INDIATI ET AL.: STATUS HAMA PENGGEREK PUCUK PADA TANAMAN KEDELAI
Status Hama Penggerek Pucuk pada Tanaman Kedelai S.W. Indiati, Purwantoro, dan W. Tengkano Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Kendalpayak,Malang, Jawa Timur
ABSTRACT. Shoot Borer, Melanagromyza dolichostigma Status on Soybean. The shoot borer is an important pest of soybean in Indonesia, widespread in Java, both in the lowlands and highlands. To study the influence of the larvae attack on yield loss of soybean, a field experiment was carried out in ILETRI (Indonesian Legumes and Tuber Crops Research Institute), in the dry season of 2007. The results showed that the attack of shoot borer: 28%, 27%, 25%, 13%, and 7% were observed respectively on the first, second, third, fourth, and on fifth, sixth, and seventh trifoliate leafs. There was a negative correlation between the leaf position and the degree of attack, as shown by a linier regression equation: Y = 49.286 – 7.5X; (R2 = 0.92; r = 0.96). The dead shoot significantly reduced the plant height, prolong the flowering period, and pod development, and reduced number of fertile nodes, pods, seeds, and yield. Shoot borer could be a potential of serious pest on soybean. Keywords: Soybean, shoot borer, yields loss ABSTRAK. Di Indonesia, penggerek pucuk, M. dolichostigma adalah salah satu hama pada tanaman kedelai. Hama tersebut tersebar luas di Indonesia, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Untuk mengetahui pengaruh serangan M. dolichostigma terhadap hasil kedelai dilakukan penelitian di Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Ubi-ubian pada MK. 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan penggerek pucuk tertinggi 28% terjadi pada daun trifoliet pertama, 27% pada daun trifoliet ke dua, 25% pada daun trifoliet ketiga, dan 13% pada daun trifoliet keempat, sisanya 7% tersebar pada daun trifoliet kelima, keenam dan ketujuh. Hubungan antara letak daun dari permukaan tanah (sumbu x) dan banyaknya tanaman terserang (sumbu y) digambarkan dengan persamaan regresi linier Y = 49,286 – 7,5X; R2 = 0,92; r = 0,96. Tanaman yang mati pucuk pada umumnya pendek, pembentukan bunga dan polong terlambat, menurunkan jumlah buku subur, jumlah polong, jumlah biji, dan hasil kedelai, sehingga M. dolichostigma dinyatakan sebagai hama penting kedelai Kata kunci: Kedelai, penggerek pucuk, kehilangan hasil
elanagromyza dolichostigma de Meijere (Diptera: Agromyzidae) merupakan salah satu hama kedelai, yang merusak tanaman dengan cara menggerek bagian pucuk sehingga layu dan mengering (Lee 1965; Kalshoven 1981; Jackai et al. 1990). Spesies ini pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1922 oleh de Meijere. Selain di Indonesia, hama ini tersebar luas di beberapa negara Asia Tenggara lainnya seperti Cina, Jepang, Taiwan, dan Thailand (Talekar 1990). Di Indonesia, van der Goot (1930) melaporkan bahwa infestasi M. dolichostigma dapat terjadi selama setahun, intensitasnya pada musim kemarau (Juni sampai September) lebih tinggi dibanding
M
90
musim hujan (Oktober sampai Maret) (Talekar 1990). Di Jawa khususnya, serangan penggerek pucuk dijumpai di dataran rendah maupun dataran tinggi. Di dataran rendah, serangan lalat dengan gejala pucuk tanaman kedelai layu dan mengering ditemukan secara sporadis. Di dataran tinggi, serangan M. dolichostigma dapat dijumpai pada tanaman kedelai di lahan kering maupun lahan sawah secara merata. Akhir-akhir ini di sekitar kebun Kendalpayak Balitkabi, Malang, tanaman kedelai dalam pot dan di sekitar rumah kasa ditemukan terserang penggerek pucuk dengan intensitas 15-20%. Tanaman yang terserang menunjukkan gejala pucuk layu dan mengering, setelah itu pertumbuhannya terhenti, tanaman pendek, adakalanya tumbuh cabang, dan selanjutnya mempengaruhi pembentukan bunga dan polong. Pengamatan lebih lanjut mengenai pengaruh serangan penggerek pucuk sampai ke hasil belum pernah dilakukan, sehingga kehilangan hasil yang ditimbulkan belum diketahui secara pasti. Van der Goot (1930) dan Kalshoven (1981) menyatakan bahwa kehilangan hasil yang ditimbulkan tidak banyak. Talekar (1990) melaporkan, kerusakan tanaman kedelai akibat serangan M. dolichostigma umumnya terjadi pada saat tanaman berumur 3-5 minggu. Spencer (1973) menyatakan bahwa daun-daun pucuk pada tanaman berumur 3-5 minggu tersebut merupakan tempat yang cocok untuk peletakan telur lalat. Kematian pucuk oleh M. dolichostigma disebabkan adanya kerusakan jaringan batang pada pucuk yang terjadi setelah fase pembungaan dan selama fase pembentukan polong, yaitu antara umur 4-6 minggu (JICA 1990). Selain kedelai, tanaman kacang beras (Vigna umbellata) dan kacang buncis (Phaseolus vulgaris) juga merupakan inang yang rentan bagi hama penggerek pucuk M. dolichostigma (Talekar 1990). Meskipun M. dolichostigma telah dinyatakan sebagai hama tanaman kedelai (lee 1965; Kalshoven 1981; Nurdin dan Zen 1985; Jackai et al. 1990), namun penelitian tentang status dan dampak serangannya yang diakibatkannya belum pernah dilaporkan secara rinci. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala serangan dan tanggapan tanaman kedelai terhadap serangan lalat penggerek pucuk, M. dolichostigma dan kehilangan hasil yang diakibatkan.
