PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang
: a. bahwa kebijakan daerah mengenai penetapan tarif Retribusi perizinan tertentu perlu diarahkan agar sesuai dengan prinsipprinsip penggunaan retribusi perizinan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 141 huruf c Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan; b. bahwa optimalisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah dari sektor Retribusi Daerah perlu terus dilakukan sejalan dengan perubahan paradigma dalam Pemerintahan yang berakibat pada perubahan peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan berlakunya ketentuan tentang Retribusi Daerah; c. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, terutama ketentuan pada BAB VII penetapan dan muatan yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Retribusi, pada pasal 156 ayat (1) Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Daerah; d. bahwa mengacu pada pasal 180 ayat (2) Ketentuan Penutup tentang Retribusi Daerah, Peraturan Daerah lama yang telah ada sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 perlu segera disesuaikan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi izin Gangguan.
Mengingat
: 1. Undang-undang Gangguan (Hinder Ordonantie) Staatblad Nomor 226 Tahun 1926; 2. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indoneseia Nomor 3274);
5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501); 6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3829); 7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 10. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4958); 12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 84 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3538); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161); 16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1987 tentang Penerbitan Pungutan-Pungutan dan Jangka Waktu Terhadap Pemberian Izin Undang-Undang Gangguan (Hinder Oronantie); 17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1992 tentang Rencana Tapak Tanah dan Tata Tertib Perusahaan Kawasan Industri serta Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan izin Undang-undang Gangguan (UUG/HO) bagi PerusahaanPerusahaan yang Berlokasi di Luar Kawasan Industri; 18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi Tata Kerja Unit Pelayanaan Perizinan Terpadu Di Daerah;
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah; 20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah; 21. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 16 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2008 Nomor 09 seri D) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perubahan Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2011 Nomor 4 Seri D). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DUMAI dan WALIKOTA DUMAI MEMUTUSKAN: Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Dumai. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Dumai. 3. Walikota adalah Walikota Dumai. 4. DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Dumai. 5. Dinas Pendapatan adalah Dinas Pendapatan Daerah Kota Dumai. 6. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kota Dumai atau Badan yang diserahi wawenang dan tanggung jawab sebagai pemegang Kas Daerah Kota Dumai. 7. Kepala Dinas Pendapatan adalah Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Dumai. 8. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang perpajakan daerah dan/atau retribusi daerah sesuai dengan Peraturan Perundang- undangan yang berlaku. 9. Badan adalah salah satu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan Ketua Organisasi sejenis, lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya. 10. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kota Dumai. 11. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. 12. Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
13. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan Perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pungutan atau pemotongan retribusi tertentu. 14. Retribusi Izin Gangguan adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu atau suatu tempat usaha yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja, tidak termasuk tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh Pemerintah Daerah dan dalam menentukan tempat usaha harus melakukan koordinasi dengan instansi terkait. 15. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Kota Dumai. 16. Surat Pemberitahuan Tanda Retribusi Daerah, yang disingkat SPTRD adalah surat yang digunakan oleh wajib Retribusi. 17. Surat Setoran Retribusi Daerah yang disingkat SSRD adalah surat yang dipergunakan oleh wajib Retribusi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran Retribusi yang terutang ke kas daerah atau ke tempat lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. 18. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah Retribusi terutang. 19. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang disingkat SKRDKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah Retribusi yang terutang, jumlah kredit Retribusi, jumlah kekurangan pembayaran pokok Retribusi, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang harus dibayar. 20. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang disingkat SKRDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah Retribusi yang telah ditetapkan. 21. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang disingkat SKRDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Retribusi karena jumlah kredit pajak lebih besar dari Retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 22. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Nihil yang disingkat SKRDN adalah surat keputusan yang menentukan jumlah Retribusi yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit Retribusi, atau Retribusi tidak terutang dan tidak ada kredit Retribusi. 23. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. 24. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Retribusi Daerah Nihil atau Surat Tagihan Retribusi Daerah. 25.Surat keputusan keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan Retribusi daerah, surat ketetapan Retribusi daerah kurang bayar, surat ketetapan Retribusi daerah kurang bayar tambahan, surat ketetapan Retribusi daerah lebih bayar, surat ketetapan Retribusi daerah nihil atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib Reteribusi.
