perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 6 TAHUN 2007 DALAM KAITANNYA DENGAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA YANG BERBASIS KINERJA DI DESA BULUREJO KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : Desi Prihutami NIM. E 0007111
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : Desi Prihutami NIM
: E0007111
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2007 DALAM KAITANNYA DENGAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA YANG BERBASIS KINERJA DI DESA BULUREJO KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta,
Oktober 2011
Yang membuat pernyataan
Desi Prihutami NIM. E0007111
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Desi Prihutami. E.0007111. 2011. IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 6 TAHUN 2007 DALAM KAITANNYA DENGAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA YANG BERBASIS KINERJA DI DESA BULUREJO KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui secara jelas mengenai implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri dalam kaitannya dengan pengelolaan keuangan desa yang berbasis kinerja di Desa Bulurejo, Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri. Penelitian ini dilihat dari tujuannya termasuk jenis penelitian hukum empiris bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian adalah di Desa Bulurejo, Kecamatan Nguntorornadi, Kabupaten Wonogiri. Sumber data berasal dari sumber data primer yaitu hasil wawancara dengan kepala desa dan perangkat desa yang mengelola keuangan desa. Sumber data sekunder yaitu buku, literatur, peraturan perundang-undangan, laporan, arsip, dan dari internet. Setelah data diperoleh lalu dilakukan analisis data kualitatif dengan model interaktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa Peraturan daerah Nomor 6 tahun 2007 tentang Keuangan Desa dapat diimplementasikan dengan cukup baik di Desa Bulurejo. Hal ini dapat ditunjukkan dengan manajemen keuangan, sistem pembukuan dan akuntansi pemerintah desa Bulurejo yang tertib dan transparan serta kepala desa, perangkat desa maupun masyarakat juga ikut berpartisipasi dalam proses perencanaan dan penganggaran keuangan. Namun dalam penyusunan APBDesa prinsip anggaran berbasis kinerja belum sepenuhnya dilaksanakan di Desa Bulurejo. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2007 tersebut menghadapi hambatan karena kondisi keuangan pemerintah desa Bulurejo yang disebabkan oleh minimnya kemampuan untuk menyediakan pembiayaan bagi aktivitas pemerintah desa, dan dalam penyusunan APBDesa di Desa Bulurejo belum sepenuhnya menerapkan prinsip anggaran berbasis kinerja karena belum dimilikinya peraturan-peraturan di tingkat daerah maupun desa yang menjadi persyaratan dapat diterapkannya sistem anggaran berbasis kinerja. Adapun usaha yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut adalah diperlukan adanya subsidi dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah/kabupaten dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, serta dalam penyusunan APBDesa di Desa Bulurejo sudah saatnya untuk menerapkan prinsip anggaran berbasis kinerja. Kata Kunci: Implementasi Peraturan Daerah, keuangan desa, APBDes, anggaran berbasis kinerja, hambatan dan usaha
ABSTRACT
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Desi Prihutami. E.0007111. 2011. IMPLEMENTATION OF REGIONAL REGULATION OF WONOGIRI DISTRIC NUMBER 6 OF 2007 IN THE RELATION TO THE VILLAGE FINANCIAL MANAGEMENT BASED IN THE PERFORMANCE IN BULUREJO VILLAGE, NGUNTORONADI SUB DISTRICT, DISTRICT OF WONOGIRI. Law Faculty. Sebelas Maret University of Surakarta. This study aims to clearly determine the implementation of Wonogiri Regional Regulation in relation to village financial management based on performance in the village of Bulurejo, Subdistrict of Nguntoronadi, District of Wonogiri. This research viewed from the aim of this study include the type of empirical legal research is descriptive with a qualitative approach. The research location is in the Bulurejo Village, Nguntoronadi Sub District, Wonogiri District. Data Sources derived from primary data sources are interviews with village leaders and village officials who manage the village finances. Secondary data sources are books, literature, legislation, reports, archives, and internet. Once the data is obtained then the qualitative data analysis was performed with an interactive model. Based on the results of this research and discussion concluded that the Regional Regulation No. 6 of 2007 about the Village Finance can be implemented quite well in the Bulurejo village. This can be demonstrated with financial management, bookkeeping and accounting system of government of Bulurejo village that orderly and transparent as well as village heads, village office or community also participated in the planning and financial budgeting. However, in the preparation of village budgeting, performance-based budgeting principles not yet fully implemented in the Bulurejo village. Implementation of Regional Regulation No. 6 of 2007, is facing obstacles due to the financial condition of the government of Bulurejo village caused by a lack of ability to provide financing to the village government activity, and in the preparation of the village budgeting in the Bulurejo Village not fully apply the principle of performance-based budgeting because it did not already own regulations in the regional level and rural areas that would be acceptable to the application of performance-based budgeting system. The effort made to overcome these barriers is necessary the subsidies from the central government and local government / district in village governance, as well as in the preparation of the village budgeting in the Bulurejo Village it was time to apply the principle of performance-based budgeting. Keywords: Implementation Regional Regulation, finances village, village budgeting (APBDesa), performance-based budgeting, barriers and effort
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Apabila anda berbuat kebaikan kepada orang lain, maka anda telah berbuat baik terhadap diri sendiri. ( Benyamin Franklin ) Kebaikan tidak bernilai selama diucapkan akan tetapi bernilai sesudah dikerjakan. Jangan tunda sampai besok apa yang bisa engkau kerjakan hari ini.
PERSEMBAHAN
Penulisan hukum ( skripsi ) ini Penulis persembahkan untuk : Ibu dan Ayah tercinta Kakak yang selalu mendukungku Nenek dan kakek tersayang Teman-teman Fakultas Hukum UNS Angkatan 2007 Saudara-saudara dan sahabatku yang selalu mendukungku
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur atas kehadirat Allah AWT karena hanya dengan berkah, rahmat, karunia, dan ridho-Nya, sehingga akhirnya Penulis dapat menyelesaikan
penulisan
hukum
d
IMPLEMENTASI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 6 TAHUN 2007 DALAM KAITANNYA DENGAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA YANG BERBASIS KINERJA DI DESA BULUREJO KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini, masih banyak kekurangannya. Untuk itu Penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, sehingga dapat memperkaya isi penulisan hukum ini. Penulis yakin bahwa keberhasilan di dalam penyelesaian penulisan hukum ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih S.H.,M.Hum. selaku dekan Fakulktas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini; 2.
Ibu M. Madalina S.H.,M.Hum selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala kemudahan yang diberikan kepada penulis.
3.
Bapak Suranto S.H., M.H. selaku Pembimbing I Penulisan Hukum (Skripsi) yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan yang membangun dalam memberikan arahan dan bimbingan bagi tersusunnya skripsi ini.
4.
Ibu Aminah S.H., M.H. selaku Pembimbing II Penulisan Hukum (Skripsi) yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan yang membangun dalam memberikan arahan dan bimbingan bagi tersusunnya skripsi ini.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
5.
digilib.uns.ac.id
Ibu Rahayu Subekti, S.H., M.Hum. selaku Pembimbing Akademik (PA) yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;
6.
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang dengan jerih payah dan penuh keihklasan mendidik dan menuangkan ilmu sehingga mampu menjadi bekal untuk lebih memperdalam penguasaan ilmu hukum saat ini dan nantinya.
7.
Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang selama ini telah membantu Penulis dalam hal akademis dan hal-hal lain yang berkenaan dengan perkuliahan.
8.
Bapak Supadi A. Ma. Pd. selaku Kepala Desa Bulurejo beserta Perangkat Desa yang telah memberi ijin penelitian bagi penulis serta memberikan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini.
9.
Kedua Orang Tuaku Bapak Sugiyatno dan Ibu Suratmi. Terimakasih atas kasih sayang, kesabaran serta dukungan tiada henti kepada Penulis.
10.
Kakakku yang selalu memberikan dukungan moril maupun spirituil kepada penulis.
11.
Saudara-saudaraku yang selalu setia membantuku, Ari Gusnanto, Vicentius Prito, Narto, Fajar Wawan, Siswoyo, Didik Prasetya, Sar, Gatot, Syaipul Reza, Sheril Fausia, dkk.
12.
Teman-teman seperjuangan angkatan 2007, Puspita Ayu, Fitra Agustin, Denisya NB, Feby Susy, Dyah Puspita, Rudi Wahyu, Rini, Edi Kurniawan dan Ari Wibowo.
13.
Teman-teman magang di Pemkab Wonogiri Periode X Tahun 2011, yang selalu membantu dan menyemangati penulis dalam pembuatan dan penyelesaian Penulisan Hukum (Skripsi) ini.
14.
Seluruh teman-teman mahasiswa fakultas hukum pada umumnya dan teman-teman angkatan 2007 pada khususnya.
15.
Teman-teman kos Annisa 2 yang selalu memberi semangat, Novita, Vaulla, Frenty, Titin, Isni, Lia, Aini, Puput, Yustin, Afif, Nindi, Vista, dkk.
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16.
yang selalu mendukung, menyemangati dan memberikan inspirasi kepada penulis.
17.
Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan karya yang sempurna, untuk
itu kritik dan saran dari pembaca budiman sangat penulis perlukan. Akhirnya, semoga skripsi ini mampu memberikan mafaat bagi kita semua.
Surakarta, Oktober 2011
Desi Prihutami E0007111
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv ABSTRAK ....................................................................................................... v PERSEMBAHAN .......................................................................................... . vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian........................................................................ 6 E. Metode Penelitian ......................................................................... 6 F. Sistematika Penulisan Hukum ...................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori............................................................................. 12 1. Tinjauan tentang Sistem Pemerintahan di Indonesia ............ 12 2. Tinjauan tentang Pemerintahan Desa .................................... 18 3. Tinjauan tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa........ ............................................................................... 23 4. Tinjauan tentang Anggaran Desa .......................................... 27 5. Tinjauan tentang Anggaran Berbasis Kinerja ....................... 32
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 35
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Desa Bulurejo ............................................................. 37 B. Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 6 Tahun 2007 dalam Kaitannya dengan Pengelolaan Keuangan Desa yang Berbasis Kinerja di Desa Bulurejo Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri ..................................................................................... 46 C. Kendala-Kendala yang Timbul dalam Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 6 Tahun 2007 dan Penyelesaiannya .......................................................... 68
BAB IV PENUTUP A. Simpulan ..................................................................................... 71 B. Saran............................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Jumlah Tanah Desa Bulurejo Tahun 2010 ................................................... 38 Tabel 2: Jumlah Penduduk Desa Bulurejo Menurut Kategori Usia dan Jenis Kelamin tahun 2010 ..................................................................................... 39 Tabel 3: Jumlah Jumlah Penduduk Desa Bulurejo Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian tahun 2010 ............................................................................... 40 Tabel 4: Jumlah Penduduk Desa Bulurejo Berdasarkan Tingkat Pendidikan tahun 2010.............................................................................................................. 41 Tabel 5: Pembagian Hasil Lelang Tanah Kas Desa Kepala Desa dan Perangkat Desa Bulurejo Tahun Anggaran 2010..........................................................50 Tabel 6: Jenis Surat dan Jasa yang dikenakan Pungutan di Desa Bulurejo ............... 51 Tabel 7: Penggunaan dana Alokasi Desa Untuk Belanja Langsung dan Tidak Langsung tahun Anggaran 2010 .................................................................. 54 Tabel 8: Penggunaan Bantuan Pemerintah Provinsi Desa Bulurejo ..........................56 Tabel 9: Uraian Penghasilan tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa Bulurejo dari APBD Kabupaten tahun anggaran 2010 ...................................................... 57
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Bagan Analisis Data ...................................................................... 10 Gambar 2 : Bagan Kerangka Pemikiran........................................................... 35 Gambar 3 : Bagan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa Bulurejo ......................................................................................... 45
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
Surat Ijin Penelitian
Lampiran II
Surat Keterangan Penelitian
Lampiran III
Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 6 Tahun 2007
Lampiran IV
Peraturan Desa Bulurejo Nomor 1 Tahun 2010
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Oleh sebab itu, Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 18 (Amandemen II) juncto Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Pasal 2 tentang Pemerintahan
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerint menyebutkan bahwa susunan pemerintahan daerah di Indonesia terdiri dari Provinsi sebagai tingkatan otonomi derajat I dan Kabupaten/Kota sebagai tingkatan otonomi derajat II. Selanjutnya UUD 1945 menegaskan bahwa pemerintahan daerah diselenggarakan berdasarkan prinsip permusyawaratan/ demokrasi. Artinya secara administratif pelaksanaan pemerintahan dilakukan dengan cara membuat kebijaksanaan desentralisasi. Dengan asas desentralisasi ini maka lahir satuan pemerintahan daerah yang bersifat otonom yaitu pemerintahan daerah yang berhak mengatur dan mengurus urusannya berdasarkan aspirasi dan kepentingan masyarakat setempat (Didik Sukriono, 2010:31). Indonesia sebagai sebuah negara dibangun diatas dan dari desa. Desa adalah pelopor sistem demokrasi yang otonom dan berdaulat penuh. Sejak lama, desa telah memiliki sistem dan mekanisme pemerintahan serta norma sosial masingmasing. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah (Bambang Trisantoro Soemantri, 2011:3-4): 1. Keanekaragaman, yang memiliki makna bahwa istilah Desa dapat disesuaikan dengan asal-usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini berarti pola penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan di desa harus
commit to user 16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
menghormati sistem nilai yang berlaku pada masyarakat setempat namun harus mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; 2. Partisipasi,
memiliki
makna
bahwa
penyelenggaraan
pemerintahan
dan
pembangunan desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat senantiasa memiliki dan turut serta bertanggungjawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa; 3. Otonomi asli, memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan negara yang seelalu mengikuti perkembangan jaman; 4. Demokratisasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi dan diagregasi melalui Badan Permusyawaratan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan sebagai mitra Pemerintah Desa; 5. Pemberdayaan masyarakat, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.
