169
PENGARUH KOMPETENSI DAN SELF-LEADERSHIP TERHADAP KINERJA PETUGAS PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS (P2TB) PUSKESMAS DI KABUPATEN JEMBER INFLUENCE OF COMPETENCE AND SELF-LEADERSHIP ON THE PERFORMANCE OF TUBERCULOSIS CONTROL PROGRAM OFFICER IN JEMBER HEALTH CENTERS Dinta Rahmawaty, Thinni Nurul Rochmah Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Tuberculosis (TB) was the most prevalent disease in Public Health Center in Jember District during 20112013. However, both Case Detection Rate (CDR) coverage and number of Public Health Centers that meet the CDR target was decreased. This study aimed to analyze the influence of competence and self-leadership on the performance of the Tuberculosis Control Program officer or called P2TB officer in Jember Health Centers. This study was an observational analytic and cross sectional design. Research conducted by interview and observation supported to 44 P2TB officers and Public Health Center’s heads who were determined by simple random sampling method. The independent variables are competence and self-leadership while the dependent variable is performance. Based on the results, it was known that competence (p= 0,000; β= 0,582) and selfleadership (p= 0,000; β= 0,415) significantly influence the performance of P2TB officers. Most influential variable is the competence of the value of β= 0,582. This suggests that P2TB Officer should pay more attention to increase competence and self-leadership, such as for self-observation and self-reward. Head of Public Health Center should assist P2TB Officer by monitoring and evaluating them. Jember District Health Office should maximize validation activity as a medium to improve their knowledge and skills. Keywords: competence, performance, self-leadership, Tuberculosis Control Program
PENDAHULUAN
TB. Hal ini dikarenakan penderita TB yang tidak
Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang
terdeteksi tentu tidak terjaring pengobatan oleh
tergolong infeksi saluran nafas atas dan disebabkan
puskesmas
sehingga
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosa. Penyakit
menularkan
penyakitnya
TB menjadi jenis penyakit terbanyak yang ditemukan
Cakupan CDR TB Kabupaten Jember dalam tiga
di Puskesmas Kabupaten Jember selama tahun
tahun terakhir ini menunjukkan penurunan. Pada
2011-2013 berdasarkan data dari Profil Dinas
tahun 2011 cakupan CDR mencapai 90,60%, tetapi
Kesehatan
Program
menurun di bawah target 85% pada tahun 2012
pengendalian TB saat ini menjadi salah satu
menjadi 81,35% dan terus menurun menuju angka
program yang diprioritaskan oleh Dinas Kesehatan
78,5% di tahun 2013 (Dinas Kesehatan Kabupaten
Kabupaten Jember. Dalam perjalanannya, masih
Jember, 2014).
Kabupaten
Jember.
banyak puskesmas yang mengalami kesulitan dalam
Selain
itu,
sangat
mungkin
kepada
terdapat
orang
penurunan
untuk lain.
jumlah
meningkatkan angka penemuan kasus yang disebut
puskesmas yang mencapai target CDR. Pada tahun
Case Detection Rate (CDR) TB.
2011, terdapat 21 Puskesmas yang memenuhi
Pencapaian
CDR
<100%
menggambarkan
target CDR. Namun, pada tahun 2012 dan 2013
bahwa di suatu daerah masih terdapat banyak
terjadi
penurunan
jumlah
penderita TB yang tidak terdeteksi sehingga akan
memenuhi target CDR, yaitu hanya terdapat 16
berpengaruh terhadap kesuksesan pemberantasan
puskesmas dari 49 puskesmas
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
puskesmas
yang
di Kabupaten
170
Jember
(Dinas Kesehatan Kabupaten Jember,
2014).
terbawa melalui droplet ke dalam alveolus paru dan tertelan oleh alveolar makrofag (Orme, 2014).
