CRITICAL CONTROL POINT (CCP) DALAM PROSES PEMBEKUAN IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sanguineus) DI PT. KELOLA MINA LAUT GRESIK
PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN
Oleh:
IHDA THOYYIBAH GRESIK – JAWA TIMUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015
CRITICAL CONTROL POINT (CCP) DALAM PROSES PEMBEKUAN IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sanguineus) DI PT. KELOLA MINA LAUT GRESIK
Oleh : IHDA THOYYIBAH NIM. 141211132129
Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh, kami berpendapat bahwa Praktek Kerja Lapang (PKL) ini, baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
Telah diujikan pada Tanggal : 16 Juni 2015
KOMISI PENGUJI Ketua : Muhammad Arief, Ir., M. Kes. Anggota : Dr. Rr. Juni Triastuti, S.Pi.,M.Si. Kustiawan Tri Pursetyo, Spi., M.Vet.
Surabaya, 1 Desember 2015 Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Dekan,
Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, Drh.,DEA. NIP. 19520517 197803 2 001
CRITICAL CONTROL POINT (CCP) DALAM PROSES PEMBEKUAN IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sanguineus) DI PT. KELOLA MINA LAUT GRESIK
Praktek Kerja Lapang sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Oleh :
IHDA THOYYIBAH NIM. 141211132129
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, Drh.,DEA. NIP. 19520517 197803 2 001
Muhammad Arief, Ir., M. Kes. NIP. 19600823 198601 1 001
RINGKASAN IHDA THOYYIBAH. Critical Control Point (CCP) Dalam Proses Pembekuan Ikan Kakap Merah (Lutjanus sanguineus) Di PT. Kelola Mina Laut Gresik. Ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak, hanya dalam waktu delapan jam setelah ikan ditangkap dan didaratkan sudah akan timbul proses perubahan yang mengarah pada kerusakan. Pengolahan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan ikan dari proses pembusukan, sehingga mampu disimpan lama sampai tiba waktunya untuk dijadikan bahan konsumsi. Proses pembekuan yang dilakukan pada ikan memiliki resiko pada produk olahan dan membutuhkan tindakan control untuk mencegah. Upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalkan adalah dengan penerapan Critical Control Point (CCP). Critical Control Point (CCP) adalah suatu titik tahap atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan sehingga bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan, atau dikurangi sampai tingkat yang dapat diterima. Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik kesegaran seperti berikut kenampakan mata cerah, cemerlang bau segar, tekstur elastis, padat dan kompak(SNI 01-2729-2006). Ikan kakap termasuk dalam tipe A dengan kategori tinggi protein 15-20% dan rendah lemak <5%. Ikan mulai membeku pada suhu antara -0,6C sampa -2C, atau rata-rata pada -1C. Free water adalah yang paling awal membeku, disusul oleh bound water. Proses pembekuan ikan kakap merah (Lutjanus sanguine) terdiri dari tahapan proses yaitu penerimaan, pembekuan, pengemasan dan pelabelan, penyimpanan. Penentuan titik kritis (CPs) pada pembekuan kakap merah dilakukan dengan menggunakan pohon keputusan (decision tree critical control point), dan pada proses pembekuan ikan kakap merah yang termasuk ke dalam titik kritis adalah, proses penerimaan pada raw material yang kurang aman, pembekuan pada penggunaan suhu yang harus antara -35 sampai -45 C , dan proses packing and labeling pada benda logam dan label kemasan yang tidak sesuai. Penerapan
iii
Critical Control Point (CCP) di PT. Kelola Mina Laut dilakukan pada beberapa proses yang diidentifikasi sebagai Critical Control Point (CCP). Pada proses penerimaan dilakukan uji laboratorium dan uji organoleptik, dan penolakan barang yang tidak sesuai standar. Pada proses pembekuan dilakukan penjaga suhu mesin ABF dan melakukan produksi ulang (repro). Pada proses packing and labelling pencegahan dilakukan dengan cara pengecekan secara berkala oleh quality control dan dilakukan produksi ulang (repro) produk yang salah label
iv
SUMMARY
IHDA THOYYIBAH. Critical Control Point (CCP) In Red Snapper (Lutjanus sanguineus) Fish Freezing At PT. Kelola Mina Laut Gresik. Fish is a perishable foodstuffs, in just eight hours after the fish has been caught and landed there will be a process of change that lead to damage. Processing is one way to keep the fish from the decay process, so it can be stored a long time until it was time to be used as material consumption. Freezing process are performed on fish at risk in the processed product and require control measures to prevent. Efforts could be made to minimize is the application of Critical Control Point (CCP). Critical Control Point (CCP) is a point step or procedure at which control can be applied so that the food safety hazards can be prevented, eliminated or reduced to an acceptable level. Organoleptic characteristics of the raw material must have the following appearance freshness bright eyes, bright smell of fresh, elastic texture, dense and compact (SNI 01-2729-2006). Snapper included in the category of type A with a high protein low fat 15-20% and <5%. Fish begins to freeze at a temperature between -,6C sampa -2C, or an average of at -1C. Free water is the most initial freeze, followed by a bound water. The process of freezing red snapper (Lutjanus sanguine) consists of the stages of the process of acceptance, freezing, packaging and labeling, storage. Determination of critical points (CPs) on the freezing red snapper done using a decision tree (decision tree critical control point), and on the freezing red snapper
v
which belong to the critical point is that the process of receiving the raw materials that are less secure, a freeze on the use the temperature should be between -35 to 45ºC, and the process of packing and labeling on metal objects and labels that do not fit. Application of Critical Control Point (CCP) in PT. Kelola Mina Laut performed on some of the processes that are identified as Critical Control Point (CCP). In the process of acceptance of laboratory test and organoleptic test, and rejection of goods that do not meet standards. In the freezing process is done keeper ABF engine temperature and perform reproduction (repro). In the process of packing and labeling of prevention is done by periodically checking the quality control and production performed again (repro) wrong product label
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq, serta hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapang (PKL) tentang Critical Control Point (CCP) dalam Proses Pembekuan Ikan Kakap lapang Merah (Lutjanus Sanguines) di PT. Kelola Mina Laut Gresik. Penulis haturkan terima kasih yang tak terhingga pada orang tua dan keluarga yang telah mendoa’akan, mendidik dan memberikan motivasi serta semangat hingga terselesaikannya praktek kerja lapang ini. Karya Ilmiah laporan praktek kerja ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah Praktek Kerja Lapang (PKL) ini masih belum sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak, khususnya bagi mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama budidaya perairan.
Surabaya, Maret 2015 Penulis
vii
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan praktek kerja lapang ini banyak melibatkan orang - orang yang sangat berarti bagi penulis, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat serta ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Muhammad Arief, Ir., M. Kes. selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan
bimbingan
sejak
penyusunan
usulan
hingga
penyelesaian Laporan Praktek Kerja Lapang ini dengan penuh kesabaran. 2. Bapak Kustiawan Tri Pursetyo, S.Pi., M.Vet selaku Dosen Wali yang telah memberikan saran dan nasehat dan menjadi orang tua kedua saya. 3. Seluruh staf pengajar dan staf kependidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan. 4. Bapak Pebru Yowono selaku pembimbing lapang yang telah membimbing dengan penuh kesabaran. 5. Achmad Tholcha Aziz yang selalu memberikan semangat dan dukungan selama pengerjaan dan proses praktek kerja lapang. 6. Dwi Astuti dan Yustika teman seperjuangan selama praktek kerja lapangan 7. Ali Rohman, Anugrah Megawati, Mia Rinawati, Nanik Setyorini, Imardha Rona, Christian Donovan, Alief Ayu Selia dan teman-teman angkatan 2012 yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan penulis untuk menyelesaikan penyusunan laporan praktek kerja lapang ini 8. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada kedua orang tua dan keluarga tercinta yang selalu mendoakan yang terbaik dari awal hingga akhir
viii
penyusunan dan semua pihak yang telah membantu kelancaran dan doa selama penyusunan laporan praktek kerja lapang.
Surabaya, Juni 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN ..................................................................................................... iii SUMMARY ......................................................................................................... v KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................. viii DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2 Tujuan .......................................................................................................... 3 1.3 Manfaat ........................................................................................................ 3 II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4 2.1 Kakap Merah (Lutjanus sanguineus) ........................................................... 2.1.1 Klasifikasi Kakap Merah (Lutjanus sanguineus) ................................. 2.1.2 Morfologi Kakap Merah (Lutjanus Sanguineus) ................................ 2.1.3 Kandungan Gizi Kakap Merah ............................................................
4 4 4 5
2.2 Kemunduran Mutu Pada Ikan Segar ........................................................... 6 2.3 Standara Mutu Ikan ..................................................................................... 6 2.4 Pembekuan Ikan .......................................................................................... 8 2.5 Diagram Alir Proses Ikan Beku .................................................................. 9 2.6 Bentuk Ikan Yang Dibekukan ................................................................... 10 2.7 Proses Pembekuan .................................................................................... 10
x
2.8 Critical Control Point (CCP) .................................................................... 11 2.9 Jenis Bahaya Pada Pangan ........................................................................ 11 III PELAKSANAAN KEGIATAN.................................................................... 14 3.1 Tempat dan Waktu ..................................................................................... 14 3.2 Metode Kerja ............................................................................................. 14 3.3 Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 14 3.3.1 Data Primer ........................................................................................ A. Observasi ...................................................................................... B. Wawancara .................................................................................... C. Partisipasi Aktif ............................................................................ 3.3.2 Data Sekunder....................................................................................
14 15 15 15 16
IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 17 4.1 Keadaan Umum Lokasi ............................................................................. 4.1.1 Sejarah PT. Kelola Mina Laut ........................................................... 4.1.2 Visi dan Misi ..................................................................................... 4.1.3 Struktur Organisasi ............................................................................ 4.1.4 Lokasi ................................................................................................
17 17 18 19 20
4.2 Fasilitas yang tersedia ................................................................................ 4.2.1 Mesin dan Peralatan........................................................................... 4.2.2 Fasilitas Pekerja ................................................................................. 4.2.3 Sarana transportasi .............................................................................
21 21 22 23
4.3 Proses Pembekuan Ikan Kakap Merah ...................................................... 4.3.1 Penerimaan ........................................................................................ 4.3.2 Pembekuan......................................................................................... 4.3.3 Pengemasan dan Pelabelan ................................................................ 4.3.4 Penyimpanan .....................................................................................
