perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN NASABAH DEBITUR DALAM TRANSAKSI KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG SOLO BERDASAR ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA (API)
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Farida Puspitasari NIM. E0007017
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN NASABAH DEBITUR DALAM TRANSAKSI KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG SOLO BERDASAR ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA (API)
Oleh Farida Puspitasari NIM. E0007017
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Juli 2011
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Pranoto, S.H., M.H
Pujiyono, S.H., M.H
NIP. 19641219 198903 1 002
NIP.19791014 200312 1001
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi) IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN NASABAH DEBITUR DALAM TRANSAKSI KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG SOLO BERDASAR ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA (API)
Oleh Farida Puspitasari NIM. E0007017 Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari
: Rabu
Tanggal
: 27 Juli 2011
DEWAN PENGUJI 1.
Moch. Najib Imanullah, S.H.,M.H.,Ph.D : ......................................... NIP. 19590803 198503 1 001 Ketua
2.
Pujiyono, S.H., M.H. NIP. 19791014 200312 1 001 Sekretaris
: ...........................................
3.
Pranoto, S.H.,M.H. NIP. 19641219 198903 1 002 Anggota
: ...........................................
Mengetahui Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum to user NIP.commit 19570203 198503 2 001
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Farida Puspitasari
NIM
: E0007017
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN NASABAH DEBITUR DALAM TRANSAKSI
KREDIT
PEMILIKAN
RUMAH
(KPR)
DI
BANK
TABUNGAN NEGARA CABANG SOLO BERDASAR ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA (API) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti penyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta,
Juli 2011
yang membuat pernyataan
Farida Puspitasari NIM. E0007017
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO “Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk” (QS. Al-Baqarah : 45) “Veni, Vidi, Vici” (Julius Caesar)
"Forget about all the reasons why something may not work. You only need to find one good reason why it will." (Dr. Robert Anthony) “Percaya pada diri sendiri dan jangan menggantungkan diri pada orang lain. Disitulah kita akan tahu bahwa kita bisa melakukan apapun.” (Penulis)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Kepada: Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya Ayah (alm) dan Ibu tercinta yang telah memberikan seluruh kasih sayang dan doa yang tiada hentinya kepada ananda Kakakku, Asri Mila Sari, S.E. dan Wigit Setiawan, S.T. yang telah memberikan semangat dan pencerahan, terutama atas semua dukungannya. Adikku, Rina Dewi Fatima yang telah memberikan hiburan serta dukungannya.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb…. Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan bimbingan serta ridho yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini dengan judul “IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN NASABAH DEBITUR DALAM TRANSAKSI KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG SOLO BERDASAR ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA (API)”. Penulisan hukum (skripsi) ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kelulusan derajat S1 di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian hukum ini membahas mengenai pelaksanaan perlindungan nasabah debitur KPR berdasar pada Arsitektur Perbankan Indonesia, yang mempunyai urgensi bahwa adanya ketidaksetaraan posisi antara nasabah debitur dengan pihak bank bank, dimana nasabah debitur selalu dalam posisi yang lemah dan dirugikan, sehingga Bank Indonesia dalam melaksanakan tugasnya untuk mengatur dan mengawasi bank seperti yang diamanatkan dalam Pasal 8 huruf c, pada tanggal 9 Januari 2004 meluncurkan Arsitektur Perbankan Indonesia sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan dan tatanan perbankan nasional ke masa yang akan datang. Di dalam Arsitektur Perbankan Indonesia tersebut perlindungan nasabah diatur secara khusus dalam pilar keenam, yang terdiri dari empat aspek yaitu mekanisme pengaduan nasabah, mediasi perbankan, transparansi informasi produk bank dan edukasi masyarakat, dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) yang di-publish oleh Bank Indonesia sebagai pedoman bagi seluruh bank di Indonesia dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Pada kesempatan ini pula tak lupa penulis ucapkan terimaksih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik materiil maupun spiritual kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum commit to user Universitas Sebelas Maret Surakarta.
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Bapak Pranoto S.H., M.H selaku pembimbing I yang dengan arif dan bijak telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan hukum (skripsi) ini. 3. Bapak Pujiyono, S.H., M.H selaku Pembimbing II yang dengan arif dan bijak telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan hukum (skripsi) ini. 4. Ibu Endang Mintorowati, S.H., M.H selaku Pembimbing Akademik yang dengan arif dan bijak telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Bapak Hendratno, selaku Kepala Cabang BTN cabang Solo yang telah memberikan ijin penelitian di BTN cabang Solo. 6. Bapak Fariuddin Hamid, S.H selaku Head SPV Collection and Work Out (CWO) BTN cabang Solo, Bapak Baehaqi selaku staf SPV Collection and Work Out (CWO), Bapak Bangun Sulistyo selaku Consumer Financing Analys, Ibu Anjar Budi Utami dan Bapak Aris Budi Santoso selaku Legal service, Ibu Sri Purwani Handayanti selaku bagian perasuransian serta Ibu Isna Afrita S. Selaku Customer Care Unit Bank Tabungan Negara Cabang Solo yang telah menyediakan waktunya untuk wawancara. 7. Ketua Bagian PPH Bapak Lego Karjoko S.H., M.Hum., dan Mas Wawan anggota PPH yang banyak membantu dalam Penulisan Hukum ini. 8. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis. 9. Seluruh karyawan dan karyawati Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum UNS. 10. Aditya Yogatama, Bonita Andarini, Ella Nuke Rias Putri, Hilda Kurniawati, Sita Adelia Jatu, Anita Budi Sulistyarini, Natalia Destri Mariani, Nesia Zara Ferrina, Pramana Galih Saputra yang selalu memberikan semangat dan saling mendoakan agar segera menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini. commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11. Teman-teman Fakultas Hukum UNS angkatan 2007 yang selalu memberikan semangat dan saling megingatkan agar segera menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan. 12. Pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan masih ada banyak hal yang harus penulis pelajari. Oleh karena itu penulis sangat mengharap adanya saran dan kritik yang membangun dan dapat membuat lebih baik. Akhirnya penulis berharap bahwa apa yang telah penulis susun dapat memberi manfaat yang baik bagi siapa saja yang membaca. Wassalamu’alaikum Wr.Wb…. Surakarta,
Juli 2011
Penulis,
Farida Puspitasari
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................
i
HALAMAN PERSTEJUAN ....................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................
v
HALAMAN MOTTO ...............................................................................
vi
KATA PENGANTAR ..............................................................................
vii
DAFTAR ISI .............................................................................................
x
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xv
ABSTRAK ................................................................................................
xvi
ABSTRACT .............................................................................................. xvii BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................
1
B. Perumusan Masalah ...........................................................
6
C. Tujuan Penelitian ..............................................................
7
D. Manfaat Penelitian ............................................................
7
E. Metode Penelitian ............................................................
8
F. Sistematika Penulisan Hukum ..........................................
14
TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori .................................................................
16
1. Tinjauan Umum tentang Bank Indonesia ....................
16
2. Tinjauan Umum tentang Perbankan ............................
18
3. Tinjauan Umum tentang Arsitektur Perbankan Indonesia (API) ............................................................................
23
4. Tinjauan Umum tentang Kredit ....................................
28
5. Tinjauan Umum tentang Kredit pemilikan Rumah commit to user (KPR) ...........................................................................
38
x
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
digilib.uns.ac.id
6. Tinjauan Umum tentang Nasabah ...............................
43
7. Tinjauan Umum tentang Implementasi ........................
45
8. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum ............
46
B. Kerangka Pemikiran .........................................................
48
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1.
Deskripsi Singkat Bank Tabungan Negara Cabang Solo ..............................................................................
2.
50
Pelaksanaan Perlindungan Nasabah Debitur dalam Transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo Berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia (API) a. Prosedur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo ...........................
56
b. Perlindungan Nasabah Debitur Kredit Pemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara Cabang Solo .......... 3.
63
Hambatan-Hambatan dalam Perlindungan Nasabah Debitur Transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo ................. ......
70
B. Pembahasan 1.
Pelaksanaan Perlindungan Nasabah Debitur dalam Transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo Berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia (API) a. Prosedur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo ......................
72
b. Perlindungan Nasabah Debitur Kredit Pemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara Cabang Solo .....
74
1) Dalam Undang-Undang Perbankan .....................
74
2) Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API)..... commit to user a) Substansi Normatif Perlindungan Nasabah
75
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Debitur KPR Berdasar API.............................
75
b) Perlindungan Nasabah Debitur Dalam Perjanjian Kredit .................................................
83
2. Hambatan-Hambatan dan Alternatif Solusi dalam Pelaksanaan Perlindungan Nasabah Debitur dalam Transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo Berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia (API) ............................................ .
BAB IV
97
PENUTUP A. Simpulan ...........................................................................
101
B. Saran .................................................................................
101
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Matriks Pengurangan Bunga dan/atau Denda .............................
commit to user
xiii
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Analisis Kualitatif Model Interaktif ......................................
13
Gambar 2. Kerangka Pemikiran ..............................................................
48
Gambar 3. Bagan Struktur Organisasi Bank Tabungan Negara Cabang Solo .........................................................................
52
Gambar 4. Mekanisme Pengaduan Nasabah Secara Lisan ......................
78
Gambar 5. Mekanisme Pengaduan Nasabah Secara Tertulis ...................
80
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas Hukum UNS. Lampiran 2. Surat Persetujuan Ijin Penelitian dari BTN Cabang Solo. Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di BTN Cabang Solo. Lampiran 4. Brosur Kredit Pemilikan Rumah dari BTN Cabang Solo. Lampiran 5. Form Aplikasi Lengkap Permohonan Kredit Pemilikan Rumah. Lampiran 6.Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Lampiran 7.Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Lampiran 8. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Perturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. Lampiran 9. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah.
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Farida Puspitasari, E0007017. 2011. IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN NASABAH DEBITUR DALAM TRANSAKSI KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) DI BANK TABUNGAN NEGARA CABANG SOLO BERDASAR ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA (API). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan nasabah debitur Kredit Pemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara Cabang Solo berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia. Mengetahui hambatan-hambatan dan alternative sengketa Bank Tabungan Negara cabang Solo dalam melaksanakan perlindungan nasabah debitur Kredit Pemilikan Rumah. Termasuk jenis penelitian empiris yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Jenis data meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi kepustakaan. Analisa data secara kualitatif model interaktif. Pelaksanaan perlindungan nasabah debitur Kredit Pemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara cabang Solo belum optimal, disebabkan karena ada yang tidak sesuai dengan pilar keenam API dalam hal mediasi perbankan yang belum dilaksanakan untuk penyelesaian sengketa. Mengenai mekanisme pengaduan nasabah, transparansi informasi produk bank dan edukasi masyarakat telah dilakukan. Namun, secara operasional dalam pelaksanannya mengalami hambatan-hambatan, pertama dalam substansi hukum yaitu kurang efektifnya Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Kedua, dalam struktur hukum adanya hambatan dari pihak bank, nasabah debitur dan developer. Ketiga, dalam kultur hukum yaitu kebiasaan dalam masyarakat menyelesaikan sengketa perbankan melalui pengadilan negeri bukan mediasi perbankan. Kata kunci : Perlindungan Nasabah Debitur, Kredit, Arsitektur Perbankan Indonesia.
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Farida Puspitasari, E0007017. 2011. THE IMPLEMENTATION OF DEBTOR CUSTOMER PROTECTION IN HOUSING OWNERSHIP CREDIT TRANSACTION IN SOLO BRANCH OF BANK TABUNGAN NEGARA BASED ON THE INDONESIAN BANKING ARCHITECTURE. Faculty of Law of Sebelas Maret University. This research objectives are to find out the implementation of debtor customer protection in housing ownership credit transaction in Solo Branch of Bank Tabungan Negara based on the Indonesian Banking Architecture. To find out problems and alternative solution the Solo Branch of Bank Tabungan Negara encounters in implementing debtor customer protection in Housing Ownership Credit. This study belongs to an empirical law research that is descriptive in nature with qualitative approach. The data type employed was primary and secondary data. Techniques of collecting data used were interview and library study. Technique of analyzing data used was an interactive model of analysis. The implementation of debtor customer protection in Housing Ownership Credit in Solo Branch of Bank Tabungan Negara has not been optimal, because of something inconsistent with the sixth principle of API in the term of banking mediation that has not been implemented to resolve dispute. Regarding the customer complaining mechanism, transparency of bank product information and society education have been done. But, operationally, in its implementation, it faces some obstacles including firstly in the law substance, the less effective of Banking Act and Consumer Protection Act. Secondly, in the legal structure, there is an obstacle from the bank, debtor customer, and developer. Thirdly, in legal culture, there is society’s habit to resolve banking dispute through district court rather than banking mediation.
Keywords: Debtor Customer Protection, Credit, Indonesia Banking Architecture.
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Pasal 33 ayat (4)
Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan
bahwa “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip
kebersamaan,
efisiensi,
dan
berkeadilan,
berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”, untuk melaksanakan amanat yang termuat dalam pasal tersebut, maka salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia adalah dengan membentuk lembaga perbankan di Indonesia. Lembaga perbankan ini dibentuk oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Lembaga perbankan ini mempunyai kekhasan tersendiri yang lebih banyak dipengaruhi oleh ideologi Pancasila. Kekhasan yang terlihat jelas dalam kehidupan perbankan Indonesia adalah : 1. Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian; 2. Perbankan
Indonesia
sebagai
sarana
pembangunan
nasional
guna
mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; 3. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya harus bergerak cepat guna menghadapi tantangan-tantangan dalam perkembangan perekonomian nasional maupun internasional (Muhamad Djumhana, 2000 : 3). Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menjelaskan bahwa posisi perbankan sangat strategis, selain sebagai penunjang sistem perbankan (agen pembangunan) sebagai lembaga intermediasi, yakni commitjuga to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
sebagai lembaga yang melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Dalam operasional usahanya bank harus senantiasa melaksanakan prinsip-prinsip operasional bank, yakni prinsip kepercayaan (fiduciary principle), prinsip kehati-hatian (prudential principle), prinsip kerahasiaan (confidential principle), dan prinsip mengenal nasabah (know your costumer principle). Lembaga perbankan memiliki peranan strategis untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Memperhatikan urgensi peranan lembaga perbankan yang sedemikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terdapat pembinaan dan pengawasan yang efektif. Sehingga diperlukanlah adanya berbagai pengaturan di bidang perbankan. Undang-Undang Perbankan sendiri dinilai kurang relevan mengingat berlakunya Undang-Undang Perbankan yang terbaru sudah sejak dari tahun 1998, sehingga dirasa perlu adanya penyempurnaan. Berdasarkan hal tersebut dan berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi perbankan yang sudah sejak tahun 1998, maka Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan API (Arsitektur Perbankan Indonesia) sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan dan tatanan perbankan nasional ke masa yang akan datang (Hermansyah, 2009 : 191). Di dalam Arsitektur Perbankan Indonesia terdapat 6 (enam) pilar, yang saling terkait satu sama lain dengan tujuan untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu pertumbuhan ekonomi nasional. Keenam pilar tersebut antara lain: pilar 1 (struktur perbankan yang sehat), pilar 2 (sistem pengaturan yang efektif), pilar 3 (sistem pengawasan yang independen dan efektif), pilar 4 (Industri perbankan yang kuat), pilar 5 (infrastruktur pendukung yang mencukupi) dan pilar commit to user 6 (perlindungan konsumen).
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keberadaan Arsitektur Perbankan Indonesia itu sangat penting dalam menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien. Menurut Buhanudin Abdulllah, secara konstektual hal tersebut didasarkan pada 3 (tiga) alasan, yaitu: Pertama, bank masih merupakan institusi penting bahkan terpenting dalam menyediakan sumber dana untuk dunia usaha ditinjau dari fungsi financial intermediary bank. Kedua, industri perbankan memiliki potensi risiko yang dapat memicu instabilitas perekonomian suatu negara bahkan perekonomian global. Ketiga, Arsitektur Perbankan Indonesia juga menggambarkan upaya Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan yang lebih transparan dalam kebijakan perbankan (Hermansyah, 2009 : 194). Peranan bank dalam kehidupan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari keberadaan nasabah yang sudah seharusnya mendapatkan pelayanan terbaik dari bank.
Minimnya
pengetahuan
nasabah
mengenai
aktivitas
perbankan
mengakibatkan terjadinya permasalahan yang diakibatkan kesalahan nasabah dalam memahami produk, ketidaktahuan akan manfaat serta risiko produk bank, dan cara menyelesaikan apabila terjadi permasalahan. Dengan masih banyaknya complain nasabah perbankan yang terekspos hampir setiap hari di berbagai media masa, menunjukkan lemahnya perlindungan hukum terhadap nasabah. Sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien dapat menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan efisien Arsitektur Perbankan Indonesia (API) pada pilar keenam berkeinginan untuk mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan (nasabah). Salah satu perlindungan kepada nasabah adalah transparansi informasi produk bank, sehingga diterbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah dimana salah satu dasar aturan ini adalah dalam rangka menghindarkan bank dari risiko reputasi. Selain aspek transparansi, dikeluarkan pula Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan Atas commit to user Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
Nasabah. PBI ini ditujukan untuk mendukung kesetaraan hubungan bank sebagai pelaku usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selanjutnya adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Perturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan (http://www.bi.go.id). Salah satu kegiatan bank adalah menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkannya. Kegiatan penyaluran dana ini dikenal dengan istilah alokasi dana. Pengalokasian dana dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau lebih di kenal dengan istilah kredit dengan menggunakan sistem bunga. Jenis kredit yang diberikan oleh lembaga perbankan salah satunya adalah Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Dalam melakukan kegiatan menyalurkan dana, Bank Tabungan Negara memfokuskan membangun perumahan guna memberikan kemudahan bagi bangsa Indonesia untuk memiliki rumah. Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Namun tidak semua orang bisa untuk memenuhi kebutuhan ini, keterbatasan keuangan adalah sebagai salah satu penyebab utamanya. Tetapi, kendala itu bisa diatasi dengan adanya Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Fasilitas ini merupakan alternatif menarik untuk memiliki rumah bagi mereka yang tidak memiliki dana tunai. Perumahan merupakan masalah sosial, karena setiap orang pada dasarnya memerlukan tempat tinggal (rumah) untuk berteduh dari hujan, panas, dan untuk melakukan kegiatan. Disisi lain terdapat masalah dalam KPR yang diberikan oleh bank kepada nasabah debitur, masalah tersebut adalah tentang hak dan kewajiban para pihak dan juga perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah debitur oleh pihak bank. Dari sudut perlindungan nasabah debitur, penyampaian informasi produk perbankan seyogjanya disampaikan secara proporsional, artinya, bank tidak hanya menginformasikan keunggulan atau kekhasan produknya saja, melainkan juga sistem keamanan penggunaan produk yang ditawarkan, serta sistem perhitungan commit to user bunganya. Pada kredit konsumtif seperti KPR, bank seharusnya
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menginformasikan sejumlah informasi penting, seperti sistem pembayaran bunganya, besarnya penalti dan alasan pengenaanya, serta iuran tahunan yang harus dibayar nasabah debitur KPR. Bukan tidak mungkin kredit macet bersumber dari sejumlah besar kredit konsumtif. Penyebabnya diduga berasal dari promosi atau “iming-iming” pihak bank yang tidak diikuti dengan penyampaian informasi penting tersebut (Yusuf Shofie, 2003 : 43-44). Sistem perlindungan hukum untuk konsumen di dalam perjanjian kredit pemilikan rumah atau KPR masih lemah. Akibatnya banyak konsumen atau debitur dirugikan dalam perjanjian ini. Debitur seringkali dirugikan di tahap pratransaksi, ketika tarnsaksi maupun purna-transaksi. Di tahap pra-transaksi debitur acap ditipu lewat iklan brosur yang tidak sesuai kenyataan serta kurangnya sosialisasi perjanjian kredit perbankan yang akan diambil. Tahap transaksi biasanya ada kelalaian notaris dalam pembuatan akta perjanjian KPR, kenaikan suku bunga KPR, denda, ketidakpastian tahap pre-project selling. Bahkan setelah transaksi atau purna-transaksi tidak ada jaminan pelunasan KPR dan jaminan hukum bagi debitur. Untuk mengatasi persoalan ini diperlukan sistem penegakan hukum yang memberi perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian KPR (Tempo, 29 Desember 2009). Dapat penulis contohkan salah satu bentuk complain dari nasabah debitur KPR yang diadukan melalui web BTN care tertanggal 17 Maret 2004 dimana nasabah debitur tersebut mengeluhkan masalah keterlambatan pembayaran angsuran KPR selama satu bulan, dan ternyata debet KPR tersebut meningkat setiap bulannya dan tidak ada pemberitahuan tentang denda baik lewat surat atau di rincian bukunya dicantumkan. Ternyata denda itu diakumulasikan pada tagihan KPR bulan selanjutnya. Nasabah tersebut disarankan untuk membayar denda tersebut dengan membayar tunai. Dengan membayar denda tunai itulah cicilan KPR akan dijanjikan kembali seperti yang disepakati. Tetapi kenyataannya tagihan
KPR
nasabah
yang
bersangkutan
semakin
membengkak
(http://www.btn.co.id/ContentPage/BTN-Care.aspx?page=163, diakses 23 Maret commit to user 2011 pukul 11.45).
