PERLAKUAN MATRICONDITIONING BENIH SEBAGAI UPAYA DALAM MENINGKATKAN VIGOR DAN VIABILITAS BENIH Zaki Ismail Fahmi (PBT Ahli Pertama) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Vigor benih dicerminkan dengan kekuatan tumbuh dan daya simpan benih. Kedua nilai fisiologis ini menempatkan benih pada kemungkinan kemampuannya untuk tumbuh menjadi tanaman normal meskipun keadaan biofisik lapangan sub optimum atau sesudah benih melampaui suatu periode simpan yang lama. Sedangkan viabilitas diartikan sebagai kemampuan benih untuk berkecambah dan mampu untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik dalam kondisi yang optimum. Upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman memerlukan suplai benih unggul bermutu ditinjau dari segi aspek fisik, fisiologis dan genetik. Benih yang telah disimpan selama beberapa waktu dengan kondisi suhu dan kelembaban udara ruang simpan yang tinggi berpengaruh terhadap kecepatan penurunan vigor dan viabilitas benih. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dilakukan invigorasi. Menurut Khan et al., (1990) dalam Koes dan Ramlah (2011), banyak cara yang dapat digunakan untuk memperbaiki perkecambahan benih yaitu presoaking, matriconditioning, wetting and drying, humidifying, osmoconditioning, aerasi oksigen dan pre germination. Conditioning yang sudah terbukti efektif dan paling mudah dilakukan adalah matriconditioning. Tulisan
ini
bertujuan untuk
menginformasikan mengenai
pengaruh
matriconditioning terhadap vigor dan viabilitas benih serta teknik aplikasinya terhadap benih. II. Matriconditioning 2.1. Apa Itu Matriconditioning ? Matriconditioning adalah salah satu cara untuk memperlakukan benih sebelum tanam sehingga benih dapat terangsang proses metabolisme dan siap berkecambah tetapi struktur penting embrio belum muncul. Matriconditioning digunakan untuk conditioning benih dalam media padat yang lembab, terutama dengan kekuatan matrik, tanpa pelarut osmotik dan membedakan ini dari osmoconditioning yang menggunakan pelarut organik dan inorganik (Nurmailah, 1999, Khan et al.,1990 dalam Koes dan Ramlah, 2011). Literatur lain menambahkan, matriconditioning merupakan perlakuan hidrasi terkontrol yang dikendalikan oleh media padat lembab dengan potensial matriks rendah dan potensial osmotik yang dapat diabaikan. 2.2. Mekanisme Kerja Matriconditioning Tujuan utama dari perlakuan matriconditioning benih adalah mengatur penyerapan air benih secara perlahan, aktifitas metabolisme dan proses perkecambahan dimulai tetapi tidak sempurna karena radikel tidak muncul. Benih 1
yang telah diberi perlakuan dikeringkan kembali sebelum digunakan dan akan menunjukkan laju perkecambahan yang tinggi setelah diimbibisi kembali pada kondisi normal maupun stres (Ariska,et al., 2008). Khan et al., (1990) dalam Koes dan Ramlah (2011) menyatakan bahwa perlakuan matriconditioning memiliki fase imbibisi yang lebih lama dibanding perlakuan perendaman saja. Fase imbibisi yang cepat seperti pada perlakuan perendaman benih dapat menyebabkan rusaknya membran sel dikarenakan masuknya air ke dalam benih yang terlalu cepat. Kecepatan berkecambah berhubungan erat dengan vigor, benih yang kecepatan berkecambahnya tinggi, tanaman yang dihasilkan cenderung lebih tahan terhadap keadaan lingkungan yang sub optimum. Panjang akar primer dapat dijadikan indikator untuk menentukan vigor benih. Benih yang memiliki perakaran yang panjang diindikasikan bahwa benih tersebut masih mempunyai cadangan makanan yang besar untuk membentuk epikotil dan radikel yang lebih besar dan kuat. Benih yang tumbuh cepat dan kuat akan terhindar dari lingkungan yang tidak menguntungkan. Tanaman yang ukuran benihnya lebih besar mempunyai tinggi tanaman, daya berkecambah dan panjang akar lebih besar dari pada tanaman dari benih kecil, karena cadangan makanan awal yang lebih banyak pada benih berukuran besar sehingga kemampuan membentuk epikotil dan radikel akan lebih besar dan kuat (Miller, 1938 dalam Koes dan Ramlah, 2011). 2.3. Syarat Media / Bahan untuk Matriconditioning Menurut Khan et al., (1990) dalam Koes dan Ramlah (2011), keberhasilan matriconditioning sangat ditentukan oleh kondisi bahan priming. Bahan-bahan sebaiknya memiliki daya pegang air tinggi, sistem pengantaran dapat diduga, kerapatan ruang besar sehingga dapat digunakan dalam jumlah kecil berdasarkan bobotnya, serta bersifat mencampur yang baik dan tidak bersifat toksik. Media yang digunakan untuk matriconditioning harus memiliki syarat sebagai berikut (Khan et al., 1990 dalam Koes dan Ramlah, 2011) : 1.
Memiliki potensial matriks yang rendah dan potensial osmotik yang dapat diabaikan.
2.
Kelarutan dalam air rendah dan tetap utuh selama matriconditioning.
3.
Merupakan bahan kimia inert dan tidak beracun.
4.
Kapasitas daya pegang air tinggi.
5.
Kemampuan aerasi tinggi, mampu untuk tetap kering dan bebas dari serbuk.
6.
Bermacam-macam ukuran partikel, struktur dan daya serap
7.
Luas permukaan besar.
8.
Kerapatan massa rendah (low bulk density).
9.
Memiliki kemampuan dalam menempel pada permukaan benih. Bahan-bahan yang berkarakteristik seperti itu diantaranya adalah kalsium
silikat, Microcel E dan zonolit vermikulit (Khan et al., 1990 dalam Koes dan Ramlah, 2
2011). Bahan yang dapat digunakan untuk matriconditioning diperoleh dari : serbuk gergaji, pasir, abu sekam padi , abu sekam, jerami padi (jerami dicacah halus untuk mempermudah perlakuan matriconditioning). Berikut
beberapa
bahan
yang
dapat
digunakan
sebagai
bahan
matriconditioning :
Jerami Padi (Anonim1, 2013)
Serbuk Gergaji (Anonim2, 2013)
Pasir (Anonim3, 2013)
2.4. Pembuatan Matriconditioning dan Perlakuan Benih Tabel 1. Tahap Matriconditioning dan Perlakuan Pengkondisian Benih No. Tahap Kegiatan 1. Pelembaban
Matriconditioning Dalam wadah tertutup, berisi abu gosok/serbuk gergaji + benih + air (v/v = 0,4 : 1 : 1) kemudian diaduk secara merata. 2. Kontrol kelembaban Setiap 6 jam benih diaduk secara merata selama 3 menit. Setiap 24 jam air ditambahkan sebesar yang hilang. 3. Pengeringan antara Tidak dilakukan 4. Pencucian Air mengalir 5. Pengeringan akhir dan Dikeringkan anginkan pada suhu kamar pengemasan selama 120 jam dalam wadah plastik kedap. Sumber : Zanzibar (2010)
III. Penelitian Mengenai Pengaruh Matriconditioning Terhadap Vigor dan Viabilitas Benih Berbagai penelitian yang sudah dilakukan membuktikan bahwa perlakuan matriconditioning dapat meningkatkan vigor dan viabilitas benih lebih baik dibandingkan dengan perlakuan hidrasi lain. Matricondtioning terbukti berhasil memperbaiki
vigor
dan
viabilitas
kacang-kacangan
dan
sayur-sayuran.
Matriconditioning mampu menurunkan waktu perkecambahan dan meningkatkan daya perkecambahan benih serta meningkatkan kemampuan tumbuh dan produksi di lapangan (Khan et al., 1990 dalam Koes dan Ramlah, 2011). Astuti (2009) melaporkan bahwa perlakuan matriconditioning efektif untuk meningkatkan vigor dan viabilitas benih pada tolok ukur daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh relatif, terutama benih yang diberi perlakuan matriconditioning + minyak cengkih 0,1 % atau matriconditioning + Benlox 0,1 %. Rachmawati
(2009)
menyatakan
bahwa
11
(sebelas)
perlakuan
matriconditioning plus bakterisida sintetik ataupun nabati (Agrept 0,2 % atau minyak serai wangi 1 %) terbukti dapat meningkatkan mutu fisiologis dan patologis benih 3
padi.
Perlakuan
matriconditioning
plus
bakterisida
sintetik
maupun
nabati
memperlihatkan peningkatan pada peubah vigor benih. Ilyas (2006) menyatakan bahwa perlakuan matriconditioning pada beberapa tanaman hortikultura terbukti mampu meningkatkan daya berkecambah benih hingga 90 %. Disamping itu keserempakan tumbuh dan indeks vigor benih di lapang juga terlihat meningkat pada benih-benih yang diberi perlakuan matriconditioning jika dibandingkan dengan benih yang tanpa diberi perlakuan (kontrol). Menurut Suryani (2003), perlakuan benih dengan matriconditioning dan penambahan fungisida terbukti mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih serta menurunkan tingkat kontaminasi Colletotricum capsici pada benih cabai. Penelitian cekaman salinitas pada tanaman kacang panjang menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dengan air, matriconditioning dengan pasir, matriconditioning dengan serbuk gergaji, dan osmoconditioning dengan CaCl2 mampu
memperbaiki
perkecambahan
benih
pada
cekaman
salinitas.
