PERTUMBUHAN LARVA DAN PRODUKTIVITAS KOKON Attacus atlas L. PADA JENIS PAKAN DAN KEPADATAN YANG BERBEDA
SEPTI DEWI
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pertumbuhan Larva dan Produktivitas Kokon Attacus atlas L. pada Jenis Pakan dan Kepadatan yang Berbeda adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009 Septi Dewi NRP G 352070101
ABSTRACT SEPTI DEWI. Growth of Larva and Productivity of Cocoon of Attacus atlas L in different Food and Density. Under the direction of DEDY DURYADI SOLIHIN and DAMIANA RITA EKASTUTI. Attacus atlas L. is an Indonesian indigenous moth producing silk well and also known as a giant moth. Its larva is phytophagous and polyphagous in nature. The quality and quantity of its cocoon are determined by alternative feed and population density. The aim of this reseach were to find out the effect of alternative feed and its density on the growth of larva of A. atlas as well as the quality and quantity of cocoon. Larvae were raised by feeding them with soursop, avocado, and cinnamon leaves with low, medium, and high density. The parameter observed were feed consumption, weight increase, body length, mortality and the length of larva stadia period in each instar. The quality and quantity of cocoon were measured by the weight and skin of cocoon. The thread quality was measured by the length and weight of filament and the ability of filament to disociate. The result showed that soursop and avocado leaves were good food. The ideal density was the lowest one, that is, instar I – II, with a density of 70,65 cm3 per larva, instar III - IV with a density of 1898,03 cm3 per larva. Meanwhile, instar V – VI had a density of 3796,06 cm3 per larva. The weight of fresh cocoon of soursop was significantly different from that of fresh cocoon of avocado and cinnamon leaves. In the meantime, the weight of cocoon skin and the percentage of cocoon skin showed no significant different among the three kinds of feed. Keywords: Growth, Attacus atlas L., alternative food, density
RINGKASAN SEPTI DEWI. Pertumbuhan Larva dan Produktivitas Kokon Attacus atlas L. pada Jenis Pakan dan Kepadatan yang Berbeda. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan DAMIANA RITA EKASTUTI. Budidaya ulat sutera di Indonesia sudah berkembang selama puluhan tahun, namun masih terbatas pada ulat sutera Bombyx mori. Selain Bombyx, di Indonesia terdapat beberapa jenis sutera liar, seperti Cricula trifenestrata, Antherea mylita, dan Attacus atlas. Keistimewaan sutera liar yang dihasilkan lebih lembut, lebih sejuk, tidak mudah kusut, tahan panas dan anti bakteri. Harga kokon dan benangnya tinggi, berkisar 10 sampai 20 kali lipat dari ulat sutera murbei (Bombyx mori). Harga kokonnya pada tahun 2006 sebesar Rp 63.131,31 per kg. Selain dijadikan tekstil, kokon A. atlas dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan asesoris, kerajinan tangan serta bahan pengawet alami makanan. Selama ini pemanfaaatan A. atlas dilakukan dengan cara pengumpulan kokon dari alam. Pemanfaatan ini dilakukan oleh masyarakat yang mengetahui nilai ekonominya. Kokon yang dikumpulkan dari alam, sebagian dipintal menjadi benang dan sebagian lagi digunakan sebagai bahan asesoris. Apabila eksploitasi kokon dari alam ini dibiarkan terus, maka populasi dari spesies ini akan mengalami kepunahan. Oleh karena itu perlu dilakukan budidaya dari spesies ini. Dengan budidaya ini diharapkan kesinambungan produksi lebih terjamin tanpa harus mangandalkan mutlak kelimpahan dari alam. Budidaya ulat sutera liar ini dimungkinkan karena sifat dari larva A. atlas yang polifag dan polivoltin. Selain itu serangga ini merupakan hewan asli Indonesia, sehingga tidak ada hambatan klimatik. Walaupun demikian usaha budidaya belum banyak dilakukan masyarakat. Hal ini kemungkinan belum adanya informasi jenis pakan yang paling sesuai bagi larva A. atlas. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mengetahui pakan yang paling baik yang menghasilkan kokon dengan kualitas dan kuantitas baik. Kondisi lingkungan yang tidak kondusif akan mempengaruhi pertumbuhan larva. Pertumbuhan suatu populasi dipengaruhi faktor-faktor seperti predator, penyakit, persaingan makanan, dan juga ruang untuk hidup. Kepadatan yang cocok untuk pemeliharaan larva A. atlas ini belum ada yang meneliti. Oleh karena itu perlu digali informasi terkait jumlah larva persatuan luas yang cocok bagi pemeliharaan larva ulat sutera A. atlas baik larva stadia kecil maupun stadia besar guna menunjang usaha budidayanya. Tujuan penelitian ini adalah mencari pakan yang paling baik dan mengetahui kepadatan yang optimum dalam pemeliharaan ulat sutera A. atlas sehingga menghasilkan pertumbuhan larva dan kokon dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini meliputi tahapan analisis proksimat daun alpukat (Persea americana), daun kayu manis (Cinnamomum zeylanicum) dan daun sirsak (Annona muricata). Uji proksimat dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB, serta tahapan pemeliharaan ulat yang dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler PPSHB IPB.
Tahap persiapan penelitian yaitu sterilisasi alat dan ruang pemeliharaan. Pengumpulan dan pemilihan kokon dari kebun sirsak Purwakarta, Jawa Barat, kemudian ditempatkan dalam kandang. Selanjutnya imago jantan dan betina yang muncul dibiarkan melakukan kopulasi. Tahapan perlakuan percobaan dengan melihat pengaruh kepadatan dan jenis pakan yaitu larva instar I – II: Larva masing-masing berjumlah 5, 7 dan 9 ekor dipelihara dengan menggunakan wadah cawan petri ukuran diameter 15 cm dengan tinggi 2 cm. Pemeliharaan ini menggunakan ulangan sebanyak 5 kali. Larva diberi makan daun sirsak, alpukat dan kayu manis. Pakan diberikan satu kali sehari pada pukul 07.00 WIB. Penimbangan pakan dilakukan sebelum dan sesudah pakan diberikan. Pakan yang diberikan berbentuk daun tanpa tangkai. Perlakuan larva instar III – IV: Pada instar ini larva masing-masing sebanyak 2, 4 dan 6 ekor dipelihara menggunakan toples gelas berdiameter 14.5 cm dengan tinggi 23 cm. Pemeliharaan ini dilakukan dengan 3 kali ulangan. Pakan diberikan satu kali sehari pada pukul 07.00 WIB. Penimbangan pakan dilakukan sebelum dan sesudah pakan diberikan. Pakan yang diberikan berbentuk daun dengan tangkainya. Perlakuan larva instar V, VI sampai kokon: Pada instar ini larva masingmasing sebanyak 1, 2, dan 3 ekor dipelihara menggunakan toples gelas berdiameter 14.5 cm dengan tinggi 23 cm. Perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali. Semua perlakuan diberikan dengan pakan daun alpukat, kayu manis dan sirsak. Pakan diberikan dua kali sehari pada pukul 07.00 dan 15.00 WIB. Penimbangan pakan dilakukan sebelum dan sesudah pakan diberikan. Pakan yang diberikan berbentuk daun dengan tangkainya. Pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan bersamaan dengan pemberian pakan. Parameter yang diamati terdiri dari: 1) konsumsi pakan, 2) konsumsi masing-masing nutrien 3) pertumbuhan larva, 4) mortalitas tiap perlakuan, 5) siklus hidup, 6) kualitas kokon, yang meliputi bobot kokon segar, bobot kulit kokon, dan ratio kulit kokon, 7) kualitas filamen pengujiannya meliputi panjang filamen, dan bobot filamen. Sebelum dilakukan pengambilan data kualitas filamen, terlebih dahulu kulit kokon diproses dengan cara direbus dalam campuran khusus selama satu jam (Awan 2008). Selanjutnya kokon-kokon tersebut dicuci secara bertahap air panas (±80°C, hangat (±60°C) dan dingin (±37°C). Dalam penelitian ini digunakan rancangan Faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah jenis pakan dan faktor kedua adalah kepadatan. Perlakuan pada instar I - II diulang sebanyak 5 kali. Sedangkan perlakuan instar III – VI diulang sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan (Duncan Multiple Range Test) dengan tingkat kepercayaan 95 % yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan tersebut dengan menggunakan program SAS dan MINITAB. Hasil penelitian menujukkan larva A. atlas menyukai semua pakan. Ini disebabkan larva A. atlas bersifat polifag. Walaupun larva menyukai semua pakan tetapi konsumsi pakan yang terbanyak yaitu pakan jenis daun sirsak dan alpukat, sedangkan pakan daun kayu manis jumlah konsumsinya lebih sedikit. Ini berarti larva lebih menyukai daun sirsak dan alpukat dibandingkan daun kayu manis. Konsumsi pakan yang dapat dicerna yaitu lemak, protein dan karbohidrat terlarut (BETN) lebih banyak terdapat pada daun sirsak dan alpukat dibandingkan dengan
daun kayu manis. Larva yang diberi pakan daun kayu manis lebih banyak konsumsi serat kasarnya dibandingkan daun sirsak dan alpukat. Pertambahan bobot badan larva yang tertinggi terdapat pada jenis pakan daun sirsak dan alpukat dengan kepadatan rendah. Hal ini disebabkan karena nutrien yang dikonsumsi oleh larva yang mengkonsumsi kedua jenis daun tersebut banyak mengandung lemak, protein dan karbohidrat yang berguna untuk pertumbuhan. Lemak yang dikonsumsi larva berfungsi sebagai sumber energi, struktur membran sedangkan protein yang dikonsumsi oleh larva akan dirombak menjadi asam amino. Jika konsumsi pakan larva kekurangan salah satu asam amino essensial akan mempengaruhi pertumbuhan larva yang sedang berkembang bahkan dapat menyebabkan kematian. Larva yang diberi pakan daun kayu manis pertumbuhannya kurang baik. Hal ini disebabkan larva lebih banyak mengkonsumsi serat kasar daripada nutrien penting lainnya. Serat kasar merupakan selulosa penyusun dinding sel tumbuhan yang sukar untuk didegradasi oleh larva. Serat kasar yang dikonsumsi akan dibuang berupa feses. Sementara itu nutrisi lainnya seperti lemak, protein, karbohidrat yang dikonsumsi tidak banyak. Oleh karena itu pertumbuhan larva dengan pakan kayu manis tidak sebaik larva dengan pakan daun sirsak dan daun alpukat. Besarnya konsumsi pakan dipengaruhi pula oleh tingkat kepadatan. Oleh karena itu larva A. atlas yang dipelihara dengan kepadatan tinggi konsumsi pakannya rendah. Hal ini mengakibatkan pertumbuhannya rendah, siklus hidup yang panjang dan mortalitas yang tinggi. Hal ini disebabkan karena terjadi persaingan dalam memperebutkan ruang dan pakan.
Kata kunci: Pertumbuhan, Attacus atlas L., pakan alternatif, kepadatan
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari IPB
PERTUMBUHAN LARVA DAN PRODUKTIVITAS KOKON Attacus atlas L. PADA JENIS PAKAN DAN KEPADATAN YANG BERBEDA
SEPTI DEWI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Biosains Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tri Atmowidi, M.Si
Judul Nama NRP
: Pertumbuhan Larva dan Produktivitas Kokon Attacus atlas L. pada Jenis Pakan dan Kepadatan yang Berbeda : Septi Dewi : G 352070101
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Dedy Duryadi S, DEA
Dr.drh. Damiana Rita E, MS
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Mayor Biosains Hewan
Dr. Bambang Suryobroto
Tanggal Ujian: 19 Agustus 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S
Tanggal Lulus:
PRAKATA Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, karunia serta ridho-Nya sehingga tesis yang berjudul “Pertumbuhan Larva dan Produktivitas Kokon Attacus atlas L. pada Jenis Pakan dan Kepadatan yang Berbeda” ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA dan Dr. drh. Damiana Rita E, MS, selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan arahannya dalam penyusunan tesis ini. Di samping itu penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Departemen Agama RI atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat mengikuti program pascasarjana ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Hari Sutrisno dari LIPI yang banyak memberikan informasi mengenai pemeliharaan ngengat, Bapak Ir. Nursana dan Bapak Roni sebagai pengurus koperasi Gunung Bayu Bangkit yang telah membantu dalam penyediaan kokon ulat sutera Attacus atlas L. untuk kegiatan penelitian ini. Penelitian ini didanai oleh Departemen Agama RI yang bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), untuk itu penulis mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Suami, Ibu dan anakanak serta adik-adik atas do’a, perhatian dan dukungan yang diberikan. Demikian juga kepada teman-teman dan pengelola Laboratorium Biologi Molekuler, PPSHB IPB atas kerjasamanya selama penelitian ini dilaksanakan. Semoga tesis ini memberi manfaat.
Bogor, Agustus 2009 Septi Dewi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 September 1965 dari Ayah H.Soerono (Alm) dan ibu Soewarni. Penulis merupakan anak pertama dari 4 bersaudara. Tahun 1988 penulis menyelesaikan program Strata 1 pada Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta mengambil jurusan Pendidikan Biologi. Selanjutnya penulis mengajar di Madrasah Aliyah Negeri 10 Jakarta, mulai tahun 1992 hingga sekarang. Pada bulan Juli 2007 penulis mendapatkan kesempatan mengikuti program beasiswa pendidikan Pascasarjana dari Departemen Agama RI dan mengambil Program Studi Biologi, Mayor Biosains Hewan pada Sekolah Pascasarjana IPB.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ viii PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................... Rumusan Masalah ............................................................................... Tujuan Penelitian ................................................................................ Manfaat Penelitian .............................................................................. Hipotesis ............................................................................................. Kerangka Penelitian ............................................................................
1 3 4 4 4 5
TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi A. atlas ............................................................................ 6 Siklus Hidup A. atlas ....................................................................... 6 Morfologi A. atlas .............................................................................. 8 Telur ........................................................................................... 8 Larva ........................................................................................... 8 Pupa ............................................................................................ 10 Imago .......................................................................................... 11 Pertumbuhan Larva pada Berbagai Kepadatan .................................... 13 Faktor Lingkungan terhadap Pertumbuhan Larva ................................. 13 Faktor abiotik. ............................................................................ 13 Faktor biotik................................................................................ 15 Tanaman Pakan Alami ....................................................................... 15 Alpukat (Persea americana)........................................................ 16 Kayu manis (Cinnamomum zeylanicum ) ..................................... 17 Sirsak (Annona muricata) ............................................................ 18 BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi ............................................................................... 19 Bahan dan Alat .................................................................................... 19 Rancangan Percobaan........................................................................... 19 Metode................................................................................................. 20 Tahap persiapan........................................................................... 20 Tahap pelaksanaan....................................................................... 21 Analisis Data........................................................................................ 25 HASIL Suhu dan Kelembaban Ruangan Pemeliharaan ...................................... 26 Siklus Hidup A. atlas di Laboratorium................................................... 27
Parasitoid A. atlas ................................................................................. 29 Hasil Uji Proksimat Daun Alpukat, Kayu manis dan Sirsak................... 29 Konsumsi Pakan Larva ........................................................................ 29 Konsumsi Nutrien ................................................................................ 31 Lemak ......................................................................................... 32 Protein......................................................................................... 32 Karbohidrat tak larut (serat kasar)................................................ 33 Karbohidrat terlarut (BETN) ..................................................... 34 Mineral (Abu) ............................................................................. 34 Pertambahan Bobot Badan .................................................................... 35 Panjang Tubuh .................................................................................... 37 Mortalitas.............................................................................................. 38 Kualita Kokon ...................................................................................... 39 Kualitas Filamen .................................................................................. 39 PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Daun ..................................................................... 40 Konsumsi Pakan ................................................................................... 40 Pertumbuhan ......................................................................................... 41 Siklus Hidup ......................................................................................... 42 Pertahanan Tubuh ................................................................................. 43 Produksitivas......................................................................................... 42 Kompetisi.............................................................................................. 43 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .............................................................................................. 44 Saran .................................................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 45 LAMPIRAN ............................................................................................... 48
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Peta penyebaran A. atlas ....................................................................
