KINERJA RANTAI PASOK PADA INDUSTRI SEAFOOD (STUDI KASUS DI PT. KELOLA MINA LAUT, GRESIK)
SKRIPSI
Oleh: MUHAMMAD AINUR ROFIK F34060812
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
KINERJA RANTAI PASOK PADA INDUSTRI SEAFOOD (STUDI KASUS DI PT. KELOLA MINA LAUT, GRESIK)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: MUHAMMAD AINUR ROFIK F34060812
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Kinerja Rantai Pasok Pada Industri Seafood (Studi Kasus di PT. Kelola Mina Laut, Gresik) Nama
: Muhammad Ainur Rofik
NRP
: F34060812
Menyetujui, Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Machfud MS) NIP: 19510321 197803 1 003
Mengetahui : Ketua Departemen
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP: 19621009 198903 2 001
Tanggal Lulus : 2 September 2010
Muhammad Ainur Rofik. F34060812. Kinerja Rantai Pasok Pada Industri Seafood. Dibawah bimbingan Machfud. 2010. ABSTRAK Komoditi perikanan merupakan komoditi yang diperdagangkan secara luas di berbagai negara didunia dan pada umumnya memiliki nilai jual yang tinggi. Tahun 2009, jumlah permintaan udang di Eropa mencapai 600.000 ton. Komoditi perikanan yang merupakan komoditi pangan, memerlukan pengolahan yang tepat agar komoditi tetap aman hingga ke tangan konsumen akhir. Perusahaan yang bergerak di dalam bisnis ini harus mengelola arus informasi, keuangan, dan barang dengan baik sehingga dapat bertahan atau bahkan menjadi perusahaan yang unggul dalam persaingan. Manajemen rantai pasok merupakan salah satu hal yang perlu dikaji dan dikelola dengan baik oleh perusahaan untuk memenuhi syarat diatas. Analisis yang menyeluruh perlu dilakukan guna mengetahui bagaimana kinerja sistem dimana perusahaan berada. Mulai dari pemasoknya pemasok, hingga pembelinya pembeli. Perusahaan yang mengetahui kinerja rantai pasok akan dapat membandingkannya dengan kinerja pesaing atau dengan target perusahaan sehingga perusahaan dapat segera mengambil langkah-langkah penting untuk mempertahankan atau meningkatkan kinerjanya. PT. Kelola Mina Laut merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan komoditi perikanan. PT. Kelola Mina Laut adalah perusahaan besar dengan kuantitas ekspor mencapai 10.000 ton bahan baku per tahunnya. Ketersediaan bahan baku yang bersifat musiman, menuntut PT. Kelola Mina Laut melakukan manajemen rantai pasok dengan baik, yaitu dengan melakukan kerjasama yang saling menguntungkan dengan anggota rantai dan pihak terkait lainnya. Oleh karena itu, diperlukan langkah yang tepat untuk membuat suatu kebijakan. Kebijakan terdiri dari kebijakan internal dan eksternal perusahaan. Kebijakan internal perusahaan dapat berupa kebijakan dalam manajemen produksi dan manajemen sumber daya manusia. Kebijakan eksternal dapat berupa kebijakan dalam pemilihan mitra, sistem transaksi, dan pengaturan jaringan bisnis. Perhitungan kinerja rantai pasok dilakukan untuk mengetahui kinerja proses pembelian dengan menggunakan metode SCOR. Atribut yang diukur adalah atribut reliabilitas, responsivitas, dan biaya. Data input yang diolah untuk menentukan atribut reliabilitas dan biaya merupakan data kualitatif sehingga untuk memperoleh nilai akhir, dilakukan agregasi antar metrik yang lebih rendah. Pembobotan dilakukan oleh pakar yang merupakan manajer pembelian, manajer produksi, dan manajer bisnis PT. Kelola Mina Laut. Nilai akhir untuk reliabilitas pasokan ikan kakap adalah 92,6 %. Nilai ini tergolong baik berdasarkan standar, yaitu nilainya 90-94% untuk dapat digolongkan baik. Untuk udang, nilai akhirnya adalah 81,275%. Nilai ini tergolong sedang berdasarkan standar, yaitu nilainya 80-89% untuk dapat dikatakan sedang. Data input untuk atribut responsivitas adalah data kuantitatif sehingga dapat langsung diolah untuk memperoleh nilai akhir metrik level 1. Nilai akhir untuk responsivitas pasokan ikan kakap adalah 8,6 hari untuk satu siklus dan untuk udang adalah 6,8 hari untuk satu siklus. Penentuan baik buruknya nilai ini
dilakukan dengan membandingkannya dengan umur simpan ikan. Semakin cepat penanganan dan semakin baik penerapan cold chain, maka semakin baik pula kinerjanya. Umur simpan komoditi perikanan yang disimpan di dalam es mencapai 9 hari. Nilai 6-8 hari masih dapat diterima, namun perlu untuk ditingkatkan. Nilai kinerja biaya rantai pasok ikan kakap adalah 3,6. Nilai ini tergolong sedang berdasarkan standar. Nilai kinerja biaya rantai pasok udang adalah 3,3. Nilai ini tergolong sedang berdasarkan standar dan perlu untuk ditingkatkan karena masih jauh dari sangat baik (excellent). Rekomendasi peningkatan kinerja disusun setelah mengetahui kinerja rantai pasok. Terdapat lima alternatif yang akan dipilih menggunakan metode AHP, antara lain meningkatkan kemitraan dengan pemasok, menambah variasi bahan baku, mengubah kapasitas produksi, mempercepat pembayaran, dan menambah pemasok. Berdasarkan pemilihan pakar, meningkatkan kemitraan dengan pemasok adalah alternatif yang paling sesuai untuk diterapkan. Nilai alternatif meningkatkan kemitraan dengan pemasok untuk komoditi ikan kakap adalah 0,279 dan nilainya untuk komoditi udang adalah 0,416.
Muhammad Ainur Rofik. F34060812. Supply Chain’s Performance On Seafood Industry. Supervised by Machfud. 2010 ABSTRACT Fishery commodities were widely commercialized commodity in various countries in the world and highly valuable. In 2009, European demand for shrimp reached 600.000 tons. Fishery commodities which were also food commodities, need to be processed well in order to keep them safe until the end customer’s hands. The companies which concern to this business had to manage the flow of informations, finances, and goods well in order to survive moreover to be excellent company. Supply Chain Management was one case that need to be examined and managed well by the company to fulfill condition above. The comprehensive analysis need to be done in order to know how was the system’s performance. The company that knew the supply chain’s performance will be able to compare it with competitor’s performance or the company’s target so the company can take important steps immediately to keep or increase its performance. PT. Kelola Mina Laut was a corporate that concern in fishery commodities processing. The raw material’s availability was seasonal so PT. Kelola Mina Laut should manage the supply chain’s well by having mutual cooperation with chain’s member and other relevant partners. Policies consisted of corporate’s internal and external policies. Internal policies could be policy of production management and human resources management. External policies could be the policy of partner choosing, transaction system, and business network management. Supply chain’s performances were calculated in order to measure the purchasing process performance by using SCOR method. The measured attributes were reliability, responsiveness, and cost. The input data of reliability and cost were qualitative data. The lower metric must be aggregated to obtain the result. Scoring were did by experts who were purchasing manager, production manager, and business manager of PT. Kelola Mina Laut. The result for reliability of snapper fish supply was 92,6%. This result was good based on the standard which the range of the good one were 90-94 % points. The result for reliability of shrimps supply was 81,275%. This result was normal based on the standard which the range of average were 80-89% points. The input data for responsiveness attribute were quantitative so it could be calculated directly to obtain the result. The result for responsiveness of snapper fish supply and shrimps supply were 8,6 days per cycle and 6,8 days per cycle. Determination for this performance was measured by comparing storage lifespan of fishery commodities. If it handled faster and the application of the cold chain was good, the performance will be better. The storage lifespan of fishery commodities if it saved in the ice was up to 9 days. The result 6 – 8 days were accepted, but it needed to be enhanced. The result for cost of snapper fish supply chain was 3,6. This result was average based on the standard, which the range for average were. The result for cost of shrimps supply chain is 3,3. This result is average if it compared to the standard. Both result are average and need to be enhanced because the results were far from excellent.
The recommendations of enhancing performance were arranged after supply chain’s performance known. There were five alternatives and one of them will be choosen using AHP method. The alternatives were increasing the partnership with the supplers, adding raw material’s variation, changing the production capacity, quickening of payment, and adding suppliers. Based on expert’s choice, increasing the partnership with the supplers was the most appropriate alternetive to be applied. The point for this alternative were 0,279 for snapper fish and 0,416 for shrimp.
KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrahiim. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk, kemudahan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kinerja Rantai Pasok Pada Indistri Seafood” ini dengan baik. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis pada bulan Mei hingga Juni di PT. Kelola Mina Laut, Gresik-Jawa Timur. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Ibunda, ayahanda, adik, beserta segenap keluarga yang senantiasa memberikan doa, dukungan, serta perhatian selama penelitian. 2. Bapak Dr. Ir. Machfud MS, selaku dosen pembimbing akademik, atas motivasi, bimbingan, arahan, dan petunjuk kepada penulis selama penyelesaian skripsi. 3. Bapak Ir. Faqih Udin, MSc. dan Bapak Muhammad Arif Darmawan, S.TP., MT. selaku dosen penguji atas arahan dalam penyusunan skripsi. 4. Bapak Ir. Muhammad Nadjikh sebagai Presiden Direktur PT. Kelola Mina Laut yang telah mengijinkan penulis untuk menimba ilmu di PT. Kelola Mina Laut Gresik serta memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi selama penelitian. 5. Bapak Zainul Wasik sebagai Direktur PT. Kelola Mina Laut yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama penelitian. 6. Bapak Ir. Komaruddin selaku Bussiness Manager serta seluruh staff dan karyawan divisi udang PT. Kelola Mina Laut, atas segala arahan dan bantuan kepada penulis selama penelitian. 7. Bapak Iqbal selaku Production Manager sekaligus pembimbing lapangan serta seluruh staff dan karyawan divisi ikan PT. Kelola Mina Laut yang telah memberikan bimbingan, penjelasan, arahan dan bantuan kepada penulis selama penelitian. 8. Bapak Ir. Husni Mubarok selaku Asisten Manager HRD PT. Kelola Mina Laut, atas segala kesempatan dan bantuan kepada penulis selama pelaksaan penelitian.
9. Teman-teman seperjuangan di Teknologi Industri Pertanian 43 atas masukan, tukar pikiran, serta kebersamaan selama penelitian. 10. Rekan-rekan di Himasurya Plus yang selalu membantu, memberi semangat dan masukan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 11. Semua pihak yang belum disebutkan, yang telah membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Namun demikian, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan tulisan selanjutnya.
Bogor,
September 2010
Muhammad Ainur Rofik
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kinerja Rantai Pasok Pada Industri Seafood (Studi Kasus di PT. Kelola Mina Laut)” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan atau yang tidak diterbitkan oleh penulis lain, disebutkan dalam teks dan dicantumkan di Daftar Pustaka pada bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2010
Muhammad Ainur Rofik NRP. F34060812
RIWAYAT PENULIS
Muhammad Ainur Rofik dilahirkan di Surabaya pada tanggal 22 Juli 1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putra dari Bapak Mohammad Shodikin dan Ibu Masuni’ah. Pendidikan formal penulis dimulai di TK Panca Manunggal Surabaya pada tahun 1993-1994, kemudian melanjutkan pendidikan di SDN Krembangan Utara Surabaya pada tahun 1994-1997 dan SDN Tanah Kali Kedinding II Surabaya pada tahun 1997-2000. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 15 Surabaya pada tahun 2000-2003, lalu di SMA Negeri 8 Surabaya pada tahun 2003-2006. Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan satu tahunkemudian masuk di Departemen Teknologi Industri Pertanian. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis terlibat aktif di kegiatan keorganisasian, kegiatan non-organisasi, kepanitiaan, seminar, pelatihan, dan kegiatan usaha. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah kimia pada tahun 2007, menjadi ketua panitia talkshow agroindustri 2008, ketua himpunan mahasiswa Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Mojokerto (Himasurya Plus) pada tahu 2009, dan membentuk kegiatan usaha Top Ikan Nusantara pada tahun 2009. Penulis melakukan Praktek Lapang pada tahun 2009 dengan mengambil topik Manajemen Rantai Pasok di PT. Kelola Mina Laut Gresik, Jawa Timur.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ......................................................................................................
i
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
v
I. PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG ...............................................................................
1
B. TUJUAN PENELITIAN ............................................................................
2
C. RUANG LINGKUP PENELITIAN ..........................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
3
A. IKAN KAKAP ........................................................................................... 3 B. UDANG ...................................................................................................... 3 C. MANAJEMEN RANTAI PASOK ............................................................. 4 D. KINERJA RANTAI PASOK ..................................................................... 7 E. SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCES (SCOR) .........................
8
F. ANALYTICAL HIRARCHY PROCESS (AHP) ...........................................
9
G. PENELITIAN TERDAHULU ................................................................. 13 III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 14 A. KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................... 14 B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ................................................. 15 C. TAHAPAN PENELITIAN ....................................................................... 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 18 A. MODEL RANTAI PASOK KOMODITI SEAFOOD ............................... 18 1. Struktur Rantai ..................................................................................... 18 a. Anggota Rantai dan Aliran Komoditi .............................................. 18 b. Entitas Ranta Pasok .......................................................................... 22 c. Kemitraan ......................................................................................... 27 2. Manajemen Rantai ................................................................................. 27 a. Pemilihan Mitra ................................................................................ 27 b. Kesepakatan Kontraktual ................................................................. 29 c. Sistem Transaksi .............................................................................. 32 i
d. Perencanaan Produksi ...................................................................... 33 e. Jaringan Bisnis ................................................................................. 35 f. Dukungan Kebijakan ........................................................................ 36 3. Sumber Daya Rantai ............................................................................. 37 a. Fisik .................................................................................................. 37 b. Teknologi ......................................................................................... 39 c. Sumber Daya Manusia ..................................................................... 40 B. KINERJA RANTAI PASOK ...................................................................
41
1. Reliabilitas Rantai Pasok ...................................................................... 41 a. Reliabilitas Rantai Pasok Ikan kakap ............................................... 44 b. Reliabilitas Rantai Pasok Udang ...................................................... 46 2. Responsivitas Rantai Pasok .................................................................. 48 a. Responsivitas Rantai Pasok Ikan Kakap .......................................... 49 b. Responsivitas Rantai Pasok Udang .................................................. 51 3. Fleksibilitas Rantai Pasok ...................................................................... 53 4. Biaya Rantai Pasok ................................................................................ 53 a. Biaya Rantai Pasok Ikan Kakap ....................................................... 55 b. Biaya Rantai Pasok Udang ............................................................... 57 C. PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK ....................................... 58 1. Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Ikan Kakap ..................................... 60 2. Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Udang ............................................. 63 V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 67 A. KESIMPULAN ......................................................................................... 67 B. SARAN ..................................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 69 LAMPIRAN
ii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Nilai Skala Banding .............................................................................. 10 Tabel 2. Daftar Nilai Indeks Random ................................................................. 12 Tabel 3. Pembagian Jenis Nelayan ...................................................................... 18 Tabel 4. Pembagian Jenis Petambak ................................................................... 20 Tabel 5. Produk Hasil Olahan Ikan Kakap dan Udang ....................................... 23 Tabel 6. Produk Olahan Hasil Samping Ikan Kakap dan Udang ....................... 24 Tabel 7. Cara pembayaran yang terjadi antar anggota rantai pasok seafood ...... 32 Tabel 8. Standar Penilaian Kinerja Pemasok ...................................................... 44 Tabel 9. Kinerja Atribut Reliabilitas Purchasing Ikan Kakap ............................ 45 Tabel 10. Kinerja Atribut Reliabilitas Purchasing Udang .................................. 47 Tabel 11. Umur Simpan Komoditi Perikanan Berdasarkan Suhu ....................... 50 Tabel 12. Kinerja Atribut Responsivitas Purchasing Ikan Kakap ...................... 51 Tabel 13. Kinerja Atribut Responsivitas Purchasing Udang .............................. 52 Tabel 14. Standar Penilaian Biaya Rantai Pasok ................................................ 55 Tabel 15. Kinerja Atribut Biaya Rantai Pasok Ikan Kakap ................................ 56 Tabel 16. Kinerja Atribut Biaya Rantai Pasok Udang ........................................ 57
iii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Rantai Pasok ......................................................................................
5
Gambar 2. Ruang lingkup proses-proses SCOR ................................................
8
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Konseptual .......................................... 15 Gambar 4. Skema Tahapan Penelitian ............................................................... 17 Gambar 5. Model Rantai Pasok Ikan kakap ....................................................... 19 Gambar 6. Model Rantai Pasok Udang .............................................................. 22 Gambar 7. Negara Tujuan Ekspor PT. Kelola Mina Laut .................................. 24 Gambar 8. Pasar Dalam Negeri PT. Kelola Mina Laut ...................................... 25 Gambar 9. Volume Penerimaan Udang PT. Kelola Mina Laut Tahun 2009 ..... 34 Gambar 10. Struktur Hirarki Kinerja Reliabilitas Rantai Pasok......................... 42 Gambar 11. Struktur Hirarki Kinerja Responsivitas Rantai Pasok ..................... 49 Gambar 12. Hirarki AHP Peningkatan Kinerja Rantai Pasok ............................ 58 Gambar 13. Diagram Pohon Bobot Faktor dan Alternatif Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Ikan Kakap (Kombinasi) ............................. 61 Gambar 14. Sintesis Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Ikan Kakap (Kombinasi) ................................................................................... 62 Gambar 15. Diagram Pohon Bobot Faktor dan Alternatif Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Udang (Kombinasi) ..................................... 64 Gambar 16. Sintesis Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Udang (Kombinasi) .... 65
iv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kuisioner AHP Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Ikan Kakap ..................................................................................... 72 Lampiran 2. Kuisioner AHP Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Udang ............................................................................................. 79 Lampiran 3. Pengolahan Perbandingan Hirarki Faktor Berdasarkan Tujuan Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Ikan kakap Menggunakan Manipulasi Matriks ................................................ 83 Lampiran 4. Pengolahan Perbandingan Hirarki Alternatif Berdasarkan Faktor Pemenuhan Pesanan Ikan kakap Menggunakan Manipulasi Matriks ........................................................................ 84 Lampiran 5. Pengolahan Perbandingan Hirarki Alternatif Berdasarkan Faktor Standar Kualitas Ikan kakap Menggunakan Manipulasi Matriks ........................................................................ 85 Lampiran 6. Pengolahan Perbandingan Hirarki Alternatif Berdasarkan Faktor Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan Ikan kakap Menggunakan Manipulasi Matriks ................................................ 86 Lampiran 7. Pengolahan Perbandingan Hirarki Alternatif Berdasarkan Faktor Biaya Pemenuhan Pesanan Ikan kakap Menggunakan Manipulasi Matriks ................................................ 87 Lampiran 8. Pengolahan Perbandingan Hirarki Faktor Berdasarkan Tujuan Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Udang Menggunakan Manipulasi Matriks ................................................ 88 Lampiran 9. Pengolahan Perbandingan Hirarki Alternatif Berdasarkan Faktor Pemenuhan Pesanan Udang Menggunakan Manipulasi Matriks ........................................................................ 89 Lampiran 10. Pengolahan Perbandingan Hirarki Alternatif Berdasarkan Faktor Standar Kualitas Udang Menggunakan Manipulasi Matriks ...................................................................... 90
v
Lampiran 11. Pengolahan Perbandingan Hirarki Alternatif Berdasarkan Faktor Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan Udang Menggunakan Manipulasi Matriks .............................................. 91 Lampiran 12. Pengolahan Perbandingan Hirarki Alternatif Berdasarkan Faktor Biaya Pemenuhan Pesanan Udang Menggunakan Manipulasi Matriks .............................................. 92
vi
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Industri seafood merupakan industri pengolahan hasil perairan yang memiliki potensi berkembang sangat baik di masa depan. Setiap tahun permintaan komoditi perikanan dari dalam maupun luar negeri menunjukkan peningkatan. Indonesia sebagai salah satu negara penghasil komoditi perikanan yang mampu bersaing di pasar global, berpeluang untuk meraih pasar lebih banyak. Keberhasilan dalam pengelolaan permintaan akan bergantung pada bagaimana sistem dan lembaga terkait saling bekerja dengan harmonis membentuk aliran distribusi yang efisien dan memenuhi kepuasan konsumen. Manajemen Rantai Pasok merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang (warehouse) dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk dapat dihasilkan dan didistribusikan kepada konsumen dengan kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu yang tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan kebutuhan konsumen (David et al., 2000 dalam Indrajit dan Djokopranoto, 2002). Seiring dengan upaya perusahaan untuk menarik minat konsumen dengan cara meningkatkan kinerja yang hemat biaya, banyak perusahaan mengalihkan perhatiannya pada manajemen suplai dan pembelian, yaitu bagian dari manajemen rantai pasok yang fokus terhadap pengaturan aliran barang dan jasa dari pemasok menuju ke perusahaan. Keuntungan utama melakukan hal ini adalah meningkatnya kualitas bahan baku. Suplier dapat membangun atau menghancurkan perusahaan melalui penyediaan barang dan jasa. Komoditi yang memiliki kualitas rendah, dapat membuat operasional perusahaan pemesan berhenti total. Banyak perusahaan melakukan outsourcing komoditi-komoditi tertentu sehingga perusahaan tersebut dapat fokus dalam mengoptimalkan kompetensinya mengolah komoditi yang dipesannya tersebut. Hasilnya, perusahaan dapat memenuhi kepuasan konsumen (Monczka et al., 2002). Pengukuran dan evaluasi kinerja rantai pasok pada bagian pembelian perlu dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar sistem di dalam rantai yang menghubungkan 1
perusahaan dengan supplier mampu bekerja dengan optimal dan tujuan perusahaan dapat tercapai.
