Peningkatan Kinerja UPT RS Paru Batu Dalam Pelaksanaan Program P2TB (Pengendalian Penyakit Tuberkulosa) Nama Inovasi Peningkatan Kinerja UPT RS Paru Batu Dalam Pelaksanaan Program P2TB (Pengendalian Penyakit Tuberkulosa) Produk Inovasi Optimalisasi Manajemen Sumber Daya dan Potensi Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosa Melalui Revitalisasi Jejaring Kerja Guna Mewujudkan Efektivitas dan Efisiensi Organisasi Penggagas dr. Tries Anggraini, M.Kes Kelompok Inovator Provinsi / Kabupaten / Kota Gambar Ilustrasi
1/5
Deskripsi
2/5
Penanggulangan Tuberkulosis merupakan program nasional yang harus dilaksanakan di seluruh Unit Pelayanan Kesehatan termasuk rumah sakit. Khusus bagi pelayanan pasisen tuberkulosis di rumah sakit dilaksanakan dengan strategi Directly Observed Treatment, Short Course (DOTS). Hal tersebut memerlukan pengelolaan yang lebih spesifik, karena dibutuhkan kedisiplinan dalam penerapan semua kebijakan/standar prosedur operasional ditetapkan. Di samping, perlu adanya koordinasi antar unit pelayanan dalam bentuk jejaring serta penerapan standar diagnosa dan terapi yang benar. Dukungan yang kuat dari jajaran direksi rumah sakit berupa komitmen dalam pengelolaan sangat penting. Sukses dalam pelayanan TB bukan saja akan meningkatkan angka kesembuhan pasien, tetapi juga mencegah terjadinya akibat lebih lanjut berupa Multi Drug Resistant (MDR) atau Extreme Drug Resistant (XDR) TB. "Sukses dalam pelayanan TB bukan saja akan meningkatkan angka kesembuhan pasien, tetapi juga mencegah terjadinya akibat lebih lanjut berupa Multi Drug Resistant (MDR) atau Extreme Drug Resistant (XDR) TB." Survei yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik pada bulan Juli 2009 menunjukkan bahwa tingkat pencapaian pelayanan pasien TB dengan strategi DOTS di rumah sakit masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah tingkat komitmen jajaran direksi di rumah sakit yang belum terwujud dan belum dipenuhinya berbagai faktor yang dibutuhkan lagi bagi keberhasilan penerapan pelayanan TB di rumah sakit. Jenis pelayanan di RS Paru Batu dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok besar yaitu Pelayanan Paru dan Pelayanan Non Paru, dengan masing-masing pelayanan meliputi rawat jalan dan rawat inap. Tetapi tenaga spesialis paru masih belum memenuhi standar karena spesialis paru yang tersedia baru 1 (satu) orang dan dokter subspesialis bedah TKV belum tersedia. Beberapa permasalahan dalam kinerja RS Paru Batu dalam program pencegahan dan pemberantasan TB, antara lain: belum optimalnya dukungan RS dalam program P2TB di wilayah binaan RS Paru Batu sesuai SK Kadinkes Provinsi, kebijakan direktur atau Kepala RS terkait pelayanan pasien TB dan operasionalisasi tim TB-HIV belum ada, kedudukan program P2TB dalam struktur organisasi tidak jelas, koordinasi dan jejaring dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan RS lainnya belum berjalan optimal, koordinasi antar unit terkait internal RS (jejaring internal) belum optimal, pelaksanaan pelayanan pemeriksanaan sputum SPS untuk penderita suspect TB belum sesuai standar dan masih belum tersedianya tempat/prasarana/fasilitas mengeluarkan dahak bagi pasien suspect TB. Stakeholders yang terlibat terdiri dari stakeholder internal : a. Tim TB-DOTS, Ka IRJA, Ka IGD, Ka IRNA, Ka Instalasi Laboratorium, Ka Instalasi Farmasi, Ka Instalasi PKMRS, Ka Instalasi Radiologi, Kasubbag TU. b. Bertugas merevieu SPO pelayanan pasien TB dan suspect TB dan menyusun SPO yang belum ada. c. Melakukan sosialisasi SPO pelayanan pasien TB dan suspect TB pada tenaga kesehatan terkait. d. Memberi masukan tentang rancang desain tempat mengeluarkan dahak agar sesuai dengan standar. e. Memberi masukan dan melakukan pengawasan teknikal terhadap pembangunan sarana mengeluarkan dahak penderita suspect TB dan penderita TB. f. Bersama tim dari Dinas Kesehatan Provinsi melakukan pembinaan program dengan tata kelola penderita, mekanisme rujukan balik. g. Membuat laporan dan dokumentasi pelaksanaan kegiatan. Stakeholder eksternal terdiri dari: a. Pasien dan keluarganya yang aktif mengambil bagian dalam proses pemeriksaan dan pengobatan sesuai standar yang berlaku. b. Dinas Kesehatan Prov Jawa Timur yang berperan memberikan bantuan dan dukungan pada saat pelaksanaan kegiatan pelatihan, penyusunan SPO, pelatihan pembekalan Tim Pembinaan RS, serta memfasilitasi pelaksanaan advokasi dan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota Wilayah binaan (jejaring eksternal). c. Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota yang berperan memastikan pasien dari wilayahnya dapat meneruskan pengobatan di puskesmas terdekat, serta membangun, memfasilitasi, dan melakukan komunikasi dengan puskesmas dan RS Paru Batu. d. Bappeda dan BPKAD yang berperan membuat garis kebijakan terkait perencanaan penggunaan keuangan daerah, termasuk pendapatan fungsional RS. e. Lab/UPF Paru RSUD Saiful Anwar dan Kepala UPT RS Paru Surabaya dan Jember yang berperan sebagai narasumber untuk mendapatkan masukan pembanding tentang pelaksanaan program P2TB di RS tersebut. Jenis Inovasi Proses Nama Instansi Provinsi Jawa Timur Unit Instansi
3/5
UPT RS Paru Batu Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun Inisiasi 2014 Tahun Implementasi 2014 Faktor Pendorong Faktor-faktor yang menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan program ini antara lain: 1. Adanya kebijakan yang mendukung penderita suspect TB; 2. Adanya dukungan anggaran untuk pembiayaan pelayanan one day pasien suspect TB; 3. Adanya sosialisasi terkait standar pelayanan penderita suspect TB; 4. Adanya advokasi dari dinas terkait. Faktor Penghambat Faktor penghambat dalam program ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: 1. Faktor Internal: a. Pengaturan jadwal untuk menghadiri kegiatan-kegiatan pertemuan atau pelatihan tersebut yang kerap berbenturan dengan kegiatan pelayanan, kegiatan rapat di tingkat Provinsi, maupun juga karena volume pekerjaan di bagian administrasi sedang meningkat untuk menyelesaikan target-target kegiatan akhir tahun; b. Keterbatan jumlah tenaga administrasi dalam pendokumentasian dan penyusunan laporan kegiatan; c. Belum jelasnya status Wasor RS selama beberapa tahun ini sehingga menyebabkan pengelolaan kegiatan di RS menjadi mengambang, terkesan tarik ulur kepentingan antara wasor lama dengan petugas RR yang sudah aktif mengelola selama ini; d. Keterbatasan jumlah dokter spesialis Paru di RS hanya satu orang menyebabkan pelaksanaan program belum bisa optimal; e. Kesibukan di pelayanan karena tindakan-tindakan di OK Paru yang meningkat, menyebabkan terjadi gangguan pada saat dilaksanakan proses pembelajaran (pada saat pelatihan), pertemuan dan rapat; f. Ketiadaan tempat mengeluarkan dahak bagi pasien suspek yang berasal dari Instalasi Rawat Jalan. 2. Faktor Eksternal: Kesibukan yang cukup padat dari stakeholder di Provinsi, sehingga menyebabkan pelaksanaan kegiatan terkesan dipaksakan. Tahapan Proses Tahapan dalam pelaksanaan program perubahan ini adalah sebagai berikut: 1. Koordinasi, konsultasi dan advokasi kepada stakeholder internal dan berbagai pihak terkait misal: Dinas Kesehatan Provinsi Jatim, BPKAD, Bappeda Provinsi Jatim, Tim TB-HIV dan Tim TB-DOTS. 2. Sosialisasi SOP Pelayanan dan SK Kepala RS tentang standar pelayanan dan kebijakan pelayanan one day care pasien suspek TB. 3. On the Job Training (Pembekalan) program bagi Tim RS. 4. Koordinasi dan evaluasi program P2TB Dinkes Kabupaten/Kota wilayah binaan. 5. Pembangunan sarana tempat mengeluarkan dahak penderita TB paru. 6. Pengadaan alat pemeriksaan CD4 bagi pasien TB-HIV. 7. Pelaksanaan pelayanan one day care bagi pasien suspek TB. 8. Penatalaksaaan pasien suspect TB dan pasien TB Paru sesuai dengan SOP. 9. Koordinasi dan evaluasi berkelanjutan mengenai pelayanan prima di RS terutama terkait program P2TB. Manfaat Manfaat program perubahan bagi masyarakat Rumah Sakit yang terdiri dari karyawan RS, pasien dan pendampingnya (keluarga dan pengantar), mengetahui dan memahami alur dan prosedur yang jelas akan tatalaksana pelayanan TB di RS, sehingga mendapatkan kepastian akan pelayanan yang harus diberikan (bagi karyawan RS) dan pelayanan yang akan diterima (pasien dan keluarga/ pendampingnya) baik di instalasi rawat jalan maupun instalasi rawat inap Paru dan Instalasi Penunjang.
4/5
Kinerja yang telah dicapai dalam pelaksanaan program perubahan : 1. Terbentuknya Kebijakan Pelayanan One Day Care bagi Penderita Suspect TB yang baru yang berasal/ beralamat diluar Kota Batu; 2. Terlaksananya pelayanan pasien TB di masing-masing unit sesuai dengan standar; 3. Terlaksananya sosialisasi SPO pelayanan pasien TB bagi tenaga perawat, farmasi dan laboratorium; 4. Tersedianya anggaran untuk pembiayaan pelayanan one day care pasien suspect TB; 5. Tersedianya anggaran untuk pembangunan sarana/tempat mengeluarkan dahak sesuai standar bagi pasien suspect TB; 6. Terlaksananya pemeriksaan sputum SPS sesuai standar pada pasien suspect TB yang baru; 7. Terbentuknya Tim Pembinaan Program P2TB RS Paru Batu bagi Kabupaten/Kota binaan; 8. Terlaksananya OJT dan pembekalan bagi Tim Supervisi/Pembinaan; 9. Terlaksananya Advokasi ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wilayah binaan. Prasyarat Replikasi Program ini dapat direplikasi di tempat lain dengan prasyarak sebagai berikut. 1. Komitmen dari seluruh jajaran pimpinan dari level pemimpin daerah sampai pimpinan RS terkait untuk selalu memberikan pelayanan prima. 2. Koordinasi dengan RS lain di tingkat Kabupaten/Kota untuk selalu menjaga komitmen untuk meningkatkan pelayanan pada penderita TB. 3. Kesadaran secara internal dari seluruh pegawai RS tanpa terkecuali untuk meingkatkan pelayanan kepada penderita TB dan keluarganya. Kontak Person Kontak implementator: RS Paru Batu Provinsi Jawa Timur Jl. A. Yani No.10–13 Batu Telp. (0341) 591036, Fax. (0341) 596898 Sumber Dokumen proyek perubahan Diklatpim & verifikasi Instrumen Direktori Inovasi lewat email Teknik Validasi Data Sekunder Jumlah Dilihat 398 Kali Waktu Dibuat 2016-02-18 22:35:45 Terakhir Diubah
Waktu Diunduh 2017-01-29 00:21:42
5/5 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)