Matriconditioning dengan pasir dan perendaman dengan air memberikan hasil terbaik. Nilai prosentase kecambah normal, KCT, BKKN dan panjang akar pada perlakuan matriconditioning dengan pasir masing-masing 52%, 2,65 %/etmal, 0,65 g dan 5,72 cm, berbeda dengan kontrol masing-masing mempunyai nilai 18,67 %, 0,93 % /etmal, 0,46 g dan 4,77 cm (Erinnovita, 2008). Zanzibar (2010) menyatakan bahwa perlakuan priming dapat meningkatkan mutu fisiologis, baik sebelum maupun sesudah penyimpanan. Metode priming terbaik diperoleh pada perlakuan hidrasi-dehidrasi dan abu gosok. Kedua perlakuan ini mampu mempertahankan mutu fisiologis benih awal meskipun telah disimpan selama 6 bulan. Penerapan matriconditioning pada benih damar yang kulit benihnya berkayu berpengaruh lebih baik terhadap hasil perkecambahannya dibandingkan dengan benih mahoni yang kulitnya bergabus selain faktor-faktor yang telah disebutkan, kondisi kulit serta ketahanannya terhadap infeksi mikroba sebaiknya menjadi pertimbangan dalam menentukan metode priming yang tepat bagi suatu jenis tanaman (Zanzibar dan Mokodompit, 2007). Zanzibar et al., (2010), hasil penelitian pada benih kesambi menunjukkan bahwa perlakuan priming terbaik untuk meningkatkan kapasitas perkecambahan selama periode konservasi adalah matriconditioning dengan abu gosok. Benih kesambi memiliki sifat pemasakan lanjutan (after ripening) sehingga harus dikonvservasi terlebih dahulu sebelum dikecambahkan. Penggunaan PEG dan KNO3 berakibat buruk terhapada perkecambahan. IV.
PENUTUP Perlakuan invigorasi benih dilakukan untuk mengatasi rendahnya produktivitas yang disebabkan penggunaan benih bervigor rendah. Salah satu perlakuan invigorasi adalah matriconditioning benih. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, matriconditionining mampu memperbaiki vigor dan 4
viabilitas benih dengan cara mempercepat dan menyeragamkan pertumbuhan serta meningkatkan persentase pemunculan kecambah. Daftar Pustaka Anonim1. 2013. Jerami. http://cybex.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 22 Nopember 2013. 2
Anonim . 2013. Serbuk Gergaji. http://wahanajamur.blogspot.com. Diakses pada tanggal 22 Nopember 2013. Anonim3. 2013. Pasir. http://inspirasibangsa.com. Diakses pada tanggal 22 Nopember 2013. Astuti, D. 2009. Pengaruh Matriconditioning Plus Minyak Cengkeh Terhadap Viabilitas, Vigor, dan Kesehatan Benih Padi (Oryza sativa) yang Terinfeksi Alternaria padwickii (Ganguly) M. B. Ellis. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. 41 halaman. Erinnovita. 2008. Pengaruh Invigorasi Benih Untuk Memperbaiki Kacang Panjang (Vigna sinensis L. Savi ex Hask) Pada Cekaman Salinitas. Skripsi. Prodi Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Ilyas, S. 2006. Seed Treatment Using Matriconditioning to Improve Vegetable Seed Quality. Koes, F dan Ramlah, A. 2011. Pengaruh Perlakuan Matriconditioning Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Jagung. Makalah disampaikan di Seminar Nasional Seralia 2011. Nurmailah E, S. 1999. Pengaruh Matriconditioning Plus Inokulasi dengan Tricoderma Sp. terhadap Perkecambahan, Kadar Lignin dan Asam Absisat Benih Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.). Skripsi. Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Zanzibar, M. 2010. Peningkatan Mutu Fisiologis Benih Suren dengan Cara Priming. Jurnal Standardisasi Vol, 11 No. 3 Tahunn 2009 : 235 – 243. Zanzibar, M dan S. Mokodompit. 2007. Pengaruh Perlakuan Hidrasi-Dehidrasi Terhadap Berbagai Tingkat Kemunduran Perkecamabahan Benih Damar dan Mahoni. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 4 (1) : - 12. Zanzibar, M. Bramasto, Y. Mokodompit, S, Pande, G, P. 2010. Pengaruh Penyimpanan Sementara dan Perlakuan Priming terhadap Perkecamabahan Benih Kesambi (Scleichera oleosa).
5