
e. Pengalaman , Kongres. Seminar , Pelatihan di dalam dan luar negeri 1. Dalam Negeri ( 10 Tahun tekhir) 1. Training Course on Agricultural Research Methodology di Bogor Agricultural University Life Sciences Inter University Center (1996) 2. Kongres Nasional Perhimpunan Entomology Indonesia di Universitas Padjadjaran Bandung ( 1997) 3. Kongres Nasional Perhimpunan Fitopatology Insonesia di Mataram (1996) 4. Seminar Nasional lahan kering di Universitas Nyhammadiyah Mataram (2004) 5. Peserta Workshop Penguatan Riset Sains dasar Bidang MIPA (Mataram 15 Juni 2004) oleh Menristek 6. Peserta diskusi arah perkembangan riset IPTEK Masa depan Mataram 23 Juni 2004) oleh Menristek
7. Peserta Seminar sehari “ Teknologi Pengelolaan sumberdaya lahan kering Secara berkelanjutan “ 15 januari 2005. Fakultas Pertanian UNRAM 8. Peserta Seminar nasional Nutrition Expo 2005 “ Penanganan Gizi buruk pada balita” 30 Juli 2005 9. Peserta Semiloka Perkebunan : Peningkatan kualitas pasca panen hasil perkebunan melalui perbaikan proses penanganan pasca panen dan kualitas bibit, Mataram 20 Agustus 2005. 10. Peserta penataran dan Lokakarya (Penlok) Metodologi Penelitian ( 29- 30 September 2005), Mataram. Oleh Depdiknas. 11. Sebagai pembicara pada Seminar Nasional Menejen Resisten Pestisida dalam Pengendalian Hama Terpadu. Di Yogjakarta, 24-25 Pebruari dengan topik “ Alternatif mekanisme ketahana hama terhadap Bacillus thuringiensis toksin: Tinjauan secara molekiler” (2004). 12. Sebagai pembicara pada Seminar Nasional IV Entomologi dalam perubahan sosial dan lingkungan di IPB Bogor dengan topik “Serangga Hama Pada Ternak (KasusLalat Domba) :Upaya Pengendalian Secara Hayati ) (2004) 13. Sebagai pembicara pada Seminar Nasonal Peran Biologi Molekuler dalam eksplorasi dan Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Berkelanjutan di UGM Jogjakarta dengan topik “ Kajian molekuler ketahanan hama tehadap Bacillus thuringiensis toksin “ (2004) 14. Menyampaikan Pidato Ilmiah pada Acara Dies Natalis Universitas Mataram ke 42 di Mataram dengan topk “ Pengelolaah Hama Terpadu Dalam Perspektif Sistem Pertanian Berkelanjutan “ (2004) 15. Sebagai pembicara pada kongres Internasional Congress for Crop Security di Malang 20 –22 September 2005. Dengan judul “ The potency of NonSynthetic Chemical Insecticides to Control the army worm (Spodoptera litura F.) and Conservation of it’s predators on Soybean Crop f. .Kegiatan Penunjang Tridarma
g.
a. Ketua Pelaksana seminar Dies natalis Faperta Unram (2005) b. Ketua Pelaksana Seminar rutin Hasil penelitian SPP/DPP tentang Pengembangan vanili (2005) c. Ketua Pelaksanaan Sosialisasi Faperta ( 2005) d. Pengelola Jurnal Agroteksos ( 2003-2006) e. Pengelola Jurnal Hapete (2004-2008) f. Staf Ahli Lemlit Unram ( 2005-2009) g. Anggota Tim seleksi Anugrah Teknologi tepat Guna Propinsi NTB (2005) h. Sebagai tim Pendamping persiapan penyusunan artikel ilmiah bereputasi Internasional Ir. Sudarmadji Rahardjo, MS. i. Sebagai Tim Juri Lomba Karya Tulis Siswa/i SMA/SMK se Nusa Tenggara Barat , Fakultas pertanian, 25- 26 Maret 2006. Piagam/Penghargaan 1. Piagam dari Depdiknas Dirjen Dikti sebagai Instruktur Pelatihan Aplikasi Biotek Dalam Bidang Pertanian ( 3- 10 Desember 2005) 2. Piagam Penghargaan dari Gubernur NTBsebagai Tim Seleksi TTG Propinsi NTB
3. Piagam dari Jica- Dep. Hukum dan hak azasi manusia RI sebagai peserta seminar pemanfaatan Sistem hak kekayaan Intelektual oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang. 4. Sebagai Dosen Berprestasi I Tingkat Fakultas Pertanian UNRAM ( 2006) h.