23 24 26 29 32
4.4 Penerapan Critical Control Point (CCP) ................................................... 33 4.6.1 Penentuan Titik Kritis (Cps) .............................................................. 33 4.6.2 Cara Penanganan Critical Control Point (CCP)................................ 34 A. Cara Penanganan Penerimaan........................................................ 34 B. Cara Penanganan Pembekuan ....................................................... 36 C. Cara Penanganan Pengemasan Dan Pelabelan ............................. 37 4.6.3 Pemantauan Titik Kritis ..................................................................... 37 V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 39 5.1 Simpulan .................................................................................................... 39 5.2 Saran .......................................................................................................... 40
xi
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 41 LAMPIRAN ....................................................................................................... 43
xii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Komposisi kimia ikan kakap merah ................................................................. 5 2. Persyaratan mutu dan keamanan pangan sesuai SNI 01-4110-2014 ............... 7 3. Persyaratan standar mutu ikan segar berdasarkan SNI 01-2729-2006............. 8 4. Bahan kimia utama berbahaya yang dapat mencemari makanan................... 12 5. Sumber bahaya fisik ....................................................................................... 12 6. Pengelompokan bahaya biologis .................................................................... 13 7. Perbedaan mesin ABF ammonia dan mesin ABF freon ................................ 28 8. Batas maksimum cemaran mikroba yang diuji di PT. Kelola Mina Laut ...... 35
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus) ........................................................ 4 2. Diagram alir proses ikan beku.......................................................................... 9 3. Alur Penanganan Raw Material Ikan Kakap di PT. Kelola Mina Laut ....... 25 4. Proses penerimaan bahan baku ikan kakap .................................................... 26 5. Pengemas primer fillet ikan kakap merah ...................................................... 30 6 Proses pengemasan akhir ................................................................................ 31 7. Pohon keputusan (deciation tree critical control point) ................................ 33
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Denah Lokasi Rencana Praktek Kerja Lapang............................................... 43 2. Layout PT. Kelola Mina Laut divisi fish........................................................ 44 3. Struktur Organisasi ........................................................................................ 45 4. Lembar Analisis Bahaya ................................................................................ 46 5. Analisis Critical Control Point (CCP) ........................................................... 48 6. Lembar pengawasan CCP .............................................................................. 49 7. Jumlah Bahan Baku Ikan Kakap ................................................................... 50 8. Surat Keterangan Melaksanakan Praktek Kerja Lapang ................................ 51 9. Perhitungan Rendemen Proses Fillet Skin On Kakap Merah.......................... 52 10. Alat Produksi Ikan Kakap Merah. ................................................................ 53 11. Seragam Dan Alat Sanitasi ........................................................................... 56 12. Form Supplier Guarantee ............................................................................ 58
xv
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus) merupakan salah satu jenis ikan laut yang bernilai ekonomis penting dan potensial dibudidayakan. Habitat ikan kakap merah ini di perairan teluk dan pantai, kadang-kadang ditemukan juga di daerah muara-muara sungai atau estuari. Ikan kakap ini memiliki potensi untuk dijadikan sebagai industri yang besar. Ikan kakap merah memiliki daging yang tebal dan berwarna putih serta mengandung protein yang tinggi. Ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak (membusuk), hanya dalam waktu delapan jam setelah ikan ditangkap dan didaratkan sudah akan timbul proses perubahan yang mengarah pada kerusakan. Agar ikan dan hasil perikanan lainnya dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Pengolahan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan ikan dari proses pembusukan, sehingga mampu disimpan lama sampai tiba waktunya untuk dijadikan bahan konsumsi (Adawyah, 2008). Pengawetan ikan dengan suhu rendah merupakan proses pengambilan/ pemindahan panas dari tubuh ikan ke bahan lain. Pengolahan ikan dengan suhu rendah lebih menekankan pada tujuan untuk menjaga sifat segar ikan. Jadi ikan dibuat dengan sedemikian rupa agar kondisi kesegarannya dapat dipertahankan selama mungkin, yang dapat digolongkan dalam metode ini antara lain pendinginan dan pembekuan (Adawyah, 2008).
2
Pembekuan mempunyai prinsip yaitu mengurangi aktivitas penyebab kebusukan. Suhu akhir dari proses pembekuan dapat mencapai -45°C. Proses pembekuan ikan harus dilakukan menggunakan suhu minimal -35 C , agar pembekuan berjalan dengan cepat dan tidak merusak ikan. Selama pembekuan banyak sekali perubahan yang terjadi, baik perubahan fisika, kimia, maupun biologi. Proses pembekuan yang dilakukan pada ikan memiliki resiko pada produk olahan dan membutuhkan tindakan kontrol untuk pencegahan. Upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalkan kerusakan produk adalah dengan penerapan Critical Control Point (CCP). Critical Control Point (CCP) adalah suatu titik tahap atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan sehingga bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan, atau dikurangi sampai tingkat yang dapat diterima (Thaheer, 2008). Langkah dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik aman (Bryan, 1995). Critical Control Point (CCP) ditetapkan pada setiap tahap proses mulai dari awal produksi suatau makanan hingga produk siap konsumsi. Pada setiap tahap ditetapkan jumlah titik kritis (CPs) untuk bahaya mirobiologis, kimia, maupun fisik. Beberapa produk pangan, formulasi makanan mempengaruhi tingkat keamanannya, oleh karena itu Critical Control Point (CCP) pada produk semacam ini diperlukan untuk mengontrol beberapa parameter seperti pH, aktivitas air , dan adanya bahan tambahan makanan.
3
1.2 Tujuan Pelaksanan Praktik Kerja Lapang (PKL) ini bertujuan sebagai berikut : 1. Mempelajari secara langsung tentang proses pembekuan ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus) di PT. Kelola Mina Laut Gresik. 2. Mempelajari secara langsung penentuan titik kritis (CPs) pada setiap proses pada pembekuan ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus) di PT. Kelola Mina Laut Gresik. 3. Mengetahui secara langsung penerapan critical control point (titik kontrol kritis) pada pembekuan ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus) di PT. Kelola Mina Laut Gresik.
1.3 Manfaat Manfaat dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah sebagai berikut : 1. Mahasiswa mendapat gambaran secara langsung tentang proses penanganan pembekuan ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus). 2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa di lapangan mengenai cara menentuan titik kritis dalam proses pembekuan ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus). 3. Memahami permasalahan mengenai megurangi titik kritis dalam proses pembekuan kakap merah (Lutjanus sanguineus) dengan menerapkan Critical Control Point (CCP) serta mampu mengatasi permasalahan yang ada di lapang.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kakap Merah (Lutjanus sanguineus) 2.1.1 Klasifikasi Kakap Merah (Lutjanus sanguineus)
Gambar 1.Ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus ) sumber : FAO (1985) Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan kakap merah adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Animalia : Chordata : Pisces : Percomorphi : Lutjanidae : Lutjanus : Lutjanus sanguineus
2.1.2 Morfologi Kakap Merah (Lutjanus sanguineus) Ikan kakap mempunyai badan yang memanjang, dapat mencapai panjang 200 cm, umumnya 25 sampai 100 cm, gepeng, dan batang sirip ekor lebar. Mulut lebar, sedikit serong dan gigi halus. Bagian bawah pra-penutup insang berduriduri kuat.Bagian atas penutup insang terdapat cuping bergerigi. Termasuk ikan
5
buas, makanannya ikan-ikan kecil dan crustaceae. Hidup diperairan pantai, muara-muara sungai, teluk-teluk dan air payau (Ditjen Perikanan, 1990). Seluruh jenis ikan kakap merah merupakan anggota family Lutjanidae, namun hanya jenis-jenis Lutjanidae yang berwarna merah kekuningan sampai merah gelap kehitaman yang disebut kakap merah (Saraswati, 2013). Ikan kakap tergolong ikan demersal. Ikan kakap dapat di tangkap dengan pancing kakap, encircling net, rumpon, jaring insang dan trawl. Ikan kakap juga ditangkap dengan menggunakan bubu. Pengunaan alat tangkap yang berbeda dapat dipilih menyesuaikan daerah penangkapan (Ditjen Perikanan, 1990).
2.1.3 Kandungan Gizi Kakap Merah Ikan kakap merah memiliki banyak kandungan gizi di dalamnya. Kandungan gizi yang dominan terdapat pada ikan kakap merah adalah protein. Jika dilihat dari komposisi kandungan gizinya ikan kakap termasuk dalam tipe A dengan kategori tinggi protein 15-20% dan rendah lemak <5%. Kandungan gizi ikan kakap (Lutjanus sp.) dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1.komposisi kimia ikan kakap merah (Lutjanus sp.) Komposisi kimia Berat (%) Air
80,51
Abu
1,33
Lemak
0,55
Protein
17,82 Sumber: KKP, 2010)
6
2.2 Kemunduran Mutu Pada Ikan Segar Kemunduran mutu ikan segar terutama diawali dengan proses perombakan oleh aktifitas enzim proteolitik yang secara alami terdapat pada tubuh ikan. Salah satu enzin tersebut adalah enzim katepsin yang berperan melunakkan tekstur daging ikan akibat degradasi protein miofibril sehingga mempercepat proses kemunduran mutu. (Jiang, 2000). Kemunduran mutu pada ikan dapat dibedakan dalam beberapa tahapan yaitu rigor mortis, pre rigor dan post rigor. Rigor mortis (sering disingkat rigor) pada ikan adalah terjadinya pengejangan otot ikan setelah beberapa saat ikan mati. Segera setelah ikan mati,otot ikan menjadi lemah terkulai (fase pre rigor). Setelah beberapa saat, otot ikan mulai mengejang (fase rigor). Kejang pada ikan biasanya bermula dari ekor, berangsur-angsur menjalar sepanjang tubuh ke arah kepala. Sehabis itu, jaringan otot ikan mulai terkulai lagi (fase post rigor). Lamanya fase rigor (masa kejang) pada ikan berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari, tergantung pada jenis, ukuran ikan, suhu penyimpanan sesudah ikan ditangkap.
