PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK PADA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN
TESIS
Oleh :
PUTRANESIA THAHA NIM. 1420922001
PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2016
7
PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK PADA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN
TESIS Diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Strata-2 pada Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Andalas
PUTRANESIA THAHA NIM. 1420922001
Pembimbing : TAUFIKA OPHIYANDRI, Ph.D YERVI HESNA, MT
PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2016
8
9
10
PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK PADA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN
PUTRANESIA THAHA NIM. 1420922001
Pembimbing :
TAUFIKA OPHIYANDRI, Ph.D NIP. 197501041998021001
Ko-Pembimbing :
YERVI HESNA, MT NIP. 197803242006042001
11
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa karena atas Rahmat dan Karunia yang telah diberikan penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok pada Industri Konstruksi Perumahan”. Tesis ini dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Strata-2 pada program studi Magister Teknik Sipil, Universitas Andalas. Penulis mengucapkan terimakasih sebagai ungkapan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Bapak Taufika Ophiyandri, PhD., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
2.
Ibu Yervi Hesna, MT., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
3.
Bapak Prof.Dr.Eng.Ir.Zaidir,MS,. Bapak Dr. Bambang Istijono, Bapak Benny Hidayat,Phd., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan,kritikan dan arahan untuk perbaikan tesis ini.
4.
Staf pengajar Program Magister Teknik sipil, khususnya bapak Bayu Martanto Adji,PhD., bapak Sabril Haris,PhD,.dan bapak Ahkmad Suraji, PhD., yang telah memberikan dukungan ,masukan dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
5.
Staf dan karyawan Tata Usaha Program Magister Teknik Sipil
6.
Staf dan karyawan perpustakaan jurusan teknik sipil ,Fakultas Teknik Universitas Andalas
7.
Keluarga-ku tercinta, spesial buat istriku tersayang yang telah memberikan dukungan penuh kepada penulis dalam mendampingi untuk penyelesaian tesis ini
8.
Anak-anakKu tersayang , Nathania nasyiwa zanetha, Khalil athabrani zanetha, dan Raihania ahzaqila zanetha, yang telah memberikan keceriaan untuk penulis menyelesaikan tesis ini.
9.
Teman-teman angkatan 2014 program studi Magister teknik Sipil. 12
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini memiliki ketidaksempurnaan ,untuk itu kritikan dan saran dalam rangka perbaikan dan kesempurnaan tesis ini penulis harapkan dari berbagai pihak terkait. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan untuk penelitianpenelitian selanjutnya.
Padang, Oktober 2016
Putranesia Thaha
13
ABSTRAK
Pengelolaan rantai pasok pada industri konstruksi perumahan di percaya akan meningkatkan nilai kinerja dari proses bisnis industri konstruksi perumahan itu sendiri. Upaya pengukuran kinerja untuk menilai kemampuan pengembang perumahan sebagai bagian dari kesatuan rantai pasok industri perumahan diharapkan mampu memberikan ruang lebih untuk mampu menciptakan peluang dan daya saing terhadap pelaku para pelaku bisnis dalam industri konstruksi perumahan. Konsumen sebagai pemilik akhir dari sebuah produk industri perumahan seringkali mendapatkan permasalahan dari para pengembang. Permasalahan yang timbul seperti: (a) kontruksi bangunan yang tidak memenuhi kaidah-kaidah konstruksi yang benar (tidak memenuhi SNI), (b) infrastruktur yang tidak memadai, (c) tenggang waktu penyelesaian bangunan yang tidak sesuai jadwal yang disepakati, (d) pemahaman konsumen yang kurang akan produk perumahan yang berkwalitas membuat rentan untuk di manipulasi pengembang. Dalam penelitian ini akan dilakukan sebuah pengukuran kinerja dengan menggunakan metoda SCOR® versi 11 pada industri konstruksi perumahan. Responsiveness dan efficiency merupakan karakteristik yang dapat menggambarkan kinerja rantai pasok yang bersifat dinamis sehingga mampu menyesuaikan setiap perubahan yang terjadi pada pasokan dan permintaan. Harmonisasi antara kinerja dan manajemen rantai pasok diawali dengan menghitung atribut dan metrik kinerja,menentukan bobot metrik kinerja dengan pendekatan AHP,menentukan performansi atribut supply chain performance sehingga didapatkan nilai supply chain performance : perumahan mewah (59,1%), perumahan menengah (34,2%),dan perumahan sederhana ( 51,1%).
Kata kunci : rantai pasok,perumahan,pengukuran kinerja, SCOR
14
ABSTRACT
Supply chain management in the residential construction industry in the trust will increase the value of the performance of the residential construction industry business process itself. Efforts to assess the performance measurement capabilities developers of housing as part of the unitary housing industry supply chain are expected to provide more space to be able to create opportunities and competitiveness against perpetrators of businesses in the residential construction industry. End consumers as the owner of a residential industrial products often get problems from the developers. The problems that arise, such as: (a) the construction of buildings that do not meet the rules of construction that is true (does not meet SNI), (b) inadequate infrastructure, (c) a grace period of completion of the building that does not conform to an agreed schedule, (d) less consumer understanding will housing product quality makes it vulnerable to manipulation developers. In this research will be a measurement of performance using a method SCOR® version 11 on the residential construction industry. Responsiveness and efficiency is a characteristic that describes the performance of the supply chain is dynamic so as to adjust any changes in supply and demand. Harmonization between performance and supply chain management begins with calculating the attributes and performance metrics, performance metrics determine the weight with AHP approach, determine the performance attributes of supply chain performance to obtain the value of supply chain performance: luxury housing (59.1%), intermediate housing (34, 2%), and low-income housing (51.1%).
Keywords: Supply Chain, housing, measurement performance, SCOR
15
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL Lembar Pengesahan oleh Pembimbing/Ko-pembimbing Lembar Pengesahan oleh Dosen penguji Lembar Pernyataan Keaslian Tesis Abstrak Daftar Isi Kata Pengantar BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ....................................................................... 4 1.3. Penelitian Sebelumnya ................................................................... 4 1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 5 1.6. Sistematika Penulisan ..................................................................... 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. 7 2.1. Pengembangan Industri Konstruksi Perumahan ............................ 7 2.1.1. Peraturan untuk Pengembangan Industri Konstruksi Perumahan .......................................................................... 12 2.1.2. Pelaksanaan Konstruksi Perumahan ................................... 14 2.2. Rantai Pasok Pengembangan Industri Konstruksi Perumahan .... 15 2.2.1. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Proyek Konstruksi Perumahan .......................................................................... 18 2.3. Pola Umum Rantai Pasok Proyek Industri Konstruksi Perumahan .................................................................................... 21 2.4 Pola Rantai Pasok Pengembangan Industri Konstruksi Perumahan .................................................................................... 22 2.5. Pengukuran Kinerja Sistem Rantai Pasok .................................... 24 2.6. Supply Chain Operation Reference Model .................................. 25 2.6.1. SCOR sebagai suatu Kerangka Proses ............................... 26 2.6.2. Lingkup Model SCOR ....................................................... 28
16
2.6.3. Struktur Model SCOR ........................................................ 29 2.7. Pengukuran Kinerja Model SCOR ………………………...……. 32 2.7.1. Atribut Kinerja ................................................................... 32 2.7.2. SCOR sebagai suatu Kerangka Proses ............................... 35 2.7.3. Perfect Order Fulfillment (POF) ........................................ 36 2.7.4. Order Fulfillment Cycle Time (OFCT) ............................... 37 2.7.5. Upside Supply Chain Flexibility ........................................ 38 2.7.6. Upside Supply Chain Adaptability ..................................... 39 2.7.7. Upside Supply Chain Flexibility ........................................ 41 2.7.8. Supply Chain Value at Risk ................................................ 42 2.7.9. Total Cost to Serve ............................................................. 43 2.7.10. Cash-to-Cycle Time ......................................................... 44 2.7.11. Return on Supply Chain Fixed Assets ............................. 45 2.7.12. Return on Working Capital .............................................. 46 2.7.13. Hirarki Metrik AMR ........................................................ 47 2.7.14. SCOR® Card ................................................................... 49 2.8. PRAKTIK..................................................................................... 50 2.8.1. Jenis-Jenis Praktik ............................................................. 50 2.8.2. Klasifikasi Praktik ............................................................. 52 2.8.3. Praktik-praktik dalam SCOR 11 dibanding dengan versi SCOR sebelumnya ............................................................ 56 2.9. Mengenal SCOR® 11 .................................................................. 56 2.9.1. Kerangka Proses ................................................................ 57 2.9.2. Metrik Biaya ...................................................................... 57 2.9.3. Proses Enable ..................................................................... 57 2.9.4. Praktik-Praktik ................................................................... 58 2.10. Indikator Kinerja SCOR® ......................................................... 59 2.11. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ............................... 73 BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................... 76 3.1. Pengantar ................................................................................... 76 3.2. Kerangka berpikir ....................................................................... 77 3.3. Pendekatan Penelitian ............................................................... 78
17
3.4 Strategi Penelitian ..................................................................... 78 3.5 Waktu Penelitian ....................................................................... 78 3.6 Metode Pengumpulan Data ....................................................... 78 3.7 Pengumpulan Data .................................................................... 80 3.8 Analisa Data .............................................................................. 84 3.9 Model Penelitian ....................................................................... 84 3.10 Pengembangan model Pengukuran Kinerja Sistem Rantai Pasok Berbasis SCOR versi 11 ...................................... 84 3.11 Menghitung Bobot AHP .......................................................... 92 BAB IV. STUDI KASUS ........................................................................... 94 4.1. Studi kasus pengembangan perumahan .................................... 94 4.1.1. Perumahan Kelas Mewah ....................................................... 94 4.1.2. Perumahan Kelas Menengah ................................................. 105 4.1.3. Perumahan Tipe Sederhana .................................................. 115 BAB V. ANALISA DAN PEMBAHASAN ............................................ 129 5.1. Analisa Indentifikasi Kinerja Rantai Pasok ............................ 129 5.2. Analisa Model ......................................................................... 133 5.3. Analisa Data ............................................................................ 135 5.4. Analisa Kinerja ........................................................................ 151 5.4.1. Analisis Kinerja ditinjau dari Sisi Kepentingan Pelanggan ......................................................................... 151 5.4.2. Analisis Kinerja ditinjau dari Sisi Kepentingan Perusahaan ...................................................................... 156 5.4.3. Analisis Kinerja Total ..................................................... 159 5.4.4. Rekomendasi .................................................................. 160 5.5. Framework Pengembangan Model Pengukuran Kinerja Industri Konstruksi Perumahan ............................................... 160 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 164 6.1. Kesimpulan .............................................................................. 164 6.2. Saran ........................................................................................ 165 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 166 LAMPIRAN
18
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rantai pasok merupakan suatu konsep yang awal perkembangannya berasal dari industri manufaktur. Industri konstruksi mengadopsi konsep ini untuk mencapai efisiensi mutu, waktu dan biaya yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi (Juarti, 2008). Dalam penelitian yang dilakukan Vrijhoef (1999) dijelaskan bahwa pada dasarnya di dalam suatu rantai pasok terdapat keterlibatan berbagai pihak mulai dari hubungan hulu (upstream) hingga ke hilir (downstream), dalam proses dan kegiatan yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang bernilai hingga sampai kepada pelanggan terakhir. Sehingga keterlibatan dari berbagai pihak tersebut akan membentuk suatu pola hubungan yang menempatkan suatu pihak sebagai salah satu mata rantai dalam suatu rangkaian rantai proses produksi yang menghasilkan produk konstruksi. Karena adanya keterlibatan berbagai pihak dengan keahlian dan kepentingan yang berbeda-beda tersebut menunjukkan terpecah-pecahnya suatu pekerjaan konstruksi ke dalam beberapa paket pekerjaan yang dilaksanakan oleh berbagai pihak yang berbeda sehingga dalam suatu pola rantai pasok tersebut terjadi beberapa permasalahan, seperti meningkatnya biaya pelaksanaan, terjadinya keterlambatan, terjadinya konflik dan perselisihan, sehingga mengakibatkan industri konstruksi dikenal sebagai industri yang tidak efisien (Tucker et al., 2001). Pengelolaan rantai pasok di industri konstruksi dipercaya sebagai salah satu usaha yang strategis untuk meningkatkan daya saing suatu perusahaan konstruksi di tengah semakin ketatnya persaingan lokal, regional maupun global, sebagaimana layaknya industri lainnya. Salah satu unsur penting dari pengelolaan rantai pasok ini adalah struktur dari jaringan yang efektif, karena sebuah rantai pasok yang efisien dianggap dapat memberikan daya saing yang tinggi kepada perusahaan yang menjadi bagiannya. Berdasarkan hasil suatu studi diperoleh kesimpulan bahwa desain rantai pasok yang buruk memiliki potensi untuk
19
meningkatkan biaya proyek hingga 10% (Bertelsen, 1993). Menurut Stock dan Lambert (2001), pengelolaan rantai pasok yang sukses membutuhkan sistem yang terintegrasi. Masing-masing unit dalam rantai pasok menjadi satu kesatuan, tidak berdiri sendiri-sendiri sebagaimana halnya dengan rantai pasok tradisional. Kegiatan operasi pada rantai pasok membutuhkan aliran informasi yang berkesinambungan untuk menghasilkan produk yang baik pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhan konsumen. Oleh karena itu usaha untuk mengidentifikasi semua aktivitas yang mempunyai nilai tambah merupakan faktor penting yang harus dilakukan untuk menyusun perbaikan sistem rantai pasok industri konstruksi, dalam hal ini pada industri konstruksi perumahan sehingga tingkat kinerja rantai pasok menjadi optimal. Kondisi diatas menegaskan bahwa diperlukannya suatu pengembangan model yang dapat menggambarkan organisasi di industri konstruksi perumahan guna memahami struktur dan perilaku rantai pasok dalam industri konstruksi perumahan, sehingga suatu rantai pasok konstruksi memiliki potensi untuk menjadi salah satu ruang yang memungkinkan untuk dilakukannya peningkatan dalam industri konstruksi perumahan. Terdapat beberapa penelitian terkait rantai pasok yang telah dilakukan pada industri konstruksi diantaranya : Yullianti (2008), mengkaji tentang pengembangan indikator-indikator penilaian yang akan digunakan sebagai alat bantu untuk mengevaluasi kinerja terkait dengan efektifitas dan efisiensi rantai pasok pada proyek konstruksi di indonesia dalam rangka pencapaian konstruksi ramping dan Oktaviani (2008), melakukan pengukuran kinerja dari pola rantai pasok proyek konstruksi bagunan gedung yang telah teridentifikasi dengan menggunakan indikator-indikator yang telah dikembangkan sebelumnya, terutama pada kajian hubungan antar pihak yang terlibat dalam proses produksi proyek kontruksi bangunan gedung. Sedangkan Juarti (2008), melakukan kajian tentang pola-pola rantai pasok pengembangan perumahan yang memiliki karakteristik yang sama dengan proyek konstruksi pada umumnya sehingga sama halnya seperti dalam industri konstruksi, maka di dalamnya terjadi keterlibatan berbagai pihak dengan keahlian dan kepentingan yang berbeda-beda dalam hal pengadaan barang dan jasa. Sementara itu Maghrizal, et al. (2014), menempatkan ada 2 pola rantai pasok yang berlaku pada industri konstruksi perumahan yaitu pola umum
20
dan pola khusus yang diterapkan oleh pengembang dalam pengembangan perumahan. Kinerja sistem rantai pasok industri konstruksi perumahan merupakan totalitas atau kesatuan kinerja yang terdiri dari pemasok bahan bangunan (supplier), developer/kontraktor, konsumen dan jasa penunjang. Responsiveness dan efficiency merupakan karakteristik yang dapat menggambarkan kinerja rantai pasok yang bersifat dinamis sehingga mampu menyesuaikan setiap perubahan yang terjadi pada pasokan dan permintaan. Harmonisasi antara kinerja dan manajemen rantai pasok menjadi penting agar akitivitas rantai pasok dapat bekerja secara baik dan benar. Pada pengembangan perumahan, pengembang sebagai pemilik proyek bukan merupakan konsumen akhir, pihak akhir dari rantai pasok pengembangan perumahan adalah pemilik rumah. Rangkaian kegiatan dalam rantai pasok industri konstruksi perumahan sejalan dengan suatu rangkaian kegiatan ekonomi, dimana terdapat hubungan antara produsen dan konsumen yang diikuti dengan adanya aliran barang dan jasa. Rantai pasok industri konstruksi perumahan terbentuk adanya keterlibatan berbagai pihak mulai dari pemilik rumah, pengembang, konsultan desain, kontraktor perumahan, serta pemasok dan sub kontraktor. Dalam manajemen rantai pasok, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok. Sistem pengukuran kinerja di butuhkan untuk melakukan monitoring dan pengendalian, mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasokan, mengetahui dimana posisi relatif pesaing maupun terhadap tujuan yang hendak dicapai dan menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan pesaing. Pada uraian diatas, terlihat bahwa telah terdapat beberapa penelitian yang telah mengkaji rantai pasok pada industri konstruksi gedung dan kontruksi perumahan. Namun demikian belum ada yang secara khusus melakukan penelitian pengembangan model pengukuran kinerja rantai pasok pada industri konstruksi perumahan secara komprehensif. Berdasarkan penjelasan diatas maka diangkat sebuah penelitian berjudul”Pengembangan Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok pada Industri Konstruksi Perumahan”.
21
1.2. Perumusan Masalah Pasca
gempa
2009
yang
melanda
kota
Padang,
pertumbuhan
perkembangan perumahan meningkat cukup signifikan. Berbagai bentuk dan produk perumahan ditawarkan oleh para pengembang kepada para konsumen. Menurut Juarti (2008), Pada pengembangan perumahan, pengembang (sebagai pemilik proyek) bukan merupakan konsumen akhir (end-customer), pihak paling akhir dari rantai pasok pengembangan perumahan adalah pemilik rumah, karena produk akhir pengembangan perumahan akan diserahkan kepada pemilik rumah. Sedangkan pada proyek konstruksi gedung pemilik proyek merupakan konsumen akhir (end- customer). Konsumen sebagai pemilik akhir dari sebuah produk industri perumahan seringkali mendapatkan permasalahan dari para pengembang. Permasalahan yang timbul seperti : kontruksi bangunan yang tidak memenuhi kaidah-kaidah konstruksi yang benar (tidak memenuhi SNI), infrastruktur yang tidak memadai, tenggang waktu penyelesaian bangunan yang tidak sesuai jadwal yang disepakati, pemahaman konsumen yang kurang akan produk perumahan yang berkwalitas membuat rentan untuk di manipulasi pengembang. Berkaitan dengan permasalahan diatas terdapat beberapa pertanyaan penelitian yang ingin dijawab, yaitu: 1. Apa faktor yang mempengaruhi rantai pasok pada pembangunan perumahan? 2. Bagaimana menentukan pengukuran kinerja rantai pasok pembangunan perumahan? 3. Bagaimana mengembangkan model acuan pengukuran kinerja, yang berguna untuk mengontrol sampai sejauh mana pemanfaatan sumber daya yang ada?
1.3. Penelitian Sebelumnya Penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan rantai pasok pada industri konstruksi gedung dan industri konstruksi perumahan telah banyak dilakukan
22
diantaranya: Pengukuran kinerja rantai pasok industri konstruksi bangunan gedung(Yulianti,2008),Rantai
pasok
proyek
konstruksi
bangunan
gedung
(Oktaviani,2008), Pola rantai pasok industri konstruksi bangunan perumahan (Juarti,2008). Pada penelitian-penelitian diatas belum ada membahas tentang pengukuran kinerja rantai pasok industri konstruksi perumahan, untuk itu pada penelitian ini penulis melakukan penelitian dengan mengembangkan suatu model pengukuran kinerja rantai pasok untuk menilai kinerja pada industri konstruksi perumahan. Model yang dikembangkan yaitu dengan menggunakan model SCOR® versi 11. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja rantai pasok industri konstruksi perumahan. 2. Untuk menentukan pengukuran kinerja rantai pasok industri konstruksi perumahan. 3. Mengembangkan model acuan pengukuran kinerja rantai pasok industri konstruksi perumahan.
1.5. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini dilakukan di kota Padang karena pertumbuhan perumahan pasca gempa September 2009 berkembang pesat di Kota Padang, dibandingkan dengan sebelum terjadinya gempa. Lingkup studi secara keseluruhan yang akan dilakukan mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Pengkajian model acuan pengukuran kinerja untuk rantai kegiatan dari industri konstruksi perumahan. 2. Pengkajian model sistem rantai pasok industri konstruksi perumahan.
1.6. Sistematika penulisan Sistematika penulisan dari Penelitian ini disusun sebagai berikut:
23
Bab I
Pendahuluan Latar belakang penelitian, perumusan masalah dan posisi penelitian, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan , menjadi pembahasan pada bab ini.
Bab II Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan terhadap literatur dan penelitian terdahulu
yang
berkaitan
dengan
industry
konstruksi
dan
pengembangan perumahan, model kinerja dan pola-pola rantai pasok pada pengembangan perumahan, sehingga nanti dapat dijelaskan posisi penelitian yang menjadi acuan penelitian ini. Bab III Metodologi Penelitian Penetapan model penelitian untuk menentukan pengembangan model pengukuran kinerja rantai pasok pada industri konstruksi perumahan yang terjadi pada pengembangan perumahan, rancangan pertanyaan kuisioner, pengumpulan data, analisis data, dan pembahasan untuk mencapai tujuan penelitian adalah bagian dari bab ini. Bab IV Pengumpulan dan Analisis Data Pengumpulan data dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai pasokan barang dan jasa yang terjadi pada setiap perumahan yang ditinjau. Analisis
data menghasilkan pola rantai pasok dan
pengembangan model pengukuran kinerja rantai pasok industri perumahan pada
tiap pengembangan perumahan yang ditinjau
menjadi isi dari bab ini. Bab V
Pembahasan Hasil Penelitian Pengembangan model kinerja pengukuran rantai pasok pada industri konstruksi perumahan adalah hasil yang diharapkan pada bab ini..
Bab VI Kesimpulan dan Saran Kesimpulan atas pembahasan yang berisikan akan jawaban dari tujuan penelitian serta berisikan saran dan pendapat untuk penyempurnaan dan pengembanga
24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENGEMBANGAN (INDUSTRI KONSTRUKSI) PERUMAHAN
Didalam UU
Nomor
4
Tahun
1992
tentang
Perumahan
dan
Permukiman mendefinisikan rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya sedangkan sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Perumahan dapat berupa unit-unit rumah tinggal yang dikembangkan diatas lahan secara horizontal (landed house) atau hunian bertingkat yang dikembangkan diatas lahan secara vertikal (Hendrickson, 1989). Pada umumnya perumahan yang ditawarkan oleh pengembang terdiri dari tiga kelas yang dibedakan berdasarkan kelengkapan fasilitas sarana dan prasarana perumahan (Sastra, et.al 2006), yaitu sebagai berikut: 1. Perumahan sederhana, yaitu jenis perumahan yang memiliki sarana dan prasarana yang masih sangat minim. Hal ini dikarenakan pengembang tidak dapat menaikkan harga jual perumahan seperti pada perumahan menengah dan mewah, dimana harga sarana dan prasarana perumahan dibebankan kepada konsumen. Perumahan kelas sederhana pada umumnya hanya dilengkapi dengan prasarana yang berupa jaringan jalan, saluran drainase, utilitas air bersih, serta utilitas listrik.
25
2. Perumahan menengah, yaitu jenis perumahan yang memiliki sarana dan prasarana yang sudah lengkap. Selain tersedianya prasarana yang lebih baik, perumahan kelas menengah juga dilengkapi dengan sarana
yang lebih
lengkap, seperti sarana kesehatan, pendidikan, sosial kemasyarakatan, serta sarana umum lainnya. 3. Perumahan mewah, yaitu jenis perumahan yang memiliki sarana dan prasarana yang sudah lengkap. Selain dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang sudah sangat lengkap dan lebih baik, perumahan ini juga dilengkapi dengan ketersediaan ruang terbuka yang mendukung kegiatan informal bagi para penghuninya. Menurut
Suparno
(2006),
dalam
perumahan,
jenis
rumah
diklasifikasikan berdasarkan tipe rumah. Jenis rumah tersebut terdiri atas: (Tabel II.1) 1. Rumah Sederhana
Rumah sederhana merupakan rumah bertipe kecil, yang mempunyai keterbatasan dalam perencanaan ruangnya. Rumah tipe ini sangat cocok untuk keluarga kecil dan masyarakat yang berdaya beli rendah. Rumah sederhana merupakan bagian dari program subsidi rumah dari pemerintah untuk menyediakan
hunian
yang
layak
dan
terjangkau
bagi
masyarakat
berpenghasilan atau berdaya beli rendah. Pada umumnya, rumah sederhana mempunyai luas rumah 22 m² s/d 36 m², dengan luas tanah 60 m² s/d 75 m². 2. Rumah Menengah
Rumah menengah merupakan rumah bertipe sedang. Pada tipe ini, cukup banyak kebutuhan ruang yang dapat direncanakan dan perencanaan ruangnya lebih
leluasa
dibandingkan
pada
rumah
sederhana.
Pada
umumnya, rumah menengah ini mempunyai luas rumah 45 m² s/d 120 m², dengan luas tanah 80 m² s/d 200 m². 3. Rumah Mewah
Rumah mewah merupakan rumah bertipe besar, biasanya dimiliki oleh masyarakat berpenghasilan dan berdaya beli tinggi. Perencanaan ruang pada rumah tipe ini lebih kompleks karena kebutuhan ruang yang dapat direncanakan
dalam
rumah
ini
banyak
dan
disesuaikan
dengan
26
kebutuhan pemiliknya. Rumah tipe besar ini umumnya tidak hanya sekedar digunakan untuk tempat tinggal tetapi juga sebagai simbol status, simbol kepribadian dan karakter pemilik rumah, ataupun simbol prestise (kebanggaan). Pada umumnya, rumah mewah ini biasanya mempunyai luas rumah lebih dari 120 m² dengan luasan tanah lebih dari 200 m². Tabel 2.1. Jenis rumah berdasaarkan luas rumah dan keterjangkauan harga Tipe Rumah Luas Bangunan Luas Tanah Harga Jual Rumah Sederhana 36 M2 90 M2 90 juta s/d 150 juta Rumah Menengah 45M2<M<80 M2 90M2<M<150M2 150 juta s/d 450 juta Rumah Mewah >80 M2 >200 M2 > 450 juta Sumber : Suparno Sastra M.(2006),dalam Wulan Puspita(2008). Berdasarkan
Kepmen
Penyelenggaraan Perumahan
08/KPTS/BKP4N/1996 dan
Permukiman
tentang di
Daerah,
Pedoman rumah
diklasifikasikan menjadi 4 jenis yang terdiri dari : 1. Rumah Sangat Sederhana Rumah Sangat Sederhana (RSS) adalah rumah tidak bersusun dengan luas lantai bangunan maksimum 36 m2 dan sekurang-kurangnya memiliki kamar mandi dengan WC, dan ruang serba guna dengan biaya pembangunan per m2 sekitar setengah dari biaya pembangunan per m2 tertinggi untuk rumah sederhana. 2. Rumah Sederhana Rumah sederhana (RS) adalah rumah tidak bersusun dengan luas lantai bangunan tidak lebih dari 70 m2, yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling 54 m2 sampai dengan 200 m2. Rumah tipe ini sangat cocok untuk keluarga kecil dan masyarakat yang berdaya beli rendah. Rumah sederhana merupakan bagian dari program subsidi rumah dari pemerintah untuk menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berdaya beli rendah. 3. Rumah Menengah Rumah menengah adalah rumah tidak bersusun yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling 54 m2 sampai dengan 600 m2 dan biaya pembangunan per m2 antara harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas tipe C sampai dengan harga satuan per m2
27
tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas tipe A yang berlaku dan rumah tidak bersusun yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 200 m2 sampai dengan 600 m2 dan biaya pembangunan per m2 nya lebih kecil atau sama dengan harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas tipe C yang berlaku, dengan luas lantai bangunan rumah disesuaikan dengan koefisien dasar bangunan dan koefisian lantai bangunan yang diizinkan dalam rencana tata ruang wilayah yang berlaku. leluasa dibandingkan pada rumah sederhana. 4. Rumah Mewah Rumah mewah merupakan rumah bertipe besar, biasanya
dimiliki
oleh
masyarakat berpenghasilan dan berdaya beli tinggi. Perencanaan ruang pada rumah tipe ini lebih kompleks karena kebutuhan ruang yang dapat direncanakan dalam rumah ini banyak dan disesuaikan dengan kebutuhan pemiliknya. Rumah tipe digunakan
besar
ini
umumnya
tidak
hanya
sekedar
untuk memenuhi kebutuhan sebagai tempat tinggal, keamanan,
keselamatan, dan pembentukan keluarga (Survival, safety, security, and affiliation needs), tetapi juga mencakup
sebagai pemenuhan kebutuhan
deklarasi status sosial, kebutuhan kognitif, dan estetika (Esteem, Cognitive, and Aesthetic Needs). Rumah mewah adalah rumah
tidak bersusun yang
dibangun diatas tanah dengan luas kaveling 54 m2 sampai dengan 2000 m2 dan biaya pembangunan per m2 diatas biaya satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas tipe A yang berlaku.
28
Gambar 2.1. Berbagai macam jenis rumah dan perumahan (diolah dari berbagai sumber)
Menurut Byrne (1996), pengembangan perumahan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengembang secara mandiri maupun bersama dengan pihak lain untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosialnya dengan cara mengembangkan lahan dan bangunan rumah untuk ditempati sendiri atau ditempai oleh pihak lain. Proses pengembangan perumahan secara umum dibagi menjadi tiga proses utama, yaitu proses akuisisi, proses produksi dan proses disposal. Proses akuisisi meliputi tahap akuisisi lahan dan tahap perizinan. Proses produksi meliputi
tahap
perancangan
teknis/desain
dan
tahap
pembangunan
perumahan. Sedangkan proses disposal meliputi tahap penyewaan atau penjualan rumah. Menurut Santoso (2000), proses pengembangan perumahan dibagi menjadi tiga proses utama, yaitu proses persiapan (akuisisi), proses produksi, dan proses penjualan (disposal). Proses akuisisi meliputi tahap akuisisi lahan, tahap pengurusan perizinan untuk pengembangan lahan, serta tahap studi kelayakan pengembangan perumahan bagi pengembang. Proses produksi terdiri dari tahap perancangan teknis/desain perumahan serta tahap pembangunan
perumahan.
Pembangunan
perumahan
terdiri
dari
pembangunan prasarana perumahan, pembangunan unit-unit rumah, dan pembangunan sarana perumahan. Sedangkan proses disposal meliputi tahap penjualan unit-unit rumah.
29
Berdasarkan penjelasan diatas, secara umum proses pengembangan perumahan dapat dilihat pada Gambar 2.2.
TAHAP
TAHAP
TAHAP
AKUISI SI
PRODUK SI
DISPOSAL
1. Akuisisi
1.
Desain
lahan
2.
2. Perizinan Studi
3.
Pelaksanaan konstruksi prasarana
3.
Kelayakan
Penjualan unitunit rumah
4.
Pelaksanaan konstruksi sarana Pelaksanaan
Konstruksi unit-unit Gambar 2.2. Proses Pengembangan Perumahan.( Santoso,2000) rumah dalam (Juarti, 2008)
2.1.1. Peraturan untuk Pengembangan (Industri Konstruksi) Perumahan Peraturan-peraturan yang harus dipenuhi oleh pengembang dalam mengembangkan perumahan, yaitu : 1.
Perbandingan wilayah terbangun dengan wilayah terbuka 60%:40%. Dalam membangun perumahan, pengembang harus membagi daerah
peruntukan dan wilayah terbuka, di mana luas hunian total adalah sebesar 60% dan luas wilayah terbuka yang ditujukan untuk jalan dan ruang terbuka adalah sebesar 40%. 2.
Rencana sarana dan prasarana perumahan. Pengembang harus menyediakan sarana dan prasarana pendukung yang
sesuai dengan klasifikasi perumahan yang dibangun, misalnya dengan menyediakan saluran air bersih dan air kotor, memasang jaringan telepon dan listrik, serta menyediakan akses lalu lintas yang lancar dari dan menuju ke perumahan. 3.
Legalitas perusahaan. Agar dapat menjalankan bisnis di bidang pengembangan perumahan,
pihak pengembang secara yuridis harus berbadan hukum untuk menjamin kelancaran operasional perusahaan serta menjamin kewajiban dan tanggung jawab pengembang terhadap pihak konsumen.
30
4.
Perizinan proyek. Pengembang harus memperoleh izin atas proyek (izin lokasi) yang akan
dibangun, yang meliputi Izin Penggunaan dan Peruntukan Tanah (IPPT), Izin Penetapan Lokasi (IPL), Pengajuan dan Pengesahan Site Plan, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), serta Pengesahan Sertifikat Tanah. Pengembangan
suatu
perumahan,
pengembang
harus
mempertimbangkan aspek perencanaan perumahan ( Sastra, et .al , 2006 ) yaitu ; 1.
Aspek lingkungan Beberapa
aspek
lingkungan
yang
harus
diperhatikan
dalam
perencanaan perumahan adalah keadaan tanah dan peraturan-peraturan formal mengenai kebijakan tata ruang di wilayah yang akan didirikan perumahan. 2.
Keadaan iklim setempat Keadaan iklim berkaitan dengan temperatur udara, kelembaban
udara, peredaran udara, dan radiasi panas. Perencanaan perumahan harus disesuaikan dengan keadaan iklim setempat agar dapat dicapai efisiensi penggunaan rumah. 3.
Orientasi tanah setempat Perencanaan bangunan perumahan
harus
disesuaikan dengan
orientasi persil tanahnya, yang meliputi: i.
Orientasi
persil
tanah
yang
akan
berpengaruh
terhadap
perencanaan bangunan beserta ruang-ruangnya. ii.
Orientasi bangunan terhadap sinar matahari yang bertujuan untuk mengkondisikan ruangan di dalam bangunan agar memenuhi syarat kesehatan.
iii.
Orientasi bangunan terhadap aliran udara yang bertujuan untuk mengkondisikan kelembaban udara.
iv.
Pengaturan jarak bangunan yang satu dengan bangunan lainnya dengan tujuan untuk mengatasi bahaya kebakaran, ketersediaan ventilasi, menjamin masuknya cahaya matahari, serta untuk menyediakan area yang cukup untuk sirkulasi manusia.
31
v.
Pengaturan bukaan bangunan agar rumah dapat memperoleh cukup sinar matahari dan sirkulasi udara segar.
vi.
Pengaturan atap bangunan untuk melindungi bangunan dari pengaruh cuaca.
4.
Aspek sosial ekonomi Dalam perencanaan perumahan, terutama dalam menentukan
kuantitas dan mutu bangunan, pengembang harus memperhatikan aspek sosial
ekonomi calon pembelinya. Kondisi sosial suatu wilayah
merupakan salah satu aspek yang berpengaruh besar terhadap keputusan pemilihan lokasi rumah. 5.
Aspek kesehatan Perencanaan rumah harus memperhatikan aspek kesehatan karena
aspek kesehatan akan mempengaruhi keberlanjutan proses penghunian pada
suatu rumah. Aspek kesehatan tersebut meliputi kecukupan air
bersih, kecukupan cahaya, dan kecukupan udara. 6.