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 2 2008
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Malang pada bulan Maret-Juni 2007, pada lahan seluas 2,5 m x 24 m. Benih kedelai varietas Wilis ditanam pada jarak tanam 40 cm x 20 cm, 3-4 biji/lubang, kemudian dilakukan penjarangan dengan menyisakan dua tanaman/rumpun. Percobaan dibuat dengan dua perlakuan: tanaman sehat dan tanaman terserang M. dolichostigma, masing-masing perlakuan diwakili oleh 135 tanaman contoh. Infestasi hama M. dolichostigma terjadi secara alami. Setelah terjadi kematian pucuk tanaman pada batang utama, dilakukan pengendalian kimia setiap minggu dengan insektisida deltametrin untuk kutu-kutuan dan lamda sihalotren untuk hama ulat perusak daun dan kepik penghisap polong masing-masing dengan konsentrasi 2 ml/l. Pucuk tanaman terserang dipotong untuk menghindari serangan M. dolichostigma pada generasi berikutnya terhadap cabang yang terbentuk. Tanaman dipupuk dengan urea 50 kg/ha, SP36 100 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha pada saat tanam. Pengamatan dilakukan terhadap 135 tanaman contoh meliputi: 1. Posisi letak daun/ tempat terjadinya gejala serangan pada tanaman berumur 14 HST sampai 64 HST
Gejala serangan tertinggi berturut-turut pada daun trifoliet pertama, yaitu 28%, pada daun trifoliet kedua 27%, pada daun trifoliet ketiga 25%, dan pada daun trifoliet keempat 13%. Sisanya 7% tersebar pada daun trifoliet kelima, keenam dan ketujuh (Gambar 1). Preferensi penggerek pucuk untuk meletakan telurnya adalah pada tanaman berumur 2-5 minggu, tetapi tidak menutup kemungkinan bila peletakan telur dapat terjadi sampai tanaman berumur 8 minggu, terutama pada pucuk batang. Berdasarkan analisis regresi, hubungan antara letak daun dari permukaan tanah dan populasi tanaman terserang M. dolichostigma mengikuti persamaan regresi linier Y = 49,286 – 7,5 X; R2 = 0,92; r = 0,96 (Gambar 2). Berdasarkan persamaan tersebut dapat dikemukakan bahwa semakin tua umur
1% 1%
4. Jumlah polong/tanaman pada batang utama dan cabang (sesaat setelah panen).
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Serangan Kebiasaan merusak M. dolichostigma sangat khusus, yaitu larva menggerek pucuk batang kedelai yang berumur 2-8 minggu, sehingga pucuk menjadi layu dan kering. Hasil pengamatan terhadap posisi gejala serangan pada 135 tanaman contoh menunjukkan bahwa hama ini kebanyakan menyerang pucuk kedelai pada daun trifoliet pertama sampai keempat dan sebagian kecil pada daun kelima sampai dengan ketujuh.
1 2
25% 27% 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 = letak daun trifoliet dari permukaan tanah Gambar 1. Proporsi pucuk layu dan kering akibat serangan M. dolichostigma berdasarkan letak daun trifoliet dari permukaan tanah. Malang, MK 2007.
