perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS KONSTRUKSI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI ALASAN PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM (ONSLAG VAN ALLE RECHTVERVOLGING) PENGADILAN NEGERI JEPARA DALAM PERKARA PENGHUNIAN RUMAH TIDAK SAH (Studi Kasus dalam Putusan Nomor : 222 K/Pidsus/2007)
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Tri Eka Hermawati NIM. E 0007229
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS KONSTRUKSI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI ALASAN PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM (ONSLAG VAN ALLE RECHTSVERVOLGING) PENGADILAN NEGERI JEPARA DALAM PERKARA PENGHUNIAN RUMAH TIDAK SAH (Studi Kasus dalam Putusan Nomor 222 K/Pidsus/2007)
Oleh : Tri Eka Hermawati NIM. E0007229
Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 3 Maret 2011 Dosen Pembimbing
Bambang Santoso, S.H, M.Hum NIP.196202091989031001
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS KONSTRUKSI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI ALASAN PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM (ONSLAG VAN ALLE RECHTSVERVOLGING) PENGADILAN NEGERI JEPARA DALAM PERKARA PENGHUNIAN RUMAH TIDAK SAH (Studi Kasus dalam Putusan Nomor 222 K/Pidsus/2007)
Oleh : Tri Eka Hermawati NIM. E0007229
Telah diterima dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari
: Selasa
Tanggal
: 22 Maret 2011
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : Tri Eka Hermawati NIM
: E0007229
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : ANALISIS KONSTRUKSI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI ALASAN PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA
TUNTUTAN
HUKUM
(ONSLAG
VAN
ALLE
RECHTSVERVOLGING) PENGADILAN NEGERI JEPARA DALAM PERKARA PENGHUNIAN RUMAH TIDAK SAH (Studi Kasus Dalam Putusan Nomor 222 K/Pidsus/2007) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidakl benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 3 Maret 2011 Yang membuat pernyataan
Tri Eka hermawati NIM.E0007229
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Tri Eka Hermawati, E 0007229. 2011. ANALISIS KONSTRUKSI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI ALASAN PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM (ONSLAG VAN ALLE RECHTSVERVOLGING) PENGADILAN NEGERI JEPARA DALAM PERKARA PENGHUNIAN RUMAH TIDAK SAH (Studi Kasus Dalam Putusan No. 222 K/Pidsus 2007). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas mengenai konstruksi hukum yang digunakan oleh penuntut umum sebagai alasan pengajuan kasasi terhadap putusan berupa dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) dalam perkara penghunian rumah tidak sah juga untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum hakim di Mahkamah agung dalam memeriksa dan memutus pengajuan kasasi oleh penuntut umum terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum dalam perkara penghunian rumah tidak sah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif, menemukan hukum in concreto ada tidaknya konstruksi hukum sebagai alasan pengajuan kasasi oleh penuntut umum terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum dalam perkara penghunian rumah tidak sah, juga berkaitan dengan pertimbangan hakim dalam memutus pengajuan kasasi tersebut. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder . sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu study kepustakaan (studi dokumen) dan cyber media. Analisis data yang digunakan yaitu dengan teknik kualitatif dengan metode deduksi silogisme. Atau dengan mengkualitatifkan data yang diperoleh, mengerti atau memahami gejala yang diteliti (alasan pengajuan kasasi penuntut umum atas putusan dilepas dari segala tuntutan hukum dalam perkara penghunian rumah tidak sah dan pertimbangan hakim dalam memeriksa dan memutus pengajuan kasasi tersebut) untuk kemudian mengkaitkan atau menghubungkan dengan datadata yang diperoleh selama penelitian, yaitu apa yang tertera di dalam bahanbahan hukum yang relevan dan menjadi acuan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan bahwa: dalam alasan kasasi penuntut umum atas putusan dilepas dari segala tuntutan hukum pengadilan negeri jepara telah dilakukan konstruksi hukum. Namun alasan yang dikemukakan tersebut lebih condong pada pokok perkara dimana penuntut umum telah melakukan keberatan atas penilaian hasil pembuktian yang dilakukan oleh judex factie. Hakim Mahkamah Agung telah memutus menolak pengajuan kasasi penuntut umum tersebut dengan dasar pertimbangan bahwa konstruksi hukum sebagaimana dilakukan penuntut umum sebagai alasan kasasinya tersebut tidak termasuk dalam kewenangan Mahkamah Agung untuk memeriksa permohonan kasasi yang diajukan, karena menyangkut pokok perkara dan putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum. Kata kunci : Konstruksi Hukum, Alasan kasasi, Lepas dari Segala Tuntutan Hukum
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Tri Eka Hermawati, E0007229. 2011. AN ANALYSIS OF PROSECUTOR GENERAL CONSTRUCTION LAW AS REASON FOR DECISION APPEALS OFF OF ANY LEGAL CLAIM (ONSLAG VAN ALLE RECHTSVERVOLGING) JEPARA IN STATE COURT HOUSE UNAUTHORIZED ISSUES OCCUPANCY (Case Study In Decision No. 222.K/Pidsus/2007). Law Faculty Of Sebelas Maret University. This study aimed to know clearly about the legal construction that is used by the public prosecutor as a reason for filing an appeal against the decision be removed from all lawsuits (onslag van alle rechtsvervolging) in case unauthorized occupancy house also to know how the legal reasoning of judges in the Supreme Court in investigate and adjudicate appeals by the public prosecutor against the ruling is released from any legal action in case unauthorized residential homes. This research is a normative law is prescriptive, discovered the law in concreto presence or absence of legal construction as the reason for filing an appeal by prosecutors against the verdict is released from any legal action in case unauthorized residential house, also related to the consideration of the judges in deciding these appeals. Type of data used are secondary data. secondary data sources used include the primary legal materials, secondary legal materials. Data collection techniques used in the study bibliography (study of documents) and cyber media. Analysis of the data used by qualitative techniques. Or with the data obtained qualitatifing data, understand or comprehend phenomena under study (the reason the prosecution appeals against the decision is released from any legal action in case unauthorized residential homes and consideration of the judge in the hearing and deciding appeals of it) and then linking or connecting with data obtained during the study, that is what is contained in the materials relevant law and be a reference. Based on the results of research and discussion produced the conclusion that: the reason the prosecution appeal against the decision be removed from all lawsuits Jepara district court has made legal construction. But the reasons put forward are more inclined to the principal case in which prosecutors had objected to the assessment results of verification performed by judex factie. Justices of the Supreme Court has decided the prosecutor denied the appeal by the consideration that the construction of the law as did the public prosecutor as a reason of their cassation are not included in the authority of the Supreme Court to examine the cassation filed, because it involves the main case and verdict judex Facti in this case not contrary to law. Keywords: Construction Law, Supreme Reason, Release of All Claims Law
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS. Al Mujadillah: 11) “Barang siapa yang keluar untuk belajar satu bab dari ilmu pengetahuan, maka ia telah berjalan fisabilillah sampai ia kembali kerumahnya” (H.R Tirmidzi dari Annas r.a) “It was right then that I started thinking about Thomas Jefferson on the declaration of independence and the part about our right to life, liberty and the pursuit of happiness. And I remember how did how know to put the pusuit part in there?that maybe happiness is something that we can only pursue and maybe we can actually never have it. No matter what, How did he know that I will prepare and some day my chance will come” (Abraham Lincoln) ”Kebahagiaan bukanlah sebuah peristiwa atau keinginaan tetapi kebahagiaan adalah sesuatu yang bisa diciptakan dalam diri, bahagia tidak dinilai dari berapa yang dimiliki tetapi oleh berapa yang dinikmati dari yang dimiliki” (Eka) ”Kejayaan dan kehancuran semuanya dipergilirkan oleh Allah diantara manusia agar manusia belajar dari kejadian itu, dan orang-orang yang berakallah yang mampu memikirkannya serta beruntunglah mereka yang sabar karena Allah akan membukakan jalan dan petunjuk bagi mereka” (Eka) ”Dalam setiap kegagalan kita menyimpan satu kesuksesan karena sesungguhnya orang yang tidak pernah gagal maka dia tidak akan pernah menikmati kesuksesan” (Eka)
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Sebuah
karya
Penulisan
Hukum
yang
sederhana ini penulis persembahkan kepada: Allah SWT, Sang
Penguasa
Alam
Semesta, Penguasa Tujuh Lapis Langit, sumber dan pangkal segala pengetahuan. Keluargaku : Bapak dan ibu tercinta, Kakakku Siti Khotijah (Alm) dan wiwin hermanto, Eyang Darmo Wasito dan Eyang Rodiman (kakung, putri), yang telah mengerahkan seluruh jiwa dan raga serta cinta dan kasih sayang demi mendukung study ku. Orang-orang terdekatku yang selama ini sudah
banyak
memberikan keluarga
membantu
semangat,
besarku
dan
yang
dan juga
senantiasa
memanjatkan doanya untukku Almamaterku,
Fakultas
Hukum
Universitas Sebelas Maret yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan untuk mengarungi kehidupan ini.
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah serta inayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum dengan judul “ANALISIS KONSTRUKSI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI ALASAN PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM (ONSLAG VAN ALLE RECHTVERVOLGING) PENGADILAN NEGERI JEPARA DALAM PERKARA PENGHUNIAN RUMAH TIDAK SAH (Studi Kasus dalam Putusan Nomor : 222 K/Pidsus/2007)” dengan baik dan lancar. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini, masih banyak kekurangannya. Untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, sehingga dapat memperkaya isi penulisan hukum ini. Penulis yakin bahwa keberhasilan di dalam penyelesaian penulisan hukum ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Allah SWT yang senantiasa menjaga dan melindungi penulis dalam setiap langkah dan mencari ridho-NYA. 2. Nabi Muhammad Saw junjungan dan suri tauladan yang baik bagi penulis dalam menjalani kehidupan. 3. Bapak Mohammad Jamin, S.H, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyusun dan menyelesaikan penulisan hukum ini. 4. Bapak Edy Herdyanto, S.H, M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Acara yang telah memberikan kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Bapak Bambang Santoso S.H, M.Hum, selaku Pembimbing Skripsi Penulis yang telah banyak membantu memberikan pengarahan, bimbingan serta saran dalam penulisan hukum ini. 6. Bapak Kristiyadi S.H, M.Hum, selaku Dosen Hukum Acara Pidana yang telah membekali penulis dengan ilmu Hukum Acara Pidana. 7. Bapak Muhammad Rustamaji S.H, M.H, selaku Pembimbing Proposal yang telah banyak memberikan masukan, arahan dan saran dalam penyusunan proposal penulisan hukum ini. 8. Bapak Suhartono,S.H, M.Hum, selaku Pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan bagi tersusunnya penulisan hukum ini dan bimbingan-bimbingan yang berkenaan dengan perkuliahan. 9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu, serta mengajari dan membimbing Penulis sehingga dapat menjadi bekal bagi Penulis dalam penulisan hukum ini. 10. Bapak Ibu karyawan serta staff Tata Usaha, Bagian Akademik, Bagian Kemahasiswaan, Bagian Transit, Bagian Keamanan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 11. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) yang telah membantu dalam mengurus prosedur-prosedur skripsi mulai dari pengajuan judul, pelaksanaan seminar proposal, sampai pendaftaran ujian skripsi. 12. Bapak ibuku tercinta yang telah melahirkan, merawat, menjaga, membesarkan, membimbing, dan mendidik dengan penuh cinta dan kasih sayang yang tulus. Terima kasih untuk segala pengorbanan, doa, semangat dan dukungan yang bapak dan ibu berikan kepada saya selama ini. Bapak terima kasih atas kerja kerasnya selama ini untuk hidup aku, aku dapat menikmati pendidikan setingkat ini karena engkau tidak pernah lelah bekerja dan mensupport meski kita jarang punya waktu untuk bersamasama. Mamaku tersayang, tempat aku berbagi cerita suka dan duka, terimakasih atas semua doamu, tanpamu aku bukan siapa-siapa, besokbesok aku curhat lagi ma, love you full.
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13. Eyang atung, eyang uti (Darmo) dan kakek rodiman, jaga kesehatan selalu dan terimakasih atas semua petuahnya, serta eyang uti Rodiman (Alm) yang sudah bahagia disisi Allah tak kan pernah aku lupakan semuanya tentang engkau. 14. Kakakku Wiwin hermanto yang menjadi sumber inspirasiku dan yang selalu memahami, mendampingi, serta memberi semangat penulis dalam menyusun Penulisan hukum ini. terimakasih atas persaudaraanmu, sukses selalu untuk karir dan keluargamu. 15. Kakak iparku, mbak lina dan keponakanku Fabhian, aku selalu merindukan kalian, berharap bisa dekat dengan kalian, dan mencurahkan kasih sayang bersama kalian. 16. Kakak aku Siti Khotijah (Alm), tenanglah di alam sana di tempat Allah yang paling indah, akan aku jaga selalu orang tua kita. 17. Seseorang di hati aku, sabarlah semua pasti ada waktunya. 18. Saudara-saudara sepupuku yang selama ini sudah banyak membantu dan memberikan semangat: mbak ita, mbak dita, mas udin, mas irul, mas ulin, dek kusen, dek tika, dek anis,dek mungin,dek muhyi,dek alvi,dek villa,dek izza. 19. Keluarga besarku yang sudah memberiku semangat : pakde teguh dan budhe sri mulyati kalian orang tua kedua buat aku, Pakde warno,budhe salamah, bulek sar, paklek japar, paklek junedi, bulek karimah, tante roniyah, paklek budi, bulek badriyah, om sigit. 20. Simbah Djohariman dan Endang sri rejeki, dengan pengantarmu dan didikanmu aku bisa sampai disini. 21. Teman-temanku wong ndeso jangkrikan kapan bisa kumpul-kumpul bareng reunian SD. 22. Teman-temanku magang di antasena (sasa, venny Palembang, veni minang, mak diah ndut) diawali dengan kecil hati karena banyak yang menyangsikan bukan berarti kita tidak bisa menimba ilmu disana, tetep semangat.
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23. Teman-teman antasena : Ibu Clara, pak agung, pak hendra, mas adhi sukma, mas Sa’ad mas’ud, mbak ita, mbak ovi, mbak iin, mbak diah, mbak siti, ibu ning, wabil khusus ibu partimah (ibu kosku tercinta yang merawatku saat aku sakit). 24. Orang-orang yang telah mengukir crita suka dan duka dalam kehidupan penulis: Sahabat-sahabatku: aya, ririn, adel, putri, wisnu, siddik, lina, shinta, tyas, veni rindya,rahma veni, bella, heru, yudha dll, semoga jalinan persahabatan kita abadi selamanya, AMIEN; 25. Sahabatku di AKPRIND (babe) terimakasih untuk seluruh persahabatanmu yang telah kau curahkan untukku, semoga jalinan persahabatan ini akan tetap terjalin dimanapun dan kapanpun kita berada, maaf karena terlalu sering merepotkanmu untuk urusanku. 26. Teman-teman seperjuanganku untuk mengejar gelar sarjana di bulan Juni 2011, Semoga perjuangan kita membuahkan hasil kawan!Terimakasih atas bantuan dan kebersamaan kita selama ini. 27. Rekan-rekan angkatan 2007 yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, terima kasih atas segala pengalaman dan motivasinya. 28. Teman-teman kos ku tercinta kurniasih blok B Community: ida, mei (ayo segera menyusulku, jangan lama-lama), wulan, leni,ana (pertahankan gaya berisik kalian), dian dan romah (perjalanan kalian di UNS masih panjang, semangatlah). 29. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan bagi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian penulisan hukum ini. Akhir kata mengingat banyaknya bantuan yang telah penulis terima dari berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, sekali lagi penulis mengucapakan terima kasih banyak, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Surakarta, 3 Maret 2011
commit to user xiii
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN .........................................................................
v
ABSTRAK .......................................................................................................
vi
MOTTO ...........................................................................................................
viii
PERSEMBAHAN ............................................................................................
ix
KATA PENGANTAR .....................................................................................
x
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii BAB I
: PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. Latar Belakang .........................................................................
1
B. Rumusan Masalah ....................................................................
6
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ...................................................................
7
E. Metode Penelitian ....................................................................
9
F. Sistematika Penulisan Hukum .................................................
14
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
16
A. Kerangka Teori.........................................................................
16
1. Tinjauan Umum tentang Penemuan Hukum dan Konstruksi Hukum.........................................................
16
2. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan……………………...
20
2. Tinjauan Umum tentang Upaya Hukum Kasasi………….
23
3. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan dan Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum………....
29
4. Tinjauan Umum tentang Penghunian Rumah tidak Sah…..
31
5. Tinjauan Umum tentang Mahkamah Agung………………
34
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran .................................................................
37
BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................
41
A. Konstruksi hukum penuntut umum sebagai alasan pengajuan kasasi terhadap putusan di lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) pengadilan negeri jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah………………….
41
B. Pertimbangan hakim dalam memeriksa dan memutus pengajuan kasasi penuntut umum terhadap putusan di lepas dari segala tuntutan hukum dalam perkara penghunian rumah tidak sah……………………………………………………...
78
BAB IV : PENUTUP………………. .............................................................
84
A. Simpulan………….. ................................................................
84
B. Saran…………….....................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Kerangka Pemikiran............................................................................
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
Putusan Mahkamah Agung RI Putusan Nomor : 222 K/Pidsus/2007
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) bukan berdasarkan atas kekuasaan (machtstaat). Hal ini berarti bahwa Negara Indonesia sebagaimana digariskan adalah Negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945 dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan menjamin kedudukan yang sama dan sederajat bagi setiap warga negara dalam hukum dan pemerintahan, yang mana implementasi dari konsep Negara hukum ini tertuang dalam pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu : “segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” . Indonesia sebagai Negara hukum, maka seyogyanya hukum harus berperan dalam segala bidang kehidupan, baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maupun dalam kehidupan warga negaranya. Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan keamanan, ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan. Gustav Radbruch menyatakan bahwa “ hukum itu bertumpu pada tiga nilai
dasar,
yaitu
kepastian,
keadilan,
dan
kemanfaatan”
(http://riana.tblog.com/post/). Ketiga pilar tersebut sama pentingnya dan sama pengaruhnya bagi keberadaan hukum, namun ketika harus diuraikan secara bertingkat maka pilar yang pertama adalah keadilan. Hukum itu ada untuk menciptakan keadilan, bahkan keadilan itu merupakan asas hukum. Masyarakat menghendaki substansi yang lain dengan teriakan supremasi hukum. Rasanya bukan hukum (dalam makna sempit) yang diburu masyarakat, tetapi hal yang lebih substansial, yaitu keadilan (Pan Mohamad Faiz, 2010: 1-2). Tujuan hukum tidak hanya pada keadilan dan kepastian, tetapi juga untuk mewujudkan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi rakyat suatu negara. Untuk mewujudkan keadilan yang merupakan tujuan utama hukum
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
maka aparat hukum baik pihak kepolisian, kejaksaan, kehakiman dan pihakpihak lainnya sebagai pihak yang diberi wewenang dalam penegakkan hukum, mempunyai peran yang sangat penting bahkan menentukan bagi terciptanya keadilan. Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan, dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan pencegahan maupun usaha pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum. penegakan hukum itu sendiri merupakan hal yang penting untuk dapat menciptakan keadilan dalam masyarakat sesuai dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia. Keadilan sebagai asas yang harus diterapkan dalam penegakan hukum di Indonesia, oleh karena itu dalam sistem peradilan pidana di Indonesia terhadap pihak-pihak yang tidak puas terhadap putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim dapat dilakukan upaya hukum, sebagai upaya untuk memperoleh keadilan, baik upaya hukum biasa berupa Banding dan Kasasi, maupun upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali (herziening) sebagaimana diatur di dalam Bab XVII dan Bab XVIII UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Dalam lingkungan pelaksanaan tugas aparatur penegak hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Maka kejaksaan menduduki posisi kunci karena dalam proses penyelesaian suatu perkara, jaksa penuntut umum mempunyai fungsi yang berada di tengah-tengah penyidik dan hakim. Penuntut umum adalah instansi yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan, melaksanakan putusan dan penetapan pengadilan serta mempunyai hak untuk tidak menerima putusan Pengadilan pada tingkat akhir, dengan cara mengajukan permohonan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung guna membatalkan putusan Pengadilan tersebut. Upaya hukum dapat diajukan terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir kecuali khusus terhadap putusan bebas yang telah diputuskan oleh Pengadilan negeri dan Pengadilan Tinggi (Judex factie) sesungguhnya tidak dapat dilakukan upaya hukum, baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa. Ketentuan ini ditegaskan di dalam pasal 244
commit to user 2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
KUHAP, yang berbunyi “ Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas ”. Putusan pengadilan dapat berupa putusan pemidanaan, putusan lepas dari segala tuntutan hukum maupun putusan bebas (Harun M. Husein, 1992: 22). Kasasi yang diajukan terhadap putusan pemidanaan sudah menjadi hal biasa yang tidak perlu dipermasalahkan. Kasasi terhadap putusan pemidanaan I tersebut menjadi hak terdakwa/kuasa hukumnya dan ahli waris terdakwa/kuasa hukumnya. Sedangkan kasasi yang diajukan untuk putusan yang berupa lepas dari segala tuntutan hukum dan putusan bebas menjadi hak jaksa penuntut umum, untuk putusan lepas dari segala tuntutan hukum bisa diajukan upaya hukum kasasi dengan ketentuan kasasi tersebut harus memenuhi syarat-syarat baik syarat formil maupun syarat materiil pengajuan kasasi, namun untuk putusan yang berupa putusan bebas berdasarkan ketentuan Pasal 244 KUHAP tidak dapat di lakukan upaya hukum kasasi, meskipun dalam kenyataannya dalam setiap putusan bebas tersebut sering tetap dilakukan upaya kasasi oleh jaksa penuntut umum. Jaksa penuntut umum diberikan hak untuk mengajukan upaya hukum kasasi terhadap putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang dijatuhkan terhadap seorang terdakwa. Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera Pengadilan yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama dalam jangka waktu empat belas hari setelah putusan Pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa. Terhadap permohonan kasasi penuntut umum tersebut majelis hakim Mahkamah Agung akan menjatuhkan putusan menerima ataupun menolak. Putusan Mahkamah Agung akan dijatuhkan setelah melalui pemeriksaan untuk mengetahui apakah telah memenuhi kelengkapan formal dan material, kemudian dari hasil pemeriksaan inilah hakim Mahkamah Agung akan menjatuhkan putusan menerima atau menolak terhadap permohonan kasasi jaksa penuntut umum tersebut.
commit to user 3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Putusan Mahkamah Agung tersebut berhubungan erat dengan alasanalasan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum sebagai pihak pemohon kasasi. Apabila Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh penuntut umum tersebut tepat maka sudah barang tentu Mahkamah Agung akan menjatuhkan putusan berupa putusan menerima, namun apabila Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dalam permohonan kasasi tersebut tidak tepat maka Mahkamah Agung akan menjatuhkan putusan berupa putusan menolak permohonan kasasi. Namun terlepas dari semua itu, seringkali dijumpai adanya permohonan kasasi oleh penuntut umum yang telah dilimpahkan ke Mahkamah Agung dinyatakan ditolak karena alasan kasasi yang tidak tepat . Hal ini memang masalah yang banyak dijumpai jaksa penuntut umum dalam pengajuan permohonan kasasinya. Salah satu contoh kasus permohonan kasasi jaksa penuntut umum yang diputus “ditolak” oleh Mahkamah Agung yaitu permohonan kasasi jaksa penuntut umum terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah
tidak sah, dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 222
K/Pidsus/2007. Dalam kasus ini, hakim Mahkamah agung menyatakan permohonan kasasi ditolak dengan alasan karena keberatan yang diajukan mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, keberatan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, bukan merupakan kewenangan peradilan tingkat kasasi. Tidak mudah menentukan alasan yang tepat untuk mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtvervolging). Alasan kasasi jelas diatur secara limitatif dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa pemeriksaan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan :
commit to user 4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undangundang; dan c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. Ketentuan tersebut semakin mempersulit pihak jaksa penuntut umum dalam menentukan alasan yang tepat untuk mengajukan kasasi terutama kasasi untuk putusan lepas daari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) yang menjadi haknya. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh jaksa penuntut umum dalam menentukan alasan-alasan pengajuan kasasi mengharuskan penuntut umum untuk melakukan konstruksi hukum agar kasasinya dapat diperiksa dan diputus oleh Mahkamah Agung, namun dalam hal konstruksi hukum tersebut tidak jarang justru membuat jaksa penuntut umum menggunakan kostruksi yang tidak tepat sebagai alasan pengajuan kasasinya, alasan-alasan yang digunakan tersebut tidak termasuk alasan kasasi sebagaimana diatur secara limitatif dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Konstruksi hukum sudah dilakukan untuk menemukan alasan kasasi yang tepat dan sesuai dengan alasan kasasi yang sudah diatur, tetapi yang muncul tetap alasan-alasan yang tidak termasuk kewenangan peradilan kasasi, sehingga kasasi tersebut oleh Mahkamah Agung dijatuhi putusan ditolak. Apabila hal tersebut dibiarkan begitu saja maka pada saat yang akan datang akan terjadi hal yang sama terhadap kasus yang serupa. Dalam hal ini penulis ingin mengetahui alasan-alasan yang digunakan jaksa penuntut umum dalam permohonan kasasinya terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah. Berdasarkan latar belakang masalah diatas dan mencermati hal-hal yang mungkin timbul dari segala permasalahan diatas, maka penulis hendak mengkaji lebih lanjut bagaimana konstruksi hukum penuntut umum sebagai alasan pengajuan kasasi terhadap putusan berupa dilepas dari segala tuntutan
commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah, melalui penyusunan penulisan hukum dengan judul : ANALISIS KONSTRUKSI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI ALASAN PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM (ONSLAG VAN ALLE RECHTVERVOLGING) PENGADILAN NEGERI JEPARA DALAM PERKARA PENGHUNIAN RUMAH TIDAK SAH (Studi Kasus dalam Putusan Nomor : 222 K/Pidsus/2007)
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis merumuskan
masalah
untuk
mempermudah
pemahaman
terhadap
permasalahan yang akan dibahas serta untuk lebih mengarahkan pembahasan. Adapun permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana konstruksi hukum penuntut umum sebagai alasan kasasi terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah? 2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memeriksa dan memutus pengajuan kasasi penuntut umum terhadap putusan dilepas dari tuntutan hukum dalam perkara penghunian rumah tidak sah?
C. Tujuan Penelitian Dalam suatu kegiatan penelitian selalu mempunyai tujuan tertentu, dari penelitian diharapkan dapat disajikan data yang akurat dan memiliki validitas untuk menjawab permasalahan, sehingga dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini. Berpijak dari hal tersebut maka penulis mengkategorikan tujuan penelitian kedalam kelompok tujuan obyektif dan dan tujuan subyektif sebagai berikut :
commit to user 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui secara jelas mengenai konstruksi hukum yang digunakan oleh penuntut umum sebagai alasan pengajuan kasasi terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) dalam perkara penghunian rumah tidak sah ; dan b. Untuk mengetahui secara jelas mengenai pertimbangan hakim dalam memeriksa dan memutus pengajuan kasasi penuntut umum terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) dalam perkara penghunian rumah tidak sah. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk memperoleh bahan-bahan sebagai bahan utama penyusunan penulisan hukum (skripsi) agar dapat memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta; b. Untuk memperluas wawasan, pengetahuan dan pengalaman, serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek dalam lapangan hukum khususnya tentang pengaturan konstruksi hukum penuntut umum sebagai alasan pengajuan kasasi terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) dalam perkara penghunian rumah tidak sah juga pengaturan mengenai pertimbangan hakim dalam memeriksa dan memutus pengajuan kasasi penuntut umum ; dan c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh, agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan masyarakat pada umumnya.
D. Manfaat Penelitian Suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian tersebut memberi manfaat bagi para pihak. Penulis berharap kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini memberikan manfaat bagi sebanyak-banyaknya pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini, yaitu baik bagi penulis maupun bagi
commit to user 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
pembaca dan pihak-pihak lain. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain : 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum acara pidana yang berkaitan dengan masalah konstruksi hukum yang dilakukan oleh penuntut umum, sebagai alasan pengajuan kasasi terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) dalam perkara penghunian rumah tidak sah. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan peraturan hukum dalam menghadapi suatu perkara pengajuan kasasi terhadap putusan berupa dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging), sehingga tercipta suatu putusan hakim yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat; b. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan Hukum Acara Pidana tentang konstruksi hukum yang digunakan oleh penuntut umum sebagai alasan pengajuan kasasi terhadap putusan berupa dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) dalam perkara penghunian rumah tidak sah; dan c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitianpenelitian yang sama (sejenis) pada tahap selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan masukan kepada aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) baik bagi jaksa penuntut umum maupun bagi hakim dalam mengambil putusan dengan pertimbangan perbuatan pidana dan kepentingan pelaku penghunian rumah tidak sah, sehingga dapat mengambil konstruksi hukum yang sesuai demi tercipta putusan yang adil; b. Menjadi sarana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk
commit to user 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh; c. Sebagai masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan penelitian ini; dan d. Memberikan jawaban atas permasalahan yang telah diteliti.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau doctrinal research. Terry Hutchinson mendefinisikan penelitian hukum doktrinal sebagai berikut ( Johny Ibrahim, 2006:44) : “research with privides a systematic exposition of rules governing a particular legal category analyses the releationship between rules, explain areas of difficulty and perhaps, predict future development”. (Penelitian dengan privides suatu eksposisi sistematis aturan yang mengatur sebuah analisis kategori tertentu hubungan hukum antara aturan, menjelaskan bidang kesulitan dan mungkin, memprediksi pembangunan masa depan). Pada dasarnya penelitian hukum doktrinal adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji dan ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti yaitu dalam hal konstruksi hukum penuntut umum sebagai alasan pengajuan kasasi terhadap putusan berupa dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang berfokus pada usaha untuk menemukan apakah hukumnya bagi suatu perkara, seperti halnya pada penelitian untuk menemukan asas hukum (doktrinal). Dalam penelitian jenis ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan
commit to user 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
berperilaku manusia yang dianggap pantas. Dalam penelitian ini penulis juga berusaha meneliti tentang pengaturan secara yuridis konstruksi hukum penuntut umum sebagai alasan pengajuan kasasi terhadap putusan berupa dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah. 2. Sifat Penelitian Penelitian hukum ini bersifat preskriptif, yaitu penelitian hukum yang bersifat lebih menekankan kepada memahami hubungan eksplisit dan implisit antar variable, hasil dari penelitian ini berupa preskripsi-preskripsi tetapi untuk diterapkan atau dengan kata lain menemukan hukum in concreto bagaimana konstruksi hukum penuntut umum sebagai alasan pengajuan kasasi terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum dalam perkara penghunian rumah tidak sah, juga berkaitan dengan pertimbangan hakim dalam memutus pengajuan kasasi tersebut. Dalam penelitian ini penulis menghubungkan antara konstruksi hukum yang digunakan penuntut umum sebagai alasan pengajuan kasasi terhadap putusan
dilepas
dari
segala
tuntutan
hukum
(onslag
van
alle
rechtsvervolging) dengan peraturan mengenai konstruksi hukum yang ada di Indonesia, juga berkaitan dengan pertimbangan hakim dalam memeriksa dan memutus pengajuan kasasi tersebut sehingga pada akhirnya terdapat suatu putusan akhir yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat dan sesuai dengan asas keadilan sebagaimana dicita-citakan oleh sistem hukum di Indonesia. 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan (approach) yang digunakan dalam suatu penelitian normatife akan memungkinkan seorang peneliti untuk memanfaatkan hasilhasil temuan ilmu hukum empiris dan ilmu-ilmu lain untuk kepentingan dan analisis serta eksplanasi hukum tanpa mengubah karakter ilmu hukum sebagai ilmu normative. Dalam kaitannya dengan penelitian normative dapat digunakan beberapa pendekatan berikut (Peter mahmud Marzuki, 2005:93):
commit to user 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
a. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach) b. Pendekatan kasus (case approach) c. Pendekatan Historis (historical approach) d. Pendekatan Perbandingan ( comparative approach) e. Pendekatan Konseptual (conceptual approach) Pendekatan tersebut dapat digabung, sehingga dalam suatu penelitian hukum normatif bisa saja menggunakan dua pendekatan atau lebih. Sedangkan penulis di dalam penulisan hukum ini menggunakan pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach) Pendekatan perundang-undangan dipilih karena kajian penelitian hukum ini yang bersifat yuridis-normatif, sedangkan pendekatan kasus dipilih karena dalam penulisan hukum ini penulis mencari ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh penuntut umum sebagai alasan pengajuan kasasi dan juga alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya. Menurut Goodheart, “ ratio decidendi dapat diketemukan dengan memperhatikan fakta materiil ” (Peter mahmud Marzuki, 2005:119). Fakta materiil tersebut berupa orang, tempat, waktu, dan segala yang menyertainya asalkan tidak terbukti sebaliknya. Perlunya fakta materiil tersebut diperlukan karena baik hakim maupun para pihak akan mencari aturan hukum yang tepat untuk dapat diterapkan kepada fakta tersebut. Dalam penulisan hukum ini, penulis mencari ratio decidendi dari pengajuan kasasi penuntut umum terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah, terutama berkaitan tentang konstruksi hukum penuntut umum sebagai alasan pengajuan kasasi terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah, juga pertimbangan hakim dalam memeriksa dan memutus
commit to user 11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
pengajuan kasasi penuntut umum terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah tersebut. 4. Sumber Data Penelitian Dalam penelitian hukum doktrinal, data sekunder digunakan sebagai data utama. Menurut Morris L. Cohen, “ data sekunder meliputi buku teks, risalah, komentar, pernyataan-pernyataan dan majalah-majalah yang menjelaskan dan memaparkan hukum kepada praktisi, ilmuwan, dan mahasiswa ” (Morris L. Cohen, 1995:3). Menurut Peter Mahmud Marzuki, “ bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua bahan hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi ” (Peter Mahmud Marzuki, 2005:141). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian yaitu : a. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan resmi, risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan yaitu : 1) Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945; 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; 3) Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana; 4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung; 5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; 6) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; 7) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; dan 8) Putusan Mahkamah Agung No. 222 K/Pid.Sus/2007 b. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar atas putusan pengadilan yang berkaitan dengan topik yang dibahas.
commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Tekhnik
pengumpulan
bahan
hukum
dimaksudkan
untuk
memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penulisan hukum ini adalah studi dokumen (studi kepustakaan). Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan mempergunakan content analisys (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 21). Studi dokumen ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku, peraturan perundangundangan, dokumen, laporan, arsip dan hasil penelitian lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 6. Teknik Analisa Bahan Hukum Analisis bahan hukum adalah tahapan yang dilakukan peneliti dalam mengklasifikasi, menguraikan data yang diperoleh kemudian melalui proses pengolahan nantinya bahan hukum yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Teknik analisa dalam penelitian hukum ini adalah teknik kualitatif. Mengkualitatifkan bahan hukum adalah fokus utama dari penelitian hukum ini, dimana penelitian hukum ini berusaha untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti untuk kemudian mengkaitkan atau menghubungkan bahan-bahan yang diperoleh selama penelitian, yaitu apa yang tertera di dalam bahan-bahan hukum yang relevan dan menjadi acuan dalam penelitian hukum kepustakaan sebagaimana telah disinggung diatas. Dengan demikian penulis berharap dapat memberikan penjelasan yang utuh dan menyeluruh bagi fenomena yang diteliti, yaitu seputar permasalahan konstruksi hukum penuntut umum sebagai alasan pengajuan kasasi terhadap putusan berupa dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah, juga mengenai pertimbangan hakim dalam memeriksa dan memutus pengajuan kasasi tersebut, dan pada akhirnya
commit to user 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
memberikan simpulan yang solutif untuk memecahkan permasalahan yang diteliti dengan memberikan rekomendasi seperlunya. Metode penalaran yang dipilih oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deduktif/deduksi. Sedangkan yang dimaksud dengan metode deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor, kemudian dari kedua premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 47). Hal-hal yang dirumuskan secara umum diterapkan pada keadaan yang khusus. Dalam penelitian ini penulis mengkritisi teori-teori ilmu hukum yang bersifat umum untuk kemudian menarik kesimpulan sesuai dengan kasus faktual yang dianalisa, yaitu mengenai konstruksi hukum penuntut umum sebagai alasan pengajuan kasasi terhadap putusan berupa dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah.
F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk
memberikan
sistematika penulisan hukum
gambaran
secara
menyeluruh
mengenai
yang sesuai dengan aturan dalam penulisan
hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka peneliti menjabarkan dalam bentuk : BAB I
: PENDAHULUAN Pada bab ini, penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi).
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini Penulis menguraikan Kerangka teori, yang berisi Tinjauan umum tentang penemuan hukum dan konstruksi hukum yang meliputi penemuan hukum, konstruksi hukum dan langkah-langkah dalam konstruksi hukum; tinjauan umum tentang kejaksaan yang meliputi pengertian kejaksaan serta
commit to user 14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
tugas dan wewenang kejaksaan; tinjauan umum tentang upaya hukum kasasi yang meliputi pengertian upaya hukum kasasi, upaya hukum kasasi merupakan hak, tujuan upaya hukum kasasi, dan alasan-alasan pengajuan permohonan upaya hukum kasasi; tinjauan umum tentang putusan pengadilan dan putusan dilepas dari segala tuntutan hukum yang meliputi putusan pengadilan dan putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging); tinjauan umum tentang penghunian rumah tidak sah; dan tinjauan umum tentang Mahkamah Agung yang meliputi pengertian Mahkamah agung dan wewenang Mahkamah Agung, BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis menguraikan dan menyajikan pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu: konstruksi hukum penuntut umum sebagai alasan kasasi terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah, dan pertimbangan hakim dalam memeriksa dan memutus pengajuan kasasi penuntut umum terhadap putusan dilepas dari tuntutan hukum dalam perkara penghunian rumah tidak sah.
BAB IV
: PENUTUP Bab ini menguraiakan kesimpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Penemuan Hukum dan Konstruksi Hukum a. Penemuan Hukum Menurut Sudikno Mertokusumo, ” Penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwaperistiwa hukum yang konkrit ” (Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993:4). Hal ini merupakan proses konkretisasi dan individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dengan mengingat peristiwa konkrit. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa penemuan hukum adalah proses konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das sein) tertentu. Penemuan hukum terutama dilakukan oleh hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara, penemuan hukum oleh hakim ini dianggap yang mempunyai wibawa (Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993:5). Menurut Sudikno Mertokusumo sebagaimana dikutip oleh Dansur,
Penemuan
hukum
ada
dua
jenis
(http://www.blogster.com/dansur/) : 1) Penemuan Hukum Heteronom adalah jika dalam penemuan hukum hakim sepenuhnya tunduk pada undang-undang, hakim hanya mengkonstatir bahwa undang-undang dapat diterapkan pada peristiwa konkritnya, kemudian hakim menerapkannya menurut bunyi undang-undang tersebut. 2) Penemuan Hukum Otonom adalah jika hakim dalam menjatuhkan putusannya dibimbing oleh pandangan-pandangan, pemahaman,
commit to user 16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
pengalaman dan pengamatan atau pikirannya sendiri. Jadi hakim memutus suatu perkara yang dihadapkan padanya menurut apresiasi pribadi, tanpa terikat mutlak kepada ketentuan undang-udang. Sedangkan Pitlo membedakan Penemuan hukum dalam dua jenis yaitu (Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993 :5) : 1) Penemuan Hukum dalam arti sempit, penemuan yang semata-mata hanya kegiatan berpikir yang disyaratkan, karena tidak ada pegangan yang cukup dalam undang-undang. 2) Penemuan Hukum dalam arti luas, selain kegiatan berpikir juga mencakup interpretasi. b. Konstruksi Hukum Konstruksi adalah mengumpulkan data-data secara induktif, menemukan pengertian-pengertian umum melalui reduksi, kemudian secara deduktif menarik kesimpulan-kesimpulan baru, yang merupakan pekerjaan utama dari ilmu pengetahuan hukum karena hukum menghendaki bahwa terhadap hal yang sama harus diperlakukan hal yang sama pula sedangkan hal yang sama hanya dapat dijumpai dengan bantuan pengertian karena bekerjanya akal (John Z. Loudoe, 1985: 112). Konstruksi hukum pada dasarnya dinamakan analogi, tetapi di dalam ilmu hukum dikembangkan beberapa bentuk konstruksi hukum yang sebenarnya merupakan variasi dari analogi itu, yaitu konstruksi Penghalusan Hukum dan konstruksi Argumentum a Contrario. Konstruksi / Komposisi Hukum (Rechtsconstructie) ada beberapa macam yaitu (http://masyarakathukum.blogspot.com/2008/03/): 1) Konstruksi Analogi (argumentum per analogiam) Analogi adalah proses konstruksi yang dilakukan dengan cara mencari rasio ledis (genus) dari suatu undang-undang dan kemudian menerapkannya kepada hal-hal lain yang sebenarnya tidak diatur oleh undang-undang itu. Analogi sebenarnya memperlakukan peraturan pada peristiwa yang bukan diperuntukkan baginya,
commit to user 17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
memperluas kekuatan berlaku suatu peraturan pada peristiwa lain (John Z. Loudoe, 1985: 67). Dalam analogi, hakim memasukkan suatu perkara ke dalam lingkup pengaturan suatu peraturan perundang-undangan yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk menyelesaikan perkara yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan adanya kesamaan unsur dengan perkara atau fakta-fakta yang dapat diselesaikan langsung oleh peraturan perundang-undangan yang sudah ada. Berdasarkan anggapan
itulah hakim kemudian
memberlakukan peraturan
perundang-undangan yang sudah ada pada perkara yang sedang dihadapinya. Dengan kata lain, penerapan suatu ketentuan hukum bagi keadaan yang pada dasarnya sama dengan keadaan yang secara eksplisit diatur dengan ketentuan hukum tadi, tetapi penampilan atau bentuk perwujudannya (bentuk hukum) lain. Penerapan hukum dengan analogi hanya dapat dilakukan dalam kasus-kasus hukum perdata. Hukum pidana tidak mengenal analogi karena hal demikian bertentangan dengan asas pokok hukum pidana yaitu “tiada pidana tanpa ketentuan perundang-undangan yang menetapkannya terlebih dahulu” (nullum crimen sine lege). 2) Konstruksi Penghalusan Hukum (rechtsverfijning) Seorang
ahli
hukum
beranggapan
bahwa
dalam
menyelesaikan suatu perkara, peraturan perundang-undangan yang ada dan yang seharusnya digunakan untuk menyelesaikan perkara, ternyata tidak dapat digunakan. Penghalusan hukum dilakukan apabila penerapan hukum tertulis sebagaimana adanya akan mengakibatkan ketidakadilan yang sangat sehingga ketentuan hukum tertulis itu sebaiknya tidak diterapkan atau diterapkan secara lain apabila hendak dicapai keadilan. Konstruksi penghalusan hukum (rechtsverfijning) ini membentuk pengecualian baru pada peraturan yang berlaku umum (John Z. Loudoe, 1985:68). Jenis konstruksi ini sebenarnya
commit to user 18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
merupakan bentuk kebalikan dari konstruksi analogi, sebab bila di satu pihak analogi memperluas lingkup berlaku suatu peraturan perundang-undangan, maka di lain pihak Penghalusan Hukum justru mempersempit lingkup berlaku suatu peraturan perundang-undangan (bersifat restriktif). 3) Argumentum a Contrario Dalam keadaan ini, hakim akan memberlakukan peraturan perundang-undangan yang ada seperti pada kegiatan analogi, yaitu menerapkan suatu peraturan pada perkara yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk diselesaikan oleh peraturan itu. Perbedaannya adalah dalam analogi hakim akan menghasilkan suatu kesimpulan yang positif, dalam arti bahwa ia menerapkan suatu aturan pada masalah yang sedang dihadapinya. Sedangkan pada konstruksi Argumentum a Contrario hakim sampai pada kesimpulan yang negatif, artinya ia justru tidak mungkin menerapkan aturan tertentu dalam perkara yang sedang dihadapinya. c. Langkah-langkah dalam Konstruksi Hukum Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam Konstruksi Hukum antara lain : 1) Hakim meninjau kembali sistem material yang mendasari lembaga hukum yang dihadapinya sebagai pokok perkara; 2) Berdasarkan sistem itu, hakim kemudian berusaha membentuk suatu pengertian hukum (rechtsbegrip) baru dengan cara membandingkan beberapa ketentuan di dalam lembaga hukum yang bersangkutan, yang dianggap memiliki kesamaan-kesamaan tertentu; 3) Setelah pengertian hukum itu dibentuk, maka pengertian hukum itulah yang digunakan sebagai dasar untuk mengkonstruksi suatu kesimpulan dalam penyelesaian perkara.
commit to user 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
2. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian Kejaksaan Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga negara di Indonesia yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan (http://www.kejaksaan.go.id/tentang_kejaksaan.php?id=1). Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan. Kejaksaan Republik Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Di dalam Undang-Undang tersebut khususnya pada Pasal 1, terdapat beberapa pengertian yang berkaitan dengan kejaksaan, yaitu : 1) Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undangundang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. 2) Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh UndangUndang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. 3) Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. 4) Jabatan Fungsional Jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan.
commit to user 20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 yang menggantikan UU Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). UndangUndang Kejaksaan yang baru ini, mengatur bahwa Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya (Pasal 2 ayat 2 UndangUndang Nomor 16 Tahun 2004). Berkaitan
dengan
kegiatan
menjalankan
tugas
dan
wewenangnya, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang membawahi enam Jaksa Agung Muda serta 31 Kepala Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga mengisyaratkan bahwa lembaga Kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam pemantapan ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan. Sehingga, Lembaga Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis), karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana. Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Selain berperan dalam perkara pidana, Kejaksaan juga memiliki peran lain dalam Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu dapat mewakili Pemerintah dalam Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara sebagai Jaksa Pengacara Negara. Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang sebagai
commit to user 21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang. b. Tugas dan Wewenang Kejaksaan Berdasarkan Pasal 30 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, tugas dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia adalah sebagai berikut : 1) Di bidang pidana : a) Melakukan penuntutan; b) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat; d) Melakukan
penyidikan
terhadap
tindak
pidana
tertentu
berdasarkan undang- undang; dan e) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. 2) Di bidang perdata dan tata usaha negara : Kejaksaan dengan kuasa khusus, dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. 3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan: a) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat; b) Pengamanan kebijakan penegakan hukum; c) Pengawasan peredaran barang cetakan; d) Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara; e) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama; dan
commit to user 22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
f) Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal. Berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, tugas dan wewenang Jaksa Agung adalah sebagai berikut : 1) Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan; 2) Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang; 3) Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum; 4) Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara; 5) Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana; dan 6) Mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Tinjauan Umum tentang Upaya Hukum Kasasi a. Pengertian Upaya Hukum Kasasi Upaya hukum adalah upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki
kekeliruan
dalam
(http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/pdf).
suatu
putusan
Terhadap
putusan
Pengadilan, Terpidana berhak melakukan upaya hukum berupa menerima atau menolak putusan tersebut. Menurut Pasal 1 butir 12 KUHAP, Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) dalam hal serta menurut cara yang diatur-dalam undang-undang ini. Menurut J.C.T Simorangkir, “ Kasasi adalah suatu alat hukum yang merupakan wewenang dari Mahkamah Agung untuk memeriksa
commit to user 23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
kembali putusan-putusan dari Pengadilan-pengadilan terdahulu, dan ini merupakan peradilan terakhir ” (J.C.T Simorangkir,dkk, 2000:81). Kasasi berarti pembatalan dan hanya dapat dilakukan oleh Mahkamah Agung sebagai pihak yang melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan Pengadilan yang lain. Peradilan kasasi berasal dari hukum perancis. Menurut kamus besar bahasa indonesia, oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kata “kasasi” diartikan: “pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh mahkamah agung terhadap putusan Hakim karena putusan hakim itu tidak sesuai benar dengan undangundang. Dengan demikian apabila pengertian kasasi dan upaya hukum sebagaimana dijelaskan diatas dihubungkan dengan Pasal 153 ayat (1), maka dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud upaya hukum kasasi adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan Pengadilan pada tingkat akhir, dengan cara mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung guna membatalkan putusan Pengadilan tersebut, dengan alasan (secara alternatif/kumulatif) bahwa dalam putusan yang dimintakan kasasi tersebut, peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang, Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya (Harun M. Husein, 1992: 47-48). Secara etimologis lembaga kasasi merupakan bagian dari peradilan hukum perancis dari asal kata casser yang arti harfiahnya memecah atau dapat disebut juga bahwa peradilan kasasi di Perancis disebut Cassation yang berasal dari kata kerja Casser yang artinya membatalkan
atau
memecahkan
(http://www.scribd.com/doc/24038776/T2-Acara-Pidana). Semenjak
Revolusi
Perancis
bentuk
kerajaan
runtuh,
kemudian dibentuk badan khusus dengan tugas menjaga kesatuan penafsiran hukum dan merupakan badan antara untuk menjembatani pembuat
Undang-Undang
dengan
commit to user 24
Kekuasaan
Kehakiman.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Perkembangan selanjutnya lembaga kasasi tersebut diikuti Negara Belanda dan kemudian diterapkan di Indonesia dengan asas konkordansi (Lilik Mulyadi, 2000:169). Menurut ketentuan Pasal 244 KUHAP, Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, Terdakwa atau Penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas. b. Upaya Hukum Kasasi Merupakan Hak Hak mengajukan permintaan kasasi diberikan Undang-Undang kepada terdakwa dan penuntut umum, dengan sendirinya hak tersebut menimbulkan kewajiban bagi pejabat pengadilan untuk menerima permintaan kasasi. Tidak ada alasan bagi pejabat pengadilan untuk menolak permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung (M. Yahya Harahap, 1987:1101) c. Tujuan Upaya Hukum Kasasi Berdasarkan pemahaman tujuan ini kita akan dapat melihat kegunaan dan sasaran yang hendak diwujudkan oleh putusan-putusan Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi. Adapun tujuan utama dari upaya hukum kasasi ini adalah : 1) Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan yang berada dibawahnya, memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan hukum, agar peraturan hukum benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya serta apakah cara mengadili perkara benar-benar dilakukan menurut peraturan Undang-Undang. 2) Menciptakan dan membentuk hukum baru, disamping tindakan koreksi yang dilakukan Mahkamah Agung dalam peradilan kasasi ada kalanya tindakan koreksi sekaligus menciptakan kaidah hukum baru dalam bentuk yurisprudensi. Berdasarkan jabatan dan wewenang yang ada padanya dalam bentuk judge making law, Mahkamah Agung menciptakan hukum baru guna mengisi
commit to user 25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
kekosongan hukum, maupun dalam rangka mensejajarkan makna dan jiwa ketentuan Undang-Undang sesuai dengan elastisitas pertumbuhan kebutuhan lajunya perkembangan nilai dan kesadaran masyarakat. 3) Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum, dengan adanya putusan kasasi yang menciptakan adanya yurisprudensi, sedikit banyak akan mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak dalam penerapan hukum. d. Alasan-alasan Pengajuan Permohonan Upaya Hukum Kasasi Alasan kasasi adalah dasar atau landasan dari pihak pemohon kasasi terhadap putusan Pengadilan yang dimohonkan kasasinya kepada Mahkamah Agung. Alasan alasan kasasi tersebut oleh pemohon kasasi diuraikan dalam memori kasasi. Ketentuan Pasal 248 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasinya, maka sejalan dengan ketentuan tersebut pengajuan memori kasasi harus secara jelas mengemukakan alasanalasan permohonan kasasinya. Terkabul atau tidaknya permohonan kasasi disamping digantungkan pada syarat-syarat formil (tentang tata cara dan tenggang waktu pengajuan permohonan kasasi) juga digantungkan pada syarat material, yaitu tentang alasan-alasan kasasi sebagaimana diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Secara yuridis dikatakan bahwa alasan-alasan pengajuan permohonan kasasi tersebut diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Berdasarkan ketentuan Pasal 253 (1) KUHAP tersebut, Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak guna menentukan : 1) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; 2) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; dan
commit to user 26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. Sistem peradilan di Italia menentukan bahwa, “the Court of Cassation is not a court of third instance after the appeal courts and other courts. Its purpose is essentially not to rule on the merits, but to state whether the law has been correctly applied on the basis of the facts already definitively assessed in the decisions referred to it. This is why the Court of Cassation does not, strictly speaking, rule on the disputes resulting in the decisions referred to it, but on those decisions themselves”. (Pengadilan Kasasi bukanlah pengadilan tingkat ketiga setelah pengadilan banding dan pengadilan lainnya. Tujuannya tidak memerintah jasa, tapi untuk menyatakan apakah hukum telah diterapkan dengan benar berdasarkan fakta-fakta yang sudah definitif dinilai dalam putusan dimaksud itu. Inilah sebabnya mengapa Pengadilan Kasasi tidak terpaku pada sengketa terhadap putusan dimaksud, tapi lebih pada putusan dari mereka sendiri) (Shabtai Rosenne, 2007: 243-244) Alasan-alasan kasasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP tersebut bersifat limitatif. Oleh karena pemohon kasasi baik pihak terdakwa/kuasa hukumnya maupun pihak jaksa penuntut
umum
yang
mengajukan
permohonan
kasasi
harus
menggunakan alasan-alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP tersebut, pemohon kasasi tidak dapat mempergunakan alasan-alasan lain selain dari yang telah ditetapkan dalam UndangUndang (Harun M. Husein, 1992: 74). Apabila alasan-alasan yang digunakan diluar ketentuan yang diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP atau dengan kata lain pemohon kasasi menggunakan alasan lain selain yang telah ditentukan Undang-Undang maka Mahkamah Agung tidak dapat melakukan pemeriksaan pada tingkat kasasi atas permohonan tersebut karena kewenangan Mahkamah Agung pada pemeriksaan tingkat kasasi hanya terbatas pada masalah-masalah penerapan hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Jika yang demikian itu terjadi maka secara yuridis alasan kasasi tersebut tidak dibenarkan oleh ketentuan Undang-Undang sehingga alasan-alasan tersebut akan dinyatakan tidak diterima oleh Mahkamah Agung.
commit to user 27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Alasan-alasan kasasi yang dalam praktik sering digunakan tetapi diluar ketentuan secara yuridis yaitu ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP,
sehingga
permohonan
kasasi
tersebut
ditolak
oleh
Mahkamah Agung, diantaranya sebagai berikut : 1) Pemohon kasasi keberatan atas penilaian hasil pembuktian yang dilakukan oleh judex factie; 2) Sifat
permohonan
kasasi
adalah
pengulangan
fakta
atau
diajukannya suatu bukti baru; 3) Sifat memori kasasi yang tidak menyangkut persoalan atau materi perkara; dan 4) Memori kasasi terhadap berat ringannya pidana, jenis pidana, dan besar kecilnya jumlah denda. e. Tata Cara Pemeriksaan Kasasi Prosedur dan tata cara pemeriksaan kasasi diatur dalam Pasal 253 ayat (2) KUHAP, tata cara pemeriksaan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Pemeriksaan dilakukan sekurang-kurangnya oleh tiga orang hakim. Dalam praktik tidak jarang dilakukan pemeriksaan tingkat kasasi oleh lebih dari tiga orang hakim dan jika hal ini dilakukan maka disebut dengan Majelis Lengkap; dan 2) Pemeriksaan
kasasi
dilakukan
atas
dasar
berkas
perkara.
Berdasarkan ketentuan pasal 253 ayat (2) KUHAP, dalam berkas perkara yang diterima oleh Mahkamah Agung terdapat hal sebagai berikut : a) Berita acara pemeriksaan penyidik; b) Berita acara pemeriksaan sidang di Pengadilan Negeri; c) Semua surat-surat yang timbul dalam persidangan yang berhubungan dengan perkara yang bersangkutan; d) Putusan Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri);
commit to user 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
e) Putusan tingkat banding (Pengadilan Tinggi) khususnya terhadap
perkara
yang
diputus
dengan
pemidanaan
(veroordeling); dan f) Jika dianggap perlu Mahkamah Agung dapat melakukan pemeriksaan tambahan. Berdasarkan pada ketentuan Pasal 253 ayat (3) KUHAP, pemeriksaan tambahan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) Dilakukan oleh Mahkamah Agung sendiri. Apabila pemeriksaan tambahan dilakukan sendiri oleh Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung mengeluarkan putusan sela (tussen vonis) yang memerintahkan dirinya sendiri untuk melakukan pemeriksaan tambahan dengan langsung menunjuk melalui putusan sela itu majelis hakim yang akan bertindak melakukan pemeriksaan tambahan tersebut. (2) Dilakukan oleh judex facti atas perintah dari mahkamah Agung melalui Putusan sela. Majelis
hakim
di
Mahkamah
Agung
disini
tidak
mengeluarkan putusan, Mahkamah Agung akan memutus perkara tersebut berdasarkan putusan Pengadilan Negeri terdahulu dan hasil pemeriksaan tambahan sesuai isi perintah putusan sela yang bersangkutan.
4. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan dan Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum a. Putusan Pengadilan Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum (Harun M. Husein, 1992:22). Perumusan tersebut dapat kita baca dalam Pasal 1 butir 11 KUHAP.
commit to user 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Dalam
perumusan
pengertian
putusan
tersebut,
telah
tergambar tentang tata cara pengucapan putusan dan bentuk-bentuk putusan pengadilan. Putusan pengadilan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Jika tidak dipenuhi ketentuan tersebut maka putusan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 195 KUHAP. Putusan yang tidak memenuhi tata cara tersebut, disamping tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan yang mengikat, dapat dimintakan pembatalannya melalui upaya hukum kasasi. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir 11 KUHAP, bentukbentuk putusan pengadilan terdiri dari: putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging), dan putusan pemidanaan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 191 ayat (1) KUHAP, putusan yang mengandung pembebasan akan dijatuhkan pengadilan, bila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Sedangkan apabila pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tertapi perbuatan tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) sebagaimana diatur dalam Pasal 191 ayat (2).
b. Putusan Lepas dari segala Tuntutan Hukum (onslag van alle rechtvervolging) Bentuk putusan yang akan dijatuhkan pengadilan sangat tergantung dari hasil musyawarah Majelis Hakim yang berpangkal dari Surat Dakwaan dengan segala sesuatu pembuktian yang berhasil dikemukakan di depan Pengadilan. Berkaitan dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging), diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP, isinya jika Pengadilan berpendapat
commit to user 30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
bahwa perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa terbukti, namun perbuatan tersebut, dalam pandangan hakim, bukan merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum, (http://blog-indonesia.com/blog-archive-1171-487.html). Menurut pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chaerul Huda, sebagaimana dikutip oleh harun M. Husein, Putusan ontslag seyogyanya ditafsirkan sebagai putusan hakim yang melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum karena adanya alasan penghapus pidana. Jadi dakwaan dan tindak pidananya tetap terbukti. Hanya saja ada alasan penghapus pidananya (Harun M. Husein, 1992:30). Alasan penghapus pidana, dalam ilmu hukum pidana terdiri dari dua macam. Alasan pembenar dan alasan pemaaf. Contohnya macam-macam misalnya pembelaan diri, atau kekerasan yang dilakukan polisi karena perintah jabatan, atau regu penembak hukuman mati, atau ketidakwarasan seseorang, dan beberapa contoh lain. Alasan-alasan seperti inilah yang seharusnya menjadi alasan untuk melepaskan
seorang
terdakwa
(http://www.hukumonline.com/berita/direktur-hrd-hotel-sultan-lepasdari-jerat-hukumm).
5. Tinjauan Umum tentang Penghunian Rumah tidak Sah Penghunian rumah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan permukiman. Pasal 12 ayat (1) UndangUndang Nomor 4 tahun 1992 menyatakan bahwa penghunian rumah oleh bukan pemilik hanya sah apabila ada persetujuan atau ijin pemilik. Penghunian seperti itu dapat dilakukan dengan cara sewa-menyewa ataupun dengan cara bukan sewa menyewa (penghuni rumah instansi, penghuni dengan cara menumpang, ataupun penghuni sementara). Hal-hal yang berkaitan dengan penghunian rumah bukan milik tersebut lebih lanjut juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1994 tentang
commit to user 31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Penghunian Rumah Bukan Milik sebagai peraturan pelaksana atas Undang-Undang Nomor
4 tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman. Penghunian rumah bukan milik baik dengan cara sewa menyewa maupun cara bukan sewa menyewa dilakukan dengan perjanjian tertulis (Pius Tri Wahyudi, 2010:22-24). Perjanjian tertulis untuk sewa menyewa harus memuat beberapa hal sebagai berikut : a. Besarnya harga sewa; b. Batas waktu sewa menyewa; dan c. Hak dan kewajiban penyewa dan pemilik rumah. Sedangkan perjanjian tertulis untuk bukan sewa menyewa harus memuat beberapa hal sebagai berikut : a. Batas waktu penghunian rumah tersebut; dan b. Hak dan kewajiban pemilik tumah dan penghuni rumah. Penghunian rumah yang tidak melaui perjanjian tertulis atau penghunian rumah yang tanpa ada persetujuan/izin pemilik rumah maka dianggap sebagai penghunian rumah tidak sah. Berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman penghunian rumah tanpa persetujuan/izin pemilik rumah tersebut dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara selama-lamanya dua tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman tersebut, dengan kata lain mengatur secara pidana bagi penghunian tanpa hak atas rumah dan tanah sehingga perkara penempatan tanpa hak atas Rumah dan tanah dapat diperkarakan secara pidana demikian halnya sewa menyewa yang telah habis masa sewanya dapat dituntut secara pidana dengan ancaman hukuman badan (penjara) maupun denda, sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (4) yang sangat jelas memuat sanksi pidana bagi pelakunya selama maksimal dua tahun penjara dan atau denda maksimum Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
commit to user 32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Khusus untuk penempatan rumah tanpa hak yang diawali dengan perjanjian sewa-menyewa sebagaimana yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Bukan oleh Pemilik diatur juga dalam Peraturan Pelaksanaan yang melengkapi UU tersebut di atas dalam pasal 10 ayat 2 nya dijelaskan bahwa perjanjian sewa yang sudah sampai pada batas waktunya dan penghunian dinyatakan tidak sah, maka pemilik atau si pelapor dapat meminta bantuan kepada Polisi Republik Indonesia (POLRI) untuk segera mengosongkannya sekaligus polisi mempunyai kewajiban untuk menyidik dan melimpahkan perkara pidana tersebut kepada pihak kejaksaan untuk diajukan penuntutan kepengadilan. Mempertimbangkan rasa keadilan dan efektifitas waktu pada kepentingan pencari keadilan (pemilik hak atas rumah dan tanah yang disewa) dengan melakukan upaya hukum secara keperdataan akan memakan waktu yang relatif lama jika dibandingkan dengan mekanisme secara pidana sebagaimana yang telah diatur oleh UU No. 4 tahun 1992 dan Peraturan Pelaksaannya No. 44 tahun 1994. Demi kepastian hukum, efektifitas waktu, biaya dan perolehan keadilan secara hukum terhadap pemilik hak atas rumah dan tanah miliknya yang ditempati oleh orang lain (penyewa) tanpa alas hak yang sah atau dihuni oleh orang yang bukan pemiliknya, maka pilihan tepat adalah menggunakan UU No. 4 Tahun 1992 jo PP No. 44 Tahun 1994. Dengan harapan agar penyewa (pelaku kejahatan) tidak dapat berbuat semena-mena dan merugikan pemilik hak atas rumah dan tanah, melindungi masyarakat pada umumnya dan menghukum pelaku kejahatan tersebut sebagaimana hukum itu dibuat bertujuan untuk ketertiban dalam masyarakat
(http://mylegalofficer.wordpress.com/category/penghunian-
rumah-tanpa-hak/).
commit to user 33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
6. Tinjauan Umum tentang Mahkamah Agung a. Pengertian Mahkamah Agung Sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, bahwa : “Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum untuk dapat menciptakan hukum yang benar-benar adil maka diperlukan suatu badan peradilan tertinggi dari semua lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009). Mahkamah agung adalah puncak kekuasaan peradilan dan fungsi peradilan di Indonesia. Dalam mewujudkan prinsip keadilan dan kebenaran hukum, Mahkamah Agunglah yang menjadi puncak harapan seluruh masyarakat indonesia. Tetapi, sebagai puncak aspirasi akan keadilan itu, tugas Mahkamah Agung pada pokoknya bukanlah dalam pembuatan hukum ataupun dalam pelaksanaan hukum dan penegakan hukum. Fungsi Mahkamah Agung itu adalah untuk menghakimi perkara-pekara ketidakadilan yang muncul, sehingga dapat diputuskan secara tepat Demi Keadilan Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. b. Tugas dan Wewenang Mahkamah Agung Mahkamah Agung merupakan badan peradilan tertinggi di Indonesia, yang berkedudukan di Ibu kota Negara Indonesia. Mahkamah Agung bukanlah merupakan pengadilan tingkat ketiga, tetapi sebagai hakim pengawas ataupun hakim kasasi. Hakim Kasasi tidak dapat menilai secara keseluruhan isi dari putusan pengadilan yang lebih rendah. Tegasnya hakim Mahkamah Agung bertugas semata-mata sebagai hakim pengawas, yaitu meliputi pengawasan terhadap jalannya peradilan, pekerjaan pengadilan dan tingkah laku hakim-hakim di semua lingkungan badan peradilan.
commit to user 34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Menurut Pasal 20 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung mempunyai kewenangan: 1) Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan disemua lingkungan peradilan yang berada di bawahMahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan lain; 2) Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang undang; dan 3) Kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang Kewenangan Mahkamah Agung juga diatur oleh UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, dan sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yaitu : 1) Meminta keterangan dan pertimbangan dari : a) Pengadilan di semua lingkungan peradilan (Pasal 32 ayat (3); b) Jaksa Agung (Pasal 44 ayat (2)); c) Pejabat lain yang diserahi tugas penuntutan perkara pidana. 2) Membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran jalannya peradilan (Pasal 79); 3) Mengatur sendiri administrasinya baik administrasi peradilan maupun administrasi umum. Kewenangan Mahkamah Agung tersebut didasarkan pada kekuasaan yang diberikan oleh peraturan perUndang-Undangan yang meliputi : 1) Memeriksa dan memutus permohonan kasasi, sengketa wewenang mengadili, permohonan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Pasal 28);
commit to user 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
2) Memberi pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta atau tidak kepada Lembaga Tinggi Negara (Pasal 37); 3) Memberi nasehat hukum kepada presiden sebagai Kepala Negara untuk pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35); 4) Melaksanakan tugas dan wewenag lain berdasarkan Undang-Undang (Pasal 39).
commit to user 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
B. Kerangka Pemikiran
Perkara penghunian rumah tidak sah (UU NO 4/1992) Pengadilan Negeri Jepara
Putusan bebas (vrijspraak)
Putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtvervolging)
Putusan pemidanaan (veroordeling) Ketentuan Psl. 253 ayat (1) KUHAP
Kasasi (Psl 244 KUHAP)
Terdakwa/kuasa hukumnya
Penuntut Umum
Konstruksi hukum penuntut umum
Pertimbangan Hakim Mahkamah agung
Mahkamah Agung
Diterima
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
commit to user 37
Alasan-alasan kasasi
Ditolak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
Penjelasan Kerangka pemikiran Penghunian rumah tidak sah merupakan perkara yang tidak jarang terjadi dalam kehidupan, mengingat kebutuhan akan rumah merupakan kebutuhan pokok manusia
sedangkan
pemerintah
sebagai
pihak
yang
bertanggungjawab
mensejahterakan masyarakatnya belum mampu memenuhi kebutuhan rumah bagi seluruh masyarakatnya. Apabila terjadi perkara penghunian rumah tidak sah, yang kemudian diperkarakan sebagai perkara pidana maka perkara tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri akan melakukan pemeriksaan melalui serangkaian tahap pemeriksaan sesuai dengan hukum acara pidana di Indonesia. Setelah tahap pemeriksaan selesai maka majelis hakim Pengadilan Negeri akan menjatuhkan putusannya. Putusan Pengadilan Negeri dapat berupa putusan bebas (vrijspraak), putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging), maupun putusan pemidanaan. Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh Pengadilan lain selain Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan upaya hukum, namun terhadap putusan bebas sebagaimana diatur dalam Pasal 244 KUHAP tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi, hanya putusan pemidanaan dan putusan dilepas dari segala tuntutan hukum yang dapat diajukan permohonaan kasasi. Perkara penghunian rumah tidak sah tersebut dalam tingkat Pengadilan negeri Jepara diputus dilepas darri segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging). Upaya hukum kasasi terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum menjadi hak penuntut umum. Pengajuan permohonan kasasi terhadap setiap perkara harus memperhatikan syarat formil dan syarat materiil pengajuan kasasi tidak terkecuali dalam permohonan kasasi jaksa penuntut umum terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum dalam perkara penghunian rumah tidak sah ini. Salah satu syarat materiil yang harus dipenuhi dalam pengajuan permohonan kasasi berkaitan dengan alasan-alasan pengajuan permohonan kasasi oleh pihak pemohon kasasi. Alasan-alasan permohonan kasasi tersebut diatur secara limitatif
commit to user 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
dalam pasal 253 ayat (1) KUHAP, oleh karena itu setiap alasan pengajuan permohonan kasasi harus berdasarkan pada Pasal 253 ayat (1) KUHAP, agar diputus “diterima” oleh hakim Mahkamah Agung. Permohonan kasasi yang diajukan kepada Mahkamah Agung, akan diteliti secara cermat berkaitan dengan syarat formil maupun materiilnya, melalui serangkaian pemeriksaan yang dilakukan oleh hakim, bahkan apabila dianggap perlu majelis hakim pada tingkat Mahkamah Agung ini dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum, dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya, atau Mahkamah Agung dapat pula memerintahkan Pengadilan untuk mendengar keterangan mereka, dengan cara panggilan yang sama (Pasal 253 ayat (2) KUHAP). Berdasarkan ketentuan tersebut diatas maka terhadap permohonan kasasi perkara apapun, dapat dijatuhi putusan ditolak atau diterima. Putusan ditolak atau diterima tersebut ada kaitan erat dengan alasan pengajuan permohonan kasasi. Apabila hakim berpendapat alasan pengajuan permohonan kasasi tepat dan sesuai ketentuan dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP maka permohonan kasasi akan diputus “diterima” akan tetapi apabila hakim berpendapat alasan pengajuan permohonan kasasi tidak sesuai ketentuan dalam Pasal 253 ayat (1) maka permohonan kasasi akan diputus “ditolak”. Oleh karena ketentuan secara limitatif dalam pasal 235 ayat (1) tersebut maka bagi pemohon kasasi yang dalam perkara ini adalah pihak penuntut umum, harus berusaha mencari alasan yang tepat melalui konstruksi hukum demi menemukan alasan kasasi yang sesuai ketentuan Pasal 253 ayat (1). Setelah masuk pada proses pemeriksaan pada tingkat kasasi, maka selanjutnya majelis hakim akan menggunakan pertimbangan-pertimbangannya terhadap permohonan kasasi sebagaimaana tertuang dalam memori kasasi, dan selanjutnya majelis hakim akan menjatuhkan putusannya terhadap permohonan kasasi tersebut. Permohonan kasasi jaksa penuntut umum terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum dalam perkara pengghunian rumah tidak sah, setelah diperiksa dalam tingkat kasasi ternyata diputus “ditolak” oleh hakim Mahkamah
commit to user 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Agung. Permohonan kasasi jaksa penuntut umum tersebut ditolak karena alasanalasan yang diungkapkan dalam permohonan kasasi menurut hakim Mahkamah Agung tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Oleh karena itu perlu diketahui konstruksi hukum yang digunakan oleh jaksa penuntut umum sebagai alasan kasasinya terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum dalam perkara penghunian rumah tidak sah, serta perlu diketahui pertimbangan hukum yang digunakan hakim sehingga menjatuhkan putusan ”ditolak” terhadap permohonan kasasi jaksa penuntut umum tersebut.
commit to user 40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Konstruksi Hukum Penuntut Umum Sebagai Alasan Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Di Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum (Onslag Van Alle Rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara Dalam Perkara Penghunian Rumah Tidak Sah Paparan perkara penghunian rumah tidak sah dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 222 K/Pid.sus/2007 dengan Terdakwa OEI KIE POEN Bin OEI GEE SING dan SLAMET KISMANTO Bin OEI KIE POEN adalah sebagai berikut :
1. Kasus Posisi Maria Yafita dan Kwik Tjwan Ing Binti Siti Sundari adalah dua bersaudara, maria yafita kakak dan kwik tjang ing binti siti sundari adalah sang adik. Pada mulanya, tahun 1985 kakak dari Kwik Tjang Ing, yaitu Maria Yafita meminta ijin secara lisan kepada Kwik Tjang Ing untuk menghuni/menempati sebagian rumah yaitu ruang tamu dan kamar milik Kwik Tjwan Ing Binti Siti Sundari yang terletak di Desa Welahan Rt. 05 Rw.IV Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara. Pada saat meminta ijin tersebut Maria Yafita mengatakan jika ruangan yang dipakainya itu diperlukan
oleh
Kwik
Tjang
Ing
maka
maria
yafita
akan
mengembalikannya. Maria Yafita menempati sebagian rumah milik saksi Kwik Tjwan Ing tersebut tidak sendririan tetapi bersama-sama dengan suaminya yaitu Oei Gee Poen Bin Oei Gee sing dan juga anaknya yaitu Slamet Kismanto Bin Oei Kie Poen. Selanjutnya Maria Yafita pada tahun 2002 meninggal dunia, akan tetapi sebagian rumah milik Kwik Tjang ing tersebut masih ditempati/dihuni oleh suami maria yafita yaitu Oei Gee Poen Bin Oei Gee sing dan juga anaknya yaitu Slamet Kismanto Bin Oei Kie Poen yang
commit to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
berarti mereka adalah kakak ipar dan keponakan dari Kwik Tjang Ing. Pada bulan Mei 2006, Kwik Tjwan Ing memerlukan sebagian rumahnya yang masih dihuni oleh Oei Gee Poen Bin Oei Gee sing dan Slamet Kismanto Bin Oei Kie Poen tersebut, sehingga pada bulan Mei 2006, Kwik Tjwan Ing meminta kembali sebagian rumahnya yang ditempati oleh Oei Gee Poen Bin Oei Gee sing dan Slamet Kismanto Bin Oei Kie Poen, namun mereka tidak mau mengembalikannya bahkan mereka menempati sebagian rumah Kwik Tjwan Ing tersebut tidak pernah meminta izin secara tertulis kepada Kwik Tjwan Ing. Sebagian rumah yang ditempati oleh Oei Gee Poen Bin Oei Gee sing dan Slamet Kismanto Bin Oei Kie Poen tersebut merupakan rumah milik Kwik Tjwan Ing berdasarkan kepemilikan tanah Sertifikat Hak Milik 593, Atas nama Kwik Tjwan Ing yang dikeluarkan Badan Pertanahan Kabupaten Jepara. Perbuatan Oei Gee Poen Bin Oei Gee sing dan Slamet Kismanto Bin Oei Gee Poen menghuni sebagian rumah milik Kwik Tjang Ing tanpa izin dan tidak mau mengembalikan tersebut merupakan perbuatan yang tidak menyenangkan bagi saksi Kwik Tjwan lng, hingga perbuatan Oei Gee Poen Bin Oei Gee sing dan Slamet Kismanto Bin Oei Kie Poen tersebut kemudian dilaporkan oleh Kwik Tjwan Ing kepada pihak yang berwajib.
2. Identitas Terdakwa Terdapat
2 (dua) orang terdakwa di dalam kasus penghunian
rumah tidak sah ini, yang identitasnya dapat di jelaskan sebagai berikut : a.
Nama
: OEI KIE POEN Bin OEI GEE SING
Tempat lahir
: Semarang
Umur/tgl. Lahir
: 57 Tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat tinggal
: Desa Welahan Rt. 05/Rw IV, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara
commit to user 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Agama
: Kristen
Pekerjaan
: Swasta
b. Nama
: SLAMET KISMANTO Bin OEI KIE POEN
Tempat lahir
: Jepara
Umur/tgl. Lahir
: 29 Tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat tinggal
: Desa Welahan Rt. 05/Rw IV, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara
Agama
: Kristen
Pekerjaan
: Swasta
3. Dakwaan Penuntut Kedua terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jepara oleh Penuntut Umum didakwa melakukan tindakan sebagai berikut : KESATU : Ia Terdakwa I.OEl KIE POEN Bin OEl GEE SING baik bersamasama, maupun masing-masing bertindak sendiri-sendiri atau sebagai yang melakukan, menyuruh lakukan atau turut serta melakukan dengan Terdakwa II. SLAMET KISMANTO Bin OEl KIE POEN pada bulan Mei 2006 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2006, bertempat di Desa Welahan Rt. 05 Rw.IV Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Jepara, menghuni rumah oleh bukan miliknya hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemiliknya, dimana perbuatan tersebut dilakukan oleh mereka Terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut : Pada mulanya kakak dari saksi Kwik Tjwan Ing Binti Siti Sundari yang bernama Maria Yafita meminta izin secara lisan pada saksi Kwik Tjwan Ing untuk menghuni/menempati sebagian rumah yaitu ruang tamu dan kamar milik Kwik Tjwan Ing Binti Siti Sundari pada tahun 1985
commit to user 43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
yang terletak di Desa Welahan Rt. 05 Rw.IV Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara dan Maria Yafita mengatakan jika diperlukan maka akan mengembalikannya. Bahwa Maria Yafita menempati sebagian rumah milik saksi Kwik Tjwan Ing bersama-sama dengan suaminya yaitu Terdakwa I. OEl KIE POEN Bin OEl GEE SING dan anaknya Terdakwa II. SLAMET KISMANTO Bin OEl KIE POEN, selanjutnya Maria Yafita pada tahun 2002 meninggal dunia. Pada bulan Mei 2006 saksi Kwik Tjwan Ing memerlukan sebagian rumahnya yang masih dihuni oleh Terdakwa I. OEI KIE POEN Bin OEl GEE SING dan anaknya Terdakwa II. SLAMET KISMANTO Bin OEl KIE POEN sehingga pada bulan Mei 2006 saksi Kwik Tjwan Ing meminta kembali sebagian rumahnya yang ditempati Terdakwa I. OEl KIE POEN dan Terdakwa II. SLAMET KISMANTO Bin OEl KIE POEN namun mereka Terdakwa tidak mau mengembalikannya bahkan mereka Terdakwa menempati sebagian rumah saksi Kwik Tjwan Ing tersebut tidak pernah meminta izin kepada saksi Kwik Tjwan Ing. Bahwa sebagian rumah yang ditempati oleh mereka Terdakwa tersebut merupakan rumah milik saksi Kwik Tjwan Ing berdasarkan kepemilikan tanah Sertifikat Hak Milik 593, An. Kwik Tjwan Ing yang dikeluarkan Badan Pertanahan Kabupaten Jepara, hingga perbuatan mereka Terdakwa dilaporkan oleh saksi Kwik Tjwan Ing kepada pihak yang berwajib. Perbuatan mereka Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 ayat (1) Jo Pasal 36 ayat (4) UndangUndang RI Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. A T A U KEDUA : Ia Terdakwa I. OEI KIE POEN Bin OEI GEE SING baik bersamasama, maupun masing-masing bertindak sendiri-sendiri atau sebagai yang melakukan, menyuruh lakukan atau turut serta melakukan dengan Terdakwa II. SLAMET KISMANTO Bin OEI KIE POEN pada
commit to user 44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
bulan Mei 2006 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2006, bertempat di Desa Welahan Rt.05 Rw.IV Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Jepara, dengan melawan hak memaksa orang lain untuk melakukan, tiada melakukan atau membiarkan barang sesuatu apa dengan kekerasan, dengan sesuatu perbuatan lain ataupun dengan perbuatan yang tak menyenangkan atau dengan ancaman kekerasan, ancaman dengan sesuatu perbuatan lain, ataupun ancaman dengan perbuatan yang tak menyenangkan, akan melakukan sesuatu itu, baik terhadap orang itu, maupun orang lain, perbuatan mereka Terdakwa tersebut dilakukandengan cara sebagai berikut : Mula-mula kakak dari saksi Kwik Tjwan Ing Binti Siti Sundari yang bernama Maria Yafita meminta izin secara lisan pada saksi Kwik Tjwan Ing untuk menghuni/menempati sebagian rumah yaitu ruang tamu dan kamar milik Kwik Tjwan Ing Binti Siti Sundari pada tahun 1985 yang terletak di Desa Welahan Rt. 05 Rw.IV Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara dan Maria Yafita mengatakan jika diperlukan maka akan mengembalikannya. Bahwa Maria Yafita menempati sebagian rumah milik saksi Kwik Tjwan Ing bersama-sama dengan suaminya yaitu Terdakwa I. OEI KIE POEN Bin OEI GEE SING dan anaknya Terdakwa II. SLAMET KISMANTO Bin OEI KIE POEN, selanjutnya Maria Yafita pada tahun 2002 meninggal dunia. Pada bulan Mei 2006 saksi Kwik Tjwan Ing memerlukan sebagian rumahnya yang masih dihuni oleh Terdakwa I. OEI KIE POEN Bin OEI GEE SING dan anaknya Terdakwa II. SLAMET KISMANTO Bin OEI KIE POEN sehingga pada bulan Mei 2006 saksi Kwik Tjwan Ing meminta kembali sebagian rumahnya yang ditempati Terdakwa I. OEI KIE POEN dan Terdakwa II. SLAMET KISMANTO Bin OEI KIE POEN tanpa izin dari saksi Kwik Tjwan Ing namun mereka Terdakwa tidak mau mengembalikannya. Bahwa sebagian rumah yang ditempati oleh mereka Tedakwa tersebut merupakan rumah milik saksi Kwik Tjwan Ing berdasarkan
commit to user 45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
kepemilikan tanah Sertifikat Hak Milik 593, An. Kwik Tjwan Ing yang dikeluarkan Badan Pertanahan Kabupaten Jepara, akibat perbuatan mereka Terdakwa I. OEI KIE POEN dan Terdakwa II. SLAMET KISMANTO Bin OEI KIE POEN yang menghuni sebagian rumah milik Kwik Tjwan Ing tanpa izin dan tidak mau mengembalikannya merupakan perbuatan yang tidak menyenangkan bagi saksi Kwik Tjwan lng, hingga perbuatan mereka Terdakwa dilaporkan oleh saksi Kwik Tjwan Ing kepada pihak yang berwajib. Perbuatan mereka Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 335 ayat (1) ke 1 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 4. Tuntutan Penuntut Umum Penuntut Umum/ Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jepara berdasarkan pembuktian terhadap dakwaan di persidangan di Pengadilan Negeri Jepara tanggal 27 Februari 2007 mengajukan tuntutan pidana sebagai berikut : a. Menyatakan mereka Terdakwa yaitu Terdakwa I. OEI KIE POEN Bin OEI GEE SING dan Terdakwa II. SLAMET KISMANTO Bin OEI KIE POEN bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan penghunian rumah oleh bukan pemilik hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik, sebagaimana dakwaan kesatu Pasal 12 ayat (1 ) Jo Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. b. Menjatuhkan pidana terhadap mereka Terdakwa yaitu Terdakwa I. OEI KIE POEN Bin OEI GEE SING dan Terdakwa II. SLAMET KISMANTO Bin OEI KIE POEN dengan pidana penjara selama masing-masing 1 (satu) tahun.
commit to user 46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
c. Barang bukti berupa : 1) Copy sertifikat Hak Milik (HM) Nomor, 593, An. Kwik Tjwan Ing , Tetap terlampir dalam berkas perkara ; 2) Copy sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor. 38, An. Siti Sundari, yang kemudian dihibahkan kepada Kwik Tjwan Ing tahun 1987 dengan Akta tanggal 24 Juni 1987 Nomor. 015NI/1987 ; 3) Copy sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor. 167, An. Kwik Tjwan Ing ; 4) Copy Akta Kematian Nomor, 06/KM/1990 An. Siti Sundari (Kwik Kiok Nio) ; 5) Copy Surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Nomor. 2748/2110 tanggal 24 April 2006. Dikembalikan kepada saksi Kwik Tjwan Ing. 6) Menetapkan supaya mereka Terdakwa membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp.1.000,- (seribu rupiah).
5. Amar Putusan Pengadilan Negeri Jepara Perkara penghunian rumah tanpa ijin tersebut telah diputus oleh Pengadilan Negeri Jepara dalam Putusan No.217/Pid.B/2006/PN.Jpr. tanggal 23 April 2007 yang amar lengkapnya sebagai berikut : a. Menyatakan, bahwa Terdakwa-Terdakwa : I. OEI KIE POEN bin OEI GEE SING, II. SLAMET KISMANTO bin OEI KIE POEN, Terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan kesatu, akan tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana ; b. Melepaskan para Terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum; c. Memulihkan hak para Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; d. Menyatakan barang bukti berupa : 1) Foto copy buku Sertifikat Hak Milik atas nama Kwik Tjwan Ing ;
commit to user 47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
2) 1 (satu) lembar Surat Keterangan Pendaftaran Tanah No. 26/II/2006 ; 3) Foto copy kutipan Akta Kematian No.06/KM/1990, tanggal 30 Desember 1990 atas nama Siti Sundari (Kwik Kiok Nio) ; 4) Foto copy Sertifikat HGB No. 167 atas nama Kwik Tjwn Ing ; 5) Foto copy Surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) No. 2748/2110 tanggal 24 April 2006. Dan surat bukti yang diajukan oleh Penasihat Hukum para Terdakwa berupa : 1) Foto copy foto keluarga Siti Sundari dengan ketiga anak kandungnya, Maria Yavita (isteri Terdakwa I dan Ibu Terdakwa II) Kwik Tjwan Ing dan Bertin (T-l) ; 2) Foto copy foto rumah peninggalan almarhumah Siti Sundari (T-II); 3) Foto copy sertifikat HGB No.38/1972 terbit tanggal 7-8-1972 seluas 192m2 atas nama Siti Sundari (T.IIIA) ; 4) Foto copy Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) No.150/72 tanggal 0112-1972 (T-IIIB) ; 5) Foto copy rekening listrik Bulan Januan 2007 atas bangunan yang menjadi sengketa tercatat atas nama Oei Kie Poen (T -IV) ; 6) Foto copy sertifikat HGB No. 126 tanggal 24-01-1989 atas nama Kwik Tjwan Ing seluas 149 m2 (T -VA) ; 7) Foto copy sertifikat HGB No. 164 seluas 86 m2 atas nama Maria Yavita (T-VB) ; 8) Foto copy Surat Pernyataan jual beli tanah tanggal 10 September 1981 (T-VI) ; 9) Foto copy Surat Ijin Mendirikan Bangungan (IMB) No.192/83 tanggal 26 Mei 1983 atas nama Maria Yavita/Kismanto (Oei Kie Poen) (T-.VII) ; 10) Foto copy Surat Kuasa dari Ny. Bertin kepada Wahyudi Kismanto (anak almarhumah Maria Yavita) (T-VIII) ;
commit to user 48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
11) Foto gambar situasi : a) HGB lnduk No.38 atas nama Siti Sundari tanggaI 7-8-1972 seluas 192 m2; b) HGB Split No.126 atas nama, Kwik Tjwan Ing seluas 149 m2 tanggal 24-01-1989 ; c) HGB No. 164 atas nama Maria Yavita seluas 86 m2 tanggal 17-03-1992 (T-IX) ; Terlampir dalam berkas perkara ini . e. Membebankan biaya perkara ini kepada Negara.
6. Alasan Pengajuan Kasasi Alasan-alasan pengajuan kasasi atau Keberatan-keberatan yang diajukan oleh jaksa/ penuntut umum atas putusan Pengadilan Negeri Jepara No. 217/pid.B/2006/PN.Jpr pada pokoknya adalah sebagai berikut: a. Bahwa dalam perkara ini telah terbukti adanya perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan tersebut disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu (pemidanaan), dengan demikian perbuatan pidana adalah suatu perbuatan (phisik) dan akibat. Berdasarkan fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan (yang mana fakta tersebut digali berdasarkan keterangan para saksi, keterangan para Terdakwa dan keterangan para saksi a de charge serta adanya barang bukti) 1) bahwa berawal dari bulan Mei 2006, bertempat di Desa Welahan Rt. 05 Rw. IV Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara para Terdakwa (Terdakwa I. OEI KIE POEN Bin OEl GEE SING dan anaknya Terdakwa II. SLAMET KISMANTO Bin OEI KIE POEN), menghuni rumah yang bukan miliknya tanpa ada persetujuan atau izin pemiliknya yaitu saksi Kwik Tjang lng, perbuatan tersebut dilakukan dengan cara pada tahun 1985 kakak dari saksi Kwik Tjwan Ing Binti Siti Sundari yang bernama Maria Yafita meminta izin secara lisan pada saksi Kwik Tjwan Ing untuk menghuni/ menempati sebagian rumah yaitu ruang tamu dan kamar milik Kwik Tjwan Ing
commit to user 49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Binti Siti Sundari yang terletak di Desa Welahan Rt. 05 Rw. IV Kecamatan
Welahan,
Kabupaten
Jepara
dan
Maria
Yafita
mengatakan jika diperlukan maka akan mengembalikannya dan Maria Yafita menempati sebagian rumah milik saksi Kwik Tjwan Ing bersama-sama dengan suaminya yaitu Terdakwa I. OEI KIE POEN Bin OEI GEE SING dan anaknya Terdakwa II. SLAMET KISMANTO Bin OEI KIE POEN, dan Maria Yafita pada tahun 2002 meninggal dunia, selanjutnya pada bulan Mei 2006 saksi Kwik Tjwan Ing memerlukan sebagian rumahnya yang masih dihuni oleh Terdakwa I. OEI KIE POEN Bin OEI GEE SING dan Terdakwa II. SLAMET KISMANTO Bin OEI KIE POEN tanpa ijin dari pemilikinya yaitu saksi Kwik Tjwan Ing seluas kurang lebih 40 M2 (empat puluh meter persegi)/ sesuai pemeriksaan setempat tanggal 6 Februari 2007, maka pada tanggal 7 Mei 2006 dan tanggal 25 Mei 2006 saksi Kwik Tjwan Ing meminta kembali sebagian rumahnya yang ditempati oleh para Terdakwa tersebut, dimana para Terdakwa dalam menempati sebagian rumah saksi Kwik Tjwan Ing tersebut tidak pernah meminta izin kepada saksi Kwik Tjwan Ing namun para Terdakwa tidak mau mengembalikannya dan menurut para Terdakwa bahwa rumah tersebut merupakan warisan dari mertua Terdakwa I dan nenek Terdakwa II dan dibagi 3, tetapi berdasarkan keterangan saksi Kwik Tjwan lng, saksi Kristiadi Bin Soetanto, saksi H. Sumarno Bin Surani, saksi Sugandi Bin Tee Biek Swan, dan saksi Tandiyono Bin Djing Lip bahwa sebagian rumah yang ditempati oleh para Tedakwa tersebut merupakan rumah milik saksi Kwik Tjwan Ing yang telah dibangun bersama suaminya (Tan Hwat Tan) pada tahun 1971, yang mana suami saksi Kwik Tjwan Ing telah bekerja sejak tahun 1968 yaitu pada waktu sudah berkumpul dengan saksi Kwik Tjwan Ing dan menikah resmi tahun 1971 ; 2) Bahwa berdasarkan keterangan saksi Kwik Tjwan lng, saksi Kristiadi Bin Soetanto, saksi H. Sumarno Bin Surani, saksi Sugandi Bin Tee
commit to user 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Biek Swan, dan saksi Tandiyono Bin Djing Lip rumah saksi Kwik Tjwan Ing dibangun diatas tanah milik saksi Kwik Tjwan Ing yang berasal dari tanah Negara yang dimohonkan hak dengan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor. 38 tahun 1972, An Siti Sundari (orang tua saksi Kwik Tjwan Ing) yang mana pada saat itu Siti Sundari memberitahukan kepada saksi Kwik Tjwan Ing agar tanah dimaksud untuk segera diatas namakan saksi Kwik Tjwan Ing dan pada waktu itu pula Siti Sundari ikut pada saksi Kwik Tjwan lng, kemudian pada tahun 1987 dilakukan hibah kepada saksi Kwik Tjwan Ing berdasarkan Akta Hibah tanggal 24 Juni 1987 Nomor. 015/VI/1987 yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Djutiman, BA Camat Welahan, sebelum Siti Sundari (orang tua HGB No. 126 Tahun 1989 an. Kwik Tjwan Ing (dengan luas tanah 149 M2 yang diukur berdasarkan luas rumah saksi Kwik Tjwan Ing) dan 127 Tahun 1992 an. Maria Yafita (dengan luas selebihnya), dimana HGB No. 126 telah habis masa berlakunya tahun 1991 kemudian dimohonkan perpanjangan HGB pada tahun 1991 dan telah terbit HGB No.167/1992 an. Kwik Tjwan Ing dengan luas tanah 149 M2 sesuai dengan luas yang tercantum didalam HGB No.126 dan sesuai luas bangunan rumah saksi Kwik Tjwan Ing (termasuk sebagian rumah yang ditempati oleh para Terdakwa) selanjutnya hak kepemilikan tersebut (HGB No.167) di tingkatkan haknya menjadi HM dan terbit sertifikat Hak Milik No. 593/2006 an. Kwik Tjwan Ing yang dikeluarkan Badan Pertanahan Kabupaten Jepara. 3) Bahwa keterangan saksi a de charge Bertin bahwa pada waktu pembangunan rumah saksi Kwik Tjwan Ing ikut membantu berjualan jamu Ibunya dan ikut membangun rumah tersebut sedangkan umurnya baru 14 tahun dan masih sekolah SMP, sehingga dapat disimpulkan anak yang baru berusia 14 tahun dan masih ikut orang tuanya dan dibiayai oleh orang tuanya belum mendapat penghasilan
commit to user 51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
sendiri belum dapat ikut membangun rumah dimaksud. Sehingga secara sah menurut hukum bahwa tanah dan bangunan rumah di Desa Welahan Rt. 05 Rw. IV Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara adalah milik saksi Kwik Tjwan Ing ; Bahwa sampai dengan perkara ini disidangkan menjadi perkara pidana tidak ada gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jepara sehubungan dengan terbitnya Hak Milik No.593 Tahun 2006 an. Kwik Tjwan lng, hal tersebut membuktikan jika perbuatan yang telah dilakukan oleh para Terdakwa adalah tindak pidana. b. Majelis Hakim telah keliru menafsirkan sebutan unsur tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, yang mana menurut
putusan
Mahkamah
Agung
bahwa
pengertian
salah
menafsirkan sebutan unsur delik telah diperluas menjadi "salah menafsirkan hukum pembuktian (vide Surat Jaksa Agung RI No.B201/f/Fpt/5/1990 tanggal 4 Mei 1990 tentang petunjuk penyusunan memori kasasi atas putusan bebas, bahwa Putusan Majelis Hakim Nomor:
217/Pid.B/2006/PN.Jpr,
telah
tidak
menerapkan
atau
menerapkan peraturan hukum pembuktian tidak sebagaimana mestinya dengan hanya mendasarkan pada keterangan para Terdakwa dan keterangan para saksi a de charge sehingga Majelis Hakim dalam pertimbangannya sebagai berikut: bangunan rumah sejak awal dibangun sampai sekarang masih tetap sama, menurut Terdakwa I bahwa bangunan sekarang luas 40 M2 merupakan bagian warisan istrinya (maria Yafita) dari mertuanya (Siti Sundari), yang dibuat sertifikat No. I HGB 127 kemudian menjadi sertifikat HGB No.164 atas nama Maria Yafita dengan tanah yang dibelinya bersama Maria Yafita dari pamannya yang bernama Kwee Siong Hie tahun 1981 menjadi 86 M2, bahwa terdapat sengketa pemilikan rumah atas sebagian tanah/rumah yang ditempati para Terdakwa seluas 40 M2, bahwa harus dilakukan penilaian mengenai keabsahan dasar kepemilikan tanah dan rumah baik yang diakui oleh saksi Kwik Tjan Ing maupun para Terdakwa dan
commit to user 52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
selanjutnya ditentukan siapa pemiliknya, bahwa jika rumah tersebut merupakan satu-satunya peninggalan Siti Sundari maka yang belum dibagi waris maka harus dikembalikan dalam status quo dan dibagi 3 anaknya Siti Sundari. Majelis Hakim dalam putusannya tidak mempertimbangkan : 1) Keterangan-keterangan para saksi : a) Saksi Kwik Tjwan lng, pada pokoknya menerangkan antara lain sebagai berikut: (1) bahwa benar para Terdakwa telah menempati sebagian rumah milik saksi di Desa Welahan Rt. 05 Rw. IV Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara seluas 40 M2) tanpa ijin pemiliknya (saksi) pada bulan Mei 2006; rumah saksi Kwik Tjwan Ing dibangun diatas tanah milik saksi Kwik Tjwan Ing; (2) bahwa Siti Sundari pernah memberitahukan kepada saksi agar tanah dimaksud untuk segera diatas namakan saksi dan pada waktu itu pula Siti Sundari ikut pada saksi; (3) bahwa pada tahun 1971 tanah tersebut dimohonkan menjadi Hak Guna Bangunan dengan sertifikat HGB No.126 tahun 1989 an. Kwik Tjwan Ing (dengan luas tanah 149 M2 yang diukur berdasarkan luas rumah saksi Kwik Tjwan Ing) yang mana HGB No.126 telah habis masa berlakunya Tahun 1991 kemudian dimohonkan perpanjangan HGB pada Tahun 1991 dan telah terbit HGB No.167/1992 an. Kwik Tjwan Ing dengan luas tanah 149 M2 sesuai dengan luas yang tercantum didalam HGB No.126 dan sesuai luas bangunan rumah saksi Kwik Tjwan Ing (termasuk sebagian rumah yang ditempati oleh para terdakwa seluas 40 M2) selanjutnya hak kepemilikan tersebut (HGB No.167) di tingkatkan haknya menjadi HM dan terbit sertifikat Hak Milik No. 593/2006 an. Kwik Tjwan Ing yang dikeluarkan Badan Pertanahan Kabupaten Jepara. Atas nama ibu saksi (Siti Sundari) dimana
commit to user 53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
saksi pada waktu itu meminjam nama Ibu saksi (Siti Sundari) kemudian pada tahun 1987 di hibahkan kepada saksi menjadi HGB No.126 dan diperpanjang HGB nya oleh saksi pada tahun 1992 yang akhirnya menjadi Hak Milik saksi yang lebih bagus dari pada sebagian rumah saksi yang ditempati oleh para Terdakwa (rumah saksi Kwik Tjwan Ing); (4) bahwa saksi pernah meminta tolong pada saksi Sugandi (sesepuh Desa Welahan) untuk membantu menyelesaikannya dan para Terdakwa minta uang penggganti sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) jika sebagian rumah yang ditempati oleh para Terdakwa tersebut diminta oleh saksi namun saksi tidak mempunyai uang sebesar itu dan saksi menyanggupi hanya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) kemudian menurut saksi Sugandi agar saksi menyediakan Rp.20.000.000 (dua puluh juta rupiah) dan saksi setuju namun para Terdakwa tetap tidak mau hingga perbuatan para Terdakwa dilaporkan oleh saksi Kwik Tjwan Ing kepada pihak yang berwajib; b) Saksi Kristiadi Bin Soetanto, pada pokoknya menerangkan antara lain sebagai berikut: (1) bahwa benar telah terjadi penempatan rumah di Desa Welahan Rt.05 Rw.IV Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara milik saksi Kwik Tjan Ing oleh para Terdakwa tanpa ijin pemiliknya pada bulan Mei 2006; (2) bahwa rumah tersebut adalah milik orang tua saksiIibu saksi ; bahwa rumah tersebut berdiri di tanah Hak Milik saksi Kwik Tjan Ing (Ibu saksi) seluas 149 M2; (3) bahwa sebelum menjadi Hak Milik tanah tersebut merupakan tanah Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama saksi Kwik Tjan Ing seluas 149 M2 ;
commit to user 54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
(4) bahwa rumah yang berdiri di tanah HM Kwik Tjan Ing tersebut adalah rumah saksi saksi Kwik Tjan Ing dimana sebagiannya yang ditempati oleh para Terdakwa ; (5) bahwa saksi pernah mendampingi saksi Kwik Tjan Ing (Ibu saksi) untuk meminta sebagian rumah yang telah ditempati oleh para Terdakwa yaitu pada tanggal 7 Mei 2006 dan tanggal 25 Mei 2006 ; (6) bahwa atas keterangan saksi Kwik Tjan Ing kepada saksi bahwa pada tahun 1985 yang ijin menempati sebagian rumah tersebut kepada saksi Kwik Tjan Ing adalah Maria Yafita (istri Terdakwa I) secara lisan dan Maria Yafita bersedia meninggalkan jika sewaktu-waktu diminta ; (7) bahwa para Terdakwa sendiri tidak pernah meminta ijin pada saksi Kwik Tjan Ing pada waktu menempati sebagian rumah saksi Kwik Tjan Ing ; (8) bahwa pada waktu pengurusan tanah tersebut dari HGB ke HM ada keberatan dari pihak para Terdakwa tetapi ditunggu sampai 1 bulan tidak ada kelanjutannya sehingga tetap diproses Badan Pertanahan Negara Kabupaten Jepara ; (9) bahwa sebagian rumah yang ditempati oleh para Terdakwa berada disebelah kanan (ruang tamu dan kamar) kurang lebih 40 M2 ; (10) bahwa rumah ibu saksi dibangun pada tahun 1971 dan tanah tersebut berasal dari tanah negara ; (11) bahwa rumah nenek saksi (Siti Sundari) adalah rumah yang ditempati para Terdakwa sekarang ini yang berada disamping rumah saksi Kwik Tjan Ing ; bahwa ada syarat-syarat yang diminta oleh para Terdakwa untuk meninggalkan sebagian rumah yang ditempati tersebut dengan minta uang penggganti sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) selanjutnya saksi Kwik Tjan Ing bersedia menggganti sebesar Rp.
commit to user 55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) tetapi para Terdakwa tidak mau ; c) Saksi H. Sumarno Bin Surani, pada pokoknya menerangkan antara lain sebagai berikut : (1) bahwa para Terdakwa menempati rumahItanah yang bukan miliknya tanpa ijin pemiliknya yaitu saksi Kwik Tjan Ing ; (2) bahwa rumah yang berdiri diatas tanah Hak Milik saksi Kwik Tjan Ing seluas 149 M2 ; (3) bahwa rumah saksi Kwik Tjan Ing yang ditempati oleh para Terdakwa adalah sebagian kira-kira lebar 4 meter dan panjang 10 meter jadi 40 M2 ; (4) bahwa sebagian rumah yang ditempati oleh para Terdakwa terletak menyamping kebelakangIdari depan kebelakang ; (5) bahwa bukti kepemilikan tanah dan rumah tersebut yang pernah dilihat oleh saksi adalah Hak Milik saksi Kwik Tjan Ing sesuai sertifikat yang dimiliki oleh saksi Kwik Tjan Ing adalah HM sehingga para Terdakwa tidak memiliki ; (6) bahwa saksi pernah diminta oleh saksi Kwik Tjan Ing untuk menyelesaikan permasalahan penempatan rumah tanpa ijin yang dilakukan oleh para Terdakwa kemudian saksi memanggil para Terdakwa dan memberikan nasehat kepada para Terdakwa untuk damai karena sesuai kepemilikan rumah tersebut berdiri diatas tanah HM milik saksi Kwik Tjan Ing; (7) bahwa para Terdakwa masih menempati sebagian rumah saksi Kwik Tjan Ing sampai dengan sekarang; bahwa tanah tersebut dulunya merupakan tanah Negara yang dimohonkan HGB; (8) bahwa saksi menjembatani antara saksi Kwik Tjan Ing dengan para Terdakwa dimana saksi Kwik Tjan Ing bersedia memberikan uang pengganti sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) jika para Terdakwa meninggalkan sebagian
commit to user 56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
rumah yang ditempati tersebut tetapi para Terdakwa tidak bersedia dan minta Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) ; d) Saksi Sugandi Bin Tee Biek Swan, pada pokoknya menerangkan antara lain sebagai berikut: (1) bahwa benar telah terjadi penempatan rumah tanpa ijin pemiliknya oleh para Terdakwa pada bulan Mei 2006 dan rumah tersebut milik saksi Kwik Tjan Ing yang terletak di Desa Welahan Rt. 05 Rw. IV Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara; bahwa pada tahun 1971 rumah saksi Kwik Tjan Ing dibangun oleh suami saksi Kwik Tjan Ing (Tan Hwat Tan) ; (2) bahwa pada sekitar bulan Mei atau Juni 2006 saksi Kwik Tjan Ing dan saksi memberikan saran untuk diselesaikan baik-baik; (3) bahwa saksi memanggil Terdakwa I dan ditanya mengenai penempatan rumah milik saksi Kwik Tjan Ing dan Terdakwa I menjawab rumah/tanah tersebut milik Terdakwa I ; (4) bahwa dulunya tanah yang dimiliki oleh saksi Kwik Tjan Ing adalah tanah kosong (kuburan cina) sekarang menjadi tanah Hak Milik saksi Kwik Tjan Ing sesuai bukti kepemilikan yang pernah dilihat saksi yaitu Sertifikat Hak Milik sedangkan tanah orang tua saksi Kwik Tjan Ing berada diselatan tanah saksi Kwik Tjan Ing; (5) bahwa luas sebagian rumah yang ditempati oleh para Terdakwa tanpa seijin pemiliknya (saksi Kwik Tjan Ing) adalah sekitar 40 M2; bahwa Siti Sundari adalah Ibu saksi Kwik Tjan Ing dan Ibu mertua dari Terdakwa I; (6) bahwa dari dulu yang menempati rumah tersebut adalah saksi Kwik Tjan Ing dan suaminya; (7) bahwa para Terdakwa dulu tidak ada dirumah tersebut, para Terdakwa baru saja menempati rumah tersebut ;
commit to user 57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
(8) bahwa sampai sekarang para Terdakwa masih menempati rumah tersebut, rumah yang ditempati ibu saksi Kwik Tjan Ing (Siti Sundari) adalah sebelah kanan rumah saksi Kwik Tjan Ing yaitu rumah yang sekarang ditempati oleh para Terdakwa (itulah rumah Siti Sundari) merupakan rumah induk milik nenek saksi Kwik Tjan lng, kekiri ke arah rumah saksi Kwik Tjan Ing sampai mendekati rumah saksi Kwik Tjan Ing dan dulu dirumah itulah orang tua saksi Kwik Tjan Ing (Siti Sundari), neneknya saksi Kwik Tjan Ing dan saudara-saudaranya saksi Kwik Tjan Ing tinggal; (9) bahwa saksi pernah melihat batas antara rumah saksi Kwik Tjan Ing dan rumah sebelah kanan (rumah Terdakwa), saksi Kwik Tjan Ing dapat memberikan uang pengganti sebesar Rp. 5.000.000,-
(lima
juta
rupiah)
jika
para
Terdakwa
meninggalkan rumah tersebut tetapi para Terdakwa bersedia meninggalkan
rumah
tersebut
jika
diberi
uang
Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) kemudian saksi menyarankan pada saksi untuk menerima Rp. 20.000.000,tetapi para Terdakwa tidak mau dan tetap meminta Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) ; e) Saksi Tandiyono Bin Djing Lip, pada pokoknya menerangkan antara lain sebagai berikut: (1) bahwa pada waktu suami saksi Kwik Tjan Ing masih hidup saksi tidak mengetahui jika Terdakwa I menempati sebagian rumah saksi Kwik Tjan Ing sebanyak 40 M2; (2) bahwa saksi mengetahuinya setelah saksi Kwik Tjan Ing datang kepada saksi Sugandi untuk minta didamaikan dengan para Terdakwa karena para Terdakwa menempati ruangan dirumah saksi Kwik Tjan Ing di Desa Welahan Rt. 05 Rw. IV Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara; bahwa rumah yang ditempati oleh saksi Kwik Tjan Ing adalah dibangun sedikit
commit to user 58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
demi sedikit oleh suami saksi Kwik Tjan Ing (Tan What Tan) dari hasil kerja ngompreng dan jadi makelar; (3) bahwa tanah yang dibangun rumah saksi Kwik Tjan Ing dulunya adalah tanah kuburan bukan tanahnya Siti Sundari, bahwa saksi Kwik Tjan Ing akan memberikan ganti rugi sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) tetapi Terdakwa II Slamet minta Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) baru mau keluar meninggalkan ruangan dirumah saksi Kwik Tjan lng, yang ditempati oleh para Terdakwa di Desa Welahan Rt.05 Rw.IV Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara. 2) Fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan : a) Bahwa sebagian rumah yang ditempati oleh mereka para Tedakwa tersebut (seluas 40 M2) merupakan rumah milik saksi Kwik Tjwan Ing yang telah dibangun bersama suaminya (Tan Hwat Tan) pada tahun 1971 di Desa Welahan Rt. 05 Rw. IV Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara seluas 149 M2 ; b) Bahwa HGB No. 126 Tahun 1989 an. Kwik Tjwan Ing (dengan luas tanah 149 M2 yang diukur berdasarkan luas rumah saksi Kwik Tjwan Ing) merupakan pemecahan dari HGB No. 38 Tahun 1972 seluas 192 M2, sedangkan sisanya menjadi HGB No.127 an. Maria Yafita, selanjutnya HGB No. 126 telah habis masa
berlakunya
Tahun
1991
kemudian
dimohonkan
perpanjangan HGB pada tahun 1991 dan telah terbit HGB No.167/1992 an. Kwik Tjwan Ing dengan luas tanah 149 M2 sesuai dengan luas yang tercantum didalam HGB No. 126 dan sesuai luas bangunan rumah saksi Kwik Tjwan Ing (termasuk sebagian rumah yang ditempati oleh para Terdakwa seluas 40 M2) selanjutnya hak kepemilikan tersebut (HGB No. 167) di tingkatkan menjadi HM dan terbit sertifikat Hak Milik No. 593/2006 an. Kwik Tjwan Ing yang dikeluarkan Badan Pertanahan Kabupaten Jepara ;
commit to user 59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
c) Berdasarkan pemeriksaan setempat tanggal 6 Februari 2007 didapat penjelasan bahwa tanah tersebut dengan luas semula 192 M2 dan setelah dihibahkan kepada saksi Kwik Tjwan Ing menjadi HGB No.126 Tahun 1989 an, Kwik Tjwan Ing (dengan luas tanah 149 M2 yang diukur berdasarkan luas rumah saksi Kwik Tjwan Ing yang telah dibangun bersama dengan suaminya seluas 149 M2), HGB No. 126 telah habis masa berlakunya Tahun 1991 kemudian dimohonkan perpanjangan HGB pada tahun 1991 dan telah terbit HGB No. 167/1992 an. Kwik Tjwan Ing dengan luas tanah 149 M2 sesuai dengan luas yang tercantum didalam HGB No.126 dan sesuai luas bangunan rumah saksi Kwik Tjwan Ing (termasuk sebagian rumah yang ditempati oleh para terdakwa seluas 40 M2) selanjutnya hak kepemilikan tersebut (HGB No. 167) di tingkatkan haknya menjadi HM dan terbit sertifikat Hak Milik No. 593/2006 An. Kwik Tjwan Ing. Namun Majelis Hakim hanya mempertimbangkan keterangan saksi-saksi a de charge dimana saksi Bertin masih berusia 14 tahun dan masih sekolah SMP yang menerangkan bahwa ikut membangun rumah tersebut, patut dipertanyakan apakah anak yang berumur 14 tahun sudah dapat memperoleh penghasilan sendiri
dan
dapat
ikut
membangun
rumah,
sedangkan
keterangan saksi Musriah yang menjelaskan rumah tersebut dibangun pada Tahun 1971 namun saksi Musriah sendiri baru ikut bekerja pada keluarga Siti Sundari sejak tahun 1981, sehingga tidak dapat dijadikan dasar sebagai kesaksian yang berdiri sendiri mengingat saksi Musriah tidak mengetahui kapan pembangunan rumah tersebut dilakukan karena rumah tersebut sudah 10 tahun dibangun saksi Musriah baru bekerja pada keluarga Siti Sundari dan sampai sekarang saksi Musriah masih bekerja dan digaji oleh Terdakwa I ;
commit to user 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
d) Surat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Jepara yang isinya menjelaskan antara lain bahwa berdasarkan Surat Kuasa dari sdri. Bertin kepada Wahyudi Kismanto tanggal 4 Mei 2006 yang intinya proses peningkatan HGB No.167 atas nama Kwik Tjwan Ing
minta
agar
permohonan
tersebut
diblokir
namun,
sebagaimana Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 126, dinyatakan waktu blokir selama 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal diterima surat pemblokiran dan akan hapus dengan sendiri jika tidak ditindaklanjuti dengan surat gugatan ke Pengadilan Negeri ; e) Bahwa sampai dengan waktu yang telah ditentukan oleh pasal 126 Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 3 Tahun
1997
tentang
Ketentuan
Pelaksanaan
Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tidak ada gugatan ke Pengadilan Negeri Jepara sehingga proses pengalihan hak telah diterbitkan yaitu terbit sertifikat Hak Milik No.593 Tahun 2006 yang dikeluarkan Badan Pertanahan Kabupaten Jepara ; f) Bahwa
Majelis
Hakim
dalam
putusannya
tidak
mempertimbangkan barang bukti berupa sertifikat Hak Milik No. 593 Tahun 2006 atas nama Kwik Tjwan Ing yang dikeluarkan Badan Pertanahan Kabupaten Jepara, dimana berdasarkan Undang-undang No.5 Tahun 1960 Pasal 20 ayat (1) bahwa Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 ; g) Bahwa
Majelis
Hakim
mempertimbangkan
dalam
bahwa
putusannya selama
tidak proses
pengalihanIpeningkatan hak dari HGB No. 38 Tahun 1972 yang menjadi HGB No.126 Tahun 1989 menjadi HGB No.167 Tahun 1992 selanjutnya menjadi Hak Milik No.593 Tahun 2006 yang
commit to user 61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
dikeluarkan Badan Pertanahan Kabupaten Jepara telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga tanah dan rumah di Desa Welahan Rt. 05 Rw.IV Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara seluas 149 M2 yang sebagiannya (40 M2) ditempati tanpa ijin oleh para Terdakwa adalah milik saksi Kwik Tjwan Ing ; c. Bahwa
Majelis
Hakim
telah
salah
dalam
penerapan
hukum/melaksanakan hukum pembuktian/KUHAP tidak sebagaimana mestinya, dimana dalam Pasal 184 KUHAP ditegaskan bahwa alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan Terdakwa dan dalam Pasal 199 ayat (1) sub a KUHAP ditegaskan bahwa dalam Surat Putusan harus memuat Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat bukti yang diperoleh dari pemeriksaan di siding yang menjadi dasar penentuan kesalahan Terdakwa ; d. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas maka terdapat fakta hukumIfakta yuridis bahwa Mejelis Hakim dalam putusannya tidak menerapkan atau menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya, hal ini semakin membuktikan jika para Terdakwa secara bersama-sama telah melakukan penghunian rumah oleh bukan milik hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik.
7. Pembahasan Bentuk-bentuk putusan pengadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir 11 KUHAP, terdiri dari: putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging), dan putusan pemidanaan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 191 ayat (1) KUHAP, putusan yang mengandung pembebasan akan dijatuhkan pengadilan, bila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Sedangkan apabila pengadilan berpendapat
commit to user 62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) sebagaimana diatur dalam Pasal 191 ayat (2). Bentuk-bentuk putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam paragraph diatas sangat menentukan bagi terdakwa maupun jaksa penuntut umum untuk mengajukan upaya hukum apabila dirasa putusan pada tingkat Pengdilan Negeri tidak memberikan keadilan bagi salah satu pihak dalam perkara (terdakwa/penuntut umum), karena tidak semua putusan Pengadilan dapat diajukan upaya hukum terutama untuk upaya hukum kasasi. Pasal 244 KUHAP berbunyi sebagai berikut : “terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”. Berdasarkan pada ketentuan Pasal 244 tersebut jelas bahwa terhadap putusan bebas tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi. Lain halnya dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang notabene adalah putusan yang dijatuhkan pengadilan karena pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging), sehingga terhadap putusan ini terbuka upaya hukum kasasi yang menjadi hak jaksa penuntut umum. Sebagaimana yang terjadi pada perkara penghunian rumah tidak sah yang oleh hakim Pengadilan Negeri Jepara diputus lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging), karena setelah melalui serangkain pemeriksaan atas perkara tersebut, hakim Pengadilan Negeri Jepara menyimpulkan bahwa dalam dakwaan atas perkara tersebut tidak terbukti perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana. Akhirnya hakim
commit to user 63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
pengadilan Negeri Jepara menjatuhkan putusan yang diktumnya, sebagai berikut : a. Menyatakan, bahwa Terdakwa-Terdakwa : I. OEI KIE POEN bin OEI GEE SING, II. SLAMET KISMANTO bin OEI KIE POEN, Terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan kesatu, akan tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana ; b. Melepaskan para Terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum; c. Memulihkan hak para Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; d. Menyatakan barang bukti berupa : 1) Foto copy buku Sertifikat Hak Milik atas nama Kwik Tjwan Ing ; 2) 1 (satu) lembar Surat Keterangan Pendaftaran Tanah No. 26/II/2006; 3) Foto copy kutipan Akta Kematian No.06/KM/1990, tanggal 30 Desember 1990 atas nama Siti Sundari (Kwik Kiok Nio) ; 4) Foto copy Sertifikat HGB No. 167 atas nama Kwik Tjwn Ing ; 5) Foto copy Surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) No. 2748/2110 tanggal 24 April 2006. Dan surat bukti yang diajukan oleh Penasihat Hukum para Terdakwa berupa : 1) Foto copy foto keluarga Siti Sundari dengan ketiga anak kandungnya, Maria Yavita (isteri Terdakwa I dan Ibu Terdakwa II) Kwik Tjwan Ing dan Bertin (T-l) ; 2) Foto copy foto rumah peninggalan almarhumah Siti Sundari (T-II); 3) Foto copy sertifikat HGB No.38/1972 terbit tanggal 7-8-1972 seluas 192m2 atas nama Siti Sundari (T.IIIA) ; 4) Foto copy Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) No.150/72 tanggal 0112-1972 (T-IIIB) ; 5) Foto copy rekening listrik Bulan Januan 2007 atas bangunan yang menjadi sengketa tercatat atas nama Oei Kie Poen (T -IV) ;
commit to user 64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
6) Foto copy sertifikat HGB No. 126 tanggal 24-01-1989 atas nama Kwik Tjwan Ing seluas 149 m2 (T -VA) ; 7) Foto copy sertifikat HGB No. 164 seluas 86 m2 atas nama Maria Yavita (T-VB) ; 8) Foto copy Surat Pernyataan jual beli tanah tanggal 10 September 1981 (T-VI) ; 9) Foto copy Surat Ijin Mendirikan Bangungan (IMB) No.192/83 tanggal 26 Mei 1983 atas nama Maria Yavita/Kismanto (Oei Kie Poen) (T-.VII) ; 10) Foto copy Surat Kuasa dari Ny. Bertin kepada Wahyudi Kismanto (anak almarhumah Maria Yavita) (T-VIII) ; 11) Foto gambar situasi : (a) HGB lnduk No.38 atas nama Siti Sundari tanggaI 7-8-1972 seluas 192 m2; (b) HGB Split No.126 atas nama, Kwik Tjwan Ing seluas 149 m2 tanggal 24-01-1989 ; (c) HGB No. 164 atas nama Maria Yavita seluas 86 m2 tanggal 17-03-1992 (T-IX) ; Terlampir dalam berkas perkara ini . e. Membebankan biaya perkara ini kepada Negara. Terhadap putusan Hakim Pertama tersebut diatas, pihak Jaksa mengajukan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung RI, dengan ketentuan sebagai berikut (http://pn-ungaran.go.id/pidana-kasasi.html) : a. Permohonan kasasi diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi diberitahukan. b. Permohonan kasasi yang telah memenuhi prosedur, dan tenggang waktu yang te1ah ditetapkan harus dibuatkan akta pernyataan kasasi yang ditandatangani oleh Panitera. c. Permohonan kasasi wajib diberitahukan kepada pihak lawan dan dibuatkan akta/relaas pemberitahuan permohonan kasasi. d. Terhadap permohonan kasasi yang melewati tenggang waktu tersebut, tetap diterima dengan membuat surat keterangan oleh Panitera yang
commit to user 65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri, dan berkas perkara tersebut dikirim ke Mahkamah Agung. e. Memori kasasi selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat betas) hari sesudah pernyataan kasasi, harus sudah diterima pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri. f. Dalam hal terdakwa selaku pemohon kasasi kurang memahami hukum, Panitera wajib menanyakan dan mencatat alasan-alasan kasasi dengan membuat memori kasasi baginya. g. Dalam hal pemohon kasasi tidak menyerahkan memori kasasi, panitera harus membuat pernyataan bahwa pemohon tidak mengajukan memori kasasi. h. Sebelum berkas perkara dikirim kepada Mahkamah Agung, pihak yang bersangkutan hendaknya diberi kesempatan mempelajari berkas perkara tersebut. i. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah tenggang waktu mengajukan memori kasasi berakhir, berkas perkara berupa berkas A dan B harus sudah dikirim ke Mahkamah Agung. j. Foto copy relas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung, supaya dikirim ke Mahkamah Agung. Dalam kasus penghunian rumah tidak sah
ini Jaksa/ Penuntut
Umum mengemukakan Keberatan Kasasi yang pada pokoknya sebagai berikut : a. Bahwa dalam perkara ini telah terbukti adanya perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan tersebut disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu (pemidanaan), dengan demikian perbuatan pidana adalah suatu perbuatan (phisik) dan akibat; b. Majelis Hakim telah keliru menafsirkan sebutan unsur tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, yang mana menurut
putusan
Mahkamah
Agung
bahwa
pengertian
salah
menafsirkan sebutan unsur delik telah diperluas menjadi "salah
commit to user 66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
menafsirkan hukum pembuktian (vide Surat Jaksa Agung RI No.B201/f/Fpt/5/1990 tanggal 4 Mei 1990 tentang petunjuk penyusunan memori kasasi atas putusan bebas, bahwa Putusan Majelis Hakim Nomor:
217/Pid.B/2006/PN.Jpr,
telah
tidak
menerapkan
atau
menerapkan peraturan hukum pembuktian tidak sebagaimana mestinya; c. Bahwa
Majelis
Hakim
telah
salah
dalam
penerapan
hukum/melaksanakan hukum pembuktian/KUHAP tidak sebagaimana mestinya; d. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas maka terdapat fakta hukumIfakta yuridis bahwa Mejelis Hakim dalam putusannya tidak menerapkan atau menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya, hal ini semakin membuktikan jika para Terdakwa secara bersama-sama telah melakukan penghunian rumah oleh bukan milik hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik. Hak mengajukan permintaan kasasi diberikan Undang-Undang kepada terdakwa/ahli warisnya dan penuntut umum, dengan sendirinya hak tersebut menimbulkan kewajiban bagi pejabat pengadilan untuk menerima permintaan kasasi. Tidak ada alasan bagi pejabat pengadilan untuk menolak permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung (M. Yahya Harahap, 1987:1101). Dengan demikian upaya hukum kasasi yang diajukan oleh jaksa penuntut umum terhadap putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah, secara yuridis sudah tepat dan sah, karena dilakukan oleh pihak yang berhak dan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Pertimbangan agar suatu pengajuan kasasi dapat diperiksa dan pengajuan kasasi tersebut diterima oleh Mahkamah Agung, tidak cukup hanya didasarkan pada jenis putusannya saja. Selain jenis putusannya tidak boleh merupakan putusan yang bebas, alasan pengajuan kasasi yang diajukan oleh terdakwa maupun penuntut umum merupakan hal yang
commit to user 67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
paling menentukan diterima atau ditolaknya pengajuan kasasi tersebut oleh Mahkamah Agung, tak terkecuali alasan kasasi jaksa penuntut umum dalam pengajuan kasasi terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah. Alasan kasasi adalah dasar atau landasan dari pihak pemohon kasasi terhadap putusan Pengadilan yang dimohonkan kasasinya kepada Mahkamah Agung. Alasan-alasan kasasi tersebut oleh pemohon kasasi diuraikan dalam memori kasasi. Jaksa penuntut umum pada kejaksaan negeri Jepara telah mengajukan upaya hukum kasasi terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah. Terdapat beberapa alasan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dalam permohonan kasasinya sebagai upaya untuk memperoleh keadilan, akan tetapi alasan alasan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum belum tentu merupakan alasan yang sesuai dengan ketentuan sebagaimana terdapat dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP mengenai alasan-alasan yang boleh digunakan dalam pengajuan permohonan kasasi, namun bisa saja alasan kasasi tersebut merupakan alasan diluar ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Secara
yuridis
dikatakan
bahwa
alasan-alasan
pengajuan
permohonan kasasi diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Berdasarkan ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP tersebut, Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak guna menentukan : a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; dan c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
commit to user 68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Ketentuan berkaitan dengan alasan kasasi yang secara limitatif diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP tersebut jelas berbeda dengan ketentuan mengenai alasan pengajuan banding, karena dalam pemeriksaan pada tingkat banding dilakukan pemeriksaan mengenai pokok perkaranya lagi. Peradilan Brussel menyatakan bahwa “Decisions rendered at last instance may be challenged in a court of appeal, where all aspects of them are re-examined, as to both facts and law “. (Putusan yang diberikan pada tingkat terakhir dapat ditantang di pengadilan banding, di mana pada pengadilan banding tersebut semua aspek yang ada mengenai pokok perkaranya kembali diperiksa,baik mengenai fakta maupun hukum) (Harmen van der Wilt. 2008: 557-567). Jadi inilah yang membedakan secara jelas antara alasan kasasi dan alasan banding. Dengan demikian dari alasan-alasan yang diajukan oleh penuntut umum dalam pengajuan kasasinya terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah telah dilakukan konstruksi hukum sebagai alasan pengajuan kasasi, demi memperoleh alasan pengajuan kasasi atas putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara tersebut dan sebagai usaha agar permohonan kasasinya diterima oleh Mahkamah Agung. Konstruksi hukum sebagai upaya memperoleh alasan kasasi yang dilakukan penuntut umum tersebut mempunyai hubungan dengan ketentuan sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Kejaksaan yang baru, bahwa Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004) termasuk juga dalam menemukan alasan pengajuan
kasasi dalam pengajuan permohonan
kasasinya terhadap suatu putusan tertentu.
commit to user 69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Jaksa penuntut umum pada kejaksaan negeri Jepara dalam memori kasasinya menyatakan bahwa dalam perkara ini telah terbukti adanya perbuatan pidana perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan tersebut disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu (pemidanaan), dengan demikian perbuatan pidana adalah suatu perbuatan (phisik) dan akibat. Berdasarkan fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan (yang mana fakta tersebut digali berdasarkan keterangan para saksi, keterangan para Terdakwa dan keterangan para saksi a de charge serta adanya barang bukti). Alasan tersebut diatas secara yuridis tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP, akan tetapi alasan tersebut lebih didasarkan pada fakta sebagai hasil pemeriksaan perkara, dan lebih menyangkut pada pokok perkaranya. Jaksa penuntut umum telah melalukan konstruksi hukum bagi alasan kasasinya terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah. Penuntut umum dalam alasan kasasi tersebut melakukan perluasan alasan dengan menyatakan alasan sebagaimana tersebut diatas, perluasan tersebut sebagaimana disebut dengan melakukan penghalusan hukum. Seorang ahli hukum beranggapan bahwa dalam menyelesaikan suatu perkara, peraturan perundang-undangan yang ada dan yang seharusnya digunakan untuk menyelesaikan perkara, ternyata tidak dapat digunakan. Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP secara yuridis tidak dapat digunakan sebagai alasan kasasi bagi jaksa penuntut umum atas putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah tersebut, maka penuntut umum kejaksaan negeri Jepara memperluas alasan kasasinya dengan menyatakan alasannya sebagaimana tersebut diatas. perluasan/penghalusan hukum yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum kejaksaan negeri Jepara tersebut justru mempersempit lingkup
commit to user 70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
berlaku suatu peraturan perundang-undangan (bersifat restriktif), dalam hal ini adalah ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Dengan demikian ketentuan pasal 253 ayat (1) KUHAP tersebut hanya berlaku secara limitatif berkaitan dengan alasan kasasi yang dapat diperiksa oleh hakim Mahkamah Agung. Melakukan konstruksi hukum demi menemukan ketentuan hukum baru biasanya di lakukan oleh hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara, biasa disebut sebagai penemuan hukum. Akan tetapi disisi lain dikatakan bahwa penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang konkrit (Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, 1993:4). Kata ”petugas-petugas hukum lainnya” mengandung arti bahwa penemuan hukum melalui konstruksi hukum tidak harus melulu dilakukan oleh hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara, namun petugaspetugas hukum lainnya seperti jaksa penuntut umum sebagai pihak yang diberi tugas melaksanakan hukum juga dapat melakukan penemuan hukum melalui konstruksi hukum sebagaimana dilakukan oleh jaksa penuntut umum pada kejaksaan negeri Jepara dalam mengajukan permohonan kasasinya terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) dalam perkara penghunian rumah tidak sah. Hal tersebut sesuai dengan tujuan utama dari adanya upaya hukum kasasi yaitu: Menciptakan dan membentuk hukum baru, disamping tindakan koreksi yang dilakukan Mahkamah Agung dalam peradilan kasasi ada kalanya tindakan koreksi sekaligus menciptakan kaidah hukum baru dalam bentuk yurisprudensi. Berdasarkan jabatan dan wewenang yang ada padanya dalam bentuk judge making law, Mahkamah Agung menciptakan hukum baru guna mengisi kekosongan hukum, maupun dalam rangka mensejajarkan makna dan jiwa ketentuan Undang-Undang sesuai dengan elastisitas pertumbuhan kebutuhan lajunya perkembangan nilai dan kesadaran
commit to user 71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
masyarakat. Maka demikian juga dengan jaksa penuntut umum yang melakukan konstruksi hukum dalam mengajukan alasan kasasinya karena alasan kasasi yang diatur dalam Pasal 253 ayat (1) terlalu limitatife sehingga menyulitkan penggunaan alasan kasasi untuk permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan yang dirasa tidak adil oleh salah satu pihak dalam perkara. Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum, dengan adanya putusan kasasi yang menciptakan adanya yurisprudensi, sedikit banyak akan mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak dalam penerapan hukum. Demikian pula dengan alasan kasasi yang menciptakan adanya penemuan hukum baru akan lebih mengarahkan pada keseragaman penerapan hukum. Konstruksi hukum yang dilakukan jaksa penuntut umum sebagai alasan kasasinya tidak menjamin bahwa permohonan upaya kasasi yang diajukan akan diterima oleh hakim Mahkamah Agung yang memeriksa permohonan kasasi tersebut. Demikian juga konstruksi yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah, terhadap hal tersebut tetap harus berpijak pada ketentuan yang secara yuridis telah diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Selanjutnya dalam memori kasasinya jaksa penuntut umum kejaksaan negeri jepara menyatakan bahwa sampai dengan perkara ini disidangkan menjadi perkara pidana tidak ada gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jepara sehubungan dengan terbitnya Hak Milik No.593 Tahun 2006 an. Kwik Tjwan lng, hal tersebut membuktikan jika perbuatan yang telah dilakukan oleh para Terdakwa adalah tindak pidana. Alasan tersebut juga jelas bukan alasan sebagaimana ditentukan secara limitatif dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Membahas alasan kasasi yang digunakan dalam suatu pengajuan kasasi maka harus selalu berpijak pada Pasal 253 ayat (1) KUHAP, karena
commit to user 72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
Pasal tersebut adalah dasar secara yuridis pengajuan suatu Permohonan kasasi, sehingga permohonan kasasi tersebut dapat diperiksa dan diterima oleh hakim Mahkamah Agung. Konstruksi hukum yang digunakan dalam mencari alasan pengajuan kasasi baik oleh terdakwa/ahli warisnya maupun oleh jaksa penuntut umum juga harus tetap bersandar pada ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Berkaitan dengan alasan sebagaiman tersebut dalam paragraph diatas lagi dan lagi dapat dikatakan bahwa alasan tersebut merupakan alasan diluar ketentuan yuridis Pasal 253 ayat (1) KUHAP, tetapi lebih kepada pokok perkara, Bahkan telah menyinggung berkaitan dengan hukum pembuktian sebagaimana dianut di Indonesia, hal tersebut termasuk alasan-alasan kasasi yang dalam praktik sering digunakan tetapi diluar ketentuan yaitu : a. Pemohon kasasi keberatan atas penilaian hasil pembuktian yang dilakukan oleh judex factie; b. Sifat permohonan kasasi adalah pengulangan fakta atau diajukannya suatu bukti baru; c. Sifat memori kasasi yang tidak menyangkut persoalan atau materi perkara; dan d. Memori kasasi terhadap berat ringannya pidana, jenis pidana, dan besar kecilnya jumlah denda. Alasan yang menyatakan bahwa sampai dengan perkara ini disidangkan menjadi perkara pidana tidak ada gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jepara sehubungan dengan terbitnya Hak Milik No.593 Tahun 2006 an. Kwik Tjwan lng, hal tersebut membuktikan jika perbuatan yang telah dilakukan oleh para Terdakwa adalah tindak pidana, memenuhi kualifikasi ketentuan huruf a sebagaimana diuraikan dalam paragraph diatas, yaitu bahwa pemohon kasasi keberatan atas penilaian hasil pembuktin yang dilakukan oleh judex factie sehingga mengambil kesimpulan sendiri dengan melihat fakta yang ada bahwa tidak ada gugatan perdata sampai dengan perkara penghunian rumah tidak sah
commit to user 73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
tersebut disidangkan menjadi perkara pidana, yang dengan demikian berarti perbuatan yang telah dilakukan oleh para terdakwa adalah tindak pidana. Dihubungkan dengan sistem perbuktian negatif yang dianut oleh KUHAP, hal tersebut merupakan salah satu konsekuensi dari penerapan sistem pembuktian tersebut. Dalam sistem pembuktian negatif biarpun bukti bertumpuk-tumpuk melebihi minimum yang ditetapkan dalam Undang-Undang, jika hakim tidak berkeyakinan tentang kesalahan terdakwa ia tidak boleh mempersalahkan dan menghukum terdakwa tersebut. Berdasarkan sistem pembuktian tersebut dimungkinkan hakim judex factie memutus bebas atau dilepas dari segala tuntutan hukum suatu perkara karena ia tidak berkeyakinan tentang kesalahan terdakwa. Pasal 191 ayat (2) KUHAP menentukan pabila pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging). Dengan demikian yang terjadi dalam perkara penghunian rumah tidak sah di Pengadilan Negeri Jepara adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP tersebut. Alasan kasasi yang dikemukakan oleh penuntut umum bahwa dengan tidak diajukannya gugatan perdata berarti perkara tersebut merupakan perkara pidana, tidak tepat, masih menyangkut dan mempermasalhkan pokok perkaranya, sedangkan untuk pemeriksaan ditingkat kasasi sudah tidak memeriksa pokok perkaranya tetapi terbatas sebagaimanaa diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Penuntut umum dalam hal ini tidak memperhatikan dan tidak mendasarkan alasan kasasinya pada aturan yuridis mengenai alasan kasasi. Mengenai alasan kasasi sebagaimana tersebut diatas tidak terdapat adanya konstruksi hukum yang bisa meyakinkan hakim Mahkamah Agung untuk memutus menerima permohonan kasasi yang diajukan.
commit to user 74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Berikutnya jaksa penuntut umum menyattakan bahwa Majelis Hakim telah keliru menafsirkan sebutan unsur tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, yang mana menurut putusan Mahkamah Agung bahwa pengertian salah menafsirkan sebutan unsur delik telah diperluas menjadi salah menafsirkan hukum pembuktian (vide Surat Jaksa Agung RI No.B-201/f/Fpt/5/1990 tanggal 4 Mei 1990 tentang petunjuk penyusunan memori kasasi atas putusan bebas), bahwa Putusan Majelis Hakim Nomor: 217/Pid.B/2006/PN.Jpr, telah tidak menerapkan atau menerapkan peraturan hukum pembuktian tidak sebagaimana mestinya dengan hanya mendasarkan pada keterangan para Terdakwa dan keterangan para saksi a de charge. Juga menyatakan Bahwa Majelis Hakim telah salah dalam penerapan hukum/melaksanakan hukum pembuktian/KUHAP tidak sebagaimana mestinya. Kembali lagi kepada peraturan secara yuridis yaitu ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP, maka alasan sebagaimana tersebut diatas bisa dikategorikan termasuk kedalam alasan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP yaitu bahwa peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, dalam hal ini yang dimaksud penuntut umum adalah peraturan hukum pembuktian berkaitan dengan keterangan terdakwa dan saksi. Menurut penuntut umum, hakim pada Pengadilan Negeri Jepara hanya mendasarkan putusan pada keterangan para terdakwa dan para saksi. Berdasarkan alasan yang diungkapkan penuntut umum tesebut maka oleh penuntut umum ketentuan dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP dalam hal ini diperluas lingkup berlakunya dengan termasuk di dalamnya menyangkut penerapan cara pembuktian yang dilakukan oleh hakim dalam memeriksa dan memutus perkara penghunian rumah tidak sah. Melihat pada alasan diatas maka perlu mengkaitkannya dengan hukum pembuktian ataupun sistem pembuktian yang dianut di Indonesia, untuk membuktikan alasan kasasi yang diajukan penuntut umum tersebut
commit to user 75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
sudah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, meskipun alasan kasasi tersebut merupakan hasil konstruksi hukum oleh penuntut umum. KUHAP memakai sistem pembuktian menurut undang-undang yang negative atau disebut dengan teori pembuktian negatif ( negative wettelijk ). Sedangkan menurut R. Subekti sistem negatif menurut UndangUndang mempunyai maksud sebagai berikut (R. Subekti, 2007: 7): a. Untuk mempersalahkan seorang terdakwa diperlukan suatu minimum pembuktian, yang ditetapkan dalam Undang-Undang. b. Namun
demikian,
biarpun
bukti
bertumpuk-tumpuk
melebihi
minimum yang ditetapkan dalam Undang-Undang tadi, jikalau hakim tidak berkeyakinan tentang kesalahan terdakwa ia tidak boleh mempersalahkan dan menghukum terdakwa tersebut. Melihat pada ketentuan mengenai sistem pembuktian yang di gunakan di Indonesia tersebut maka jelas konstruksi hukum sebagai alasan kasasi yang digunakan oleh penuntut umum dengan memperluas berlakunya ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP, bahwa hakim tidak menerapakan atau menerapkan hukum pembuktian tidak semestinya, tidak tepat. Hal tersebut berkaitan dengan sistem pembuktian yang digunakan di Indonesia dimana selain berdasarkan pada ketentuan peraturan perundangundangan, hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara masih harus menggunakan keyakinannya. Selain itu penuntut umum sebagai pemohon kasasi dalam hal ini juga melakukan keberatan atas penilaian hasil pembuktian yang dilakukan oleh judex factie, dimana dinyatakan bahwa hakim judex factie hanya mendasarkan pada keterangan para terdakwa dan keterangan para saksi dalam hal ini alasan hasil konstruksi tersebut masih condong kepada hal yang berkaitan dengan pokok perkaranya, bukan kepada hal yang sebagaimana disyaratkan sebagai alasan kasasi. Konstruksi hukum sebagaimana dilakukan penuntut umum sebagai alasan kasasinya tersebut tidak termasuk dalam kewenangan Mahkamah Agung untuk memeriksa permohonan kasasi yang diajukan oleh jaksa
commit to user 76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
penuntut umum terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah. Berkaitan dengan keterangan terdakwa dan keterangan saksi-saksi de carge maupun saksi-saksi a de carge serta fakta-fakta yuridis dipersidangan dan adanya barang bukti yang juga dijadikan alasan oleh jaksa penuntut umum dalam pengajuan kasasinya jelas merupakan pengulangan fakta dan lebih menyangkut pada pokok perkaranya. Apabila jaksa penuntut umum menjadikan hal tersebut sebagai suatu konstruksi hukum atas alasan kasasinya maka hal tersebut tidak berdasarkan pada ketentuan mengenai pengajuan permohonan kasasi, sehingga jelas Mahkamah Agung tidak mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan menerima permohonan kasasi jaksa penuntut umum terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah tersebut.
commit to user 77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
B. Pertimbangan Hakim Dalam Memeriksa Dan Memutus Pengajuan Kasasi Penuntut Umum Terhadap Putusan Di Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum Dalam Perkara Penghunian Rumah Tidak Sah
1. Pertimbangan Hakim Mahkamah agung Berdasarkan pada alasan-alasan yang diajukan pleh penuntut umum dalam pengajuan kasasi atas putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah tersebut, Mahkamah Agung memberikan beberapa pertimbangan sebelum akhirnya menjatuhkan putusan, yaitu : a. bahwa keberatan yang diajukan oleh penuntut umum tidak dapat dibenarkan, oleh karena keberatan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, keberatan
semacam
itu
tidak
dapat
dipertimbangkan
dalam
pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum, atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang dan apakah Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang No.8 Tahun 1981) ; b. bahwa berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan oleh penuntut umum sebagaimana dijelaskan diatas lagi pula tidak ternyata, bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang,
maka
permohonan
kasasi
dari
Pemohon
dari
Pemohon
Kasasi/Jaksa/Penuntut Umum tersebut harus ditolak ; c. bahwa
oleh
karena
permohonan
kasasi
Kasasi/Jaksa/Penuntut Umum ditolak, maka biaya perkara dalam semua tingkat peradilan dibebankan kepada Negara.
commit to user 78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
2. Amar Putusan Mahkamah Agung Berdasarkan pada pemeriksaan dan pertimbangan-pertimbangan yang telah dilalui, Mahkamah Agung dalam amar putusannya menyatakan sebagai berikut : a. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : jaksa/ penuntut umum pada kejaksaan negeri jepara tersebut ; b. Membebankan biaya perkara dalam semua tingkat peradilan kepada Negara.
3. Pembahasan Hakim dalam memutus suatu perkara memiliki kebebasan karena kedudukan hakim secara konstutisional dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Penjelasan Pasal 24 dan Pasal 25 yang berbunyi bahwa Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh dan campur tangan kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam Undang-Undang tentang kedudukan para hakim. Hal ini sesuai dengan ciri dari Negara hukum itu sendiri yaitu terdapat suatu kemerdekaan hakim yang bebas, tidak memihak dan tidak dipengaruhi oleh Kekuasaan Legislatif dan Eksekutif. Kebebasan hakim tersebut tidak dapat diartikan bahwa hakim dapat melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap suatu perkara yang sedang ditanganinya, akan tetapi hakim tetap terikat pada peraturan hukum yang berlaku. Keadaan yang demikian telah pula dijadikan komitmen bersama para Hakim di seluruh dunia sebagaimana tertuang sebagai prinsip pertama dan utama dalam Bangalore Principles of Judicial Conduct 2002 yang menegaskan, “A judge shall exercise the judicial function independently, free of any extraneous influences, inducements, pressures, threats or interference, direct or haindirect, from any quarter or for any reason”
commit to user 79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
(Pan Mohammad Faiz, 2009:11). (Seorang hakim harus menjalankan fungsi peradilan secara independen, bebas dari pengaruh asing, bujukan, tekanan, ancaman atau gangguan, langsung atau tidak langsung, dari kuartal atau dengan alasan apapun). Dalam hal kebebasan hakim ini, juga berarti bahwa hakim harus dapat memberi penjelasan dalam menerapkan Undang-Undang terhadap suatu
perkara
yang
ditanganinya.
Penjelasan
tersebut
diberikan
berdasarkan penafsiran dari hakim itu sendiri. Penafsiran disini bukan semata-mata berdasarkan akal, ataupun sebuah uraian secara logis, namun hakim dalam hal ini harus bisa memilih berbagai kemungkinan berdasarkan keyakinannya. Hakim sebagai penentu untuk memutuskan suatu perkara yang diajukan ke pengadilan, dalam menjatuhkan putusan harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Adapun pertimbangan-pertimbangan hakim tersebut, di samping berdasarkan pasal-pasal yang diterapkan terhadap terdakwa,
sesungguhnya
juga
didasarkan
atas
keyakinan
dan
kebijaksanaan hakim itu sendiri. Hakim dalam mengadili suatu perkara berdasarkan hati nuraninya. Sehingga hakim yang satu dengan yang lain memiliki pertimbangan yang berbeda-beda dalam menjatuhkan suatu putusan (Ginati Ayuningtyas, 2010 : 51) Pertimbangan hakim merupakan bagian yang sangat penting dalam suatu putusan atas suatu perkara, demikian juga pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memutus permohonan kasasi penuntut umum atas putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechstvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah. Pertimbangan hakim menunjukkan alur pemikiran, legal opinion dan aturan hukum yang diterapkan oleh majelis hakim yang memeriksa perkara dalam menjatuhkan putusan atas suatu perkara yang diperiksa. Setelah memeriksa dan akhirnya memutus permohonan kasasi penuntut umum atas putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag
commit to user 80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah, majelis hakim pemeriksa permohonan kasasi tersebut menyatakan pertimbangannya, yaitu menyatakan bahwa keberatan yang diajukan oleh penuntut umum tidak dapat dibenarkan, oleh karena keberatan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan. Keberatan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan hukum, atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang dan apakah Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang No.8 Tahun 1981). Pertimbangan majelis hakim tersebut bersifat positifis, artinya hakim hanya mendasarkan pada apa yang telah diatur dan tertulis dalam peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini adalah KUHAP, terutama Pasal yang mengatur mengenai pengajuan permohonan kasasi salah satunya Pasal 253 ayat (1) tentang alasan kasasi yang dapat diperiksa di tingkat kasasi. Sedangkan Pasal 253 ayat (1) KUHAP tersebut hanya mengatur secara limitative mengenai alasan kasasi. Majelis hakim Mahkamah Agung dalam hal ini tidak melihat lebih jauh mengenai ada tidaknya konstruksi hukum yang dilakukan oleh penuntut umum dalam mengajukan alasan kasasinya, meskipun konstruksi hukum yang dilakukan oleh penuntut umum belum tentu tepat sebagai alasan kasasi yang dapat diperiksa. Namun, meskipun hanya mendasarkan pada hukum positif bukan berarti pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung tersebut salah. Karena pada dasarnya kembali lagi pada sistem pembuktian yang dianut di Indonesia yang selain berdasarkan hukum secara positif juga harus
commit to user 81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
menggunakan keyakinannya sendiri, demi memenuhi tujuan keadilan dari hukum itu sendiri. Pasal 254 KUHAP menyatakan bahwa : “Dalam hal Mahkamah Agung memeriksa permohonan kasasi karena telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245, Pasal 246, dan Pasal 247, mengenai hukumnya Mahkamah Agung dapat memutus menolak atau mengabulkan permohonan kasasi”. Berdasarkan bunyi Pasal 254 tersebut dapat diartikan
bahwa keyakinan hakimpun tidak terkecuali hakim
Mahkamah Agung, harus tetap berdasarkan pada peraturan hukum positif. Sebagai contoh adalah ketentuann Pasal 254 KUHAP tersebut. Pertimbangan lain yang dikemukakan majelis hakim Mahkamah Agung dalam putusannya atas permohonan kasasi penuntut umum dalam perkara penghunian rumah tidak sah yaitu, bahwa berdasarkan alasanalasan yang diuraikan oleh penuntut umum lagi pula tidak ternyata, bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Jaksa/Penuntut Umum tersebut harus ditolak. Kewenangan hakim di tingkat kasasi terbatas sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Ketika alasan-alasan kasasi yang diajukan tidak termasuk dalam kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP tersebut maka sudah barang tentu majelis hakim ditingkat kasasi akan memutus menolak permohonan kasasi tersebut, demikian juga yang terjadi pada permohonan kasasi penuntut umum dalam perkara penghunian rumah tidak sah tersebut. Menurut majelis hakim Mahkamah Agung putusan dilepas dari segala tuntutan hukum dalam perkara penghunian rumah tidak sah tersebut tidak bertentangan dengan hukum artinya sudah sejalan dengan hukum yang berlaku, hal ini berarti tidak memenuhi ketentuan yang menjadi kewenangan
hakim
di
tingkat
kasasi,
tidak
ada
yang
perlu
dipermasalahkan lagi karena tidak ada peraturan hukum yang tidak diterapkan, tidak ada cara mengadili yang tidak dilaksanakan menurut
commit to user 82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
ketentuan Undang-Undang dan juga judex factie tidak melampaui batas kewenangannya, sehingga tidak ada alasan untuk hakim ditingkat kasasi untuk menerima permohonan kasasi penuntut umum atas putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah tersebut. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, akhirnya Mahkamah Agung memberikan putusan yang pokoknya sebagai berikut : a. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : jaksa/ penuntut umum pada kejaksaan negeri jepara tersebut ; b. Membebankan biaya perkara dalam semua tingkat peradilan kepada Negara. Apabila terdapat ketidakpuasan atas putusan Mahkamah Agung tersebut, para pihak seharusnya
dapat dewasa dalam menyikapinya
dengan jalur hukum yang tersedia. Putusan Mahkamah Agung sejatinya dihormati dengan pelaksanaan. Namun sepanjang masih tersedia upaya hukum dan apabila diperlukan, maka kreativitas yudisial (judicial creativity) berdasar hukum perlu ditempuh oleh para pihak yang merasa dirugikan dalam membuka jalur yang buntu. Begitu pula dengan para hakim, dengan pertimbangan di atas seharusnya tidak perlu ragu melakukan aktivitas yudisial (judicial activism) seandainya bermaksud untuk meluruskan kembali putusan tersebut berdasarkan keadilan dan hati nuraninya. Upaya hukum peninjauan kembali ke Mahkamah Agung atau menguji konstitusionalitas dan penafsiran Pasal 205 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 ke Mahkamah Konstitusi, mungkin saja menjadi alternatif jalur solusi hukum yang dapat diambil. Hanya saja yang perlu dipahami adalah ketika jalur hukum yang tersedia telah habis (exhausted), maka para pihak, suka tidak suka, mau tidak mau,harus tunduk dan patuh serta menghormati pada apapun putusannya.
commit to user 83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan kajian yang telah dilakukan serta dalam rangka membahas pokok permasalahan mengenai konstruksi hukum penuntut umum sebagai alasan pengajuan kasasi terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah, yang telah diuraikan sebelumnya maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan yang sekiranya dapat memberikan jawaban terhadap pokok permasalahan dalam penulisan hukum (skripsi) ini. Adapun kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Terdapat beberapa alasan kasasi yang diajukan oleh jaksa penuntut umum pada kejaksaan negeri jepara dalam permohonan kasasinya atas putusan dilepas dari segala tuntutan hukum Pengadilan Negeri Jepara dalam perkara penghunian rumah tidak sah, dimana di dalam alasanalasan tersebut penuntut umum melakukan suatu konstruksi hukum sebagai alasan kasasinya, yaitu : a. Dalam alasan yang pertama yang menyatakan bahwa dalam perkara ini telah terbukti adanya perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan tersebut disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu (pemidanaan), dengan demikian perbuatan pidana adalah suatu perbuatan (phisik) dan akibat, alasan tersebut lebih didasarkan pada fakta hasil pemeriksaan. Jaksa penuntut umum telah memperluas maksa Pasal 253 ayat (1) KUHAP, dimana perluasan/penghalusan hukum yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum kejaksaan negeri Jepara tersebut justru mempersempit lingkup berlaku suatu peraturan perundang-undangan (bersifat restriktif), dalam hal ini adalah ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP.
commit to user 84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
b. Dalam alasan yang kedua, ketiga dan keempat yaitu : 1) bahwa Majelis Hakim telah keliru menafsirkan sebutan unsur tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, sehingga tidak menerapkan atau menerapkan peraturan hukum pembuktian tidak sebagaimana mestinya; 2) bahwa
Majelis
Hakim
hukum/melaksanakan
telah
hukum
salah
dalam
penerapan
pembuktian/KUHAP
tidak
sebagaimana mestinya; 3) Bahwa terdapat fakta hukum/fakta yuridis bahwa Mejelis Hakim dalam putusannya tidak menerapkan atau menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya, yang semakin membuktikan jika para Terdakwa secara bersama-sama telah melakukan penghunian rumah oleh bukan milik hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik. Alasan-alasan tersebut lebih condong pada pokok perkara dimana penuntut umum telah melakukan keberatan atas penilaian hasil pembuktian yang dilakukan oleh judex factie. Konstruksi hukum sebagaimana dilakukan penuntut umum sebagai alasan kasasinya tersebut tidak termasuk dalam kewenangan Mahkamah Agung untuk memeriksa permohonan kasasi yang diajukan tersebut. 2. Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam menjatuhkan putusan atas pengajuan kasasi jaksa penuntut umum terhadap putusan dilepas dari segala tuntutan hukum dalam perkara penghunian rumah tidak sah yaitu : a. Bahwa keberatan yang diajukan oleh penuntut umum tidak dapat dibenarkan, oleh karena keberatan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, keberatan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi;
commit to user 85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
b. bahwa berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan oleh penuntut umum tidak ternyata, bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Jaksa/Penuntut Umum tersebut harus ditolak.
B. Saran 1. Aparat Kejaksaan harus meningkatkan profesionalisme dalam tugas, terutama dalam mengajukan permohonan kasasi meskipun dilakukan konstruksi hukum dalam alasan kasasinya, harus tetap memperhatikan ketentuan mengenai pengajuan permohonan kasasi yang berlaku, sehingga permohonan kasasinya dapat diterima oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung. 2. Majelis Hakim Mahkamah Agung selain harus memperhatikan dan mendasarkan putusannya pada ketentuan peraturan hukum positif, juga harus menggunakan hati nuraninya serta memperhatikan manakala ada alasan kasasi diluar ketentuan Undang-Undang tetapi merupakan perluasan arti dari Undang-Undang tersebut. Meskipun alasan tersebut tidak menjadikan alasan bagi majelis hakim kasasi untuk menerima permohonan kasasi yang diajukan.
commit to user 86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
DAFTAR PUSTAKA Anggara. Jenis-jenis Putusan Final dalam Pengadilan Pidana. http://blogindonesia.com/blog-archive-1171-487.html, (diakses pada pukul 11.10 WIB tanggal 22 september 2010 di Surakarta). Dansur. Peranan Hakim dalam Penemuan Hukum . http://www.blogster.com/dansur/, (diakses pada pukul 10.40 WIB tanggal 30 september 2010 di Surakarta). Direktur HRD Hotel Sultan Lepas dari Jerat Hukum. http://www.hukumonline.com/berita /direktur-hrd-hotel-sultan-lepas-darijerat-hukum, (diakses pada pukul 11.20 WIB tanggal 22 september 2010 di Surakarta). Ginati Ayuningtyas. 2010. “Analisis Yuridis Pembatalan Surat Dakwaan oleh Hakim dalam Perkara Pencabulan terhadap Anak Dibawah Umur karena Pengaduan Dilakukan oleh Orang yang Tidak Berhak (studi putusan mahkamah agung ri nomor: 180 k/pid/1988)”. Penulisan Hukum (Skripsi). Universitas Sebelas Maret Surakarta. Harmen van der Wilt. 2008. “ Genocide v. War Crimes in the Brussel Court of Appeal ”. Journal International Criminal Justice. Vol. 6, No.3. Harun M. Husein. 1992. Kasasi sebagai Upaya Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. J.C.T Simorangkir, dkk. 2000. Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Jawa Timur : Banyumedia Publishing. John Z. Loudoe. 1985. Menemukan Hukum Melalui Tafsir dan Fakta. Jakarta: PT. Bina Aksara. Kejaksaan Republik Indonesia. Pengertian kejaksaan. http://www.kejaksaan.go.id/tentang_kejaksaan.php?id=1, (diakses pada pukul 13.30 WIB tanggal 3 november 2010 di Surakarta). Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Kitab Undangi Undang Hukum Pidana. Lilik Mulyadi. 2000. Tindak Pidana Korupsi. Bandung: PT. Citra Adtya Bakti. Mahkamah Agung. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan. http://pn-ungaran.go.id/pidana-kasasi.html. (Diakses pada pukul 06.30 WIB tanggal 26 Februari 2011 di Surakarta).
commit to user 87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
Mohammad aldyan. Penafsiran dan Konstruksi Hukum, http://masyarakathukum.blogspot.com/2008/03/, (diakses pada pukul 10.40 WIB tanggal 27 september 2010 di Surakarta). Morris L. Cohen. 1995. Sinopsis Penelitian Hukum. Jakarata: PT. Raja Grafindo Persada. M. Yahya Harahap. 1987. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Pustaka Kartini. Nanda Eko Dinata. Upaya Hukum. http://www.scribd.com/doc/24038776/T2Acara-Pidana, (diakses pada pukul 14.00 tanggal 8 November 2010). Pan Mohammad Faiz. 2009. “Keterbukaan Informasi Persidangan“.Jurnal Hukum jentera.edisi 18 November. Pan Mohammad Faiz. 2010. “Reformasi Hukum dan Sinergitas antar Lembaga Negara: Mencegah Ketidakpercayaan Rakyat Terhadap Simbol-simbol Negara“.Jurnal Hukum jentera.edisi 31 Januari. Pembangunan hukum Indonesia. http://riana.tblog.com/post/, (diakses pada pukul 11.10 WIB tanggal 22 september 2010 di Surakarta). Penghunian rumah tanpa alas hak. http://mylegalofficer.wordpress.com/category/, (diakses pada pukul 13.30 tanggal 8 November 2010 di Surakarta). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah oleh Bukan Pemilik. Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Cetakan pertama. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. ----------------------------- 2006. Penelitian Hukum. Cetakan Kedua. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Pius Tri Wahyudi. 2010. Penataan dan Pengelolaan Perumahan dan Permukiman. Diktat Mata Kuliah Hukum perumahan : Surakarta Putusan Pengadilan Negeri Jepara No.217/pid.B/2006/PN.Jpr R. Subekti. 2007. Hukum Pembuktian. Cetakan Keenambelas. Jakarta: PT. Pradya Paramita.
commit to user 88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
Shabtai Rosenne. 2007. ” Mannelli and Others Case : Italian Court of Cassation, Criminal Section I, Judgment of 20 July 1949, no. 914 ”. Journal International Criminal Justice. Vol.5, No.1. Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo. 1993. Bab-bab tentang Penemuan Hukum. Bandung: PT. Citra Adya Bakti. Upaya Hukum. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/pdf, (diakses pada pukul 11.05 WIB tanggal 4 November 2010 di Surakarta). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara pidana. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonensia. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
commit to user 89