Aspek teknis Suatu bangunan perumahan harus memenuhi persyaratan kekuatan
bangunan. Namun pada umumnya struktur dan konstruksi rumah tinggal hanya menggunakan struktur dan konstruksi sederhana sehingga dalam perencanaan sering tidak memerlukan perhitungan konstruksi detail karena umumnya mampu dikerjakan oleh pekerja bangunan. 2.1.2. Pelaksanaan Konstruksi Perumahan Pelaksanaan konstruksi perumahan pada perumahan kelas menengah dan mewah pada umumnya bersifat custom-built project, dimana pelaksanaan konstruksi perumahan dilakukan sesuai dengan permintaan dari konsumen, yaitu pemilik rumah (Betty,2007). Pada tahap pelaksanaan konstruksi perumahan, pengembang mengadakan hubungan kerjasama dengan penyedia barang dan jasa profesional yang bergerak di bidang industri konstruksi dalam usahanya mewujudkan perumahan untuk dijual kepada konsumennya, dalam hal ini adalah pemilik rumah. Penyedia barang dan jasa tersebut terdiri dari konsultan desain perumahan serta kontraktor perumahan. Seperti pelaksanaan konstruksi bangunan lainnya, pelaksanaan konstruksi perumahan juga menuntut pengerjaan 32
dengan keahlian yang khusus sehingga menuntut adanya keahlian tertentu atau spesialisasi. Dengan karakteristik
tersebut, kegiatan konstruksi perumahan menjadi
terfragmentasi. Hal ini menyebabkan terjadinya pembagian pekerjaan konstruksi perumahan menjadi paket-paket pekerjaan yang melibatkan banyak pelaku dengan spesialisasi masing-masing serta tingkat spesialisasi yang tinggi. Dengan demikian terdapat banyak kontraktor yang
melaksanakan
setiap
paket
pekerjaan konstruksi perumahan. Keseluruhan kontraktor tersebut disebut sebagai
kontraktor
perumahan,
yang
terdiri
dari kontraktor yang
melaksanakan konstruksi prasarana perumahan, sarana perumahan, serta unitunit rumah. 2.2. Rantai Pasok pengembangan (Industri Konstruksi) Perumahan Pelaku-pelaku
yang
terlibat
pada
pelaksanaan
konstruksi
saling
berhubungan dan membentuk suatu pola hubungan yang menempatkan satu pihak sebagai salah satu mata rantai dalam suatu rangkaian rantai proses produksi yang menghasilkan produk konstruksi, yang disebut rantai pasok konstruksi (Capo, dkk,2004). Selanjutnya menurut Suraji (2012), rantai pasok konstruksi merupakan rangkaian permintaan dan pemasokan, produksi dan distribusi barang dan jasa dari berbagai pihak yang berhubungan, seperti designer, contractors, subcontractors dan suppliers dalam menghasilkan suatu bangunan berbasis proyek untuk owner atau client. Keterlibatan berbagai pelaku dalam rantai pasok konstruksi berkaitan dengan aliran informasi serta aliran barang dan jasa dari pemasok paling awal hingga pemilik produk konstruksi yang menjadi konsumen paling akhir.Sifat
proyek
konstruksi,
khususnya
konstruksi
perumahan,
yang
membutuhkan keahlian- keahlian khusus dan memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi menyebabkan adanya keterlibatan berbagai pihak yang membentuk suatu rantai pasokan barang dan jasa yang pada umumnya sering disebut dengan rantai pasok. Rantai pasok proyek konstruksi pengembangan perumahan memiliki berbagai karakteristik yang relatif sama dengan rantai pasok pada industri konstruksi pada umumnya. Karakteristik rantai pasok ini meliputi (Susilawati,
33
2005): Karakteristik produknya unik ;
• produk
proyek
konstruksi
pada
umumnya
dibuat berdasarkan
permintaan tertentu (custom made product). Dengan demikian tidak ada satu pun produk proyek konstruksi yang sama - walaupun hal ini tergantung pada tingkatan mana kita melihatnya. Dilakukan
organization).
oleh organisasi
yang bersifat sementara (temporary
Suatu rangkaian rantai pasok yang terbentuk yang
menghasilkan produk proyek konstruksi, akan berakhir ketika selesai masa produksi. Produknya terikat pada tempat tertentu, sehingga proses produksinya
berlangsung di site konstruksi (in site production). Hal ini juga memberikan kontribusi terhadap keunikan produk proyek konstruksi, karena pada proyek yang sama, baik kondisi fisik (kondisi tanah, pengaruh cuaca, dll) maupun non fisik (regulasi yang berlaku, kondisi lalulintas, dll) yang mempengaruhinya tidak akan pernah sama. In site production dan off site production. Terjadinya produksi didalam
site konstruksi (in site production), telah membagi dua batasan proses yang terjadidalam produksi proyek konstruksi . Diproduksi dalam lingkungan alam yang tidak terkendali, sehingga
terdapatketidakpastian yang tinggi dalam proyek konstruksi. Karakteristik lainnya adalah bahwa dalam rantai pasok proyek konstruksi yang umumnya membutuhkan kecenderungan
proyek
keahlian-keahlian khusus yang memiliki
konstruksi
terbagi-bagi
menjadi
paket-paket,
mempengaruhi bentuk rantai pasok yang relatif panjang dan kompleks. Sehingga proses koordinasi dan arus informasi sangat menentukan mutu produk proyek konstruksi. Pada rantai pasok manufaktur, meskipun kadangkala juga rantai pasoknya relatif panjang dan memiliki kompleksitas yang sama, namun dengan karakteristik produk keluaran yang relatif tetap dan organisasi rantai pasok yang juga relatif tetap, manajemen koordinasi dan informasi akan dapat lebih mudah dikembangkan ke tingkat yang diinginkan oleh masing-masing pihak.
34
Rantai pasok sendiri didefinisikan sebagai keterlibatan jaringan organisasi mulai dari hulu (upstream) hingga ke hilir (downstream), dalam proses dan kegiatan yang berbeda untuk menghasilkan layanan dan jasa yang bernilai hingga sampai kepada pelanggan terakhir (Vrijhoef et. al., 1999). Gambaran konseptual rantai pasok pengadaan barang dan jasa untuk pelaksanaan suatu kegiatan konstruksi dapat digambarkan seperti Gambar II.3.
Gambar 2.3. Gambaran Konseptual Rantai Pasok Konstruksi (Sumber: O’Brien dkk, 2002 dalam Betty, 2007) Gambar tersebut menunjukkan kompleksitas dari rantai pasok yang terjadi pada pelaksanaan konstruksi, dimana rantai pasok konstruksi terbentuk dari banyak pelaku atau organisasi yang saling memiliki ketergantungan dalam pengadaan barang dan jasa untuk pelaksanaan konstruksi. Pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi, aliran barang dan jasa terpusat kepada kontraktor, karena kontraktor bertindak sebagai pelaku utama pelaksana pekerjaan konstruksi sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh pemilik.Para pelaku yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa bagi kontraktor untuk pelaksanaan konstruksi dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.4. Pelaku utama Dalam Rangkaian Kegiatan ”Konstruksi”
35
(Toruan, 2005) dalam (Yandi,2008)
Susilawati (2005), mengambarkan hubungan dan konsep pelaku-pelaku yang terlibat dalam rantai pasok konstruksi tersebut sejalan dengan hubungan dan konsep pelaku-pelaku yang terlibat dalam rantai pasok konstruksi. Didalam proyek konstruksi pengembang perumahan pemberi tugas proyek adalah pengembang perumahan, sebagai pelaku hilir, kontraktor berperan sebagai pelaku utama, dan subkontraktor, penyedia tenaga kerja, pemasok material, serta penyedia peralatan konstruksi adalah pelaku hulu dalam rantai pasok proyek konstruksi perumahan.
Gambar 2.5. Pola Umum Supply Chain Konstruksi oleh Susilawati (2005), dalam Yandi( 2008). 2.2.1. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Proyek Konstruksi Perumahan Dengan sifat pelaksanaan konstruksi perumahan yang membutuhkan keahlian khusus, maka dalam proyek konstruksi pengembangan perumahan umumnya pengembang membagi-bagi bagian-bagian
kegiatan
yang ada
dengan melibatkan berbagai penyedia jasa konstruksi yang memiliki keahlian
36
yang sesuai. Beberapa pihak yang terlibat dalam
suatu proyek konstruksi
perumahan antara lain: 1.
Pemilik Proyek Pengembang perumahan sebagai organisasi perusahaan yang berperan
menjadi inisiator proyek konstruksi perumahan berperan sebagai pemilik proyek. Dalampelaksanaan proyek konstruksi perumahan, pengembang dapat menunjuk organisasi perusahaan lainnya yang berperan menjadi pengelola proyek konstruksi perumahan, misalnya dengan melibatkan konsultan manajemen konstruksi. 2.
Kontraktor Dalam proyek pelaksanaan konstruksi, pada umumnya pengembang
perumahan
bekerjasama dengan kontraktor. Tugas yang dibebankan oleh
pengembang kepada kontraktor yaitu tugas untuk melaksanakan konstruksi rumah dengan sarana dan prasarananya dengan berpegang kepada kontrak, gambar desain, spesifikasi teknis, dan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang telah disepakati.Berdasarkan lingkup tugasnya, kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan
dapat
sebagai
kontraktor
umum
(general
contractor), subkontraktor, maupun kontraktor spesialis. Kontraktor umum adalah kontraktor yang berperan
sebagai kontraktor utama yang memiliki
hubungan kontraktual secara langsungdengan pengembang dan bertugas untuk mengkoordinasikan keseluruhan pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi. Subkontraktor adalah kontraktor yang mengerjakan satu atau beberapa bagian pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi dan tidak memiliki hubungan kontraktual langsung kepada pengembang perumahan, hubungan kontraktual subkontraktor adalah dengan kontraktor umum. Sedangkan kontraktor spesialis adalah kontraktor yang memiliki keahlian khusus. Kontraktor spesialis dapat memiliki hubungan kontraktual langsung kepada pengembang, maupun hubungan kontraktual kepada kontraktor umum. Dengan penerapan manajemen rantai pasok, hubungan kontraktual antara kontraktor spesialis secara langsung dengan pengembang,
akan
berpotensi
meningkatkan
profitabilitas
dan
memudahkanpengendalian mutu yang dilakukan oleh pengembang.
37
3.
Konsultan perencana Konsultan perencana merupakan penyedia jasa konstruksi yang bertugas
untuk menerjemahkan kriteria-kriteria desain yang ditetapkan oleh pengembang menjadi suatu desain perumahan yang akan dilaksanakan oleh kontraktor. Konsultan perencana berperan penting dalam menginterpretasikan kriteria menjadi suatu desain yang cukup jelas, sehingga kontraktor sebagai pelaksana konstruksi yang akan menginterpretasikan desain dari konsultan perencana memiliki arah tujuan yang sama seperti yang telah ditetapkan oleh pengembang sebelumnya. 4.
Supplier dan Manufaktur Konstruksi Terdapat dua jenis pihak yang terlibat dalam aliran material-material
yang dibutuhkan dalam proyek konstruksi bangunan (Susilawati, 2005): a. Manufaktur konstruksi, yang memproduksi material-material konstruksi
dengan mengolah material-material alam hingga menghasilkan komponen bangunan tertentu. b.Supplier,
yang
mendistribusikan
material
yang
diperoleh
kepada
penggunanya. Dari jenis material yang didistribusikan maka supplier ini dapat dibedakan menjadi supplier material alam dan supplier komponen bangunan. 5.
Pengawas Pengawas merupakan pihak yang mewakili owner dalam proyek
pelaksanaan konstruksi perumahan. Tugas utama dari pengawas adalah untuk memastikan bahwa proses dan hasil kerja kontraktor sesuai dengan kontrak, gambar, spesifikasi, dan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang telah disepakati. 6.
Lembaga Keuangan Lembaga keuangan merupakan lembaga yang berperan penting dalam
membantu penyediaan sumber dana yang dibutuhkan oleh pihak-pihak yang telah disebutkan sebelumnya untuk kelancaran pelaksanaan proyek. Sumber dana yang dapat dikucurkan oleh lembaga keuangan dapat berupa kredit investasi maupun kredit modal kerja. 7.
Pemilik rumah
38
Pemilik rumah sebagai pengguna terakhir dari sebuah produk industri konstruksi perumahan memiliki peran penentu dari mutu dan keberlansungan industri konstruksi perumahan. 2.3. Pola Umum Rantai Pasok Proyek ( Industri Konstruksi ) Perumahan Juarti (2008), mengemukakan bahwa rantai pasok proyek konstruksi perumahan terbentuk dengan dipengaruhi 3(tiga) faktor, yaitu kelas perumahan, luas lahan pengembangan perumahan, dan situasi serta keadaan
lingkungan perumahan. Dalam rantai pasok proyek
konstruksi perumahan dapat diidentifikasi gambaran hubungan pasokan barang dan atau jasa serta hubungan kontrak yang biasa terjadi dalam proyek konstruksi perumahan. Dari penelitian sebelumnya
diketahui
bahwa pada proyek konstruksi perumahan terdapat pola umum dan pola khusus rantai pasok. (Gambar II.4)
39
Gambar 2.6.
Pola Umum Rantai Pasok Proyek (Industri Konstruksi) Perumahan (Juarti,2008).
Berdasarkan pada pola umum tersebut Juarti (2008), dapat mengidentifikasi beberapa hal seperti sebagai berikut: Pada tahap desain/perancangan perumahan, pengembang sendiri yang
melakukan pekerjaan desain/perancangan perumahan Pada tahap pelaksanaan kontruksi perumahan, pengembang melakukan
beberapa paket pekerjaan pelaksanaan konstruksi perumahan (seperti pekerjaan pematangan tanah dan pekerjaan pagar tembok/benteng). Sedangkan paket pekerjaan pelaksanaan konstruksi perumahan lainnya diserahkan kontraktorsebagai penyedia jasa. Pada tahap pengawasan perumahan pelaksanaan konstruksi perumahan,
pengembang sendiri yang melakukan pekerjaan pengawasan pelaksanaan konstruksi perumahan. 2.4. Pola Rantai Pasok Pengembangan (Industri Konstruksi) Perumahan Rangkaian kegiatan (memasok dan dipasok) dalam dalam rantai pasok pengembangan perumahan sejalan dengan suatu rangkaian kegiatan ekonomi, dimana terdapat hubungan antara produsen dengan konsumen. Terjadi hubungan memasok dan dipasok antara pihak produsen dan konsumen diikuti dengan adanya aliran barang dan/jasa yang terjadi dari produsen kepada konsumen dan aliran uang yang terjadi dari kosumen kepada produsen. Rangkaian kegiatan ekonomi yang terjadi pada rantai pasok pengembangan perumahan dapat digambarkan sebagai berikut :
40
Gambar 2.7. Rangkaian Kegiatan Ekonomi Pada Rantai Pasok Pengembangan Perumahan , Sumber: Soekirno (1996) dalam Juarti (2008) Keterlibatan pihak-pihak dalam pengembangan perumahan dari pihak yang paling hulu hingga kepada pemilik rumah sebagai konsumen paling akhir membentuk rantai pasok pengembangan perumahan. Berdasarkan aliran barang dan/ jasa serta aliran informasi dari setiap pihak yang terlibat
pada
kegiatan
pengembangan
perumahan,
rantai
pasok
pengembangan perumahan dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.6
Gambar .2.8. Konfiguransi Umum Rantai Pasok Pengembangan Perumahan Sumber: Vrijhoef dan Koskela (1999) dalam Juarti (2008) Berdasarkan
gambar
di
atas,
terlihat
bahwa
rantai
pasok
pengembangan perumahan terbentuk karena adanya keterlibatan berbagai pihak, mulai dari pemilik rumah, pengembang, konsultan desain, kontraktor perumahan, serta pemasok dan subkontraktor. Pemilik rumah memiliki peran dalam
pembentukan rantai pasok pengembangan
perumahan, karena inisiatif adanya kegiatan pengembangan perumahan berawal dari adanya kebutuhan pemilik terhadap rumah. Pemilik rumah
41
merupakan konsumen paling akhir dari rantai pasok pengembangan perumahan, karena setelah kegiatan pengembangan perumahan selesai dilaksanakan, rumah akan diserahkan kepada pemilik untuk digunakan. Pengembang merupakan pelaku dalam rantai pasok pengembangan perumahan yang diserahi wewenang oleh pemilik rumah untuk mengembangkan rumah beserta sarana dan prasarananya sesuai dengan kriteria kebutuhan pemilik rumah. Karena pada umumnya lingkup bisnis pengembang hanya pada bidang penjualan unit-unit rumah/kavling, maka pekerjaan desain/perancangan dan pelaksanaan konstruksi perumahan diserahkan kepada konsultan dan kontraktor perumahan.Desain perumahan ditetapkan oleh konsultan desain. Konsultan desain dapat berasal dari divisi dalam organisasi pengembang itu sendiri atau berasal dari luar organisasi
pengembang.
Sedangkan
untuk
pekerjaan
pelaksanaan
konstruksi perumahan, pengembang menyerahkan pelaksanaannya kepada kontraktor. Pengembang memberikan wewenang yang besar kepada kontraktor dalam hal pengadaan barang dan jasa yang diperlukannya untuk pelaksanaan konstruksi perumahan. Berdasarkan konfigurasi umum di atas, terdapat empat pihak yang paling berpengaruh dalam rantai pasok pengembangan perumahan yaitu : 1) Pemilik
rumah
sebagai
(end-customer)
pada
rantai
pasok
pengembangan perumahan, yaitu masyarakat sebagai pengguna, pemakai (user). 2) Pemilik proyek yaitu pengembang sebagai pemilik pengembangan perumahan di mana bertanggung jawab terhadap suatu produk yang dihasilkan dan konsultan. Kelompok pemilik ini meliputi juga arsitek dan konsultan. 3) Kontraktor adalah perusahaan yang bekerja untuk menghasilkan dan menyerahkan produk sesuai dengan gambar perencanaan dan spesifikasi yang telah ditetapkan pengembang. 4) Subkontraktor dan pemasok ( supplier )
42
2.5. Pengukuran Kinerja Sistem Rantai Pasok Menurut Sushil dan Shankar (2004), untuk unggul dan menang dalam lingkungan persaingan sekarang ini, rantai pasok memerlukan perbaikan terus menerus. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan ukuran kinerja yang mendukung pengukuran dan perbaikan rantai pasok global, dari pada ukuran perusahaan dalam arti sempit atau fungsi tertentu, yang menghambat perbaikan rantai menyeluruh. Beberapa faktor yang berkontribusi pada kebutuhan manajemen akan ukuran jenis baru untuk mengelola rantai pasok, termasuk: a. Kurangnya ukuran yang mencakup kinerja melintasi keseluruhan rantai pasok b. Kebutuhan untuk melampaui metric internal dan mengambil suatu perspektif rantai pasok c. Kebutuhan untuk menentukan inter-relasi antara perusahaan dan kinerja rantai pasok d. Kompleksitas manajemen rantai pasok e. Kebutuhan untuk menyesuaikan kegiatan-kegiatan dan berbagi informasi bersama pengukuran kinerja untuk mengimplementasikan strategi yang mencapai tujuan rantai pasok. f. Keinginan untuk meluaskan “garis pandang” dalam rantai pasok g. Kebutuhan untuk mengalokasikan manfaat dan beban akibat dari pergeseran fungsi dalam rantai pasok. h. Kebutuhan untuk mendiferensiasikan rantai pasok untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. i. Tujuan untuk mendorong perilaku kooperatif melintasi fungsi perusahaan dan melintasi perusahaan dalam rantai pasok. Suatu sistem pengukuran yang efektif adalah mempunyai karakteristik berikut ini: a.
Inklusifitas
: pengukuran dari semua aspek yang bersangkurtan
b.
Universalitas
: memungkinkan perbandingan dalam berbagai kondisi
operasi c.
Dapat diukur
: data yang diperlukan dapat diukur
d.
Konsistensi
: ukuran konsistensi dengan tujuan organisasi 43
2.6. Supply Chain Operations Reference Model Supply Chain Council (2008) menyatakan bahwa pada tahun 1996 sebanyak 69 perusahaan praktisi membentuk organisasi mandiri, nirlaba, yang berlingkup global dengan anggota terbuka (dengan persyaratan) untuk semua perusahaan dan organisasi yang tertarik untuk mengaplikasikan dan memajukan ilmu yang terkini dalam sistem dan praktek manajemen rantai pasok. Organisasi ini bernama Supply Chain Council (SCC) yang mengeluarkan model Supply Chain Operations Reference (SCOR). SCOR-model memberikan kerangka kerja yang unik yang menghubungkan proses bisnis, ukuran, praktek terbaik dan fungsi-fungsi teknologi ke dalam struktur terpadu untuk mendukung komunikasi di antara mitramitra rantai pasok dan untuk meningkatkan efektivitas manajemen rantai pasok dan kegiatan perbaikan rantai pasok terkait. Model SCOR® diciptakan oleh Supply Chain Council (2008) dalam rangka menyediakan suatu metode penilaian-mandiri dan perbandingan aktivitas – aktivitas dan kinerja rantai suplai sebagai suatu standar manajemen rantai suplai lintas-industri. Model ini menyajikan kerangka proses bisnis, indikator kinerja, praktik-praktik terbaik (best practices) serta terknologi yang unik untuk mendukung komunikasi dan kolaborasi antar mitra rantai suplai, sehingga dapat meningkatkan efektivitas manajemen rantai suplai dan efektivitas penyempurnaan rantai suplai. Model Supplai Chain Operations Reference (SCOR®) adalah bahasa rantai suplai, yang dapat digunakan dalam berbagai konteks untuk merancang, mendeskripsikan, mengonfigurasi dan mengonfigurasi-ulang berbagai jenis aktivitas komersial/bisnis. Penerapan Model Supplai Chain Operations Reference (SCOR®) dalam batas-batas tertentu cukup fleksibel dan dapat disesuaikan untuk meningkatkan produktivitas demi memenuhi kebutuhan konsumen. 2.6.1. SCOR® sebagai suatu kerangka proses Model referensi proses ini mengintegrasikan konsep –konsep terkemuka, yaitu perancangan proses bisnis, tolok ukur, serta analisis praktik terbaik menjadi sebuah kerangka lintas-fungsional.
44
Perancangan proses bisnis menangkap kondisi proses saat ini (“AS-Is”) dan mendapatkan kondisi yang dituju (“To-Be”). Kinerja proses-proses tersebut akan diukur menggunakan serangkaian metric yang tersturktur. Tolok ukur digunakan untuk mengukur kinerja opersional dari perusahaan-perusahaan sejenis dan menetapkan target-target internal berdasarkan hasil yang terbaik di kelasnya dengan menggunakan metric standar lintas-industri. Analisis praktik terbaik dilakukan untuk menggambarkan praktik-praktik manajemen, aturan-aturan bisnis, dan aplikasi/solusi TI (Teknologi Informasi) yang menghasilkan kinerja terbaik di kelasnya.
Menangkap aktivitas bisnis saat ini (“asis”) dan merancang kondisis yang dituju (“to-be”)
Mengukur kinerja relative dari berbagai rantai suplai yang serupa/mirip, dan menetapkan target internal
Mengidentifikasi praktik-praktik dan solusi-solusi perangkat lunak (software) yang akan menghasilkan kinerja yang lebih baik secara nyata
Menilai kebutuhan akan keterampilan dan kinerja serta mrnyelaraskan karyawan dan kebutuhan karyawan untuk mencapai target internal
Kerangka Acuan Proses Proses
Kinerja (metrik)
Praktik
Orang (keterampilan)
Gambar 2.9 SCOR® sebagai satuan model referensi proses ,Paul (2014)
45
Gambar 2.10. SCOR® mengandung tiga tingkat hierarki, Paul (2014) SCOR®
memiliki
pendekatan
terstuktur
dalam
memetakan
proses
sebagaimana terlihat pada gambar II.8. Pemetaan dimulai pada level 1 untuk menunjukkan tipe proses, Level 2 utnuk menunjukkan kategori proses, level 3 untuk menunjukkan Elemen proses, dan Level 4 sebagai level implementasi.
2.6.2. Lingkup Model SCOR Model SCOR berperan sebagai basis dalam memahami cara rantai pasok mengiperasikan, mengidentifikasi semua pihak yang terkait, serta menganalisis kinerja rantai suplai. Model SCOR® mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk mendukung pengambilan keputusan. Model ini juga berperan sebagai basis bagi proyek perbaikan manajemen rantai suplai, dengan cara : Mengidentifikasi proses-proses dalam bahasa yang dapat dikomunikasikan ke seluruh element organisasi dan fungsional, Menggunakan terminologi dan notasi standar, dan Menghubungkan berbagai aktivitas dengan ukuran/metrik yang tepat SCOR® mencakup setidaknya empat bidang : 1) interaksi antara seluruh penyuplai dan konsumen, mulai dari penerimaan pesanan hingga pembayaran tagihan, 2) seluruh transaksi material fisik, dari pihak penyuplai hingga konsumen pihak pelanggan, termasuk peralatan, bahan-bahan pendukung, suku cadang, produk curah (bulk), perangkat lunak, dan lain-lain. 3) seluruh transaksi pasar, dari pemahaman akan permintaan agregat hingga pemenuhan setiap pesanan. 4) proses pengembalian. Meski demikian, terdapat beberapa keterbatasan SCOR ®. Model ini tidak mencakup prose administrasi penjualan, proses pengembangan teknologi, prose 46
desain dan pengembangan produk dan proses, serta beberapa proses pendukung teknis pasca – pengiriman. SCOR® mengasumsikan – namun tidak menyebutkna secara eksplisit-kualitas dan administrasi teknologi informasi (TI) (non-SCM). SCOR® terstruktur ke dalam enam proses manajemen berbeda: Plan, Sorce, Make, Deliver dan Enable dari penyuplainya, penyuplai hingga konsumen pihak pelanggan. Pendekatan dalam membangun SCOR® terdiri atas proses, Praktik, Kinerja, dan Keterampilan Orang/SDM. Batasan lingkup dari model SCOR adalah mulai pemasok-dari-pemasok sampai dengan pelanggan-dari-pelanggan, sebagaimana digambarkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.11. Batasan Lingkup Model SCOR® ,Paul (2014). SCOR mencakup : Semua interaksi pelanggan, mulai dari pencatatan pesanan sampai dengan tagihan terbayar. Semua transaksi produk (material fisik dan jasa), mulai pemasok-daripemasok sampai dengan pelanggan-dari-pelanggan, termasuk peralatan, bahan habis pakai, suku cadang, produk curah, perangkat lunak, dan lainlain. Semua interaksi pasar, mulai megetahui kebutuhan total sampai dengan pemenuhan dari setiap pesanan.
2.6.3. Struktur Model SCOR
47
SCOR memuat tiga tingkat detail proses, sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar II.12. Struktur SCOR® , Paul (2014). Model SCOR® bersifat hierarkis. Lapisan pertama adalah tipe proses untuk mengidentifikasi lingkup suplai. Lapisan kedua adalah kategori proses yang memungkinkan mengonfigurasikan rantai suplai lapisan ketiga menunjukkan elemen-elemen proses, mengidentifikasikan rantai suplai, masukan/keluaran 9inpu/output), indicator dan praktik terbaik,Paul (2014). Pada Tingkat 1, SCOR didasarkan atas lima proses manajemen yang berbeda, sebagai berikut : 1. Rencana (Plan): Perencanaan dan Manajemen Permintaan/penyediaan. a. Menyeimbangkan
sumber
daya
dengan
kebutuhan
dan
menetapkan/mengkomunikasikan rencana untuk seluruh rantai pasok, termasuk pengembalian, dan proses pelaksanaan dari mendapatkan sumber, pembuatan, dan pengiriman. b. Manajemen aturan bisnis, kinerja rantai pasok, pengumpulan data, persediaan, asset capital, transportasi, konfigurasi perencanaan, persyaratan dan pemenuhan regulasi, dan resiko rantai pasok. c. Menyelaraskan rencana unit rantai pasok dengan finansal. 2. Sumber (Source) : “ Pengadaan produk persediaan” (sourcing stocked), “buat menurut pesanan” (make-to-order), dan “rancang menurut pesanan” (engineer-to-order).
48
a. Menjadwalkan pengiriman; terima, periksa, dan transfer produk; otorisasi pembayaran pemasok. b. Identifikasi dan pilih sumber penyediaan bila belum ditetapkan terlebih dulu, sebagaimana untuk produk “rancang menurut pesanan” c. Kelola aturan bisnis, nilai erja pemasok, dan pelihara data. d. Kelola persediaan, asset capital (barang modal), produk yang dating, jaringan pemasok, persyaratan impor/ekspor, perjanjian pemasok, dan resiko sumber rantai pasok. 3. Buat (Make): Proses-proses yang mentransformasikan produk ke status jadi untuk memenuhi permintaan yang direncanakan atau yang actual. a. Jadwalkan kegiatan produksi, keluarkan produk, buat test, pengepakan, siapkan produk, dan lepas produk untuk dikirim. Dengan tambahan persyaratan “hijau” (green) pada SCOR, sekarang ada proses spesifik untuk pembuangan limbah dalam BUAT. b. Selesaikan rekayasa untuk produk “rancang menurut oesanan” c. Kelola aturan, kinerja, data, produk, produk dalam proses, peralatan dan fasilitas, transportasi, jaringan produksi, pemenuhan peraturan untuk produksi, dan risiko rantai pasok. 4. Kirim (deliver): Manajemen pesanan, gudang, transportasi dan instalasi untuk produk persediaan, “bat menurut pesanan”, dan “rancang menurut pesanan”. a. Semua langkah manajemen pesanan dari pemrosesan permintaan penawaran [elanggan dan penawaran sampai dengan menyiapkan pengiriman dan memilih pengangkut. b. Manajemen gudang dari penerimaan dan mengambil produk untuk memuat dan mengirim produk. c. Menerima dan memeriksa produk di lokasi pelanggan dan pemasangan bila diperlukan. d. Penagihan ke pelanggan. 5. Kembali
(Return):
Pengembalian
bahan
baku
dan
penerimaan
pengembalian dari produk jadi.
49
a. Langkah pengembalian semua produk cacat dari sumber identifikasi kondisi produk, disposisi produk, meminta otorisasi atas pengembalian produk, menjadwalkan pengiriman produk, dan mengembalikan produk cacat. b. Langkah pengembalian produk pemeliharaan, perbaikan, dan pemriksaan secara menyeluruh dari sumber.
6. Ketersediaan (enable) : Proses yang terkait dengan penetapan, pemiliharaan
dan
pemantauan
informasi,
hubungan,
sumberdaya,asset,aturan bisnis,kesesuaian dan kontrak yang dibutuhkan untuk menjalankan rantai suplai. 2.7. PENGUKURAN KINERJA MODEL SCOR® Paul (2014), dalam bukunya yang berjudul “Transformasi Rantai Suplai dengan Model SCOR® “Menjelaskan Evaluasi kinerja dilakukan dengan menilai parameter-parameter kinerja, seperti manajemen aset, profitabilitas, tingkat pelayanan, dan waktu pengiriman. Modal supply Chain Operations Reference SCOR® adalah salah satu indikator standar untuk membantu perusahaan membangun kinerja rantai suplai yang ada saat ini, yang akan dievaluasi dan dibandingkan dengan perusahaan lain di industri yang sama. Bagian kinerja SCOR® terdiri dari dua tipe elemen: Atribut Kinerja dan Metrik. 2.7.1. Atribut Kinerja Atribut kinerja adalah pengelompokan metric yang digunakan untuk menyatakan strategi. Atribut itu sendiri tidak dapat diukur; melainkan digunakan untuk menentukan arah strategi. Misalnya :” Produk LX harus menjadi yang terbaik dalam hal keandalan” dan “Pasar XY menuntut kita untuk menjadi 10 produsen yang tangkas (agile).” Metrik mengukur kemampuan dalam mencapai arah-arah strategis tersebut.SCOR® mengenal lima atribut kinera:
Keandalan (Reliability) Realibility,atau keandalan, adalah atribut yang berfokus pada konsumen.
Suatu rantai suplai sebaiknya bersifat konsumen-sentris, dan perusahaan di dalam
50
suatu rantai suplai perlu memahami kebutuhan konsumen. Atribut keandalan menyatakan kemampuan menjalankan tugas-tugas yang diharapkan. Keandalan berfokus pada kemampuan memeprediksi hasil dari sebuah proses. Metric keandalan mencakup: Tepat-Waktu, tepat jumlah, tepat kualitas. Indikator kinerja utama SCOR® (metrik level 1) adalah Perfect Order Fulfillment (Pemenuhan Pesanan yang sempurna).
Kecepatan dalam merespons (Responsiveness) Atribut REsponsivess, atau Kecepatan dalam merespons, menyatakan
seberapa cepat suatu tugas dijalankan. Hal ini menunjukkan kecepatan yang konsisten dalam menjalankan bisnis. Ketangkasan (agility) menunjukkan kecepatan yang berbeda, kecepatan untuk mengubah rantai suplai. Contoh metriknya adalah metric waktu siklus. Indikator kinerja SCOR® utamanya adalah Order Fulfillment Cycle Time (waktu Siklus Pemenuhan Pesanan) kecepatan dlam merespon adalah atribut yang berfokus pada konsumen.
Ketangkasan (Agility) Atribut
agility,atau
ketangkasan,
menyatakan
kemapuan
merespons
perubahan eksternal; kemampuan untuk berubah. Pengaruh-pengaruh eksternal mencakup: pengingkatan atau penurunan permintaan yang tidak terduga , penyuplai atau rekanan yang berhenti beroperasi, bencana alam, tindak terorisme, ketersediaan perangkat keuangan(ekonomi), atau masalah-masalah tenaga kerja. Indikator kerja SCOR® uatamanya mencakup Flexibility (Fleksibilitas) dan Adaptability (kemampuan adaptasi).Ketangkasan adalah atribut yang berfokus pada konsumen.
Biaya (COST) Cost, atau biaya adalah atribut yang berfokus internal. Atribut biaya
menyatakan biaya menjalankan proses. Biaya pada umumnya mencakup biaya tenaga kerja, biaya bahan baku, biaya transportasi. Indikator kinerja SCOR® utama dalam atribut ini adalah Total Cost to serve (biaya pelayanan total ). Biaya pelayana total adalah metric yang berfokus ada konsumen, karena mengukur biaya
51
yang dibutuhkan untuk melayani pelanggan. Metric sebelumnya dalam atribut biaya(Cost of Goods Sold dan Total supply Chain Management Cost), lebih berorientasi pada produk. Meterik baru ini memungkinkan perusahaan membangun profit berdasarkan konsumen atau segemen.
Manajemen Aset (Asset Management) Atribut manajemen aset menyatakan kemampuan untuk memanfaatkan aset
secara efisien. Strategi manajemen aset dalam rantai suplai mencakup penurunan inventori serta penentuan produksi sendiri atau subkontak (insource vs. otusource),Paul(2014). Contoh metriknya adalah Waktu siklus inventori (inventory days of supply) dan utilitas kapasitas. Indikator kinerja SCOR® utama mencakup waktu siklus kas( Cash-to-Cash Cycle Time) dan tingkat pengembalian aset tetap (Return on fixed assets). Efisiensi Manajemen Aset adalah atribut yang berfokus pada internal . Supply chain Council merekomendasikan kartu SCOR® (SCOR® card) rantai suplai untuk mengandung paling tidak satu (1) metric dalam setiap atribut kinerja untuk memenuhi pengembalian keputusan dann kontrak yang seimbang. Tabel 2.2. Manajemen Aset Atribut
Definisi Atribut
Metrik Level 1
Supply chain
Kinerja rantai suplai dalam mengirikan
Pemenuhan
Reability
produk yang tepat, ketempat yang
Sempurna
Pesanan
yang
tepat, pada saat yang tepat, dalam kondisi dan kemasan yang tepat, dalam jumlah yang tepat dengan dokumentasi yang tepat, kepada konsumen yang tepat Supply Chain
Kecepatan
rantai
suplai
dalam
Responsiveness
menyediakan produk bagi konsumen
Waktu siklus pemenuhan pesanan
52
Supply Chain Agility
Ketangkasan rantai suplai dalam
Fleksibilitas Rantai Suplai
merespon perubahan pasar demi
terhadap peningkatan
mendapatkan atau mempertahankan
kapasitas
daya saing Daya Adaptasi Rantai Suplai terhadap Peningkatan Kapasitas Daya adaptasi rantai suplai terhadap penurunan kapasitas Suplai Chain Costs
Biaya-biaya terkait pengoperasian
Total Biaya Pelayanan
rantai suplai Supplai chain Asset
Efektivitas suatu organisasi dalam
Management
manajemen aset untuk mendukung pemenuhan permintaan. Mencakup manajemen semua aset modal tetap dan modal kerja
Waktu Biaya Pelayanan Laba atas aset tetap Rantai Suplai Laba atas Modal kerja
Sumber : manajemen aset, Paul (2014). 2.7.2.Metrik Model Supply Chain Operations Reference SCOR® mencakup 14 metrik level 1. Dengan menggunakan pendekatan hirarki sebagaimana dikembangkan dalam proses SCOR® , metric juga memiliki beberapa level yang berbeda. Metric level 1 dapat didekomposis menjadi metric level 2 . metric level 2 dapat didekomposisi menjadi metric level 3 atau metric dibawahnya, Metrik adalah sebuah standar pengukuran kinerja proses. SCOR® mengenal tiga level metrik :
Metrik Level 1 adalah diagnostic kesehatan rantai suplai secara keseluruhan. Metric ini juga dikenal sebagai metric strategis dan indikator kinerja kunci
(Key performance indicator/KPI).Benchmarking mertik
level 1 membantu perusahaan menetapkan target realistis untuk mendukung arah strategis.
53
Metrik Level 2 bertindak sebagai diagnostic bagi metric level 1. Hubungan diagnostic membantu mengidentifikasi akar penyebab dari kesenjangan kinerja mertik level 1
Metrik Level 3 bertindak sebagai diagnostic untuk metric level 2. Analisis kinerja mertik level 1 hingga 3 disebut dekomposisi.Dekomposisi membantu mengidentifikasi proses yang masih perlu dipelajari di masa depan. (prosesprose dihubungkan ke metric-metrik level 1 hingga 2.)
Metrik Level 1 dan Teknik Penurunan Mengukur baik kinerja rantai suplai sama pentingnya seperti memahami
bagaimana rantai suplai tersebut beroperasi. Pengukuran sebaiknya dikatikan dengan sasaran bisnis, dapat diulang secara konsisten, memberikan pandangan tentang bagaimana mengatur rantai suplai secara efektif dan harus sesuai dengan aktivitas proses yang diukur paa level yang sama.