26. Putusan banding adalah putusan badan penyelesaian sengketa pajak/Retribusi atas banding terhadap surat keputusan keberatan yang diajukan oleh wajib Retribusi. 27. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi laba pada setiap tahun Retribusi terakhir. 28. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan pajak/Reteribusi Daerah. 29. Penyidik tindak pidana dibidang perpajakan daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang Pajak/Retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II PERIZINAN Pasal 2 Setiap orang pribadi atau Badan yang mendirikan usaha/perusahaan harus mendapatkan izin gangguan. BAB III NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 3 (1) Dengan nama Retribusi izin gangguan dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan. (2) Objek Retribusi izin gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau Badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus menerus untuk mencegah terjadinya ganguan ketertiban, keselamatan atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja. (3) Subjek Retribusi izin Gangguan adalah orang pribadi dan/atau Badan yang memperoleh izin gangguan. BAB IV GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 4 Retribusi Izin Gangguan digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.
BAB V CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 5 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan luas ruang, lokasi serta tingkat gangguan tempat usaha. BABA VI CARA PERHITUNGAN RETRIBUSI Pasal 6 (1) Perhitungan tingkat penggunaan jasa adalah sebagai berikut : (Luas Ruang Tempat Usaha x Indeks Lokasi x Indek Gangguan)/ (LRTU x IL x IG). (2) Khusus untuk perhitungan tower adalah sebagai berikut : (Luas Tempat Usaha x Tinggi x Indeks Lokasi x Indeks Gangguan)/ (LRTU x TI x IL x IG) (3) Indeks Lokasi Retribusi Izin Gangguan Kota Dumai ditetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran I Peraturan Daerah ini. (4) Indeks Retribusi Izin Gangguan Kota Dumai ditetapkan sebagaimana tercantum dalam lampiran II Peraturan Daerah ini. Pasal 7 (1) Tingkat penggunaan Jasa sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat (3), (4) dapat berubah sesuai dengan tingkat pertumbuhan Ekonomi dan perkembangan wilayah. (2) Perubahan tingkat penggunaan Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih lanjut diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 8 (1) Jenis-jenis Usaha/Perusahaan dengan Intensitas Gangguan Besar/tinggi, Sedang dan kecil adalah: a. usaha/perusahaan yang menggunakan mesin dengan Intensitas Gangguan Besar/Tinggi: 1. Industri perakitan kendaraan bermotor; 2. Industri textil; 3. Industri farmasi; 4. Industri kimia; 5. Industri/pabrik semen; 6. Industri penyamakan/pengawetan kulit; 7. Industri penggilingan batu; 8. Industri kertas/pulp; 9. Industri baterey kering/basah; 10. Industri logam elektro/pencelupan logam; 11. Industri separator accu; 12. Industri karosen dan marmar; 13. Industri besi baja; 14. Industri minyak goreng; 15. Industri margaren/mentega; 16. Industri pupuk/plastik; 17. Industri tepung sagu, beras, tapioka, terigu, ubi jalar dan sejenisnya; 18. Industri/pabrik kayu lapis; 19. Industri/pabrik tebu; 20. Industri sawmil/kilang papan;
21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54.
Industri cat, bernis dan sejenisnya; Industri garmen; Industri kosmetika; Industri pengolahan dan depot minyak bumi; Industri bahan peledak; Industri korek api; Industri logam; Industri/pabrik pengolahan CPO, Industri paku, engsel dan sejenisnya; Industri suku cadang; Industri alat-alat mesin; Industri transpormator dan sejenisnya; Industri vulkanisir ban; Industri panel listrik; Industri kapal motor; Industri kendaraan roda dua atau lebih; Industri komponen dan perlengkapan kendaraan bermotor; Industri peralatan rumah tangga; Industri sepeda; Industri pembekuan/pengalengan ikan dan sejenisnya; Industri pengasapan karet remiling dan crumb rumber; Industri pencelupan; Industri peti kemas; Industri terasi; Pabrik teh; Pabrik tahu; pabrik ban; Pabrik etemit; Huller/penggilingan padi dan tempat penyasahan beras; Bengkel kendaraan bermotor; Rumah potong hewan; Bengkel bubut, bengkel mesin-mesin lainya; Tempat penyewaan alat berat; Tangki timbun.