B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui mekanisme rantai pasok komoditi seafood PT. Kelola Mina Laut. 2. Melakukan pengukuran kinerja rantai pasok komoditi seafood di PT. Kelola Mina laut. 3. Memberikan rekomendasi langkah-langkah peningkatan kinerja rantai pasok komoditi seafood.
C. RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Aspek rantai pasok yang dikaji dalam penelitian ini terbatas pada anggota rantai pasok mulai nelayan/petambak hingga perusahaan, aktivitas anggota rantai pasok, pola distribusi bahan baku, sistem transaksi dan komitmen antar anggota rantai pasok, serta komunikasi antar anggotanya. 2. Bahan baku yang diamati terbatas pada ikan kakap dan udang. 3. Pengukuran kinerja rantai pasok dilakukan pada bagian pembelian (purchasing) dengan pendekatan SCOR dan AHP.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. IKAN KAKAP Ikan kakap merupakan ikan dasar yang selalu berkelompok menempati karang, tandes atau rumpon. Ikan kakap merah yang mempunyai nama inggris red snapper hampir bisa ditemui semua lokasi di Indonesia. Ikan yang biasanya memiliki nama latin depannya Lutjanus termasuk dalam family Lutjanidae. Bentuk tubuhnya bulat pipih memanjang dan mempunyai sirip di bagian punggung. Ikan kakap merupakan penguasai karang yang dilengkapi dengan gigi tajam untuk mengoyak mangsanya. Sebagai predator penguasa lokasi tersebut, ikan kakap dengan leluasa berkembang biak dan mencari makan. Apabila lokasi tersebut tidak didatangi oleh nelayan atau pemancing, ikan kakap akan terus berkembang biak hingga jumlahnya sangat banyak (Anonim, 2010). Nelayan dan pemancing kini telah mampu mendeteksi lokasi ikan kakap dengan menggunakan depth sounder warna. Apabila di sekitar dasar perairan berupa lumpur (tampak campuran warna merah, kuning , hijau dan biru) terdapat struktur karang (warna dominan merah), maka lokasi tersebut merupakan lokasi memancing yang potensial. Apabila nelayan atau pemancing menemukan ciri-ciri lokasi tersebut, biasanya mereka akan menemui ikan kakap berukuran besar dengan bobot 5 kg – 8 kg dengan jumlah kurang dari 10 ekor. Lokasi paling tepat untuk menemukan kakap adalah di rumpon atau kapal tenggelam. Jika rumpon terawat bagus, bisa terisi oleh ratusan kakap ukuran 2 – 4 kg. (Anonim, 2010)
B. UDANG Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai, laut, atau danau. Udang dapat ditemukan di hampir semua genangan air yang berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Udang biasa dijadikan makanan laut (seafood). Sama seperti seafood lainnya, udang kaya akan kalsium dan protein tetapi rendah energi. Makanan yang bahan utamanya udang, merupakan sumber kolesterol (Smith, 2010).
3
Dalam perkembangannya, udang sudah banyak dibudidayakan oleh manusia di area yang disebut tambak. Sebuah tambak udang adalah sebuah bisnis aquaculture yang dirancang untuk meningkatkan produksi udang laut untuk konsumsi manusia. Produksi global total dari udang tambak mencapai lebih dari 1,6 juta ton pada 2003. Sekitar 75% udang tambak diproduksi di Asia, terutama di Cina dan Thailand. Sisanya diproduksi di Amerika Latin, terutama Brazil yang merupakan produsen terbesarnya. Negara pengekspor terbesar adalah Thailand (Anonim, 2010). Pertambakan udang telah berubah dari bisnis tradisional skala kecil di Asia Tenggara menjadi sebuah bisnis global. Kemajuan teknologi telah mendorong pertumbuhan udang dengan kepadatan yang lebih tinggi. Hampir seluruh udang yang dikembangkan adalah penaeid, yaitu udang dari famili Penaeidae, dan hanya dua spesies udang dari famili tersebut, yaitu Pacific White Shrimp dan Giant Tiger Prawn, yang mencakup 80% dari seluruh udang yang dikembangkan.
C. MANAJEMEN RANTAI PASOK Manajemen rantai pasok melibatkan pengelolaan aset-aset rantai pasok dan aliran produk, informasi, serta aliran uang untuk memaksimumkan total profitabilitas rantai pasok itu sendiri. Dengan demikian, tujuan dari rantai pasok seharusnya adalah memaksimumkan keseluruhan nilai yang diperoleh, bukan hanya tahapan individu yang terlibat di dalamnya (Chopra dan Meindle, 2007). Manajemen rantai pasok adalah pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembelian dan outsourcing, ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dengan distributor (Tunggal, 2009). Rantai pasok mencakup semua interaksi antara pemasok, produsen, distributor, dan pelanggan. Rantai ini mencakup transportasi, informasi perencanaan, transfer uang secara kredit maupun tunai, serta transfer ide, desain, dan bahan. Bagan Rantai Pasok seperti digambarkan pada Gambar 1.
4
Pemasok Persediaan
Data pasar Info penjadwalan Arus uang tunai Arus pesanan Ide dan desain untuk memuaskan pelanggan
Pelanggan
Pemasok
Pelanggan Produsen
Pemasok Distributor
Arus bahan Arus kredit Gambar 1. Rantai Pasok
Pada Gambar 1, terlihat bahwa manajemen rantai pasok mencakup aktivitas untuk menentukan: 1. Transportasi dari vendor. 2. Pemindahan uang secara kredit dan tunai. 3. Pergudangan dan tingkat persediaan. 4. Bank dan distributor. 5. Utang dan piutang usaha. 6. Pemenuhan pesanan. 7. Berbagai informasi pelanggan, prediksi, dan produksi Tujuannya adalah membangun sebuah rantai pasok yang memusatkan perhatian untuk memaksimalkan nilai bagi pelanggan. Perusahaan terus bekerja keras meningkatkan daya saing melalui penyesuaian produk, kualitas, pengurangan biaya, dan kecepatan pengiriman produk ke pasar. Kunci bagi manajemen rantai pasok yang efektif adalah menjadikan pemasok sebagai “mitra” dalam strategi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang selalu berubah. Istilah rantai nilai (value chain) juga dikenal dalam manajemen rantai pasok. Rantai nilai adalah keseluruhan rangkaian kegiatan kerja organisasi yang 5
menambahkan nilai ke tiap langkah yang berawal dari pemrosesan bahan mentah dan berakhir dengan barang jadi di tangan pengguna akhir (Tunggal, 2009). Sasaran manajemen rantai nilai adalah terciptanya strategi rantai nilai yang memenuhi atau bahkan melampaui kebutuhan dan keinginan pelanggan serta memudahkan integrasi penuh dan tanpa batas antar-anggota perusahaan. Menurut Lee et al. (2007), rantai nilai yang baik adalah yang urutan pesertanya bekerja sama sebagai tim menambahkan komponen nilai ke seluruh proses. Ketika nilai diciptakan bagi konsumen serta kebutuhan dan keinginan pelanggan terpuaskan, setiap pihak di sepanjang rantai akan memperoleh manfaat. Ketika pengalaman perusahaan di manajemen rantai nilai semakin intensif dan semakin baik, akan terjalin juga hubungan baik dengan pelanggan, yang akhirnya membayar penuh semua mitra di rantai nilai. Menurut Bowon (2005),
terdapat
permasalahan
yang merumitkan
pengembangan rantai pasok yang efisien dan terintegrasi. Permasalahan pertama adalah lot besar yang cenderung mengurangi biaya per unit. Manajer logistik ingin mengirimkan lot dalam jumlah besar, sedangkan manajer produksi ingin produksi berjalan jangka panjang. Dampak dari kedua hal ini adalah penurunan biaya per unit namun gagal menunjukkan penjualan yang nyata. Permasalahan kedua adalah optimasi lokal. Anggota rantai pasok harus memusatkan perhatian untuk memaksimalkan keuntungan lokal atau meminimalkan biaya langsung berdasarkan pada pengetahuan mereka yang terbatas. Sedikit kenaikan permintaan biasanya diatasi secara berlebihan karena tidak ada seorang pun yang ingin mengalami kekosongan persediaan. Sama halnya ketika sedikit penurunan permintaan yang biasanya diatasi secara berlebihan karena tidak ada seorang pun yang ingin memiliki persediaan berlebihan. Akibatnya proses distribusi terkadang tidak berjalan dengan baik dan efisien. Sebuah sistem pasokan yang berfungsi dengan baik perlu didasarkan pada informasi yang akurat tentang berapa banyak produk yang sebenarnya sedang ditarik melalui rantai tersebut. Informasi yang tidak akurat akan mengakibatkan penyimpangan, fluktuasi dalam rantai pasok, dan menjadi penyebab efek bullwhip. Efek bullwhip yaitu efek yang terjadi ketika pasanan dialirkan mulai dari pengecer, grosir, dan produsen dengan fluktuasi yang meningkat di setiap langkah dalam 6
urutan rantai pasok. Fluktuasi ini meningkatkan biaya yang terkait dengan persediaan, transportasi, pengiriman, dan penerimaan. Akibatnya, fluktuasi ini menurunkan keuntungan dan pelayanan bagi pelanggan (Tunggal, 2009). Menurut Chopra dan Meindl (2007), sebuah tipe rantai pasok dapat melibatkan beragam tahap. Pada umumnya, tahap-tahap rantai pasok meliputi : 1. Customers (konsumen). 2. Retailers (toko-toko ritel). 3. Wholesalers / distributors (pedagang besar / distributor). 4. Manufactures (perusahaan manufaktur). 5. Component / raw materials suppliers (pemasok komponen / bahan baku).
D. KINERJA RANTAI PASOK Semua fungsi bisnis membutuhkan sistem pengukuran yang akan mempengaruhi kebiasaan dan kemajuan kinerja rantai pasok. Sistem pengukuran dan evaluasi kinerja rantai pasok terdiri dari berbagai macam variasi yang dibagi menjadi dua kategori, yaitu efektivitas dan efisiensi. Efektivitas mengacu pada sejauh mana manajemen mampu mencapai tujuan atau standar yang telah ditetapkan setelah memilih suatu rangkaian tindakan sebelumnya. Efisiensi mengacu pada hubungan antara pengorbanan yang telah diperkirakan dengan pengorbanan aktual yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan yang telah disepakati sebelumnya. Ukuran efisiensi biasanya mengaitkan input dengan output kinerja (Monczka et al.,2002). Menurut Monczka et al. (2002), pengukuran kinerja rantai pasok perlu dilakukan. Adapun alasan perlu dilakukannya pengukuran adalah sebagai berikut : 1. Membantu pembuatan keputusan yang lebih baik. Pengukuran dapat mengarah pada keputusan yang lebih baik dengan cara membuat kinerja dah hasil menjadi visible. Pengembangan rencana peningkatan kinerja rantai pasok akan sulit apabila area dimana kinerja turun atau jatuh tidak diketahui. Pengukuran yang teratur akan menyediakan rekaman kinerja rantai pasok dan secara langsung akan mendukung aktivitas pengambilan keputusan oleh manajemen.
7
2. Mendukung terciptanya komunikasi yang lebih baik. Pengukuran kinerja dapat menghasilkan hubungan komunikasi yang lebih baik bagi setiap anggota di rantai, yaitu komunikasi antar departemen perusahaan, komunikasi antara perusahaan dengan suplier, dan komunikasi antara departemen dengan manajemen atas (executive). 3. Menyediakan umpan balik kinerja (performance feedback). Pengukuran menyediakan peluang untuk umpan balik kinerja, yang membantu pencegahan atau koreksi masalah-masalah yang teridentifikasi saat proses pengukuran kinerja. Umpan balik juga memberi pengetahuan mengenai seberapa bagus pembeli, tim, atau suplier apakah kinerjanya sesuai atau tidak.
E. SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCES (SCOR) SCOR (Supply Chain Operations Reference) adalah suatu model referensi proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai Pasok (Supply chain Councill) sebagai alat diagnosa (diagnostic tool) manajemen rantai pasok. SCOR dapat digunakan untuk mengukur performa rantai pasok perusahaan, meningkatkan kinerjanya, dan mengkomunikasikan kepada pihak-pihak yang terlibat didalamnya. SCOR merupakan alat manajemen yang mencakup semua pelaku, mulai dari pemasoknya pemasok, hingga ke konsumennya konsumen. Cakupan (ruang lingkup) metode SCOR tersebut disajikan pada Gambar 2 (Supply Chain Council, 2006).
Gambar 2. Ruang lingkup proses-proses SCOR
Metode SCOR merupakan suatu metode sistematis yang mengkombinasikan elemen-elemen seperti; teknis bisnis, patok duga, dan praktek terbaik (best practices) untuk diterapkan dalam rantai pasok. Kombinasi dari elemen-elemen tersebut 8
diwujudkan ke dalam suatu kerangka kerja yang komprehensif sebagai referensi untuk meningkatkan kinerja manejemen rantai pasok perusahaan tertentu (Supply Chain Council, 2006). Sebagai sebuah model referensi, maka pada dasarnya model SCOR didasarkan pada tiga pilar utama, yaitu: 1. Pemodelan proses: Referensi untuk memodelkan suatu proses rantai pasok agar lebih mudah diterjemahkan dan dianalisis. 2. Pengukuran performa: Referensi untuk mengukur performa suatu rantai pasok perusahaan sebagai standar pengukuran. 3. Penerapan best practicess (praktek-praktek tebaik): Referensi untuk menentukan best practicess yang dibutuhkan oleh perusahaan.
F. ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan teori umum mengenai pengukuran. AHP digunakan untuk menurunkan skala rasio dari beberapa perbandingan berpasangan yang bersifat diskrit maupun kontinu. Perbandingan berpasangan tersebut dapat diperoleh melalui pengukuran aktual maupun pengukuran relatif dari derajat kesukaan, kepentingan, atau perasaan. Dengan demikian metode ini sangat berguna untuk membantu mendapatkan skala rasio dari hal-hal yang semula sulit diukur seperti pendapat, perasaan, dan kepercayaan (Coyle, 2004). Menurut Saaty (1993), dalam metode AHP terdapat kerangka kerja yang terdiri dari delapan langkah utama, yaitu: 1. Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang diinginkan. Hal yang perlu diperhitungkan dalam langkah ini adalah penguasaan masalah secara mendalam. 2. Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Hirarki merupakan abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar komponen dan dampaknya terhadap sistem. Abstraksi ini mempunyai bentuk yang saling berkaitan, tersusun dari sasaran utama, sub-sub tujuan, faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi sub-sub sistem tujuan tersebut, pelaku-pelaku yang memberi dorongan, tujuan-tujuan pelaku dan akhirnya ke alternatif strategi, pilihan atau skenario. 9
3. Menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan dimulai dari puncak hirarki, yang merupakan dasar untuk melakukan perbandingan antar unsur yang terkait dibawahnya. Pembandingan berpasangan pertama dilakukan pada unsur tingkat kedua terhadap fokus yang ada di puncak hirarki. Menurut perjanjian, unsur yang berada di sebelah kiri diperiksa perihal dominasi atas yang disebelah kanan suatu elemen. 4. Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil melakukan perbandingan berpasangan antar unsur pada langkah ketiga. Setelah matriks perbandingan
berpasangan
antar
unsur
dibuat,
dilakukan
perbandingan
berpasangan antar setiap unsur pada kolom ke-i dengan setiap unsur pada baris ke-j. Untuk mengisi matriks banding berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 1. Angka-angka yang tertera menggambarkan relatif pentingnya suatu unsur dibanding unsur lainnya sehubungan dengan sifat atau kriteria tertentu. Tabel 1. Nilai Skala Banding Intensitas
Definisi
Penjelasan
Kedua unsur sama pentingnya
Dua unsur menyumbang sama besar
Pentingnya 1
pada sifat tersebut 3
5
Unsur yang satu sedikit lebih
Pengalaman dan pertimbangan
penting daripada unsur yang
menyokong satu unsur atas unsur
lainnya
lainnya
Unsur yang satu lebih penting
Pengalaman dan pertimbangan
daripada unsur yang lainnya
menyokong dengan kuat satu unsur atas unsur lainnya
7
9
Unsur yang satu jelas lebih penting
Satu unsur disokong dengan kuat dan
daripada unsur yang lainnya
dominannya telah terlihat dalam praktek
Unsur yang satu mutlak lebih
Bukti yang menyokong unsur yang satu
penting dari unsur yang lainnya
atas unsur yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi
2, 4, 6, 8
Kebalikan
Nilai-nilai diantara dua
Kompromi diperhatikan diantara kedua
pertimbangan yang berdekatan
pertimbangan
Jika untuk aktivitas i mendapat suatu angka bila dibandingkan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
10
5. Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama. Angka 1-9 digunakan bila Fi lebih mendominasi sifat fokus hirarki dibandingkan Fj. Sedangkan bila Fi kurang mendominasi sifat fokus hirarki dibandingkan Fj, maka digunakan angka kebalikannya. 6. Melaksanakan langkah 3, 4, dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hirarki tersebut. Pembandingan dilanjutkan untuk semua unsur pada setiap tingkat keputusan yang terdapat pada hirarki berkenaan dengan kriteria unsur diatasnya. Matriks pembandingan individu dibedakan menjadi Matriks Pendapat Individu (MPI) dan Matriks Pendapat Gabungan (MPG). MPI adalah matriks hasil pembandingan yang dilakukan individu. MPI memiliki unsur yang disimbolkan dengan aij, yaitu unsur dalam matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j. MPG adalah susunan matriks baru yang unsur Gij berasal dari rataan geometrik pendapatpendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10% dan setiap unsur pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik. Rumus matematika yang digunakan untuk memperoleh rataan geometrik adalah
Gij =
Gij = unsur MPG baris ke-i kolom ke-j = unsur baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke-k m
= jumlah MPI yang memenuhi persyaratan = perkalian dari unsur k = 1 sampai k = n = akar pangkat m
7. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas. Menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan vektor-vektor prioritas tersebut dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya, dan seterusnya. 8. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hirarki. Langkah ini dilakukan dengan mengalikan setiap indeks inkonsistensi dengan prioritas-prioritas kinerja yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan 11
sejenis yang menggunakan inkonsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Nilai dari indeks random dapat dilihat pada Tabel 2. Untuk memperoleh hasil yang baik, maka rasio inkonsistensi hirarki harus bernilai kurang dari atau sama dengan 10%. Jika rasio inkonsistensi mempunyai nilai lebih besar dari 10%, maka mutu informasi harus ditinjau kembali dan diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki pertanyaan, melakukan pengisian ulang kuisioner, dan lebih mengarahkan responden dalam mengisi kuisioner.