2.3 Standar Mutu Ikan Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik kesegaran seperti berikut kenampakan mata cerah, cemerlang bau segar, tekstur elastis, padat dan kompak sesuai SNI 01-2729-2006. Secara mikrobiologidan kimia juga harus memenuhi syarat standar kelayakan, di bawah ini tabel 2 dan tabel 3 yang menjelaskan persyaratan mutu dan keamanan pangan sesuai SNI 01-4110-2014 dan persyaratan standar mutu ikan segar berdasarkan SNI 01-2729-2006.
7
Tabel 2. Persyaratan mutu dan keamanan pangan
-
Jenis Analisis a. Organoleptik b. Kimia Histaminc TVB c. Fisika Suhu pusat d. Cemaran mikroba ALT Escherichia coli Salmonella Vibrio choleraa Vibrio parahaemolyticusa Listeria monocytogenesa,f e. Cemaran logam berata Arsen (As) Cadmium (Cd)
-
e. Cemaran logam berata Merkuri (Hg)
-
Timah (Sn) Timbal (Pb)
-
-
satuan
Persyaratan Mutu Min.7 (skor 1-9)
Mg/kg mgN%
Maks. 100 Maks. 20
C
Maks. -18
Koloni/g APM/g Per 25 g Per 25 g APM/g Per 25 g
Maks. 5,0x105 <3 Negative Negative <3 Negative
Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg
Maks.1,0 Maks. 0,1 Maks. 0,5b Maks. 0,05d
Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg -
Maks. 0,5 Maks. 1,0b Maks. 40,0 Maks. 0,3 Maks. 0,4b Maks. 0,3d
f. Cemaran fisika - Filth 0 a g. Racun hayati - Ciguatoksin Negatif A h. Parasite - Cacing Parasit ekor 0 Catatan a bila diperlukan b untuk ikan predator c untuk ikan scrombroid, clupeidae, scrombresocidae, pomatomidae, coryphaenedae, d untuk ikan yang budidaya e untuk ikan karang f untuk ikan salmonidae Sumber : Badan Standarisasi Nasional(2014)
8
Tabel 3. Persyaratan standar mutu ikan segar Jenis Analisis
Persyaratan Mutu
a. Organoleptik -
Minimal
7
b. Mikrobiologi -
TPC, koloni/g, maks
5x105
-
E. coli, MPN/g, maks
<3
-
Salmonella sp., per 25g
Negatif
-
Vibrio Cholerae, per 25g
Negatif
c. Kimia -
Air, % bobot/bobot maks
40
-
garam, % bobot/bobot maks
20
-
abu tak larut dalam asam, % bobot/bobot
1,5
maks Sumber : Badan Standarisasi Nasional(2006)
2.4 Pembekuan Ikan Pembekuan ikan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan di dalam suhu rendah (cold storage). Pembekuan bukanlah sebuah cara pengawetan (Adawyah, 2008). Pembekuan ikan menggunakan suhu yang lebih rendah, yaitu dibawah titik beku ikan. Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada ikan menjadi edis, tetapi pada waktu ikan beku dilelehkan kembali untuk digunakan, keadaan ikan harus kembali seperti semula. Keadaan beku menghambat aktivitas bakteri dan enzim sehingga daya awet ikan beku lebih besar dibandingkan dengan ikan yang hanya didinginkan. Pada suhu -12°C, keadaan bakteri telah dapat dihentikan, tetapi proses kimia enzimatis masih terus berjalan.
9
2.5 Diagram Alir Proses Ikan Beku Proses pembekuan ikan kakap diawali dengan penerimaan bahan ikan, kemudian dilakukan sortasi untuk menyesuaikan ukuran ikan yang akan diolah, selanjutnya dilakukan penyiangan dan pencucian pada ikan. Setelah itu dilakukan penimbangan sebelum ikan disusun dalam pan untuk dibekukan. ikan yang sudah beku dikemas dan diberi label kemudian disimpan dalam cold storage ataupun didistribusikan.
Gambar 2. Diagram alir proses ikan beku Sumber : SNI 4110, 2014)
10
2.6 Bentuk-Bentuk Ikan Yang Dibekukan Cara mempersiapkan ikan untuk dibekukan tegantung pada bentuk apa yang dikehendaki. Ikan dapat dibekukan dalam bentuk blok di dalam kantongkantong plastik atau secara individual, sedangkan ikan sendiri dapat disiapkan dalam bentuk whole (utuh), gill dan gutted (dibuang insang danisi perutnya) dan bentuk fillet steak, stick, loin, dan sebagainya. selain itu ikan juga bisa dibekukan dalam bentuk individual (tunggal, satu ekor atau satu potong daging), dan blok, beberapa ekor atau beberapa potong ikan menjadi satu blok (Adawyah, 2008).
2.7 Proses Pembekuan Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan itu menjadi es. Ikan mulai membeku pada suhu antara -0,6C sampa -2C, atau rata-rata pada -1C. Free water adalah yang paling awal membeku, disusul oleh bound water. Pembekuan dimulai dari bagian luar, bagian tengah membeku paling akhir. Pembekuan merupakan pengeluaran panas dari bahan yang dibekukan. Prosesnya terbagi atas tiga tahapan yaitu tahap pertama, suhu menurun hingga saat tercapainya titik beku. Tahap kedua, suhu turun perlahan-lahan karena 2 hal, penarikan panas dari ikan bukan penurunan suhu, melainkan karena pembekuan air di dalam tubuh ikan, dan terbentuknya es pada bagian luar ikan adalah penghambat untuk proses pendinginan dari bagian-bagian di dalam. Tahap ketiga, jika kira-kira tiga perempat bagian dari kandungan air sudah beku, penurunan suhu kembali berjalan cepat (Adawyah, 2008). Berdasarkan panjang pendeknya thermal arrest time, pembekuan dibagi menjadi dua yaitu pembekuan cepat (quick freezing), yaitu pembekuan dengan waktu tidak lebih dari dua jam dan pembekuan lambat (slow
11
freezing atau sharp freezing), yaitu bila waktu pembekuan lebih dari dua jam (Adawyah, 2008). Kristal-kristal es yang terbentuk selama pembekuan berbeda ukurannya tergantung kepada kecepatan pembekuan. Pembekuan cepat menghasilkan Kristal yang kecil-kecil di dalam jaringan daging ikan. Jika ikan yang dibekukan dicairkan kembali maka kristal-kristal yang keluar akan diserap kembali oleh daging dan hanya sedikit yang lolos. Pembekuan lambat akan menghasilkan kristal yang besar-besar sehingga merusak jaringan daging ikan, sehingga tekstur daging ikan setelah dicairkan menjadi kurang baik karena akan berongga-rongga.
2.8 Critical Control Point (CCP) Critical Control Point (CCP) atau Titik Kendali Kritis (TKK) adalah suatu titik tahap atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan sehingga bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan, atau dikurangi sampai tingkat yang dapat diterima (Thaheer, 2008). Penetapan Critical Control Point (CCP) dilakukan setelah melalui tahap analisis bahaya yaitu resiko ditandingkan peluang kejadian yang menentukan apakah titik, tahap, atau prosedur tersebut memiliki bahaya signifikan, tahap selanjutnya adalah menganalisis dengan pohon keputusan untuk menentukan apakah bahaya signifikan tersebut titik kritis atau bukan, karena jika bahaya tersebut signifikan perlu dilakukan tindakan koreksi. Tindakan koreksi bisa berupa pencegahan maupun penolakan.
12
2.9 Jenis Bahaya Pada Pangan Pengaruh kontaminasi bahaya kimia terhadap konsumen dapat berjangka pendek (akut), seperti pengaruh makanan yang mengandung allergen dan ada pula yang pengaruhnya berjangka panjang (kronis) seperti pengaruh makanan yang mengandung zat karsinogenik. Berikut beberapa bahaya kimia yang dapat mencemari makanan. Tabel. 4 Bahan kimia utama berbahaya yang dapat mencemari makanan. No Bahan-bahan kimia dalam produk pangan 1.
Bahan-bahan kimia pembersih dari daerah persiapan makanan seperti deterjen
2.
Peptisida-fungisida, insektisida, herbisida, rodentisida
3.
Allergen
4.
Nitrin, nitrat, dan senyawa N-nitroso Sumber: Thaheer (2008) Kontaminasi bahaya fisik pada makanan dengan potensi membahayakan
kesehatan dan merugikan konsumen. Bahaya fisik dapat dilihat secara visual. Bahaya fisik yang paling umum adalah gelas, logam, batu, daun, ranting kayu, hama, perhiasan, dan lain-lain. Kontaminasi bahaya fisik dari benda logam dapat dideteksi dengan alat metal detector namun kontaminasi bukan dari jenis logam akan sulit dideteksi. Berikut daftar bahaya fisika yang dapat mencemari makanan. Tabel. 5 Sumber bahaya fisik Bahaya fisik Gelas
Sumber
Bahan baku, wadah fittings lampu, peralatan laboratorium, alat pengolahan.
Batu, ranting, daun
Bahan baku (tanaman), lingkungan sekitar pengolahan makanan
Logam
Bahan baku, alat kantor, wadah, peralatan pembersih. Sumber: Thaheer (2008)
13
Bahaya biologis disebabkan oleh aktivitas biologis, paling umum dikaitkan dengan aktivitas mikroorganisme. Bahaya mikroogranisme cukup sulit untuk ditangani karena tidak kasat mata dan memerlukan pengecekan laboratorium. sebagaimana ditunjukkan pada tabel 5 tentang pengelompokan bahaya biologi yang dapat berupa bakteri, fungi, virus, parasite, protozoa, dan cacing, algae (ganggang) dan toksin kerang. Tabel. 6 Pengelompokan bahaya biologis No Jenis biologis Contoh 1.
Bakteri
Salmonella
spp,
Clostridium
perfingens,
Clostridium botulinum, dan lainnya 2.
Fungi
Aspergilus flavus, Fusarium spp, dan lainnya
3.
Virus
Hepatitis A, Rotavirus
4.
Parasite, protozoa, dan Protozoa, cacing pita, cacing pipih, dan lainnya cacing
5.
Algae (ganggang)
Ganggang biru-hijau, dan lain-lain
6.
Toksin kerang
Cyanobacterial toxins dan lain-lain Sumber: Thaheer (2008)
III PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Tempat Dan Waktu Pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) dilakukan di PT. Kelola Mina Laut desa Randu Agung, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) dilakukan pada tanggal 12 Januari - 13 Februari 2015.
3.2 Metode Kerja Metode kerja yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode deskriptif yang dapat diartikan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang untuk membuat diskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, aktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2011).
3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Data Primer Data primer adalah adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya (Istijanto, 2005). Data primer dapat berupa opini orang secara individu maupun kelompok, hasil observasi terhadap suatu objek, kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian (Nazir, 2011). Pengambilan data primer dalam praktek kerja lapang ini dilakukan dengan cara pencatatan hasil observasi, wawancara, dan partisipasi aktif.
15
A. Observasi Observasi atau pengamatan adalah pencatatan pola perilaku subyek (orang), obyek (benda), atau kejadian yang sistematis tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti (Sangadji dan Sopiah, 2010). Observasi dalam praktek kerja lapang ini dilakukan terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan penerapan penentuan titik kritis (CCP) di PT. Kelola Mina Laut desa Randu Agung, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur.
B. Wawancara Metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara penanya atau pewawancara dengan penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara) (Nazir, 2011). Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab mengenai sejarah berdirinya PT. Kelola Mina Laut, struktur organisasi, sarana dan prasarana, tenaga kerja, proses pembekuan, pemasaran produk, permasalahan dalam produksi dan pemasaran produk, proses penerapan penentuan titik kritis (CCP), serta permasalahan yang dihadapi dalam penerapan penentuan titik kritis (CCP) yang dilakukan dalam kegiatan pembekuan ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus) di PT. Kelola Mina Laut Gresik.
C. Partisipasi Aktif Partisipasi aktif dilakukan dengan mengikuti secara langsung beberapa kegiatan yang berhubungan tentang penerapan penentuan titik kritis (CCP) di PT.
16
Kelola Mina Laut desa Randu Agung, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Kegiatan tersebut diikuti secara langsung dari cara atau teknik berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk, harus memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan.
3.3.2
Data Sekunder Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan. Sangadji dan Sopiah (2010) menjelaskan bahwa data sekunder dapat diklasifikasikan sebagai data internal dan data eksternal. Data internal yaitu dokumen-dokumen akuntansi dan operasi yang dikumpulkan, dicatat dan disimpan dalam suatu organisasi. Contohnya faktur penjualan, jurnal penelitian, laporan penjualan periodik, surat-surat seperti notulen hasil rapat, hasil rapat dan memo manajemen. Data eksternl adalah data sekunder yang pada umumnya disusun oleh suatu entitas selain peneliti dan organisasi yang bersangkutan. Contohnya buku jurnal, majalah atau buletin, antara lain yang memuat data indeks atau referensi, hasil sensus, statistik dan lain-lain.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Lokasi 4.1.1 Sejarah PT. Kelola Mina Laut PT. Kelola Mina Laut merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan hasil perikanan. Terdapat beberapa unit pengolahan yang dilakukan di PT. Kelola Mina Laut diantaranya unit pengolahan ikan (fish), udang (shrimp), rajungan (crab), teri nasi (anchovi), olahan ikan (value added), surimi, dan baso ikan (fish ball). PT. Kelola Mina Laut didirikan pada tahun 1994 oleh Mohammad Nadjikh di Tuban Jawa Timur dengan produk awal pengolahan teri nasi (chirimen). PT. Kelola Mina Laut berkembang dengan cepat hingga memiliki banyak unit pabrik pengolahan yang sekarang berkantor pusat di jalan KIG Raya Selatan kavling C-5 Gresik Jawa Timur. PT. Kelola Mina Laut yang didirikan pada tahun 1994 mulai berkembang sejak pertama kali didirikan hingga pada tahun 1997 memiliki 10 unit pabrik. Tahun 1999 PT. Kelola Mina Laut mendirikan unit pengolahan ikan (fish) dan Chepalopoda yang berpusat di Gresik Jawa Timur. Pada tahun 2001 mendirikan unit pengolahan udang dan unit pengolahan rajungan (crab) tahun 2003 di Gresik, sebelumnya pada tahun 2002 di Makasar didirikan unit pengolahan ikan. PT. Kelola Mina Laut pada tahun 2005 mendirikan unit pengolahan ikan (value added), pada tahun 2006 pengolahan baso di Madura dan pengolahan surimi tahun 2007 di Kendal. Pada tahun 2009 dikembangkan di Lamongan. Kelola Mina Laut group saat ini telah mempunyai sekitar 75 unit perusahaaan sendiri dan 15 unit usaha binaan yang tersebar di seluruh wilayah
18
Indonesia. Penyebaran lokasi perusahaan menjadikan Kelola group menjadikan PT. Kelola Mina Laut Gresik sebagai kantor pusat yang berfungsi sebagai pengontrol dan pengkoordinasi sebagai fungsi manajemen dan pemasaran.
4.1.2 Visi dan Misi PT. Kelola Mina Laut memiliki visi dan misi untuk menjadi perusahaan yang mampu memimpin dalam bidang pengolahan pangan. PT. Kelola Mina Laut merupakan salah satu eksportir teri nasi terbesar di dunia, dan termasuk dalam perusahaan yang mengekspor udang, crab dan ikan terbesar dunia. Visi dan PT. Kelola Mina Laut adalah KML menjadi perusahaan pengolahan pangan yang terbaik, kompetitif dan integritas di Indonesia. KML menjadi “dapur” Indonesia. Visi tersebut didukung dengan misi membangun bisnis pangan melalui : 1. Managemen usaha yang profesional 2. Berorientasi efisiensi, efektifitas & produktifitas usaha 3. Berorientasi pada value added product 4. Menjalin kemitraan (partnership) dengan stakeholder 5. Menjunjung tinggi kualitas di atas segalanya 6. Memberikan pelayanan terbaik dalam upaya memuaskan pelanggan 7. Pencapaian kinerja perusahaan di atas rata-rata pelaku bisnis food yang didasari fundamental bisnis kuat. Berdasarkan visi misi tersebut, maka perusahaan memiliki kebijakan mutu yang diterapkan dalam perusahaan. Kebijakan mutu tersebut yaitu PT. Kelola Mina Laut memiliki komitmen tinggi untuk : 1) Menghasilkan produk yang bermutu, aman, dan legal sesuai dengan kebutuhan pelanggan. 2) Menerapkan
19
sistem jaminan mutu pangan HACCP, ISO 22000, BRC (British Retail Concorcium), global standard dan auaculture celtification council. 3) Melibatkan seluruh karyawan dalam mewujudkan pengembangan mutu secara berkelanjutan sehingga berubah dan tumbuh untuk memuaskan pelanggan, perusahaan dan karyawan. PT. Kelola Mina Laut juga memiliki sertifikat HACCP dari Dinas Perikanan dan Kelautan Serta sertifikat dari pihak ketiga yaitu : 1. Frozen Demersal Fish No. 061.a/SM/HACCP/Pb/7/13 2. Frozen Demersal Fish No. 061.b/SM/HACCP/Pb/7/13 3. ISO 22000 : 2005 No. HCV 20680 by SAI Global 4. BRC issue 6-Global Standart for Food Safety No. GB 12/86984 by SGS United Kingdom Ltd. System dan Service Certification
4.1.3
Struktur Organisasi Struktur organisasi PT. Kelola Mina Laut terbagi menjadi dua yaitu
struktur organisasi kantor pusat dan struktur organisasi di tiap divisi produksi. Struktur organisasi pusat dipimpin oleh Presiden direktur yang bertugas untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang bersifat strategis, mengatur, mengarahkan dan bertanggung jawab terhadap semua kegiatan. Presiden direktur dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Direktur Operasional, Direktur Human Resources and Development, Direktur Pemasaran dan Direktur Quallity Assurance. Direktur Operasional bertugas untuk mengontrol dan mengawasi jalannya kegiatan produksi. Direktur Operasional sendiri membawahi manajer bisnis yang
20
bertanggung jawab atas kegiatan produksi yang dilakukan oleh setiap manajer divisi dalam satu lokasi pabrik. Direktur Human Resources and Development bertanggung jawab atas sumber daya manusia dalam perusahaan yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh manajer Human Resources and Development. Sejajar dengan kedudukan Direktur Human Resources and Development yaitu Direktur Pemasaran, bertanggung jawab atas kegiatan pemasaran yang dilakukan PT. Kelola Mina Laut. Direktur Quallity Assurance yang juga disebut dengan Food Safety Team Leader bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk. Direktur Quallity Assurance dibantu manajer Quallity Assurance yang membawahi manajer Quallity Control dan Kepala Laboratorium. Struktur organisasi pusat tidak jauh berbeda dengan, dalam struktur organisasi unit tetap dikendalikan oleh presiden direktur, namun dalam rangkaian kegiatan operasional, manajer bisnis dalam satu lokasi pabrik langsung bertanggung jawab atas kegiatan operasional unit dan membawahi manajer pengadaan, manajer produksi dan manajer Program and Planning Inventory Control (PPIC), serta dibantu oleh supporting team yaitu Manajer Human Resources and Development (HRD), Teknologi atau IT, Teknisi dan Manajer Quallity Assurance.
4.1.4 Lokasi PT. Kelola Mina Laut Gresik berlokasi di Kawasan Industri Gresik (KIG) jalan KIG selatan kav. C-5, Jawa Timur. Kawasan industri Gresik merupakan kawasan yang dikembangkan oleh pemerintah daerah tingkat II Gresik sebagai kawasan industri yang berada dalam kawasan petrokimia gresik. PT. Kelola Mina
21
Laut berdiri diatas tanah seluas ± 6 ha. Lokasi pabrik yang dekat dengan kota-kota besar di jawa timur sehingga memudahkan jalur transportasi dan distribusi. Berikut adalah batas-batas PT. Kelola Mina Laut gresik : utara danau ngipik, timur PT. Bumi Mulia Indah Lestari (Pabrik Kaleng), selatan perumahan Kawasan Industri Gresik (KIG), dan barat PT. Madsumaya Indoseafood.
4.2 Fasilitas Yang Tersedia 4.2.1 Mesin Dan Peralatan Produksi Mesin dan peralatan yang digunakan pada proses produksi di PT. Kelola Mina Laut ada yang bersifat manual, semi otomatis dan otomatis. Peralatan produksi yang bersifat manual adalah peralatan produksi yang dipergunakan untuk melaksanakan proses produksi menggunakan tangan. Peralatan manual yang dibutuhkan dalam proses produksi diantaranya meja produksi, long pan, rak, scaller, keranjang, talenan, gunting cabut, pisau, troli, lori, dan baskom. Peralatan produksi yang semi otomatis adalah peralatan yang digunakan yang bersifat otomatis namun masih ada beberapa fungsi yang dilakukan secar manual. Peralatan yang semi otomatis diantaranya timbangan digital, roll conveyer. Peralatan otomatis yang digunakan diantaranya adalah metal detector, pengukur suhu, mesin vacum dan Air Blash Freezing (ABF). Alat yang digunakan dalam proses pengolahan ikan harus memiliki permukaan yang halus, rata dan mudah dibersihkan. Pernyataan ini dukung oleh SNI 01-2729.3 2006 semua peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penanganan ikan segar harus mempunyai permukaan yang halus dan rata, tidak mengelupas, tidak berkarat, tidak merupakan sumber cemarah jasad renik, tidak
22
retak dan mudah dibersihkan. Semua peralatan harus dalam keadaan bersih sebelum, selama dan sesudah digunakan.
4.2.2 Fasilitas Pekerja Terdapat beberapa fasilitas yang disediakan oleh PT. KML untuk para pekerja diantaranya toilet pekerja, loker pribadi, loker makanan, air minum, ruang ganti dan istirahat, dan tempat makan. Toilet pekerja di PT. Kelola Mina Laut unit ikan terletak terpisah dari lokasi ruang produksi. Toilet untuk pekerja wanita tersedia sebanyak 8 toilet, sedangkan toilet untuk pekerja laki-laki tersedia sebanyak 4 toilet. Semua toilet dilengkapi fasilitas air bersih dan peralatan toilet seperti kran air dan bak penampung yang masih berfungsi dengan baik dan layak pakai. Loker pribadi pekerja disediakan untuk para pekerja untuk menyimpan barang pribadi pekerja. Penggunaan loker diatur oleh pihak HRD dengan ketentuan satu loker untuk dipakai dua orang. Loker makanan terletak terpisah dari loker pribadi dan juga ruang proses. Loker makanan pekerja juga diatur oleh HRD. Air minum merupakan salah satu fasilitas yang disediakan untuk pekerja. Di divisi ikan setiap hari sekitar 190 Liter (10 galon) setiap hari. Tempat air minum berupa dispenser yang berjumlah dua buah, tempat air minum juga dicuci setiap hari. Ruang istirahat juga merupakan ruang ganti pekerja disediakan untuk para pekerja untuk mengganti pakaian kerja dan beristirahat. Ruang ganti dan istirahat dibedakan antara ruang pekerja untuk wanita dan pekerja laki-laki. Ruang istirahat merupakan ruang dimana terdapat loker pribadi, loker sepatu pekerja, kaca dan ruangannya terhubung langsung dengan luar. Ruang istirahat dilengkapi mushola untuk menunaikan ibadah bagi pekerja yang beragama Islam. Tempat
23
makan pekerja diletakkan terpisah dari ruang produksi. Tempat makan pekerja masih dalam masa perbaikan pada saat kegiatan PKL berlangsung. Tempat makan dilengkapi dengan tempat sampah dan wastafel untuk mencuci tangan. Jumlah kursi dan meja makan ini sebaiknya perlu disesuaikan dengan jumlah pekerja agar pekerja dapat beristirahat dengan nyaman dan menghindari pekerja membawa masuk makanan dalam ruang proses.
4.2.3 Sarana Transportasi Pemilihan lokasi pabrik yang strategis memberikan kemudahan PT. Kelola Mina
Laut
kemudahan
dalam
mendapatkan
bahan
baku
serta
untuk
mendistribusikan produk hasil olahannya. Pemilihan lokasi PT. Kelola Mina Laut di Gresik ditunjang dengan lokasi pelabuhan peti kemas tanjung perak Surabaya dan juga akses tol yang mudah. Lokasi yang strategis bisa meminimkan biaya produksi khususnya distribusi dan bahan baku.
4.3 Proses Pembekuan Ikan Kakap Merah Pada PT. KML terdapat beberapa jenis olahan dari ikan kakap merah yaitu whole round, whole gutted, whole gutted gill scale, fillet, dan steak. Pada waktu pelaksanaan PKL produk yang sedang diproduksi adalah whole gutted, whole gutted gill scale dan fillet. Beberapa proses yang dilakukan dalam produksi diantaranya penerimaan bahan baku, proses pembekuan, pengemasan dan pelabelan, dan penyimpanan. Semua proses yang dilakukan disesuaikan dengan ketentuan dan standar operational dari ISO dan HACCP. Berikut proses produksi yang dilakukan:
24
4.5.1 Penerimaan Bahan Baku Selama proses produksi pembekuan ikan dibutuhkan bahan baku utama yaitu ikan kakap yang akan diolah menjadi ikan beku. Bahan baku ikan datang dalam kondisi segar langsung dari Brondong, Banyuwangi, Probolinggo. Ikan yang datang diangkut menggunakan mobil bak terbuka dan diletakkan pada wadah tertutup, didalamnya diberi es balok yang sudah dihancurkan menjadi serpihan. Es yang digunakan di PT. Kelola Mina Laut berupa es balok dan es flake. Es balok yang digunakan dibeli dari supplier es balok. Es balok digunakan untuk mempertahankan suhu dingin air di bak penampungan yang digunakan selama proses. Es flake yang digunakan oleh PT. Kelola Mina Laut adalah es yang dibuat sendiri dengan menggunakan air yang telah di treatment sebelumnya dan dibentuk dengan menggunakan mesin sehingga menghasilkan kristal- kristal es yang halus dan tidak akan melukai ikan atau bahan baku lainnya. Es flake digunakan untuk menjaga agar suhu ikan yang diolah stabil < 5°C. Jumlah bahan baku yang datang tiap harinya tergantung dari supplier. Berdasarkan pada lampiran 7. dapat dilihat bahwa jumlah penerimaan bahan baku tidak merata di setiap harinya. Rata-rata bahan baku yang diterima pada bulan Januari sebesar 325,58 kg. Perbedaan jumlah bahan baku ini dikarena kan faktor alam atau lingkungan perairan. Jumlah bahan baku yang tidak menentu mempengaruhi
produktifitas
pekerja
dan
keuntungan
perusahan
untuk
menghindarinya biasanya disiasati dengan mendatangkan bahan baku dari luar pulau Jawa.
25
Berikut alur penanganan raw material ikan kakap merah di PT. Kelola Mina Laut dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Air @# *#
Es Balok @# *#
Penerimaan RM *#
Pencucian
Pencucian Pencucian1
Hancuran es
Penimbangan 1
Sorting and grading
Penimbangan 2
Gambar 3. Alur Penanganan Raw Material Ikan Kakap di PT. Kelola Mina Laut (Sumber : PT. Kelola Mina Laut, 2015) Keterangan : a. *
= Diawasi langsung oleh QC
b. #
= Jika kondisi tidak layak, ditolak
c.
= critical control point
Proses penanganan bahan baku diawali dengan disortasi oleh bagian quality control (QC) dibagian penerimaan. Sortasi yang dilakukan berdasarkan jenis, ukuran, dan kualitas bahan baku ikan kakap dari supplier. Sortasi awal ini akan menentukan harga dari bahan baku dan bentuk olahan. Ikan yang datang kemudian dicuci dengan air mengalir yang mengandung klorin dengan konsentrasi 100 ppm dengan suhu < 5°C.dengan di spray. Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan foreign matter dan mengurangi kontaminasi mikroba
26
diawal. Dilakukan penimbangan dengan meletakkan keranjang basket yang penuh dengan ikan yang telah disortasi di atas timbangan digital. Dilakukan lagi pencucian pada ikan satu persatu menggunakan air mengalir dengan konsentrasi klorin 100 ppm. Pada pencucian ini ikan digosok menggunakan cairan iodin. Fungsi cairan iodin ini adalah sebagai desinfektan yang akan mengurangi keberadaan bakteri seperti Salmonella sp., E. coli, Staphylococcus aureus, bakteri koliform serta Vibrio sp.
Gambar 4. Proses penerimaan bahan baku ikan kakap Sumber :PT. Kelola Mina Laut 4.3.2 Proses Pembekuan Proses pembekuan dimulai dengan penyisikan (scalling). penyisikan adalah proses penghilangan sisik pada ikan menggunakan pengerik (scaller) yang dilakukan pada seluruh bagian tubuh ikan dari arah ekor ke kepala. setelah proses scalling dilakukan pencucian menggunakan air klorin dengan konsentrasi 30 ppm. Pencucian menggunakan klorin sebagai pecegahan tumbuhnya mikroorganisme pathogen. Hal ini sesuai dengan pendapat Amen yang menyatakan bahwa
27
Kalsium hipoklorit merupakan senyawa klor yang berbentuk bubuk atau tablet. Senyawa ini mengandung klor aktif sekitar 70% dan merupakan bahan kimia yang paling banyak digunakan untuk desinfeksi. Klorin ditambahkan dengan konsentrasi 100 ppm, 50 ppm dan 30 ppm sesuai dengan proses yang dilakukan. Ikan yang telah dicuci disiangi (dressing). Penyiangan (dressing) adalah proses penghilangan isi perut ikan. Proses dressing dilakukan dengan cara ikan dibelah bagian perut mulai dari kepala hingga anus menggunakan pisau yang tajam kemudian isi perut ikan di keluarkan dengan alat penjepit yang berbentuk seperti gunting sampai bersihkemudian dicuci Ikan yang sudah discalling dan didressing kemudian difilleting, dan ditrimming untuk merapikan pinggiran fillet dan sekaligus menghilangkan duriduri sirip yang masih menempel di tepi daging agar terlihat rapi. Setelah proses fillet dan trimming. Pencucian 5 menggunakan air ozone 0,4 ppm yang dialirkan dengan kran-kran air. Air ozone dibuat dengan alat pembuat ozone yang dosisnya dapat diatur dengan ozone consistensi control. Pencucian menggunakan air ozone bertujuan untuk menghilangkan bau dari ikan, mengurangi kontaminasi, serta mengurangi residu dan bau klorin yang digunakan pada pencucian awal. Ikan yang telah dicuci kemudian disortir dan ditimbang sebelum akhirnya disusun dalam longpan. Untuk ikan fillet ukuran yang digunakan adalah oz. Satu oz sama dengan 28 gram. Satuan oz dipergunakan untuk produk yang dipasarkan ke USA dan Eropa (Sholichin, 2006) Berat ikan yang di sortasi harus berukuran diantara 6-8 oz (170-227 gram), 8-10 oz (227-283 gram), dan 10-12 oz (283-340 gram). Ikan yang berukuran lebih kecil akan digunakan menjadi produk lain sedangkan
28
yang berukuran lebih besar akan dipotong sesuai yang diminta. Proses pembekuan ini dilakukan setelah semua proses pengolahan ikan selesai dilakukan. Pembekuan dilakukan dengan mesin Air Blash Freezing (ABF). Suhu yang digunakan untuk membekukan ikan antara -35 sampai -45 C. Berikut tabel perbedaan mesin Air Blash Freezing (ABF) dengan menggunakan amonia dan Air Blash Freezing (ABF) dengan menggunakan Freon. Tabel 7. Perbedaan mesin ABF ammonia dan mesin ABF freon. ABF dengan ammonia
ABF dengan Freon
Cocok untuk proses produksi dengan
kurang cocok untuk produksi dalam
jumlah banyak
jumlah banyak Suhu hanya bisa mencapai -30
Suhu bisa mencapai -40 C
sampai -35 C
Lebih cepat hanya membutuhkan waktu 6-7 jam
Pendinginan bersifat normal , membutuhkan waktu yang lebih lama antara 11sampai 12 jam
Bisa untuk 3 hingga 4 kali produksi
Bisa untuk 2 kali produksi dalam
dalam sehari
sehari
Kurang ramah lingkungan, karena jika terjadi kebocoran akan mengkontaminasi seluruh produk yang
Lebih ramah lingkungan
ada di mesin ABF Biaya produksi lebih mahal
Biaya produksi lebih murah Sumber : Saputra, 2012
Di PT. Kelola Mina Laut terdapat 5 mesin Air Blash Freezing (ABF) yang terdiri dari 4 mesin menggunakan pendingin dari amonia dan 1 mesin menggunakan pendingin dari freon. Mesin Air Blash Freezing (ABF) yang menggunakan amoniak lebih sering digunakan dibanding dengan Air Blash
29
Freezing (ABF) dengan freon karena kapasitas yang kurang besar dan waktu yang dibutuhkan untuk proses pembekuan lebih lama. Kapasitas dari mesin Air Blash Freezing (ABF) di PT. Kelola Mina Laut sebesar 5 ton untuk tiap mesin Air Blash Freezing (ABF). Dilakukan glazing pada ikan yang telah dibekukam. Glanzing bisa dilakukan dengan cara menyemprotkan air, menyapukan air, dan mencelupkan ikan pada air. Pemberian glazing pada ikan yang telah dibekukan untuk menjaga agar tidak terjadi dehidrasi ataupun oksidasi. Air yang digunakan selama proses di PT. Kelola Mina Laut memiliki beberapa standar agar bisa digunakan. Beberapa persyaratan yang perlu diketahui mengenai kualitas air tersebut baik secara fisik, kimia dan juga mikrobiologi. Syarat fisik, antara lain: air harus bersih dan tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, suhu tidak berbeda lebih dari 3°C dari suhu udara dan tidak meninggalkan endapan. Syarat kimiawi, antara lain: tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun, tidak mengandung zat-zat kimia yang berlebihan, cukup yodium, pH air antara 6,5 – 8,5. Syarat mikrobiologi, antara lain: tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, tipus, kolera, dan bakteri patogen penyebab penyakit (Setiawan dkk., 2013).
4.3.3 Pengemasan dan Pelabelan Pengemasan dapat diartikan sebagai usaha perlindungan terhadap produk dari segala macam kerusakan dengan menggunakan wadah, sehingga pengemasan bertujuan untuk melindungi atau mengawetkan produk agar sampai ke tangan
30
konsumen dalam keadaan baik (Suradi, 2005). Bahan pengemas yang digunakan di PT. Kelola Mina Laut terdiri dari kemasan primer dan sekunder. Kemasan primer yang digunakan terbuat dari Polyetilen (PE). Polyetilen (PE) bersifat kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaannya terasa agak berlemak. Pada suhu di bawah 60°C sangat resisten terhadap sebagian besar senyawa kimia. Daya proteksinya terhadap uap air baik, tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen. Titik lunaknya rendah, sehingga tidak tahan untuk proses sterilisasi dengan uap panas (Sulchan dan Endang, 2007).
Gambar 5. Pengemas primer fillet ikan kakap Sumber :PT. Kelola Mina Laut Kemasan sedunder yang digunakan adalah Master Carton (MC). Master carton yang digunakan terbuat dari bahan kertas karton bergelombang (corrugated board). Terdiri dari bagian bergelombang yang di kedua sisinya ditutup dengan lembaran karton yang direkatkan secara linier. Konstruksi kelombang bertujuan untuk meredam getaran (Rahimah, 2011). Pemberiaan kemasan sekunder bertujuan untuk menjaga produk dan mencegah kerusakan
31
pada kemasan primer yang langsung bersentuhan dengan produk dan goncangan saat proses distribusi.
Gambar 6. Proses pengemasan akhir Sumber : PT. Kelola Mina Laut
ikan sebelum dikemas dicek menggunakan metal detector untuk pencegahan bahaya berupa potongan logam yang mungkin terdeteksi di produk akhir. Proses deteksi logam ini dilakukan dengan cara melewatkan produk satu persatu pada alat metal detector, apabila ditemukan adanya logam pada produk yang dilewatkan maka alat akan secara otomatis berhenti. Kemudian ditimbang dan dilabel. Label produk dicantumkan pada kemasan, baik pada kemasan primer maupun kemasan sekunder. Label yang harus dicantumkan pada produk diantaranya : nama produk, jenis ikan, nilai gizi (optional), berat bersih, ukuran, tanggal kadaluarsa, kualitas produk (optional), nomor EU (optional), nomor registrasi FDA (optional), nama perusahaan, stempel QC passed, asal produk (negara asal), petunjuk penyimpanan (optional), kode produksi (traceability), kode penerimaan bahan baku, kode area penangkapan. Pemberian label pada
32
produk akan memudahkan untuk dilakukan pengecekan oleh perusahaan dan juga untuk memudahkan konsumen mendapatkan informasi dari produk yang akan dikonsumsi.
4.3.4 Penyimpanan Ikan yang telah dibekukan dalam ABF dan di packing awal di simpan dalam cold storage dengan suhu < -22°. Cold storage yang di miliki oleh PT. Kelola Mina Laut untuk divisi ikan ada 3 ruangan dengan kapasitas masingmasing ruangan adalah 72 ton, 72 ton dan 90 ton. Ditetapkan sistem First In First Out (FIFO) pada gudang penyimpanan untuk mencegah produk yang sudah lama tertimbun. Untuk mencegah kerusakan produk yang ditumpuk, pada dasar produk diberi tatakan agar tidak langsung brsentuhan dengan lantai.
4.4 Penerapan Critical Control Point (CCP) 4.4.1 Penentuan Titik Kritis (Cps) Tujuan dari menentukan titik kritis adalah menentukan suatu kondisi dapat biterima atau tidak sehingga harus ditetapkan secara spesifik. Menentukan titik kritis harus disesuaikan dengan standar yang ditetapkan pihak konsumen baik lokal maupun konsumen luar. Standar yang ditetapkan berupa batasan kritis fisik, kimia dan biologi pada proses maupun produk akhir yang dikirim. Sebuah proses dapat disebut Critical Control Point (CCP) apabila pada proses selanjutnya tidak dapat menghilangkan bahaya dari proses sebelumnya. Identifikasi Critical Control Point (CCP) dari proses pembekuan ikan kakap
33
merah di PT. Kelola Mina Laut (terlampir) menunjukkan bahwa Critical Control Point (CCP) dari proses pembekuan yaitu pada proses penerimaan, pembekuan, metal detecting, pengemasan dan pelabelan.
Gambar 7. Pohon keputusan (decision tree critical control point) sumber : SNI 01-4852-1998
34
Proses tersebut ditetapkan sebagai Critical Control Point (CCP) karena pada proses selanjutnya tidak dapat menghilangkan bahaya yang ada. Cara yang digunakan untuk menentukan titik kritis dalam suatu proses produksi bisa dengan menggunakan pohon keputusan (decision tree critical control point). Gambar pohon keputusan (decision tree critical control point) seperti diatas.
4.4.2 Cara Penanganan Critical Control Point (CCP) A. Cara Penanganan Penerimaan Pada proses penerimaan dilakukan pencegahan dengan cara bahan baku ikan kakap yang datang diberikan beberapa prosedur awal untuk pengecekan yaitu cek suhu, uji organoleptik dan uji laboratorium. Pengecekan pada bahan baku bertujuan untuk menghindari adanya bahaya yang terkandung dari bahan baku. Bahaya tersebut bisa berupa natural toxin, logam berat ataupun mikroorganisme. Pada saat bahan baku ikan kakap merah datang dilakukan pengujian organoleptik oleh quality control bagian penerimaan. Hasil uji organoleptik ikan harus menunjukkan ikan masih dalam kondisi yang baik atau segar. Ikan segar adalah ikan yang memiliki tekstur daging elastis, bola mata cerah dan insang berwarna merah segar. Pernyataan ini didukung oleh Badan Standarisasi Nasional (2006) bahwa ikan segar memiliki ciri-ciri daging kenyal dan dalam kondisi lentur, mata cerah dan menonjol keluar, insang merah cerah, bau segar spesifik jenis. Bahan baku yang diterima dari supplier diambil sampel untuk dilakukan uji laboratorium untuk mengetahui mutunya. Pengambilan sampel uji dilakukan
35
berbeda untuk setiap jenisnya. Apabila sampel uji berupa raw material, maka produk diambil secara acak dari truk supplier yang datang oleh analis yang bertugas mengambil sampel. Apabila sampel berupa produk finished good, maka yang bertugas mengambil sampel adalah petugas quality control yang selanjutnya diserahkan kepada analis. PT. Kelola Mina Laut melaksanakan semua uji mikrobiologi yang ditetapkan sebagai standar mutu oleh Badan Standardisasi Nasional. Pengujian mikrobiologi yang dilaksanakan yaitu Total Plate Count/Angka Lempeng Total, Coliform, E. coli, Salmonella sp., Staphylococcus aureus, dan Listeria monocytogenes. Parameter mikrobiologi yang diuji adalah Escherichia coli dan Salmonella sp. karena kedua bakteri tersebut telah mewakili dua metode pengujian mikrobiologi, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Standar maksimum yang ditetapkan oleh BSN untuk masing-masing mikroorganisme tersebut sesuai dengan SNI 7388:2009 Tabel 8. Batas maksimum cemaran mikroba yang diuji di PT. KML ALT (30 oC, 72 jam)
5 x 105 koloni/g
APM Coliform
< 3/g
APM Escherichia coli
< 3/g
Salmonella sp.
Negatif/25g
Vibrio Cholerae
Negatif/25g
Staphylococcus aureus
1 x 102 koloni/g
Listeria monocytogenes
Negatif/25g
Sumber: PT. Kelola Mina Laut (2015) Ikan yang datang seperti telah dijelaskan di atas dilakukan prosedur awal untuk pengecekan yaitu cek suhu, uji organoleptik dan uji laboratorium. Hal ini
36
sesuai dengan SNI (2006) yang menjelaskan bahan baku yang diterima di unit pegolahan diuji secara organoleptik, untuk mengetahui mutunya. Bahan baku harus ditangani secara hati-hati, cepat, dan saniter dengan suhu dibawah 5 C. Proses penerimaan bahan baku merupakan salah satu proses yag penting. Proses penerimaan menentukan ikan yang diterima layak atau kurang layak untuk diolah menjadi produk. Barang yang ditolak akan dikembalikan kepada supplier yang bersangkutan. Selain dikembalikan PT. Kelola Mina Laut juga melakukan pengecekan dan pembinaan pada supplier agar dikemudian hari menjaga kualitas bahan baku yang dikirim. Pembinaan yang diberikan mengenai cara penangkapan yang baik, cara menyimpan hasil tangkapan, transportasi yang baik penggunakan bahan kimia berbahaya seperti formalin dan beberapa prosedur lain yang membantu meningkatkan kualitas bahan baku. B. Cara Penanganan Pembekuan Pada proses pembekuan dilakukan pencegahan dengan menjaga suhu mesin Air Blash Freezing (ABF). Suhu yang digunakan antara -35 sampai 45C. Suhu yang digunakan bergantung pada jumlah ikan yag dibekukan dan jenis mesin Air Blash Freezing (ABF) yang digunakan. Jika jumlah ikan banyak suhu yang digunakan semakin kecil. Apabila terjadi kesalahan proses pembekuan dapat dilakukan produksi ulang (repro) untuk mengulang proses pembekan yang kurang sesuai atau mengubah produk menjadi olahan produk lain.
37
C. Cara Penanganan Pengemasan Dan Pelabelan Sedangkan pada proses pengemasan dan pelabelan pencegahan dilakukan dengan cara pengecekan secara berkala oleh quality control dan dilakukan pengontrolan ketat pada proses produksi yang menggunakan bahan metal untuk meminimalisir metal yang mungkin terdapat pada bahan. Di PT. Kelola Mina Laut menetapkan peraturan pegawai yang masuk dalam ruang proses tidak diperbolehkan membawa atau mengenakan barang yang berbahan dasar logam. Jika ditemukan produk yang teridentifiksi logam atau produk yang memiliki kesalahan pelabelan.akan dillakukan penolakan ataupun melakukan produksi ulang (repro) pada produk Label yang harus ada pada kemasan: nama produk, jenis ikan, nilai gizi (optional), berat bersih, ukuran, tanggal kadaluarsa, nama perusahaan, asal produk (negara asal), petunjuk penyimpanan (optional), kode produksi (traceability).
4.6.3 Pemantauan Titik Kritis Titik kritis yang sudah dinyatakan sebagai Critical Control Point (CCP) harus dilakukan monitoring atau control unuk memastikan sesuai dengan prosedur. Monitoring bisa dilakukan dengan pengamatan (sensori, visual), ataupun pengukuran kimia, fisik (Thaheer, 2008). Pemantauan dilakukan oleh quality control ataupun penanggung jawab di lokasi/ divisi proses yang sedang berjalan. Di PT. Kelola Mina Laut pada tiap proses dilakukan pemantauan secara berkala oleh penanggung jawab. Pengecekan yang dilakukan biasanya pada suhu ikan dan aroma (organoleptik). Perusahaan secara periodik mengunjungi dan memonitoring supplier. Pelacakan dilakukan berdasarkan sistem sebagai berikut :
38
nama lokasi proses, nama supplier, area supplier, proses yang dilakukan, tanggal proses dan tahun proses. Pengecekan secara periodik dilakukan untuk mencegah kecurangan yang dilakukan oleh supplier.
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil praktek kerja lapang di PT. Kelola Mina Laut diantaranya: 1.
Proses pembekuan ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus) terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu penerimaan mulai dari ikan diterima, disortir, dan ditimbang kemudian dicuci. Proses kedua yaitu pembekuan mulai dari ikan disisik, difillet, ditrimming, ditimbang, disusun kemudian dibekukan. Proses ketiga yaitu pengemasan dan pelabelan yaitu glanzir, metal detecting dan pengemasan dan pelabelan. Proses terakhir adalah penyimpanan finish good product di cold storage.
2.
Penentuan titik kritis (CPs) pada pembekuan kakap merah dilakukan dengan menggunakan pohon keputusan (decision tree critical control point), dan pada proses pembekuan ikan kakap merah yang termasuk ke dalam titik kritis adalah, proses penerimaan pada raw material, pembekuan pada penggunaan suhu antara -35 sampai -45 C , dan proses packing and labeling pada benda logam dan label kemasan yang tidak sesuai.
3.
Penerapan Critical Control Point (CCP) di PT. Kelola Mina Laut dilakukan pada beberapa proses yang diidentifikasi sebagai Critical Control Point (CCP). Pada proses penerimaan dilakukan dengan pencegahan yaitu uji laboratorium dan uji organoleptik, dan penolakan barang yang tidak sesuai standar. Pada proses pembekuan dilakukan pencegahan dengan menjaga suhu mesin ABF dan melakukan produksi ulang (repro). Pada proses pengemasan
40
dan pelabelan pencegahan dilakukan dengan cara pengecekan secara berkala oleh quality control dan dilakukan produksi ulang (repro) jika ditemukan produk yang memiliki kesalahan pelabelan.
5.2 Saran Saran yang bisa saya berikan kepada perusahaan setelah melakukan praktek kerja lapang diantaranya sebagai berikut 1.
Menjaga suhu pada tiap proses agar tetap rendah dengan es agar mutu produk tidak menurun.
2.
Proses pencucian ikan yang kurang sesuai dan penggatian air cucian yang kotor
3.
Lebih memperhatikan titik kritis pada setiap alur proses pembekuan ikan kakap merah.
4.
Memisahkan proses penerimaan ikan dengan spesies berbeda agar tidak terjadi kontaminasi silang.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, Rabiatul. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta. Bumi Aksara. Amen, O., Sutanto, Lilianti, R. Efficiency Of Ca(OCl)2 And NaOCl As Water Disinfectant In Pdam Tirta Pakuan Instalation. Badan Standar Nasional Indonesia. 1998. Sistem Analisis Bahaya Dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) Serta Pedoman Pengendaliannya. Badan Standar Nasional Indonesia. Badan Standar Nasional Indonesia. 2006. Ikan Segar : Bagian 1 Spesifikasi. Badan Standar Nasional Indonesia. Badan Standar Nasional Indonesia. 2006. Ikan Segar : Bagian 3 Penanganan Dan Pengolahan. Badan Standar Nasional Indonesia. Badan Standar Nasional Indonesia. 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan. Badan Standar Nasional Indonesia. Badan Standar Nasional Indonesia. 2014. Ikan Beku. Badan Standar Nasional Indonesia. Bryan, Frank L. (1995). Analisis Bahaya dan Pengendalian itik Kritis. (Diterjemahkan oleh Ditjen PPM dan PLP). Jakarta: Depkes RI Ditjen Perikanan. 1990. Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Direktorat Jendral Perikanan. Jakarta. Food And Agriculture Organization Of The United Nations. 1985. FAO Species Catalogue. Fir/S125 Vol. 6. Snappers Of The World Nazir, M. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor. Oktafiani, R., Asriyanto, Wibowo, P. 2013. Pengaruh Perbedaan Konstruksi Mata Pancing Dan Jenis Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Kakap Merah (Lutjanus argentimaculatus) Dengan Pancing Ulur (Hand Line) Di Perairan Cirebon Cangkol, Jawa Barat. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology Volume2, Nomor 2, Tahun 2013.
42
Istijanto.2005. Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka. Tama. Jakarta. Jiang S.T. 2000. Enzymes And Their Effect On Seafood Texture. New York. Marcel Dekker. Inc Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Statistik Perikanan Tangkap 2010. Jakarta: KKP Press. Purba, Resmayeti. 1994. Perkembangan Awal Ikan Kakap Merah, Lutjanus argentimaculatus. Oseana, Volume XIX, Nomor 3 : 11 - 20. Rahimah, S. 2011. Pengemasan Pangan : Kemasaan Kertas Dan Karton. Univesitas Padjadjaran. Bandung Saanin,H. 1984. Taksonomi Dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta. Sangadji, E. M. dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis Dalam Penelitian. ANDI. Yogyakarta. Saputra, R., P. 2012. Managemen Pengolahan Ikan Kakap Merah (Lutjanus sanguineus) dengan Metode Whole Gilled Gutted and Scale off di PT. Kelola Mina Laut Surabaya Jawa timur. Praktikum Kerja Lapang. Universitas Airlangga. Surabaya. Saraswati, A. 2013. Efek Pegukusan Terhadap Kadungan Asam Lemak Dan Kolesterol Kakap Merah (lutjanus bohar). Skripsi.Institut Pertnian Bogor. Bogor Setiawan, D., Sibarani, J., Suprihatin, I. E. 2013. Perbandingan Efektifitas Disinfektan Kaporit, Hidrogen Peroksida, Dan Pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+). Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) Volume 1, Nomor 2. Sulchan,M., Nur E., W. 2007. Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan Styrofoam. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2. Suradi, K. 2005. Pengemasan Bahan Pangan Hasil Ternak Dan Penentuan Waktu Kadaluarsa. Dibawakan dalam seminar : Fasilitas Penanganan Pengemasan Olahan Ternak. pada tanggal 5-7 Juni 2005 di MakasarSulawesi Selatan Thaheer, Hermawan.2008. system Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Jakarta. Bumi Aksara.
LAMPIRAN Lampiran 1. Denah Lokasi Rencana Praktek Kerja Lapang
Sumber : https://www.google.com/maps/
44
Lampiran 2. Layout PT. Kelola Mina Laut divisi fish
45
Lampiran 3. Struktur Organisasi Unit Ikan di PT. Kelola Mina Laut Gresik, Jawa Timur.
46
Lampiran 4. Lembar Analisis Bahaya LEMBAR ANALISIS BAHAYA
Tahapan Proses
Penyebab Bahaya
1 Penerimaan Bahan Baku
2 Suhu dan waktu melampaui batas
Pembekuan
Pengemasan
Pembekuan lambat Keakuratan
Bahaya Potensial
3 - Benda asing (rumput, batu, plastik, kayu). - mikrobiologi (parasit, e coli, salmonella, vibrio) -Logam berat (Pb, Cd, Hg, As) - Natural toxic (ciguatoxin, -Pengawet (formalin) Kehilangan cairan
- Benda logam
SSOP / GMP adequately Control Kategori Hazard Bahaya SSOP GMP FS/ KM
Apakah Bahaya Potensial Signifikan
-
-
V
M
Severity auto (M/L, N/L) 8 N/L
V
-
-
M
N/L
-
V
V
-
V
M
N/L
V
-
V
-
V
M
N/L
V
-
V V
-
V V
M M
N/L N/L
V V
V
-
V
M
N/L
V
4
5
Probability (L/M/H)
6
7
YES
NO
9 -
10 V
Alasan
Tindakan Pencegahan
11 - Suhu dan waktu melampaui batas dapat menyebabkan pembusukan - Pengendalian yang baik oleh GMP
12 - Suhu dijaga pada titik leleh es - bahan baku yang bagus diseleksi dan menolak jika terjadi dekomposisi
-
Pembekuan cepat
Proses ulang
-
- Pengendalian
Kalibrasi
47
Dan Pelabelan
Penyimpanan
metal detektor Kesalahan manusia Fluktuasi suhu
- kesalahan penempatan label - lolos label - Pertumbuhan bakteri (E.coli, Salmonella) - Kehilangan cairan
V
-
V
M
N/L
V
-
V V
-
V V
M L
N/L N/L
V -
V
V
-
V
L
N/L
-
V
date Approved by:
Verified by :
Prepared by
yang baik oleh GMP - Pengendalian yang baik oleh SSOP dan GMP - Pengendalian yang baik dengan GMP (fluktuasi suhu dipertahankan maksimum 2C) - Pemantauan suhu dilakukan setiap 1 jam
Pengecekan ulang
48
Lampiran 5. Analisis Critical Control Point (CCP) IDENTIFIKASI CCP PRODUK IKAN BEKU No.
Alur Proses
Bahaya -
Penerimaan bahan baku
-
1. Pembekuan
-
2. Pengemasan dan pelabelan
-
-
3. .
Foreign matter (rumput, batu, plastik, kayu). Microorganism (parasit, e coli, salmonella, vibrio) Logam berat (Pb, Cd, Hg, As) Natural toxic (ciguatoxin, Pengawet (formalin) Dehirdasi Microorganism (parasit, e coli, salmonella, vibrio) Benda logam Kesalahan penempatan label Kontaminasi lingkungan
(Kategori Bahaya)
Q1
Q2
FS KP
YES YES
-
-
YES
FS KP
YES YES
-
-
YES
FS KP FS KP
YES YES YES YES
-
-
YES YES
date Approved by:
Verified by :
Q3 Q4 CCP
Prepared by
49
Lampiran 6. Lembar pengawasan CCP PENGAWASAN TITIK KENDALI KRITIS
CCP
Penerimaanbahan baku Pembekuan-
Batas kritis untuk setiap tindakan pencegahan
Bahaya Signifikan
- Logam berat (Pb, Cd, Hg, As) - ciguatoxin - Pengawet (formalin) Dehirdasi Microorganism (parasit, e coli, salmonella, vibrio)
Pengemasan - -Kesalahan dan penempatan label pelabelan - - Kontaminasi lingkungan - - Benda logam
Batas Kritis Untuk Setiap tindakan Pencegahan Apa
Bagaimana
Frekuensi
Tindakan Koreksi
Pencatatan
Verifikasi
Siapa
Mengikuti spesifikasi bahan baku
a. Bau b. Warna c. Tekstur
Evaluasi secara sensorik
Setiap kedatangan perbasket
Petugas QC
Ditolak apabila Form tidak sesuai penerimaan denganspesifikasi bahan baku
Pemeriksaan laporan harian oleh QA
Suhu mesin ABF dibawah < - 35º C
Suhu
Evaluasi secara sensorik
Selama proses pembekuan
Petugas QC
Form proses produksi
Pemeriksaan laporan harian oleh QA
-
a. Label b. benda logam
Pengecekan label dan Pengecekan dengan alat metal detector
Setiap mengemas produk
Petugas QC
Ditolak apabila tidak sesuai denganspesifikasi atau di bekukan ulang Dilabel ulang dan Ditolak apabila tidak sesuai denganspesifikasi
Form produk akhir
Pemeriksaan laporan harian oleh QA
- ditemukan logam
50
Lampiran 7. Jumlah Bahan Baku Ikan Kakap No.
Tanggal
Jumlah Bahan Baku (Kg)
1.
02-Januari-15
304
2.
05- Januari-15
381
3.
08- Januari-15
81
4.
16- Januari-15
373
5.
17- Januari-15
1527
6.
19- Januari-15
630
7.
21- Januari-15
202
8.
23- Januari-15
305
9.
24- Januari-15
293
10.
26- Januari-15
613
11.
27- Januari-15
547
12.
28- Januari-15
13.
29- Januari-15
357
14.
30- Januari-15
946
15.
31- Januari-15
1412 716
18 1388
Jumlah bahan baku pada bulan Januari
10093
Rata-rata bahan baku perhari
325,58 kg
51
Lampiran 8. Surat keterangan Melaksanakan Praktek Kerja Lapang
52
Lampiran 9. Perhitungan Rendemen Proses Fillet Skin On Kakap Merah Rendemen proses pembekuan fillet skin on kakap merah yang telah menjadi produk akhir sebagai berikut : Proses
Jumlah berat
Ikan kakap merah utuh
50 kg
Penyisikan
48,40 kg
Penghilangan isi perut
46, 13 kg
Filleting
22,33 kg
Trimming
20,48 kg
Fillet skin on kakap merah
20,40 kg
Berat sisik yang hilang
50 - 48,40 =1,6
= 3,2 %
Berat isi perut yang hilang 48,4 - 46,13 =2,27 = 4,6 %
Filleting
46,13 -22,33 = 51,59 %
Trimming
22,33 – 20, 48 = 8,29 %
Rendemen = 40,96 %
53
Lampiran 10. Alat Produksi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sanguineus)
(a) Keranjang produksi
(b) Pisau fillet
(c) Telenan
(d) meja produksi
(e) Long pan
(f) Produk fillet IWP
(g) Metal detector
(h) Master Carton
54
(i) Trolley
(j) Rak
(k) Bak tempat limbah
(l) Mesin Stripping band
(m) Gunting cabut duri
(n) Isolasi
55
Lampiran 11. Seragam Dan Alat Sanitasi
(a) Hand dryer
(c) Cara mencuci tangan
(b) washtafel
(d) Sarung tangan penerimaan raw material
56
(e) Sarung tangan proses produksi
(g) Sepatu boot
(i)
(f) Hair net
(h) Topi ninja
Sapu karet
Lampiran 12. Form supplier guarantee SUPPLIER GUARANTEE FOR RAW MATERIAL
57
We here by confirm/guarante, that all fishes supplied to PT. Kelola Mina Laut: Bersama ini kami menjamin bahwa semua ikan yang dikirim ke PT. Kelola Mina Laut : 1. Maintained in the righ temperature maximum handling until received in factory of
since cathing and
. Kelola Mina Laut. ijaga agar
suhunya mulai dari penangkapan, penanganan sampai raw material diterima di
. Kelola Mina Laut maksimal
.
2. Confirmed / guaranteed have good freshness, no odor or decomposition. Dijamin kesegarannya bagus, serta tidak ada bau menyimpang atau dekomposisi. 3. Free form any kind additive chemical (coloring agent, enhancer, preservative, additive, etc). And allergen additive (sulfit, nitrit, etc) Bebas dari semua bahan tambahan (pewarna, MSG, pengawet, bahan tambahan, dll) dan additive allergen (sulfit, nitrit, dll) 4. Was caught form areas free form epidemic and infectious disease and fished according to the techinical internasional regulation and has been prepared according to the standardized specification, and has been caught in non-atomic clear ang unpolluted without any use of explosive materials. Ditangkapnya dari wilayah yang bebas epidemi dan penyakit menular dan cara penangkapannya berdasarkan regulasi internasional dan telah disiapkan sesuai dengan spesifikasi yang terstandarisasi dan ditangkap di area non atomic dan tidak terkena polutan juga tanpa penggunaan peledak. 5. Free from infection and contagious disease, parasites, harmful materials, antibiotic residuals, residua of heavy metal (Pb, Cd and Hg), infection, epidemic, dioxin and phase or toxin). This fish is free form insecticides, fertilizers and sewage pollution. Bebas dari penyakit yang bersifat menular, parasit, bahan berbahaya, residu antibiotik, residuheavy metal (Pb, Cd dan Hg), infeksi, epidemi dioxin . ikan ini bebas dari insektisida, pupuk dan polusi limbah padat.
58
6. Handled in right sanitation condition to prevent fish from cross contamination. Ditangani dengan kondisi sanitasi yanng baik untuk menghindari kontaminasi silang. Details raw material we confirmed / guarantee are : Rincian bahan baku yang dijamin adalah : Supplier name / Address
: .....................................................
Nama supplier / Alamat
: .....................................................
Fish name
: .....................................................
Nama ikan
: .....................................................
Quantity
: .....................................................
Jumlah
: .....................................................
Cathing methode
: .....................................................
Cara penangkapan
: .....................................................
Telephone
: ....................................................
Telepon
: .....................................................
Date
: ....................................................
Tanggal
Verified by / diketahui
supplier