PENGUKURAN RIAP DIAMETER RATA-RATA TAHUNAN POHON SUNGKAI (Peronema canescens Jack ) PADA UMUR 23 TAHUN DI AREAL HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
Oleh : LA JANI NIM. 120500012
PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015
PENGUKURAN RIAP DIAMETER RATA-RATA TAHUNAN POHON SUNGKAI (Peronema canescens Jack ) PADA UMUR 23 TAHUN DI AREAL HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
Oleh : LA JANI NIM. 120500012
PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015
PENGUKURAN RIAP DIAMETER RATA-RATA TAHUNAN POHON SUNGKAI (Peronema canescens Jack ) PADA UMUR 23 TAHUN DI AREAL HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
Oleh : LA JANI NIM. 120500012
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
: Pengukuran Riap Diameter Rata-Rata Tahunan Pohon Sungkai (Penorema canescens Jack) Pada Umur 23 Tahun di Areal HutanTanaman Industri (HTI) Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Nama Mahasiswa
: La Jani
NIM
: 120 500 012
Program Studi
: Pengelolaan Hutan
Jurusan
: Manajemen Pertanian
Pembimbing,
Penguji I,
Penguji II,
Ir. Herijanto Thamrin, MP NIP.19621107 198903 1 015
Ir. H. M. Yusri, MP NIP. 19630328 198903 1 005
Ir. Hasanudin, MP NIP. 19630805 198903 1 005
Menyetujui, Ketua Program Studi Pengelolaan Hutan
Agustina Murniyati S.Hut, MP NIP. 19720803 199802 2 001
Lulus ujian pada tanggal :
Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
Ir. M. Masrudy , MP NIP. 19600805 198803 1 003
ABSTRAK
LA JANI. Pengukuran Riap Diameter Rata-Rata Tahunan Pohon Sungkai Penorema canescens Jack) Pada Umur 23 Tahun di Areal Politeknik Pertanian Negeri Samarinda (Dibawah bimbingan Herijanto Thamrin). Mengingat begitu pentingnya peran hutan bagi lingkungan hidup maka keberadaan hutan harus mendapat perhatian yang lebih serius. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan penduduk terus meningkat dalam setiap tahunnya, sehingga perlu diimbangi dengan adanya upaya peningkatan intensifikasi pengelolaan hutan produksi secara berkesinambungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui rata-rata pertumbuhan diameter tanaman Sungkai pada umur 23 tahun di areal HTI Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini sebagai bahan informasi kepada pihak yang terkait dan sebagai bahan pengelolaan ke depan. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 1 (satu) bulan terhitung sejak 27 Juli sampai dengan 25 Agustus 2015, mulai penyusunan laporan hingga penyusunan laporan akhir. Obyek penelitian adalah tanaman sungkai yang berumur 23 tahun sebanyak 157 pohon. Data yang diambil adalah diameter pohon. Data yang diperoleh diolah dengan metode statistik sederhana dan untuk mengetahui rata-rata pertumbuhannya digunakan rumus MAI. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : nilai diameter terkecil tanaman sungkai yang didapatkan adalah 6,5 cm dan rata-rata terbesarnya adalah 34,7 cm dengan ratarata diameter 15,83 cm memiliki keragaman pertumbuhan yang sangat besar serta riap rata-rata diameter adalah 0,68 cm, termasuk kedalam kategori rendah. Dengan ini perlunya pemeliharaan lanjutan sehingga dapat meningkatkan potensi tegakan ke depannya dan selanjutnya informasi ini menjadi dasar pengelolaan ke depan. Kata kunci : Pengukuran diameter, pertumbuhan dan riap, tanaman sungkai
RIWAYAT HIDUP
LA JANI, lahir pada tanggal 05 April 1987 di Kelurahan Awainulu, Lingkungan Bay makmur, Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Merupakan anak pertama dari
empat bersaudara pasangan Bapak
Junaidin dan Ibu Wa Riamu. Tahun 1995 memulai pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 022 Laburunci yang sekarang berganti SD Negeri 1 Awainulu, Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara dan lulus pada tahun 2001. Kemudian, di tahun yang sama melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Pasarwajo hingga lulus pada tahun 2004. Selanjutnya melanjutkan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMA) Negeri 1 Pasarwajo dan lulus pada tahun 2007. Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 2012 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Program Studi Manajemen Hutan. Pada tanggal 08 Maret 2015 sampai dengan 5 April 2015 mengikuti Praktek Kerja Lapang di PT. Inhutani I UMH Kunyit wilayah Tarakan Kecamatan Sebuku Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara.
KATA PENGANTAR
Assalam alaikum warohmatullahi wabarohkhatuh Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Kajian ini sebagai syarat untuk memperoleh sebutan Ahli Madya pada program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Keberhasilan dan kelancaran penyusunan karya ilmiah ini juga tidak terlepas dari peran serta dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua dan keluarga yang telah banyak memberikan dukungan baik moril maupun materi kepada penulis. 2. Bapak Ir. Herijanto Thamrin, MP selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak arahan dan bimbingan kepada penulis. 3. Bapak Ir. H. M. Yusri, MP selaku dosen penguji I 4. Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku dosen penguji II sekaligus selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 5. Ibu Agustina Murniyati S.Hut, MP selaku Ketua Progam Studi Manajemen Hutan. 6. Bapak Ir. M. Masrudy, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian. 7. Seluruh staf dosen dan teknisi Program Studi Manajemen Hutan yang telah banyak membagikan ilmunya selama perkuliahan. 8. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2012 yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. Penulis menyadari dalam penyusunan Karya Ilmiah ini masih terdapat kekurangan, namun penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.
Penulis
Kampus Sei Keledang, September 2015
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................... i DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii DAFTAR TABEL.............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... v I.
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
II.
TINJAUAN PUSTAK A …………………………………………….. ......... 3 A. Tijauan Umum Lokasi Penelitian ...………………………………........... 3 B. Pengertian Pengukuran Diameter ......................................................... 3 C. Pertumbuhan ………………………………………………………. ......... 10 D. Riap ....................................................................................................... 14 E. Tinjauan Umum Tentang Sungkai......................................................... 16
III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 20 A. Tempat dan Waktu .............................................................................. 20 B. Alat dan Bahan…………………………………… ................................. 20 C. Prosedur Kerja ………………………………………………. ........... 21 D. Pengolahan data ……….….……………………………………… ........ 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………….. ......... 24 A. Hasil ……………………………………………………………….......... 24 B. Pembahasan …………………………………...................................... 25 V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 28 A. Kesimpulan........................................................................................... 28 B. Saran .................................................................................................... 28 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Kelas Diameter dari 157 pohon
............................................................. 24
2.
Rekapitulasi Nilai Statistik Diameter Pohon Sungkai ............................ 24
3.
Tally shet Total Diameter Tanaman Sungkai di Lapangan ..................... 30
iii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Diameter .................................................................................. .............. 4
2.
Phiband ..................................................................................................... 21
3.
Diagram Sebaran Diameter pohon .......................................................... 25
4.
Lokasi Penelitian di Lokasi HTI Politeknik Pertanian Negeri Samarinda ..................................................................................... 33
5.
Pengukuran Diameter ............................................................................... 33
6.
Pengambilan Data .................................................................................... 34
iv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Tally shet Hasil Pengukuran Diameter.................................................. 30 2. Perhitungan Hasil Standar Deviasi (Sd) dan MAI................................. 31 3. Dokumentasi Pengambilan Data di Lokasi Penelitian .......................... 33
v
1
BAB I PENDAHULUAN Peran hutan bagi kehidupan sangatlah penting, mengingat begitu pentingnya peran hutan bagi lingkungan hidup, maka keberadaan hutan harus mendapat
perhatian
yang
sungguh-sungguh.
Hal
tersebut
dikarenakan
pertumbuhan penduduk terus menerus meningkat sehingga keberadaan hutan perlu diimbangi dengan adanya peningkatan intensifikasi pengelolaan hutan khususnya untuk hutan produksi. Hutan mempunyai manfaat yang diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjaga stabilitas dan kelangsungan hidup manusia. Manfaat hutan secara langsung adalah menghasilkan kayu yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, serta hasil hutan ikutan antara lain rotan, getah, buah-buahan, madu dan lain-lain. Adapun manfaat hutan secara tidak langsung antara lain : mengatur tata air, mencegah terjadinya erosi, memberikan manfaat bagi kesehatan, memberikan rasa keindahan, memberikan manfaat bagi disektor pariwisata, menampung tenaga kerja, dan menambah devisa Negara. Di dalam Agenda 21 Konferensi Tingkat Tinggi di Rio de jeneiro pada tahun 1992 disebutkan manfaat hutan sebagai paru-paru dunia. Kebutuhan kayu dewasa ini semakin mendesak, baik kayu untuk pertukangan atau bahan baku industri lainnya. Meningkatnya kebutuhan kayu seiring dengan bertambahnya penduduk setiap tahun. Peningkatan kebutuhan ini harus diimbangi dengan tersedianya produksi kayu yang mencukupi dengan memperhatikan keseimbangan alam. Untuk mengatasi hal tersebut salah satu alternatif pemecahannya yaitu dengan pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI).
2
Pembangunan HTI bertujuan menunjang pembangunan industri hasil hutan dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah dan devisa, meningkatkan produksivitas lahan dan kualitas lingkungan hidup, serta memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha (Khaerudin, 1994) Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui riap rata-rata tahunan diameter tanaman Sungkai pada umur 23 tahun di areal HTI Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi kepada pihak terkait sebagai bahan pertimbangan pengelolaan tanaman sungkai ke depan.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan umum Lokasi Penelitian
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda adalah satu – satunya Politeknik di Indonesia yang program studinya Kehutanan.
Untuk menunjang dan
memperlancar kegiatan proses belajar mengajar baik teori maupun praktek Politeknik Pertanian Negeri Samarinda mempunyai areal percontohan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Pada areal HTI tersebut terdapat berbagai jenis
tanaman kehutanan baik yang tumbuh secara alami maupun yang sengaja di tanam. Jenis tanaman kehutanan yang di areal HTI setempat di antaranya adalah jenis sungkai (P. canescens JACK). Tanaman sungkai (P. canescens JACK) ditanam
di areal Hutan
Tanaman Industri (HTI) Politeknik Pertanian Negeri Samarinda pada luasan 0,75 Ha dengan jarak 3 x 3 meter ditanam berkelompok pada kelerengan yang berbeda pada bulan September 1992 (Upay, 1997). B. Pengukuran Diameter Diameter atau keliling merupakan salah satu dimensi batang (pohon) yang sangat menentukan luas penampang lintang batang pohon saat berdiri atau berupa
kayu
bulat.
Pengukuran
diameter
pohon
merupakan pengukuran panjang garis antara dua titik
pada
dasarnya
pada garis lingkaran
batang pohon yang melalui titik pusat lingkaran batang pohon tersebut Seperti pada gambar berikut ini :
4
A
B
Gambar 1. Diameter Lingkaran batang merupakan panjang garis busur yang melingkar pada batang. Pengukuran diameter atau keliling batang setinggi dada dari permukaan tanah disepakati, tetapi setinggi dada untuk setiap bangsa punya kesepakatan masing-masing yang disesuaikan dengan tinggi rata-rata dada masyarakat bangsa itu Setinggi dada untuk pengukuran kayu berdiri di Indonesia disepakati setinggi 1,30 meter dari permukaan tanah. Diameter merupakan dimensi pohon yang sangat penting dalam pendugaan potensi pohon dan tegakan. Data diameter diperlukan antara lain untuk : penentuan lbds pohon dan tegakan, penentuan volume pohon dan tegakan, pengaturan penebangan dengan batas diameter tertentu (misal : dalam TPTI minimal 50 cm), serta untuk mengetahui struktur tegakan. Untuk keseragaman pengukuran, telah ditetapkan ketentuan pengukuran diameter pohon antara lain sebagai berikut : 1.
Kondisi Pohon Berdiri Ketentuan pengukuran diameter atau keliling setinggi 1,3 meter didasarkan untuk pohon berdiri tegak pada permukaan tanah yang relatif datar jika pohon berdiri miring, maka letak pengukurannya dilakukan pada miring batang di sebelah atasnya setinggi 1,30 meter dari permukaan tanah. Sedangkan untuk pohon berdiri tegak pada permukaan tanah yang cukup
5
miring (lereng), diameter diukur pada ketinggian 1,3 meter ditanah miring bagian atas. 2. Kondisi Pohon Berbanir Jika batas ujung banir (bub) kurang dari 110 cm, maka pengukuran dilakukan setinggi 1,30 meter dari permukaan tanah. Jika batas ujung banir (bub) tepat setinggi 110 cm, maka pengukurannya (lbd) ditambah 20 cm di atas banir. Jadi lbd-nya setinggi 1,30 meter dari permukaan tanah. 3. Bentuk batang (batang cacat) Jika setinggi 110 cm melebihi bbc, maka letak pengukurannya (lbd) setinggi (bac+20 cm). jika bbc lebih tinggi dari 110 cm, maka letak pengukurannya setinggi (bbc-20 cm) jika bagian tengah cacat lebih kurang setinggi 1,30 meter dari permukaan tanah maka pengukurannya dilakukan setinggi bbc (lbd2) dan bac (lbd 1). Sehingga hasil ukurannya (diameter atau keliling) adalah ukuran (lpd1 + lpd2)/2. 4. Batang Bercabang atau Menggarpu Jika tinggi percabangan melebihi 130 cm, maka pengukuran dilakukan tetap setinggi 1,30 m dari permukaan tanah. Jika tinggi kurang dari 1,10 m, maka lpd-nya dilakukan pada kedua batang setinggi 1,30 m. 5. Pohon lahan basah (rawa, payau) Untuk jenis Bruguiera spp yang dijadikan awal pengukuran bukan dari permukaan tanah, tetapi pada bagian akarnya. Letak pengukurannya setinggi 1,30 meter. untuk jenis Ceriops spp yang dijadikan awal pengukuran pada bagian akar yang berbatasan dengan air. Di samping bagian-bagian akar yang berupa banir, maka di tinjau dulu berapa tinggi banir tersebut. Jika tinggi banir tersebut kurang dari 1,30 meter maka letak pengukuran 1,30 m, dari
6
batas bagian akar yang kena air. Untuk jenis Rhizophora spp dilakukan pengukuran setinggi 20 cm dari ujung bagian akar teratas. Menurut Endang (1990) dalam Nuryadin (2008), menyatakan ada beberapa faktor standar mengukur diameter pohon, yaitu : a. Bagi pohon berdiri, diameter diukur pada ketinggian 1,3 m di atas tanah. b. Bagi pohon banir berdiri, diameter diukur pada ketinggian 20 m di atas banir. c. Bagi pohon berdiri yang bercabang adalah sebagai berikut : 1) Ketinggian cabang di atas 1,3 m diukur pada ketinggian 1,3 m. 2) Ketinggian cabang kurang dari 1,3 cm diukur pada ketinggian 1 m dari letak cabang ( pohon di anggap dua ). 3) Ketinggian cabang tepat sama 1,3 m diukur agak ke bawah dari cabang kurang lebih 10 cm ( pohon dianggap satu ). d. Untuk pohon berdiri pada tanah miring, diameter diukur pada ketinggian 1,3 m dari bagian tanah miring keatas. e. Untuk pohon menggembung pada ketinggian
1,3 m diukur pada
ketinggian 10 – 20 cm di atas bagian tepi yang menggembung. f.
Untuk pohon miring, diameter diukur pada ketinggian 1,3 m searah pohon.
g. Untuk pohon rebah, letak pengukuran diameter ini tergantung dari kebutuhan bisa di pangkal, tengah atau ujung batang. Menurut Djiun (1976) yang dikutip oleh Nuryadin (2008) menyatakan bahwa, dalam pengukuran diameter pohon hendaknya dilakukan pada ketinggian yang sama di atas tanah, biasanya di pakai ukuran setinggi dada atau tempat yang dikehendaki.
7
Lebih lanjut menurut Anonim (1997), bahwa tempat pengukuran pohon berbeda-beda letaknya tergantung pada keadaan lingkungan (topografi dan bentuk pohon) untuk pohon berdiri.
Posisi atau letak pengukuran sangat
diperlukan agar dapat sama dan seragam dalam pengukurannya.
Diameter
pohon dapat juga diukur pada puncak tunggak, namun mengingat bentuk tunggak biasanya tidak seragam dan hasil pengukuran yang diperoleh tidak optimal, maka cara ini tidak dapat dipakai seterusnya sehingga perlu diganti dengan sistem setinggi dada, yaitu 4,5 kaki atau 1,3 m di atas permukaan tanah atau 20 cm di atas banir. Dibidang kehutanan pengukuran diameter umumnya pada batang pohon, bagian pohon yang dipotong dan cabang.Pengukuran diameter ini penting di kehutanan karena merupakan dimensi yang dapat langsung diukur dan dari padanya kita dapat menentukan luas penampang melintang pohon/luas bidang dasar serta volume pohon. Diameter
batang
adalah
dimensi
pohon
yang
paling
mudah
diperoleh/diukur terutama pada pohon bagian bawah. Tetapi oleh karena bentuk batang yang pada umumnya semakin mengecil ke ujung atas (taper), maka dari sebuah pohon akan dapat diperoleh tak hingga banyaknya nilai diameter batang sesuai banyaknya titik dari pangkal batang hingga ke ujung batang. Oleh karena itulah perlu ditetapkan letak pengukuran diameter batang yang akan menjadi ciri karakteristik sebuah pohon. Atas dasar itu ditetapkanlah diameter setinggi dada atau dbh (diameter at breast height) sebagai standar pengukuran diameter batang. Sekurangnya ada tiga alasan mengapa diameter diukur pada ketinggian setinggi dada :
8
(1)
Alasan kepraktisan dan kenyamanan saat mengukur, yaitu pengukuran mudah dilakukan tanpa harus membungkuk atau berjingkat ;
(2)
Pada kebanyakan jenis pohon ketinggian setinggi dada bebas dari pengaruh banir ;
(3)
Dbh pada umumnya memiliki hubungan yang cukup erat dengan peubahpeubah (dimensi) pohon lainnya. Selain mudah diperoleh/diukur, Dbh juga merupakan dimensi pohon yang
akurasi datanya paling mudah dikontrol. Oleh karena itulah dbh lebih sering digunakan sebagai peubah penduga dimensi-dimensi pohon lainnya. Dalam praktek pengukuran Dbh, ketinggian setinggi dada ternyata terdapat perbedaan di antara beberapa negara : 1. Negara dengan pengukuran sistem metrik, dbh = 1,30 m di atas permukaan tanah (dat). 2. USA dan Kanada, dbh = 4 ft 6 in = 1,37 m dat. 3. Inggeris dan beberapa negara persemakmuran (pengukuran sistem British), dbh = 4 ft 3 in = 1,29 m dat. 4. Jepang, dbh = 4 ft 1,2 in = 1,25 m dat. Selain untuk keperluan pendugaan dimensi pohon lainnya, diameter setinggi dada (dbh) biasanya diukur sebagai dasar untuk keperluan perhitungan lebih lanjut, misalnya untuk menentukan luas bidang dasar, dan volume. Luas bidang dasar pohon (B = lbds) adalah luas penampang lintang batang, sehingga dapat dinyatakan sebagai : B = ¼.p.D² ; di mana D = dbh. Selanjutnya perkalian antara luas bidang dasar pohon dengan tinggi pohonnya (H) kemudian dikalikan lagi dengan nilai faktor bentuk (f), maka akan diperoleh volume (V) batang pohon tersebut, yang dapat diformulasikan sebagai : V = B.H.f.
9
Dalam pengukuran pohon diasumsikan pohon berbentuk lingkaran. Diameter pohon tepat diatas tanah belum dianggap labil bentuknya oleh karena ada banir akar, sehingga untuk pengukuran diameter pohon telah disepakati IUFRO (International Uniform Forest Research organitation) pada tahun 1959 telah menetapkan pengukuran diameter pohon adalah pada diameter setinggi 4.5 feat (1,3 m) di atas tanah yang selanjutnya diameter ini disebut dbh (diameter beast high) atau diameter setinggi dada . Ketentuan lain tentang diameter selain dbh (diameter beast high) adalah : a. Diameter tengah dari tinggi total b. Diameter 0,1 dari tinggi total c. Diameter setinggi 6 meter. Salah satu pengukuran diameter yang mempunyai korelasi kuat dengan karakteristik pohon yang lain seperti : tinggi pohon, lebar tajuk, tinggi batang bebas cabang, tebal kutil, produksi kayu dan volume. Pengukuran kayu di luar jawa biasanya diukur tanpa kulit (dib/diameter inside bark) sedang di jawa dengan kulit (dob/diameter outside bark). Alat ukur yang dapat mengukur diameter secara langsung yaitu Phiband dengan cara melingkarkan alat tersebut pada keliling pohon. Dalam mengukur diameter yang lazim dipilih yaitu diameter setinggi dada, sebab pengukuran mudah dilakukan dan mempunyai konversi yang kuat dengan parameter pohon yang penting lainnya, seperti luas bidang dasar dan volume batang (Endang, 1990). Dalam pengamatan ini alat ukur yang digunakan untuk pengukuran adalah Phiband, yaitu alat ukur diameter yang mencantumkan angka konversi besaran yang langsung menunjukkan nilai besaran diameter dalam sentimeter.
10
C. Pertumbuhan Yang paling umum, pertumbuhan berarti pertambahan ukuran. Karena organisme multisel, tumbuh dari zigot, pertambahan itu bukan hanya dalam volume, tapi juga dalam bobot, jumlah sel, banyaknya protoplasma, dan tingkat kerumitan. Pada banyak kajian, pertumbuhan perlu diukur. Teorinya, semua ciri pertumbuhan yang disebutkan tadi bisa diukur, tapi ada dua macam pengukuran yang lazim digunakan untuk mengukur
pertambahan volume dan massa.
Pertambahan volume (ukuran) ditentukan dengan cara mengukur perbesaran ke satu atau dua arah,seperti panjang (misalnya, tinggi batang), diameter (misalnya, diameter batang), atau luas (misalnya, luas daun). Pertumbuhan merupakan suatu proses yang kompleks pada setiap bagian tanaman yang berhubungan satu sama lain.
Pada Umumnya
pertumbuhan tanaman dapat dilihat dari tambah tumbuh dari parameter ukur tinggi pohon dan diameter batang dalam batasan satuan waktu. Pertumbuhan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor tempat tumbuh seperti: kerapatan tegakan, karakteristik umur tegakan, faktor iklim (temperatur, presipitasi, kecepatan angin dan kelembaban udara), serta faktor tanah (sifat fisik, komposisi bahan kimia, dan komponen mikrobiologi tanah). Diameter merupakan salah satu dimensi pohon yang paling sering digunakan sebagai parameter pertumbuhan. Pertumbuhan diameter dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Pertumbuhan diameter berlangsung apabila keperluan hasil fotosintesis untuk respirasi, penggantian daun, pertumbuhan akar dan tinggi telah terpenuhi. Pertumbuhan tinggi pohon dipengaruhi oleh perbedaan kecepatan pembentukan dedaunan yang sangat sensitif terhadap kualitas tempat tumbuh.Setidaknya terdapat tiga faktor lingkungan dan satu faktor genetik
11
(intern) yang sangat nyata berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi yaitu kandungan nutrien mineral tanah, kelembaban tanah, cahaya matahari, serta keseimbangan sifat genetik antara pertumbuhan tinggi dan diameter suatu pohon (Davis and Jhonson, 1987). Soekotjo (1976), menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman disebabkan oleh faktor genetik yang bersifat tetap dan faktor lingkungan yang selalu berubah-ubah. Faktor pertama biasanya disebut faktor dalam (internal), sedangkan faktor kedua disebut faktor luar (eksternal).
Kedua faktor pertumbuhan ini secara
bersama-sama sangat efektif mempengaruhi kehidupan suatu masyarakat tumbuhan. Lebih lanjut Soekotjo (1976), mengatakan bahwa faktor tempat tumbuh dibagi menjadi empat golongan yakni: 1. Faktor klimatis, yaitu faktor yang berhubungan erat dengan keadaan atmosfir (iklim, curah hujan dan kelembaban), termasuk semua faktor yang ada hubungannya dengan atmosfir yang mempengaruhi kehidupan suatu tanaman 2. Faktor edafis, yaitu faktor yang berhubungan dengan keadaan tanah 3. Faktor fisiografis, yaitu keadaan yang menentukan bentuk dan struktur permukaan bumi 4. Faktor botanis, yaitu faktor yang berhubungan dengan pengaruh faktor genetis. Soekotjo (1979), menyatakan bahwa tempat tumbuh hanya berbeda dengan alam vegetasi yang dihasilkan, namun berbeda juga dengan faktor iklim, tanah dan faktor lainnya. Semua faktor ini menyebabkan perbedaan-perbedaan didalam vegetasi yang tumbuh pada bermacam-macam tempat tumbuh.
12
Tumbuhan untuk dapat tumbuh secara optimal memerlukan hal-hal yang menunjang, menurut Danaatmaja (1989), hal yang menunjang tersebut yaitu : a. Faktor genetik (internal) Faktor genetik ini adalah gen atau sifat bawaan yang di turunkan dari induknya seperti kecepatan tumbuh, bentuk tajuk, banyaknya cabang dan lain-lain. Disini termaksud juga kematangan biji atau buah, sebagai sifat bawaan hal ini bersifat internal. b. Faktor lingkungan (eksternal) Tumbuhan-tumbuhan tumbuh teratur dibawah pengaruh lingkungan hidup yang terutama ditentukan oleh faktor iklim, tempat tumbuh dan bentuk serta letak lapangan (relief). Menurut Abidin (1984) yang dikutip Susanti (1996), faktor lingkungan vang dapat mempengaruhi pertumbuhan antara lain : 1. Air adalah faktor yang sangat diperlukan dalam tumbuhan. Kehadiran air disini sangat penting untuk aktifitas enzim serta penguraiannya, translokasi serta kebutuhan lainnya. 2. Udara juga merupakan faktor luar yang penting untuk pernapasan atau transpirasi pada pertumbuhan organ-organ lainnya.
Tumbuhan juga
memerlukan temperature, cahaya matahari, gas CO2, media tumbuh dan unsur hara. 3. Tempat tumbuh. Soetrisno(1996), menyatakan tempat tumbuh berpengaruh terhadap kehidupan tumbuh-tumbuhan. Faktor-faktor tersebut yaitu :
13
a. Faktor klimatis Cahaya matahari, kelembaban dan temperatur merupakan elemenelemen dari faktor klimatis. Cahaya sangat berperan dalam menentukan pertumbuhan suatu tumbuhan demikian pula dengan kelembaban serta temperatur. Faktor klimatis ini sangat iklim suatu daerah yang berperan penting dalam pertumbuhan terutama dalam proses metabolisme yang terjadi pada tumbuhan. b. Faktor fisiografis Menggambarkan bentuk permukaan tanah dan sejarah bentuk biologinya (ketinggian tempat, kelerengan, dan aspek konfigurasi bumi).Faktor-faktor ini sangatlah menemukan pertumbuhan suatu tanaman. c. Faktor edafis Faktor edafis menggambarkan sifat fisik tanah, kimia tanah dan biologi tanah.Tanah merupakan campuran yang heterogen dan beragam dari partikel mineral organik, hasil rombokan bahwa organik dan berbagai jenis mikro organisme, bersama-sama dengan udara dan air yang didalamnya terlarut berbagai garam-garam organik dan senyawa anorganik.
Tanah juga merupakan tempat tumbuh dan tumbuhan itu
sendiri untuk berkembang biak. d. Faktor biotis Manusia, hewan dan tumbuhan (lingkungan biotik) merupakan elemen elemen
yang
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan.Kegiatan-
kegiatanpenebangan, pembakaran hutan serta aktifitas lainnya seperti pengelolaan tanah, pencemaran udara dan air, yang merupakan aspekaspek biotic yang berpengaruh terhadap penyerbukan, penyebaran biji
14
dan buah juga persaingan antara parasit dan simbiosis dengan tumbuhan lainnya. Hal ini akan berpengaruh akan berpengaruh pada pertumbuhan. D. Riap Riap dipakai untuk menyatakan pertambahan dimensi (diameter, tinggi, luas bidang dasar, dan volume) pohon atau tegakan persatuan luas pada waktu tertentu (tahun). Menurut
Lal
(1960),
dalam
Latifah
(2004)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi besar kecilnya riap suatu tegakan adalah sebagai berikut: 1.
Tindakan Silvikultur Di dalam hal ini tindakan silvikultur yang diutamakan adalah penjarangan. Hal ini mengingat tindakan penjarangan merupakan tindakan silvikultur yang sangat penting dalam pemeliharaan hutan. Dari penjarangan akan diperoleh dua keuntungan yaitu hasil kayu penjarangan dan hasil tegakan akhir yang baik. Penjarangan adalah penebangan pada tegakan yang belum dewasa untuk menstimulir pertumbuhan pohon-pohon yang ditinggalkan dan menambah hasil keseluruhan dari material yang berharga dari tegakan (Hawaey and Smith, 1960).
Menurut Society of America
Forester (1950) dalam Manan (1976) tujuan dari penjarangan adalah untuk menaikkan kecepatan tumbuh pohon yang ditinggalkan, memperbaiki susunan, kesehatan, penghancuran serasah, dan menambah jumlah hasil. Sedangkan
menurut
Manan
(1976)
tujuan
penjarangan
terutama
memberikan kemungkinan lebih banyak pertumbuhan pohon yang baik dengan menghilangkan pohon-pohon yang jelek yang tumbuh di sekitarnya. Oleh sebab itu dalam penjarangan dilihat kepada hasil langsung yang akan
15
dikeluarkan tetapi merupakan keharusan tindakan silvikultur. Masalah silvikultur ini akan berhubungan dengan produksi kemudian hari. 2.
Jenis setiap jenis pohon mempunyai sifat pertumbuhan yang berbedabeda. Sebagian pohon mempunyai kecepatan tumbuh yang besar dan sebagian lagi cukup kecil. Pohon yang tumbuh lebih cepat akan mempunyai riap yang lebih besar dibandingkan dengan pohon-pohon yang mempunyai kecepatan tumbuh yang lebih kecil.
3.
Kualitas tempat tumbuh Kualitas tempat tumbuh adalah ukuran tingkat kesuburan tanah untuk dapat menunjukkan produksi tanah, guna menghasilkan volume kayu jenis tertentu.
Ada tiga macam pendekatan perhitungan riap, yaitu : a)
Riap rata-rata tahunan (MAI) = Mean Annual Increment) merupakan hasil bagi antara produksi total dan umur yaitu didefinisikan sebagai rataan riap dari seluruh pohon termasuk didalamnya pohon-pohon yang dijarangi atau riap tahunan yang dicapai oleh suatu tegakan pada umur tertentu.
b)
Riap tahunan berjalan (CAI = Current Annual Increment) merupakan perbedaan atau selisih antara besaran pertumbuhan satu pohon atau tegakan dalam kurung waktu tertentu.
c)
Riap tahunan priodik (PAI = Periodic Annual Increment) didefinisikan sebagai perbedaan besaran pertumbuhan antara permulaan dan akhir periode pengukuran.
Umumnya riap tahunan berjalan merupakan nilai
rataan riap tahunan periodik dalam periode tertentu.
16
E. Tinjauan Umum Tentang Sungkai Sungkai adalah jenis pohon yang tumbuh pada daerah tropis. Jenis ini termasuk kedalam suku Verbenaceae dengan berbagai nama daerah seperti Jati seberang atau ki seberang (Sunda), Jati Sumatra (Sumatra Selatan), Sungkai atau kayu lurus (Kalimantan Selatan). Daerah penyebaran adalah Bagian Barat Kepulauan Indonesia yaitu Jawa Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (Anonim, 1980). Kayu sungkai adalah salah satu jenis kayu pertukangan yang sangat familier di Indonesia. Sebab, kayu sungkai memang sangat sering digunakan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan seperti : untuk keperluan pembuatan aneka produk mebel indoor, vinir atau bahkan digunakan sebagai kayu bangunan untuk membuat rangka atap. Dalam hal ini, kayu sungkai dipilih bukannya tanpa pertimbangan, kayu sungkai di pilih karena, secara garis besar kualitasnya memang terbukti bagus, meskipun tidak sebagus kualitas kayu jati ataupun kayu sonokeling. Tetapi, sebagai kayu pertukangan, kualitas kayu sungkai sudah tergolong cukup bagus dan juga sangat disenangi oleh para pekerja, sebab kayu sungkai dapat dengan mudah dikerjakan atau diproses (dibentuk dan dipotong) sehingga tidak ada kesulitan ketika memprosesnya. 1. Taksonomi Sungkai Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Asteridae
17
Ordo
: Lamiales
Famili
: Verbenaceae
Genus
: Peronema
Spesies
: Peronema canescens jack. (Plantamor, 2009)
Sungkai merupakan salah satu jenis tanaman Hutan yang banyak terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah, Tanaman ini mempunyai nilai yang cukup tinggi mengingat tanaman ini dapat digunakan selain untuk Eksterior rumah tapi juga dapat digunakan untuk interior rumah, seperti perabotan rumah dan lain sebagainya. Adapun ciri-ciri dari tanaman ini antara lain : - Memiliki daun majemuk ( 1 tangkai memiliki banyak helai daun) - Bentuk daun panjang dan meruncing - Daun muda berwarna coklat sampai kemerahan - Batang memiliki ruas/buku - Warna batang hijau kecoklatan Sungkai dapat tumbuh di segala jenis tanah, tetapi lebih optimal didaerah yang memiliki banyak topsoil dan memerlukan daerah yang banyak air (bukan daerah yang tergenang) Bentuk batang sungkai lurus dengan parit kecil, tetapi kadang-kadang bentuk batangnya jelek akibat serangan hama pucuk, kulit luarnya berwarna abuabu atau sawo muda, beralur dangkal, mengelupas kecil-kecil dan tipis. Kulit luar penampangnya berwarna kuning, coklat atau merah muda.Rantingnya penuh dengan bulu-bulu.Ciri yang lainnya adalah bunga dalam kedudukan malai, cabangnya lebar-lebar dan letaknya berpasangan, panjang 20 – 40 cm. Bunga letaknya
hampir
duduk,
kelopak
bunga
agak
tertutup
berbulu.Ukurannya 1/2 mm – 2 mm, warnanya hijau pada pangkal.
rapat
dan
18
2. Sifat morfologi dan botani a. Tanda dilapangan Tanaman sungkai (Penorema canescens jack) merupakan tanaman kayu-kayuan yang bisa mencapai tinggi 20-30 meter,dengan diameter batang mencapai 60 cm atau lebih. Tinggi batang bebas cabang bisa mencapai 15 meter (Anonim, 2007). b. Habitat Sungkai tumbuh di hutan sekunder pada berbagai jenis tanah dan tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang baik, namun biasanya tumbuh baik pada tanah yang cukup mengandung air, seperti di tepi sungai dan secara bermusiman tergenang air tawar.Sungkai tahan terhadap persaingan alang-alang dan terhadap kebakaran. Sungkai pada umumnya tumbuh baik pada ketinggian 0-600 meter dpl dan pada daerah yang mempunyai tipe iklim A-C menurut tipe curah hujan Schmidth dan Ferguson. c. Batang Bentuk batang lurus dengan lekuk kecil, tapi kadang-kadang bentuk batangnya jelek akibat serangan hama pucuk. Kulit berwarna abu-abu atau sawo muda, beralur dangkal mengelupas kecil-kecil dan tipis.Penampang kulit luar berwarna coklat, kuning atau merah muda. Tajuk tanaman berbentuk bulat telur dan pada umumnya kurang rimbun.Daun mejemuk bersirip ganjil, letak berpasangan dan anak-anak daun letaknya berpasangan atau berselang-selang, lancip, melancip pada ujungnya, anak daun dibagian bawahnya tertutup rapat dengan bulu-bulu halus.Bentuk buah kecil-kecil dan letak bunga berpasangan serta
19
berkedudukan malai. Perakaran menyebar dangkal, tidak tahan terhadap kekuranagn zat asam lebih dari 10 hari (Anonim, 1979 dan Anonim, 1980) d. Manfaat dan Kegunaan Kayu Sungkai termasuk kayu kelas awet III dan kelas kuat II – III, serta berat jenis 0,63. Kayu ini dapat digunakan sebagai bahan bangunan lantai, papan dinding, mebel, patung, ukiran dan kerajinan tangan.Selain hal tersebut sungkai juga dapat diolah menjadi finir mewah karena memiliki nilai dekoratif, kulitnya dapat digunakan dinding lumbung padi. Begitu pula daunnya digunakan sebagai obat sakit gigi, demam panas dan cepat hamil dengan rebusan daun sungkai (Anonim, 1993).
20
BAB III METODE PENELITIAN A Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian ini berlokasi di areal HTI kampus Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, jln. Samratulangi , Sei Panjang, Samarinda Seberang. 2. Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 27Juli – 25 Agustus 2015 , dan obyek sasaran penelitian adalah jenis Sungkai tentang pengukuran pertumbuhan rata-rata diameter. B Alat dan Bahan Bahan penelitian n i i adalah tanaman Sungkai yang berumur 23 tahun sebanyak 157 pohon di areal HTI Kampus Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Phiband untuk mengukur Diameter pohon;
2.
Tallysheet, digunakan untuk mencatat data hasil penelitian di lapangan;
3.
Kalkulator, digunakan untuk perhitungan data.
4.
Label plastik, untuk penandaan pohon
5.
Staples, untuk menempelkan/melengketkan label penomoran pohon
6.
Alat tulis menulis, dan komputer digunakan untuk analisis data dan penyusunan laporan.
7.
Kamera untuk dokumentasi.
21
C Prosedur Kerja Adapun prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Orientasi lapangan Orientasi lapangan dilakukan sebagai studi pendahuluan yang tujuannya untuk menentukan sistem kerja dalam penelitian, serta memperoleh gambaran yang jelas tentang situasi dan kondisi areal penelitian. 2. Studi literatur Studi literatur dilakukan untuk memperoleh pemahaman terhadap obyek yang akan diamati. 3. Persiapan alat Persiapan alat yang akan digunakan dalam penelitian untuk pengambilan data
di lapangan.
4. Melakukan penandaan dan penomoran pohon Kegiatan penandaan ini dilakukan agar tidak terjadi pengukuran ulang dan penomoran pohon dilakukan dengan label plastik. 5. Metode pengambilan data Dalam pengambilan data diameter, alat yang digunakan yaitu Phiband.
Gambar 2.Phiband
24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, data diameter yang didapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok seperti terlihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Kelas Diameter dari 157 Pohon Nilai Tengah Frekuensi No. Kelas (x) (f) 1 4 12.99 8.5 56 2 13 - 21.99 17.5 77 3 22 - 30.99 26.5 21 4 31 - 39.99 35.5 3
Frekuensi (%) 35.67 49.04 13.38 1.91
Frekuensi Kumulatif (%) 35.67 84.71 98.09 100.00
Kemudian hasil perhitungan statistik yang meliputi rata-rata, standar deviasi dan koefisien variasi (CV) dan perhitungan riap rata-rata tahunan (MAI) disajikan pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Rekapitulasi Nilai Statistik Diameter Pohon Sungkai Diameter (cm) Terkecil
Terbesar
6.50
34.70
Rata-rata(cm)
Standar Deviasi (cm)
CV (%)
15.84
6.59
41.61
MAI(cm)
0, 6885
25
Adapun diagram sebaran diameter yang telah dikelompokkan dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Diagram Sebaran Diameter Pohon Sungkai
B. Pembahasan Pertumbuhan diameter pohon Sungkai pada lokasi penelitian sangat bervariasi,hal ini ditunjukan Tabel 1. Pohon Sungkai yang memiliki frekuensi tertinggi ada pada kelas diameter 13-21,99 cm yaitu 49,04 %, kemudian diikuti dengan kelas diameter 4-12,99 cm dengan frekuensi 35,67 %, di susul kelas diameter 22-30,99 cm dengan frekuensi 13,38 % dan kelas diameter 31-39,99 cm dengan frekwensi 1,91 %. Frekuensi ini menunjukan bahwa penyebaran diameter pohon sungkai di lokasi penelitian terkonsentrasi pada kelas 1 dan 2 yaitu sebanyak 84.71 % seperti terlihat pada Gambar 3. Hasil pengukuran diamater pohon Sungkai (Peronema canescens) berumur 23 tahun di areal HTI Politeknik Pertanian Negeri Samarinda seperti tersaji pada Tabel 2. menunjukan
bahwa diameter terbesar 34.7 cm dan
26
diameter terkecil 6.5cm dengan rata-rata 15.84 cm dan simpangan baku 6,59 cm dan koefisien variasi 41.61 %. Dengan memperhatikan koefisien variasinya dapat diketahui bahwa pertumbuhan diameter Sungkai yang berada di areal HTI Politeknik Pertanian Negeri, mempunyai pertumbuhan diameter yang sangat bervariasi. Hal ini dapat juga di lihat dari perbedaan nilai diameter terkecil (6,5 cm) dan diameter terbesar (34,7 cm). variasi yang sangat besar ini sesuai dengan pendapat Nugroho, (1998) yang menyatakan bahwa koefisien variasi >30 % sangat besar dan tidak seragam. Suatu nilai dari koefisien variasi dapat dijadikan indikator dalam perlakuan silvikultur. Dengan memperhatikan koefisien variasinya pohon sungkai di areal HTI Politeknik Pertanian Negeri, diameter mempunyai variasi yang sangat besar maka diperlukan tindakan silvikultur agar pertumbuhan diameter lebih seragam. Di areal lokasi penelitian terlihat banyak tanaman lain (gulma) yang tumbuh. Tanaman lain ini sebagian memiliki ukuran yang relatif sama dengan tanaman utama (sungkai) yang menyebabkan
pertumbuhan diameter pohon
sungkai terhambat. Terganggunya pertumbuhan diameter, juga sangat berpengaruh terhadap riap rata-rata tahunan diameter sungkai, seperti yang terlihat pada Tabel 2. hasil perhitungan riap rata-rata tahunan diameter pohon Sungkai sebesar 0.69 cm. Riap rata-ratanya (MAI) dikategori tidak baik, hal ini bila dibandingkan dengan riap rata-rata (MAI) tanaman sungkai di Benakat dengan riap rata-rata yaitu 1,12 cm (Sianturi,1999). Di lihat dari kecilnya riap rata-rata tahunan pohon sungkai yang terjadi maka perlu adanya tindakan Silvikultur, baik itu berupa pembersihan, pembebasan dari tanaman pengganggu maupun perlakuan penjarangan.
27
Pembersihan adalah kegiatan yang bertujuan
untuk mengurangi tumbuhan
pengganggu yang akan menjadi pesaing tanaman utama.
Sedangkan
penjarangan (thinning) adalah pengendalian jumlah pohon pada suatu area tertentu, misalnya dengan menebang pohon yang tumbuh secara tidak normal atau yang memiliki kualitas kayu yang buruk sehingga memberikan ruang lebih bagi pohon lain yang sehat.(Anonim, 2013) Dalam hal ini perlunya perlakuan Silvikultur seperti yang dijelaskan oleh Effendy (1997) bahwa dalam suatu tanaman sering terjadi persaingan antar tanaman maupun antara tanaman dengan gulma untuk mendapatkan unsur hara, air, cahaya matahari maupun ruang tumbuh. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pengaturan jarak tanam. Hal yang sama dikemukakan oleh Bratawinata (1988)dalam Nuryadin (2008) menyatakan, bahwa jarak tanam yang rapat memungkinkan terjadinya persaingan antara tanaman yaitu persaingan dalam memperebutkan ruang tumbuh (persaingan tajuk) untuk mendapatkan sinar matahari maupun persaingan dalam memperebutkan unsur hara dan umumnya sering terjadi pada tanaman yang cepat tumbuh (fast growing species). Dengan adanya pengaturan jarak tanam yang tepat, akan memungkinkan laju pertumbuhan diameter tanaman menjadi maksimal. Dalam hal pengaturan jarak tanam dimaksudkan untuk pemberian ruang tumbuh bagi tanaman,kemudian
dengan
menghilangkan
tanaman
lain
(gulma)
akan
mengurangi persaingan antar tanaman dalam mendapatkan unsur hara, air, dan cahaya matahari serta mengurangi kerapatan antar tanaman. Menyikapi fenomena tersebut di atas, bahwa pohon Sungkai memiliki pertumbuhan yang variatif, penyebabnya adalah kurang baiknya pertumbuhan dikarenakan pemeliharaan yang belum maksimal..
28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai diameter terkecil pohon sungkai yang didapatkan adalah 6,50 cm dan yang terbesar 34,70 cm dengan rata-rata sebesar 15,84 cm memiliki keragaman pertumbuhan diameter yang besar 2. Riap rata-rata pohon sungkai adalah 0,69 cm, termasuk kedalam kategori rendah. B. Saran Perlu dilakukan pemeliharaan lanjutan sehingga dapat meningkatkan potensi tegakan ke depannya dan selanjutnya informasi ini menjadi dasar pengelolaan ke depan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1976. Vademicum Kehutanan Indonesia. Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Kehutanan. Jakarta. Anonim. 1979 dan 1980. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Dephut R.I. Jakarta. Anonim. 2007. Perbaharui Sistem Pengelolaan Kawasan Hutan denganTujuan Khusus. Dephut R.I. Jakarta. Anonim, 2013. Penjarangan. akses 08/09/2015.
https://id.wikipedia.org/wiki/Silvikultur. Di
Danaatmadja, OH. M, 1989. Mata Kuliah Tanaman Hutan Semester II dan III. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi Universitas Padjajaran Bandung. Khaerudin, 1994. Pendidikan Tanaman HTI. Penebaran Swadaya. Latifah, Siti. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Eucalyptus grandis di Hutan Tanaman Industri. Universitas Sumatra Utara. Nugroho, 1998. Dasar – Dasar Ilmu Statistic. Jakarta. Nuryadin, R. 2008. Studi Tentang Pengukuran Diameter dan Tinggi Rataan Jati Super ( Tectona grandis Linn. F.) Umur 5 tahun di KM. 28 Kecamataan Loa Janan Kabupaten Kutai Kertanegara. Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Soekotjo, W. 1976. Silvika. Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi. Soekotjo, W. 1979. Diktat Silvika. Perhutani.
Pusat Pendidikan Cepu. Direksi Perum
Soemitro, A, et al. 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta. Soetrisno. K. 1996. Silvika. Universitas Mulawarman.
Bahan Kuliah Silvika Fakultas Kehutanan
Susanti, 1996. Studi Tentang Tinggi dan Diameter Tanaman Acacia mangium Willd Umur 1 Tahun di Arboretum POLITANI Unmul Samarinda. Karya Ilmiah Mahasiswa (Tidak di Terbitkan). Sianturi, A . 1999. Riap Tegakan Sungkai (Peronema canescens) di Benakat. Tekno Reboisasi BTR. Palembang Upay, N. 1997. Studi Tentang Tinggi Rataan Tanaman Sungkai (Penorema canescens JACK) Umur 39 Bulan Pada Dua Kelerengan Yang berbeda. Karya Ilmiah Politeknik Pertanian Samarinda.
30
Lampiran 1. Tally shet Hasil Pengukuran Diameter
Tabel 3. Tally shet Total Diameter Tanaman Sungkai di Lapangan Diameter
No. pohon
Diameter
No. pohon
Diameter
No. pohon
Diameter
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79
14.7 13.6 15 11.5 8.5 16.5 22.7 11.5 22.1 23.5 11 10.9 15.6 18.7 11 16.1 12.1 14.8 23.5 13.2 9.8 17.7 22.7 18.9 16.8 16.3 18.6 14.3 17.1 8.8 20.1 27.6 10.3 21.9 15.7 15.7 13.5 9.4 16.8
80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118
16.3 12.1 9.7 19.3 20.5 9.4 14.9 15.8 8.7 9.2 9.5 22.3 24.1 25.7 12.8 16.2 9 10.6 10.3 13.5 8 19.2 14.2 16.7 12 18.2 14.6 16.6 8.7 24.5 13.5 12.4 6.5 20.3 31.2 20 8 14.8 17.4
119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157
15.4 13.8 8.4 12 17.5 13.4 15.8 11.3 9.8 16.7 14.5 21.9 8.5 10.9 13.5 17.5 13.5 15.3 20.8 15.2 13.6 10.6 12.5 12.5 13.8 9.2 16 10.9 9.9 11.7 19.1 9.8 17.3 19.5 10.5 18.3 10.8 13.2 29.4
No. pohon 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 Jumlah Jumlah Total
31.5 21.5 25.3 25 22.7 16.9 21.8 34.7 14.8 21.6 13.6 9.1 10.5 12.5 15.6 9.9 12.1 11.1 16.7 17.6 9.9 27.8 8.8 8.7 25.2 12.5 29.4 25.2 24.8 17.2 15.6 9.9 23.6 26 12.5 12.6 13.1 15.3 17.6 15.7 715.9
618.5
586.7
554.3 2475.4
33
Lampiran 3. Kegiatan penelitian.
Gambar 4. Lokasi penelitian di Lokasi HTI Politeknik Pertanian Samarinda
Gambar 5. Pengukuran diameter
34
Lanjutan
Gambar 6. Pengambilan data.