45 Banyaknya tanaman terserang
Data berpasangan yang diperoleh dari 135 tanaman contoh masing-masing dianalisis menggunakan uji t pada taraf 5%.
28%
3
5. Jumlah biji/tanaman pada batang utama dan pada cabang (sesaat setelah panen). 6. Bobot biji/tanaman pada batang utama dan pada cabang (sesaat setelah panen).
6 7 5
4
2. Pembentukan bunga pada 35 HST dan pembentukan polong pada 49 HST. 3. Tinggi tanaman, jumlah cabang, dan jumlah buku subur (sesaat setelah panen)
5%
13%
40 35
y = -7,5x + 49,286 R2 = 0,92 r = 0,96
30 25 20 15 10 5 0 -5 0 -10
2
4
6
8
Kedudukan daun trifoliet dari permukaan tanah
Gambar 2. Hubungan antara letak daun dan populasi tanaman terserang M. dolichostigma. Malang, MK 2007.
91
INDIATI ET AL.: STATUS HAMA PENGGEREK PUCUK PADA TANAMAN KEDELAI
tanaman semakin kurang disukai oleh imago M. dolichostigma untuk meletakkan telur. Berdasarkan fakta tersebut, maka pengendalian lalat pucuk sebaiknya pada awal pertumbuhan tanaman, sedang waktu dan frekuensi aplikasi insektisida perlu diteliti lebih lanjut. Talekar (1990) menyatakan bahwa kerusakan tanaman kedelai akibat serangan M. dolichostigma umumnya terjadi pada saat tanaman berumur 3-5 minggu. Pada periode umur tersebut, tanaman baru mempunyai daun trifoliet pertama sampai ketiga yang membuka penuh. Daun-daun tersebut merupakan tempat yang sesuai untuk peletakan telur oleh penggerek pucuk. Tanggap Tanaman terhadap Serangan Penggerek Pucuk Serangan penggerek pucuk mengakibatkan pucuk tanaman mati, dan berdampak terhadap lambatnya pembentukan bunga. Dari 135 tanaman contoh (batang) yang terserang mati pucuk, jumlah tanaman berbunga hanya 20%, sedangkan pada tanaman sehat telah mencapai 52% (Gambar 3). Hasil uji t (P=0,05) menunjukkan bahwa persentase pembungaan antara tanaman yang sehat dan sakit berbeda nyata. Akibat matinya pucuk maka terbentuk cabang baru. Berdasarkan pengamatan terhadap 135 tanaman contoh, 75% dari tanaman yang terserang penggerek pucuk tumbuh percabangan pada batang utama, sedangkan pada tanaman yang sehat 66%. Berdasarkan uji t (P=0,05), pembentukan cabang antara tanaman terserang dan sehat tidak berbeda nyata (Gambar 4). Tanaman sehat cenderung lebih awal membentuk polong (78%) daripada tanaman yang terserang (74%), berdasarkan uji t di antara keduanya berbeda nyata. Berdasarkan data pengamatan tersebut dapat dikatakan bahwa serangan penggerek pucuk dapat memper-
lambat pembentukan polong (waktu pembentukan polong agak mundur), tetapi tidak berpengaruh terhadap pembentukan cabang. Hal ini mungkin karena varietas Wilis tidak tergolong bercabang banyak. Selain itu kematian pucuk lebih besar pengaruhnya dalam menghambat pertumbuhan. Dengan matinya pucuk, tanaman membentuk cabang sehingga pertumbuhan tanaman terhenti. Pengamatan menunjukkan bahwa tanaman yang terserang penggerek pucuk cenderung lebih pendek, rata-rata hanya 27,7 cm, sedangkan pada tanaman sehat dapat mencapai 77,6 cm. Berdasarkan hasil uji t (P=0,05) tinggi tanaman antara tanaman terserang dan sehat berbeda nyata (Gambar 5). Berkurangnya tinggi tanaman yang terserang penggerek pucuk disebabkan karena ujung tunas atau titik tumbuh tanaman kering dan mati, sehingga pertumbuhan terhenti, dan sebagai kompensasinya tanaman akan tumbuh ke samping dengan membentuk cabang lebih banyak dari tanaman sehat (Gambar 4). Di samping berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, serangan penggerek pucuk buku subur, yaitu dimaksud dengan buku subur adalah buku pada batang utama tempat polong terbentuk. Jumlah buku subur pada tanaman sehat rata-rata 8,9 buku/tanaman, sedangkan pada tanaman terserang hanya 0,6 buku/tanaman. Hasil uji t (P=0,05) menunjukkan jumlah buku subur antara tanaman terserang dan tanaman sehat berbeda nyata (Gambar 5). Pengaruh serangan penggerek pucuk terhadap jumlah polong, jumlah biji, dan bobot biji kering masingmasing pada batang utama dan cabang dari 135 tanaman contoh juga diamati. Jumlah polong pada batang utama tanaman sehat rata-rata 18 polong/ tanaman, lebih banyak dibandingkan dengan jumlah polong pada batang utama tanaman terserang (<1
80 60
terserang
75
sehat
Nilai (%)
Persentase tanaman berbunga
50 40 30
74,6
74,6
% berpolong
70 66,1
20.7% 20
77,6
% bercabang
52%
65
10
60 0
Gambar 3. Pengaruh serangan M. dolichostigma terhadap pembungaan pada 35 HST, Balitkabi, MK 2007.