2.7.3.
Perfect Order Fulfillment (POF) Definisi :
Definisi POF adalah persentase pesana yang memenuhi kinerja pengiriman denga dokumentasi yang utuh dan akurat dan tanpa kerusakan pengiriman. Komponen POF mencakup : Semua unit dan jumlah tepat-waktu dan utuh Menggunakan kata tepat –waktu menurut definisi konsumen Dokumentasi yang tepat – slip pengepakan, dokumentasi pengiriman (bill of Loading), penagihan,dan lain-lain.
Perhitungan (jumlah pesanan yang sempurna)X 100% /(Jumlah pesanan Total)
54
Gambar 2.13. Perfect Order Fulfillment (POF), Paul (2014).
2.7.4.
Order Fulfillment Cycle Time (OFCT)
Definisi OFCT Definisi OFCT adalah waktu siklus actual rata-rata yang secara konsisten diterima untuk memenuhi pesanan konsumen. Untuk setiap pesanan, waktu siklus dimulai dari penerimaan pesanan dan berakhir saat konsumen menerima pesanan tersebut. Komponen OFCT mencakup :
Waktu proses pemenuhan pesanan(Order Fulfillment Process Time)
Waktu Diam dalam pemenuhan pesanan (Order Fulfillment Dwell Time) Dwell time mengacu pada setiap waktu tenggan selama proses pemenuhan
pesanan diman tidak ada aktivitas apapun yang dilakukan, akibat permintaan konsumen. Perlu dicatat bahwa waktu diam akan menjadi 0 bagi perusahaan – perusahaan yang tidak mengunakan metric ini. Perhitungan (jumlah Waktu Siklus Aktual untuk semua pesana yang dikirim )/ (jumlah total pesanan yang Dikirim).
55
Gambar 2.14a. Order Fulfillment Cycle Time (OFCT), Paul ( 2014).
Gambar 2.14b. Order Fulfillment Cycle Time (OFCT), Paul ( 2014). 2.7.5. Upside Supply Chain Flexibility Definisi Upside SC Fleksibility (Fleksibilitas Rantai Suplai Terhadap peningkatan kapasitas) didefinisikan sebagai jumlah hari yang dibutuhkan utnuk mencapai peningkatan tak-terencana secara berkelanjutan sebanyak
56
20% dari jumlah produk yang dikirim. Untuk mencapai hal ini, perusahaan mungkin memiliki keterbatasan dalam :
Source : Ketersediaan komponen atau bahan baku utama
Make : Ketersediaan kapasitas produksi internal dan tenaga kerja lansung
Deliver : Ketersediaan tenaga kerja dan kapasitas pengiriman
Return (upside Source Return) : Pengembalian bahan baku ke penyuplai
Return (upside Deliver Return) : Return barang jadi dari konsumen
Perhitungan Maksimum (Upside Source Flexibility, Upside Make Flexibility, Upside Deliver Flexibility, Upside Return Flexibility) Fleksibilitas rantai suplai didasarkan pada perhitungan waktu terlama yang dibutuhkan untuk mencapai peningkatan tak-terencana yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan komponen Source, Make, dan Deliver. Struktur hirarkis metrik
57
Gambar 2.15. Upside Supply Chain Flexibility, Paul (2014). 2.7.6. Upside Supply Chain Adaptability Definisi Upside Supply Chain Adaptability (Daya Adaptasi Rantai Suplai terhadap peningkatan kapasitas) didefinisikan sebagai peningkatan maksimal persentase jumlah produk yang dikirim secara berkelanjutan yang dapat dicapai dalam 30 hati. Keterbatan perusahaan untuk meningkatkan kapasitas dapat berupa : - Source : ketersediaan komponen atau bahan baku utama - Make : Ketersediaan kapasitas produksi internal dan tenaga kerja lansung - Deliver : ketersediaan tenaga kerja dan kapasitas pengiriman - Return (upside Source Return) : pegembalian bahan baku ke penyuplai - Return (upside Deliver Return) : pengembalian barang jadi dari konsumen.
Perhitungan
Minimal ((Upside Source Flexibility, Upside Make Flexibility, Upside Deliver Flexibility, Upside Return Flexibility)
Daya adaptasi rantai suplai didasarkan pada perhitungan jumlah berkelanjutan
paling
sedikit
yang
dapat
dicapai
dengan
mempertimbangkan komponen Source, Make, dan Deliver)
58
Struktur hirarkis metrik
Gambar 2.16. Upside Supply Chain Adaptability, Paul (2014)
2.7.7. Downside Supply Chain Adaptability Definisi
59
Downside Supply chain Adaptability (Daya adaptasi rantai suplai terhadap penurunan kuantitas) didefinisikan sebagai pengurangan kuantitas pesanan berkelanjutan 30 hari sebelum pengiriman tanpa menimbulkan sediaan atau penalty biaya. Keandalanya mencakup kendala-kendala Source, Make, Deliver dan Return.
Perhitungan
Minimal (Downside Source Adaptability, Downside Make Adaptability Downside Deliver Adaptability, Downside Return Adaptability)
Daya adaptasi rantai suplai didasarkan pada perhitungan jumlah berkelanjutan
paling
sedikit
yang
dapat
dicapai
dengan
mempertimbangkan komponen Source, Make, dan Deliver. Struktur hirarkis metric
Gambar 2.17. Downside Supply Chain Adaptability, Paul (2014).
60
2.7.8.
Supply Chain Value at Risk (VAR)
Definisi VAR didefinisikan sebagai jumlah peluang kejadian berisiko dikalikan dampak moneter dari kejadian tersebut untuk semua fungsi rantai suplai. Komponen VAR mencakup keterbatasan dari proses Source, Make,Deliver dan Return. VAR berkaitan denga proses SCOR : sEP.9, sES.9, sEM.9, dan sED.9, sED.9. Perhitungan VAR Rantai Suplai = Probabilitas tahunan (%) X dampak ($) VAR Rantai Suplai keseluruhan ($) = VAR $ (Plan) + VAR $ (Source) + $ (Make) +VAR $ (Deliver) + VAR $ (Return) Jumlah kejadian spesifik (pengiriman tepat-waktu, kualitas, gangguan, kegagalan, dll.) yang terjadi dibawah target (probailitas)dikalikan jumlah di bawah target. Value at Risk (VAR)=P1x11 + ( P2x12) P= % dari Total kejadian target negative, I = dampak kejadian
Struktur hirarkis metric
61
Gambar 2.18. Supply Chain Value at Risk (VAR), Paul (2014). 2.7.9.Total Cost to Serve Definisi Total cost to serve (Total biaya melayani) didefinisikan sebagai jumlah biaya rantai suplai untuk mengirimkan produk dan jasa ke konsumen. Total biaya melayanu mencakup :
Biaya merencanakan rantai suplai
Biaya mengadakan bahan baku, produk, barang dagangan, dan jasa
Biaya memproduksi, mempabrikasi, memparikasi-ulang, memperbaharui, memperbaiki dan menjaga barang dan jasa (jika ada)
Biaya menangani pesanan, permintaan keterangan dari konsumen dan pengembalian.
Biaya mengirimkan produk dan jasa ke lokasi yang disepakati poin Penghasilan)
Total Biaya Melayani meliputi dua tipe biaya :
Biaya langsung . Biaya yang dapat secara lansung ditujukkan pada pemenuhan pesanan konsumen (yaitu bahan baku yang dapat digunakan dan atau dikirimkan, semua biaya tenaga kerja lansung rantai suplai, dan lainlain)
Biaya tidak lansung. Biaya yang dibutuhkan (atau dikeluarkan) untuk mengoperasikan rantai suplai (yaitu biaya menyewa dan menjaga peralatan, depresiasi sediaan, biaya kerusakan dan pengembalian dan lainnya).
Perhitungan Total Biaya Melayani= Biaya perencanaan +Biaya Pengadaan +Biaya Bahan Baku
+
Biaya
Produksi+Biaya
Manajemen
Pesanan
+
Biaya
Pemenuhan/pengiriman+Biaya Pengembalian + Cost Of Goods Sold’ Struktur hirarkis metric
62
Gambar 2.19. Total Cost to Serve, Paul (2014) 2.7.10. Cash-to –Cycle time
Definisi Cash to cash cycle time (Waktu siklus kas) didefinisikan sebagai waktu
yang dibutuhkan bagi sebuah investasi untuk mengalirkan kembali ke perusahaan setelah dibelanjakan untuk bahan baku. Komponennya mencakup: Inventory Days of supply (IDS, atau jumlah hari suplaian sediaan), Days Sales Outstanding (DSO,atau jumlah hari penjualan tertunda) and Days Payable Outstanding (DPO, atau jumlah hari hutang tertunggak).Waktu siklus kas menunkukkan stategi rantai suplai dlam perusahaan apakah perusahaan memiliki pengaturan yang seimbang antara konsumen, penyuplai dan internalnya. Indikasi terlihat ketika waktu siklus kas dirinci menjadi level 2, karena melibatkan perhitungan hutang, piutang dan sediaan.Perusahaan terbaik di kelasnya tidak selalu memiliki waktu siklus kas yang sangat negative (dengan memiliki piutang yang besar dan menekan penyupalinya). Perusahaan seperti ini memiliki waktu siklus kas medekati nol dengan cara menyeimbangkan antara sisi penyuplai dan sisi konsumennya. Perhitungan
Jumlah hari suplai sediaan+jumlah hari penjualan tertunda – jumlah hari penjualan tertuda
Jumlah hari suplai sediaan
-
(5 Poin rata-rata bergerak dari nilai sediaan bruto pada tingakt biaya standar)/(COGS/365)
Jumlah Hari Penjualan tertunda
63
-
(5 Poin rata-rata bergerak dari piutang bruto)/ (penjualan total tahunan bruto/365)
Jumlah hari utang tertunggak
-
(5 poin rata-rata bergerak dari hutang bruto)/(penjualan total tahunan
-
bruto/365)
5 Poin rata-rata bergerak =/(jumlah dari 4 kuartal sebelumnya + proyeksi kuartal berikutnya)/5)
Struktur hirarkis metric
Gambar 2.20. Cash-to –Cycle time, Paul (2014) 2.7.11. Return on Supply Chain Fixed Assets Definisi Return on Supply chain Fixed asset (laba atas aset tetap rantai suplai) Didefinisikan sebagi pengaembalian yang diterima suatu organisasi dari modal yang diinvestasikan dalam aset-aset tetap rantai suplai yang digunakan dalam prose Plan, Source, Make, Deliver dan Return. Perhitungan (Pengahasilan Rantai Suplai – COGS – Biaya Manajemen Rantai Suplai) / Aset Tetap Rantai – Suplai Penghasilan Rantai Suplai digunakan dalam metric ketimbang penghasilan Bersih. Penghasilan Rantai Suplai berarti penghasilan opersaional yang dihasilkan dari rantai suplai, tidak mencakup penghasilan non-operasional, misalnya penyewaan property, investasi, dan lain-lain. Struktus hirarki metrik 64
Gambar 2.21. Return on Supply chain Fixed Assets, Paul (2014)
2.7.12. Return on Working Capital Definisi Definisi Return on Working Capital (laba atas mofal kerja) didefinisikan sebagai besarnya investsasi relative terhadao posisi modal kerja perusahaan versus penghasilanyang dihasilkan oleh sebuah rantai suplai. Komponennya mencakup piutang, Utang, Sediaan, Penghasilan rantai suplai, harga pokok penjualan (COGS), dan Biaya manajemen rantai suplai. Perhitungan
(Penghasilan Rantai suplai – COGS – Biaya Manajemen Rantai Suplai)/ (Sediaan +Piutang – Hutang)
-
Sediaan = 5 Poin rata-rata bergerak dari nilai sediaan bruto pada biaya standar
-
Penjualan Tertunda adalah jumlah Piutang tertahan yang dinyatakan dalam dolar = 5 poin rata-rata bergerak dari piutang bruto. Utang tertunggak dinyatakan dalam dolar, jumlah pembelian bahan baku, tenaga kerja dan atau konveksi sumberdaya yang harus dibayar(piutang)= 5 poin rata-rata bergerak dari hutang Struktur Hirarki Metric
65
Gambar 2.22. Return on Working Capital, Paul (2014)
2.7.13. Hirarki Metrik AMR Segitiga metrik untuk setiap konfigurasi SCOR ditujukkan dibawah ini.
Make to Stock
66
Make to Stock
Engineer to Order Gambar 2.23. Hirarki Segitiga Metrik, Paul (2014).
2.7.14.
SCOR® Card (Kartu SCOR®) Paul (2014), mengemukakan Kartu SCOR® dapat dibuat oleh setiap
perusahaan dengan bantuan tabel. Standardisasi membantu perusahaan melakukan tolok ukur dirinya dengan pemain lain dalam industi. Metrik level 1 mendefinisikan lima atribut kinerja model SCOR® (Reliability, Responsiveness, Agility, Cost, dan Assets). Tiga atribut bersifat
67
‘eksternal’ dan menunjukkan perspektif dari kinerja rantai suplai ekstrnal. Dan atribut bersifat ‘Internal’ dan mewakili organisasi internal perusahaan. Kartu SCOR® terdiri dari sepuluh metrik kinerja. Setiap metrik terhubung dengan atribut kinerja rantai suplai. Misalnya perfect Order fulfiilment mempersentasekan keandalan rantai suplai, dan lai-lain. Kartu SCOR® generic untuk pengukuran kinerja rantai suplai dan tolak banding ditampilkan sebagai berikut: ( Tabel II.3)
Tabel 2.3. Kartu SCOR® Atribut Kinerja Eksternal
Metrik Strategi Level 1 Keandalan Pemenuhan pesanan yang sempurna Waktu siklus pemenuhan pesanan
Internal
Kecepatan Ketangkasan merespon
Biaya
Aset
Fleksibilitas Rantai Suplai terhadap peningkatan Kapasitas
Daya Adaptasi Rantai suplai terhadap peningkatan kapasitas
Daya Adaptasi Rantai suplai terhadap penurunan kapasitas
Nilai Resiko Keseluruhan
( VAR) Biaya Total untuk melayani
Waktu Siklus Kas
68
Laba Atas Aset Tetap Rantai Suplai
Laba atas Modal Kerja
Sumber : Transformasi Rantai Suplai dengan model SCOR®,Paul (2014) 2.8. PRAKTIK Defenisi “Praktik adalah cara yang khusus untuk mengatur konfigurasi sebuah proses atau sekumpulan proses. Kekhususan itu dapat berupa otomasi proses, teknologi yang diterapkan dalam proses, keterampilan yang diterapkan dalam proses, urutan untuk
menjalankan
proses,
atau
metode
untuk
mendistribusikan
dan
mrnghubungkan proses –proses antar organisasi. Semua praktik memiliki kaitan dengan satu atau lebih proses, satu atau lebih metrik dan, bilamana ada, satu atau lebih keterampilan”, Paul (2014) Praktik membantu perusahaan dalam: Membakukan proses-proses apa cara standar dalam mengoperasikan bagian rantai suplai Mengidentifikasi alternative cara mengoperasikan rantai suplai- Bagaimana mengorganisasi proses secara berbeda guna menutup kesenjangan kinerja Merumuskan daftar keinginan yang berisi konfigurasi /otomasi proses Merumuskan daftar hitam yang brisi konfigurasi proses yang tidak diinginkan 2.8.1 Jenis- jenis Praktik SCOR® mengakui bahwa jenis praktik yang berbeda mungkin ada pada dalam organisasi yang berbeda. SCOR® 11.0 memperkenalkan empat kualifikasi praktik: Baru Muncul (Emirging), Terbaik (Best), Standar (standard) dan Menurun (Declining), yang mengakui bahwa tidak semua praktik bisnis dianggap praktik terbaik. 1. 2. 3. 4.
Paktik-praktik yang baru muncul Praktik-praktik terbaik Praktik-praktik standar Praktik-praktik yang menurun
69
Kategori-kategori praktik ini mungkin disebut juga dengan nama-nama lain. Yang penting untuk dipahami adalah bahwa praktik yang berbeda ini mempunyai ekspektasi kinerja yang berbeda pula. Klasifikasi sebuah praktik dan bervariasi menurut industrinya. Bagi sebagian industri, sebuah praktik bisa jadi tergolong standar, sementara praktik yang sama mungkin dianggap praktik yang baru muncul atau praktik terbaik di dalam industri lainnya. Klasifikasi praktik oleh SCOR® telah dibangun berdasarkan masukan dari para praktisi dan pakar dari beragam industry.
2.8.1.1.Praktik yang baru muncul Praktik-praktik yang baru muncul memperkenalkan teknologi baru, pengetahuan baru atau cara yang sangat berbeda dalam mengorganisasi proses. Praktik-praktik yang baru muncul mungkin menghasilkan perubahan tahapan dalam kinerja dengan ‘mendefinisikan kembali bidang cakupan’ dalam sebuah industry. Praktik yang baru muncul mungkin tidak mudah diadopsi karena teknologi yang eksklusif dan pengetahuan khusus. Praktik yang baru muncul umumnya belum terbukti dalam lingkungan dan industri yang luas. Risiko: Tinggi, Hasil: Tinggi 2.8.1.2.Praktik Terbaik Praktik-praktik terbaik adalah praktik-praktik ‘kekinian’. ‘terstruktur’ dan ‘dapat diulang’ yang telah terbukti memiliki dampak positif terhadap kinerja rantai sumplai. -
Kekinian: tidak baru muncul, tidak ketinggalan zaman. Terstruktur: menonjolkan tujuan, cakupan, proses, dan prosedur yang dinyatakan secara jelas. Terbukti: diprlihatkan di lingkungan kerja, dan dihubungkan dengan metricmetrik kunci. Dapat diulang: terbukti dalam banyak oraganisasi dan industri. Praktik-praktik terbaik telah dipilih oleh para praktisi SCOR ® dalam beragam
industri. Tidak semua praktik terbaik akan membuahkan hasil yang sama bagi semua industry atau rantai suplai. 70
Risiko: sedang, Hasil: Sedang.
2.8.1.3.Praktik standar Praktik-praktik standar adalah bagaimana berbagai perusahaan
secara
historis relah menjalankan bisnis secara standar atau kebetulan. Praktik yang telah terbangun ini berjalan baik, tetapi tidak memberikan keuntungan biaya atau persaingan yang signifikan dia tas praktik lainya (kecuali atas praktik yang sedang menurun). Praktik standar umumnya diterima sebagai standar minimum, dasar kinerja yang bias diterima, dinyatakan secara jelas, diterima di semua industry (dengan sedikit atau tanpa pengecualian sama sekali). Resiko : Rendah, Hasil : Rendah
2.8.1.4.Praktik yang sedang menurun Praktik-praktik yang sedang menurun adalaha praktik-praktik yang tidak lagi diterima secara luas, diidentifikasi secara luas sebagai hasil yang tidak memadai, isu-isu compliance, dan gtertinggal. Praktik ini mungkin hanya cocol dalam industry atau wilayah geografis tertentu. Praktik yang sedang menurun merepresentasikan cara menjalankan bisnis, yang telah terbukti menghasilkan kinerja rantai suplai yang buruk sebagaimana ditunjukkan dalam metrik-metrik kunci. Resiko : Tinggi, Hasil : Negatif
2.8.2.Klasifikasi Praktik Semua praktik dalam SCOR® kini diklafikasikan menurut kategori klasifikasi. Ada 19 Klasifikasi yang didefinisikan dalam SCOR ® : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Analisi/Perbaikan Proses Bisnis Dukungan Pelanggan Manajemen Distribusi Manajemen Informasi/ Data Manajemen Inventori Manajemen Material
71
7. Perkenalan Produk Baru 8. Rekayasa Pesanan 9. Manajemen Pesanan 10. Manajemen Orang (Pelatihan) 11. Perencanaan dan Peramalan 12. Manajemen Daur Hidup Produk 13. Pelaksanaan Produksi 14. Pembelian/ Pengadaan 15. Logistik Terbalik 16. Manajemen Risiko / Keamanan 17. Manajemen Rantai Suplai yang berkesinambungan 18. Manajemen Transportasi 19. Pergudangan Contoh daftar praktik yang termasuk dalam dua jenis kategori: (1) Perencanaan & Peramalan, (tabel II.4) dan (2) Pembelian /Pengadaan (tabel II.5) diuraikan dalam table berikut ini.
2.8.2.1.Praktik-Praktik di bawah Kategori : Perencanaan dan Peramalan Tabel 2.4. Perencanaan dan Peramalan Praktik-Praktik yang Baru Muncul Perencanaan dan Peramalan Permintaan Manajemen Permintaan Perencanaan Lean Kesepakatan/Kemitraan Jangka Panjang dengan Pemasok Praktik-Praktik Terbaik Pengisian kembali Inventori Berbasis Pull Optimasi Inventori Perencanaan Stok Pengaman Perencanaan Jejaring Suplai Klasifikasi Inventori ABC Manajemen Proposal berbasis Jumlah hari Suplai Evaluasi Beban Stasiun Kerja Keseimbangan dan Pengetatan di dalam horizon Menerbitkan Rencana Produksi Peramalan Berbasis Karakteristik
72
Audit/Kontrol terhadap Bill of Material Logistik & Perencanaan Gudang Perencanaan Induk Fasilitas Manajemen Tugas Inventori yang dikelola Vendor ( VMI ) Kerja Sama Vendor Automated Data Capture (ADC) Perencanaan, Peramalan, dan pengisian kembali secara Kolaboratif (CPFR) Kovergensi SCOR® dengan Lean dan Six Sigma Praktik-Praktik Standar Pengisian kembali dengan metode Min-Max (Minimum-Maximum) Perencanaan Stock Pengaman Perencanaan Penjualan dan Operasi MRP I Perbaikan Proses S&OP Praktik-Praktik yang Sudah Menurun Perbaikan Peramalan Permintaan secara Tradisional
Sumber : Transformasi Rantai Suplai dengan model SCOR®,Paul (2014).
2.8.2.2.Praktik-Praktik dibawah Kategori : Penjualan / Pengadaan Tabel 2.5.Penjualan/Pengadaan Praktik-Praktik yang Baru Muncul Kesepakatan /Kemitraan Pemasok Jangka Panjang Praktik-Praktik Terbaik Klasifikasi Inventori Alternatif Benchmaking Penyuplai Automated Data Capture (ADC) Audit/Kontrol terhadap Bill of Material Inventori Konsiyansi dengan Para Penyuplai Penting Memperluas Perencanaan Inventori melalui Kolaborasi (Penyuplai
73
Penting) Evaluasi Pembiayaan Inventori Menerbitkan Undang Tender (Quote) Perencanaan Logistik&Gudang Mempertahankan Register Risiko Rantai Suplai Penerimaan Barang Make-to-Stock Jumlah Penyuplai yang Optimal Pengurutan Lini Produksi Strategi Pembelian /Pengadaan Kajian ketentuan dan syarat pengadaan seccara Reguler Self-Invoicing Pengadaan secara strategis Evaluasi Pemasok dengan menggunakan Perangkat Evaluasi yang kuat Riset Pemasok Kerja Sama Vendor Inventori yang dikelola Vendor
Prakti-Prakti Standar Manajemen Order Pembelian Praktik-Praktik yang sudah Menurun Tidak terindektifikasi
Sumber : Transformasi Rantai Suplai dengan model SCOR®,Paul (2014).
2.8.3. Praktik-Praktik dalam SCOR® 11.0. dibandingkan dengan versi SCOR® sebelumnya Sebagai
rangkuman,
perbandingan
antara
“Praktik-Praktik”
yang
didefinisikan dalam versi SCOR® sebelumnya dan versi 11.0 ditunjukkan sebagai berikut. Praktik-Praktik dalam versi SCOR®
Praktik –Praktik dalam SCOR® 11.0
Sebelumnya
74
Hanya Praktik Terbaik
Jenis praktik Baru -
Praktik yang Baru Muncul
-
Praktik Standar
-
Praktik yang sudah Menurun
–
Praktik-Praktik baru
Definisi yang terbatas bagi
Ditambahkan
Penentuan
usia
praktik
diperlukan kajian kembali
banyak praktik terbaik
definisi
dan
hubungan dengan metric untuk semua praktik
Tidak ada informasi metric mana yang dapat digunakan untuk
melihat
Klasifikasi
menurut
bidang
fungsional
perbaikan
untuk sebagian besar praktik Tabel 2.6. perbandingan versi SCOR®11 dengan versi sebelumnya, Paul (2014) “Sekumpulan praktik yang didefinisikan dalam SCOR ® menyediakan alternative cara perusahaan menjalankan bisnis. Rujukan Praktik menyetarakan lanskap persaingan. Perusahaan dapat mengadopsi dan menginternalisasikan SCOR ® dengan menambahkan prakti-prakti terbaik bagi industinya”, Paul (2014).
2.9. MENGENAL SCOR® 11.0 SCOR
®
versi 11.0 menetapkan beberapa
revisi dan pembaruan dan
pembaruan seperti berikut : 2.9.1.Kerangka Proses Model SCOR® mengintegrasikan konsep yang sudah dikenal berupa business process reengineering (perancangan proses bisnis), benchmaking, pengukuran proses, dan desain organisasi ke dalam sebuah kerangka lintas fungsi.
75
Gambar 2.24. Kerangka Proses,Paul (2014)
2.9.2.Metrik Biaya Metrik level 1 baru (Total Cost to Serve – Total Biaya untuk Melayani) digunakan untuk menggantikan metrik biaya sebelumnya dengan alasan berikut :
Metrik-metrik biaya sebelumnya membingungkan dengan menciptakan potensi tumpang tindih.
Metrik-metrik biaya level 1 sebelum sulit untuk di-benchmark karena definisi
Harga Pokok Penjualan mungkin berbeda antar industri,
perusahaan, dan rantai suplai.
Pertimbangan ini dapat membuat keputusan rantai suplai yang didasarkan pada Harga Pokok Penjualan menuntun ke hasil yang salah. Harga Pokok Penjualan telah diturunkan ke metric Level 2 sebagai diagnosis bagi metrik baru ini (Total Biaya untuk Melayani)
Metrik Biaya Level 1 yang baru ( Total biaya untuk Melayani memfokuskan pada titik konsumsi atau penggunaan.
2.9.3.Proses Enable Dalam SCOR® version 11 yang baru, Enable ditetapkan sebagai proses tingakt 1, level yang sama dengan proses Plan (Perencanaan), Source (Pengadaan), Make (Produksi), Deliver (Pengiriman), dan Return( Pengembalian). Enable adalah Proses yang diasosiasikan dengan pembuatan, pemeliharaan dan pemantauan informasi, hubungan , sumberdaya, aset, aturan bisnis, kepatuhan
76
terhadap regulasi dan kontrak komersial untuk mengoperasikan rantai suplai. Proses Enable berinteraksi dengan proses lain seperti :
Proses –proses Keuangan, SDM, Teknologi Informasi Proses-proses manajemen fasilitas Proses-proses manajemen produksi & portofolio Proses-proses produk dan proses-proses desain proses Proses-proses penjualan dan dukungan
2.9.4.Praktik-praktik SCOR® 11.0 memperkenalkan empat kualifikasi praktik : Emerging (berkembang), Best (terbaik), Standard (Standar) dan Declining (Menurun), yang menjelaskan bahwa tidak semua praktik bisnis dianggap sebagai praktik terbaik. Praktik di dalam SCOR ® di kelompokkan menurut katergori dalam table di bawah ini.
Kategori Analisi / Perbaikan Proses Bisnis
Perencanaan dan Peramalan
Palayanan Pelanggan
Manajemen Siklus Hidup Produk
(Customer Support) Manajemen Distribusi
Pelaksanaan Produksi
Manajemen Informasi/ Data
Pembelian/ Pengadaan
Manajemen Inventori
Reverse Logistics
Penanganan Materi (Material
Manajemen Risiko/ Keamanan
Handling) Peluncuran Produk Baru
Manajemen Rantai Suplai yang Berkesinambungan
Rekayasa Desain Pesanan (ETO)
Manajemen Tranportasi
Manajemen Pesanan
Pergudangan
Manajemen Orang (Pelatihan)
77
Tabel 2.7. kelompok praktik dalam SCOR® ,Paul (2014).
2.10. Indikator Kinerja SCOR Secara umum disampaikan bahwa Atribut indicator kinerja tingkat 1 sampai dengan indikator kinerja tingkat 2 SCOR dapat dilihat pada tabel II.6. Indikator kinerja SCOR tidak selalu berhubungan dengan suatu proses SCOR (Rencana, Sumber, Buat, Kirim dan Kembali).
Tabel 2.8. Indikator Kinerja SCOR(Supply Chain Council, 2008) No .
1
Atribut
Keandalan Rantai Pasok (Reliability)
Definisi Atribut Kinerja rantai pasok dalam pengiriman: produk yang tepat, ke tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, dalam kondisi dan pengepakan yang tepat, dalam kuantitas yang tepat, dengan dokumentasi yang tepat, ke pelanggan yang tepat.
Indikator Kinerja Tingkat 1 Pemenuhan Pesanan yang Sempurna (Perfect Order Fulfillment)
Indikator Kinerja Tingkat 2 % Pesanan Dikirim Penuh (% of Orders Delivered in Full) Kinerja Pengiriman terhadap Tanggal Komitmen dengan Pelanggan (Delivery Performance to Customer Commit Date) Keakuratan Dokumen (Documentation Accuracy) Kondisi Sempurna (Perfect Condition)
2
Ketanggapan Rantai Pasok (Responsiveness)
Kecepatan rantai pasok menyediakan produk ke pelanggan.
Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan (Order Fulfillment Cycle Time)
Waktu Siklus Sumber / Pengadaan (Source Cycle Time) Waktu Siklus Buat (Make Cycle Time) Waktu Siklus Kirim (Deliver Cycle Time) Fleksibilitas Sumber / Pengadaan Hulu (Upside Source Flexibility)
Fleksibilitas Rantai Pasok Bagian Atas (Hulu) (Upside Supply Chain Flexibility)
3
Agilitas Rantai Pasok (Agilility)
Fleksibilitas Buat Hulu (Upside Make Flexibility) Fleksibilitas Kirim Hulu (Upside Deliver Flexibility) Fleksibilitas Pengembalian Sumber / Pengadaan Hulu (Upside Source Return Flexibility)
Agilitas (ketangkasan/kegesitan) rantai pasok dalam menanggapi perubahan pasar untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif.
Fleksibilitas Pengembalian Pengiriman Hulu (Upside Deliver Return Flexibility)
Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Atas (Hulu) (Upside Supply Chain Adaptability)
Adaptabilitas Sumber / Pengadaan Hulu (Upside Source Adaptability) Adaptabilitas Buat Hulu (Upside Make Adaptability) Adaptabilitas Kirim Hulu (Upside Deliver Adaptability)
78
Adaptabilitas Pengembalian Sumber / Pengadaan Hulu (Upside Source Return Adaptability) Adaptabilitas Pengembalian Pengiriman Hulu (Upside Deliver Return Adaptability) Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Bawah (Hilir)(Downside Supply Chain Adaptability)
Adaptabilitas Sumber Pengadaan Hilir (Downside Source Adaptability) Adaptabilitas Buat Hilir (Downside Make Adaptability) Adaptabilitas Kirim Hilir (Downside Deliver Adaptability)
Tabel 2.8. (Lanjutan) No.
4
Atribut
Biaya Rantai Pasok (Supply Chain Costs)
Definisi Atribut
Biaya sehubungan dengan pengoperasian rantai pasok.
Indikator Kinerja Tingkat 1 Biaya Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management Cost)
Indikator Kinerja Tingkat 2 Biaya Manajemen untuk Rencana (Management Cost to Plan) Biaya Manajemen untuk Sumber / Pengadaan (Management Cost to Source) Biaya Manajemen untuk Buat (Management Cost to Make) Biaya Manajemen untuk Kirim (Management Cost to Deliver) Biaya Manajemen untuk Pengembalian (Management Cost to Return)
Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold) Waktu Siklus Kas- ke-Kas (Cash-to- Cash Cycle Time) 5
Manajemen Aset Rantai Pasok (Supply Chain Asset Management)
Efektivitas organisasi dalam mengelola aset untuk mendukung pemenuhan kebutuhan. Hal ini mencakup manajemen dari semua aset: aset tidak bergerak dan modal kerja.