b. usaha/perusahaan yang menggunakan mesin dengan intensitas dan gangguan sedang: 1. Pabrik mie dan sejenisnya; 2. Pabrik sepatu; 3. Pabrik minyak jarak atsiri dan sejenisnya; 4. Pabrik minyak kayu putih; 5. Industri bumbu masak; 6. Industri pengolahan dan pengawetan daging; 7. Industri pengolahan buah-buahan dan sayur-sayuran; 8. Industri pengusapan dan pembersihan kopi/kacangkacangan/umbi-umbian; 9. Industri roti, kue dan sejenisnya; 10. Industri bubuk coklat; 11. Industri rokok; 12. Industri pemintalan benang; 13. Industri petenunan; 14. Industri pengelantangan; 15. Industri pencetakan dan penyempurnaan tekstil; 16. Industri karung goni, karung plastik dan sejenisnya; 17. Industri makanan ternak; 18. Industri tinta; 19. Industri porselin; 20. Industri barang gelas; 21. Industri keramik; 22. Industri alat pertanian,pertukangan dan sejenisnya; 23. Industri alat komunikasi;
24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37.
Industri alat dapur dan aluminium; Industri komponen elektronika; Industri kabel listrik dan telpon; Industri lampu dan perlengkapan; Industri alat fotografi; Industri susu; Industri arang kayu; Percetakan; Bengkel las; Pembuatan terali dan sejenisnya; Pembuatan meubelair dan sejenisnya; Pengetaman kayu dan sejenisnya; Binatu/loundry; Permainan anak/ketangkasan.
c. usaha/perusahaan yang menggunakan mesin dengan intensitas gangguan kecil: 1. Industri kerajinan rumah tangga; 2. Industri perakitan elektronik; 3. Industri sirup; 4. Industri perajutan; 5. Industri kapak; 6. Industri garmen tanpa pencucian; 7. Industri kecap, saos dan sejenisnya; 8. Industri kerupuk; 9. Industri minuman; 10. Industri pengeringan dan pengolahan tembakau; 11. Industri alat musik; 12. Industri radio, TV dan sejenisnya; 13. Industri mainan anak-anak; 14. Industri alat-alat tulis/gambar; 15. Industri jamu; 16. Pabrik batu merah/batako dan sejenisnya; 17. Pabrik tegel, genteng dan sejenisnya; 18. Pabrik es batu; 19. Bioskop; 20. Penggilingan kopi, rempah-rempahan dan sejenisnya; 21. Tambak ikan/udang dan sejenisnya. d. usaha/perusahaan yang tidak menggunakan mesin dengan intensitas gangguan besar/tinggi: 1. Hotel berbintang; 2. Restoran dan sejenisnya; 3. Diskotik, karoke dan sejenisnya; 4. Supermarket/swalayan; 5. Pergudangan; 6. Bengkel kendaraan bermotor; 7. Pangkalan BBM (SPBU), Pangkalan Gas (SPPG); 8. Gudang/tempat penimbunan bahan kimia/pupuk/obatobatan dan sejenisnya; 9. Pembibitan ayam ras; 10. Peternakan babi; 11. Peternakan sapi perah; 12. Rumah potong hewan; 13. Peternakan ayam/unggas; 14. Pengolahan aspal/hotsmik; 15. Waterboom/waterpark dan sejenisnya; 16. Jasa telekomunikasi. e. usaha/perusahaan yang tidak menggunakan mesin dengan intensitas gangguan sedang:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Pembuatan arang kayu; Pengolahan ikan asin/kering dan sejenisnya; Pengolahan ubur-ubur dan sejenisnya; Pengolahan kerang dan sejenisnya; Rumah makan; Kedai kopi; Billyard permainan ketangkasan dan sejenisnya; Panti pijat, refleksi dan sejenisnya; CV/PT, Koperasi, Firma, UD dan sejenisnya; Berjualan barang-barang bekas; Kebun binatang; Warnet; Pusat kebugaran.