Penurunan yang ditunjukkan data mengenai
Dalam menanggulangi penyebaran penyakit
pencapaian cakupan CDR di Kabupaten Jember dan
TB, Indonesia menerapkan strategi DOTS seperti
penurunan jumlah Puskesmas yang memenuhi
yang dianjurkan oleh WHO. Strategi ini sangat
target CDR menunjukkan adanya penurunan kinerja
efisien dan efektif dengan memaksimalkan fungsi
di
di
pelayanan kesehatan dasar. Strategi DOTS dapat
Kabupaten Jember dalam hal penemuan kasus TB
menghemat biaya program TB sampai dengan US$
BTA positif. Penurunan kinerja ini dapat disebabkan
55 selama 20 tahun (Kementrian Kesehatan RI,
beberapa hal, seperti kurangnya kompetensi dan
2009). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Self-leadership
RI
sebagian
besar
Puskesmas
Petugas
P2TB
yang
ada
Puskesmas
di
Nomor
364/MENKES/SK/V/2009
Kabupaten Jember. Penelitian oleh Sutrisno (2010)
Pedoman
menunjukkan kinerja Petugas P2TB Kabupaten
komitmen politis, pemeriksaan dahak mikroskopis
Jember cenderung rendah. Selain itu, terdapat pula
yang terjamin mutunya, pengobatan jangka pendek
variabel
yang standar bagi semua kasus TB, jaminan
dominan
yang
mempengaruhi
kinerja
Penanggulangan
tentang
ketersediaan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
pencatatan dan pelaporan yang baik serta kinerja
faktor kompetensi dan self-leadership terhadap
program
kinerja petugas P2TB puskesmas di Kabupaten
komponen kunci strategi DOTS.
secara
bermutu
keseluruhan
dengan
(TB),
petugas TB, yaitu pengetahuan, motivasi dan usia.
Jember.
OAT
Tuberkulosis
merupakan
sistem
lima
Angka penemuan kasus TB atau yang lebih
PUSTAKA
dikenal
dengan
Case
Detection
Rate
(CDR)
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular
menggambarkan cakupan penemuan pasien baru
yang disebabkan oleh suatu bakteri tahan asam,
TB BTA (+) pada suatu wilayah. CDR didapatkan
yaitu Mycobacterium tuberculosis. 80% penyakit TB
dari persentase jumlah penderita baru TB BTA (+)
merupakan kasus TB paru dan 20% lainnya
yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah pasien
merupakan TB ekstrapulmonar. Sepertiga penduduk
baru BTA (+) yang diperkirakan ada dalam suatu
dunia
wilayah. Secara lebih jelas, perbandingan ini akan
diperkirakan
pernah
terkena
infeksi
Mycobacterium tuberculosis (Djojodibroto, 2009).
ditunjukkan pada rumus berikut:
Paparan singkat TB tidak selalu mengakibatkan
CDR= Jumlah pasien baru TB BTA Positif x 100% Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA Positif
infeksi. Umumnya, seseorang terinfeksi TB apabila memiliki kontak berulang dengan penderita yang
Unjuk
kerja merupakan
hasil kerja
yang
belum terdeteksi sebagai penderita TB (Asih & dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang Effendy, 2004). Infeksi disebabkan oleh masuknya ditampilkan
sesuai
dengan
bakteri Mycobacterium tuberculosis di udara yang
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
perannya
dalam
171
organisasi (Hariandja & Hardiwati, 2007). Menurut
diperoleh manajer yang tidak kompeten dan tidak
Gibson et al. (2012), kinerja dipengaruhi oleh faktor
disukai karyawan. Penelitian ini menunjukkan bahwa
lingkungan dan faktor individu. Faktor lingkungan
kompetensi
yang dimaksud dapat berupa faktor organisasi dan
mempengaruhi kinerja.
faktor lingkungan lain. Faktor individu dibagi lagi berdasarkan faktor individu dan faktor psikologis. Penilaian
kinerja
(performance
appraisal)
merupakan
hal
yang
sangat
Hasil penelitian yang lain oleh Sulistiawan (2013), ditunjukkan bahwa kompetensi merupakan variabel
dominan
yang
mempengaruhi
kinerja
merupakan suatu kegiatan evaluasi individu dalam
Petugas TB Paru di wilayah kerja Dinas Kesehatan
organisasi untuk mencapai keputusan mengenai
Kota Binjai. Artinya, apabila terjadi peningkatan
sumber daya secara obyektif (Robbins & Coulter,
kompetensi dalam hal ini mencakup peningkatan
1999). Dengan
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang baik
adanya
evaluasi,
maka dapat
ditentukan apakah individu telah berkinerja baik atau
maka kinerja Petugas P2TB juga akan meningkat. Self-leadership
buruk sehingga dapat diketahui langkah yang akan dilakukan
organisasi
dalam
meningkatkan
produktivitas.
