PERTUMBUHAN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas L. INSTAR IV-VI PADA TIPE KANDANG YANG BERBEDA
SKRIPSI LEGA KRISDA FEBRIYANTI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN Lega Krisda Febriyanti. D14080106. 2012. Pertumbuhan Ulat Sutera Liar Attacus Atlas L. Instar IV-VI pada Tipe kandang yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Hotnida C.H. Siregar, MSi Pembimbing Anggota : Dr. drh. Damiana R. Ekastuti, MS Attacus atlas termasuk ordo Lepidoptera yang mengalami metamorfosa sempurna. Umumnya serangga ini dikenal sebagai hama tanaman. Attacus atlas merupakan salah satu satwa harapan penghasil sutera yang perlu dikembangkan karena memiliki potensi ekonomi, tingkat reproduksinya tinggi, perkembangan relatif cepat dan masa pemeliharaan yang singkat. Larva sutera ini merupakan jenis hewan polifagus, yang dapat memakan berbagai jenis pakan daun. Alternatif pakan yang digunakan adalah daun kenari (Canarium commune) karena ketersediannya melimpah di kota Bogor. Pemeliharaan larva A. atlas membutuhkan penanganan dalam segi faktor lingkungan dan pakan karena larva sutera termasuk hewan poikiloterm yang suhu tubuhnya dipengaruhi secara langsung oleh suhu lingkungannya. Tempat pemeliharaan yang cocok perlu dipilih untuk pertumbuhan larva sutera liar A. atlas dari bahan yang mudah didapat dan murah harganya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tempat pemeliharaan (terbuat plastik, kain kasa, dan kardus) yang mendukung pertumbuhan dari larva A. atlas instar IV-VI dengan jumlah kepadatan yang sama dan menggunakan pakan daun kenari (C. commune). Penelitian dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Hewan percobaan diperoleh dari hasil penetasan telur dari perkawinan ngengat yang keluar dari kokon. Kokon sebagai bibit diambil dari Perkebunan Teh Nusantara VIII, Jalan Raya Purwakarta KM 4, Kab. Bandung, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan tipe kandang yang berbeda yaitu kandang plastik, kain kasa, dan kardus. Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak empat ulangan dan setiap ulangan berisi 15 larva awal instar IV. Peubah yang diamati yaitu periode instar, pertambahan bobot badan (PBB), pertambahan panjang badan, dan daya tahan hidup (survival rate). Pengukuran suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan pada tempat pemeliharaan A. atlas instar IV-VI. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA, jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur maka dilanjutkan dengan uji Tukey HSD. Hasil penelitian menunjukkan tipe kandang berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap pertambahan bobot badan dan panjang badan. Larva instar IV yang dipelihara di dalam kandang kain kasa memiliki pertambahan bobot badan sebesar 3,007 g dan pertambahan panjang badan sebesar 1,446 cm. Pertambahan bobot badan instar V lebih tinggi pada kandang kardus sebesar 3,337 g. Kandang kardus memiliki pertambahan bobot badan (PBB) dan pertambahan panjang badan VI lebih tinggi dibandingkan yang lain, yaitu 2,059 g dan 0,998 cm. Periode larva lebih singkat pada kandang kain kasa yaitu instar IV berkisar antara 5-6 hari, instar V berkisar 5-6 hari, dan instar VI berkisar 8-9 hari. Tipe kandang tidak berpengaruh nyata terhadap daya tahan hidup A. atlas.
Instar IV memiliki daya tahan hidup 100% sedangkan instar V dan VI mengalami penurunan daya tahan hidup. Pertambahan bobot badan dan panjang badan pada instar IV lebih tinggi di dalam kandang kain kasa. Periode instar IV-VI juga lebih singkat dipelihara di dalam kandang kain kasa dibandingkan tipe kandang lainnya. Pertambahan bobot badan instar V-VI lebih tinggi yang dipelihara dalam kandang kardus. Penggunaan kandang kain kasa cocok untuk instar IV sedangkan kandang kardus cocok untuk instar V-VI dilihat dari periode instar, pertambahan bobot bdan, pertambahan panjang badan, dan persentase survival rate. Kata-kata kunci: Attacus atlas L., daun kenari, pertumbuhan, tipe kandang
ii
ABSTRACT The Growth of 4th-6th Instar Larvae Wild Silk Moth at Different Type of Cage Febriyanti, L. K. , Hotnida C. H. Siregar and Damiana R.E. Attacus atlas L. is a polyvoltin and polyphagus insect, which can live more than two generations per year. The purpose of this research was to analyze the growth of Attacus atlas 4th-6th instar larvae which were reared in different types of cage given canary leaves (Canarium commune L.). The observed variables were body weight gain, body length gain, survival rate and stadia period in instar 4th-6th. This study used Completely Randomized Design with kinds of cages (gauze, cardboard and plastic) as treatment and each treatment consist of four replications. Fourth until sixth instar period were shorter in gauze cages than others. The results showed that types of cage had significant affected (p<0,01) to 4th instar larvae body weight gain in gauze cage, but instar 5th-6th larvae had significant higher body weight gain (3,337 g and 15,050 g) in cardboard cage. The other result showed that instar VI in cardboard cage was significant higher body length gain (0,999 cm) than plastic and gauze cage. The result suggest that instar 4th larvae in gauze cage and 5th-6th instar larvae in cardboard cage had better stadia period, weight gain, body length gain, and survival rate percentage. Keywords : Attacus atlas L., canary leaf, growth, cage
PERTUMBUHAN ULAT SUTERA LIAR Attacus atlas L. INSTAR IV-VI PADA TIPE KANDANG YANG BERBEDA
LEGA KRISDA FEBRIYANTI D14080106
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul
: Pertumbuhan Ulat Sutera Liar Attacus Atlas L. Instar IV-VI pada Tipe kandang yang Berbeda
Nama
: Lega Krisda Febriyanti
NIM
: D14080106
Menyetujui, Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Ir. Hotnida C.H. Siregar, MSi) NIP: 19620617 199003 2 001
(Dr. drh. Damiana R. Ekastuti, MS) NIP: 19620212 198601 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 12 September 2012
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1990 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dan anak dari pasangan Bapak Yuhanda dan Ibu Wati Karwati. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak pada tahun 1996 di Dewi Sartika, Tasikmalaya. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 2002 di SDN Karsanagara, Tasikmalaya. Pendidikan lanjutan pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SLTPN 1 Tasikmalaya. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2008 di SMAN 1 Tasikmalaya. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur USMI dan diterima sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009. Selama mengikuti pendidikan, Penulis pernah aktif sebagai sekretaris komisi III di Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPM TPB) dan anggota Gentra Kaheman (Kesenian Daerah Sunda) pada tahun 2008. Periode tahun 2009/2010 dilanjutkan aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM) sebagai sekretaris komisi I dan Majelis Perwakilan Mahasiswa (MPM KM) sebagai badan pengawas administrasi dan keuangan. Periode tahun 2010/2011 aktif kembali di Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM) sebagai sekretaris BPH dan Majelis Perwakilan Mahasiswa (MPM KM) sebagai badan pengawas administrasi dan keuangan dan konstitusi. Penulis pernah mengikuti seminar, pelatihan softskill dan terlibat dalam beberapa kegiatan kepanitian kemahasiswaan IPB. Penulis merupakan salah satu penerima beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) tahun 2009-2010. Tahun 2010-2012 mendapatkan beasiswa BUMN sampai tingkat empat dan mendapatkan bantuan biaya penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, nikmat dan karunia-Nya sehingga Penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Pertumbuhan Ulat Sutera Liar Attacus Atlas L. Instar IVVI pada Tipe Kandang yang Berbeda” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini didasari dengan budidaya larva sutera liar A. Atlas yang memiliki prospek yang bernilai ekonomi tinggi. Pembudidayaan A. atlas seringkali bermasalah dengan lingkungan pemeliharaan seperti suhu, kelembaban, dan intesitas cahaya. Pertumbuhan dan daya hidup larva dipengaruhi oleh lingkungan. Manajemen pemeliharaan
larva
dengan
kontrol
lingkungan
sangat
dibutuhkan
untuk
pertumbuhan ulat sutera. Pertumbuhan larva sutera sangat penting dalam meningkatkan produktivitas dan daya hidup larva sutera. Penelitian ini dilakukan dengan memelihara 15 larva awal instar IV di dalam kandang plastik, kain kasa, dan kardus dengan pakan daun kenari. Daya hidup larva sutera dilihat dari pertumbuhan dan tingkat survival rate yang dipengaruhi oleh faktor biotik (pakan, predator, parasit dan penyakit) dan abiotik (intesitas cahaya, kelembaban, dan suhu). Faktor abiotik diukur dan dicatat saat pagi, siang dan sore hari. Pertambahan bobot dan panjang badan diukur pada awal dan akhir instar. Pengukuran awal instar dilakukan setelah proses molting selesai. Selama penelitian berlangsung, ada beberapa kendala seperti curah hujan yang tinggi atau cuaca yang tidak menentu yang mengakibatkan tingkat mortalitas tinggi. Akhir kata Penulis mengucapkan terimakasih, semoga tulisan ilmiah ini yang jauh dari sempurna ini bermanfaat dan dapat menambah ilmu pengetahuan, khususnya informasi mengenai budidaya A. atlas. Bogor, September 201 Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..................................................................................................
i
ABSTRACT .....................................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
v
RIWAYAT HIDUP .........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .....................................................................................
vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
xii
PENDAHULUAN ............................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................ Tujuan Penelitian .............................................................................
1 3
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
4
Taksonomi Ulat Sutera Liar A. atlas . ............................................... Siklus Hidup A. atlas ........................................................................ Morfologi A. atlas ........................................................................... Telur .................................................................................... Larva .................................................................................... Pupa dan Kokon .................................................................. Imago .................................................................................... Pertumbuhan dan Perkembangan Larva .......................................... Pemeliharaan Ulat Sutera ................................................................ Luasan Tempat Larva ...................................................................... Pertumbuhan A. atlas pada Berbagai Kepadatan ............................ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan A. Atlas ............ Faktor Biotik ........................................................................ Faktor Abiotik ..................................................................... Kenari (Canarium commune L.) ......................................................
4 5 6 6 6 8 9 11 11 13 14 14 14 15 15
MATERI DAN METODE ...............................................................................
17
Lokasi dan Waktu ............................................................................ Materi .............................................................................................. Hewan Percobaan ................................................................ Bahan dan Peralatan ............................................................ Prosedur ........................................................................................... Persiapan Kandang dan Peralatan .......................................
17 17 17 17 18 18
Persiapan Sampel Penelitian .......................................................... Pemeliharaan Larva Instar I-III ...................................................... Pemeliharaan Larva Instar IV-VI ................................................... Rancangan dan Analisis Data ......................................................... Peubah yang Diamati ..........................................................
18 19 19 20 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
23
Suhu dan Kelembaban Pemeliharaan A. atlas ................................. Periode Instar I-III A. atlas ............................................................. Periode Instar IV-VI A. atlas .......................................................... Pertambahan Bobot Badan A. atlas ................................................ Pertambahan Panjang Badan A. atlas ............................................. Daya Tahan Hidup A. atlas ........................................................... Pemilihan Tipe Kandang ...............................................................
23 26 27 30 32 34 34
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
39
Kesimpulan .................................................................................... Saran ..............................................................................................
39 39
UCAPAN TERIMAKASIH ..........................................................................
40
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
41
LAMPIRAN ....................................................................................................
43
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Ukuran Luasan Tempat Pemeliharaan Larva Sutera Bombyx mori dengan Populasi Satu Boks (25.000 ekor) ............................................................. 13
2.
Suhu dan Kelembaban Budidaya A. atlas Didalam Ruangan ..................... 23
3.
Suhu Didalam Kandang A. atlas Larva Instar IV-VI ................................. 24
4.
Kelembaban Didalam Kandang A. atlas Larva Instar IV-VI ...................... 25
5.
Lama Periode Instar I-III A. atlas yang Mendapatkan Pakan Daun Kenari ......................................................................................................... 27
6.
Lama Periode Instar IV-VI pada Larva A. atlas pada Berbagai Tipe Kandang yang Diberi Pakan Daun Kenari .................................................. 28
7.
Pertambahan Bobot Badan Awal Instar IV-VI pada Larva A. atlas pada Berbagai Tipe Kandang yang Diberi Pakan Daun Kenari .......................... 30
8.
Pertambahan Panjang Badan Awal Instar IV-VI pada Larva A. atlas pada Berbagai Tipe Kandang yang diberi Pakan Daun Kenari ........................... 32
9.
Daya Tahan Hidup A. atlas Instar IV-VI pada Berbagai Tipe Kandang yang Diberi Pakan Daun Kenari ................................................................. 35
10. Tipe Kematian Instar IV-VI pada Berbagai Tipe Kandang ....................... 36 11. Respon Instar IV-VI terhadap Tipe Kandang ............................................. 38
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Peta Penyebaran A. atlas .............................................................................
4
2.
Siklus Hidup A. atlas ..................................................................................
5
3.
Larva yang Mulai Keluar dari Telur ...........................................................
6
4.
Larva A. atlas yang sedang Molting ............................................................
7
5.
Pupa dan Kokon A .atlas ............................................................................
9
6.
Imago dan Perbedaan Antena Ulat Sutera Liar A. atlas ............................. 10
7.
Kandang Plastik (a), Kandang Kain Kasa (b) dan Kandang Kardus (c) Sebagai Tempat Pemeliharaan .................................................................... 17
8.
Telur Fertil (a) dan Telur Infertil (b) A. atlas ............................................. 18
9.