Desa sebagai sebuah kawasan yang otonom memang diberikan hak-hak istimewa, diantaranya mengenai pengelolaan keuangan dan alokasi dana desa, pemilihan kepala desa (kades) serta proses pembangunan desa. Namun, ditengah pemberian otonomi desa tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan kapasitas SDM-nya, sehingga pelaksanaannya masih jauh dari harapan. Sebagai contoh, masalah pengelolaan keuangan desa yang menyangkut hak otonomnya tersebut, desa berhak mengelola keuangannya secara mandiri. Baik mengelola pendapatan, sumber-sumber pendapatan dan mengelola pembelanjaan anggaran tersebut. Akan tetapi, pada kenyataannya sangat banyak desa yang belum dapat memanfaatkan keistimewaannya tersebut. Ketergantungan dana dari pemerintah pusat maupun daerah masih sangat kuat. Desa belum dapat mengoptimalkan sumber-sumber
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
pendapatan desa dengan berbasis pada kekayaan dan potensi desa setempat (http://kaumbiasa.com/otonomi-desa.php). Implementasi otonomi bagi desa akan menjadi kekuatan bagi pemerintah desa untuk mengurus, mengatur dan menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, namun demikian penyelenggaraan pemerintahan tersebut tetap harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban yang dimaksud diantaranya adalah pertanggungjawaban dalam pengelolaan anggaran desa. Untuk saat ini kendala umum yang dirasakan oleh sebagian besar desa terkait keterbatasan dalam keuangan desa. Seringkali Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tidak berimbang, antara penerimaan dengan pengeluaran. Kenyataan yang demikian disebabkan oleh faktor: pertama desa memiliki APBDes yang kecil dan sumber pendapatannya sangat tergantung pada bantuan yang sangat kecil pula. Kedua, kesejahteraan masyarakat desa rendah. Ketiga, rendahnya dana operasional desa untuk menjalankan pelayanan, dan keempat adalah banyak program pembangunan yang masuk ke desa (http://eprints.undip.ac.id/7610/1/Agus_Subroto.pdf). Anggaran berbasis kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan (Penjelasan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah). Kinerja tersebut harus mencarminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientasi pada pelayanan publik. Apa saja yang menjadi kepentingan publik hanya dapat diketahui bila telah dilakukan pemetaan permasalahan dan isu yang bersangkutan. Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan, serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Hal tersebut disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dalam rangka menciptakan bentuk pemerintahan daerah yang mampu mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
berdasar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka pelaksanaannya harus dituangkan dalam peraturan daerah dengan lebih memperhatikan keserasian, keselarasan dengan bentuk peraturan di atasnya. Salah satu bentuk peraturan di daerah tingkat II adalah Peraturan Daerah. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah peraturan yang dibentuk oleh Bupati atau Walikota/Kepala Daerah Kabupaten/Kota bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dalam melaksanakan otonomi daerah yang diberikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yaitu Bupati atau Walikota/Kepala Daerah Kabupaten/Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota (Maria Farida, 2005:202). Pembentukan suatu peraturan daerah dapat juga merupakan pelimpahan wewenang (delegasi) dari suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam rangka melaksanakan otonomi desa mengenai pengelolaan keuangan desa, maka pemerintah Kabupaten Wonogiri mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Keuangan Desa. Peraturan Daerah tersebut pada umumnya bertujuan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat desa, mewujudkan ekonomi desa yang kuat dan mandiri, serta sinergi dengan pembangunan desa dalam arti luas. Dengan demikian diperlukan adanya suatu pengelolaan keuangan desa yang berbasis kinerja, agar lebih transparan dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Namun belum tentu semua desa di Kabupaten Wonogiri memahami dan menerapkan pengelolaan keuangan desa yang berbasis kinerja. Hal tersebut tidak terlepas dari berbagai faktor maupun hambatan yang dihadapi oleh masing-masing desa. Dalam hal pengelolaan keuangan desa, Desa Bulurejo sendiri merupakan desa dengan kompleksitas persoalan yang berkembang, tingkat perekonomian dan sosial masyarakat desa yang maju, tingkat pendidikan serta potensi desa yang baik. Dari hal tersebut ada keterkaitan antara pengelolaan keuangan desa dengan penggunaan prinsip anggaran berbasis kinerja, yakni apakah Desa Bulurejo sudah menerapkan prinsip anggaran kinerja dalam pengelolaan keuangan desanya sehingga menarik untuk penulis teliti lebih lanjut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Berdasarkan latar belakang di atas tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat penulisan hukum dalam bentuk skripsi dengan judul :
NOMOR 6 TAHUN 2007 DALAM KAITANNYA DENGAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA YANG BERBASIS KINERJA DI DESA BULUREJO KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI . B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah ini di maksudkan untuk lebih menegaskan masalahmasalah yang akan diteliti, sehingga dapat ditentukan pemecahan masalah yang tepat dan mencapai tujuan penelitian. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian sebagai berikut : 1. Apakah implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 6 Tahun 2007 dalam kaitannya dengan pengelolaan keuangan desa di Desa Bulurejo Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri sudah berbasis kinerja? 2. Kendala-kendala apa saja yang timbul di Desa Bulurejo dalam Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 6 Tahun 2007 dan bagaimana cara penyelesaiannya? C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian harus mempunyai tujuan penelitian yang jelas agar tepat mengeni sasaran yang dikehendaki. Tujuan penelitian merupakan target yang ingin dicapai, baik sebagai solusi atas masalah yang dihadapi maupun untuk memenuhi kebutuhan perseorangan. Dalam hal ini penelitian yang penulis lakukan ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif a.
Untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2007 dalam kaitannya dengan pengelolaan keuangan desa yang berbasis kinerja di Desa Bulurejo Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.
b.
Untuk mengetahui kendala-kendala yang timbul dari implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2007 dan bagaimana penyelesainnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
2. Tujuan Subjektif a. Untuk mengumpulkan data penelitian guna penyusunan penulisan hukum sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Mengembangkan dan memperluas wacana pemikiran dan pengetahuan serta untuk lebih meningkatkan dan mendalami berbagai teori yang penulis dapatkan selama menempuh kuliah di Fakultas Hukum Sebelas Maret. c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khusunya dan masyarakat pada umumnya. D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Tata Negara pada khususnya. b. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi sebagai bahan acuan bagi penelitian yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. b. Untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir
dinamis sekaligus
untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. c. Untuk dapat
dimanfaatkan
pihak-pihak yang
membutuhkan tambahan
pengetahuan terkait dengan masalah yang sedang di teliti.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian sangat menentukan dalam suatu penelitian ilmiah karena mutu, nilai dan validitas suatu hasil penelitian ilmiah sangat ditentukan oleh metode ilmiah secara banar. Metode penelitian adalah suatu cara untuk memecahkan masalah dan juga sebagai pedoman untuk memperoleh pengetahuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
yang lebih mendalam tentang suatu obyek yang menjadi sasaran ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Untuk menghasilkan data yang teliti dan akurat, maka peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian menurut Soerjono Soekanto, bila dilihat dari tujuan yang hendak dicapai, dibagi menjadi tiga, yaitu : a. Penelitian Fact Finding, yaitu penelitian yang bertujuan menemukan fakta. b. Penelitian Problem Identification, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mencari permasalahan yang ada. c. Penelitian Problem Solution, yaitu penelitian yang bertujuan mencari solusi dari permasalahan. Biasanya dari ketiga jenis penelitian tersebut terjadi suatu rangkaian penelitian, yaitu dimulai dari penelitian Fact Finding kemudian dilanjutkan Penelitian Problem Identification, dan tak jarang dilanjutkan pada penelitian Problem Solution (Soerjono Soekanto, 2006:10). Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti akan menggunakan jenis penelitian Fact Finding, karena penelitian yang peneliti lakukan akan berusaha menemukan fakta-fakta yang terjadi di lapangan yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Sebagai suatu penelitian hukum maka peneliti ingin mengetahui fakta-fakta yang ada dalam Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 6 Tahun 2007 dalam kaitannya dengan pengelolaan keuangan desa yang berbasis kinerja di Desa Bulurejo Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. 2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian yang bersifat Deskriptif. Suatu penelitian Deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Hal ini untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu didalam memperkuat teori-teori lama atau dalam rangka menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2006:10). 3. Pendekatan Penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada data yang dinyatakan responden secara lisan atau tulisan, dan juga perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 2006:25). 4. Jenis Data Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari lapangan. Data primer tersebut dapat berupa data hasil wawancara, observasi dan data lain yang di dapat di Desa Bulurejo Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. Sedangkan data sekunder, yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal maupun arsiparsip yang berkesesuaian dengan penelitian yang dibahas. 5. Sumber Data Sumber data yang penulis gunakan adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer yang diperoleh dari berbagai sumber diantaranya adalah data dari Kepala Desa dan Perangkat Desa di Desa Bulurejo Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. Sedangkan sumber data sekunder yaitu sumber data yang secara tidak langsung yang mendukung sumber data primer. Sumber data sekunder berasal dari bebrapa literatur, dokumen-dokumen, arsip yang relevan dengan penelitian ini, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal sangat penting dalam penulisan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Studi Lapangan, yaitu proses pengumpulan data dengan cara terjun langsung ke tempat objek penelitian untuk memperoleh data yang dikehendaki. Studi lapangan ini dilakukan di lingkungan pemerintahan Desa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Bulurejo dengan menggunakan metode wawancara. Wawancara dilakukan dengan cara komunikasi secara lisan antara peneliti dengan pihak-pihak yang berkompeten atau responden guna mendapatkan informasi atau keterangan-keterangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. b. Studi Kepustakaan, yaitu proses pengumpulan data yang berupa data-data tertulis baik berupa dokumen, buku-buku literatur, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah penelitian dan data lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 7. Teknik Analisis Data Penulis menggunakan model analisis interaktif (interaktif model of analisis), yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui tiga tahap, yaitu mereduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan. Dalam model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap, sehingga data yang terkumpul akan berhubungan satu sama lain dan benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian (HB Soetopo, 2002:35). Tiga tahap tersebut adalah : a.
Reduksi Data Kegiatan yang bertujuan untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari catatan dan pengumpulan data. Proses ini berlangsung secara terus- menerus sampai laporan akhir penelitian selesai.
b.
Penyajian Data Sekumpulan informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilaksanakan.
c.
Menarik Kesimpulan Upaya menarik kesimpulan dari semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data, di mana sebelumnya data diuji likuiditasnya agar kesimpulannya menjadi lebih kuat. Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatanpencatatan peraturan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, akhirnya peneliti menarik kesimpulan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Hal ini dapat digambarkan seperti bagan sebagai berikut : Bagan Analisis Data Pengumpulan Data Reduksi Data Sajian Data Penarikan Kesimpulan (HB Soetopo,2002:96) Gambar 1 F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memudahkan pembaca untuk mengetahui isi skripsi dan memudahkan penulis dalam melakukan penulisan, maka penulis membagi skripsi ini menjadi 4 (empat) bab, yaitu : BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah
B.
Perumusan Masalah
C.
Tujuan Penelitian
D.
Manfaat Penelitian
E.
Metode Penelitian
F.
Sistematika Penulisan Hukum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1.Tinjauan tentang Sistem Pemerintahan di Indonesia a. Pengertian Sistem b. Pengertian Pemerintahan c. Susunan Pemerintahan di Indonesia d. Letak Desa Ditinjau dari Sistem Pemerintahan Daerah. 2.Tinjauan tentang Pemerintahan Desa a.
Pengertian Desa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
b.
Hubungan Antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Desa
c.
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
d.
Kewenangan Desa.
3.Tinjauan tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa a. Kepala Desa b. Perangkat Desa c. Badan Permusyawaratan Desa. 4. Tinjauan tentang Anggaran Desa a.
Sistem Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
b.
Pengaturan Keuangan Desa
c.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
5. Tinjauan tentang Anggaran Berbasis Kinerja B. Kerangka Pemikiran
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2007 dalam kaitannya dengan pengelolaan keuangan desa yang berbasis kinerja. B. Kendala-kendala yang timbul dari implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2007 dan bagaimana penyelesainnya. BAB IV PENUTUP A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Sistem Pemerintahan di Indonesia a. Pengertian Sistem
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sistem didefinisikan sebagai susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dsb. Sebagai contohnya adalah sistem pemerintahan negara, yang meliputi demokrasi, totaliter, parlementer, dsb. Selain itu kata sistem merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sistem merupakan keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan tersebut menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhnya itu. Menurut Mahfud MD, sistem pemerintahan negara adalah mekanisme kerja dan koordinasi atau hubungan antara ketiga cabang kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif. Dengan demikian dapat disimpulkan sistem pemerintahan negara adalah sistem hubungan dan tata kerja antar lembaga negara dalam rangka penyelenggaraan negara (http://id.shvoong.com/law-and-politics/administrative-law/2125385pengertian-sistem-pemerintahan). b. Pengertian Pemerintahan
Pemerintahan berasal dari kata pemerintah dan yang berasal dari kata perintah. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti: 1) Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatu; 2) Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara; 3) Pemerintahan adalah perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah.
commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Istilah Pemerintah dan Pemerintahan dalam masyarakat secara umum diartikan sama, dimana kedua kata tersebut diucapkan bergantian (pemerintah atau pemerintahan). Sebutan kedua kata atau istilah tersebut menunjuk pada penguasa atau pejabat. Misalnya, mulai dari Presiden sampai tingkat Kepala Desa atau Kepala Kelurahan. Artinya semua orang yang memegang jabatan disebutlah pemerintah atau pemerintahan, tetapi orang yang bekerja di dalam lingkungan pemerintah atau pemerintahan disebut orang pemerintahan (Didik Sukriono, 2010:57). Pemerintah dan pemerintahan dapat diartikan secara luas atau sempit. Dalam arti yang luas pemerintah adalah keseluruhan dari badan pengurus negara dengan segala organisasi, segala bagian-bagiannya, dan segala pejabat-pejabatnya yang menjalankan tugas negara dari pusat sampai pelosok-pelosok daerah. Dalam arti yang sempit pemerintah berarti suatu badan pimpinan terdiri dari seorang atau beberapa orang yang mempunyai peranan pimpinan dan menentukan dalam pelaksanaan tugas negara. Dengan demikian pemerintahan merupakan fungsi (tugas) daripada pemerintah baik dalam arti sempit ataupun arti luas (Abu Daud Busroh, S.H 2001:81). Dari pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemerintahan dalam arti luas mempunyai fungsi yang meliputi tiga bidang, yaitu: 1) legislatif, atau pembuatan undang-undang; 2) eksekutif atau pelaksanaan pemerintahan menurut undang-undang; 3) yudikatif atau peradilan menurut undang-undang. Dalam arti terbatas fungsi pemerintahan itu hanya berarti tugas eksekutif saja.
Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada citacita atau tujuan negara. Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Lembaga-lembaga yang berada dalam satu sistem pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia. c. Susunan Pemerintahan di Indonesia
Setiap negara menganut sistem pemerintahan yang sesuai dengan falsafah negara dan undang-undang dasar yang dimilikinya. Indonesia memiliki falsafah negara yakni Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itulah Indonesia menganut sistem pemerintahan yang sesuai dengan falsafah negara yaitu Pancasila dan UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik. Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi: pemerintahan menurut Undang-
Dengan demikian, sistem
pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 di ada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Rakyat yang merupakan lembaga tertinggi di Indonesia memegang kedaulatan rakyat. Dalam penjelasan resmi UUD 1945 yang umum mengenai pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa:
terbentuk dalam undang-undang dasar harus berdasarkan kedaulatan rakyat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
dan permusyawaratan perwakilan. Aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia (C.S.T. Kansil, Christne S.T. Kansil, 2002:2). Dari uraian diatas maka jelas bahwa Republik Indonesia menganut sistem pemerintahan demokrasi yang dinamakan demokrasi Pancasila sesuai dengan dasar negara yakni Pancasila dan UUD 1945 serta kepribadian bangsa yang bersumberkan tata nilai sosial budaya bangsa Indonesia. Dalam Pasal 18 UUD 1945 dikatakan bahwa: Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undangundang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Penjelasan pasal 18 UUD 1945 menerangkan bahwa wilayah Indonesia dibagi menjadi sejumlah daerah besar dan kecil yang bersifat otonom yaitu daerah yang boleh mengurus rumah tangganya sendiri dan daerah administrasi yakni daerah yang tidak boleh berdiri sendiri (C.S.T. Kansil, Christne S.T. Kansil, 2002:2). Selain itu Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara kesatuan juga menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Syaikhu Usman mengatakan :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Local Government has devolved central government powers and responsibilities to local governments in all government administrative sectors except for security and defense, foreign policy, monetary and fiscal matters, justice, and religious affairs. This law is quite unusual since almost all powers and responsibilities are ceded to local governments without conditions and limitations. Consequently, local governments have to reform their internal structures to accommodate the huge increase in responsibility that has been passed on from the central government (Pemerintah Daerah telah diserahkan kekuasaan oleh pemerintah pusat dan tanggung jawab yang diberikan kepada pemerintah daerah diberikan pada semua sektor administratif pemerintah kecuali untuk pertahanan dan keamanan, kebijakan luar negeri, moneter dan fiskal, keadilan, dan urusan agama. Hukum ini tidak biasa karena hampir semua kekuasaan dan tanggung jawab yang diserahkan kepada pemerintah daerah tanpa kondisi dan keterbatasan. Akibatnya, pemerintah daerah telah melakukan reformasi struktur internal mereka untuk mengakomodasi peningkatan yang sangat besar dalam tanggung jawab yang telah diteruskan dari pemerintah pusat) (Syaikhu Usman, 2001 : 2).
Sejak Proklamasi kemerdekaan tahun 1945 hingga sampai saat ini, peraturan-peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang bentuk dan susunan pemerintahan di daerah termasuk pemerintahan desa adalah sebagai berikut (HAW Widjaja, 2010:2): 1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pembentukan Komite Nasional Daerah;
2)
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah;
3)
Undang-undang Nomor 44 Tahun 1950 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah;
4)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah;
5)
Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Tentang Pemerintahan Daerah (disempurnakan);
6)
Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 (disempurnakan) tentang DPRD Gotong Royong dan Sekretaris Daerah;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
7)
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah;
8)
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 Tentang Desapraja;
9)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah;
10) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa; 11) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 12) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. d. Letak Desa Ditinjau dari Sistem Pemerintahan Daerah
Posisi Pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat adalah Pemerintah Desa. Sedangkan dari segi pengembangan peran serta masyarakat, maka Pemerintah Desa selaku pembina, pengayom, dan pelayan kepada masyarakat sangat berperan dalam menunjang mudahnya masyarakat digerakkan untuk berpartisipasi. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Desa dalam Pasal 200 ayat dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan badan permusyawaratan pemerintah desa merupakan sub sistem atau bagian dari pemerintah kabupaten/kota, karenanya ia menjalankan sebagian kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Dalam undang-undang ini desa merupakan satuan pemerintah yang ada dalam pemerintah kabupaten/kota. Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang tersebar di seluruh pelosok negeri mempunyai pemerintahan sendiri yang merupakan subsistem dari penyelenggaraan pemerintahan, untuk itu desa mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, yang pada gilirannya sebagai dasar menuju self governing community yaitu komunitas yang mengatur dirinya sendiri. Hal ini berarti posisi desa yang juga mempunyai otonomi ini perlu mendapatkan perhatian yang seimbang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
terhadap penyelenggaraan otonomi daerah, karena dengan otonomi desa yang kuat akan mempengaruhi secara signifikan perwujudan otonomi daerah. Dalam sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat, Pemerintahan Daerah (Kabupaten/Kota) disebut sebagai local self government dan desa sebagai self governing community. Ditinjau dari perspektif historis, desa sebagai komunitas otonom bahkan lebih tua dari kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan negara. Hal itulah yang menjadi landasan untuk memberikan posisi yang kuat dan otonom kepada desa dalam sistem demokrasi (Didik Sukriono, 2010:89). Selanjutnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Desa dan Kekuasaan Komite Nasional Daerah, menganggap desa sebagai salah satu bentuk Daerah Otonom di samping Karisidenan, Kabupaten, Kota Otonom. Dalam hal ini desa diposisikan sebagai letak otonomi terbawah, bukan kecamatan. Desa sebagai kesatuan masyarakat yang berhak mengatur rumah tangga pemerintahannya sendiri selama tidak bertentangan dengan peraturan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Didik Sukriono, 2010:6). Dengan adanya otonomi desa itu juga berarti bahwa desa tidak lagi merupakan wilayah adminstratif, bahkan tidak lagi menjadi bawahan atau unsur pelaksanaan daerah, tetapi menjadi daerah yang istimewa dan bersifat mandiri yang berada dalam wilayah kabupaten sehingga setiap warga desa berhak berbicara atas kepentingan sendiri. 2. Tinjauan tentang Pemerintahan Desa a. Pengertian Desa
Istilah desa secara eksplisit terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, yaitu terdapat dalam Pasal 1 Angka 12. Dalam undang-undang tersebut yang dimaksud dengan desa yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah : Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia, desa merupakan sekelompok rumah diluar kota yang merupakan kesatuan, kampung, dusun, dan pedesaan merupakan daerah pemukiman yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim, dan air sebagai syarat penting bagi terwujudnya polapola kehidupan agraris penduduk di daerah itu. Sedangkan menurut Bintarto mendefinisikan desa dari segi geografi sebagai berikut: suatu hasil dari perwujudan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu ujud atau penampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsurunsur fisiografi, sosial ekonomis, politis dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah lain (Sadu Wasistiono, 2007:7). Desa merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat (HAW Widjaja, 2010:3). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat. b. Hubungan Antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Desa
Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang tersebar di seluruh pelosok negeri mempunyai pemerintahan sendiri yang merupakan subsistem dari penyelenggaraan pemerintahan, untuk itu desa mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Urusan pemerintahan yang akan diserahkan pengaturannya kepada desa berdasarkan Permendagri No. 30 Tahun 2006, harus didasarkan kepada hasil pengkajian dan evaluasi dengan pertimbangan aspek geografis,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
kemampuan personil, kemampuan keuangan, efisiensi dan efektifitas. Penyerahan urusan pemerintahan tersebut ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang selanjutnya Pemerintah Desa bersama BPD melakukan evaluasi untuk menetapkan urusan pemerintahan yang dapat dilaksanakan di Desa dan kesiapan pemerintahan Desa atas persetujuan Pimpinan BPD (Bambang Trisantono Soemantri, 2011:5). Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menambah penyerahan urusan pemerintahan Kabupaten/Kota kepada Desa atas permintaan Pemerintah Desa. Apabila pelaksanaan urusan pemerintahan yang telah diserahkan oleh Kabupaten/Kota dapat menarik sebagian atau seluruh urusan pemerintahan yang telah diserahkan. Hubungan pemerintah daerah dengan pemerintah desa salah satunya dapat diwujudkan melalui pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang diserahkan kepada Desa dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. Urusan Pemerintahan Daerah yang dapat diserahkan pengaturannya kepada Desa meliputi (Bambang Trisantono Soemantri, 2011:6): 1) Bidang Pertanian dan Ketahanan Pangan; 2) Bidang Pertambangan dan Energi serta Sumber daya Mineral; 3) Bidang Kehutanan dan Perkebunan; 4) Bidang Perindustrian dan Perdagangan; 5) Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; 6) Bidang Penanaman Modal; 7) Bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi; 8) Bidang Kesehatan; 9) Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, bidang sosial, dsb. c. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Prinsip penyelenggaraan otonomi daerah adalah demokratisasi dan keadilan, memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah, kesesuaian hubungan pusat dan daerah, meningakatkan kemandirian daerah dengan meletakkan otonomi daerah yang luas dan utuh pada kabupaten/kota. Kebijaksanaan terbatas pada Daerah Provinsi serta desa ditempatkan pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
pengakuan otonomi asli. Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya (HAW Widjaja, 2010:84). Dalam pengaturan pemerintahan desa telah mengalami pergeseran paradigma utamanya dalam hal kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagaimana dimaklumi tidak lagi campur tangan secara langsung tetapi memberikan pedoman, bimbingan, pelatihan/pembelajaran termasuk peraturan desa dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Dalam rangka pemberdayaan pemerintahan desa maka diharapkan dapat terwujud kondisi pemerintahan desa yang kuat dan mandiri. Guna mewujudkan pemberdayaan pemerintahan desa tersebut maka perlu dikembangkan agar mencapai kondisi desa yang kuat dan mandiri dengan cara (HAW Widjaja, 2010:85): 1)
Penataan dan pengembangan desa, kerjasama antar desa dan lembaga adat;
2)
Penataan dan pengembangan lembaga pemerintahan desa dan paguyuban pemerintahan desa;
3)
Peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan desa;
4)
Penataan dan pengembangan pendapatan kekayaan daerah dan keuangan desa;
5)
Meningkatkan ketahanan masyarakat;
6)
Pemantapan nilai-nilai sosial budaya setempat;
7)
Pengembangan usaha ekonomi masyarakat;
8)
Peningkatan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan;
9)
Peningkatan
pemanfaatan
teknologi tepat
masyarakat.
commit to user
guna sesuai kebutuhan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
d.
Kewenangan Desa
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa menyebutkan tentang kewenangan desa yang terdapat pada Pasal 5 Huruf a: yang dimaksud dengan kewenangan berdasarkan hal asal-usul desa adalah hak untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan adat istiadat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
.
Kewenangan desa merupakan (HAW Widjaja, 2010:51): 1)
Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
2)
Kewenangan yang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku belum dilaksanakan oleh daerah dan pemerintah;
3)
Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan atau pemerintah kabupaten.
Dalam hal bidang kewenangan desa yang diatur berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Umum Kewenangan Desa, mencakup (HAW Widjaja, 2010:56): 1)
Penetapan bentuk dan susunan organisasi pembentukan desa;
2)
Pencalonan, pemilihan dan penetapan kepala desa;
3)
Pencalonan, pemilihan, pengangkatan dan penetapan kepala desa;
4)
Pembentukan dan penetapan lembaga kemasyarakatan;
5)
Penetapan dan pembentukan Badan Perwakilan Desa (BPD);
6)
Pencalonan pemilihan dan penetapan anggota badan perwakilan desa;
7)
Penyusunan dan penetapan anggaran pendapatan dan belanja desa;
8)
Pemberdayaan dan pelestarian lembaga adat;
9)
Penetapan peraturan desa, kerjasama antar desa, dan pinjaman desa;
10) Penetapan dan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES); 11) Pengeluaran izin skala desa; 12) Penetapan tanah kas desa; 13) Pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat; 14) Pengelolaan tugas pembantuan;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
15) Pengelolaan dana atas bagi hasil perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten dan kota. 3. Tinjauan tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa a. Kepala Desa
Kepala desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan antara lain pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan desa. Guna melaksanakan tugas tersebut Kepala desa mempunyai wewenang sebagai berikut (Bambang Trisantono Soemantri, 2011:7): 1) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa; 2) Mengajukan rancangan peraturan desa; 3) Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD; 4) Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD; 5) Membina kehidupan masyarakat desa; 6) Membina perekonomian desa; 7) Mengkoordinasikan pembangunan desa (memfasilitasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, pengembangan, dan pelestarian pembangunan di desa); 8) Mewakili desanya di dalam dan dilusr pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan; 9) Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Mengenai kepala desa, John F. McCarthy mengatakan : Under the new law the village head (kepala desa) was responsible to the sub-district head (camat). This in effect ensured that the balance of power shifted toward the village head, who now (Berdasarkan undang-undang yang baru kepala desa bertanggung jawab kepada kepala sub-distrik (camat). Hal ini berlaku untuk memastikan bahwa keseimbangan kekuasaan bergeser ke arah kepala desa, yang kini menjadi seorang eksekutif yang bertindak dengan otonomi yang cukup besar) (John F. McCarthy, 2005 : 65).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Kepala Desa mempunyai kewajiban (Bambang Trisantono Soemantri, 2011:8): 1) memegang teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dassar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat; 3) memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; 4) melaksanakan kehidupan demokrasi; 5) melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme; 6) menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa; 7) menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan; 8) menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik; 9) Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa; 10) melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa; 11) mendamaikan perselisihan masyarakat di desa; 12) mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa; 13) membina, mangayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat; 14) memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa; 15) mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.
Selain itu kepala desa mempunyai kewajiban untuk memberikan Laporan Penyelenggaraan pemerintahan desa kepada bupati/walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, dan menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat. b. Perangkat Desa
Perangkat desa yang terdiri dari Sekretaris Desa, Pelaksana Teknis Lapangan dan Unsur kewilayahan, mempunyai tugas membantu Kepala Desa dan bertanggungjawab kepada Kepala Desa. 1) Sekretaris Desa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Berdasarkan ketentuan pada Pasal 25 ayat (1) PP. Nomor 72 Tahun 2005, jabatan dari Sekretaris Desa diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Bagi Sekretaris Desa yang ada selama ini bukan PNS dan memenuhi persyaratan secara bertahap diangkat menjadi PNS sesuai Peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, PP No 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata cara Pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil). Persyaratan dimaksud adalah sebagai berikut (Bambang Trisantono Soemantri, 2011:11): a) Berpendidikan paling rendah lulusan SMU atau sederajat; b) Mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan; c) Mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran; d) Mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan dan di bidang perencanaan; e) Memahami sosial budaya masyarakat setempat, dan; f) Bersedia tinggal di desa yang bersangkutan. Dengan demikian selain memenuhi persyaratan-persyaratan formal Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Undang-Undang Kepegawaian, maka Sekretaris Desa juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan non formal. Sekretaris Desa diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/ Kota atas nama Bupati/ Walikota.
2) Perangkat Desa lainnya Perangkat desa lainnya adalah Staf Sekretariat, pelaksana teknis lapangan, dan perangkat kewilayahan. Perangkat Desa dimaksud diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk desa setempat yang berusia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi 60 tahun dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Ketentuan lebih lanjut mengenai Perangkat desa lainnya diatur dengan Peraturan Daerah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Kabupaten/Kota yang dalam peraturan tersebut sekurang-kurangnya memuat (Bambang Trisantono Soemantri, 2011:12): a) Persyaratan calon; b) Mekanisme pengangkatan; c) Masa jabatan; d) Kedudukan keuangan; e) Uraian tugas; f) Larangan, dan; g) Mekanisme pemberhentian. c. Badan Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa, berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari dari Ketua Rukun Warga, Pemangku Adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat diangkat /diusulkan kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Jumlah anggota BPD berjumlah ganjil, minimal lima orang maksimal sebelas orang, berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan desa. Peresmian anggota BPD ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota. Pimpinan BPD terdiri atas ketua (1 orang), Wakil Ketua (1 orang), Sekretaris (1 orang) dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung (Bambang Trisantono Soemantri, 2011:13). BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dan disamping itu BPD mempunyai fungsi mengawasi pelaksanaan peraturan desa dalam rangka pemantapan pelaksanaan kinerja pemerintahan desa. Dalam rangka melaksanakan fungsinya, BPD mempunyai wewenang (Bambang Trisantono Soemantri, 2011:14): 1) Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
2) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan dan pemberhentian kepala desa; 3) Membentuk panitia pemilihan kepala desa; 4) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dan; 5) Menyusun tata tertib BPD. 4. Tinjauan tentang Anggaran Desa a. Sistem Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
Di Negara Kesatuan Republik Indonesia, faktor keuangan daerah sangat erat hubungannya dengan faktor keuangan negara. Hubungan keduanya bersifat timbal balik yang berarti bahwa kondisi keuangan negara akan mempengaruhi kondisi keuangan daerah dan begitu pula sebaliknya (Adrian Sutedi, 2009:23). Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dalam kerangka negara kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangan (HAW Widjaja, 2002:41). Undang-Undang pertama yang mengatur hubungan keuangan pusatdaerah adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1956. Undang-Undang ini menetapkan sumber-sumber keuangan daerah sebagai berikut (Mudrajad Kuncoro, 2004:7): 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumber PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah dan hasil perusahaaan daerah. Adapun pajak pusat yang diserahkan kepada daerah meliputi pajak verponding, pajak verponding Indonesia, pajak rumah tangga, pajak kendaraan bermotor, pajak jalan, pajak potong hewan, pajak kopra dan pajak pembangunan I.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
2) Sebagian dari hasil pemungutan pajak tertentu, bea masuk, bea keluar, dan cuaki diserahkan kepada daerah. Pajak negara tertentu adalah pajak peralihan, pajak upah, pajak materai, pajak kekayaan, dan pajak perseroan. 3) Ganjaran, subsidi dan bantuan diberikan kepada daerah dalam hal-hal tertentu.
Bagi hasil pajak serta ganjaran dan bantuan yang tidak dapat dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 1956 diganti dengan (Mudrajad Kuncoro, 2004:7): 1) Penyerahan tambahan 3 pajak negara kepada daerah, yaitu: bea balik nama kendaraan bermotor, pajak radio, dan pajak bangsa asing. Dengan demikian daerah memungut 11 macam pajak. 2) Subsidi daerah otonom diberikan sebagai ganti dari bagi hasil pajak diatas. Pembagian tersebut didasarkan pada perimbangan jumlah pegawai daerah otonom, dengan alasan penggunaan subsidi daerah otonom diarahkan kepada gaji pegawai daerah otonom ditambah acress untuk belanja non pegawai, yang kemudian digunakan untuk subsidi biaya operasional serta ganjaran untuk Dati I, Dati II dan Kecamatan. 3) Sebagai ganti ganjaran, subsidi dan bantuan diperkenalkan program Bantuan Inpres sejak tahun 1969. 4) Pinjaman kepada daerah dimulai dengan bantuan uang IPEDA (tahun 1969), bantuan Inpres pasar (tahun 1976), dan pinjaman lain (tahun 1978).
Berpijak pada tiga asas desentralisasi (dekonsentrasi, desentralisasi, dan tugas perbantuan), pengaturan hubungan keuangan pusat-daerah didasarkan atas 4 prinsip (Mudrajad Kuncoro, 2004:7): 1) Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat di daerah dalam rangka dekonsentrasi dibiayai dari dan atas beban APBN; 2) Urusan yang merupakan tugas pemerintah daerah sendiri dalam rangka desentralisasi dibiayai dari dan atas beban APBD; 3) Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka tugas perbantuan, dibiayai oleh pemerintah pusat atas beban APBN atau oleh pemerintah daerah tingkat atasnya atas beban APBD sebagai pihak yang menugaskan;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
4) Sepanjang potensi sumber-sumber keuangan daerah belum mencukupi, pemerintah pusat memberikan sejumlah sumbangan. b. Pengaturan Keuangan Desa
Pembiayaan atau keuangan merupakan faktor esensial dalam mendukung penyelenggaraan otonomi desa, sebagaimana juga pada penyelenggaraan otonomi daerah. Sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa autonomy identik dengan auto money, maka untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri Desa membutuhkan dana atau biaya yang memadai sebagai dukungan pelaksanaan kewenangan yang dimilikinya (Sadu Wasistiono, M. Irwan Tahir, 2007:107). Oleh karena keterbatasan sumber-sumber pembiayaan yang sangat minim dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan serta kewenangannya, Desa pada umumnya belum mampu melaksanakan fungsi pelayanan terhadap kepentingan masyarakat secara optimal. Pemerintahan desa hingga saat ini lebih tepat jika disebut pemerintahan semu atau bayangbayang yang didasarkan atas 3 alasan yakni (Sadu Wasistiono, M. Irwan Tahir, 2007:107): 1) Tidak memiliki kewenangan menarik pajak atau retribusi; 2) Aparat (perangkat desa) bukan pegawai negeri; 3) Aparat (perangkat desa) tidak digaji oleh negara layaknya sebagai pegawai negeri.
Sumber pendapatan desa berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 212 ayat (3) terdiri dari: 1) Pendapatan Asli Desa, meliputi: hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah; 2) Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota; 3) Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota; 4) Bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah Kab/kota; 5) Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.
Berdasarkan pasal 212 dimaksud, khususnya tentang pendapatan asli desa sangat terbatas, kas desa yang bersumber dari pendapatan asli desa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
sangat minimum bahkan tidak ada. Padahal desa menjalankan fungsi pemerintahan yang tidak jauh berbeda dengan sub sistem pemerintahan lainnya. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa Pasal 68 ayat (1) dan penjelasannya menyebutkan Sumber pendapatan desa terdiri atas: 1) Pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah; 2) Bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa; 3) Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah diterima oleh Kabupaten/Kota untuk desa paling sedikit 10% yang pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa; 4) Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan; 5) Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
Dalam Permendagri Nomor 32 tahun 2006 tentang Pedoman Administrasi Desa Pasal 3 Ayat (3) disebutkan bahwa bentuk Administrasi Keuangan Desa terdiri dari: 1) Buku Anggaran Penerimaan; 2) Buku Anggaran Pengeluaran Rutin; 3) Buku Anggaran Pengeluaran Pembangunan; 4) Buku Kas Umum; 5) Buku Kas Pembantu Penerimaan; 6) Buku Kas Pembantu Pengeluaran Rutin, dan; 7) Buku Kas Pembantu Pengeluaran Pembangunan.
Perimbangan dana Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa merupakan kelanjutan proses desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota. Memang patut disayangkan dalam implementasi desentralisasi keuangan ketingkat desa tersebut terkadang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
diserahkan secara sepihak oleh pemerintah daerah (Sadu Wasistiono, M. Irwan Tahir, 2007:110). c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
Sebagai tindak lanjut dari ketentuan dalam Pasal 212 ayat (6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Pasal 73, ditetapkanlah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Berdasarkan ketentuan Umum Pasal 1 angka 3 Permendagri No 37 tahun 2007, yang dimaksud dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dan ditetapkan dengan peraturan desa. Dengan demikian maka APBDesa merupakan rencana operasional tahunan dari program pemerintahan dan pembangunan desa yang dijabarkan dan diterjemahkan dalam angka-angka rupiah yang mengandung perkiraan target, pendapatan dan perkiraan batas tertinggi Belanja Desa (Bambang Trisantono Soemantri, 2011:147). Pasal 73 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 menetapkan bahwa: 1) Anggaran pendapatan dan belanja desa terdiri atas bagian pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan; 2) Rancangan APBDesa dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa; 3) Kepala Desa bersama BPD menetapkan APBDesa setiap tahun dengan Peraturan Desa.
Pasal 73 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Ayat (1) diatas menegaskan bahwa APB Desa terdiri atas bagian pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan. Konsekuensi ketentuan ini adalah perubahan sistem penganggaran desa yang selama ini dikenal dengan cara tradisional dan inkremental, menjadi sistem penganggaran berdasarkan kinerja. Hal ini mengikuti pola penganggaran keuangan di tingkat pusat maupun daerah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Sebagaimana diketahui selama ini struktur penganggaran APPKD/APBDes terdiri dari penerimaan/ pendapatan dan pengeluaran/belanja yang terdiri dari pengeluaran/belanja rutin dan pembangunan. Dengan ketentuan yang baru tersebut ditegaskan adanya pembiayaan yang berarti dimungkinkan adanya surplus dan defisit anggaran. Selain itu sistem penganggaran kinerja juga harus dapat mengukur hasil yang dicapai dengan menetapkan target mulai dari input, output, outcomes, benefit dan impact, serta realisasinya (Sadu Wasistiono, M. Irwan Tahir, 2007:134). 5. Tinjauan tentang Anggaran Berbasis Kinerja
Secara umum, pengertian anggaran adalah rencana keuangan yang mencerminkan pilihan kebijakan untuk suatu periode pada masa yang akan datang. Sedangkan secara sempit pengertian anggaran adalah suatu pemyataan tentang perkiraan pengeluaran dan penerimaan yang diharapkan akan terjadi pada suatu periode di masa yang akan datang, serta data pengeluaran dan penerimaan yang sungguh-sungguh terjadi di saat ini dan masa yang lalu. Anggaran mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut: 1) Sebagai pedoman dalam mengelola Negara dalam suatu periode tertentu; 2) Sebagai alat pengawasan dan pengendalian masyarakat terhadap kebijakan yang telah dipilih oleh pemerintah; 3) Sebagai alat pengawasan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam melaksanakan
kebijakan
yang
telah
dipilih
(http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/akuntansipemerintahan/bab2anggaranpendapatandanbelanjanegara.pdf).
Anggaran berbasis kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan (Penjelasan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah). Kinerja tersebut harus mencarminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientasi pada pelayanan publik. Apa saja yang menjadi kepentingan publik hanya dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
diketahui bila telah dilakukan pemetaan permasalahan dan isu yang bersangkutan. Secara teori, prinsip anggaran berbasis kinerja adalah anggaran yang menghubungkan anggaran negara (pengeluaran negara) dengan hasil yang diinginkan (output dan outcome) sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatannya. Performance based budgeting dirancang untuk menciptakan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas dalam pemanfaatan anggaran belanja publik dengan output dan outcome yang jelas sesuai dengan prioritas nasional sehingga semua anggaran yang dikeluarkan dapat dipertangungjawabkan secara transparan kepada masyarakat luas (http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php/download-document/301-anggaranberbasis-kinerja.html). Adapun prinsip-prinsip anggaran berbasis kinerja adalah transparansi, akuntabilitas, dan value for money (Hadriyanus Suharyanto dalam Sutarno, 2006:11): 1) Transparansi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan dan pelaporan evaluasi anggaran; 2) Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang mengandung arti bahwa proses penganggaran benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau lembaga perwakilannya; 3) Value for money adalah bahwa proses penganggaran harus menerapkan prinsip ekonomis, efisien dan efektif.
Selain prinsip-prinsip diatas, anggaran berbasis kinerja juga mempunyai manfaat. Mengenai manfaat yang diperoleh dengan menggunakan anggaran kinerja adalah (Lestariningsih, 2010:29): 1) Teridentifikasinya output dan outcome yang dihasilkan dari setiap program dan pelayanan yang dilakukan; 2) Diketahuinya dengan jelas target tingkat pencapaian output dan outcome; 3) Terkaitnya biaya atau input yang dikorbankan dengan hasil yang diinginkan dan proses perencanaan strategis yang sebelumnya dilakukan;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
4) Dapat diketahuinya urutan prioritas untuk setiap jenis pengeluaran yang dilakukan unit kerja; 5) Setiap unit kerja atau satuan kerja/ SKPD dapat diminta pertanggungjawaban atas hasil yang dicapainya.
Mengenai karakteristik anggaran berbasis kinerja adalah sebagai berikut (Lestariningsih, 2010:29): 1) Berorientasi pada unit kerja sehingga menuntut koordinasi yang baik antar unit atau satuan kerja yang ada; 2) Perhatian lebih terfokus pada hasil (outcome) bukan sekedar pada pengeluaran (expenditure); 3) Memberikan fokus perhatian lebih pada kerja atau aktivitas dan bukan pada pekerja serta item barang/jasa yang dibeli; 4) Memiliki alat ukur/ indikator kinerja sehingga memudahkan dalam proses evaluasinya; 5) Dalam penerapannya lebih sesuai untuk memenuhi tuntutan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas.
B. Kerangka Pemikiran
Bagan Kerangka Pemikiran UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pp no PP Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
Perda Perda Kabupaten Wonogiri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Keuangan Desa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Sumber-sumber pendapatan desa Pengelolaan Keuangan Desa yang Berbasis Kinerja
Hambatan
Solusi
Gambar 2 Keterangan: Dalam pelaksanaan pemerintahan daerah, desa sebagai salah satu bagian dari pemerintahan daerah diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan adanya undang-undang ini maka desa mempunyai hak otonom, yakni mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Untuk melaksanakan ketentuan dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 maka dibentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Selanjutnya mengenai anggaran berbasis kinerja diatur di dalam PP No 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, dalam Pasal 8 disebutkan bahwa anggaran berbasis kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 72 dan Pasal 81 PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri mengeluarkan Perda Nomor 6 Tahun 2007 tentang Keuangan Desa yang mengatur mengenai sumber-sumber pendapatan desa. Mengenai sumbersumber pendapatan desa tersebut diperlukan adanya suatu pengelolaan keuangan desa yang seharusnya telah berbasis kinerja, karena dengan prinsip anggaran berbasis kinerja akan terlihat tanggungjawab dan keterbukaan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang ingin penulis ketahui jawabannya adalah apakah implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 6 Tahun 2007 dalam kaitannya dengan pengelolaan keuangan desa di Desa Bulurejo Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri sudah berbasis kinerja dan kendala-kendala apa saja yang timbul dalam implementasi Peraturan Daerah tersebut serta cara penyelesaian masalahnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Desa Bulurejo Sebelum membahas mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2007 Kabupaten Wonogiri dalam kaitannya dengan pengelolaan keuangan desa yang berbasis kinerja di Desa Bulurejo, terlebih dahulu membahas mengenai deskripsi lokasi penelitian. Berikut ini merupakan deskripsi mengenai Desa Bulurejo: 1. Keadaan Wilayah Desa Bulurejo merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. Desa Bulurejo terdiri atas 7 Dusun 21 Rt dan 5 Rw. Desa ini terletak pada ketinggian 158 meter diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata harian 37°Celcius dan merupakan tipologi desa sekitar hutan. Dari data-data yang diperoleh pada Kantor Desa Bulurejo, luas wilayah yang dimilki Desa Bulurejo adalah ± 549,5396 Hektar yang terdiri atas tanah sawah, tanah kering, tanah basah, tanah fasilitas umum, dan tanah hutan. Mengenai batas-batas Desa Bulurejo adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara
: Desa Beji
b. Sebelah Selatan : Kecamatan Baturetno c. Sebelah Barat
: Desa Kedungrejo
d. Sebelah Timur : Desa Kulurejo Secara orbitasi Desa Bulurejo berjarak 2 kilometer dari pusat pemerintahan Kecamatan Nguntoronadi, serta dari ibukota Kabupaten Wonogiri berjarak 27 kilometer. Hal ini menunjukkan bahwa Desa Bulurejo letaknya berdekatan dengan pusat pemerintahan Kecamatan Nguntoronadi, sehingga akses yang ditempuh relatif cukup dekat. 2. Keadaan Pertanahan Tanah di Desa Bulurejo terbagi menjadi 5 jenis, terdiri atas tanah sawah, tanah kering, tanah basah, tanah fasilitas umum, dan tanah hutan.
commit to user 37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
Dibandingkan dengan desa-desa yang lainnya, Desa Bulurejo sendiri memiliki tanah yang cukup subur, sehingga sangat cocok untuk pertanian. Berikut ini adalah tabel jenis tanah yang terdapat di Desa Bulurejo:
JENIS TANAH
LUAS
1. TANAH SAWAH
85,4475 Ha
a. Irigasi Teknis
-
b. Irigasi ½ Teknis
30,2910 Ha
c. Tadah Hujan
55,1565 Ha
2. TANAH KERING
229,4773 Ha
a. Tegal/ladang
161,5 Ha
b. Pemukiman
67,9773 Ha
3. TANAH BASAH
84,3542 Ha
a. Tanah Rawa
-
b. Pasang Surut
84,3542 Ha
4. TANAH PERKEBUNAN 5. TANAH FASILITAS UMUM
90,2606 Ha
a. Kas Desa
15,0105 Ha
b. Lapangan
0,3 Ha
c. Perkantoran Pemerintahan d. Lainnya
0,15 Ha 74,8001 Ha
6. TANAH HUTAN
60 Ha
a. Hutan lindung
60 Ha
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
b. Hutan produksi
-
c. Hutan Konversi
-
Tabel 1. Jumlah Tanah Desa Bulurejo Tahun 2010 (Sumber: Daftar Isian Potensi Desa dan Tingkat Perkembangan Desa Bulurejo Tahun 2010). 3. Keadaan Penduduk Dengan luas wilayah yang begitu besar maka tidak mengherankan jika jumlah penduduk Desa Bulurejo juga besar. Masyarakat Bulurejo merupakan masyarakat yang heterogen baik dalam hal pendidikan, mata pencaharian, keadaan sosial ekonomi dan sebagainya. Berdasarkan data-data yang diperoleh dari Desa Bulurejo, diketahui bahwa jumlah penduduk Desa Bulurejo pada akhir tahun 2010 adalah sebanyak 3125 jiwa yang terdiri dari 1595 jumlah penduduk laki-laki, 1530 perempuan, serta terbagi dalam 1062 Kepala keluarga. Berikut ini adalah tabel jumlah penduduk Desa Bulurejo berdasarkan usia dan jenis kelamin: KATEGORI USIA (TAHUN)
JENIS KELAMIN (LAKI-LAKI & PEREMPUAN)
0-04
143
05-09
219
10-14
203
15-19
186
20-24
257
25-29
336
30-34
291
35-39
236
40-44
281
45-49
219
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
50-54
172
55-59
137
60+
432
JUMLAH
3125
Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Bulurejo Menurut Kategori Usia dan Jenis Kelamin tahun 2010 (Sumber: Daftar Isian Potensi Desa dan Tingkat Perkembangan Desa Bulurejo Tahun 2010). Dari angka-angka yang tampak pada tabel diatas dapat diketahui keadaan penduduk Desa Bulurejo adalah sebagai berikut: a.
Kelompok usia muda (0-14 th) berjumlah 565 jiwa atau 18% dari jumlah penduduk. Kelompok usia ini dianggap sebagai kelompok usia non produktif, sehingga merupakan beban ketergantungan bagi usia produktif.
b.
Kelompok usia produktif (15-59 th) berjumlah 2115 jiwa atau 67,6% dari jumlah penduduk. Kelompok usia ini merupakan kelompok usia produktif yang menanggung beban dari kelompok produktif.
c.
Kelompok usia 60 th keatas berjumlah 432 jiwa 13,8% dari jumlah penduduk . Kelompok usia tua ini merupakan kelompok usia non produktif, sehingga menjadi beban ketergantungan bagi usia produktif. Tanah yang terdapat di Desa Bulurejo merupakan tanah yang cukup
subur, sehingga tidak mengherankan jika sebagian besar dari penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu Desa Bulurejo memiliki sumber daya manusia yang cukup baik, 40% dari jumlah penduduk bekerja di bidang Pegawai Negeri. Jenis pekerjaan lain yang ditekuni oleh penduduk Desa Bulurejo antara lain sebagai buruh/swasta, buruh tani, pedagang, pengrajin, peternak, montir, dan nelayan. Untuk lebih detailnya berikut adalah tabelnya: JENIS MATA PENCAHARIAN
JUMLAH
Petani
946
Pegawai Negeri
130
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Buruh/swasta
119
Buruh tani
104
Pengrajin
58
Pedagang
58
Peternak
24
Nelayan
8
Montir
2
Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Bulurejo berdasarkan Jenis Mata Pencaharian Tahun 2010. (Sumber: Daftar Isian Potensi Desa dan Tingkat Perkembangan Desa Bulurejo Tahun 2010). Menurut data-data yang terkumpul, dari keseluruhan penduduk desa Bulurejo pernah atau sedang menempuh pendidikan, baik itu di taman kanakkanak (TK), sekolah dasar (SD), pendidikan umum. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tingkat Pendidikan
Jumlah
Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah
108 orang
Pernah sekolah SD tapi tidak tamat
338 orang
Tamat SD/sederajat
852 orang
SLTP/sederajat
530 orang
SLTA/sederajat
727 orang
D-1
67 orang
D-2
50 orang
D-3
40 orang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
S-1
115 orang
S-2
5 orang
S-3
-
Tabel 4. Jumlah penduduk Desa Bulurejo Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010 (Sumber: Daftar Isian Potensi Desa dan Tingkat Perkembangan Desa Bulurejo Tahun 2010). 4. Keadaan Sarana dan Prasarana Desa Dalam menjalankan roda pembangunan dan perekonomian diperlukan berbagai sarana dan prasarana desa yang baik. Berhubungan dengan hal tersebut maka Desa Bulurejo dapat dikatakan sudah cukup memiliki sarana dan prasarana desa yang baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya sarana peribadatan, transportasi, olahraga, sosial, budaya dan kesehatan. Berikut ini adalah rincian-rincian dari sarana-sarana tersebut. a. Sarana peribadatan Sebagian besar masyarakat Desa Bulurejo memeluk agama islam dan untuk agama non islam hanya berjumlah sedikit saja. Bagi pemeluk agama islam, desa Bulurejo telah terdapat masjid sebanyak 6 buah dan mushola sebanyak 6 buah. Sedangkan untuk pemeluk agama kristen ataupun yang lain, desa Bulurejo tidak mempunyai sarana peribadatan, sehingga mereka harus pergi ke kota. b. Sarana perhubungan dan transportasi Sarana dan prasarana perhubungan antara dusun satu dengan dusun yang lain, antara desa Bulurejo dengan desa yang lain, maupun antara desa Bulurejo dengan kabupaten dapat ditempuh dengan jalan aspal yang cukup baik, walaupun masih terdapat jalan yang kurang terawat yang mengakibatkan jalan berlubang. Hal ini disebabkan oleh kendaraan yang sebenarnya tidak boleh melintasi jalan tersebut, misalnya saja truk dengan barang bawaan yang melebihi batas. Namun dalam hal ini pemerintah desa berusaha untuk memperbaiki jalan tersebut agar pengguna jalan merasa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
nyaman.untuk sarana transportasi darat yang ada adalah bus, truk umum dan ojek. Sedangkan untuk sarana transportasi laut/sungai tidak terdapat di Desa Bulurejo. c. Sarana pendidikan, olahraga, dan kesehatan Sarana dan prasarana pendidikan, olahraga, sosial budaya dan kesehatan di desa Bulurejo meliputi: 1) Taman kanak-kanak sebanyak 2 unit; 2) Sekoah Dasar/sederajat sebanyak 2 unit; 3) SLTP sebanyak 1 unit; 4) Lembaga pendidikan keagamaan sebanyak 1 unit; 5) Lapangan sepak bola sebanyak 1 buah; 6) Puskesmas pembantu sebanyak 1 unit; 7) Apotik 1 unit; 8) Posyandu 6 unit. Dari rincian diatas, Desa Bulurejo termasuk desa yang memiliki sarana dan prasarana pendidikan, olahraga, dan kesehatan yang cukup baik. d.
Sarana dan prasarana ekonomi Untuk menunjang kegiatan ekonomi desa, di Desa Bulurejo telah terdapat Koperasi sebanyak 21 unit, industri kerajinan 2 unit, warung 12 unit, dan kelompok simpan pinjam 21 unit.
5. Susunan Organisasi Pemerintah Desa Di desa dibentuk Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa (mulai tahun 2005 disebut Badan Permusyawaratan Desa) yang menyelenggarakan Pemerintahan Desa. Pemerintahan Desa sendiri terdiri atas Kepala Desa dan Perangkat Desa. Perangkat Desa terdiri atas beberapa unsur yang meliputi unsur pelayanan seperti Sekretaris Desa dan atau Tata Usaha, unsur pelaksana teknis lapangan, dan unsur pembantu Kepala Desa di wilayah bagian Desa seperti Kepala Dusun. Sebagian besar anggota yang menjabat dipilih dari pemuka masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk menyelenggarakan pemerintahan desa. Pemerintah Desa mempunyai tugas pokok dalam melaksanakan urusan rumah tangga desa, urusan pemerintahan umum,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
pembangunan dan pembinaan masyarakat, serta menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten. Susunan organisasi pemerintah Desa Bulurejo adalah sebagai berikut: a. Susunan organisasi pemerintah desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa. b. Perangkat Desa terdiri atas: 1) Unsur staff yaitu sekretaris desa; 2) Unsur wilayah yaitu kepala dusun. c. Sekretaris Desa terdiri dari 4 Kepala Urusan (Kaur), yaitu: 1) Unsur pemerintahan; 2) Unsur perekonomian dan pembanguna; 3) Unsur kesejahteraan dan sosial rakyat; 4) Unsur keuangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa Bulurejo
Kepala Desa SUPADI, A.Ma.Pd Sekretar is Desa DWI R.NINGSIH,SE
Gambar 3. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa Bulurejo
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri
Kaur Pemerintahan
Kau r Ekbang
SUGIYATNO
YAHMAN
Kaur Kesos
Kaur Keuangan DAKA P
MARSAYID
Kadu s Surupan
K
K
K
adus Bulu
Kadus Glotho
adus Bolo
adus Sida Mulya
KAMIDI
BUDI L,SE
SUNARNO
WAHYU
Ka dus Krapyak
SUPARLAN
Kadus Karangturi BANDRIO
PURNOMO
B. Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 6 Tahun 2007 dalam Kaitannya dengan Pengelolaan Keuangan Desa yang Berbasis Kinerja di Desa Bulurejo Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 6 Tahun 2007 mulai berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu 26 Maret 2007. Obyek hukum Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2007 adalah pengaturan tentang pengelolaan keuangan desa. Keuangan desa yang dimaksud dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2007 adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Kedudukan keuangan desa dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2007 seperti yang dijelaskan dalam Pasal 2, yakni meliputi penyelenggaraan urusan Pemerintahan Desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari APB Desa, bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja daerah, serta penyelenggaraan urusan pemerintah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Mengenai sumber pendapatan desa sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 3 Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 6 Tahun 2007 meliputi: 1. Pendapatan Asli Desa terdiri dari hasil usaha Desa, hasil kekayaan Desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong-royong dan lain-lain Pendapatan Asli Desa yang sah; 2. Bagi hasil pajak dan retribusi daerah paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk Desa ; 3. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan ADD; 4. Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten dalam rangka pelaksanaan urusan Pemerintahan; 5. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat; 6. Pinjaman Desa. Dalam Pasal 10 ditegaskan pula bahwa pengelolaan keuangan desa dipegang oleh Kepala Desa yang dituangkan dalam Peraturan Desa dan pelaksanaannya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan kekuasaannya Kepala Desa dapat melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan dan pelaporan kepada Perangkat Desa. Pasal 15 juga menyatakan bahwa APB Desa terdiri atas bagian pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan. Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa. Kepala
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Desa bersama BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa. Selanjutnya Pasal 17 menyatakan bahwa tata cara Penyusunan Anggaran meliputi: 1. Setiap awal tahun anggaran Pemerintah Desa menyusun rancangan APB Desa; 2. Rancangan APB Desa selanjutnya dibahas bersama BPD dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan Desa; 3. Hasil pembahasan dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan Desa selanjutnya dijadikan pedoman dalam penetapan APB Desa; 4. Kepala Desa bersama BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa. Penyelenggaraan pembangunan dan pemerintahan desa tidak terlepas dari faktor keuangan. Faktor keuangan desa memiliki peranan yang sangat essensial karena mustahil bagi desa dapat menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan tanpa adanya dukungan dana yang memadai. Berkaitan dengan hal tersebut, unsur penyelenggara pemerintah desa sangat berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan desa. Namun ada hal yang tidak kalah pentingnya yaitu peran aktif masyarakat sendiri. Di Desa Bulurejo sumber pendapatan desa dikelola melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Pengelolaan keuangan desa dilakukan oleh Kepala Desa yang dituangkan dalam Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Pedoman pengelolaan keuangan desa ditetapkan oleh bupati/walikota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 37 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Keuangan Desa dikelola berdasarkan azaz-azaz transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran, dan dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintahan Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan. Berdasarkan ketentuan tersebut maka Kepala Desa mempunyai kewenangan: 1. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APB-Desa; 2. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
3. Menetapkan bendahara desa; 4. Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan, penerimaan desa dan; 5. Menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa. Kepala desa Bulurejo dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa dibantu oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD), yang terdiri dari: 1. Sekretaris Desa, yang bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggungjawab kepada Kepala Desa dan; 2. Perangkat Desa lainnya. Sekretaris Desa sebagai koordinator mempunyai tugas: 1. Menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan APBDesa; 2. Menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan Barang Desa; 3. Menyusun Raperdes APBDesa, perubahan APBDesa dan penanggungjawaban pelaksanaan APBDesa; 4. Menyusun Rancangan Keputusan Kepala Desa tentang pelaksanaan Peraturan Desa tentang APBDesa dan Perubahan APBDesa. Pengelolaan keuangan desa di Desa Bulurejo dituangkan dalam bentuk anggaran pendapatan dan belanja desa. Anggaran pendapatan dan belanja desa terdiri atas pendapatan, belanja dan pembiayaan desa. Dalam APBDesa sudah tercantum daftar belanja dan rencana pengeluaran desa selama satu tahun kedepan.
Mengenai sumber-sumber keuangan Desa Bulurejo dapat diperoleh dari: 1. Pendapatan asli desa yang berupa: a. Hasil kekayaan desa; b. Pungutan desa; c. Swadaya dan partisipasi masyarakat; d. Lain-lain hasil pendapatan desa yang sah. 2. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah; 3. Bantuan keuangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Dari sumber-sumber pendapatan desa diatas, maka diperlukan adanya pengelolaan keuangan desa. Selanjutnya mengenai pelaksanaan pengelolaan keuangan desa di Desa Bulurejo dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Pendapatan Desa a. Pendapatan asli desa 1) Hasil kekayaan desa Di Desa Bulurejo hasil kekayaan desa diperoleh dari tanah kas desa. Tanah kas desa sebagai unsur pokok pendapatan asli desa perlu dikelola dengan baik. Untuk meningkatkan pendapatan desa, tanah kas desa harus terus digali dan dikembangkan oleh perangkat desa dan penduduk desa. Pengelolaan keuangan desa juga perlu disesuaikan dengan peraturan desa agar tidak disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak sesuai. Desa Bulurejo memiliki tanah kas yang cukup luas yang sebagian besar tanahnya berwujud tanah persawahan. Dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 1996 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Pengembangan Tanah Kas Desa, menyebutkan bahwa pengelolaan tanah kas desa dapat dilaksankan dengan cara sebagai berikut: a) Diusahakan sendiri oleh pemerintah desa yang bersangkutan; b) Bagi hasil dengan pihak ketiga; c) Dikontrakkan atau disewakan; d) Gotong-royong dengan melibatkan Lembaga-Lembaga Pemerintah Desa; e) Cara-cara lain yang sesuai dengan kondisi desa yang bersangkutan. Sebagian dari tanah kas desa disebut dengan tanah bengkok. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri No. 5 Tahun 2008 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa, bahwa tanah bengkok pengelolaannya kembali kepada perangkat desa. Penggunaannya harus dilelang ke masyarakat umum. Di Desa Bulurejo,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
hasil lelang dari tanah kas tersebut digunakan untuk penghasilan perangkat desa. Selanjutnya hasil lelang ini masuk ke dalam APBDes. Untuk tahun anggaran 2010, penerimaan dari hasil lelang tanah kas desa Bulurejo berjumlah Rp 26.280.000,-. Dari hasil tersebut pengelolaannya digunakan untuk penghasilan tetap kepala desa, penghasilan tetap kepala urusan, dan penghasilan tetap kepala dusun. Berikut ini adalah tabel rincian dari hasil lelang tanah kas desa Bulurejo: HASIL NAMA
JABATAN
PENERIMAAN (TAHUN)
SUPADI, A.Ma.Pd
Kepala Desa
RP 3.840.000,-
SUGIYATNO
Kaur Pemerintahan
RP 2.040.000,-
YAHMAN
Kaur Ekbang
RP 2.040.000,-
MARSAYID
Kaur Kesos
RP 2.040.000,-
DAKA P
Kaur Keuangan
RP 2.040.000,-
SUPARLAN
Kadus Surupan
RP 2.040.000,-
KAMIDI
Kadus Bulu
RP 2.040.000,-
BUDI L, SE
Kadus Glotho
RP 2.040.000,-
SUNARNO
Kadus Bolo
RP 2.040.000,-
WAHYU
Kadus Sida Mulya
RP 2.040.000,-
PURNOMO
Kadus Krapyak
RP 2.040.000,-
BANDRIO
Kadus Karangturi
RP 2.040.000,-
JUMLAH
RP 26.280.000,-
Tabel 5. Pembagian Hasil Lelang Tanah Kas Desa Kepala Desa dan Perangkat Desa Bulurejo Tahun Anggaran Desember 2010.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
(Sumber: APBDes Bulurejo Tahun 2010) 2) Pungutan Desa Untuk mendukung jalannya pemerintahan dan pembangunan desa perlu adanya peningkatan pendapatan desa. Pendapatan desa tersebut dapat ditingkatkan melalui pemungutan desa. Pengelolaan pungutan desa di desa Bulurejo dilakukan oleh perangkat desa dengan diawasi kepala desa. Sesuai dengan Peraturan Desa Bulurejo No. 2 Tahun 2003 tentang Sumber Pendapatan Desa dari Pungutan Masyarakat Desa Bulurejo, maka pungutan desa tersebut dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Berikut ini adalah tabel rincian dari jenis surat dan jasa yang dikenakan pungutan: No
Jenis Surat dan Jasa
Banyaknya
Surat keterangan, Kelakuan Baik, Kelahiran, Pindah Tempat Luar Desa Bulurejo, 1.
Akta Kelahiran, Akta
Rp 2000,-
Perkawinan, Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK). Izin punya kerja tidak ada 2.
tontonan/hiburan.
Rp 3000,-
Izin punya kerja ada 3.
tintinan/hiburan siang atau
Rp 5000,-
malam. 4.
Surat nikah/NA, Rujuk.
Rp 5000,-
5.
Talak/cerai.
Rp 30.000,-
6.
Penerima wesel.
Rp 1000,-
7.
Penyertifikatan tanah 1
Rp 5000,-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
bidang. 8.
9.
Mengambil material pasir, batu tiap rit. Polo goro: jual tanah bacut harga umum penjualan.
Rp 1000,-
0,5%
Tabel 6. Jenis Surat dan Jasa yang Dikenakan Pungutan di Desa Bulurejo Tahun 2003. Ketentuan besarnya pungutan Desa Bulurejo diatas masih diberlakukan hingga sekarang. Pungutan tersebut kemudian akan digunakan untuk biaya pengeluaran desa. Namun untuk Desa Bulurejo, hasil dari pungutan desa tidak dimasukkan kedalam APBDesa. Hal tersebut karena besar penghasilan asli desa Bulurejo yang berasal dari pungutan desa tiap tahunnya hanya berjumlah sedikit saja. 3) Swadaya dan Partisipasi Masyarakat Pendapatan swadaya dan partisipasi masyarakat ini diperoleh dari warga desa melalui sumbangan atau iuran dalam bentuk uang maupun tenaga. Hasil dari swadaya dan partisipasi masyarakat tersebut kemudian digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana fisik desa. Pengelolaan hasil swadaya dan partisipasi masyarakat ini dilakukan oleh kepala desa dengan memberikan tugas kepada perangkat desa lainnya. Pada tahun anggaran 2010, pendapatan desa Bulurejo yang berasal dari swadaya dan partisipasi masyarakat berjumlah Rp 2.500.000,-. Jumlah tersebut diperoleh dari tenaga masyarakat yang dinilai dengan uang. Dari pendapatan hasil swadaya dan partisipasi masyarakat tersebut digunakan untuk perbaikan sarana publik cor jalan dusun Sida Mulya. 4) Lain-lain Hasil Pendapatan Desa yang Sah Selain dari pendapatan asli desa diatas, Desa Bulurejo juga memperoleh pemasukan pendapatan dari bidang lain. Pendapatan tersebut berasal dari biaya administrasi sebesar Rp 360.000,-. Untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
tahun sebelumnya, terdapat pemasukan lain di bidang pendapatan sewa molen dan pendapatan insentif PKD. Namun untuk tahun anggaran 2010 hanya dimasukkan dari biaya administrasi saja. Dari pendapatan yang berasal dari biaya administrasi tersebut digunakan untuk belanja bahan habis pakai, yakni belanja bahan bakar minyak dan gas yang dipergunakan untuk keperluan di dalam kantor desa Bulurejo/ balai desa Bulurejo. b. Bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Bagian dari dana perimbangan pusat dan daerah di desa Bulurejo terdiri atas alokasi dana desa. Alokasi dana desa berasal dari APBD Kabupaten yang bersumber dari dana perimbangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh persen). Di Desa Bulurejo, tujuan alokasi dana desa adalah: 1) Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan masyarakat; 2) Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat; 3) Meningkatkan pembangunan infrastruktur pedesaan; 4) Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial; 5) Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat; 6) Meningkatkan
pelayanan
pada
masyarakat
desa
dalam
rangka
pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat; 7) Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat; 8) Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). Pengelolaan Alokasi Dana Desa merupakan satu kesatuan dengan pengelolaan keuangan desa. Untuk tahun anggaran 2010, besar alokasi dana desa yang diterima oleh Desa Bulurejo adalah Rp 52.931.000,-. Dari jumlah tersebut, pengelolaannya digunakan untuk belanja Desa Bulurejo yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
terdiri atas belanja langsung maupun belanja tidak langsung. Berikut ini adalah rincian dari penggunaan alokasi dana desa: No Jenis belanja langsung dan tidak langsung
Banyaknya
1.
Honor tim/pengelola anggaran
Rp 3.120.000,-
2.
Honor petugas kebersihan
Rp 1.200.000,-
3.
Belanja ATK pemerintah desa
Rp 2.360.000,-
4.
Belanja perangko, materai, dan benda pos lainnya
Rp 132.000,-
5.
Pembuatan peta desa
Rp 840.000,-
6.
Belanja listrik
Rp 360.000,-
7.
Belanja jasa servis
Rp 280.000,-
8.
Belanja penggantian suku cadang
Rp 100.000,-
9.
Belanja minyak pelumas
Rp 80.000,-
10. Belanja surat tanda nomor kendaraan
Rp 40.000,-
11. Belanja cetak
Rp 235.050,-
12. Belanja fotocopy
Rp 1.800.000,-
13. Belanja makanan dan minuman amusrenbangdes
Rp 700.000,-
14.
Belanja makanan dan minuman rapat pemerintah desa
Rp 2.000.000,-
15. Belanja perjalanan dinas dalam kecamatan
Rp 2.040.000,-
16. Belanja perjalanan dinas luar kecamatan
Rp 1.060.000,-
17. Belanja perawatan komputer
Rp 732.000,-
18.
Belanja modal perbaikan sarana publik cor jalan
Rp 7.500.000,-
dusun Sidamulya Belanja modal perbaikan sarana pendidikan 19.
pavingisasi TK Desa Bulurejo
20. Subsidi kepala UP2K Dusun
commit to user
Rp 2.280.000,Rp 800.000,-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
21. Bantuan kepada posyandu
Rp 3.000.000,-
22. Bantuan rehab rumah KK miskin
Rp 1.000.000,-
23. Bantuan kepada gerakan sayang ibu
Rp 500.000,-
24. Operasional RT
Rp 4.200.000,-
25. Operasional LPKK
Rp 1.500.000,-
26. Operasional LPM
Rp 1.000.000,-
27. Bantuan keuangan kepada TPK PNPMMD
Rp 1.000.000,-
28. Operasional karangtaruna
Rp 500.000,-
29. Operasional TK
Rp 1.000.000,-
30. Pembinaan pengurus koperasi RT
Rp 2.000.000,-
31. Peringatan hari besar kenegaraan dan keagamaan
Rp 2.000.000,-
32. Pembinaan hansip desa
Rp 1.000.000,-
33. Operasional forkom desa siaga sehat
Rp 500.000,-
34.
Penanggulangan bencana alam dan bencana
Rp 7.271.700,-
sosial JUMLAH
Rp 52.931.000,-
Tabel 7. Penggunaan dana alokasi desa untuk belanja langsung dan tidak langsung tahun anggaran 2010. (Sumber: APBDes Bulurejo Tahun 2010) c. Bantuan keuangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten Bantuan keuangan pemerintah provinsi di Desa Bulurejo pada tahun anggaran 2010 berjumlah Rp 7.000.000,-. Dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya, jumlah yang diterima pada tahun anggaran 2010 lebih banyak, sehingga dapat menambah pendapatan desa. Dana tersebut pengelolaannya oleh pemerintah desa Bulurejo digunakan sebagai belanja modal pengadaan perlengkapan kantor, belanja modal pengadaan komputer,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
dan belanja modal pengadaan mebeulair. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada tabel berikut: Uraian Belanja
Jumlah
1. BELANJA MODAL PENGADAAN PERLENGKAPAN KANTOR - Belanja modal sarana arsip
Rp 2.000.000,Rp 2.000.000,-
2. BELANJA MODAL PENGADAAN Rp 2.900.000,-
KOMPUTER a. Belanja modal pengadaan printer b. Belanja modal pengadaan UPB/stabilizer 3. BELANJA MODAL PENGADAAN MEBEULAIR a. Belanja modal pengadaan meja kerja b. Belanja modal pengadaan kursi meja
Rp 2.000.000,Rp 900.000,-
Rp 1.900.000,-
Rp 500.000,-
Rp 1.400.000,-
Tabel 8. Penggunaan bantuan pemerintah provinsi Desa Bulurejo tahun anggaran 2010. (Sumber: APBDes Bulurejo Tahun 2010) Selanjutnya mengenai bantuan dari pemerintah kabupaten, pada tahun anggaran 2010 Desa Bulurejo menerima dana sebanyak Rp 93.600.000,-. Dana tersebut merupakan penghasilan tetap yang ditujukan kepada kepala desa dan perangkat desa lainnya. Selain itu penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa berasal dari pendapatan asli desa seperti yang telah diuraikan pada penjelasan sebelumnya. Bantuan dari pemerintah kabupaten merupakan tambahan untuk penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa. Dengan adanya APBD kabupaten ini, maka diharapkan dapat menambah kinerja aparat pemerintah desa untuk kemajuan desa tentunya. Untuk lebih rincinya mengenai penghasilan tetap dari APBD Kabupaten, dapat dilihat pada tabel berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
PENGHASILAN TETAP Kepala Desa
Kepala Urusan
URAIAN 1 orang x 12 bulan 4 orang x 12
HG SATUAN
JUMLAH
Rp 1.200.000,-
Rp 14.400.000,-
Rp 600.000,-
Rp 28.800.000,-
Rp 600.000,-
Rp 50.400.000,-
bulan Kepala Dusun
7 orang x 12 bulan
Tabel 8. Uraian penghasilan tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa Bulurejo dari APBD Kabupaten tahun anggaran 2010 (Sumber: APBDes Bulurejo Tahun 2010) 2. Belanja Desa Belanja desa merupakan salah satu kegiatan rutin desa dalam satu tahun terakhir yang selanjutnya akan dimasukkan kedalam anggaran pendapatan dan belanja desa. Belanja desa terdiri dari 2 jenis, yakni belanja langsung dan belanja tidak langsung. Untuk belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Sedangkan untuk belanja tidak langsung terdiri atas belanja belanja pegawai, belanja subsidi, belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan, dan belanja tak terduga. Berikut akan dijelaskan masing-masing jenis belanja Desa Bulurejo selama satu tahun terakhir, yakni tahun anggaran 2010. a. Belanja Langsung 1) Belanja Pegawai Dari data yang diperoleh di Desa Bulurejo, jumlah belanja pegawai untuk tahun anggaran 2010 sebanyak Rp 10.135.000,- yang masingmasing digunakan sebagai: a) Honor tim/ pengelola anggaran sebanyak Rp 3.120.000,- untuk tahun anggaran 2010 yang diperoleh dari dana alokasi desa; b) Honorarium tim/panitia lelang tanah kas desa untuk tahun anggaran 2010 sebanyak Rp 525.000,- yang diperoleh dari SILPA;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
c) Honorarium sidang BPD sebanyak Rp 3.640.000,- yang diperoleh dari SILPA; d) Uang kehormatan BPD sebanyak Rp 1.650.000,- yang diperoleh dari SILPA, dan; e) Honor petugas kebersihan sebanyak Rp 1.200.000,- yang diperoleh dari SILPA. 2) Belanja Barang dan Jasa Belanja barang dan jasa di Desa Bulurejo sendiri terdapat 10 jenis, yakni belanja bahan habis pakai, belanja bahan/material, belanja jasa kantor, belanja perawatan kendaraan dinas,belanja cetak dan penggandaan, belanja makanan dan minuman, belanja perjalanan dinas pemerintah desa, setor kepada pihak ketiga, belanja perawatan komputer, belanja perawatan alat kantor, dan belanja perawatan molen. Untuk tahun anggaran 2010, jumlah pengeluaran belanja barang dan jasa di Desa Bulurejo sebanyak Rp 24.304.800,-, dengan rincian sebagai berikut: a) Belanja bahan habis pakai, yang terdiri dari: (1) Belanja Alat Tulis Kantor pemerintah desa sebanyak Rp 2.360.250,-. Dana ini didapat dari dana alokasi desa tahun 2010, yang
selanjutnya
digunakan
oleh
pemerintah
desa
dalam
menjalankan tugas pemerintahan desa; (2) Belanja Alat Tulis Kantor BPD sebanyak Rp 270.000,- yang diperoleh dari SILPA atau sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya; (3) Belanja perangko, materai, dan benda pos lainnya sebanyak Rp 132.000,- yang diperoleh dari dana alokasi desa; (4) Belanja bahan bakar minyak/gas sebanyak Rp 360.000,-. Dana ini diperoleh dari pendapatan asli desa berupa biaya administrasi. b) Belanja bahan/material Dari data yang diperoleh di Desa Bulurejo, untuk belanja bahan material pada tahun anggaran 2010 berjumlah Rp 2.840.000,-. Jumlah tersebut terdiri atas pensertifikatan tanah desa sebanyak Rp
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
2.000.000,- yang diperoleh dari SILPA, dan pembuatan peta desa sebanyak Rp 840.000,- yang diperoleh dari dana alokasi dea. c) Belanja jasa kantor Untuk belanja jasa kantor di Desa Bulurejo hanya terdiri atas belanja listrik yang berjumlah Rp 360.000,- diperoleh dari dana alokasi desa. d) Belanja perawatan kendaraan dinas Terdapat empat jenis belanja perawatan dinas yang masingmasing diperoleh dari dana alokasi desa. Belanja perawatan kendaraan dinas untuk tahun anggaran 2010 berjumlah Rp 500.000,- yang digunakan untuk: belanja jasa servis sebanyak Rp 280.000,-, belanja penggantian suku cadang sebanyak Rp 100.000,-, belanja minyak pelumas sebanyak Rp 80.000,-, dan belanja surat tanda nomor kendaraan sebanyak Rp 40.000,-. e) Belanja cetak dan penggandaan Pendapatan asli desa yang berasal dari dana alokasi desa sebagian juga digunakan sebagai pengeluaran belanja cetak dan penggandaan. Dana tersebut berjumlah Rp 2.035.050,- yang masingmasing digunakan sebagai belanja cetak sebanyak Rp 235.000,- dan belanja fotocopy sebanyak Rp 1.800.000,-. f) Belanja makanan dan minuman Belanja makanan dan minuman merupakan pengeluaran yang dilakukan hampir setiap hari pada saat jam kerja oleh pemerintah desa Bulurejo. Hal ini karena makanan dan minuman merupakan salah satu kebutuhan yang penting untuk pemerintah desa Bulurejo dalam melakukan pekerjaannya. Untuk tahun anggaran 2010 jumlah belanja makanan dan minuman desa Bulurejo sebanyak Rp 3.030.000,- yang diperoleh dari dana alokasi desa dan SILPA. Selanjutnya jumlah tersebut digunakan untuk belanja makanan dan minuman amusrenbangDes sebanyak Rp 700.000,-, belanja makanan dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
minuman rapat pemerintah desa sebanyak Rp 2.000.000,-, dan belanja makanan dan minuman rapat BPD sebanyak Rp 330.000,-. g) Belanja perjalanan dinas pemerintah desa Jumlah belanja perjalanan dinas pemrintah desa untuk desa Bulurejo pada tahun anggaran 2010 sebanyak Rp 6.120.000,- yang masing-masing digunakan sebagai: (1) Belanja perjalanan dinas kecamatan sebanyak Rp 2.040.000 yang diperoleh dari dana alokasi desa; (2) Belanja perjalanan dinas luar kecamatan sebanyak RP 1.060.000,yang diperoleh dari dana alokasi desa; (3) Belanja perjalanan dinas luar kabupaten sebanyak Rp 2.650.000,yang diperoleh dari SILPA dan; (4) Belanja perjalanan dinas BPD sebanyak Rp 370.000,- yang diperoleh dari SILPA. h) Setor kepada pihak ketiga Pada tahun anggaran 2010, setor kepada pihak ketiga sejumlah Rp 4.065.000,- yang berasal dari SILPA. Selanjutnya dana tersebut digunakan sebagai biaya peningkatan administrasi bagi aparatur pemerintah desa sebanyak 1 unit. i) Belanja perawatan komputer Belanja perawatan komputer diperoleh dari dana alokasi desa sebanyak RP 732.000,- digunakan untuk perawatan 7 unit alat-alat komputer yang terdapat di kantor pemerintah desa Bulurejo. j) Belanja perawatan molen Di Desa Bulurejo terdapat satu usaha kecil yang dikelola oleh masyarakat setempat, yakni usaha molen. Untuk belanja perawatan molen sendiri diperoleh dari SILPA sejumlah Rp 1.500.000,- yang digunakan untuk 1 tahun perawatan molen. 3) Belanja Modal Mengenai belanja modal di Desa Bulurejo terdiri atas 5 jenis, yakni belanja modal pengadaan perlengkapan kantor, belanja modal pengadaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
komputer, belanja modal pengadaan mebeulair, belanja modal pengadaan alat-alat studio, dan belanja modal pengadaan sarana publik dalam skala kecil. Untuk tahun anggaran 2010 jumlah belanja modal di Desa Bulurejo sebanyak Rp 21.280.000,- dengan rincian sebagai berikut: a) Belanja modal pengadaan perlengkapan kantor Menurut data yang diperloh dari Desa Bulurejo, belanja modal pengadaan perlengkapan kantor meliputi belanja modal sarana arsip yang berjumlah Rp 2.000.000,- dan diperoleh dari APBD Provinsi. b) Belanja modal pengadaan komputer Belanja modal pengadaan komputer ini dananya diperoleh dari APBD propinsi sebanyak Rp 3.100.000,- yang selanjutnya digunakan sebagai belanja modal pengadaan printer sebanyak Rp 2.200.000,- dan belanja modal pengadaan UPS/ stabilizer sebanyak Rp 500.000,-. c) Belanja modal pengadaan mebeulair, terdiri atas: (1) Belanja modal pengadaan meja kerja sebanyak Rp 500.000,- yang diperoleh dari APBD Provinsi; (2) Belanja modal pengadaan kursi kerja sebanyak Rp 1.400.000,yang diperoleh dari APBD Provinsi. d) Belanja modal pengadaan alat-alat studio, sebanyak Rp 2.000.000,yang digunakan sebagai belanja modal pengadaan kamera dan diperoleh dari Silpa. e) Belanja modal pengadaan sarana publik dalam skala kecil, terdiri atas: (1) Belanja modal perbaikan sarana publik cor jalan dusun sidamulya sebanyak Rp 2.500.000,- yang diperoleh dari PAD dan Rp 7.500.000,- dari dana alokasi desa; (2) Belanja modal perbaikan sarana pendidikan pavingisasi TK Desa Bulurejo sejumlah Rp 2.280.000,- yang diperoleh dari dana alokasi desa. b. Belanja Tidak Langsung 1) Belanja pegawai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Untuk belanja tidak langsung berupa belanja pegawai ini mencakup penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa lainnya. pada tahun anggaran 2010, jumlah belanja pegawai di Desa Bulurejo sebanyak Rp 119.880.000,- dengan rincian sebagai berikut: a) Penghasilan tetap kepala desa yang diperoleh dari pendapatan asli desa sebanyak Rp 3.840.000,- dan APBD Kabupaten sebanyak Rp 14.400.000,-; b) Penghasilan tetap kepala urusan yang berjumlah 4 orang sebanyak Rp 8.160.000,- dari pendapatan asli desa dan Rp 28.800.000,- dari APBD Kabupaten; c) Penghasilan tetap kepala dusun untuk 8 kepala dusun yang berjumlah Rp 14.280.000,- dari pendapatan asli desa dan Rp 50.400.000,- dari APBD Kabupaten. 2) Belanja subsidi, yakni berupa subsidi kepada UP2K dusun yang berjumlah Rp 800.000,- diperoleh dari dana alokasi desa. 3) Belanja bantuan sosial Untuk tahun anggaran 2010, belanja bantuan sosial di desa Bulurejo berjumlah Rp 4.500.000,- yang masing-masing digunakan sebagai: a) Bantuan kepada posyandu, sebanyak Rp 3.000.000,- yang diperoleh dari dana alokasi desa; b) Bantuan rehab rumah KK miskin sebanyak Rp 1.000.000,- yang diperoleh dari dana alokasi desa; c) Bantuan kepada gerakan sayang ibu, sebanyak Rp 500.000,- yang diperoleh dari dana alokasi desa.
4) Belanja bantuan keuangan Jumlah belanja bantuan keuangan pada tahun anggaran 2010 sebanyak Rp 14.700.000,- yang masing-masing diperoleh dari dana alokasi desa dan terdiri atas: a) Operasional RT sebanyak Rp 4.200.000;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
b) Operasional LPKK sebanyak Rp 1.500.000,-; c) Operasional LPM sebanyak Rp 1.000.000,-; d) Bantuan keuangan kepada TPK PNPM MD sebanyak Rp1.000.000,-; e) Operasional karangtaruna sebanyak Rp 500.000,-; f) Operasional TK sebanyak Rp 1.000.000,-; g) Pembinaan pengurus koperasi RT sebanyak Rp 2.000.000,h) Pembinaan hansip desa sebanyak Rp 1.000.000,- dan; i) Operasional forum desa siaga sehat sebanyak Rp 500.000,-. 5) Belanja tak terduga Dari data yang diperoleh di Desa Bulurejo, jumlah belanja tak terduga pada tahun anggaran 2010 sebanyak Rp 7.271.700,- yang diperoleh dari dana alokasi desa dan digunakan sebagai penanggulangan bencana alam dan bencana sosial. Jumlah belanja di Desa Bulurejo secara keseluruhan untuk tahun 2010 adalah Rp 202.871.500, dan jumlah pendapatan Rp 182.671.000,-, sehingga dalam hal ini jumlah defisit Desa Bulurejo untuk tahun angaran 2010 adalah sebanyak Rp 20.200.500,-. 3. Pembiayaan Desa Sumber-sumber pembiayaan yang merupakan penerimaan Desa Bulurejo adalah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA) yakni sejumlah Rp 25.200.000,- sehingga untuk tahun anggaran 2010, jumlah penerimaan pembiayaan desa di Desa Bulurejo adalah Rp 25.200.000,-. Dana ini digunakan untuk pengeluaran pembiayaan berupa pembentukan dana cadangan untuk rehap kantor desa sebanyak Rp 5.000.000,-. Dengan demikian jumlah pembiayaan neto pada tahun angaran 2010 sebanyak Rp 20.200.000,-. Pada dasarnya setiap kegiatan selalu membutuhkan pembiayaan, demikian pula dalam hal penyelenggaraan pemerintahan desa juga membutuhkan anggaran. Anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis dengan unsurunsur yang meliputi rencana, kegiatan suatu lembaga dalam suatu unit moneter dan dalam jangka waktu yang akan datang (Warsito Utomo dalam Sutarno,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
2006:9). Berdasarkan unsur-unsur anggaran diatas, unsur perencanaan adalah unsur pertama dalam penyusunan anggaran, oleh sebab itu perencanaan kegiatan berperan penting dalam penganggaran. Menurut Pasal 73 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 ayat (1), APB Desa terdiri atas bagian pendapatan desa, belanja desa, dan pembiayaan. Konsekuensi ketentuan ini adalah perubahan sistem penganggaran desa yang selama ini dikenal dengan cara tradisional dan inkremental menjadi sistem penganggaran berdasarkan kinerja. Hal ini mengikuti perubahan pola penganggaran keuangan di tingkat Pusat maupun Daerah. Berikut ini akan dijelaskan mengenai beberapa kriteria anggaran berbasis kinerja: 1.
Anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan (Penjelasan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000). Berdasarkan definisi tersebut maka unsur perencanaan adalah unsur pertama dalam penentuan input/masukan. Untuk itu idealnya dalam penerapan anggaran berbasis kinerja harus memperhatikan keterpaduan antara berbagai dokumen perencanaan dan strategi serta prioritas yang ada.
2.
Alokasi anggaran pada sistem anggaran berbasis kinerja disesuaikan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan (prinsip money follows function). Penyusunan anggaran kinerja mensyaratkan adanya partisipasi seluruh stakeholders dalam perumusan, pengesahan, sampai pada tahap implementasi dan evaluasi anggaran (Sutarno, 2006:48). Anggaran kinerja pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Dengan demikian diharapkan penyusunan dan pengalokasian anggaran dapat lebih disesuaikan dengan skala prioritas dan preferensi daerah yang bersangkutan. Kinerja tersebut harus mencerminkan efektivitas pelayanan masyarakat yang berarti harus berorientasi pada kepentingan
publik.
Kaur
keuangan
mengidentifikasi kepentingan masyarakat hanya dapat diketahui bila telah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
dilakukan pengumpulan permasalahan dan isu daerah, yang antara lain
3.
Penentuan skala prioritas tidak ditentukan oleh besaran nilai dari masingmasing pos, tetapi berorientasi pada output dan outcome yang diinginkan. Artinya alokasi anggaran yang rasional semestinya didasarkan pada prinsip value for money (Dede Mariana dalam Sutarno, 2006:12). Dengan demikian penentuan alokasi anggaran untuk sektor-sektor yang diprioritaskan dilakukan dengan mempertimbangkan nilai ekonomi, efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran. Nilai ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan pengguanaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada harga yang paling murah. Nilai efisiensi dikaitkan dengan penggunaan dana masyarakat harus dapat menghasilkan output dan outcome yang maksimal bagi pembangunan. Nilai efisiensi berarti bahwa penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target-target atau tujuan kepentingan publik yang diinginkan.
4.