Biaya untuk Buat (Cost to Make)
Jumlah Hari Penjualan Belum Dibayar (Days Sales Outstanding) Jumlah Hari Persediaan untuk Suplai (Inventory Days of Supply) Jumlah Hari Pengadaan Belum Dibayar (Days Payable Outstanding)
Imbalan terhadap Aset Tidak Bergerak Rantai Pasok (Return on Supply Chain Fixed Assets)
Pendapatan Rantai Pasok (Supply Chain Revenue) Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold) Aset Tetap Rantai Pasok (Supply Chain Fixed Assets) Biaya Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management Costs)
Imbalan terhadap Modal Kerja (Return on Working Capital)
Uang yang dapat Diterima atau Penjualan yang Belum Dibayar (Accounts Receivable atau Sales Outstanding)
79
Uang yang Harus Dibayarkan atau Pembayaran yang Harus Dilakukan (Accounts Payable Atau Payables Outstanding)
Persediaan (Inventory) Biaya Manajemen Rntai Pasok (Supply Chain Management Costs) Pendapatan Rantai Pasok (Supply Chain Revenue) Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)
80
Indikator kinerja tingkat 1 dan 2 di atas dapat didefinisikan lebih lanjut sebagai berikut:
Pemenuhan Pesanan yang Sempurna (Perfect Order Fulfillment) Pemenuhan Pesanan yang Sempurna merupakan persentasi pesanan yang
memenuhi kinerja penyerahan produk dengan dokumentasi lengkap dan akurat dan tidak ada kerusakan. Bagian-bagiannya termasuk semua item dengan kuantitasnya adalah tepat waktu berdasarkan definisi tepat waktu menurut pelanggan, dan demikian pula dokumentasi – packing slips, bills of lading, invoices, dan lain-lain. Pemenuhan Pesanan yang Sempurna = (Pesanan Total yang Sempurna) : (Jumlah Total Pesanan) X 100 %. Suatu Pesanan adalah Sempurna jika setiap item dalam pesanan adalah sempurna dalam hal kuantitas, kualitas maupun ketepatan waktu beserta dokumentasinya. Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut: % Pesanan Dikirim Penuh (% of Orders Delivered in Full) Suatu pesanan dianggap dikirim “sepenuhnya” bila kuantitas yang diterima pelanggan sesuai dengan kuantitas pesanan (dalam toleransi yang disetujui bersama). [Jumlah pesanan yang dikirim penuh] = [Jumlah pesanan yang dikirim] x 100% Kinerja Pengiriman terhadap Tanggal Komitmen dengan Pelanggan (Delivery Performance to Customer Commit Date) Suatu pesanan dianggap dikirim sesuai dengan tanggal komitmen semula dengan pelanggan bila: • Pesanan diterima tepat waktu sebagaimana ditetapkan pelanggan • Pengiriman dibuat ke lokasi dan entitas yang benar dari pelanggan [Jumlah pesanan yang dikirim sesuai dengan tanggal komitmen semula dengan pelanggan] = [Jumlah pesanan yang dikirim] x 100%
Keakuratan Dokumen (Documentation Accuracy) Suatu pesanan dianggap mempunyai dokumentasi yang akurat ketika yang berikut diterima oleh pelanggan: • Dokumen pengapalan • Dokumen pembayaran • Dokumen kesesuaian • Dokumen lain yang dipersyaratkan [Jumlah pesanan yang dikirim dengan dokumentasi akurat] = [Jumlah pesanan yang dikirim] x 100% Dokumen pendukung pesanan mencakup: Dokumen pengapalan: o Slip pengepakan (Pelanggan) o Daftar Muatan - Bill of lading (Pengangkut) o Dokumentasi / Formulir Pemerintah atau Bea Cukai Dokumentasi Pembayaran: o Faktur (Invoice) o Perjanjian / Kontrak Dokumen Pemenuhan Persyaratan o Lembar Data Keamanan Material Dokumen lain yang diperlukan o Sertifikasi Kualitas Kondisi Sempurna (Perfect Condition) Suatu pesanan dianggap dikirim dalam kondisi sempurna bila semua item memenuhi kriteria berikut: • Tidak rusak • Memenuhi spesifikasi dan mempunyai konfigurasi benar (sebagaimana berlaku)
• Dipasang tanpa kesalahan (sebagaimana berlaku) dan disetujui oleh pelanggan. • Tidak dikembalikan untuk perbaikan atau penggantian (dalam masa garansi) [Jumlah Pesanan Dikirim dengan Kondisi Sempurna] = [Jumlah Pesanan Dikirim] x 100% Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan (Order Fulfillment Cycle Time)
Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan merupakan waktu siklus aktual yang dicapai secara konsisten untuk memenuhi pesanan pelanggan. Untuk setiap pesanan, waktu siklus ini mulai dari penerimaan pesanan oleh perusahaan dan berakhir dengan penerimaan pesanan oleh pelanggan. Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan = Waktu Siklus Sumber + Waktu Siklus Buat + Waktu Siklus Kirim. Indikator Tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut: Waktu Siklus Sumber / Pengadaan (Source Cycle Time) Waktu Siklus Sumber / Pengadaan ≈ (Waktu Siklus untuk Identifikasi Sumber Pengadaan + Pilih Pemasok dan Negosiasi) + Waktu Siklus Penjadwalan Pengiriman Produk + Waktu Siklus Penerimaan Produk + Waktu Siklus Verifikasi Produk + Waktu Siklus Transfer Produk + Waktu Siklus Otorisasi Pembayaran Pemasok. Waktu Siklus Buat (Make Cycle Time) Waktu Siklus Bua≈ t (Waktu Siklus Finalisasi Rekayasa Produksi) +Waktu Siklus Penjadwalan Kegiatan Produksi + Waktu Siklus Pengeluaran Material/Produk + Waktu Siklus Produksi dan Test Waktu Siklus Kirim (Deliver Cycle Time) Waktu Siklus Pengiriman ≈ {[Waktu Siklus Penerimaan, Mengatur, Memasukkan dan Validasi Pesanan + Waktu Siklus
Pencadangan
Sumberdaya dan Menentukan Tanggal Pengiriman + (Waktu Siklus Konsolidasi Pesanan + Waktu Siklus Penjadwalan Instalasi) + Waktu Siklus
Penyiapan Beban (Build Loads Cycle Time) + Waktu Siklus Menyiapkan Rute Pengangkutan + Waktu Siklus Pilih Pengangkut dan Penilaian Angkutan], Waktu Siklus Penerimaan Produk dari Buat/Sumber} + Waktu Siklus Pengambilan Produk + Waktu Siklus Pengepakan Produk + Waktu Siklus Muat Kendaraan dan Pembuatan Dokumentasi Pengiriman + Waktu Siklus Kirim Produk + (Waktu Siklus Penerimaan & Verifikasi Produk) + (Waktu Siklus Instalasi Produk) Fleksibilitas Rantai Pasok Bagian Atas/Hulu (Upside Supply Chain
Flexibility) Fleksibilitas Rantai Pasok Bagian Atas (Hulu) adalah jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai peningkatan kuantitas sebesar 20% yang tidak terencana dalam kuantitas yang dikirim. 20% adalah suatu angka yang diberikan untuk keperluan tolok ukur. Untuk beberapa industri 20% mungkin dalam beberapa kasus tidak dapat dicapai, atau pada industri lain malahan terlalu konservatif. Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut: Fleksibilitas Sumber/Pengadaan Hulu (Upside Source Flexibility) Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana pada kuantitas bahan baku. sebesar 20%. Fleksibilitas Buat Hulu (Upside Make Flexibility) Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana sebesar 20% pada produksi, dengan asumsi tidak ada keterbatasan bahan baku. Fleksibilitas Kirim Hulu (Upside Deliver Flexibility) Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana sebesar 20% dalam kuantitas yang dikirim, dengan asumsi tidak ada keterbatasan lain. Fleksibilitas Pengembalian Sumber/Pengadaan Hulu (Upside Source Return Flexibility) Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana
sebesar 20% pada pengembalian bahan baku ke pemasok. Fleksibilitas Pengembalian PengirimanHulu (Upside Deliver
Return
Flexibility) Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana sebesar 20% pada pengembalian produk jadi dari pelanggan. Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Atas/Hulu (Upside Supply Chain
Adaptability) Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Atas (Hulu) adalah maksimum peningkatan persentase dalam kuantitas yang dikirim yang dapat dicapai dalam 30 hari. 30 hari adalah sembarang angka yang diberikan untuk keperluan tolok ukur. Untuk beberapa industri/organisasi mungkin dalam beberapa kasus peningkatan kuantitas tersebut tidak dapat tercapai dalam 30 hari, atau di yang lainnya malahan terlalu lama. Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut: Adaptabilitas Sumber/Pengadaan Hulu (Upside Source Adaptability) Penambahan dalam kuantitas pengadaan (dalam persentase) yang dapat didukung perusahaan, dalam 30 hari. Adaptabilitas Buat Hulu (Upside Make Adaptability) Penambahan dalam kuantitas produksi (dalam persentase) yang dapat didukung perusahaan, dalam 30 hari. Adaptabilitas Kirim Hulu (Upside Deliver Adaptability) Penambahan dalam kuantitas yang dikirim (dalam persentase) yang dapat didukung perusahaan, dalam 30 hari. Adaptabilitas Pengembalian Sumber / Pengadaan Hulu (Upside Source Return Adaptability) Penambahan dalam kuantitas yang dikembalikan ke pemasok (dalam persentase), dalam 30 hari. Adaptabilitas Pengembalian Pengiriman Hulu (Upside Deliver Return Adaptability) Penambahan dalam kuantitas yang dikembalikan dari pelanggan (dalam persentase), dalam 30 hari.
Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Bawah/Hilir (Downside Supply Chain Adaptability) Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Bawah (Hilir) adalah pengurangan
dalam kuantitas pesanan (dalam persentase) pada 30 hari sebelum pengiriman dengan tanpa kerugian persediaan atau biaya. 30 hari adalah sembarang angka yang diberikan untuk keperluan tolok ukur. Untuk beberapa industri/organisasi mungkin dalam beberapa kasus tidak dapat tercapai dalam 30 hari, atau di yang lainnya malahan terlalu lama. Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut: Adaptabilitas Sumber/Pengadaan Hilir (Downside Source Adaptability) Pengurangan kuantitas bahan baku (dalam persentase) yang dapat ditanggung perusahaan pada 30 hari sebelum pengiriman, tanpa kerugian dalam persediaan atau biaya. Adaptabilitas Buat Hilir (Downside Make Adaptability) Pengurangan produksi
(dalam persentase) yang dapat
ditanggung
perusahaan pada 30 hari sebelum pengiriman, tanpa kerugian dalam persediaan atau biaya. Adaptabilitas Kirim Hilir (Downside Deliver Adaptability) Pengurangan kuantitas (dalam persentase) yang dikirim yang dapat ditanggung perusahaan pada 30 hari sebelum pengiriman, tanpa kerugian dalam persediaan atau biaya. Biaya Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management Cost)
Biaya Manajemen Rantai Pasok adalah seluruh pengeluaran langsung dan tidak langsung yang berhubungan dengan operasi bisnis SCOR dalam rantai pasok. Biaya Manajemen Rantai Pasok = Biaya Pelayanan (a.l. pemasaran, penjualan, administrasi). Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut: Biaya untuk Rencana (Management Cost to Plan) Biaya untuk Rencana = Jumlah dari Biaya untuk Rencana (Rencana +
Sumber/Pengadaan + Buat + Kirim + Kembali) Biaya Manajemen untuk Sumber / Pengadaan (Management Cost to Source) Biaya untuk Sumber/Pengadaan = Jumlah Biaya dari (Manajemen Pemasok + Manajemen Pengadaan Material) -
Manajemen Pemasok = perencanaan material + staf perencanaan material + negosiasi dan kualifikasi pemasok + dll.
-
Manajemen Pengadaan Material = permintaan penawaran
dan
penawaran + pemesanan + penerimaan + pemeriksaan material yang datang + penyimpanan material + otorisasi pembayaran + aturan dan persyaratan pengadaan + pengangkutan masuk dan bea + dll. Biaya Manajemen untuk Buat (Management Cost to Make) Jumlah biaya yang berhubungan dengan Buat. Biaya Manajemen untuk Kirim (Management Cost to Deliver) Biaya untuk Kirim = Jumlah biaya dari (manajemen pesanan penjualan + manajemen pelanggan) -
Manajemen pesanan penjualan = permintaan penawaran & penawaran + pencatatan dan pemeliharaan pesanan + manajemen hubungan + pemenuhan pesanan + distribusi + transportasi + pengangkutan keluar dan bea + instalasi + akuntansi / penagihan pelanggan + pengenalan produk baru + dll.
-
Manajemen pelanggan = pembiayaan + layanan pelanggan purna
jual
+ penanganan perselisihan + perbaikan di lapangan + teknologi pendukung + dll. Biaya Manajemen untuk Pengembalian (Management Cost to Return) Biaya untuk pengembalian =Jumlah biaya pengembalian (ke Sumber/Pemasok + dari Pelanggan) -
Biaya Pengembalian ke Sumber = Biaya verifikasi produk cacat + Biaya disposisi produk cacat + Identifikasi kondisi
biaya pemeliharaan,
perbaikan, pemeriksaan berat (Maintenance, Repair, Overhaul - MRO) + Biaya permintaan otorisasi untuk MRO + Biaya penjadwalan
pengangkutan MRO + Biaya pengembalian produk MRO + dll. -
Biaya untuk Pengembalian dari Pelanggan = Biaya otorisasi + Biaya penjadwalan pengembalian + Biaya penerimaan + Biaya otorisasi pengembalian MRO + Biaya penjadwalan pengembalian MRO + Biaya Penerimaan MRO yang dikembalikan + Biaya transfer produk MRO + dll.
Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)
Biaya ini sehubungan dengan pengadaan bahan baku dan produksi barang jadi. Biaya ini termasuk biaya langsung (tenaga kerja, material) dan biaya tidak langsung (overhead). Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut: Biaya untuk Buat (Cost to Make) Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold - COGS) = Biaya untuk Buat (Cost to Make). COGS = biaya material langsung + biaya tenaga kerja langsung + biaya tidak langsung yang berkaitan dengan pembuatan produk.
Waktu Siklus Kas-ke-Kas (Cash-to-Cash Cycle Time) Waktu ini adalah yang diperlukan suatu investasi untuk mengalir kembali ke dalam perusahaan setelah dibelanjakan untuk bahan baku. Untuk jasa, ini merupakan
waktu
dari
titik
di
mana
perusahaan
membayar
untuk
sumberdaya yang dipakainya dalam pelaksanaan suatu jasa sampai waktu perusahaan menerima pembayaran dari pelanggan untuk jasa tersebut. Waktu Siklus Kas-ke-Kas = Jumlah Hari Suplai Persediaan + Jumlah Hari Penjualan Belum Dibayar – Jumlah Hari Pengadaan Belum Dibayar. Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut: Jumlah Hari Penjualan Belum Dibayar (Days Sales Outstanding) Lama waktu dari penjualan dilakukan sampai dengan uang tunai diterima
dari pelanggan. Nilai penjualan yang belum dibayar dihitung dalam hari. Contoh: Bila penjualan senilai $5000 dilakukan per hari dan penjualan senilai $50,000 belum dibayar, ini akan mewakili penjualan yang belum dibayar sebesar 10 hari ($50,000/$5000). Nama lain: Jumlah Hari Pembayaran yang akan Diterima (Days Sales in Accounts Receivables) Jumlah Hari Suplai Persediaan (Inventory Days of Supply) Jumlah persediaan (stok) dihitung dalam hari dari penjualan. Hari Persediaan = (Persediaan : Harga Pokok Penjualan ) x 365 Nama lain: Hari Biaya-Penjualan Dalam Persediaan., (Days Cost-of- Sales in Inventory), Hari Penjualan Dalam Persediaan (Days’ Sales in Inventory) Jumlah Hari Pengadaan Belum Dibayar (Days Payable Outstanding) Lama waktu dari pengadaan material, tenaga kerja dan/atau sumber daya konversi sampai dengan pembayaran tunai harus dilakukan dihitung dalam hari. Jumlah Hari Pengadaan Belum Dibayar = [Pembayaran bruto yang harus dilakukan (gross accounts payable) : Jumlah pengadaan tahunan bruto dari material] x 365 Nama lain: Periode rata-rata pembayaran untuk material (Average payment period for materials), Hari Pengadaan dalam Pembayaran yang harus dilakukan (Days purchases in accounts payable), Hari dari Pembayaran Terhutang dalam Pembayaran yang harus dibayar (Days’ outstanding in accounts payable). Imbalan terhadap Aset Tidak Bergerak Rantai Pasok (Return on
Supply Chain Fixed Assets) Indikator ini mengukur imbalan yang diterima perusahaan/organisasi untuk modal yang diinvestasikan dalam aset tidak bergerak rantai pasok. Ini termasuk aset tidak bergerak dalam Rencana, Sumber, Buat, Kirim dan Kembali. Imbalan terhadap Aset Tidak Bergerak Rantai Pasok = (Pendapatan Rantai Pasok -
Harga Pokok Penjualan - Biaya Manajemen Rantai Pasok) : Aset Tidak Bergerak Rantai Pasok.
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut: Pendapatan Rantai Pasok (Supply Chain Revenue) Pendapatan operasional yang diperoleh dari rantai pasok. Ini tidak termasuk pendapatan non-operasional seperti menyewakan real estate, investasi, putusan pengadilan, penjualan gedung kantor, dan lain lain. Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold) COGS = biaya material langsung + biaya tenaga kerja langsung + biaya tidak langsung yang berkaitan dengan pembuatan produk Aset Tetap Rantai Pasok (Supply Chain Fixed Assets) Nilai Aset Tetap Sumber/Pengadaan + Nilai Aset Tetap Buat + Nilai Aset Tetap Kirim + Nilai Aset Tetap Kembali + Nilai Aset Tetap Rencana Biaya Manajemen Rantai Pasok Biaya Manajemen Rantai Pasok adalah seluruh pengeluaran langsung dan tidak langsung yang berhubungan dengan operasi bisnis SCOR dalam rantai pasok. Biaya Manajemen Rantai Pasok = Biaya Pelayanan (a.l. pemasaran, penjualan, administrasi).
Imbalan terhadap Modal Kerja (Return on Working Capital)
Imbalan terhadap Modal Kerja (Return on Working Capital) merupakan laba yang diperoleh sebagai hasil investasi dalam bentuk modal kerja. Imbalan terhadap modal kerja = (Pendapatan Rantai Pasok - Harga Pokok Penjualan - Biaya Manajemen Rantai Pasok) : (Persediaan + Penjualan yang belum Dibayar – Pembayaran yang harus dilakukan) Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut: Uang yang dapat Diterima atau Penjualan yang Belum Dibayar (Accounts Receivable atau Sales Outstanding) Jumlah dari Pembayaran yang akan diterima (accounts receivable) yang belum diselesaikan dihitung dalam dollar. Uang yang Harus Dibayarkan atau Pembayaran yang Harus Dilakukan
(Accounts Payable Atau Payables Outstanding) Dihitung dalam dollar, jumlah dari material, tenaga kerja dan/atau sumber daya konversi yang dibeli, yang harus dibayar (accounts payable). Persediaan (Inventory) Nilai persediaan. Pendapatan Rantai Pasok (Supply Chain Revenue) Pendapatan operasional yang diperoleh dari rantai pasok. Ini tidak termasuk pendapatan non-operasional seperti menyewakan real estate, investasi, putusan pengadilan, penjualan gedung kantor, dan lain lain. Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold) COGS = biaya material langsung + biaya tenaga kerja langsung + biaya tidak langsung yang berkaitan dengan pembuatan produk. Biaya Manajemen Rantai Pasok Biaya Manajemen Rantai Pasok adalah seluruh pengeluaran langsung dan tidak langsung yang berhubungan dengan operasi bisnis SCOR dalam rantai pasok. Biaya Manajemen Rantai Pasok = Biaya Pelayanan (a.l. pemasaran, penjualan, administrasi). Indikator-indikator kinerja tersebut berhubungan dengan sudut pandang dari sisi pelanggan dan dari sisi internal sebagai berikut:
Tabel 2.9. Atribut SCOR dari Sisi Pelanggan dan Internal (Supply Chain Council, 2008) Atribut Sisi Pelanggan
Ukuran Tingkat 1 Keandalan (Reliability) Pemenuhan Pesanan yang Sempurna (Perfect Order Fulfillment) Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan (Order Fulfillment Cycle Time) Fleksibilitas Rantai Pasok Bagian Atas /Hulu (Upside Supply Chain Flexibility) Adaptabilitas (Kemampuan Penyesuaian) Rantai Pasok Bagian Atas /Hulu (Upside Supply Chain Adaptability)
Ketanggapan (Responsiveness)
Sisi Internal Ketangkasan (Agility)
V
V V
V
Biaya (Costs)
Aset (Asset)
Adaptabilitas (Kemampuan Penyesuaian) Rantai Pasok Bagian Bawah /Hilir (Downside Supply Chain Adaptability)
V
Biaya Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management Cost) Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold) Waktu Siklus Kas-ke-Kas (Cash- toCash Cycle Time) Imbalan terhadap Aset Tidak Bergerak Rantai Pasok (Return on Supply Chain Fixed Assets) Imbalan terhadap Modal Kerja (Return on Working Capital)
2.11. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) Analytic Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari Universitas Pittsburg, Amerika Serikat pada tahun 1970-an. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap secara
rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan
permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi diantara berbagai alternatif. AHP juga banyak digunakan pada keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategi- strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik (Saaty, 1994). AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem. Pada penyelesaian persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain : a. Dekomposisi, setelah mendefinisikan permasalahan atau persoalan yang akan dipecahkan, maka dilakukan dekomposisi, yaitu : memecah persoalan yang utuh menjadi unsur – unsurnya. Jika menginginkan hasil yang akurat, maka dilakukan pemecahan unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan. b. Comparative Judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena
V
V V V
V
akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang disajikan dalam bentuk matriks Pairwise Comparison. c. Synthesis of Priority, yaitu melakukan sintesis prioritas dari setiap matriks pairwise comparison “vektor eigen” (ciri) – nya untuk mendapatkan prioritas lokal. Matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh karena itu untuk melakukan prioritas global harus dilakukan sintesis diantara prioritas lokal. d. Logical Consistency, yang dapat memiliki dua makna, yaitu 1) obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan relevansinya; dan
2) tingkat hubungan antara obyek-obyek yang
didasarkan pada kriteria tertentu. Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah (Saaty, 1994) dalam Rahayu (2009) : a. AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk beragam persoalan yang tidak terstruktur. b. AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks. c. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier. d. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat. e. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk mendapatkan prioritas. f. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas. g. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif. h. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka. i. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu
hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda. j. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1. PENGANTAR Penelitian ini bertujuan dalam rangka untuk mengetahui faktor yang menentukan pengukuran kinerja rantai pasok industri konstruksi perumahan dan faktor yang mempengaruhi kinerja rantai pasok industri konstruksi perumahan serta mengembangkan model acuan pengukuran kinerja rantai pasok industri konstruksi perumahan, dalam bisnis proses untuk mengatasi persaingan yang terjadi di sektor industri konstruksi perumahan dikota Padang. Proses penelitian disajikan dengan proses penelitian yang dikembangkan dari “Research Process Onion’, Saunders et al (2003), dengan pendekatan penelitian secara deduktif, yaitu penelitian yang berdasarkan kepada teori-teori yang berhubungan dengan objek penelitian. Penerapan strategi penelitian dengan mengangkat studi kasus serta melakukan survey pada proyek-proyek industri konstruksi perumahan yang berada di kota Padang, dimana waktu penelitian menggunakan metode cross-sectional. Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik sampling, interview dan questioners
( Gambar 3.2)
Gambar 3.2. Proses penelitian dikembangkan dari “Research Process Onion’, Saunders et. al., (2003).
3.2. Kerangka Berpikir Kerangka pikir dalam melaksanakan tahapan penelitian diperlihatkan pada Gambar 3.1 dimana dijabarkan langkah-langkah tahapan pelaksanaan penelitian sesuai dengan tujuan penelitian:
Gambar 3.1. Kerangka Pikir Strategi pengembangan Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok industri konstruksi perumahan
3.2. PENDEKATAN PENELITIAN Pendekatan penelitian deduktif bersifat deskriptif, menjelaskan situasi aktual dan fakta- fakta yang secara umum dapat menjawab-pertanyaan siapa, apa, di mana, kapan dan bagaimana ? 3.3. STRATEGI PENELITIAN Strategi penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dari setiap studi penelitian (Saunders et al., 2000), maka penulis dalam penelitian ini akan berangkat dari:
3.3.1. Studi Kasus Penelitian studi kasus adalah "sistematis penyelidikan peristiwa atau serangkaian peristiwa terkait yang bertujuan untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena kepentingan" (Bromley,1990). Studi kasus penelitian ini adalah berupa proyek-proyek pada industri konstruksi perumahan yang dikelompokan pada 3 kategori yaitu Perumahan Mewah, Perumahan Menengah, dan Perumahan Sederhana. 3.3.2. Survey Pemilihan metode survei dapat dilakukan dengan menggunakan interview dan questioner yang bergantung pada faktor-faktor yang berkaitan dengan tujuan penelitian .
3.4. WAKTU PENELITIAN Menurut Saunders et al (2000), ada 2 Metode penelitian yaitu penelitian deskriptif cross-sectional dan penelitian longitudinal. Peneliti memilih penelitian cross sectional. Waktu penelitian dilaksanakan selama bulan januari 2016 s/d Agustus 2016 ,karena dibulan tersebut diasumsikan kegiatan proses penjualan dan konstruksi sedang berlansung untuk ke tiga tipe perumahan yang menjadi objek studi kasus.
3.5. METODE PENGUMPULAN DATA Dalam upaya mencapai tujuan penelitian, peneliti menggunakan metode pengumpulan data dengan teknik Sampling, dengan memilih 10 (sepuluh) proyek-
proyek industri konstruksi perumahan dengan kategori yang berbeda yaitu: 3 perumahan mewah, 3 perumahan menengah dan 4 perumahan sederhana di kota Padang, melakukan interview serta membuat questioner terhadap proyek-proyek tersebut. Metode pengumpulan data tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1 Tabel 3.1. Metode pengumpulan dan analisis data No. 1
Tujuan penelitian
Teknik pengumpulan Data
Analisa Data
Menentukan Faktor- Melaksanakan studi pustaka, survey Melakukan identifikasi faktor pengukuran
dan
kinerja rantai pasok
mendapatkan data data sebagai Model SCOR® dapat
pada industri
berikut:
konstruksi perumahan (faktor internal)
wawancara
untuk apakah indiator kinerja
1. Data Variation Order (VO) dan data Change Order (CO) 2. Daftar kendala yang terjadi
ditemukan dibeberapa proyek-proyek industri konstruksi perumahan yang diamati.
selama masa pelaksanaan 3. Data Puchase Order (PO) dalam pengadaan material 4. Data material Reject 5. Data inventory material di gudang 6. Data Waktu tenggang (lead time) 7. Invoice 2
Faktor-faktor yang
1. Data risalah jenis-jenis rapat
Melakukan
mempengaruhi
yang dilaksanakan selama
penyesuaian indikator
kinerja rantai pasok
masa pembangunan
kinerja baik dengan
pada industri konstruksi perumahan (faktor eksternal)
2. Data monitoring kedatangan material 3. Data catatan hasil
menambahkan
atau
memodifikasinya, sehingga
sesuai
pengawasan terhadap proyek dengan sistem rantai terkait inspeksi dan tes sub
pasok
industri
kontraktor
konstruksi perumahan.
4. Catatan keikutsertaan subkontraktor dalam perencanaan dan pelaksanaan 5. Data Komplain dari owner, kontraktor, konsumen 6. Data Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman material 7. Data Term pembayaran 3
Mengembangkan
Mengimplementasikan ®
model
yang pengukuran
kinerja
model acuan
SCOR
pengukuran kinerja
disesuaikan
rantai pasok industri
yang telah dikumpulkan pada industri
konstruksi perumahan studi
versi.11
Model Framework
dengan
kasus
data-data sistem
rantai
proyek-proyek perumahan
industri konstruksi perumahan.
atribut berpengaruh terhadapnya.
3.6. PENGUMPULAN DATA Pasca gempa September 2009, perkembangan sektor properti di sumatera barat khususnya di kota Padang mulai menunjukan trend positif. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perusahaan–perusahaan pengembang yang menawarkan produk-produk properti kepada masyarakat. Produk-produk properti ini bisa berupa perumahan, ruko, rukan dan bangunan komersial lainnya. Diantara Produk-produk properti tersebut yang paling dominan perkembangannya adalah sektor perumahan, baik perumahan kelas sederhana, perumahan kelas menengah dan perumahan kelas mewah.
pasok
konsruksi dengan yang
Data-data penelitian ini diambil dan dikumpulkan dari sektor perumahan yang berada di kota Padang dengan klasifikasi untuk tiga kelas perumahan, y a n g b erdasarkan pada Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor : 01/Permen/M/2005 dan data sekunder berupa brosur perumahan, kuisioner dan wawancara dengan pihak pengembang.Identifikasi klasifikasi rumah dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Identifikasi Klasifikasi Rumah Klasifikasi Rumah
Luas Bangunan (m2)
Luas Tanah (m2)
Rumah Sederhana
≤ 36
≤ 90
30 ≤ S ≤ 150
Rumah Menengah
36 < M ≤ 120
90 < M ≤ 200
150 <M ≤ 600
> 120
> 200
> 600
Rumah Mewah
Harga Jual (Juta rupiah)
Sumber : Pengolahan data perumahan di kota Padang Pengumpulan data dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi kinerja rantai pasok pengembangan perumahan. Pengumpulan data ini dilakukan terhadap pengembang perumahan. Pengembang yang dipilih
dalam
pengumpulan data adalah pengembang yang mengembangkan perumahan yang melakukan pengembangan perumahan kelas sederhana, perumahan kelas menengah dan perumahan kelas mewah. Identifikasi kinerja rantai pasok pengembangan perumahan dilakukan juga dengan mengumpulkan data pengadaan barang dan jasa untuk pengembangan perumahan. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuisioner dan wawancara yang disampaikan kepada pihak pengembang. Kuisinoer berisikan hal-hal yang berhubungan dengan pengelolaan rantai pasok pada proyek industri konstruksi perumahan. Kuisioner merupakan deskomposisi dari atribut-atribut dan indikator kinerja yang menjadi standar pengukuran kinerja berdasarkan model pengukuran yang peneliti kembangkan, dalam hal ini model SCOR versi 11. Kuisioner diisi berdasarkan pendapat atau judgement dari key person yaitu orang yang terlibat dan memahami persoalan yang dihadapi. Responden diambil dari
pengembang perumahan adalah pemilik/project
manager/site manager/ marketing .Penilaian terhadap nilai responden diambil berdasarkan nilai kepentingan yang dikelompokan atas 3 kriteria penilaian yang merupakan jumlah dari
hasil perbandingan nilai deskomposisi atribut-atribut dan indikator-indikator kinerja yang telah terindentifikasi berdasarkan pengembangan model SCOR versi 11. Adapun langkahlangkah perbandingan nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut : a)
Range penilaian antara 1-10 = 1, yang berarti setara dengan
b) Range penilaian antara 15-19 = 3, yang berarti cukup diutamakan daripda c)
Range penilaian antara 19-26= 5, yang berarti diutamakan daripada
Contoh pengumpulan data dengan kuisioner yang ditujukan untuk mengindentifikasi nilai-nilai atribut dan indikator kinerja pada rantai pasok industri konstruksi perumahan dapat dilihat pada lampiran 1dan 2. Proyek pengembangan perumahan yang ditinjau sebagai studi kasus dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel. 3.3. Studi Kasus Perumahan Kelas Mewah
No
1.
Nama Proyek
Mega Asri Parak Gadang
Pengembangan
Pengembang
Pengalaman Pengembangan
Jumlah Unit
Jl. Parak Gadang Depan RSB. Siti Hawa
Mega Asri
12 (Dua Belas) Tahun
30 Unit
Jl. Raya Benteng Cupak Tangah Pauh 5
PT. Alam Surya Megah
4 (Empat) Tahun
52 Unit
Jl. Raya PadangIndarung
PT. Gerbang Mas Reality
7 (Tujuh) Tahun
150 unit
(X1) 2.
Alam Surya Megah (X2)
3.
Green Mutiara ( X3 )
Tabel.3.4. Studi Kasus Perumahan Kelas Menegah No
Nama Proyek
Pengembangan
Pengalama Pengembangan
Pengalaman Pengembangan
Jumlah Unit
1.
Jala Utama Rindang Alam
Kel. Kampung Baru Pauh
PT. Jala Mitra Internusa
Sejak 1997
124 Unit
Kubu Dalam Parak Karakah
CV. Griya Asri
1 ( Satu) Tahun
30 Unit
Jl. By Pass
PT. Berkah Amanda Sejahtera
1,5 ( Satu Setengah)Tahun
35 Unit
( Y1 )
2.
Griya Asri Parak Karakah (Y2 )
3.
Green Redist Resident ( Y3 )
Tabel.3.5. Studi Kasus Perumahan Kelas Sederhana No
Nama Proyek
Pengembangan
1.
Villa Anggrek Bulan
Ulu Gadut
Pengalama Pengembangan
Pengalaman Pengembangan
PT. Lawis 1 ( Satu ) Tahun Bangun Persada
Jumlah Unit
163 Unit
( Z1 )
2.
Anugerah Kamsya Residence ( Z2 )
3.
Graha Lubuk Buaya Asri
Jl. Raya Pertanian By. Pass Lumin No. 35
PT. Anugerah Kamsya Utama
5 (Lima ) Tahun
43 Unit
Lubuk Buaya, Koto Tangah
PT. Graha Indah Agung Taqwa
6 (Enam ) Tahun
39 Unit
Kel. Sungai Sapih Kec. Kuranji
PT. Kinaya Mitra Mandiri
( Z3 ) 4. Villa Idaman Regency
3.7. ANALISA DATA Metode analis Model SCOR digunakan dalam penelitian ini karena model SCOR merupakan salah satu metode pengukuran kinerja rantai pasok berbasis proses yang menyediakan
framework untuk memetakan proses-proses yang
terdapat dalam rantai pasok (Bolstorff dan Rosenbaum, 2003).
3.8. MODEL PENELITIAN Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan berdasarkan model penelitian yang telah ditetapkan yaitu identifikasi kinerja rantai pasok pengembangan industri perumahan. Identifikasi kinerja rantai
pasok
pengembangan perumahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Model Supplai Chain Operations Reference (SCOR®) versi 11. Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Struktur SCOR® , Paul (2014).
3.9. PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA SISTEM RANTAI PASOK BERBASIS Supplai Chain Operations Reference (SCOR®) versi 11. Kinerja sistem rantai pasok diukur dengan mengaju kepada indikator-indikator
model (SCOR®) versi 11 yang diambil dari pola-
pola umum rantai pasok kelas menengah
pengembangan perumahan kelas mewah,
dan kelas sederhana
di kota Padang. Pola-pola
rantai pasok tersebut diadopsi dari hasil tentang “Kajian Pola Rantai Pasok
penelitian
Juarti
(2008),
Pengembangan Perumahan”, yang
kemudian dibandingkan dengan kondisi pola rantai pasok yang ada pada pengembangan perumahan di kota Padang. Perbandingan ini dimaksudkan untuk melihat kesamaan pola yang ada dengan kondisi pengembangan perumahan di kota Padang. Perbandingan dilakukan dengan survey dan wawancara ke objekobjek penelitian. Sistem rantai pasok pengembangan perumahan ini mencakup lima proses SCOR, yaitu Plan, Source, Make, Deliver dan Return. Indikator kinerja t i n g k a t 1 ( E n a b l e ) memiliki satuan yang berbeda-beda, oleh karena itu, diperlukan penyetaraan satuan dengan mengubah indikator kinerja menjadi rasio (%) agar terdapat persamaan dimensi dimana atribut akan mengikuti menjadi rasio dan supply chain performance juga dinyatakan dalam %. Indikator kinerja tingkat 2 tetap pada satuan semula karena merupakan variabel yang dicari nilainya melalui pengumpulan data. Selain itu perlu dilakukan normalisasi agar terdapat interpretasi yang sama untuk keseluruhan indikator kinerja maupun atribut agar nilai yang diperoleh semakin besar maka supply chain performance akan semakin baik yaitu dengan menggunakan rumus 1/x dimana x adalah indikator kinerja tingkat 1 yang dinormalisasi. Tabel 3.6. Indikator Kinerja SCOR(Supply Chain Council, 2008) No .
1
Atribut
Keandalan Rantai Pasok (Reliability)
Definisi Atribut Kinerja rantai pasok dalam pengiriman: produk yang tepat, ke tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, dalam kondisi dan pengepakan yang tepat, dalam kuantitas yang tepat, dengan dokumentasi yang tepat, ke pelanggan yang tepat.
Indikator Kinerja Tingkat 1 Pemenuhan Pesanan yang Sempurna (Perfect Order Fulfillment)
Indikator Kinerja Tingkat 2 % Pesanan Dikirim Penuh (% of Orders Delivered in Full) Kinerja Pengiriman terhadap Tanggal Komitmen dengan Pelanggan (Delivery Performance to Customer Commit Date) Keakuratan Dokumen (Documentation Accuracy) Kondisi Sempurna (Perfect Condition)
2
Ketanggapan Rantai Pasok (Responsiveness)
Kecepatan rantai pasok menyediakan produk ke pelanggan.
Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan (Order Fulfillment Cycle Time)
Waktu Siklus Sumber / Pengadaan (Source Cycle Time) Waktu Siklus Buat (Make Cycle Time)
Waktu Siklus Kirim (Deliver Cycle Time) Fleksibilitas Sumber / Pengadaan Hulu (Upside Source Flexibility) Fleksibilitas Rantai Pasok Bagian Atas (Hulu) (Upside Supply Chain Flexibility)
3
Agilitas Rantai Pasok (Agilility)
Fleksibilitas Buat Hulu (Upside Make Flexibility) Fleksibilitas Kirim Hulu (Upside Deliver Flexibility) Fleksibilitas Pengembalian Sumber / Pengadaan Hulu (Upside Source Return Flexibility) Fleksibilitas Pengembalian Pengiriman Hulu (Upside Deliver Return Flexibility)
Agilitas (ketangkasan/kegesita n) rantai pasok dalam menanggapi perubahan pasar untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif.
Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Atas (Hulu) (Upside Supply Chain Adaptability)
Adaptabilitas Sumber / Pengadaan Hulu (Upside Source Adaptability) Adaptabilitas Buat Hulu (Upside Make Adaptability) Adaptabilitas Kirim Hulu (Upside Deliver Adaptability) Adaptabilitas Pengembalian Sumber / Pengadaan Hulu (Upside Source Return Adaptability) Adaptabilitas Pengembalian Pengiriman Hulu (Upside Deliver Return Adaptability)
Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Bawah (Hilir)(Downside Supply Chain Adaptability)
Adaptabilitas Sumber Pengadaan Hilir (Downside Source Adaptability) Adaptabilitas Buat Hilir (Downside Make Adaptability) Adaptabilitas Kirim Hilir (Downside Deliver Adaptability)
No .
4
Atribut
Biaya Rantai Pasok (Supply Chain Costs)
Definisi Atribut
Biaya sehubungan dengan pengoperasian rantai pasok.
Indikator Kinerja Tingkat 1
Biaya Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management Cost)
Indikator Kinerja Tingkat 2 Biaya Manajemen untuk Rencana (Management Cost to Plan) Biaya Manajemen untuk Sumber / Pengadaan (Management Cost to Source) Biaya Manajemen untuk Buat (Management Cost to Make) Biaya Manajemen untuk Kirim (Management Cost to Deliver)
Biaya Manajemen untuk Pengembalian (Management Cost to Return) Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)
Biaya untuk Buat (Cost to Make) Jumlah Hari Penjualan Belum Dibayar (Days Sales Outstanding) Jumlah Hari Persediaan untuk Suplai (Inventory Days of Supply) Jumlah Hari Pengadaan Belum Dibayar (Days Payable Outstanding)
Waktu Siklus Kas- keKas (Cash-to- Cash Cycle Time)
5
Manajemen Aset Rantai Pasok (Supply Chain Asset Management)
Efektivitas organisasi dalam mengelola aset untuk mendukung pemenuhan kebutuhan. Hal ini mencakup manajemen dari semua aset: aset tidak bergerak dan modal kerja.
Imbalan terhadap Aset Tidak Bergerak Rantai Pasok (Return on Supply Chain Fixed Assets)
Pendapatan Rantai Pasok (Supply Chain Revenue) Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold) Aset Tetap Rantai Pasok (Supply Chain Fixed Assets) Biaya Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management Costs) Uang yang dapat Diterima atau Penjualan yang Belum Dibayar (Accounts Receivable atau Sales Outstanding)
Imbalan terhadap Modal Kerja (Return on Working Capital)
Uang yang Harus Dibayarkan atau Pembayaran yang Harus Dilakukan (Accounts Payable Atau Payables Outstanding) Persediaan (Inventory) Biaya Manajemen Rntai Pasok (Supply Chain Management Costs) Pendapatan Rantai Pasok (Supply Chain Revenue) Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)
Tabel 3.7. pengukuran kinerja industri perumahan berbasis SCOR® version 11 No.
1.
2.
Atribut
Reliability
Responsiveness
Indikator Tingkat 1
Indikator Tingkat 2
Perfect Order Fulfillment
Total Delivery
-
%
On Time Delivery
-
%
Order Fulfillment Cycle Time
Source Cycle Time Make Cycle Time
Normalisasi
Order Fulfillment Cycle Time =1x 100 % {(Source CycleTime+Make Cycle Time + Deliver Cycle Time) : Standard Order Fulfillment Cycle
Satuan Indikator Tingkat 1
%
Deliver Cycle Time
3.