Bagan Tipe Kandang Plastik (a), Kain Kasa (b) dan Kardus (c) dengan Volume Pemeliharaan Larva Instar IV-VI ................................................. 20
10. Pengukuran Bobot Badan A. atlas .............................................................. 21 11. Pengukuran Panjang Badan A. atlas ........................................................... 22
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Periode Instar I-III .................................. 44 2. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Periode Instar IV pada pada Kandang Plastik, Kain kasa dan Kardus .................................................................... 44 3. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Periode Instar V pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ................................................................................ 44 4. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Periode Instar VI pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ................................................................................ 45 5.
Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Instar IV pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ............................................ 45
6. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Instar V pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ..................................................... 46 7. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Instar VI pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ............................................ 46 8. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Pertambahan Panjang Badan Instar IV pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ............................................ 47 9. Uji One-Way Anova Pertambahan Panjang Badan Instar V pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus .................................................... 47 10. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Pertambahan Panjang Badan Instar VI pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ........................................... 48 11. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Survival Rate (Daya Tahan Hidup) Instar V pada Kandang Plastik, Kain kasa dan Kardus ....................................... 48 12. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Survival Rate (Daya Tahan Hidup) Instar VI pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ...................................... 49 13. Intensitas Cahaya (IC) Selama Pemeliharaan Instar IV-VI .......................... 49
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan larva sutera banyak dilakukan di beberapa negara. Usaha peternakan larva sutera sudah lama dilakukan orang misalnya Bombyx mori yang asal usulnya dari Cina. Selain Bombyx mori beberapa jenis larva sutera liar telah digunakan untuk memproduksi benang sutera. Larva sutera liar yang sudah mulai dikembangkan di Indoesia, antara lain Attacus atlas L. dan Cricula trifenestrata. Attacus atlas adalah salah satu penghasil bahan sutera yang dapat dimanfaatkan untuk industri tekstil sebagaimana anggota genus Attacus lainnya. Larva A. atlas menghasilkan kokon berwarna coklat kusam, namun serat sutera yang dihasilkan berwarna coklat keemasan. Larva sutera liar A. atlas merupakan salah satu satwa harapan yang perlu dikembangkan dan dibudidayakan karena tingkat reproduksinya tinggi, perkembangan relatif cepat dan masa pemeliharaan yang singkat. Attacus atlas L. termasuk ordo Lepidoptera yang mengalami metamorfosa sempurna. Siklus hidup larva sutera diawali dari telur, kemudian menetas menjadi larva, pupa dan akhirnya menjadi ngengat yang siap bertelur lagi. Fase larva merupakan masa makan dan pertumbuhan larva terjadi melalui lima kali pergantian kulit (molting). Periode di antara pergantian kulit ulat sutera dinamakan instar I, instar II, instar III, instar IV, instar V, dan instar VI. Setelah instar VI berakhir, larva melakukan proses pengokonan sehingga menjadi pupa. Selanjutnya, pupa berubah menjadi ngengat dan siklus akan berulang dimulai lagi dari telur. Sebelum melakukan pemeliharaan larva sutera perlu diketahui terlebih dahulu kecocokan tempat. Selain itu, aspek makanan merupakan hal yang harus diperhatikan agar larva tetap dapat hidup. Attacus atlas L. termasuk jenis hewan polifagus yang dapat memakan berbagai jenis daun. Larva Lepidoptera kebanyakan pemakan tumbuh-tumbuhan dan merupakan hama dari tanaman budidaya. Beberapa peneliti membandingkan berbagai jenis pakan seperti pakan yang berbeda menghasilkan karakter fase pertumbuhan dan kokon yang berbeda (Dash et al., 1992). Daun alpukat (Persea Americana), daun kayu manis (Cinnamomum zeylanicum), dan daun sirsak (Annona muricata) digunakan untuk pakan A. atlas (Dewi, 2009).
Larva sutera A. atlas termasuk hewan berdarah dingin maka pertumbuhan larva sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Apabila suhu lingkungan menurun, suhu tubuhnya juga menurun menyebabkan proses fisiologik menjadi lamban. Kondisi lingkungan yang kurang nyaman akan membuat pertumbuhan larva terhambat sehingga mengakibatkan tingkat mortalitas tinggi. Larva A. atlas membutuhkan kondisi yang spesifik seperti suhu, kelembaban udara, kualitas udara, aliran udara dan cahaya untuk proses pertumbuhan. Larva A. atlas instar IV-VI mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan larva Lepidoptera lainnya. Areal atau luasan tempat pemeliharaan yang cocok untuk fase pertumbuhan instar IV-VI sangatlah penting karena dapat menentukankualitas kokon yang dihasilkan. Salah satu lingkungan yang utama adalah kandang tempat pemeliharaan larva yang mencakup bahan dan kepadatan kandang. Larva dipelihara di dalam kandang dengan memperhatikan volume, luasan, suhu dan kelembaban agar menghasilkan kondisi optimum bagi pertumbuhan larva A. atlas. Pemeliharaan dalam luasan tempat yang terlalu sempit dapat menimbulkan berbagai gangguan pada fase pertumbuhannya misalnya gangguan penyakit atau jamur bahkan menyebabkan tingkat kematian tinggi. Gangguan-gangguan tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan larva. Tempat pemeliharaan terlalu luas juga kurang efektif karena membutuhkan biaya yang relatif mahal sehingga luas kandang merupakan faktor utama. Mulyani (2008) melakukan pemeliharaan instar IV sampai kokon menggunakan wadah dengan diameter 14,5 cm dan tinggi 23 cm. Dibutuhkan tempat pemeliharaan yang cocok dan mampu mendapatkan pertumbuhan yang maksimal. Pemilihan jenis tempat pemeliharaan yang mendukung pertumbuhan A. atlas instar IV-VI yang optimum belum dilakukan. Tempat pemeliharaan larva hingga menjadi kokon merupakan faktor penentu yang perlu dipertimbangkan sehingga dibuat tipe kandang yang berbeda. Diperhatikan manajemen pemeliharaan yang memanfaatkan pakan yang melimpah dan kondisi lingkungan yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan A. atlas instar IV-VI.
2
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tipe kandang yang berbeda terhadap pertumbuhan A. atlas periode larva pada instar IV-VI dilihat dari pertambahan bobot badan, pertambahan panjang badan dan survival rate (daya tahan hidup).
3
TINJJAUAN PU USTAKA T Taksonomi i Ulat Suterra Liar A. atlas Ulat sutera liar A. atlas merupakan m serangga yang y berukkuran besarr dan baanyak di daaerah Asia (zona ( tropiss), ditemukaan di daerahh Asia Tim mur, Asia Seelatan daan Asia Teenggara. Ulat U sutera liar A. atla as merupakkan hewann asli Indon nesia. N Ngengat A. atlas a memppunyai ukurran tubuh yang y besar. Imago aktiif di malam m hari (nnokturnal). Tubuh larvva ditutupii oleh sisik k dan berssifat polivooltin. Pupaa dari seerangga ini terlindung oleh kokon (Peigler, 1989). Keddudukan ullat sutera liiar A. attlas dalam klasifikasiny k ya adalah filum fi Arthro opoda, kelass Insecta, orrdo Lepidop ptera, suub ordo Diitrysia, fam mili Saturniiidae, sub famili f Suturrniinae, gennus Attacuss dan sppesies Attaccus atlas (Liinnaeus) (Trriplehorn daan Johnson,, 2005) Attacuus atlas L. tersebar t di Sumatera, S Jawa, J Kalim mantan, Balii, Halmaherra dan Irian Barat. Selain S A. atllas juga terrdapat spesies A. cram meri (Felder)), A. erebuss (Fr), A.. parliae (P Peigler), kettiganya hannya berada di d pulau-puulau di Indoonesia tengaah. A. doohertyi (Rottch) dan A. inepiatus (Jurr ( dan Liind) ditemuukan di pulaau-pulau Kaai dan Suunda kecil dan d dua lainnnya : A. auurantiacus di pulau-puulau Kai dann A. interm medius dii pulau Tanimba. Berdasarkan pakkannya, A. atlas terkennal sebagai ulat sutera yang poolyfagus. Taanaman pakkannya antaara lain sirsaak, mahoni,, apokat, ram mbutan, gem mpol, reempeni, jam mbu biji dan lain - lain (Peigler, ( 1989; Zebua et e al., 1997; Adria, 2010).
Gambar 1. Peta Penyeebaran A. attlas Sumber : Peeigler (1989)
Siklus Hidup A. atlas Perkembangan A. atlas dimulai dari telur hingga imago dan memiliki enam tahapan instar. Waktu perkembangannya mulai dari masa inkubasi telur selama 6-8 hari. Diperoleh daur hidup Attacus atlas L. pada F1-F2 dengan pakan daun sirsak yaitu 56-72 hari (Awan, 2007).
Telur (6-8 hari)
Instar I (4-5 Hari)
Imago (6-8 hari)
Instar II (4-5 Hari)
Pupa (4-5 hari)
Instar III (4-5 Hari)
Instar VI (8-10 hari)
Instar IV (4-5 Hari)
Instar V (6-8 hari) Gambar 2. Siklus Hidup A. atlas Sumber: www.wormsplit.com/Atlas
5
Morfologi A. atlas Karakteristik morfologi A. atlas dapat dikatagorikan berdasarkan daur hidupnya yakni sebagai berikut : Telur Telur A. atlas berbentuk oval agak pipih dengan ukuran panjang 2 mm dan lebar 1 mm. Saat dikeluarkan, telur dilapisi cairan agak kental berwarna merah kecoklatan bertujuan agar telur bisa merekat dan beberapa saat akan mengering. Telur dapat dibedakan yaitu telur fertil (telur yang dibuahi) berwarna coklat dan infertil (telur yang tidak dibuahi) berwarna putih (Solihin et al., 2010). Bentuk telur oval agak pipih yang merupakan tipe umum dari anggota Saturniidae. Bila telur sudah cukup terbentuk sempurna, sel epitel ovariole mengeluarkan kulit telur yang disebut chorion (Partosoedjono, 1985). Warna telur putih kekuningan sampai kuning pucat, selalu tertutup semacam cairan atau sekret yang telah mengering yang berasal dari induknya untuk melekatkan telur pada tanaman atau substrat lain. Ukuran telur rata-rata 2,5-3,2 mm, lebar 2,2-2,9 mm dan tinggi 1,5-2,2 mm (Peigler, 1989). Larva Larva keluar dari telur (Gambar 3), bentuk tubuh larva A. atlas dilengkapi dengan skoli (mirip duri-duri sebagai tonjolan dari kulit) dan tuberkel (struktur kutikula yang membentuk seta/rambut) yang menonjol. Setiap segmen thoraks (dekat kepala) terdapat kaki beruas. Pada segmen abdomen ke-3 terdapat kaki palsu yang dilengkapi kait. Kerangka luar yang terbuat dari kutikula akan mengalami pengerasan. Oleh karena itu, kutikula tersebut secara periodik diganti mengikuti pertumbuhan larva (Solihin et al., 2010).
Gambar 3. Larva yang Mulai Keluar dari Telur Sumber: Michael (2009)
6
Tripleehorn dan Johnson J (20005) menyaatakan bentuuk larva A. atlas erusiform deengan mem miliki satu keepala dan tuubuh yang silindris. s Baagian tubuhhnya memiliiki 13 ruuas yang terrdiri dari 3 ruas pada bagian b toraaks dan 10 ruas r pada bbagain abdo omen. Ruuas toraks memiliki sepasang tunngkai dan ruas-ruas r a abdomen 3-6. Bagian tubuh t laarva agak leebih berdagiing (empukk), mempuny yai sebuah peruasan yyang berbed da dan paada ujung tubuhnya terdapat sejumlah kait-kait k keecil yang disebut kroset. k Peergantian masa m instar ditandai d denngan pergan ntian kulit pada p larva ssampai insttar VI (G Gambar 4). Tahapan anntara ekdisiss-ekdisis biaasanya disebbut instar.
Gam mbar 4. Larva A. atlas yang sedang Molting Sumbeer: Michael (2 2009)
Instarr I adalah antara a penettasan dan pergantian laarva. Larva A. atlas in nstar I m mempunyai m morfologi k kepala berw warna hitam m (Peigler, 1989). Zebbua et al. (1 1997) m menyatakan instar I panjang p tubbuh rata-raata 0,5 cm m, kepala bberwarna coklat c keehitaman, tuubuh berwaarna kuningg coklat, daan serbuk putih p (kapurr) yang sem makin m menebal padaa bagian puunggungnyaa. Instarr II ditandaai pergantian kulit peertama. Perrgantian kuulit tidak hanya h m menyangkut kutikula diinding tubuuh tetapi jug ga lapisan kutikula k traakea, usus depan d daan usus beelakang dann struktur rangka dallam. Lapisan-lapisan trakea biassanya m menempel paada dindingg tubuh billa dikelupasskan. Lapissan-lapisan usus depan n dan ussus belakanng pecah daan potongann-potongan dikeluarkann melalui duubur. Pergaantian kuulit dapat diipengaruhi oleh kondissi lingkungaan dan horm mon juvenill (Triplehorn n dan Joohnson, 20005). Larva menghentikkan keaktiffannya dan terjadi m molting perrtama beerlangsung antara 1-22 jam denggan ditandaii mengeluppasnya kuliit luar dan kulit peelindung keepala menyeerupai helm m. Ukuran tu ubuh instar II antara 1--1,5 cm, tub berkel yaang sepanjaang pungguungnya maakin lama akan a semakkin tebal teerselubungi oleh seerbuk putih ( Zebua ett al., 1997). Kepala beerwarna keccoklatan (A Awan, 2007 7) dan m memiliki kakki berwarna hitam, badaan ditutupi oleh serbukk putih (Peiggler, 1989).