f. usaha/perusahaan yang tidak menggunakan mesin dengan intensitas gangguan kecil: 1. Industri kerajinan rumah tangga; 2. Pabrik tempe dan sejenisnya; 3. Pembuatan kain tenun; 4. Pencucian kendaraan; 5. Hotel melati/penginapan; 6. Warung nasi/makanan; 7. Tempat rekreasi, olahraga dan sejenisnya; 8. Klinik, rumah bersalin swasta, rumah sakit swasta dan sejenisnya; 9. Kolam renang; 10. Pembuatan terasi; 11. Peternakan/penggemukan sapi/kerbau/kambing/domba; 12. Gedung olahraga yang dikomersialkan; 13. WC yang dikomersialkan; 14. Salon, spa; 15. Babershop; 16. Penjahit; 17. Toko/gedung/tempat penimbunan/penumpukan bahan bangunan; 18. Toko emas/permata dan sejenisnya; 19. Toko kaset dan sejenisnya; 20. Toko obat/apotek dan sejenisnya; 21. Toko buah-buahan; 22. Tempat bimbingan belajar, kursus-kursus dan sejenisnya; 23. Jasa transportasi; 24. Kolam Pancing yang dikomersilkan. (2) Penetapan jenis-jenis usaha sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c, d, e, dan f dapat bertambah sesuai dengan perkembangan ekonomi daerah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penambahan jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Walikota. BAB VII PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 9 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif Retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya pemberian izin, dalam rangka pengawasan serta pengendalian kegiatan usaha.
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. BAB VIII BESARNYA TARIF DAN PERHITUNGAN RETRIBUSI Pasal 10 (1) Retribusi terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif satuan retribusi dengan luas ruang tempat usaha, indeks lokasi dan indeks gangguan. (2) Besaran Tarif satuan Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan ini. (3) Luas ruang tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah luas bangunan yang dihitung sebagai jumlah luas setiap lantai baik ruang tertutup maupun ruang terbuka. (4) Indeks lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah berdasarkan jalan, baik jalan Negara, propinsi, kota dan/atau jalan kecamatan (desa). (5) Besaran indeks lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan ini. (6) Indeks gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah berdasarkan intensitas gangguan besar/tinggi, sedang dan kecil. (7) Besaran indeks gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan ini. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha/perusahaan yang termasuk dalam intensitas gangguan besar, sedang dan kecil ditetapkan dengan Peraturan Walikota. (9) Tarif retribusi sebagaimana dimasud pada ayat (2) dapat ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali. (10)Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan dengan memperhatikan perkembangan perekonomian. (11)Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) ditetapkan dengan Peraturan Walikota. BAB IX WILAYAH PEMUNGUTAN, MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 11 (1) Retribusi terutang dipungut dalam wilayah Kota Dumai. (2) Masa Retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun atau ditentukan lain oleh Walikota. (3) Retribusi terutang adalah pada saat ditetapkanya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB X TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 12 (1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa karcis, kupon dan kartu langganan. BAB XI SANKSI ADMINISTRATIF DAN PENAGIHAN Pasal 13 (1) Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. (2) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan Surat Teguran. (3) Tata cara pelaksanaan pendaftaran, pemungutan dan/atau penagihan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Walikota. BAB XII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 14 (1) Pembayaran Retribusi dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk Walikota atau Pejabat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dalam SKRD dan STRD. (2) Apabila Pembayaran Retribusi dilakukan ditempat lain yang ditunjuk maka hasil penerimaan Retribusi harus disetor ke Kas Daerah paling lambat 1 (satu) kali 24 (dua puluh empat) jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. (3) Pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus dilakukan sekaligus atau lunas dengan mempergunakan Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD). Pasal 15 (1) Walikota dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Retribusi untuk mengangsur Retribusi terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. (2) Angsuran pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah Retribusi yang belum atau kurang dibayar. (3) Walikota dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Retribusi untuk menunda pembayaran Retribusi sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang bayar. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 16 (1) Setiap Pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan 15 diberikan Tanda bukti Pembayaran dan dicatat dalam Buku Penerimaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, jenis, isi, ukuran Buku Penerimaan dan Tanda Bukti Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XIII PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUWARSA Pasal 17 (1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi. (2) Kadaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika: a. diterbitkan Surat Teguran; atau b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut. (4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. (5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan Wajib Retribusi. Pasal 18 (1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan. (2) Walikota menetapkan keputusan penghapusan piutang pajak dan/atau Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa lebih lanjut diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XIV KERINGANAN, PENGURANGAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 19 (1) Walikota dapat memberikan pembebasan Retribusi.