Agility
Availabe Capacity
Operatig Expenses 4.
Supply Chain Costs
Available Assembly Capacity
-
%
Available Fabrication Capacity
-
%
Marketing and Sales Expenses General and Administration Expenses
Cost of Goods Sold
Rejection Rate of Part/ Component Production Efficiency
No.
Atribut
Indikato r Tingkat 1
Indikator Tingkat 2
Days Sales Outstanding Cash-to-Cash Cycle Time
Inventory Days of Supply Days Payable Outstanding
5.
Supply Ch ain Asset Management
Return on Supply Chain Fixed Assets
Time}
Operating Expenses = 1x 100 %, {(Marketing and Sales Expenses + General and Administration Expenses) : Sales}
%
dimana Operating Expenses : Sales merupakan rumus Operating Expenses Ratio (Willis, 2003). Rejection Rate of Part/Component
-
Normalisasi
Cash-to-Cash Cycle Time = 1 x 100 % {(Days Sales Outstanding + Inventory Days of Supply - Days Payable Outstanding) : Standard Cash-to-Cash Cycle Time}
%
% Satuan Indikator Tingkat 1
%
Supply Chain Revenue Cost of Goods Sold
% -
Supply Chain Fixed Assets Operating Expenses Accounts Receivable (Sales Outstanding) Return on Working Capital
Accounts Payable (Payables Outstanding) Inventory Operating Expenses Supply Chain Revenue Cost of Goods Sold
%
-
Model SCOR® bersifat hierarkis. Lapisan pertama adalah tipe proses untuk mengidentifikasi lingkup suplai. Lapisan kedua adalah kategori proses yang memungkinkan mengonfigurasikan rantai suplai. Lapisan ketiga menunjukkan elemen-elemen proses, mengidentifikasikan rantai suplai, masukan/keluaran inpu/output), indicator dan praktik terbaik,Paul (2014).
Gambar 3.2 .Tahapan Pengembangan Model Penelitian Dalam Rangka pengembangan model pengukuran kinerja sistem rantai pasok, maka dilakukan hal-hal sebagai berikut; Melakukan identifikasi apakah indikator kinerja Model SCOR ® dapat ditemukan dibeberapa proyek-proyek industri konstruksi perumahan yang diamati. Melakukan penyesuaian indikator kinerja baik dengan menambahkan atau memodifikasinya, sehingga sesuai dengan sistem rantai pasok industri konstruksi perumahan. Membuat framework model pengukuran kinerja sistem rantai pasok industri
konsruksi
perumahan
dengan
atribut
yang
berpengaruh
terhadapnya.
Identifikasi proses bisnis dilakukan berdasarkan framework pada model SCOR, dimulai dengan melakukan kajian sistem amatan terlebih dahulu dan mengidentifikasi pihak-pihak yang terkait. Pemetaan proses bisnis dilakukan berdasarkan framework SCOR mulai dari level 1 yaitu dengan memetakan siapa
saja pihak-pihak yang berada dalam rantai pasok dan proses apa saja
yang
terdapat pada masing-masing entitas yang terkait dengan rantai pasok yang akan diukur. Model SCOR versi 11.0 memiliki enam proses utama, yaitu Plan, Source, Make, Deliver, Return dan Enable. Dari keenam proses tersebut kemudian masing-masing proses utama diturunkan menjadi proses proses yang lebih spesifik pada level selanjutnya yaitu Level 2 sampai ke Level 3. Model
SCOR
memiliki
lima
atribut
kinerja
yaitu
Reliabilitas,
Responsifitas, Agility, Biaya dan Manajemen Aset. Atribut kinerja ini merupakan ukuran kualitatif yang tidak dapat diukur secara langsung. Pengukuran
masing-masing
atribut
kinerja
tersebut
dilakukan
dengan
menggunakan metrik performansi.
3.10. Bencmarking (Tolok Ukur ) 3.10.1. Pengantar benchmaking Pengukuran memegang peranan yang penting karena akan mempengaruhi prilaku orang yang terlibat dalam menjalankan rantai suplai, sehingga berdampak lansung pada keseluruhan kinerja rantai suplai.Pengukuran kinerja memungkinkan perusahaan untuk menilai apakah rantai suplainya menjadi lebih baik. Salah satu perangkat untuk melakukan Pengukuran kinerja adalah dengan menggunakan metric dalam kartu SCOR ®. Kartu SCOR® memiliki karakteristik sebagai berikut :
Integrasi yang berimbang antara perspektif pelanggan (keandalan pengiriman, responsivitas dan fleksibilitas) dan perspektif internal pengiriman, responsivitas dan fleksibilitas) dan perspektif internal ( biaya dan efisiensi aset)
Penekanan pada hasil dalam skala perusahaan, bukan pada hasil secara fungsional
Penekanan pada metrik –metrik utama: Kartu SCOR®
terdiri dari
seperangkat metric yang lengkap dan minimal, dengan tujuan
menyediakan informasi yang cukup untuk bertindak sembari menghindari terlalu banyak beban informasi. Sebuah organisasi dapat mengambil manfaat benchmaking karena metode ini mempercepat perusahaan dan restrukturisasi, dengan menggunakan praktik yang teruji dan terbukti. Benchmaking meyakinkan skeptisme, dengan melihat bahewa metode itu berhasil, serta mengatasi kelemahan dan sikap berpuas diri. Metodr ini juga menciptakan rasa urgensi ketika terungkap adanya kesenjangan. Benchmaking menuntun ke ide “ di luar kota” dengan mencari cara untuk melakukan perbaikan di luar praktik normal industri. Metode ini memaksa organisasi untuk menguji proses yang ada saat ini dan menuntun ke perbaikan dari diri sendiri. Implementasi akan lebih efektif dengan keterlibatan para pemilik proses. Benchmaking mencegah perusahaan untuk “re-inventing the wheel” dan membuang lebih banyak waktu dan baiya ketika sesesorang lainnya mungkin sudah melakukan dan acap kali lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat.
Ada dua tipe utama benchmaking :
Benchmaking
kinerja
atau
kuantitatif
digunakan
untuk
membandingkan hasil atau daya saing sebuah rantai suplai yang ada dengan rantai suplai perusahaan lain. Umumnya keluaran (outcome) dari benchmark ini erupa peringkat komparatif dan sering digunakan untuk menyoroti bidang yang membutuhkan perbaikan dan studi lebih lanjut.
Benchmark proses atau kualitatif digunakan untuk memperbaiki proses dan operasi tertentu di dalam bisnis. Perusahaan yang dikelola secara baik tidak sekedar menggunakan benchmark untuk menetapkan target. Alih-alih, mereka melihat apa yang ada dibalik data kuantitatif untuk memahami
bagaimana perusahaan-perusahaan
yang terbaik di
kelasnya mencapai hasil yang patut ditiru. Mereka mencoba mengidentifikasi proses, perangkat, dan metode khusus yang digunakan untuk mencapai tingkat kinerja yang tinggi.Untuk memperoleh hasil terbaik, kedua jenis benchmaking itu harus
digunakan
bersama.
Keduanya
merupakan
komplemen
bukan
alternatif.
3.10.2. Kebutuhan Data Data yang dibutuhkan untuk menghitung metric SCOR level 1 berasal dari berbagai bagian di perusahaan pengembang perumahan tersebut. Tabel 3.8.
Tabel 3.8. kebutuhan data Atribut
Sumber Potensi untuk data
Keandalan
Pesanan pelanggan, dokumen pengiriman, laporan kerusakan
(Reliability) Responsiveness
Pesanan Pelanggan, Dokumen Pengiriman
(Responsiveness) Fleksibilitas
Jangka waktu (lead time) & kapasitas distribusi/Transportasi,
(Flexibility)
produksi, dan Pengadaan.
Biaya(Cost)
Informasi pembiayaan departemen pembelian, produksi, penjualan, manajemen material, pengiriman, dsb.
Aset(Assets)
Informasi keuangan (Laporan Neraca dan Laba Rugi
3.11. Menghitung Bobot dengan AHP Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dihitung nilai bobot yang ada dengan menggunakan pairwise comparison pada metode AHP.
3.11.1.Indeks Konsistensi Metode AHP harus dilengkapi dengan penghitungan Indeks Konsistensi (Consistency Index). Setelah diperoleh indeks konsistensi, maka hasilnya dibandingkan dengan Indeks Konsistensi Random (Random Consistency Index/RI) untuk setiap n objek. Tabel-3.8. memperlihatkan nilai RI untuk setiap n objek ( 2 <= n <= 10).
Prof.Saaty [Saa-80] menyusun Tabel RI diperoleh dari rata-rata Indeks Konsistensi 500 matriks. CR(Consistency Ratio) adalah hasil perbandingan antara Indeks Konsistensi (CI) dengan Indeks Random (RI). Jika CR <= 0.10 (10%) berarti jawaban pengguna konsisten sehingga solusi yang dihasilkanpun optimal.
Tabel.3.8 Tabel Indeks Konsistensi Random n
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
RI
0.00
0.00
0.58
0.90
1.12
1.24
1.32
1.41
1.45
1.49
Sumber : Saaty,(1980) dalam Padmowati.E,(2009)
BAB IV STUDI KASUS
4.1. Studi Kasus Pengembangan Perumahan 4.1.1.Perumahan Kelas Mewah
4.1.1.1. Perumahan Mega Asri Parak Gadang (X1) Perumahan Mega Asri Parak Gadang, terletak di Jl. Parak Gadang, Kecamatan Padang Timur dengan jumlah 30 unit rumah ,dikembangkan di atas lahan dengan luas 8000 M2,dikembangkan oleh Mega Asri Group. Dalam pembangunannya pihak pengembang memanfaatkan jasa kontraktor dan sub kontraktor. Pengembang bertindak selaku pengawas sekaligus memasarkan unit-unit rumah yang akan di tawarkan kepada para calon konsumen. Pembangunan Unit-unit rumah dilaksanakan tanpa harus menunggu calon pembeli (unit ready stok).
Gambar 4.1. Perumahan Mega Asri Parak Gadang,Padang(2016). a. Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Perumahan Tabel 4.1. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan X1 Lingkup Pekerjaan Pengembangan Pihak Yang Terlibat Perumahan Z1 Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang, Pemilik Rumah Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pengembang Pekerjaan Jalan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan Pekerjaan Saluran/Drainase Pengembang Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan 1(PT) Perusahaan Kontraktor Perseorangan Umum Telepon Pekerjaan 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) Pekerjaan Unit-unit Rumah Pengembang Pekerjaan Sarana Olahraga 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan Pengawasan Pelaksanaan Pengembang KeseluruhanKonstruksi kontraktorPerumahan yang terlibat dalam pengembangan perumahan X1 berjumlah 3 Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 2 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).
b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan. Pada pengembangan perumahan ini, Desain/Perancangan Prasarana dan Sarana Perumahan dilakukan oleh konsultan desain, sedangkan Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah dilakukan oleh pengembang. Untuk Desain/Perancangan Unit- Unit Rumah dapat dilakukan perubahan sesuai dengan keinginan pemilik rumah. Perubahan
Desain/Perancangan
yang
tidak
diizinkan
oleh
pengembang hanya perubahan Perancangan Desain tampak depan rumah dan bentuk rumah, agar seluruh desain unit-unit rumah yang ada pada perumahan ini seragam sesuai konsep yang ditawarkan pengembang. Sedangkan untuk perubahan spesifikasi teknis yang diizinkan hanya untuk material yang mutunya lebih baik daripada yang ditawarkan oleh pengembang.
Upaya untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam mengembangkan
suatu perumahan, pengembang menyerahkan
sebagian Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor. Pengembang hanya melaksanakan Pekerjaan Pematangan Tanah, Pekerjaan Pagar Tembok/Benteng, Pekerjaan Saluran/Drainase dan Pekerjaan Unit-Unit Rumah. Seluruh Pekerjaan Unit-Unit Rumah dilakukan oleh Pengembang untuk menjaga mutu dari unit rumah yang akan dihasilkan. Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan melalui penunjukan langsung dengan pertimbangan kontraktor tersebut telah menjadi rekanan pengembang dan juga didasarkan track record kontraktor tersebut dalam melakukan pekerjaan pengembangan perumahan. Hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor tersebut diatur melalui Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum, menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress payment) dan menurut tahapan pihak- pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-builder). Untuk Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang melakukan hubungan kontrak dengan pemasok tenaga kerja. Tenaga kerja
tersebut
diadakan
oleh
mandor
dengan
pembayaran
berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar daerah pengembangan perumahan tersebut. Selain pemasok tenaga kerja, pengembang juga melakukan hubungan operatornya
kontrak dengan
dengan pemasok peralatan cara
sewa.
Untuk
berat
beserta
Pekerjaan
Pagar
Tembok/Benteng, Pekerjaan Saluran/Drainase dan Pekerjaan UnitUnit Rumah, pengembang melakukan hubungan kontrak dalam bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok material dilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah
disepakati pengembang dan pemasok material tersebut. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari perumahan
tersebut.
Untuk
luar daerah pengembangan
Pekerjaan
Unit-Unit
Rumah,
pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan kontraktor spesialis untuk pemasangan railing tangga besi, pekerjaan mekanikal unit rumah seperti pemasangan AC dan air panas. Selain melaksanakan Pekerjaan Pemantangan Tanah, Pekerjaan Pagar Tembok/Benteng, Pekerjaan Saluran/Drainase dan Pekerjaan Unit-Unit Rumah, pengembang juga melaksanakan pekerjaan estate, yaitu pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi yang bersifat minor.
Untuk Pengawasan Pelaksanaan
Konstruksi Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor dalam mengawasi seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari.
c.
Hubungan
Kontraktor
dengan
Pihak
yang
Terlibat
Dalam
Pengembangan Perumahan Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Air Bersih, Pekerjaan Listrik & PJU, Pekerjaan Telepon, Pekerjaan Sarana Olahraga dan Pekerjaan Taman, masing-masing kontraktor melakukan hubungan kontrak dalam bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari kontraktor terhadap pemasok material dilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah
disepakati
kontraktor
dan
pemasok
material
tersebut.
Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor
dengan
pembayaran
berdasarkan
upah
kerja
harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar daerah pengembangan perumahan tersebut.
4.1.1.2.Perumahan Alam Surya Megah (X2)
Gambar 4.2. Perumahan Alam Surya Megah, Padang (2016)
a. Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Perumahan Tabel 4.2. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan X2 Lingkup Pekerjaan Pihak Yang Terlibat Pengembangan Perumahan Z2 Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV), Pemilik Rumah/ Pengembang Pekerjaan Unit-unit Rumah Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pekerjaan Pematangan Tanah Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pekerjaan Jalan Pekerjaan Saluran/Drainase Pekerjaan Jembatan Pekerjaan Air Bersih Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum Taman Pekerjaan Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Pengembang Pengembang Pengembang 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan Pengembang 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan Pengembang
Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Z2 berjumlah 5 Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV).
b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan. Pada pengembangan perumahan ini, Desain/Perancangan Prasarana dan Sarana Perumahan dilakukan oleh konsultan desain, sedangkan Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah dilakukan oleh kontraktor unit rumah. Untuk Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah dapat dilakukan perubahan
sesuai dengan
keinginan
pemilik
rumah.
Perubahan
Desain/Perancangan yang tidak diizinkan oleh pengembang hanya perubahan Perancangan Desain tampak depan rumah dan bentuk rumah, agar seluruh desain unit-unit rumah yang ada pada perumahan ini seragam sesuai konsep yang ditawarkan pengembang. Sedangkan untuk perubahan spesifikasi teknis yang diizinkan hanya untuk material yang mutunya lebih baik daripada yang ditawarkan oleh pengembang. Untuk
meningkatkan
produktivitas
dan
efisiensi
dalam
mengembangkan suatu perumahan, pengembang menyerahkan sebagian Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor. Pengembang hanya melaksanakan Pekerjaan Pematangan Tanah dan Pekerjaan Pagar Tembok/Benteng dan Pekerjaan Jembatan. Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan melalui penunjukan langsung dengan pertimbangan kontraktor tersebut telah menjadi rekanan pengembang dan juga didasarkan track record kontraktor tersebut dalam melakukan pekerjaan
pengembangan
perumahan.
Hubungan
kontrak
antara
pengembang dengan setiap kontraktor tersebut diatur melalui Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum, menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress payment) dan menurut tahapan pihak- pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-builder). Untuk
kontraktor unit rumah, jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum, menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress payment) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya
adalah
kontrak
perencana
teknis/desain/perancang
&
pelaksana konstruksi (design-build). Untuk Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang melakukan hubungan kontrak dengan pemasok tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar daerah pengembangan perumahan tersebut. Selain pemasok tenaga kerja, pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa. Untuk Pekerjaan Pagar
Tembok/Benteng
dan
Pekerjaan
Jembatan,
pengembang
melakukan hubungan kontrak dalam bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material ditentukan
berdasarkan harga
penawaran dan sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan pengembang telah dikirim. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan
kerjanya
berdasarkan
upah
diadakan kerja
oleh
mandor
harian/mingguan.
dengan Tenaga
pembayaran kerja
yang
diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut. Selain melaksanakan Pekerjaan Pemantangan Tanah dan Pekerjaan Pagar Tembok/Benteng, pengembang juga melaksanakan pekerjaan estate, yaitu pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan,
pengembang
bertindak
mengawasi seluruh pekerjaan.
sebagai
supervisor
dalam
Pengawasan terhadap seluruh
Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari.
c. Hubungan
Kontraktor
dengan
Pihak
yang
Terlibat
Dalam
Pengembangan Perumahan Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Saluran/Drainase, Pekerjaan Air Bersih, Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum dan Pekerjaan Taman, masing-masing kontraktor melakukan hubungan kontrak dalam bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari kontraktor terhadap pemasok material dilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati kontraktor dan pemasok material tersebut. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar daerah pengembangan perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Unitunit Rumah terdapat juga pemasok material yang juga menyediakan tenaga kerja dan peralatannya untuk pemasangan railing tangga besi, pemasangan AC dan air panas.
4.1.1.3.Perumahan GreenMutiara Residence( X3 ) Perumahan Green Mutiara berlokasi di Jl.Raya Padang-Indarung, kecamatan Lubuk Kilangan,kota Padang. Perumahan dikembangkan diatas lahan 2,4 Ha dengan jumlah unit sebanyak 150 unit , yang dikembangkan oleh PT.Gerbang Mas Reality. PT. Gerbang mas Reality telah memiliki pengalaman selama 7 tahun untuk pengembang rumah mewah di kota padang. Pembangunan unit-unit rumah dikerjakan oleh kontraktor dan sub kontraktor yang ditunjuk oleh pihak pengembang. Pemasaran dari unit-unit rumah dipasarkan sendiri oleh pihak pengembang. Unit-unit rumah yang dipasarkan telah dipersiapkan terlebih dahulu sebelum adanya calon pembeli (unit ready stok).
`
Gambar 4.3. Perumahan Green Mutirara Residence, Padang(2016).
a. Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Tabel 4.3. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Lingkup Pekerjaan Pengembangan Perumahan Z3 Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pekerjaan Pematangan Tanah
Pihak Yang Terlibat Pengembang Pengembang Pengembang Pengembang
Pekerjaan Jalan Pekerjaan Saluran/Drainase
1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Air Bersih
1 Perusahaan kontraktor persekutuan (CV)
Perumahan X3
Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum
1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Telepon
1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Unit-Unit Rumah Pekerjaan Sarana Perbelanjaan Pekerjaan Sarana Peribadatan Pekerjaan Sarana Olahraga
3 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) Pemilik Sarana Pendidikan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) Pengembang
Pekerjaan Sarana Pendidikan Pekerjaan Taman Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan X3 berjumlah 2 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 6 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).
b. Hubungan Pengembang dengan Pihak
yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan Pada
pengembangan
perumahan
ini,
keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh pengembang. Pengembang
tidak
melibatkan
pihak
lain
dalam
keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan pengembang mempunyai divisi Desain/Perancangan yang berkompeten dalam perusahaannya untuk melakukan Desain/Perancangan Perumahan. Untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam mengembangkan suatu perumahan, pengembang menyerahkan sebagian besar Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor. Pengembang hanya melaksanakan Pekerjaan Pematangan Tanah dan Pekerjaan Air Bersih. Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut
dilakukan melalui penunjukan
langsung dengan pertimbangan kontraktor tersebut telah menjadi rekanan pengembang dan juga didasarkan track record kontraktor tersebut dalam melakukan pekerjaan pengembangan perumahan. Hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor yang melaksanakan setiap pekerjaan diatur melalui Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah Kontrak Harga Satuan (Unit Price),
menurut cara pembayaran adalah Pembayaran 100% dibelakang (Turn Key) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (ownerbuilder). Untuk Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang melakukan hubungan kontrak dengan pemasok tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar daerah pengembangan perumahan tersebut. Selain pemasok tenaga kerja, pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa. Untuk Pekerjaan Air Bersih, pengembang melakukan hubungan kontrak dalam bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan pengembang telah dikirim. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar daerah pengembangan perumahan tersebut. Selain melaksanakan Pekerjaan Pemantangan Tanah dan Pekerjaan Air Bersih, pengembang juga melaksanakan pekerjaan estate, yaitu pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor dalam mengawasi seluruh
pekerjaan.
Pengawasan
terhadap
seluruh
Pelaksanaan
Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar daerah pengembangan perumahan
tersebut.
Untuk
Pekerjaan
Jalan
dan
Pekerjaan
Saluran/Drainase, masing-masing kontraktor juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta operatornya dengan cara
sewa.
4.1.2. Perumahan kelas Menengah 4.1.2.1. Perumahan Jala Utama Rindang Alam (Y1) Perumahan
Jala
Utama
Rindang
Alam,
merupakan
tipe
pengembangan rumah kelas menengah. Perumahan berlokasi di Kelurahan Kampung Baru Pauh. Perumahan dikembangkan oleh pengembang PT. Jala Mitra Internusa dengan jumlah unit yang dikembangkan yaitu 124 unit pada luas lahan 1,2 Ha. Pengembang telah memiliki pengalaman dimulai sejak tahun 1997 (19 tahun). Pengembang bertindak selaku kontraktor pembangunan
unit
subkontraktor
sesuai
rumah
dan
bidang
juga
dibantu
pekerjaannya
oleh
subkontraktor-
masing-masing.
Pihak
pengembang juga bertindak lansung memasarkan unit-unit rumah kepada para calon konsumen. Unit-unit rumah yang dikembangkan oleh pemgembang dibangunkan apabila ada konsumen yang telah membeli unitunit rumah yang ditawarkan ( unit indent).
Gambar 4.4. Perumahan Jala Utama Rindang Alam, Padang (2016). a. Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Perumahan Tabel 4.4. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Pengembangan Perumahan Y1
Lingkup Pekerjaan Pengembangan Perumahan Y1 Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pekerjaan Pematangan Tanah Pekerjaan Jalan Pekerjaan Saluran/Drainase Pekerjaan Jembatan Pekerjaan Air Bersih Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum Pekerjaan Unit-Unit Rumah
Pihak Yang Terlibat Pengembang Pengembang Pengembang Pengembang 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan Pengembang 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) 2 Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 2 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 2 Perusahaan Kontraktor Perseorangan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan Pengembang
Pekerjaan Sarana Olahraga Pekerjaan Sarana Perbelanjaan Pekerjaan Sarana Peribadatan Pekerjaan Taman Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Y1 berjumlah 9 Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 3 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).
b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Pada
pengembangan
perumahan
ini,
keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh pengembang. Pengembang
tidak
melibatkan
pihak
lain
dalam
keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan pengembang mempunyai divisi Desain/Perancangan yang berkompeten dalam perusahaannya untuk melakukan Desain/Perancangan Perumahan. Untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam mengembangkan suatu perumahan, pengembang menyerahkan sebagian besar Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor. Pengembang hanya melaksanakan Pekerjaan Pematangan Tanah dan Pekerjaan Jembatan. Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan melalui penunjukan langsung dengan pertimbangan kontraktor tersebut telah menjadi rekanan pengembang dan juga didasarkan track record kontraktor tersebut dalam Pelaksanaan Konstruksi Perumahan. Hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor tersebut diatur melalui Surat
Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum, menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress payment) dan menurut tahapan pihak- pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (ownerbuilder). Untuk Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang melakukan hubungan kontrak dengan pemasok tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut. Selain pemasok tenaga kerja, pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa. Untuk Pekerjaan Jembatan, pengembang melakukan hubungan kerjasama dengan kontraktor spesialis untuk pemasangan pondasi tiang pancang dan railing besi jembatan dalam bentuk Surat Perintah Kerja. Untuk Pekerjaan Jalan, pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan subkontraktor spesialis untuk pemasangan material paving block. Untuk Pekerjaan Saluran/Drainase, Pekerjaan Jembatan, Pekerjaan Unit-Unit Rumah, Pekerjaan Sarana Olahraga, Pekerjaan Sarana Perbelanjaan dan Pekerjaan Sarana Peribadatan, pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan beberapa pemasok material yang volumenya besar seperti pemasok material pasir dan split, besi. Selain itu, pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan subkontraktor spesialis untuk pemasangan material tiang pancang untuk Pekerjaan Unit-Unit Rumah Bertingkat dan Pekerjaan Sarana Perbelanjaan. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan pengembang telah dikirim. Selain melaksanakan Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang juga
melaksanakan
pekerjaan
estate,
yaitu
pekerjaan-pekerjaan
pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan, pengembang
bertindak sebagai supervisor dalam mengawasi seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari.
c. Hubungan
Kontraktor
dengan
Pihak
yang
Terlibat
Dalam
Pengembangan Perumahan Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Saluran/Drainase, Pekerjaan Air Bersih, Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum, Pekerjaan Unit-Unit Rumah, Pekerjaan Sarana Olahraga, Pekerjaan Sarana Perbelanjaan, Pekerjaan Sarana Peribadatan dan Pekerjaan Taman, masing-masing kontraktor
melakukan hubungan kerjasama dalam
bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari kontraktor terhadap pemasok material dilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati kontraktor dan pemasok material tersebut. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan
upah
kerja
harian/mingguan.
Tenaga
kerja
yang
diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan
tersebut.
Untuk
Pekerjaan
Jalan,
Pekerjaan
Saluran/Drainase, Pekerjaan Jembatan, Pekerjaan Air Bersih, masingmasing kontraktor juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa. 4.1.2.2. Perumahan Griya Asri Parak Karakah ( Y2 ) Perumahan Griya Asri Parak karakah, terletak di Kubu Dalam Parak Karakah,kecamatan Padang Timur Kota Padang. Dikembangkan oleh CV.Griya Asri dengan jumlah unit sebanyak 30 unit diatas lahan 8000 M 2. Pengembang dalam hal ini bertindak lansung sebagai kontraktor dan supplier dibantu oleh subkontraktor
yang bekerja sesuai
dengan
bidangnya
masing-masing.
Disamping itu pengembang juga memasarkan lansung unit-unit rumah yang mereka tawarkan kepada konsumen. Unit-unit rumah dibuatkan beberapa sebagai rumah contoh yang kemudian pembangunan unit-unit selanjutnya
tergantung kepada konsumen yang telah membeli unit rumah kepada pengembang ( unit indent).
Gambar 4.5. Perumahan Griya Asri Parak Karakah, Padang (2016).
a. Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Perumahan Tabel 4.5. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Pengembangan Perumahan Y2 Lingkup Pekerjaan Pengembangan Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Perumahan Y2 Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pekerjaan Pematangan Tanah Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pekerjaan Jalan Pekerjaan Saluran/Drainase Pekerjaan Dinding Penahan Tanah Pekerjaan Jembatan Pekerjaan Air Bersih Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum Pekerjaan Unit-Unit Rumah Pekerjaan Taman Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Pihak Yang Terlibat Pengembang Pengembang Pengembang Pengembang Pengembang 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) Pengembang 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) 2 Perusahaan Kontraktor Perseorangan dan 2 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan Pengembang
Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Y2 berjumlah 3 Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 5 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 2 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).
b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Pada
pengembangan
Desain/Perancangan
perumahan
Perumahan
ini,
dilakukan
keseluruhan sendiri
oleh
pengembang. Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam keseluruhan
Desain/Perancangan
pengembang
mempunyai
berkompeten
dalam
Perumahan
divisi
dikarenakan
Desain/Perancangan
perusahaannya
untuk
yang
melakukan
Desain/Perancangan Perumahan. Untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam mengembangkan suatu perumahan, pengembang menyerahkan sebagian besar Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor. Pengembang hanya melaksanakan Pekerjaan Pematangan
Tanah,
Pekerjaan
Pagar
Tembok/Benteng
dan
Pekerjaan Dinding Penahan Tanah. Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan melalui penunjukan langsung dengan pertimbangan kontraktor tersebut telah menjadi rekanan pengembang dan juga didasarkan track record kontraktor tersebut dalam melakukan pekerjaan pengembangan perumahan. Hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor yang melaksanakan setiap pekerjaan diatur melalui Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum, menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress payment) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (ownerbuilder). Pekerjaan
Pemantangan
Tanah,
pengembang
melakukan
hubungan kontrak dengan pemasok tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut. Selain
pemasok tenaga
hubungan operatornya
kontrak
dengan
dengan
Tembok/Benteng
kerja,
cara
dan
pengembang juga
pemasok sewa.
Pekerjaan
peralatan
melakukan
berat
beserta
Untuk
Pekerjaan
Pagar
Dinding
Penahan
Tanah,
pengembang melakukan hubungan kontrak dalam bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material ditentukan
berdasarkan
harga
penawaran dan sampel yang
ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan pengembang telah dikirim. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Jalan dan Pekerjaan Saluran/Drainase, pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat dengan cara sewa. Selain melaksanakan Pekerjaan Pemantangan Tanah dan Pekerjaan Pagar Tembok/Benteng, pengembang juga melaksanakan pekerjaan estate, yaitu pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor dalam mengawasi seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari. c. Hubungan
Kontraktor
dengan
Pihak
yang
Terlibat
Dalam
Pengembangan Perumahan Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Saluran/Drainase, Pekerjaan Jembatan, Pekerjaan Air Bersih, Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum,
Pekerjaan Unit-Unit Rumah, dan Pekerjaan Taman, masing-masing kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam bentuk Purchase Order dengan pemasok
material. Pengadaan pemasok material
ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari kontraktor terhadap pemasok material dilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati kontraktor dan pemasok material tersebut. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Untuk Pekerjaan Air Bersih, kontraktornya melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa. Untuk Pekerjaan Unit-unit Rumah terdapat juga subkontraktor spesialis untuk pemasangan railing tangga besi.
4.1.2.3. Perumahan Green Redist Resident Perumahan Green Redist Resident dikembangkan oleh PT.Berkah Amanda sejahtera diatas lahan dengan luas 1,2 Ha yang berlokasi di Jl.Bypass KM 6, Kecamatan Kuranji, Kota Padang. Jumlah unit yang dikembangkan berjumlah 35 unit. Pengembang bertindak lansung selaku kontraktor dan dibantu oleh subkontraktor-subkontraktor yang sesuai bidangnya masing-masing. Pengembang juga bertindak lansung sebagai supplier dan tim pemasaran untuk unit-unit rumah yang ditawarkan. Pembangunan unit-unit rumah dilakukan apabila sudah ada konsumen yang telah melaksanakan proses jual beli dengan pengembang ( unit indent).
Gambar 4.6. Perumahan Green Redist Resident, Padang(2016).
a. Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Perumahan Tabel 4.6. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Y3 Lingkup Pekerjaan Pihak Yang Terlibat Pengembangan Desain/ Perancangan Perumahan Prasarana Y3 Perumahan Pengembang Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pengembang Pekerjaan Jalan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan Pekerjaan Saluran/Drainase Pengembang Pekerjaan Jembatan Pengembang Pekerjaan Air Bersih Pengembang Pekerjaan Listrik 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan Pekerjaan Unit-Unit Rumah Pengembang Pengawasan Pelaksanaan Pengembang Konstruksi Perumahan Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Y3 berjumlah 2 Perusahaan Kontraktor Perseorangan.
b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Pada
pengembangan
Desain/Perancangan
perumahan
Perumahan
dilakukan
ini,
keseluruhan sendiri
oleh
pengembang. Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam keseluruhan
Desain/Perancangan
pengembang
mempunyai
berkompeten
dalam
Desain/Perancangan
divisi
Perumahan
Desain/Perancangan
perusahaannya Perumahan.
dikarenakan
Pada
untuk
yang
melakukan
Tahap
Pelaksanaan
Konstruksi Perumahan ini, pengembang menyerahkan sebagian kecil Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor. Hal tersebut dikarenakan luas pengembangan perumahan yang kecil sehingga tingkat kompleksitas setiap paket pekerjaan rendah dan mampu dikerjakan oleh pengembang. Pengembang melakukan hubungan kontrak hanya untuk Pekerjaan Jalan dan Pekerjaan Listrik. Hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor tersebut diatur melalui Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum, menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress payment) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-builder). Pekerjaan Unit-unit Rumah, pengembang juga melakukan hubungan kerjasama dengan kontraktor spesialis untuk pemasangan rangka atap baja ringan. Selain melaksanakan pekerjaan-pekerjaan di atas, pengembang juga melaksanakan pekerjaan estate, yaitu pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor dalam mengawasi
seluruh
pekerjaan.
Pengawasan
terhadap
seluruh
Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari.
c. Hubungan
Kontraktor
dengan
Pihak
yang
Terlibat
Dalam
Pengembangan Perumahan Pekerjaan
Jalan
dan
Pekerjaan
Listrik,
masing-masing
kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam bentuk Purchase
Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material ditentukan berdasarkan harga
penawaran dan
sampel
yang
ditunjukkan. Pembayaran
dari
kontraktor
terhadap
pemasok
materialdilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati kontraktor dan pemasok material tersebut. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan
upah kerja harian/mingguan.
Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar wilayah pengembangan kontraktor
perumahan
tersebut.
Untuk
Pekerjaan
Jalan,
juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok
peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa.
4.1.3.
Perumahan Tipe Sederhana
4.1.3.1. Perumahan Villa Anggrek Bulan ( Z1 )
Perumahan Villa Anggrek Bulan merupakan perumahan kelas sederhana bersubsidi yang dikembangkan oleh PT.Lawis Bangun Persada. Perumahan dikembangkan diatas lahan 1,2 Ha dengan jumlah unit sebanyak 163 unit rumah tipe sederhana ( tipe 36/72). Pembangunan unit rumah dilaksanakan lansung oleh pengembang dan dibantu oleh beberapa sub kontraktor yang specialisasi dibidangnya yaitu seperti jalan dan pematangan lahan. Pengembang membangun unit rumah contoh yang kemudian baru berlanjut untuk membangunkan unit-unit yang lain tergantung kepada jumlah konsumen yang telah di setujui dan akad kredit dengan bank (unit indent)
Gambar 4.7. Perumahan Villa Anggrek Bulan, Padang(2016). a. Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Tabel 4.7. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Z1 Lingkup Pekerjaan Pengembangan Perumahan X1 Desain/Perancangan Prasarana Perumahan Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah
Pihak Yang Terlibat Pengembang Pengembang
Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang Pekerjaan Pematangan Tanah
Pengembang
Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng
Pengembang
Pekerjaan Jalan Pekerjaan Saluran/Drainase
1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Dinding Penahan Tanah
1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Jembatan
1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Air Bersih
1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum
1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Unit-Unit Rumah
4 Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 2 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Sarana Perbelanjaan
1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Taman Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Pengembang
d.
Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Pada
pengembangan
Desain/Perancangan
perumahan
Perumahan
ini,
dilakukan
keseluruhan sendiri
oleh
pengembang. Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam keseluruhan
Desain/Perancangan
pengembang
mempunyai
berkompeten
dalam
divisi
Perumahan
dikarenakan
Desain/Perancangan
perusahaannya
untuk
yang
melakukan
Desain/Perancangan Perumahan. Untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam mengembangkan suatu perumahan, pengembang menyerahkan sebagian besar Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor. Pengembang hanya melaksanakan Pekerjaan Pematangan
Tanah
dan
Pekerjaan
Pagar
Tembok/Benteng.
Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan melalui pelelangan dengan pertimbangan 3 aspek penilaian kontraktor yaitu harga penawaran, kemampuan finansial dan pengalaman dalam Pelaksanaan Konstruksi Perumahan. Hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor yang melaksanakan setiap pekerjaan diatur melalui Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum, berdasarkan cara pembayaran adalah pembayaran 100% di belakang (Turn Key) dan berdasarkan tahapan pihak- pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-builder). Pekerjaan
Pemantangan
Tanah
dan
Pekerjaan
Pagar
Tembok/Benteng, pengembang melakukan hubungan kontrak dalam bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan pengembang telah dikirim.
Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh
mandor
dengan
pembayaran
berdasarkan
upah
kerja
harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari daerah
sekitar
wilayah
pengembangan
perumahan
tersebut.
Pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa.