Tabel 2. Daftar Nilai Indeks Random Ordo Matriks (n)
Indeks Random (RI)
1
0
2
0
3
0,58
4
0,90
5
1,12
6
1,24
7
1,32
8
1,41
9
1,45
10
1,19
11
1,51
12
1,48
13
1,56
14
1,57
15
1,59
Menurut Marimin (2004), penyelesaian perhitungan AHP dapat dilakukan dengan manipulasi matriks. Matriks akan diolah untuk menentukan bobot dari kriteria/faktor, yaitu dengan cara menentukan nilai eigen. Prosedur untuk mendapatkan nilai eigen adalah: 1. Kuadratkan matriks 2. Hitung jumlah dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi.
12
3. Hentikan proses ini, apabila perbedaan antara jumlah dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai batas tertentu (misalnya empat angka di belakang koma). 4. Menentukan nilai weighted sum vector, yaitu pengalian antara matrik perbandingan (n x n) dengan matrik eigen (1 x n). 5. Menentukan nilai consistency vector (p), yaitu rata-rata dari weighted sum vector dibagi dengan eigen. 6. Menentukan nilai consistency index, yang dapat dihitung dengan rumus: CI = (p – n) / (n – 1)
; n: baris atau kolom dalam matriks perbandingan
7. Menentukan nilai Consistency Ratio untuk mengetahui apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak. Rumusnya adalah: CR = CI / RI ; nilai RI berbeda-beda sesuai dengan ordo matriks (dapat dilihat pada Tabel 1.). 8. Melakukan proses 1 hingga 7 untuk menentukan nilai eigen dari setiap alternatif.
F. PENELITIAN TERDAHULU Syaiful (2008) dalam skripsinya yang berjudul Metode Permintaan Udang Beku Indonesia di Pasar Jepang menyebutkan volume permintaan udang di Jepang semakin hari semakin bertambah. Permintaan datang dari importir yang kemudian diikuti pedagang pengumpul, lalu didistribusikan kepada pedagang pengecer. Sistem promosi yang dilakukan antara lain melaui pameran internasional. Tercatat seribu expo telah dilakukan untuk menarik pedagang seafood. Tingkat penjualan komoditi seafood Indonesia melebihi US$ 100 juta. Hal ini menunjukkan adanya prospek yang bagus bagi ekonomi Indonesia, sehingga perlu dibuat sistem aliran yang dapat berjalan dengan lancar.
13
III. METODOLOGI PENILITIAN
A. KERANGKA PEMIKIRAN Komoditi
seafood
merupakan
komoditi
perikanan
yang
banyak
diperjualbelikan di masyarakat, baik dalam negeri maupun luar negeri. Potensi pengembangannya cukup besar sehingga perlu didukung dengan daya saing yang kuat pada mekanisme penerapan rantai pasoknya. Upaya meningkatan daya saing melalui pendekatan manajemen rantai pasok merupakan hal yang penting untuk dilakukan guna mengatasi permasalahan yang terjadi di lapangan seperti: 1. Aktivitas perdagangan yang kurang terpadu 2. Kerjasama perdagangan antar pelaku usaha yang belum sinergis 3. Penerapan rantai pasok yang tidak efisien sehingga kontinuitas persediaan menjadi kurang stabil. Pasokan bahan baku yang kontinu dapat meningkatkan daya saing perusahaan. Hal ini disebabkan konsumen dapat memperoleh produk kapanpun mereka membutuhkan atau menginginkan. Agar pasokan dapat mengalir dengan lancar, maka kerjasama yang baik dengan pemasok perlu dilakukan oleh perusahaan. Untuk mengetahui kinerja rantai pasok bahan baku, perlu dilakukan pengukuran kemudian membandingkannya dengan standar yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja dapat dilakukan secara deskriptif dan secara kuantitatif. Pengukuran kinerja secara deskriptif menjelaskan bagian-bagian penting yang harus dianalisis secara kualitatif dalam rantai pasok untuk mengetahui keadaannya. Identifikasi masalah dan perbaikannya dapat dilakukan dengan pengambilan keputusan dari studi literatur. Pengukuran kinerja secara kualitatif dilakukan dengan metode SCOR dan AHP. Metode SCOR mempermudah analisis berdasarkan faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kinerja rantai pasok. Selanjutnya pemberian nilai dapat dilakukan berdasarkan standar perusahaan. Sebagian atribut dalam metode SCOR masih bersifat kualitatif tetapi dapat diberi bobot berdasarkan tingkat kepentingan lalu mengagregasikannya, sehingga hasil yang diperoleh bersifat kuantitatif. Setelah diketahui nilai kinerja rantai pasok yang ada, dilakukan evaluasi apakah nilainya sudah sesuai atau masih di bawah standar penilaian kinerja pemasok. 14
Nilai atribut yang masih di bawah standar kemudian diperbaiki dengan memberikan usulan-usulan
perbaikan.
Perbaikan
ini
dilakukan
dengan
menggunakan
pertimbangan dari pihak-pihak terkait. Pemilihan alternatif dilakukan menggunakan metode AHP sehingga dari beberapa alternatif yang diberikan akan diperoleh satu alternatif terbaik. Selanjutnya dilakukan penerapan untuk mengetahui apakah alternatif tersebut dapat meningkatkan kinerja rantai pasok. Evaluasi dan perbaikan terus dilakukan untuk mempertahankan daya saing. Kerangka pemikiran konseptual dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Konseptual
B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat. Tempat pertama adalah PT. Kelola Mina Laut yang berlokasi di KIG (Kawasan Industri Gresik) Raya Selatan Kav. C5, Gresik. Tempat kedua adalah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong, Lamongan. Tempat ketiga adalah lokasi tambak udang yang ada di Gresik. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei hingga Juni 2010. 15
C. TAHAPAN PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap diawali dengan menentukan pokok permasalahan hingga menghasilkan kesimpulan. Tahapan-tahapan tersebut meliputi: 1. Identifikasi masalah Identifikasi masalah merupakan langkah pertama yang harus dilakukan saat penelitian berlangsung sehingga dapat mengangkat permasalahan secara jelas dan terarah. 2. Studi literatur Kajian literatur merupakan bagian dari studi yang bertujuan untuk mengumpulkan dan menganalisa data sekunder dari instansi terkait, hasil penelitian, jurnal, dan literatur lain. 3. Perumusan masalah Perumusan masalah menjabarkan kembali inti dari permasalahan yang teridentifikasi kemudian menuangkannya ke dalam satu lingkup permasalahan yang spesifik. 4. Perumusan tujuan penelitian Penentuan tujuan penelitian sebagai acuan untuk mengarahkan dan menentukan hasil akhir penelitian. 5. Pengumpulan data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data kualitatif dan data kuantitatif, baik yang berupa data primer maupun data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui proses wawancara, observasi langsung, dan kuisioner di PT. Kelola Mina Laut, TPI Brondong, dan lokasi tambak udang. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi literatur yang bersumber dari laporan yang dikeluarkan oleh PT. Kelola Mina Laut, jurnal dari website, buku-buku relevan, serta sumber-sumber lainnya. 6. Analisis deskriptif model rantai pasok Data primer dan sekunder yang telah berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif. Kerangka penyusunan bahasan diperoleh dari studi literatur sebelumnya. 16
7. Analisis peningkatan kinerja rantai pasok Hasil wawancara dengan responden ahli di PT. Kelola Mina Laut dan hasil analisa deskriptif rantai pasok dijadikan sebagai input dalam melakukan analisa peningkatan kinerja rantai pasok PT. Kelola Mina Laut dengan menggunakan metode SCOR dan AHP. 8. Menarik kesimpulan Hasil analisis model rantai pasok komoditi seafood serta hasil analisis peningkatan kinerja rantai pasok PT. Kelola Mina Laut secara keseluruhan kemudian dirangkum dalam bentuk kesimpulan dan saran. Skema tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Studi Pustaka dan Diskusi dengan Pembimbing
Penentuan Topik Penelitian
Penelusuran Kajian Permasalahan Penentuan Judul Penelitian Merancang Penelitian dan Pembuatan Proposal - Identifikasi kebutuhan data - Penentuan metode pengumpulan data - Penentuan metode analisis
Studi Pustaka
Penyetujuan Proposal Penelitian Pengumpulan Data : Data Primer (Pengamatan, Wawancara, dan Kuisioer) Data Sekunder (Data Instansi, Lembaga, dan Perusahaan) Analisis Data : - Analisis Deskriptif - Analisis Kinerja SCM (SCOR)
Studi Pustaka
Pembahasan Analisis Penelitian Perumusan Kesimpulan Penelitian dan Rekomendasi SELESAI Gambar 4. Skema Tahapan Penelitian
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. MODEL RANTAI PASOK KOMODITI SEAFOOD Model rantai pasok seafood dibahas berdasarkan kerangka pengembangan rantai pasok yang dimulai dari aspek struktur rantai, aspek manajemen rantai, dan aspek sumber daya rantai. Selanjutnya dilakukan pengukuran kinerja rantai untuk mengetahui kesesuaian kinerja rantai dengan harapan. 1. Struktur Rantai a. Anggota Rantai dan Aliran Komoditi Rantai pasok ikan kakap dan udang yang berasal dari satu nelayan atau petambak terkadang memiliki alur distribusi yang berbeda. Perbedaan ini mulai timbul setelah komoditi diterima oleh pengumpul yang membedakan komoditi berdasarkan kualitasnya. Komoditi yang memiliki kualitas bagus, akan dipasok ke perusahaan manufaktur yang produk akhirnya dijadikan komoditi ekspor. Komoditi yang memiliki kualitas sedang hingga rendah, biasanya langsung dijual ke pasar-pasar tradisional. Anggota rantai pasok dimulai dari nelayan yang memiliki fungsi sebagai penyedia bahan baku (raw material). Nelayan melakukan penangkapan di laut lepas untuk memperoleh komoditi ikan kakap. Kualifikasi nelayan yang melakukan penangkapan dapat dibedakan berdasarkan kapasitas tangkap nelayan tersebut. Hasil tangkapan nelayan kecil umumnya kurang dari 100 kilogram dalam sekali melaut, sedangkan kapasitas tangkap nelayan besar dalam sekali melaut dapat mencapai lima ton. Pembagian jenis nelayan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pembagian Jenis Nelayan Jenis
Kendaraan
Kapasitas
Nelayan
Tangkap
Tangkap
Tujuan penjualan
Kecil
Perahu
< 100 kg
Nelayan Sedang / Besar
Sedang
Kapal Sewa
3-5 ton
Pemasok (Pemberi Modal)
Besar
Kapal Pribadi
3-5 ton
Pemasok
18
Ikan yang dibawa nelayan ke pelabuhan kemudian di lelang ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Para pengumpul akan berebut dengan peminat lainnya untuk memperoleh ikan yang ditawarkan nelayan. Berdasarkan pengamatan di TPI Brondong, sekitar 70-80 persen nelayan diberi modal oleh pengumpul berupa penyediaan kapal dan kebutuhan pelayaran agar nelayan tersebut menjual hasil tangkapannya kepada pemberi modal. Pengumpul besar biasanya telah dikenal di suatu TPI. Terdapat empat pengumpul besar di TPI Brondong yang masing-masing menjual ikannya hanya ke satu perusahaan. Ikan yang tidak dibeli oleh pengumpul besar biasanya dijual di pasar ikan di sekitar TPI atau diambil oleh pengumpul lain yang akan mengirimnya ke pasar tradisional. Ikan yang telah dibeli oleh pengumpul kemudian dikirim ke perusahaan pengolah ikan. Pengumpul bekerjasama dengan perusahaan jasa transportasi untuk mengirim ikan ke PT. Kelola Mina Laut. Selanjutnya ikan mengalami proses produksi di PT. Kelola Mina Laut. Lebih dari 90 persen produk PT. Kelola Mina Laut dijual ke luar negeri. Pembeli dari luar negeri merupakan importir yang memesan barang dalam jumlah besar. Pembeli luar negeri biasanya membeli lebih dari satu jenis produk. Masing-masing pembeli juga telah menetapkan spesifikasi produk maupun kemasan yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Model rantai pasok ikan kakap dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Model Rantai Pasok Ikan kakap 19
Model rantai pasok udang berbeda dengan model rantai pasok ikan kakap pada bagian hulu, yaitu dari nelayan hingga ke perusahaan. Selebihnya, perusahaan menawarkan udang seperti produk seafood lain yang diproses oleh PT. Kelola Mina Laut. Ditinjau dari aspek cara memperoleh bahan bakunya, cara memperoleh udang berbeda dengan cara memperoleh ikan kakap. Ikan kakap diperoleh melalui penangkapan langsung di laut, sedangkan udang diperoleh melalui budidaya tambak. Bahan baku udang memang tersedia bebas di alam sehingga dapat langsung ditangkap tetapi volumenya tidak akan sebanyak hasil budidaya. Petambak udang yang menyuplai bahan baku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu petambak tradisional dan petambak intensif (pembagiannya dapat dilihat dalam Tabel 4. Petambak tradisional mengolah lahan tambaknya secara sederhana mengikuti musim yang ada, sehingga produksi tidak bisa dilakukan secara terus-menerus. Petambak tradisional biasanya melakukan pengurasan serta pembalikan lahan pada bulan September hingga Desember. Hal ini dilakukan agar nutrisi yang ada dapat memenuhi kebutuhan pembiakan selanjutnya. Kelebihan sistem tradisional ini adalah biaya produksi yang digunakan murah dan pengolahan yang sederhana. Namun udang yang dihasilkan dari tambak tradisional rawan penyakit dan biasanya berukuran kecil. Lain halnya dengan sistem tambak intensif yang menghasilkan udang dengan ukuran besar dan sehat, serta dapat dipanen setiap saat. Kelemahan tambak intensif adalah biaya pemeliharaannya yang cenderung tinggi.
Tabel 4. Pembagian Jenis Petambak Jenis Petambak
Manajemen
Kapasitas Produksi
Tujuan penjualan
Tradisional
Sederhana
< 100 kg
Pengumpul (Pemasok)
Intensif
Profesional
3-5 ton
Perusahaan
Udang yang dipanen dari tambak tradisional kuantitasnya sedikit sehingga dikumpulkan terlebih dahulu oleh pengumpul (pemasok) sebelum
20
dikirim ke perusahaan. Hal ini dikarenakan perusahaan menetapkan batas volume minimal dan kontinuitas pengiriman bagi pemasok bahan baku. Pemasok mengumpulkan udang hasil panen tambak tradisional yang berbeda-beda ukurannya. Pemasok biasanya kurang selektif melakukan pemisahan udang yang berbeda ukuran ini, sehingga perusahaan terkadang memperoleh udang dengan size yang berbeda dengan yang dikatakan pemasok. Lain halnya dengan udang yang dipanen dari tambak intensif. Tambak intensif dikelola oleh manajemen yang profesional dan mampu memanen udang dalam jumlah besar dalam satu kali panen, sehingga tidak memerlukan pengumpul atau pemasok dalam bekerjasama dengan perusahaan. Petambak tradisional yang bekerjasama dengan PT. Kelola Mina Laut sebagian besar berasal dari daerah sekitar lokasi perusahaan, yaitu Gresik, Lamongan, dan Sidoarjo. Adapula petambak lain yang menyuplai udang ke PT. Kelola Mina Laut antara lain mulai dari daerah Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, daerah Jawa Timur lain seperti Banyuwangi, dan daerah Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Pengiriman dari daerah yang dekat menggunakan mobil bak terbuka, sedangkan pengiriman dari daerah yang waktu transportasinya lebih dari lima jam menggunakan truk. Udang yang sampai di pabrik kemudian diolah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh pabrik. Selanjutnya, perusahaan mengirim produk kepada pembeli yang sebelumnya telah melakukan pemesanan. Udang dikirim ke pembeli yang sebagian besar berada di luar negeri lalu di jual melalui retailler kepada konsumen akhir. Untuk pasar domestik, PT. Kelola Mina Laut menyediakan factory outlet atau outlet resmi perusahaan yang menjual produk olahan PT. Kelola Mina Laut dengan brand “mina mart”. Sebagian besar produk yang dijual adalah produk olahan seperti nugget ikan dan bakso ikan. Selain itu, outlet juga menyediakan produk ekspor bagi masyarakat menengah keatas. Produk berkualitas ekspor tersebut antara lain udang beku dan fillet ikan. Model rantai pasok udang dapat dilihat pada Gambar 6.
21
Gambar 6. Model Rantai Pasok Udang
b. Entitas Rantai Pasok 1. Produk Ikan kakap dan udang merupakan komoditi laut yang dapat diolah menjadi berbagai macam produk pangan. Kelemahan komoditi ini adalah sifatnya yang mudah rusak, sehingga produk beku lebih diutamakan dalam perdagangan internasional. Ikan kakap umumnya disukai dalam bentuk fillet, yaitu lembaran daging dari salah satu sisi ikan yang bebas dari tulang. Adapula produk yang masih berupa ikan utuh yang hanya di bersihkan sisiknya serta dibuang insang dan ususnya. Spesifikasi produk ikan kakap dan udang disesuaikan dengan permintaan pembeli. Berbagai jenis produk hasil olahan ikan kakap dan udang dapat dilihat pada Tabel 5. Semua produk yang dijual oleh PT. Kelola Mina Laut memiliki kualitas yang baik dan mampu menembus pasar internasional. Produk-produk tersebut diproses secara higienis sehingga kebersihannya terjaga. Mutu selalu menjadi perhatian PT. Kelola Mina Laut, oleh karena itu setiap bahan yang telah melewati satu tahap, akan diperiksa sebelum masuk ke tahap selanjutnya.
22
Tabel 5. Produk Hasil Olahan Ikan Kakap dan Udang Komoditi
Produk Fillet Skin On
Keterangan Fillet ikan kakap dengan kulit yang masih menempel
Ikan Kakap
Fillet Skin Less
Fillet ikan kakap tanpa kulit
WGGS
Ikan kakap utuh (di ambil isi perut, sisik, dan insang)
WGS
Ikan kakap utuh (di ambil isi perut dan sisik)
Fillet (Smoked)
Fillet ikan kakap diasap dengan karbon
Cooked
Peeled Udang tanpa kepala yang dikupas kulitnya,
Tail On (CPTO)
diambil ususnya, lalu dimasak (menggunakan uap). 1 ruas kulit terakhir dan ekor masih utuh.