92
terserang
sehat
Gambar 4. Pengaruh serangan M. dolichostigma terhadap pembentukan cabang dan polong pada 49 HST. Balitkabi, MK 2007.
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 2 2008
70 60 50 40 27,77
30 20
Jml buku subur/tanaman
Tinggi tanaman (cm)
80
10 77,61
25
8,932
8 6 4 2
10
0,56
sehat
terserang
20
23,56
18,61
15 10
7,73
8,4
4,95
5 0,67
0
0
0
Jumlah polong/tanaman
90
sehat
terserang
Batang utama sehat
cabang
total
terserang
Gambar 5. Pengaruh serangan M. dolichostigma terhadap ratarata tinggi tanaman dan rata-rata jumlah buku subur. Balitkabi, MK 2007.
Gambar 6. Pengaruh serangan M.dolichostigma terhadap jumlah polong pada batang utama, cabang dan total. Balitkabi, MK 2007.
polong/tanaman). Sebaliknya, jumlah polong pada cabang tanaman terserang, 7 polong/tanaman lebih banyak dibandingkan dengan jumlah polong pada cabang tanaman sehat yang hanya 4 polong/tanaman. Apabila jumlah polong pada batang utama dan cabang dijumlahkan, maka jumlah polong total pada tanaman sehat mencapai 23 polong/tanaman, lebih tinggi daripada jumlah polong total pada tanaman terserang yang hanya 8 polong/tanaman. Berdasarkan uji t (P=0,05), di antara kedua perlakuan tersebut berbeda nyata (Gambar 6). Hal ini berarti bahwa serangan penggerek pucuk M. dolichostigma pada tanaman kedelai, khususnya varietas rentan seperti Wilis, dapat menurunkan produksi polong, karena terbentuknya polong pada cabang yang terjadi akibat matinya pucuk tanaman tidak mampu mengimbangi jumlah polong yang terbentuk pada batang utama tanaman sehat. Dengan berkurangnya jumlah polong maka jumlah dan bobot biji juga berkurang. Gambar 7 menunjukkan bahwa jumlah biji pada batang utama tanaman sehat 29 biji/tanaman, lebih tinggi dibanding jumlah biji pada tanaman terserang, yang hanya 1 biji/tanaman. Namun sebaliknya, jumlah biji pada cabang tanaman terserang 13 biji/tanaman, lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah biji pada cabang tanaman sehat yang hanya 7 biji/tanaman. Apabila jumlah biji pada batang utama dan cabang dijumlahkan, maka jumlah biji total pada tanaman sehat mencapai 37 biji/tanaman, lebih tinggi daripada jumlah biji total pada tanaman terserang yang hanya 14 biji/tanaman, dan berbeda nyata pada uji t (P=0,05). Hal ini berarti serangan penggerek pucuk M. dolichostigma dapat menurunkan jumlah biji, karena biji yang terbentuk pada cabang tanaman terserang tidak
mampu mengimbangi jumlah biji pada batang utama tanaman sehat. Dengan berkurangnya jumlah polong dan jumlah biji secara langsung mengurangi hasil. Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa hasil biji pada batang utama tanaman sehat mencapai 2,12 g/tanaman, lebih tinggi dibanding hasil biji pada tanaman terserang, yang hanya 0,078 g/tanaman. Sebaliknya, hasil biji pada cabang tanaman terserang 0,92 g/tanaman, lebih tinggi dibanding hasil biji pada tanaman sehat, yang hanya 0,55 g /tanaman. Apabila hasil biji pada batang utama dan cabang dijumlahkan, maka hasil biji total pada tanaman sehat mencapai 2,67 g/tanaman, sedangkan hasil biji total pada tanaman terserang hanya 0,99 g/tanaman. Berdasarkan uji t (P=0,05), di antara keduanya menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini berarti bahwa serangan penggerek pucuk M. dolichostigma pada tanaman kedelai menurunkan hasil secara nyata, karena biji yang dihasilkan pada cabang tanaman terserang tidak bisa mengimbangi biji pada batang utama tanaman sehat, dari perhitungan, kehilangan hasil dapat mencapai 62%. Berdasarkan fakta ini dapat dikatakan bahwa serangan penggerek pucuk M. dolichostigma pada tanaman kedelai sangat berarti, karena menurunkan jumlah polong, jumlah biji, dan bobot biji pertanaman, sehingga M. dolichostigma dinyatakan mempunyai status penting sebagai hama tanaman kedelai. Hasil penelitian ini mematahkan pendapat van der Goot (1930) maupun Kalshoven (1981) yang menyatakan bahwa serangan penggerek pucuk tidak nyata mengurangi jumlah polong sehingga tidak berpengaruh terhadap kehilangan hasil.
93
INDIATI ET AL.: STATUS HAMA PENGGEREK PUCUK PADA TANAMAN KEDELAI
40
3
37,39
2,676
35
2,5
25 20 13,37
15 10 5
14,51
7,65
Bobot biji (g)/tanaman)
Jumlah biji (butir)/tanaman)
29,74
30
2,119
2 1,5 0,92
1
0,998
0,557
0,5 1,14
0,078
0
0 batang utama
cabang
sehat
total
terserang
batang utama
cabang
sehat
total
terserang
Gambar 7. Pengaruh serangan M. dolichostigma terhadap jumlah biji pada batang utama, cabang, dan total. Balitkabi, MK 2007.
Gambar 8. Pengaruh serangan M. dolichostigma terhadap bobot biji pada batang utama, cabang, dan total. Balitkabi, MK 2007.
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Serangan tertinggi penggerek pucuk terdapat pada daun trifoliet pertama yaitu 28%, daun trifoliet kedua 27%, daun trifoliet ketiga 25%, dan daun trifoliet keempat 13%, sisanya 7% tersebar pada daun trifoliet kelima, keenam, dan ketujuh. Oleh sebab itu, pengendalian lalat pucuk sebaiknya pada awal pertumbuhan tanaman. Waktu dan frekuensi aplikasi insektisida perlu diteliti lebih lanjut.
Jackai, L.E.N., A.R. Paniizi, G.G. Kundu, and K. Srivastava. 1990. Insect pests of soybean in the tropics, p. 91-156. In: Singh (Ed.). Insect pests of tropical food legumes. John Wiley & Sons, Chichester, New York, Brisbane, Toronto, Singapore.
2. Preferensi penggerek pucuk untuk meletakkan telurnya adalah pada pucuk batang tanaman berumur 2-5 minggu, semakin tua umur tanaman semakin kurang disukai imago M. dolichostigma untuk meletakkan telur. 3. Tanaman yang pucuknya mati pada umumnya pendek, terlambat membentuk bunga dan polong, menurunkan jumlah buku subur, jumlah polong, jumlah biji, dan hasil kedelai sampai 62%, sehingga M. dolichostigma dinyatakan mempunyai status penting sebagai hama kedelai.
JICA. 1990. Petunjuk bergambar untuk identifikasi hama dan penyakit kedelai di Indonesia. Edisi kedua. 115p. Kalshoven, LGE. 1951. The pest of crops in Indonesia. (revised and translated by P.A. van der Laan). Ichtiar Baru, Jakarta. 701 p. Lee, S.Y. 1965. Notes on some agromyzid flies destructive to soybean in Taiwan. Taiwan Agric. Res. Inst. Nurdin, F. and Khairul Zen. 1985. Agromyzid flies (Diptera: Agromyzidae) on soybean in West Sumatra. Penelitian Pertanian 5(1):19-21. Spencer, K.A . 1973. Agromyzidae (Diptera) of economic importance. Hague, W. Junk B.V. 418 p. Talekar, N.S. 1990. Agromyzid flies of food legumes in the tropics. AVRDC. 297 p. Tengkano, W. dan M. Soehardjan. 1985. Jenis hama utama pada berbagai fase pertumbuhan tanaman kedelai. p. 295-320. Dalam Sadikin Somaatmadja et al. (Eds.). Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. 509 p. van der Goot, P. 1930. Agromyzid flies of some native legume crop in Java. Original in Dutch, translation published by Tropical vegetable Information Service. Asian Vegetable Research and Development Centre. Sanhua. Taiwan. Republic of China. 98 p.
94