pengurangan,
keringanan,
dan
(2) Pemberian pengurangan atau keringanan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi. (3) Pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud diberikan dengan melihat fungsi objek Retribusi.
pada
ayat
(1)
BAB XV KEBERATAN DAN BANDING Pasal 20 (1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan Walikota atau Pejabat yang ditunjuk atas suatu:
hanya
kepada
a. b. c. d.
SKRD; SKRDKB; SKRDKBT; dan/atau SKRDLB.
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD, SKRDKB, SKRDKBT, dan SKRDLB diterima oleh Wajib Retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas Ketetapan Retribusi yang tidak benar, Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran Ketetapan Retribusi tersebut. (4) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. (5) Walikota atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diterima, harus memberi keputusan. (6) Keputusan Walikota atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya pajak terutang. (7) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) Walikota atau Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan. (8) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 21 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Walikota. (2) Permohonan diajukan dalam Bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dilampiri salinan dari Surat Keputusan tersebut. (3) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi. Pasal 22 (1) Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 atau banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran (2) Retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. BAB XVI CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 23 (1) Walikota karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat: a. membetulkan SKRD atau SKRDKB, atau SKRDKBT, atau STRD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan
hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan/retribusi daerah; b. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan Retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya; c. mengurangkan atau membatalkan ketetapan Retribusi yang tidak benar. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XVII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN RETRIBUSI Pasal 24 (1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Walikota. (2) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan Keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di lampaui dan Walikota tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB. (6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Walikota memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Retribusi. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XVIII PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN Pasal 25 (1) Walikota berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan Retribusi Daerah. (2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib: a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek Retribusi yang terutang;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau c. memberikan keterangan yang diperlukan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Retribusi lebih lanjut diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XIX INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 26 (1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi Daerah dapat diberi insentif atas dasar kinerja tertentu. (2) Instansi yang melaksanakan pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Dinas/Badan/Lembaga yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan Retribusi. (3) Besarnya insentif setinggi-tingingnya ditetapkan 5% (lima persen) dari rencana penerimaan Retribusi dalam Tahun Anggaran yang berkenaan. (4) Besaran insentif dapat dibayarkan apabila realisasi target tercapai. (5) Besaran insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran berkenaan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 27 Pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan Peraturan Daerah selain dilakukan oleh Dinas yang bersangkutan juga dilakukan oleh Polisi Pamong Praja Kota Dumai. BAB XXI PENYIDIKAN Pasal 28 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai wewenang: a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi. d. memeriksa buku, catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan/atau k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XXII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 29 (1) Dalam hal ini wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. (2) Penagihan Retribusi terutang didahului dengan Surat Teguran. BAB XXIII KETENTUAN PIDANA Pasal 30 (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XXIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Semua ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Daerah yang berkaitan secara langsung dengan Retribusi Izin Gangguan wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada Peraturan Daerah ini.
Pasal 32 Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daeah Kota Dumai Nomor 9 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Gangguan (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2000 Nomor 09 Seri B Nomor 2) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 33 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahui dan memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Dumai. Ditetapkan di Dumai pada tanggal 10 Oktober 2012 WALIKOTA DUMAI,
dto KHAIRUL ANWAR Diundangkan di Dumai pada tanggal 7 Desember 2012 SEKRETARIS DAERAH KOTA DUMAI,
dto SAID MUSTAFA LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI TAHUN 2012 NOMOR 1 SERI C
LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 6 TAHUN 2012 TANGGAL : 2012 PENETAPAN BESARAN TARIF RETRIBUSI NO
LUAS RUANG TEMPAT USAHA
BESARNYA TARIF/M² (Rp) 788,-
1.
O sampai dengan 100 m²
2.