Peeled Deveined Udang tanpa kepala yang dikupas kulitnya, Tail On (PDTO)
diambil ususnya, tanpa dimasak. 1 ruas kulit terakhir dan ekor masih utuh.
Udang
Peeled
Udang tanpa kepala yang dikupas seluruh
Undeveined
kulitnya tanpa dimasak.
(PUD) Easy Peel
Udang tanpa kepala yang kulitnya utuh, hanya diambil ususnya.
Cooked
Peeled Udang tanpa kepala yang dikupas seluruh
Undeveined
kulitnya dan dimasak (menggunakan uap).
(CPUD) Head On
Udang yang masih memiliki kepala, ditata rapi, lalu dibekukan.
Selama tahun 2009, rata-rata penjualan PT. Kelola Mina Laut untuk produk ikan kakap mencapai 105 ton per bulan. Sedangkan untuk produk udang, penjualan rata-ratanya mencapai 400 ton dalam satu bulan. Produk olahan udang yang paling banyak dipesan adalah CPTO, mencapai 70% dari total produk udang yang dihasilkan. Hasil samping seperti sisa daging yang menempel di duri ikan, sisa daging ikan yang pemotongannya kurang rapi, kepala ikan kakap, duri ikan, kulit ikan, kulit udang, dan kepala udang dapat digunakan untuk produk lokal 23
atau dijual ke penadah yang selanjutnya dapat diolah menjadi pakan ternak. Pemanfaatan hasil samping komoditi ikan kakap dan udang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Produk Olahan Hasil Samping Ikan Kakap dan Udang Komoditi
Ikan Kakap
Udang
Hasil Samping
Hasil Olahan
Kepala kakap
Pakan ternak, masakan khas daerah.
Daging sisa
Surimi, pakan ternak
Duri
Pakan ternak
Kulit
Pakan Ternak, kerupuk kulit ikan
Isi perut dan insang
Pakan ternak
Kepala udang
Pakan ternak, penyedap masakan (terasi)
Kulit udang
Pakan ternak
2. Pasar Secara volume, lebih dari 90% produk ikan kakap dan udang yang diproduksi PT. Kelola Mina Laut dijual ke mancanegara. Tujuan utamanya adalah Amerika Serikat. Adapun negara lain yang menjadi tujuan penjualan kedua produk ini adalah Eropa, Asia (Jepang, Korea, Cina), Timur Tengah, Australia, Selandia Baru, dan negara-negara di Afrika. Sebagian besar dari pembeli akan menjual komoditinya ke supermarket atau toko ritel. Konsumsi masyarakat di negara-negara tersebut akan produk perikanan laut sangatlah tinggi, sehingga terkadang permintaan dari pembeli tidak dapat dipenuhi oleh PT. Kelola Mina Laut. Negara-negara yang menjadi tujuan penjualan produk ikan kakap dan udang PT. Kelola Mina Laut dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Negara Tujuan Ekspor PT. Kelola Mina Laut 24
PT. Kelola Mina Laut juga memiliki pasar di dalam negeri. Kota-kota besar di Pulau Sumatera hingga Pulau Papua menjadi tujuan penjualan produk. Beberapa diantaranya adalah Medan, Lampung, Jakarta, Semarang, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, dan Makasar. Pasar dalam negeri PT. Kelola Mina Laut dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Pasar Dalam Negeri PT. Kelola Mina Laut
3. Pihak Pendukung Pihak pendukung merupakan pihak yang mendukung kelancaran distribusi bahan baku ataupun produk dalam rantai pasok. Pihak pendukung yang terlibat dalam rantai pasok komoditi dan produk seafood antara lain perusahaan jasa transportasi, perusahaan es, perusahaan pemroduksi kemasan, perusahaan jasa kontainer, dan pemerintah. Fungsi pemerintah, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) berwenang memberikan regulasi dan izin pelayaran bagi nelayan sehingga sumber daya perikanan laut terjamin kelestariannya. Kerja sama antara anggota rantai pasok dengan pihak pendukung terkait sangat dibutuhkan agar dicapai titik temu antar semua pihak dan proses bisnis dapat berjalan dengan baik.
4. Situasi Persaingan Permintaan pasar global akan produk seafood sangat tinggi. Sebagian besar permintaan datang dari Amerika Serikat dan Eropa. Selama tahun 2008, 25
tercatat permintaan negara-negara di Eropa untuk produk udang mencapai 650.000 ton. Importir terbesar adalah Spanyol, Perancis, dan Denmark dengan kuantitas impor masing-masing negara lebih dari
90.000 ton
pertahun. Volume impor Spanyol akan produk tersebut melampaui 100.000 ton pada tahun 2008 (Boisset, 2009). Jumlah produk udang dari Indonesia yang diekspor ke pasar Eropa berada di kisaran 20.000 ton/tahun. Secara persentasi, Indonesia hanya memasok 6% dari seluruh permintaan. Indonesia bersaing dengan negara Asia lainnya seperti India, Thailand, Cina, serta negara-negara Amerika latin Ekuador, Argentina, dan Kolombia yang menjadi pemasok besar produk udang ke Eropa (Boisset, 2009). Kondisi tersebut menjadi sebuah tantangan bagi perusahaan pengekspor produk seafood yang ada di Indonesia. Pengetahuan akan sifat dan karakteristik bahan baku, pengolahan yang sesuai standar, serta manajemen usaha yang baik perlu ditingkatkan untuk mendapat kepercayaan dari pembeli. Komoditi perikanan laut pada dasarnya adalah sumber daya yang melimpah dan dapat diambil dengan mudah. Kondisi ini didukung letak geografis Indonesia yang membuatnya kaya akan sumber daya bahari. Namun hal ini tidak berarti mudah untuk mengelola bisnis di bidang perikanan laut. Salah satu karakter ikan yang paling mencolok adalah mudah rusak sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap (amis). Kondisi mudah rusak ini juga membuat ikan semakin mudah tercemar oleh mikroba yang mungkin berbahaya bagi manusia. Perusahaan yang mampu menjaga cold chain-nya serta memenuhi syarat keamanan pangan yang berlaku, maka perusahaan tersebut sudah memperoleh nilai tambah bagi pembeli di luar negeri. Faktor lainnya adalah pelayanan dari perusahaan dalam melakukan proses bisnis. Pembeli tentunya menginginkan pasokan produk yang kontinu (terus-menerus). Kapanpun mereka butuh, perusahaan dapat memenuhinya. Selain itu, ketepatan spesifikasi juga menjadi perhatian. Hal terakhir yang menjadi perhatian
26
adalah ketepatan waktu. Perusahaan yang mampu menerapkan semua hal diatas dalam proses bisnisnya, berpeluang untuk memenangkan persaingan.
c. Kemitraan Salah satu faktor yang dapat membantu perusahaan memenangkan persaingan adalah mampu memberi pasokan kepada pembeli secara terusmenerus (kontinu). Ada berbagai macam kebijakan yang dapat ditempuh oleh PT. Kelola Mina Laut untuk membuat faktor ini terpenuhi. Misalnya bersaing dengan cara menawarkan harga tinggi kepada petambak atau pemasok sehingga mereka memberikan udang atau ikannya kepada PT. Kelola Mina Laut. Cara ini memang sepintas terkesan ampuh untuk memperoleh pasokan yang kontinu, namun apabila PT. Kelola Mina Laut menerapkan cara ini terusmenerus, PT. Kelola Mina Laut akan kalah di bidang efisiensi karena akan banyak uang yang terkuras. Apabila kondisi udang atau ikan melimpah, petambak atau pemasok akan enggan menurunkan harga terlalu jauh dari harga normal yang telah ditetapkan, sehingga secara perlahan-lahan PT. Kelola Mina Laut akan kalah bersaing harga. Cara yang diterapkan PT. Kelola Mina Laut agar mampu menyediakan suplai secara kontinu adalah penerapan pola kemitraan dengan baik. Pola kemitraan yang baik akan membuat petambak atau pemasok loyal terhadap PT. Kelola Mina Laut. Ketika udang atau ikan sedang melimpah, PT. Kelola Mina Laut membeli semua ikan atau udang yang dikumpulkan pemasok dengan harga yang layak. Sebaliknya, ketika ikan sedikit, petambak atau pemasok biasanya juga bersedia untuk tidak menaikkan harga terlalu tinggi. Kondisi ini akan mengarah kepada suatu sistem ketika petambak atau pemasok hanya akan memasok udang atau ikan ke satu perusahaan saja, yaitu PT. Kelola Mina Laut.
2. Manajemen Rantai a. Pemilihan Mitra Manajemen rantai pasok yang baik akan membutuhkan kerjasama yang baik pula antar anggota rantainya. Masing-masing anggota akan saling 27
membutuhkan dan saling memberikan keuntungan satu sama lain. Bentuk kerjasama yang berbentuk kemitraan akan memberi kemudahan bagi pihakpihak yang terlibat dalam rantai pasok. Oleh karena itu, pemilihan mitra yang tepat akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi keberlangsungan bisnis perusahaan. PT. Kelola Mina Laut menetapkan beberapa kriteria bagi pemasok yang akan menjadi mitra dalam hal menyuplai bahan baku ke perusahaan. Berikut adalah kriteria pemilihan pemasok berdasarkan prioritas: 1. Kemampuan finansial yang baik. Kriteria yang paling utama adalah kemampuan finansial yang baik. Produk ekspor yang dikirim perusahaan ke negara tujuan, biasanya tiba di tempat setelah hampir satu bulan setelah waktu pengiriman. Setelah produk sampai kepada pembeli, pembeli melakukan pengecekan terkait spesifikasi serta mutu produk yang dikirim. Setelah itu pembeli membayar kepada perusahaan melalui bank. Sistem ini secara tidak langsung mendorong perusahaan melakukan penundaan pembayaran terhadap bahan baku yang dikirim oleh pemasok. Namun rentan waktunya tidak mencapai satu bulan, biasanya dua pekan setelah perusahaan menerima bahan baku ikan. Kondisi tersebut tentunya membuat petambak atau pemasok mengalami kesulitan apabila tidak memiliki kemampuan finansial yang cukup baik. Hal lain yang menjadi pertimbangan pemasok adalah nelayan yang meminta pembayaran tunai untuk pembelian ikan tangkapannya. Semakin kuat kemampuan finansial pemasok, maka perusahaan akan memberi nilai lebih terhadap pemasok tersebut sebagai mitra. 2. Fleksibilitas dalam Penentuan Harga Kriteria kedua adalah fleksibilitas dalam penentuan harga. Bisnis seafood merupakan bisnis yang terkadang sulit untuk diprediksi, terkait ketersediaan bahan baku yang berasal langsung dari alam. Ikan kakap yang merupakan hasil tangkapan langsung dari laut, membuat volume penangkapan tidak dapat dipastikan. Selain itu, bisnis ekspor merupakan bisnis yang mengacu pada perubahan nilai tukar mata uang. Nilai mata uang rupiah yang cenderung 28
tidak stabil membuat perusahaan tidak selalu mendapat laba. Kondisi ini tentu perlu didiskusikan dengan pemasok. Perusahaan mendapatkan uang dalam bentuk dolar dan melakukan pembayaran dalam bentuk rupiah. Keterbukaan dalam kemitraan akan sangat berguna untuk meminimalkan kerugian. 3. Kualitas Bahan Baku (Pasokan) Kriteria ketiga adalah kualitas. Terdapat berbagai pertimbangan mengapa
kualitas
ditempatkan
pada
kriteria
ketiga.
Salah
satu
pertimbangannya adalah proses penanganan yang berlangsung cepat. Pemahaman nelayan, petambak, pemasok, serta perusahaan dapat dikatakan sama terkait penanganan komoditi udang atau ikan kakap setelah dipanen atau
diangkat
dari
laut.
Nelayan
yang
melaut
biasanya
sudah
mempersiapkan box yang digunakan untuk menyimpan ikan yang telah ditangkap. Selain itu, nelayan juga mempersiapkan es untuk menjaga kesegaran ikan sehingga kondisi ikan ketika sampai di darat tetap terjaga. Setelah sampai di pelabuhan, nelayan yang sudah mencapai kesepakatan dengan pemasok segera memindahkan ikan-ikan yang telah mereka tangkap ke penampungan pemasok. Pemasok yang intensif melakukan komunikasi dengan perusahaan segera mengirim ikan yang telah dikumpulkannya dari nelayan ke pabrik untuk segera diproses. Proses perpindahan yang cepat ini membuat kualitas ikan terjaga, sehingga standar yang ditetapkan perusahaan dapat dipenuhi. Ada kalanya ikan yang masuk mengalami kerusakan. Kondisi ini membuat perusahaan malakukan negosiasi dengan pemasok. pilihan yang diberikan adalah ikan akan dikembalikan atau tetap dibeli perusahaan dengan harga yang rendah.
b. Kesepakatan Kontraktual Sistem bisnis yang baik adalah sistem bisnis yang memiliki fungsi optimal diantara pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Dalam rantai pasok
29
seafood ini, terdapat beberapa fungsi yang perlu ditangani oleh pihak-pihak yang kompeten. Dimulai dari nelayan yang melakukan penangkapan dengan metode dan aturan yang sesuai, sehingga hasil tangkapan dapat diterima perusahaan dan tidak melanggar undang-undang yang berlaku. Nelayan perlu melakukan kesepakatan dengan pihak yang memberi izin untuk menangkap ikan. Secara umum nelayan wajib memiliki kartu kapal dan izin penangkapan yang diterbitkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, sehingga terjadi kesepakatan kontraktual yang memiliki jangka waktu berlaku. Hubungan antara nelayan dengan pemasok sebagian besar belum terjadi kesepakatan kontraktual. Umumnya setiap nelayan menawarkan ikan hasil tangkapannya kepada semua pemasok yang sudah menanti di pelabuhan. Selain itu, ada juga nelayan yang memiliki keterikatan dengan pemasok. Biasanya, kondisi ini terjadi apabila pemasok memberi permodalan kepada nelayan untuk berlayar, dengan catatan ikan yang diperolehnya harus diberikan ke pemasok tersebut. Pemasok yang telah memperoleh ikan kemudian menawarkannya kepada perusahaan. Pemasok umumnya sudah mengetahui ikan apa saja yang diminati oleh perusahaan. Perusahaan tidak menerima semua jenis ikan, sehingga pemasok pun biasanya hanya membeli beberapa jenis ikan tertentu. Di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong, kabupaten Lamongan, pemasok besar biasanya hanya menyuplai ke satu perusahaan. Terdapat empat perusahaan besar yang bersaing untuk memperoleh ikan di TPI tersebut. Masing-masing perusahaan memiliki satu pemasok besar yang membeli ikan jenis tertentu. Sebagian besar ikan yang diperoleh di TPI ini adalah ikan kakap. Meskipun pemasok tampak begitu loyal ke perusahaan, tidak ada kesepakatan kontraktual yang terjadi antara kedua belah pihak, yaitu perusahaan dengan pemasok. Ikatan kepercayaan menjadi modal utama keberlangsungan kerjasama ini. PT. Kelola Mina Laut akan membantu apabila pemasok mengalami kesulitan finansial serta mengajak pemasok untuk berunding bersama apabila
30
keduanya belum menemui kecocokan harga. Hal inilah yang membuat kesetiaan timbul meskipun tidak ada kesepakatan kontraktual. Kesepakatan kontraktual pada dasarnya membantu kinerja masingmasing pihak. Adanya kesepakatan kontraktual akan membuat masing-masing pihak dapat menjalankan fungsinya dan saling bekerja sama dengan baik. Untuk komoditi udang, terjadi kesepakatan antara pemasok dengan perusahaan. Komoditi udang yang sebagian besar berasal dari tambak dapat dipantau perkembangannya, sehingga perusahaan dapat menentukan spesifikasi udang yang ingin dibelinya. Di dalam kesepakatan antara pemasok dengan perusahaan, hal-hal yang tercantum antara lain: 1. Spesifikasi (jenis dan ukuran). 2. Jumlah (kuantitas). 3. Waktu kedatangan. 4. Harga. Beberapa aspek yang dapat dicapai melalui kerjasama tersebut antara lain: 1. Meningkatkan rantai nilai. Adanya kerjasama dalam hal kesepakatan kontraktual akan membuat keterbatasan yang dimiliki salah satu pihak ditutupi oleh pihak lain, sehingga hasil akhir yang diperoleh memiliki nilai jual yang lebih tinggi. 2. Meningkatkan jejaring pasar atau akses pasar. Artinya, semakin tinggi rantai nilai yang diperoleh, semakin luas pasar yang dapat dimasuki. 3. Menciptakan jaminan produksi dan pasokan dari mitra. Adanya kesepakatan kontraktual membuat mitra telah sepakat menyediakan barang sesuai dengan spesifikasi dan kapasitas yang telah ditentukan. 4. Mengakselerasi pertumbuhan bisnis. Keadaan pasokan yang stabil akan membuat kepercayaan perusahaan untuk menerima permintaan pembeli semakin tinggi. Hal ini secara langsung akan mengembangkan bisnis yang sudah ada.
31
c. Sistem Transaksi Sistem transaksi yang terjadi dalam rantai pasok seafood cukup bervariasi mulai dari hulu hingga hilir. Ikan yang ditangkap oleh nelayan di TPI Brondong dibagi berdasarkan jenis ikan. Selanjutnya nelayan memilih juru bicara, biasa disebut marketing, yang menjadi perantara antara nelayan dengan pemasok. Marketing adalah pihak luar nelayan yang akan memperoleh komisi dari hasil penjualan ikan kepada pemasok. Umumnya, seorang marketing bekerja untuk beberapa nelayan di tempat pelelangan. Marketing telah mengenal banyak pemasok dan mengetahui jenis ikan yang dibutuhkan masing-masing pemasok. Nelayan akan menghubungi marketing ketika nelayan menepi ke pelabuhan dan menginformasikan jenis ikan yang ditangkap. Marketing kemudian menghubungi pemasok yang membutuhkan jenis ikan yang ditangkap oleh nelayan tersebut. Pemasok tidak serta merta melakukan negosiasi saat itu juga. Pemasok biasanya menunggu nelayan membongkar kapalnya untuk mengetahui kualitas ikan yang ditangkap. Setelah itu, negosiasi terjadi antara pemasok dengan marketing. Apabila tercapai kesepakatan, pemasok biasanya melakukan pembayaran secara tunai (cash). Adakalanya pemasok mengalami kesulitan finansial. Namun hal ini bisa ditolerir oleh nelayan untuk menunda pembayaran dan membayar beberapa persen terlebih dahulu. Cara pembayaran yang terjadi antar anggota rantai pasok seafood dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Cara pembayaran yang terjadi antar anggota rantai pasok seafood Komoditi Ikan Kakap
Udang
Pihak yang Melakukan Transaksi
Pembayaran
Pemasok – Nelayan
Cash / Tunai
Perusahaan – Pemasok
2-3 minggu setelah penerimaan
Importir – Perusahaan
2-3 bulan setelah penerimaan
Pemasok – Petambak
Cash / Tunai
Perusahaan – Pemasok
2-3 minggu setelah penerimaan
Importir – Perusahaan
2-3 bulan setelah penerimaan
32
Dalam prakteknya, tidak semua nelayan menangkap ikan secara langsung. Terkadang nelayan besar membeli ikan dari nelayan kecil yang bermukim di pulau-pulau kecil sebelah utara pulau Jawa. Transaksi pembayaran antara pemasok dengan perusahaan terjadi secara kredit. Pada tahap ini, PT. Kelola Mina Laut melakukan pembayaran beberapa minggu (rata-rata dua minggu) setelah PT. Kelola Mina Laut menerima bahan baku dari pemasok. Jangka waktu ini tergolong sedang karena pada umumnya perusahaan lain melakukan hal serupa, bahkan ada yang mencapai tiga minggu – satu bulan. Hal ini sama sama seperti yang dilakukan perusahaan terhadap petambak intensif. Pembayaran kepada petambak intensif juga dilakukan sekitar dua minggu setelah bahan baku diterima.
d. Perencanaan Produksi Kondisi bahan baku yang bersifat musiman mendorong PT. Kelola Mina Laut untuk mengatur arus barang dengan baik. Pasokan bahan baku akan sangat melimpah pada kondisi musim ikan atau udang, dan terbatas pada kondisi tidak musim ikan atau udang. Hasil tangkap nelayan akan berkurang pada musim ikan bertelur. Selanjutnya, tangkapan akan melimpah empat hingga enam bulan selanjutnya setelah telur-telur ikan tersebut tumbuh menjadi ikan yang besar. Kondisi yang sama juga terjadi dalam pasokan bahan baku udang. Selama tahun 2009, dari 5.600 ton total pasokan udang PT. Kelola Mina Laut, 2.300 ton diantaranya berasal dari petambak tradisional. Nilai ini mencapai 40% dari total pasokan. Grafik penerimaan bahan baku udang PT Kelola Mina Laut di tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 9.