4.1.3.2. Perumahan Anugerah Kamsya Residence ( Z2 ) Perumahan Anugerah Kamsya Residence dikembangkan sebanyak 43 unit diatas lahan 8000 M2 oleh PT. Anugerah Kamsya Utama. Perumahan berlokasi di JL. Pertanian Bypass kecamatan Koto Tangah, kota Padang. Perumahan Anugerah Kamsya Residence termasuk kategori perumahan sederhana tetapi tidak bersubsidi. Pembangunan dilaksanakan langsung oleh pengembang dengan dibantu oleh sub kontraktor. Pengembang bertindak sebagai perencana,
supplier,
pengawas
pelaksanaan
dan
sekaligus
memasarkan unit-unit rumah yang ditawarkan kepada calon konsumen. Pengembang membangun unit rumah contoh dan kemudian akan melaksanakan pembangunan berikutnya setelah memiliki konsumen yang telah melaksanakan proses jual beli (unit indent).
Gambar 4.8. Perumahan Anugerah Kamsya Residence, Padang (2016). a. Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Tabel 4.8. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Z2 Lingkup Pekerjaan Pengembangan Perumahan Z2 Desain/Perancangan Prasarana Perumahan Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Desain/Perancangan Sarana Perumahan
Pengembang Pengembang Pengembang
Pekerjaan Pematangan Tanah Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pekerjaan Jalan Pekerjaan Saluran/Drainase Pekerjaan Dinding Penahan Tanah Pekerjaan Jembatan Pekerjaan Air Bersih
Pengembang Pengembang Pengembang Pengembang Pengembang Pengembang 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pihak Yang Terlibat
Pekerjaan Listrik 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan Pekerjaan Unit-Unit Rumah 3 Perusahaan Kontraktor Perseorangan Pekerjaan Sarana Peribadatan Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan Pengembang Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Z2 berjumlah 5 Perusahaan Kontraktor Perseorangan.
b. Hubungan Pengembang Dengan Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Pada
pengembangan
Desain/Perancangan
perumahan
Perumahan
ini,
dilakukan
keseluruhan sendiri
oleh
pengembang. Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam keseluruhan
Desain/Perancangan
Perumahan
dikarenakan
pengembang
mempunyai
berkompeten
dalam
Desain/Perancangan
divisi
Desain/Perancangan
perusahaannya
Perumahan.
Pada
yang
untuk
melakukan
Tahap
Pelaksanaan
Konstruksi Perumahan ini, pengembang menyerahkan sebagian kecil Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor. Hal tersebut dikarenakan luas pengembangan perumahan yang kecil sehingga tingkat kompleksitas setiap pekerjaan rendah dan mampu dikerjakan oleh pengembang. Pengembang melakukan hubungan kontrak hanya untuk Pekerjaan Air Bersih, Pekerjaan Listik Pekerjaan Unit-Unit Rumah dan Pekerjaan Sarana Peribadatan. Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan melalui penunjukan langsung dengan pertimbangan kontraktor tersebut telah menjadi rekanan pengembang dan juga didasarkan track record kontraktor tersebut dalam Pelaksanaan Konstruksi Perumahan. Hubungan
kontrak
antara
pengembang
dengan
setiap
kontraktor tersebut diatur melalui Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum, menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress payment) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-builder). Untuk
Pekerjaan
Pematangan
Tanah,
Pekerjaan
Pagar
Tembok/Benteng, Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Saluran/Drainase, Pekerjaan
Dinding
Penahan
Tanah,
Pekerjaan
Jembatan,
pengembang melakukan hubungan kontrak dalam bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material ditentukan
berdasarkan
harga
penawaran
dan
sampel
yang
ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan pengembang telah dikirim. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah
kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Pematangan Tanah, Pekerjaan Jalan dan
Pekerjaan
Saluran/Drainase, pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa. Untuk Pekerjaan Unit-unit Rumah dan Pekerjaan Sarana Peribadatan, pengembang juga melakukan hubungan kontrak dalam bentuk Purchase Order dengan pemasok material yang volumenya besar. Pemasok material yang mengadakan hubungan kontrak dengan pengembang terdiri dari pemasok material seperti besi, pasir, semen, bata, split dan batu belah. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan pengembang telah dikirim. Selain melaksanakan Pekerjaan Pematangan Tanah, Pekerjaan Pagar
Tembok/Benteng,
Pekerjaan
Jalan,
Pekerjaan
Saluran/Drainase, Pekerjaan Dinding Penahan Tanah, Pekerjaan Jembatan, pengembang juga melaksanakan pekerjaan estate, yaitu pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi yang bersifat minor.
Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi
Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor dalam mengawasi
seluruh
pekerjaan.
Pengawasan
terhadap
seluruh
Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari. c. Hubungan
Kontraktor
dengan
Pihak
yang
Terlibat
Dalam
Pengembangan Perumahan Untuk Pekerjaan Air Bersih dan Pekerjaan Listrik, Pekerjaan Unit-Unit Rumah, dan Pekerjaan Sarana Peribadatan, masing-masing kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material ditentukan
berdasarkan
harga
penawaran
dan
sampel
yang
ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan masing-
masing kontraktor telah dikirim. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Air Bersih, kontraktor juga melakukan
hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat
beserta operatornya dengan cara sewa.
4.1.3.3. Perumahan Graha Lubuk Buaya Asri (Z3) Perumahan Graha Lubuk Buaya Asri terletak di kelurahan Lubuk Buaya kecamatan Koto Tangah, yang dikembangkan oleh PT. Graha Indah Agung Taqwa. Perumahan ini termasuk perumahan kelas sederhana bersubsidi, yang dikembang diatas lahan 8000 M 2 dengan jumlah unit sebesar
39
unit
tipe
36/72.
Pengembang
melaksanakan
sendiri
pembangunan unit rumah dan bertindak lansung memasarkan unit rumah kepada para calon konsumen. Pengembang membangun unit rumah contoh dan selanjutnya akan melaksanakan pembangunan unit-unit rumah yang lain berdasarkan jumlah konsumen yang telah melaksanakan proses jual beli dan melunasi uang muka pembyaran kepada pengembang ( unit Indent).
Gambar 4.9. Perumahan Graha Lubuk Buaya Asri, Padang (2016).
a. Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Tabel 4.9. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Z3 Pekerjaan Pematangan Tanah Lingkup Pekerjaan Pengembangan Perumahan Z3 Pekerjaan Jalan Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pekerjaan Saluran/Drainase Pekerjaan Desain/Perancangan Dinding Penahan Unit-Unit Tanah Rumah Pekerjaan Jembatan Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pekerjaan Air Bersih Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum Pekerjaan Telepon Pekerjaan Unit-Unit Rumah Pekerjaan Sarana Olahraga Pekerjaan Sarana Perbelanjaan
1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) Pihak Yang Terlibat 3Pengembang Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 1Pengembang Perusahaan Kontraktor Perseorangan 2 Perusahaan Kontraktor Perseroan Pengembang Terbatas (PT) 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) 5 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan (PT)Kontraktor Perseorangan 1Terbatas Perusahaan 2 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan Pengembang
Pekerjaan Sarana Peribadatan Pekerjaan Sarana Pendidikan Pekerjaan Taman Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Z3 berjumlah 3 Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 11 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 8 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).
b. Hubungan
Pengembang
Dengan
Pihak
Yang
Terlibat
Dalam
Pengembangan Perumahan Pada
pengembangan
perumahan
ini,
keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh pengembang. Pengembang
tidak
melibatkan
pihak
lain dalam keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan pengembang mempunyai divisi Desain/Perancangan yang berkompeten dalam perusahaannya untuk
melakukan
Desain/Perancangan
Perumahan.
Untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam mengembangkan suatu perumahan, pengembang menyerahkan seluruh Pelaksanaan Konstruksi
Perumahan kepada kontraktor pada Tahap Pelaksanaan Konstruksi Perumahan. Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan melalui pelelangan dengan pertimbangan 5 aspek penilaian kontraktor yaitu pengalaman kerja > 5 tahun mengerjakan pembangunan perumahan dan minimal telah melakukan 3 pembangunan perumahan, kompetensi sumber daya manusia dalam mengerjakan pembangunan perumahan, kepemilikan peralatan kerja, kemampuan finansial dan sistem mutu & K3. Hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor yang melaksanakan setiap pekerjaan diatur melalui Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum, menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress payment) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-builder). Pelaksanaan melaksanakan
Konstruksi pekerjaan
Perumahan, estate,
yaitu
pengembang
hanya
pekerjaan-pekerjaan
pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor dalam mengawasi seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari. c. Hubungan
Kontraktor
Dengan
Pihak
Yang
Terlibat
Dalam
Pengembangan Perumahan Pekerjaan Saluran/Drainase,
Pematangan Pekerjaan
Tanah,
Pekerjaan
Jalan,
Pekerjaan
Dinding
Penahan
Tanah,
Pekerjaan
Jembatan, Pekerjaan Air Bersih, Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum dan Pekerjaan Telepon, Pekerjaan Unit-Unit Rumah, Pekerjaan Sarana Olahraga, Pekerjaan Sarana Perbelanjaan, Pekerjaan Sarana Peribadatan, Pekerjaan Sarana Pendidikan dan Pekerjaan Taman, masing-masing kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam bentuk
Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan
pemasok
material
ditentukan
berdasarkan
harga
penawaran dan sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari kontraktor terhadap pemasok material dilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati kontraktor dan pemasok material tersebut. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Pematangan Tanah, Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Saluran/Drainase, Pekerjaan Jembatan, Pekerjaan Air Bersih, masing-masing kontraktor juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa.
4.1.3.4.
Perumahan Villa Idaman Regency ( Z4 ) Perumahan Villa Idaman Regency dikembangkan oleh PT. Kinaya
Mitra Mandiri yang dikembangkan diatas lahan 2,6 Ha dan berlokasi di kelurahan Sungai Sapih, kecamatan Kuranji Kota Padang. Perumahan ini merupakan perumahan kelas sederhana bersubsidi. Pengembang bertindak selaku perencana (konsultan), kontraktor, dan supplier serta memasarkan lansung unit-unit rumah kepada para calon konsumen. Pengembang menyediakan beberapa unit rumah contoh dan selanjutnya pembangunan unit-unit rumah berikutnya dilaksanakan apabila telah ada konsumen yang melaksanakan proses jual beli, membayar uang muka. Apabila pembayaran dilaksanakan dengan proses kredit maka pembangunan dilaksanakan apabila kredit calon konsumen telah disetujui oleh bank (unit Indent).
Gambar 4.10. Perumahan Villa Idaman Regency, Padang (2016).
a. Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Tabel 4.10. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Z4 Lingkup Pekerjaan Pengembangan Perumahan X3 Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pekerjaan Pematangan Tanah Pekerjaan Jalan Pekerjaan Saluran/Drainase Pekerjaan Dinding Penahan Tanah Pekerjaan Jembatan Pekerjaan Air Bersih Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum Pekerjaan Telepon Pekerjaan Unit-Unit Rumah Pekerjaan Sarana Olahraga Pekerjaan Sarana Perbelanjaan Pekerjaan Sarana Peribadatan Pekerjaan Sarana Pendidikan Pekerjaan Taman
Pihak Yang Terlibat Pengembang Pengembang Pengembang 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas 3(PT) Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan 2 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas 1(PT) Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) 5 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 1dan Perusahaan Kontraktor Perseorangan 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas 2(PT) Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Pengembang Perumahan Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Z4 berjumlah 3 Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 11 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 8 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).
b. Hubungan
Pengembang
Dengan
Pihak
Yang
Terlibat
Dalam
Pengembangan Perumahan Pada
pengembangan
perumahan
ini,
keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh pengembang.
Pengembang
tidak
melibatkan
pihak
lain dalam keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan pengembang mempunyai divisi Desain/Perancangan yang berkompeten dalam perusahaannya untuk
melakukan
Desain/Perancangan
Perumahan.
Untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam mengembangkan suatu perumahan, pengembang menyerahkan seluruh Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor pada Tahap Pelaksanaan Konstruksi Perumahan. Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan melalui pelelangan dengan pertimbangan 5 aspek penilaian kontraktor yaitu pengalaman kerja > 5 tahun mengerjakan pembangunan perumahan dan minimal telah melakukan 3 pembangunan perumahan, kompetensi sumber daya manusia dalam mengerjakan pembangunan perumahan, kepemilikan peralatan kerja, kemampuan finansial dan sistem mutu & K3. Hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor yang melaksanakan setiap pekerjaan diatur melalui Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum, menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress payment) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-builder). Pelaksanaan melaksanakan
Konstruksi pekerjaan
Perumahan, estate,
yaitu
pengembang
hanya
pekerjaan-pekerjaan
pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor dalam mengawasi seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari. c. Hubungan
Kontraktor
Dengan
Pihak
Yang
Terlibat
Dalam
Pengembangan Perumahan Pekerjaan
pematangan
tanah,
pekerjaan
jalan,
pekerjaan
saluran/drainase,
pekerjaan
dinding
penahan
tanah,
pekerjaan
jembatan,pekerjaan air bersih, pekerjaan listrik dan penerangan jalan umum dan pekerjaan telepon, pekerjaan unit-unit rumah, pekerjaan sarana olahraga, pekerjaan sarana perbelanjaan, pekerjaan sarana peribadatan, pekerjaan sarana pendidikan dan pekerjaan taman, masingmasing kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari kontraktor terhadap pemasok material dilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati kontraktor dan pemasok material tersebut. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut. Untuk pekerjaan pematangan tanah, pekerjaan jalan, pekerjaan saluran/drainase, pekerjaan jembatan, pekerjaan air bersih, masing-masing kontraktor juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa.
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN
5.1.
ANALISA IDENTIFIKASI KINERJA RANTAI PASOK Berdasarkan data-data yang diperoleh maka untuk identifikasi kinerja
rantai pasok pada industri konstruksi perumahan dimulai dari penentuan polapola rantai pasok dari ketiga kelas perumahan yaitu pola rantai pasok perumahan kelas mewah, pola rantai pasok perumahan kelas menengah dan pola rantai pasok perumahan kelas sederhana. Pola-pola rantai pasok dikembangkan dari penelitian Juarti (2008), tentang “Kajian pola rantai pasok pengembangan perumahan.”
Berdasarkan pola-pola yang terdapat pada penelitian Juarti (2008), di indentifikasi kesamaan pola-pola rantai pasok yang ada dengan pola-pola rantai pasok para pengembang perumahan di kota Padang. Indentifikasi pola dilakukan dengan survey dan wawancara dengan para pengembang perumahan kelas mewah, pengembang perumahan kelas menengah dan pengembang perumahan kelas sederhana.
Pola umum rantai pasok pada perumahan kelas mewah menggambarkan hubungan
antara pengembang perumahan kelas mewah dengan kontraktor
pelaksana pembangunan unit rumah, konsultan desain dan pemilik rumah (konsumen) dengan hubungan yang berhirarki secara jelas serta diatur dengan kontrak. Aliran barang dan jasa juga berhirarki secara jelas, dimana pihak pengembang bertindak sebagai puncak hirarki dari aliran informasi rantai pasok industri konstruksi perumahan yang dikembangkan. Pengembang tidak bertindak sebagai kontraktor pembangunan unit rumah, dijelaskan pada gambar 5.1.
Konsultan Desain Unit –unit Rumah
Pemasok Material Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan Unit –unit Rumah
Pemasok Tenaga Kerja
Pemasok Material Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan Unit –unit Rumah
Pihak yang melakukan : Pengembang Perumahan mewah - Desain/Perancangan Prasaran Perumahan - Desain/Perancangan Sarana Perumahan - Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Kontraktor Prasarana Perumahan
Kontraktor Sarana Perumahan
Kontraktor Pematangan Tanah,pagar tembok/ Benteng dan Jalan
Kontraktor Sarana Olahraga
Kontraktor Saluran/ Drainase
Pemilik Rumah
Pemilik Rumah Kelas Mewah
Pemasok Material Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga Kerja sub kontraktor spesialis
Kontraktor Sarana Perbelanjaan
Pemasok Material Unit –unit Rumah
Pemasok Tenaga Kerja
Pemasok Material Unit –unit Rumah
Kontraktor Jembatan, Listrik & PJU
Pemasok Tenaga Kerja
Pemasok Material Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan Unit –unit Rumah
Kontraktor Air Bersih
Pemasok Tenaga Kerja
Kontraktor Jaringan Telephone
Pemasok Material Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga Kerja
Pemasok tenaga kerja Unit –unit Rumah Subkontrak spesialis
Kontraktor Sarana Pribadatan
Pemasok Material Unit –unit Rumah
Pemasok tenaga kerja Unit –unit Rumah
Kontraktor Taman
Pemasok Material Unit –unit Rumah
Pemasok tenaga kerja Unit –unit Rumah
Hubungan Pasokan Barang dan Jasa Hubungan Kontrak
Gambar 5.1. Pola Umum Rantai Pasok Perumahan Kelas Mewah (Juarti,2008) Pola umum rantai pasok pada pengembang perumahan kelas menengah menggambarkan hubungan antara pengembang dengan konsultan desain, kontraktor dan pemilik rumah. Dimana pengembang tidak hanya menjadi puncak hirarki dari aliran barang dan jasa antara kontraktor dan supplier tetapi pengembang juga menjadi pusat aliran informasi barang dan jasa antara kontraktor dan supplier. (gambar 5.2.) Konsultan Desain Prasarana & Sarana Perumahana
Kontraktor Prasarana Perumahan Kontraktor Pagar Tembok/Benteng & Dinding Penahan Tanah
Pemilik Rumah
Pengembang Perumahan menengah
Pemilik Rumah Kelas Menengah
Pihak yang melakukan : - Desain/Perancangan Prasaran Perumahan - Desain/Perancangan Sarana Perumahan - Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Pemasok Material Unit –unit Rumah
Pemasok Tenaga Kerja
Kontraktor Sarana Perumahan
Pemasok Material Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan Unit –unit Rumah
Kontraktor Jalan
Pemasok Tenaga Kerja
Pemasok Material Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan Unit –unit Rumah
Kontraktor Saluran /Drainase
Pemasok Tenaga Kerja
Pemasok Material Unit –unit Pemasok Rumah
Kontraktor Sarana Olahraga
Tenaga Kerja
Pemasok Material Unit –unit Pemasok Rumah Tenaga Kerja
Kontraktor Taman
Pemasok Material Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan Unit –unit Rumah
Kontraktor Jembatan
Pemasok Tenaga Kerja
Pemasok Material Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan
Kontraktor Air Bersih
Pemasok Material Unit –unit Rumah
Pemasok Tenaga Kerja
Pemasok Tenaga Kerja
Unit –unit Rumah Pemasok Material Unit –unit Rumah
Kontraktor Air Bersih
Pemasok Tenaga Kerja
Hubungan Pasokan Barang dan Jasa Hubungan Kontrak
Gambar 5.2. Pola Umum Rantai Pasok Perumahan Kelas Menengah (Juarti,2008)
Pola umum rantai pasok pada pengembang perumahan kelas sederhana mengambarkan bahwa pengembang bertindak sebagai pusat dari aliran informasi ,jasa dan barang . Kondisi ini menjelaskan bahwa pengembang bertindak selaku konsultan sekaligus kontraktor yang berhubungan lansung dengan supplier sekaligus berhubungna lansung dengan konsumen dalam mengembangkan unit-unit rumah yang akan dikembangkan. (gambar 5.3.)
Pengembang Perumahan sederhana
Pemilik Rumah
Pihak yang melakukan : -
-
Desain /Perancangan Prasarana Perumahan Desain/Perancangan Unit-unit Rumah Desain /Perancangan Sarana Perumahan Pelaksanaan Konstruksi Prasarana Perumahan meliputi : Pekerjaan Pematangan Tanah Pekerjaan Pagar Tembok/Benteng Pekerjaan Jalan Pekerjaan Saluran/Drainase Pekerjaan Dinding Penahan Tanah Pekerjaan Jembatan Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Pemilik Rumah Kelas Sederhana
Kontraktor Air Bersih
Kontaktor Listrik
Pemasok Material
Pemasok Material
Pemasok Peralatan
Pemasok Tenaga Kerjal
Kontraktor Unit-unit Rumah& Sarana Pribadatan
Pemasok Tenaga Kerja
Pemasok Material
Pemasok Peralatan
Pemasok Material
Pemasok Peralatan Pemasok Tenaga Kerjal
Hubungan Pasokan Barang dan Jasa Hubungan Kontrak
Gambar 5.3. Pola Umum Rantai Pasok Perumahan Kelas (Juarti,2008) 5.2.
Sederhana
ANALISIS MODEL Menurut model SCOR® version 11, evaluasi kinerja dilakukan dengan
menilai parameter-parameter kinerja, bagian kinerja SCOR® terdiri dari dua tipe elemen: Atribut Kinerja dan Metrik. Atribut kinerja adalah pengelompokan metrik yang digunakan untuk menyatakan strategi. Atribut itu sendiri tidak dapat diukur, melainkan digunakan untuk menentukan arah strategi. Atribut dari sisi pelanggan 1. Keandalan (Reliability) 2. Ketanggapan (Responsiveness) 3. Ketangkasan (Agility) Atribut dari sisi internal
4. Biaya Rantai Pasok (Supply Chain Costs) 5. Manajemen Aset Rantai Pasok (Supply Chain Asset Management)
Pemasok Tenaga Kerja
Lima atribut kinera model SCOR®ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Keandalan (Reliability) Realibility, atau keandalan, adalah atribut yang berfokus pada konsumen. Suatu rantai suplai sebaiknya bersifat konsumen-sentris, dan perusahaan di dalam suatu rantai suplai perlu memahami kebutuhan konsumen. Atribut keandalan menyatakan kemampuan menjalankan tugas-tugas yang diharapkan. Keandalan berfokus pada kemampuan memprediksi hasil dari sebuah proses. Metric keandalan mencakup: Tepat-Waktu, tepat jumlah, tepat kualitas. Indikator kinerja utama SCOR® (metrik level 1) adalah Perfect Order Fulfillment (Pemenuhan Pesanan yang sempurna). Kecepatan dalam merespons (Responsiveness) Atribut Responsivess, atau Kecepatan dalam merespons, menyatakan seberapa cepat suatu tugas dijalankan. Hal ini menunjukkan kecepatan yang konsisten dalam menjalankan bisnis. Ketangkasan (agility) menunjukkan kecepatan yang berbeda, kecepatan untuk mengubah rantai suplai. Contoh metriknya adalah metric waktu siklus. Indikator kinerja SCOR® utamanya adalah Order Fulfillment Cycle Time (waktu Siklus Pemenuhan Pesanan) kecepatan dalam merespon adalah atribut yang berfokus pada konsumen. Ketangkasan (Agility) Atribut agility, atau ketangkasan, menyatakan kemampuan merespons perubahan eksternal; kemampuan untuk berubah. Pengaruh-pengaruh eksternal mencakup: pengingkatan atau penurunan permintaan yang tidak terduga, penyuplai atau rekanan yang berhenti beroperasi, bencana alam, tindak terorisme, ketersediaan perangkat keuangan (ekonomi), atau masalah-masalah tenaga kerja. Indikator kerja SCOR® uatamanya mencakup Flexibility (Fleksibilitas) dan Adaptability (kemampuan adaptasi). Ketangkasan adalah atribut yang berfokus pada konsumen. Biaya (Cost)
Cost atau biaya adalah atribut yang berfokus internal. Atribut biaya menyatakan biaya menjalankan proses. Biaya pada umumnya mencakup biaya tenaga kerja, biaya bahan baku, biaya transportasi. Indikator kinerja SCOR® utama dalam atribut ini adalah Total Cost to Serve (biaya pelayanan total). Biaya pelayanan total adalah metric yang berfokus pada konsumen, karena mengukur biaya yang dibutuhkan untuk melayani pelanggan. Metric sebelumnya dalam atribut biaya (Cost of Goods Sold dan Total supply Chain Management Cost), lebih berorientasi pada produk. Metrik baru ini memungkinkan perusahaan membangun profit berdasarkan konsumen atau segmen. Manajemen Aset (Asset Management) Atribut manajemen aset menyatakan kemampuan untuk memanfaatkan aset secara efisien. Strategi manajemen aset dalam rantai suplai mencakup penurunan inventori serta penentuan produksi sendiri atau sub kontak (insource vs otusource). Efisiensi Manajemen Aset adalah atribut yang berfokus pada internal. Atribut dari sisi pelanggan merupakan atribut yang berkaitan dengan kepentingan pelanggan. Sedangkan atribut dari sisi internal adalah atribut yang berkaitan dengan kepentingan perusahaan, walaupun pada akhirnya juga berdampak pada kepentingan pelanggan bila dapat dicapai biaya yang efisien dalam rantai pasok. Indikator kinerja strategis tingkat 1 adalah suatu perhitungan dimana suatu perusahaan dapat mengukur seberapa sukses mereka dalam mencapai posisi yang diinginkan dalam pasar kompetitif. Metrik tingkat1 diperoleh dari perhitungan tingkat lebih rendah dan merupakan ukuran tingkat tinggi yang dapat melintasi banyak proses SCOR®.
Dalam pengembangan model pengukuran kinerja sistem rantai pasok berbasis SCOR®, terdapat indikator-indikator kinerja SCOR® yang sudah diterapkan, belum diterapkan dan ada yang diusulkan untuk diganti dengan indikator kinerja lain dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, yang kemudian ditetapkan berdasarkan standar skala Supply Chain Performance sebagai berikut:
Tabel 5.1. Skala Supply ChainPerformance
Skala
TingkatKinerja
90% -100%
Excellent
80% -89%
Satisfactory
60% -79%
Improvement
<60%
Unsatisfactory
Sumber: Pengembangan model sistem pengukuran Rantai Pasok (Rahayu,2009).
5.3. ANALISA DATA
5.3.1. Analytic Hierarchy Process Dalam menentukan tingkat kepentingan atribut dan indikator kinerja dilakukan pengumpulan data perbandingan berpasangan dengan menyebarkan kuesioner. Kuesioner diisi berdasarkan judgement atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai key person yaitu orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi. Responden yang terpilih pada penelitian ini adalah pengembang perumahan kelas mewah (3 responden), pengembang perumahan kelas menengah (3 responden) dan pengembang perumahan kelas sederhana (4 responden). Tahapan pembobotan dapat dilihat pada Lampiran. Rekapitulasi hasil perhitungan pembobotan atribut dan indikator kinerja menggunakan metoda Analytic Hierarchy Process. Tabel 5.26. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Pembobotan Atribut dan indikator kinerja
No
Atribut
1.
Reliability (a1)
2.
Resposiveness (a2)
3.
Agility (a3)
Nilai Bobot 0.346
0.275
0.177
Indikator Kinerja
Nilai Bobot
Total Delivery (c1)
0.75
On Time Delivery (c2)
0.245
Source Cycle Time (d1)
0.44
Make Cycle Time (d2)
0.37
Delivery Cycle Time (d3)
0.17
Available Assembly
0.675
Capacity (e1) Available Fabrication
0.315
Capacity (e2) 4.
Supply Chain Costs (a4)
0.125
Rejection Rate of
0.79
Part/Component (f1)
5.
Supply Chain Asset
0.075
Management (a5)
Production Efficiency (f 2)
0.2
Cash-to Cash Cycle Time (b1)
0.64
Return on Supply Chain
0.24
FixedAsset (b2) Return on Working Capital (b3)
0.11
Sumber: Pengolahan data
5.3.1.1. A.
Menentukan Performansi Atribut dan Indikator Kinerja 1
Menentukan Reliability (RL) Diketahui : -
Total Delivery (RL21) = Jumlah pesanan yang dikirim penuh x 100% Jumlah pesanan yang dikirim = 29 x 100 % = 96% 30
-
On Time Delivery (RL22) = Jumlah pesanan yang dikirim sesuai dengan tanggal komitmen semula dengan pelanggan Jumlah pesanan yang dikirim
x 100%
= 27 x 100 % = 90% 30 Reliability (RL) = Perfect Order Fulfillment (RL1) RL = RL1
Perfect Order Fulfillment (RL1) = (bobot (c1) x Total Delivery (RL21))
+ (bobot (c2) x On Time Delivery (RL22)) RL1 = (c1 x RL21) + (c2 x RL22) RL1 = ( 0.75 x 0.96 ) + ( 0.245 x 0 . 9 ) = 0.94 B. Menentukan Responsiveness (RS) Diketahui :
Indikator Kinerja 2
Nilai
- Source Cycle Time (RS21)
1 Bulan
- Make Cycle Time (RS22)
12 Bulan
- delivery Cycle Time (RS23)
3 Bulan
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Responsiveness (RS) = Order Fulfillment Cycle Time (RS1) RS = RS1
Responsiveness (RS) = (bobot (d1) x Source Cycle Time (RS21)) + (bobot (d2) x Make Cycle Time (RS22)) + (bobot (d3) x Make Cycle Time (RS23)) RS1 = (d1 x RS21) + (d2 x RS22) + (d3 x RS23) RL1 = ( 0.44 x 0.083 ) + ( 0.37 x 1 ) + ( 0.17 x 0 . 2 5 )
C. Menentukan Agility (AG) Diketahui : -
Available Assembly Capacity (AG21) = Overhead Waktu Pengadaan Total hari =
-
x 100%
30 x 100 % = 25% 120
Available Fabrication Capacity (AG22) = Waktu perawatan x 100% Total hari =
90 x 100 % = 90% 120
Agility (AG) = Available Capacity (AG1) AG = AG1
= 0.45
Available Capacity (AG1) = (bobot (e1) x Available Assembly Capacity (AG21)) + (bobot (e2) x Available Fabrication Capacity (AG22)) AG1 = (e1 x AG21) + (e2 x AG22) AG1 = (0.675 x 0.25) + (0.315 x 0.75) = 0.39
D. Menentukan Supply Chain Cost (CO) Diketahui :
Indikator Kinerja 2 - Rejection Rate of Part/
Nilai 0.1
Component (CO21) - Production Efficiency (CO22)
0.9
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Supply Chain Costs (CO) = Cost of Goods Sold (CO1) CO = CO1
Cost of Goods Sold (CO1) = (bobot (f1) x Rejection Rate of Part/Component Manufacturing (CO21)) + (bobot (f2) x Production Efficiency (CO22))
CO1 = (f1 x CO21) + (f2 x CO22) CO1 = (0.79 x 0.1) + (0.2 x0.9 ) = 0.259
E. Menentukan Supply Chain Asset Management (AM)
Diketahui : Indikator Kinerja 2 - Days Sales Outstanding (AM21)
Nilai 15 hari
- Inventory Days of Supply (AM22) - Days Payable Outstanding (AM23) - Supply Chain Revenue (AM24)
240 hari 30 hari 70 %
- Supply Chain Fixed Assets (AM25) - Cost of Goods Sold (CO1) - Accounts Receivable (AM26)
1.6 % 25.9 %
- Accounts Payable (AM27) - Inventory (AM28)
70 %
60% 16 %
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Cash-to-Cash Cycle Time (AM11) = Days Sales Outstanding (AM21) + Inventory Days of Supply (AM22) - Days Payable Outstanding (AM23) AM11 = AM21 + AM22 - AM23 AM11 = 15 hari + 240 hari - 30 hari = 225 hari = 225 = 61.6 % ≈ 0.616 365
Return on Supply Chain Fixed Assets (AM12) = (Supply Chain Revenue (AM24) - Cost of Goods Sold (CO12) – Operating Expenses (CO11)) : Supply Chain Fixed Assets (AM25) AM12 = (AM24 - CO1) : AM25 AM12 = (70% - 25.9 %) : 1.6% = 27.5 % ≈ 0.275
Return on Working Capital (AM13) = (Supply Chain Revenue (AM24)) - Cost of Goods Sold (CO12) – Operating Expenses (CO11)) : (Accounts Receivable (AM26) + Inventory (AM28) - Accounts Payable (AM27)) AM13 = (AM24 – CO1) : (AM26 + AM28 – AM27) AM13 = (70 % – 25.9 %) : (70 % + 16 % – 60 %) = 1.69 % ≈ 0.0169
Asset (AM) = (bobot (b1) x Cash-to-Cash Cycle Time (AM11)) + (bobot (b2) x Return on Supply Chain Fixed Assets
(AM12)) + (bobot (b3) x Return on Working Capital (AM13)) AM = (b1 x AM11) + (b2 x AM12) + (b3 x AM13) AM = (0.647 x 0.616) + (0.24 x 0.275) + (0.11 x 0.0169) = 0.457
5.3.1.2. Perhitungan Supply Chain Performance Perhitungan hasil akhir dari Supply Chain Performance untuk pengembang perumahan kelas mewah dilakukan dengan nilai kinerja dikonversikan menjadi100%, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.27. Supply Chain Performance ATRIBUT Bobot
ATRIBUT TOTAL (atribut xbobot)
Atribut
Nilai kinerja
Reliability
0.94
0.346
0.325
Responsiveness
0.45
0.275
0.124
Agility
0.39
0.177
0.069
0.125
0.033
0.075
0.034
Supply Chain Costs Supply Chain Asset Management
0.259 0.457
SUPPLY CHAIN PERFORMANCE
0,585 ≈ 59
KONVERSI SUPPLY CHAIN PERFORMANCE
0.59 x 100% = 59 %
Rekapitulasi hasil perhitungan pembobotan atribut dan indikator kinerja menggunakan metoda Analytic Hierarchy Process. Tabel 5.52. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Pembobotan Atribut dan Indikator Kinerja No 1.
2.
3.
Atribut Reliability (a1)
Resposiveness (a2)
Agility (a3)
Nilai Bobot 0.334
0.269
0.229
Indikator Kinerja
Nilai Bobot
Total Delivery (c1)
0.45
On Time Delivery (c2)
0.54
Source Cycle Time (d1)
0.41
Make Cycle Time (d2)
0.26
Delivery Cycle Time (d3)
0.17
Available Assembly
0.71
Capacity (e1) Available Fabrication
0.28
Capacity (e2) 4.
Supply Chain Costs (a4)
0.120
Rejection Rate of
0.8
Part/Component (f1)
5.
Supply Chain Asset
0.046
Management (a5)
Production Efficiency (f 2)
0.18
Cash-to Cash Cycle Time (b1)
0.57
Return on Supply Chain
0.37
FixedAsset (b2) Return on Working Capital (b3)
0.11
Sumber: Pengolahan data
1.