2
2 Kerangka penelitian ...........................................................................
5
3 Siklus hidup A. atlas ..........................................................................
7
4 Morfologi larva A. atlas ......................................................................
9
5 Pupa A. atlas dalam kokon dan kokon A. atlas ....................................... 10 6 Antena A.atlas jantan dan betina ............................................................ 12 7 Kandang perkawinan A. atlas dan kandang penempatan pupa ................. 20 8 Perlakuan percobaan instar I - II.............................................................. 22 9 Perlakuan percobaan instar V - VI........................................................... 23 10 Rataan suhu (minimum - maksimum) di dalam ruangan laboratorium PPSHB IPB (Tahun 2008 – 2009) ..................................... 26 11 Rataan di dalam ruangan laboratorium PPSHB IPB (Tahun 2008 – 2009)............................................................................... 26 12 Siklus hidup A. atlas hasil penelitian ....................................................... 28 13 Parasitoid larva - pupa A. atlas ................................................................ 29 14 Konsumsi pakan daun segar instar I - II................................................... 30 15 Konsumsi pakan daun segar instar III - IV............................................... 30 16 Konsumsi pakan daun segar instar V - VI................................................ 30 17 Konsumsi pakan larva dari ketiga jenis pakan pada kepadatan rendah ..... 31 18 Pertambahan bobot badan instar I - II ...................................................... 35 19 Pertambahan bobot badan instar III - IV .................................................. 36 20 Pertambahan bobot badan instar V - VI ................................................. 36 21 Pertumbuhan larva dari ketiga jenis pakan pada kepadatan rendah .......... 37 22 Mortalitas instar I - II .............................................................................. 38 23 Mortalitas instar III - IV .......................................................................... 38 24 Mortalitas instar V - VI ........................................................................... 38
DAFTAR TABEL Halaman 1 Skema percobaan pengukuran perlakuan ................................................ 21 2 Lamanya stadia larva A. atlas ................................................................. 27 3 Hasil uji proksimat daun alpukat, kayu manis dan sirsak ........................ 29 4 Total konsumsi pakan daun segar instar I - VI ........................................ 31 5 Rataan konsumsi lemak larva A. atlas .................................................. 32 6 Rataan konsumsi protein larva A. atlas ................................................. 33 7 Rataan konsumsi karbohidrat tak larut (serat kasar) larva A. atlas .......... 33 8 Rataan konsumsi karbohidrat terlarut (BETN) larva A. atlas .................. 34 9 Rataan konsumsi mineral (abu) larva A. atlas .......................................... 35 10 Pertambahan panjang tubuh larva A. atlas .................................... …. 37 11 Kualitas kokon A. atlas ............................................................................39 12 Kualitas filamen A. atlas ....................................................................... 39
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Uji Anova siklus hidup instar I................................................................. 49 2 Uji Anova siklus hidup instar II................................................................ 49 3 Uji Anova siklus hidup instar III .............................................................. 50 4 Uji Anova siklus hidup instar IV .............................................................. 50 5 Uji Anova siklus hidup instar V ............................................................... 51 6 Uji Anova siklus hidup instar VI ............................................................. 52 7 Uji Anova konsumsi pakan instar I........................................................... 52 8 Uji Anova konsumsi pakan instar II ......................................................... 53 9 Uji Anova konsumsi pakan instar III ........................................................ 54 10 Uji Anova konsumsi pakan instar IV ........................................................ 54 11 Uji Anova konsumsi pakan instar V ......................................................... 55 12 Uji Anova konsumsi pakan instar VI ........................................................ 56 13 Uji Anova pertambahan bobot badan instar I............................................ 57 14 Uji Anova pertambahan bobot badan instar II .......................................... 57 15 Uji Anova pertambahan bobot badan instar III ......................................... 58 16 Uji Anova pertambahan bobot badan instar IV ......................................... 58 17 Uji Anova pertambahan bobot badan instar V .......................................... 59 18 Uji Anova pertambahan bobot badan instar VI ......................................... 59 19 Rataan bobot badan larva instar I - VI ...................................................... 61 20 Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar I......................................... 61 21 Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar II........................................ 62 22 Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar III ...................................... 65 23 Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar IV ...................................... 63 24 Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar V ....................................... 64 25 Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar VI ...................................... 64 26 Rataan panjang tubuh larva instar I - VI ................................................... 65 27 Uji Anova mortalitas instar I .................................................................... 66 28 Uji Anova mortalitas instar II ................................................................... 66 29 Uji Anova mortalitas instar III.................................................................. 67 30 Uji Anova mortalitas instar IV ................................................................. 67
31 Uji Anova mortalitas instar V................................................................... 67 32 Uji Anova mortalitas instar VI ................................................................. 68 33 Uji Anova bobot kokon segar ................................................................... 68 34 Uji Anova bobot kulit kokon .................................................................... 69 35 Uji Anova ratio kulit kokon ..................................................................... 69 36 Uji Anova bobot filamen ......................................................................... 69 37 Uji Anova panjang filamen ...................................................................... 69 38 Uji Anova jumlah putus ........................................................................... 70
PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya ulat sutera di Indonesia sudah berkembang selama puluhan tahun, namun masih terbatas pada ulat sutera Bombyx mori. Dengan beberapa keterbatasan produksi dan keunikannya, di Indonesia sedang diusahakan budidaya beberapa jenis sutera liar, seperti Cricula trifenestrata, Antherea mylita, dan Attacus atlas (Atmosoedarjo et al. 2000). Sejak 1997, perkembangan sutera liar di Indonesia terbukti menolong dan mendukung peningkatan pendapatan masyarakat yang kurang mampu dan menjadi industri lokal di Indonesia (Nurmalitasari 2002). Produksi sutera liar tersebut diperoleh dari pengumpulan kokon dari alam, seperti yang dilakukan di daerah Yogyakarta dan Purwakarta. Namun usaha ini memiliki kendala yaitu ketersediaan kokon, karena di alam tidak tersedia kokon sepanjang tahun. Oleh karena itu diperlukan cara mendapatkan kokon bukan dari pengumpulan di lapangan, tetapi dari hasil budidaya. Attacus atlas L. merupakan salah satu serangga penghasil sutera liar atau sutera non murbei yang biasa dikenal dengan ulat keket atau ulat sirsak. Selama ini, larva A. atlas menjadi hama bagi pohon sirsak dan beberapa pohon lainnya. Oleh karena tidak dilakukan usaha budidaya bahkan berusaha memberantasnya. Potensi biologis ke arah budidaya serangga ini besar karena larva dikenal bersifat polifag pada sekitar 90 genus tanaman dari 48 famili yang menjadi tanaman inang larva A. atlas (Peigler 1989). Kalshoven (1981) menyatakan di Pulau Jawa terdapat 40 jenis tanaman inang yang menjadi makanan larva A. atlas, diantaranya adalah teh, kina, dadap, mangga, jeruk, alpukat, dan lada. Dash et al. (1992) melaporkan pakan yang berbeda akan menghasilkan karakter kokon yang berbeda.
Untuk itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk
mengetahui jenis pakan yang menghasilkan kokon dengan kualitas dan kuantitas baik. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah pemeliharaan dengan pakan beberapa spesies tanaman seperti alpukat, kayu manis, dan tanaman lainnya sebagai pakan alternatif bagi budidaya A. atlas. Potensi ekonomi sutera yang dihasilkan A. atlas cukup besar, selain banyak dicari orang, juga harganya tinggi baik kokon maupun benangnya. Becker et al.
2
(1996) menyatakan bahwa sutera non murbei merupakan sutera yang bernilai tinggi yaitu berkisar 10 sampai 20 kali lipat dibanding sutera dari ulat sutera murbei (Bombyx mori). Harga kokon A. atlas pada tahun 2006 sebesar Rp 63.131,31 per kg (BPS 2007). Sutera yang dihasilkan dari A. atlas ini lebih lembut, lebih sejuk, tidak mudah kusut, tahan panas, dan anti bakteri (Akai 1997), sehingga harganya lebih mahal. Selain dijadikan tekstil, kokon A. atlas dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan asesoris, kerajinan tangan dan bahan pengawet alami makanan. Faatih (2005) menyatakan kokon dari A. atlas dapat dijadikan bahan pengawet alami makanan, tidak menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan, tidak berbau, tidak berasa, dan tetap menimbulkan selera bagi konsumennya. Ngengat A. atlas yang biasa dikenal dengan kupu si rama-rama merupakan serangga asli Indonesia. Hewan ini mempunyai daerah penyebaran yang sangat luas ditemukan hampir di seluruh kepulauan seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan sampai Maluku dan Irian Jaya (Peigler 1989). Oleh karena itu masyarakat hampir di seluruh tempat dapat mengembangkan usaha ini karena secara geogragis tidak akan mendapatkan hambatan klimatik. Selain di Indonesia serangga ini ditemukan di daerah Simla (India), di ujung daerah timur laut daerah Okinawa (Jepang), seluruh dataran Asia Tenggara di benua Asia (mainland), Taiwan, dan Papua Nugini (Peigler 1989) (Gambar 1).
Gambar 1 Peta penyebaran A. atlas (Peigler 1989) Attacus atlas merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm), sehingga suhu tubuhnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Speight et al. 1999).
Kondisi
3
lingkungan yang tidak nyaman akan mempengaruhi pertumbuhan larva yang akan berpengaruh terhadap produksi benang sutera. Salah satu cara menciptakan kondisi lingkungan yang nyaman bagi larva yaitu dengan menentukan areal atau luasan tempat pemeliharaan yang cocok bagi pertumbuhan larva. Pedoman pemeliharaan ulat sutera liar hingga saat ini belum tersedia, dan pemeliharaan ulat sutera A. atlas ini masih mengacu kepada pemeliharaan ulat sutera B. mori.
Padahal A. atlas berbeda famili dan kebiasaan hidup dari B. mori.
Atmosoedarjo et al. (2000) menyatakan kepadatan pemeliharaan ulat sutera B. mori yang baik adalah 200 larva instar IV dan 100 larva instar V dalam 0,1 m² tempat pemeliharaan. Larva A. atlas mempunyai tubuh yang lebih besar dibandingkan larva Lepidoptera lainnya. Oleh karena itu larva ini membutuhkan tempat yang cukup luas. Disamping itu, karena A. atlas masih bersifat liar, maka pemeliharaannya membutuhkan posisi pakan seperti di alam.
Larva instar I – IV dari A. atlas
membutuhkan kondisi yang sangat spesifik, seperti suhu, kelembaban udara, kualitas udara, aliran udara dan cahaya. Keadaan cuaca di luar ruang pemeliharaan juga berpengaruh tidak saja pada iklim mikro. Mulyani (2008) melakukan pemeliharaan larva instar I – III menggunakan cawan petri yang berdiameter 11 cm, dengan tinggi 1,5 cm, sedangkan instar IV sampai kokon menggunakan toples dengan diameter 14,5 cm dan tinggi 23 cm. Berapa kepadatan yang cocok untuk pemeliharaan larva A. atlas ini belum ada laporan. Oleh karena itu perlu digali informasi terkait jumlah larva persatuan luas yang cocok bagi pemeliharaan larva A. atlas terutama pada skala laboratorium untuk menunjang usaha budidaya.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: bagaimana pertumbuhan larva dan produktivitas kokon A. atlas L. pada jenis pakan dan kepadatan yang berbeda ?.
4
Tujuan Penelitian Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mempelajari
pertumbuhan larva dan
produktivitas kokon A. atlas pada jenis pakan dan kepadatan yang berbeda sehingga menghasilkan pertumbuhan larva dan kokon dengan kualitas dan kuantitas baik. Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi palatabilitas, kandungan nutrien tanaman pakan sirsak, daun alpukat dan daun kayu manis serta pengaruh kandungan nutrien
terhadap pertumbuhan dan produksi kokon A. atlas.
Memberikan informasi tingkat kepadatan yang optimum dalam pemeliharaan A. atlas.
Hipotesis Ho : pertumbuhan larva dan produktivitas kokon A. atlas L. tidak dipengaruhi oleh jenis pakan dan kepadatan. H1 : pertumbuhan larva dan produktivitas kokon A. atlas L. dipengaruhi oleh jenis pakan dan kepadatan.
5
Kerangka Penelitian Teknik budidaya
Di luar ruangan
Di dalam ruangan
Faktor pembatasan
Faktor lingkungan abiotik: - Suhu - Kelembaban - Curah hujan - Cahaya matahari
Teknik pemeliharaan
Faktor lingkungan biotik: - Jenis pakan (tanaman inang) - Parasit - Parasitoid - Predator
Ulat kecil (Iarva Instar I – IV): - Tempat yang tepat - Kelembaban dan suhu yang ideal - Pakan yang baik dan cocok - Kepadatan - Intensitas cahaya
Ulat besar (larva Instar V – VI): - Tempat yang tepat - Kelembaban dan suhu ideal - Bentuk pakan yang paling ideal - Kepadatan - Intensitas cahaya
Teknik pemeliharaan yang tepat
Produksi kokon sesuai musim
Produksi kokon tinggi, baik dan berkualitas sepanjang tahun
Usaha budidaya sutera liar Gambar 2 Kerangka penelitian
TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi A.atlas Ngengat A. atlas mempunyai ukuran tubuh yang besar dan merupakan hewan asli Indonesia.
Imago aktif di malam hari (nokturnal).
bersifat polivoltin.
Tubuh ditutupi oleh sisik dan
Pupa dari serangga ini terlindung oleh kokon (Peigler 1989).
Kedudukan taksonomi A. atlas adalah: Kingdom: Animalia, Filum: Arthopoda, Sub filum: Atelocerata, Kelas: Insecta, Ordo: Lepidoptera, Sub ordo: Ditrysia, Super famili: Bombycoidea, Famili: Saturniidae, Sub famili: Saturniinae, Genus: Attacus (Linnaeus), spesies: A. atlas (Linnaeus) (Triplehorn & Johnson 2005).
Siklus Hidup A. atlas A. atlas termasuk serangga holometabola yang perkembangannya mengalami metamorfosis sempurna (Gambar 3). Siklus hidupnya dimulai dari telur, yang menetas menjadi larva. Larva berubah menjadi pupa dan kemudian menjadi imago (ngengat) (Gullan & Cranston 2000). Mulyani (2008) melaporkan siklus hidup A. atlas pada daun sirsak adalah larva membutuhkan
30 - 42 hari (rata-rata 36.60 ±3.83), pupa
membutuhkan 24 – 51 hari (rata-rata 29.25 ± 7.070) dan imago memerlukan 3 – 8 hari (rata-rata 5.00 ± 1.257). Waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus adalah 60 - 89 hari (rata-rata 70.85 ±7.457). Situmorang (1996) melaporkan periode larva pada daun keben yang dipelihara di laboratorium memerlukan waktu berkisar antara 25-38 hari (rata-rata 28.2 ±1.5) hari untuk betina dan 24-35 hari (rata-rata 27.0 ±1.7) hari untuk jantan. Periode pupa berlangsung sekitar 8-58 hari.
7
Telur Instar 1
Imago Instar 2
Pupa
Instar 3
Instar 6
Instar 4
Instar 5 Gambar 3 Siklus hidup A. atlas (www.wormspit.com/Atlas)
8
Morfologi A. atlas Telur Telur A. atlas berbentuk bulat pipih, dengan ukuran lebar 2.3 mm, panjang 2.7 mm dan tebal yaitu 2.1 mm. Warna telur putih kekuningan hingga kuning muda (Peigler 1989). Telur yang dihasilkan dari imago dengan pakan daun keben sekitar 108 – 386 butir. Telur diletakkan berkelompok di sisi bawah permukaan daun yang masih muda (Situmorang 1996). Periode telur yang dipelihara di laboratorium dengan pakan daun sirsak adalah 6 – 10 hari. Peletakan telur oleh induk betina memerlukan waktu selama 2 – 6 hari setelah kawin (Mulyani 2008). Telur dihasilkan dari imago betina yang telah kawin maupun yang tidak kawin. Telur yang dihasilkan dari imago betina yang kawin adalah telur fertil yang dapat menetas menjadi larva, sedangkan telur yang dihasilkan dari imago betina yang tidak kawin adalah telur steril yang tidak menetas. Telur yang dihasilkan ini diselimuti oleh cairan (gum) berwarna kemerahan hingga coklat yang berfungsi untuk melekatkan telur pada daun atau ranting tanaman inang (Awan 2007).
Larva Telur menetas menjadi larva. Bentuk larva A. atlas erusiform dengan satu kepala yang berkembang baik dan tubuh yang selindris. Tubuhnya terdiri dari 13 ruas yang terdiri dari 3 ruas di bagian thorak dan 10 ruas di bagian abdomen (Triplehorn & Johnson 2005). Larva A. atlas dilengkapi ”skoli” yang mirip duri-duri sebagai tonjolan dari otot dan ”tuberkel” yaitu tonjolan kutikula yang membentuk seta/rambut. Pada abdomen segmen ke 3 – 6 dan segmen ke 10 terdapat proleg (kaki palsu) yang dilengkapi kait (Gambar 4). Tubuh larva ditutup atau dilindungi oleh kutikula, yang dibentuk dari epidermis. Kutikula mengalami pengerasan. Oleh sebab itu kutikula tersebut perlu ditanggalkan secara periodik untuk mengikuti pertumbuhan larva (Gullan & Cranston 1995).
9
punggung
dada
Tonjolon tubuh
kepala kaki palsu perut kaki kaki palsu belakang Gambar 4 Morfologi larva A. atlas (Peigler 1989)
Larva A. atlas terdiri dari enam instar. Instar adalah tahap perkembangan serangga pradewasa antara dua ekdisis yang berurutan (Gullan & Cranston 1995). Menurut Zebua et al. (1997) ciri-ciri tiap instar A. atlas sebagai berikut: larva instar I, panjang tubuh rata-rata 0.5 cm, kepala berwarna coklat kehitaman, tubuh berwarna kuning coklat. Pada fase ini larva dominan terdapat di sisi bawah daun. Menurut Dammerman (1929) larva instar I ini mempunyai banyak seta di permukaan tubuhnya dengan kepala berwarna hitam. Larva instar II ditandai dengan terjadinya molting pertama yang mengakibatkan mengelupasnya kulit luar dan juga pelindung kepala yang menyerupai helm. Larva pada instar ini mempunyai ukuran tubuh 1 – 1.5 cm. Warna bagian kepala coklat agak terang. Pada bagian belakang abdomen terdapat bercak merah yang sangat kontras dengan warna dasar tubuh . Pada larva instar III ukuran tubuhnya terlihat jelas perbedaannya. Panjang tubuh rata-rata 2 – 2.5 cm. Warna bagian kepala masih tetap berwarna coklat agak terang. Bercak merah tubuh bagian belakang masih terlihat jelas. Pada saat menjelang molting, ulat menghentikan keaktifannya dengan posisi istirahat (bentuk C atau J) pada tempat tertentu antara 15 – 25 menit. Hal ini terjadi juga pada instar I – IV. Kulit tubuh (eksuviae) kadangkala dimakan tanpa sisa.
