Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Produksi gula nasional Indonesia mengalami dalam
kemerosotan tiga
Kemerosotan yang
pernah
sangat
dasawarsa ini
menjadikan
menjadi
tajam
terakhir. Indonesia
produsen
gula
sekaligus eksportir gula, berubah menjadi Imago S.nivella
importer gula terbesar.
Mempertahankan
prestasi memang lebih sulit daripada mencapai prestasi, ya itulah kenyataannya sekarang, rata-rata impor setiap tahun mencapai 1,5 juta ton atau setara dengan 1 trilyun. Kebutuhan pengadaan gula ke depan akan semakin berat mengingat banyaknya lahan sawah subur yang dikonversi untuk kepentingan non pertanian dan jumlah penduduk yang semakin bertambah. Di lain pihak laju pertambahan produktivitas tanaman tebu semakin menurun yang disebabkan iklim yang kurang mendukung, dan serangan berbagai hama dan penyakit.
Luas areal tanaman tebu di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 461.082 ha dengan produksi gula nasional sebesar 2,7 juta ha. Bila dibandingkan tahun lalu, produksi gula nasional pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 30%. Peningkatan sebesar 30% ini masih belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi gula nasional. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memaksimalkan produktivitas tebu. permasalahan yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas tebu dan rendahnya rendemen gula. Rata-rata produktivitas tebu yang ditanam di lahan sawah sekitar 95 ton/ha dan di lahan tegalan sekitar 75 ton/ha dengan rendemen gula sekitar 7,3 – 7,5%, sementara potensi produktivitas adalah di atas 100 ton/ha untuk pertanaman tebu di lahan sawah dan sekitar 90 ton/ha untuk pertanaman tebu di lahan tegalan dengan rendemen gula di atas 10% (Indrawanto et al., 2010). Salah satu penyebab turunnya produktivitas tebu adalah adanya serangan hama, dimana hama penggerek pucuk tebu Scirpophaga vinella F merupakan salah satu hama penting dan hampir selalu ditemukan di perkebunan tebu.
Kerugian gula yang disebabkan oleh hama tebu di Indonesia ditaksir sebesar 15%. Lebih dari 100 jenis binatang yang mengganggu dan merusak tanaman tebu di lapangan. Namun hanya beberapa diantaranya yang sering merusak seperti penggerek batang, penggerek pucuk, dan tikus, meskipun demikian jenis-jenis lain tetap memiliki potensi untuk hama. Penggerek Pucuk Tebu, Hama Apakah Itu?? Hama penggerek pucuk tebu menurut Kalshoven, 1981 diklasifikasikan Phyllum Arthropoda, Kelas Insecta, Bangsa Lepidoptera, Suku Pyralidea, Marga Scirpophaga, Jenis Scirpophaga novella. Scirpophaga nivella Fabricus meletakkan telurnya pada bagian bawah permukaan daun secara berkelompok, dan tersusun seperti sisik ikan yang tertutup selaput berwarna coklat kekuningan. Jumlah telur mencapai 6-30 butir. Setelah 8-9 hari telur menetas. Ulat yang keluar dari telur menuju daun yang masih muda dengan cara menggantung pada benang-benang halus yang dikeluarkan dari mulutnya. Larva akan menggerek daun dan menuju ibu tulang daun, larva menggerek menuju titik tumbuh batang dan menembus batang. Setiap batang berisi satu ekor penggerek (Kalshoven 1981). Ulat tersebut pada umur muda berwarna kelabu, kemudian berubah berwarna kuning kecoklatan dan pada saat mendekati stadium pupa berwarna kuning putih. Stadium pupa calon betina 8-10 hari dan calon jantan 10-12 hari. Kupu-kupu betina sudah dapat bertelur sehari setelah keluar dari kepompong kupu-kupu mempunyai warna sayap dan punggung putih dengan jambul berwarna merah. Siklus hidup penggerek betina 48-58 hari dan jantan 50-56 hari (Handjojo, 1976). Gejala Serangan Gejala serangan pada helai daun terdapat lubang melintang dan ibu tulang daun terlihat bekas gerekan berwarna coklat. Daun yang terserang akan menggulung dan kering yang disebut mati puser. Apabila batang dibelah maka akan kelihatan lorong gerekan dari titik tumbuh ke bawah kemudian mendekati permukaan batang dan sering menembus batang. Oleh karena itu serangan penggerek pucuk dapat menyebabkan kematian. Pada ruas batang yang muda yaitu di bawah titik tumbuh terdapat lubang keluar ngengat (Djasmin, 1984).
Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Hama Penggerek Pucuk 1. Teknik bercocok tanam Waktu tanam yang tidak serentak merupakan kondisi yang baik bagi perkembangan populasi hama penggerek pucuk tebu. Tebu yang ditanam lebih awal bisa menjadi sumber investasi hama penggerek pucuk bagi tanaman tebu yang ditanam berikutnya. Tebu yang ditanam awal merupakan inang (host) bagi penggerek pucuk dalam memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal dan berkembang biak. Akibatnya akan diperoleh sumber serangan yang besar dan sangat berpotensi untuk merusak tebu yang ditanam berikutnya. 2. Tanaman inang Sifat morfologi dan anatomi tebu mempunyai korelasi dengan serangan penggerek pucuk (Anonymous, 1995). Tebu dengan tulang daun yang keras atau tulang daun dengan banyak lekukan pada epidermis bagian bawah lebih tahan terhadap serangan hama penggerek pucuk. Kekerasan pupus dapat mengurangi serangan hama penggerek pucuk. Kemampuan menyerang penggerek pucuk juga dipengaruhi oleh umur tanaman. Penggerek pucuk umumnya menyerang tanaman muda berumur lebih kurang 2 bulan. 3. Faktor lingkungan Tingkat serangan penggerek pucuk pada tanaman tebu di lapang lebih banyak dipengaruhi oleh tinggi rendahnya curah hujan daripada jenis tebu. Semakin tinggi curah hujan serangan penggerek pucuk cenderung meningkat ( Wiriatmojo, 1978). Curah hujan yang tinggi meningkatkan kelembapan tanah dan merupakan tempat yang sangat baik untuk pengembangannya. 4. Faktor musuh alami Keberadaan musuh alami di lapang juga mempengarungi populasi hama, musuh alami yang dapat mengendalikan hama penggerek pucuk adalah parasit Trichogramma. Kerugian akibat serangan penggerek pucuk yang terjadi pada 1 s/d 5 bulan sebelum tebang menyebabkan rendemen gula berkurang 15-77% ( Anonymous, 1989). Pengendalian Hama Penggerek Pucuk Tebu Dengan kondisi luas serangan yang merata di seluruh Indonesia, maka strategi pengelolaan hama penggerek pucuk tebu yang paling tepat adalah dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Teknik Pengendalian Hama Terpadu yang dapat diterapkan diantaranya:
Pengendalian mekanis Pengendalian mekanis dapat langsung dilakukan pada saat melakukan pengamatan di kebun yaitu dengan memungut atau mengambil telur atau kelompok telur, larva atau ulat atau pupa atau serangga dewasa pada bagian tanaman yang terserang secara langsung dan membunuhnya. Pengendalian Kultur Teknis atau Budidaya 1) Pengendalian dengan cara kultur teknis atau budidaya dapat dilakukan dengan cara Penggunaan bibit unggul, 2) Penggunaan pupuk berimbang yang sesuai dengan jenis, dosis, waktu dan cara pemakaian yang dianjurkan 3) Pengaturan pola tanam 4) Penanaman serentak 5) Pengaturan jarak tanam 6) Pergiliran tanaman Pengendalian Hayati atau Biologis a. Konservasi musuh alami Konservasi musuh alami merupakan cara yang paling murah dan mudah dilakukan oleh petani baik sendiri atau berkelompok. Konservasi musuh alami merupakan usaha kita untuk membuat lingkungan kebun disenangi dan cocok untuk kehidupan musuh alami terutama kelompok predator dan parasitoid. b. Pelepasan musuh alami Pelepasan musuh alami dilakukan dengan mencari atau mengumpulkan musuh alami dari tempat lain, kemudian langsung dilepas di kebun yang dituju. Musuh alami hama penggerek pucuk berupa parasit telur dan parasit larva. Parasit telur misalnya Trichogramma japonicum. Dalam 1 (satu) periode dilakukan 8 (delapan) kali aplikasi dan dilakukan tiap minggu sejak tanaman usia 1,5 bulan. Tiap aplikasi dibutuhkan 50 pias/ha. Parasit Trichogramma japonicum dapat diperoleh di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) surabaya yang beralamat di Jalan raya Mojoagung, No. 52 Mojoagung Jombang Jawa Timur.
Pengendalian Kimiawi Aplikasi insektisida kimia hanya dilakukan jika persentase serangan hama penggerek pucuk dengan kategori serangan berat sudah mencapai 40 %. Jenis insektisida yang dianjurkan adalah golongan karbamat, antara lain Karbofuran Furadan 3GR, Petrofur 3GR, Furio 3GR konsentrasi yang digunakan sesuai rekomendasi 10kg/Ha. Dengan melakukan kegiatan perlindungan yang dimulai sejak pengenalan hama, pengamatan agro-ekosistem secara teratur, analisis hasil pengamatan agroekositem, pengambilan keputusan, tindakan berbagai teknik pengendalian yang dilakukan secara terpadu dan kompatibel, dan evaluasi dari setiap tahap kegiatan perlindungan tanaman maka produksi dan kualitas gula akan meningkat dan Insya Allah Indonesia akan menjadi kiblatnya GULA dunia.
Daftar Pustaka Anonymous, 1989. Hama dan Penyakit Tanaman Tebu ( Saccharum officinarum). PT. Bale. Bandung. Anonymous, 1992. Budidaya Tanaman Tebu di Lahan Sawah. Penebar swadaya. Jakarta Anonymous, 1995. Petunjuk Pelaksanaan Budidaya Tebu. PT Perkebunan X PG Poerwodadi. Madiun. Djasmin. 1984. Hama-hama Tebu Rakyat. PTP.XXI-XXII Persero. Surabaya. Ditjenbun (Direktorat Jenderal Perkebunan). 2008. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta. Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan. Ditjenbun (Direktorat Jenderal Perkebunan). 2009. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta. Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan.
Kalshoven, L.G.E. 1991. Pest of Crops In Indonesia. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta. Wirioatmojo. 1987. The control of Sugarcane Topborer Tryporyza innotata, F. P3GI. Pasuruan.
Oleh: Bayu Aji Nugroho, SP POPT Muda BBPPTP Surabaya