Menentukan Performansi Atribut dan Indikator Kinerja 1
F. Menentukan Reliability (RL) Diketahui : -
Total Delivery (RL21) = Jumlah pesanan yang dikirim penuh x100% Jumlah pesanan yang dikirim = 17 x 100 % = 48.57% 35
-
On Time Delivery (RL22) = Jumlah pesanan yang dikirim sesuai dengan tanggal komitmen semula dengan pelanggan Jumlah pesanan yang dikirim
= 10 x 100 % = 28.57%
x 100%
35
Reliability (RL) = Perfect Order Fulfillment (RL1) RL = RL1
Perfect Order Fulfillment (RL1) = (bobot (c1) x Total Delivery (RL21)) + (bobot (c2) x On Time Delivery (RL22)) RL1 = (c1 x RL21) + (c2 x RL22) RL1 = ( 0.45 x 0.4857 ) + ( 0.21 x 0 . 2 8 5 7 ) = 0.28
G. Menentukan Responsiveness (RS) Diketahui :
Indikator Kinerja 2
Nilai
- Source Cycle Time (RS21)
4 Bulan
- Make Cycle Time (RS22)
12 Bulan
- delivery Cycle Time (RS23)
2 Bulan
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Responsiveness (RS) = Order Fulfillment Cycle Time (RS1) RS = RS1
Responsiveness (RS) = (bobot (d1) x Source Cycle Time (RS21)) + (bobot (d2) x Make Cycle Time (RS22)) + (bobot (d3) x Make Cycle Time (RS23)) RS1 = (d1 x RS21) + (d2 x RS22) + (d3 x RS23) RL1 = ( 0.41 x 0.33 ) + ( 0.33 x 1 ) + ( 0.26 x 0 . 1 6 )
H. Menentukan Agility (AG) Diketahui : -
Available Assembly Capacity (AG21) = Overhead Waktu Pengadaan Total hari =
7 x 100 % = 23%
x 100%
= 0.51
30 -
Available Fabrication Capacity (AG22) = Waktu perawatan x 100% Total hari =
15 30
x 100 % = 50%
Agility (AG) = Available Capacity (AG1) AG = AG1 .... (IV.7)
Available Capacity (AG1) = (bobot (e1) x Available Assembly Capacity (AG21)) + (bobot (e2) x Available Fabrication Capacity (AG22)) AG1 = (e1 x AG21) + (e2 x AG22) AG1 = (0.71 x 0.23) + (0.28 x 0.5) = 0.303
I. Menentukan Supply Chain Cost (CO) Diketahui :
Indikator Kinerja 2 - Rejection Rate of Part/
Nilai 0.2
Component (CO21) - Production Efficiency (CO22)
0.8
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Supply Chain Costs (CO) = Cost of Goods Sold (CO1) CO = CO1
Cost of Goods Sold (CO1) = (bobot (f1) x Rejection Rate of Part/Component Manufacturing (CO21)) + (bobot (f2) x Production Efficiency (CO22))
CO1 = (f1 x CO21) + (f2 x CO22) CO1 = (0.8 x 0.2) + (0.18 x0.8) = 0.304
J. Menentukan Supply Chain Asset Management (AM)
Diketahui : Indikator Kinerja 2
Nilai
- Days Sales Outstanding (AM21)
30 hari
- Inventory Days of Supply (AM22)
360 hari
- Days Payable Outstanding (AM23)
240 hari
- Supply Chain Revenue (AM24)
62 %
- Supply Chain Fixed Assets (AM25)
19 %
- Cost of Goods Sold (CO1) - Accounts Receivable (AM26) - Accounts Payable (AM27) - Inventory (AM28)
38 % 50 % 50% 5%
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Cash-to-Cash Cycle Time (AM11) = Days Sales Outstanding (AM21) + Inventory Days of Supply (AM22) - Days Payable Outstanding (AM23) AM11 = AM21 + AM22 - AM23 AM11 = 30 hari + 360 hari - 240 hari = 150 hari = 150 = 41 % ≈ 0.41 365
Return on Supply Chain Fixed Assets (AM12) = (Supply Chain Revenue (AM24) - Cost of Goods Sold (CO12) – Operating Expenses (CO11)) : Supply Chain Fixed Assets (AM25) AM12 = (AM24 - CO1) : AM25 AM12 = (62% - 38%) : 19% = 1.26% ≈ 0.126
Return on Working Capital (AM13) = (Supply Chain Revenue (AM24)) - Cost of Goods Sold (CO12) – Operating Expenses (CO11)) : (Accounts Receivable (AM26) + Inventory (AM28) - Accounts Payable (AM27)) AM13 = (AM24 – CO1) : (AM26 + AM28 – AM27) AM13 = (62 % – 38 %) : (50 % + 5 % – 50 %) = 4.8 % ≈ 0.048
Asset (AM) = (bobot (b1) x Cash-to-Cash Cycle Time (AM11)) + (bobot (b2) x Return on Supply Chain Fixed Assets (AM12)) + (bobot (b3) x Return on Working Capital (AM13)) AM = (b1 x AM11) + (b2 x AM12) + (b3 x AM13) AM = (0.57 x 0.41) + (0.37 x 0.126) + (0.11 x 0.048) = 0.29
2. Perhitungan Supply Chain Performance Perhitungan hasil akhir dari Supply Chain Performance untuk pengembang perumahan kelas menengah dilakukan dengan nilai kinerja dikonversikan menjadi 100%, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.53. Supply Chain Performance ATRIBUT Bobot
ATRIBUT TOTAL (atribut xbobot)
Atribut
Nilai kinerja
Reliability
0.28
0.334
0.093
Responsiveness
0.51
0.269
0.137
Agility
0.303
0.229
0.069
0.120
0.036
0.046
0.013
Supply Chain Costs Supply Chain Asset Management
0.304 0.29
SUPPLY CHAIN PERFORMANCE
0.348
KONVERSI SUPPLY CHAIN PERFORMANCE
0.348 x 100% = 34.8 %
Rekapitulasi hasil perhitungan pembobotan atribut dan indikator kinerja menggunakan metoda Analytic Hierarchy Process. Tabel 5.78. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Pembobotan Atribut dan Indikator Kinerja No 1.
2.
3.
Atribut Reliability (a1)
Resposiveness (a2)
Agility (a3)
Nilai Bobot 0.265
0.331
0.190
Indikator Kinerja
Nilai Bobot
Total Delivery (c1)
0.88
On Time Delivery (c2)
0.12
Source Cycle Time (d1)
0.44
Make Cycle Time (d2)
0.33
Delivery Cycle Time (d3)
0.21
Available Assembly
0.75
Capacity (e1) Available Fabrication
0.25
Capacity (e2) 4.
Supply Chain Costs (a4)
0.141
Rejection
Rate
of
0.71
Part/Component (f1)
5.
Supply Chain Asset
0.071
Management (a5)
Production Efficiency (f2)
0.29
Cash-to Cash Cycle Time (b1)
0.5
Return
Chain
0.33
Return on Working Capital (b3)
0.16
on
Supply
FixedAsset (b2)
Menentukan Performansi Atribut dan Indikator Kinerja 1 1.
Menentukan Reliability (RL) Diketahui : -
Total Delivery (RL21) = Jumlah pesanan yang dikirim penuh x100% Jumlah pesanan yang dikirim = 90 x 100 % = 80% 112
-
On Time Delivery (RL22) = Jumlah pesanan yang dikirim sesuai dengan tanggal komitmen semula dengan pelanggan 100% Jumlah pesanan yang dikirim
x
= 80 x 100 % = 71% 112 Reliability (RL) = Perfect Order Fulfillment (RL1) RL = RL1
Perfect Order Fulfillment (RL1) = (bobot (c1) x Total Delivery (RL21))
+ (bobot (c2) x On Time Delivery (RL22)) RL1 = (c1 x RL21) + (c2 x RL22) RL1 = ( 0.88 x 0.80 ) + ( 0.12 x 0 . 7 1 ) = 0.789
K. Menentukan Responsiveness (RS) Diketahui :
Indikator Kinerja 2
Nilai
- Source Cycle Time (RS21)
1 Bulan
- Make Cycle Time (RS22)
6 Bulan
- delivery Cycle Time (RS23)
1 Bulan
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Responsiveness (RS) = Order Fulfillment Cycle Time (RS1) RS = RS1
Responsiveness (RS) = (bobot (d1) x Source Cycle Time (RS21))
+ (bobot (d2) x Make Cycle Time (RS22)) + (bobot (d3) x delivery Cycle Time (RS23)) RS1 = (d1 x RS21) + (d2 x RS22) + (d3 x RS23) RL1 = ( 0.44 x 0.166 ) + ( 0.23 x 1 ) + ( 0.21 x 0 . 1 6 6 ) 0.337 L. Menentukan Agility (AG) Diketahui : -
Available Assembly Capacity (AG21) = Overhead Waktu Pengadaan Total hari =
25 x 100 % = 83% 30
x 100%
=
-
Available Fabrication Capacity (AG22) = Waktu perawatan x 100% Total hari =
15 30
x 100 % = 50%
Agility (AG) = Available Capacity (AG1) AG = AG1 (IV.7)
....
Available Capacity (AG1) = (bobot (e1) x Available Assembly Capacity (AG21)) + (bobot (e2) x Available Fabrication Capacity (AG22)) AG1 = (e1 x AG21) + (e2 x AG22) AG1 = (0.75 x 0.8) + (0.25 x 0.5) = 0.725
M. Menentukan Supply Chain Cost (CO) Diketahui :
Indikator Kinerja 2 - Rejection Rate of Part/
Nilai 0.05
Component (CO21) - Production Efficiency (CO22)
0.95
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Supply Chain Costs (CO) = Cost of Goods Sold (CO1) CO = CO1
Cost of Goods Sold (CO1) = (bobot (f1) x Rejection Rate of Part/Component Manufacturing (CO21)) + (bobot (f2) x Production Efficiency (CO22))
CO1 = (f1 x CO21) + (f2 x CO22) CO1 = (0.71 x 0.05) + (0.29 x0.9 5) = 0.311
N. Menentukan Supply Chain Asset Management (AM)
Diketahui : Indikator Kinerja 2
Nilai
- Days Sales Outstanding (AM21) - Inventory Days of Supply (AM22) - Days Payable Outstanding (AM23) - Supply Chain Revenue (AM24)
15 hari
120 hari 15 hari 60 %
- Supply Chain Fixed Assets (AM25) - Cost of Goods Sold (CO1)
1.87 %
- Accounts Receivable (AM26)
40 %
- Accounts Payable (AM27)
90 %
- Inventory (AM28)
15 % 18 %
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Cash-to-Cash Cycle Time (AM11) = Days Sales Outstanding (AM21) + Inventory Days of Supply (AM22) - Days Payable Outstanding (AM23) AM11 = AM21 + AM22 - AM23 AM11 = 15 hari + 120 hari - 15 hari = 120 hari = 120 = 32.8 % ≈ 0.328 365
Return on Supply Chain Fixed Assets (AM12) = (Supply Chain Revenue (AM24) - Cost of Goods Sold (CO12) – Operating Expenses (CO11)) : Supply Chain Fixed Assets (AM25) AM12 = (AM24 - CO1) : AM25 AM12 = (60% - 40 %) : 1.87% = 10.69 % ≈ 0.106
Return on Working Capital (AM13) = (Supply Chain Revenue (AM24))
- Cost of Goods Sold (CO12) – Operating Expenses (CO11)) : (Accounts Receivable (AM26) + Inventory (AM28) - Accounts Payable (AM27)) AM13 = (AM24 – CO1) : (AM26 + AM28 – AM27) AM13 = (60 % – 40 %) : (90 % + 18 % – 15 %) = 0.21 % ≈ 0.0021 Asset (AM) = (bobot (b1) x Cash-to-Cash Cycle Time (AM11)) + (bobot (b2) x Return on Supply Chain Fixed Assets (AM12)) + (bobot (b3) x Return on Working Capital (AM13)) AM = (b1 x AM11) + (b2 x AM12) + (b3 x AM13) AM = (0.55 x 0.328) + (0.33 x 0.106) + (0.11 x 0.0021) = 0.215
1. Perhitungan Supply Chain Performance Perhitungan hasil akhir dari Supply Chain Performance untuk pengembang perumahan kelas sederhana dilakukan dengan nilai kinerja dikonversikan menjadi100%, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.79. Supply Chain Performance ATRIBUT Bobot
ATRIBUT TOTAL (atribut xbobot)
Atribut
Nilai kinerja
Reliability
0.789
0.265
0.205
Responsiveness
0.337
0.331
0.111
Agility
0.725
0.190
0.137
0.141
0.043
0.071
0.015
Supply Chain Costs Supply Chain Asset Management
0.311 0.215
SUPPLY CHAIN PERFORMANCE
0.511
KONVERSI SUPPLY CHAIN PERFORMANCE
0.511 x 100% = 51,1%
5.4. ANALISIS KINERJA 5.4.1. Analisis kinerja ditinjau dari Sisi Kepentingan Pelangan Atribut dari sisi kepentingan pelangan adalah : o Reliability o Responsiveness, dan o Agility dengan analisa masing-masing kinerja adalah sebagai berikut : 5.4.1.1. Reliability Atribut Reliability mempunyai indikator kinerja tingkat 1 yaitu Perfect Order Fulfilment yang mempersentasekan kinerja yang sama dengan Reliability Atribut Reliability mempunyai indikator kinerja tingkat 2 yaitu: Total delivery, dan On Time delivery Tabel 5.80. Kinerja Reliability Atribut Reliability
Perumahan
Perumahan
Perumahan
Mewah
Menegah
Sederhana
0.31
0.09
0.205
Sumber : Pengolahan data Perumahan mewah memiliki nilai kinerja Reliability tertinggi (0.31), diikuti dengan Perumahan Sederhana (0.205) dan yang paling rendah adalah Perumahan
Menengah (0.09). Nilai Reliabilty menjelaskan tentang kemampuan Pengembang Perumahan memenuhi kebutuhan konsumen secara cepat dan tepat, dengan kondisi yang tepat. Pengembang perumahan mewah di Kota Padang dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan konsumen terlebih dahulu menyiapkan unit-unit rumah yang ada (ready stok) meskipun belum ada pesanan dari konsumen, sehingga konsumen bisa dengan lebih mudah untuk memilih dan melihat secara utuh produk perumahan yang akan mereka beli. Kondisi ini membuat nilai Relialibility perumahan mewah menjadi tinggi (0.31). Sedangkan
pada
perumahan
sederhana
yang
ditujukan untuk kalangan masyarakat berpenghasilan rendah dan dalam proses pengadaannya di bantu oleh pemerintah, membuat pengembang lebih mudah dalam mengembangkan lahannya. Ketersediaan konsumen yang menjadi prasyarat utama untuk mendapatkan bantuan pemerintah
membuat
pengembang
rumah
sederhana
memiliki kepastian unit-unit rumah yang akan mereka bangun. Berdasarkan kapasitas jumlah konsumen yang telah
ada
pengembang
perumahan
sederhana
baru
menyiapkan unit-unit rumahnya. Kondisi ini membuat nilai Reliability perumahan sederhana cukup tinggi (0.205). Sebaliknya
pada
perumahan
menengah
yang
memiliki segmen pasar yang belum pasti sehingga dalam membangun unit-unit rumah yang mereka tawarkan menunggu konsumen yang berminat baru kemudian membangunkhan unit-unit rumahnya sistem ini lebih dikenal dengan sistem indent.
Kondisi ini berpengaruh
besar terhadap nilai Reliability yang rendah(0.09).
Nilai
Reliability
pada
rantai
pasok
industri
konstruksi perumahan dipengaruhi oleh kemampuan untuk menyelesaikan produk (unit-unit rumah ) terhadap jumlah pesanan (perfect order fulfillment ) waktu pelaksanaan ( total delivery time) dan ketepatan waktu penyelesaian (on time delivery). 5.4.1.2. Responsiveness Atribut Responsiveness mempunyai indikator kinerja tingkat 1 yaitu Order Fulfilment Cycle Time yang mempersentasekan
kinerja
yang
sama
dengan
Responsiveness Atribut Responsiveness mempunyai indikator kinerja tingkat 2 yaitu : Source Cycle Time Make Cycle Time Delivery Cycle Time Tabel 5.81. Kinerja Responsiveness Atribut Responsiveness
Perumahan
Perumahan
Perumahan
Mewah
Menegah
Sederhana
0.133
0.133
0.107
Sumber : Pengolahan data Pengembang perumahan di kota padang dalam menyediakan unit-unit rumah baik itu untuk perumahan mewah, perumahan menengah dan perumahan sederhana menggunakan metode konstruksi dan spesifikasi teknik yang umum dan juga memanfaatkan teknologi dan bahan material bangunan yang standar ,hal ini membuat waktu penyelesaian setiap unit rumah untuk tipe yang sama mempunyai rentang waktu yang hampir sama.
Kinerja Responsiveness Perumahan Mewah (0.133), Perumahan Menengah (0.133), dan Perumahan Sederhana (0.107), menunjukan nilai yang hampir sama. Hal ini menggambarkan kemampuan pengembang perumahan di Kota Padang, baik itu pengembang perumahan mewah, menengah dan pengembang perumahan sederhana dalam menyediakan produk ke pelanggan memiliki waktu yang sama dalam hal pengadaan (Source Cycle Time), kemudian pembuatan unit-unit rumah (make cycle time ) dan waktu untuk mendelivery ( menjual unit-unit rumah ) untuk tipe rumah yang sama. Nilai Responsiveness pada rantai pasok industri konstruksi perumahan dipengaruhi oleh waktu pengadaan produk
(source
cycle
time),
pembuatan/pelaksanaan
konstruksi (make cycle time) dan waktu penjualan (delivery cycle time). 5.4.1.3. Agility Atribut Agility mempunyai indikator kinerja tingkat 1 yaitu Available Capacity yang mempersentasekan kinerja yang sama dengan Agility Indikator kinerja tingkat 2 Atribut Agility adalah : Available Assembly Capacity Available Fabrication Capacity Tabel 5.82. Kinerja Agility Atribut Agility
Perumahan
Perumahan
Perumahan
Mewah
Menegah
Sederhana
0.08
0.069
0.130
Sumber : Pengolahan data
Perumahan
kelas
mewah
memiliki
kapasitas
ketersediaan unit rumah yang besar ( unit ready stok) dan kapasitas pembangunan unit rumahnya juga tinggi terhadap ketersediaan unit yang ditawarkan. Perumahan kelas menengah mempunyai kapasitas ketersediaan unit rumah yang relative tidak ada ( unit indent) dan kapasitas pembangunan unit-unit
rumahnya sangat
bergantung
kepada ketersediaan/pemesanan konsumen. Perumahan kelas sederhana memiliki kapasitas ketersediaan unit rumahnya juga rendah (unit indent) tetapi mempunyai nilai kapasitan pembangunan unit-unit rumahnya yang tinggi ,karena telah memiliki konsumen yang telah pasti. Nilai Kinerja Ketangkasan (Agility) pengembang perumahan kelas mewah dalam menghadapi perubahan pasar adalah rendah (0.08), sehingga sulit untuk merespon perubahan dari keinginan konsumen (pasar). Pengembang perumahan mewah tidak dapat dengan mudah menerima keinginan konsumen untuk mengubah produk
dan
spesifikasi unit rumahnya. Hal ini disebabkan karena pengembang telah membangun unit-unit rumah (ready stok) dan pengembang memiliki kontrak yang terpisah antara kontraktor dan pemilik rumah. Sehingga apabila konsumen ingin mengubah spesifikasi rumah ataupun bentuk unit rumahnya tidak bisa lansung kepada kontraktor tetapi haru melalui pengembang .Spesifikasi yang telah disetujui antara kontraktor dengan pengembang tidak dapat dibatalkan oleh konsumen. Indikator kinerja yang mempengaruhi nilai ini adalah
Kapasitas
ketersediaan
unit-unit
(available
Assembly Capacity) yang telah tersedia (ready stok) besar dan kapasitas pembangunan unit-unit rumah yang juga besar ( available fabrication Capacity).
Sebaliknya
Pengembang
Perumahan
kelas
sederhana memiliki nilai Agility yang tinggi terhadap perubahan pasar,(0.130). Hal ini disebabkan pada Indikator kinerja kapasitas ketersediaan unit-unit rumah yang rendah (available Assembly capacity) dan kapasitas unit-unit rumah yang dibangun tinggi (Available Fabrication Capacity) sehingga pengembang mempunyai kavling yang cukup untuk dapat dikembangkan lagi . Proses pembangunan unit-unit rumah berdasarkan
ketersediaan
konsumen
(sistem
yang Indent)
membuat pengembang perumahan kelas sederhana dapat dengan mudah memenuhi keinginan konsumen ( pasar) terhadap perubahan bentuk dari produknya ( unit-unit rumah ) . Pengembang perumahan kelas menengah memiliki kemampuan (Agilty) yang berada antara nilai pengembang perumahan
menengah
dan
mewah,(0.069).
Hal
ini
disebabkan karena pengembang perumahan menengah juga menganut sistem indent tetapi memiliki pangsa pasar yang belum pasti. 5.4.2. Analisis Kinerja Ditinjau dari Sisi kepentingan Perusahaan Atribut dari sisi kepentingan perusahaan adalah : o Supply Chain Cost, dan o Supply Chain Asset management Dengan Analisa masing-masing kinerja adalah sebagai berikut 5.4.2.1. Supply Chain Cost Atribut Supply Chain Cost mempunyai indikator kinerja tingkat 1 yaitu :
o Cost of Goods Sold o Operating Expenses Indikator kinerja tingkat 2 Atribut Supply Chain Cost adalah : a. Cost of Goods Sold (indikator kinerja tingkat 1) Rejection Rate of Part/Component Production Efficiency b. Operating Expenses ( indikator kinerja tingkat 1) Marketing and Sales expenses General and admimistration expenses Tabel 5.83. Kinerja Supply Chain Costs Atribut Supply Chain Costs
Perumahan
Perumahan
Perumahan
Mewah
Menegah
Sederhana
0.031
0.036
0.040
Sumber : Pengolahan data Nilai kinerja supply chain costs pengembang perumahan mewah, menengah dan sederhana memiliki nilai yang berdekatan, dimana Pengembang perumahan Sederhana yang memiliki nilai tertinggi . Pengembang perumahan kelas sederhana memiliki nilai kinerja tertinggi (0.040) disebabkan karena memiliki konsumen yang telah pasti dan juga mendapatkan bantuan subsidi dari pemerintah, ( Peraturan Mentri Nomor 20/PRT/M/2014) tentang FLPP ( fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) dalam rangka perolehan rumah melalui kredit/pembiayaan pemilikan rumah sejahtera bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Indikator kinerja yang mempengaruhi nilai ini adalah Harga pokok penjualan ( Cost of Goods Sold) telah
memenuhi
kriteria
masing-masing
kelas
perumahan
terhadap kemampuan dan daya beli masyarakat.
5.4.2.2. Supply Chain Asset Management Atribut Supply Chain asset management mempunyai indikator kinerja tingkat 1 adalah : o cash to cash cycle time o Return on Supply Chain Fixed Asset,dan o Return on working Capital Indikator kinerja Tingkat 2 Supply Chain Asset Management adalah : a. Cash to Cash cycle time ( indikator kinerja tingkat 1) Days Sales Outstanding Inventory days of Supply Days Payable Outstanding b. Return on suplly Chain Fixed Asset ( indikator kinerja tingkat 1 ) Supply Chain Revenue Cost of Good Sold c. Return on Working Capital ( indikator kinerja tingkat 1) Account Receivable Account Payable Inventory Tabel 5.84. Kinerja Supply Chain Asset Management Atribut
Perumahan
Perumahan
Perumahan
Mewah
Menegah
Sederhana
0.046
0.014
0.015
Supply Chain Asset Management
Sumber : Pengolahan data Nilai kinerja Supply Chain Asset Management ( manajemen aset rantai pasok ) pengembang perumahan mewah memiliki nilai tertinggi ,(0.046) dibandingkan dengan nilai kinerja dari pengembang perumahan menengah,(0.014) dan sederhana (0.015), yang memiliki nilai hampir sama dengan kelas menengah (Tabel V.32). Indikator kinerja yang mempengaruhi hal ini adalah kemampuan pengembang perumahan kelas mewah untuk mengelola asetnya lebih baik dibandingkan dengan pengembang perumahan kelas menengah dan sederhana. Pengembang perumahan kelas mewah memiliki nilai inventori terhadap produk (unit-unit rumah) yang tinggi . Nilai piutang yang tinggi (account Recievable/nilai jual) dibandingkan dengan nilai hutang yang ada (Account payable/biaya modal konstruksi). 5.4.3. Analisis Kinerja Total Kinerja Total sistem rantai pasok pengembangan perumahan di kota padang menunjukan nilai yang berbeda-beda terhadap atribut atribut berdasarkan
SCOR
versi
11.
Pengembang
perumahan
memiliki
keunggulan pada atribut kinerja yang berbeda. Pengembang perumahan kelas mewah memiliki nilai Supply chain performance tertinggi adalah 60% , selanjutnya Perumahan Kelas sederhana adalah 50% dan yang paling rendah adalah Perumahan kelas Menengah adalah sebesar 34%. ( tabel V.33) Tabel 5.85. Supply Chain Performance Pengembang perumahan di kota Padang
Supply Chain
Perumahan
Perumahan
Perumahan
Mewah
Menengah
Sederhana
59%
34,8%
51,1%
Performance Sumber: pengolahan data Rendahnya nilai Supply Chain Performance dari Pengembang Perumahan Menengah disebabkan oleh nilai-nilai pada indikator kinerja yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan dan pengelolaan internal perusahaan mendapatkan nilai yang rendah ,yaitu pada kinerja Reliability dan Supply Chain Asset management. 5.4.4. Rekomendasi Perkembangan perumahan di kota Padang masih memiliki kemampuan yang standar dalam memenuhi kepuasan konsumen terhadap produk-produk unit-unit rumah yang ditawarkan . Pengembang perumahan kelas mewah memiliki nilai reliability yang baik tapi lemah dalam merespon perubahan dari keinginan konsumen (agility). Pengembang perumahan sederhana baik dalam merespon perubahan dari keinginan konsumen (Agility) tapi masih lemah dalam mengelola supply chain cost management. Pengembang Perumahan menengah memiliki nilai reliability yang sangat rendah ,hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi internal perusahaaan khususnya dalam mengelola supply chain cost management Dalam upaya untuk meningkatkan kinerja rantai pasok maka perlu dilakukan penyesuaian pelaksanaan pekerjaan dalam proses bisnis industri konstruksi perumahan dengan menerapkan hirarki yang jelas antara atribut dan indikator kinerja pada rantai pasok industri konstruksi perumahan.
5.5. FRAMEWORK PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN. Framework pengembangan model untuk pengukuran kinerja pada industri konstruksi perumahan berdasarkan kepada pengembangan model SCOR versi 11,dalam hal ini langkah-langkah pengukuran kinerja yang ada pada atribut-atribut pada SCOR versi 11 menjadi langkah-langkah
penyusunan model framework. Framework bersifat general untuk ketiga tipe perumahan yang menjadi objek penelitian.( Gambar 5.4.)
Total Delivery
Perfect order fullfilment
On time Delivery
rellablity
Source cycle Time Make Cycle Time
Order fulfillment cycle Time
Responsiveness
Delivery Cycle Time Available Assembly Capacity
Available Capacity
Agillty
Available Fabrication Capacity
Rejection Rate of Part/Component
Supply Chain Performance Cost of Goods Sold
Production Efficiency
Supply Chain Revenue
Days Sales Outstanding
Cost of Goods Sold
Inventory Days of Supply
Operating Expense
Days Payable Outstanding
Supply Chain Revenue Cost of Goods Sold Operating Expense Account Receivable (sales Outstanding)
Cash-to-cashcycle time
Supply chain asset
management
Net Income Supply Chain Fixed Assets
Return on supply chain Fixes Assets
Net Income
Working Capital Inventory Account Payable (payable Outstanding)
Supply chain costs
Return On Working Capital
Keterangan : Atribut atau indikator kinerja yang dilakukan pembobotan
Atribut atau indikator kinerja yang berdasarkan Survey dan wawancara
Gambar 5.4. Framework model pengukuran kinerja sistem rantai pasok industri konstruksi perumahan.
Framework model pengukuran kinerja sistem rantai pasok industri konstruksi perumahan menggambarkan langkah-langkah untuk mengukur kinerja dari kekuatan rantai pasok (supply chain performance) pada sebuah perusahaan pengembang perumahan dan pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Kinerja sistem rantai pasok dapat dijelaskan pada masingmasing langkah yang ada terhadap nilai dan performance yang ingin dicapai dan ditingkatkan untuk memperoleh nilai yang lebih baik, sehingga dapat menjawab persaingan antara sesama perusahaan
yang
bergerak
dibidang
industri
konstruksi
perumahan. Nilai-nilai dari kinerja pada framework bergerak secara hirarki berdasarkan kepada tingkat kepentingan eksternal dan internal dari perusahaan pengembang perumahan. Nilai-nilai eksternal berupa reability,responsiveness,agility, dapat ditentukan dengan mengukur nilai-nilai dari kinerja perfect order fulfillment (kemampuan memenuhi pesanan), order fulfillment cycle time (waktu
pemenuhan
pesanan),available
capacity
(kapasitas
ketersediaan ). Nilai-nilai pembobotan dari perfect order fulfillment bergantung kepada kemampuan perusahaan dalam memenuhi pesanan (total delivery), dan ketepatan waktu pesanan (on time delivery). Nilai-nilai pembobotan dari order fulfillment cycle time bergantung kepada waktu yang dibutuhkan untuk mengolah sumber daya (source cyle time), waktu pelaksanaan /pembuatan (make cycle time) dan waktu penjualan ( delivery cycle time). Nilai-nilai pembobotan dari available capacity
bergantung kepada available assembling capacity dan available fabrication capacity. Nilai-nilai Internal berupa supply chain cost dan supply chain asset management dapat diperoleh dari pembobotan tingkat hirarki indikator kinerja dibawahnya yaitu cost of good sold (nilai jual), cash to cash cycle time,return on suplly chain fixed asset,dan return on working capital yang mana nilai-nilai pembobotannya merupakan nilai-nilai baku yang ditentukan oleh perusahaan. Framework model pengukuran kinerja sistem rantai pasok industri konstruksi perumahan, menggambarkan langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan nilai kinerja dari perusahaan pengembang perumahan. Langkah-langkah penilaian diambil berdasarkan kepada indikator-indikator kinerja yang diadopsi dari SCOR® versi 11.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Pengembangan Model Pengukuran kinerja rantai pasok industri konstruksi perumahan dapat memperlihatkan kondisi dan nilai kinerja para pengembang perumahan di kota Padang. Perkembangan perumahan di kota padang masih memiliki kemampuan yang standar dalam memenuhi kepuasan konsumen terhadap produk-produk unitunit rumah yang ditawarkan . Pengembang perumahan kelas mewah memiliki nilai reliability yang baik tapi lemah dalam merespon perubahan dari keinginan konsumen (agility). Pengembang perumahan sederhana baik dalam merespon perubahan dari keinginan konsumen (Agility) tapi masih lemah dalam mengelola supply chain cost management. Pengembang Perumahan menengah memiliki nilai Reliability yang sangat rendah ,hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi internal perusahaaan khususnya dalam mengelola supply chain cost management . Dalam upaya untuk meningkatkan kinerja rantai pasok maka perlu dilakukan penyesuaian pelaksanaan pekerjaan dalam proses bisnis industri konstruksi perumahan dengan menerapkan hirarki yang jelas antara atribut dan indikator kinerja pada rantai pasok industri konstruksi perumahan. Framework model pengukuran kinerja sistem rantai pasok
industri konstruksi perumahan menggambarkan langkah-langkah untuk mengukur kinerja dari kekuatan rantai pasok (supply chain performance) pada sebuah perusahaan pengembang perumahan dan pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Kinerja sistem rantai pasok dapat dijelaskan pada masing-masing langkah yang ada terhadap nilai dan performance yang ingin dicapai dan ditingkatkan untuk memperoleh nilai yang lebih baik, sehingga dapat menjawab persaingan antara sesama perusahaan yang bergerak dibidang industri konstruksi perumahan. 6.2. Saran dan Lanjutan Penelitian 1. Peningkatan nilai kinerja rantai pasok pengembang perumahan dapat ditingkatkan dengan memperhatikan kepada indikatorindikator yang berhubungan lansung dengan pelanggan dan pengelolaan internal perusahaan yang baik. 2. Penelitian ini baru membahas penilaian terhadap kinerja rantai pasok industri konstruksi perumahan di kota Padang dan dapat dilanjutkan lagi untuk penelitian yang berhubungan dengan upaya peningkatan nilai kinerja rantai pasok industri konstruksi .
DAFTAR PUSTAKA
Paul, Jhon.,(2014). Panduan Penerapan Transformasi Rantai Suplai Dengan Model SCOR 15 Tahun Aplikasi Praktis Lintas Industri. PPM Manajemen ISBN 979-442-394-7, cetakan ke-1. Mahgrizal.A.nurwega.,Andi.,Irma.,(2014). Analisis pola dan kinerja Supply Chain pada proyek konstruksi bangunan perumahan. Journal konstruksia volume 5 nomer 2, Agustus 2014. Suraji,A.,(2012) .Innovasi Pengaturan Rantai Konstruksi. Buku Konstruksi Indonesia 2012 : p88-p97
Pasok
Lutfiana, A., Perdana, Y.,(2012). Pengukuran Performansi Supply Chain dengan pendekatan Supply Chain Operation Reference (SCOR) dan Analitical Hierarchy Process (AHP). Jurnal manajemen dan Organisasi 2(3): 57-72 Juarti, Radya. Ery.,(2008). Kajian Pola Rantai Pasok Pengembangan Perumahan, Tesis Magister Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Institut Teknologi Bandung. Oktaviani, Zukhrina. Cut.,(2008). Kajian Kinerja Supply Chain pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung, Tesis Magister Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Institut Teknologi Bandung. Yullianti, noorlaelasari.,(2008). Pengembangan Indikator Penilaian Kinerja Supply Chain Pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung. Tesis Magister Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Institut Teknologi Bandung. Sari,Wulan Puspita.,(2008), Pemodelan kelayakan finansial pada bangunan perumahan. Tesis Magister Manajemen dan Rekayasa Konstruksi Institut Teknolgi Bandung. Rahayu,Dina.,(2009).Pengembangan Model Pengukuran Kinerja Sistem Rantai Pasok ,Studi Kasus: Direktorat Aerostructure PT.Dirgantara Indonesia. Tesis Magister Bidang
Kekhususan Sistem Industri dan Rantai Pasok, Institut Teknologi Bandung. Saunders,M.,Lewis,P.,& Tornhill,A. (2003). Research Methods for Bussines Student, Edinburgh Gate ,Harlow,Essex CM20 2JE,England and Associated Companies throughout the world. Tucker,S.N.,Mohamed,S.,Johnston,D.R.,McFallan,S.L.& Hampson,K.D.,(2001). “Building and Construction Industries Supply Chain Project (Domestic)” Report for Department of Industry, Science and Resources, www.industry.gov.au, 27/7/ 2004. Vrijhoef, Ruben., & Koskela, Lauri., (1999, July 26-28). Roles of Supply Chain Management in Construction. Proceedings IGLC-7 , University of California, Berkeley, CA, USA.
LAMPIRAN - 1 : Pembobotan Pengembang perumahan kelas Mewah Hasil perbandingan berpasangan antar atribut oleh setiap responden ditampilkan pada tabel berikut: Tabel 5.2. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Atribut pada perumahan kelas mewah Responden
Reliability
Responden1 Responden2 Responden3
Resposiveness
Responden1 Responden2 Responden3
Agility
Reliability
Responsiveness
1 1 3 1 1 1
Agility
Supply Chain Costs
Supply Chain Asset Management
5 5 5 1 5 5 5 5 5
5 3 3 1 3 3 5 3 3 3 5 5 1 1 1
Responden1 Responden2 Responden3
1 1 1 1 1 0.33 0.33 0.33 1
0.33 0.33 0.33
3 3 1 3 3 3 1 1 1
Supply Chain Costs
Responden1 Responden2 Responden3
0.2 0.2 0.2
1 0.2 0.2
0.2 0.2 0.2
1 1 1
Supply Chain Asset Management
Responden1 Responden2 Responden3
0.2 0.33 0.33
1 0.33 0.33
0.2 0.33 0.33
0.33 0.2 0.33
Pada matriks diatas terdapat n responden dengan n jawaban untuk setiap perbandingan pasangan. Untuk mendapatkan satu nilai tertentu dari semua nilai tersebut, semua jawaban dari responden harus dirata-ratakan dengan menggunakan geometric mean, yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: aij = (Z1 x Z2 x Z3x … x Zn)1/n
... (V.1)
dimana: aij : nilai rata-rata perbandingan berpasangan antara kriteria ai dengan aj untuk responden. Zi : nilai perbandingan antara kriteria ai dengan aj untuk partisipan ke – i dengan
i = 1,2,...,n. n : jumlah responden. Selanjutnya diperoleh nilai rata-rata dari 3 responden (pengembang) tersebut untuk tiap atribut dengan matriks perbandingan berpasangannya sebagai berikut: Tabel 5.3. Perbandingan Tingkat Kepentingan Atribut dengan Geometric Mean Reliability
Responsiveness
Agility
Supply Chain Costs
Supply Chain Asset Management
1
1.44
2.08
5
3.56
Resposiveness
0.69
1
3
2.92
2.08
Agility
0.48
0.33
1
5
4.22
Supply Chain Costs
0.2
0.74
0.2
1
3.56
Supply Chain Asset Management
0.28
0.48
0.26
0.28
1
Jumlah
2,65
3,99
6,54
14,2
14,42
Reliability
Matriks seperti tabel 5.3 tersebut dipakai untuk menentukan bobot prioritas tiap atribut pada software expert choice.
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut. Tabel 5.4. Proses Normalisasi Atribut Supply Chain Performance Supply Chain Asset Management
Reliability
Responsiveness
Agility
SupplyChain Costs
Reliability
0.38
0.36
0.32
0.35
0.25
Resposiveness
0.26
0.25
0.46
0.21
0.14
Agility
0.18
0.08
0.15
0.35
0.09
Supply Chain Costs
0.06
0.19
0.03
0.07
0.25
Supply Chain Asset Management
0.11
0.12
0.04
0.02
0.07
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi. Tabel 5.5. Proses Penentuan Bobot Atribut Supply ChainPerformance Reliability
Responsiveness
Agility
Supply Chain Costs
Supply Chain Asset Management
Jumlah
Bobot
Reliability
0.38
0.36
0.32
0.35
0.25
1.66
0.346
Responsiveness
0.26
0.25
0.46
0.21
0.14
1.32
0.275
Agility
0.18
0.08
0.15
0.35
0.09
0.85
0.177
0.06
0.19
0.03
0.07
0.25
0.6
0.125
0.11
0.12
0.04
0.02
0.07
0.36
0.075
Supply ChainCosts Supply Chain Asset Management
Jumlah
4,79
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut: 1
1.44
2.08
5
3.56
0.336
1.91
0.69
1
3
2.92
2.08
0.275
1.49
0.48
0.33
1
5
4.22
1.31
0.177
x
=
0.2
0.74
0.2
1
3.56
0.125
0.66
0.28
0.48
0.24
0.28
1
0.075
0.36
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
1.91 1.49
5.79
0.336
:
0.275
=
5.73
1.35
0.177
7.94
0.66
0.125
5.5
Nilai0.36 λmax dapat dicari sebagaiberikut: 5.14 0.075 dengan perhitungan
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:
5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang. Berikut ini akan diperlihatkan hasil perhitungan dalam penentuan bobot indikator kinerja tingkat 1 dan indikator kinerja tingkat 2. 1.1. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 1 dari Supply Chain Asset Management Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 1 dari
Supply
Chain
Asset
Management
dilakukan
dengan
cara
membandingkan secara berpasangan antara Cash-to-Cash Cycle Time, Return on Supply Chain Fixed Asset dan Returnon Working Capital.
Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 1 Supply Chain Asset Management pada pengembang rumah mewah (3 responden) adalah sebagai berikut:
Tabel 5.6. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply Chain Asset Management pada Pengembang Rumah Mewah
Responden Cash-to-Cash Cycle Time
Return on Supply Chain Fixed Asset Return on Working Capital
Cash-toCash Cycle Time
Return on Supply Chain Fixed Asset
Return onWorking Capital
Responden1
1
3
5
Responden2
1
3
5
Responden3
1
3
5
Responden1
0.33
1
5
Responden2
0.33
1
1
Responden3
0.33
1
3
Responden1
0.2
0.2
1
Responden2
0.2
1
1
Responden3
0.2
0.33
1
Dari matriks 3 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean dari indikator kinerja tingkat 1 Supply Chain Asset Management sebagai berikut: Tabel 5.7. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply Chain Asset Management dengan Geometric Mean Cash-to Cash Cycle Time
Return on Supply Chain FixedAsset
Return on Working Capital
1
3
5
Return on Supply Chain Fixed Asset
0.33
1
2.46
Return on Working Capital
0.2
0.4
1
Cash-to-Cash CycleTime
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan
menggunakan AHP:
1. Proses
normalisasi
nilaipadamatriks
dilakukan
perbandingan
dengan
tingkat
menjumlahkan
kepentingan
nilai-
secara
kolom
kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut. Tabel 5.8. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply Chain Asset Management Cash-to Cash Cycle Time Cash-to Cash Cycle Time Return on Supply Chain FixedAsset Return on Working Capital
Return on Supply Chain FixedAsset
Return on Working Capital
0.65
0.68
0.59
0.21
0.22
0.29
0.13
0.09
0.11
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.9. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply Chain Asset Management Return on Supply Chain FixedAsset
Return on Working Capital
Jumlah
Bobot
0.65
0.68
0.59
1.92
0.64
0.21
0.22
0.29
10.72
0.24
0.13
0.09
0.11
0.33
0.11
Cash-to Cash Cycle Time Cash-to Cash Cycle Time Return on Supply Chain FixedAsset Return on Working Capital
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut: 1
3
5
0.64
1.91
= 0.33
1
2.46
0.24
0.72
0.2
0.4
1
0.11
0.33
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
1.91 0.72 0.33
0.64
:
0.24
3.1
=
0.11
3 3
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4.
Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai berikut:
5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.
1.2. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Perfect Order Fulfilment
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2 dari Perfect Order Fulfillment dilakukan dengan cara membandingkan secara berpasangan antara Total Delivery dan On Time Delivery. Matriks
perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order Fulfillment pada pengembang rumah mewah adalah sebagaiberikut:
Tabel 5.10. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja Tingkat 2 Perfect Order Fulfilment pada pengembang kelas rumah mewah Responden Total Delivery
On Time Delivery
Total Delivery
On Time Delivery
Responden 1
1
3
Responden 2
1
3
Responden 3
1
3
Responden 1
0,33
1
Responden 2
0,33
1
Responden 3
0,33
1
Dari matriks individu 3 responden diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order Fulfillment sebagai berikut: Tabel 5.11. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Perfect Order Fulfillment dengan geometric mean Total Delivery
On Time Delivery
1
3
0,33
1
Total Delivery On Time Delivery
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut. Tabel 5.12. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2
Perfect Order Fulfillment Total Delivery
On Time Delivery
Total Delivery
0.75
0.75
On Time Delivery
0.24
0.25
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi. Tabel 5.13. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2 Perfect Order Fulfillment Total Delivery
On Time Delivery
Jumlah
Bobot
Total Delivery
0.75
0.75
1.5
0.75
On Time Delivery
0.24
0.25
0.49
0.245
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut: 1
3
0.33
1
0.75
x
1.5
0.245=
=
0.49
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: 0.75
1 0.33
;
0.245
1.5
=
0.49
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai
berikut:
5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.
1.3. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Order Fulfillment Cycle Time Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2 dari Order Fulfillment Cycle Time dilakukan dengan cara membandingkan secara berpasangan antara Source Cycle Time, Make Cycle Time dan Delivery Cycle Time. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada pengembang rumah mewah (3 responden) adalah sebagai berikut: Tabel 5.14. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada Pengembang Rumah Mewah Responden Source Cycle Time
Make Cycle Time
Delivery Cycle Time
Source Cycle Time
Make Cycle Time
Delivery Cycle Time
Responden1
1
1
3
Responden2
1
1
3
Responden3
1
3
1
Responden1
1
1
1
Responden2
1
1
3
Responden3
0.33
1
5
Responden1
0.33
1
1
Responden2
0.33
0.33
1
Responden3
1
0.2
1
Dari matriks 3 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean dari indikator kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time sebagai berikut:
Tabel 5.15. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time dengan Geometric Mean Source Cycle Time
Make Cycle Time
Delivery Cycle Time
Source Cycle Time
1
1.44
2.08
Make Cycle Time
0.69
1
2.46
Delivery Cycle Time
0.47
0.4
1
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut. Tabel 5.16. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time Source Cycle Time
Make Cycle Time
Delivery Cycle Time
Source Cycle Time
0.46
0.5
0.37
Make Cycle Time Delivery Cycle Time
0.32
0.35
0.44
0.21
0.14
0.18
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi. Tabel 5.17. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time
Make Cycle Time
Delivery Cycle Time
Jumlah
Bobot
0.46
0.5
0.37
1.33
0.44
0.32
0.35
0.44
1.11
0.37
0.21
0.14
0.18
0.53
0.17
Source Cycle Time Source Cycle Time Make Cycle Time Delivery Cycle Time
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut:
1
1.44
2.08
0.69
1
2.46
047
0.4
1
0.44
X
0.37 0.17
1.32
=
1.09 0.54
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: 1.32
0.44
:
3
=
1.09
0.37
2.9
0.54
0.17
3.18
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai
berikut:
5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 3 adalah 0.58, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.
1.4. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Available Capacity Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2 dari Available Capacity dilakukan dengan cara membandingkan secara berpasangan antara Available Assembly Capacity dan Available Fabrication Capacity. Matriks perbandingan berpasangan antar indicator kinerja tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah mewah adalah sebagai berikut: Tabel 5.18. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja Tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah mewah Responden Available Assembly Capacity
Available Fabrication Capacity
Available Assembly Capacity
Available Fabrication Capacity
Responden1
1
3
Responden2
1
1
Responden3
1
3
Responden1
0.33
1
Responden2
1
1
Responden3
0.33
1
Dari matriks pengembang rumah mewah (3 responden) diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat 2 Available Capacity adalah sebagai berikut: Tabel 5.19. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Available Capacity dengan geometric mean Available AssemblyCapacity
AvailableFabrication Capacity
Available Assembly Capacity
1
2.08
Available Fabrication Capacity
0.47
1
Berikut adalah perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut. Tabel 5.20. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Available Capacity Available Assembly Capacity
Available Fabrication Capacity
Available Assembly Capacity
0.68
0.67
Available FabricationCapacity
0.31
0.32
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.21. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2 Available Capacity Available Assembly Capacity
Available Fabrication Capacity
Jumlah
Bobot
Available Assembly Capacity
0.68
0.67
1.35
0.675
Available Fabrication Capacity
0.31
0.32
0.63
0.315
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut:
1 0.47
2.08
0.675
1.33
1
0.315
0.63 2
x
=
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: 1.33
0.675
2.1
0.63
0.315
2
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai berikut:
5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.
1.5. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Cost of Goods Sold Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2 dari Cost of Goods Sold dilakukan dengan cara membandingkan secara berpasangan antara Rejection Rate of Part/Component dan
Production
Efficiency. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang perumahan kelas mewah
(3 responden) adalah sebagai berikut: Tabel 5.22. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja Tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang rumah mewah Responden Rejection Rateof Part/ Component
Production Efficiency
Responden1
Rejection Rate of Part/Component 1
Production Efficiency 3
Responden2
1
5
Responden3
1
3
Responden1
0.33
1
Responden2
0.2
1
Responden3
0.33
1
Dari matriks 3 responden pengembang rumah kelas mewah diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat 2 Cost of Goods Sold adalah sebagai berikut: Tabel 5.23. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Cost of Goods Sold dengan geometric mean Rejection Rate of Part/Component
Production Efficiency
1
4.21
0.27
1
Rejection Rate of Part/Component Production Efficiency
Berikut
adalah
perhitungan
manual
pembobotan
atribut
dengan
menggunakan AHP: 1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut. Tabel 5.24. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Cost of Goods Sold Rejection Rate of Part/Component Rejection Rate of Part/Component
0.78
Production Efficiency 0.81
0.21
Production Efficiency
0.18
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.25. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2 Cost of Goods Sold Rejection Rate of Part/Component
Production Efficiency
Jumlah
Bobot
Rejection Rate of Part/Component
0.78
0.81
1.59
0.79
Production Efficiency
0.21
0.19
0.4
0.2
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut: 1
4.21
0.79
1.63
1
0.2
0.41
0.27
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: 0.79
1.63 0.41
:
0.2
2.06
=
2.05
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai
berikut:
5. Nilai Random Index ( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.
LAMPIRAN - 2 : Pembobotan Pengembang perumahan kelas Menengah Hasil perbandingan berpasangan antar atribut oleh setiap responden ditampilkan pada tabel berikut: Tabel 5.28. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Atribut pada perumahan kelas menengah Responden
Reliability
Responden1 Responden2 Responden3
Resposiveness
Responden1 Responden2 Responden3
Agility Supply Chain Costs Supply Chain Asset Managemen t
Reliability Responsiveness
Responden1 Responden2 Responden3
1 1 1 0.33 1 0.33 0.33 1 1
Responden1 Responden2 Responden3 Responden1 Responden2 Responden3
3 1 3 1 1 1
Supply Agility Chain Costs
Supply Chain Asset Management
1 0.33 0.33
3 1 1 1 3 3 1 1 1
3 1 3 5 3 1 5 1 3
3 5 5 5 3 3 5 5 5
0.33 1 0.33
0.2 0.33 1
0.2 1 0.33
1 1 1
0.33 0.2 0.2
0.2 0.33 0.33
0.2 0.2 0.2
0.33 0.33 0.33
3 3 3 1 1 1
Pada matriks diatas terdapat n responden dengan n jawaban untuk setiap perbandingan pasangan. Untuk mendapatkan satu nilai tertentu dari semua nilai tersebut, semua jawaban dari responden harus dirata-ratakan dengan menggunakan geometric mean, yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: aij = (Z1 x Z2 x Z3x … x Zn)1/n dimana: aij : nilai rata-rata perbandingan berpasangan antara kriteria ai dengan aj
untuk responden. Zi : nilai perbandingan antara kriteria ai dengan aj untuk partisipan ke – i dengan i =1,2,...,n. n : jumlah responden. Selanjutnya diperoleh nilai rata-rata dari 3 responden (pengembang) tersebut untuk tiap atribut dengan matriks perbandingan berpasangannya sebagai berikut:
Tabel 5.29. Perbandingan Tingkat Kepentingan Atribut dengan Geometric Mean Reliability
Responsiveness
Agility
Supply Chain Costs
Supply Chain Asset Management
1
2.08
1.44
2.08
4.22
Resposiveness
0.48
1
2.08
2.46
3.56
Agility
0.69
0.47
1
2.46
5
Supply Chain Costs
0.48
0.4
0.4
1
2.08
Supply Chain Asset Management
0.24
0.02
0.2
0.33
1
Jumlah
2,89
3,97
5,12
8,33
15,85
Reliability
Matriks seperti tabel V.3 tersebut dipakai untuk menentukan bobot prioritas tiap atribut pada software expert choice. Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkatkepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut. Tabel 5.30. Proses Normalisasi Atribut Supply Chain Performance Supply Chain Asset Management
Reliability
Responsiveness
Agility
SupplyChain Costs
Reliability
0.34
0.52
0.28
0.25
0.27
Resposiveness
0.17
0.25
0.41
0.29
0.22
Agility
0.24
0.1
0.19
0.29
0.32
Supply Chain Costs
0.17
0.1
0.08
0.12
0.13
Supply Chain Asset Management
0.08
0.01
0.04
0.04
0.06
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai ratarata baris dari matriks yang telah dinormalisasi. Tabel 5.31. Proses Penentuan Bobot Atribut Supply ChainPerformance Reliability
Responsiveness
Agility
Supply Chain Costs
Supply Chain Asset Management
Jumlah
Bobot
Reliability
0.34
0.52
0.28
0.25
0.27
1.66
0.334
Responsiveness
0.17
0.25
0.41
0.29
0.22
1.34
0.269
Agility Supply ChainCosts Supply Chain Asset Management
0.24
0.1
0.19
0.29
0.32
1.14
0.229
0.17
0.1
0.08
0.12
0.13
0.6
0.120
0.08
0.01
0.04
0.04
0.06
0.23
0.046
Jumlah
4,97
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut: 1
2.08
1.44
2.08
4.22
0.334
1.66
0.48
1
2.08
2.46
3.56
0.269
1.37
0.69
0.47
1
2.46
5
1.13
0.229
x
=
0.48
0.4
0.4
1
2.08
0.120
0.57
0.24
0.22
0.2
0.33
1
0.046
0.22
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
1.66
5.7
0.334
1.37
5.38
0.269
:
=
1.13
0.229
4.91
0.57
0.120
4.75
0.22
0.046
4.4
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:
5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang. Berikut ini akan diperlihatkan hasil perhitungan dalam penentuan bobot indikator kinerja tingkat 1 dan indikator kinerja tingkat 2.
1.6. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat1 dari Supply Chain Asset Management Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 1 dari
Supply
Chain
Asset
Management
dilakukan
dengan
cara
membandingkan secara berpasangan antara Cash-to-Cash Cycle Time, Return on Supply Chain Fixed Asset dan Return on Working Capital. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 1 Supply Chain Asset Management pada pengembang rumah menengah (3 responden) adalah sebagai berikut: Tabel 5.32. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply Chain Asset Management pada Pengembang Rumah Menengah Responden Cash-to-Cash Cycle Time
Return on Supply Chain Fixed Asset Return on Working Capital
Cash-toCash Cycle Time
Return on Supply Chain Fixed Asset
Return onWorking Capital
Responden1
1
1
3
Responden2
1
1
3
Responden3
1
3
5
Responden1
1
1
3
Responden2
1
1
3
Responden3
0.33
1
1
Responden1
0.33
0.33
1
Responden2
0.33
0.33
1
Responden3
0.2
1
1
Dari matriks 3 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean dari indikator kinerja tingkat 1 Supply Chain Asset Management sebagai berikut:
Tabel 5.33. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply Chain Asset Management dengan Geometric Mean Cash-to Cash Cycle Time Cash-to-Cash CycleTime
1
Return on Supply Chain FixedAsset
Return on Working Capital
1.44
3.56
Return on Supply Chain Fixed Asset
0.69
1
2.08
Return on Working Capital
0.02
0.47
1
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP: 1. Proses
normalisasi
nilaipadamatriks
dilakukan
perbandingan
dengan
tingkat
menjumlahkan
kepentingan
nilai-
secara
kolom
kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.34. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply Chain Asset Management Cash-to Cash Cycle Time Cash-to Cash Cycle Time Return on Supply Chain FixedAsset Return on Working Capital
Return on Supply Chain FixedAsset
Return on Working Capital
0.58
0.49
0.63
0.4
0.34
0.37
0.01
0.16
0.17
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.35. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply Chain Asset Management Return on Supply Chain FixedAsset
Return on Working Capital
Jumlah
Bobot
0.58
0.49
0.63
1.7
0.57
0.4
0.34
0.37
1.11
0.37
0.01
0.16
0.17
0.34
0.11
Cash-to Cash Cycle Time Cash-to Cash Cycle Time Return on Supply Chain FixedAsset Return on Working Capital
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut:
1
1.44
0.57
3.56
1.5
= 0.69
1
2.08
0.37
0.99
0.02
0.47
1
0.11
0.3
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
1.5 0.99 0.3
0.57
:
0.37
3
=
0.11
3.3 3
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai berikut:
5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak
diperlukan pengambilan data ulang.
1.7. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Perfect Order Fulfilment
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2 dari Perfect Order Fulfillment dilakukan dengan cara membandingkan secara berpasangan antara Total Delivery dan On Time Delivery. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order Fulfillment pada pengembang rumah menengah adalah sebagaiberikut: Tabel 5.36. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja Tingkat 2 Perfect Order Fulfilment pada pengembang kelas rumah menengah Responden Total Delivery
On Time Delivery
Total Delivery
On Time Delivery
Responden 1
1
3
Responden 2
1
1
Responden 3
1
3
Responden 1
0,33
1
Responden 2
1
1
Responden 3
0,33
1
Dari matriks individu 3 responden diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order Fulfillment sebagai berikut: Tabel 5.37. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Perfect Order Fulfillment dengan geometric mean Total Delivery
On Time Delivery
1
2.08
0,47
1
Total Delivery On Time Delivery
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.38. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Perfect Order Fulfillment Total Delivery
On Time Delivery
Total Delivery
0.68
0.67
On Time Delivery
0.32
0.32
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi. Tabel 5.39. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2 Perfect Order Fulfillment Total Delivery
On Time Delivery
Jumlah
Bobot
Total Delivery
0.68
0.67
1.35
0.45
On Time Delivery
0.32
0.32
0.64
0.21
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut: 1
0.45
2.08
x 0.47
1
0.88
=
=
0.21
0.42
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: 0.88
0.45
2.25
0.42
0.21
2
;
=
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai berikut:
5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.
1.8. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Order Fulfillment Cycle Time Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2 dari Order Fulfillment Cycle Time dilakukan dengan cara membandingkan secara berpasangan antara Source Cycle Time, Make Cycle Time dan Delivery Cycle Time. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada pengembang rumah menengah (3 responden) adalah sebagai berikut: Tabel 5.40. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada Pengembang Rumah Menengah
Source Cycle Time
Responden Source Cycle Time
Make Cycle Time
Delivery Cycle Time
Make Cycle Time
Delivery Cycle Time
Responden1
1
3
1
Responden2
1
1
1
Responden3
1
3
1
Responden1
0.33
1
1
Responden2
1
1
3
Responden3
0.33
1
3
Responden1
1
1
1
Responden2
1
0.33
1
Responden3
1
0.33
1
Dari matriks 3 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean dari indikator kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time sebagai berikut: Tabel 5.41. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time dengan Geometric Mean Source Cycle Time
Make Cycle Time
Delivery Cycle Time
Source Cycle Time
1
2.08
1
Make Cycle Time
0.47
1
2.08
1
0.47
1
Delivery Cycle Time
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut. Tabel 5.42. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time Source Cycle Time Source Cycle Time
0.4
Make Cycle Time 0.58
Delivery Cycle Time 0.24
Make Cycle Time Delivery Cycle Time
0.19
0.28
0.51
0.4
0.13
0.24
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.43. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time Make Cycle Time Asset
Delivery Cycle Time
Jumlah
Bobot
0.4
0.58
0.24
1.22
0.41
0.19
0.28
0.51
0.91
0.33
0.4
0.13
0.24
0.77
0.26
Source Cycle Time Source Cycle Time Make Cycle Time Delivery Cycle Time
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut: 1
2.08
0.41
1
X
1.35
=
0.47
1
2.08
0.33
1.06
1
0.47
1
0.26
0.83
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: 1.35
0.41
:
3.2
=
1.06
0.33
3.2
0.83
0.26
2.67
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:
5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 3 adalah 0.58, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.
1.9. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Available Capacity Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2 dari Available Capacity dilakukan dengan cara membandingkan secara berpasangan antara Available Assembly Capacity dan Available Fabrication Capacity. Matriks perbandingan berpasangan antar indicator kinerja tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah menengah adalah sebagai berikut: Tabel 5.44. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja Tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah menengah Responden Available Assembly Capacity
Available Fabrication Capacity
Available Assembly Capacity
Available Fabrication Capacity
Responden1
1
3
Responden2
1
1
Responden3
1
5
Responden1
0.33
1
Responden2
1
1
Responden3
0.2
1
Dari matriks pengembang rumah menengah (3 responden) diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat 2 Available Capacity adalah sebagai berikut:
Tabel 5.45. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2
Available Capacity dengan geometric mean Available AssemblyCapacity
AvailableFabrication Capacity
Available Assembly Capacity
1
2.46
Available Fabrication Capacity
0.4
1
Berikut adalah perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut. Tabel 5.46. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Available Capacity Available Assembly Capacity
Available Fabrication Capacity
Available Assembly Capacity
0.71
0.71
Available FabricationCapacity
0.28
0.28
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi. Tabel 5.47. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2 Available Capacity Available Assembly Capacity Available Assembly Capacity
0.71
Available Fabrication Capacity
0.71
Jumlah
Bobot
1.42
0.71
Available Fabrication Capacity
0.28
0.28
0.56
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut: 1
0.71
2.46
x 0.4
1
0.28
1.39
=
0.56
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: 1.39
0.71
2
0.56
0.28
2
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai berikut:
5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.
0.28
1.10. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Cost of Goods Sold Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2 dari Cost of Goods Sold dilakukan dengan cara membandingkan secara berpasangan antara Rejection Rate of Part/Component dan
Production
Efficiency. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang perumahan kelas menengah (3 responden) adalah sebagai berikut:
Tabel 5.48. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja Tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang rumah menengah Responden Rejection Rateof Part/ Component
Production Efficiency
Responden1
Rejection Rate of Part/Component 1
Production Efficiency 3
Responden2
1
5
Responden3
1
5
Responden1
0.33
1
Responden2
0.2
1
Responden3
0.2
1
Dari matriks 3 responden pengembang rumah kelas menengah diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat 2 Cost of Goods Sold adalah sebagai berikut: Tabel 5.49. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Cost of Goods Sold dengan geometric mean Rejection Rate of Part/Component
Production Efficiency
1
4.21
0.23
1
Rejection Rate of Part/Component Production Efficiency
Berikut
adalah
menggunakan AHP:
perhitungan
manual
pembobotan
atribut
dengan
2. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.50. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Cost of Goods Sold Rejection Rate of Part/Component
Production Efficiency
Rejection Rate of Part/Component
0.81
0.8
Production Efficiency
0.18
0.19
3. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.51. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2 Cost of Goods Sold Rejection Rate of Part/Component
Production Efficiency
Jumlah
Bobot
Rejection Rate of Part/Component
0.81
0.8
1.61
0.8
Production Efficiency
0.18
0.19
0.37
0.18
4. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut:
1 0.23
4.21
0.8
1.6
1
0.18
0.36
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
0.8
1.6 0.36
:
0.18
2
=
2
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:
5. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:
6. Nilai Random Index ( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.
LAMPIRAN - 3 : Pembobotan Pengembang perumahan kelas sederhana Hasil perbandingan berpasangan antar atribut oleh setiap responden ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 5.54. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Atribut pada perumahan kelas sederhana Responden
Reliability
Resposiveness
Responden1 Responden2 Responden3 Responden4 Responden1 Responden2 Responden3 Responden4 Responden1 Responden2 Responden3 Responden4
Agility
Supply Chain Costs
Responden1 Responden2 Responden3 Responden4
Supply Chain Asset Management
Responden1 Responden2 Responden3 Responden4
Reliability
Responsiveness
1 1 1 1 1 1 1 1
Supply Agility Chain Costs
1 1 1 1 1 1 1 1 0.33 1 1 1
0.33 0.2 0.33 1
3 1 1 1 3 5 3 1 1 1 1 1
0.33 0.33 0.33 1 1 0.33 0.33 1
1 0.33 0.2 1 0.33 0.33 0.33 1
0.33 0.33 0.2 1 0.2 0.2 0.33 1
Supply Chain Asset Management
3 3 3 1 1 3 5 1 3 3 5 1 1 1 1 1 0.2 0.2 0.2 1
Pada matriks diatas terdapat n responden dengan n jawaban untuk setiap perbandingan pasangan. Untuk mendapatkan satu nilai tertentu dari semua nilai tersebut, semua jawaban dari responden harus dirata-ratakan dengan menggunakan geometric mean, yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: aij = (Z1 x Z2 x Z3x … x Zn)1/n dimana: aij : nilai rata-rata perbandingan berpasangan antara kriteria ai dengan aj
1 3 3 1 3 3 3 1 5 5 3 1 5 5 5 1 1 1 1 1
untuk responden. Zi : nilai perbandingan antara kriteria ai dengan aj untuk partisipan ke – i dengan I =1,2,...,n. n : jumlah responden. Selanjutnya diperoleh nilai rata-rata dari 4 responden (pengembang) tersebut untuk
tiap
atribut
dengan
matriks
perbandingan
berpasangannya
sebagaiberikut: Tabel 5.55. Perbandingan Tingkat Kepentingan Atribut dengan Geometric Mean Reliability
Responsiveness
Agility
Supply Chain Costs
Supply Chain Asset Management
Reliability
1
1
1.44
3
2.08
Resposiveness
1
1
3.55
2.46
3
Agility
0.69
0.27
1
2.08
4.21
Supply Chain Costs
0.33
0.4
0.27
1
5
Supply Chain Asset Management
0.47
0.33
0.23
0.2
1
Jumlah
3,49
3
6,49
8,74
15,29
Matriks seperti tabel V.3 tersebut dipakai untuk menentukan bobot prioritas tiap atribut pada software expert choice. Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP:
1.Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut. Tabel 5.56. Proses Normalisasi Atribut Supply Chain Performance Supply Chain Asset Management
Reliability
Responsiveness
Agility
SupplyChain Costs
Reliability
0.28
0.33
0.22
0.34
0.13
Resposiveness
0.28
0.33
0.54
0.28
0.19
Agility
0.19
0.09
0.15
0.23
0.27
Supply Chain Costs
0.09
0.13
0.04
0.11
0.32
Supply Chain Asset Management
0.13
0.11
0.03
0.02
0.06
2.Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi. Tabel 5.57. Proses Penentuan Bobot Atribut Supply ChainPerformance Reliability
Responsiveness
Agility
Supply Chain Costs
Reliability
0.28
0.33
0.22
0.34
Responsiveness
0.28
0.33
0.54
Agility Supply ChainCosts Supply Chain Asset Management
0.19
0.09
0.09 0.13
Supply Chain Asset Management
Jumlah
Bobot
0.13
1.3
0.265
0.28
0.19
1.62
0.331
0.15
0.23
0.27
0.93
0.190
0.13
0.04
0.11
0.32
0.69
0.141
0.11
0.03
0.02
0.06
0.35
0.071
Jumlah
4,89
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut: 1
1
1.44
3
2.08
0.265
1.37
1
1
3.55
2.46
3
0.331
1.75
0.69
0.27
1
2.08
4.21
0.190
1.01
0.33
0.4
0.27
1
3.5
0.141
0.74
0.47
0.33
0.23
0.2
1
0.071
0.36
x
=
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
1.37
5.26
0.265
1.75
5.46
0.331
:
=
1.01
0.190
5.61
0.74
0.141
5.69
0.36
0.071
5.14
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:
5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang. Berikut ini akan diperlihatkan hasil perhitungan dalam penentuan bobot indikator kinerja tingkat 1 dan indikator kinerja tingkat 2.
1.11. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat1 dari Supply Chain Asset Management
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 1 dari
Supply
Chain
Asset
Management
dilakukan
dengan
cara
membandingkan secara berpasangan antara Cash-to-Cash Cycle Time, Return on Supply Chain Fixed Asset dan Returnon Working Capital. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 1 Supply Chain Asset Management pada pengembang rumah sederhana (4 responden) adalah sebagai berikut: Tabel 5.58. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply Chain Asset Management pada Pengembang Rumah sederhana
Responden Cash-to-Cash Cycle Time
Return on Supply Chain Fixed Asset
Return on Working Capital
Cash-toCash Cycle Time
Return on Supply Chain Fixed Asset
Return onWorking Capital
Responden1
1
3
1
Responden2
1
1
3
Responden3
1
3
5
Responden4
1
1
1
Responden1
0.33
1
5
Responden2
1
1
1
Responden3
0.33
1
5
Responden4 Responden1
1 0.2
1 0.2
1 1
Responden2
0.33
1
1
Responden3
0.2
0.2
1
Responden4
1
1
1
Dari matriks 4 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean dari indikator kinerja tingkat 1 Supply Chain Asset Management sebagai berikut:
Tabel 5.59. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply Chain Asset Management
dengan Geometric Mean Cash-to Cash Cycle Time
Return on Supply Chain FixedAsset
Return on Working Capital
1
2.08
2.46
Return on Supply Chain Fixed Asset
0.47
1
2.92
Return on Working Capital
0.4
0.34
1
Cash-to-Cash CycleTime
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP:
1. Proses
normalisasi
nilaipadamatriks
dilakukan
perbandingan
dengan
tingkat
menjumlahkan
kepentingan
nilai-
secara
kolom
kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut. Tabel 5.60. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply Chain Asset Management Cash-to Cash Cycle Time Cash-to Cash Cycle Time Return on Supply Chain FixedAsset Return on Working Capital
Return on Supply Chain FixedAsset
Return on Working Capital
0.53
0.61
0.38
0.25
0.29
0.45
0.21
0.09
0.16
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.61. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply Chain Asset Management Return on Supply Chain FixedAsset
Return on Working Capital
Jumlah
Bobot
0.53
0.61
0.38
1.53
0.5
0.25
0.29
0.45
0.99
0.33
Cash-to Cash Cycle Time Cash-to Cash Cycle Time Return on Supply Chain FixedAsset
Return on Working Capital
0.21
0.09
0.16
0.46
0.16
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut: 1
2.08
0.5
2.46
1.55
= 0.47
1
2.92
0.33
1.003
0.47
0.34
1
0.15
0.49
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
1.55
0.5
1.003
0.33
: 0.49
3.1 3.03
= 0.16
3.06
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai berikut:
5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.
1.12. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Perfect Order Fulfilment
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2 dari Perfect Order Fulfillment dilakukan dengan cara membandingkan secara berpasangan antara Total Delivery dan On Time Delivery. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order Fulfillment pada pengembang rumah sederhana adalah sebagaiberikut: Tabel 5.62. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja Tingkat 2 Perfect Order Fulfilment pada pengembang kelas rumah sederhana Responden Total Delivery
On Time Delivery
Total Delivery
On Time Delivery
Responden 1
1
3
Responden 2
1
3
Responden 3
1
3
Responden4
1
1
Responden 1
0,33
1
Responden 2
0,33
1
Responden 3
0,33
1
Responden4
1
1
Dari matriks individu 4 responden diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order Fulfillment sebagai berikut: Tabel 5.63. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Perfect Order Fulfillmentdengan geometric mean Total Delivery
On Time Delivery
1
3.55
0,33
1
Total Delivery On Time Delivery
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.64. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Perfect Order Fulfillment Total Delivery
On Time Delivery
Total Delivery
0.98
0.78
On Time Delivery
0.019
0.22
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.65. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2 Perfect Order Fulfillment Total Delivery Total Delivery
0.98
On Time Delivery
Jumlah
Bobot
0.78
1.76
0.88
0.019
On Time Delivery
0.22
0.23
0.12
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut: 1
0.88
3.55
x 0.02
1
=
0.12
1.45
=
0.21
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: 0.88
1.51 0.21
;
0.12
1.9
=
2.1
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai berikut:
5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.
1.13. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Order Fulfillment Cycle Time Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2 dari Order Fulfillment Cycle Time dilakukan dengan cara membandingkan secara berpasangan antara Source Cycle Time, Make Cycle Time dan Delivery Cycle Time. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada pengembang rumah sederhana (4 responden) adalah sebagai berikut:
Tabel 5.66. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada Pengembang Rumah sederhana
Responden Source Cycle Time
Make Cycle Time
Delivery Cycle Time
Source Cycle Time
Make Cycle Time
Delivery Cycle Time
Responden1
1
1
3
Responden2
1
1
3
Responden3
1
3
1
Responden4
1
1
1
Responden1
1
1
1
Responden2
1
1
3
Responden3
0.33
1
5
Responden4
1
1
1
Responden1
0.33
1
1
Responden2
0.33
0.33
1
Responden3
1
0.2
1
Responden4
1
1
1
Dari matriks 3 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean dari indikator kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time sebagai berikut:
Tabel 5.67. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Timedengan Geometric Mean
Source Cycle Time
Make Cycle Time
Delivery Cycle Time
Source Cycle Time
1
2.08
1.44
Make Cycle Time
0.47
1
2.46
Delivery Cycle Time
0.69
0.4
1
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut. Tabel 5.68. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time Make Cycle Time
Source Cycle Time Source Cycle Time Make Cycle Time Delivery Cycle Time
Delivery Cycle Time
0.46
0.59
0.29
0.22
0.28
0.5
0.32
0.11
0.2
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.69. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time Source Cycle Time Source Cycle Time Make Cycle Time Delivery Cycle Time
Make Cycle Time
Delivery Cycle Time
Jumlah
Bobot
0.46
0.59
0.29
1.34
0.44
0.22
0.28
0.5
1
0.33
0.32
0.11
0.2
0.63
0.21
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut: 1
2.08
0.44
1.44
X
1.43
=
0.47
1
2.46
0.33
1.05
0.69
0.4
1
0.21
0.65
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
1.43
0.44
:
=
3.25
1.05
0.33
3.18
0.65
0.21
2.85
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:
5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 3 adalah 0.58, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.
1.14. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Available Capacity Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2 dari Available Capacity dilakukan dengan cara membandingkan secara berpasangan antara Available Assembly Capacity dan Available Fabrication Capacity. Matriks perbandingan berpasangan antar indicator kinerja tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah sederhana adalah sebagai berikut : Tabel 5.70. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja Tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah sederhana Responden Available Assembly Capacity
Available Fabrication Capacity
Available Assembly Capacity
Available Fabrication Capacity
Responden1
1
3
Responden2
1
1
Responden3
1
3
Responden4
1
1
Responden1
0.33
1
Responden2
1
1
Responden3
0.33
1
Responden4
1
1
Dari matriks pengembang rumah sederhana (4 responden) diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat 2 Available Capacity adalah sebagai berikut: Tabel 5.71. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Available Capacity dengan geometric mean Available AssemblyCapacity
AvailableFabrication Capacity
Available Assembly Capacity
1
3
Available Fabrication Capacity
0.33
1
Berikut adalah perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP: 2. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.72. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Available Capacity Available Assembly Capacity
Available Fabrication Capacity
Available Assembly Capacity
0.75
0.75
Available FabricationCapacity
0.25
0.25
3. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai ratarata baris dari matriks yang telah dinormalisasi. Tabel 5.73. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2 Available Capacity
Available Assembly Capacity
Available Fabrication Capacity
Jumlah
Bobot
Available Assembly Capacity
0.75
0.75
1.5
0.75
Available Fabrication Capacity
0.25
0.25
0.5
0.25
4. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut: 1
0.75
3
x 0.33
1
0.25
1.5
=
0.5
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: 1.5
0.75
2
0.5
0.25
2
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
5. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai berikut:
6. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.
1.15. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Cost of Goods Sold Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2 dari Cost of Goods Sold dilakukan dengan cara membandingkan secara berpasangan antara Rejection Rate of Part/Component danProduction Efficiency. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang perumahan kelas sederhana (4 responden) adalah sebagai berikut : Tabel 5.74. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja
Tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang rumah sederhana Responden Rejection Rateof Part/ Component
Production Efficiency
Responden1
Rejection Rate of Part/Component 1
Production Efficiency 3
Responden2
1
5
Responden3
1
3
Responden4
1
1
Responden1
0.33
1
Responden2
0.2
1
Responden3
1
1
Responden4
1
1
Dari matriks 3 responden pengembang rumah kelas sederhana diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat 2 Cost of Goods Sold adalah sebagai berikut: Tabel 5.75. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Cost of Goods Sold dengan geometric mean Rejection Rate of Part/Component
Production Efficiency
1
2.46
0.4
1
Rejection Rate of Part/Component Production Efficiency
Berikut
adalah
perhitungan
manual
pembobotan
atribut
dengan
menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut. Tabel 5.76. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Cost of Goods Sold Rejection Rate of Part/Component
Production Efficiency
Rejection Rate of Part/Component
0.71
0.71
Production Efficiency
0.29
0.29
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi. Tabel 5.77. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2 Cost of Goods Sold Rejection Rate of Part/Component
Production Efficiency
Jumlah
Bobot
Rejection Rate of Part/Component
0.71
0.71
1.42
0.71
Production Efficiency
0.29
0.29
0.58
0.29
3.Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai berikut: 1 0.4
2.46
0.71
1.42
1
0.29
0.57
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: 0.71
1.42 0.57
:
0.29
2
=
2.06
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:
5. Nilai Random Index ( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00,
sehingga Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang