ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI
Program Judul RPI Koordinator RPI Judul Kegiatan Sub Judul Kegiatan Pelaksana Kegiatan
: Pengelolaan Hutan Tanaman : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan : Drs. Riskan Efendi, MSc. : Budidaya Jenis Sungkai : Kajian Pemasaran dan Rantai Nilai Kayu Sungkai : Bambang T. Premono, S. Hut, M. Si Edwin Martin, S. Hut, M. Si Ari Nurlia, S. Hut Agus Baktiawan H
Abstrak Salah satu yang menjadi permasalahan dalam pengembangan tanaman sungkai dari segi sosial ekonomi adalah masalah pemasaran. Permasalahan tersebut adalah rendahnya nilai atau harga yang diterima oleh produsen atau pemilik kayu (petani). Adapun sasaran penelitian ini adalah tersedianya data dan informasi mengenai pemasaran dan rantai nilai dalam pemasaran kayu sungkai. Metode penelitian yang digunakan untuk melihat pemasaran dan rantai nilai kayu sungkai dengan menggunakan Penilaian Pasar Secara Cepat (Rapid Market Appraisal). Penentuan sampel menggunakan snowball sampling dimana penentuan responden dilakukan dengan mencari salah satu pelaku pemasaran atau petani, dalam hal ini yang pernah menjual kayu sungkai kemudian bergulir lagi ke pelaku yang lainnya sehingga akan diperoleh data dan informasi mengenai pemasaran dan rantai nilai kayu sungkai yang lengkap. Jumlah sampel sebanyak 47 sampel yang terdiri dari petani (pemilik lahan, pemilik sawmill, pemilik depot kusen, pemeilik depot kayu dan pedagang perantara. Hasil penelitian didapatkan hasil bahwa pemanfaatan kayu sungkai masih sangat terbatas dikarenakan ukuran kayu dan keterbatasan penawaran kayu sungkai yang berasal dari lahan milik. Saluran pemasaran kayu sungkai yang ada berjumlah 4 (empat) saluran yang terdiri dari yaitu petani (pemilik lahan)penggesek, pemilik lahan-pemilik sawmill, pemilik lahan-penggesek-depot kusen, pemilik lahan-pemilik sawmill-pedagang luar kota/Jawa. Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran 3 sebesar 30,02%. Pemasaran kayu sungkai masih belum efisiensi karena 44,42% yang dibayarkan konsumen adalah biaya pemasaran dan juga keuntungan tiap saluran masih kurang dari 50%. Kata kunci: efisiensi pemasaran, kayu sungkai, saluran pemasaran. RINGKASAN A. Latar Belakang Tanaman sungkai (Peronema canescens Jack) merupakan salah satu jenis tanaman yang memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai kayu pertukangan yang berkualitas baik yang dapat dikembangkan dengan pola monokultur dan campuran (agroforestri). Salah satu yang menjadi permasalahan dalam pengembangan tanaman sungkai dari segi sosial ekonomi adalah masalah pemasaran. Permasalahan tersebut adalah rendahnya nilai atau harga yang diterima oleh produsen atau pemilik kayu (petani). Sesungguhnya harga di tingkat Aspek Sosial Ekonomi 2011 101
produsen tidak menggambarkan harga yang sebenarnya yaitu harga yang diterima oleh konsumen. Hal ini dapat disebabkan beberapa faktor antara lain: (1) panjangnya jalur atau saluran pemasaran, (2) informasi yang asimetris yaitu informasi yang diterima produsen tidak sama dengan informasi yang diterima konsumen, (3) besarnya biaya transaksi dari barang/produk tersebut. Kondisi demikian yang menyebabkan harga yang diterima produsen atau petani lebih kecil dibandingkan harga sesungguhnya dan juga keuntungn yang diterima oleh pelaku pemasaran lainnya. Harga kayu yang masih rendah menjadi salah satu yang penyebab keenganan masyarakat ataupun perusahaan untuk menanam dan mengembangkan tanaman sungkai. Pasar yang telah terbentuk dan kemudahan pemasaran kayu sungkai menjadi dapat menjadi pendorong dalam pengembangan kayu sungkai. Dalam teori, harga diasumsikan dengan adanya penjual dan pembeli bertemu langsung sehingga harga ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan secara agregat. Dengan demikian, tidak adanya perbedaan harga ditingkat produsen atau petani dengan konsumen atau pengecer. Namun kenyaataan terjadi perbedaan harga ditingkat produsen dan konsumen. Perbedaaan harga yang dibayarkan konsumen dan yang diterima produsen merupakan marjin pemasaran (marketing margin). Untuk itu dalam usaha untuk penanaman dan pengembangan suatu jenis tanaman kehutanan yang berumur panjang diperlukan informasi mengenai pemasaran hasil tanaman kehutanan tersebut. Informasi dan pengetahuan ini meliputi harga, pasar, marjin keuntungan dan prospek pengembangannya dimasa mendatang. Dengan diketahuinya informasi tentang pemasaran hasil kehutanan tersebut dapat digunakan untuk menjustifikasi dan menarik minat masyarakat untuk mengembangkan tanaman kehutanan dalam skala kecil (milik) dan besar (perusahaan). B. Tujuan dan Sasaran Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi pemasaran dan rantai nilai kayu sungkai di masyarakat. Adapun sasaran penelitian ini adalah tersedianya data dan informasi mengenai pemasaran dan rantai nilai dalam pemasaran kayu sungkai. C. Metode Penelitian Penelitian mengenai pemasaran dan rantai nilai kayu sungkai dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan Nopember 2011. Penelitian ini dilakukan pada 4 (empat) Kabupaten yaitu Kabupaten Bungo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Lahat dan Kabupaten Empat Lawang. Kayu sungkai telah dimanfaatkan dan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan kayu pada keempat Kabupaten tersebut sehingga pemasaran dan rantai nilainya dapat dilihat. Data primer didapatkan dengan bantuan kuesioner dan dilakukan verifikasi data dengan diskusi atau wawancara yang terarah. Metode penelitian yang digunakan untuk melihat pemasaran dan rantai nilai kayu sungkai dengan menggunakan Penilaian Pasar Secara Cepat (Rapid Market Appraisal). Penentuan sampel menggunakan snowball sampling dimana penentuan responden dilakukan dengan mencari salah satu pelaku pemasaran atau petani, dalam hal ini yang pernah menjual kayu sungkai kemudian bergulir lagi ke pelaku yang lainnya
Aspek Sosial Ekonomi 2011 102
sehingga akan diperoleh data dan informasi mengenai pemasaran dan rantai nilai kayu sungkai yang lengkap. Adapun respoden dalam penelitian pemasaran ini adalah pemilik lahan (petani), pengusaha penggergajian kayu, pengusaga depot kayu, pengusaha depot kusen yang berjumlah. Analisis data yang digunakan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dengan mengetahui marjin keuntungan dan efisiensi pemasaran. D. Hasil dan Pembahasan 1. Gambaran Umum Usaha Pengolahan Kayu Bahan baku kayu untuk Industri Pengolahan Kayu (IPK) atau Sawmill berasal dari kayu rakyat yang berasal dari kebun rakyat terutama lahan yang akan dibuka untuk perkebunan. Masyarakat biasanya memborongkan seluruh kayu yang ada di kebun dan lahan tersebut. Bahan baku kayu juga berasal dari para pemilik Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan produksi terbatas. Untuk kayu sungkai, para pemilik sawmill mendapatkan kayu sungkai berasal dari kebun rakyat. Biasanya tanaman sungkai menjadi tanaman batas atau pagar tiap lahan di masyarakat namun jumlahnya tidak terlalu banyak. Jenis kayu lain yang ada di kebun rakyat antara lain terap, laban, seru, jabon, bungur dan bambang. Ketersediaan bahan baku di lokasi industri pengolahan kayu berdasarkan musim. Pada musim kering atau kemarau jumlah kayu yang dapat dikeluarkan lebih banyak dibandingkan pada musim basah atau penghujan. Ketersediaan kayu rakyat juga makin berkurang yang menyebabkan IPK kesulitan bahan baku yang menyebabkan harga kayu berdiri makin tinggi. Mesin yang digunakan dalam proses produksi pada industri pengolahan kayu (IPK) menggunakan mesin gergaji utama. Motor penggerak gergaji utama dan beberapa penunjang lainnya menggunakan mesin diesel. Mesin gergaji utama yang digunakan adalah mesin gergaji pita (band saw) dengan diameter pita gergaji 2 mm. Rendemen yang dihasilkan berkisar 50-60 persen tergantung dengan besarnya diamneter kayu dan bentuk kayu. Adapun kapasitas mesin gergaji utama yang digunakan pada masingmasing industri pengolahan kayu berbeda-beda tergantung jumlah mesin gergaji utama yang digunakan pada pengolahan kayu. Pada skala kecil mesin yang digunakan hanya satu mesin gergaji utama, sedangkan pada skala menengah mesin yang digunakan sebanyak dua mesin gergaji utama, dan pada skala besar berjumlah tiga mesin gergaji utama. Jumlah mesin gergaji utama pada masingmasing skala akan berpengaruh pada kuantitas produksi yang dihasilkan pada masing-masing industri pengolahan kayu berbeda-beda. Jumlah mesin ini akan berkaitan dengan serapan tenaga kerja dan jumlah produksi kayu olahannya. Pada industri dengan kapasitas < 2000 m3 pertahun jumlah mesin 2 buah dengan jumlah tenaga kerja kurang lebih 20 orang. Proses produksi adalah kegiatan pemrosesan untuk mengubah bahan baku (mentah) menjadi bahan jadi ataupun setengah jadi. Bahan baku yang berupa log (kayu bulat) kemudian dilakukan penggergajian untuk didapatkan bahan baku kayu balok, setelah itu dibelah menjadi ukuran-ukuran yang diinginkan kaso dan papan.
Aspek Sosial Ekonomi 2011 103
2. Analisis Pemasaran a. Saluran Pemasaran Proses pemasaran kayu dari titik produsen kayu olahan sampai kepada pedagang pengecer yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir. Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses yang menjadikan suatu produk barang atau jasa yang siap untuk dikonsumsi oleh konsumen. Jalur atau saluran pemasaran kayu olahan termasuk kayu sungkai cukup bervariasi. Lembaga yang terlibat antara lain petani, pemilik gergaji (penggesek), IPK, depot kayu, depot kusen, dan pedagang luar kota/Jawa. Untuk melihat gambaran saluran pemasaran kayu sungkai yang ada dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Saluran pemasaran kayu sungkai
b. Fungsi-fungsi lembaga/pelaku dalam saluran pemasaran Dalam pemasaran diperlukan kegiatan atau tindakan yang disebut dengan fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar proses penyampaian barang dan jasa. Umumnya fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan dapat dikelompokkan dalam fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Lembaga/pelaku pemasaran melakukan pengangkutan barang dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen juga berfungsi sebagai sumber informasi mengenai sumber penghasil kayu olahan, sehingga fungsi-fungsi pemasaran dapat menata pada tiap-tiap lembaga pemasaran dan serta untuk mengetahui kebutuhan biaya dan fasilitas yang dibutuhkan. Aspek Sosial Ekonomi 2011 104
Analisis dari fungsi pemasaran dapat digunakan untuk mengevaluasi biaya pemasaran. Kegunaan dari fungsi pemasaran juga dapat membandingkan biaya dari berbagai lembaga pemasaran. Perbandingan ini dapat dilakukan jika antar lembaga pemasaran saling berhubungan. Setiap lembaga yang terlibat dalam pemasaran kayu olahan mulai dari konsumen sampai ke konsumen akhir mempunyai fungsi yang berbeda. Fungsi pemasaran merupakan kegiatan yang harus dilakukan dalam proses pemasaran. Untuk melihat fungsi pemasaran tiap pelaku pada pemasaran kayu sungkai dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Fungsi pemasaran pada tiap lembaga pemasaran kayu sungkai Saluran Pemasaran dan Lembaga Pemasaran Pemilik kayu Penggergaji IPK Depot Kusen Depot Kayu Pedagang luar kota
Pertukaran Jual Beli
Angkut
Fungsi Pemasaran Fisik Simpan Pemilahan Resiko
Fasilitas Biaya Informasi Pasar
√
-
-
-
-
-
-
-
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ -
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √
√ √
√ -
√ -
√ √
√ √
√ √
√ √
c. Marjin pemasaran Marjin pemasaran dapat diartikan sebagai perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen. Marjin pemasaran ini dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan pemasaran sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Dahl dan Hammond (1977)), mendefinisikan marjin pemasaran sebagai perbedaan harga pada tiap tingkatan yang berbeda dari suatu sistem pemasaran. Biaya pemasaran adalah semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam sistem pemasaran suatu komoditi dalam proses penyampaian komoditi tersebut mulai dari produsen sampai konsumen. Untuk melihat marjin pemasaran pada tiap saluran pemasaran kayu sungkai yang ada dalam lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Saluran pemasaran kayu sungkai yang ada sebanyak 4 (empat) saluran. Pada saluran 1, petani menjual kayu sungkai dalam bentuk pohon berdiri dengan harga rata-rata Rp 500.000 per meter kubik. Pada saluran 1 harga jual kayu sungkai dari di tingkat penggesek atau penggergaji sebesar Rp. 1.750.000 per meter kubik. Marjin pemasaran yang diterima penggesek sebesar 71,43% yang terdiri dari biaya pemasaran sebesar 65,71 % dan marjin keuntungan sebesar 5,71%. Pada saluran 2, petani menjual kayu sungkai dalam bentuk pohon berdiri dengan harga rata-rata Rp 500.000 per meter kubik. Pada saluran 2 harga jual kayu sungkai dari di tingkat penggesek atau penggergaji sebesar Rp. 2.000.000 per meter kubik. Marjin pemasaran yang diterima penggesek sebesar 75% yang terdiri dari biaya pemasaran sebesar 67,50 % dan marjin keuntungan sebesar 7,50%.
Aspek Sosial Ekonomi 2011 105
Distribusi marjin pemasaran pada tiap tingkatan tidak merata dan keuntungan dinikmati oleh pemilik sawmill, yaitu sebesar 67,50%. Jika membandingkan besarnya margin keuntungan, sudah sewajarnya pemilik sawmill mendapatkan marjin keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan dengan petani, karena semua kegiatan produksi dari penebangan sampai transportasi kayu gelondongan dan resiko lebih besar diterima pemilik sawmill. Pada saluran 3, petani menjual kayu sungkai dalam bentuk pohon berdiri dengan harga rata-rata Rp 500.000 per meter kubik. Pada saluran 3 harga jual kayu sungkai dari di tingkat depot kusen sebesar Rp. 9.000.000 per meter kubik. Marjin pemasaran yang diterima pemilik depot kusen sebesar 80,56% yang terdiri dari biaya pemasaran sebesar 26% dan marjin keuntungan sebesar 54,56%. Distribusi marjin pemasaran pada tiap tingkatan tidak merata dan keuntungan dinikmati oleh pedagang pemilik depot yaitu sebesar 80,56%. Jika membandingkan besarnya margin keuntungan, sudah sewajarnya pedagang pengumpul mendapatkan marjin keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan dengan petani, karena semua kegiatan produksi dalam mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi berupa mebeler dan kusen untuk bangunan. Pada saluran 4, pemilik sawmill membeli kayu sungkai dalam bentuk pohon berdiri dengan harga rata-rata Rp 500.000 per meter kubik. Pada saluran 4, harga jual kayu sungkai dari di tingkat sawmill sebesar Rp. 2.000.000 per meter kubik tetapi di tingkat pedagang luar kota/Jawa sebesar Rp. 5.500.000,00. Marjin pemasaran yang diterima pedagang luar kota sebesar 63,64% yang terdiri dari biaya pemasaran sebesar 36,82% dan marjin keuntungan sebesar 36,64%. Distribusi marjin pemasaran pada tiap tingkatan tidak merata dan keuntungan dinikmati oleh pedagang luar kota yaitu sebesar 63,64%. Jika membandingkan besarnya margin keuntungan yang cukup tinggi yang diterima pedagang luar kota/Jawa karena para pedagang di Jawa telah melakukan proses lebih lanjut yaitu adanya pengawetan kayu sehingga wajar mendapatkan marjin keuntungan yang lebih besar. d. Efisiensi pemasaran Pemasaran terdiri dari kegiatan menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. Output dari pemasaran adalah kepuasan konsumen atas barang dan jasa tersebut. Input dari pemasaran adalah tenaga kerja, modal dan manajemen. Efisiensi pemasaran juga dapat berarti memaksimalkan penggunaan rasio input output, yaitu perubahan yang mengurangi biaya output tanpa mengurangi kepuasan konsumen atas barang dan jasa tersebut. Efisiensi pemasaran dapat juga diketahui melalui penyebaran marjin pada tiap saluran pemasaran. Shepherd (1962) dalam Soekartawi (2002) menyatakan bahwa efisiensi pemasaran adalah nisbah antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diartikan bahwa setiap ada penambahan biaya pemasaran memberi arti bahwa hal tersebut menyebabkan adanya pemasaran yang tidak efisien. Berdasarkan penelitian di dapat informasi setidaknya ada 4 (empat) bentuk saluran pemasaran kayu sungkai dan jenis lainnya. Pola saluran pemasaran kayu sungkai berbeda satu dengan yang lainnya dengan lembaga yang terlibat dalam pemasaran berbeda dan juga jasa antar lembaga berbeda tergantung dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan. Untuk melihat seberapa besar efisiensi tiap saluran pemasaran kayu sungkai dapat terlihat pada Tabel 6.
Aspek Sosial Ekonomi 2011 106
Tabel 6. Efisiensi pemasaran kayu sungkai pada tiap saluran pemasaran yang ada Saluran Pemasaran
Total Nilai Biaya (Rp) 1
Total Nilai Produk (Rp) 2
Efisiensi Pemasaran (%) (1)/(2)
Saluran 1
1.150.000
2.250.000
51,11
Saluran 2
1.350.000
2.500.000
54,00
Saluran 3
3.490.000
11.250.000
31,02
Saluran 4
3.325.000
8.000.000
41,56
Rata-rata
2.328.750,00
6.000.000
44,42
Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa saluran 3 merupakan saluran pemasaran paling efisiensi karena biaya pemasaran yang harus ditanggung konsumen paling kecil dibandingkan saluran pemasaran yang lain yaitu 31,02% dengan kata lain setiap Rp 100 nilai yang dibayar konsumen utnuk pembelian kayu jati rakyat hanya 31,02% merupakan biaya pemasaran. Nilai rata-rata efisiensi pemasaran kayu sungkai sebesar 44,42%. Berarti dalam setiap Rp 100 nilai yang dibayar konsumen untuk pembelian kayu sungkai Rp 44,42 merupakan biaya pemasaran. Hal ini mencerminkan bahwa pemasaran kayu sungkai rakyat di lokasi penelitian tidak efisiensi, karena hampir dari setengah nilai yang dibayar oleh konsumen merupakan biaya pemasaran. Hal tersebut sejalan dengan Andayani (2005), sistem pemasaran dikatakan efisien jika besarnya tingkat marjin pemasaran kurang dari 50% dari tingkat harga yang harus dibayarkan konsumen. Atas dasar hal tersebut maka saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran 3, karena memberikan marjin keuntungan sebesar 31,02% dan rasio marjin keuntungan menyebar merata tiap saluran E. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Pemanfaatan kayu sungkai masih sangat terbatas ukuran kayu dan keterbatasan penawaran/pasokan kayu sungkai.. 2. Saluran pemasaran kayu sungkai yang ada berjumlah 4 (empat) saluran yang terdiri dari yaitu petani (pemilik lahan)-penggesek, pemilik lahanpemilik sawmill, pemilik lahan-penggesek-depot kusen, pemilik lahanpemilik sawmill-pedagang luar kota/Jawa. 3. Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran 3 sebesar 30,02%. 4. Pemasaran kayu sungkai masih belum efisiensi karena 4,42% yang dibayarkan konsumen adalah biaya pemasaran dan juga keuntungan tiap saluran masih kurang dari 50%. Saran 1. Rendahnya harga yang diterima pemilik kayu (lahan) menyebabkan minat untuk menanam kayu sungkai di masyarakat masih kurang. Untuk itu perlu peningkatan efisiensi pemasaran dengan jalan meningkatkan pengetahuan petani akan kondisi pasar, spesifikasi dan kualitas serta ukuran kayu yang dibutuhkan oleh pasar dengan kata lain perlunya bauran pemasaran untuk meningkatkan harga di tingkat petani sehingga perbedaan harga di pada tiap pelaku tidak besar. Pengetahuan dan
Aspek Sosial Ekonomi 2011 107
informasi yang diterima petani lebih baik, diharapkan mampu menjangkau seluruh konsumen tanpa ada perantara sehingga harga lebih kompetitif. 2. Selama ini penjualan kayu sungkai oleh petani dalam bentuk pohon berdiri sehingga harga yang diterima petani murah sehingga perlu adanya pengolahan kayu sungkai lebih lanjut yang dapat meningkatkan nilai tambah dan harga yang diterima petani. 3. Perlu dilakukan pemasyarakatan teknologi pengawetan kayu sungkai yang murah dan mudah dikarenakan kayu sungkai yang mudah terkena blue stain (bubuk) apabila penanganan pasca panen yang kurang tepat dan meningkatkan variasi penggunaannya. 4. Pentingnya promosi kayu sungkai dikarenakan pamor kayu sungkai di masyarakat umum yang masih kurang apabila dibandingkan dengan kayu jenis lain. Dengan makin dikenalnya kayu sungkai maka permintaan akan kayu sungkai meningkat.
Aspek Sosial Ekonomi 2011 108
Lampiran 2
3 1
1
5 Keterangan: 1. Kayu sungkai yang tumbuh di lahan masyarakat. 2. Pola penanaman kayu sungkai pada pinggir lahan sebagai batas lahan. 3. Proses pengolahan kayu pada sawmill. 4. Bentuk kayu sungkai olahan berupa papan. 5. Pemanfaatan kayu olahan kayu sungkai.
4
Aspek Sosial Ekonomi 2011 109