33
Gambar 9. Volume Penerimaan Udang PT. Kelola Mina Laut Tahun 2009
Berdasarkan Gambar 9 diatas, dapat diketahui bahwa pasokan udang selama bulan Juli hingga Agustus sangat banyak. Hal ini dikarenakan petambak tradisional melakukan panen raya sebelum melakukan pembalikan tambak. Pada saat ini, perusahaan memperoleh udang dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga normal pada bulan Januari hingga Mei. Tantangan bagi perusahaan adalah bagaimana mengolah semua bahan baku agar tidak terjadi kerugian akibat penurunan kualitas bahan baku karena tidak mendapat penanganan secara cepat. Karyawan produksi di PT. Kelola Mina Laut bekerja enam hari dalam satu pekan. Hal ini berarti hari kerja efektif dalam satu bulan adalah 28 hari. Selama Januari hingga Mei, rata-rata penerimaan bahan baku udang adalah 530 ton per bulan. Rata-rata bahan baku yang diolah dalam satu hari mencapai 19 ton. Kapasitas produksi normal PT. Kelola Mina Laut adalah 20 ton perhari. Selama bulan Juli hingga Agustus, penerimaan bahan baku rata-rata mencapai 25 ton perhari. Terkadang, udang yang diterima mencapai 30 ton dalam satu hari. Menghadapi situasi ini, PT. Kelola Mina Laut menerapkan kebijakan sistem lembur pada hari Minggu. Selain itu, bahan baku yang belum diolah
34
akan ditimbun dan dijaga dari kerusakan menggunakan tumpukan es. Maksimal jumlah penimbunan yang diperbolehkan adalah 5 ton perhari. Berdasarkan Gambar 9, dapat diketahui pula bahwa pasokan udang selama bulan September hingga Desember sangat sedikit. Hal ini disebabkan petambak tradisional melakukan pembalikan lahan tambak guna me-recover nutrisi tambak, sehingga pada penebaran selanjutnya udang dapat tumbuh dengan baik. Rata-rata penerimaan udang pada bulan tersebut adalah 11 ton dalam satu hari. PT. Kelola Mina Laut menerapkan kebijakan penggunaan karyawan borongan, yaitu menggaji karyawan berdasarkan perolehan kerja mereka (Rp/kg). Penerapan sistem ini mampu memberi efisiensi biaya, namun kelemahannya adalah perusahaan akan sering melepas dan merekrut karyawan sesuai kebutuhan produksi. Selain itu, perusahaan perlu memberikan pelatihan terhadap karyawan baru agar sistem produksi dapat berjalan dengan baik dan sesuai harapan.
e. Jaringan Bisnis Sebagai salah satu perusahaan besar yang bergerak di bidang ekspor produk seafood, PT. Kelola Mina Laut memiliki jaringan dengan banyak pemasok komoditi seafood dari berbagai daerah. PT. Kelola Mina Laut menerapkan kebijakan suplai dari cabang / unit yang tergabung dalam KML Group pada beberapa daerah. Misalnya untuk daerah Rembang, PT. Kelola Mina Laut Rembang turut menyuplai bahan baku dengan menjalankan fungsi sebagai pemasok juga. Contoh lainnya adalah penempatan seorang pekerja yang mengawasi dan mengarahkan pemasok di TPI setempat. Hal ini dilakukan guna mengkoordinasikan harga dan kepastian pengiriman ke perusahaan pengolah yang berada di Gresik ataupun di Sidoarjo. Kondisi tersebut terjadi di TPI Brondong, Lamongan. PT. Kelola Mina Laut juga menerapkan sistem outsourcing pada divisi ikan. Menurut Ekawati (2010), sistem outsourcing perlu dilakukan apabila pasokan bahan baku tidak memenuhi target penerimaan. PT. Kelola Mina Laut menerima produk setengah jadi melalui sistem outsourcing. Komoditi yang ditangkap dari laut tanpa diolah lebih lanjut langsung dibekukan lalu dikirim ke 35
PT. Kelola Mina Laut. Produk setengah jadi ini akan diolah menjadi produk yang siap untuk dijual.
f. Dukungan Kebijakan Instansi pemerintah merupakan pihak yang berwenang dalam menentukan kebijakan terkait perikanan dan budidaya. Lembaga pemerintah yang terkait langsung adalah Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP). DKP menetapkan kebijakan terkait daerah penangkapan, jenis ikan yang boleh ditangkap, serta regulasi mengenai alat tangkap yang digunakan. Nelayan yang mampu memenuhi persyaratan tersebut akan diberi izin untuk menangkap ikan. Ikan yang akan diolah oleh perusahaan manufaktur membutuhkan surat keterangan dari DKP sebelum produk hasil olahan ikan tersebut diekspor. Beberapa isi dari keterangan tersebut antara lain menyatakan bahwa ikan yang dijual tersebut ditangkap di perairan Indonesia. Penangkapan ikan tidak dilakukan secara ilegal karena dapat merusak lingkungan. Peran lain DKP adalah menyediakan sarana pelelangan ikan, sehingga penjualan ikan dari nelayan dapat dipusatkan di satu titik. Hal ini akan membuat pihak-pihak yang berkepentingan mudah menemukan dan memperoleh ikan yang dibutuhkan dalam volume yang besar. Situasi yang berbeda terjadi di pertambakan. DKP menentukan peraturan terkait batas pemberian antibiotik sehingga udang tidak tercemar bahan kimia berbahaya. Selain itu, DKP juga membantu dalam hal administrasi apabila ada perusahaan yang hendak mengekspor produk hasil olahan udang ke luar negeri. Peranan
lembaga
pemerintah
dianggap
masih
kurang
untuk
mendukung kinerja perusahaan. Adapun peran yang dapat membantu perusahaan adalah pendataan perolehan bahan baku, baik ikan maupun udang untuk tiap-tiap daerah. Pendataan ini perlu dilakukan secara kontinu sehingga perusahaan dapat memperoleh data terkini dan dapat lebih mudah dalam menetapkan kebijakan dan strategi untuk meningkatkan daya saing perusahaan. 36
3. Sumber Daya Rantai a. Fisik Sumber daya fisik yang termasuk dalam rantai pasok seafood meliputi lahan pertambakan, area perairan laut terbuka yang legal, kondisi jalan, sarana transportasi, sarana dan prasarana pengangkutan, serta infrastruktur lain seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pelabuhan perikanan, dan pelabuhan barang. Lahan pertambakan sangat dibutuhkan untuk budidaya udang. Lokasi pertambakan yang baik adalah tambak air payau yang dekat dengan laut. Di lokasi ini udang tumbuh dengan baik. Daerah pertambakan yang berpotensi meliputi daerah Lampung, Pulau Jawa, hingga Nusa Tenggara. Pada daerahdaerah tersebut tambak udang umumnya masih diolah secara tradisional. Namun secara kapasitas, tambak intensif lebih menghasilkan banyak udang dibandingkan tambak tradisional (Marindro, 2010). Sumberdaya selanjutnya adalah area perairan laut tempat nelayan menangkap ikan. Indonesia memiliki perairan laut yang luas tetapi tidak semua perairan laut tersebut dapat ditemukan ikan kakap. Berdasarkan ciri-ciri fisiknya, yaitu bertubuh ramping, sirip dan ekor seperti kipas, menunjukkan bahwa ikan kakap hidup di perairan yang tenang. Perairan tenang di Indonesia dapat ditemukan di Selat Malaka, Laut Jawa, dan Selat Makassar. Lain halnya dengan ikan yang hidup di perairan berarus deras (samudera) seperti ikan tuna. Ciri-ciri fisik tubuhnya antara lain runcing dan memiliki sirip serta ekor yang lancip. Ikan seperti ini hidup di daerah Samudera Hindia dan Samudera Pasifik hingga Kepulauan Maluku. Luasnya area ini membuat Indonesia menjadi negara yang melimpah akan bahan baku perikanan (Anonim, 2010). Kondisi jalan merupakan faktor penting yang perlu dioptimalkan agar aliran distribusi dapat berjalan dengan baik. Wilayah pengadaan PT. Kelola Mina Laut sebagian besar berada di jalur pantai utara jawa (pantura) seperti Jakarta, Cirebon, Rembang, Jepara, Tuban, Brondong hingga Banyuwangi. Adapun satu daerah yang menyuplai ikan arus deras seperti ikan tuna adalah daerah pantai selatan, yaitu Probolinggo. Berdasarkan asal pasokan bahan baku tersebut, jalan yang dilalui merupakan jalanan besar, yaitu jalan utama Pulau Jawa yang kondisinya dapat dikatakan baik. Keberadaan SPBU pada titik-titik 37
tertentu jalan yang dilalui kendaraan pengangkut juga mempengaruhi kelancaran pengiriman. Fungsinya adalah sebagai tempat pengisian bahan bakar kendaraan pengangkut bahan baku. Sarana transportasi yang tersedia dapat dikatakan layak. Mobil bak terbuka digunakan untuk mengirim komoditi dari daerah yang dekat seperti Brondong , Tuban, Gresik, dan Sidoarjo. Kapasitas angkut mobil bak terbuka ini mencapai dua ton. Ikan yang diangkut menggunakan mobil ini dijaga kesegarannya dengan menambahkan serpihan es untuk mencegah pertumbuhan mikroba. Sedangkan untuk pengangkutan udang, biasanya udang dimasukkan ke dalam tong yang didalamnya ditambahkan serpihan es lalu diangkut menggunakan mobil. Dari daerah tersebut, transportasi biasanya membutuhkan waktu satu sampai dua jam untuk tiba di lokasi pabrik PT. Kelola Mina Laut di Gresik. Untuk daerah di luar Jawa Timur ataupun daerah Jawa Timur yang membutuhkan lama perjalanan lebih dari lima jam, biasanya ikan atau udang diangkut menggunakan truk. Kapasitas angkut truk mencapai tujuh hingga delapan ton ikan atau udang dalam satu kali pengangkutan. Prasarana lain yang dibutuhkan adalah kontainer berpendingin. Hal ini disebabkan distribusi komoditi dan produk seafood memerlukan penerapan cold chain. PT. Kelola Mina Laut menggunakan jasa kontainer untuk mengirim produknya ke negara lain. Setelah produk dimasukkan dari cold storage ke kontainer, produk akan terjaga kesegarannya. Hal ini dikarenakan suhu di dalam kontainer dapat di set hingga -20o C. Di dalam kontainer inilah produk akan menetap mulai dari pengiriman, penetapan di pelabuhan, pelayaran, hingga diterima oleh pembeli di negara tujuan. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan pelabuhan perikanan memiliki fungsi yang penting dalam distribusi komoditi perikanan laut. Di tempat inilah nelayan melakukan transaksi dengan pemasok. Keberadaan TPI mampu menginisiasi masyarakat sekitar untuk bekerja di tempat tersebut dengan berbagai profesi seperti: - Penjual es - Jasa pengangkutan ikan - Jasa penyeleksian ikan 38
- Jasa penjualan ikan TPI merupakan lokasi di bawah kewenangan pemerintah dalam hal operasionalnya. Fungsi TPI sebenarnya dapat lebih ditingkatkan sehingga berbagai pihak dapat memperoleh keuntungan. Hal pertama adalah peningkatan kebersihan dan pembangunan sarana yang diperlukan seperti meja sortir agar nelayan yang datang tidak meletakkan ikannya secara sembarangan di lantai. Hal ini tentunya akan meningkatkan kualitas komoditi perikanan dan meminimalkan terjadinya loss akibat banyaknya ikan yang tercecer. Hal kedua adalah meningkatkan fungsi pendataan. Setiap ikan yang datang perlu didata oleh tiap daerah yang memiliki TPI terkait jenis ikan dan jumlah ikan yang ditangkap. Demudian data tersebut di-upload
dalam bentuk data statistik
sehingga perusahaan maupun pihak lain yang membutuhkan data tersebut dapat terfasilitasi. Fungsi ini memang sudah dijalankan oleh beberapa TPI, namun data yang ada terkadang berupa data lama sehingga akurasinya kurang tepat. Pelabuhan barang juga menjadi hal yang perlu diperhatikan guna memperlancar distribusi produk ke konsumen. Penanganan selama barang berada di pelabuhan, hingga intensitas pengiriman perlu menjadi perhatian perusahaan. Saat ini, produk yang diproses di PT. Kelola Mina Laut Gresik diekspor melalui pelabuhan barang yang berada di Surabaya. Pelabuhan ini merupakan salah satu pelabuhan terbesar di Indonesia.
b. Teknologi Teknologi merupakan faktor yang mendukung terciptanya produk yang berkualitas sehingga mampu meningkatkan daya saing perusahaan. Teknologi dalam rantai pasok seafood diterapkan mulai hulu hingga hilir meskipun masih sederhana. Nelayan memiliki sensor yang dapat mengetahui keberadaan ikan. Ikan yang biasanya berkumpul akan mudah diidentifikasi oleh nelayan. Selanjutnya nelayan memasang pancing sehingga ikan-ikan tersebut tertangkap. Setelah menaikkan ikan ke dalam kapal, ikan disimpan dalam pendingin.
39
Sebagian besar nelayan tidak memiliki teknologi penyimpanan yang modern. Penyimpanan hanya dilakukan dalam box besar yang ditambahkan es didalamnya, lalu ditutup rapat. Pengiriman dari pemasok ke perusahaan dapat dikatakan sederhana. Hanya beberapa pemasok saja yang mengirim bahan bakunya
menggunakan
truk
kecil
berpendingin,
pemasok
lainnya
menggunakan mobil bak terbuka atau truk yang didalamnya, ikan dilapisi es dan ditutup rapat untuk menjaga kesegarannya. Penanganan udang juga sama seperti ikan kakap. Perbedaannya ada pada bagian penangkapan dengan budidaya. Budidaya tradisional dilakukan dengan menggunakan teknologi yang sangat sederhana. Adapun teknologi yang digunakan adalah penggunaan pompa untuk mengisi dan menguras tambak. Untuk tambak intensif, teknologi penanganan air input hingga penanganan pengolahan limbah dikelola dengan baik. Selain itu diterapkan pula teknologi-teknologi yang menunjang pertumbuhan udang seperti pencahayaan, pergerakan air, hingga salinitas air tempat udang dibudidayakan. Setelah kedua bahan baku masuk ke pabrik, bahan baku diolah menggunakan teknologi yang baik sehingga faktor keamanan dapat terjaga. Teknologi yang digunakan di perusahaan untuk mengolah ikan kakap antara lain ruang pengolahan yang steril dan bersuhu rendah, mesin pengasapan, Air Blast Freezer, mesin pengemas vakum, dan cold storage. Dalam pengolahan udang, digunakan mesin sortir ukuran, mesin pemasak uap, mesin Individually Quick Frozen (IQF), dan Cold Storage. Pengiriman ke luar negeri dilakukan menggunakan kontainer yang suhu internalnya dapat di set. Biasanya suhu dijaga agar tidak lebih tinggi dari -200C.
c. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terlibat dalam rantai pasok seafood ini jumlahnya sangat banyak. Didalam internal PT. Kelola Mina Laut Gresik, terdapat lebih dari 2000 pekerja yang terdiri dari pekerja borongan dan pekerja harian. Pekerja-pekerja tersebut berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur. Sebagian besar berasal dari daerah Gresik sendiri. Daerah lainnya antara lain
40
Lamongan, Tuban, Surabaya, dan Sidoarjo. Adanya peluang bagi perusahaan untuk berkembang, akan menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja. Di luar lingkungan perusahaan, terdapat kurang lebih dari 100.000 nelayan, baik kecil maupun besar, dan sekitar 500 pemasok yang bekerja sama dalam pendistribusian ikan ke PT. Kelola Mina Laut. Sedangkan untuk menjaga pasokan udang, PT. Kelola Mina Laut bekerjasama dengan sekitar 50.000 petambak, baik tradisional maupun modern (intensif). Selain itu, sumber daya manusia juga dibutuhkan dalam pengolahan transportasi untuk mengirim barang, baik dari pemasok ke perusahaan ataupun dari perusahaan ke pembeli. Berdasarkan keterangan tersebut terlihat bahwa bisnis seafood membutuhkan banyak sumber daya manusia dalam pengelolaannya.
B. KINERJA RANTAI PASOK Rantai pasok merupaka aspek penting yang perlu diperhatikan perusahaan untuk mengetahui keberhasilan distribusi barang yang akan ataupun yang telah diproses. Baik buruknya tingkat keberhasilan distribusi barang serta pengaruhnya terhadap anggota rantai dapat dilihat dari kinerja rantai pasok barang yang bersangkutan. Aspek yang dapat diukur untuk menentukan kinerja rantai pasok antara lain aspek reliabilitas, aspek responsivitas, dan aspek biaya. Supply Chain Operation References (SCOR) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok. Dalam metode SCOR, terdapat beberapa atribut yang menjadi perhatian, antara lain reliabilitas, responsivitas, fleksibilitas, biaya, dan aset rantai pasok. Atribut yang digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok pembelian di PT. Kelola Mina Laut adalah reliabilitas rantai pasok, responsivitas rantai pasok, dan biaya rantai pasok.