101 m² sampai 200 m²
578,-
3.
201 M² sampai dengan 500 M²
420,-
4.
501 sampai dengan 1.000 m²
300,-
5.
1.001 m² sampai dengan 2.000 m²
184,-
6.
2.001 m² sampai dengan 5.000 m²
105,-
7.
5.001 m² sampai dengan 10.000 m²
52,-
8.
Lebih dari 10.000 m²
26,-
WALIKOTA DUMAI,
dto KHAIRUL ANWAR
LAMPIRAN II: PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 6 TAHUN 2012 TANGGAL : 2012 BESARAN INDEKS LOKASI IZIN GANGGUAN KOTA DUMAI NO
LOKASI USAHA
INDEKS LOKASI 5
1.
Kawasan Perumahan dan Pemukiman atau Jalan Negara
2.
Kawasan Pariwisata atau Jalan Provinsi
4
3.
Kawasan Perdagangan dan Pergudangan atau Jalan Kota
3
4.
Kawasan Industri, Pertanian dan Kehutanan/Jalan Desa
2
WALIKOTA DUMAI,
dto KHAIRUL ANWAR
LAMPIRAN III :
PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 6 TAHUN 2012 TANGGAL : 2012
INDEKS RETRIBUSI IZIN GANGGUAN KOTA DUMAI NO
KATAGORI INTENSITAS GANGGUAN
INDEKS GANGGUAN
1 1.
2 Jenis Usaha/Perusahaan dengan Intensitas Gangguan Besar/Tinggi Jenis Usaha/Perusahaan dengan Itensitas Gangguan Sedang Jenis Usaha/Perusahaan dengan Intensitas Gangguan Kecil
3 5
2. 3.
3 2
WALIKOTA DUMAI, dto
KHAIRUL ANWAR
LAMPIRAN IV :
PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 6 TAHUN 2012 TANGGAL : 2012
CARA MENGHITUNG BESARNYA RETRIBUSI TERUTANG Usaha/perusahaan industry minyak goreng menggunakan mesin insensitas gangguan besar/tinggi dengan ruang tempat usaha seluas 20.000 m² (dua puluh ribu meter persegi) dan terletak dikawasan perdagangan dan pergudangan atau jalan kota. Cara perhitungan : 100 m² (seratus meter persegi) 100 m² (seratus meter persegi) 300 m² (tiga ratus meter persegi) 500 m² (lima ratus meter persegi) 1.000 m² (seribu meter persegi) 3.000 m² (tiga ribu meter persegi) 5.000 m² (lima ribu meter persegi) 10.000 m² (sepuluh ribu meter persegi)
=100 =100 =300 =500 =1.000 =3.000 =5.000 =10.000
x x x x x x x x
3 3 3 3 3 3 3 3
x x x x x x x x
5 5 5 5 5 5 5 5
x x x x x x x x
Rp.788,Rp.578,Rp. 420,Rp. 300,Rp. 184 Rp. 105 Rp. 52 Rp. 26 Jumlah
=Rp. 1.182.000,=Rp. 867.000,=Rp. 1.890.000,=Rp. 2.250.000,=Rp. 2.760.000,=Rp. 4.725.000,=Rp. 3.900.000,=Rp. 3.900.000,Rp. 21.474.000,-
WALIKOTA DUMAI,
dto
KHAIRUL ANWAR
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN
I. PENJELASAN UMUM Sejalan dengan upaya pemerintah Kota Dumai untuk meningkatkan Pelaksanaan pembanguna dari semua sektor, maka untuk mencapai hasil yang maksimal, produktivitas dan kemampuan seluruh kekuatam ekonomi perlu ditingkatkan, sehingga dapat digerakkan untuk menggali sumber-sumber dan potensi bagi mendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk menggali sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) telah diatur dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009, dimana daerah diberi kemampuan memungut hasil dari retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapata Asli Daerah (PAD) yang sah. Oleh karena itu pemerintah Kota Dumai berupaya memberikan pembinaan, pengendalian dan pengawasan melalui Peraturan Daerah mengenai Retribusi Izin Gangguan. Dengan demikian guna memenuhi maksud di atas, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Gangguan. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas
Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas