Nama
: Rezky Efryanto Zebua
NIM
: 1101120088
Fakultas/Jurusan
: FISIP/Hubungan Internasional
Mata Kuliah/Kelas : Kepemimpinan/C Judul
: Rangkuman Makalah Kepemimpinan Nelson Mandela
Perjalanan Hidup Nelson Mandela Rolihlahla Mandela atau yang sering disingkat dengan Nelson Mandela ini lahir di Mvezo, pada tanggal 18 Juli 1918 (umur 93 tahun). Beliau dikenal di seluruh dunia sebagai pejuang kemerdekaan ras melalui kegiatan anti apartheidnya yang mengantarkannya menjadi Presiden Afrika Selatan pada tahun 1994. Masa kecilnya dihabiskan di Thembu, kemudian memulai karier di bidang hukum. Dia juga memiliki nama kehormatan dari klannya yaitu Madiba. Dilahirkan di Mvezo, Transkei pada 18 Juli 1918, Rolihlahla Mendela kemudian pindah ke Qunu sampai berumur 9 tahun. Ia merupakan orang pertama dari keluarganya yang mendapatkan akses pendidikan. Ia lalu mendapat nama Nelson dari gurunya yang seorang Metodis. Pada umur 16 tahun, ia masuk Clarkebury Boarding Institute mempelajari kebudayaan barat. Pada 1934, ia memulai program B.A. di Fort Hare University, dimana ia bertemu Oliver Tambo yang menjadi teman dan koleganya yang setia. Setelah menentang kebijakan universitas dan diminta keluar, ia pindah ke Johannesburg dan melanjutkan kuliahnya di University of South Africa setelah mengambil hukum di University of the Witswatersrand. Pernikahan pertama Mandela dengan Evelyn Ntoko Mase berakhir dengan perceraian pada 1957 setelah 13 tahun. Pernikahannya dengan Winnie Madikizela yang berjalan 38 tahun berakhir dengan perceraian 1996. Pada ulang tahunnya ke-80, Mandela menikahi Graça Machel, janda dari mantan Presiden Mozambik Samora Machel, yang juga seorang kawan ANC. Nelson Mandela memulai perjalanannya menjadi seorang aktivis dengan mengikuti African National Congress (ANC) dari tahun 1942. Karena kegiatannya yang anti apartheid, ia menjalani berbagai masa hukuman. Pada 5 Agustus 1962, Mandela ditangkap dan dipenjarakan di Johannesburg Fort. Kemudian pada 25 Oktober 1962, ia dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan pada 12 Juni 1964, ia dan sekelompok aktivis lainnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. 1
Setelah menolak pembebasan bersyarat dengan menghentikan perjuangan bersenjata pada Februari 1985, Mandela tinggal di penjara sampai dibebaskan pada 11 Februari 1990 atas perintah Presiden Frederik Willem de Klerk setelah ditekan oleh seluruh dunia. Mandela dan de Klerk mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian pada 1993. Nelson Mandela menjabat sebagai Presiden Afrika Selatan dalam masa sekitar 5 tahun (Mei 1994 - Juni 1999) setelah memenangkan Pemilu dan menjadi presiden kulit hitam pertama dengan de Klerk sebagai Deputi presiden. Masalah AIDS menjadi sumber kekecewaan orang-orang dan penyesalan Mandela karena dalam masa pemerintahannya, ia kurang memperhatikan masalah ini. Anaknya, Makgatho Mandela, meninggal karena AIDS pada 6 Januari 2005.