1. Reliabilitas Rantai Pasok Atribut reliabilitas menggambarkan seberapa baik pemasok memenuhi pesanan yang datang dari pembeli. Dalam metode SCOR, metrik level satu untuk atribut ini adalah pemenuhan pesanan sempurna. Untuk mengetahui nilai dari metrik level satu, dapat dilakukan analisis serta penilaian terhadap metrik level dua. Terdapat empat metrik di level dua ini, antara lain: 41
1. Persentase pesanan terkirim penuh. Merupakan persentase pasokan yang sesuai dengan pesanan, baik dalam hal spesifikasi maupun jumlah atau kuantitas. Metrik ini dijabarkan menjadi metrik level tiga, yaitu: a. Akurasi barang terkirim b. Akurasi jumlah barang 2. Waktu kedatanganMerupakan kemampuan pemasok mendatangkan barang pada waktu dan tempat yang sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Metrik ini dijabarkan menjadi metrik level tiga, yaitu: a. Ketepatan waktu penerimaan b. Ketepatan lokasi penerimaan 3. Kondisi sempurna. Merupakan keadaan barang ketika barang sampai di perusahaan, meliputi kerusakan ataupun cacat lain. Selain itu, perlu diberikan jaminan pengembalian bagi barang yang rusak sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Metrik ini dibagi menjadi dua metrik di level tiga, yaitu: a. Bebas kerusakan b. Jaminan pengembalian 4. Dokumentasi akurat. Merupakan ketepatan dan keaslian dokumen barang yang dikirim meliputi dokumentasi barang pada saat pengiriman, dan dokumentasi uang saat pembayaran. Metrik ini dibagi menjadi dua metrik level tiga, yaitu: a. Akurasi dokumen pengiriman b. Akurasi dokumen pembayaran Struktur hirarki atribut reliabilitas dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Struktur Hirarki Kinerja Reliabilitas Rantai Pasok 42
Nilai atribut reliabilitas ditunjukkan oleh nilai metrik level satu, yaitu pemenuhan pesanan sempurna. Untuk usaha skala UKM, biasanya tidak dilakukan breakdown. Hal ini berarti hanya ada metrik level satu, tidak ada metrik level dua. Hal ini terjadi karena sistem bisnisnya masih sederhana. Perhitungan dilakukan dari level yang paling rendah, yaitu level tiga. Untuk menentukan nilai level tiga, diberikan penilaian secara langsung sebagai nilai awal berdasarkan kinerja pemasok. Masing-masing metrik level tiga kemudian diberi bobot oleh pakar. Pakar yang memberi bobot adalah manajemen tingkat atas perusahaan. Selanjutnya, untuk memeroleh nilai dari salah satu metrik level dua, dilakukan perkalian antara nilai metrik level tiga (nilai awal) dengan bobot masing-masing metrik level tiga. Nilai tersebut kemudian dijumlahkan untuk menemukan nilai metrik level dua. Sebagai contoh adalah menentukan nilai metrik persentase pesanan terkirim penuh pada kinerja reliabilitas pembelian ikan kakap. Metrik level tiga yang berpengaruh adalah akurasi barang terkirim dan akurasi jumlah barang, dengan masing-masing bobot 0,2 dan 0,8 (apabila dijumlahkan, nilainya adalah 1). Nilai awal dari kedua metrik level tiga tersebut adalah 98 dan 90, maka nilai dari metrik persentase pesanan terkirim penuh adalah : (0,2 x 98) + (0,8 x 90) = 91,6 Selanjutnya menggunakan cara yang sama, dilakukan agregasi metrik level dua untuk memperoleh nilai dari metrik level satu. Masing-masing dari metrik level dua yang telah diberi bobot oleh pakar, dikalikan dengan nilai masingmasing metrik level dua (hasil agregasi metrik level tiga). Hasil akhirnya adalah nilai metrik level satu. Nilai akhir inilah yang menjadi acuan bagi perusahaan untuk mengetahui kinerja atribut reliabilitas rantai pasoknya. Selanjutnya, perusahaan dapat membandingkannya dengan standar yang telah dijadikan acuan untuk mengetahui pencapaian kinerja atribut ini (Monczka et al, 2002). Rentang nilai yang diberikan adalah 0 – 100, dengan klasifikasi seperti pada Tabel 8.
43
Tabel 8. Standar Penilaian Kinerja Pemasok Nilai Kinerja
Kriteria
95-100
Sangat Baik
(Excellent)
90-94
Baik
(Above Average)
80-89
Sedang
(Average)
70-79
Kurang
(Below Average)
60-79
Sangat Kurang
(Poor)
< 60
Buruk
(Unacceptable)
a. Reliabilitas Rantai Pasok Ikan Kakap Perhitungan reliabilitas rantai pasok ikan kakap diawali dengan memasukkan input nilai metrik level tiga beserta pembobotannya. Metrik level dua persentase pesanan terkirim sempurna memiliki nilai awal yang tinggi. Hal ini dikarenakan kesalahan pengiriman terkait jenis dan jumlah barang sangat kecil. Pemasok umumnya sudah memahami jenis-jenis ikan yang diterima perusahaan dan jumlah minimal pengiriman ke perusahaan. Nilai untuk metrik ini adalah 91,6. Metrik level dua waktu kedatangan dan kondisi sempurna juga memiliki nilai awal yang tinggi. Pemasok biasanya dapat melakukan pengiriman sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Selain itu, hanya sedikit bahan baku yang mengalami kerusakan. Hal ini menunjukkan bahwa bahan baku yang dibawa masih segar sesuai dengan kebutuhan pabrik. Nilai kedua metrik ini adalah 90 dan 97,2. Metrik dokumentasi akurat memiliki nilai terrendah dibandingkan metrik level dua lainnya, yaitu 88. Namun hal ini tidak memberi pengaruh yang besar karena bobot metrik ini sangat kecil dibandingkan dengan bobot ketiga metrik level dua lainnya, yaitu hanya 0,1 dari nilai keseluruhan 1. Perhitungan kinerja atribut reliabilitas pembelian ikan kakap dapat dilihat pada Tabel 9.
44
Tabel 9. Kinerja Atribut Reliabilitas Purchasing Ikan Kakap Atribut
Metrik level tiga
RELIABILITAS
Akurasi Barang Terkirim (0,2) Akurasi Jumlah Barang (0,8) Ketepat an Waktu Penerima an (0,9) Ketepat an Lokasi Penerimaan (0,1) Bebas Kerusakan (0,9) Jaminan Pengembalian (0,1) Akurasi Dokumentasi Pengiriman (0,6) Akurasi Dokumentasi Pembayaran (0,4)
Nilai Awal
Nilai Metrik Level tiga
98
19,6
90
72
90
81
90
98
Nilai Metrik Level dua
% Pesanan Terkirim Penuh (0,4)
36,64
Waktu Kedatangan (0,2)
18
Metrik level satu
Nilai Metrik Level satu
Pemenuhan Pesanan Sempurna
92,6
9
88,2
90
9
90
54
85
Metrik level dua
Kondisi Sempurna (0,3)
29,16
Dokumentasi Akurat (0,1)
8,8
34
Selanjutnya dari keempat metrik level dua yang telah ditentukan bobotnya oleh pakar, diagregasi untuk menentukan nilaimetrik level satu. Nilai metrik level satu untuk atribut reliabilitas ikan kakap adalah 92,6. Apabila dibandingkan dengan standar penilaian kinerja pemasok, nilai ini tergolong 45
baik. Artinya telah tercipta kinerja yang baik dalam hal pemenuhan pesanan. Nilai ini masih dapat ditingkatkan menjadi sangat baik.
b. Reliabilitas Rantai Pasok Udang Sama seperti perhitungan reliabilitas rantai pasok ikan kakap, perhitungan reliabilitas udang dilakukan dengan memberi nilai awal pada metrik level tiga serta memberikan bobot untuk masing-masing metrik. Dibandingkan dengan reliabilitas rantai pasok ikan kakap, reliabilitas rantai pasok udang cenderung lebih rendah. Pada metrik level dua persentase pesanan terkirim penuh dan dokumentasi akurat, nilainya lebih kecil yaitu 77,5 dan 79. Hal ini dikarenakan barang yang dikirim pemasok terkadang kurang sesuai dengan spesifikasi yang diminta PT. Kelola Mina Laut. Masih ada pemasok yang pasokannya memiliki ukuran beragam. Misalnya saja PT. Kelola Mina Laut meminta udang dengan size 40 (dalam satu kilo terdapat 40 ekor udang) namun pasokan yang dikirim terdiri dari berbagai size, yaitu antara size 30 sampai size 50, sehingga saat dilakukan pengukuran, size yang terukur adalah size 40. Nilai dari metrik waktu kedatangan dapat dikatakan baik, yaitu 85,5. Hal ini dikarenakan sebagian besar pemasok berasal dari daerah sekitar lokasi perusahaan yaitu Gresik, Lamongan, dan Sidoarjo. Metrik level dua kondisi sempurna juga menunjukkan nilai yang baik, yaitu 84. Hal ini berarti sebagian besar udang yang datang berada dalam kondisi yang baik. Secara keseluruhan, akumulasi kinerja reliabilitas rantai pasok udang memiliki nilai 81,275. Nilai ini menunjukkan bahwa kinerja reliabilitas rantai pasok udang PT. Kelola Mina Laut masih biasa saja. Nilai ini perlu untuk ditingkatkan karena masih jauh dari sangat sempurna (excellent). Perhitungan kinerja atribut reliabilitas pembelian udang dapat dilihat pada Tabel 10.
46
Tabel 10. Kinerja Atribut Reliabilitas Purchasing Udang Atribut
Metrik level tiga
RELIABILITAS
Akurasi Barang Terkirim (0,5) Akurasi Jumlah Barang (0,5) Ketepatan Waktu Penerimaan (0,9) Ketepatan Lokasi Penerimaan (0,1) Bebas Kerusakan (0,8) Jaminan Pengembalian (0,2) Akurasi Dokumentasi Pengiriman (0,6) Akurasi Dokumen tasi Pembayaran (0,4)
Nilai Awal
Nilai Metrik Level tiga
75
37,5
80
40
85
76,5
90
85
Nilai Metrik Level dua
% Pesanan Terkirim Penuh (0,35)
27,125
Waktu Kedatangan (0,2)
17,1
Metrik level satu
Nilai Metrik Level satu
Pemenuhan Pesanan Sempurna
81,275
9
68
80
16
75
45
85
Metrik level dua
Kondisi Sempurna (0,3)
25,2
Dokumentasi Akurat (0,15)
11,85
34
47
2. Responsivitas Rantai Pasok Atribut
responsivitas
merupakan
salah
satu
atribut
yang
menjadi
pertimbangan dalam mengukur kinerja rantai pasok pada metode SCOR. Atribut ini menggambarkan kemampuan pihak yang terlibat didalamnya memberikan pelayanan terkait waktu, sehingga barang yang dikirim masih terjaga (untuk bahan yang mudah rusak) dan pembeli dapat memproses atau mengkonsumsi barang yang kondisinya masih baik. Sama halnya dengan atribut reliabilitas, atribut responsivitas komoditi seafood dibagi menjadi tiga level. Metrik level satu adalah waktu siklus pemenuhan pesanan, yaitu waktu yang dibutuhkan dalam satu kali siklus pemenuhan pesanan. PT. Kelola Mina Laut jarang melakukan pesanan dalam jumlah tertentu melihat ketersediaan bahan baku yang bersifat musiman. PT. Kelola Mina Laut cenderung menerima perolehan ikan dari nelayan yang sebelumnya dikumpulkan oleh pemasok. Melihat kondisi tersebut, pengukuran atribut ini akan mengarah kepada waktu yang diperlukan oleh nelayan dan pemasok untuk memperoleh bahan baku hingga pengiriman bahan baku ke perusahaan dalam satu siklus, sehingga bahan baku tersebut sampai di perusahaan masih dalam keadaan yang baik. Standar yang dijadikan acuan adalah umur simpan komoditi perikanan berdasarkan suhu penyimpanan. Waktu siklus pemenuhan pesanan dapat dibagi menjadi tiga metrik level dua, antara lain: 1. Waktu siklus source, merupakan waktu yang dibutuhkan nelayan atau petambak untuk memperolah pasokan awal. Waktu ini dibagi lagi menjadi metrik level tiga, yaitu: a. Waktu penjadwalan penangkapan dan pemanenan b. Waktu penangkapan dan pemanenan 2. Waktu siklus make, merupakan waktu yang dibutuhkan pemasok untuk memperoleh barang hingga barang tersebut siap dikirim ke PT. Kelola Mina Laut. Metrik level dua ini dibagi menjadi metrik level tiga yaitu: a. Waktu penjadwalan pengumpulan b. Waktu pengumpulan 48
c. Waktu selang antar pengumpulan d. Waktu penyiapan pengiriman 3. Waktu siklus deliver, merupakan waktu yang dibutuhkan pemasok untuk mengirim barang yang sudah siap hingga barang tersebut sampai di PT. Kelola Mina Laut. Metrik ini dibagi menjadi metrik level tiga, yaitu: a. Waktu pengiriman b. Waktu penerimaan dan verifikasi, Struktur hirarki atribut responsivitas dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Struktur Hirarki Kinerja Responsivitas Rantai Pasok
Pengukuran kinerja atribut responsivitas dilakukan dengan menjumlahkan waktu yang dibutuhkan dari siklus source, make, dan deliver. Data awal sudah berbentuk angka sehingga perhitungan yang dilakukan lebih mudah. Perhitungan dilakukan dua kali, yakni untuk ikan kakap dan udang. Pada metrik level tiga, terdapat beberapa perubahan apabila dibandingkan dengan Gambar 11. Perubahan ini dilakukan untuk menyesuaikan keadaan yang terjadi pada rantai pasok komoditi seafood. a. Responsivitas Rantai Pasok Ikan Kakap Pengukuran kinerja responsivitas rantai pasok ikan kakap dimulai dari pemasukan input pada metrik level tiga, sehingga diperoleh nilai dari metrik level dua. Metrik level dua waktu source 7,25 hari, waktu make 1 hari, dan 49
waktu deliver 0,35 hari untuk satu kali siklus. Nilai tersebut kemudian dibandingkan dengan standar umur simpan pada Tabel 11.
Tabel 11. Umur Simpan Komoditi Perikanan Berdasarkan Suhu Suhu 250C
(suhu ruang)
Umur Simpan 1 hari
3 - 50C (lemari es)
7 hari
0 - 30C (es beku/kering)
9 hari
- 200C
30 - 90 hari
(freezer)
Suhu yang digunakan sebagai pembanding adalah suhu simpan menggunakan es beku atau es kering. Menurut Rachmadani (1996), suhu yang dihasilkan es beku berkisar antara 0-30C. Komoditi perikanan yang disimpan pada suhu ini rata-rata kesegarannya dapat bertahan 9 hari. Nilai akhir untuk metrik level satu adalah 8,6 hari hari untuk satu kali siklus. Nilai ini berada sedikit dibawah batas maksimal penyimpanan ikan di suhu beku (0-30C). Waktu penangkapan selama 7 hari merupakan toleransi yang dijadikan acuan bagi nelayan sebagai waktu melaut paling lama. Apabila dalam waktu 7 hari volume tangkapan belum penuh, mau tidak mau nelayan harus segera menepi ke pelabuhan untuk menjual ikan hasil tangkapannya. Kondisi lain yang biasa terjadi adalah nelayan dapat menangkap ikan sesuai kapasitas tangkap kapalnya dalam waktu kurang dari 7 hari. Kesegaran ikan tentu akan lebih segar ketika sampai di pelabuhan. Kondisi ini terjadi pada saat musim ikan, yaitu ketika ikan sudah tumbuh besar dan layak untuk ditangkap. Satu hal yang perlu menjadi catatan adalah tidak semua ikan yang diterima perusahaan adalah hasil penangkapan pada hari pertama. Sebagian besar mungkin ditangkap pada 4 hingga 3 hari terakhir, karena pada 2 hingga 3 hari pertama nelayan menyebarkan pancing untuk menangkap ikan. Hasil perhitungan kinerja responsivitas ikan kakap dapat dilihat pada Tabel 12.
50
Tabel 12. Kinerja Atribut Responsivitas Purchasing Ikan Kakap Atribut
Metrik level tiga
Nilai
Metrik
Nilai
Metrik
Nilai
(hari/
level
(hari/
level
(hari/
siklus)
dua
siklus)
satu
siklus)
Waktu Penjadwal an Penangkapan
RESPONSIVITAS
Waktu Penangkapan Waktu Penjadwalan Pengumpulan Waktu Pengumpulan Waktu Selang Antar Pengumpulan Waktu Penyiapan Pengiriman Waktu Pengiriman Waktu Penerimaan dan Verifikasi
0,25 7
Waktu Siklus
7,25
Source
0,25 Waktu 0,25 0,25
Waktu Siklus
Siklus 1
Pemenu
Make
8,6
han Pesanan
0,25 0,25 0,1
Waktu Siklus
0,35
Deliver
PT. Kelola Mina Laut perlu melakukan langkah-langkah perbaikan guna memperbaiki kinerja ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan pendekatan kepada nelayan dan menghimbau agar waktu melaut dapat dipercepat. Selain itu, PT. Kelola Mina Laut dapat menghimbau kepada pemasok untuk melakukan proses pengumpulan dengan cepat.
b. Responsivitas Rantai Pasok Udang Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk mengetahui nilai responsivitas rantai pasok udang. Akumulasi dari metrik level tiga untuk mengetahui nilai metrik level dua sehingga diperoleh nilai akhir metrik level satu dari penjumlahan nilai metrik level dua. Untuk rantai pasok udang, nilainya adalah 6,85 hari untuk satu kali siklus. Perhitungan kinerja responsivitas rantai pasok udang dapat dilihat pada Tabel 13. Pemasok udang PT. Kelola Mina Laut ada yang berasal dari luar Pulau Jawa, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mengirim dapat mencapai dua 51
hari. Namun pemasok ini adalah pemasok dari pertambakan intensif yang dapat memasok udang dalam jumlah besar kapan saja. Dengan kata lain, waktu pemanenan dan waktu selang antar pengumpulan dapat direduksi 1-2 hari dari waktu sebelumnya, sehingga udang yang diterima PT. Kelola Mina Laut tetap terjaga kesegarannya.
Tabel 13. Kinerja Atribut Responsivitas Purchasing Udang Atribut
Metrik level tiga
Waktu Penjadwalan Pemanenan
RESPONSIVITAS
Waktu Pemanenan Waktu Penjadwalan Pengumpulan Waktu Pengumpulan Waktu Selang Antar Pengumpulan Waktu Penyiapan Pengiriman Waktu Pengiriman Waktu Penerimaan dan Verifikasi
Nilai
Metrik
Nilai
Metrik
Nilai
(hari/
level
(hari/
level
(hari/
siklus)
dua
siklus)
satu
siklus)
0,5 2
Waktu Siklus
2,5
Source
0,25 Waktu 0,5 3
Waktu Siklus
Siklus 4
Make
Pemenu
6,85
han Pesanan
0,25 0,25 0,1
Waktu Siklus
0,35
Deliver
Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa waktu siklus paling banyak dihabiskan pada waktu selang antar pengumpulan. Keadaan ini terjadi karena jadwal panen petambak berbeda satu sama lain. Nilai ini dapat direduksi apabila pengumpul dapat mengkoordinasikan dengan baik petambak yang akan panen, sehingga pengumpulan dapat berjalan lebih cepat. Nilai kinerja responsivitas rantai pasok ikan kakap dan udang menunjukkan bahwa pemasok, petambak, maupun nelayan perlu meningkatkan kinerjanya. Kecepattanggapan ini harus diikuti dengan penerapan cara penanganan yang tepat sehingga kualitas bahan baku benar-benar baik. 52
3. Fleksibilitas Rantai Pasok Fleksibilitas di dalam rantai pasok berarti kemampuan pemasok memenuhi permintaan tambahan dari pembeli yang terjadi secara mendadak atau tiba-tiba. Misalnya saja pembeli telah melakukan pesanan dengan spesifikasi, jumlah, serta jangka waktu tertentu. Sebelum deadline yang disepakati tiba, pembeli meminta tambahan volume pesanan. Pemasok tentunya berupaya untuk memenuhi tambahan permintaan tersebut, namun dengan konsekuensi diberi tambahan waktu. Pemasok yang mampu memenuhi tambahan pesanan tersebut dalam waktu yang lebih singkat, dapat dikatakan memiliki fleksibilitas yang lebih baik. Kondisi bahan baku yang bersifat musiman ini menyebabkan pengukuran fleksibilitas tidak dilakukan, karena PT. Kelola Mina Laut tidak pernah melakukan tambahan permintaan secara tiba-tiba. Sistem produksi yang stabil pada industri seafood dimulai dari pabrik pengolah bahan baku. Pemasok pabrik umumnya hanya mengambil ikan ataupun udang dari nelayan dan petambak sehingga tidak memungkinkan apabila diberi target untuk meningkatkan pasokannya.