7
Instar III hampir sama dengan instar II tetapi ukuran tubuh lebih besar dan panjang (Awan, 2007). Instar III berukuran antara 2-2,5 cm, warna bagian kepala masih tetap berwarna kuning coklat, dan bercak merah tubuh bagian belakang terlihat jelas. Peigler (1989) menyatakan larva instar III memiliki ciri hampir sama dengan instar II. Kepala berwarna merah atau oranye. Terdapat noda lateral berwarna oranye pada metathorax dari segmen kedelapan sampai sepuluh. Panjang tubuh dapat mencapai 2,5-3 cm. Instar IV tubuhnya berwarna kehijauan, memiliki bercak merah di bagian lateral segmen ketiga, segmen keempat dan segmen ke depan sampai dengan segmen kesepuluh dan bagian dorsal tertutupi oleh bubuk putih (Awan, 2007). Tubuhnya berukuran 2,5-3 cm, lebih rakus dan aktif, serta kepala berwarna putih kehijauan cerah. Bercak merah pada tubuh bagian belakang mulai memudar dan berganti menjadi bercak warna coklat tua yang merata hampir seluruh tubuh (Zebua et al., 1997). Instar V ukuran tubuh semakin membesar yang disebabkan intensitas makan yang semakin meningkat (Awan, 2007). Panjang tubuh larva mencapai 6,5-8 cm. Proses molting berlangsung selama 30 menit (Zebua et al., 1997). Larva instar V memiliki ukuran yang semakin besar dan memiliki ciri morfologi tidak jauh berbeda dengan instar sebelumnya. Kepala tampak mengkilat, warna hijau muda kekuningan. Instar VI yaitu tahapan terakhir stadium larva. Larva pada instar VI memiliki ciri-ciri gerakan lamban, tubuh gemuk dan kokoh, tubuh berwarna hijau cerah dengan bintik-bintik berwarna hitam di bagian dorsal thoraks dan di sekitar anal dan aktivitas makan tinggi untuk membuat cadangan makanan ketika membentuk kokon. Setelah cadangan makanan cukup larva menjadi kurang aktif dan cenderung bergerak ke sudut-sudut untuk mengokon (Awan, 2007). Akhir instar VI, larva mengeluarkan cairan mirip air liur membentuk serat-serat kokon (Zebua et al., 1997). Pupa dan Kokon Pupasi adalah terbentuknya pupa setelah stadium larva. Pupa berwarna coklat kehitaman dan terlindung dalam suatu kokon (Gambar 5) (Triplehorn dan Johnson, 2005). Perubahan bentuk pada fase pupa yaitu ketika terjadi proses perombakan sel tubuh larva (histolisis) dan pembentukan sel tubuh imago (histogenesis). Kokon A. atlas terbentuk dari serat atau filamen sutera yang berasal dari kelenjar sutera 8
(Solihin et al., 2010) atau modifikasi kelenjar-kelenjar air liur yang bermuara pada labium (Triplehorn dan Johnson, 2005).
Gambar 5. Pupa dan Kokon A .atlas Sumber: Michael (2009)
Perbedaan antara pupa jantan dan betina pada ukuran dan penutupan antena. Pada hewan jantan penutupan antena ½ dari panjang antena, sedangkan betina penutupan antena 1/4 - 1/3 dari panjang antena. Penutupan antena yang sempit pada betina menutupi kaki prothorax, sayap depan dan sayap belakang (Peigler, 1989). Pupa merupakan perkembangan metamorfosis dari larva menjadi imago. Kondisi
lingkungan
mempengaruhi
perkembangan
pupa.
Stadium
terjadi
organogenesis yaitu pembentukan organ-organ imago yaitu sayap, kaki, kepala dan struktur reproduksi. Keberadaan kokon sangat diperlukan untuk menjaga pupa dari gangguan luar dan berfungsi menjaga dari pengaruh lingkungan yang buruk yang akan mengganggu perkembangan pupa. Kokon yang terbentuk sempurna berbentuk elips (silindris), ujungnya memblarva dan pada ujung anteriornya terdapat celah. Kokon yang baru terbentuk berwarna coklat keemasan, masih agak lemah dan agak basah. Pengaruh sinar matahari dan gerakan angin menyebabkan kokon akan lebih kuat dan kering (Awan, 2007). Kokon berukuran panjang 75 – 100 mm, lebar 40 mm dengan bentuk oval dan warna pupa coklat gelap. Warna kokon A. atlas bervariasi antara coklat kelabu sampai coklat tua tetapi umumnya berwarna coklat muda (Gambar 6), permukaan kokon mengkerut. Bobot kokon bervariasi sesuai dengan jenis tanaman inang atau lokasi A. atlas kemungkinan mencapai 9 g (Solihin et al., 2010). Imago Attacus atlas yaitu serangga holometabola karena bentuk tubuh anaknya berbeda dengan dewasa
yakni berupa imago berupa ngengat berwarna coklat
9
kemerahan dengan pola sayap tampak seperti peta (atlas). Mulut rudimenter dan palpus labial berbentuk kurva. Bagian antena berbentuk tumpul dengan satu segmen. Antena berbentuk bipektinet, pada yang jantan lebih lebar daripada yang betina. Pedikel yang tidak bercabang terletak pada segmen kedua. Flagellum biasanya mempunyai 36 – 55 cabang segmen dan thorax dilengkapi dengan sayap (Peigler, 1989). Antena ngengat sangat berbulu (bersisir) dan ukuran antena pada jantan (Gambar 6a) lebih besar daripada betina (Gambar 6b). Panjang antena jantan 20 mm dan lebar 9 mm, sedangkan panjang dan lebar antena pada betina yaitu 20 mm dan 4 mm (Peigler, 1989). Bagian-bagian mulut menyusut dan tidak makan.
(a) Antena A. atlas Jantan (b) Antena A. atlas Betina Gambar 6. Imago dan Perbedaan Antena Ulat Sutera Liar A. atlas Sumber: Michael (2009)
Betina menghasilkan feromen hingga jantan dapat mengetahui dari jarak yang jauh dengan bantuan angin. Fungsi dari antena pada ngengat jantan yaitu untuk mendeteksi feromon yang dikeluarkan oleh ngengat betina sebagai isyarat kimia untuk melakukan kopulasi (Triplehorn dan Johnson, 2005). Pada imago jantan terdapat beberapa struktur diantaranya uncus bipida terdapat pada segmen kesepuluh, anus, valvae atau valves yang sering disebut harpes atau clasper, organ intromitten yang disebut aedeagus, ductus ejaklarvaorius, dan bulbus ejaklarvaorius pada beberapa karakter spesifik dan vesica. Valvae pada A. atlas memiliki tiga lobi yaitu: costal lobi atas, lobi tengah dan lobi bawah yang juga disebut sacculus (Peigler, 1989). Genitalia betina dibentuk oleh abdomen segmen ketujuh dan segmen kedelapan yang membentuk cincin sklerotik menjadi dasar genital plate. Organ reproduksi A.atlas terdiri atas sepasang ovarium, oviduk, kelenjar mucus, valvulae. Selain itu terdapat bursa koplarvarik, oviporus dan ductus seminalis (Peigler, 1989).
10
Pertumbuhan dan Perkembangan Larva Pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi ketersediaan pakan, suhu, fotoperiode, dan kepadatan populasi. Kekurangan pakan (kelaparan) pada instar terakhir menurunkan produktivitas (Elzinga, 2004). Stadium yaitu jarak waktu antara pergantian kulit larva. Instar adalah bentuk serangga selama dalam satu stadium. Larva menetas dari telur dikatakan sebagai instar pertama, pada akhir stadium ini larva berganti kulit menjadi instar kedua dan seterusnya hingga menjadi pupa dan imago (Partosoedjono, 1985). Sel-sel neurosekretorik di dalam otak memproduksi hormon protorasikotropik atau hormon otak. Hormon ini akan memicu kelenjar prothoraks atau kelenjar pergantian kulit untuk menghasilkan ekdison yang berpengaruh pada apolisis dan pertumbuhan. Hormon juvenil dihasilkan oleh sel-sel dalam Corpora allata dan berpengaruh pada metamorfosis. Pada ngengat, hormon juvenil berpengaruh pada proses vitelogenesis, aktivitas tambahan kelenjar reproduksi dan produksi feromon (Triplehorn dan Johnson, 2005). Hormon ini juga mengontrol metabolisme secara umum dan untuk perkembangan telur. Corpora allata akan mengalami degenarasi dan berhenti mengeluarkan sekresinya pada akhir pertumbuhan serangga dan stadium selanjutnya (Partosoedjono, 1985). Pemeliharaan Ulat Sutera Atmosoedarjo et al. (2000) menyatakan bahwa ada dua tahap pemelihaaran ulat sutera yaitu tahap pemeliharaan larva kecil dan larva besar. Larva kecil sangat sensitif maka ruangan pemeliharaannya harus diperhatikan agar pemeliharaan dapat berhasil. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada bangunan (ruangan) pemeliharaan larva kecil: 1) kandang tempat pemeliharaan harus dekat dengan sumber pakan, 2) lingkungan di sekitar bangunan bersih, 3) ruang pemeliharaan bersih dan kering serta tersedia jendela yang cukup untuk pergantian udara, 4) tersedia ruang atau tempat penyimpanan pakan daun terpisah dari ruang pemeliharaan dan 5) tempat pembuangan kotoran larva diletakkan jauh dari bangunan, minimal 50 meter dari tempat pemeliharaan atau dibuat lubang pembuangan dan dibakar. Tingkat pertumbuhan larva tergantung ukuran daun, misalnya pada larva instar I memerlukan ukuran daun yang lebih kecil dan jumlah lebih sedikit agar mudah memakannya. Sebaliknya larva berukuran besar yang 11
memasuki instar ketiga memerlukan daun utuh dalam jumlah banyak karena pertumbuhan larva yang pesat dan mempunyai nafsu makan yang tinggi. Tempat pemeliharaan larva besar membutuhkan suhu rendah dan pertukaran udara baik. Suhu tidak lebih rendah dari 18 0C dan cahaya matahari langsung dapat dihindarkan dan pemeliharaan larva lebih baik pada ruangan yang sederhana. Suhu yang cocok 25-22 0C dan kelembaban udara 75%. Tempat pemeliharaan larva besar harus diperhatikan karena memiliki karakter yaitu waktu dalam satu kali makan adalah lama, gerakan badannya sangat pendek dan mempunyai nafsu makan yang paling besar. Pemeliharaan larva menentukan kualitas telur yang dihasilkan dan tergantung mutu daun sebagai pakan ulat sutera (Hadisoesilo et al., 1979). Suhu optimal pertumbuhan larva adalah 20-28 0C apabila suhu terlalu rendah ataupun tinggi, ulat sutera susah sekali untuk bisa hidup dengan sehat. Apabila suhu dan kelembaban terlalu tinggi maka pertumbuhan dan perkembangan fisiologi ulat sutera menjadi terlalu pesat dan sebaliknya terlalu rendah menjadi lambat pertumbuhannya. Ketidakseimbangan fase pertumbuhan larva sutera sehingga menimbulkan berbagai gangguan (Atmosoedarjo et al., 2000). Solihin et al. (2010) menyatakan bahwa pemeliharaan larva kecil A.atlas (instar I-IV) diberikan pakan 1-3 kali sehari tergantung dari kesegaran daun. Larva kecil tergolong sangat rentan terutama terhadap perubahan lingkungan sehingga memerlukan perhatian yang intensif. Kisaran suhu optimum untuk perkembangan larva kecil adalah 23-28 0C dengan kisaran kelembaban 60%-80%. Pemeliharaan larva besar (instar V-VI) suhu lingkungan saat fase larva besar mirip dengan fase larva kecil tetapi idealnya kelembaban selalu diusahakan lebih rendah (sekitar 60%-75%). Suhu dan kelembaban yang terlalu tinggi bisa menyebabkan larva mudah terserang penyakit. Indrawan (2007) menyatakan bahwa aspek yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan ulat sutera adalah pakan. Sumber pakan ulat sutera harus selalu tersedia setiap saat ketika larva membutuhkannya. Pertumbuhan, perkembangan dan reproduksinya sangat bergantung dari kualitas dan kuantitas pakan yang dikonsumsi. Solihin et al. (2010) menyatakan pemeliharaan A. atlas meliputi pemberian pakan dan pemeliharaan mulai dari larva kecil dan besar, kokon, ngengat hingga perkawinan dan penetasan telurnya. Larva A. atlas dapat mengkonsumsi berbagai macam daun. Larva A. atlas bersifat polifagus, memiliki daya adaptasi yang cepat
12
terhadap berbagai jenis tanaman yang dijadikan pakan misalnya daun sirsak, teh, alpukat, jarak pagar, kenari, jambu, temulawak dan berbagai macam daun yang mempunyai kadar air tinggi dan bersifat agak kaku. Dalam satu siklus, satu ekor A. atlas dapat mengkonsumsi 85-135 g daun segar. Luasan Tempat Larva PT Indo Jado menjelaskan bahwa tingkat kepadatan berpengaruh pada pertumbuhan seragam pada larva (Atmosoedarjo et al., 2000). Luasan tempat pemeliharaan ulat sutera jenis Bombyx mori yang dilakukan untuk para petani di daerah Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Ukuran Luasan Tempat Pemeliharaan Larva Sutera Bombyx mori dengan Populasi Satu Boks (25.000 ekor) Instar
Hari
Luasan Tempat Larva (cm2)
I
1
30 x 40
2
50 x50
3
60 x 70
4
80 x 90
1
90 x 100
2
90 x 140
3
90 x 180
1
90 x 110 x 2*
2
90 x 140 x 2*
3
90 x 160 x 2*
4
90 x 180 x 2*
2
140 x 620
4
140 x 910
1
140 x 1230
3
140 x 1500
II
III
IV
V