Apartheid di Afrika Selatan Berbicara mengenai Nelson Mandela, maka kita tidak dapat melepaskannya dari politik apartheid, yakni sistem politik yang ditentangnya hingga akhirnya membesarkan namanya ditengah-tengah masyarakat Afrika Selatan. Apartheid (arti dari bahasa Afrikaans: apart memisah, heid sistem atau hukum) adalah sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh pemerintah kulit putih di Afrika Selatan dari sekitar awal abad ke-20 hingga tahun 1990. Apharteid berasal dari bahasa Belanda, arti pemisahan disini berarti pemisahan orang-orang Belanda (kulit putih) dengan orang-orang Afrika (kulit hitam). Apharteid kemudian berkembang menjadi suatu kebijakan politik dan menjadi politik resmi pemerintahan Afrika Selatan yang terdiri dari program dan peraturan yang bertujuan untuk melestarikan pemisahan rasial. Secara struktural, apartheid berarti adalah kebijaksanaan mempertahankan dominasi minoritas kulit putih atas mayoritas bukan kulit putih melalui peraturan masyarakat di bidang sosial, budaya, politik, militer dan ekonomi. Kebijakan ini mulai berlaku pada tahun 1948. Masalah Apartheid berawal dari pendudukan yang dilakukan oleh bangsa Eropa, bangsa yang pertama kali datang ke Afrika Selatan adalah bangsa Belanda. Pada saat itu bangsa Belanda yang datang ke Afrika Selatan dipimpin oleh Jan Anthony Van Riebeeck. Kedatangan bangsa Belanda ini menimbulkan masalah dalam kehidupan masyarakat Afrika Selatan. Masyarakat Afrika Selatan menjadi dibawah pendudukan bangsa Eropa (Bangsa Belanda atau orang kulit putih). Sehingga masalah kulit putih ini menjadi titik pangkal munculnya masalah Apharteid. Bangsa Belanda yang menetap di Afrika Selatan sering disebut dengan bangsa Boer. Namun sejak Partai Nasional de Boer 1948, setelah Perang Dunia ke-2, memenangkan pemilihan umum dan membentuk pemerintahan minoritas kulit putih, sistem Apartheid 2
kemudian ditetapkan dalam undang-undang. Sehingga Pada tahun 1950, Undang-undang Pendaftaran Populasi semua warga Afrika Selatan dibagi dalam tiga kategori ras utama, yaitu Bantu atau Afrika kulit hitam, kulit putih dan kulit berwarna lainnya, kemudian kategori Asia yang sebagian besar adalah warga etnis India dan Pakistan. Afrika Selatan juga dibagi dalam beberapa wilayah, dengan 80 persen wilayah negara itu dimiliki warga kulit putih. Sementara warga kulit hitam ditempatkan di wilayah termiskin yang disebut sebagai homelands atau tanah air. Mereka memiliki semacam pemerintahan administrasi mandiri. Mereka secara ekonomi, sosial dan politik dikucilkan. Pada tahun 1970 diberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan Tanah Air Bantu. Semua warga kulit hitam harus bertempat tinggal di “homeland”, atau tanah air, suatu wilayah yang dihuni mayoritas kulit hitam Afrika. Warga homelands harus membawa paspornya untuk dapat meninggalkan wilayahnya. Kedatangan bangsa Belanda, diikuti oleh bangsa Inggris yang telah berhasil melakukan penguasaan dari Afrika Utara (Mesir) dan Afrika Selatan (Cape Town). Kedatangan Inggris mengakibatkan “Perang Boer” yang merupakan perang antara bangsa Inggris dengan bangsa Belanda. Inggris berhasil mengalahakan Belanda yang mengakibatkan Afrika Selatan menjadi daerah kekuasaan Inggris. Dengan kemenangan Inggris untuk menguasai Afrika Selatan maka banyak orang Inggris yang datang ke Afrika Selatan. Pada tahun 1910 dibentuk Uni Afrika Selatan yang merupakan gabungan dari kedua Republik kaum Boer. Uni Afrika Selatan adalah dominion Inggris. Inggris membentuk sistem pemerintah yang berada di bawah pengawasan Inggris. Inggris juga