Pengalaman kerja /Jabatan
INSTITUSI
JABATAN
PERIODE KERJA
Fakultas Pertanian Unram
Dosen
1987-sekarang
Fakultas Pertanian UNRAM
Ketua Laboratorium Agronomi
1994-1996
Fakultas Pertanian UNRAM
Ketua Laboratorium Proteksi Tanaman
2004-2008
Fakultas Pertanian UNRAM
Ketua jurusan Budidaya Pertanian
2008-sekarang
Fakultas Pertanian UNRAM
Ketua Badan Pertimbangan Pengembangan Penelitian
2004-sekarang
Lembaga Penelitian UNRAM
Tim ahli
2005- sekarang
University of Adelaide
Research Fellow
Maret –Juli 1994
FAO-Roma-Italia
Conultant for Nasional Project of Integrated Pest Management for estate Crop
Maret –April 1995
Dikti
Participant on the International Academic networking in University of Victoria, University of Queen , University of Guelph, University of Waterloo (Canada) and University of Florida (USA)
OktoberDesember 1996
Institute For Sustainable Development Resources
Directur
April 2003-April 2008
Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Mataram
Ketua
Maret 2003 – Maret 2008
Masyarakat Petani Organik Indonesia (MAPORINA) Cabang NTB
Ketua harian
2006-2010
I . Kerjasama : 1. Pelatihan Penggunaan mesin pengaduk mekanik Dodol pada Kelompok Usana bersama barneg-Bareng , Kelayu , 2004 ( Kerjasama LSPB dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat desa dan Promist –NT) 2. Kajian DAS Kali Ancar, 2004 ( Kerjasama LSPB dengan Bappeda Kota) 3. Kajian Evaluasi Pencapaian konsumsi GAKY di Kota Mataram , 2005 ( Kerjasama LSPB dengan BAPPEDA Kota Mataram) 4. Demplot Penerapan Budidaya sayuran Organik di Lombok Barat, 2005 ( Kerjasama LSPB dengan BAPPEDA Lombok Barat) 5. Pelatihan Budidaya jamurmerang secara komersial , 2005 ( Klerjasama LSPB dengan Dinas Pertanian Kota Bima). 6. Kebijakan dan tata alokasi air global DAS Jangkok untuk pelayanan lintas kabupaten/kota dalam memberikan kontribusi pendapatan asli daerah (PAD)., 2004 ( LSPB dengan BAPPEDA NTB) 7. Pembagian peran ( Role sharing) pembiayaan konservasi sumberdaya air (SDA) berbasis daerah aliran sumgai lintas kabupaten/kota untuk menjamin keberlanjutan fungsi SDA, 2005( LSPB dengan BAPPEDA Propinsi NTB). 8. Pengembangan Agribisnis pada lahan kering dalam rangka penanggulangan kemiskinan di Nusa tenggara barat, 2005 ( LSPB dengan BPM NTB dan BAPPENAS ) 9. Usaha Produksi alumni Fakultas Pertanian UNRAM di bidang Agribisnis melalui budidaya sayuran dalam rumah kaca, 2006 ( LSPB dengan Dinas tenaga Kerja Lombok Timur). 10. Pemberdayaan mantan TKI melalui pengembangan budaya kewirausahaan di Lombok Timur, 2006 ( LSPB dengan Dinas tenaga Kerja Lombok Timur). 11. Pemberdayaan masyarakat pesisir melalui penerapan mesin pengering rumput laut bertenaga surya di Grupuk, Lombok Tengah, 2006 ( LSPB dengan Dinas Perikanan dan kelautan Lombok tengah). 12. Destilasi air laut dengan tenaga surya sebagai sumber air bersih pada masyarakat pesisir dan pulau terpencil di NTB, 2006 ( LSPB dengan BPM, BAPPEDA Lombok Barat, BAPPEDA Lombok Timur). 13. Pemberdayaan Tenaga Kerja Muda Terdidik (TKMT) di bidang Hortikultura, Kerjasama dengan Dinas Kependudukan, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Lombok Timur.