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Beberapa urgensi yang dapat penulis paparkan untuk menunjukkan perlunya sebuah kajian mendalam terkait dengan perlindungan nasabah debitur KPR, yaitu: Pertama, belum adanya pengaturan khusus terkait perlindungan nasabah debitur dalam suatu Undang-Undang. Kedua, ketidaksetaraan kedudukan pihak bank selaku kreditur dan nasabah selaku debitur dalam pelaksanaan kredit khususnya KPR yang mengakibatkan nasabah debitur yang sering merugi. Ketiga, perlindungan hukum bagi nasabah debitur KPR masih lemah. Disisi lain API memberikan
program-program
dalam
pilar
keenamnya
yaitu
mengenai
pemberdayaan dan perlindungan nasabah yang harus diterapkan oleh pihak bank, tetapi dalam prakteknya pihak bank dirasa kurang dalam mengimplementasikan pilar keenam API tersebut. Bertolak dari pemaparan diatas, penulis tertarik untuk menyusun dan mengkaji lebih dalam mengenai perlindungan nasabah debitur KPR melalui penelitian yang berjudul IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN NASABAH DEBITUR DALAM TRANSAKSI KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) DI
BANK
TABUNGAN
NEGARA
CABANG
SOLO
BERDASAR
ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA (API). B. Perumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka perlu ditentukan perumusan masalah. Hal ini untuk mempermudah pelaksanaan penelitian dan agar memberi pemahaman yang jelas dan terarah. Adapun rumusan masalah yang dikaji penulis sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan nasabah debitur dalam transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia?
2.
Bagaimana hambatan-hambatan dan alternatif solusi dalam perlindungan nasabah debitur dalam transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia? commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Tujuan sebuah penelitian adalah untuk memecahkan masalah dan menemukan jawaban atas suatu pertanyaan. Menurut Soerjono Soekanto, tujuan penelitian dirumuskan secara deklaratif dan merupakan pernyataan-pernyataan tentang apa yang hendak dicapai dengan penelitian tersebut (Soerjono Soekanto, 2008 : 119). Berdasarkan perumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Mengetahui pelaksanaan perlindungan nasabah debitur dalam transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia. b. Mengetahui
hambatan-hambatan
dan
alternatif
solusi
dalam
perlindungan nasabah debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia. 2. Tujuan Subyektif a. Menambah, memperluas dan mengembangkan pengetahuan serta pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktik lapangan hukum, khususnya dalam perlindungan nasabah debitur dalam transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia. b. Memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Nilai sebuah penelitian tidak hanya ditentukan oleh metodologinya saja, tetapi juga ditentukan oleh besar manfaat yang dapat diambil dari adanya commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penelitian. Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Penulisan hukum ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum perdata pada umumnya serta hukum perbankan pada khususnya terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan perlindungan nasabah debitur dalam transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia. b. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat memperkaya referensi, masukan data ataupun literatur bagi penulisan hukum selanjutnya, dan dapat menyumbangkan pemecahan atas permasalahan yang akan diteliti. 2. Manfaat Praktis a. Menjadi wahana bagi peneliti untuk mengembangkan penalaran dan pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam upaya mempelajari dan memahami ilmu hukum khususnya hukum perdata terutama yang berkaitan dengan perlindungan nasabah debitur dalam transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia. E. Metode Penelitian Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam commit to user mengusahakan suatu pemecahan terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan (Soerjono Soekanto, 2008 : 43). Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan oleh penulis ialah penelitian hukum empiris, dimana pada penelitian hukum empiris ini yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder kemudian dilanjutkan pada data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2008 : 52). 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Soerjono Soekanto, suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2008 : 10). Penelitian ini memberikan gambaran yang lengkap mengenai implementasi perlindungan nasabah debitur dalam transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia. 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan
penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
kualitatif.
Pendekatan kualitatif merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata (Soerjono Soekanto, 2008:32). 4. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian hukum ini adalah Bank Tabungan Negara cabang Solo, Jalan Slamet Riyadi Nomor 282 Surakarta. commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Jenis Data a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari lapangan yang menjadi objek penelitian atau yang diperoleh langsung dari responden yang berupa keterangan atau faktafakta (Soerjono Soekanto, 2008 : 12). b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang menunjang dan mendukung data primer yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan yang dapat berupa dokumen, jurnal, buku-buku, laporan, arsip dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 6. Sumber Data a. Sumber data primer Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumbernya untuk tujuan penelitian. Penulis memperoleh data langsung dari lokasi penelitian yaitu Bank Tabungan Negara cabang Solo. b. Sumber data sekunder Merupakan sumber data yang mendukung sumber data primer, yang dari sudut kekuatan mengikatnya di golongkan ke dalam : 1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat (Soerjono Soekanto, 2008 : 52) dalam hal ini yang penulis gunakan adalah : a) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen;
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang; d) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 dan Surat Edaran
Bank
Indonesia
Nomor
7/25/DPNP
tentang
Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah; e) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 dan Surat Edaran
Bank
Perubahan
Indonesia
Atas
Nomor
Peraturan
10/13/DPNP
tentang
Indonesia
Nomor
Bank
7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah; f) Peraturan Bank Indonesia Perubahan
Atas
Nomor 10/1/PBI/2008 tentang
Perturan
Bank
Indonesia
Nomor
8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan dan Surat Edaran Ekstern Nomor 8/14/DPNP/2006 tentang Mediasi Perbankan. g) Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara Cabang Solo. 2) Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer (Soerjono Soekanto, 2008 : 52), meliputi jurnal, buku-buku, hasil karya dari kalangan hukum dan litelatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder (Soerjono Soekanto, 2008 : 52), dalam hal ini Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Black’s Law Dictionary. 7. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Wawancara Dengan
mempergunakan
wawancara
sebagai
suatu
alat
pengumpul data, penulis diharapkan dapat mengungkapkan pelbagai aspek dari masyarakat-masyarakat tersebut (Soerjono Soekanto, 2008 : 227). Dalam hal ini penulis diharapkan dapat mengungkapkan segala aspek yang berkaitan dengan implementasi perlindungan nasabah debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia (API), dengan melakukan wawancara kepada Bapak Fariuddin Hamid, S.H selaku Head SPV Collection and Work Out (CWO) BTN cabang Solo, Bapak Baehaqi selaku staf SPV Collection and Work Out (CWO), Bapak Bangun Sulistyo selaku Consumer Financing Analys, Ibu Anjar Budi Utami dan Bapak Aris Budi Santoso selaku Legal service, Ibu Sri Purwani Handayanti selaku bagian perasuransian serta Ibu Isna Afrita S. Selaku Customer Care Unit Bank Tabungan Negara Cabang Solo. b. Studi Kepustakaan Tipe data apapun yang akan dikehendaki oleh penulis, maka studi dokumen atau bahan pustaka yang akan selalu dipergunakan terlebih dahulu (Soerjono Soekanto, 2008 : 201). Studi kepustakaan dalam penelitian penulisan hukum ini akan digunakan sebagai patokan norma dalam menilai fakta-fakta hukum yang akan dipecahkan sebagai isu atau permasalahan hukum. 8. Teknik Analisis Data Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis interaktif (interactive model of analysis), yaitu model analisis dalam penelitian kualitatif yang terdiri dari tiga komponen analisis yang dilakukan dengan cara interaksi, baik antar komponennya, maupun dengan proses pengumpulan data, dalam proses yang berbentuk siklus commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(H.B.Sutopo, 2006 : 119). Adapun skema cara kerja analisis interaktif adalah sebagai berikut:
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Simpulan/ Verifikasi
Gambar 1 : Analisis Kualitatif Model Interaktif Sumber : HB. Sutopo, 2006 : 120 a. Reduksi Data Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data fieldnote. Proses reduksi ini akan berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian. b. Sajian Data Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan untuk melakukan simpulan penelitian. Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat juga dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar, jaringan kerja, kaitan kegiatan dan juga table sebagai pendukung narasinya. commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi Pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, peneliti mulai melakukan usaha dalam bentuk pembahasan (diskusi) untuk menarik simpulan dan verifikasinya berdasar semua hal yang terdapat dalam reduksi maupun sajian datanya. (H.B. Sutopo, 2006 : 120). Simpulan perlu diverifikasi dan agar lebih mantap dan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu perlu dilakukan verifikasi yaitu merupakan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali dengan cepat, mungkin sebagai akibat pikiran kedua yang melintas pada peneliti pada waktu menulis sajian data dengan melihat kembali sebentar pada catatan lapangan. Verifikasi juga dapat dilakukan dengan lebih mengembangkan ketelitian bahkan juga dapat dilakukan dengan kegiatan yang lebih luas yaitu dengan melakukan replikasi dalam satuan data yang lain. Pada dasarnya makna data harus diuji validitasnya supaya simpulan penelitian menjadi lebih kokoh dan lebih dipercaya. (H.B.Sutopo, 2006 : 116). F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baku dalam penulisan hukum, maka penulis menyiapkan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Di dalam bab ini berisi alasan pemilihan judul, latar belakang masalah,
rumusan
masalah,
tujuan
penelitian,
manfaat
penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan skripsi. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Di dalam bab ini penulis menguraikan mengenai kajian pustaka dan teori yang berkenaan dengan judul penulisan hukum yang akan diteliti, antara lain akan membahas tinjauan umum tentang Bank Indonesia, tinjauan umum tentang perbankan, tinjauan umum tentang Arsitektur Perbankan Indonesia (API), tinjauan umum tentang kredit, tinjauan umum tentang Kredit Pemilikan Rumah (KPR), tinjauan umum tentang nasabah, tinjauan umum tentang implementasi dan tinjauan umum tentang perlindungan hukum.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Di dalam bab ini penulis menguraikan tentang hasil penelitian sebagai jawaban atas rumusan masalah mengenai bagaimana implementasi
perlindungan nasabah debitur dalam transaksi
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia dan hambatan-hambatan dalam melaksanakannya serta alternatif solusi untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut. BAB IV : PENUTUP Di dalam bab ini penulis menguraikan mengenai simpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Bank Indonesia a. Pengertian Bank Indonesia Pengertian Bank Indonesia terdapat dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang, dalam ayat (1) pada Pasal tersebut disebutkan bahwa “Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia”. Di dalam penjelasan Undang-Undang Bank Indonesia tersebut, yang dimaksud dengan Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai lender of the last resort. Selanjutnya dijelaskan dalam ayat (2) bahwa “Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini”. Kemudian dalam penjelasan Undang-Undang Bank Indonesia tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan campur tangan adalah semua bentuk intimidasi, ancaman, pemaksaan dan bujuk rayu dari pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi kebijakan dan pelaksanaan tugas bank Indonesia. Di dalam ayat (3) diatur bahwa, “Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang-undang ini”, dijelaskan lebih lanjut dalam commit to user
16
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penjelasan ayat tersebut bahwa, Bank Indonesia dinyatakan sebagai badan hukum dengan Undang-Undang Bank Indonesia dan dimaksudkan agar terdapat kejelasan wewenang Bank Indonesia dalam mengelola kekayaan sendiri yang terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Balanja Negara. Selain itu bank Indonesia sebagai Badan hukum Publik yang berwenang menetapkan
peraturan
dan
mengenakan
sanksi
dalam
batas
kewenangannya. b. Tujuan Bank Indonesia Tujuan Bank Indonesia tertuang dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang Undang Bank Indonesia, yang menyatakan bahwa “Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah”. Mata uang rupiah perlu dijaga dan dipelihara, mengingat dampak yang ditimbulkan apabila suatu mata uang tidak stabil sangatlah luas. Salah satu akibat ketidakstabilan nilai rupiah adalah terjadinya inflasi yang sangat memberatkan masyarakat luas. Oleh karena itu tugas Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah sangatlah penting (Kasmir, 2004 : 207). Dalam Ayat (2) menyebutkan bahwa, “Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia melaksanakan
kebijakan
moneter
secara
berkelanjutan,
konsisten,
transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. c. Tugas-Tugas Bank Indonesia Secara garis besar ada tiga tugas Bank Indonesia dalam rangka mencapai dari tujuan Bank Indonesia, hal tersebut terdapat dalam Pasal 8 Undang-Undang Bank Indonesia, sebagai berikut : 1) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; 2) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; 3) mengatur dan mengawasi Bank. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
Di dalam penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Bank Indonesia, dijelaskan lebih lanjut bahwa pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 mempunyai keterkaitan dalam mencapai kestabilan nilai rupiah. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dilakukan Bank Indonesia antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga. Efektivitas pelaksanaan tugas ini memerlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal, yang merupakan sasaran dari pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal tersebut memerlukan sistem perbankan yang sehat, yang merupakan sasaran tugas mengatur dan mengawasi Bank. Selanjutnya, sistem perbankan yang sehat akan mendukung pengendalian moneter mengingat pelaksanaan kebijakan moneter terutama dilakukan melalui sistem perbankan. 2. Tinjauan Umum tentang Perbankan Sistem perbankan di Indonesia dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan). Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perbankan disebutkan bahwa, “Perbankan adalah sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa sistem perbankan adalah sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya secara keseluruhan.” Pengertian bank itu sendiri menurut Undang-Undang Perbankan adalah “Badan Usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan commitrangka to usermeningkatkan taraf hidup rakyat atau bentuk-bentuk lainnya dalam
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
banyak”. Pelaksanaan kegiatan perbankan di Indonesia secara rinci berdasarkan pada Undang-Undang Perbankan ini meliputi : (1) Asas, Fungsi dan Tujuan Perbankan, (2) Jenis-Jenis Bank, (3) Perizinan, Bentuk-Bentuk Hukum Bank, Kepemilikan, (4) Pembinaan dan Pengawasan. a. Asas, Fungsi dan Tujuan Perbankan Asas perbankan yang dianut di Indonesia terdapat dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan yang mengemukakan bahwa, ”Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”. Menurut penjelasan resminya yang dimaksud dengan penjelasan demokrasi ekonomi adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Prinsip kehati-hatian sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan di atas tidak ada penjelasannya secara resmi, tetapi dapat dikemukakan bahwa bank dan orang-orang yang terlibat di dalamnya, terutama dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya wajib menjalankan tugas dan wewenangnya masingmasing secara cermat, teliti dan professional sehingga memperoleh kepercayaan masyarakat. Begitu pula bank dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya harus selalu mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku secara konsisten dan didasari oleh itikad baik. Kepercayaan masyarakat merupakan kata kunci utama bagi berkembang atau tidaknya suatu bank, dalam arti tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya (Hermansyah, 2009 : 19). Fungsi perbankan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3 UndangUndang Perbankan yang menyatakan bahwa, “Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”. Dari ketentuan ini tercermin fungsi bank sebagai perantara pihak-pihak commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lacks of funds). Perbankan di Indonesia mempunyai tujuan yang strategis dan tidak semata-mata berorientaasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada halhal yang nonekonomis seperti masalah menyangkut stabilitas politik dan stabilitas sosial. Secara lengkap mengenai hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Perbankan yang berbunyi “Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”. b. Jenis-Jenis Bank Jenis-jenis bank yang dikenal di Indonesia dapat dilihat dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Perbankan yang membagi bank dalam 2 jenis, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Di dalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Perbankan dinyatakan bahwa, “Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.” c. Perizinan,Bentuk-Bentuk Hukum Bank dan Kepemilikan 1) Perizinan Bank sebagaimana suatu badan usaha yang mempunyai kegiatan usaha menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada
masyarakat
dalam
berbagai
bentuknya,
sudah
tentu
membutuhkan persyaratan dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Di commit to user dalam Undang-Undang Perbankan telah diatur mengenai perizinan
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk menjalankan kegiatan usaha bank sebagaimana ditentukan dalam pasal 16 ayat (1), (2), dan (3). Pada Pasal 16 ayat (1) menyebutkan bahwa, Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat diatur dengan undangundang tersendiri, sedangkan Pasal 16 ayat (2) mengatur bahwa, Untuk memperoleh
izin
usaha
bank
umum
dan
bank
perkreditan
rakyatsebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang : a) Susunan organisasi dan kepengurusan; b) Permodalan; c) Kepemilikan; d) Keahlian di bidang perbankan; e) Kelayakan rencana kerja Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Bank Indonesia, ketentuan ini terdapat pada Pasal 16 ayat (3). 2) Bentuk Hukum Bank Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Perbankan, bentuk hukum untuk Bank Umum dikenal 3 bentuk hukum yaitu perseroan terbatas, koperasi dan perusahaan daerah, sedangkan bentuk hukum untuk Bank Perkreditan Rakyat yang diatur dalam pasal 21 ayat (2) adalah perusahaan daerah, koperasi, perseroan terbatas dan bentuk lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dan bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri adalah mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya sebagaimana ditentukan oleh pasal 21 ayat (3). commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Kepemilikan Pendirian bank di Indonesia telah diatur secara tegas oleh Undang-Undang Perbankan. Persyaratan mengenai pendirian bank tersebut tergantung pada jenis bank yang akan didirikan. Untuk Bank Umum sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Perbankan, hanya dapat didirikan oleh Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia; atau Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan. Pada Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Perbankan menetukan bahwa ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pasal 23 Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh seorang warga Negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga Negara Indonesia, pemerintah daerah atau dapat memiliki bersama ketiganya. Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Perkoperasian yang berlaku (Pasal 24 Undang-Undang Perbankan), sedangkan Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama
(Pasal
25
Undang-Undang
Perbankan).
Maksud
dari
ditentukannya saham atas nama adalah untuk dapat mengetahui perubahan kepemilikan dari saham bank tersebut. d. Pembinaan dan Pengawasan Pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan di Indonesia telah diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang commit to user Perbankan, dimana disebutkan
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
bahwa: (1) Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia, (2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (3) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank, (4) Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank, (5) Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3. Tinjauan Umum tentang Arsitektur Perbankan Indonesia (API) a. Pengertian Arsitektur Perbankan Indonesia (API) Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 talah meluncurkan API sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan (Hermansyah, 2009 : 190). Arsitektur Perbankan Indonesia adalah sebuah istilah baru di perbankan nasional. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberi arah, bentuk dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan (Jamal Wiwoho, 2008 :1). Dilandasi visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat, commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Burhanudin Abdullah, Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
adalah
memuat
policy
direction
dalam
bentuk
program
pengembangan perbankan untuk mencapai suatu visi dan bentuk industri perbankan nasional, yakni menghasilkan sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien yang mampu menciptakan kestabilan sistem keuangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional (Hermansyah, 2009 : 190). b. Fungsi dan Tujuan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) Arsitektur Perbankan Indonesia dapat berfungsi sebagai alat untuk melakukan perubahan-perubahan dalam industri perbankan ke depan (as a tool of banking engeneering), yang berarti arsitektur perbankan akan menjadi benchmark, platform, maupun sasaran yang hendak dituju oleh perbankan nasional (Hermansyah, 2009 : 192). Diharapkan industri perbankan nasional dan stakeholders lainnya akan mengetahui bagaimana bentuk dan wujud regulasi, pengawasan, struktur kelembagaan perbankan nasional dalam waktu sepuluh tahun kedepan. Tujuan
utama
dari
Arsitektur
Perbankan
Indonesia
adalah
menciptakan industri perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional (Hermansyah, 2009 : 193). c. Enam Pilar Arsitektur Perbankan Indonesia 1) Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan. 2) Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan commit to user mengacu pada standar internasional.
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko. 4) Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional. 5) Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat. 6) Mewujudkan
pemberdayaan
dan
perlindungan
konsumen
jasa
perbankan (Hermansyah, 2009 : 195). Guna mewujudkan visi API dan sasaran yang ditetapkan, serta mengacu pada tantangan-tantangan yang dihadapi industri perbankan dan Bank Indonesia, maka disusunlah keenam pilar API dilaksanakan melalui program-program kegiatan yaitu : 1) Program penguatan struktur perbankan nasional; 2) Program peningkatan kualitas pengaturan perbankan; 3) Program peningkatan fungsi pengawasan; 4) Program peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan; 5) Program pengembangan infrastruktur perbankan; 6) Program perlindungan nasabah (Sari Yuniarti, 2008 : 462) Dalam kaitannya dengan penelitian yang penulis akan lakukan, secara khusus mengacu dalam pilar keenam API yaitu mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan yang pelaksanaannya dilakukan melalui program peningkatan perlindungan nasabah, mencakup empat aspek yang dituangkan kedalam empat program API, yaitu: 1) Penyusunan standar mekanisme pengaduan nasabah 2) Pembentukan lembaga mediasi perbankan independent 3) Penyusunan standar transparansi informasi produk 4) Peningkatan edukasi untuk nasabah commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(http://www.STADTAUS.com_PaperMuliamanDHadad_Perlindungn Konsumen.pdf, diakses 22 Februari 2011, pukul 11.50) Secara ideal, implementasi program-program di atas seharusnya dimulai dengan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai kegiatan usaha dan produk-produk keuangan dan perbankan. Langkah selanjutnya setelah edukasi adalah dilaksanakannya transparansi mengenai karakteristik produk-produk keuangan dan perbankan. Transparansi ini penting dilakukan agar masyarakat yang berkeinginan untuk menjadi nasabah (calon nasabah) bank mendapatkan informasi yang cukup memadai mengenai manfaat, risiko, dan biaya-biaya yang terkait dengan suatu produk tertentu sehingga keputusan. untuk memanfaatkan produk tersebut sudah melalui pertimbangan yang matang dan sesuai dengan kebutuhan calon nasabah. Tidak kalah pentingnya dalam upaya peningkatan dan pemberdayaan nasabah ini adalah keberadaan infrastruktur di bank untuk menangani dan menyelesaikan berbagai keluhan dan pengaduan nasabah. Dalam hal ini, bank harus merespon setiap keluhan dan pengaduan yang diajukan nasabah. Apabila nasabah tidak puas dengan hasil penyelesaian pengaduan yang dilakukan bank, maka perlu pula disediakan media yang dapat menampung penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank yang dapat dilakukan melalui mediasi perbankan. 1) Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah Di dalam PBI No. 7/6/PBI/2005 diatur ketentuan yang mewajibkan bank untuk senantiasa memberikan informasi yang cukup kepada nasabah maupun calon nasabah mengenai produk-produk yang ditawarkan bank, baik produk yang diterbitkan oleh bank itu sendiri maupun produk lembaga keuangan lain yang dipasarkan melalui bank, commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mekanisme dan tatacara penggunaan produk, termasuk hak dan kewajiban nasabah dan bank, wajib diungkapkan secara transparan dalam pemberian informasi produk bank kepada nasabah sehingga secara tidak langsung akan dapat mengurangi penyimpanganpenyimpangan dalam kegiatan operasional bank. 2) Penyelesaian Pengaduan Nasabah Pada Peraturan Bank Indonesia tentang
Perubahan
Atas
Peraturan
Nomor 10/10/PBI/2008 Bank
Indonesia
Nomor
7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, Bank Indonesia mewajibkan seluruh bank untuk menyelesaikan setiap pengaduan nasabah yang terkait dengan adanya potensi kerugian finansial pada sisi nasabah. Dalam PBI ini diatur mengenai tatacara penerimaan,
penanganan,
dan
juga
pemantauan
penyelesaian
pengaduan. Selain itu, bank diwajibkan pula untuk memberikan laporan triwulanan kepada Bank Indonesia mengenai pelaksanaan penyelesaian pengaduan nasabah tersebut. 3) Mediasi Perbankan Penyelesaian Pengaduan Nasabah tidak akan selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut dapat diakibatkan oleh tuntutan nasabah yang tidak dipenuhi bank baik seluruhnya maupun sebagian sehingga berpotensi menimbulkan sengketa antara nasabah dengan bank yang dapat merugikan hak-hak nasabah. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Perturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan mengamanatkan penyelesaian sengketa antara bank dengan nasabah diselesaikan melaui mediasi perbankan. Bank Indonesia melihat kenyataan bahwa sebagian besar commit to user nasabah dalam sengketa perbankan dihadapkan pada kenyataan adanya
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kedudukan/posisi yang tidak seimbang antara nasabah dan bank. Bank cenderung berada dalam posisi yang lebih kuat dalam setiap transaksi perbankan, hal ini dibuktikan dengan selalu dibuatnya perjanjian standar dalam setiap transaksi, yang mengakibatkan dalam kondisikondisi tertentu terjadi penyalahgunaan wewenang dimana sepertinya bank memanfaatkan ketidakberdayaan nasabah (Herliana, 2010 :147). 4) Edukasi Masyarakat Untuk lebih mengefektifkan program-program perlindungan nasabah diatas, diperlukan suatu upaya yang sifatnya berkelanjutan melalui pelaksanaan edukasi masyarakat mengenai hak-hak nasabah dalam berhubungan dengan bank. (http://www.STADTAUS.com_PaperMuliamanDHadad_Perlindungan Konsumen.pdf, diakses 22 Februari 2011, pukul 11.50). 4. Tinjauan Umum tentang Kredit a. Pengertian Kredit Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu dari kosa kata credere yang berarti percaya. Dengan demikian dasar pengertian dari istilah kredit yaitu kepercayaan, sehingga hubungan yang terjalin dalam kegiatan perkreditan daintara para pihak, sepenuhnya juga harus didasari oleh adanya saling mempercayai, yaitu bahwa kreditur yang memberi kredit (lazimnya bank) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan, baik menyangkut jangka waktunya, prestasi maupun kontra prestasinya (Muhamad Djumhana, 2000 : 365). Dalam Black Law Dictionary pengertian kredit yaitu, “credit means the right granted by credtor to a debtor to defer payment of debt or to incur debt and defer its payment” (Henry Campbell Black, 1979 : 331). Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan menyebutkan bahwa commit to user kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu,
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur yang terdapat dalam kredit adalah : 1) Kepercayaan, yaitu keyakinan dari kreditur (bank) atas prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa kepada nasabah debitur, akan dapat diterimanya kembali sesuai jangka waktu yang diperjanjikan. 2) Jangka Waktu, yaitu adanya tenggang waktu antara pemberian kredit dengan pelunasannya pada masa yang akan datang. 3) Degree of Risk, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dan pelunasan kredit tersebut, maka timbulah jaminan dalam pemberian kredit. 4) Prestasi, merupakan objek kredit yang tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa (Thomas Suyatno,dkk, 1995 : 14). 5) Balas jasa, bagi bank balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan yang diperoleh dari pemberian suatu kredit melalui bunga dan biaya administrasi kredit (Kasmir, 2004 : 104) b. Tujuan dan Fungsi Kredit Tujuan pemberian suatu kredit adalah (Johannes Ibrahim, 2004 : 1314) : 1) Mencari keuntungan, tujuan utama pemberian kredit hasilnya berupa keuntungan, dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balasm jasa, biaya administrasi dan biaya-biaya lain yang dibebankan kepada nasabah commit debitur. to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Membantu usaha nasabah, yang memerlukan dana, baik dana tersebut digunakan untuk investasi ataupun modal kerja. 3) Membantu pemerintah, keuntungan pemerintah dengan penyebaran pemberian kredit adalah : a) Penerimaan pajak dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan bank; b) Membuka kesempatan kerja; c) Meningkatkan jumlah barang dan jasa; d) Meningkatkan devisa negara, apabila produk dari kredit yang dibiayai digunakan untuk keperluan ekspor (Kasmir, 2000 : 95). Selain tujuan yang telah disebutkan diatas, fungsi kredit secara umum adalah : 1) 2) 3) 4) 5) 6)
meningkatkan daya guna uang; meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang; meningkatkan daya guna dan peredaran barang; sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi; meningkatkan kegairahan berusaha; meningkatkan pemerataan pendapatan (Thomas Suyatno, 1995 : 16-17).
c. Prinsip-Prinsip Kredit Di dalam pemberian kredit juga terdapat penilaian-penilaian yang dilakukan oleh pihak bank, sebelum memberikan fasilitas kreditnya kepada nasabah, seperti yang terdapat dalam Journal of Economics and Business. Vol 8 sebagai berikut : “We create a simple alternative credit score using our survey and lender data, and find empirical support for the view that consumers may (appropriately) assess their credit using more than just credit scores” (MarshaCourchance, Adam Gailey and Peter Zorn, 2008 : 126). (Pihak bank membuat nilai kredit alternatif menggunakan survey dan data pinjaman, dan menemukan dukungan empiris untuk melihat commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahwa konsumen (secara tepat) menilai kredit mereka lebih dari sekedar nilai kredit saja). Pemberian kredit oleh suatu bank kepada calon nasabah debiturnya dilakukan dengan berpegang pada beberapa prisip, yaitu: 1) Prinsip Kepercayaan Kepercayaan kreditur akan bermanfaatnya kredit bagi nasabah debitur sekaligus kepercayaan bahwa nasabah debitur dapat membayar kembali kreditnya (Munir Fuady, 2002 : 19-20). 2) Prinsip Kehati-hatian Merupakan salah satu konkretisasi dari prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian kredit. Diwujudkan dalam berbagai usaha yakni melakukan
pengawsan
kredit,
memberlakukan
pembatasan
maksimum pemberian kredit, keharusan adanya jaminan utang dalam pemberian kredit juga memperketat regulasi tentang perbankan (Munir Fuady, 2002 : 20). 3) Prisip 5 C Prinsip ini merupakan prinsip yang harus diterapkan dalam analisis kelayakan kredit, 5 C merupakan singkatan dari Character, Capacity, Capital, Condition of economy,Collateral, dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Character (watak) Salah satu unsur yang harus diperhatikan oleh bank dalam pemberian
kredit
kepribadian/watak
adalah dari
calon
penilaian debiturnya,
atas apakah
karakter calon
debiturnya berkelakuan baik, tidak terlibat tindakan-tindakan kriminal.
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Capacity (kemampuan) Bank
harus
mengetahui
kemampuan
bisnis
dari
calon
Debiturnya, sehingga dapat diprediksi kemampuannya untuk melunasi hutangnya. c) Capital (modal) Bank harus mengetahui permodalan dan kemampuan keuangan dari calon debiturnya, karena mempunyai korelasi secara langsung dengan kemampuan membayar kredit. d) Conditions of Economy (kondisi ekonomi) Kondisi ekonomi secra mikro maupun makro menjadi sorotan bank untuk dianalisis sebelum suatu kredit diberikan, terutama yang berhubungan langsung dengan bisnis calon debitur. e) Collateral (Jaminan) Jaminan merupakan the last resort bagi bank, dimana akan dieksekusi jika suatu kredit benar-benar dalam keadaan macet (Munir Fuady, 2002 : 21-22). d. Penggolongan Kredit Istilah penggolongan
penggolongan kredit
kredit
berdasarkan
digunakan
untuk
kolektibilitas
menunjukkan kredit
yang
menggambarkan kualitas kredit tersebut. Menurut Pasal 12 Ayat (3) Peraturan Bank Indonesia No. 8/2/PBI/2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, kualitas kredit berdasarkan kolektibilitasnya dibagi dalam 5 (lima) tahapan, yaitu: 1) Kredit Lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria: a) pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat; b) memiliki mutasi rekening yang aktif; atau c) bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai. Bagi kredit dengan angsuran untuk KPR: (a) tidak terdapat tunggakan angsuran pokok. (b) terdapat tunggakan angsuran pokok tetapi tidak melampaui 6 commit to user bulan (Budi Untung, 2000 :127).
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Kredit dalam Perhatian Khusus, yaitu apabila memenuhi kriteria: a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum mencapai 90 hari; atau b) kadang-kadang terjadi cerukan; atau c) mutasi rekening relatif rendah; atau d) jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau e) didukung oleh pinjaman baru. 3) Kredit Kurang Lancar, apabila memenuhi kriteria : a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari; atau b) sering terjadi cerukan; atau c) frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau d) terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari; atau e) dokumentasi pinjaman yang lemah. Bagi kredit KPR, terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui 6 bulan tetapi belum melampaui 9 bulan (Budi Untung, 2000 :127). 4) Kredit yang Diragukan, yaitu apabila memenuhi kriteria: a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari; atau b) sering terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau c) erjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau d) terjadi kapitalisasi bunga; atau e) dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun peningkatan jaminan. 5) Kredit Macet, apabila memenuhi kriteria : a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari; atau b) kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau c) dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. e. Jenis-Jenis Kredit Secara umum jenis-jenis kredit yang diberikan oleh pihak bank terhadap nasabah debitur dapat ditinjau dari berbagai segi : a) Ditinjau dari segi kegunaan (1) Kredit investasi Digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
34 digilib.uns.ac.id
(2) Kredit modal kerja Digunakan untuk meningkatkan produksi dalam operasionalnya. (Johannes Ibrahim, 2004 : 96). b) Ditinjau dari segi tujuan penggunaan kredit (1) Kredit produktif Kredit yang digunakan untuk peningkatan atau produksi atau investasi, diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa (Johannes Ibrahim, 2004 : 96). (2) Kredit konsumtif Kredit yang diberikan kepada debitur untuk keperluan konsumsi, seperti kredit profesi, kredit perumahan, kredit kendaraan bermotor, pembelian alat-alat rumah tangga dan sebagainya (Munir Fuady, 2002 : 15). (3) Kredit Perdagangan Kredit perdagangan dikelompokan dalam kredit perdagangan dalam negeri yang tidak mengenal lintas batas dan kredit perdagangan luar negeri atau yang lebih dikenal dengan kredit ekspor-impor (Johannes Ibrahim, 2004 : 66) c) Ditinjau dari segi jangka waktu (1) Kredit jangka pendek (short term loan) Kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun, umumnya digunakan untuk modal kerja. (2) Kredit jangka menengah (medium term loan) Merupakan kredit yang jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun, biasanya untuk investasi (Johannes Ibrahim, 2004 : 97). (3) Kredit jangka panjang (long term loan) Merupakan kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun, biasanya untuk kredit investasi yang bertujuan untuk menambah commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
modal perusahaan dalam rangka rehabilitasi dan pendirian proyek baru (Muhammad Djumhana, 2000 : 377). d) Ditinjau dari segi jaminan (1) Kredit dengan jaminan (secured loan) Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan yang secara fisik dapat
meyakinkan bank akan
kemampuan
debitur dalam
pengembalian kredit. (2) Kredit tanpa jaminan (unsecured loan) Kredit yang tidak didukung dengan jaminan secara fisik. Yang menjadi penekanan adalah bonafiditas dan prospek perusahaan (Johannes Ibrahim, 2004 : 67). f. Perjanjian Kredit Perjanjian diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Menurut Pasal 1313 KUH Perdata:“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Rumusan dan pengertian tentang perjanjian kredit belum secara eksplisit tercantum dalam Undang-Undang Perbankan, walaupun telah ditentukan bahwa kredit
diberikan berdasarkan persetujuan
atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, namun Undang-Undang tersebut tidak menentukan lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk persetujuan pinjam-meminjam tersebut. Oleh karenanya perlu untuk memahami pengertian perjanjian kredit oleh para ahli hukum : Menurut Subekti, dalam bentuk apaun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur oleh KUHPerdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 (Johannes Ibrahim, 2004 27-28). commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal
yang
sama
dikemukakan
pula
oleh
Mariam
Darus
Badrulzaman : Dari rumusan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perbankan mengenai perjanjian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754. perjanjian pinjam-meminjam ini juga mengandung makna yang luas, yaitu obyeknya adalah benda yang menghabis jika verbruiklening termasuk di dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjammeminjam ini, pihak penerima pinjaman menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjam. Kerenanya perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah (Mariam Darus Badrulzaman, 1994 : 110-111). Perjanjian Kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipiil, maka perjanjian jaminan adalah assesornya. Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya menggunakan perjanjian baku (standard contrac). Berkaitan dengan itu, memang dalam praktiknya bentuk perjanjian telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur sedangkan nasabah debitur hanya mempelajari memahaminya dengan baik, dimana dalam perjanjian tersebut pihak nasabah debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan
untuk
melakukan
negosiasi
atau
tawar-menawar
(Hermansyah, 2009 : 71-72). Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian khusus baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan dan penatalaksanaan kredit tersebut. Berkaitan dengan itu, menurut Ch. Gatot Wardoyo perjanjian kredit mempunyai fungsi sebagai berikut : 1) perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok; 2) perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasancommit userkreditur dan debitur; batasan hak dan kewajiban di to antara
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
3) perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit (Muhamad Djumhana, 2000 : 388). Klausula-klausula yang terdapat dalam rumusan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebagai berikut : 1) Klausula-klausula tentang syarat-syarat penarikan kredit pertama kali atau predisbursement clause; 2) Klausula-klausula tentang maksimum kredit (amount clause); 3) Klausula-klausula tentang jangka waktu kredit; 4) Klausula-klausula tentang tujuan kredit dan bentuk kredit; 5) Klausula-klausula tentang bunga, kesepakatan biaya, dan denda kelebihan tarik; 6) Klausula-klausula tentang kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas rekening pinjaman nasabah debitur; 7) Klausula tentang representations and warranties; 8) Klausula tentang conditions precedent atau syarat tangguh, dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah tidak dirumuskan; 9) Klausula tentang agunan kredit (collateral clause); 10) Klausula tentang affirmative covenant; 11) Klusula tentang negative covenant; 12) Klausula tentang financial covenant, dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tidak termuat; 13) Klausula tentang event of default; 14) Klausula Arbritase; 15) Klausula-klausula bunga rampai atau miscellaneous (Johannes Ibrahim, 2004 : 243-256). 5. Tinjauan Umum tentang Kredit Pemilikan Rumah (KPR) a. Pengertian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan sebagian dari fasilitas commit tokepada user konsumen yang terdiri atas kredit yang ditujukan langsung
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berbagai strata dalam masyarakat. Berhubung ditujukan langsung kepada konsumen, jenis kredit ini dinamakan kredit konsumtif (Johannes Ibrahim, 2004 : 224). Di Indonesia, saat ini dikenal ada 2 jenis KPR: 1) KPR Subsidi Yaitu suatu kredit yang diperuntukan kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dalam rangka memenuhi kebutuhan perumahan atau perbaikan rumah yang telah dimiliki. Bentuk subsidi yang diberikan berupa : Subsidi meringankan kredit dan subsidi menambah dana pembangunan atau perbaikan rumah. Kredit subsidi ini diatur tersendiri oleh Pemerintah, sehingga tidak setiap masyarakat yang mengajukan kredit dapat diberikan fasilitas ini. Secara umum batasan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam memberikan subsidi adalah penghasilan pemohon dan maksimum kredit yang diberikan. Faktor-faktor yang cukup berpengaruh dalam realisasi KPR bersubsidi antara lain : Tingkat suku bunga kredit yang cukup tinggi, tidak pernah berada dibawah 10% per tahun. Hal ini sangat memberatkan masyarakat yang ingin mengambil kredit pemilikan rumah. Beban angsuran KPR yang harus mereka bayarkan tiap bulan cukup besar, dan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, tingkat suku bunga tersebut masih sulit dijangkau meskipun dengan subsidi sekalipun. Tingginya suku bunga kredit merupakan implikasi dari otoritas moneter, dalam hal ini Bank Indonesia guna merespon laju inflasi yang cukup tinggi. Selain itu adanya kesenjangan sumber pendanaan pembiayaan perumahan, pada umumnya pihak perbankan masih enggan untuk ikut serta dalam program penyaluran KPR bersubsidi. Namun sampai pertengahan tahun 2004, hanya lima bank (hanya 16% dari keseluruhan perbankan yang menandatangani MoU) yang merealisasikan KPR untuk RSH dengan kesepakan bersama, yaitu Bank Tabungan Negara, Bank Persyarikatan, BPD Istimewa Aceh, Bank Kalsel dan Bank DKI dengan target 150.000 unit (akhir 2004). Rendahnya antusiasme perbankan commitkredit to userKPR pada umumnya disebabkan untuk menyalurkan
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
oleh adanya kesenjangan (mismatch) dalam pembiayaan perumahan. Sumber dana pembiayaan perumahan di Indonesia saat ini masih bertumpu kepada sistem simpanan. Dalam mekanisme ini pihak perbankan menghimpun sumber pembiayaan untuk KPR berasal dari jangka pendek (deposito dan tabungan) sementara sifat kredit KPR pada umumnya mempunyai tenggang waktu jangka panjang. Hal ini menyebabkan terjadi maturity mismatch (perbedaan jatuh tempo) yang pada akhirnya dapat menyebabkan nilai risiko pembiayaan KPR oleh perbankan menjadi tinggi. Untuk mengatasi hal kondisi tersebut, perlu ada kemampuan mobilisasi jangka panjang untuk membiayai KPR yang berjangka panjang pula (Fauzan Ali Ikhsan, 2006 : 43-44). 2) KPR Non Subsidi Yaitu suatu KPR yang diperuntukan bagi seluruh masyarakat. Ketentuan KPR ditetapkan oleh bank, sehingga penentuan besarnya kredit maupun suku bunga dilakukan sesuai kebijakan bank yang bersangkutan.(http://www.bi.go.id/MemilikiRumahSendiriDenganK PR, diakses 15 Maret 2011 pukul 12.12). Hal ini seperti yang terdapat dalam jurnal internasional yang berjudul A Research Study of Customer Preferences in the Home Loans Market: The Mortgage Experience of Greek Bank Customers”. International Research Journal of Finance and Economics, yang menyatakan bahwa : Commercial and other credit institutions offer various mortgage loan programs with different interest rates. Home loans at fixed rates that ensure security from interest rate fluctuations and the scheduling of paid installments by the client, low-interest loans for the first years, home loans with variable interest rate for more daring clients who search for lower interest rates, and home loans with interest rates according to inter-banking Euro rates and the intervening EU interest rate plus incremental payment ((John Mylonakis, 2007 : 154). (Komersial dan lembaga kredit yang lain menawarkan bermacam-macam program pinjaman berhipotek (jaminan) dengan suku bunga yang berbeda-beda. Kredit rumah pada suku bunga commit pasti, yang diyakinkan dengan keamanan dari to user fluktuasi suku bunga dan jadwal pembayaran cicilan oleh
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembeli, bunga yang rendah untuk pinjaman selama satu tahun, kredit rumah dengan suku bunga berdasarkan tarif inter-banking Euro dan campurtangan dari suku bunga ditambah pembayaran bunga tambahan). b. Karakteristik Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Kredit Pemilikan Rumah (KPR) memiliki dua karakteristik ditinjau dari hubungan antara nasabah debitur dengan pengembang/developer dan nasabah debitur dengan bank dalam kaitannya dengan pembiayaan. 1) Hubungan antara nasabah debitur dengan pengembang/developer Hubungan
antara
nasabah
debitur
dengan
pengembang/developer membentuk perikatan diantara keduanya. Walaupun untuk transaksi ini memperoleh fasilitas kredit dari dari bank, nasabah debitur tidak dapat menyerahkan sepenuhnya hal ini pada bank. Sikap kehati-hatian nasabah debitur harus diarahkan secara tepat dengan kejelian mendalam sehingga nasabah debitur tidak perlu mengeluarkan energi dan waktu untuk komplain atas ketidakpuasannya terhadap developer. Tetap harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a) Lokasi pengembang/developer strategis atau tidak b) Rencana induk atau master plain. c) Infrastruktur, sarana dan fasilitas. d) Pelayanan purna jual. e) Status hukum tanah dan bangunan. Antara pengembang/developer dengan nasabah debitur akan menyepakati : a) Fasilitas pembiayaan atas KPR yang dimohonkan melalui bank dan pembayaran uang muka atau down payment yang harus diserahkan pada pengembang/developer sesuai dengan jadwal yang disepakati bersama. commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Penandatangan akta jual beli dan pengurusan atas pemecahan sertifikat induk atas nama developer menjadi nama nasabah debitur sesuai dengan kavling yang dipilih nasabah debitur. Dalam melakukan transaksi jual beli hingga kepengurusan sertifikat, biasanya pihak developer telah menyiapkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang ditunjuk (Johannes Ibrahim, 2004 : 230-232). 2) Hubungan nasabah debitur dengan bank Hubungan nasabah debitur KPR dan bank, dimulai saat nasabah debitur KPR mendatangi pihak bank untuk memperoleh fasilitas kredit bagi pembiayaan untuk pemilikan rumah yang disediakan pihak bank. Dalam mengajukan ini, nasabah debitur KPR harus memperhatikan : a) Fasilitas yang dapat diperoleh nasabah debitur KPR Untuk mengajukan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) nasabah debitur KPR harus menyediakan uang muka atau down payment minimal yang dipersyaratkan oleh pihak bank. Sisa kewajiban yang harus diselesaikan terhadap pihak pengembang adalah merupakan pagu atau plafond kredit yang dimohonkan.
Dalam
mengajukan
fasilitas
kredit
ini,
pendapatan yang menjadi persyaratan, baik dari gaji yang diperoleh bagi karyawan atau keuntungan yang diperoleh bagi seorang wiraswasta. b) Hak dan Kewajiban nasabah debitur KPR Hak dan kewajiban nasabah debitur KPR adalah berbanding kebalikannya dengan hak dan kewajiban bank yang dituangkan dalam perjanjian kredit.. dalam perjanjian kredit, hak dan kewajiban tersebut terdiri atas: commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1) fasilitas kredit yang diberikan oleh pihak bank kepada debitur sebesar yang disetujuinya, tujuan penggunaan kredit ditegaskan untuk pembelian tanah dan bangunan; (2) suku
bunga pinjaman
yang ditetapkan
pada saat
penandatanganan perjanjian kredit. Suku bunga ini dihitung
dengan
berbagai
cara
sesuai
dengan
kebijaksanaan bank masing-masing. Besarnya suku bunga akan menentukan angsuran bulanan. Suku bunga kredit tidak berlaku tetap, karena bank mencantumkan klausula “Besarnya angsuran sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan besarnya tingkat suku bunga pinjaman atau sebesar yang dicantumkan oleh bank dan diberitahukan secara tertulis kepada debitur”; (3) Pembayaran kredit konsumtif dilakukan secara angsuran, yang disesuaikan dengan tanggal penandatanganan akta perjanjian kredit dan setiap keterlambatan akan dikenakan denda yang dihitung berdasarkan setiap keterlambatan tersebut; (4) Penyerahan atas tanah dan banguna yang dibiayai sebagai jaminan bank dan akan diikat dengan Hak Hanggungan. Atas jaminan tersebut, konsumen tidak diperkenankan untuk menyewakan kepada pihak lain, dijual atau dengan cara apapun juga dibebankan atau dialihkan kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari pihak bank (Johannes Ibrahim, 2004 : 232-233). Fomat permohonan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah masing-masing bank dapat berbeda-beda satu sama lain. Formulir permohonan tersebut ditujukan kepada kator cabang bank yang dimaksud ataupun kantor pusatnya. Selanjutnya dicantumkan besarnya jumlah kredit yang dimohon, tujuan penggunaan kredit, commit lokasi rumah to useryang akan dibeli, harganya, berapa
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan sendiri yang sudah disiapkan dan jangka waktu kredit yang dimohon. Pada bagian penutup dari surat permohonan Kredit Pemilikan rumah ditulis tempat dan tanggal, bulan, tahun permohonan diajukan, ditandatangani sendiri olah pemohon dan pada bagian kiri dibubuhi pula tanda tangan persetujuan dari istri/suami pemohon. Data pertimbangan yang diajukan meliputi : a) Nama pemohon, umur, alamat rumah, nomor telepon, status kepemilikan rumah yang ditempati apakah sewa atau milik sendiri (Hak Milik, HGB, Hak Pakai), nomor KTP/SIM pemohon, Nomor NPWP, status perkawinan dan jumlah tanggungan; b) Pekerjaan pemohon, nama dan instansi tempat bekerja, jenis profesi, jabatan, alamat kantor dan nomor telepon, lamanya bekerja/bila kurang dari 2 tahun dicantumkan nama perusahaan tempat bekerja sebelumnya; c) Data istri/suami, nama, umur, nomor KTP, pekerjaan, nama perusahaan tempat bekerja sebelumnya; d) Penjelasan apakah pemohon mempunyai pinjaman kepada pihak III/bank, nama banknya, jumlahnya, tujuan penggunaan kredit, angsuran perbulan dan jangka waktunya; e) Keterangan mengenai hubungan pemohon dengan bank, mempunyai rekening giro, deposito atau tabungan; f) Data kekayaan pemohon, apakah telah memiliki rumah pribadi atau belum (Warman Djohan, 2000 : 177-178). 6. Tinjauan Umum tentang Nasabah a. Pengertian Nasabah Pengertian nasabah menurut Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Perbankan adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Adapun jenis nasabah menurut Undang-Undang Perbankan ialah : pertama, nasabah penyimpan dana adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Kedua, nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
Nasabah dalah hal ini adalah nasabah debitur yang menggunakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara. b. Hubungan Bank dengan Nasabah Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dengan nasabah adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir terhadap semua nasabah, baik nasabah debitur, nasabah deposan ataupun nasabah nondebitur-nondeposan. Terhadap nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan suatu kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi dana) dan pihak debitur (peminjam dana) ( Munir Fuadi, 2003 : 100) Dari rumusan di atas tampak bahwa hubungan hukum antara pemberi kredit dalam hal ini Bank (kreditur) dan penerima kredit dalam hal ini nasabah (debitur), didasarkan pada perjanjian yang dalam praktik perbankan dikenal sebagai perjanjian kredit bank (Sentosa Sembiring, 2000 :51-52). Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan bank nasabah debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUH Perdata terntang kontrak (Buku ketiga). Sebab, menurut Pasal 1338 KUH Perdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatan sama dengan Undang-Undang bagi kedua belah pihak. Sebagian sarjana berpendapat bahwa perjanjian kredit bank diatur juga oleh ketentuan khusus mengenai “pinjam pakai habis” (Verbruiklening) vide Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUH Perdata (Munir Fuadi, 2003 : 100). 7. Tinjauan Umum tentang Implementasi Pengertian implementasi adalah mengulas pendekatan yang berbedabeda untuk untuk analisis tentang bagaimana kebijakan dilaksanakan atau dipraktikkan. (Wayne Parsons, 2008 : 463). Dalam penulisan hukum ini berdasarkan Arsitektur Perbankan Indonesia pada pilar keenamnya tentang perlindungan nasabah yang terdiri dari empat aspek kebijakan dari Bank commit to user Indonesia mengenai edukasi masyarakat, mekanisme pengaduan nasabah,
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mediasi perbankan, transparansi informasi produk yang diterapkan dalam Peraturan bank Indonesia sebagai pedoman bagi bank di Indonesia untuk dipraktikkan dalam kegiatan usahannya dalam hal ini mengenai perlindungan nasabah debitur Kredit Pemilikan Rumah. Output hukum adalah apa yang dihasilkan oleh sistem hukum sebagai respon atas tuntutan sosial. Robert B. Seidman menganalisis mengenai bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Seidman menyatakan bahwa setiap anggota masyarakat sebagai pemegang peranan ditentukan tingkah lakunya oleh pola peranan yang diharapkan daripadanya baik oleh norma-norma hukum maupun oleh kekuatan-kekuatan di luar hukum (Robert B Seidman dalam Pujiyono, 2009 : 48). Demikian pula teori sistem hukum dari Lawrence M. Friedman menyatakan bahwa hukum dalam pengertian sebagai struktur dan peraturan hanyalah satu dari tiga fenomena. Pertama, ada kekuatan-kekuatan sosial dan legal yang dengan cara-cara tertentu mendesak masuk dan membentuk hukum. Kemudian muncul hukum itu sendiri, struktur-struktur dan peraturanperaturan. Ketiga, ada dampak dari hukum tersebut terhadap perilaku di dunia luarnya ( Lawrence M. Friedman, 2009 : 2). Sehingga sistem hukum dari sistem kemasyarakatan mencakup tiga komponen, yaitu : a. Legal Substance (substansi hukum) Tersusun dari peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana insitusi-institusi negara harus berperilaku. b. Legal Structure (struktur hukum) Struktur sebuah sistem adalah kerangka badannya, merupakan bentuk permanennya, tubuh institusioanl dari sistem tersebut yang menjaga agar proses mengalir dalam batas-batasnya. c. Legal Culture (kulture hukum) Merupakan elemen sikap dan nilai sosial. Kekuatan-kekuatan sosial merupakan
sebuah
abstraksi, namun secara tidak langsung commit to user menggerakkan sistem hukum. (Lawrence M. Friedman : 2009 : 12-19).
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum Pengertian perlindungan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tempat berlindung; hal (perbuatan dan sebagainya) yang bertujuan untuk melindungi (menjadikan atau menyebabkan berlindung). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa perlindungan merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk melindungi. Perlindungan hukum merupakan salah satu perwujudan dari tujuan hukum, ada tiga teori tentang tujuan hukum, yaitu : a. Teori Etis (ethische theori) Memandang bahwa hukum ditempatkan pada perwujudan keadilan yang semaksimal mungkin dalam dalam tata tertib masyarakat. Dalam arti kata, hukum semata-mata bertujuan keadilan. b. Teori Utilistis (utilities theori) Dari Jeremy Bantham, berpendapat bahwa tujuan hukum adalah untuk memberikan kepada manusia kebahagiaan yang sebesar-besarnya. c. Teori Gabungan/Campuran (verenigings theori/gemengde theori) Tujuan hukum bukan hanya keadilan semata, tetapi juga kemanfaatanya (kegunaannya) (Ishaq, 2008 : 7-9). Perlindungan hukum dalam transaksi perbankan, khususnya dibidang perkreditan, merupakan hal yang patut dikedepankan agar kepentingan para pihak dapat terlindungi. Wujud perlindungan hukum pada dasarnya merupakan upaya penegakan hukum. Upaya penegakan hukum tidak terlepas dari cita hukum yang dianut dalam masyarakat yang bersangkutan ke dalam perangkat berbagai aturan hukum positif, lembaga hukum dan proses (perilaku birokrasi kepemerintahan dan warga masyarakat). Dalam menegakkan hukum terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum (rechtssicherheit),
kemanfaatan
(zweckmassigkeit)
dan
keadilan
(gerechttigkeit). Unsur pertama kepastian hukum merupakan kehendak setiap commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
orang, bagaimana hukum harus berlaku atau diterapkan dalam dunia konkrit. Unsur kedua adalah manfaat, hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat bagi masyarakat. Unsur ketiga adalah keadilan, masyarakat sangat berkepentingan sehingga dalam pelaksanaan atau penegakan hukum, keadilan diperhatikan (Johannes Ibrahim, 2003 :123-124). Menurut Philipus M. Hadjon, perlindungan hukum bagi rakyat dibagi menjadi dua yaitu perlindungan hukum yang preventive dan repressive. Perlindungan hukum yang preventive adalah kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Sedangkan perlindungan hukum yang repressive adalah penanganan hukum bagi rakyat oleh Peradilan Umum di Indonesia, yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa (Philipus M.Hadjon, 1987 : 2-3). Penulis hanya menggunakan teori perlindungan hukum repressive berkaitan dengan penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan dengan upaya pengaduan nasabah dan mediasi perbankan.
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pikir UU Perbankan
UU Bank Indonesia
UU Perlindungan Konsumen
API Pilar 6 : Perlindungan Konsumen/Nasabah
Edukasi Masyarakat
Pelayanan Pengaduan Nasabah
Transparansi Informasi Produk Bank
Mediasi Perbankan
Kredit Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
BANK
Nasabah Debitur
Macet
Lancar
Penyelesaian Sengketa
Gambar 2 : Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran ini memberikan gambaran mengenai alur berpikir penulis. Dalam Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Perbankan disebutkan bahwa Pembinaan dan Pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Selanjutnya dalam Undang-Undang Bank Indonesia juga diamanatkan dalam Pasal 8 huruf c commit to user mengenai tugas Bank Indonesia salah satunya adalah mengatur dan mengawasi
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bank. Maka Bank Indonesia dalam melaksanakan tugasnya tersebut pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan API (Arsitektur Perbankan Indonesia) sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan dan tatanan perbankan nasional ke masa yang akan datang. Untuk mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan efisien Arsitektur Perbankan Indonesia (API) pada pilar keenam berkeinginan untuk mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan (nasabah)
dengan
pertimbangan
adanya
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen. Aspek dalam perlindungan kepada nasabah adalah transparansi informasi produk bank, pengaduan nasabah, mediasi perbankan, dan edukasi masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI). Merupakan upaya untuk memberikan perlindungan kepada nasabah, khususnya nasabah debitur karena dalam penelitian ini penulis lebih mengkhususkan dalam transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang merupakan salah satu produk jasa perbankan di Bank Tabungan Negara. Apabila pihak bank telah melaksanakan ketentuan yang diamatkan dalam PBI mengenai transparansi produk bank terhadap produk yang ditawarkan (KPR) dan memberikan edukasi terlebih dahulu mengenai risikio-risiko yang mungkin timbul dalam pelaksanaan KPR, maka kecil kemungkinan kredit tersebut macet. Namun dalam prakteknya bank dinilai kurang memberikan informasi tersebut, kebanyakan malah memberikan “iming-iming” tentang produk yang ditawarkan sehingga menyebabkan kredit tersebut macet. Perlindungan nasabah debitur tidak berhenti disitu saja, dimungkinkan bagi nasabah debitur untuk melakukan upaya penyelesaian sengketa dalam tahap
pengaduan nasabah, dan apabila tidak
memberikan hasil yang memuaskan, penyelesaiannya dapat melalui mediasi perbankan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Singkat Bank Tabungan Negara Cabang Solo Bank tempat penulis menjalankan kegiatan penelitiannya adalah di Bank Tabungan Negara Cabang Solo, yang terletak di jalan Slamet Riyadi Nomor 282 Solo 57141 Jawa Tengah, nomor telpon (0271) 726930. Gedung kantor ini mempunyai berbagai fasilitas kantor pada umumnya seperti, tempat parkir, mushola, alarm sistem serta ruang kerja yang terdiri dari : a. Lantai 1 : Ritel Servise Head, Customer Service, Teller Service, ruang Accounting
dan
Bookkeping
Control
Unit,
ruang
Processing, dan bagian marketing. b. Lantai 2 :
Ruang Branch Manager atau Kepala Cabang, ruang BRCO, Ruang rapat Operation Section Head, Loan Administration, GBA (General Branch Administration),
c. Lantai 3 : Ruang Loan Recovery/Collection Work Out, E Pos Funding dan aula. Bank Tabungan Negara Cabang Solo merupakan perpanjangan kantor pusat, dimana Bank Tabungan Negara Cabang Solo pertama kali berdiri pada tahun 1990 yang merupakan pecahan dari Bank Tabungan Negara cabang Yoygyakarta. Pertimbangan pembukaan kantor cabang Solo karena dinilai mempunyai potensi pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Sejak tahun 1990 Bank Tabungan Negara Cabang Solo mengalami perpindahan sebanyak tiga kali. commit to user
50
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada tahun 1990 pertama kali Bank Tabungan Negara kantor cabang Solo didirikan, bertempat di Jl. Slamet Riyadi No. 228, pada waktu itu status lokasi masih berstatus sewa. Kemudian tahun 1993 mengalami perpindahan kantor yaitu di Ruko Beteng Plasa blok A 11-12, Jl. Kapten Mulyadi yang pada waktu itu juga masih bersatus sewa. Bank Tabungan Negara Cabang Solo bertahan di Ruko Beteng Plasa sampai dengan November 1997. Kemudian pada penghujung tahun 1997 PT. Bank Tabungan Negara cabang Solo mempunyai gedung sendiri, yaitu di Jl. Slamet Riyadi No. 282 Solo. Kepindahan kantor tersebut pada bulan Desember, langsung digunakan untuk aktivitas Bank Tabungan Negara Cabang Solo sampai saat ini. Bank Tabungan Negara mempunyai visi dan misi yaitu : a. Visi Menjadi bank yang terkemuka dalam pembiayaan perumahan dan mengutamakan kepuasan nasabah. b. Misi 1) Memberikan pelayanan unggul dalam pembiayaan perumahan dan industri yang terkait, serta menyediakan produk dan jasa perbankan lainnya. 2) Menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional serta memiliki integritas yang tinggi. 3) Meningkatkan
keunggulan
kompetitif
melalui
inovasi
berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan nasabah. 4) Melaksanakan manajemen perbankan yang sehat sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan Good Corporate Governance untuk meningkatkan Shareholder Value. 5) Mempedulikan kepentingan masyarakat dan lingkungan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
Gambar 3 : Stuktur Organisasi Bank Tabungan Negara cabang Solo Sumber : Bank Tabungan Negara cabang Solo. commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut deskripsi tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian dari Bank Tabungan Negara Cabang Solo yang terkait dengan penelitian yang penulis lakukan, sebagai berikut : a. Retail Service Section Head 1) Staff Loan Service Tugas dan tanggung jawab staff loan service adalah: a) Memberikan pelayanan kredit kepada nasabah; b) Memproses permohonan kredit dan menerima kelengkapan dokumen dari calon nasabah debitur serta membuat DUP (Daftar Usulan Pemohon); c) Melakukan wawancara kepada calon nasabah debitur; d) Menganalisis pemberian kredit; e) Membahas dan mengevaluasi DUP dalam Rapat Komite Kredit (RKK); f) Menyelenggarakan realisasi kredit; g) Memproses pelunasan kredit (perhitungan jumlah pelunasan kredit). 2) Customer Service Tugas dan tanggung jawab customer service adalah: a) Memberikan pelayanan yang baik dan prima kepada semua nasabah, baik melalui loket Bank BTN maupun melalui telepon; b) Memberikan pelayanan tabungan loket cabang dan tabungan kantor pos; c) Melayani proses pembukaan dan penutupan rekening rupiah dan valas; d) Melayani pembayaran bunga deposito; e) Membantu nasabah untuk melakukan transaksi dengan benar seperti menjelaskan mengenai persyaratan, prosedur transaksi, atau mengisi formulir; commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f) Melayani nasabah dalam pengajuan keluhan atau komplain dan mengupayakan penyelesaian terbaik; g) Administrasi transaksi loket.
b. Operation Section Head Staff Loan Administration Tugas dan tanggung jawab staff loan administration adalah : 1) Melakukan survey dan OTS (On The Spot) kepada calon nasabah debitur; 2) Apprise; 3) Dokumentasi dan administrasi dalam proses kredit; 4) Melakukan taksasi agunan; 5) Memproses pelunasan kredit (pengelolaan dokumen pokok). c. Collection and Work Out (CWO) 1) Legal Tugas dan tanggung jawab bagian legal adalah melakukan restrukturisasi kredit yaitu: a) Melakukan upaya hukum guna penyelamatan kredit mulai dari pemberkasan hingga lelang; b) Memastikan semua langkah penyelesaian kredit bermasalah sesuai dengan ketentuan bank dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 2) Kolektif Tugas dan tanggung jawab bagian kolektif adalah: a) Membuat surat konfirmasi atau surat tagihan dan melakukan penagihan kepada nasabah debitur kolektif; b) Melakukan monitoring terhadap pembayaran kredit kolektif; c) Memeriksa hasil entry (posting) transaksi kolektor yang dilakukan teller/back office; commit to user d) Melakukan monitoring dan administrasi data kolektif;
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Melakukan administrasi PPh dan fee kolektor; f) Melakukan koordinasi kepala seksi atau unit kerja yang terkait dengan pembayaran kolektif; g) Melakukan pembinaan terhadap kolektor bersama nasabah debitur kolektifnya. 3) Staf Pembinaan Tugas dan tanggung jawab staf pembinaan adalah: a) Membuat kronologis pembinaan berikut rekomendasi usulan penyediaan kredit kepada atasannya; b) Melakukan negosiasi akhir sebelum eksekusi pemasangan pleng/stiker berdasarkan keputusan rekomendasi; c) Memberikan usulan alternatif penyelamatan kredit ke bagian penyelamatan; d) Mengadministrasikan berkas/dokumen yang terkait dengan pembinaan kredit; e) Membuat
laporan
proses
pembinaan
(harian/mingguan/bulanan) kepada atasan; f) Me-review efektifitas pembinaan wilayah binaannya untuk pembinaan selanjutnya; g) Melakukan monitor dan tindak lanjut nasabah debitur lunas jatuh tempo tetapi saldo belum nol.
commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pelaksanaan Perlindungan Nasabah Debitur dalam Transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia (API) a. Prosedur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo. 1) Syarat Permohonan Pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo Bank Tabungan Negara Cabang Solo mempunyai beberapa produk kredit, salah satunya Kredit Pemilikan Rumah yang selanjutnya disebut sebagai KPR. Adapun jenis-jenis KPR tersebut antara lain : a) KPR bersubsidi KPR bersubsidi adalah kredit yang diberikan kepada keluarga atau rumah tangga yang baru pertama kali memiliki rumah dan termasuk dalam kelompok sasaran masyarakat berpenghasilan rendah. Subsidi diberikan kepada kelompok sasaran
baik
yang
berpenghasilan
tetap
maupun
yang
berpenghasilan tidak tetap yang memenuhi persyaratan untuk memperoleh kredit sesuai dengan ketentuan bank. Kredit Pemilikan Rumah merupakan fasilitas kredit yang dimiliki Bank Tabungan Negara sebagai produk kredit dalam bidang perumahan rakyat. Menurut pasal 2 ayat 4 dalam perjanjian kredit, kredit pemilikan rumah adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah debitur untuk digunakan membeli rumah dan atau berikut tanah guna dimiliki dan dihuni atau dipergunakan sendiri. commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Kredit Griya Utama Kredit Griya Utama adalah kredit pemilikan rumah diperuntukkan bagi pemohon/calon nasabah debitur yang memenuhi persyaratan dan dengan tujuan penggunaan untuk membeli tanah dan bangunan. Maksimal kredit griya utama yang dapat diberikan adalah sebesar 80% untuk nasabah debitur nonkolektif dan sebesar 90% untuk nasabah debitur kolektif. Besaran tersebut adalah dari harga jual setelah discount atau nilai taksasi pasar wajar yang dilakukan oleh penilai (appraisal). Dalam hal terdapat perbedaan antara keduanya bank akan mengambil harga yang terendah. c) KPR Platinum Kredit dengan peruntukkan pembelian rumah, baik untuk pembelian rumah baru, rumah lama, ready stock, maupun indent dengan maksimal kredit lebih dari Rp.350 juta dan jangka waktunya adalah maksimal 15 tahun dengan sistem bunga anuitas. Maksimal kredit sampai 90% untuk nasabah debitur kolektif dan 80% untuk nasabah debitur non-kolektif dari harga jual setelah diskon atau harga pasar wajar berdasarkan taksasi apraisal.
Maksimal
agunan
perbulan
sebesar
70%
dari
penghasilan bersih setelah dipotong biaya hidup. Di dalam pengajuan permohonan KPR terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon nasabah debitur. Adapun syarat-syarat bagi calon nasabah debitur yang ingin mengajukan permohonan KPR yaitu : a) Syarat Pengajuan Permohonan KPR Subsidi (1) Belum pernah memiliki rumah/hunian; commit to user (2) Belum pernah menerima subsidi perumahan;
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(3) Memiliki NPWP dan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bila penghasilan calon nasabah
debitur lebih besar daripada
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP); (4) Baru memiliki NPWP dan
belum mempunyai kewajiban
pelaporan SPT Tahunan, tidak diwajibkan menyerahkan SPT Tahunan Orang Pribadi; (5) Penghasilan / gaji pokok maksimal Rp. 2.500.000,00 (Brosur BTN cabang Solo) b) Syarat Pengajuan Permohonan Kredit Griya Utama (KGU) dan KPR Platinum : (1) Karyawan/pegawai tetap (a) Mengisi form permohonan Kredit Griya Utama (KGU), surat kuasa potong gaji, keterangan instansi; (b) Fotocopi identitas diri (KTP, Kartu Keluarga, Surat Nikah); (c) Fotocopi identitas kerja ( Kartu Pegawai, SK, NIP, Slip Gaji, keterangan instansi); (d) Fotocopi tabungan BATARA (Brosur BTN cabang Solo). (2) Wiraswasta/pegawai tidak tetap (a) Mengisi form permohonan Kredit Griya Utama (KGU); (b) Fotocopi identitas diri (KTP, Kartu Keluarga, Surat Nikah); (c) Fotocopi tabungan BATARA; (d) SIUP/TDP/NPWP; (e) Akta pendirian perusahaan/anggaran dasar perusahaan; (f) Neraca/laba-rugi/kwitansi penjualan; (g) SPT tahunan/surat keterangan penghasilan tidak tetap minimal commit dari Kepala Desa (Brosur BTN cabang Solo). to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Tahapan Permohonan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis di Bank Tabungan Negara cabang Solo yang dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2011 serta wawancara dengan Bapak Bangun selaku Consumer Financing Analyst dan bapak Aris Budi Santoso selaku Loan Service Bank Tabungan Negara cabang Solo yang dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 2011 pukul 16.00 WIB, diperoleh hasil penelitian berupa data. Prosedur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dibagi dalam beberapa tahap yaitu sebagai berikut : a) Pengajuan Permohonan KPR Pengajuan permohonan KPR pada Bank Tabungan Negara cabang Solo diajukan secara tertulis dan dilakukan langsung oleh calon nasabah debitur dengan melengkapi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh BTN sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Calon nasabah debitur harus mengisi form permohonan sebagai berikut : (1) Formulir data Pemohon, Form ini berisi tentang identitas pemohon, antara lain data pribadi, data pekerjaan, data suami atau istri, data pekerjaan suami atau istri, data penghasilan, data kredit, data agunan, dan informasi tambahan mengenai pemohon. (2) Surat kepada pimpinan Instansi atau Perusahaan Pemohon Form ini berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan tempat kerja pemohon baik instansi pada pemerintah maupun perusahaan swasta. commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(3) Rincian penghasilan untuk pemohon berpenghasilan tetap Form ini berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan penghasilan pemohon. (4) Kuasa Pemotongan Gaji Form ini berisi tentang kuasa calon nasabah debitur kepada kreditur bahwa calon nasabah debitur atau pemohon telah menguasakan
kepada kreditur dalam hal ini adalah BTN
untuk melakukan pemotongan gaji calon nasabah debitur pada instansi tempatnya bekerja. (5) Keterangan mengenai rumah dan developer Form ini berisi data rumah yang akan dibeli oleh pemohon dari developer, form ini tidak hanya diisi oleh calon nasabah debitur akan tetapi juga oleh pihak penjual rumah atau developer. b) Penilaian Berkas Permohonan KPR Setelah calon nasabah debitur menyerahkan berkas-berkas permohonan KPR kepada bagian Loan Service BTN cabang Solo, kemudian akan dilakukan pengecekan kelengkapan berkas permohonan kredit. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan di atas dan sudah benar. Jika menurut bagian Loan Service belum lengkap atau cukup maka calon nasabah debitur diminta untuk segera melengkapinya terlebih dahulu. c) Wawancara dan survey di lapangan (on the spot) Setelah berkas-berkas permohonan KPR lengkap, bagian Loan Service juga akan mengambil langkah untuk secara langsung
melakukan
wawancara.
Jenis
pertanyaan
yang
diutarakan pada saat wawancara berkisar pada kelengkapan data mengenai identitas calon nasabah debitur, besarnya gaji commit to user (dicocokan dengan slip gaji), pekerjaan, lamanya bekerja, jumlah
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tanggungan, motivasi atau tujuan mengajukan permohonan KPR dan pertanyaan lain yang diangap perlu untuk mengetahui dengan baik tentang calon nasabah debitur. Calon nasabah debitur yang mengajukan permohonan KPR dibagi menjadi dua, yaitu yang berprofesi sebagai karyawan/pegawai tetap dan wiraswasta/pegawai tidak tetap. Terhadap calon nasabah debitur karyawan/pegawai tetap, apabila perusahaan tempatnya bekerja bonafid maka tidak perlu dilakukan survey di tempat kerjanya, tinggal ditelepon saja menyakan mengenai kebenaran apakah calon nasabah debitur tersebut benar bekerja disitu. Apabila perusahaan tempat kerja calon nasabah debitur tersebut tidak bonafid maka perlu diadakan survey langsung di kantor tersebut. Terhadap calon nasabah debitur wiraswasta/pegawai tidak tetap, harus dilaukan survey secara langsung, yang dilakukan oleh bagian Loan Administration. d) Analisis Persetujuan KPR Setelah berkas-berkas permohonan KPR, hasil wawancara dan hasil survey on the spot yang dilakukan Loan Administration telah diserahkan kepada bagian Consumer Financing Analyst, maka bagian tersebut menyelidiki dan menganalisis permohonan KPR calon nasabah debitur. Kebijakan analisis kredit yang digunakan dalam KPR dengan menggunakan analisis kemampuan calon nasabah debitur dalam mengangsur KPR kedepannya, dilihat dari watak/karakter dan kemampuan dari calon nasabah debitur yang disimpulkan dari hasil wawancara terkait cara bersikap, tingkah laku, pengalaman-pengalaman pinjaman yang terdahulu, juga dilihat dari agunannya layak tidak untuk jaminan. Langkah lain yang dilakukan dengan mengecek melalui BI cecking atau yang dikenal dengan SID (Sistem Informasi Debitur) commit to user dilihat trackrecord calon nasabah debitur dalam melakukan
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pinjaman kredit di bank lain, melakukan konfirmasi penghasilan calon nasabah debitur kepada bendahara tempatnya bekerja, meneliti jaminan sertifikat tanah dengan koordinasi dengan notaris/PPAT, memeriksa ijin-ijin lokasi perumahan. Keseluruhan tersebut dirangkum menjadi PAK (Paket Analisa Kredit). e)
Keputusan Kredit Keputusan kredit dalam hal ini adalah menentukan apakah kredit akan disetujui atau ditolak, apabila pihak calon nasabah debitur
telah
mampu
memenuhi
persyaratan-persyaratan
sebelumnya dan pihak bank merasa yakin bahwa calon nasabah debitur telah memenuhi seluruh persyaratan maka bank akan menyetujui
permohonan
kredit
dan
mempersiapkan
administrasinya. Apabila disetujui permohonan KPR tersebut maka diterbitkan SP3K (Surat Penegasan Penerimaan Persetujuan Kredit), namun apabila ditolak maka diterbitkan surat tolakan. f) Dari pihak developer
mengajukan surat laporan pemeriksaan
akhir, untuk pengajuan survey rumah yang dibiayai dengan fasilitas KPR sudah benar-benar jadi atau belum. g) Realisasi Kredit Tahap
ini
merupakan
kelanjutan
dari
diterimanya
permohonan KPR, sebelum akad kredit calon nasabah debitur dipersyaratkan untuk menyediakan sejumlah dana untuk melunasi biaya sebelum akad kredit yang terdiri dari provisi, biaya Notaris/PPAT/legal fee (jika ada), dan biaya lainnya yang akan ditentukan kemudian hari. Setelah calon nasabah debitur memenuhi dana yang dipersyaratkan oleh pihak bank selanjutnya calon nasabah debitur menandatangani akad kredit.
commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Perlindungan Nasabah Debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo 1) Mekanisme Pengaduan Nasabah Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan ibu Isna Afrita Fajarsari selaku bagian customer service Bank Tabungan Negara cabang Solo pada tanggal 22 Juni 2011 pukul 15.30, pada Bank Tabungan Negara cabang Solo unit yang menangani mengenai pengaduan yang dilakukan oleh nasabah yaitu di bagian customer service. Pelaksanaan pengaduan nasabah debitur KPR dilakukan dengan suatu prosedur yaitu dimulai dengan mengisi form aplikasi pengaduan nasabah, tergantung klaim yang dilakukan oleh nasabah debitur, sepanjang bisa diselesaikan secara langsung oleh beliau maka langsung diselesaikan saat itu juga, namun apabila tidak bisa maka form klaim tersebut dioper ke bagian kredit untuk ditangani dengan proses selama 2-3 hari dan biasanya penyelesaiannya dilakukan dalam 20 hari kerja. Namun sejauh ini semua pengaduan nasabah debitur mengenai KPR dapat diselesaikan secara langsung. 2) Mediasi Perbankan Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Fariuddin Hamid, S.H selaku head SPV Collection & Work Out (CWO) dan Bapak Baehaqi selaku SPV Collection & Work Out (CWO) yang menangani mengenai kredit macet di BTN diperoleh data bahwa dalam prakteknya sampai sekarang belum pernah penyelesaian KPR yang bermasalah diselesaikan melalui mediasi perbankan oleh Bank Indonesia. BTN memiliki peraturan / Kebijakan Direksi untuk melakukan penyelamatan kredit dengan restrukturisasi kredit. Pelaksanaan restrukturisasi kredit untuk KPR dan Non KPR di BTN cabang Solo sebagai berikut : commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a)
Penjadwalan Ulang (PUL) Adalah penetapan kembali jangka waktu kredit dan jumlah angsuran bulanan atas sisa kredit dan/atau penetapan pembayaran angsuran atas tunggakan angsuran yang ada dari kredit bermasalah dan/atau mempunyai potensi bermasalah, yang meliputi Penjadwalan Ulang Sisa Pinjaman (PUSP) dan Penjadwalan Ulang Sisa Tagihan (PUST). (1) PUSP : menjadwalkan kembali masa angsuran atas sisa pokok kredit. a) PUSP I : jika waktu tetap, angsuran bertambah. b) PUST II : jika waktu bertambah, angsuran tetap atau mengecil. (2) PUST : menjadwalkan pembayaran tunggakan angsuran (pokok
dan
atau
bunga),
sehingga
nasabah
debitur
mempunyai 2 angsuran : reguler dan tunggakan. b) Penundaan Kewajiban Pembayaran Kredit (Grace Periode) Adalah penundaan pembayaran atas sejumlah kewajiban kredit untuk jangka waktu tertentu, sesuai hasil analisa kemampuan nasabah debitur. Nasabah debitur mengalami musibah (PHK, bencana, kerusuhan dan atau kebijakan bank)
(1) Grace Periode Angsuran : Penundaan pembayaran angsuran dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan hasil analisa kemampuan nasabah debitur. (2) Grace Periode Pokok Kredit : Penundaan pembayaran angsuran pokok dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan hasil analisa kemampuan nasabah debitur, sedangkan bunga berjalan tetap dibayar. (3) Grace Periode Bunga Kredit : Penundaan pembayaran bunga dalam jangkacommit waktuto tertentu sesuai dengan hasil analisa user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemampuan nasabah debitur, sedangkan pokok kredit jatuh tempo tetap dibayar setiap bulannya. c)
Novasi/alih debitur Adalah pengalihan seluruh hutang/ kewajiban nasabah debitur (berikut asset) kepada pihak lain yang memenuhi ketentuan bank yang berlaku. Mengganti nasabah debitur yang sudah tidak memiliki kemampuan dengan nasabah debitur baru yang memiliki kemampuan dan kredibilitasnya baik. Persyaratan yang harus dipenuhi : (1) Nasabah debitur mengajukan permohonan novasi / alih debitur secara tertulis; (2) Telah ada calon nasabah debitur pengganti; (3) Calon nasabah debitur pengganti memenuhi syarat sebagai pemohon kredit; (4) Telah ada kesepakatan antara nasabah debitur lama dengan calon nasabah debitur pengganti dalam hal harga jual rumah atau besar kredit yang dialihkan; (5) Syarat lainnya mengacu pada ketentuan proses KPR yang berlaku.
d) Pengurangan tunggakan bunga dan/atau denda Dapat diberikan diskon sesuai ketentuan kewenangan yang berlaku. Force majeur diskon dapat diberikan maksimal, sesuai kewenangan kepala cabang. Sepanjang diyakini nasabah debitur tidak mampu membayar sesuai kewenangan cabang, dapat diajukan ke KP.
Tabel 1 commit to user Matriks Pengurangan Bunga dan/atau Denda
kepala
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
No
Kemauan : Rasio Pembayaran/ Maks. Kredit
Kemampuan : Rasio Umur Tgk/ Umur Kredit
1
< 50%
2
T
Besarnya diskon (maksimal) Tungga kan Bunga
Tunggakan Denda
50% - 100%
25%
50%
< 50%
< 50%
30%
60%
50% - 100%
50% - 100%
35%
70%
50% - 100%
< 50%
40%
80%
n5
> 100%
50% - 100%
45%
90%
s 6 i
> 100%
< 50%
50%
100%
r a n s p
a 3 r
4
a
Sumber : BTN cabang Solo. 3) Transparansi Informasi Produk bank Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan pada tanggal 22 Juni 2011 pukul 16.00 dengan Bapak Aris Budi Santoso selaku staf Loan Service, setiap ada permohonan KPR maka beliau selalu menjelaskan karakteristik dari KPR sesuai dengan jenis kredit yang akan diambil oleh nasabah debitur, yang dijelaskan meliputi suku bunga KPR, jangka waktu kredit, angsuran per bulan, syarat-syarat pengajuan kredit dan risiko kreditnya apabila menunggak dapat masuk balai lelang. Namun, denda apabila terjadi tunggakan angsuran tidak dijelaskan oleh pihak Loan Service. Mengenai kenaikan maupun penurunan suku bunga dan angsuran kredit selalu dilaporkan satu bulan sebelumnya oleh bagian Collection & Work Out (CWO) BTN cabang Solo kepada nasabah debitur secara langsung melalui surat pemberitahuan tertulis yang dialamatkan kepada nasabah debitur sesuai yang tertulis dalam form aplikasi permohonan KPR. commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Edukasi Masyarakat Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Fariuddin Hamid, S.H selaku Head SPV Collection & Work Out (CWO) pada tanggal 14 Juni 2011 pukul 16.00, diperoleh hasil bahwa Bank Tabungan Negara cabang Solo melakukan edukasi kepada calon nasabah debitur sebelum terjadinya akad Kredit Pemilikan Rumah, antara developer, calon nasabah debitur, pihak BTN dan Notaris dipertemukan dalam suatu forum secara bersama-sama. Di dalam forum tersebut akan dijelaskan meliputi cara mengangsur KPR, membayarnya dimana, persyaratan KPR, sistem di BTN bagaimana. Untuk cara mengangsur di BTN ada dua cara yaitu cara pertama dipotong dari tabungan BATARA nasabah debitur yang bersangkutan (setiap tanggal 7, ada AGF yaitu pemotongan tabungan secara otomatisasi) sedangkan cara yang kedua dengan pemotongan gaji nasabah debitur yang bersangkutan, pemotongan gaji ini dilakukan oleh bendahara instansi tersebut secara langsung tapi pihak BTN memberikan fee kepadanya 1%. Di dalam forum tersebut terjadi tanya jawab antara calon nasabah debitur terhadap pihak BTN maupun terhadap pihak developer. Apabila calon nasabah debitur tidak setuju maka calon nasabah debitur berhak untuk tidak menandatangani akad kredit, namun apabila calon nasabah debitur setuju maka pada saat itu terjadilah
penandatangan
akad
kredit.
Berdasarkan
Standart
Operasional Prosedur (SOP BTN) permohonan Kredit Pemilikan Rumah pelaksanaan akad kredit sebagai berikut : a) Loan Service Officer (1) Membuat daftar hadir calon nasabah debitur untuk urutan prioritas penandatanganan akad kredit sesuai dengan nomor kehadiran; commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2) Mendistribusikan perjanjian kredit dan kartu data penting kepada masing-masing calon nasabah debitur. b) Pejabat BTN Memberikan penjelasan umum mengenai hak dan kewajiban calon-calon nasabah debitur dengan menggunakan transparansi yang telah distandarisir. c) Notaris (1)Membacakan Perjanjian Kredit, Akta Jual Beli, Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan, Akta Pengakuan Hutang; (2)Melakukan tanya jawab antara calon nasabah debitur dengan pihak BTN, developer, notaris, jika masih ada yang ingin ditanyakan. d) Loan Service Officer (1) Menyiapkan SPD-5, buku angsuran, kartu data penting, Form SPPB & materai; (2) Memanggil
calon
nasabah
debitur
untuk
proses
penandatanganan akad kredit dengan memperhatikan nomor urut pada daftar hadir; (3) Menkonfirmasikan ke nasabah debitur perihal Perjanjian Kredit; (4) Paraf pada lembaran Perjanjian Kredit setelah konfirmasi; (5) Persilahkan calon nasabah debitur untuk menandatangani SPD-5 dan Perjanjian Kredit; (6) Menyerahkan kepada nasabah debitur buku angsuran dan kartu data penting; (7) Mempersilahkan calon nasabah debitur untuk menuju petugas Notaris untuk menandatangani SKMHT, AJB, Akta-akta lain yang dibutuhkan; (8) Mempersilahkan nasabah debitur untuk menuju petugas asuransi guna mengambil polis asuransi (jika pada Kantor to user perusahaan asuransi); Cabang telahcommit ada perwakilan
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(9) Mencoret nama calon-calon nasabah debitur yang tidak hadir pada acara penandatanganan Akad Kredit pada semua lembaran SPD-5; (10) Konsolidasikan semua nama-nama nasabah debitur yang telah menandatangani Akad Kredit dari masing-masing petugas; (11) Cross check jumlah tanda tangan di SPD-5 dengan jumlah akta pada petugas Notaris; (12) Menulis jumlah nasabah debitur yang telah menandatangani pada SPD-5; (13) Menyerahkan
SPD-5
pada
petugas
Notaris
untuk
ditandatangani dan distempel Notaris/PPAT; (14) Merima SPD-5 yang telah ditandatangani dan distempel oleh Notaris; (15) Menyerahkan Perjanjian kredit dan SPD-5 yang telah ditandatangani tersebut kepada Loan Service Head dan Branch Manager untuk pengesahan; (16) Menyimpan berkas permohonan yang belum Akad Kredit dengan diberi batch belum akad. e) Loan Service Head (1) Terima perjanjian kredit dan SPD-5; (2) Teliti jumlah perjanjian kredit yang terkumpul sudah sesuai dengan daftar nasabah debitur yang tandatangan pada SPD-5; (3) Paraf pada SPD-5 sebagai pengesahan jumlah peserta Akad Kredit serta tanggal dilaksanakannya Akad Kredit. f) Branch Manager (1) Teliti perjanjian kredit dan SPD-5; (2) Tandatangani perjanjian kredit dan SPD-5 sebagai tanda persetujuan. g) Loan Service Officer commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1) Serahkan perjanjian kredit kepada Notaris untuk pengesahan dengan membuat berita acara penyerahan; (2) Distribusikan SPD-5 yang telah disahkan untuk : Arsip Loan Service (1 lembar), Loan Administration (2 lembar) dan Loan Recovery (1 lembar); (3) Serahkan Daftar Rincian Pencairan Dana kepada Loan Administration untuk prosesan pencairan dana hasil akad kredit; (4) Serahkan
berkas
permohonan
kredit
kepada
Loan
Administration untuk diarsip sebagai riwayat kredit. BTN cabang solo telah melakukan edukasi terlebih dahulu kepada masyarakat (calon nasabah debitur) yang akan mengambil fasilitas KPR dengan mempertemukan dalam suatu forum khusus antara calon nasabah debitur, pihak BTN, Notaris/PPAT dan pihak developer,
jadi
BTN
cabang
Solo
dalam
hal
ini
telah
mengimplementasikan yang diamanahkan pilar keenam API tentang Perlindungan Nasabah khususnya mengenai edukasi masyarakat 3. Hambatan-Hambatan dalam Perlindungan Nasabah
Debitur dalam
Transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia Berdasarkan hasil wawancara yang dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2011 pukul 15.30 WIB dengan Bapak Fariuddin Hamid, S.H selaku Head SPV Collection & Work Out (CWO) Bank Tabungan Negara cabang Solo dan bapak Baehaqi selaku SPV Collection & Work Out (CWO) Bank Tabungan Negara cabang Solo dalam melaksanakan perlindungan nasabah debitur KPR mengalami beberapa hambatan, diantaranya : a. Hambatan dari pihak bank Pihak bank terkadang dapat dikelabuhi oleh pihak developer dalam commit to user yang dibiayai fasilitas KPR. menjalin kerjasama pembangunan rumah
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Hambatan dari nasabah debitur 1) Apabila nasabah debitur meninggal dunia, ahli warisnya tidak segera melengkapi klaim asuransi untuk jangka waktu tiga bulan setelah masa tenggang kredit habis. 2) Apabila polis asuransi nasabah debitur hilang, menghambat dalam proses klaim asuransi yang dilakukan nasabah debitur, syarat untuk mengklaim harus ada polis asuransinya. 3) Apabila nasabah debitur dan keluarganya meninggal secara bersama, namun tidak diketahui oleh pihak BTN cabang Solo. c. Hambatan dari developer 1) Apabila developer bangkrut, menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggungjawab pihak developer, seperti surat atau dokumen atas rumah. 2) Berkaitan dengan kewajiban dari pihak developer, setelah terjadi akad KPR pihak developer memberikan garansi selama 90 hari, namun setelah jangka waktu 90 hari tersebut telah lewat, ternyata ada kerusakan (misal seperti genteng bocor), nasabah debitur melakukan complain kepada BTN, pihak BTN dalam hal ini hanya sebagai pihak penyalur biaya rumah saja sehingga tidak terkait dengan hal tersebut merupakan kewajiban dari developer untuk memenuhinya, namun hal ini sangat merugikan nasabah debitur. Sehingga dalam hal ini pihak BTN hanya dapat memberikan saran kepada nasabah debitur KPR yang bersangkutan untuk mengajukan surat ke BTN dengan tembusan kepada developer. B. Pembahasan
1. Pelaksanaan Perlindungan Nasabah Debitur dalam Transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Prosedur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo. Bank Tabungan Negara terus menunjukan kredibilitasnya dalam upaya mewujudkan tujuan dari perbankan Indonesia seperti yang diamanahkan pelaksanaan
dalam
Undang-Undang
pembangunan
nasional
Perbankan dalam
untuk
rangka
menunjang
meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Terangkum dalam visi dari Bank Tabungan Negara adalah menjadi bank yang terkemuka dalam pembiayaan perumahan dan mengutamakan kepuasan nasabah. Dalam visi tersebut, BTN terus berupaya meningkatkan angka penyaluran kredit perumahan kepada masyarakat yang menjadi produk unggulan dari BTN yaitu Kredit Pemilikan Rumah (KPR), selain tentunya berusaha untuk memperoleh tingkat keuntungan tertentu. Prosedur KPR dimulai dari tahap pengajuan permohonan KPR hingga tahap realisasi kredit, bank dengan sistem kebijaksanaan yang sedemikian rupa melakukan penyelidikan dalam setiap tahapannya. Terlepas dari apakah kredit yang diajukan akan diterima atau ditolak, bank wajib melakukan penilaian secara objektif dengan berdasarkan pada prinsip kehati-hatian bank. Dalam hal ini pihak BTN cabang Solo telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan misinya serta sebagai upaya untuk menciptakan iklim perbankan yang sehat. Dalam tahap permohonan kredit, calon nasabah debitur perlu mengisi form permohonan KPR dan melengkapi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan BTN cabang Solo sesuai dengan yang tercantum dalam brosur KPR yang diterbitkan. Dokumen-dokumen pendukung yang dipersyaratkan oleh pihak bank seperti menyerahkan KTP dan KK, perijinan usaha dan lain-lain dimaksudkan untuk legalitas dari perjanjian tersebut bila nantinya kredit user mengalami masalah. Dalamcommit setiap topemberian kredit, prinsip kehati-hatian
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bank (prudential banking) harus diimplementasikan dengan benar karena prinsip ini memiliki pengaruh yang besar terhadap diterima atau ditolaknya permohonan kredit. Prinsip kehati-hatian dimuat dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya perbankan nasional perlu meningkatkan perlindungan dana masyarakat yang dipercayakan kepada lembaga perbankan melalui penerapan prinsip kehati-hatian dan pemenuhan ketentuan persyaratan kesehatan bank. Sedangkan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dinyatakan bahwa prinsip kehatihatian harus dipegang teguh sedangkan ketentuan mengenai kegiatan usaha bank perlu disempurnakan terutama yang berkaitan dengan penyaluran dana. Bagi pihak bank, penerapan prinsip kehati-hatian bank akan memperkecil munculnya masalah kredit di kemudian hari. Salah satu aspek dari prinsip kehati-hatian bank dan juga merupakan bagian dari tahap penilaian bank terhadap calon nasabah debiturnya ialah character. Aspek character merupakan unsur yang sangat penting untuk dipertimbangkan oleh bank sebelum memberikan kreditnya. Aspek character adalah penilaian atas karakter kepribadian/watak dari calon nasabah debiturnya, kepribadian, moral dan kejujuran dari calon nasabah perlu diperhatikan. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, karena itu sebelum dikucurkan, harus terlebih dahulu ditinjau apakah calon nasabah debitur yang bersangkutan berkelakuan baik, dan tidak terlibat tindakan-tindakan
tidak
terpuji
lainnya.
Dalam
prakteknya
untuk
mengetahui karakter dari calon nasabah debitur pihak Legal Service akan melakukan wawancara secara langsung yang dilaksanakan di kantor BTN cabang Solo. Melalui wawancara tersebut akan terlihat seperti apakah karakter calon nasabah debitur. Tapi tidak semua dari 5’C prinsiple diterapkan dalam analisa kredit oleh bagian Consumer Financing Analyst, hanya tiga diantaranya yang diterapkan commit to user yaitu character, capacity dan
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
collateral saja. Namun faktor yang sangat mempengaruhi untuk menilai character dari calon nasabah debitur dilakukan BI checking melalui SID (Sistem Informasi Debitur), untuk mengetahui riwayat kolektibilitas kredit calon nasabah debitur tersebut. Faktor condition of economi dan capital tidak begitu mempengaruhi analisa kreditnya, untuk KPR faktor capital yang dimaksud bukan modal usaha dari calon nasabah debitur, namun uang muka yang diberikan untuk kredit pemilikan rumahnya kepada pihak BTN cabang Solo. Untuk memperkuat analisanya dilakukan konfirmasi kepada bagian
bendara
tempat
calon
nasabah
debitur
bekerja
mengenai
penghasilannya. b. Perlindungan Nasabah Debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo 1) Dalam Undang-Undang Perbankan Perlindungan hukum bagi nasabah, termasuk di dalamnya nasabah debitur dalam bertransaksi dengan bank belum mendapatkan tempat yang memadai. Undang-Undang Perbankan tidak mengatur secara langsung perlindungan nasabah. Dalam Bab V, Pasal 29 ayat (1) dan (4), diatur tentang pembinaan dan pengawasan bagi bank. Di dalam Pasal 29 ayat (1) disebutkan bahwa “Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.” Salah satu upaya yang dilakukan Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas pembinaan dan pengawasan bank yaitu dengan membuat suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberi arah, bentuk dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan yang disebut dengan Arsitektur Perbankan Indonesia. Terdiri dari eman pilar dan di pilar keenam mengatur secara khusus mengenai perlindungan nasabah. Di dalam Pasal 29 ayat (4) disebutkan bahwa, “Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang commit to user dilakukan melalui bank.” Penyediaan informasi mengenai kemungkinan
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
timbulnya risiko kerugian nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal kgiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjamin adanya transparansi dalam dunia perbankan. Informasi tersebut tersebut perlu diberikan dalam hal bank bertindak sebagai perantara penempatan dana dari nasabah (Soedjono Dirdjosisworo, 2003 :30). Sehubungan dengan perlindungan bagi nasabah, termasuk di dalamnya nasabah debitur tidak secara tegas diatur dalam UndangUndang Perbankan dan Undang-Undang Bank Indonesia, maka pembinaan dan pengawasan bank merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh Bank Indonesia secara berkesinambungan. Sebagai lembaga pembina dan pengawas perbankan di Indonesia, Bank Indonesia mempunyai peran yang besar dalam usaha melindungi dan menjamin agar nasabah tidak mengalami kerugian akibat tindakan bank yang salah, oleh karena itu dalam pilar keenam API secara khusus mengatur mengenai perlindungan nasabah. 2) Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia a) Substansi Normatif Perlindungan Nasabah Debitur KPR Berdasar API Implementasi perlindungan nasabah debitur dalam transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia (API) terdapat dalam pilar keenam API tentang program Perlindungan Nasabah, mencakup empat aspek yang diatur juga di dalam Peraturan Bank indonesia: (1) Penyusunan standar mekanisme pengaduan nasabah (Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 dan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor
Peraturan
Bank
10/13/DPNP
tentang
Perubahan
Atas
Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang
Penyelesaian Pengaduan Nasabah); commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2) Pembentukan
lembaga
mediasi
(Peraturan Bank Indonesia
perbankan
independent
Nomor 10/1/PBI/2008 tentang
Perubahan Atas Perturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan dan Surat Edaran Ekstern Nomor 8/14/DPNP/2006 tentang Mediasi Perbankan); (3) Penyusunan standar transparansi informasi produk bank (Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/25/DPNP tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah); (4) Peningkatan edukasi masyarakat. Di dalam pelaksanaannya pada Bank Tabungan Negara cabang Solo berdasarkan wawancara yang penulis lakukan, tidak semua ketentuan yang diamanatkan dalam pilar keenam API diterapkan dalam prakteknya dilapangan. Ada salah satu program yang tidak diterapkan, selain itu beberapa program yang lain walaupun sudah dilaksanakan namun belum terstuktur dengan baik dan tidak termuat dalam suatu Surat Edaran Direksi Bank Tabungan Negara, secara rinci dapat peneliti paparkan sebagai berikut : (1) Mekanisme Pengaduan Nasabah Merujuk pada PBI No. 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa bank wajib menyelesaikan setiap pengaduan yang diajukan oleh nasabah dan atau perwakilan nasabah. Dalam Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa untuk
menyelesaikan
kebijakan
dan
pengaduan,
memiliki
prosedur
bank
wajib
tertulis
menetapkan
yang
meliputi:
penerimaan pengaduan, penanganan dan penyelesaian pengaduan, serta pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan. Dapat user disimpulkan bahwacommit setiap to bank yang beroperasi di Indonesia wajib
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyelesaikan setiap pengaduan yang terkait dengan transaksi keuangan maupun kredit yang dilakukan nasabah penyimpan dana maupun nasabah debitur. Dapat mengajukan pengaduan secara lisan atau tertulis pada kantor bank terdekat, kantor bank tempat melakukan transaksi keuangan ataupun kredit. Dapat mengajukan pengaduan melalui call center, hotline service, ataupun melalui media lain yang disediakan bank. Untuk setiap pengaduan yang diajukan, petugas penerima pengaduan akan memberikan nomor registrasi kepada nasabah debitur. Nomor registrasi ini dapat digunakan sebagai referensi untuk meminta informasi kepada bank mengenai status penyelesaian pengaduan yang nasabah debitur ajukan. Pelaksanaan pengaduan nasabah debitur KPR di BTN cabang Solo dilakukan pada dengan suatu prosedur yaitu dimulai dengan mengisi form aplikasi pengaduan nasabah. Pengaduan nasabah debitur bilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung dan tertulis. Apabila pengaduan tersebut dilakukan secara langsung dengan nasabah debitur mendatangi BTN cabang Solo dan penyelesaiannya diselesaikan pada hari itu juga, sedangkan untuk pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan nasabah debitur dilakukan setiap hari kerja. Sesuai dengan PBI No. 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah Langkah mekanisme pengaduan secara lisan sebagai berikut : (a) Menentukan inti permasalahan yang akan nasabah debitur adukan dan apa yang nasabah debitur harapkan dari bank; (b) Mengajukan pengaduan melalui telepon atau datang langsung to user ke kantor bankcommit terdekat;
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(c) Menjelaskan permasalahan yang dihadapi dengan tenang dan jangan ragu untuk menanyakan hal-hal yang di anggap perlu untuk dijelaskan oleh bank; (d) Mendapatkan nomor registrasi pengaduan untuk permasalahan yang telah nasabah debitur ajukan kepada bank. Nomor registrasi pengaduan merupakan bukti bahwa pengaduan sudah dicatat oleh bank.
Gambar 4 : Mekanisme pengaduan nasabah secara lisan Sumber : www.bi.go.id Di BTN cabang Solo, pengaduan nasabah debitur juga dilakukan melalui pengaduan secara tertulis. Penangganan dan penyelesaian pengaduan nasabah debitur ditanggapi secara tertulis juga yaitu melalui surat, dengan maksimal 20 hari kerja. Namun, pihak BTN cabang Solo juga menelepon nasabah debitur untuk dipanggil mengahadap langsung ke BTN agar lebih jelas penyelesaian masalah yang diadukan nasabah debitur.
commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sesuai dengan PBI No. 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, langkah mekanisme pengaduan secara tertulis : (a) Dapatkan dan ikuti prosedur pengajuan pengaduan yang ditetapkan bank; (b) Uraikan permasalahan secara tertulis dengan jelas serta dengan mengungkapkan
kronologis
dan
lokasi
terjadinya
permasalahan; (c) Sampaikan pengaduan tertulis
kepada bagian layanan
pengaduan nasabah yang terdapat di setiap kantor bank, atau isi formulir pengaduan yang disediakan disetiap kantor bank. Sertakan fotokopi dokumen pendukung yang relevan dan simpan dengan baik asli dokumen tersebut; (d) Dapatkan nomor registrasi untuk pengaduan tertulis yang telah nasabah debitur ajukan kepada bank. Nomor registrasi pengaduan tersebut merupakan bukti bahwa pengaduan tertulis sudah diterima dan dicatat oleh bank; (e) Setiap saat nasabah debitur dapat menanyakan status penyelesaian pengaduan kepada bank dengan menyebutkan nomor registrasi pengaduan; (f) Pastikan nasabah debitur mendapatkan surat hasil penyelesaian pengaduan dari bank sebagai tanggapan resmi bank terhadap permasalahan yang diadukan; (g) Pengaduan tertulis yang di ajukan akan diselesaikan oleh bank dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang sampai dengan 20 (dua puluh) hari kerja berikutnya dalam hal terdapat kondisi tertentu. Apabila bank akan memperpanjang jangka waktu penyelesaian pengaduan, maka bank wajib menginformasikan hal tersebut terlebih dahulu kepada nasabah debitur yang bersangkutan. commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 5 : Mekanisme pengaduan nasabah secara tertulis Sumber : www.bi.go.id (2) Mediasi Perbankan Dalam
prakteknya
sampai
sekarang
belum
pernah
penyelesaian KPR yang bermasalah diselesaikan melalui mediasi perbankan oleh Bank Indonesia. BTN cabang Solo memiliki peraturan
/
Kebijakan
Direksi
Bank
untuk
melakukan
penyelamatan kredit dengan restrukturisasi kredit. Dapat penulis contohkan salah satu kasus yang sering terjadi pada KPR, nasabah debitur complain karena bank tidak dapat memberikan sertifikat kepada nasabah debitur, padahal nasabah debitur commit telah melunasi to user angsuran KPR sesuai dengan
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perjanjian Kreditnya. Berdasar kasus tersebut sesuai dengan Pasal 2 PBI No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, sebagaimana diubah dengan PBI No.10/1/PBI/2008, dimana permasalahan bukanlah merupakan sengketa antara bank dan nasabah debitur, melainkan dengan developer yang tidak memenuhi kewajiban untuk pengurusan surat-surat sertifikat, sehingga penyelesaian sengketanya tidak dapat diselesaikan melalui mediasi perbankan karena bukan merupakan permasalahan perbankan, hal tersebut dapat diselesaikan melalui pengadilan negeri. Menanggapi hal tersebut, ternyata di dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah BTN cabang Solo pada pasal 17 mengenai tanggung jawab pihakpihak, telah disebutkan dalam ayat (2) bahwa “terhadap surat atau dokumen atas rumah yang dibeli dengan kredit bank antara lain namun tidak terbatas pada sertifikat tanah, IMB dan lain-lain, bank
tidak
bertanggungjawab
terhadap
penyelesaiannya.
Penyelesaian terhadap surat atau dokumen merupakan tanggung jawab penjual/pengembang.” (3) Transparansi Informasi Produk Bank Transparansi informasi mengenai produk bank merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan good governance pada industri perbankan dan memberdayakan nasabah. Hal tersebut sangat diperlukan untuk memberikan kejelasan pada nasabah baik nasabah penyimpan dana maupun nasabah debitur mengenai manfaat dan risiko yang melekat pada produk bank. Bank wajib menerapkan transparansi informasi mengenai produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah. Di dalam Bab II Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 disebutkan bahwa, bank wajib menyediakan user Indonesia secara lengkap dan informasi tertuliscommit dalam tobahasa
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jelas mengenai karakteristik setiap produk bank. Informasi tersebut wajib disampaikan kepada nasabah secara tertulis dan atau lisan dan bank dilarang memberikan informasi yang menyesatkan (mislead) dan atau tidak etis (misconduct). Dalam Pasal 5 Ayat (1) ditetapkan bahwa Informasi mengenai karakteristik produk bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sekurang-kurangnya meliputi: (a) Nama Produk Bank; (b) Jenis Produk Bank; (c) Manfaat dan risiko yang melekat pada Produk Bank; (d) Persyaratan dan tata cara penggunaan Produk Bank; (e) Biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank; (f) Perhitungan bunga atau bagi hasil dan margin keuntungan; (g) Jangka waktu berlakunya Produk Bank; dan (h) Penerbit (issuer/originator) Produk Bank. Bank Peraturan
Tabungan Bank
Negara
Indonesia
dalam
Nomor
mengimplementasi
7/6/PBI/2005
tentang
Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah telah melaksanakannya, walaupun dalam prakteknya hal tersebut belum terstruktur dalam suatu aturan khusus hanya menyesuaikan pada brosur KPR di BTN untuk memberikan informasi kepada nasabah debitur, namun telah dilaksanakan dengan baik oleh BTN cabang Solo.
commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(4) Edukasi Masyarakat Ketika bank membuat brosur, maka harus dijelaskan hak dan kewajiban nasabah debitur, sehingga nasabah debitur benarbenar tahu. Kenyataannya di masyarakat, nasabah debitur asal membayar
angsuran
saja,
kreditnya.
Walaupun
tanpa
sebelum
menghiraukan
terjadinya
perjanjian
realisasi
kredit,
notaris/PPAT membacakan bunyi pasal-pasal dalam perjanjian KPR tersebut, namun harusnya dari pihak BTN cabang Solo menjelaskan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak baik pihak bank, developer maupun nasabah debitur itu sendiri. b) Perlindungan Nasabah Debitur dalam Perjanjian Kredit Substansi hukum dalam KPR tidak terlepas dari adanya suatu Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) itu sendiri, sebab berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Hal tersebut secara khusus juga telah dicantumkan dalam klausula di Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Pasal 24 tentang hukum yang berlaku bahwa “dengan ditandatanganinya Perjanjian Kredit ini, maka baik mengenai pelaksanaanya maupun mengenai penafsirannya berlaku hukum perdata yang sebagaimana termaktub dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.” Ditinjau dari teori perlindungan hukum dari Philipus M.Hadjon perlindungan hukum bagi rakyat dibagi menjadi dua yaitu perlindungan
hukum
yang
preventive
dan
repressive.
Jika
dihubungkan dengan teori perlindungan hukum tersebut dalam perjanjian KPR maka pelaksanaan commit to user perlindungan nasabah debitur
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kredit Pemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara dilakukan dengan cara perlindungan hukum represive saja. Perlindungan hukum yang repressive adalah penanganan hukum bagi rakyat oleh Peradilan Umum di Indonesia, yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa (Philipus M.Hadjon, 1987 : 2-3). Dalam hal ini perlindungan represive tersebut penulis tinjau berdasar pada Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah, meliputi : (1) Asuransi Kredit BTN cabang Solo meng-cover KPR menggunakan asuransi kredit, dimana asuransi tersebut selain ada asuransi jiwa juga ada asuransi kebakaran. Premi asuransi kebakaran dan asuransi jiwa tersebut dibayarkan sekali saja pada saat diterbitkannya SP3K (Surat Penegasan Penerimaan Persetujuan Kredit), tidak digabungkan dalam angsuran kredit per bulan, karena ditakutkan apabila angsurannya nunggak, biaya asuransi kreditnya menjadi ikut berbunga. Sehingga pembayarannya diawal telah dirinci di dalam SP3K dimasukkan dalam biaya administrasi atau biaya proses yang wajib diisi nasabah debitur. Walaupun dibayarkan hanya sekali saja, namun pembayaran asuransi kredit tersebut telah meng-cover selama jangka waktu kreditnya. Dimana Credit Insurance (Asuransi Kredit) adalah perlindungan terhadap kerugian luar biasa akibat piutang dagang yang tidak terbayar, sering menjadi persyaratan dari bank yang meminjamkan dana terhadap piutang dagang. Dalam kredit konsumen, asuransi jiwa atau kecelakaan yang melindungi kreditur terhadap kerugian bila peminjam mendadak meninggal atau cacat badan, biasanya dinyatakan sebagai suatu persentase dari saldo pinjaman (John Downes and Jordan Elliot Goodman dalam Johannes Ibrahim dan Hassanain Haykal, 2008 : 14). commit to user Betapa krusialnya asuransi kredit dalam hal penyaluran kredit di
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sektor perbankan, di satu sisi perbankan ragu untuk menyalurkan kredit mengingat kondisi ekonomi makro yang belum stabil dan berpotensi terjadi kredit bermasalah, disisi lainnya stagnannya penyaluran kredit berdampak sektor riil menjadi mati. Asuransi kredit akan menanggung risiko kredit pada saat kredit dinyatakan macet (kolektibilitas 5). Asuransi akan menaggung risiko kerugian bank sekian persen dari jumlah kredit yang dikucurkan. Jika nasabah debitur mengalami musibah kematian, maka santunan dari asuransi jiwa digunakan untuk melunasi pinjaman yang tersisa dari bank, jadi ahli waris nasabah debitur tidak perlu menanggung kredit tersebut, sebab telah di-cover oleh asuransi jiwa. Begitu pula dengan asuransi kebakaran agunan yang dijaminkan kepada pihak bank, untuk KPR adalah rumah yang difasilitasi pembiayaan KPR tersebut, apabila terjadi musibah kebakaran dan perluasannya seperti tanah longsor, gempa bumi dan banjir terhadap rumah tersebut, maka santunan dari asyransi kebakaran tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi rumah. (2) Penyelesaian Sengketa Klausula tentang arbritase tidak selalu dicantumkan dalam perjanjian kredit bank, terdapat kecenderungan untuk memilih jalur litigasi dengan memcantumkan domisili hukum yang dipilih. Klausula ini tercantum dalam Pasal 26 tantang domisili. Bank berhak untuk mengajukan penyelesaian kredit dengan jalur litigasi
atas
domosili
hukum
yang
dipilih
pada
saat
penandatanganan perjanjian kredit tersebut. Berdasarkan perjanjian Kredit Pemilikan Rumah di Bank Tabungan
Negara cabang commit to user Solo,
mengenai
penyelesaian
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sengketanya tidak mengimplementasikan pilar keenam API tentang perlindungan nasabah. Di dalam pilar keenam API mekanisme
penyelesaian sengketa harus didahului dengan
pengaduan nasabah melalui pengaduan secara lisan ataupun secara tertulis, namun apabila sudah melakukan hal tersebut namun belum dapat diselesaikan masalahnya maka nasabah memiliki hak untuk melakukan penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan oleh Bank
Indonesia. Namun dalam
prakteknya mediasi perbankan oleh bank Indonesia belum pernah sekalipun dilakukan untuk sengketa KPR, sebab dalam hal ini BTN cabang Solo hanya berperan sebagi suatu lembaga keuangan yang membiayai rumah KPR tersebut, bukan pihak yang menjual rumah, sehingga hal-hal yang sering menjadi masalah dalam KPR seperti surat atau dokumen rumah merupakan kewajiban dari developer untuk memenuhinya terhadap nasabah debitur. Sehingga hal ini bukan merupakan permasalahan perbanakn sehingga penyelesaiannya tidak dapat dilakukan melalui mediasi perbankan. Perjanjian KPR yang dipakai di BTN cabang Solo merupakan suatu perjanjian baku. Pengertian perjanjian baku adalah suatu perjanjian yang di dalamnya telah terdapat syarat-syarat tertentu yang dibuat oleh salah satu pihak. Menurut Sri Soedewi Masjchun Sofyan, pengertian perjanjian baku atau standar merupakan perjanjian yang terdiri dari perjanjian pokok dan perjanjian tambahan (accesoir) karena kemungkinan di samping perjanjian induk juga muncul anak-anak perjanjian yang mendasarkan kepada peraturan atau persyaratan khusus yang hendaknya mengandung perlindungan bagi si lemah, yang selanjutnya peraturan standar demikian hendaknya memenuhi syarat/cara untuk berlakunya peraturan standar, yaitu dengan jalan dicantumkan dalam kontraknya commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(tercantum dalam rumusan kontrak), atau diberitahukan secara khusus untuk mendapatkan persetujuan, atau dengan menunjuk pada berlakunya peraturan standar tersebut, perlindungan si lemah juga hendaknya tertera dalam rumusan kontrak yang mengikat kedua belah pihak yang bersangkutan (Sri Soedewi Masjchun Sofyan dalam Paripurna P.Sugada, 2008 : 198). Mariam Darus memberikan pengertian perjanjian baku sebagai perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen
Nomor tidak
8
Tahun
memberikan
1999
tentang
definisi
tentang
perjanjian baku, tetapi merumuskan klausula baku di dalam Pasal 1 angka 10 setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Pengaturan mengenai
klausula baku dalam Undang-Undang
Perlindungan konsumen ini diatur dalam Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4). Perjanjian Kredit menjadi undang-undang bagi pihak bank dan nasabah debitur, maka perlu ditinjau juga mengenai mekanisme perlindungan nasabah di dalamnya berdasar pilar keenam API, untuk itu sebelumnya penulis analisis klausula-klausula pokok yang terdapat dalam rumusan
Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah di
Bank Tabungan Negara cabang Solo, yang dapat disajikan sebagai berikut: (1) Klausula-klausula
tentang
syarat-syarat
penarikan
kredit
pertama kali atau predisbursement clause, termuat dalam Pasal 1 tentang ketentuan pokok perjanjian kredit dan Pasal 6 tentang to userdalam klausula ini yaitu, nasabah provisi. Maksudcommit yang tersurat
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
debitur
harus
memenuhi
persyaratan-persyaratan
yang
ditetapkan oleh bank sebagai tindakan kehati-hatian sebelum fasilitas Kredit Pemilikan Rumah dicairkan atau ditarik oleh nasabah debitur, meliputi : (a) Pembayaran biaya-biaya kredit terdiri dari provisi dan biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya; (b) Ketersediaan nasabah debitur untuk mengikatkan diri memberikan jaminan-jaminan yang diperlukan untuk mendukung fasilitas KPR sesuai dengan jaminan yang persyaratan berupa tanah dan bangunan yang dibiayai dengan fasilitas KPR; (c) Bank mendapatkan hak prioritas atas jaminan kredit yang diserahkan oleh nasabah debitur. Apabila nasabah debitur tidak dapat mengembalikan kredit yang diperolehnya dari bank, sebagai langkah terakhir bank dapat mengeksekusi jaminan yang diberikan nasabah debitur; (d) Jaminan-jaminan yang diserahkan kepada bank telah dilaksanakan
penutupan
asuransi
kredit,
untuk
meminimalisir risiko yang terjadi diluar kesalahan nasabah debitur ataupun kreditur. (2) Klausula-klausula tentang maksimum kredit (amount clause), termuat dalam Pasal 3 tentang jumlah pokok kredit. Pemberian plafond kredit merupakan batas maksimum pemberian kredit oleh bank. Khusus untuk fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ditarik secara sekaligus dan seketika, dan langsung dibayarkan ke rekening developer yang dituju, baik pada bank yang sama maupun rekening di bank lain sesuai permintaan dari pengembang (Johannes Ibrahim : 2004 : 245). Namun, dalam prakteknya tidak semua langsung dibayarkan ke rekening developer, ada yang masih ditahan oleh pihak bank sebagai commit to user jaminan agar developer melaksanakan semua kewajibannya
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dahulu, hal ini dilakukan guna untuk melindungi nasabah debitur dari developer. (3) Klausula-klausula tentang jangka waktu kredit, termuat dalam Pasal 5 tentang jangka waktu dan jatuh tempo kredit. Maksud yang termuat dalam klausula ini yaitu, bank memberikan jangka waktu untuk penggunaan fasilitas KPR selama ... bulan terhitung sejak penandatanganan kredit. (4) Klausula-klausula tentang tujuan kredit dan bentuk kredit, termuat dalam Pasal 4 tentang penggunaan kredit. Maksud yang tersurat dalam klausula ini yaitu, bank menegaskan bahwa tujuan penggunaan kredit dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) hanya untuk pembelian tanah dan bangunan yangg berdiri diatas tanah tersebut. Dengan penegasan ini nasabah debitur tidak diperkenankan untuk merenovasi ditempat lain selain peruntukannya. (5) Klausula-klausula tentang bunga, kesepakatan biaya, dan denda kelebihan tarik, termuat dalam Pasal 7 tentang suku bunga dan sistem perhitungan bunga dan Pasal 9 tentang denda tunggakan. Maksud yang tersurat dalam klausula ini adalah : (a) Nasabah debitur menyepakati untuk membayar bunga yang ditentukan pada saat penandatangan perjanjian kredit secara annuitas per tahun. Bunga ini bersifat tidak mengikat, artinya bank sewaktu-waktu dapat merubah atau meninjau kembali suku bunga tanpa persetujuan nasabah debitur; (b) Biaya-biaya atas fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang keseluruhannya akan dibebankan terhadap rekening koran nasabah debitur. Biaya-biaya tersebut terdiri dari provisi sebesar 1%, biaya administrasi, dan denda atas kelalaian nasabah debitur dalam mengangsur pinjaman tepat waktu.
Denda dihitung commit to user
secara
harian
dari
mulai
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tertunggaknya angsuran sampai saat seluruh tunggakan dilunasi oleh nasabah debitur, dihitung 1,5% per bulan. Semua kontrak standar memuat klausula yang bertentangan dengan isi Pasal 18 ayat (1) huruf g Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang melarang pemuatan klausula yang bahwa nasabah debitur tunduk kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh bank dalam masa nasabah debitur memanfaatkan jasa bank. Hal ini terutama terkait dengan perubahan tentang bunga kredit pemberitahuan
sebelumnya,
yang meskipun dengan
nasabah
debitur
tetap
tidak
mempunyai ruang untuk menegosiasikan bungan kredit. Di dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah BTN cabang Solo, klausula mengenai hal tersebut terdapat dalam Pasal 7 tentang suku bunga dan sistem perhitungan bunga termuat dalam ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) sebagai berikut : (4) debitur sepakat untuk menyesuaikan tingkat suku bunga berikut besarnya angsuran kredit sebagai akibat perubahan suku bunga dan bank akan memberitahukan penyesuaian tersebut kepada debitur melalui surat tertulis atau media lainnya. (5) dengan terjadinya penyesuaian suku bunga mengakibatkan perubahan angsuran dihitung dari sisa pokok kredit pada akhir bulan sebelum penyesuaian suku bunga diberlakukan. (6) pemberitahuan sebagaimana tersebut dalam ayat (4) Pasal ini yang diterbitkan oleh bank merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini. Ketentuan ini secara hukum tidak efektif mengingat Pasal 18 Ayat (3) dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan akibat batal demi hukum. Selain itu juga memuat klausula denda atas keterlambatan commit to user pembayaran dalam kontrak standar, bahkan ada yang telah secara
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
specifik memuat besarnya prosentase denda yang jumlahnya lebih besar dari bunga pinjaman itu sendiri. Pembuatan klausula seperti itu tentu memberatkan nasabah debitur dan kurang mencerminkan asas keseimbangan dalam kontrak. Denda (penalti) yang telah diperjanjikan oleh para pihak atas ketrerlambatan pembayaran pokok pinjaman pada hakekatnya merupakan suatu bunga terselubung. Berdasarkan asas keadilan hal ini tidak dapat dibenarkan. (6) Klausula-klausula tentang kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas rekening pinjaman nasabah debitur, termuat dalam Pasal 8 tentang pembayaran kembali kredit. Maksud yang tersurat dalam klausula ini yaitu bank memiliki kewenangan untuk membebankan seluruh biaya-biaya atas pagu Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berupa provisi, biaya administrasi, bunga, bunga denda keterlambatan angsuran. Pasal 8 dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) memuat ketentuan bunga berganda dalam kontrak standar yang dibuat. Dalam arti, bunga yang dikenakan sebagai denda keterlambatan akan dikenakan bunga lagi jika tidak dibayar tepat waktu. Hal ini tentu bertentangan dengan asas manfaat, keadilan, maupun keseimbangan antara nasabah dan bank. Ada pula yang memuat klausula tentang kewenangan bank secara sepihak
untuk
memberhentikan
izin
tarik
kredit
tanpa
pemberitahuan. Ketentuan tersebut bertentangan dengan isi Pasal 18 ayat (1) huruf f Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pasal tersebut melarang pelaku usaha untuk memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan yang menjadi obyek jual beli jasa.
commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(7) Klausula tentang agunan kredit (collateral clause), termuat dalam Pasal 11 tentang agunan kredit dan pengikatannya dan Pasal 12 tentang agunan tambahan. Maksud yang tersurat dalam klausula ini adalah : (a) Nasabah debitur mengikatkan diri terhadap agunan yang diserahkan
kepada
bank
untuk
pembebanan
hak
tanggungan, berarti memberikan hak prioritas kepada bank; (b) Hak prioritas ini melekat pada bank sampai nasabah debitur melunasi seluruh kewajibannya. Sepanjang nasabah debitur masih memiliki kewajiban kepada bank, agunan tidak dapat ditarik
secara
sepihak
melainkan
harus
mendapat
persetujuan dari bank. (8) Klausula tentang asuransi agunan kredit, termuat dalam Pasal 13 tentang asuransi barang aguanan. Maksud tang tersurat dalam klausula ini yaitu, apabila terjadi sesuatu hal diluar kesalahan baik debitur maupun kreditur terhadap agunan krdit dalam hal ini rumah yang dibiayai oleh fasilitas KPR, telah di-cover oleh asuransi baik asuransi kebakaran maupun asuransi jiwa. (9) Klausula tentang affirmative covenant, merupakan janji-janji yang harus dilakukan oleh nasabah debitur. Dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah janji-janji nasabah debitur termuat dalam Pasal 14 tentang penghunian dan pemeliharaan rumah, dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4). Maksud yang tersurat dalam klausula ini yaitu, bank mensyaratkan secara terperinci janji-janji yang harus dilakukan oleh nasabah debitur selama berlakunya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berlangsung agar tidak merugikan bagi pihak bank. (10) Klusula tentang negative covenant, merupakan lawan dari affirmative covenant, yaitu janji-janji yang dilakukan oleh nasabah debiturcommit untuk tidak melakukan hal-hal tertentu selama to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perjanjian kredit berlaku, termuat dalam Pasal 14 tentang penghunian dan pemeliharaan rumah, dalam ayat (5). Maksud yang tersurat dalam klausula ini yaitu, bank mensyaratkan secara terperinci perbuatan yang dilarang dilakukan oleh nasabah debitur terhadap agunan kredit yang berupa tanah dan bangunan yang dibiayai dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah selama berlakunya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berlangsung agar tidak merugikan bagi pihak bank. (11) Klausula tentang event of default, termuat dalam Pasal 15 tentang debitur wanprestasi, Pasal 16 tentang pengawasan, pemeriksaan dan tindakan terhadap barang agunan, Pasal 18 tentang penagihan seketika seluruh utang dan pengosongan rumah. Maksud yang tersurat dalam klausula ini adalah : (a) Hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit ini apabila terjadi peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi atau akan merugikan bank selaku kreditur; (b) Sehubungan dengan hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit, bank sekaligus menuntut pembayaran dengan seketika dan sekaligus lunas dari kewajiban nasabah debitur yang terutang. (12) Klausula tentang arbritase tidak selalu dicantumkan dalam perjanjian kredit bank, terdapat kecenderungan untuk memilih jalur litigasi dengan memcantumkan domisili hukum yang dipilih. Klausula ini tercantum dalam Pasal 26 tantang domisili. Maksud yang tersurat dalam klausula ini yaitu, BTN berhak untuk mengajukan penyelesaian kredit dengan jalur litigasi atas domosili hukum yang dipilih pada saat penandatanganan perjanjian kredit tersebut. (13) Klausula-klausula bunga rampai atau miscellaneous, yaitu klausula-klausula yang berisi syarat-syarat dan ketentuanuser ketentuan yangcommit belumtotertampung secara khusus di dalam
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
klausula-klausula yang ada. Terdapat dalam Pasal 25 tentang lain-lain. Maksud yang tersurat dalam klausula ini yaitu memberikan kewenagan kepada bank untuk mengatur hal-hal yang belum secara rinci dituangkan dalam klausula-klausula perjanjian Kredit pemilikan Rumah (KPR). Berdasarkan
klausula-klausula
dalam
perjanjian
Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) diatas, ditinjau dari pilar keenam API tentang perlindungan nasabah, belum sepenuhnya memenuhi dari empat aspek pilar keenam, mengenai mekanisme pengaduan nasabah dan mediasi perbankan tidak terdapat dapat rumusan klausula dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), namun mengenai transparansi informasi produk dan edukasi masyarakat sudah teraplikasi, dapat penulis jelaskan sebagai berikut : (1) Mekanisme Pengaduan Nasabah Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah pada dasarnya dibentuk berdasar perjanjian baku yang telah ditetapkan oleh pihak Bank Tabungan Negara. Mengenai mekanisme pengaduan nasabah belum terdapat dalam rumusan klausula di dalam perjanjian kredit tersebut.
(2) Mediasi Perbankan Di dalam perjanjian kredit pemilikan rumah tidak merumuskan secara khusus mengenai mediasi perbankan dalam klausula pasal. Mediasi perbankan dilakukan apabila mekanisme pengaduan nasabah telah dilakukan namun tidak dapat terselesaikan, dengan kata lain mediasi perbankan baru dapat dilakukan apabila telah ada mekanisme pengaduan nasabah terlebih dahulu. Mekanisme pengaduan nasabah juga tidak commit to user klausula pasal dalam perjanjian tercantum di dalam rumusan
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kredit, sehingga rumusan pasal yang memuat mengenai mediasi perbankan juga tidak ada dalam perjanjian kredit tersebut. Klausula tentang arbritase tidak selalu dicantumkan dalam perjanjian kredit bank, terdapat kecenderungan untuk memilih jalur litigasi dengan memcantumkan domisili hukum yang dipilih. Klausula ini tercantum dalam Pasal 26 tantang domisili. Bank berhak untuk mengajukan penyelesaian kredit dengan jalur litigasi
atas
domosili
hukum
yang
dipilih
pada
saat
penandatanganan perjanjian kredit tersebut. (3) Transparansi Informasi Produk Bank Berdasar Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 dalam Pasal 5 Ayat (1) ditetapkan bahwa informasi mengenai karakteristik Produk Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sekurang-kurangnya meliputi: a) Nama Produk Bank; b) Jenis Produk Bank; c) Manfaat dan risiko yang melekat pada Produk Bank; d) Persyaratan dan tata cara penggunaan Produk Bank; e) Biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank; f) Perhitungan bunga atau bagi hasil dan margin keuntungan; g) Jangka waktu berlakunya Produk Bank; dan h) Penerbit (issuer/originator) Produk Bank. Di dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), telah memenuhi ketentuan di dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentangg Transparansi Informasi Produk bank dan Penggunaan Data Diri Nasabah. Hal tersebut telah termuat di dalam perjanjian kredit pada Pasal 1 tentang commit to kredit, user dapat dirinci sebagai berikut : ketentuan pokok perjanjian
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(a) Jumlah pokok kredit; (b) Jenis kredit (c) Penggunaan kredit (d) Jangka waktu kredit (e) Jatuh tempo kredit (f) Provisi (g) Suku bunga (h) Sistem perhitungan bunga (i) Angsuran per bulan (j) Jatuh tempo pembayaran angsuran (k) Tenggang waktu pembayaran angsuran (l) Denda tunggakan (m) Penalti pelunasan dipercepat (n) Jenis agunan kredit (o) Letak agunan (p) Bukti kepemilikan agunan (q) Luas bangunan / tanah (r) Nama penjual / pengembang. (4) Edukasi Masyarakat Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dibacakan oleh pihak notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang ditunjuk oleh pihak BTN untuk melakukan edukasi atas ketentuan yang ada dalam perjanjian tersebut kepada nasabah debitur.
2. Hambatan-Hambatan dan Alternatif Solusi dalam Perlindungan Nasabah Debitur dalam Transaksi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo Berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia Berdasarkan teori sistem hukum dari Lawrence M. Friedman efektifitas commit to user hukum terdiri dari tiga komponen yaitu legal substansi (substansi hukum),
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
legal struktur (struktur hukum) dan legal culture (kultur hukum). Tentu dalam pelaksanaan perlindungan nasabah debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara Cabang Solo berdasar Arsitektur Perbankan Indonesia mengalami hambatan-hambatan, secara operasional teori Lawrence M.Friedman tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Hambatan-Hambatan 1) Hambatan dari legal substansi (substansi hukum) a) Undang-Undang Perbankan tidak mengatur secara langsung perlindungan nasabah. Di dalam pasal Undang-Undang Perbankan belum menyebutkan secara terperinci mengenai perlindungan nasabah debitur, hanya disebutkan dalam Bab V, Pasal 29 ayat (1), (2), (3) dan (4), diatur tentang pembinaan dan pengawasan bagi bank, dimana Bank Indonesia yang berperan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan bagi bank. Salah satu upaya yang dilakukan Bank Indonesia adalah membuat Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Walaupun dalam Undang-Undang Perbankan telah disebutkan dalam Pasal 29 ayat (4) bahwa “untuk kepentingan nasabah,
bank
wajib
menyediakan
informasi
mengenai
kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank”, namun hanya pasal ini saja yang secara jelas merinci mengenai perlindungan nasabah ditujukan kepada bank agar melaksanakannya. Maka sudah selayaknya Undang-Undang Perbankan diamandemen, selain belum mengatur mengenai perlindungan nasabah juga mengingat Undang-Undang tersebut dibuat pada tahun 1998 dan sekarang sudah
tahun
2011,
sehingga
belum
dapat
meng-cover
perkembangan sosial dan ekonomi yang terjadi dalam realita masyarakat. b)
Undang-Undang
Perlindungan Konsumen kurang efektif commit to user penerapannya walaupun secara jelas mengatur mengenai klausula
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
baku dan ancaman batal demi hukum apabila tetap mencantumkan larangan tersebut seperti yang diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen namun hal tersebut tetap terdapat dalam rumusan klausula Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. c) Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang dibentuk oleh Bank Indonesia dalam pilar keenamnya telah mengatur secara khusus tentang perlindungan nasabah yang dibagi dalam empat aspek mengenai mekanisme pengaduan nasabah, mediasi perbankan, transparansi informasi produk bank dan edukasi masyarakat yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia yang telah di-publish Bank Indonesia kepada seluruh bank yang ada di Indonesia untuk diterapkan sebagai pedoman bank untuk melaksanakan kegiatan usahanya, namun dalam prakteknya bank belum sepenuhnya melaksanakan yang diamanahkan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dalam pilar keenam tentang perlindungan nasabah. Hal tersebut dapat terlihat dari belum adanya suatu aturan khusus intern bank seperti Surat Edaran Direksi Bank yang mengatur secara khusus tentang perlindungan nasabah. 2) Hambatan dari legal struktur (struktur hukum) a) Hambatan dari pihak bank (1) Pihak bank terkadang dapat dikelabuhi oleh pihak developer untuk menjalin kerjasama, karena pihak bank hanya berdasar atas kepercayaan untuk menjalin kerjasama dengan suatu developer. (2) Belum adanya suatu pedoman yang termuat dalam SOP (Standart Operasional) dari bank yang mengatur perlindungan nasabah. commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Hambatan dari pihak developer (1)Apabila developer bangkrut, menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggungjawab pihak developer, seperti surat atau dokumen atas rumah. (2)Berkaitan dengan kewajiban dari pihak developer, setelah terjadi akad KPR pihak developer memberikan garansi selama 90 hari, namun setelah jangka waktu 90 hari tersebut telah lewat, ternyata ada kerusakan (misal seperti genteng bocor), nasabah debitur melakukan complain kepada BTN, pihak BTN dalam hal ini hanya sebagai pihak penyalur biaya rumah saja sehingga tidak terkait dengan hal tersebut merupakan kewajiban dari developer untuk memenuhinya, namun hal ini sangat merugikan nasabah debitur. Sehingga dalam hal ini pihak BTN hanya dapat memberikan saran kepada nasabah debitur KPR yang bersangkutan untuk mengajukan surat ke BTN dengan tembusan kepada developer. c) Hambatan dari nasabah debitur (1) Apabila nasabah debitur meninggal dunia, ahli warisnya tidak segera melengkapi klaim asuransi untuk jangka waktu tiga bulan setelah masa tenggang kredit habis. (2) Apabila polis asuransi nasabah debitur hilang, menghambat dalam proses klaim asuransi yang dilakukan nasabah debitur, syarat untuk mengklaim harus ada polis asuransinya. (3) Apabila nasabah debitur dan keluarganya meninggal secara bersama, namun tidak diketahui oleh pihak BTN cabang Solo.
3) Hambatan dari legal culture (kultur hukum) Merupakan elemen sikap dan nilai sosial. Kekuatan-kekuatan sosial merupakan sebuah abstraksi, namun secara tidak langsung menggerakkan sistem commit hukum to (Lawrence M. Friedman : 2009 : 12-19). user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kultur hukum berkaitan dengan perlindungan nasabah debitur KPR terlihat dalam kebiasaan yang ada dalam kehidupan masyarakat khususnya
nasabah
debitur
KPR
BTN
cabang
Solo
yang
menyelesaikan sengketanya melalui jalur litigasi yaitu di Pengadilan Negeri, tidak melalui arbritase dan mediasi perbankan seperti yang diamanatkan dalam API pilar keenam tentang perlindungan nasabah. b. Alternatif Solusi 1) Melakukan perubahan dan penambahan pada Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Perlindungan konsumen. 2) Dikenakannya sanksi kepada bank yang tidak mengimplementasikan PBI ke dalam Peraturan Intern Bank yang bersangkutan. 3) Kepada pihak bank, harus menetapkan persyaratan yang lebih detail mengenai developer yang akan bekerjasama dengan pihak bank. 4) Kepada nasabah debitur yang polisnya hilang, segera lapor kepada pihak bank untuk meminta nomor polisnya dan minta surat kehilangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP A. Simpulan 1. Pelaksanaan perlindungan nasabah debitur KPR di BTN Cabang Solo telah dilaksanakan dengan baik namun belum optimal, disebabkan karena ada beberapa hal yang pelaksanaanya belum sesuai dengan yang di amanatkan dalam pilar keenam Arsitektur Perbankan Indonesia yang mengatur tentang perlindungan nasabah, yaitu mengenai belum dilaksanakannya mediasi perbankan sebagai alternatif penyelesaian sengketa KPR, dan penyampaian transparansi informasi produk bank yang kurang lengkap serta mekanisme pengaduan nasabah belum terstruktur pelaksanaannya. 2. Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perlindungan nasabah debitur KPR di BTN cabang Solo dalam efektifitas hukum terbagi menjadi tiga komponen, yaitu pertama hambatan dari substansi hukum tentang kurang efetifnya Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Pilar keenam API yang belum diimplementasikan dalam suatu peraturan khusus di bank, seperti Surat Edaran Direksi Bank. Kedua hambatan dari struktur hukum yang berasal dari pihak bank, developer dan nasabah debitur. Ketiga, hambatan dari kultur hukum tentang kebiasaan dalam masyarakat yang menyelesaikan permasalahan dalam KPR melalui pengadilan negeri bukan melalui mediasi perbankan oleh Bank Indonesia. B. Saran 1. Kepada Direksi Bank Tabungan Negara, perlu membuat Surat Edaran Direksi Bank
mengenai
mekanisme
pengaduan
nasabah
debitur
sebagai
pengimplementasian dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/7/PBI/2005
tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, agar mekanisme pengaduan nasabah debitur lebih terstruktur. commit to user
101
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Kepada bagian Collection and Work Out (CWO), dalam melakukan penyelesaian kredit bermasalah yang selama ini dilakukan melalui pengadilan negeri, diharap dilakukan melalui mediasi perbankan oleh Bank Indonesia seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang tentang Mediasi Perbankan. 3. Kepada nasabah debitur, perlu berperan aktif dalam menanyakan hal-hal yang belum jelas, jangan hanya menunggu penjelasan dari bagian Legal Service. Nasabah debitur hendaknya benar-benar harus mempunyai pengetahuan dalam pemanfaatan kredit pemilikan rumah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Bank
Indonesia. Memiliki Rumah Sendiri Dengan KPR. http://www.bi.go.id/MemilikiRumahSendiriDenganKPR.pdf> [diakses 15 Maret 2011 pukul 12.12].
BTN
care. http://www.btn.co.id/ContentPage/BTN-Care.aspx?page=163> [diakses 23 Maret 2011 pukul 11.45].
Budi Untung. 2000. Kredit Perbankan di Iindonesia. Yogyakarta : Andi. Fauzan Ali Ikhsan. 2006. “Meningkatkan Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah Sederhana Sehat (KPR RsH) Bersubsidi Melalui Pemberdayaan Secondary Mortgage Facility”. Region. Vol. 1. No 2. Surakarta : Pusat Informasi dan pembangunan Wilayah (PIPW). Hasan Alwi. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka. H.B Sutopo.1988. metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar Teori dan Terapannya Dalam Penelitian. Surakarta : UNS Press. Herliana. 2010. “Peran Bank Indonesia sebagai Pelaksana Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan”. Mimbar Hukum. Vol 22. No. 1. Henry Campbell Black. 1979. Black’s LawDictionary. United Stated of America : West Publising Company. Hermansyah. 2009. Hukum Perbankan Nasional Indonesia Edisi Revisi Cetakan ke-5. Jakarta: Kencana. Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika. Jamal Wiwoho. 2008. Bahan Perkuliahan Hukum Perbankan. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Johannes Ibrahim. 2004. Bank Sebagai Lembaga Intermediasi Dalam Hukum Positif. Bandung : CV.Utomo. . 2004. Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif Dalam Perjanjian Kredit Bank (Prespektif Hukum dan Ekonomi). Bandung : Mandar Maju. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
John Mylonakis. 2007. “A Research Study of Customer Preferences in the Home Loans Market: The Mortgage Experience of Greek Bank Customers”. International Research Journal of Finance and Economics. ISSN 14502887 Issue 10. Kasmir. 2004. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Lawrence M. Friedman. 2009. Sistem Hukum : Prespektif Ilmu Sosial (The Legal System : A Social Science Prespective). Bandung : Nusa Media. Marsha Courchance, Adam Gailey and Peter Zorn. 2007. “Consumer credit literacy: What price perception?”. Journal of Economics and Business. Vol 8. Mariam Darus Badrulzaman. 1994. Aneka Hukum Bisnis. Bandung : Alumni. Muhamad Djumhana. 2000. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung : PT. Aditya Bakti. Muliaman D. Hadad. Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah Bank dalam Arsitektur Perbankan Indonesia. http://www.STADTAUS.com_PaperMuliamanDHadad_Perlindungan Konsumen.pdf>[diakses 22 Februari 2011, pukul 11.50]. Munir Fuady. 2002. Hukum Perkreditan Kontemporer. Bandung : Citra Aditya Bakti. . 2003. Buku Kesatu: Hukum Perbankan Modern. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Paripurna P. Sugarda. 2008. “Kontrak Standar : Antara Prinsip Kehati-Hatian Bank dan Perlindungan Nasabah Debitur”. Mimbar Hukum. Vol. 20. No.2. Philipus M. Hadjon. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia. Surabaya : Bina Ilmu. Pujiyono. 2009. “Problematika Penanganan Kredit Macet di Perbankan Pemerintah”. Jurnal Hukum Yustisia. Edisi 78. Tahun XX ISSN 08520941. Surakarta : Fakultas Hukum universitas Sebelas Maret. Sari Yuniarti. 2008. “Kinerja Efisiensi Bank Berstratifikasi sesuai dengan Visi Arsitektur Perbankan Indonesia”. Jurnal Keuangan dan Perbankan. Vol. 12. No. 3. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sentosa Sembiring. 2000. Hukum Perbankan. Bandung : Mandar Maju. Soedjono Dirdjosisworo. 2003. Hukum Perusahaan Mengenai Hukum Perbankan di Indonesia (Bank Umum). Bandung : Mandar Maju. Soerjono Soekanto. 2008. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia. Sukarmi, dkk. Strategi Komunikasi Dalam Rangka Meningkatkan Kesadaran tentang Hak-Hak Nasabah Perbankan di Jawa.http://www.bi.go.id>[diakses 15 Maret 2011, pukul 11.48]. Thomas Suyatno, dkk. 1995. Dasar-Dasar Perkreditan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Warman Djohan. 2000. Kredit Bank : Alternatif Pembiayaan, dan Pengajuannya. Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya. Wayne Parsons. 2008. Public Policy : Pengantar Teori dan Praktik Analisa Kebijakan. Jakarta : Kencana. Wulanmas Frederik. “Pengamat : Konsumen banyak Dirugikan KPR”. Tempo, 29 Desember 2009. Yusuf Shopie. 2003. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya. Bandung : PT. Aditya Bakti.
commit to user