10
Larva instar IV mempunyai tubuh berukuran 2.5 – 3 cm lebih. Larva aktif dan lebih rakus.
Kepala berwarna putih kehijauan cerah. Bercak merah tubuh bagian
belakang mulai memudar dan berganti menjadi bercak coklat tua yang merata hampir di seluruh tubuh. Tubuh mulai ditutupi tepung putih. Pada larva instar V intensitas makan makin meningkat yang menyebabkan pertambahan yang sangat nyata pada ukuran tubuhnya. Panjang tubuh larva dapat mencapai 6.5 – 8 cm. Kepala lembut dan berwarna hijau muda. Scoli atau tonjolan pada dorsal segmen thorak menjadi tumpul. Tubuh ditutupi tepung putih. Menjelang ganti kulit larva instar V tidak aktif atau beristirahat di cabang atau tangkai daun selama kurang lebih 24 jam. Larva instar VI merupakan instar terakhir dari siklus larva, dimana larva tidak melakukan pergantian kulit lagi, akan tetapi mengeluarkan cairan mirip air liur untuk membentuk serat-serat kokon. Di akhir instar ini kerakusan makan larva agak berkurang dibanding instar sebelumnya. Ukuran tubuh 8 – 10 cm. Tubuh berwarna hijau tua hingga hijau bersemu hitam. Tepung putih mulai menghilang. Gerakan lamban dan posisi istirahat dengan mengangkat bagian tubuh depan, hanya tungkai bagian abdomen saja yang mencengkram ranting daun.
Pupa Akhir dari stadium larva adalah terbentuknya pupa yang disebut pupasi. Bentuk pupa obtekta. Pada umumnya warna pupa kecoklatan dan licin. Pupa terlindung dalam suatu kokon (Gambar 5a).
Kokon dibuat dari kelenjar sutera yang merupakan
modifikasi kelenjar air liur (Triplehorn & Johnson 2005).
a
b
Gambar 5 Pupa A. atlas dalam kokon (a) dan kokon A. atlas (b) (Indrawan 2007)
11
Kokon merupakan materi yang dihasilkan ulat sutera seperti B. mori, A. atlas dan C.
trifenestrata. Kokon ini berfungsi membungkus tubuhnya (Gullan & Cranston
1995). Kokon terdiri dari kulit kokon dan pupa. Kulit kokon merupakan materi lapisan serat sutera yang terdiri dari serisin dan fibroin yang berfungsi sebagai pembungkus pupa. Mutu kokon baik tekstur serat maupun warnanya sangat berpengaruh terhadap mutu benang sutera yang akan dihasilkan (Gambar 5b). Kokon dari serat sutera dibentuk oleh cairan sutera yang dihasilkan oleh sepasang kelenjar sutera (silk gland). Kedua kelenjar sutera tersebut bergabung menjadi satu di dekat kepala dan menembus ke tabung luar yang disebut Spineret yang terletak di bagian bawah mulut. Bagian belakang dari kelenjar sutera menghasilkan protein yang disebut fibroin, sedangkan bagian tengahnya menghasilkan protein seperti lem yang disebut serisin. Pada jenis-jenis ulat sutera yang kokonnya berwarna, di bagian tengah ini pula biasanya zat warna dibentuk bersama-sama serisin (Samsijah & Andadari 1992). Komposisi kokon sutera secara umum terdiri atas dua protein yaitu 70-80% fibroin (C15H26N5O6) dan 20-30% serisin (C15H23N5O8). Fibroin merupakan inti dari tiap lembar serat, yaitu bagian dalam dari serat sutera yang tidak larut dalam air panas (Samsijah & Andadari 1992). Secara kimia serat sutera (fibroin) adalah polipeptida, dibangun dari empat asam amino utama, yaitu glycine (38-41%), alanin (3033%), serin (12-16%), dan tyrosin (11-12%) (Ghosh 2004). Serisin merupakan perekat yang menempelkan lembaran lembaran serat menjadi satu, yaitu zat yang menyusun lapisan luar dari serat sutera (Samsijah & Andadari 1992). Unsur kokon yang lainnya adalah materi lilin, karbohidrat, pigmen dan materi anorganik (Ghosh 2004). Klasifikasi mutu kokon pada sutera B. mori berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01 – 5009), bahwa kokon segar dapat dikelompokkan menjadi kokon normal dan kokon tidak normal (kokon cacat).
Imago Ngengat A.atlas dikenal sebagai kupu gajah karena mempunyai ukuran tubuh yang besar.
Ngengat ini sangat eksotik (indah) dengan warna dasar sayap coklat
12
kemerahan hingga orange (Kalshoven 1981). Perbedaan antara imago jantan dan betina dapat dilihat dari ukuran tubuh, bentangan sayap dan tipe antena. Tubuh imago jantan lebih kecil dari betina dengan warna lebih coklat kekuningan. Bentangan sayap imago jantan 15 – 22 cm, sedangan imago betina 16.5 – 24 cm (Situmorang 1996).
Nassig et al. (1996) menyatakan
bentuk antena jantan yaitu
”quadripectinate” dan betina adalah ”bipectinate” (Gambar 6). Ukuran antena jantan lebih besar daripada betina. Panjang antena jantan 20 mm dan lebar 9 mm, sedangkan pada betina, panjang dan lebar antena yaitu 20 mm dan 4 mm (Peigler 1989). Fungsi dari antena pada imago jantan antara lain untuk mendeteksi feromon yang dikeluarkan oleh imago betina sebagai isyarat kimia untuk melakukan kopulasi.
Gambar 6 Antena A. atlas jantan dan betina (Mulyani 2008)
Tubuh ngengat terbagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, thoraks dan abdomen (Gullan & Cranston 1995). Bagian thoraknya terdiri dari segmen prothoraks, mesothorak, dan methatroraks. Pada bagian thoraks ini terdapat embelan tungkai yang berjumlah 3 pasang. Sayap berjumlah dua pasang yang terdapat pada mesothoraks dan metathoraks.
Bagian abdomen terdiri dari delapan segmen pada jantan dan tujuh
segmen pada betina. Imago tidak makan dan hanya hidup dalam waktu yang singkat yaitu 3 – 8 hari pada larva dengan pakan daun sirsak, dan 2 – 7 hari yang larvanya diberi pakan daun kaliki dan jarak pagar (Mulyani 2008). Energi pada imago berasal dari energi yang dikumpulkan sewaktu larva berupa lemak tubuh. Saluran pencernaan pada imago tereduksi (Common 1990).
13
Awan (2007) menyatakan bahwa imago yang baru keluar dari kokon biasanya masih basah oleh suatu cairan yang berwarna putih keruh dan sayapnya belum mengembang sempurna. Penyempurnaan sayap dilakukan dengan menggantung pada ranting atau dahan dimana abdomen mengarah ke bawah.
Sayap yang telah
mengembang sempurna beberapa jam kemudian akan segera mengeras dan cukup kuat untuk terbang.
Pertumbuhan Larva pada Berbagai Kepadatan Populasi merupakan sekumpulan individu organisme dari spesies yang sama dan menempati area atau wilayah tertentu pada suatu waktu. Parameter paling fundamental suatu populasi adalah densitas. Densitas dalam ekologi hewan biasa disebut dengan kepadatan. Salah satu penyebab berubahnya kepadatan dalam suatu populasi adalah mortalitas (Leksono 2007). Menurut Katsumata (1964) luas tempat pemeliharaan larva sangat berhubungan dengan kepadatan populasi dari larva yang dipelihara. Semakin rapat larva yang dipelihara maka suhu dan kelembaban akan semakin meningkat pula. Meningkatnya suhu dan kelembaban dapat menyebabkan kematian larva. Selain itu kepadatan berhubungan dengan kompetisi dalam memanfaatkan makanan yang tersedia. Mulyani (2008) melaporkan pemeliharaan larva instar I – III dengan cawan petri berdiameter 11 cm dan tinggi 1.5 cm dengan kepadatan 2 ekor larva pada pakan daun sirsak, secara berturut-turut memperlihatkan pertambahan bobot 24, 111, 488 kali dari bobot awal.
Sedangkan pemeliharaan larva instar IV – VI dengan toples gelas
berdiameter 14.5 cm dengan tinggi 23 cm dengan kepadatan 2 ekor larva memberikan pertambahan bobot 1231, 2142 dan 6184 kali dari bobot awal. Faktor Lingkungan terhadap Pertumbuhan Larva a. Faktor abiotik Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh adalah temperatur, kelembaban, sirkulasi udara dan juga parasit dan parasitoid. A. atlas L. termasuk ngengat yang larvanya dapat hidup pada suhu 25°C dengan kelembaban 75 – 80 % (Common 1990).
14
Faktor lingkungan tersebut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ulat sutera, karena hewan ini bersifat poikiloterm. Faktor suhu dan kelembaban ini sangat berpengaruh pada larva (Veda et al. 1997). Setelah menetas, larva muda memerlukan rangsangan spesifik, yang dideteksi oleh kemoreseptor-kemoreseptor di dalam antenne dan bagian mulutnya, sebelum larva mulai untuk makan.
Sel yang peka terhadap rangsangan
terdapat di palpus rahang dan antene yang berfungsi sebagai indera pencium, untuk mendeteksi senyawa kimia melalui udara (Common 1990). Attacus atlas memiliki kisaran suhu tertentu untuk dapat hidup. Pada ulat kecil B. mori mempunyai kisaran suhu 25 - 26°C, ulat besar 23 – 25 °C dan waktu mengokon memerlukan suhu 23-25 ºC (Samsijah & Kusumaputra 1978).
Selain itu, faktor
kelembaban sangat berpengaruh terhadap kehidupan Attacus atlas terutama stadia larva. Faktor kelembaban pada larva instar I – III berbeda dengan larva instar IV – VI. Faktor kelembaban ini sangat berpengaruh terhadap aktivitas makan dari larva.
Menurut
Samsijah & Kusumaputra (1978) kelembaban untuk ulat kecil pada B. mori ± 85 % dan untuk ulat besar 70 - 75 %, sedangkan waktu mengokon memerlukan kelembaban 60 75%. Mulyani (2008) melaporkan suhu dan kelembaban yang tidak sesuai dapat mengakibatkan stres pada larva, sehingga tidak mau makan, energi menjadi banyak keluar dan kecepatan respirasi akan bertambah. Pakan yang dicerna semakin sedikit sedangkan proses metabolisme meningkat dan pada akhirnya proses pertumbuhan dan perkembangan larva menjadi terganggu. Oksigen dibutuhkan tubuh untuk proses metabolisme berbagai zat makanan, seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Hasil dari metabolisme ini berupa energi yang akan digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan ulat sutera selanjutnya. Oleh karena itu pengaturan sirkulasi udara dan kebersihan lingkungan pemeliharaan perlu diperhatikan.
Lingkungan pemeliharaan yang kotor akan dihasilkan gas-gas hasil
pembusukan, seperti karbondioksida dan amoniak yang berbahaya.
15
b. Faktor biotik Semua fase kehidupan A. atlas tidak luput dari serangan baik parasit maupun predator. Kalshoven (1981) & Peigler (1989) melaporkan parasit yang menyerang fase telur A. atlas adalah dari famili Chalcidoidea (Hymenoptera) yaitu Anastasus colemani, Agiommatus attaci, Tetrastichus dan Xanthopimpla sp. Parasit yang menyerang fase larva muda yaitu Apanteles (Braconidae). Telur Enicospilus plicatus dan E. americanus (Ichneumonidae) diletakkan pada larva inang. Exorista sorbillans (Tachinidae) dan Sarcophagidae (Diptera) mematikan pupa, satu kokon inang dapat berisi beberapa individu parasit.
Kelompok predator yang sering menyerang larva A. atlas adalah
belalang sembah, capung, lalat, burung, tikus, laba-laba, tawon, semut, cicak, dan kadal. Aktivitas parasit dan predator sangat mempengaruhi populasi dan kehidupan A. atlas. Kokon A. atlas banyak dimakan oleh tikus (Kalshoven 1981). Pada stadia imago predator A. atlas adalah burung dan mamalia. Namun demikian, ngengat A. atlas yang mempunyai ukuran tubuh besar dengan pola dan warna sayap yang bertindak sebagai bagian dari mekanisme pertahanan terhadap predator. Hal ini terlihat dari bentuk sayap depan ngengat yang menyerupai kepala ular. Ngengat yang terganggu akan bertingkah laku mengepakkan sayapnya ke bawah yang memberi kesan mirip kepala ular (Peigler 1989). Tanaman Pakan Alami Indonesia terletak di daerah tropis dengan keanekaragaman tanaman yang tinggi. Larva A. atlas bersifat poliphagus, yang memungkinkan dapat hidup di Indonesia. Pertumbuhan dan perkembangan ulat sutera membutuhkan daun yang mempunyai kualitas dan kuantitas gizi yang baik. Seperti makhluk hidup lainnya, larva A. atlas membutuhkan kandungan gizi berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan air. Kandungan gizi karbohidrat, lemak dan protein memberikan energi bagi kehidupan larva A. atlas. Protein selain untuk pertumbuhan dan perkembangannya, juga digunakan untuk pembentukan serat sutera (Tazima 1978). Air juga mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan larva A. atlas. Ekastuti (1999) melaporkan pada larva
16
B. mori, pakan dengan kandungan air 70 % akan memberikan pertumbuhan yang baik sehingga menghasilkan kokon dengan kualitas baik.
Alpukat (Persea americana) Tanaman alpukat merupakan tanaman buah berbentuk pohon. Nama lain sesuai dengan nama daerah yaitu alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak), advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) dan lain-lain. Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya sebagai makanan buah segar. Daging buah alpukat mengandung minyak alami sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar kosmetik, industri sabun dan bahan pelembab untuk kecantikan. Bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah daunnya yang muda sebagai obat tradisional (obat batu ginjal, rematik) (Ashari 1995). Tanaman alpukat berasal dari daerah sekitar Chiapas - Guatemala dan Honduras (Amerika Latin) dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Tanaman ini termasuk Ordo Ranales, Famili Lauraceae dan Genus Persea. Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, yaitu 5-1500 m dpl. Hama yang menyerang tumbuhan ini selain larva kupu-kupu gajah (Attacus atlas L.), Aphis gossypii Glov, tungau merah (Tetranychus cinnabarinus Boisd), kutu dompolan putih (Pseudococcus citri Risso), dan juga ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf) (Whiley 2002) Ashari (1995) melaporkan alpukat merupakan tanaman tahunan, daunnya ada sepanjang tahun di daerah tropik. Batangnya dapat mencapai 20 m. Akar pancarnya dapat menembus tanah hingga kedalaman 3 – 4 m. Daun alpukat berkedudukan spiral melingkar. Bentuk batang alpukat bervariasi.
Tanaman alpukat mempunyai panjang
tangkai daun 1,5 – 5 cm. Bentuk lembaran daun alpukat elips hingga bulat telur atau lonjong, panjang daun antara 5 – 40 cm dan lebar daun antara 3 – 15 cm, warna daunnya merah saat masih muda kemudian berubah menjadi hijau. Permukaan daun sebelah atas berlapiskan lilin. Tanaman alpukat mempunyai bunga bergerombol, bersifat biseksual dan hermaprodit. Biji alpukat berkeping dua, embrionya terletak di ujung kotiledon.
17
Penyerbukan sendiri dapat terjadi apabila dalam satu pohon terdapat bunga jantan dan betina yang mekar bersamaan. Daun alpukat mengandung senyawa senyawa flavonoid, tanin katekat, kuinon, saponin, dan steroid/triterpenoid (Maryati 2007). Kayu Manis (Cinnamomum zeylanicum ) Tumbuhan ini di daerah Jawa Barat disebut Ki Amis, sedangkan di Jawa Tengah disebut Manis Jangan, dan di Madura disebut Kanyegar. Tanaman ini berupa pohon dan tingginya dapat mencapai 15 m. Batang kayu manis dapat mencapai diameter 30 cm. Kulit pohon berwarna abu-abu tua, berbau khas dan kayunya berwarna merah coklat muda. Bentuk daun kayu manis tunggal dan kaku seperti kulit. Panjang tangkai daun kayu manis antara 0,5 – 1,5 cm. Daun kayu manis mempunyai 3 buah tulang daun. Warna daun muda merah, memucat dan setelah tua berwarna hijau. Bunga kayu manis berbentuk malai yang tumbuh di ketiak daun dan berwarna kuning. Bentuk buah kayu manis termasuk buah buni. Buah muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna hitam. Akar tumbuhan berupa akar tunggang (Steenis 1997). Habitat tumbuhan ini baik pada ketinggian 0 – 2.000 m dpl tetapi paling baik pada 500 – 1.500 m dpl. Tanaman kayu manis menyukai tanah gembur dengan drainase yang baik dan banyak humus. Curah hujan yang dikehendaki antara 2.000 – 2.500 mm/tahun dan terbagi merata dalam setahun serta memerlukan kelembaban yang cukup tinggi (http://www.atsiri-indonesia.com/tanaman.php). Tumbuhan ini bagian kulit batang, daun, dan akarnya bisa dimanfaatkan sebagai obat-obatan yang berkhasiat sebagai peluruh kentut (carminative), peluruh keringat (diaphoretic),
antirematik,
meningkatkan
napsu
makan
(istomachica),
dan
menghilangkan sakit (analgesik). Kandungan kimia yang terdapat dalam kayu manis adalah minyak atsiri, eugenol, safrole, sinamaldehide, tanin, kalsium oksalat, damar, dan zat penyamak. Sifat kimia dari kayu manis adalah pedas, sedikit manis, hangat, dan wangi.
18
Sirsak (Annona muricata) Tanaman sirsak termasuk ke dalam famili Annonaceae. Tanaman ini tumbuh tegak. Tanaman sirsak berbentuk pohon yang dapat mencapai 8 - 10 m. Tanaman sirsak mempunyai batang berkayu, bulat dan bercabang. Daun sirsak termasuk daun tunggal. Bentuk daun sirsak bulat telur atau lanset dengan ujung runcing dan tepi rata. Panjang daun antara 6 – 18 cm dan lebar daun antara 2 - 6 cm. Warna daun sirsak hijau kekuningan.
Tanaman sirsak mempunyai bunga tunggal terletak pada batang dan
ranting. Buah sirsak termasuk majemuk, buah sedikit bergerigi berbentuk bulat telur dan berwarna hijau. Biji bulat telur, keras dan berwana hitam. Tanaman sirsak berakar tunggang. Habitat tumbuhan ini terdapat di daerah tropika dan sub tropika. Tumbuhan ini mempunyai kandungan bahan aktif berupa alkaloid, minyak atsiri dan senyawa aromatik, karbohidrat, lemak, asam amino, polifenol.
Bijinya mengandung minyak
antara 42 – 45%. Bagian Tanaman yang dimanfaatkan buah, biji, kulit, dan daun. Menurut Ashari (1995) tanaman sirsak berasal dari daerah tropik, yaitu daerah yang terletak diantara Ekuador dan Peru. Tumbuhan ini mempunyai bau daun yang spesifik. Tanaman ini menyenangi jenis tanah berpasir atau lempung berpasir. Tanah liat dan drainase yang kurang baik menyebabkan kerontokan bunga dan buah. Tanaman Annona menyukai iklim lembab dengan suhu panas. sampai 1000 m di atas permukaan laut.
Ketinggian tempat yang baik
Kelembaban udara kurang dari 70 %
menyebabkan kerontokan bunga dan pengeringan kepala putik. Buah sirsak kaya akan vitamin B dan C.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2008 sampai Mei 2009. Tahapan penelitian ini meliputi analisis proksimat daun alpukat (Persea americana), daun kayu manis (Cinnamomum zeylanicum) dan daun sirsak (Annona muricata) yang dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB, serta pembiakan A. atlas yang dilanjutkan dengan perlakuan jenis pakan dan kepadatan yang dilaksanakan di Laboratorium Biologi PPSHB IPB.
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: kokon sehat Attacus atlas L. yang dikoleksi dari kebun sirsak di daerah Purwakarta, daun segar tumbuhan sirsak (Annona muricata) sebagai kontrol, dan pakan alternatif lain yaitu alpukat (Persea americana) serta kayu manis (Cinnamomum zeylanicum). Bahan lain: tissue, label, spidol, kapas, serta bahan-bahan kimia: alkohol 70 %, formalin 4 %, dan kaporit (5 gram/liter), sedangkan untuk perebusan kulit kokon digunakan NaOH, teepol dan sabun netral. Alat-alat yang digunakan antara lain: kandang ukuran 40 x 40 x 40 cm³, dan ukuran 60 x 60 x 60 cm³, cawan petri diameter 15 cm dan tinggi 2 cm, toples gelas berdiameter 14.5 cm dengan tinggi 23 cm, thermohygrometer, timbangan digital AND HX-100 berskala 0.0001, pisau, mistar, mikroskop binokuler, dan kamera digital Fujifilm Fine Pix S5700. Klos dengan keliling (2 r) sebesar 5 cm, pemanas listrik, panci, dan pinset. Rancangan Percobaan Dalam penelitian ini digunakan rancangan faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah kepadatan dengan taraf rendah, sedang, tinggi dan faktor kedua adalah jenis pakan dengan daun sirsak, alpukat, dan kayu manis. Kepadatan instar I – II yaitu 5 ekor larva untuk taraf rendah, 7 ekor larva untuk taraf sedang, dan 9 ekor larva untuk taraf tinggi. Kepadatan instar III – IV yaitu 2 ekor larva untuk taraf
20
rendah, 4 ekor larva untuk taraf sedang dan 6 ekor larva untuk taraf tinggi. Kepadatan instar V – VI yaitu 1 ekor untuk taraf rendah, 2 ekor untuk taraf sedang dan 3 ekor untuk taraf tinggi. Perlakuan pada instar I - II diulang sebanyak 5 kali, sedangkan perlakuan instar III – VI diulang sebanyak 3 kali. Jumlah semua perlakuan untuk instar I – II adalah 45 perlakuan, sedangkan perlakuan instar III – VI berjumlah 27 perlakuan. Metode Tahap persiapan Sterilisasi alat dan ruang pemeliharaan. Sebelum dilakukan percobaan, seluruh alat dicuci dan disterilkan dengan menggunakan alkohol 70 %.
Ruang
pemeliharaan disemprot dengan formalin 4 %, lantai ruang dibersihkan dengan desinfektan, sedangkan meja-meja percobaan disterilkan dengan menggunakan alkohol 70%. Persiapan induk. Pupa Attacus atlas L. yang dikumpulkan dari alam dibawa ke laboratorium, diseleksi pupa yang sehat dan kondisinya baik ditempatkan pada kandang berukuran 60 x 60 x 60 cm³ (Gambar 7a). Dari pupa tersebut diharapkan muncul imago jantan dan betina. Sepasang ngengat jantan dan betina ditempatkan pada kandang ukuran 40 x 40 x 40 cm³ (Gambar 7b). Sekitar 5-8 hari kemudian akan didapatkan telur dari hasil perkawinan tersebut. Telur-telur dari masing-masing induk dihitung untuk mengetahui fekunditas awal.
a
b
Gambar 7 Kandang penempatan pupa A. atlas (a) dan Kandang perkawinan (b)
21
Tahap pelaksanaan Siklus hidup A. atlas di laboratorium.
Pengamatan siklus hidup dengan
mengamati waktu yang dibutuhkan oleh A. atlas untuk
menyelesaikan 1 tahap
perkembangan (metamorfosis). Analisis proksimat.
Analisa proksimat dilakukan terhadap daun alpukat
(Persea americana), daun kayu manis (Cinnamomum zeylanicum) dan daun sirsak (Annona muricata). Pengujian analisa proksimat dilaksanakan di laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB. Inkubasi telur.
Seluruh telur fertil yang didapatkan diletakkan pada cawan
petri diameter 11 cm tinggi 1,5 cm dan ditutup serta diberi label tanggal pengambilan telur.
Telur-telur kemudian diinkubasi dalam suhu kamar sampai menetas dan
dihitung presentase penetasannya. Pengukuran pertumbuhan larva pada berbagai jenis pakan dan kepadatan. Stadia larva dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok larva instar I – II, III – IV, dan V – VI. Secara garis besar perlakuan dan ulangan yang dilakukan sesuai dengan Tabel 1. Tabel 1 Skema percobaan pengukuran perlakuan
Stadia Larva I - II
Kepadatan (ekor) Rendah Sedang Tinggi 5 7 9
III - IV
2
4
6
V - VI
1
2
3
Jenis Pakan Sirsak Alpukat Kayu manis Sirsak Alpukat Kayu manis Sirsak Alpukat Kayu manis
Jumlah ulangan 5
3
3
Perlakuan larva instar I – II. Larva, masing-masing berjumlah 5, 7 dan 9 ekor dipelihara dengan menggunakan cawan petri ukuran diameter 15 cm tinggi 2 cm. Pemeliharaan ini diulang 5 kali. Larva diberi pakan daun sirsak, alpukat dan kayu manis secara ad libitum. Pakan diberikan satu kali sehari pada pukul 07.00 WIB.
22
Penimbangan pakan dilakukan sebelum dan sesudah pakan diberikan. Pakan yang diberikan berbentuk daun tanpa tangkai (Gambar 8).
Gambar 8 Perlakuan percobaan instar I – II
Perlakuan larva instar III – IV. Pada instar ini kepadatan larva masing-masing sebanyak 2, 4 dan 6 ekor, dipelihara menggunakan toples gelas berdiameter 14.5 cm tinggi 23 cm. Pemeliharaan ini dilakukan dengan 3 kali ulangan.
Pakan diberikan
satu kali sehari pada pukul 07.00 WIB. Penimbangan pakan dilakukan sebelum dan sesudah pakan diberikan. Pakan yang diberikan berbentuk daun dengan tangkainya. Perlakuan larva instar V, VI sampai kokon.
Pada instar ini larva masing-
masing sebanyak 1, 2, dan 3 ekor dipelihara menggunakan toples gelas berdiameter 14.5 cm dengan tinggi 23 cm (Gambar 9). Perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali. Semua perlakuan diberikan dengan pakan daun alpukat, kayu manis, dan sirsak. Pakan diberikan dua kali sehari pada pukul 07.00 dan 15.00 WIB. pakan dilakukan sebelum dan sesudah pakan diberikan. berbentuk daun dengan tangkainya.
Penimbangan
Pakan yang diberikan
Pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan
bersamaan dengan pemberian pakan.
Jika dalam perlakuan larva mengalami
kematian maka untuk menambahnya digunakan larva stok yang dibuat secara pararel dengan perlakuan yang sama, baik jenis pakan maupun kepadatan.
23
Gambar 9 Perlakuan percobaan instar V- VI
Penghitungan konsumsi pakan larva. dengan memasukkan faktor koreksi.
Penghitungan konsumsi dihitung
Faktor koreksi dapat dihitung dari
penggurangan berat awal daun dikurangi berat akhir. Faktor koreksi ini bertujuan untuk melihat berapa besar air yang hilang karena proses penguapan. Konsumsi pakan per ekor larva dihitung menggunakan rumus (Mulyani 2008): x=
a-(bxc) n
x = banyaknya pakan yang dikonsumsi per ekor (g) a = total pakan diberikan hari ke-i (i = 1, 2, 3, 4,......) b = pakan sisa c = pakan sisa dikali faktor koreksi n = jumlah larva yang berhasil hidup setiap akhir instar
Konsumsi nutrien. Penghitungan masing-masing kandungan nutrien sebagai berikut: 1. Konsumsi nutrien lemak: total konsumsi daun segar x kandungan lemak daun* 2. Konsumsi nutrien protein: total konsumsi daun segar x kandungan protein daun* 3. Konsumsi nutrien karbohidrat tak larut (serat kasar): total konsumsi daun segar x kandungan serat kasar daun daun* 4. Konsumsi nutrien karbohidarat terlarut (BETN): total konsumsi daun segar x kandungan karbohidrat terlarut (BETN) daun* 5. Konsumsi nutrien mineral (abu):
24
total konsumsi daun segar x kandungan mineral (Abu) daun* Keterangan: * Diketahui dari hasil analisis proksimat (lemak, protein, serat kasar, BETN dan abu) dari sampel daun yang diberikan pada larva: -
pada instar I – II, digunakan daun muda
-
pada instar III – VI, digunakan daun tua
Pertumbuhan larva.
Pertumbuhan larva dapat diamati dengan mengukur
bobot badan dan panjang tubuh larva pada setiap awal dan akhir setiap instar. Pengukuran bobot awal dan akhir instar dengan cara menimbang seluruh larva dibagi jumlah larva.
Kemudian penghitungan pertambahan bobot badan
(PBB) yang
diperoleh dari selisih antara bobot akhir larva dengan bobot awal larva pada setiap instar. Pengukuran panjang tubuh larva dengan menjumlah seluruh panjang tubuh larva dibagi jumlah larva, setelah itu penghitungan pertambahan panjang tubuh larva tiap instar diperoleh dari selisih antara panjang tubuh akhir dengan panjang tubuh awal larva setiap instar. PBB = Bobot akhir instar – Bobot awal instar PPT
= Panjang akhir instar – Panjang awal instar
Mortalitas tiap perlakuan. Mortalitas diperoleh dari pembagian antara selisih dari jumlah larva pada awal instar dan akhir instar dengan jumlah larva awal instar dikalikan 100 %. Jumlah larva awal instar-Jumlah larva akhir instar
Mortalitas Tiap instar
=
Jumlah larva instar
x 100 %
Kualitas kokon. Pengujian kualitas kokon meliputi: 1. Bobot kokon segar, yaitu diperoleh dengan cara menimbang kokon
segar yang
masih berisi pupa. 2. Bobot kulit kokon, diperoleh dari bobot kokon tanpa pupa 3. Ratio kulit kokon, diperoleh dari pembagian bobot kulit kokon dengan bobot kokon segar dikalikan 100 %. Bobot kulit kokon (g) x 100 %
Rasio kulit kokon = Bobot kokon segar (g)
25
Kualitas filamen.
Pengujian kualitas filamen dengan cara merebus kulit
kokon terlebih dahulu dengan campuran 1 liter air + 2 gram soda kaustik (NaOH) + 2 cc teepol + 20 gram sabun netral, selama satu jam (Awan 2007). Selanjutnya kokon-kokon tersebut dicuci secara bertahap dengan air panas (±80°C), hangat (±60°C) dan dingin (±37°C), setelah itu dicari: 1. Panjang filamen yang ditentukan dengan cara mengurai satu kokon tunggal dengan tangan (secara manual). 2. Bobot filamen yaitu bobot filamen dari satu kokon tunggal.
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji Duncan (Duncan Multiple Range Test) dengan menggunakan program SAS dan MINITAB (Mattjik dan Sumertajaya 2006).
HASIL Suhu dan Kelembaban Ruangan Pemeliharaan Suhu maksimum bulan Desember 2008 pada kisaran 25 – 29 C dan Januari 2009 berada pada kisaran 24 – 29 C, sedangkan suhu minimum berada pada kisaran suhu 24 - 26ºC dan 23 – 28 C. Pada bulan Februari, Maret, dan April 2009 suhu maksimum berada pada kisaran 24 - 30ºC, sedangkan suhu minimum bulan Februari, Maret, April 2009 berkisar antara 22 - 29ºC (Gambar 10). Kelembaban relatif terendah sebesar 51 % (siang hari pada bulan Maret 2009). Kelembaban relatif tertinggi sebesar 94 % (pagi hari pada bulan Desember 2008). Rataan kelembaban relatif terendah 63.258 ± 4.676 % (siang hari pada bulan Maret 2009), sedangkan rataan kelembaban relatif tertinggi 89.083 ± 2.466% (pagi hari pada bulan Desember 2008) (Gambar 11).
Gambar 10 Rataan suhu harian (minimummaksimum) di dalam ruangan laboratorium PPSHB IPB (Tahun 2008 2009)
Gambar 11 Rataan kelembaban di ruangan laboratorium PPSHB IPB (2008 2009)
27
Siklus Hidup A. atlas di Laboratorium Berdasarkan analisis statistik, jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P < 005) terhadap siklus hidup pada instar I, II, IV, dan V (Lampiran 1,2,4,dan 5). Pada instar III dan VI, jenis pakan berpengaruh nyata (P< 0.05) terhadap siklus hidup, sedangkan kepadatan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap siklus hidup (Lampiran 3 dan 6). Siklus hidup terendah terjadi pada jenis pakan sirsak kepadatan sedang dengan total waktu larva 31 - 37 hari. Pada instar VI tidak dapat dihitung siklus hidupnya karena larva mati hari ke 1 – 3 (Tabel 2). Tabel 2 Lamanya stadia larva A. atlas Stadia Larva instar 1 Larva instar 2 Larva instar 3 Larva instar 4 Larva instar 5 Larva instar 6 Total Stadia Larva
Rendah (hari) 4-6 (5.00 ± 0.35) 5 (5.00 ±0.00) 5-6 (5.33 ± 0.58) 5–6 (5.33 ±0.55) 5–7 (6.00 ±1.00) 8 – 10 (9.00 ±1.00) 33 – 38 (35.5 ± 2.50)
Sirsak Sedang (hari) 4-6 (5.26 ±0.53) 5-6 (5.42 ±0.43) 4-6 (5.00 ±1.00) 5-6 (5.33 ±0.58) 5-7 (6.00 ±1.00) 8 - 10 (9.00 ±1.00) 31 - 37 (34.00 ± 3.00)
Tinggi (hari) 5-6 (5.40 ±0.42) 5-7 (5.94 ±0.61) 5-7 (6.07 ±0.60) 6-7 (6.67 ±0.58) 6-7 (6.67 ±0.29) 10 - 11 (10.67 ±0.58) 41 - 42 (41.25 ± 0.75)
Rendah (hari) 5–6 (5.48 ± 0.46) 5–6 (5.70 ±0.45) 5–6 (5.67 ±0.58) 6–7 (6.33 ±0.56) 6–7 (6.33 ±0.56) 9 – 10 (9.33 ±0.58) 36 – 42 (38.67 ± 3.06)
Alpukat Sedang (hari) 5-6 (5.46 ±0.46) 5-7 (5.60 ± 0.65) 6-7 (6.23 ± 0.40) 7 (7.00 ±0.00) 5-7 (6.00 ±1.00) 11 - 12 (11.50 ± 0.70) 39 - 45 (41.40 ± 3.39)
Tinggi (hari) 5-7 (5.60 ±0.62) 6-7 (6.64 ±0.42) 5-7 (6.10 ±0.56) 7-8 (7.67 ±0.58) 8-9 8.33 ±0.58 11 - 12 11.00 ±0.00 42 - 50 46 ± 4
Rendah (hari) 6–7 (6.42 ± 0.43) 6–7 (6.67 ± 0.58) 7 (7.00 ± 0.00) 9 (9.00 ±0.00) 8–9 (8.33 ±0.58) 12 – 13 (12.50± 0.71) 46 – 53 (49.00 ± 3,61)
Kayu manis Sedang (hari) 5-7 (6.06 ±0.33) 6-7 (6.40 ±0.55) 6-8 (7.33 ±0.76) 9 (9.00 ± 0.00) 9 (9.00 ±0.00) 13 (13.00 ± 0.00) 46 - 54 (49,33 ± 4,04)
Tinggi (hari) 5-7 (6.22 ±0.54) 6-7 (6.40 ±0.55) 7- 8 (7.50 ± 0.50) 8-9 (8.67 ±0.58) 8 (8.00 ±0.00) * * * *
Stadia Larva instar 1 Larva instar 2 Larva instar 3 Larva instar 4 Larva instar 5 Larva instar 6 Total Stadia Larva Stadia Larva instar 1 Larva instar 2 Larva instar 3 Larva instar 4 Larva instar 5 Larva instar 6 Total Stadia Larva
*Keterangan: Larva mati hari ke 1 – 3
28
Larva instar I 4 - 6 hari
Telur 4- 8 hari
Larva instar II 5 – 6 hari
Larva instar III 4 - 6 hari Imago 4 – 7 hari
Larva instar 4 5 – 6 hari
Pupa dalam kokon 28 – 30 hari
Larva instar VI 8 – 10 hari
Larva instar V 5 – 7 hari
Gambar 12 Siklus hidup A. atlas
29
Selama penelitian didapat parasitoid yang menyerang larva dan pupa A atlas yaitu: Ichneumonidae (Hymeneoptera) dan Sarcophagidae (Diptera) (Gambar 13).
a Gambar
13
Parasitoid
b larva
–
pupa:
Ichneumonidae
(Hymeneoptera)
(a),
Sarcophagidae (Diptera) (b)
Hasil Uji Proksimat Daun Alpukat, Kayu Manis dan Sirsak Hasil uji proksimat dari daun sirsak, alpukat dan kayu manis tertera dalam Tabel 3. Tabel 3 Hasil analisis uji proksimat daun alpukat, kayu manis dan sirsak. Parameter Analisis Kadar air Lemak Protein Serat kasar Abu BETN
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
Daun Sirsak
Daun Alpukat
Muda 82.9 0.77 3.74 2.81 0.95 8.83
Muda 74.39 1.15 4.00 3.45 0.26 16.75
Tua 69.31 1.98 3.72 6.33 2.26 16.4
Tua 61.54 1.61 5.19 7.67 1.24 22.75
Daun Kayu manis Muda 61.03 2.06 4.42 10.34 1.26 20.89
Tua 61.17 1.43 4.36 11.32 1.59 20.13
Konsumsi Pakan Larva Berdasarkan analisis statistik, jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P < 0.05) terhadap konsumsi pakan pada instar I – VI (Lampiran 7,8,9,10,11, dan 12). Pada instar I – VI kecuali instar II jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Pada instar I, konsumsi terbanyak yaitu larva dengan pakan daun sirsak kepadatan rendah.
Pada instar II. konsumsi terbanyak larva dengan pakan alpukat kepadatan
rendah (Gambar 14).
30
Gambar 14 Konsumsi pakan daun segar instar I – II
Konsumsi pakan terbanyak instar III yaitu larva dengan pakan daun sirsak dan alpukat kepadatan rendah. Pada instar IV, konsumsi pakan terbanyak yaitu larva dengan pakan alpukat kepadatan rendah (Gambar 15).
Gambar 15 Konsumsi pakan daun segar instar III – IV
Pada instar V, konsumsi terbanyak pada larva dengan pakan daun alpukat kepadatan rendah. Pada instar VI, konsumsi pakan terbanyak pada larva dengan pakan daun sirsak kepadatan rendah (Gambar 16).
Gambar 16 Konsumsi pakan daun segar instar V – VI
31
Perbandingan banyaknya konsumsi pakan larva dari ketiga jenis pakan pada kepadatan rendah terlihat pada Gambar 17.
Gambar 17 Konsumsi pakan larva dari ketiga jenis pakan pada kepadatan rendah
Total konsumsi pakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Total konsumsi pakan daun segar (g/ larva) instar I – VI Perlakuan
Sirsak
Alpukat
Kayu manis
Instar 1
2
3
4
5
6
Rendah
2.926
4.439
9.084
29.333
47.905
189.002
Sedang
2.329
4.358
8.647
26.787
47.868
187.671
Tinggi
1.929
4.097
7.713
26.894
45.047
187.021
Rendah
2.383
4.549
9.096
30.016
50.885
188.890
Sedang
2.213
4.390
8.321
27.032
47.567
155.233
Tinggi
1.954
4.144
7.675
26.334
45.034
118.262
Rendah
2.156
3.301
8.322
23.552
40.680
127.639
Sedang
1.870
3.864
6.015
23.552
39.004
65.133
Tinggi
1.672
3.660
5.984
20.875
38.888
*
Keterangan: * Individu mati pada hari ke 1
Konsumsi Nutrien Hasil analisa statistik, jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata ( P< 0.05) terhadap konsumsi pakan segar seperti tampak Tabel 4. Jenis pakan dan kepadatan
32
berpengaruh nyata (P< 0.05) terhadap konsumsi nutrien (lemak, protein, serat kasar, BETN, dan abu) seperti pada Tabel 5, 6, 7, 8 dan 9.
a. Lemak Tabel 5 Rataan konsumsi lemak larva A. atlas (mg/ larva) Perlakuan
Instar 1
Sirsak
Alpukat
Kayu manis
2 c
3 b
4 f
5 g
6 g
1247.41 f
Rendah
4.51
Sedang
3.59 b
6.71 b
57.07 e
176.79 f
315.93 g
1238.63 e
Tinggi
2.97 a
6.31 a
50.91 d
177.50 f
297.31 f
1234.34 e
Rendah
5.48 e
10.46 e
48.81 d
161.08 e
273.08 e
1013.71 d
Sedang
5.09 d
10.10 d
44.66 c
145.07 d
255.27 d
1007.68 d
Tinggi
4.49 c
9.53 c
41.19 b
141.33 c
241.68 c
998.86 c
Rendah
8.88 h
16.92 h
39.67 b
112.26 b
193.91 b
743.62 b
Sedang Tinggi
7.70 g 6.89 f
15.92 g 15.08 f
28.67 a 28.52 a
112.26 b 99.50 a
185.92 a 185.37 a
610.14 a *
6.84
59.96
193.60
316.18
Keterangan: * Individu mati pada hari ke 1 – 3 Angka dari satu kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf uji 5 % (Duncan)
Hasil analisis statistik, jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P< 0.05) terhadap banyaknya lemak yang dikonsumsi oleh larva A. atlas. Jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Konsumsi lemak tertinggi pada instar I dan II yaitu larva dengan pakan kayu manis kepadatan rendah. Konsumsi lemak tertinggi instar III sampai VI yaitu larva dengan pakan sirsak kepadatan rendah (Tabel 5).
b. Protein Hasil analisis statistik. jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P< 0.05) terhadap besarnya protein yang dikonsumsi oleh larva A. atlas. Jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Pada instar II. jenis pakan tidak berinteraksi secara nyata dengan kepadatan (P>0.05). Konsumsi protein yang tertinggi pada instar I yaitu larva
33
dengan pakan alpukat kepadatan rendah. Konsumsi protein tertinggi instar II sampai VI yaitu larva dengan pakan alpukat kepadatan rendah (Tabel 6).
Tabel 6 Rataan konsumsi protein larva A. atlas (mg/ larva) Perlakuan
Instar 1
Sirsak
Alpukat
Kayu manis
2 f
21.89 17.42 d
33.20 32.59
14.43 a
Rendah Sedang
3
4 c
5
6
112.64 107.22 c
c
363.73 332.15 b
594.03 593.56 c
2343.62 d 2327.11 cd
30.65
95.64 b
333.48 b
558.58 a
2319.06 c
19.07 e
36.39
157.35 g
519.27 f
880.30 f
3267.80 g
17.71 d
35.12
143.95 f
467.66 e
822.90 e
3248.35 f
Tinggi
15.63 b
33.15
132.78 e
455.58 d
779.09 d
3219.93 e
Rendah
19.06 e
36.31
120.95 d
342.29 b
591.21 c
2267.27 b
Sedang
16.53 c
34.16
87.42 a
342.29 b
566.86 b
1860.29 a
Tinggi
14.78 a
32.35
86.96 a
303.38 a
565.17 b
*
Rendah Sedang Tinggi
c
Keerangant: * Individu mati pada hari ke 1 – 3 Angka dari satu kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf uji 5 % (Duncan)
c.1. Karbohidrat tak larut (serat kasar) Berdasarkan hasil analisis ragam, jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata terhadap besarnya serat kasar yang dikonsumsi oleh larva A. atlas (P< 0.05). Jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Konsumsi serat kasar yang tertinggi pada instar I sampai dengan instar VI yaitu larva dengan pakan kayu manis kepadatan rendah (Tabel 7). Tabel 7 Rataan konsumsi serat kasar larva A. atlas (mg/ larva) Perlakuan Sirsak
Alpukat
Kayu manis
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
1 16.44 c 13.09 b 10.84 a 16.44 c 15.27 c 13.48 b 44.59 f 38.67 e 34.58 d
2 24.95 b 24.49 b 23.03 a 31.39 d 30.29 d 28.59 c 84.94 g 79.90 f 75.69 e
3 191.67 bc 182.45 b 162.75 a 232.54 e 212.74 d 196.22 c 314.03 f 226.97 e 225.78 e
Instar 4 618.92 b 565.20 a 567.46 a 767.40 d 691.12 c 673.28 c 888.69 f 888.69 f 787.68 e
5 1010.80 b 1010.02 b 950.48 a 1300.95 e 1216.12 d 1151.37 c 1534.99 g 1471.74 f 1467.37 f
6 3987.93 b 3959.85 ab 3946.14 a 4829.29 d 4800.55 d 4758.55 c 5886.57 e 4829.93 d *
Keterangan: * Individu mati pada hari ke 1 – 3 Angka dari satu kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf uji 5 % (Duncan)
34
c.2. Karbohidrat terlarut (BETN) Berdasarkan hasil analisis ragam. jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P< 0.05) terhadap besarnya nutrisi BETN yang dikonsumsi oleh larva A. atlas. Jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Pada instar I jenis pakan tidak berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Tabel 8 Rataan konsumsi BETN larva A. atlas (mg/larva) Perlakuan
Instar 1
Sirsak
Alpukat
Kayu manis
2
3
4
5
6
Rendah
51.68
78.39 b
496.60 b
1603.53 c
2618.83 b
10332.08 c
Sedang
41.12
76.95 b
472.69 b
1464.33 b
2616.79 b
10259.32 bc
Tinggi
34.06
72.35 a
421.65 a
1470.19 b
2462.55 a
10223.80 b
Rendah
79.84
152.39 e
689.75 e
2276.18 f
3858.75 f
14324.16 g
Sedang
74.15
147.08 d
630.99 d
2049.94 e
3607.13 e
14238.92 f
Tinggi
65.45
138.81 c
582.02 c
1997.01 d
3415.09 d
14114.35 e
Rendah
90.09
171.60 g
558.43 c
1580.33 c
2729.62 c
10467.90 d
Sedang
78.12 69.87
161.43 f 152.91 e
403.62 a 401.49 a
1580.33 c 1400.70 a
2617.15 b 2609.37 b
8588.91 a *
Tinggi
Ket: * Individu mati pada hari ke 1 – 3 Angka dari satu kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf uji 5 % (Duncan)
Konsumsi nutrisi BETN yang tertinggi pada instar I dan II yaitu larva dengan pakan kayu manis kepadatan rendah, sedangkan instar II sampai dengan instar VI yaitu larva dengan pakan alpukat kepadatan rendah (Tabel 8).
d. Mineral (Abu) Hasil analisis ragam, jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P< 0.05) terhadap besarnya mineral yang dikonsumsi oleh larva A. atlas. Jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Konsumsi mineral yang tertinggi dari instar I sampai dengan instar VI yaitu larva dengan pakan sirsak kepadatan rendah kecuali instar II yaitu larva dengan pakan kayu manis kepadatan rendah (Tabel 9).
35
Tabel 9 Rataan konsumsi abu (mineral) larva A. atlas (mg/larva) Perlakuan Sirsak
Alpukat
Kayu manis
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
1 5.56 g 4.42 e 3.67 c 1.24 b 1.15 c 1.02 a 5.43 g 4.71 f 4.21 d
2 8.43 c 8.28 c 7.78 b 2.37 a 2.28 a 2.15 a 10.35 f 9.74 e 9.22 d
3 68.43 g 65.14 f 58.11 e 37.60 c 34.39 b 31.72 a 44.11 d 31.88 a 31.71 a
Instar 4 220.97 d 201.79 c 202.60 c 124.06 b 111.73 a 108.85 a 124.83 b 124.83 b 110.64 a
5 360.89 g 360.61 g 339.35 f 210.32 d 196.61 b 186.14 a 215.60 e 206.72 c 206.11 c
6 1423.81 f 1413.78 e 1408.89 e 780.75 c 776.10 bc 769.31 b 826.82 d 678.41 a *
Keterangan: * Individu mati pada hari ke 1 – 3 Angka dari satu kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf uji 5 % (Duncan)
Pertambahan Bobot Badan Berdasarkan hasil analisis ragam, jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P < 0.05) terhadap pertambahan bobot badan pada instar I – V (Lampiran 13, 14, 15, 16, 17, dan 18). Jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan hanya pada instar I dan VI. Pada instar I, pertambahan bobot badan yang tertinggi adalah jenis pakan sirsak kepadatan rendah dengan rataan 0.09 gram. Pada instar II, berdasarkan jenis pakan pertambahan bobot badan yang tertinggi pada pakan sirsak dan alpukat. Jika dilihat dari kepadatan, pertambahan bobot badan yang tertinggi pada kepadatan rendah (Gambar 18).
Gambar 18 Pertambahan bobot badan instar I – II Jenis pakan yang memberikan pengaruh terbesar terhadap pertambahan bobot badan instar III yaitu jenis pakan sirsak, sedangkan kepadatan yang memberikan pengaruh terbesar terhadap pertambahan bobot badan yaitu kepadatan rendah. Pada
36
instar IV jenis pakan yang memberikan pengaruh terbaik adalah pakan sirsak dan alpukat, sedangkan kepadatannya adalah kepadatan rendah (Gambar 19).
Gambar 19 Pertambahan bobot badan instar III – IV
Gambar 20 Pertambahan bobot badan instar V – VI Berdasarkan analisis statistik, jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P < 0.05) terhadap pertambahan bobot badan pada instar V.
Namun jenis pakan tidak
berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Jenis pakan yang memberikan pengaruh terbesar terhadap pertambahan bobot badan adalah pakan sirsak dan alpukat, sedangkan kepadatannya adalah kepadatan rendah. Jenis pakan dan kepadatan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap pertambahan bobot badan pada instar VI. Jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan. Pertambahan bobot badan yang terbesar adalah larva dengan jenis pakan sirsak kepadatan rendah, sedangkan pertambahan bobot terendah adalah larva dengan jenis pakan kayu manis kepadatan sedang (Gambar 20). Dari instar I sampai dengan instar VI rata-rata berat badan larva pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 19.
37
Perbandingan bobot tubuh larva dari ketiga jenis pakan pada kepadatan rendah terlihat pada Gambar 21.
Gambar 21 Pertumbuhan larva dari ketiga jenis pakan pada kepadatan rendah
Panjang Tubuh Hasil analisis statistik, jenis pakan dan kepadatan pengaruh nyata terhadap pertambahan panjang tubuh (P < 0.05) pada instar I. II. IV dan V (Lampiran 20, 21, 23, dan 24). Tabel 10 Pertambahan panjang tubuh larva A. atlas (cm) Perlakuan
Instar 1
Sirsak - Rendah - Sedang - Tinggi Alpukat - Rendah - Sedang - Tinggi Kayu
- Rendah
manis
- Sedang - Tinggi
2
3
5
6
0.83 ±0.02
ab
1.53 ±0.06
3.17 ±0.29
2.00 ±0.50
0.28 ±0.05
0.70a ±0.00
0.80 ±0.01
1.35b ±0.30
2.67 ±0.29
2.00 ±0.00
0.23 ±0.03
0.66ab ±0.06
0.80 ±0.00
1.03c ±0.08
2.57 ±0.23
1.90 ±0.53
0.30 ±0.00
0.72a ±0.04
0.85 ±0.05
1.60a ±0.10
2.83 ±0.29
1.60 ±0.36
0.23 ±0.03
0.69ab ±0.06
0.82 ±0.03
1.00c ±0.10
2.73 ±0.06
1.33 ±0.76
0.19 ±0.06
0.71a ±0.02
0.82 ±0.06
0.90c ±0.10
2.67 ±0.36
0.83 ±0.58
0.14 ±0.06
0.70a ± 0.00
0.78 ±0.08
0.83c ±0.06
2.67 ±0.29
1.07 ±0.51
0.10 ±0.01
0.69ab ±0.02
0.70 ±0.09
0.83c ±0.06
0.63 ±0.32
0.10 ±0.01
0.60b ±0.00
0.70 ±0.01
0.83c ±0.06
2.50 ±0.36 2.27 ±0.058
a
0.35 ±0.05
0.72 ±0.06
4
*
Keterangan: * Individu mati pada hari ke 1 – 3 Angka dari satu kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf uji 5 % (Duncan)
38
Jenis pakan berinteraksi secara nyata dengan kepadatan (P < 0.05) pada instar II dan IV, sedangkan pada I dan V jenis pakan dan kepadatan tidak berinteraksi secara nyata (P > 0.05) (Tabel 10). Berdasarkan analisis statistik, jenis pakan berpengaruh nyata (P < 0.05) terhadap pertambahan panjang tubuh pada instar III dan VI. Namun kepadatan tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan panjang tubuh (P > 0.05) (Lampiran 22 dan 25). Jenis pakan yang memberikan pengaruh tertinggi adalah pakan alpukat dan sirsak. Dari instar I sampai dengan instar VI rata-rata pajang tubuh larva pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 26. Mortalitas Berdasarkan analisis statistik, jenis pakan berpengaruh nyata (P < 0.05) terhadap mortalitas pada instar I, II, dan III (Lampiran 27, 28, dan 29). Kepadatan berpengaruh nyata (P< 0.05) terhadap besarnya mortalitas pada instar V dan VI (Lampiran 31 dan 32). Jenis pakan dan kepadatan tidak berpengaruh nyata (P > 0.05) terhadap mortalitas pada instar IV (Lampiran 30).
Jenis pakan yang memberikan pengaruh mortalitas
terendah pada instar I. II dan III adalah jenis pakan daun sirsak (Gambar 22 dan 23). Kepadatan yang memberikan pengaruh mortalitas terendah pada instar V dan VI adalah kepadatan rendah (Gambar 24).
Gambar 22 Mortalitas instar I – II
Gambar 23 Mortalitas instar III - IV
Gambar 24 Mortalitas instar V - VI
39
Kualitas kokon Berdasarkan hasil uji Anova, bobot kokon segar daun sirsak berbeda nyata (0.05 < 0.05) dengan bobot kokon segar daun kayu manis. Bobot kokon segar daun alpukat tidak berbeda nyata dengan bobot kokon segar daun sirsak dan kayu manis. Bobot kulit kokon daun sirsak tidak berbeda nyata (0.43 > 0.05) dengan bobot kulit kokon daun alpukat dan kayu manis. Persentase kulit kokon juga tidak berbeda nyata (0.11 > 0.05) pada ketiga macam pakan (Tabel 11). Tabel 11 Kualitas kokon A. atlas Bobot Kokon Segar (gr) 10,08 a ± 0,97
Bobot Kulit Kokon (gr) 1,41 ± ± 0,19
Ratio Kulit Kokon (%) 14,23 ± 3,13
Alpukat (n = 3)
6,97 ab ± 1,99
1,69 ± ± 0,95
25,23 ± 6,14
Kayu manis ( n = 1)
3,74 b ± 0,00
0,86 ± 0,00
22,87 ± 0,00
Sirsak (n = 3)
Angka dari satu kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf uji 5 % (Duncan)
Kualitas Filamen Hasil uji Anova, bobot filamen dari ketiga macam pakan tidak berbeda nyata (0.31 > 0.05). Panjang filamen kokon daun sirsak berbeda nyata (P <0.05) dengan panjang filamen kokon daun alpukat dan kayu manis. Panjang filamen kokon daun alpukat tidak berbeda nyata (P > 0.05) dengan panjang filamen kokon daun kayu manis. Hasil uji Anova daya urai kokon menunjukkan bahwa jumlah kali putus selama pemintalan pada kokon sirsak (49.00 ± 5.19) tidak berberbeda nyata dengan jumlah putus filamen kokon alpukat yaitu (43.33 ± 1.53) dan kayu manis (60 ± 0.00). Jumlah putus filamen kokon alpukat berbeda nyata dengan jumlah putus filamen kokon kayu manis (Tabel 12). Tabel 12 Kualitas filamen A. atlas Bobot filamen (gr)
Panjang Filamen (m)
Jumlah putus
Sirsak (n = 3)
0.52 ± 0.23
114.02a ± 6.83
49.00ab ± 5.19
Alpukat (n = 3)
0.53 ± 0.24
58.97b ± 20.28
43.33b± 1.53
Kayu manis ( n = 1)
0.26 ± 0.00
24.85b ± 0.00
60a ± 0.00
Angka dari satu kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf uji 5 % (Duncan)
40
PEMBAHASAN
Kandungan Nutrien Daun. Daun yang dikonsumsi larva A. atlas mengandung berbagai macam nutrien, yaitu lemak, protein, serat kasar (karbohidrat tak larut), BETN (karbohidrat terlarut) dan abu (mineral). Menurut Chapman (1998) dan Nation (2001) Serangga membutuhkan nutrien dalam bentuk karbohidrat, protein, lemak, asam nukleat, vitamin, sterol, air dan mineral. Kandungan nutrien protein lebih banyak pada daun alpukat. Protein dalam pakan akan dirombak menjadi asam amino.
Pakan yang kekurangan salah satu asam amino
esensial akan mempengaruhi pertumbuhan larva yang sedang berkembang bahkan dapat menyebabkan kematian (Ito 1978). Kandungan nutrien serat kasar atau karbohidrat tak larut banyak terdapat pada daun kayu manis. Kandungan nutrien abu (mineral) banyak terdapat pada daun sirsak.
Vitamin dan Mineral yang dikonsumsi larva berfungsi
sebagai ko-faktor enzim atau ko-enzim bagi aktivitas katalitik (McFarlane 1985). Sebagai contoh besi (Fe) merupakan elemen cytokrom dan harus ada dalam makanan serangga, ß – karotin (provitamin A) komponen yang harus ada dalam makanan serangga yang berfungsi sebagai pigmen mata (Chapman 1998). Konsumsi Pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva A. atlas mengkonsumsi semua jenis pakan yaitu daun sirsak, alpukat dan kayu manis. Ini menunjukkan bahwa ketiga jenis daun disukai oleh larva. Hal ini sesuai dengan sifat larva A. atlas yang polyphagus (Kalshoven 1981). Berdasarkan hasil penelitian, jenis pakan yang dikonsumsi terbanyak oleh larva A. atlas adalah daun sirsak pada instar I, III dan VI. Pada instar II, IV dan V jenis pakan yang dikonsumsi terbanyak yaitu daun alpukat.
Berarti jenis pakan daun sirsak dan alpukat lebih disukai oleh larva
dibandingkan daun kayu manis. Hal ini disebabkan jumlah kandungan zat tiap pakan berbeda-beda. Berdasarkan hasil uji proksimat, daun sirsak muda mengandung kadar air (82.9%) lebih tinggi daripada daun yang lainnya seperti daun alpukat muda (74.39%) dan kayu manis muda (61.03%). Begitu pula pada daun tua dimana daun sirsak tua mengandung kadar air (69.31%) lebih tinggi daripada daun alpukat (61.54%) dan kayu
41
manis (61.17%).
Larva ulat sutera tidak minum. Kebutuhan air tergantung pada
kandungan air yang terdapat di dalam daun. Kandungan air di dalam daun sangat penting bagi larva ulat sutera. Oleh karena itu daun sirsak dan alpukat lebih disukai larva. Konsumsi nutrien yang mudah dicerna oleh larva A. atlas adalah nutrien lemak, protein, dan karbohirat terlarut.
Kandungan nutrien yang mudah dicerna ini lebih
banyak ditemukan pada daun sirsak dan alpukat, sehingga nutrien yang diserap tubuh lebih banyak. Berdasarkan kandungan nutrien lemaknya, larva yang terbanyak mengkonsumsi nutrien lemak yaitu larva yang diberi pakan daun sirsak. Lemak berfungsi sebagai sumber energi, struktur membran, komponen kulit pelindung (Page 1981).
Menurut Chapman (1998) sterol merupakan salah satu bentuk lemak yang
merupakan prekursor hormon molting ekdison. Pada daun kayu manis lebih banyak kandungan serat kasar (karbohidart tak larut). Serat kasar ini sulit dicerna oleh larva A. atlas. Dengan demkian kandungan nutrien yang didapat larva dengan pakan daun kayu manis lebih rendah. Serat kasar atau selulosa adalah penyusun dinding sel tanaman yang sukar didegradasi karena monomer glukosanya dihubungkan dengan ikatan ß. Ikatan ini akan dipecah oleh 3 enzim selulase yaitu Cx-cellulase, C1-cellulase dan ß-glukosidase. Enzim C1-cellulase hanya dapat disekresikan oleh mikroba selulolitik (Nation 2001). Pertumbuhan. Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai peningkatan ukuran dan berat badan ulat sutera (Veda et al. 1997).
Pertumbuhan larva dapat dilihat dari
pertambahan bobot badan dan pertambahan panjang tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan dan pertambahan panjang tubuh larva yang tertinggi terdapat pada jenis pakan sirsak dan alpukat kepadatan rendah, sedangkan pakan kayu manis memberikan pertambahan bobot badan dan panjang tubuh yang terendah. Hal ini disebabkan nutrien yang dikonsumsi larva dengan pakan daun sirsak dan alpukat lebih besar daripada nutrien yang dikonsumsi larva dengan pakan kayu manis. Oleh karena itu kualitas daun pakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan larva ulat sutera (Atmosoedarjo et al. 2000). Berkurangnya kualitas dan kuantitas
42
makanan akan menyebabkan tubuh menjadi kecil dan bobot tubuh berkurang. Hal ini dapat dilihat dari hubungan Gambar 17 dan 21. Siklus hidup. Siklus hidup terpendek pada larva dengan pakan daun sirsak yaitu berkisar 33 – 35 hari dan daun alpukat yaitu berkisar 37 – 42 hari. Siklus hidup larva dengan pakan daun kayu manis berkisar 45 – 53 hari. Berdasarkan data tersebut terlihat siklus hidup larva dengan pakan daun sirsak dan alpukat lebih pendek daripada larva dengan pakan daun kayu manis. Hal ini disebabkan kandungan nutrien yang dikonsumsi larva dengan pakan sirsak dan alpukat lebih tinggi. Tingginya kandungan nutrien yang dikonsumsi merangsang ganti kulit atau molting lebih cepat. Sebaliknya rendahnya kandungan nutrien yang dikonsumsi akan memperlambat ganti kulit atau molting. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Triplehorn & Johnson 2005) bahwa periode perkembangan suatu jenis serangga ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya konsumsi makanan, sehingga terjadi perbedaan lama siklus hidup suatu jenis serangga pada berbagai tanaman inang. Larva A. atlas dengan pakan Ylang-ylang lama stadianya 48 – 63 hari (Adria & Idris 1997), pada pakan dadap 26 – 50 hari (Zebua et al. 1997) dan larva dengan pakan daun jarak pagar 31 – 46 hari serta larva dengan pakan daun kaliki 27 – 40 hari (Mulyani 2008). Nutrisi yang tidak baik pada stadia larva, sering mengakibatkan frekuensi ganti kulit bertambah (Atmosoedarjo et al. 2000).
Pada
beberapa insekta, berkurangnya nutrien pada makanan dapat menyebabkan bertambah panjangnya stadia larva, perubahan warna tubuh dan produksi telur menurun (Chapman 1998). Pertahanan tubuh. Hasil penelitian menunjukkan mortalitas larva dengan pakan daun sirsak dan alpukat lebih rendah dibandingkan larva dengan pakan daun kayu manis. Larva dengan pakan daun sirsak dan alpukat asupan nutriennya lebih banyak sehingga daya tahan tubuhnya terhadap penyakit lebih baik. Sebaliknya larva dengan pakan kayu manis asupan nutriennya lebih sedikit sehingga rentan terhadap penyakit. Oleh karena itu mortalitasnya lebih tinggi. Ini dapat dilihat juga pada kayu manis kepadatan tinggi tingkat mortalitas mencapai 100 %. Produktivitas. Produksi kokon dari larva dengan pakan daun sirsak dan alpukat lebih tinggi.
Hal ini disebabkan asupan nutrien larva lebih banyak sehingga produksi
43
kokon lebih baik. Larva dengan pakan kayu manis asupan nutriennya lebih sedikit. Hal ini mengakibatkan produksi kokon menjadi lebih rendah.
Produksi kokon hasil
pemeliharaan dalam ruangan lebih terjamin bebas dari musuh alami serangga A. atlas, seperti Ichneumonidae dan Sarcophagidae. Akan tetapi, pemeliharaan di dalam ruangan selain kebutuhan pakan yang terbatas juga tidak sepenuhnya bebas dari serangan parasit atau patogen sutera liar. Situmorang (1996) melaporkan adanya patogen-patogen yang yang mengkontaminasi pakan larva selama pemeliharaan yaitu berupa virus, bakteri dan protozoa sehingga dapat mengakibatkan kematian larva. Untuk menghindari kejadian tersebut maka setiap daun harus dicuci bersih dengan desinfektan agar pemeliharaan di laboratorium terhindar dari patogen-patogen tersebut. Selain itu produktivitas kokon juga ditentukan oleh suhu dan kelembaban di dalam ruangan.
Ulat sutera dapat hidup
normal pada suhu 20-30ºC bahkan dapat bertahan pada suhu 33-35ºC asalkan tidak berlangsung lama (Atmosoedarjo et al. 2000). Suhu dan kelembaban dalam ruangan selama pemeliharaan larva A. atlas adalah 24-29ºC dan 51- 89%.
Kondisi tersebut
sesuai untuk pemeliharaan maupun pengokonan. Kompetisi.
Pada ketiga taraf kepadatan dari hasil penelitian baik besarnya
konsumsi pakan, pertumbuhan, siklus hidup maupun tingkat mortalitas lebih baik pada kepadatan rendah. Hal ini disebabkan tingkat kompetisi lebih rendah di kepadatan rendah dibandingkan dengan kepadatan tinggi. Ini sesuai dengan pernyataan Dolman et al. (1996) bahwa kepadatan yang tinggi dapat menyebabkan kompetisi antar larva dalam memperebutkan sumber kehidupan seperti makanan, oksigen dan ruang menjadi lebih tinggi. Jumlah populasi yang tinggi, mengakibatkan terjadinya kompetisi/persaingan untuk makan, sehingga menimbulkan efek negatif bagi populasi tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tanaman sirsak, alpukat dan kayu manis disukai oleh larva A. atlas, namun daun sirsak dan alpukat lebih disukai oleh larva A. atlas.
Konsumsi nutrien yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan larva lebih banyak pada larva yang diberi pakan daun sirsak dan alpukat daripada kayu manis. Pertumbuhan, siklus hidup dan mortalitas serta produksi kokon dari larva dengan pakan daun sirsak dan alpukat lebih baik dibandingkan larva dengan pakan daun kayu manis.
Pada kepadatan rendah,
pertumbuhan dan produksi kokon lebih baik.
Saran Disarankan pemeliharaan A. atlas lebih baik digunakan daun sirsak atau alpukat. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, sebaiknya pemeliharaan larva A. atlas dengan kepadatan: instar I – II adalah 70,65 cm3 per ekor, instar III – IV adalah 1898,03 cm3 per ekor, instar V – VI adalah 3796,06 cm3 per ekor. Diperlukan penelitian lebih lanjut pemeliharaan larva A. atlas dengan jenis pakan lain guna menambah informasi budidaya dari A. atlas. penelitian dengan skala besar yang menggunakan tambulapot.
Diperlukan juga
DAFTAR PUSTAKA
Adria dan Idris H. 1997. Aspek biologis hama daun Attacus atlas pada tanaman ylang-ylang. J Littri 3: 37 – 42. Akai H. 1997. Recent aspects of wild silkmoth and silk research. Makalah dalam Seminar Proyek Pengembangan Ulat Sutera Liar Indonesia dan Prospek Kerjasama Propinsi DIY-Kyoto. Pusat Studi Jepang, UGM. Yogyakarta. Ashari S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: UI – Press. Atlas Silkmoth. www.wormspit.com/Atlas [20 Mei 2009] Atmosoedarjo S, Kartasubrata J, Kaomini M, Saleh W, Moerdoko W. 2000. Sutera Alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Awan A. 2007. Domestikasi ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) dalam usaha meningkatkan persuteraan nasional [disertasi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Becker, M; Haga and Y.Magoshi. 1996. The New methode of spun wild silk for silk dress. International Conference Of Wild Silk Moth 14: 25 – 28. [BPS] Biro Pusat Statistik 2007. Export-Import Silk in 2007. Chapman RF. 1998. The Insects Structure and Function. 4th edition. United Kingdom: Cambridge Universities Press. Common IFB. 1990. Moths of Australia. Australia: Melbourne University Press. Dammerman K.W. 1929. The Agricultural Zoologi of The Malay Archipelago. Dash AK, Nayak BK, Dash MC. 1992. The effect of different foodplants on cocoon crop performance in the Indian tasar silkworm Antheraea mylita Drury (Lepidoptera: Saturniidae). J Res Lepidop 31: 127-131. Dewan Atsiri Indonesia. 2007. Essential oil http://www.atsiri-indonesia.com [14 Agustus 2009] Dolman CS, Templeton J, Lefebvre L.1996. Mode of foraging competition is related to tutor preference in Zenaida aurita J Comp Psy 110: 45-54. Ekastuti, D.R. 1999. Pengaruh kadar air pakan terhadap katabolisme nutrient, pertumbuhan dan kinerja produksi ulat sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera: Bombycidae) [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
46
Faatih M. 2005. Aktivitas Anti Mikrobia Kokon Attacus atlas L. J Pene Sai Teknol 6: 35- 48. Ghosh P. 2004. Fibre Science and Technology. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. Gullan PJ, Cranston PS. 2000. The Insects an Outline of Entomology. Second Edition. London: Blackwell Science Ltd. Indrawan M. 2007.Karakter Sutera dari Ulat Jedung (Attacus atlas L.) yang Dipelihara pada Tanaman Pakan Senggugu (Clerodendron serratum Spreng) . J Bio 8: 215 - 217. Ito T. 1978. Silkworm Nutrition, 121-157. Di dalam The Silkworm an Important Laboratory Tool. Kodansha, Ltd. Tokyo. Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops Indonesia. Laan P.A. Van deer., penerjemah; Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Katsumata F. 1964. Petunjuk Sederhana Bagi Pemeliharaan Ulat Sutera. Tokyo. Leksono AS. 2007. Ekologi Pendekatan Deskriptif dan Kuantitatif. Malang: Bayumedia Publishing. Mattjik AA, Sumertajaya M. 2000. Perancangan Percobaan. Dengan Aplikasi SAS Dan MINITAB. Jilid 1. Bogor: IPB Press. Maryati S.2007. Telaah Kandungan Kimia Daun Alpukat (Persea Americana MILL.) [tesis]. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Mulyani, N. 2008. Biologi Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae) dengan pakan daun kaliki (Ricinus communis L.) dan jarak pagar (Jatropha curcas L.) [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. McFarlane J.E. 1985. Nutrition and Digestive Organs, 59 – 90. Di dalam Fundamental of Insect Physiology. Editor: M.S. Blum. John Wiley and Sons, Inc. USA. Nassig WA, Lampe REJ, Kager S. 1996. Heterocera Sumatrana. Vol. 10. Heterocera Sumatrana Society e.V. Germany. Nation J.L. 2001. Insect Physiology and Biochemistry. London: CRC Press. Nurmalitasari GRAj, Kuroda F. 2002. Indonesia Progress in The Development of Wild Silkmoths. International Conferrence on Wild Silk Moth, Yogyakarta.
47
Page DS. 1981. Prinsip-prinsip Biokimia, Soendoro R. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Princeples of Biological Chemistery. Peigler RS. 1989. A Revision of The Indo-Australian Genus Attacus. California: The Lepidoptera Research Fondation, Inc. Samsijah, Andadari L. 1992. Teknik Pengolahan Kokon dan Benang Sutera. Informasi Teknis No. 27. Bogor: Pusat Penelitian Pengembangan Hutan. Samsijah, Kusumaputra AS. 1978. Pembibitan ulat sutera [Laporan Penelitian]. Bogor: lembaga Penelitian Hutan. Situmorang J. 1996. An attempt to produce Attacus atlas L. using Baringtonia leaves as plant fooder. Int J Wild Silk 2: 55-57. Speight MR, Hunter MD, Watt AD. 1999. Ecology of Insects Concepts and Aplications. USA: Blackwell Science. Tazima Y. 1978. The Silkworm:An Important Laboratory Tool. Tokyo: Kodansha Ltd. Triplehorn CA, Johnson NF. 2005. Borror and Delong s Introduction to the Study of Insect. Ed ke 7. Australia: Tomson. Van Steenis, CGGJ.1997. Flora. Diterjemahkan oleh Moesa Surjowinoto. Pradnya.
Veda K, I Nagai, M Horikomi. 1997. Silkworm Rearing. Translated From Japanese. New Hampshire: Science Publisher Inc. Whiley AW, Schaffer B, Wolstenholme, BN. 2002. The Avocado: Botani, Prodution and Uses. London: CABI Publishing. Zebua TU, Situmorang J, Jati WN. 1997. Daur hidup (Attacus atlas L.) dengan pemberian pakan daun dadap (Erythrina lithosperma Miq.) di Laboratorium. J Biota 2: 67-72.
LAMPIRAN
49
Lampiran 1 Uji Anova siklus hidup instar I Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 7.56844444 0.94605556 Kepadatan 2 1.55511111 0.77755556 Jenis Pakan 2 4.49644444 2.24822222 Interaksi 4 1.51688889 0.37922222 Galat 36 8.50800000 0.23633333 Total 44 16.07644444 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 8.395%
F-Hitung 4.00 3.29 9.51 1.60
Nilai-P
Kesimpulan
0.0018 0.0487 0.0005 0.1943
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A AB B
Rata-rata 6.0400 5.7400 5.5933
Kepadatan Rendah Tinggi Sedang
Pengelompokan Duncan A B B
Rata-rata 6.2333 5.6267 5.5133
Jenis Pakan Kayu Manis Alpukat Sirsak
Lampiran 2 Uji Anova siklus hidup instar II Sumber Db JK Keragaman Perlakuan 8 12.78598450 Kepadatan 2 3.57367680 Jenis Pakan 2 6.60430769 Interaksi 4 2.60800000 Galat 34 8.45866667 Total 42 21.24465116 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 8.39%
KT 1.59824806 1.78683840 3.30215385 0.65200000 0.24878431
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A A B
Rata-rata 6.3267 5.8067 5.6538
Kepadatan Tinggi Sedang Rendah
Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 6.4615 5.9800 5.4533
Jenis Pakan Kayu Manis Alpukat Sirsak
F-Hitung 6.42 7.18 13.27 2.62
Nilai-P 0.000 0.003 0.000 0.052
Kesimpulan
50
Pengelompokan Duncan A A AB AB ABC CD CD CD D
Rata-rata 6.6667 6.6400 6.4000 6.4000 5.9400 5.7000 5.6000 5.4200 5.0000
Interaksi Rendah_Kymns Tinggi_Alpukat Sedang_Kymns Tinggi_Kymns Tinggi_Sirsak Rendah_Alpukat Sedang_Alpukat Sedang_Sirsak Rendah_Sirsak
Lampiran 3 Uji Anova siklus hidup instar III Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 18.29407407 2.28675926 Kepadatan 2 1.43629630 0.71814815 Jenis Pakan 2 15.59185185 7.79592593 Interaksi 4 1.26592593 0.31648148 Galat 18 6.67333333 0.37074074 Total 26 24.96740741 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 9.745%
F-Hitung 6.17 1.94 21.03 0.85
Nilai-P
Kesimpulan
0.000 0.173 0.000 0.510
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A B B
Rata-rata 7.2778 6.0000 5.4667
Jenis Pakan Kayu Manis Alpukat Sirsak
Lampiran 4 Uji Anova siklus hidup instar IV Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 50.66666667 6.33333333 Kepadatan 2 2.88888889 1.44444444 Jenis Pakan 2 44.22222222 22.11111111 Interaksi 4 3.55555556 0.88888889 Galat 18 4.00000000 0.22222222 Total 26 54.66666667 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 6.527%
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A B B
Rata-rata 7.6667 7.1111 6.8889
Kepadatan Tinggi Sedang Rendah
F-Hitung 28.50 6.50 99.50 4.00
Nilai-P 0.000 0.007 0.000 0.017
Kesimpulan
51
Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 8.8889 7.0000 5.7778
Jenis Pakan Kayu Manis Alpukat Sirsak
Pengelompokan Duncan A A A B BC C C D D
Rata-rata 90.000 90.000 86.667 76.667 70.000 66.667 63.333 53.333 53.333
Kombinasi Interaksi Sedang_Kymns Rendah_Kymns Tinggi_Kymns Tinggi_Alpukat Sedang_Alpukat Tinggi_Sirsak Rendah_Alpukat Sedang_Sirsak Rendah_Sirsak
Lampiran 5 Uji Anova siklus hidup instar V Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 35.40740741 4.42592593 Kepadatan 2 3.18518519 1.59259259 Jenis Pakan 2 23.40740741 11.70370370 Interaksi 4 8.81481481 2.20370370 Galat 18 8.16666667 0.45370370 Total 26 43.57407407 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 9.375%
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A AB A
Rata-rata 7.6667 7.0000 6.8889
Kepadatan Tinggi Sedang Rendah
Pengelompokan Duncan A B B
Rata-rata 8.4444 6.8889 6.2222
Jenis Pakan Kayu Manis Alpukat Sirsak
F-Hitung 9.76 3.51 25.80 4.86
Nilai-P 0.000 0.052 0.000 0.008
Kesimpulan
52
Pengelompokan Duncan A A A A B B B B B
Rata-rata 9.000000 8.333300 8.333300 8.000000 6.666700 6.333300 6.000000 6.000000 6.000000
Kombinasi Interaksi Sedang_Kymns Rendah_Kymns Tinggi_Alpukat Tinggi_Kymns Tinggi_Sirsak Rendah_Alpukat Sedang_Sirsak Sedang_Alpukat Rendah_Sirsak
Lampiran 6 Uji Anova siklus hidup instar VI Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 7 40.66666667 5.80952381 Kepadatan 2 3.34285714 1.67142857 Jenis Pakan 2 33.28666845 16.64333423 Interaksi 3 4.03714107 1.34571369 Galat 12 6.33333333 0.52777778 Total 19 47.00000000 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 6.919%
F-Hitung 11.01 3.17 31.53 2.55
Nilai-P
Kesimpulan
0.000 0.079 0.000 0.1047
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A B B
Rata-rata 12.7500 10.4286 9.5556
Jenis Pakan Kymns Alpukat Sirsak
Lampiran 7 Uji Anova konsumsi pakan instar I Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 0.21721972 0.02715247 Kepadatan 2 0.12211183 0.06105592 Jenis Pakan 2 0.07409787 0.03704893 Interaksi 4 0.02101002 0.00525251 Galat 36 0.00914197 0.00025394 Total 44 0.22636169 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 3.590%
F-Hitung 106.92 240.43 145.89 20.68
Nilai-P 0.000 0.000 0.000 0.000
Kesimpulan
53
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 0.497707 0.427447 0.370333
Kepadatan Rendah Sedang Tinggi
Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 0.478920 0.436687 0.379880
Jenis Pakan Sirsak Alpukat Kayu Manis
Pengelompokan Duncan A B B C C D D D E
Rata-rata 0.585220 0.476660 0.465720 0.442680 0.431240 0.390720 0.385820 0.373940 0.334460
Kombinasi Interaksi Rendah_Sirsak Rendah_Alpukat Sedang_Sirsak Sedang_Alpukat Rendah_Kymns Tinggi_Alpukat Tinggi_Sirsak Sedang_Kymns Tinggi_Kymns
Lampiran 8 Uji Anova konsumsi pakan instar II Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 0.13215533 0.01651942 Kepadatan 2 0.05382777 0.02691389 Jenis Pakan 2 0.07715402 0.03857701 Interaksi 4 0.00117353 0.00029338 Galat 34 0.00821738 0.00024169 Total 42 0.14037272 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 1.86%
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 0.880931 0.840783 0.793380
Kepadatan Rendah Sedang Tinggi
Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 0.872213 0.859556 0.768308
Jenis Pakan Alpukat Sirsak Kayu Manis
F-Hitung 68.35 111.36 159.52 1.21
Nilai-P 0.000 0.000 0.000 0.323
Kesimpulan
54
Lampiran 9 Uji Anova konsumsi pakan instar III Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 3.68302627 0.46037828 Kepadatan 2 1.52969401 0.76484700 Jenis Pakan 2 1.81948785 0.90974392 Interaksi 4 0.33384441 0.08346110 Galat 18 0.11282514 0.00626806 Total 26 3.79585141 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 3.017%
F-Hitung 73.45 122.02 145.14 13.32
Nilai-P
Kesimpulan
0.000 0.000 0.000 0.000
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 2.94467 2.55364 2.37462
Kepadatan Rendah Sedang Tinggi
Pengelompokan Duncan A A B
Rata-rata 2.82711 2.78793 2.25789
Jenis Pakan Sirsak Alpukat Kayu Manis
Pengelompokan Duncan A A B B B C C D D
Rata-rata 3.031870 3.028030 2.882270 2.774100 2.773600 2.571030 2.558330 2.005070 1.994500
Kombinasi Interaksi Rendah_Alpukat Rendah_Sirsak Sedang_Sirsak Rendah_Kymns Sedang_Alpukat Tinggi_Sirsak Tinggi_Alpukat Sedang_Kymns Tinggi_Kymns
Lampiran 10 Uji Anova konsumsi pakan instar IV Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 22.68830518 2.83603815 Kepadatan 2 4.39448891 2.19724445 Jenis Pakan 2 17.16421684 8.58210842 Interaksi 4 1.12959943 0.28239986 Galat 18 0.29544451 0.01641358 Total 26 22.98374969 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 1.476%
F-Hitung 172.79 133.87 522.87 17.21
Nilai-P 0.000 0.000 0.000 0.000
Kesimpulan
55
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 9.21113 8.59674 8.23363
Kepadatan Rendah Sedang Tinggi
Pengelompokan Duncan A A B
Rata-rata 9.26466 9.22368 7.55318
Jenis Pakan Alpukat Sirsak Kayu Manis
Pengelompokan Duncan A B C C C C D D E
Rata-rata 10.005200 9.777600 9.010700 8.964600 8.928900 8.7781 7.8506 7.8506 6.9583
Kombinasi Interaksi Rendah_Alpukat Rendah_Sirsak Sedang_Alpukat Tinggi_Sirsak Sedang_Sirsak Tinggi_Alpukat Rendah_Kymns Sedang_Kymns Tinggi_Kymns
Lampiran 11 Uji Anova konsumsi pakan instar IV Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 49.78750529 6.22343816 Kepadatan 2 6.13007754 3.06503877 Jenis Pakan 2 41.58542368 20.79271184 Interaksi 4 2.07200407 0.51800102 Galat 18 0.06205481 0.00344749 Total 26 49.84956010 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 0.393%
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 15.49666 14.93761 14.32984
Kepadatan Rendah Sedang Tinggi
Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 15.94282 15.64668 13.17461
Jenis Pakan Alpukat Sirsak Kayu Manis
F-Hitung 1805.21 889.06 6031.26 150.25
Nilai-P 0.000 0.000 0.000 0.000
Kesimpulan
56
Pengelompokan Duncan A B BC C D D E F F
Rata-rata 16.961530 15.968470 15.956030 15.855530 15.015530 15.011400 13.559970 13.001270 12.962600
Kombinasi Interaksi Rendah_Alpukat Rendah_Sirsak Sedang_Sirsak Sedang_Alpukat Tinggi_Sirsak Tinggi_Alpukat Rendah_Kymns Sedang_Kymns Tinggi_Kymns
Lampiran 12 Uji Anova konsumsi pakan instar VI Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 7 836.0436398 119.4348057 Kepadatan 2 89.2158886 44.6079443 Jenis Pakan 2 688.7435764 344.3717882 Interaksi 3 58.0841748 19.3613916 Galat 12 0.6988117 0.0582343 Total 19 836.7424514 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 0.405%
F-Hitung 2050.94 766.01 5913.56 332.47
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan
Rata-rata 62.2206 60.2368 56.8832
Kepadatan Tinggi Rendah Sedang
B
Rata-rata 62.6325 62.5928 47.3344
Jenis Pakan Sirsak Alpukat Kymns
Pengelompokan Duncan A A AB AB BC C D E
Rata-rata 63.0005 62.9633 62.5887 62.5568 62.3402 62.0411 52.0015 42.6672
Kombinasi Interaksi Rendah_Sirsak Rendah_Alpukat Sedang_Alpukat Sedang_Sirsak Tinggi_Sirsak Tinggi_Alpukat Rendah_Kymns Sedang_Kymns
A B C
Pengelompokan Duncan A A
Nilai-P 0.000 0.000 0.000 0.000
Kesimpulan
57
Lampiran 13 Uji Anova pertambahan bobot badan instar I Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 0.01967234 0.00245904 Kepadatan 2 0.00055798 0.00027899 Jenis Pakan 2 0.01852038 0.00926019 Interaksi 4 0.00059397 0.00014849 Galat 36 0.00121350 0.00003371 Total 44 0.02088583 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 8.698%
F-Hitung 72.95 8.28 274.72 4.41
Nilai-P
Kesimpulan
0.000 0.001 0.000 0.005
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A A B
Rata-rata 0.069880 0.068547 0.061833
Kepadatan Rendah Sedang Tinggi
Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 0.084327 0.077607 0.038327
Jenis Pakan Sirsak Alpukat Kayu Manis
Pengelompokan Duncan A A A A A B C D D
Rata-rata 0.085540 0.085100 0.084520 0.082920 0.078200 0.069520 0.045900 0.037620 0.031460
Kombinasi Interaksi Rendah_Sirsak Sedang_Alpukat Tinggi_Sirsak Sedang_Sirsak Rendah_Alpukat Tinggi_Alpukat Rendah_Kymns Sedang_Kymns Tinggi_Kymns
Lampiran 14 Uji Anova pertambahan bobot badan instar II Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 0.56546304 0.07068288 Kepadatan 2 0.14097366 0.07048683 Jenis Pakan 2 0.41387765 0.20693883 Interaksi 4 0.01061172 0.00265293 Galat 34 0.04281322 0.00125921 Total 42 0.60827626 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 10.51%
F-Hitung 56.13 55.98 164.35 2.11
Nilai-P 0.000 0.000 0.000 0.102
Kesimpulan
58
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 0.40540 0.35135 0.26531
Kepadatan Rendah Sedang Tinggi
Pngelompokan Duncan A A B
Rata-rata 0.40795 0.40186 0.18253
Jenis Pakan Alpukat Sirsak Kayu Manis
Lampiran 15 Uji Anova pertambahan bobot badan instar III Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 7.95750316 0.99468789 Kepadatan 2 0.13289120 0.06644560 Jenis Pakan 2 7.73719029 3.86859514 Interaksi 4 0.08742167 0.02185542 Galat 18 0.18381496 0.01021194 Total 26 8.14131812 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 7.053%
F-Hitung 97.40 6.51 378.83 2.14
Nilai-P
Kesimpulan
0.000 0.008 0.000 0.118
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A A B
Rata-rata 1.49910 1.46356 1.33572
Kepadatan Rendah Sedang Tinggi
Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 1.89050 1.72617 0.68171
Jenis Pakan Sirsak Alpukat Kayu Manis
Lampiran 16 Uji Anova pertambahan bobot badan instar IV Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 3.22129862 0.40266233 Kepadatan 2 1.42108720 0.71054360 Jenis Pakan 2 1.74221653 0.87110826 Interaksi 4 0.05799489 0.01449872 Galat 18 0.27793934 0.01544107 Total 26 3.49923796 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 6.578%
F-Hitung 26.08 46.02 56.42 0.94
Nilai-P 0.000 0.000 0.000 0.464
Kesimpulan
59
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 2.20467 1.79671 1.66598
Kepadatan Rendah Sedang Tinggi
Pengelompokan Duncan A A B
Rata-rata 2.11996 2.01208 1.53532
Jenis Pakan Sirsak Alpukat Kayu Manis
Lampiran 17 Uji Anova pertambahan bobot badan instar V Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 4.75749105 0.59468638 Kepadatan 2 0.95312786 0.47656393 Jenis Pakan 2 3.66096228 1.83048114 Interaksi 4 0.14340090 0.03585023 Galat 18 0.77644775 0.04313599 Total 26 5.53393880 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 8.585%
F-Hitung 13.79 11.05 42.44 0.83
Nilai-P
Kesimpulan
0.000 0.000 0.000 0.523
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 2.64586 2.42602 2.18579
Kepadatan Rendah Sedang Tinggi
Pengelompokan Duncan A A B
Rata-rata 2.74166 2.61214 1.90387
Jenis Pakan Sirsak Alpukat Kayu Manis
Lampiran 18 Uji Anova pertambahan bobot badan instar VI Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 7 168.5484165 24.0783452 Kepadatan 2 13.3160193 6.6580097 Jenis Pakan 2 154.1182948 77.0591474 Interaksi 3 1.1141024 0.3713675 Galat 12 0.9436175 0.0786348 Total 19 169.4920340 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 2.606%
F-Hitung 306.20 84.67 979.96 4.72
Nilai-P 0.000 0.000 0.000 0.021
Kesimpulan
60
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan
Rata-rata 12.1457 10.4675 10.1021
Kepadatan Tinggi Rendah Sedang
C
Rata-rata 12.7623 11.4171 5.1006
Jenis Pakan Sirsak Alpukat Kymns
Pengelompokan Duncan A AB B C C C D D
Rata-rata 13.1821 12.6471 12.4578 11.6777 11.4966 11.1905 5.3111 4.8901
Kombinasi Interaksi Rendah_Sirsak Sedang_Sirsak Tinggi_Sirsak Tinggi_Alpukat Sedang_Alpukat Rendah_Alpukat Rendah_Kymns Sedang_Kymns
A B C
Pngelompokan Duncan A B
61
Lampiran 19 Rataan bobot badan larva instar I - VI (g/larva) Perlakuan Instar
Sirsak
Alpukat
Kayu manis
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Awal
0,004
0,005
0,005
0,004
0,004
0,005
0,004
0,004
0,004
Akhir
0,090
0,088
0,089
0,082
0,089
0,074
0,050
0,042
0,036
Awal
0,093
0,091
0,092
0,086
0,092
0,077
0,054
0,045
0,039
Akhir III
0,550
0,489
0,429
0,535
0,518
0,427
0,300
0,275
0,135
Awal
0,578
0,532
0,491
0,570
0,557
0,474
0,335
0,330
0,177
Akhir
2,619
2,466
2,188
2,334
2,332
2,113
1,028
1,011
0,848
2,627
2,474 4,556
2,195 4,063
2,341 4,735
2,339 4,173
2,339 4,173
1,107
1,081
0,902
2,917
2,555
2,224
4,876
4,312
5,055
4,381
4,381
3,322
2,959
2,642
7,563
6,842
7,886
7,124
7,124
5,422
4,807
4,405
8,081 7,403 8,396 Akhir 21,578 20,728 19,861 Keterangan: Larva mati hari ke 1 – 3
8,103
7,642
7,642
19,109
19,109
5,668 11,160
5,338 10,228
*
19,294
I
II
IV Awal Akhir V Awal Akhir
5,037 5,256 8,263
VI Awal
Lampiran 20 Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar I Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 0.32132444 0.04016556 Kepadatan 2 0.06501778 0.03250889 Jenis Pakan 2 0.24683111 0.12341556 Interaksi 4 0.00947556 0.00236889 Galat 36 0.05212000 0.00144778 Total 44 0.37344444 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 18.024%
F-Hitung 27.74 22.45 85.24 1.64
Nilai-P 0.000 0.000 0.000 0.1864
Kesimpulan
62
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 0.26200 0.20067 0.17067
Kepadatan Rendah Sedang Tinggi
Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 0.28533 0.23800 0.11000
Jenis Pakan Sirsak Alpukat Kayu Manis
Lampiran 21 Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar II Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 0.05771628 0.00721453 Kepadatan 2 0.02669371 0.01334686 Jenis Pakan 2 0.01501380 0.00750690 Interaksi 4 0.01600876 0.00400219 Galat 34 0.04880000 0.00143529 Total 42 0.10651628 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 5.50%
F-Hitung 5.03 9.30 5.23 2.79
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A A B
Rata-rata 0.71846 0.69400 0.65733
Kepadatan Rendah Sedang Tinggi
Pengelompokan Duncan A A B
Rata-rata 0.70800 0.69533 0.65846
Jenis Pakan Alpukat Sirsak Kayu Manis
Pengelompokan Duncan A A AB AB AB AB AB B C
Rata-rata 0.7240 0.7240 0.7100 0.7020 0.7000 0.6900 0.6900 0.6600 0.6020
Interaksi Rendah_Alpukat Rendah_Sirsak Tinggi_Alpukat Sedang_Sirsak Rendah_Kymns Sedang_Alpukat Sedang_Kymns Tinggi_Sirsak Tinggi_Kymns
Nilai-P 0.000 0.001 0.011 0.042
Kesimpulan
63
Lampiran 22 Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar III Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 0.06869630 0.00858704 Kepadatan 2 0.01369630 0.00684815 Jenis Pakan 2 0.05080741 0.02540370 Interaksi 4 0.00419259 0.00104815 Galat 18 0.04126667 0.00229259 Total 26 0.10996296 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 6.084%
F-Hitung 3.75 2.99 11.08 0.46
Nilai-P
Kesimpulan
0.009 0.076 0.000 0.766
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A A B
Rata-rata 0.82667 0.80778 0.72667
Jenis Pakan Alpukat Sirsak Kayu Manis
Lampiran 23 Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar IV Sumber Db JK Keragaman Perlakuan 8 2.30407407 Kepadatan 2 0.74240741 Jenis Pakan 2 1.06018519 Interaksi 4 0.50148148 Galat 18 0.28333333 Total 26 2.58740741 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 11.386%
KT 0.28800926 0.37120370 0.53009259 0.12537037 0.01574074
F-Hitung 18.30 23.58 33.68 7.96
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A B C Pengelompokan Duncan A B C
Rata-rata 1.32222 1.06111 0.92222 Rata-rata 1.30556 1.16667 0.83333
Kepadatan Rendah Sedang Tinggi Jenis Pakan Sirsak Alpukat Kayu Manis
Pengelompokan Duncan A AB B C C C C C C
Rata-rata 1.600000 1.533300 1.350000 1.033300 1.000000 0.900000 0.833300 0.833300 0.833300
Kombinasi Interaksi Rendah_Alpukat Rendah_Sirsak Sedang_Sirsak Tinggi_Sirsak Sedang_Alpukat Tinggi_Alpukat Tinggi_Kymns Rendah_Kymns Sedang_Kymns
Nilai-P 0.000 0.000 0.000 0.000
Kesimpulan
64
Lampiran 24 Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar V Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 1.43851852 0.17981481 Kepadatan 2 0.70296296 0.35148148 Jenis Pakan 2 0.53407407 0.26703704 Interaksi 4 0.20148148 0.05037037 Galat 18 1.29333333 0.07185185 Total 26 2.73185185 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 10.024%
F-Hitung 2.50 4.89 3.72 0.70
Nilai-P
Kesimpulan
0.050 0.020 0.047 0.601
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A AB B
Rata-rata 2.8889 2.6333 2.5000
Kepadatan Rendah Sedang Tinggi
Pengelompokan Duncan A A B
Rata-rata 2.8000 2.7444 2.4778
Jenis Pakan Sirsak Alpukat Kayu Manis
Lampiran 25 Uji Anova pertambahan panjang tubuh instar VI Sumber Db JK Keragaman Perlakuan 7 1.99550000 Kepadatan 2 0.02760714 Jenis Pakan 2 1.82365128 Interaksi 3 0.14424157 Galat 12 1.49000000 Total 19 3.48550000 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 20.91
KT 0.28507143 0.01380357 0.91182564 0.04808052 0.12416667
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A AB B
Rata-rata 1.9667 1.6143 1.1750
Jenis Pakan Sirsak Alpukat Kymns
F-Hitung 2.30 0.11 7.34 0.39
Nilai-P 0.098 0.896 0.008 0.764
Kesimpulan
65
Lampiran 26 Rataan panjang badan larva instar I - VI (cm)
Perlakuan Instar
Sirsak Rendah
Sedang
Alpukat Tinggi
Rendah
Sedang
Kayu manis Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
I Awal
0,51
0,53
0,53
0,52
0,53
0,53
0,53
0,53
0,52
Akhir
0,86
0,81
0,76
0,82
0,76
0,72
0,68
0,63
0,62
Awal
0,86
0,81
0,76
0,82
0,76
0,72
0,68
0,63
0,62
Akhir
1,58
1,51
1,42
1,54
1,45
1,43
1,38
1,33
1,22
Awal
1,58
1,51
1,42
1,54
1,45
1,43
1,38
1,33
1,22
Akhir
2,47
2,32
2,23
2,40
2,27
2,27
2,17
2,03
1,90
IV Awal
2,47
2,32
2,23
2,40
2,27
2,27
2,17
2,03
1,90
Akhir
4,00
3,67
3,27
4,00
3,27
3,17
3,00
2,87
2,73
Awal
4,00
3,67
3,27
4,00
3,27
3,17
3,00
2,87
1,90
Akhir
7,17
6,33
5,83
6,83
6,00
5,83
5,74
5,50
2,73
Awal
7,17
6,33
5,83
6,83
6,00
5,83
5,75
5,50
*
Akhir
9,17
8,33
7,73
8,43
7,75
7,50
7,10
6,50
II
III
V
VI
Keterangan: Larva mati hari ke 1 – 3
Lampiran 27 Uji Anova mortalitas instar I Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 12598.31696 1574.78962 Kepadatan 2 389.57924 194.78962 Jenis Pakan 2 11790.21416 5895.10708 Interaksi 4 418.52356 104.63089 Galat 36 9896.13505 274.89264 Total 44 22494.45200 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 59.439%
F-Hitung 5.73 0.71 21.45 0.38
Nilai-P
Kesimpulan
0.000 0.499 0.000 0.821
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A B B
Rata-rata 50.772 17.122 15.788
Jenis Pakan Kayu Manis Alpukat Sirsak
Lampiran 28 Uji Anova mortalitas instar II Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 13901.35455 1737.66932 Kepadatan 2 7199.933661 3599.966831 Jenis Pakan 2 4699.401250 2349.700625 Interaksi 4 2002.019643 500.504911 Galat 36 17506.06850 486.27968 Total 44 31407.42306 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 49.42%
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A AB B
Rata-rata 60.309 44.222 29.333
Kepadatan Tinggi Sedang Rendah
Pengelompokan Duncan A AB B
Rata-rata 55.778 47.000 31.087
Jenis Pakan Kayu Manis Alpukat Sirsak
F-Hitung 3.57 7.40 4.83 1.03
Nilai-P 0.004 0.002 0.014 0.406
Kesimpulan
67
Lampiran 29 Uji Anova mortalitas instar III Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 9619.34156 1202.41770 Kepadatan 2 4974.279835 2487.139918 Jenis Pakan 2 4048.353909 2024.176955 Interaksi 4 596.707819 149.176955 Galat 18 5879.62963 326.64609 Total 26 15498.97119 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 50.92%
F-Hitung 3.68 7.61 6.20 0.46
Nilai-P
Kesimpulan
0.010 0.004 0.010 0.766
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A A B
Rata-rata 48.184 41.667 16.667
Kepadatan Tinggi Sedang Rendah
Pengelompokan Duncan A B B
Rata-rata 52.778 27.778 25.926
Jenis Pakan Kayu Manis Alpukat Sirsak
Lampiran 30 Uji Anova mortalitas instar IV Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 1540.41031852 192.55128981 Kepadatan 2 695.19054074 347.59527037 Jenis 2 701.64734074 350.82367037 Pakan Interaksi 4 143.57243704 35.89310926 Galat 18 11609.22966667 644.95720370 Total 26 13149.63998519 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 75.488%
F-Hitung
Nilai-P
0.30 0.54 0.54
0.9570 0.5925 0.5897
0.06
0.9937
Kesimpulan
Lampiran 31 Uji Anova mortalitas instar V Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 8 13518.51852 1689.81481 Kepadatan 2 8888.888889 4444.444444 Jenis Pakan 2 4135.802469 2067.901235 Interaksi 4 493.827160 123.456790 Galat 18 11481.48148 637.86008 Total 26 25000.00000 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 75.77%
F-Hitung 2.65 6.97 3.24 0.19
Nilai-P 0.041 0.006 0.063 0.939
Kesimpulan
68
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A AB B
Rata-rata 55.56 33.33 11.11
Kepadatan Tinggi Sedang Rendah
Lampiran 32 Uji Anova mortalitas instar VI Sumber Db JK KT Keragaman Perlakuan 7 2833.333333 404.761905 Kepadatan 2 1500.000000 750.000000 Jenis Pakan 2 409.488140 204.744070 Interaksi 3 923.845194 307.948398 Galat 12 1666.666667 138.888889 Total 19 4500.000000 Koefisien keragaman diperoleh sebesar 235.70%
F-Hitung 2.91 5.40 1.47 2.22
Nilai-P
Kesimpulan
0.050 0.021 0.268 0.139
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A B B
Rata-rata 20.0000 0.0000 0.0000
Kepadatan Tinggi Sedang Rendah
Lampiran 33 Uji Anova bobot kokon segar Sumber keragaman
Db
JK
KT
Perlakuan
2
34.06703421
17.03351710
Error
4
9.87978483
2.46994621
Totala
6
43.94681903
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A AB B
Rata-rata 10.077 6.974 3.740
Perlakuan Sirsak Alpukat Kayu manis
Nilai F
Pr > F
6.90
0.0505
69
Lampiran 34 Uji Anova bobot kulit kokon Sumber keragaman
Db
Jk
KT
Perlakuan
2
0.10630383
0.05315191
Error
4
0.20576708
0.05144177
Total
6
0.31207091
Nilai F
Pr > F
1.03
0.4348
Nilai F
Pr > F
4.00
0.1112
Lampiran 35 Uji Anova ratio kulit kokon Sumber keragaman
Db
JK
KT
Perlakuan
2
189.9247544
94.9623772
Error
4
95.0014365
23.7503591
Total
6
284.9261910
Lampiran 36 Uji Anova bobot filamen Sumber keragaman
Db
JK
KT
Nilai F
Pr > F
Perlakuan
2
2.58306709
1.29153355
1.57
0.3140
Error
4
3.29196080
0.82299020
Total
6
5.87502789
Lampiran 37 Uji Anova panjang filamen Sumber keragaman
Db
JK
KT
Nilai F
Pr > F
17.04
0.0110
Perlakuan
2
7802.635238
3901.317619
Error
4
915.793333
228.948333
Total
6
8718.428571
70
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A B B
Rata-rata 114.02 58.97 24.85
Perlakuan Sirsak Alpukat Kayu manis
Lampiran 38 Uji Anova jumlah putus Sumber keragaman
DF
JK
KT
Nilai F
Pr > F
7.23
0.0469
Perlakuan
2
212.1904762
106.0952381
Error
4
58.6666667
14.6666667
Total
6
270.8571429
Hasil Uji Lanjut Duncan Pengelompokan Duncan A AB B
Rata-rata 60.000 49.000 43.333
Perlakuan Kayu manis Sirsak Alpukat