4. Biaya Rantai Pasok Aspek biaya merupakan aspek penting yang dapat memengaruhi kelancaran aliran barang dan informasi dalam rantai. Biaya yang diukur adalah biaya manajemen rantai pasok nelayan, pemasok, dan perusahaan karena masingmasing pihak akan mengeluarkan biaya guna mendukung kelancaran bisnisnya. Untuk menentukan kinerja atribut ini, biaya dibedakan berdasarkan keadaan lapangan, yaitu biaya nelayan atau petambak, biaya pemasok, dan biaya perusahaan. Berikut adalah penjelasannya: 1. Biaya nelayan atau petambak merupakan biaya yang dikeluarkan oleh nelayan atau petambak untuk menangkap ikan atau memanen udang. Biaya nelayan atau petambak dibagi menjadi tiga komponen utama. a. Biaya melaut bagi nelayan meliputi biaya penyediaan es dan BBM untuk melaut serta biaya perbekalan. Biaya ini dikatakan baik apabila nelayan memperoleh hasil hasil tangkapan sesuai dengan target. Sehingga es dan BBM tidak terbuang dengan sia-sia. 53
b. Biaya pengolahan tambak meliputi biaya pembalikan lahan dan pengairan tambak. Biaya ini dikatakan baik apabila melalui pengolahan ini, tambak dapat menjadi tempat yang dapat menopang kehidupan udang, sehingga udang dapat tumbuh dengan baik. c. Biaya perawatan untuk memperbaiki jaring, mesin, serta kapal. Biaya ini dikatakan baik apabila biaya yang dikeluarkan adalah biaya untuk memperbaiki peralatan / mesin rusak yang digunakan untuk melaut, bukan untuk peralatan / mesin yang rusak karena jarang digunakan. d. Biaya penebaran dan perawatan meliputi biaya untuk memperoleh benih udang dan biaya penyediaan pakan serta perawatan lain untuk membesarkan udang. Biaya ini dikatakan baik apabila petambak memperoleh hasil panen sesuai dengah target (loss akibat kematian dan penyakit rendah). e. Biaya bagi hasil dengan pemilik kapal atau pemilik tambak. Biaya ini dikatakan baik apabila bagi hasil tidak merugikan nelayan atau patambak (nelayan atau petambak tetap dapat untung ketika hasil tangkapan atau panen sedikit). 2. Biaya pemasok merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pemasok untuk memperoleh ikan dari nelayan dan mengirimnya ke pabrik dan dibagi menjadi tiga komponen utama, a. Biaya retribusi merupakan biaya yang diberikan oleh pemasok kepada pemerintah atas pemberian izin usaha. Pemasok akan membayar biaya retribusi selama melakukan usaha bisnis. Biaya ini dibayarkan pada satu periode tertentu dan nilainya cenderung tetap, baik ketika pasokan banyak ataupun sedikit. Biaya ini tidak terlalu mengganggu bisnis pemasok sehingga bernilai sedang hingga baik pada setiap kondisi. b. Biaya pengumpulan meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja dan komunikasi. Biaya ini dikatakan baik ketika pasokan ikan yang datang melimpah sehingga efisiensi tenaga kerja dan komunikasi meningkat. c. Biaya transportasi meliputi biaya transportir dan biaya es. Biaya ini akan menjadi lebih baik apabila pemasok dapat mengirim ikan atau udang dalam jumlah yang banyak dalam satu kali pengiriman.
54
3. Biaya perusahaan merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh bahan baku dari pemasok. Biaya ini dibagi menjadi dua komponen utama, biaya bahan baku dan biaya lain-lain. a. Biaya bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan sehingga bahan baku diterima perusahaan. b. Biaya lain-lain meliputi biaya komunikasi, biaya pegawai lapang, dan biaya akomodasi. Selanjutnya komponen pada masing-masing metrik level tiga dan level dua diberi bobot oleh pakar berdasarkan tingkat kepentingan. Nilai awal ditentukan berdasarkan efisiensi yang diperoleh masing-masing pihak. Apakah biaya yang dikeluarkan sepadan sehingga tidak menimbulkan kerugian. Nilai awal ini diberikan oleh pakar yang senantiasa melakukan pengamatan terhadap aktivitas yang dilakukan serta efisiensi yang dicapai oleh nelayan, pemasok, dan perusahaan. Skor yang diberikan memiliki rentang 0 – 5 dengan klasifikasi sebagaimana Tabel 14.
Tabel 14. Standar Penilaian Biaya Rantai Pasok Skor
Kriteria
4,51 - 5
Sangat Baik
(Excellent)
4,01 - 4,5
Baik
(Above Average)
3,01 - 4
Sedang
(Average)
2,01 - 3
Kurang
(Below Average)
1- 2
Sangat Kurang (Poor)
<1
Sangat Buruk
(Unacceptable)
a. Biaya Rantai Pasok Ikan Kakap Nelayan umumnya mengeluarkan biaya yang wajar atau sesuai dengan pemasukan yang akan diterimanya. Efisiensi biaya yang lebih baik diperoleh pemasok. Suplai bahan baku cenderung stabil sehingga pemasok dapat meningkatkan efisiensi biayanya pada transportasi. Umumnya, dalam sekali pengiriman ke perusahaan, pemasok dapat mengisi penuh kendaraan transportasinya dengan bahan baku. Perusahaan pada umumnya mengeluarkan 55
biaya yang wajar dalam pemenuhan bahan bakunya. Nilai keseluruhannya adalah 3,663. Berdasarkan standar, nilai ini tergolong sedang dan memiliki peluang yang sangat besar untuk ditingkatkan, menuju baik atau sangat baik. Faktor utama yang perlu menjadi perhatian untuk ditingkatkan adalah efisiensi biaya nelayan. Dibandingkan biaya pemasok dan biaya perusahaan, biaya nelayan memiliki bobot yang terbesar, yaitu 0,7. Hal ini menunjukkan apabila efisiensi biaya nelayan kecil, maka efisiensi biaya keseluruhan akan menjadi kecil pula. Nelayan yang ranah kerjanya berada di hulu, biasanya memiliki resiko yang paling besar. Dukungan dari pihak lain seperti pemasok atau perusahaan sangat diperlukan guna meningkatkan efisiensi biaya nelayan. Salah satu bentuk bantuan yang dapat dilakukan adalah memberi jaminan pembelian ikan-ikan yang ditangkap oleh nelayan, sehingga kerugian dapat dihindari. Nilai kinerja atribut biaya rantai pasok ikan kakap dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Kinerja Atribut Biaya Rantai Pasok Ikan Kakap Atribut
Metrik level tiga
BIAYA
Biaya Melaut (0,5) Biaya Perawatan (0,2) Bagi hasil (0,3) Biaya Retribusi (0,03) BiayaPengum pulan (0,27) Biaya Transportasi (0,7) Biaya Bahan Baku (0,95) Biaya Lainlain (0,05)
Nilai awal
Nilai Metrik level tiga
3,2
1,6
3,5
0,7
4
1,2
4
0,12
3,5
0,945
4,3
3,01
4
3,8
3,5
0,175
Metrik level dua
Nilai Metrik level dua
Biaya Nelayan (0,7)
2,45
Biaya Pemasok (0,2)
0,815
Biaya Perusahaan (0,1)
0,398
Metrik level satu
Nilai Metrik level satu
Biaya Rantai Pasok
3,663
56
b. Biaya Rantai Pasok Udang Selanjutnya, dilakukan pengukuran kinerja biaya rantai pasok komoditi udang. Umumnya, pasokan bahan baku udang lebih rendah dibandingkan permintaan yang ada. Bagi petambak sebagai penghasil pertama, kondisi ini tidak memiliki dampak yang besar karena biaya yang dikeluarkan petambak berupa biaya pengolahan tambak dan perawatan udang sesuai dengan kapasitas produksinya. Pemasok umumnya dapat memperoleh efisiensi biaya karena biaya yang dikeluarkan dapat dikatakan wajar. Bagi perusahaan, kondisi rantai pasok seperti ini cenderung menghasilkan inefisiensi biaya, terutama dalam biaya bahan baku. Perusahaan sering mengalami kesulitan memperoleh bahan baku yang berkualitas tinggi guna memenuhi permintaan pasar luar negeri. Nilai metrik satu adalah 3,385. Nilai kinerja atribut biaya rantai pasok udang dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Kinerja Atribut Biaya Rantai Pasok Udang Atribut
Metrik level tiga
BIAYA
Biaya Pengolahan Tambak (0,2) Biaya Penebaran dan Perawatan (0,7) Bagi hasil (0,1) Biaya Retribusi (0,005) BiayaPe ngumpulan (0,395) Biaya Transportasi (0,6) Biaya Bahan Baku (0,98) Biaya Lainlain (0,02)
Nilai awal
Nilai Metrik level tiga
3,5
0,7
3,2
2,24
3,5
0,35
4
0,02
3,5
1,382
4
2,4
3,2
3,136
4
0,08
Metrik level dua
Nilai Metrik level dua
Biaya Petambak (0,7)
2,303
Biaya Pemasok (0,2)
0,76
Biaya Perusah aan (0,1)
0,322
Metrik level satu
Nilai Metrik level satu
Biaya Rantai Pasok
3,385
57
Nilai 3,385 menunjukkan kenrja atribut biaya rantai pasok udang sedang. Nilainya masih jauh dari sangat baik (excellent) sehingga membutuhkan yang perhatian serius bagi pihak-pihak yang terlibat, yaitu nelayan, pemasok, dan perusahaan. Apabila ditelusuri lebih jauh, salah satu penyebabnya adalah inefisiensi petambak. Sebagian besar petambak masih trasisional sehingga efisiensi biayanya cenderung kecil. Banyak petambak tradisional mengalami gagal panen akibat suatu penyakit. Apabila efisiensi petambak ini dapat ditingkatkan, maka efisiensi perusahaan juga dapat meningkat.
C. PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK Perusahaan dapat meningkatkan daya saingnya apabila manajemen rantai pasoknya terukur dengan baik lalu perusahaan mencari alternatif untuk meningkatkan kinerja rantai pasoknya tersebut. Bagi PT. Kelola Mina Laut, terdapat beberapa alternatif uang bersifat internal maupun eksternal untuk meningkatkan kinerja rantai pasok. Alternatif-alternatif yang ada selanjutnya diukur tingkat kepentingannya menggunakan metode AHP dengan bantuan software “Expert Choice 2000”. Penyusunan metode AHP dimulai dari penyusunan hirarki pemenuhan tujuan yang terdiri dari tiga level, yaitu goal (tujuan), faktor-faktor yang berpengaruh, dan alternatif-alternatif yang dipilih. Skema hirarkinya dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Hirarki AHP Peningkatan Kinerja Rantai Pasok 58
Tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan kinerja rantai pasok udang atau ikan kakap. Faktor-faktor yang berpengaruh untuk keduanya sama, yaitu pemenuhan pesanan sempurna, standar kualitas, waktu siklus pemenuhan pesanan, dan biaya pemenuhan pesanan. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing faktor: 1. Pemenuhan pesanan sempurna menekankan pada kemampuan pemasok memenuhi pesanan secara sempurna, meliputi akurasi spesifikasi, jumlah, dan dokumentasi pesanan akurat. 2. Standar kualitas menekankan kesesuaian kualitas bahan baku yang datang dengan standar yang ditetapkan. 3. Waktu siklus pemenuhan pesanan: menekankan pada waktu total yang diperlukan oleh pemasok untuk memenuhi pesanan dari perusahaan. 4. Biaya pemenuhan pesanan: menekankan pada biaya-biaya yang ditanggung perusahaan dalam upaya memenuhi kebutuhan bahan baku. Selanjutnya ditetapkan lima alternatif yang berpotensi meningkatkan kinerja rantai pasok. Alternatif tersebut antara lain: 1. Meningkatkan kemitraan dengan pemasok. PT. Kelola Mina Laut dapat lebih merangkul pemasok yang sudah ada. Cara yang digunakan adalah melakukan pendampingan secara intensif (terus-menerus). PT. Kelola Mina Laut selanjutnya mengajak pemasok untuk saling memahami dan berupaya memenuhi kebutuhan satu sama lain. Hasil akhir yang diharapkan adalah terciptanya loyalitas antar keduanya (PT. Kelola Mina Laut dan pemasok). 2. Menambah variasi bahan baku. Seperti yang telah dijelaskan, ketersediaan bahan baku bersifat musiman. Nelayan tidak dapat memastikan berapa jumlah dan jenis ikan yang ditangkap dalam sekali melaut. Selain itu, ukuran udang yang akan dipanen oleh petambak seringkali tidak seragam. terkadang
susah
untuk
diprediksi
Volume bahan baku yang
ketersediaannya,
membuat
pemasok
mengirimkan bahan baku setelah memenuhi kapasitas pengiriman minimal. Sebelum jumlah tersebut terpenuhi, pemasok akan menunggu pasokan dari nelayan atau petambak lain. Artinya, semakin rendah variasi bahan baku, baik jenis maupun ukuran yang diminta PT. Kelola Mina laut, maka akan semakin lama pula PT. Kelola Mina Laut memperoleh pasokan bahan baku.
59
3. Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan. Ketersediaan bahan baku yang bersifat musiman membuat kapasitas produksi PT. Kelola Mina Laut berubah-ubah pada masa tertentu. Kebijakan meningkatkan kapasitas saat pasokan melimpah dapat memberikan keuntungan bagi PT. Kelola Mina Laut karena harga bahan baku murah. Perubahan standar perusahaan dalam hal harga dan ukuran bahan baku juga dapat mempengaruhi hubungan dengan pemasok. 4. Mempercepat pembayaran. Melalui alternatif ini, PT. Kelola Mina Laut dapat meningkatkan loyalitas pemasok yang sudah ada, sehingga kinerja pemasok dapat meningkat. 5. Menambah pemasok. Melalui alternatif ini, PT. Kelola Mina Laut dapat meningkatkan pasokan bahan baku secara kuantitas. Pasokan bahan baku jenis tertentu yang tidak dapat dipasok oleh pemasok sebelumnya, dapat dipenuhi oleh pemasok baru. Untuk menentukan alternatif yang dipilih, dilakukan perbandingan antara masing-masing faktor serta perbandingan antar alternatif berdasarkan faktor tertentu. Orang yang membandingkan adalah pakar yang berasal dari manajemen PT. Kelola Mina Laut. Dalam penelitian ini, diambil dua pakar untuk masing-masing pemilihan alternatif. Pakar memberikan penilaiannya melalui kuisioner. Data yang diperoleh dari pakar kemudian diolah menggunakan software “Expert Choice 2000”.
1. Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Ikan Kakap Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pemilihan dilakukan melalui perbandingan yang diberikan oleh pakar melalui kuisioner. Kuisioner peningkatan kinerja rantai pasok ikan kakap diberikan kepada dua orang pakar. Pakar pertama adalah manajer pembelian ikan (P1) dan pakar kedua adalah staf pembelian ikan yang tugasnya berhubungan langsung dengan pemasok (P2). Berikut adalah hasil pengolahan data setelah dilakukan kombinasi. Diantara empat faktor yang berpengaruh dalam peningkatan kinerja rantai pasok ikan kakap, terpilih faktor pemenuhan pesanan yang dianggap paling penting yakni sebesar 39,2%. Diikuti dengan waktu siklus pemenuhan pesanan sebesar 34,7%. Urutan ketiga dan keempat adalah Biaya pemenuhan pesanan 17,1% dan standar kualitas 9,1%. Hal ini berarti kesesuaian jumlah bahan baku 60
serta ketepatan waktu pengiriman sangat penting dalam upaya peningkatan kinerja rantai pasok ikan kakap. Diagram pohon bobot untuk masing-masing faktor yang merupakan kombinasi dari dua pakar dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Diagram Pohon Bobot Faktor dan Alternatif Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Ikan Kakap (Kombinasi)
Selanjutnya, dilakukan sintesis untuk mengetahui hasil akhir perhitungan. Berdasarkan Gambar 14, terlihat bahwa meningkatkan kemitraan dengan pemasok adalah alternatif yang paling mungkin dilakukan untuk meningkatkan kinerja rantai pasok ikan kakap. Nilainya adalah 27,9%. Alternatif kedua yang terpilih adalah mempercepat pembayaran, nilainya 24%. Alternatif ini diutamakan karena 61
rentang waktu pembayaran PT. Kelola Mina Laut kepada pemasok saat ini cenderung lama menurut kemampuan pemasok ikan sehingga perlu dipercepat. Alternatif menambah variasi bahan baku berada di urutnan ketiga dengan nilai 23,7%. Alternatif menambah pemasok berada pada urutan keempat dengan nilai 13,8%, serta alternatif mengubah kapasitas produksi dan standar berada pada urutan terakhir dengan nilai 10,6%. Hal ini berarti Perubahan kapasitas produksi tidak akan memberi pengaruh yang signifikan dalam upaya peningkatan kinerja rantai pasok. Hasil sintesis peningkatan kinerja rantai pasok ikan kakap yang merupakan kombinasi dari dua pakar dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Sintesis Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Ikan Kakap (Kombinasi)
Setelah proses perhitungan dilakukan, satu hal lain yang perlu diperhatikan adalah nilai dari ketidakkonsistenan (Inconsistency). Nilai ini menunjukkan apakah
data
yang
diisikan
oleh
pakar
dapat
diterima
atau
tidak.
Ketidakkonsistenan dapat timbul akibat penilaian yang kurang tepat ketika membandingkan faktor atau alternatif. Pengisian ulang kuisioner perlu dilakukan apabila nilai inkonsistensi lebih besar dari 0,1. Hasil perhitungan inkonsistensi untuk peningkatan kinerja rantai pasok ikan kakap menunjukkan nilai 0,02. Nilai ini berada jauh dari 0,1 sehingga data yang diperoleh masih dapat diterima dan layak untuk digunakan menentukan alternatif yang dipilih.
62
2. Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Udang Sama halnya dengan peningkatan kinerja rantai pasok ikan kakap, pada peningkatan kinerja rantai pasok udang digunakan data dari dua pakar. Pakar pertama adalah manajer bisnis udang (P3) dan pakar kedua adalah manajer produksi udang (P4). Data dari kedua pakar dikombinasikan untuk memperoleh satu data akhir yang akan menjadi penilaian terkait alternatif yang dipilih dalam upaya peningkatan kinerja rantai pasok udang. Diantara empat faktor yang berpengaruh dalam peningkatan kinerja rantai pasok udang, terpilih faktor biaya pemenuhan pesanan yang dianggap paling penting yakni sebesar 35,8%. Diikuti dengan pemenuhan pesanan sebesar 33,7%. Urutan ketiga dan keempat adalah waktu siklus pemenuhan pesanan 20,7% dan standar kualitas 9,9%. Hal ini berarti biaya yang digunakan untuk memperoleh bahan baku menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan alternatif yang dipilih. Faktor pemenuhan pesanan menjadi pertimbangan selanjutnya karena PT. Kelola Mina Laut menginginkan bahan baku yang diterima sesuai dengan pesanan. Faktor ketepatan waktu pemenuhan pesanan menjadi prioritas selanjutnya, diikuti faktor standar kualitas. Faktor standar kualitas menjadi prioritas terakhir karena PT. Kelola Mina Laut telah mengetahui hampir semua bahan baku yang dikirim masih segar dan aman. Diagram pohon bobot untuk masing-masing faktor yang merupakan kombinasi dari dua pakar dapat dilihat pada Gambar 15.