menjalankan politik rasial (pemisahan berdasarkan ras). Dengan kemenangan Partai Nasional pada pemilu tahun 1948 maka Apartheid menjadi kebijaksanaan resmi negara Afrika Selatan. Kebijaksanaan ini memungkinkan bangsa kulit putih di Afrika Selatan mengatur segala masalah di Afrika Selatan. Penindasan bangsa kulit putih terhadap bangsa Negro mulai dinyatakan dalam bentuk resmi kepada seluruh dunia, yang dinamakan politik apartheid (politik pemisahan) dan radiscriminatie atau pembedaan ras/bangsa. Pada tanggal 22 Maret 1960 terjadi penjagalan atau pembunuhan besar-besaran yang terjadi tidak lain merupakan suatu ekses politik apartheid, yang memisahkan dua juta bangsa Negro, tiga juta bangsa eropa, satu juta bangsa India dan setengah juta keturunan campuran. Peristiwa ini terjadi sebagai akibat daripada kebijaksanaan pemerintahan Verwoerd, yang mewajibkan orang-orang Negro membawa surat-surat pas/surat jalan, yang antara lain juga menyebut tempat tinggal, yang tidak boleh ditinggalkan untuk waktu yang lama. Surat jalan 3
yang diterapkan tersebut seakan menjadi sebuah penjara, yang dipergunakan dengan baik oleh bangsa Negro sebagai suatu alat perjuangan guna melenyapkan penjajahan bangsa Boer atau bangsa Eropa. Partai Pan African Congres, yang dipimpin oleh Robert Sobukwe, menyerukan kepada para pengikutnya untuk keluar dari tempat kediaman mereka tanpa membawa surat jalan, kemudian melaporkan diri kepada pos-pos polisi setempat, karena mereka beranggapan lebih baik dipenjarakan dalam penjara yang sebenarnya daripada mendapatkan siksaan yang demikian. Karena anjuran partai ini, maka ribuan orang Negro berduyun-berduyun menghadap pos-pos polisi. Di Sharpeville 20.000 orang Negro minta dipenjarakan dan terjadilah peristiwa tersebut diatas, dimana 68 orang Negro ditembak mati dan lebih dari 200 orang menderita luka-luka berat. Dari peristiwa tersebut, seluruh dunia termasuk PBB mengutuk hal tersebut, namun politik Apartheid dan diskriminasi rasial ini masih tetap berlanjut dibawah pemerintahan Vorster, dalam pemerintahannya Vorster tidak kalah kejamnya dengan pemerintahan sebelumnya dalam menjalankan politik Apartheid dan rasdicriminatie. Dalam politik Apartheid Vorster dikenal lebih radikal daripada para pendahulunya. Pada tanggal 31 Mei 1961 Uni Afrika Selatan berubah menjadi Republik Afrika Selatan dan keluar dari British Commonwealth of Nations. Selama ratusan tahun tidak ada bagian kehidupan di Afrika Selatan yang tidak diatur oleh pemisahan ras. Pemisahan warga kulit putih dan hitam juga diberlakukan di fasilitas umum. Gedung-gedung umum, transportasi umum, taman-taman, rumah makan, serta tentu sekolahsekolah, perguruan tinggi, rumah sakit dan gereja. Daerah-daerah permukiman di setiap kota dan desa juga dibagi dua, sistem pendidikan sekolah terpisah dengan kualitas guru yang berbeda, disamping itu dalam hak pemilihan umum hanya warga kulit putih yang memiliki hak pilih. Dengan adanya politik Apartheid, menandai adanya diskriminasi sosial yang cukup berpengaruh, dimana warga kulit putih saat itu menjadi bangsa superior dibandingkan dengan warga asli pribumi yang berkulit hitam. Kebijkan-kebijakan yang reaksioner yang diterapkan, banyak merugikan rakyat Afrika, sehingga menimbulkan ketidakbebasan serta ketidakadilan bagi warga pribumi pada umunya. Berlakunya Politik Apartheid dari sisi ekonomi menyebabkan semakin meningkatnya tingkat kemiskinan penduduk Afrika, seperti dengan diberikannya gaji yang rendah, kekurangan tanah yang hebat, eksploitasi yang tidak manusiawi dan seluruh kebijakan dominasi putih.