Salah satu ciri dari pelaksanaan anggaran berbasis kinerja adalah adanya indikator kegiatan. Suatu kegiatan harus mampu mengidentifikasi program, sasaran, dan indikator kegiatan. Indikator kegiatan tersebut harus dapat diukur sehingga semua hal dapat diukur. Hal ini adalah prasyarat dari pelaksanaan kepemerintahan yang baik. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Kepala
yang sulit dilakukan. Hal ini yang justru menjadi kendala dalam pelaksanaan
Dalam pengelolaan keuangan desa di Desa Bulurejo pada tahapan perencanaan penyusunan APBDes tidak tersedia dokumen-dokumen yang diperlukan untuk menerapkan aturan anggaran yang berbasis kinerja yang mencakup standar pelaksanaannya. Sekretaris Desa Bulurejo menyatakan bahwa: -dokumen dalam perencanaan penyusunan anggaran pada tingkat daerah/ kabupaten meliputi program pembangunan daerah, rencana pembangunan daerah, laporan pertanggungjawaban, tugas pokok dan fungsi, dsb. Akan tetapi sampai sekarang pemerintah kabupaten belum memiliki dokumen tersebut,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
sehingga desa pun belum memiliki dokumen perencanaan untuk penerapan
anggaran berbasis kinerja diperlukan dokumen-dokumen tersebut. Namun demikian Pemerintah Desa Bulurejo belum menggunakan ukuran diatas karena dokumen perencanaan yang dibutuhkan belum dimiliki oleh Pemerintah Desa, sehingga anggaran kinerja belum sepenuhnya diterapkan pada tahap perencanaan. Selain itu kesiapan Desa Bulurejo sendiri belum sepenuhnya bisa menerapkan anggaran berbasis kinerja, karena kurang dipahaminya pengaturan tentang anggaran kinerja oleh perangkat desa dan kesulitan dalam menentukan indikator kegiatan, mengingat sulitnya menentukan ukuran kegiatannya. Dengan demikian dalam penyusunan APBDes, prinsip anggaran berbasis kinerja belum sepenuhnya dilaksanakan di Desa Bulurejo. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa Bulurejo, menunjukkan bahwa implementasi Peraturan daerah Nomor 6 tahun 2007 tentang Keuangan Desa dapat diimplementasikan dengan cukup baik di Desa Bulurejo. Hal ini dapat ditunjukkan dengan manajemen keuangan, sistem pembukuan dan akuntansi pemerintah desa Bulurejo yang tertib dan transparan. Selain itu kepala desa, perangkat desa maupun masyarakat juga ikut berpartisipasi dalam proses perencanaan dan penganggaran keuangan. Namun ada beberapa faktor yang perlu ditingkatkan dalam pengelolaan keuangan desa di desa Bulurejo, yaitu peningkatan sumber daya manusia dan peningkatan pendapatan perangkat desa. Sehingga dengan adanya peningkatan sumber daya manusia dan peningkatan pendapatan perangkat desa ini diharapkan akan mengatasi permasalahan dan kendala yang muncul dikemudian hari, tentunya juga ikut melibatkan masyarakat dalam pengawasan pengelolaan keuangan desa agar lebih transparan dan akuntabel.
Menurut hasil wawancara dengan sekretaris desa dan kaur keuangan, dalam penyusunan APBDes di Desa Bulurejo menerapkan prinsip: 1. Transparansi dan akuntabilitas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Anggaran pandapatan dan belanja desa di desa Bulurejo harus dapat memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh dari masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Selain itu setiap dana yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. 2. Disiplin anggaran APBDesa disusun dengan berorientasi pada kebutuhan masyarakat tanpa harus meninggalkan keseimbangan antara pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, dan pelayanan masyarakat. Untuk itu anggaran desa disusun berdasarkan asas efisiensi, tepat guna, tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan. 3. Keadilan anggaran Pemerintah desa mengalokasikan penggunaan dana desa secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat tanpa diskriminasi. 4. Efisiensi dan efektifitas anggaran Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal untuk masyarakat. 5. Format anggaran APBDes disusun berdasarkan format anggaran defisit (deficit budget format). Selisih antara pendapatan dan belanja mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit anggaran, sehingga jika terjadi surplus, desa dapat membentuk dana cadangan, sedangkan bila terjadi defisit dapat ditutupi melalui sumber pembiayaan. Lebih lanjut pengelolaan keuangan desa di Desa Bulurejo dikelola secara tertib, taat pada peraturan Perundang-undangan, transparan, bertanggungjawab dan manfaat bagi masyarakat. Pertama, tertib yang dimaksud adalah keuangan desa Bulurejo dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti-bukti administrasi desa yang bertanggungjawab. Kedua, taat pada peraturan perundang-undangan bahwa pengelolaan keuangan desa di Desa Bulurejo telah berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, transparan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
bahwa pengelolaan keuangan desa di Desa Bulurejo dilakukan secara terbuka yang memungkinkan masyarakat dalam memperoleh informasi mengenai keuangan desa seluas-luasnya. Keempat, bertanggungjawab, bahwa pengelolaan keuangan desa di Desa Bulurejo dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab dari pemerintah desa setempat agar kesejahteraan masyarakat terwujud. Terakhir adalah manfaat bagi masyarakat, bahwa pengelolaan keuangan desa diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat Desa Bulurejo. Meskipun dalam penyusunan APBDes di Desa Bulurejo telah menggunakan prinsip-prinsip sebagaimana dijelaskan diatas, yakni prinsip transparansi dan akuntabilitas, disiplin anggaran, keadilan anggaran, efisiensi dan efektifitas anggaran, namun untuk prinsip anggaran berbasis kinerja belum sepenuhnya dilaksanakan di Desa Bulurejo. Hal ini telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya, bahwa berdasarkan kriteria dari penerapan prinsip anggaran berbasis kinerja, pengelolaan keuangan desa di Desa Bulurejo pada tahapan perencanaan penyusunan APBDes tidak tersedia dokumen-dokumen yang diperlukan untuk menerapkan aturan anggaran berbasis kinerja yang mencakup standar pelaksanaannya. Selain itu kesiapan Desa Bulurejo sendiri belum sepenuhnya bisa menerapkan anggaran berbasis kinerja, karena kurang dipahaminya pengaturan tentang anggaran kinerja oleh perangkat desa dan kesulitan dalam menentukan indikator kegiatan, mengingat sulitnya menentukan ukuran kegiatannya. Dengan demikian dalam penyusunan APBDes, prinsip anggaran berbasis kinerja belum sepenuhnya dilaksanakan di Desa Bulurejo. C. Kendala-Kendala yang Timbul dalam Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 6 Tahun 2007 dan Penyelesaiannya 1. Kendala yang timbul di Desa Bulurejo dalam implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 6 Tahun 2007 Pemerintah Desa Bulurejo mengalami banyak kendala dalam implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 6 tahun 2007 mengenai pengelolaan keuangan desa yang ditujukan untuk kesejahteraan desa. Hambatan tersebut adalah:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
a.
Kondisi keuangan pemerintah desa Bulurejo yang disebabkan oleh minimnya kemampuan untuk menyediakan pembiayaan bagi aktivitas pemerintah desa. Hal ini akan mengakibatkan ketergantungan dana yang cukup besar kepada pemerintah Kabupaten, Propinsi, maupun Pusat. Akibatnya desa Bulurejo tidak memiliki kemandirian, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan.
b.
Pengelolaan keuangan desa Bulurejo masih dihadapkan pada kurangnya kemampuan desa Bulurejo dalam menggali sumber-sumber keuangan desa.
c.
Mengenai SDM aparatur pemerintah desa yang masih belum memiliki kemampuan yang optimal dalam pengelolaan keuangan desa. Hal ini dibuktikan dengan masih terdapatnya perangkat desa Bulurejo yang belum menguasai teknologi, yakni komputer. Seperti yang diketahui bahwa komputer merupakan sarana yang penting dalam proses pengelolaan datadata mengenai keuangan desa. Di Desa Bulurejo sendiri dari empat kaur, baru terdapat dua anggota saja yang sudah menguasai komputer. Untuk itu, dalam hal ini diperlukan adanya peningkatan SDM agar pengelolaan keuangan desa bisa terlaksana dengan lebih baik.
d.
Masih rendahnya pendapatan yang diterima oleh perangkat desa, sehingga dalam
melakukan
pekerjaan
juga
tidak
optimal
karena
mereka
menganggap gaji yang diterima tidak sepadan dengan pekerjaan yang dilakukan. e.
Dalam penyusunan APBDesa di Desa Bulurejo belum sepenuhnya menerapkan prinsip anggaran berbasis kinerja, karena belum dimilikinya peraturan-peraturan di tingkat daerah maupun desa yang menjadi persyaratan dapat diterapkannya sistem anggaran berbasis kinerja. Anggaran berbasis kinerja merupakan sesuatu yang baru sehingga perlu penyesuaian untuk penerapannya, akan tetapi peraturan-peraturan di tingkat daerah maupun desa sendiri belum ada, sehingga diperlukan sosialisasi dari pemerintah mengenai penyusunan anggaran berbasis kinerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
2. Langkah penyelesaian yang dilakukan pemerintah desa Bulurejo untuk mengatasi permasalahan dalam implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 6 Tahun 2007 Dari kendala yang muncul dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 6 Tahun 2007, pemerintah Desa Bulurejo mengambil langkah penyelesaian sebagai berikut: a. Masih diperlukan adanya subsidi dari pemerintah baik pemerintah pusat maupun
pemerintah
daerah/kabupaten
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan desa; b. Untuk
meningkatkan
pendapatan
desa
perlu
penegasan
tentang
kewenangan desa terutama untuk mengelola sumber-sumber keuangan desa; c. Pemerintah Desa Bulurejo seharusnya merancang kegiatan pelatihanpelatihan komputer, dan lainnya yang dapat menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan teknis perangkat desa dalam mengelola keuangan desa; d. Pembagian tanah bengkok yang layak kepada perangkat desa Bulurejo, sebagai salah satu langkah untuk meningkatkan kesejahteraan, sehingga diharapkan perangkat desa Bulurejo dapat berkonsentrasi penuh dalam menjalankan pemerintahan, yang salah satu tugas pokoknya adalah memberikan layanan publik; e. Dalam penyusunan APBDes di Desa Bulurejo sudah saatnya untuk menerapkan
prinsip
anggaran
berbasis
kinerja,
karena
dengan
menggunakan anggaran berbasis kinerja akan terlihat tanggungjawab dan keterbukaan dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis uraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri No 6 Tahun 2007 dalam kaitannya dengan pengelolaan keuangan desa yang berbasis kinerja di Desa Bulurejo, Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri. Peraturan daerah Nomor 6 tahun 2007 tentang Keuangan Desa dapat diimplementasikan dengan cukup baik di Desa Bulurejo. Hal ini dapat ditunjukkan dengan manajemen keuangan, sistem pembukuan dan akuntansi pemerintah desa Bulurejo yang tertib dan transparan. Selain itu kepala desa, perangkat desa maupun masyarakat juga ikut berpartisipasi dalam proses perencanaan dan penganggaran keuangan. Pengelolaan keuangan desa di Desa Bulurejo dituangkan dalam bentuk anggaran pendapatan dan belanja desa. Menurut Pasal 73 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 ayat (1), APB Desa terdiri atas bagian pendapatan desa, belanja desa, dan pembiayaan. Konsekuensi ketentuan ini adalah perubahan sistem penganggaran desa yang selama ini dikenal dengan cara tradisional dan inkremental menjadi sistem penganggaran berdasarkan kinerja. Hal ini mengikuti perubahan pola penganggaran keuangan di tingkat Pusat maupun Daerah. Mengenai beberapa kriteria anggaran berbasis kinerja meliputi dalam penerapan anggaran berbasis kinerja harus memperhatikan keterpaduan antara berbagai dokumen perencanaan dan strategi serta prioritas yang ada, alokasi anggaran pada sistem anggaran berbasis kinerja disesuaikan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan (prinsip money follows function), penentuan skala prioritas tidak ditentukan oleh besaran nilai dari masing-masing pos tetapi berorientasi pada output dan outcome yang diinginkan, dan salah satu ciri dari pelaksanaan anggaran berbasis kinerja adalah adanya indikator kegiatan
commit to user 71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
dimana suatu kegiatan harus mampu mengidentifikasi program, sasaran, dan indikator kegiatan. Dalam penyusunan APBDes di Desa Bulurejo menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, disiplin anggaran, keadilan anggaran, efisiensi dan efektifitas anggaran, serta format anggaran. Meskipun dalam penyusunan APBDes di Desa Bulurejo telah menggunakan prinsip-prinsip tersebut, namun belum sepenuhnya prinsip anggaran berbasis kinerja bisa dilaksanakan di Desa Bulurejo. Hal ini karena belum memenuhi beberapa kriteria dari penerapan anggaran berbasis kinerja, yakni mengenai pengelolaan keuangan desa di Desa Bulurejo pada tahapan perencanaan penyusunan APBDes tidak tersedia dokumen-dokumen yang diperlukan untuk menerapkan aturan anggaran yang berbasis kinerja yang mencakup standar pelaksanaannya. Selain itu kesiapan Desa Bulurejo sendiri belum sepenuhnya bisa menerapkan anggaran berbasis kinerja, karena kurang dipahaminya pengaturan tentang anggaran kinerja oleh perangkat desa dan kesulitan dalam menentukan indikator kegiatan, mengingat sulitnya menentukan ukuran kegiatannya. Dengan demikian dalam penyusunan APBDes, prinsip anggaran berbasis kinerja belum sepenuhnya dilaksanakan di Desa Bulurejo. 2. Kendala-kendala yang Timbul dalam
Implementasi Peraturan Daerah
Kabupaten Wonogiri Nomor 6 Tahun 2007 Kendala yang menghambat implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri No 6 Tahun 2007 di Desa Bulurejo, meliputi kondisi keuangan pemerintah desa Bulurejo yang disebabkan oleh minimnya kemampuan untuk menyediakan pembiayaan bagi aktivitas pemerintah desa, kurangnya kemampuan desa Bulurejo dalam menggali sumber-sumber keuangan desa, SDM aparatur pemerintah desa yang masih belum memiliki kemampuan yang optimal dalam pengelolaan keuangan desa, masih rendahnya pendapatan yang diterima oleh perangkat desa, serta dalam penyusunan APBDesa di Desa Bulurejo belum sepenuhnya menerapkan prinsip anggaran berbasis kinerja, karena belum dimilikinya peraturan-peraturan di tingkat daerah maupun desa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
yang menjadi persyaratan dapat diterapkannya sistem anggaran berbasis kinerja. Usaha yang dilakukan dalam menghadapi hambatan tersebut adalah diperlukan adanya subsidi dari pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah/kabupaten dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, untuk meningkatkan pendapatan desa perlu penegasan tentang kewenangan desa terutama untuk mengelola sumber-sumber keuangan desa, pemerintah Desa Bulurejo seharusnya merancang kegiatan pelatihan-pelatihan komputer dan lainnya yang dapat menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan teknis perangkat desa dalam mengelola keuangan desa, pembagian tanah bengkok yang layak kepada perangkat desa Bulurejo, serta dalam penyusunan APBDesa di Desa Bulurejo sudah saatnya untuk menerapkan prinsip anggaran berbasis kinerja, karena dengan mengunakan anggaran berbasis kinerja akan terlihat tanggungjawab dan keterbukaan dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat.
B. Saran 1. Dalam penyusunan APBDesa di Desa Bulurejo sudah saatnya untuk menerapkan prinsip anggaran berbasis kinerja, karena dengan mengunakan anggaran berbasis kinerja akan terlihat tanggungjawab dan keterbukaan dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. 2. Anggota BPD, perangkat desa dan tokoh masyarakat perlu memberikan sosialisasi atau penyuluhan yang lebih mudah diterima kepada masyarakat untuk bekerjasama dalam hal pengelolaan keuangan desa demi terwujudnya kelancaran jalannya pemerintahan Desa Bulurejo serta pembangunan bagi Desa Bulurejo.
commit to user