Keterangan: *) Larva dibagi menjadi dua tempat
Sistem kontrol ruang pemeliharaan larva sutera yang dirancang untuk mengendalikan temperatur, kelembaban, aerasi udara dan intensitas cahaya dapat berfungsi baik sesuai dengan nilai yang ditentukan (setting point), dengan
13
mendasarkan pada kinerja sistem kontrol yaitu kestabilan, akurasi, kecepatan respon dan sensitivitas (Sutiarso et al., 2005). Tempat pemeliharaan yang semakin luas akan berakibat kurang baik terhadap perkembangan larva. Begitu juga dengan ruang tempat pemelihaaran yang sempit akan kurang baik terhadap perkembangan larva karena menyebabkan kelembaban dan suhu meningkat serta sirkulasi udara kurang baik (Sutiarso et al., 2005). Pertumbuhan A. atlas pada Berbagai Kepadatan Populasi suatu individu merupakan kumpulan individu organisme dari spesies yang sama dan menempati area atau wilayah tertentu pada suatu waktu. Salah satu penyebab perubahan suatu kepadatan dalam suatu populasi adalah mortalitas (Sutiarso et al., 2005). Pemeliharaan larva instar I-III dengan cawan petri berdiameter 11 cm dan tinggi 1,5 cm dengan kepadatan 2 ekor larva pada pakan daun sirsak secara berturut-turut memperlihatkan pertambahan bobot 24, 111 dan 488 kali dari bobot awal. Sedangkan pemeliharaan larva instar IV-VI dengan toples gelas berdiameter 14,5 cm dengan tinggi 23 cm dengan kepadatan 2 ekor larva memberikan pertambahan bobot 1231, 2142 dan 6142 kali dari bobot awal (Mulyani, 2008). Dewi (2009) menyatakan bahwa volume tempat pemeliharaan A. atlas yang paling baik yaitu instar IV adalah 1898,03 cm3/larva dan instar V-VI adalah 3796,06 cm3/larva. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Larva A. atlas Faktor Biotik Faktor biotik terdiri dari pakan, predator, dan parasit yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan mortalitas larva A. atlas. Pakan sangat penting untuk diperhatikan dalam berternak atau bidudaya hewan apapun (Guntoro 1994). Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan larva. Perbedaan kesukaan makan pada larva dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi fisik organ tanaman yang dijadikan pakan. Pakan serangga selain harus tersedia, dapat diterima, dapat dicerna, dapat diasimilasi dan mengandung semua kebutuhan nutrisi juga harus mengandung allelochemicals yang berfungsi mempengaruhi tingkah laku makan serangga baik berupa stimulan maupun atraktan (Wuliandari dan Situmorang, 2002). 14
Schoonhoven et al. (1998) menyatakan serangga akan mengadakan kontak mekanik saat memilih tanaman yang dijadikan pakan. Serangga menilai keadaan fisik dan kimia tanaman dengan cara mengadakan kontak langsung dengan organ tanaman yang menjadi pakannya. Kondisi fisik pakan, contohnya adanya trikoma, lapisan kristal lilin pada permukaan organ tanaman, daun yang tebal dan keras, sklerotisasi (sel yang mengalami penebalan sekunder menjadi sklerenkim), dan silika dapat menyebabkan perilaku menghindar pada larva. Huffaker dan Robert (1984) menyatakan bahwa struktur daun atau kondisi fisik daun seperti keras lunaknya sangat berpengaruh terhadap aktivitas makan serangga. Vonny dan Nugroho (2005) menyatakan kondisi permukaan epidermis dan struktur daun mempengaruhi preferensi pakan dan kesukaan makan pada larva A. atlas sedangkan daun dengan struktur yang keras dan adanya trikoma mempersulit aktivitas makan larva sehingga kurang disukai oleh larva A. atlas. Predator yang menyerang larva sutera biasanya pada fase telur dan larva (instar I-IV). Jenis predatornya antara lain golongan semut merah, semut hitam, tawon, capung dan burung. Larva pada fase awal lebih sering diserang dibandingkan pada fase berikutnya karena tubuhnya yang masih sangat rentan dan berukuran kecil sehingga menyebabkan mortalitas tinggi (Awan, 2007). Fase telur tidak luput dari serangan parasit yang berasal dari anggota familia Chalcidoide (Hymenoptera) yaitu Anastatus menzeli Ferr
yang mencapai 80%.
Selanjutnya parasit yang biasa menyerang larva A. atlas adalah familia Braconidae (Hymenoptera)
misalnya
Apanteles
dari
familia
Ichneumonidae
seperti
Xanthopimpla konowi Kriger. Parasit-parasit ini lebih sering menyerang tahap larva (Peigler, 1989). Faktor Abiotik Faktor abiotik terdiri dari temperatur, kelembaban, intesitas cahaya dan aliran udara yang mempengaruhi pertumbuhan larva A. atlas. Larva sutera termasuk hewan poikilotermik yang suhu tubuhnya dipengaruhi langsung oleh suhu lingkungan (Awan, 2007). Stadium ulat sutera, jika temperatur lingkungan lebih tinggi (30 0C) atau rendah (20 0C) akan mengakibatkan kehidupan jadi terganggu dan kesehatan larva sutera akan memburuk (Atmosoedarjo et al., 2000). Kelembaban meningkat akan menyebabkan kelayuan tanaman jadi lambat sehingga
15
tetap segar yang disukai larva sutera, namun akan meningkatkan pertumbuhan mikrobia patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada ulat sutera. Perubahan kelembaban yang ekstrim dapat mengakibatkan tingkat kematian tinggi (Awan, 2007). Ulat sutera A. atlas di daerah tropis tampaknya cahaya kurang berpengaruh terhadap pemeliharaan (Awan, 2007). Udara yang dihisap ini berupa oksigen digunakan untuk mengolah karbohidrat, lemak dan protein menjadi energi. Energi ini digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan larva. Pemeliharaan ulat sutera perlu diperhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal sebab lingkungan kotor dan sampah akan mengeluarkan gas-gas yang berbahaya bagi ulat sutera, misalnya CO2 dan ammonia dari hasil metabolisme (Nation, 2008). Kenari (Canarium commune L.) Pohon kenari banyak dijumpai di Bogor yang biasanya dikenal sebagai pohon tepi jalan. Pohon kenari (Canarium commune L.) merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari Maluku, kemudian menyebar ke daerah Asia tropis. Pohon kenari digolongkan dalam famili Burseraceae (Rushayati dan Maulana, 2005). Thomson dan Evans (2006) menyatakan taksonomi pohon kenari dalam klasifikasinya adalah divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Geraniales, famili Burseraceae, genus Canarium dan spesies Canarium Commune (Linnaeus). Purnamasari (2003) menyatakan pohon kenari memilki tajuk yang berbentuk kolumnar dan daunnya majemuk terdiri atas 4-5 pasang anak daun yang berbentuk jorong memanjang. Batangnya tegak dan lurus, tinggi mencapai 45 cm, kulit luarnya berwarna keabuabuan dan diameter 180 cm, akarnya papan yang berliku-liku dan menyusun suatu mahkota yang hijau rimbun. Buah kenari yang masih muda berwarna hijau sedangkan yang sudah tua berwarna kebiru-biruan diliputi oleh lapisan lilin.
16
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Metabolisme, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmokologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 sampai Desember 2011 dan Februari 2012.
Materi Hewan Percobaan Penelitian menggunakan 180 larva A. atlas awal instar IV sebagai hewan percobaan yang diperoleh dari hasil penetasan telur dari perkawinan ngengat yang keluar dari kokon. Kokon sebagai bibit diambil dari Perkebunan Teh Nusantara VIII, Jalan Raya Purwakarta KM 4, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Bahan dan Peralatan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun segar tumbuhan kenari (Canarium commune L.) sebagai pakan, alkohol 70%, teepol dan formalin 4%. Kandang pemeliharaan larva instar IV-VI terbuat dari plastik (Gambar 7a), kain kasa (Gambar 7b) dan kardus (Gambar 7c) berjumlah 12 buah dengan ukuran yang sama yaitu 32,5 x 25 x 13 cm3 dengan masing-masing kepadatan kandang berisi 15 ekor larva A. atlas awal instar IV.
(a)
Kandang Plastik
(b) Kandang Kain Kasa
(c) Kandang Kardus
Gambar 7. (a) Kandang Plastik, (b) Kandang Kain Kasa dan (c) Kandang Kardus Sebagai Tempat Pemeliharaan
Peralatan lain yang digunakan dalam pemeliharaan A. atlas adalah kandang perkawinan terbuat kain kasa berukuran 40 x 40 x 40 cm3, cawan petri diameter 15 cm dan tinggi 2 cm, kotak plastik persegi berukuran 30 x 20 x10 cm3, rak kayu, kapas, tissue, kertas label, pisau atau cutter dan gunting. Peralatan yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g, jangka sorong digital dengan ketelitian 0,01 mm, thermohygrometer, luxmeter dengan selang 0,001–199,9 kilo lux (Klx) dan kamera digital. Prosedur Persiapan Kandang dan Peralatan Sebelum penelitian dimulai, kandang blok C pemeliharaan Ulat Sutera Liar Attacus atlas dan Laboratorium Metabolisme dibersihkan. Semua peralatan dicuci dengan teepol dan ruangan pemeliharaan didesinfeksi menggunakan formalin 4% dibiarkan tertutup rapat selama 24 jam. Persiapan Sampel Penelitian Kokon yang diperoleh dari Perkebunan Teh Purwakarta ditempatkan pada kandang perkawinan terbuat dari kain kasa berukuran 40 x 40 x 40 cm3. Ngengat jantan dan betina yang sudah keluar dari kokon kemudian dimasukkan ke kandang perkawinan untuk menghasilkan telur. Telur yang dihasilkan dari ngengat betina dapat dibedakan yaitu telur fertil (telur yang dibuahi) berwarna coklat (Gambar 8a) dan infertil (telur yang tidak dibuahi) berwarna putih (Gambar 8b). Telur yang dihasilkan dari perkawinan ini dipilih telur yang fertil yaitu berwarna coklat atau coklat kemerahan. Telur fertil ini direndam dalam cairan formalin 4% selama satu menit lalu dibilas dengan air yang mengalir dan dikeringkan. Telur dipindahkan ke dalam cawan petri sebagai tempat penetasan.
(a) Telur Fertil (b) Telur Infertil Gambar 8. (a) Telur Fertil dan (b) Telur Infertil A. atlas
18
Pemeliharaan Larva Instar I-III Sekitar 7-8 hari kemudian, telur menetas menjadi larva instar I. Larva kecil dipelihara dalam jumlah banyak dalam satu tempat pemeliharaan tertentu karena masih sensitif terhadap kondisi lingkungan. Larva instar I-II tetap dipelihara dalam cawan petri diameter 15 cm dan tinggi 2 cm kemudian diberi pakan daun kenari yang diiris 1-2 cm. Instar I dipelihara di dalam cawan petri sebanyak 25-30 larva sedangkan instar II sebanyak 15-20 larva. Larva yang telah memasuki instar III dipindahkan ke kotak plastik berukuran 30 x 20 x 10 cm3 sebanyak 15-20 larvadan diberi pakan daun kenari. Pemeliharaan larva instar I-III diamati periode instar (fase ulat kecil) dengan menggunakan pakan daun kenari. Pemeliharaan Larva Instar IV-VI Sebanyak 180 larva awal instar IV ditimbang bobot badan dan diukur panjang badannnya, dikelompokkan menjadi 12 kelompok yang terdiri atas 15 larva per kelompok. Setiap kelompok ditempatkan dalam kandang plastik, kain kasa, dan kardus berukuran 32,5 x 25 x 13 cm3 yang telah disekat menjadi dua bagian sehingga berukuran 16,25 x 25 x 13 cm3 atau volume kandang per larva instar IV adalah 352,08 cm3/larva. Awal instar V sekat di dalam kandang diangkat sehingga volume tipe kandang menjadi ukuran semula yaitu 32,5 x 25 x 13 cm3 atau volume kandang per larva instar V dan VI adalah 704,17 cm3/larva. Setiap perlakuan tipe kandang dilakukan empat kali ulangan dapat dilihat bagan pada Gambar 11. Selama pemeliharaan, larva instar IV sampai VI diberi pakan daun kenari beserta rantingnya. Larva dimulai dari instar IV sampai VI diamati dan dicatat pertumbuhan dan perkembangannya. Pengukuran panjang badan dan bobot badan dilakukan setiap awal dan akhir instar menggunakan timbangan digital dan jangka sorong. Pengukuran suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya dilakukan pada pukul 06.0007.00, 12.00-13.00 dan 16.00-17.00 menggunakan thermohygrometer, luxmeter dengan selang 0,001–199,9 kilo lux (Klx). Pakan diberikan secara ad libitum (selalu tersedia di setiap kandang) dua kali sehari pada pagi hari (pukul 07.00-08.00) dan sore hari (pukul 16.00-17.00). Diamati pula periode instar IV-VI dan survival rate (daya tahan hidup) dengan mengamati jenis kematian larva pada masing-masing kandang.
19
180 Larva Instar IV
Volume Kandang 352,08 cm3/larva
Volume Kandang 704,17 cm3/larva
60 Larva Instar IV per ulangan berisi 15 larva
60 Larva Instar IV per ulangan berisi 15 larva
60 Larva Instar IV per ulangan berisi 15 larva
15 Larva Instar V-VI
15 Larva Instar V-VI
15 Larva Instar V-VI
15 Larva Instar V-VI
15 Larva Instar V-VI
15 Larva Instar V-VI
15 Larva Instar V-VI
15 Larva Instar V-VI
15 Larva Instar V-VI
15 Larva Instar V-VI
15 Larva Instar V-VI
15 Larva Instar V-VI
(a) Kandang Plastik (b) Kandang Kain Kasa (c) Kandang Kardus Gambar 9. Bagan Tipe Kandang Plastik (a), Kain Kasa (b) dan Kardus (c) dengan Volume Pemeliharaan Larva Instar IV-VI Rancangan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan tipe kandang yang berbeda. Tipe kandang yang digunakan terbuat dari kain kasa, kardus dan plastik. Masing-masing perlakuan dilakukan empat ulangan, satu satuan percobaaan terdiri atas 15 larva. Model matematika yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1991) adalah Yij = μ+ αi+εij Keterangan: Yij : nilai performa larva A. atlas pada ulangan ke-j dari tipe kandang ke-i µ
: nilai rataan umum performa larva A. atlas.
αi : pengaruh tipe kandang ke-i
20
εij : pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-j dari tipe kandang yang ke-i i
: perlakuan tipe kandang
j
: ulangan Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of variance (ANOVA) untuk
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Nilai koefisien determinasi diperoleh dari hasil ANOVA untuk mengetahui persentase perubahan variabel tidak bebas (Y) yang disebabkan oleh variabel bebas`(X) atau persentase peubah (periode instar, pertambahan bobot badan, pertambahan panjang badan dan survival rate) yang dipengaruhi oleh tipe kandang yang berbeda. Hasil analisis ANOVA yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Tukey HSD. Peubah Periode Instar Periode instar adalah waktu yang dibutuhkan untuk tiap tahap instar yang ditandai dengan molting pada akhir instar dan selesai molting pada awal instar. Pertambahan Bobot Badan (PBB) PBB adalah pertambahan bobot badan yang diperoleh pada setiap tahap instar. Pertambahan bobot badan setiap tahap instar diperoleh dari selisih antara bobot badan akhir instar dikurangi bobot awal instar yang telah ditimbang.
Gambar 10. Pengukuran Bobot Badan A. atlas Rumus yang digunakan: Pertambahan bobot badan
BBx
BBxa
Keterangan : BBx : nilai bobot badan akhir instar ke-x BBxa : nilai bobot badan awal instar ke-x Pertambahan Panjang Badan PPB adalah pertambahan panjang badan yang diperoleh pada setiap tahap instar. Pertambahan panjang per instar diperoleh dari selisih antara panjang badan akhir instar dikurangi panjang awal instar. 21
Gambar 11. Pengukuran Panjang Badan A. atlas Rumus yang digunakan : Pertambahan panjang badan
PBx
PBxa
Keterangan : PBx : nilai panjang badan akhir instar ke-x PBxa : nilai panjang badan awal instar ke-x Survival Rate (Daya Tahan Hidup) Survival Rate (daya tahan hidup) adalah persentase jumlah larva yang hidup di akhir instar setiap tahap instar. Daya tahan hidup diperoleh dengan cara membagi jumlah larva di akhir instar dengan jumlah larva pada awal instar lalu dikalikan seratus persen. Rumus yang digunakan : Survival Rate
Jumlah larva yang hidup pada akhir instar x 100% Jumlah larva pada awal instar
22
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Pemeliharaan A. atlas Pemeliharaan A. atlas dipelihara di dalam ruangan agar terhindar dari predator dan kondisi lingkungan yang ekstrim. Pertumbuhan ulat sutera liar A. atlas sangat dipengaruhi oleh iklim di lokasi pemeliharaan diantaranya yaitu suhu, kelembaban nisbi, kualitas udara, aliran udara dan cahaya. Suhu ruangan budidaya A. atlas selama pemeliharaan pada bulan Oktober, November, Desember 2011 dan Februari 2012 berturut-turut yaitu berkisar pada 25-27 0C, 27-32 0C, 26-30 0C dan 24-29 0C data lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Suhu dan Kelembaban Budidaya A. atlas Didalam Ruangan Bulan
Oktober 2011
November 2011
Desember 2011
Februari 2012
Waktu
Suhu (0C)
Kelembaban (%)
Kisaran
Rataan±Sb
Kisaran
Rataan±Sb
Pagi
25-27
26,31±0,62
79-84
80,96±4,70
Siang
26-27
27,12±0,16
75-80
77,60±2,23
Sore
26-27
26,87±0,89
71-84
78,02±5,84
Pagi
27-30
26,89±1,01
80-89
84,17±2,41
Siang
27-32
30,21±1,24
69-86
79,12±2,93
Sore
27-31
28,76±1,00
75-88
82,62±3,31
Pagi
26-27
26,43±0,41
73-85
79,53±2,76
Siang
26-30
27,78±1,42
74-82
78,00±2,77
Sore
26-30
27,44±1,22
73-82
77,8±3,26
Pagi
25-28
26,25±0,81
80-86
84,43±1,99
Siang
27-29
27,71±0,69
77-84
80,33±3,08
Sore
24-27
26,54±1,13
80-85
81,57±2,15
Kelembaban pada bulan November mencapai kelembaban relatif terendah pada siang hari sebesar 69% (Tabel 2). Awal perkembangan instar IV dimulai pada bulan November. Rataan kelembaban relatif tertinggi pada pagi hari (84,43%) di bulan Februari menyebabkan peningkatan kematian larva. Keadaan cuaca di luar ruang pemeliharaan berpengaruh terhadap iklim mikro.
Suhu dalam kandang ternyata lebih tinggi daripada ruangan pemeliharaan instar IV-VI pada bulan November. Terbukti perbedaan suhu antara ruangan dan kandang pemeliharaan plastik pada pagi, siang dan sore pada bulan November adalah 1,84 0C, 0,03 0C dan 2,02 0C. Setiap tipe kandang memiliki suhu yang berbeda-beda. Kisaran suhu harian kandang kain kasa terendah dibandingkan kandang plastik dan kardus yaitu 28-32 0C dan 27-32 0C. Kisaran suhu pada bulan Desember terendah pada kandang plastik dan kain kasa yaitu 27-31 0C sedangkan kisaran pada kandang kardus adalah 26-31 0C dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Suhu Didalam Kandang A. atlas Larva Instar IV-VI Bulan
Tipe Kandang Plastik
November
Kain Kasa
2011 Kardus
Plastik
Desember
Kain Kasa
2011 Kardus
Waktu
Suhu (0C) Kisaran
Rataan±Sb
Pagi
27-30
28,73±1,04
Siang
27-32
30,24±1,23
Sore
27-31
28,89±0,98
Pagi
27-30
28,73±0,98
Siang
28-32
30,20±1,30
Sore
27-31
28,75±1,08
Pagi
27-30
28,66±1,05
Siang
27-32
30,19±1,23
Sore
26-31
28,65±0,95
Pagi
26-30
27,36±1,03
Siang
27-31
29,54±1,50
Sore
27-30
28,21±1,03
Pagi
27-30
27,31±1,16
Siang
27-31
29,47±1,54
Sore
27-30
28,19±1,05
Pagi
26-30
27,18±1,01
Siang
26-31
28,94±2,12
Sore
26-30
28,13±1,14
Suhu minimal dari ketiga kandang di bulan November dan Desember 2011 (26 0C) masih berada pada suhu nyaman bagi larva instar IV. Suhu tertinggi bulan 24
Desember kandang plastik memiliki rata-rata suhu paling tinggi saat pagi hari yaitu 27,36 0C (Tabel 3). Rataan suhu di pagi, siang dan sore hari pada kandang plastik lebih tinggi dibandingkan kandang kain kasa dan kardus antara lain 28,73, 30,24 dan 28,89 0C masih dalam suhu optimal. Suhu tertinggi pada ketiga kandang pada bulan November dan Desember 2011 (32 0C dan 31 0C) berada di atas suhu nyaman. Mulyani (2008) menyatakan kisaran suhu lingkungan larva besar (larva instar IV-VI) berkisar antara 25-28 0C. Kelembaban dalam kandang ternyata lebih tinggi daripada ruangan pemeliharaan instar IV-VI pada bulan November. Kelembaban setiap kandang berbeda-beda dari bulan November sampai Desember dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kelembaban Didalam Kandang A. atlas Larva Instar IV-VI Bulan
Tipe Kandang Plastik
November
Kain Kasa
2011 Kardus
Plastik
Desember
Kain Kasa
2011 Kardus
Waktu
Kelembaban (%) Kisaran
Rataan±Sb
Pagi
74-89
80,39±4,38
Siang
71-86
79,08±4,05
Sore
71-88
81,39±5,72
Pagi
73-88
82,23±5,25
Siang
70-86
78,65±3,64
Sore
73-89
81,58±5,13
Pagi
73-88
82,31±4,38
Siang
71-86
79,04±3,32
Sore
74-88
82,31±4,38
Pagi
80-89
84,15±2,46
Siang
71-86
79,19±2,88
Sore
76-88
82,78±3,34
Pagi
80-89
84,15±2,33
Siang
70-86
78,69±4,55
Sore
75-88
82,31±3,26
Pagi
80-89
83,19±3,09
Siang
79-86
79,96±1,54
Sore
80-89
82,77±3,42
25
Rataan kelembaban yang paling tinggi pada kandang kardus yaitu 82,31% di pagi dan sore hari. Kelembaban yang paling tinggi bulan November adalah 89% pada pagi hari di kandang plastik. Kelembaban paling rendah diperoleh 70% pada siang hari di kandang kain kasa. Kisaran kelembaban pada bulan Desember yang paling tinggi berkisar antara 80%-89% di ketiga kandang pada pagi hari dan sore hari pada kandang kardus (Tabel 4). Kelembaban minimal harian dalam kandang pada bulan November (70%) pada kandang kain kasa. Kelembaban tertinggi (89%) pada kandang plastik dan kain kasa. Bulan Desember, kelembaban terendah (70%) pada kandang kain kasa. Kelembaban tertinggi (89%) pada ketiga tipe kandang. Kelembaban yang diperoleh selama pemeliharaan instar IV-VI di ketiga kandang berkisar antara 70%-89% diatas kisaran menurut Mulyani (2008) yaitu 46%-78%. Nation (2008) menyatakan kebutuhan larva akan air sangat dipengaruhi dan berhubungan erat dengan keadaan lingkungan hidupnya terutama kelembaban dan ketersediaan air. Larva A. atlas suhu tubuhnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan karena termasuk jenis hewan poikiloterm. Nation (2008) menyatakan laju kehilangan panas pada hewan poikilotermik lebih tinggi dari pada laju produksi panas, sehingga suhu tubuhnya lebih ditentukan oleh suhu lingkungan eksternalnya daripada suhu metabolisme internalnya. Tipe kandang memiliki kondisi mikro (suhu dan kelembaban) dan sirkulasi udara yang berbeda-beda yang mempengaruhi pertumbuhan larva. Aktivitas fisiologis sangat dipengaruhi suhu tubuh sehingga suhu sangat mempengaruhi siklus hidupnya dan kecepatan pertumbuhan dan pergantian kulit (molting). Suhu yang tinggi dapat pula meningkatkan kematian akibat dehidrasi. Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan pertumbuhan mikroba patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada ulat sutera. Kecepatan pertumbuhan larva tergantung dari suhu dan kelembaban. Periode Instar I-III A. atlas Fase instar I dimulai saat larva menetas dari telur. Pemeliharaan pada larva instar I-II di dalam cawan petri karena Atmosoedarjo et al. (2000) menyatakan pemeliharaan larva kecil yang paling baik dilakukan bersamaan. Pemberian pakan
26
daun kenari (Canarium commune) dimulai dari larva instar I-III mempengaruhi periode instar. Periode larva A. atlas instar I-III dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Lama Periode Instar I-III A. atlas yang Mendapatkan Pakan Daun Kenari Instar Ke-
Jenis Pakan Daun Kenari
Rataan ± Sb (hari)
I
4-5
4,78 ± 0,44
II
5-6
5,56 ± 0,53
III
5-6
5,44 ± 0,53
Total
14-17
15,78 ± 1,50
Hasil penelitian didapatkan periode larva instar I yang dipelihara dalam cawan petri dengan pemberian pakan daun kenari lebih singkat (4-5 hari) dibandingkan Mulyani (2008) yang menggunakan daun sirsak (5-6 hari). Periode larva instar II-III lebih lama dengan pemberian pakan daun kenari (5-6 hari) dibandingkan Mulyani (2008) yang menggunakan daun sirsak (4-5 hari). Selain suhu dan kelembaban, kualitas pakan juga mempengaruhi hasil pemeliharaan generasi selanjutnya. Awan (2007) menyatakan jika pakan yang diberikan kurang baik bisa menghambat pertumbuhan ulat kecil dan tingkat kematian tinggi. Periode Instar IV-VI A. atlas Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tipe kandang berpengaruh sangat nyata terhadap periode instar IV-VI (Tabel 6). Volume tempat pemeliharaan yaitu 352,08 cm3/larva dengan kepadatan 15 larva menunjukkan bahwa rataan periode instar IV lebih lama (6,5 hari) pada kandang plastik dibandingkan kandang kain kasa dan kardus (5,25 hari dan 6,0 hari). Dewi (2009) menyatakan bahwa volume tempat pemeliharaan A. atlas untuk instar IV adalah 1898,03 cm3/larva. Larva yang dipelihara pada kandang kain kasa diperoleh periode instar IV sama dengan hasil penelitian Dewi (2009) menggunakan pakan sirsak yaitu 5-6 hari. Volume kandang per larva untuk instar IV dalam penelitian ini hanya 2,78 kali dari penelitian Dewi (2009).
27
Pengaruh tipe kandang terhadap periode instar IV yang diindikasikan oleh nilai koefisien determinasi cukup besar yaitu 64,41%, artinya perlakuan berpengaruh terhadap respon periode instar IV sedangkan sisanya (35,59%) dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati seperti genetik dan individu. Respon tersebut akibat iklim mikro (suhu dan kelembaban) yang dihasilkan setiap kandang berbeda. Nilai koefisien keragaman pada ketiga kandang rendah yaitu berturut-turut sebesar 8,88%, 9,52% dan 0% menunjukkan bahwa tingkat keseragaman larva tinggi terhadap periode instar IV. Tabel 6. Lama Periode Instar IV-VI pada Larva A. atlas pada Berbagai Tipe Kandang yang Diberi Pakan Daun Kenari Instar
Tipe Kandang
Ke-
Plastik Kisaran
Rataan±Sb
Kain Kasa Kisaran
Kardus
Rataan±Sb
Kisaran
Rataan±Sb
(hari) IV
6-7
6,50a ±0,58
5-6
5,25b±0,50
6
6,00ab±0,00
V
6-7
6,50a ±0,58
5-6
5,50b±0,50
6-7
6,25ab±0,50
VI
9-10
9,50a ±0,58
8 -9
8,25b ±0,50
8 -9
8,75ab±0,50
Total
21-25
23±1,74
18-21
19±1,50
20-22
21±1,0
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01)
Memasuki instar V-VI, volume tempat pemeliharaan diperbesar menjadi 704,17 cm3/larva. Dewi (2009) menyatakan bahwa volume pemeliharaan instar V-VI adalah 3796,06 cm3/larva. Volume kandang per larva untuk instar V-VI dalam penelitian ini hanya 2,78 kali dari penelitian Dewi (2009). Larva yang dipelihara pada kandang kain kasa diperoleh periode instar V berkisar 5-6 hari lebih singkat dibandingkan penelitian Dewi (2009) berkisar 5-7 hari. Periode Instar V pada kandang plastik dan kardus lebih lama (6-7 hari). Pengaruh tipe kandang terhadap periode
instar
V
memiliki
nilai
koefisien
determinasi
sebesar
44,07%
mengindikasikan bahwa perlakuan berpengaruh terhadap periode instar V disebabkan oleh iklim mikro setiap kandang yang berbeda sedangkan sisanya 55,93% dipengaruhi oleh genetika dan individu. Nilai koefisien keragaman pada instar V yaitu berturut-turut sebesar 8,88%, 10,49% dan 8% menunjukkan bahwa
28
tingkat keseragaman larva tinggi pada kandang plastik, kain kasa, dan kardus terhadap periode instar V. Volume kandang per larva pada instar VI sama dengan sebelumnya (instar V) sebesar 704,17 cm3/larva. Larva yang dipelihara pada kandang plastik diperoleh periode instar VI lebih lama (9-10 hari) dibandingkan kandang kain kasa dan kardus (8-9 hari). Dewi (2009) menyatakan bahwa periode instar VI menggunakan daun sirsak berkisar antara 8-10 hari. Periode instar VI lebih lama dibandingkan instar IV dan V (Tabel 6). Awan (2007) menyatakan larva instar VI membutuhkan waktu paling lama karena instar ini akan memasuki stadium pupa yang secara morfologis dan fisiologis berbeda. Koefisien determinasi untuk periode instar VI sebesar 55,88% mengindikasikan bahwa ada pengaruh lain sebesar 44,12% seperti pengaruh genetik dan individu. Tingkat keragaman periode instar VI rendah dibandingkan dengan instar IV-V yaitu 6,07%, 6,06% dan 5,71% yang menunjukkan tingkat keseragaman paling tinggi pada tipe kandang yang berbeda terhadap periode instar VI. Periode instar di setiap tipe kandang berbeda-beda karena larva melakukan penyesuian tubuh terhadap suhu dan kelembaban di dalam kandang. Periode instar IV-VI lebih cepat pada kandang kain kasa karena suhu lebih tinggi (32 0C) dan kelembaban lebih rendah (70%) pada kandang ini dibandingkan kedua kandang lainnya (Tabel 6). Semakin tinggi suhu dan kelembaban rendah maka siklus hidup semakin cepat. Nation (2008) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi derajat kelangsungan hidup adalah suhu, yaitu setiap kenaikan 10 0C secara umum akan meningkatkan reaksi biologis dan kimia 2-3 kali lebih tinggi dari normal. Larva mengalami proses molting yang berbeda-beda akibat kondisi mikro (suhu dan kelembaban) yang berbeda pada setiap tipe kandang. Periode instar IV-VI lebih lama yang dipelihara dalam kandang plastik karena waktu yang dibutuhkan cukup lama untuk menjelang molting di akhir instar. Kandang plastik hanya memiliki sirkulasi udara di bagian atasnya sehingga menyebabkan sirkulasinya tidak lancar seperti pertukaran oksigen dan hasil metabolisme dibandingkan kandang lainnya. Suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap periode instar. Elzinga (2004) menyatakan periode hidup larva dipengaruhi oleh perubahan lingkungan.
29
Pertambahan Bobot Badan A. atlas Laju pertumbuhan dilihat dari pertambahan bobot badan larva A. atlas pada awal instar IV-VI yang dipelihara pada tipe kandang yang berbeda (kandang plastik, kain kasa, dan kardus). Atmosoedarjo et al. (2000) menyatakan pertumbuhan larva dapat dilihat dari pertambahan bobot badan dan panjang tubuh. Tabel 7 menunjukkan bahwa perbedaan tipe kandang berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap pertambahan bobot badan pada instar IV-VI. Tabel 7. Pertambahan Bobot Badan Awal Instar IV-VI pada Larva A. atlas pada Berbagai Tipe Kandang yang Diberi Pakan Daun Kenari Instar Ke-
Peubah
Tipe Kandang Plastik
Kain Kasa
Kardus
(g) IV
V
VI
BB awal
0,576±0,051
0,553± 0,048
0,557 ± 0,046
BB akhir
2,420 c ± 0,262
3,560a ± 0,371
2,650 b ± 0,368
PBB
1,844 c ±0,278
3,007 a ±0.368
2,093 b ±0.369
BB awal
2,287 c ± 0,185
2,954 a± 0,245
2,448 b ± 0,240
BB akhir
5,397 c ± 0,356
6,058a ± 0,248
5,761 b ± 0,387
PBB
3,115 b ±0,363
3,104 b ±0,355
3,337 a ±0,483
BB awal
5,191 b ± 0,409
5,962a ± 0,331
4,875 c ± 0,388
BB akhir
19,249b ± 0,632
20,018a±0,270
19,868a±0,270
PBB
14,085 b±0,902
14,194 b±0,455 15,050 a±0,521
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01)
Hasil penelitian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa rataan bobot badan akhir instar IV sebesar 3,560 g lebih tinggi pada kandang kain kasa dibandingkan kandang lainnya. Pertambahan bobot badan juga semakin meningkat yaitu sebesar 3,007 g dibandingkan tipe kandang lainnya. Pengaruh faktor tipe kandang terhadap pertambahan bobot badan instar IV cukup besar seperti yang tampak pada nilai koefisien determinasi yang cukup tinggi yaitu 68,57% mengindikasikan bahwa perlakuan berpengaruh disebabkan oleh iklim mikro setiap kandang sedangkan sisanya 31,43% dipengaruhi oleh genetik dan individu.
30
Kandang kain kasa mampu memberikan suasana sirkulasi udara lancar untuk proses pertukaran oksigen dan hasil metabolisme sehingga asupan pakan tinggi yang mengakibatkan pertambahan bobot badan pada instar IV di dalam kandang kasa lebih tinggi. Instar IV merupakan fase awal ulat besar yang membutuhkan sirkulasi udara yang lancar untuk fase pertumbuhan selanjutnya. Tingkat keragaman instar IV pada masing-masing tipe kandang yaitu 15,07%, 12,24% dan 17,63% yang menunjukkan bahwa tingkat keseragaman pertambahan bobot badan instar IV pada kandang kain kasa lebih tinggi dibandingkan kandang lainnya. Rataan bobot badan instar V-VI paling tinggi yang dipelihara di dalam kandang kain kasa. Rataan bobot badan pada awal dan akhir instar V (2,954 g dan 6,058 g) dan instar VI (5,962 g dan 20,018 g). Bobot badan instar V-VI tinggi di kandang kain kasa karena bobot badan dari akhir instar IV lebih tinggi dibandingkan kedua kandang lainnya. Bobot badan tertinggi terdapat pada instar VI karena larva dapat mengkonsumsi pakan cukup banyak serta waktu periode cukup lama yang digunakan sebagai cadangan energi untuk memasuki masa pupasi. Pertambahan bobot badan instar V dan VI yang paling tinggi pada kandang kardus yaitu 3,337 g dan 15,050 g. Kandang kardus mampu menyerap hasil metabolisme (absorpsi air tinggi) dan sirkulasi udara cukup lancar. Hal tersebut mempengaruhi kualitas pakan yang tidak cepat layu dan asupan pakan tinggi yang menyebabkan pertambahan bobot badan instar V-VI dalam kandang kasa lebih tinggi dibandingkan kandang lainnya. Dewi (2009) menyatakan tempat dan volume pemeliharaan mempengaruhi pertambahan bobot badan A. atlas. Nilai koefisien determinasi pertambahan bobot badan instar V dan VI cukup rendah yaitu 6,63% dan 33,4% yang mengindikasikan ada faktor lain (misalnya, faktor individu dan genetik) yang mempengaruhi pertambahan bobot badan terhadap tipe kandang. Tingkat keragaman pertambahan bobot badan pada instar V-VI yang paling rendah pada kandang kain kasa yaitu 11,44% dan 3,20% menunjukkan bahwa tingkat keseragaman instar V-VI paling tinggi dibandingkan tipe kandang lainnya. Tingkat keragaman instar V-VI kandang plastik (11,65% dan 6,40%) dan kardus (14,47% dan 3,46%). Tingkat keragaman pertambahan bobot badan instar V lebih tinggi dibandingkan instar VI karena instar V belum mencapai bobot badan yang maksimum. Tingkat keragaman pertambahan bobot badan instar VI lebih rendah
31
karena bobot akhir instar dibatasi oleh genetik dan bobot badan maksimum spesiesnya. Pertambahan Panjang Badan A. atlas Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tipe kandang berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan panjang badan IV-VI (Tabel 8). Perubahan panjang badan instar IV-VI dapat terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Pertambahan Panjang Badan Awal Instar IV-VI pada Larva A. atlas pada Berbagai Tipe Kandang yang Diberi Pakan Daun Kenari Instar Ke-
Peubah
Tipe Kandang Plastik
Kain Kasa
Kardus
(cm) IV
V
VI
PB awal
2,442 ± 0,052
2,426 ± 0,046
2,447 ± 0,043
PB akhir
3,495 c ± 0,197
3,871a ± 0,039
3,768 b ± 0,122
PPB
1,053 c ±0,210
1,446 a ±0.059
1.321 b ±0.126
PB awal
3,724 c ± 0,097
3,985 a± 0,026
3,959 b ± 0,033
PB akhir
5,961 c ± 0,051
6,037 a ± 0,031 6,015 b ± 0,033
PPB
2,245 a ±0,104
2,052 b ±0,037
2,059 b ±0,051
PB awal
6,114 c ± 0,042
6,282a ± 0,054
6,179 b ± 0,049
PB akhir
6,848 b ± 0,237
7,223a ± 0,059
7,182 a ± 0,041
PPB
0,736 b ±0,260
0,963 a ±0,081
0,999 a ±0,057
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,01)
Kisaran panjang badan awal dan akhir instar IV pada kandang plastik, kain kasa, dan kardus adalah 2,38-2,59 cm dan 3,23-3,90 cm; 2,35-2,52 cm dan 3,79-3,94 cm; serta 2,38-2,51cm dan 3,61-3,95 cm. Zebua et al. (1997) menyatakan instar IV panjang tubuhnya berukuran 2,5-3 cm. Awan (2007) menyatakan pada awal dan akhir instar IV panjang larva mencapai 3,81 cm dan 5,5 cm. Pertambahan panjang badan dan rataan panjang badan akhir instar IV paling tinggi pada kandang kain kasa yaitu 1,446 cm dan 3,871 cm (Tabel 8). Pengaruh tipe kandang terhadap pertambahan panjang badan memiliki nilai koefisien determinasi 56,38% mengindikasikan bahwa perlakuan berpengaruh sedangkan sisanya 43,62% dipengaruhi oleh genetik dan individu. Tingkat 32
keragaman paling rendah pada kandang kain kasa yaitu 4,08% menunjukkan bahwa tingkat keseragaman pertambahan panjang badan instar IV paling tinggi dibandingkan kandang lainnya. Kandang plastik dan kardus memiliki nilai koefisien keragaman yaitu 19,94% dan 9,54%. Wuliandari dan Situmorang (2002) menyatakan pertumbuhan instar IV lebih cepat yang mendapatkan cahaya yang cukup dan sirkulasi udara yang lancar. Instar IV membutuhkan cahaya untuk memicu pertumbuhan sehingga kandang kain kasa cocok dibandingkan kandang plastik dan kardus. Kisaran panjang badan awal dan akhir instar V pada kandang plastik, kain kasa, dan kardus adalah 3,63-3,95 cm dan 5,83-6,05 cm; 3,94-4,03 cm dan 6-6,09 cm; serta 3,9-4,02 cm dan 5,97-6,08 cm. Ukuran panjang badan larva instar V antara 5,51-8 cm (Awan 2007) sedangkan Zebua et al. (1997) menyatakan panjang badan instar V mampu mencapai 6,5-8 cm. Rataan panjang badan awal dan akhir instar V yang paling tinggi pada kandang kain kasa yaitu 3,985 cm dan 6,037 cm. pertambahan panjang badan pada instar V yang paling tinggi pada kandang plastik yaitu 2,245 cm. Tabel 8 menunjukkan bahwa pertambahan panjang badan A. atlas yang terbesar terdapat pada instar V diduga karena sudah memiliki pola makan yang teratur dan mengkonsumsi daun tua dan muda untuk pembentukan organ yang dipersiapkan untuk menyimpan serat-serat sutera dan selanjutnya instar VI merupakan akhir masa instar atau masa pembentukan kokon. Pengaruh tipe kandang terhadap pertambahan panjang badan memiliki nilai koefisien determinasi yang cukup besar yaitu 62,16% mengindikasikan bahwa perlakuan berpengaruh sedangkan sisanya 37,84% dipengaruhi oleh genetik dan individu. Tingkat keragaman paling rendah pada kandang kain kasa yaitu 1,80% yang menunjukkan bahwa tingkat keseragaman pertambahan panjang badan instar V paling tinggi dibandingkan kandang lainnya. Kandang plastik dan kardus memiliki nilai koefisien keragaman sebesar 4,63% dan 2,47%. Panjang badan awal dan akhir instar VI pada kandang plastik, kain kasa, dan kardus adalah 6,05-6,2 cm dan 6,57-7,07 cm; 6,14-6,36 cm dan 7,14-7,3 cm serta 66,3 cm dan 7,1-7,3 cm. Awan (2007) menyatakan larva instar VI memiliki ciri yaitu ukuran tubuh relatif sangat besar, gemuk dan kokoh serta panjang badan mencapai
33
8,1-12 cm. Panjang badan larva instar VI mencapai antara 8-10 cm (Zebua et al., 1997). Pertambahan panjang badan pada instar VI sebesar 0,999 cm. Rataan panjang badan awal dan akhir instar VI paling tinggi pada kandang kain kasa serta pertambahan panjang badan yang paling tinggi pada kandang kardus. Pertambahan panjang tubuh instar VI lebih tinggi pada kandang kardus karena instar VI menghindari cahaya matahari yang berlebihan untuk proses persiapan pengokonan. Pengaruh tipe kandang terhadap pertambahan panjang badan memiliki nilai koefisien determinasi cukup rendah adalah 37,08% mengindikasikan bahwa perlakuan berpengaruh sedangkan sisanya 62,92% dipengaruhi oleh genetik. Tingkat keragaman paling rendah pada kandang kardus yaitu 5,70% yang artinya tingkat keseragaman pertambahan panjang badan instar VI paling tinggi. Kandang plastik dan kain kasa memiliki nilai koefisien keragaman yaitu 35,32% dan 8,41%. Intensitas cahaya kandang plastik, kain kasa, dan kardus yaitu 0,05-0,11 klx, 0,06-0,13 klx dan 0,05-0,12 klx. Rataan panjang badan paling tinggi pada kandang kain kasa karena intesitas cahayanya lebih tinggi. Intensitas cahaya mempengaruhi pertambahan panjang badan larva yang ditandai dengan terjadinya proses molting. Nation (2008) menyatakan bahwa intensitas cahaya merangsang hormon-hormon pertumbuhan serangga. Pergantian kulit (molting) dilakukan pada saat pertumbuhan larva telah mencapai maksimal sehingga panjang badan pada tahap selanjutnya semakin meningkat. Molting bertujuan untuk mengganti kulit lama dengan kulit baru yang sifatnya lebih elastis dan panjang untuk memudahkan mengkonsumsi pakan agar dapat ditampung oleh tubuh. Ukuran volume tempat pemeliharaan per larva dan tipe kandang mempengaruhi proses molting. Daya Tahan Hidup A. atlas Hasil penelitian menunjukkan tipe kandang tidak berpengaruh nyata terhadap survival rate dapat dilihat pada Tabel 9. Survival rate pada tiap instar ternyata sangat beragam. Instar IV memiliki daya tahan hidup 100% sedangkan instar V dan VI mengalami penurunan daya tahan hidup karena tipe kandang memberikan respon yang berbeda terhadap pertumbuhan dan perkembangan larva. Faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap daya tahan hidup larva.
34
Tabel 9. Daya Tahan Hidup A. atlas Instar IV-VI pada Berbagai Tipe Kandang yang Diberi Pakan Daun Kenari Tipe Kandang
Instar KePlastik
Kain Kasa
Kardus
(%) IV
100 ± 0,00
100 ± 0,00
100 ± 0,00
V
83,335 ± 0,670
85,000 ± 6,382
80,000 ± 5,446
VI
18,333± 6,386
18,333± 6,386
21,668± 6,386
Faktor pemberian pakan juga berpengaruh terhadap kebutuhan metabolisme tubuh dan daya tahan hidup A. atlas. Tipe kandang kain kasa memiliki sirkulasi udara lancar untuk proses pertukaran oksigen dan karbondioksida. Kandang kardus memiliki kualitas daya tahan yang baik pada akhir instar VI. Kandang kardus dapat menyerap air hasil metabolisme karena meningkatnya laju metabolisme pada instar VI. Pakan daun yang di dalam kandang kardus terlihat lebih segar dibandingkan yang lain. Pengaruh tipe kandang terhadap daya tahan hidup instar V-VI memiliki nilai koefisien determinasi cukup rendah yaitu 13,08% dan 7,48% yang menunjukkan bahwa respon tipe kandang tidak berpengaruh terhadap daya tahan hidup larva. Koefisien keragaman survival rate instar V pada kandang plastik, kain kasa, dan kardus rendah yaitu 8,00%, 7,50% dan 6,80% yang artinya tingkat keseragaman instar V tinggi pada masing-masing kandang. Tingkat keragaman pada instar VI tinggi yaitu 34,83%, 34,83% dan 29,47% yang menunjukkan bahwa tingkat keseragaman instar VI rendah yang disebabkan daya tahan hidupnya mulai melemah. Tingginya tingkat kematian kemungkinan karena ruang gerak larva lebih kecil, suhu dan kelembaban serta pertukaran udara yang tidak sesuai pada kandang mengakibatkan aktivitas menjadi terganggu atau cekaman. Larva yang stres tidak mau makan. Pakan yang dicerna semakin sedikit sedangkan proses metabolisme meningkat yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan daya tahan hidup larva A. atlas sehingga larva akan mudah terserang penyakit yang menyebabkan kematian. Tipe kematian pada instar V-VI dapat dilihat pada Tabel 10.
35
Tabel 10. Tipe Kematian Instar IV-VI pada Berbagai Tipe Kandang Instar
Tipe
Ke-
kandang
IV-V
Plastik
Jumlah Tipe Kematian
Larva yang
Keterangan
Mati 22
Larva yang membusuk dan berair
Kain Kasa
22
Larva yang menjadi lembek dan mati
Kardus
20
Larva yang gagal molting
VI
Plastik
25
Larva mati dan berair
Kain Kasa
20
Instar VI mati sebelum selesai mengokon
Kardus
15
Kokon yang membusuk
36
Proses molting yang tidak sempurna karena kulit lama hanya terkelupas sebagian dan lengket di tubuh larva menyebabkan larva mati. Setiap larva yang mati gagal molting maka warna tubuhnya menjadi hijau kekuningan (Tabel 10). Aliran udara dalam kandang berpengaruh terhadap daya tahan hidup larva karena memudahkan pertukaran udara antar larva di dalam berbagai tipe kandang. Daya tahan tubuh larva A. atlas setiap instar berbeda-beda tergantung suhu dan kelembaban saat pemeliharaan serta fisiologi tubuhnya yang beradaptasi dengan tempat pemeliharaannya. Kematian yang biasa menyerang instar IV-VI sehingga ulat menjadi lembek dan mati serta tidak bisa mengokon secara sempurna (Tabel 10). Ketahanan ulat sutera yang terkena bakteri khususnya pada instar V, larva mengeluarkan kotoran lunak (diare) dan larva yang sudah mati akan membusuk dan menjadi hitam terjadi saat pemeliharaan di dalam kandang plastik (Tabel 10). Pencegahannya adalah menjaga ruang pemeliharaan dengan ventilasi yang memadai dan tidak mengalami perubahan temperatur yang ekstrim pada fase larva. Kematian pada instar IV-VI diduga menurut Atmosoedarjo et al. (2000) bahwa larva yang mati dan lembek, tidak bisa mengokon dan akhirnya akan mati dalam pengokonan kemudian membusuk. Kematian tersebut disebabkan oleh patogen penyakit NPV yaitu Borrelina virus yang menyerang sel-sel larva. Pencegahannya adalah dengan cara menjaga kondisi tempat pemeliharaan tetap dalam keadaan optimum, pengaturan aerasi yang baik terutama pada jenis larva besar, menghindari keadaan-keadaan yang sangat ekstrim yaitu temperatur yang terlalu tinggi atau rendah dan keadaan yang menyebabkan larva menjadi stress. Temperatur yang nyaman untuk fase ulat besar berkisar antara 24-26 0C sedangkan saat pemeliharaan A. atlas instar IV-VI mencapai 28-32 0C. Pemilihan Tipe Kandang Kandang kain kasa pada setiap sisinya dilapisi oleh kain kasa sehingga sirkulasi udara lancar dan pencahayaan baik. Kandang plastik memiliki kondisi yang cukup terang, tetapi sirkulasi udaranya kurang baik karena sirkulasi udaranya hanya di bagian atas. Kandang kardus memiliki kondisi yang gelap tetapi sirkulasi udaranya cukup lancar karena pada sisi-sisinya diberi lubang yang ditutupi kain kasa. Masing-
37
masing kandang menghasilkan respon peubah yang berbeda-beda seperti yang disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Respon Instar IV-VI terhadap Tipe Kandang Peubah Tipe Kandang
Instar
Periode
PBB
PPB
IV Plastik
Survival Rate 9
9
V
Kardus
1 1
VI
Kain Kasa
Total
-
IV
9
9
V
9
VI
9
IV
9
V
9
9
VI
9
9
9
9
4
9
2
9
2 9
2 2
9
9
4
Tabel 11 memperlihatkan bahwa penggunaan kandang kain kasa untuk pemeliharaan instar IV menghasilkan nilai semua peubah yang terbaik (Tabel 6, 7, 8 dan 9). Penggunaan kandang kain kasa untuk pemeliharaan larva instar V menghasilkan dua nilai peubah terbaik yaitu periode instar yang tersingkat dan persentase survival rate tertinggi. Penggunaan kandang kardus pun menghasilkan dua peubah terbaik pada pemeliharaan instar V yaitu periode instar tersingkat dan PBB tertinggi. Pemilihan kandang yang terbaik untuk instar V adalah kandang kardus karena periode instar dan PBB sangat menentukan pertumbuhan larva pada instar selanjutnya sedangkan nilai persentase survival rate hanya berbeda sedikit yaitu 5%. Penggunaan kandang kardus untuk instar VI menghasilkan tiga nilai peubah yang terbaik yaitu PBB, PPB dan persentase survival rate tertinggi. Kandang kardus cocok untuk instar V-VI karena mampu memberikan lingkungan mikro yang lebih baik untuk menjaga kualitas pakan dan menghindari terjadinya kelembaban yang terlalu tinggi yang menyebabkan kematian larva. Tipe kandang mempengaruhi iklim mikro (suhu dan kelembaban), kualitas pakan dan konsumsi pakan yang berbeda.
38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan kandang kain kasa baik untuk pemeliharaan larva instar IV dilihat dari periode instar, pertambahan bobot badan, pertambahan panjang badan dan survival rate. Pemilihan kandang yang terbaik untuk instar V-VI adalah kandang kardus dilihat periode instar, pertambahan bobot badan, pertambahan panjang badan, dan survival rate sangat menentukan pertumbuhan larva pada instar selanjutnya. Saran Disarankan pemeliharaan larva A. atlas dengan memperhatikan ukuran atau jumlah ventilasi pada kandang pemeliharaan agar kondisi lingkungan sama pada tipe kandang yang berbeda. Pemberian intesitas cahaya yang berbeda untuk mengetahui proses pertumbuhan yang paling cepat pada tipe kandang yang berbeda. Dibutuhkan penelitian lanjutan mengenai jenis dan kualitas kokon yang dihasilkan dari pakan daun kenari (Canarium commune L).
UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, berkah dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pertumbuhan Ulat Sutera Liar Attacus Atlas L. Instar IV-VI pada Tipe Kandang yang Berbeda” dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa Penulis sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Ir. Hotnida Caroline Herawati Siregar, MSi selaku Pembimbing Utama dan Dr. drh. Damiana Rita Ekastuti, MS selaku Pembimbing Anggota yang telah membantu membimbing, mengarahkan dan menyusun usulan penelitian (proposal), seminar dan penulisan skripsi. Terima kasih kepada penguji sidang Dr. Ir Asnath M. Fuah, MS. dan Ir. Lidy Herawaty, MS. serta wakil departemen Muhammad Baihaqi, S.Pt, M.Sc. atas kritik dan saran yang sangat membangun pada skripsi ini. Terima kasih banyak juga kepada Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si. selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis. Penulis mengucapkan terimaksih kepada teknisi Laboratorium Non-Ruminansia dan Satwa Harapan (NRSH) atas bantuannya selama ini. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kedua orang tua (Bapak Yuhanda dan Ibu Wati Karwati) dan seluruh keluarga besar yang membantu berupa motivasi, doa serta kasih sayang yang selalu tercurahkan. Terima kasih atas pemberian beasiswa dan dana penelitian dari pihak BUMN yang membantu dalam pembiayaan penelitian. Terimakasih Penulis ingin sampaikan kepada Mega Sulistyaningrum sebagai tim penelitian dan Faizal Gayang yang selama ini telah setia mendampingi dan banyak membantu selama penelitian. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Gusvita dan Fauzan yang menemani observasi penelitian ulat sutera A. atlas. Tidak lupa ucapan terimakasih juga Penulis ingin sampaikan kepada Bhekti, Fitri, Niken, Nia, Lusi, Ngesti, Dea, dan teman-teman IPTP 45, semua staf Fakultas Peternakan dan semua pihak yang namanya tidak disebutkan. Bogor, September 2012
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Adria. 2010. Populasi dan intensitas serangan hama Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) dan Aspidomorpha miliaris (Coleoptera: Chysomelidae) pada tanaman ylang-ylang. J. Littri 16(2): 77-82. Atlas Silkmoth. http://www.wormspit.com/Atlas.htm. [13 September 2012] Awan, A. 2007. Domestikasi ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) dalam usaha meningkatkan persuteraan nasional. Disertasi. Program Studi Sains Veteriner SPS. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Atmosoedarjo S, J. Kartasubrata, M. Kaomini, W. Saleh, & W. Moerdoko. 2000. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta. Dash, A.K., B.K. Nayak, & M.C. Dash. 1992. The effect of different foodplant on cocoon crop performance in the Indian tasar silkworm Antheracea mylita Drury (Lepidoptera: Saturniidae). J. Res. Lepid. 31(1-2): 127-131. Dewi, S. 2009. Pertumbuhan larva dan produktivitas kokon Attacus atlas L. pada jenis pakan dan kepadatan yang berbeda. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Elzinga, R.J. 2004. Fundamentals of Entomology. Sixth Edition. Departement of Entomology. Kansas State University. Pearson Pretince Hall, New Jersey. Guntoro, S. 1994. Budidaya Larva Sutera. Kanisius, Yogyakarta. Hadisoesilo, S., Samsijah & A. Sanusi. 1979. Penelitian mengenai lama perkawinan kupu-kupu ulat sutera (Bombyx mori). Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Lembaga Penelitian Hutan, Bogor. Huffaker, C.B. & L.B. Robert. 1984. Ecological Entomology. John Wiley, New York. Indrawan, M. 2007. Karakter sutera dari ulat jedung (Attacus atlas l.) yang dipelihara pada tanaman pakan senggugu (Clerodendom serratum Spreng). Biodiversitas 8 (3): 215-217. Michael, H.Y. 2009. Atlas moth, male and female atlas moth (Attacus atlas). http://flickrhivemind.net/Tags/attacusatlas/Recent [13 September 2012]. Mulyani, N. 2008. Biologi Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae) dengan pakan daun kaliki (Rincinuss communis L.) dan pagar jarak (Jatropa curca L.) di Laboratorium. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nation, J. L. 2008. Insect Physiology and Biochemistry Second Edition. CRC Press, London. Partosoedjono, S. 1985. Mengenal Serangga. Agromedia Bogor, Bogor. Purnamasari, E. 2003. Studi keberadaan dan kondisi fisik pohon kenari (Canarium commune L.) sebagai pohon tepi jalan di jalan Pemuda dan jalan Ahmad Yani, kota Bogor. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Peigler, R. S. 1989. A Revision of the Indo-Australian Genus Attacus. The Lepidoptera Research Foundation, Inc. Beverly Hills, California. Rushayati, S. B. & R. Y. Maulana. 2005. Respon pertumbuhan serta anatomi daun kenari (Canarium commune L.) dan akasia (Acacia mangium Wild) terhadap emisi gas kendaraan bermotor. Media Konservasi 10 (2): 71-76. Schoonhoven, L. M., T. Jermy & J.I.A. Loon. 1998. Insect Plant Biology From Physiology to Evolution. Chapman and Hall, New York. Solihin, D. D., A. M. Fuah, D. R. Ekastuti, H. C.H. Siregar, K. G. Wiyawan, D.W. Setyono, S. S. Mansjoer & B. N. Nenni. 2002. Budidaya Ulat Sutera Alam Attacus atlas. Penerbit Penebar Swadya, Bogor. Sutiarso, L., A. Suyantohadi, & H. Purwanto. 2005. Desain sistem kontrol ruang pertumbuhan ulat sutera untuk meningkatkan kualitas produksi sutera alam. Agritech 24 (4): 186-196. Thomson, L.A. & B. Evans. 2006. Canarium indicum var. indicum and C. barveyi (Canarium nut). www.traditionaltree.org [13 September 2012]. Triplehorn, C.A. & N. F. Johnson. 2005. Borror and Delong’s Introduction to the Study of Insects. 7th Edition. Tomson, Australia. Wuliandari, J. R & J. Situmorang. 2002. Pengaruh pakan dan tempat pemeliharaan yang berbeda terhadap masa perkembangan larva Attacus atlas (L.) (Lepidoptera: Saturniidae). Teknosains. 15(2): 365-378. Vonny & L.H. Nugroho. 2005. Perbandingan struktur ultra permukaan epidermis dan struktur anatomi daun muda keben, gempol, sirsak dan mahoni sebagai tanaman pakan ulat sutera liar Attacus atlas (L.). Sigma 8 (2): 171-177. Zebua T.U, J. Situmorang, & W.N. Jati.1997. Daur hidup Attacus atlas L. dengan pemberian pakan daun dadap (Erythria lithosperma Miq.) di Laboratorium. Biota II (2): 67-72.
42
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Periode Instar I-III Sumber Ulangan 1, 2,3 Galat Total
Db 2
JK 0,519
KT 0,259
24 26
22,000 22,519
0,917
Fhit 0,28
Nilai-P 0,756
Lampiran 2. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Periode Instar IV pada pada Kandang Plastik, Kain kasa dan Kardus Sumber Tipe kandang Galat Total
Db 2 9 11
JK 3,167 1,750 4,917
KT 1,583 0,194
Fhit 8,14
Nilai-P 0,001
Koefisien Keragaman Periode Instar IV Koefisien Keragaman (%) 8,88 9,52 0
Tipe Kandang Plastik Kain Kasa Kardus
Hasil Uji Lanjut Tukey HSD Pengelompokan Tukey HSD A B AB
Rata-Rata 6,5000 5,2500 6,0000
Tipe Kandang Plastik Kain Kasa Kardus
Lampiran 3. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Periode Instar V pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus Sumber Tipe kandang Galat Total
Db 2
JK 2,2167
KT 1,083
9 11
2,750 4,917
0,306
Fhit 3,55
Nilai-P 0,007
Koefisien Keragaman Periode Instar V Koefisien Keragaman (%) 8,88 10,49 8,00
Tipe Kandang Plastik Kain Kasa Kardus
44
Hasil Uji Lanjut Tukey HSD Pengelompokan Tukey HSD A B AB
Rata-Rata 6,5000 5,5000 6,2500
Tipe Kandang Plastik Kain Kasa Kardus
Lampiran 4. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Periode Instar VI pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus Sumber Tipe kandang Galat Total
Db 2 9 11
JK 3,167 2,500 5,667
KT 1,583 0,278
Fhit 5,70
Nilai-P 0,002
Koefisien Keragaman Periode Instar VI Koefisien Keragaman (%) 6,07 6,06 5,71
Tipe Kandang Plastik Kain Kasa Kardus
Hasil Uji Lanjut Tukey HSD Pengelompokan Tukey HSD A B AB
Rata-Rata 9,5000 8,2500 8,7500
Tipe Kandang Plastik Kain Kasa Kardus
Lampiran 5. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Instar IV pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus Sumber Tipe kandang Galat Total
Db 2 177 179
JK 44,967 20,615 65,582
KT 22,484 0,116
Fhit 193,04
Nilai-P 0,001
Koefisien Keragaman Pertambahan Bobot Badan Instar IV Koefisien Keragaman (%) 15,07 12,24 17,63
Tipe Kandang Plastik Kain Kasa Kardus
45
Hasil Uji Lanjut Tukey HSD Pengelompokan Tukey HSD A B C
Rata-Rata 3,0068 2,0933 1,8442
Tipe Kandang Kain kasa Kardus Plastik
Lampiran 6. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Instar V pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus Sumber Tipe kandang Galat Total
Db 2 146 148
JK 1,689 23,780 25,469
KT 0,845 0,163
Fhit 5,19
Nilai-P 0,007
Koefisien Keragaman Pertambahan Bobot Badan Instar V Koefisien Keragaman (%) 11,65 11,44 14,47
Tipe Kandang Plastik Kain Kasa Kardus
Hasil Uji Lanjut Tukey HSD Pengelompokan Tukey HSD A B B
Rata-Rata 3,3371 3,1146 3,1043
Tipe Kandang Kardus Plastik Kain kasa
Lampiran 7. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Instar VI pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus Sumber Tipe kandang Galat Total
Db 2 35 37
JK 7,064 14,082 21,145
KT 3,532 0,402
Fhit 8,78
Nilai-P 0,001
Koefisien Keragaman Pertambahan Bobot Badan Instar VI Koefisien Keragaman (%) 6,40 3,20 3,46
Tipe Kandang Plastik Kain Kasa Kardus
46
Hasil Uji Lanjut Tukey HSD Pengelompokan Tukey HSD A B B
Rata-Rata 15,050 14,194 14,085
Tipe Kandang Kardus Kain kasa Plastik
Lampiran 8. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Pertambahan Panjang Badan Instar IV pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus Sumber Db JK KT Fhit Tipe kandang 2 4,8323 2,4161 114,41 Galat 177 3,7380 0,0211 Total 179 8,5703 Koefisien Keragaman Pertambahan Panjang Badan Instar IV Koefisien Keragaman (%) 19,94 4,08 9,54
Nilai-P 0,001
Tipe Kandang Plastik Kain Kasa Kardus
Hasil Uji Lanjut Tukey HSD Pengelompokan Tukey HSD A B C
Rata-Rata 1,4458 1,3211 1,0531
Tipe Kandang Kain kasa Kardus Plastik
Lampiran 9. Uji One-Way Anova Pertambahan Panjang Badan Instar V pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus Sumber Tipe kandang Galat Total
Db 2 146 148
JK 1,18781 0,72318 1,91099
KT 0,59390 0,00495
Fhit 119,90
Nilai-P 0,001
Koefisien Keragaman Pertambahan Panjang Badan Instar V Koefisien Keragaman (%) 4,63 1,80 2,47
Tipe Kandang Plastik Kain Kasa Kardus
47
Hasil Uji Lanjut Tukey HSD Pengelompokan Tukey HSD A B B
Rata-Rata 2,2449 2,0595 2,0525
Tipe Kandang Plastik Kardus Kain kasa
Lampiran 10. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Pertambahan Panjang Badan Instar VI pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus Sumber Tipe kandang Galat Total
Db 2 35 37
JK 0,4732 0,8031 1,2763
KT 0,2366 0,0229
Fhit 10,31
Nilai-P 0,001
Koefisien Keragaman Pertambahan Panjang Badan Instar VI Koefisien Keragaman (%) 35,32 8,41 5,70
Tipe Kandang Plastik Kain Kasa Kardus
Hasil Uji Lanjut Tukey HSD Pengelompokan Tukey HSD A A B
Rata-Rata 0,9988 0,9626 0,7363
Tipe Kandang Kardus Kain kasa Plastik
Lampiran 11. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Survival Rate (Daya Tahan Hidup) Instar V pada Kandang Plastik, Kain kasa dan Kardus Sumber Tipe kandang Galat Total
Db 2 9 11
JK 51,9 344,6 396,5
KT 25,9 38,3
Fhit 0,68
Nilai-P 0,532
Koefisien Keragaman Survival Rate (Daya Tahan Hidup) Instar V Koefisien Keragaman (%) 8,0 7,5 6,08
Tipe Kandang Plastik Kain Kasa Kardus
48
Lampiran 12. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Survival Rate (Daya Tahan Hidup) Instar VI pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus Sumber Tipe kandang Galat Total
Db 2 9 11
JK 29,7 367,0 396,7
KT 14,8 40,8
Fhit 0,36
Nilai-P 0,705
Koefisien Keragaman Survival Rate (Daya Tahan Hidup) Instar VI Koefisien Keragaman (%) 34,83 34,83 29,47
Tipe Kandang Plastik Kain Kasa Kardus
Lampiran 13. Intensitas Cahaya (IC) Selama Pemeliharaan Instar IV-VI Tipe Kandang Plastik Kain kasa Kardus Plastik Kain kasa Kardus
Bulan November
Desember
Pagi IC (klx) 0,07 0,07 0,06 0,08 0,10 0,07
Siang IC (klx) 0,11 0,13 0,11 0,11 0,13 0,11
Sore IC (klx) 0,05 0,06 0,06 0,05 0,06 0,05
Keterangan: Pagi jam 07.00 WIB; Siang jam 13.00 WIB; Sore jam 17.00 WIB.
49