4
Dengan semakin besarnya jurang diskriminasi tersebut, maka semakin besar pula dorongan perlawanannya. Pada tahun 1976, terjadi huru-hara di Soweto. Berawal dari aksi boikot sekolah, kemudian menjadi pertumpahan darah. Sekitar 500 hingga 1000 warga kulit hitam terbunuh dalam insiden itu. Ketika kerusuhan terjadi dan beberapa tahun setelahnya, banyak anak dan remaja yang ditangkap. Namun gerakan perlawanan tidak terhenti sampai di situ saja, dan penentang apartheid mendapatkan banyak dukungan di luar negeri. Semakin banyak orang di Eropa yang memboikot barang-barang dari Afrika Selatan, dan sistem Apartheid menjadi perhatian masyarakat sipil internasional. Gereja, organisasi pembela HAM, dan organisasi bantuan menyerukan boikot, yang disusul dengan konser solidaritas dan aksi pengumpulan massa. Nelson Mandela, pemimpin ANC yang dipenjara, menjadi tokoh simbol gerakan anti Apartheid. Pada tahun 1988, 72 ribu orang berkumpul di Stadion Wembley di London, guna menghadiri konser musik solidaritas bertepatan dengan perayaan ulang tahun Mandela yang ke-70. Selain itu, hampir satu miliar orang di 60 negara mengikuti konser tersebut di televisi. Masyarakat internasional kemudian mengurangi dukungan politiknya terhadap rezim Apartheid. Bertahun-tahun lamanya Amerika Serikat dalam setiap resolusi di Dewan Keamanan PBB memblokir Afrika Selatan dan pada tahun 1976 diberlakukan konvensi anti Apartheid.
Perubahan Yang Terjadi Pada Masa dan Pasca Kepemimpinan Nelson Mandela Beberapa perubahan yang terjadi pada masa pemerintahan Nelson Mandela dan rezimrezim pasca pemerintahannya adalah sebagai berikut.
Perubahan standar hidup, yakni lebih meningkatnya kesejahteraan kaum non kulit putih. Mereka tidak lagi dibatasi dalam berbagai profesi, sehingga mereka bisa mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang layak.
Perkawinan, yakni diperbolehkannya pernikahan campuran antara kulit putih dan non kulit putih. Pada masa apartheid, hal tersebut sangat dilarang. Namun, setelah apartheid dihapuskan, pernikahan antar ras pun boleh dilaksanakan.
Perubahan tempat tinggal, yaitu dihapuskannya sistem Homelands bagi kaum non kulit putih sehingga mereka bebas tinggal dimanapun dalam kawasan Afrika Selatan.
Perubahan tingkah laku, dimana terjadinya pola tingkah laku kaum kulit putih dengan non kulit putih. Jika pada masa apartheid kaum kulit putih bertindak diskriminan,
5
maka pada masa pemerintahan Nelson Mandela dan selanjutnya, sikap merekaa tidak lagi seperti itu.
Perubahan nama, yakni terjadinya pencampuran nama antara nama penduduk pribumi (ras kulit hitam) dengan ras pendatang (kulit putih) akibat perkawinan campuran.
Rahasia Kepemimpinan Mandela
Courage is not the absence of fear, it’s inspiring others to move beyond it.
Mandela kerap kali merasa gentar, dan menurutnya itu wajar dialami oleh seorang pemimpin. Tapi, ia tidak ingin menunjukkan rasa takut itu di hadapan orang lain. Keberanian yang ditampilkan Mandela, meskipun itu kadang hanya berpura-pura, dapat menenangkan kekuatiran dan menyemangati orang di saat-saat sulit.