suatu
usaha
mempengaruhi diri sendiri untuk dapat mengerahkan diri lebih agar dapat bekerja dengan lebih baik
Kompetensi masukan
merupakan
dapat
kinerja
didefinisikan
seseorang
yang
sebagai
(Manz & Sims, 2011). Manz dan Neck (2004)
akan
menjelaskan enam aspek dalam self-leadership.
mempengaruhi seseorang dalam bekerja melalui
Aspek
perilaku
mengontrol sendiri kemajuan pekerjaan dan memiliki
kerjanya
Kompetensi
serta
mencakup
hasil
pekerjaannya.
pengetahuan
terhadap
pertama
adalah
self-observation,
yaitu
kesadaran terhadap kinerja. Aspek kedua adalah
pekerjaan, ketrampilan dan kemampuan. Ruang
self-goal-setting,
lingkup kompetensi juga bisa dijelaskan dalam dua
spesifik setiap tugas. Aspek ketiga adalah self-cue-
istilah, yaitu hard skill yang bersifat teknis dan dapat
modification, yaitu menggunakan alat bantu, seperti
lebih mudah dipelajari serta soft skill atau soft
membuat jadwal atau agenda untuk mengingatkan
competencies yang sifatnya lebih penting akan tetapi
berbagai tugas yang penting. Aspek keempat adalah
cukup sulit untuk digali. (Shields, 2007).
self-reward, yaitu mempengaruhi diri untuk bekerja
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan
lebih
baik
yaitu
dengan
mengatur
sendiri
memberikan
hadiah
tujuan
atau
Kehn (2012) menyebutkan bahwa manajer dengan
penghargaaan bagi diri sendiri baik secara fisik
hasil evaluasi kinerja tertinggi diperoleh manajer
maupun mental.
yang kompeten dan disukai karyawan, kemudian
punishment, yaitu memperbaiki perilaku yang salah
diikuti oleh manajer yang kompeten namun tidak
atau buruk melalui perasaan bersalah ketika gagal
disukai karyawan, lalu di peringkat ketiga terdapat
melakukan pekerjaan dengan baik serta. Aspek
manajer
keenam
karyawan
yang
tidak
kompeten
dan
hasil
evaluasi
namun kinerja
disukai terburuk
adalah
menghindari
Aspek
kelima
self-rehearsal,
kesalahan
saat
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
adalah self-
yaitu
berusaha
bekerja
sehingga
172
melakukan latihan atau mempersiapkan segala
dilakukan dengan bantuan program statistik pada
sesuatu yang dibutuhkan untuk bekerja.
komputer menggunakan uji regresi linier berganda.
METODE
HASIL DAN PEMBAHASAN
cross
Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja Petugas P2TB Puskesmas di Kabupaten Jember Kompetensi petugas P2TB yang dinilai meliputi
sectional. Populasi penelitian adalah semua petugas
tingkat pendidikan terakhir, tingkat pengetahuan,
P2TB di seluruh Puskesmas Kabupaten Jember,
partisipasi dalam pelatihan dan sikap kerja petugas
yaitu 49 petugas. Responden penelitian adalah 44
P2TB Puskesmas. Berdasarkan penelitian yang
petugas P2TB beserta kepala Puskesmas yang
dilakukan, apabila total nilai kompetensi dan kinerja
ditentukan
random
dikategorikan menjadi tingkat rendah, sedang dan
sampling. Penelitian dilakukan pada bulan Januari–
tinggi serta dilakukan tabulasi silang, maka hasilnya
Juni 2014 dengan waktu pengambilan data di
dapat terlihat seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1
lapangan pada bulan Mei-Juni 2014. Analisis data
berikut ini.
Penelitian observasional
Tabel 1
ini
merupakan
analitik
dengan
dengan
metode
penelitian
desain
simple
Persentase Petugas P2TB Puskesmas di Kabupaten Jember berdasarkan Tingkat Kompetensi Rendah, Sedang dan Tinggi Kompetensi
Kinerja Petugas Sedang
Rendah
Tinggi
Total
Rendah
0%
0%
0%
0%
Sedang Tinggi
0% 0%
9,1% 43,2%
0% 47,7%
9,1% 90,9%
Total Hasil uji regresi: (p)= 0,00; Beta (β)= 0,582
0%
52,3%
47,7%
100%
*Uji regresi ini menggunakan α= 0,05 Berdasarkan hasil dalam Tabel 1 tersebut,
yang menjadi inti organisasi dan soft skill adalah
maka dapat diketahui bahwa kompetensi Petugas
ketrampilan yang mengarah pada perilaku (Rao,
P2TB Puskesmas di Kabupaten Jember relatif tinggi.
2010). Hard skill Petugas P2TB Puskesmas di
Selain itu terlihat kecenderungan bahwa petugas
Kabupaten Jember sudah cukup baik. Dalam
dengan kompetensi yang semakin tinggi, maka
penelitian ini, hard skill yang dinilai pada petugas
kinerjanya juga akan semakin tinggi. Persentase
adalah tingkat pendidikan.
petugas P2TB yang memiliki kompetensi tinggi dan
Selain itu, tingkat kompetensi yang cenderung
berkinerja tinggi lebih banyak daripada petugas
tinggi ini mungkin disebabkan adanya pelatihan
P2TB yang memiliki kompetensi sedang. Bahkan,
mendukung
semua petugas P2TB dengan kinerja tinggi memiliki
ketrampilan (soft skill) Petugas P2TB dari Dinas
kompetensi yang tinggi pula.
Kesehatan Kabupaten Jember dan keikutsertaan
Menurut
Shields
(2007),
ruang
lingkup
petugas
yang
peningkatan
menjadi
pengetahuan
petugas
P2TB
dan
dalam
kompetensi adalah hard skill dan soft skill. Hard skill
pelatihan tersebut serta sikap kerja yang baik dari
terkait dengan persyaratan teknis atau administratif
petugas P2TB itu sendiri.
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
173
Selain itu, juga terdapat teori Miller’s Pyramid
Hasil uji regresi menunjukkan nilai (p)= 0,00 yang
berarti
signifikan
kompetensi
terhadap
Puskesmas
di
berpengaruh
kinerja
Kabupaten
petugas Jember.
secara
yang mengidentifikasi kinerja sebagai produk dari
P2TB
kompetensi, khususnya pada tenaga kesehatan
Variabel
(Miller,
1990).
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
independen disebut berpengaruh signifikan apabila
kompetensi memang mempengaruhi kinerja. Apabila
memiliki signifikansi (p) <0,05. Kompetensi petugas
kompetensi seorang Petugas P2TB mencukupi
memiliki besar pengaruh (β) 0,582 yang berarti
untuk melaksanakan tugas, baik dari segi hard skill
variabel ini memberikan pengaruh yang positif
maupun soft skillnya, maka hal ini akan menjadi
sehingga apabila kompetensi Petugas P2TB tinggi,
modal dalam melaksanakan pekerjaan sehingga
maka kinerjanya juga akan tinggi. Nilai 0,582
kinerja Petugas P2TB tersebut pun menjadi baik.
menunjukkan besar pengaruh, yaitu 58,2% kinerja
Untuk
meningkatkan
kompetensi,
petugas
Petugas P2TB Puskesmas di Kabupaten Jember
dapat berusaha dengan senantiasa memperbaharui
dipengaruhi oleh kompetensi, sedangkan sisanya
informasi atau pengetahuan terkait pengendalian TB
dipengaruhi faktor lain.
serta melakukan sharing dengan sesama Petugas
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ismail dan
Abidin
yang
Kepala
Puskesmas.
Program
pengendalian TB merupakan kegiatan yang cukup
kompetensi karyawan memberikan pengaruh yang
kompleks dan berkaitan dengan berbagai aspek.
signifikan pada kinerja karyawan tersebut. Hasil
Oleh karena itu, untuk mencapai kinerja yang tinggi,
penelitian juga senada penelitian oleh Sulistiawan
petugas harus meningkatkan berbagai pengetahuan
(2013),
dan ketrampilan.
menyebutkan
menyatakan
atau
bahwa
yang
(2010)
P2TB
bahwa
kompetensi
merupakan variabel dominan yang mempengaruhi
Dalam kegiatan penjaringan suspek TB saja,
kinerja Petugas TB Paru di wilayah kerja Dinas
petugas
P2TB
Kesehatan Kota Binjai.
penyuluhan
yang
harus
mampu
memberikan
jelas
tentang
TB
kepada
Hasil penelitian yang lain oleh Kehn (2012)
masyarakat agar mereka lebih peka apabila ada
menyebutkan bahwa manajer dengan hasil evaluasi
suspek atau gejala TB dan bersedia melaporkan
kinerja tertinggi diperoleh manajer yang kompeten
kasus ke Puskesmas. Selain itu, banyak petugas
dan disukai karyawan, kemudian diikuti oleh manajer
yang
yang kompeten namun tidak disukai karyawan, lalu
samping
di peringkat ketiga terdapat manajer yang tidak
penderita TB dapat menghentikan pengobatan
kompeten namun disukai karyawan dan hasil
akibat adanya efek samping tersebut.
evaluasi kinerja terburuk diperoleh manajer yang tidak
kompeten
Penelitian
ini
dan
tidak
menunjukkan
disukai bahwa
belum
memahami
pengobatan
betul
TB.
mengenai
Padahal
efek
seringkali
Upaya peningkatan kompetensi ini sebaiknya
karyawan.
juga didukung oleh kepala Puskesmas dan Dinas
kompetensi
Kesehatan Kabupaten Jember dengan memberikan
merupakan hal yang sangat mempengaruhi kinerja.
fasilitas
pelatihan
atau
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
meningkatkan
sharing
174
dengan petugas P2TB. Sharing diperlukan untuk
Pengaruh
membantu
Petugas P2TB Puskesmas di Kabupaten Jember
petugas
untuk
menemukan
Self-Leadership
terhadap
Kinerja
kegiatan
Self-Leadership adalah kemampuan petugas
pengendalian TB. Sehingga, Petugas tidak hanya
untuk memimpin diri sendiri yang ditunjukkan
terpaku
sesuai
dengan adanya self-observation, self-goal-setting,
Standar Prosedur Operasional, tetapi lebih aktif dan
self cue-modification, self-reward, self-punishment,
kreatif dalam upaya pengendalian TB.
dan self rehearsal. Berdasarkan penelitian yang
permasalahan
dalam
dan
solusi
pelaksanaan
dalam
pekerjaan
Selain itu, adanya kegiatan validitas yang rutin
dilakukan, apabila total nilai self-leadership dan
diadakan di Kabupaten Jember sebaiknya lebih
kinerja dikategorikan menjadi tingkat rendah, sedang
dimaksimalkan untuk meningkatkan pengetahuan
dan tinggi serta dilakukan tabulasi silang, maka
dan kemampuan Petugas P2TB, seperti dengan
hasilnya dapat terlihat seperti yang ditunjukkan pada
review materi terkait pengendalian TB maupun
Tabel 2 berikut ini.
pelatihan kecil, misalnya untuk penyuluhan atau sharing bagaimana menyusun target pekerjaan. Tabel 2
Persentase Petugas P2TB Puskesmas di Kabupaten Jember berdasarkan Tingkat Self-Leadership Rendah, Sedang dan Tinggi
Self-Leadership
Kinerja Petugas Sedang
Rendah
Tinggi
Total
Rendah
0%
0%
0%
0%
Sedang Tinggi
0% 0%
20,5% 31,8%
2,2% 45,5%
22,7% 77,3%
Total
0%
52,3%
47,7%
100%
Hasil uji regresi: (p)= 0,00; Beta (β)= 0,415 *Uji regresi ini menggunakan α= 0,05
Berdasarkan Tabel 2 di atas, maka dapat diketahui bahwa tingkat self-leadership Petugas
cenderung berkinerja tinggi daripada berkinerja sedang.
P2TB Puskesmas di Kabupaten Jember relatif tinggi. Dalam
Tabel
kecenderungan leadership,
2
tersebut
bahwa
maka
akan
terlihat
semakin semakin
adanya
Charles C. Manz dan Neck (2004) menjelaskan enam aspek dalam self_leadership. Dalam penelitian
tinggi
self-
ini,
tinggi
pula
observation dengan cara memeriksa ulang hasil
diketahui
dan
responden
menerapkan
kinerjanya. Persentase petugas P2TB yang memiliki
pekerjaan
self-leadership tinggi dan berkinerja tinggi lebih
Responden menerapkan self-goal-setting dengan
banyak daripada petugas P2TB yang memiliki self-
cara
leadership sedang. Selain itu, persentase petugas
pekerjaan.
P2TB yang memiliki self-leadership tinggi pun
modification
memiliki
menyadari
target
dalam
Selanjutnya, adalah
kemampuan
self-
menyelesaikan
penerapan
dengan
diri.
cara
self-cuemembuat
pengingat jadwal kegiatan, self-reward dengan cara
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
175
menyediakan waktu rekreasi atau relaksasi setelah
dengan kepemimpinan diri yang rendah cenderung
mengerjakan tugas yang berat, self-punishment
memiliki kinerja rendah dan sebaliknya.
dengan cara memperbaiki kesalahan serta self-
Hal ini menunjukkan bahwa self-leadership
rehearsal dengan cara mempersiapkan peralatan
yang terdiri dari unsur self-observation, self-goal-
dalam bekerja.
setting,
Nilai yang cenderung sedang dan tinggi pada
self
cue-modification,
self-reward,
self-
punishment, dan self rehearsal (practice) dapat
variabel ini menunjukkan bahwa Petugas P2TB
memicu kinerja
Puskesmas
telah
Kabupaten Jember. Meskipun petugas merasa
self-leadership
pekerjaan yang dilakukan kurang menyenangkan
dengan baik, walaupun 22,8% responden masih
atau dirasakan memiliki resiko tinggi, namun apabila
berada dalam kategori sedang. Hal ini disebabkan
petugas secara seimbang melaksanakan berbagai
ada beberapa komponen self-leadership yang belum
unsur dalam self-leadership tersebut, maka hasil
dilakukan, seperti mengenai self-reward yang masih
kerjanya akan tetap baik.
melaksanakan
di
Kabupaten
komponen
dalam
Jember
jarang diperhatikan oleh Petugas P2TB Puskesmas
Berbagai meningkatkan
di Kabupaten Jember.
Petugas P2TB Puskesmas di
cara
dapat
self-leadership
dilakukan
untuk
petugas
P2TB
Berdasarkan Tabel 2 di atas diketahui bahwa
Puskemas dengan memperhatikan komponen yang
self-leadership mempengaruhi kinerja Petugas P2TB
telah disebutkan dalam teori. Sebagai contoh, untuk
Puskesmas di Kabupaten Jember secara signifikan.
meningkatkan
Selanjutnya, self-leadership berpengaruh signifikan
sebaiknya selalu memeriksa kembali pekerjaan,
terhadap kinerja dengan besar pengaruh (β) 0,415.
seperti
Hal ini memberikan makna bahwa 41,5% kinerja
pencatatan TB. Selain itu, self-goal-setting juga
petugas P2TB Puskesmas di Kabupaten Jember
diperlukan dan dapat dilakukan bersama dengan
dipengaruhi oleh self-leadership, sedangkan 58,5%
self-cue-modification seperti dengan menetapkan
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain termasuk pula
target
kompetensi dan variabel lain yang tidak diteliti dalam
selama ini sebagian besar petugas hanya mengikuti
penelitian ini.
target pengumpulan laporan triwulan yang memang
self-observation,
kelengkapan
menyelesaikan
maka
pengisian
setiap
petugas
formulir
pekerjaan
dalam
karena
Menurut Manz dan Sims (2011), strategi self-
sudah ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
leadership yang diterapkan dalam bekerja dapat
Jember. Hanya ada beberapa petugas yang memiliki
meningkatkan kinerja, bahkan untuk pekerjaan yang
timeline dan target sendiri dalam pekerjaan.
sulit dan tidak menyenangkan. Hal ini juga didukung oleh
hasil
menunjukkan
penelitian bahwa
Rahayu kinerja
(2013) Puskesmas
Self-reward
juga
belum
diperhatikan
oleh
yang
petugas P2TB. Padahal memberikan penghargaan
di
bagi diri sendiri dalam pekerjaan juga cukup penting
Kabupaten Jember dipengaruhi oleh tingkat Self-
untuk
menghilangkan
kejenuhan
Leadership Kepala Puskesmas. Kepala Puskesmas
semangat saat akan bekerja kembali. Self-reward
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
dan
memacu
176
dapat berupa barang maupun istirahat atau rekreasi
Berdasarkan
kesimpulan
Petugas
P2TB
ditentukan
self-punishment dan self-rehearsal sudah cukup
sebaiknya meningkatkan kinerja individu, dengan
diperhatikan oleh petugas P2TB Puskesmas di
meningkatkan
Kabupaten Jember.
Selanjutnya, kepala Puskesmas juga sebaiknya
SIMPULAN
memacu Petugas P2TB untuk bekerja lebih baik penelitian
self-leadership
dan
kompetensi.
mengenai
serta melakukan monitoring dan evaluasi. Dinas
pengaruh kompetensi dan self-leadership terhadap
Kesehatan Kabupaten Jember sebaiknya juga dapat
kinerja Petugas P2TB Puskesmas di Kabupaten
memberikan
Jember, dapat disimpulkan bahwa petugas P2TB di
Petugas P2TB untuk dapat mengikuti pelatihan
Kabupaten Jember memiliki tingkat kompetensi dan
untuk P2TB. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat
self-leadership yang relatif tinggi. Selain itu, faktor
melanjutkan penelitian ini secara lebih luas atau
kompetensi
lebih
signifikan
hasil
saran.
dapat
sesuai yang ditentukan sendiri. Sedangkan, untuk
Berdasarkan
beberapa
tersebut,
dan
self-leadership
terhadap
kinerja
berpengaruh
petugas
kesempatan
mendalam
untuk
yang
lebih
memperkaya
kepada
kajian
P2TB
penelitian, khususnya dalam bidang pengembangan
Puskesmas di Kabupaten Jember, namun faktor yan
sumber daya manusia dan Program Pengendalian
lebih memberikan pengaruh adalah kompetensi.
Tuberkulosis.
DAFTAR PUSTAKA Asih, N.G.Y. & Effendy, C., 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: EGC. Departemen Kesehatan RI, 2011. Pedoman Nasional Pengendalian TB. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, 2012. Profil Kesehatan Kabupaten Jember tahun 2011. Jember: Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Jember tahun 2012. Jember: Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Jember tahun 2013. Jember: Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. Djojodibroto, D., 2009. Respirologi: Respiratory Medicine. Jakarta: EGC. Gibson, J.L., James H. Donnelly, J., Ivancevich, J.M. & Konopaske, R., 2012. Organizations. New York: McGraw-Hill. Hariandja, M.T.E. & Hardiwati, Y., 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian dan Peningkatan Produktivitas Pegawai. Jakarta: PT Grasindo. Ismail, R. & Abidin, S.Z., 2010. Impact of Workers Competence on Their Performance in the Malaysian Private Service Sector. Business and Economic Horizons, 2(2), pp.25-36. Kehn, C., 2012. The Effect of Competence, Likeability, and Sex on Performance Evaluations of Managers. Tesis. San Jose: San Jose State University.
Kementrian Kesehatan RI, 2009. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 364/MENKES/SK/V/2009 tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB). Kuntoro, 2011. Metode Statistik. Surabaya: Pustaka Melati. Manz, C.C. & Neck, C.P., 2004. Mastering selfleadership: Empowering Yourself for Personal Excellence. Edisi kedua. New York: Prentice Hall. Manz, C.C. & Sims, H.P., 2011. The New Superleadership: Leading Others to Lead Themselves. California: Berrett-Koehler Publications. Miller, G.E., 1990. The Assessment of Clinical Skills/Competence/Performance. Journal of the Association of American Medical Colleges, 65(9), pp.S63-67. Orme, I.M., 2014. A New Unifying Theory of The Pathogenesis of Tuberculosis. Elsevier, 94(1), pp.8-14. Prussia, G.E., Anderson, J.S. & Manz, C.C., 1998. Self-leadership and performance outcomes: The mediating influence of self-efficacy. Journal of Organizational Behavior, 19, pp.523-38. Rahayu, E.S.E., 2013. Analisis Pengaruh Pengembangan Kepemimpinan Diri (SelfLeadership Development) Kepala Puskesmas terhadap Kinerja Puskesmas. Tesis. Surabaya: Universitas Airlangga. Rao, M.S., 2010. Soft Skills: Enhancing Employability : Connecting Campus with Corporate. New Delhi: I. K. International Publishing House Pvt. Ltd.
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
177
Robbins, S.P. & Coulter, M., 1999. Management. New Jersey: Prentice Hall Inc. Shields, J., 2007. Managing Employee Performance and Reward: Concepts, Practices, Strategies. Port Melbourne: Cambridge University Press. Sulistiawan, B., 2013. Pengaruh Koordinasi dan Kompetensi Pengelola Program terhadap Kinerja Pengelola Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara. Sutrisno, 2010. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Petugas Tuberkulosis Puskesmas di Kabupaten Jember. Tesis. Surabaya: Universitas Airlangga. World Health Organization, 2013. World Health Statistics. Laporan Tahunan. Geneva: WHO Press.
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014