63
Gambar 15. Diagram Pohon Bobot Faktor dan Alternatif Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Udang (Kombinasi)
Selanjutnya dilakukan sintesis untuk menentuka alternatif yang dipilih untuk meningkatkan kinerja rantai pasok udang. Gambar 16 yang merupakan hasil sintesis peningkatan kinerja rantai pasok udang kombinasi dari dua pakar, menunjukkan bahwa alternatif yang dipilih adalah meningkatkan kemitraan dengan pemasok. Nilainya adalah 41,6%. Alternatif kedua yang dipilih adalah menambah pemasok, dengan nilai 19,5%. Alternatif menambah jumlah pemasok akan memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk memilih pemasok yang dapat menyuplai udang berkualitas tinggi. Selama proses budidaya, udang rawan terkena penyakit yang akan membuat 64
kualitasnya menurun. Hal ini berbeda dengan ikan kakap yang diperoleh melalui penangkapan langsung di laut sehingga kualitasnya lebih terjamin. Alternatif menambah variasi bahan baku menjadi pilihan selanjutnya dengan nilai 18,2%. Apabila pada ikan kakap variasi mengarah kepada jenis dan ukuran, pada komoditi udang variasi lebih mengarah ke ukuran saja. Alternatif mempercepat pembayaran berada di urutan keempat dengan nilai 11,2%. Berbeda dengan komoditi ikan kakap yang menempatkan alternatif ini pada urutan kedua, pemasok udang dapat menerima selang pembayaran yang ditawarkan PT. Kelola Mina Laut. Alternatif terakhir yang dipilih adalah mengubah kapasitas produksi dan standar dengan nilai 9,6%.
Gambar 16. Sintesis Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Udang (Kombinasi)
Nilai inkonsistensi untuk perhitungan peningkatan kinerja rantai pasok udang adalah 0,03. Nilai ini masih jauh dibawah batas maksimal, yaitu 0,1. Hal ini berarti data yang digunakan layak untuk dijadikan acuan atau input untuk menentukan alternatif yang dipilih dalam upaya peningkatan kinerja rantai pasok udang. Berdasarkan pengukuran tersebut, alternatif yang dipilih untuk meningkatkan kinerja rantai pasok ikan kakap dan udang adalah meningkatkan kemitraan dengan pemasok. Menurut pendapat pakar, hal ini wajar mengingat pasokan bahan baku yang kontinu dan stabil dalam usaha seafood merupakan perhatian utama. Kebutuhan pasar global yang begitu tinggi akan membuat perusahaan bersaing memperoleh bahan baku sehinggaperusahaan-perusahaan tersebut dapat memasok produknya secara kontinu dan memenuhi standar yang ditetapkan oleh negara-negara pengimpor produk seafood melalui penggunaan teknologi yang tepat guna.
65
Apabila perusahaan ingin memperoleh pasokan dengan jumlah dan kualitas yang baik, pihak yang perlu diajak bekerjasama secara intensif adalah pemasok karena melalui pemasok, perusahaan dapat bekerjasama dengan nelayan atau petambak. Semakin banyak pemasok yang loyal kepada perusahaan, maka akan semakin besar pula peluang perusahaan memperoleh pasokan terbaik dan memenangkan persaingan usaha.
66
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok komoditi seafood adalah nelayan, petambak, pengumpul atau pemasok, perusahaan, distributor, dan konsumen. Nelayan dan petambak berperan dalam penyediaan bahan baku. Pemasok berperan dalam pengumpulan bahan baku dari nelayan atau petambak sehingga dapat menyuplai bahan baku ke perusahaan yang hanya menerima pasokan dalam jumlah besar.
Perusahaan
berperan
dalam
proses
produksi.
Distributor
berperan
menyalurkan produk ke konsumen. Perluasan jaringan bisnis yang strategis terkait pemenuhan bahan baku perlu diterapkan mulai dari kerjasama antar unit bisnis, outsourcing, serta optimasi potensi sumber daya rantai guna menunjang proses bisnis yang memerlukan penerapan cold chain. Atribut yang diukur untuk menentukan kinerja rantai pasok adalah reliabilitas, responsivitas, fleksibilitas, serta biaya rantai pasok. Kinerja reliabilitas ikan kakap menunjukkan nilai 92,6% yang apabila dibandingkan dengan standar, tergolong baik (above average). Kinerja reliabilitas udang menunjukkan nilai 81,275% yang tergolong sedang (average). Kinerja responsivitas ikan kakap dan udang menunjukkan nilai yang baik (average), yaitu 8,6 dan 7 hari. Atribut fleksibilitas tidak diukur karena perusahaan tidak melakukan penambahan pesanan secara tiba-tiba. Hal ini dikarenakan ketersediaan bahan baku yang bersifat musiman. Nilai biaya rantai pasok ikan kakap dan udang tergolong sedang (average), yaitu 3,663 dan 3,385. Nilai-nilai tersebut masih perlu untuk ditingkatkan sehingga PT. Kelola Mina Laut dapat memenuhi kebutuhan akan bahan baku secara kontinu. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan software Expert Choice 2000, alternatif yang dipilih untuk meningkatkan kinerja rantai pasok adalah meningkatkan kemitraan dengan pemasok ikan kakap maupun udang. Meningkatkan kemitraan dengan pemasok dapat membawa keuntungan bagi perusahaan, diantaranya loyalitas pemasok. Pemasok yang telah loyal akan berupaya memberi produk dan pelayanan terbaik kepada perusahaan demi menjaga hubungan baik dalam jangka panjang.
67
B. SARAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka saran-saran yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan dapat meningkatkan kinerja rantai pasok dengan cara semakin memerkuat kemitraan dengan pemasok, sehingga pemasok akan semakin loyal dan memberikan kerjasama yang terbaik bagi perusahaan. Kerjasama dapat dilakukan dengan cara menambah intensitas komunikasi dan bantuan dalam hal finansial melihat keadaan nelayan dan petambak yang masih tradisional dan terkendala permodalan. 2. Perusahaan perlu mengukur kinerja rantai pasoknya dan melakukan evaluasi secara kontinu guna menjaga peluangnya bersaing sebagai perusahaan seafood yang kompetitif di pasar global.
68
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Jenis Ikan Populer: Kakap Merah www.fishyforum.com/fishysalt. Diunduh pada 4 Juli 2010
(Red
Snapper).
Anonim. 2010. Shrimp. http://wikipedia/shrimp.htm. Diunduh pada 4 Juli 2010. Boisset, Karine. 2009. Shrimp Market Report-2009. http://FAOGLOBEFISH2009/shrimpreport.php.htm. Diunduh pada 11 Juli 2010. Bolstroff, P. dan R. Rosenbaum. 2003. Supply Chain Excellence: A Handbook for Dramatic Improvement Using the SCOR Model. AMACOM. Bowon, Kim. 2005. Mastering Business in Asia, Supply Chain Management. Di dalam Tunggal, AW. 2009. Dasar-Dasar Operation And Supply Chain Management. Harvarindo, Jakarta. Chopra, S dan Peter Meindl. 2007. Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation (3rd ed.). New Jersey: Pearson Education International. Coyle, Geoff. 2004. Practical Strategy Open Access Material AHP. New Jersey: Pearson Education. Ekawati, Arti. 2010. Indonesian Shrimp Farmers Given 2011 Sustainability Deadline. www.thejakartaglobe.com. Diunduh pada 11 Juli 2010. Indrajit, R. Eko dan R. Djokopranoto. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain: Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Jakarta: Grasindo. Lee J.K., Larry P.R., dan Manoj K.M. 2007. Operations Management, Process, and Value Chains. Di dalam Tunggal, AW. 2009. Dasar-Dasar Operation And Supply Chain Management. Harvarindo, Jakarta. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: Grasindo. Marindro. 2010. Mengenal Perairan Tambak Udang Melalui Pendekatan Ekosistem. http:marindro-ina.blogspot.com. Diunduh pada 4 Juli 2010 Ma’arif, M.S. dan H. Tanjung. 2003. Manajemen Operasi. Jakarta: Grasindo. Monczka, R., R. J. Trent, R. B. Handfield. 2002. Purchasing And Supply Chain Management. 2ed. Ohio: South-Western. Rachmadani, Dandam. 1996. Penggunaan Kultur Tunggal L. Planarum dan L. Lactis sub sp. crenoris Serta Kombinasinya dengan Natrium Klorida dan Natrium Asam Asetat Untuk Pengawetan Ikan Lemuru. Skripsi. Fateta : IPB Saaty, L.T. 1993. How to Make a Decision: The Analitycal Hierarchy Process. European Journal of Operation Reaserch.
69
Smith, S. E. 2010. What is The Difference Between Shrimp and Prawns. http://www.wisegeek.com/what-is-the-difference-between-shrimp-andprawns.htm. Diunduh pada 8 Agustus2010. Suplly-Chain Council. 2006. Supply-Chain Operations Reference Model Version 8.0. Dictionary, United States and Canada. Tunggal, Amin Widjaja. 2009. Dasar-Dasar Operation And Supply Chain Management. Harvarindo, Jakarta.
70
LAMPIRAN
71
Lampiran 1. Kuisioner AHP Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Ikan Kakap KUESIONER PROSES HIRARKI ANALITIK
IDENTITAS MAHASISWA Nama : Muhammad Ainur Rofik NRP
: F34060812
Departemen : Teknologi Industri Pertanian
Kuesioner ini akan digunakan untuk memperoleh informasi sebagai bahan untuk Penelitian saya tentang “Kinerja Rantai Pasok Pada Industri Seafood ”. Penelitian ini digunakan untuk penyusunan tugas akhir/skripsi di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
IDENTITAS RESPONDEN Nama : Jabatan: Tanda tangan :
72
PETUNJUK NILAI SKALA BANDING
Nilai
Keterangan
1
A sama penting dengan B
3
A sedikit lebih penting dari B
5
A jelas lebih penting dari B
7
A sangat jelas lebih penting dari B
9
A mutlak lebih penting dari B
2,4,6,8
Apabila ragu-ragu antara dua nilai
yang berdekatan (A
dibandingkan dengan B) 1/3
B sedikit lebih penting dari A
1/5
B jelas lebih penting dari A
1/7
B sangat jelas lebih penting dari A
1/9
B mutlak lebih penting dari A
1/2 , 1/4, 1/6, Apabila ragu-ragu antara dua nilai 1/8
yang berdekatan (B
dibandingkan dengan A)
Sumber: Saaty, 1993
73
Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Pembelian Udang/Ikan Kakap
TUJUAN
FAKTOR
Pemenuhan Pesanan Sempurna
Standar Kualitas
Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan
Biaya Pemenuhan Pesanan
ALTERNATIF Meningkatkan Kemitraan dengan Pemasok dan Petambak
Menambah variasi bahan baku
Mengubah Kapasitas Produksi dan Standar Perusahaan
Mempercepat Pembayaran
Menambah Pemasok
74
BAGIAN I Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Peningkatan Kinerja Rantai Pasok
Ada empat faktor yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja rantai pasok pembelian ikan kakap, yaitu: 1. Faktor pemenuhan pesanan 2. Faktor standar kualitas 3. Faktor waktu siklus pemenuhan pesanan 4. Faktor biaya pemenuhan pesanan Keterangan: Pemenuhan pesanan: menekankan pada kemampuan pemasok memenuhi pesanan secara sempurna. Meliputi akurasi spesifikasi dan jumlah, ketepatan waktu dan lokasi penerimaan, kondisi pesanan sempurna, serta dokumentasi pesanan akurat. standar kualitas: menekankan kesesuaian kualitas bahan baku yang datang dengan standar yang ditetapkan. Waktu siklus pemenuhan pesanan: menekankan pada waktu total yang diperlukan oleh pemasok untuk memenuhi pesanan dari perusahaan. Biaya pemenuhan pesanan: menekankan pada biaya-biaya yang ditanggung perusahaan dalam upaya memenuhi kebutuhan bahan baku.
Instruksi Tahap 1 Bandingkan seberapa besar tingkat kepentingan diantara faktor yang berpengaruh pada peningkatan kinerja rantai pasok Faktor yang Dibandingkan
P1
P2
Pemenuhan pesanan (A) dibandingkan dengan standar kualitas (B)
9
5
Pemenuhan pesanan (A) dibandingkan dengan waktu siklus pemenuhan pesanan (B)
1
1
Pemenuhan pesanan (A) dibandingkan dengan biaya pemenuhan pesanan (B)
1
3
Standar kualitas (A) dibandingkan dengan waktu siklus pemenuhan pesanan (B)
1
1/5
Standar kualitas (A) dibandingkan dengan biaya pemenuhan pesanan (B)
1/5
1
Waktu siklus pemenuhan pesanan (A) dibandingkan dengan biaya pemenuhan pesanan (B)
3
3
75
BAGIAN II Alternatif dalam Meningkatkan Kinerja Rantai Pasok Adapun alternatif yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan kinerja rantai pasok antara lain: 1. Meningkatkan kemitraan dengan pemasok 2. Menambah variasi bahan baku 3. Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan 4. Mempercepat pembayaran 5. Menambah Pemasok
Instruksi Tahap 2 Bandingkan seberapa besar tingkat kepentingan diantara alternatif untuk meningkatkan kinerja rantai pasok berikut dalam kaitannya dengan
actor:
1. Pemenuhan Pesanan Alternatif yang Dibandingkan Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Menambah variasi bahan baku (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Mempercepat pembayaran (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B)
P1
P2
1
1
3
3
1
1
3
1
1
3
1/3
3
3
3
1/3
1/3
3
1/3
3
1
76
2. Standar Kualitas Alternatif yang Dibandingkan Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Menambah variasi bahan baku (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Mempercepat pembayaran (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B)
P1
P2
3
5
3
2
5
3
5
3
5
1/3
3
1/2
1
1
3
2
1/2
3
1/3
2
P1
P2
3
1/3
3
1
1
1
5
1/3
1
3
1/3
2
3
2
1/5
1/3
1
1/3
7
1/3
3. Waktu Siklus Pemenuham Pesanan Alternatif yang Dibandingkan Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Menambah variasi bahan baku (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Mempercepat pembayaran (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B)
77
4. Biaya Pemenuhan Pesanan Alternatif yang Dibandingkan Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Menambah variasi bahan baku (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Mempercepat pembayaran (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B)
P1
P2
5
3
7
3
7
3
5
2
3
2
1
3
3
1/2
1/3
1
1/3
1/3
1
1/3
78
Lampiran 2. Kuisioner AHP Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Udang
BAGIAN I Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Ada empat faktor yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja rantai pasok pembelian udang, yaitu: 1. Faktor pemenuhan pesanan 2. Faktor standar kualitas 3. Faktor waktu siklus pemenuhan pesanan 4. Faktor biaya pemenuhan pesanan Keterangan: Pemenuhan pesanan: menekankan pada kemampuan pemasok memenuhi pesanan secara sempurna. Meliputi akurasi spesifikasi dan jumlah, ketepatan waktu dan lokasi penerimaan, kondisi pesanan sempurna, serta dokumentasi pesanan akurat. standar kualitas: menekankan kesesuaian kualitas bahan baku yang datang dengan standar yang ditetapkan. Waktu siklus pemenuhan pesanan: menekankan pada waktu total yang diperlukan oleh pemasok untuk memenuhi pesanan dari perusahaan. Biaya pemenuhan pesanan: menekankan pada biaya-biaya yang ditanggung perusahaan dalam upaya memenuhi kebutuhan bahan baku. Instruksi Tahap 1 Bandingkan seberapa besar tingkat kepentingan diantara faktor yang berpengaruh pada peningkatan kinerja rantai pasok
Faktor yang Dibandingkan
P3
P4
Pemenuhan pesanan (A) dibandingkan dengan standar kualitas (B)
3
3
Pemenuhan pesanan (A) dibandingkan dengan waktu siklus pemenuhan pesanan (B)
1
3
Pemenuhan pesanan (A) dibandingkan dengan biaya pemenuhan pesanan (B)
1
1
Standar kualitas (A) dibandingkan dengan waktu siklus pemenuhan pesanan (B)
1/5
1
Standar kualitas (A) dibandingkan dengan biaya pemenuhan pesanan (B)
1/5
1/3
Waktu siklus pemenuhan pesanan (A) dibandingkan dengan biaya pemenuhan pesanan (B)
1/3
1
79
BAGIAN II Alternatif dalam Meningkatkan Kinerja Rantai Pasok Adapun alternatif yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan kinerja rantai pasok antara lain: 1. Meningkatkan kemitraan dengan pemasok 2. Menambah variasi bahan baku 3. Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan 4. Mempercepat pembayaran 5. Menambah Pemasok
Instruksi Tahap 2 Bandingkan seberapa besar tingkat kepentingan diantara alternatif untuk meningkatkan kinerja rantai pasok berikut dalam kaitannya dengan faktor: 1. Pemenuhan Pesanan Alternatif yang Dibandingkan Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Menambah variasi bahan baku (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Mempercepat pembayaran (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B)
P3
P4
1
5
3
5
7
1
5
3
3
1
3
1/3
3
13
1
1
1/5
1
1/3
5
80
2. Standar Kualitas Alternatif yang Dibandingkan Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Menambah variasi bahan baku (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Mempercepat pembayaran (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B)
P3
P4
5
5
5
5
9
1
5
1
3
1
5
1/3
1
1/3
3
1
1/3
1/3
1/3
1/3
P3
P4
1
3
3
3
9
1
7
1
7
1
9
1/3
5
1/3
3
1
1
1/3
1/3
1/3
3. Waktu Siklus Pemenuham Pesanan Alternatif yang Dibandingkan Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Menambah variasi bahan baku (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Mempercepat pembayaran (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B)
81
4. Biaya Pemenuhan Pesanan Alternatif yang Dibandingkan Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Menambah variasi bahan baku (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Meningkatkan kemitraan dengan pemasok (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Menambah variasi bahan baku (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (A) dibandingkan dengan Mempercepat pembayaran (B) Mengubah kapasitas produksi dan standar perusahaan (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B) Mempercepat pembayaran (A) dibandingkan dengan Menambah Pemasok (B)
P3
P4
3
3
3
5
3
5
2
3
2
3
3
3
1/2
1
1
1/3
1/3
1/3
1/3
1/3
82
Lampiran 3. Pengolahan Perbandingan Hirarki Faktor Berdasarkan Tujuan Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Ikan kakap Menggunakan Manipulasi Matriks
83
Lampiran 4. Pengolahan Perbandingan Hirarki Alternatif Berdasarkan Faktor Pemenuhan Pesanan Ikan kakap Menggunakan Manipulasi Matriks
84
Lampiran 5. Pengolahan Perbandingan Hirarki Alternatif Berdasarkan Faktor Standar Kualitas Ikan kakap Menggunakan Manipulasi Matriks
85
Lampiran 6. Pengolahan Perbandingan Hirarki Alternatif Berdasarkan Faktor Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan Ikan kakap Menggunakan Manipulasi Matriks
86
Lampiran 7. Pengolahan Perbandingan Hirarki Alternatif Berdasarkan Faktor Biaya Pemenuhan Pesanan Ikan kakap Menggunakan Manipulasi Matriks
87
Lampiran 8. Pengolahan Perbandingan Hirarki Faktor Berdasarkan Tujuan Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Udang Menggunakan Manipulasi Matriks
88
Lampiran 9. Pengolahan Perbandingan Hirarki Alternatif Berdasarkan Faktor Pemenuhan Pesanan Udang Menggunakan Manipulasi Matriks
89
Lampiran 10. Pengolahan Perbandingan Hirarki Alternatif Berdasarkan Faktor Standar Kualitas Udang Menggunakan Manipulasi Matriks
90
Lampiran 11. Pengolahan Perbandingan Hirarki Alternatif Berdasarkan Faktor Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan Udang Menggunakan Manipulasi Matriks
91
Lampiran 12. Pengolahan Perbandingan Hirarki Alternatif Berdasarkan Faktor Biaya Pemenuhan Pesanan Udang Menggunakan Manipulasi Matriks
92