Lead from the front, but don’t leave your base behind.
Ketika Mandela memutuskan untuk memulai dialog dengan pemerintah apartheid, temantemannya mengira ia sudah ’menjual diri’. Ketimbang meninggalkan mereka dan maju sendiri dengan keyakinannya, Mandela mendatangi mereka satu per satu, menjelaskan rencananya, dan dengan sabar membujuk mereka pelan-pelan.
Lead from the back — and let others believe they are in front.
Menurut Stengel (1994), Mandela mengingat pelajaran berikut tentang kepemimpinan ketika dia masih seorang gembala sapi muda. Ia berkata, "Ketika Anda ingin mendapatkan kawanan untuk bergerak dalam arah tertentu," katanya, "Anda berdiri di belakang dengan tongkat Kemudian beberapa dari ternak lebih energik bergerak ke depan dan sisanya ternak mengikuti.. Anda benar-benar membimbing mereka dari belakang. " Dia berhenti sejenak sebelum berkata sambil tersenyum, "Itu adalah bagaimana seorang pemimpin harus melakukan pekerjaannya"
Know your enemy — and learn about his favorite sport.
Di awal perjuangannya, Mandela bersikeras untuk belajar bahasa Afrikaan, bahasa orang kulit putih Afrika Selatan, beserta sejarah kolonialisasi mereka. Ia bahkan berusaha mendalami rugby yang menjadi olahraga favorit kulit putih Afsel. Hasilnya, ia mendapat respek dari pihak lawan, mula dari sipir penjara hingga P. W. Botha (Presiden kulit putih Afsel pada masa apartheid), dan memperlancar proses dialog dengan mereka.
6
Keep your friends close — and your rivals even closer. Orang-orang dekat Mandela tidak selalu orang yang ia sukai. Seringkali mereka adalah
rivalnya, orang-orang yang digosipkan berusaha menggulingkan kepemimpinannya. Tapi Mandela percaya bahwa dekat dengan rival adalah satu cara untuk mengendalikan mereka. Tapi bukankah mereka belum tentu akan loyal padanya? Mandela mengakui bahwa loyalitas memang penting, tapi ia juga tak terlalu menggantungkan diri pada hal itu.
Appearances matter — and remember to smile.
Mandela percaya apa yang tampak di luar sama pentingnya dengan apa yang ada di dalam. Karena itu, ia benar-benar menggunakan penampilan fisik untuk membantu perjuangannya. Ia tampan, seorang petinju amatir, anak seorang kepala suku, suka berpakaian rapi dengan jas, dan ia memanfaatkan semua itu untuk membangun citranya. Tapi ikon yang paling menonjol dari Mandela adalah senyumnya yang penuh kedamaian, sehingga ketika berkampanye untuk pilpres, ANC (partainya) tak membutuhkan slogan lain.
Nothing is black or white.
Meski Mandela jelas-jelas menentang apartheid, ia juga sadar bahwa apartheid memiliki penyebab historis, sosiologis, dan psikologis yang kompleks. Karena itu ia tak pernah terpaku pada satu jalan untuk memecahkan masalah. Mandela adalah politikus yang pragmatis; Ia tak akan segan-segan mengubah ideologi atau taktik (misalnya dengan menghentikan perjuangan bersenjata) jika memang itu adalah cara paling praktis untuk mencapai tujuan akhirnya.
Quitting is leading too.
Berhenti menjabat atau memerintah bukan berarti berhenti memimpin. Jasa-jasa Mandela cukup signifikan untuk membuatnya menjadi presiden seumur hidup, tapi ia menjadi salah satu dari sedikit pemimpin Afrika yang dengan sukarela tidak ingin dipilih lagi ketika pemilu berikutnya menjelang. Bagi Mandela, yang diikuti dari seorang pemimpin bukan hanya apa yang ia lakukan, tapi juga apa yang tidak ia lakukan.
7