PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK AGROINDUSTRI GULA TEBU (STUDI KASUS DI PT A)
MUHAMMAD ASROL
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengukuran dan Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu (Studi Kasus di PT A), adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015
Muhammad Asrol NIM F34110125
ABSTRAK MUHAMMAD ASROL. Pengukuran dan Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu (Studi Kasus di PT A). Dibimbing oleh MARIMIN dan M ARIF DARMAWAN. Kinerja rantai pasok merupakan indikator kesuksesan perusahaan dalam menjalankan proses bisnisnya. Pengukuran kinerja rantai pasok diperlukan untuk melakukan pengendalian dan mengetahui posisi kinerja perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi, perhitungan dan perumusan strategi peningkatan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu di PT A. Kinerja rantai pasok diperoleh dengan pendekatan SCOR dan fuzzy AHP. Strategi peningkatan kinerja rantai pasok dirumuskan melalui analisis SWOT dan fuzzy AHP. Hasil penilaian pakar terhadap matrik pengukuran kinerja rantai pasok dengan metode fuzzy AHP bahwa tiga matrik pengukuran kinerja dengan bobot tertinggi adalah biaya pengolahan (0.168), ketepatan pengiriman (0.157) dan kondisi barang sempurna (0.119). Hasil pengukuran kinerja rantai pasok di PT A tahun 2013 menunjukkan kinerja rata-rata perkebunan adalah 61.78% dan kinerja pabrik adalah 63.05% sedangkan tahun 2014 kinerja rata-rata perkebunan adalah 60.30% dan kinerja pabrik 56.80%. Hasil analisis SWOT pada faktor internal menunjukkan nilai total sebesar 2.348 sedangkan faktor eksternal 2.449. Evaluasi faktor internal dan eksternal perusahaan diketahui berada pada posisi Kuadran II (+0.618;-0.195). Studi ini menyarankan alternatif strategi menggencarkan penelitian dan pengembangan pada sistem produksi gula sehingga mampu mempertahankan mutu, rendemen dan performa untuk meningkatkan kinerja rantai pasok. Kata kunci: agroindustri gula tebu, fuzzy AHP, kinerja rantai pasok, SCOR, SWOT
ABSTRACT MUHAMMAD ASROL. Supply Chain Performance Measurment and Improvement of Sugar Cane Agro-Industry (Case Study in Company A). Supervised by MARIMIN and M ARIF DARMAWAN. Supply chain performance is an indicator of how well company runs its business process. Supply chain performance measurement is needed to control and to know company's performance position. This research aims to identify, calculate and formulate improvement strategy of cane sugar agro-industry supply chain in PT A. Supply chain performance was obtained by SCOR and fuzzy-AHP approach. Supply chain performance improvement strategy formulated by SWOT analysis and fuzzy AHP. The results of expert assessment for supply chain performance measurement matrix by the fuzzy AHP that three highest weights were processing cost (0.168), delivery accuracy (0.157) and perfect condition (0.119). Supply chain performance measurement results in PT A on the year 2013 showed the average performance of plantation was 61.78% and mill performance was 63.05%, while in 2014 the plantation
average performance was 60.30% and mill performance was 56.80%. SWOT analysis on internal factors showed total value was 2.348 while 2.449 external factors. Through evaluation of internal and external factors, the company’s position known as Quadrant II (+0618;-0195). This research suggested to intensify research and development to maintain quality, yield and performance as the best strategy to improve supply chain performance. Keywords: fuzzy AHP, SCOR, sugar cane agro-industry, supply chain performance, SWOT
PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK AGROINDUSTRI GULA TEBU (STUDI KASUS DI PT A)
MUHAMMAD ASROL
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Pengukuran dan Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu (Studi Kasus di PT A)” dapat diselesaikan dengan baik. Dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini, penulis mendapatkan bantuan serta bimbingan dari banyak pihak. Maka dari itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, khususnya kepada: 1. Prof Dr Ir Marimin, MSc dan M. Arif Darmawan, STP MT selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah. 2. Prof. Sukardi selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. 3. Prof Rhoedy Purwanto, MSc, Dr Ir Puwono, MS, Dr Sapta Raharja, Prof Dr Ir Mahfud, MS, dan Dr Andes Ismayana, STP MT selaku pakar yang telah memberikan bantuan kepada penulis saat melakukan penelitian. 4. Iip Saepudin, SP, Mas Nandang Munandar, SP MM, S. Ragil Wijaya, ST, dan Noor Salim, ST sebagai pakar dari pihak PT A yang telah memberikan bantuan kepada penulis saat melakukan penelitian. 5. Kedua orang tua penulis Bapak Anasrun dan Ibu Sarinun atas doa serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Kepada Kakak dan Adik penulis Ifna Reni, SPd, Sri Rahayu, dan Muhammad Afriandi yang memberikan semangat kepada penulis dalam penulisan karya ilmiah. 6. Keluarga bapak Amin yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian dan pengumpulan data. 7. Keluarga besar TIN 48, CSS MoRA IPB, CSS MoRA IPB 48 yang senantiasa berbagi ilmu selama kegiatan perkuliahan di Institut Pertanian Bogor. Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang agroindustri gula tebu indonesia. Bogor, Agustus 2015
Muhammad Asrol
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
DAFTAR ISTILAH
xv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Pertanyaan Penelitian
2
Tujuan Penelitian
3
Ruang Lingkup
3
METODE
3
Kerangka Pemikiran
3
Tata Laksana Penelitian
5
Pengolahan Data
7
Perancangan Perangkat Lunak Pendukung Analisis HASIL DAN PEMBAHASAN Konfigurasi Rantai Pasok Agrindustri Gula
11 13 13
Struktur Jaringan Rantai Pasok Gula
13
Proses Bisnis Rantai Pasok
20
Sumber Daya Rantai Pasok
22
Manajemen Rantai Pasok
25
Analisa Nilai Tambah
26
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu
28
Pembobotan Matrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok dengan Fuzzy AHP
29
Hasil Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu
31
Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu
34
Penentuan Posisi Perusahaan Melalui Analisis SWOT
34
Pemilihan Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu 37 Rancangan Perangkat Lunak Pendukung Analisis Verifikasi dan Validasi Model
39 39
Subsistem Informasi Agroindustri Gula Tebu
40
Subsistem Pembobotan Matrik dan Pengukuran Kinerja Rantai Pasok
42
Subsistem Perumusan dan Pemilihan Strategi Peningkatan Kinerja Rantai
43
Implikasi Manajerial
45
SIMPULAN DAN SARAN
46
Simpulan
46
Saran
46
DAFTAR PUSTAKA
46
LAMPIRAN
51
RIWAYAT HIDUP
76
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Konsumsi dan defisit gula Indonesia 2008-2013 Perhitungan nilai tambah metode Hayami Uraian atribut dan matriks kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu Jumlah impor gula mentah untuk pabrik gula rafinasi Syarat mutu gula rafinasi Syarat mutu gula Kristal Putih Hasil uji mutu gula Kristal Putih PT A tahun 2013 dan 2014 Kondisi produksi dan permintaan gula Indonesia 2008-2013 Pangsa pasar gula di Indonesia Luas lahan perkebunan tebu nasional tahun 2006-2011 Kondisi pabrik gula Indonesia 2005-2009 Jumlah tenaga kerja PT A per Januari 2015 Perhitungan nilai tambah pada bagian perkebunan Perhitungan nilai tambah pada bagian pengolahan Standar Kinerja Hasil Pengukuran Kinerja Rantai Pasok PT A tahun 2013 Hasil Pengukuran Kinerja Rantai Pasok PT A tahun 2014 Penilaian Faktor Internal Perusahaan Penilaian Faktor Strategi Eksternal Matrik SWOT
1 8 10 17 17 18 19 19 20 22 23 25 27 28 31 31 32 35 36 38
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka analisis rantai pasok (Van de Vorst 2006) Konfigurasi sistem perancangan perangkat lunak pendukung analisis Pola aliran rantai pasok agroindustri gula (Neves et al. 2010) Pola aliran rantai pasok GKP (KPPU 2010) Pola aliran rantai pasok GKP (KPPU 2010) Mekanisme rantai pasok agroindustri gula tebu PT A Siklus proses rantai pasok PT A Proses dorong/tarik pada rantai pasok PT A Skema pembagian ketanagakerjaan PT A Hierarki dan hasil pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu Kuadran posisi perusahaan berdasarkan analisis swot Halaman pembuka sistem Tampilan informasi mekanisme rantai pasok Tampilan perhitungan nilai tambah bagian perkebunan Tampilan hasil penilaian pakar terhadap matrik pengukuran kinerja Tampilan hasil pembobotan matrik pengkuran kinerja oleh pengguna Tampilan hasil pengukuran kinerja rantai pasok oleh pengguna Tampilan analisis SWOT oleh satu orang pakar Tampilan hasil pembobotan pemilihan strategi peningkatan kinerja
4 7 12 13 14 15 15 21 21 24 30 37 40 41 41 42 43 43 44 44
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Diagram alir prosedur penelitian 51 Hierarki keputusan pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu 52 3 Diagram alir model pengukuran kinerja rantai pasok 53 54 4 Diagram alir perumusan strategi peningkatan kinerja rantai pasok 5 Peralatan penunjang produksi gula tebu di PT A 55 6 Struktur organisasi PT A 57 7 Data aktual matrik kinerja rantai pasok PT A tahun 2013-2014 58 8 Perhitungan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri gula Tebu di PT A tahun 20132014 60 9 Hierarki dan hasil pemilihan alternatif strategi peningkatan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu 64 10 Data Flow Diagam 67
11 Kebutuhan perangkat keras. perangkat lunak dan prosedur instalasi paket perangkat lunak 12 Analisa kebutuhan perangkat lunak 13 Tampilan perangkat lunak pendukung analisis
68 71 72
DAFTAR ISTILAH AGI
AHP
APO
BPS
BSN
BUMN
CI CR DFD
DGI DO GKP GKR
: Asosiasi Gula Indonesia adalah wadah perusahaan atau produsen gula baik yang berbentuk BUMN atau Badan Usaha Swasta yang dalam memperjuangkan kepentingan bersama melakukan kegiatan yang bersifat nirlaba. : Analytical Hierarchy Process adalah metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan suatu masalah yang disederhanakan dalam kerangka berfikir dan terorganisir : Asian Productivity Organization merupakan sebuah organisasi yang didirikan pada tanggal 11 Mei 1961 sebagai oraganisasi antar pemerintah yang bersifat tidak berpolitik, nirlaba dan tidak diskriminatif. : Badan Pusat Statistik merupakan lembaga pemerintah non departemen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden untuk melaksanakan tugas pemerintahan dibidang statistik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. : Badan Standarisasi Nasional merupakan lembaga pemerintah nonkementerian dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standarisasi di Indonesia. Badan ini menetapkan SNI (Standar Nasional Indonesia) sebagai acuan standar teknis di Indonesia. : Badan Usaha Milik Negara merupakan perusahaan milik negara yang merujuk pada perusahaan atau badan usaha yang dimiliki pemerintah sebuah Negara : Concistency Index : Concistency Ratio nilai standar yang digunakan sebagai dasar penilaian yang konsisten terhadap suatu perbandingan berpasangan. : Data Flow Diagram yaitu menggambarkan pola aliran data dan logika dalam suatu sistem tanpa melihat sistem tersebut secara langsung. : Dewan Gula Indonesia : Delivery Order merupakan sebuah surat sebagai bukti transaksi pembelian gula yang digunakan di lingkungna PT A. : Gula Kristal Putih merupakan jenis gula yang umumnya diproduksi dari bahan baku tebu/bit melalui proses pemurnian sulfitasi. : Gula Kristal Rafinasi merupakan jenis gula yang diproduksi dari bahan baku gula mentah melalui proses pemurnian karbonasi.
: Hak Guna Usaha merupakan status terhadap sebuah wilayah perkebunan yang telah disertifikasi secara hukum untuk perusahaan tertentu. ICUMSA : International Commision for Uniform Method of Sugar Analysis merupakan standar uji kualitas gula yang disepakati oleh beberapa negara. : Ikatan Ahli Gula Indonesia Ikagi : Kondisi Barang Sempurna KBS : Ketepatan Pengiriman KP : Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU : Kerja Sama Operasi KSO : Pabrik Gula PG : Pabrik Gula Rafinasi PGR : PT Rajawali Nusantara Indonesia merupakan perusahaan BUMN PT RNI yang bergerak di berbagai bisnis termasuk agroindustri. : Pesanan Terkirim Penuh PTP : PT Perkebunan Nusantara merupakan salah satu unit perusahaan PTPN BUMN yang bergerak pada bidang perkebunan. : Siklus Bahan Baku SBH : Supply Chain Council merupakan sebuah organisai yang aktif SCC melakukan studi pada bidang rantai pasok. : Merupakan singkatan dari Supply Chain Operation Refference SCOR merupakan alat manajemen untuk mengukur kinerja rantai pasok. : Sumber Daya Manusia SDM : Surat Keputusan sebuah peraturan atau keputusan yang dikeluarkan SK oleh pemimpin lembaga pemerintahan atau organisasi. : Sistem Manajemen Basis Data SMBD : Sistem Manajemen Basis Model SMBM : Standar Nasional Indonesia merupakan sebuah acuan teknis yang SNI dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) : Siklus Pengolahan SP : Surat Perintah Tebang Angkut merupakan surat yang dikeluarkan SPTA oleh manajemen PT A melalui bagian Risbang sebagai alat bukti transaksi dan aktivitas pemanenan di perkebunan tebu. : Merupakan singkatan dari Strength, Weakness, Opportunity, Threats SWOT sebuah alat bantu manajemen untuk melihat kondisi internal dan eksternal manajemen suatu perusahaan atau organisasi : Ton Cane per Day sebuah ukuran untuk menentukan kapasitas TCD produksi Pabrik Gula (PG) : Tebu Rakyat Bebas merupakan sebuah kategori perkebunan yang TRB dimiliki oleh petani tebu. : United States Department of Agriculture merupakan lembaga USDA pertanian milik pemerintah Amerika Serikat HGU
PENDAHULUAN Latar Belakang Gula tebu merupakan produk agroindustri strategis untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dan bahan tambahan industri pangan. Permintaan gula di dalam negeri mencapai 4.2 juta - 4.7 juta ton/tahun (Departemen Perindustrian 2009) karena adanya peningkatan jumlah penduduk, pola konsumsi gula yang meningkat, kesejahteraan dan pendapatan masyarakat yang lebih baik (Marimin et al. 2011). Peningkatan permintaan gula dalam negeri seharusya diiringi dengan peningkatan produktivitas produsen, tetapi 67 pabrik gula aktif (59 PG dan 8 PGR) hanya mampu memenuhi kebutuhan rata-rata 2.3 juta ton/tahun (DGI 2012). Penurunan produktivitas gula terjadi pada tahun 2008-2013 sebesar 1.77% sedangkan konsumsinya meningkat 8.77% yang dapat dilihat pada Tabel 1. Adanya penurunan produktivitas gula dalam negeri mendorong pemerintah mengimpor 2.35 juta ton gula/tahun. Kondisi demikian menjadikan Indonesia sebagai negara pengimpor gula terbesar di dunia, sebaliknya semakin menyulitkan posisi PG (Pabrik Gula) dalam negeri (Marimin et al. 2011). Tabel 1 Konsumsi dan defisit gula Indonesia 2008-2013 Tahun Konsumsi Produksi Defisit (x1000 ton) (x1000 ton) (x1000 ton) % 2008 3 521 2 668 853 31.96 2009 4 302 2 517 1 785 70.93 2010 4 091 2 290 1 801 78.66 2011 4 503 2 228 2 275 102.11 2012 5 335 2 601 2 734 105.11 2013 5 733 2 390 3 343 139.90 Laju (%/tahun) 8.77 -1.73 25.73 17.75 Sumber: Rusono et al 2013
Besarnya biaya impor gula ($ 1 700 000 000 pada tahun 2010) (AGI 2010) dan sebagai upaya mempertahankan posisi agroindustri gula dalam negeri, diperlukan peningkatan produktivitas agroindustri gula sehingga mampu memenuhi kebutuhan nasional. Perbaikan produktivitas di perkebunan, perbaikan mutu bahan baku, revitalisasi pabrik tua dan tidak terpelihara, membangun pabrik gula baru di luar pulau Jawa (Fahrizal et al. 2014) merupakan beberapa upaya dalam meningkatkan produktivitas gula nasional. Upaya lain adalah dengan mengoptimalkan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu melalui pengukuran dan peningkatan kinerja rantai pasok. Pengukuran kinerja rantai pasok bertujuan untuk mendukung perancangan tujuan, evaluasi kerja, dan menentukan langkah-langkah kedepan baik level strategi, taktik dan operasional (Van de Vorst 2006). Pengukuran kinerja rantai pasok perlu dilaksanakan dalam rangka mengoreksi masalah yang mungkin terjadi dalam rantai pasok sebelum dampaknya meluas, mengatur koordinasi rantai pasok untuk memenuhi permintaan konsumen (Chopra dan Meindl 2006), menciptakan integrasi hulu hingga hilir pabrik yang lebih efektif dan efisien (Marimin dan Maghfiroh 2010), evaluasi kinerja rantai
2
pasok secara holistik, menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan bersaing (Rachman 2013) dan mengoptimalkan model rantai pasok yang diterapkan pada suatu industri. Upaya mempertahankan agroindustri gula tebu dalam negeri dapat juga ditinjau dari distribusi biaya dan keuntungan yang merata disepanjang rantai pasok (Bunte 2006). Kemerataan disribusi biaya dan keuntungan pada anggota rantai pasok dapat diketahui melalui analisa nilai tambah. Nilai tambah dan keuntungan yang adil dan disepakati anggota dapat menjaga kerjasama dan keberlangsungan rantai pasok (Li dan Yuanyuan 2005) serta menarik investor untuk ikut dalam proses bisnis tersebut. Berbagai penelitian yang terkait dengan agroindustri gula tebu diantaranya kajian sistem pengukuran kinerja pabrik gula (Rohmatullah et al. 2009), keragaan kinerja dan SPK pengendalian proses produksi gula kristal (Marimin et al. 2011), model penunjang keputusan pengembangan agroindustri gula tebu (Fahrizal et al. 2014) analisis pengukuran kinerja perusahaan dengan pendekatan balanced scorecard (Anggraini dan Nurkholis 2009), sinkronisasi penjaminan kinerja rantai pasok agroindustri tebu (Sriwana dan Djatna 2012), kinerja pabrik gula berdasarkan kapasitas giling, tebu digiling, jumlah hari giling, jam berhenti giling, overall recovery, dan hablur di Pabrik Gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan Kabupaten Probolinggo (Sutjahjo 2001). Penelitian ini dilakukan melalui studi kasus di PT A, salah satu agroindustri gula tebu di provinsi Jawa Barat dengan model pendekatan pengukuran kinerja rantai pasok SCOR (Supply Chain Operation Refference)-fuzzy AHP (Analytical Hierarchy Process). Pendekatan ini mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan dan menentukan upaya peningkatan kinerja rantai pasoknya (Marimin dan Maghfiroh 2010). Kemerataan distribusi biaya dan keuntungan disepanjang rantai pasok diketahui melalui analisa nilai tambah model Hayami (1987). Selain itu, penyusunan strategi peningkatan kinerja rantai pasok disusun melalui analisis SWOT dan pemilihan strategi peningkatan kinerja melalui fuzzy-AHP yang dibangkitkan dari opini pakar. Tulisan ini terdiri atas 5 bagian, yaitu bagian pendahuluan, metode, hasil dan pembahasan serta penutup. Bagian pendahuluan menjelaskan latar belakang penelitian, tujuan dan manfaat penelitian ini. Metode menjelaskan kerangka pemikiran, metode pengambilan dan pengolahan data. Bagian hasil dan pembahasan memaparkan hasil pengukuran kinerja rantai pasok PT A dan perumusan peningkatan kinerja rantai pasok serta implikasi manajerial perusahaan. Bagian simpulan dan saran merupakan bagian akhir yang merangkum hasil dan saran penelitian selanjutnya.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, muncul beberapa pertanyaan yang harus dijawab terkait dengan pelakasanaan penelitian ini, antara lain: 1. Bagaimana mekanisme rantai pasok gula tebu di PT A? 2. Bagaimana model pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri gula dengan pendekatan SCOR-fuzzy AHP yang harus dibuat? 3. Bagaimana hasil pengukuran kinerja rantai pasok PT A? 4. Bagaimana strategi peningkatan kinerja rantai pasok gula yang harus dibuat?
3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi dan menganalisis mekanisme rantai pasok dan nilai tambah gula di PT A. 2. Mengukur kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu di PT A. 3. Merumuskan strategi peningkatan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu yang baik bagi perusahaan.
Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah: 1. Agroindustri yang dijadikan tempat penelitian adalah agroindustri gula berbahan baku tebu di PT A. 2. Cakupan rantai pasok agroindustri gula tebu yang diambil diawali dengan budi daya tebu dan diakhiri dengan penyimpanan produk di gudang. 3. Analisa proses bisnis agroindustri gula tebu yang meliputi: a. Analisa faktor manajemen rantai pasok gula tebu. b. Analisa nilai tambah anggota penyusun rantai pasok gula tebu. c. Analisa faktor yang berpengaruh pada kinerja rantai pasok gula tebu. d. Analisa faktor yang berpengaruh pada strategi peningkatan kinerja rantai pasok gula tebu.
METODE Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian diawali dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan, gaya hidup masyarakat dan peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok khususnya gula. Peningkatan permintaan ini belum dapat diakomodasi oleh agroindustri gula tebu dalam negeri sehingga harus dipenuhi melalui impor yang menimbulkan biaya yang besar. Keadaan ini dipercaya akan terus berlanjut, karena Indonesia berpeluang untuk menjadi konsumen gula terbesar dunia dengan tipikal dan pendapatan yang terus meningkat (Mardianto et al. 2005). Agroindustri gula seharusnya dapat meningkatkan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan gula dalam negeri untuk mengurangi jumlah impor dan mampu bersaing dalam aktivitas bisnis. Peningkatan produktivitas gula nasional sangat memungkinkan untuk dilaksanakan, mengingat bahwa Indonesia pada tahun 1930-an dapat berproduksi maksimal dan tingkat produktivitas yang tinggi (Maryandani 2013). Peningkatan produktivitas gula dapat dilakukan dengan mengoptimalkan manajemen rantai pasok gula sehingga terjadi integrasi hulu dan hilir pabrik yang lebih baik. Setiap perusahaan menerapkan kebijakan dan strategi rantai pasok gula, tetapi
4
kebijakan dan strategi itu belum tepat sasaran karena tidak adanya evaluasi kinerja secara berkala dan sesuai. Pengukuran kinerja rantai pasok diperlukan untuk mengetahui posisi kinerja perusahaan dan arah perbaikan serta peningkatan kinerja yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Optimalisasi rantai pasok dapat juga ditinjau dari nilai tambah dan keuntungan yang merata antar anggota. Analisa nilai tambah pada anggota rantai pasok dapat dijadikan acuan untuk mengetahui sebaran keuntungan dan sebagai daya tarik investor. Upaya meningkatkan kinerja rantai pasok, dapat dilakukan perumusan strategi peningkatan kinerja untuk menentukan langkah-langkah taktis dan strategis. Strategi yang dirumuskan sebaiknya sesuai dengan kondisi objektif agroindustri gula tebu sehingga dapat langsung diimplementasikan. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Peningkatan jumlah penduduk, pendapatan masyarakat, permintaan bahan pokok dan gaya hidup masyarakat
Permintaan gula nasional yang terus meningkat setiap tahun produktivitas agroindustri gula menurun
Upaya mengurangi impor gula, mempertahankan agroindstri gula tebu dalam negeri melalui peningkatan produktivitas
Mengoptimalkan model rantai pasok agroindustri gula tebu dan menciptakan integrasi hulu hingga hilir
Identifikasi anggota primer rantai pasok
Identifikasi pengelolaan rantai pasok dan aktivitas bisnis agroindustri gula tebu
Analisis mekanisme rantai pasok
Keuntungan yang tidak merata antar anggota rantai pasok
Kinerja rantai pasok yang belum optimal
Strategi manajemen rantai pasok yang belum tepat sasaran
Analisa nilai tambah pada tiap anggota rantai pasok (konsep nilai tambah hayami)
Pengukuran kinerja rantai pasok
Perumusan stategi peningkatan kinerja rantai pasok sesuai keadaan perusahaan
Arah perbaikan kinerja berdasarkan hasil pengukuran
Peningkatan kinerja rantai pasok
Peningkatan produktivitas perusahaan
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
5
Tata Laksana Penelitian Prosedur Penelitian Penelitian ini diawali dengan mengumpulkan data berkaitan dengan manajemen rantai pasok agroindustri gula tebu. Konfigurasi rantai pasok agroindustri gula tebu dianalisis melalui pendekatan APO (Asian Productivity Oganization) yang melihat empat aspek yaitu struktur jaringan, proses bisnis, sumber daya dan manajemen rantai pasok sehingga dapat diketahui kondisi objektif model rantai pasok PT A. Analisa nilai tambah rantai pasok diperlukan untuk melihat keberlangsungan rantai pasok yang dihitung melalui model matematik nilai tambah Hayami pada bagian perkebunan dan pengolahan PT A. Pengukuran kinerja rantai pasok dengan pendekatan SCOR (Supply Chain Operation Refference) untuk menganalisis kinerja anggota rantai pasok pada setiap matrik kinerja. Nilai aktual pada matrik kinerja rantai pasok dikombinasikan dengan hasil pembobotan fuzzy-AHP yang diperoleh dengan mengorganisir pendapat pakar. Perumusan strategi peningkatan kinerja diperoleh dari analisis SWOT (Strength Weakness Opportunity Threats) untuk merumuskan alternatif-alternatif strategi peningkatan kinerja. Alternatif strategi yang dirumuskan dipilih dengan mengoranisir pendapat pakar melalui teknik fuzzy-AHP. Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengumpulan Data Penelitian ini memerlukan data primer dan data sekunder untuk menjawab tujuan penelitian. Data primer dan data sekunder yang diperlukan pada penelitian ini diantaranya: 1. Data konfigurasi rantai pasok meliputi struktur, proses bisnis, sumber daya dan manajemen rantai pasok. Data-data pendukung lain seperti produksi dan konsumsi gula nasional, data kualitas standar gula, data luas lahan perkebunan tebu, data pangsa pasar gula dan data lain yang mendukung konfigurasi rantai pasok agroindustri gula tebu yang bersifat data sekunder. 2. Data hasil produksi, kebutuhan bahan baku, data jumlah dan upah tenaga kerja langsung, data harga produk yang dijual, dan data bahan input tambahan lain pada bagian perkebunan dan pengolahan. Data ini bersifat data primer yang diperoleh di PT A. 3. Data pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok dengan menggorganisir pendapat pakar yang bersifat data primer. 4. Data kinerja rantai pasok PT A meliputi sembilan matrik kinerja dari atribut reliabilitas, responsivitas, agilitas dan biaya. Data kinerja ini didukung dengan data produksi, data tebang angkut harian data biaya perawatan dan pengolahan, data kualitas tebu dan gula, data penjualan gula dan data lainnya yang mendukung pada periode 2013-2014. Data-data ini bersifat primer yang diambil di PT A. 5. Data faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan yang bersifat primer dan sekunder. 6. Data bobot dan rating oleh pakar praktisi terhadap faktor internal dan eksternal perusahaan yang bersifat primer.
6
7. Data pemilihan strategi peningkatan kinerja rantai pasok dengan menggorganisir pendapat pakar yang bersifat primer. Data-data yang diperlukan diatas dikumpulkan melalui empat cara, yaitu: 1. Studi pustaka, diperlukan untuk mempelajari konsep manajemen rantai pasok agroindustri gula tebu, konsep pengukuran dan perumusan strategi peningkatan kinerja. 2. Observasi lapang, yaitu melihat langsung kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan manajemen dan aktivitas rantai pasok. 3. Wawancara diperlukan untuk memperoleh informasi yang akurat dan mengklarifikasi permasalahan yang ditemukan di lapangan baik kepada praktisi ataupun akademisi. 4. Opini pakar, merupakan data yang diperoleh langsung dari pakar melalui alat ukur berupa kuesioner. Pakar yang dilibatkan pada penelitian ini terdiri dari kalangan praktisi dan akademisi, yaitu: Dr Ir Puwono, MS, Dosen Departemen Agronomi dan Holtikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor sebagai pakar akademisi dalam bidang perkebunan tebu dan agroindustri gula tebu untuk menentukan pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok gula tebu. Prof Rhoedy Purwanto, MSc, Dosen/Guru Besar Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor sebagai pakar akademisi pada bidang rantai pasok agroindustri gula tebu untuk menentukan pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok gula tebu. Iip Saepudin, SP, Kepala Bagian Tanaman/Wakil General Manager PT A sebagai pakar praktisi dalam perkebunan tebu untuk menentukan pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok gula tebu. S. Ragil Wijaya, ST, Wakil Kepala Bagian Pabrikasi PT A sebagai pakar praktisi pada produksi gula tebu untuk untuk menentukan pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok gula tebu. Mas Nandang Munandar, SP MM, Kepala Riset dan Pengembangan PT A sebagai pakar pada bidang perkebunan tebu untuk evaluasi faktor internal dan eksternal. Noor Salim, ST, Wakil Kepala Bagian Instalasi PT A sebagai pakar praktisi pada bidang pabrikasi pengolahan gula tebu untuk menentukan evaluasi faktor internal dan eksternal. Dr Andes Ismayana, STP MT Dosen Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor sebagai pakar akademisi agroindustri gula tebu dalam menentukan pemilihan alternatif peningkatan kinerja rantai pasok. Dr Sapta Raharja, Dosen Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor sebagai pakar akademisi agroindustri gula tebu dalam menentukan pemilihan alternatif peningkatan kinerja rantai pasok.
7
Prof Dr Ir Mahfud, MS, Dosen/Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor sebagai pakar akademisi agroindustri gula tebu dalam menentukan pemilihan alternatif peningkatan kinerja rantai pasok. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan pengumpulan data dan informasi rantai pasok agroindustri gula tebu dilakukan di PT A yang berlokasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Kegiatan wawancara pakar dilakukan di PT A dan Institut Pertanian Bogor. Pengolahan data berlangsung di lingkungan kampus Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan bulan Mei tahun 2015. Pengolahan Data Identifikasi Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu Rantai pasok agroindustri gula tebu diidentifikasi dengan metode deskriftifkualitatif yang didukung dengan pendapat narasumber praktisi, observasi lapangan, dan studi pustaka. Rantai pasok agroindustri gula tebu diidentifikasi secara deskriptif diadaptasi dari metode pengembangan rantai pasok menurut APO (Asian Productivity Organization) yang dimodifikasi oleh Van de Vorst (2006) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2. Pendekatan identifikasi rantai pasok ini dapat mendiskripsikan rantai pasok melalui empat elemen utama, yaitu: 1. Struktur rantai menjelaskan ruang lingkup rantai dan peran anggota rantai serta kesepakatan-kesepakatan yang membentuk rantai. 2. Proses bisnis rantai merupakan serangkaian aktivitas bisnis terstruktur dan terukur untuk menghasilkan output tertentu bagi konsumen. 3. Manajemen jaringan dan rantai menggambarkan koordinasi untuk melaksanakan proses dalam rantai pasok oleh anggota. 4. Sumberdaya rantai digunakan untuk menghasilkan produk dan mengirimkannya ke konsumen.
Siapa saja anggota dan apa perannya? Bagaimana konfigurasi peraturannya?
Tujuan Rantai
Struktur Jaringan
Manajemen Rantai
Manajemen struktur apa yang digunakan? Bagaimana ikatan kontraktualnya?
Siapa pelaku bisnis dan proses dalam SCM? Bagaimana integrasi dari setiap proses?
Performa Rantai
Proses bisnis
Sumber daya apa saja yang digunakan?
Sumber Daya
Gambar 2 Kerangka analisis rantai pasok (Van de Vorst 2006)
8
Analisa Nilai Tambah Rantai Pasok Analisa nilai tambah bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh oleh masing-masing anggota rantai pasok. Perhitungan nilai tambah pada anggota rantai pasok dianalisa mengikuti model matematik Hayami (Hayami et al. 1987) pada bagian perkebunan dan bagian pengolahan PT A. Teknik perhitungan nilai tambah Hayami dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Perhitungan nilai tambah metode Hayami No. Variabel Output, Input dan Harga. 1. Output (Kg) 2. Bahan baku (Kg) 3. Tenaga kerja langsung (HOK) 4. Faktor Konversi 5. Koefisien tenaga kerja langsung (HOK/Kg) 6. Harga output (Rp/Kg) 7. Upah tenaga kerja (Rp/HOK) Penerimaan dan Keuntungan 8. Harga bahan baku (Rp/Kg) 9. Harga input lain (Rp/Kg) 10. Nilai output (Rp/Kg) 11. a. Nilai tambah (Rp/Kg) b. Rasio nilai tambah 12. a. Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/Kg) b. Pangsa tenaga kerja langsung (%) 13. a. Keuntungan (Rp/Kg) b. Tingkat keuntungan (%) Balas jasa pemilik fakor produksi 14. Marjin (Rp/Kg) a. Pendapatan tenaga kerja langsung (%) b. Sumbangan input lain (%) c. Keuntungan perusahaan (%)
Nilai (1) (2) (3) (4) = (1)/(2) (5) = (3)/(2) (6) (7) (8) (9) (10) = (4) x (6) (11a) = (10) - (8)- (9) (11b) = (11a) / (10) x100 (12a) = (5) x (7) (12b) = (12a) / (11a) x100 (13a) =(11a) - (12a) (13b) = (13a)/ (10) x 100 (14) = (10) - (8) (14a) =(12a) / (14) x100 (14b) = (9) / (14) x100 (14c) = (13a)/ (14) x 100
Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Pengukuran kinerja rantai pasok mengikuti model SCOR (Supply Chain Operation Refference) yaitu pedoman standar yang dapat membantu perusahaan dalam mengevaluasi kinerja melalui identifikasi dan perhitungan matrik kinerja rantai pasok (Kasi 2005). Model SCOR dirumuskan dan dibentuk ke dalam empat level hierarki keputusan fuzzy-AHP yaitu proses bisnis, parameter kinerja, atribut kinerja dan matrik kinerja yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Proses bisnis terdiri dari perencanaan, pengadaan, budi daya, pengolahan dan pengiriman. Paramater kinerja terdiri dari nilai tambah, resiko dan kualitas, sedangkan uraian atribut dan matrik kinerja dapat dilihat pada Tabel 3.
9
Tabel 3 Uraian atribut dan matriks kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu Atribut kinerja Definisi Matrik kinerja Reliabilitas Kinerja perusahaan dalam memenuhi Pesanan terkirim permintaaan konsumen sesuai dengan penuh keinginannya sehingga meningkatkan Ketepatan kepercayaan pembeli. Pengiriman Kondisi barang sempurna Responsivitas Waktu yang dibutuhkan perusahaan Waktu siklus dalam memenuhi permintaan memperoleh bahan konsumen baku Waktu siklus pengolahan Agilitas Kemampuan rantai pasok dalam Kemampuan merespon perubahan pasar dalam perubahan kapasitas upaya memenangkan persaingan produksi pasar. Fleksibilitas kecepatan produksi Biaya Biaya yang dibutuhkan dalam Biaya pengolahan menjalankan manajemen rantai pasok Biaya perawatan Pesanan terkirim penuh, ketepatan pengiriman dan kondisi barang sempurna merupakan matrik pengukuran kinerja yang mendefinisikan atribut reliabilitas dalam memenuhi permintaan dan mempertahankan kepercayaan konsumen. Pesanan terkirim penuh (PTP) merupakan persentase pengiriman barang yang sesuai dengan permintaan ataupun target. PTP pada bagian perkebunan diukur melalui persentase realisasi tebu yang disampaikan ke pabrik terhadap target tebu yang dipanen masing-masing kebun yang kemudian dirata-rata untuk mengetahui PTP kategori perkebunan. PTP pada bagian pengolahan dihitung melalui persentase jumlah gula yang dapat dikeluarkan terhadap jumlah produksi gula. Ketepatan pengiriman (KP) merupakan persentase barang yang dikirim dalam waktu, jumlah dan rencana yang sesuai. KP pada bagian perkebunan dihitung melaui persentase tebu yang dipanen dan dikirim dalam waktu yang tepat dan sesuai dengan rencana pada masing-masing kebun untuk menentukan rata-rata KP kategori perkebunan. KP pada bagian pengolahan dihitung dengan cara jumlah gula yang dapat dikeluarkan dari gudang gula, sesuai dengan Delivery Order (DO) yang masuk. Kondisi barang sempurna (KBS) mendifinisikan keadaan barang yang dikirim tanpa cacat atau kerusakan lain hingga sampai pada pelanggan. KBS pada bagian perkebunan dihitung dengan cara mengetahui rata-rata persentase cacat tebu yang ditebang sedangkan pada bagian pengolahan dapat diketahui dengan nilai mutu gula yang dihasilkan dan disalurkan. Atribut responsivitas terdiri atas matrik waktu siklus mendapatkan bahan baku dan matrik waktu siklus pengolahan. Atribut responsivitas berkaitan dengan waktu tanggapan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas rantai pasok. Waktu siklus mendapatkan bahan baku (SBH) merupakan waktu yang diperlukan untuk memperoleh bahan baku untuk produksi. SBH pada perkebunan dihitungan melalui waktu yang
10
dibutuhkan oleh setiap kebun untuk memperoleh bibit tebu sedangkan SBH bagian pengolahan dihitung melalui waktu yang diperlukan pabrik untuk memperoleh tebu. Waktu siklus pengolahan (SP) merupakan waktu rata-rata yang diperlukan untuk mengolah bahan baku menjadi produk. SP pada bagian perkebunan diketahui melalui waktu yang diperlukan perkebunan dalam budi daya hingga panen kemudian dibandingkan dengan waktu normal atau target, sedangkan SP pada bagian pengolahan dapat diketahui dengan cara waktu yang diperlukan untuk mengolah tebu menjadi gula yang dibandingkan dengan target. Agilitas adalah kemampuan perusahaan untuk merespon perubahan kondisi pasar yang dinamis. Agilitas terdiri dari dua matrik kinerja, yaitu kemampuan perubahan kapasitas produksi dan fleksibilitas kecepatan produksi. Kemampuan perubahan kapasitas produksi merupakan persentase kemampuan masksimum perusahaan untuk memenuhi perubahan permintaan yang dapat diterima dari segi kapasitas produksi. Fleksibilitas kecepatan produksi merupakan persentase kemampuan maksimum kecepatan produksi perusahaan terhadap perubahan permintaan yang dibandingkan dengan target atau besarnya perubahan permintaan. Biaya pengolahan dan biaya perawatan merupakan matrik kinerja untuk mengidentifikasi atribut biaya rantai pasok. Biaya pengolahan merupakan biaya total yang diperlukan untuk mengolah bahan baku menjadi produk. Biaya perawatan adalah biaya total yang diperlukan untuk perawatan alat, mesin dan media produksi. Pendapat pakar diperlukan untuk mengklarifikasi model dan pembobotan prioritas terhadap hierarki yang disusun dengan menggunakan α sebesar 0.5 dan ω sebesar 0.5 sesuai dengan teknik fuzzy-AHP. Penilaian fuzzy diperlukan untuk mengantisipasi kekurangan AHP yang tidak mampu menyelesaikan persoalan pengambilan keputusan yang bersifat tidak pasti dan ambigu (Cheng 1999; Ravil dan Kant 2014). Penggunaan teknik penilaian fuzzy pada AHP lebih sesuai dengan bahasa linguistik manusia yang ambigu sehingga keputusan yang diperoleh sesuai dengan situasi nyata (Dargi et al. 2014). Hasil penilaian pakar diterjemahkan melalui Persamaan 1, Persamaan 2, Persamaan 3, Persamaan 4, Persamaan 5, dan Persamaan 6 sesuai dengan konsep penilaian fuzzy-AHP (Marimin et al 2013). ~1α ~3α ~5α ~7α
= [1, 3-2α] 1 = [1 + 2α, 5-2α] ; ~3−1 α = [5−2α ,
]
... (1) ... (2)
= [3 + 2α, 7-2α] ; ~5−1 α = [7−2α , 3 + 2α]
... (3)
= [5 + 2α, 9-2α] ; ~7−1 α = [9−2α , 5 + 2α]
... (4)
1
1
1
1 + 2α 1 1
1
1
~9α = [7 + 2α, 11-2α] ; ~9−1 α = [11−2α , 7 + 2α] α α α ~αij = ω ~αiju + (1- ω) ~αijl ; ˅ ω є [0,1]
... (5) ... (6)
Indeks konsistensi (CI) pada penelitian adalah <0.1, yang dapat ditentukan dengan Persamaan 7 dan Persamaan 8. CI =
λ max−n 𝑛−1
... (7)
11
CI
CR = 𝑅𝐼
... (8)
Dengan = CI λ maks n
: Indeks konsistensi CR : Rasio Konsistensi : Vektor inkonsistensi RI : Indeks rata-rata bobot (Saaty 1980) : Jumlah alternatif
Hasil pembobotan ini selanjutnya dikombinasikan dengan nilai aktual matrik kinerja rantai pasok sehingga diperoleh hasil kinerja rantai pasok. Diagram alir pengukuran kinerja rantai pasok agorindustri gula tebu dapat dilihat pada Lampiran 3. Model strategi peningkatan kinerja rantai pasok Strategi peningkatan kinerja dirumuskan dengan analisis SWOT dan pemilihan strategi peningkatan kinerja terbaik melalui teknik fuzzy-AHP. Analisis SWOT dibutuhkan untuk mengetahui tanggapan manajemen terhadap kondisi internal dan eksternal perusahaan (Witarto 2004). Perumusan strategi melalui analisis SWOT terdiri atas tiga tahap, yaitu evaluasi faktor internal dan eksternal perusahaan, pembuatan matriks dan pengambilan keputusan (Marimin 2004). Identifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) dapat menentukan posisi perusahaan pada kuadran SWOT. Hasil identifikasi ini diperlukan untuk penyusunan matriks SWOT yang berisi alternatif strategi peningkatan kinerja rantai pasok. Tahap pengambilan keputusan dilakukan dengan teknik fuzzy-AHP yaitu matriks SWOT yang telah disusun, selanjutnya dikonfirmasi kepada pakar, dibentuk dalam sebuah hierarki keputusan dan pemilihan alternatif strategi dengan mengorganisir opini pakar. Diagram alir perumusan strategi peningkatan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu dapat dilihat pada Lampiran 4.
Perancangan Perangkat Lunak Pendukung Analisis Perancangan perangkat lunak pendukung analisis ini dibangun agar dapat memudahkan manajemen PT A dalam mengambil keputusan dengan cepat dan tepat sasaran. Perancangan perangkat lunak ini dilakukan setelah semua informasi yang berkaitan dengan pengukuran dan peningkatan kinerja rantai pasok di PT A telah lengkap sehingga dapat diimpelementasikan ke dalam sistem. Perangkat lunak yang dirancangini menintegrasikan pengguna, pendapat pakar dan formulasi matematika sehingga memudahkan pengguna, lebih cepat dan hemat sumber daya. Konfigurasi Sistem Perangkat lunak antarmuka yang dirancang ini terdiri beberapa bagian utama yaitu sistem pengolahan terpusat, sistem manajemen dialog, Sistem Manajemen Basis Data (SMBD) dan Sistem Manajemen Basis Model (SMBM). SMBM memberikan fasilitas komputasi matematik pendukung pengukuran dan peningkatan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu sehingga dapat menjadi penunjang keputusan pengguna. SMBD memberikan fasilitas data hasil penilaian pakar dan informasi yang diperoleh
12
pada penelitian ini dan diperlukan sebagai penunjang keputusan. Konfigurasi sistem perancangan perangkat lunak ini dapat dilihat pada Gambar 3. Pengguna
Sistem Manajemen Dialog
Sistem Pengolahan Terpusat
Sistem Manajemen Basis Model
Sistem Manajemen Basis Data
Model Perhitungan Nilai Tambah Bagian Perkebunan
Data Mekanisme Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu
Model Perhitungan Nilai Tambah Bagian Pengolahan
Data Nilai Tambah Bagian Pengolahan
Model Pembobotan Matrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok
Data Nilai Tambah Bagian Perkebunan
Model Perhitungan Kinerja rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu
Data Bobot Kepentingan Matrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok
Model Perumusan Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok
Data Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula
Model Pemilihan Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok
Data Faktor Internal dan Ekstenal Agroindustri Gula Tebu Data Bobot dan Rating Faktor Internal dan Eksternal
Data Alternatif Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok
Gambar 3 Konfigurasi sistem perancangan perangkat lunak pendukung analisis Implementasi Sistem Model yang dirancang pada konfigurasi sistem selanjutnya diimplementasikan ke dalam sebuah paket program komputer. Pengembangan perangkat lunak ini menggunakan bahasa pemrograman Java melalui Netbeans IDE 8.0.1. Pemodelan aliran data pada sistem dan aplikasi ini digambarkan dalam Data Flow Diagram (DFD) level 0 dan level 1 melalui aplikasi Power Designer Process Analyst 16.1. Perangkat lunak ini dibangun atas tiga subsistem utama yaitu subsistem informasi agroindustri gula tebu, subsistem pembobotan matrik dan pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu dan serta subsistem pemilihan matrik pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN Konfigurasi Rantai Pasok Agroindustri Gula Struktur Jaringan Rantai Pasok Gula Struktur jaringan rantai pasok tidak hanya terdiri dari pabrik pengolahan, tetapi juga terdiri dari transportir, pedagang besar, toko ritel dan konsumen akhir (Chopra dan Meindl 2001). Rantai pasok agroindustri gula terbentuk karena adanya integrasi dan koordinasi antar anggota di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Secara umum agroindustri gula memperoleh bahan baku melalui perkebunan sendiri atau dari penyalur. Sebelum itu, terjadi aktivitas perawatan dan penanganan lahan perkebunan untuk menghasilkan bahan baku. Bahan baku yang diperoleh selanjutnya diolah di pabrik (sugar mills) dengan berbagai metode pengolahan untuk menghasilkan gula yang sesuai dengan standar mutu dan permintaan konsumen. Gula yang dihasilkan selanjutnya didistribusikan kepada konsumen melalui beberapa aktor, seperti pedagang besar, industri minuman dan distributor. Secara umum, pola rantai pasok agroindustri gula dapat dilihat pada Gambar 4. Persiapan perkebunan Pemupukan Pestisida Pengapuran lahan Servis peralatan Aktivitas harvester Aktivitas traktor Alat perkebunan Aktivitas truk Tl dan semi-Tl Kebutuhan transportasi
Perkebunan
Distributor wholesale
Pemenuhan bahan baku dari perkebunan sendiri
Pemenuhan bahan baku dari Perkebunan penyuplai
Service station
Industri kosmetik dan minuman Pengolahan gula dan produksi etanol
Retail Wholesale Industri makanan dan lainnya Distributor
Free consumer Konsumen khusus
Industri makanan hewan
K o n s u m e n a k h r r
Gambar 4 Pola aliran rantai pasok agroindustri gula (Neves et al. 2010) Pola aliran rantai pasok agroindustri gula indonesia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu rantai pasok gula produksi dalam negeri dan rantai pasok gula impor karena 52% kebutuhan gula nasional masih dipenuhi melalui impor (Rusono et al. 2013). Produksi gula tebu dalam negeri dipenuhi melalui perkebunan milik perusahaan (HGU atau swasta), tebu petani atau dari gula mentah (raw sugar) impor. Gula mentah merupakan gula yang berbentuk kristal berwarna kecokelatan tanpa melalui proses pemutihan dengan nilai ICUMSA (International Commision for Uniform Method of Sugar Analysis) 600-1200 IU (KPPU 2010). Awalnya, gula mentah diimpor dengan tujuan untuk memenuhi kapasitas pabrik yang tidak terpakai, tetapi kenyataannya gula mentah digunakan untuk mencari keuntungan dengan menjualnya ke pasar tradisional karena harganya yang lebih murah dan mudah diperoleh.
14
Agroindustri gula dalam negeri menghasilkan dua jenis produk, yaitu Gula Kristal Rafinasi (GKR) Gula Kristal Putih (GKP). GKR merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dari gula mentah melalui proses defakasi dan tidak dapat langsung dikonsumsi. Gula Kristal Rafinasi adalah jenis gula yang digunakan sebagai bahan baku produksi pada industri makanan dan minuman dengan nilai ICUMSA < 45 IU (Pujiatsih et al. 2014). Permintaan GKR terus mengalami peningkatan karena industri makanan dan minuman sebagai konsumen utamanya tumbuh 16% (KPPU 2010). Peningkatan permintaan gula mentah ini terlihat pada target produksi Pabrik Gula Rafinasi (PGR) sebesar 2.5 juta ton memerlukan gula mentah 2.8 juta ton (Sawit 2010). Tingginya produksi GKR dalam negeri, pasokan bahan baku yang mudah diperoleh dan harga yang lebih murah menyebabkan GKR merembes ke pasar tradisional yang mengancam kerugian pada perusahaan produsen dan petani GKP. Menurut peraturan yang berlaku, gula yang diproduksi dari gula mentah (produk GKR) hanya boleh dijual pada industri makanan dan minuman dan tidak boleh masuk ke pasar GKP (Rusono et al. 2013). Berdasarkan regulasi ini, rantai pasok GKR sangat sederhana dan ketat karena distributor ditunjuk langsung oleh pabrik gula rafinasi dan sub distributor ditunjuk langsung oleh distributor seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.
Pabrik gula rafinasi (PGR)
Distributor
Sub-distributor
Distributor
Industri
UKM
Industri
Gambar 5 Pola aliran rantai pasok GKP (KPPU 2010) Gula Kristal Putih (GKP) merupakan gula yang dibuat dari tebu atau bit melalui proses sulfitasi/karbonatasi/fosfatasi atau proses lainnya sehingga langsung dapat dikonsumsi dengan nilai ICUMSA 81-300 IU (BSN 2010). GKP dalam negeri sebagian besar diolah dari bahan baku tebu, yang dikuasai secara oligopolistik oleh perusahaanperusahaan besar seperti BUMN atau pihak swasta di pulau Jawa dan Sumatra. GKP yang diproduksi dalam negeri disalurkan oleh distributor atau melalui transaksi pelelangan. Distributor selanjutnya menyalurkannya ke pedagang besar atau ke retail dan konsumen akhir. Produk GKP impor hanya diizinkan pada perusahaan yang telah terdaftar dan menyalurkan melalui distributor. Distribusi berlanjut hingga ke retail dan konsumern akhir. Secara sederhana, pola aliran rantai pasok GKP dalam negeri dapat dilihat pada Gambar 6. PT A merupakan anak perusahaan yang mengambil peran sebagai aktor pengolahan tebu menjadi gula serta menjamin kemanan penyimpanan gula di gudang pada jaringan rantai pasok yang terbentuk. Aktivitas pemasaran gula pada jaringan rantai pasok PT A diatur oleh induk perusahaan PT A. Pemenuhan bahan baku produksi PT A dipenuhi melalui lahan sendiri (HGU dan Drip), lahan petani (TRB) dan lahan kerja sama (KSO).
15
GKP produksi dari Perkebunan tebu BUMN
Subdistributor
Grosir
Retail
Penjualan lelang
GKP produksi dari Perkebunan tebu petani
D i s t r i b u t o r
Penjualan sesuai harga kesepakatan
Perusahaan swasta
Importir terdaftar
Grosir
Retail
K o n s u m e n a k h i r
Retail Supplier luar negeri
Gambar 6 Pola aliran rantai pasok GKP (KPPU 2010) Rantai pasok PT A diawali dengan aktivitas di perkebunan yang meliputi pembibitan, persiapan dan budi daya tebu, perawatan hingga pemanenan. Aktivitas di perkebunan, pengendalian mutu tebu, jadwal penanaman dan pemanenan serta mekanisme transportasi ke pabrik adalah tanggung jawab Bagian Tanaman PT A. Tebu yang telah dipanen selanjutnya dikirim ke pabrik untuk diolah menjadi gula tebu. Pada proses pengolahan, hal-hal yang menyangkut mutu gula, mekanisme teknologi produksi, kelancaran alat dan proses penggilingan tebu adalah tanggung jawab Bagian Pabrikasi dan Bagian Instalasi. Gula yang telah diproduksi kemudian disimpan di gudang yang dikemas menjadi kemasan retail 1 Kg dan kemasan Bulk 50 Kg. Mekanisme pemasaran dan penjualan gula berada dibawah kendali induk unit perusahaan ini. PT A hanya bertanggung jawab atas penyediaan produk, keamanan penyimpanan dan pengeluaran gula yang telah dipesan konsumen melalui Surat Delivery Order (DO) yang disahkan oleh induk perusahaan. Pola aliran rantai pasok PT A dapat dilihat pada Gambar 7.
HGU
KSO Penyedia
Pabrik PT A
sarana
Gudang
Distributor
Konsumen akhir
TRB
Drip
Kantor
Cakupan rantai pasok PT A
Pemasaran
Cakupan rantai pasok induk perusahaan PT A
Cakupan rantai pasok agroindustri gula nasional
Gambar 7 Mekanisme rantai pasok agroindustri gula tebu PT A
16
A. Anggota Rantai Pasok Sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 7, rantai pasok PT A melibatkan pihak dengan peran dan aktivitasnya masing-masing. Analisis anggota rantai pasok dilakukan pada anggota rantai pasok primer PT A. Anggota primer rantai pasok adalah pihak yang terlibat langsung pada proses bisnis perusahaan yang terdiri dari penyedia bahan baku, bagian pengolahan, distributor dan konsumen. 1. Penyedia Bahan Baku Penyedia bahan baku merupakan pihak yang bertanggung jawab menyediakan bahan baku utama melalui pengelolaan perkebunan tebu. Penyedia bahan baku utama di PT A terdiri dari empat kategori, yaitu Hak Guna Usaha (HGU), Kerja Sama Operasi (KSO), Drip Irigation dan Tebu Rakyat Bebas (TRB). HGU merupakan perkebunan yang pengelolaan dan kepemilikan lahan oleh PT A secara hukum. Pengelolaan perkebunan HGU dimulai dari pembibitan, penanaman, perawatan hingga proses pemanenan dan transportasi ke pabrik. KSO merupakan lahan perkebunan tebu yang disewakan perusahaan kepada pihak ketiga. KSO dikelola berdasarkan perjanjian terkait produktivitas lahan yang disepakati kedua belah pihak. Kebijakan pengelolaan dan biaya operasional merupakan tanggung jawab pihak ketiga sebagai pelaksana perjanjian. Drip Irigation merupakan lahan perkebunan tebu milik PT A yang menerapkan teknologi irigasi tetes terpadu. Sistem irigasi bekerja secara otomatis sesuai dengan kebutuhan lahan dan berbeda dengan HGU yang menerapkan irigasi permukaan. Tebu Rakyat Bebas merupakan perkebunan milik masyarakat yang tebunya digiling di perusahaan. Pada proses pemanenan, transportasi dan penggilingan tebu, bersifat bagi hasil sesuai dengan peraturan dalam perjanjian. 2. Bagian Pengolahan PT A merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam mengolah bahan baku tebu menjadi gula yang siap dikirim ke konsumen. Pengolahan tebu menjadi gula di PT A meliputi persiapan bahan, ekstraksi nira, pemurnian, evaporasi, kristalisasi, pendinginan, pemisahan gula, pengemasan dan penyimpanan. PT A memiliki kapasitas pabrik 3000 TCD dan menghasilkan gula kategori Bulk 50 Kg dan retail 1 Kg. 3. Distributor Distributor memiliki peran untuk menyalurkan produk yang telah diproduksi kepada konsumen. PT A menerapkan strategi distributor tunggal atau menjual ke perusahaan lain dengan sistem pelelangan. Distributor atau perusahaan pihak ketiga ini bertanggung jawab menyalurkan produk ke konsumen akhir. PT A tidak terlibat penuh pada pengaturan sistem distribusi ini, karena telah diatur induk perusahaan. PT A hanya bertanggung jawab atas keamanan penyimpanan gula di gudang. 4. Konsumen Konsumen merupakan anggota terakhir yang ada pada struktur rantai pasok agroindustri gula tebu. Konsumen produk gula tebu PT A terdiri dari retail dan industri yang sebelumnya telah terlibat perjanjian dan transaksi dengan induk perusahaan. Retail merupakan konsumen yang berperan menyediakan produk sehingga dapat diakses oleh konsumen akhir. Konsumen industri adalah pihak yang memanfaatkan gula sebagai bahan tambahan dalam proses lanjutan gula.
17
B. Entitas Rantai Pasok 1. Produk Secara umum, gula dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu gula mentah (raw sugar), Gula Kristal Rafinasi (GKR) dan Gula Kristal Putih (GKP). Gula mentah merupakan gula yang digunakan sebagai bahan baku produk Gula Kristal Rafinasi yang supplainya dipenuhi melalui impor oleh perusahaan dalam negeri yang telah memperoleh izin regulasi. Peningkatan impor gula mentah berbanding lurus dengan peningkatan jumlah Pabrik Gula Rafinasi (PGR). Peningkatan jumlah PGR karena semakin tumbuhnya industri makanan dan minuman sehingga permintaan GKR dan gula mentah terus meningkat. Menurut KPPU 2010 peningkatan jumlah impor GKR pada kurun waktu 2003-2009 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah impor gula mentah untuk pabrik gula rafinasi Tahun Jumlah Perusahaan Jumlah (Ton) 2003 5 350 582 2004 5 478 250 2005 5 808 200 2006 6 952 357 2007 6 1 255 522 2008 7 1 213 470 2009 8 1 670 000 Sumber: KPPU 2010
Gula Kristal Rafinasi adalah gula yang dihasilkan dari bahan baku gula mentah yang tidak dapat dikonsumsi langsung oleh manusia. GKR merupakan bahan baku pada industri makanan dan minuman, sehingga peredarannya hanya boleh lintas industri sesuai dengan regulasi yang ada. Syarat mutu GKR diatur dalam SNI 013140.2-2006 yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Syarat mutu gula rafinasi No. Parameter Uji 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11. 12. 13.
Polarisasi Gula reduksi Susut pengeringan Warna larutan Abu Sedimen Belerang dioksida (SO2) Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Arsen (As) Angka lempeng total (ALT) Kapang Khamir
Sumber: BSN 2006
Satuan o
Z % % b/b IU % b/b mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Koloni/10 g Koloni/10 g Koloni/10 g
Persyaratan I II Min 99.80 Min 99.70 Maks 0.04 Maks 0.04 Maks 0.05 Maks 0.05 Maks 45 Maks 80 Maks 0.03 Maks 0.05 Maks 7 Maks 10 Maks 2 Maks 5 Maks 2 Maks 2 Maks 2 Maks 2 Maks 1 Maks 1 Maks 200 Maks 250 Maks 10 Maks 10 Maks 10 Maks 10
18
Gula Kristal Putih adalah gula yang dihasilkan dari bahan baku tebu atau bit yang umumnya digunakan sebagai bahan konsumsi rumah tangga. Mayoritas GKP di Indonesia diproduksi oleh pabrik-pabrik gula berbahan baku tebu dengan cara mengekstraksi nira tebu dan memutihkannya dengan teknik sulfitasi. Permintaan gula Kristal Putih terus meningkat, hal ini dibuktikan dengan pemenuhan GKP melalui impor pada tahun 2013 sebesar 3.34 juta ton (BPS 2013). Peningkatan impor gula dapat terjadi karena impor tahun sebelumnya, konsumsi gula, harga gula internasional, perubahan pendapatan perkapita dan persediaan gula domestik (Hairani et al. 2013). Produk gula Kristal Putih haruslah sesuai dengan syarat mutu yang telah ditetapkan oleh BSN yang diatur dalam SNI 3140.3-2010, yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Syarat mutu gula Kristal Putih No. Parameter Uji Satuan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Warna Warna Kristal CT Warna larutan IU Besar jenis butir Mm Susut pengeringan % Polarisasi % pol Bahan Tambahan Pangan Abu konduktivitas % Cemaran Logam Belerang dioksida mg/kg (SO2) Timbal (Pb) mg/kg Tembaga (Cu) mg/kg Arsen (As) mg/kg
Persyaratan GKP 1 GKP 2 4-7.5 81-200 0.8-1.2 Maks. 0.1 Min 99.6
7.8-10 201-300 0.8-1.2 Maks. 0.1 Min 99.5
Maks. 0.10
Maks. 0.15
Maks. 30
Maks. 30
Maks. 2 Maks. 2 Maks. 1
Maks. 2 Maks. 2 Maks. 1
Sumber: BSN (2010)
PT A merupakan perusahaan pengolah tebu menjadi gula Kristal Putih dengan kapasitas giling 3000 TCD. Pada tahun 2014 PT A menghasilkan 159 305 Ku SHS dengan bahan baku 2 849 547,10 Ku tebu selama 120 hari giling. Jika ditinjau dari hasil pengujian syarat mutu SNI, produk GKP yang dihasilkan oleh PT A termasuk pada GKP kategori I yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 7. GKP yang dihasilkan PT A dikemas kedalam dua jenis kemasan, yaitu kemasan retail dan kemasan bulk 50 Kg. kemasan retail memiliki bobot 1 kg yang selanjutnya dikemas lagi kedalam kardus distribusi berisi 24 pcs. Biasanya, kemasan retail hanya diproduksi jika ada permintaan dari konsumen. 2. Pasar Permintaan gula Indonesia tergolong tinggi, yaitu 5 162 000 Ton pada tahun 2012/2013 jauh lebih tinggi dibandingkan Australia dan Thailand yaitu 1 375 000 Ton dan 2 2800 000 Ton pada tahun 2012/2013 (USDA 2014). Permintaan gula yang tinggi di indonesia tidak didukung dengan produksi gula yang memadai di dalam negeri, sehingga 61% kebutuhan gula dalam negeri harus diimpor pada tahun 2012/2013
19
begitu juga dengan tahun-tahun sebelumnya yang dijelaskan oleh Tabel 8. Melihat tingginya impor gula nasional, agroindustri gula dalam negeri memiliki peluang yang baik dalam bisnis ini. Tabel 7 Hasil uji mutu Gula Kristal Putih PT A tahun 2013 dan 2014 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Parameter Uji Satuan Warna Warna Kristal CT Warna larutan IU Besar jenis butir Mm Susut pengeringan % Polarisasi % pol Bahan Tambahan Pangan Abu konduktivitas % Cemaran Logam Belerang dioksida (SO2) mg/kg Timbal (Pb) mg/kg Tembaga (Cu) mg/kg Arsen (As) mg/kg
Hasil 2013
Hasil 2014
6.16 178 0.77 0.04 99.7
7.74 169 1.09 0.03 99.8
0.04
0.05
6.02 <0,03 <0,007 <0,003
11.2 <0,03 <0,007 <0,003
Sumber: PT A
Tabel 8 Kondisi produksi dan permintaan gula Indonesia 2008-2013 Total Total Total Total Stok Stok awal produksi impor supplai Konsumsi Akhir Tahun (x103 Ton) (x103 Ton) (x103 Ton) (x103 Ton) (x103 Ton) (x103 Ton) 2009 590 2 053 2 197 4 840 4 500 340 2010 340 1 910 3 200 5 450 4 700 750 2011 750 1 770 3 026 5 546 5 000 546 2012 546 1 830 2 975 5 351 5 050 301 2013 301 2 040 3 200 5 541 5 162 379 Keterangan: jumlah ekspor gula tahun 2008-2012 adalah 0 Ton Sumber: USDA 2012
Gula yang diproduksi oleh PT A memiliki peluang yang sama dengan produk gula lainnya karena memiliki standar mutu yang baik. Jangkauan pasar PT A berupa perusahaan besar dan retail. Konsumen perusahaan besar dapat berperan sebagai distributor ke sub-distributor atau ke pedagang besar. Gula retail yang diproduksi sebagian besar dipasarkan oleh induk perusahaan melalui 42 cabang perusahaan distributornya yang diperkuat dengan dua jaringan retail milik sendiri serta didukung oleh mitra ritel nasional lainnya (AGI 2013). 3. Persaingan dan Keunggulan Kompetitif Persaingan Gula Kristal Putih di dalam negeri bersifat oligopolistik yaitu struktur pasar yang dikuasai oleh beberapa perusahaan saja. Secara total, terdapat 60 Pabrik Gula (PG) yang 43 PG dikelola oleh BUMN sedangkan 17 PG lainnya dikelola oleh
20
pihak swasta (DGI 2000). Walaupun persaingan gula dalam negeri bersifat oligopoli, tidak ada perusahaan yang mengambil alih pasar secara dominan. Pangsa pasar terbesar milik Sugar Group sebesar 18.96% sehingga harga gula tidak sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan pemain melainkan oleh pemerintah. Pangsa pasar agroindustri gula dalam negeri dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Pangsa pasar gula di Indonesia Nama Perusahaan PT RNI I PTPN X PT Kebon Agung PTPN VII Sugar Group PT RNI II PTPN XI PT Laju Perdana Indah PTPN XIV PT Gorontalo PTPN IX PT Madubaru PTPN II PT Gula Madu Plant PT Pramuka Sakti Manis Indah
Pangsa Pasar 8.61% 18.72% 6.24% 5.56% 18.96% 4.15% 15.56% 1.36% 0.98% 0.84% 6.16% 1.42% 0.38% 9.16% 1.78%
Sumber: KPPU 2010
Proses Bisnis Rantai Pasok Chopra dan Meindl (2001) membagi proses bisnis rantai pasokan menjadi dua sudut pandang, yaitu tinjauan siklus (cycle view) dan tinjauan dorong/tarik (push/pull view). Tinjauan siklus merupakan proses bisnis dalam rantai pasok dibagi kedalam serangkaian siklus yang pada setiap siklusnya mempertemukan anggota rantai pasok. Tinjauan dorong/tarik dibagi menjadi dua proses bisnis utama yaitu respon terhadap pesanan konsumen (proses tarik) atau antisipasi dari pesanan konsumen (proses dorong). A. Tinjauan Siklus Secara sederhana, rantai pasok PT A melibatkan tiga tingkat anggota yaitu pemasok, perusahaan pengolah dan konsumen seperti pada Gambar 8. Pemasok merupakan perkebunan yang menyediakan bahan baku (tebu) pada setiap masa tanam. Perusahaan pengolah yang dimaksud adalah PT A yang berperan menghasilkan gula dari tebu yang disediakan oleh perkebunan. Konsumen yang dimaksud pada tinjauan siklus ini adalah pihak yang mengambil gula ke gudang PT A sesuai dengan Delivery Order yang mereka peroleh hasil transaksi dengan induk perusahaan PT A. Siklus pesanan konsumen dapat terjadi pada setiap waktu sepanjang tahun sesuai dengan Delivery Order yang mereka miliki. Siklus pengolahan berlangsung pada masa tertentu sesuai dengan waktu yang ditetapkan manajemen perusahaan. PT A melakukan
21
produksi hanya pada waktu yang ditetapkan sesuai dengan ketersediaan bahan baku di perkebunan bukan berdasarkan permintaan konsumen. Pemenuhan pesanan konsumen dilakukan melalui ketersediaan gula yang ada di gudang. Induk perusahaan PT A memiliki peranan penting dalam menentukan konsumen produknya dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan PT A sesuai dengan ketersediaan produk di gudang. Siklus pengadaan meliputi semua kegiatan budidaya tebu di perkebunan dan menjamin ketersediaannya sesuai dengan target yang telah ditetapkan pada masing-masing perkebunan. Siklus pengadaan/budidaya langsung dimulai setelah masa panen agar ketersediaannya terjamin pada masa giling tahun berikutnya. Siklus pengadaan ini adalah tanggung jawab Bagian Tanaman PT A dengan berkoordinasi dengan Bagian Pabrikasi. Konsumen
Siklus pesanan konsumen
Perusahaan pengolahan (PT A)
Pemasok / perkebunan
Siklus pengolahan
Siklus pengadaan/budidaya
Gambar 8 Siklus proses rantai pasok PT A B. Tinjauan Dorong/Tarik Perbedaan proses dorong dan tarik terletak pada keputusan eksekusi proses tersebut dilakukan dan melihat apakah bersifat reaktif atau spekulatif terhadap pesanan yang masuk (Abror et al. 2011). Proses dorong berlangsung pada kondisi yang tidak pasti karena permintaan konsumen belum diketahui, sedangkan proses tarik berlangsung ketika pesanan konsumen telah diketahui secara pasti. Proses dorong/tarik dapat terjadi pada proses bisnis rantai pasok PT A yang dapat dilihat pada Gambar 9. Proses Tarik
Siklus pesanan konsumen
-----------------------------------------------------------------Kedatangan pesanan konsumen Proses Dorong Siklus pengolahan Kedatangan pesanan konsumen -----------------------------------------------------------------Siklus pengadaan/budidaya Proses Tarik Gambar 9 Proses dorong/tarik pada rantai pasok PT A
22
Proses tarik terjadi pada siklus pengadaan/budidaya dan siklus pesanan konsumen artinya kedua siklus tersebut dieksekusi setelah ada pesanan dari konsumen. Proses dorong terjadi pada siklus pengolahan yang berarti produksi dilakukan sebagai antisipasi dari pesanan konsumen yang akan datang. Siklus pengadaan/budidaya dilaksanakan langsung setelah masa panen sesuai dengan target yang disepakati. Proses ini dikategorikan siklus tarik karena budidaya dilaksanakan untuk menjamin ketersediaan bahan baku pabrik sesuai dengan kapasitas yang telah ditetapkan. Siklus pesanan konsumen dieksekusi apabila telah datang Surat Delivery Order yang dibawa oleh konsumen. Siklus pengolahan PT A dilakukan sebagai pada setiap tahun sesuai dengan masa giling yang telah disepakati, artinya proses ini dilaksanakan sebagai antisipasi dari perminataan konsumen yang akan masuk. Operasi produksi tergantung pada ketersediaan bahan baku yang dipenuhi dari siklus pengadaan bukan berdasarkan seberapa banyak pesanan konsumen yang masuk. Sumber Daya Rantai Pasok A. Sumber Daya Fisik Sumber daya fisik agroindustri gula tebu Indonesia dapat ditinjau dari dua aspek yaitu ketersediaan lahan perkebunan dan kondisi pabrik pengolahan. Lahan perkebunan adalah sumberdaya fisik utama agroindusti gula selain sumber daya fisik gula mentah yang digunakan pabrik pada masa-masa idle. Berdasarkan data DGI luas lahan perkebunan tebu pada kurun waktu 2006-2011 secara umum berfluktuasi dengan kecenderungan menurun. Beberapa hal menjadi penyebab menurunnya luas lahan perkebunan tebu, diantaranya adalah penghapusan sistem Tebu Rakyat Intensifikasi dan banyaknya petani tebu yang mengubah komoditasnya ke non-tebu (Pujiatsih et al. 2014). Kondisi luas areal perkebunan dalam kurun waktu 2006-2011 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Luas lahan perkebunan tebu nasional tahun 2006-2011 Tahun Luas Lahan (Ha) 2006 396 441 2007 428 401 2008 436 504 2009 422 935 2010 418 259 2011 437 731 Sumber: Pujiatsih (2014)
Penguatan sumberdaya fisik aspek perkebunan telah didukung dengan kebijakan pemerintah diataranya adalah dukungan sarana produksi (pupuk, bibit pengairan) (Dept. Perindustrian 2009), pemantapan areal lahan, seleksi izin lokasi, pengukuran, ganti rugi, sertifikasi HGU, rehabilitasi tanaman, penyediaan agroinput, penyediaan sarana dan prasarana, peningkatan produktivitas lahan dan antisipasi perubahan iklim yang tertuang di dalam peraturan Menteri Perindustrian (2010). Permasalahan perkebunan tebu yang ditemukan di lapangan menunjukkan belum adanya inovasi teknologi budidaya tebu, dan masih banyaknya lahan perkebunan tebu keprasan yang frekuensinya lebih dari tiga kali (Rusono et al. 2013). Permsalahan ini seharusnya
23
dapat menjadi agenda perbaikan agroindustri gula selanjutnya dengan koordinasi yang baik antara kebijakan pemerintah dan aktor di lapangan. Penurunan luas areal perkebunan tebu bukan satu-satunya permasalah yang ada pada agroindustri gula tebu, tetapi juga ada permasalahan rendahnya produktivitas pabrik sehingga produksi gula juga ikut menurun. Menurut Ikagi produksi gula indonesia saat ini masih belum ideal, seharusnya 62 Pabrik Gula yang 51 PG diantaranya milik BUMN dan 11 PG lainnya milik swasta hanya mampu memproduksi 2.60 juta ton padahal seharusnya dapat memproduksi 3.15 juta Ton (Rusono et al. 2013). Umumnya PG milik swasta mampu menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dari pada PG BUMN seperti yang dapat dilihat pada Tabel 11. Kondisi pabrik gula yang sudah tua tidak didukung dengan rehabilitasi berkala, sehingga produktivitas perusahaan menurun. Lambannya rehabilitasi pabrik gula disebabkan oleh rendahnya insentif yang diberikan pemerintah khususnya suku bunga bank selain pada kesulitan penyediaan lahan Colosewoko (2010). Tabel 11 Kondisi pabrik gula Indonesia 2005-2009 Nasional/menurut 2005 2006 2007 manajemen pengelolaan Nasional/jumlah PG Rendemen (%) Produktivitas GKP (Ton/Ha) Swasta/Jumlah PG Rendemen (%) Produktivitas GKP (Ton/Ha) BUMN*/Jumlah PG Rendemen (%) Produktivitas GKP (Ton/Ha) *) RNI dan PTPN
2008
2009 61 7.60 5.54 10 8.23 6.26 51 7.23 5.15
58 7.20 5.89
58 7.63 5.85
58 7.35 5.76
59 7.97 5.95
8.2 6.60
8.47 6.34
8.42 6.46
8.73 6.3
6.8 5.59
7.27 5.63
6.9 5.45
7.6 5.51
Pertumbuhan (%) 1.52 -1.60 0.38 -0.17 1.67 -1.86
Sumber: Sawit (2010)
Ketersediaan lahan PT A cukup terjamin karena diikat secara hukum melalui lahan HGU. Luas lahan HGU bruto yang dimiliki PT A adalah 5 669,4 Ha, selain itu juga terdapat lahan sewa seluas 582 Ha dan lahan Tebu Rakyat Bebas 213 Ha. Sumber daya fisik perawatan perkebunan tebu didukung dengan irigasi alur dan irigasi permukaan seluas 402 Ha dengan sumber air berasal dari Tarum Timur di sekitar Pabrik. Fasilitas produksi off farm PT A didukung dengan kapasitas giling 3000 TCD dengan kapasitas produksi inklusif 2800 TCD. Produksi GKP-nya dibagi menjadi perstasiun kerja, yaitu stasiun Boiler, gilingan, cane Stacker, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun penguapan dan Pendinginan, stasiun puteran serta gudang gula dan tetes. Kondisi mesin yang dioperasikan di PT A menurut stasiun kerja dapat dilihat pada Lampiran 5.
24
B. Sumber Daya Manusia Agroindustri gula tebu telah mulai dikembangkan sejak zaman penjajahan Belanda kemudian dikendalikan pemerintah melalui pembangunan PTPN dan PT RNI. Berbagai penelitian dan SDM yang berkualitas dari lembaga penelitian dan perguruan tinggi turut mendukung perkembangan agroindustri gula dalam negeri. Selain itu, untuk mendukung aktivitas di perkebunan tebu, agroindustri gula tebu juga didukung oleh petani disekitar pabrik atau dari luar daerah untuk budidaya dan panen tebu. PT A merupakan unit perusahaan BUMN yang mulai dibangun pada tahun 1981 melalui SK Mentan No.667/KPTS/ORG/8/1981 kemudian memulai operasi produksi seperti saat sekarang ini semenjak 30 September 1988 dari modal sendiri. Manajemen PT A dipimpin oleh seorang General Manager dan didukung oleh Kepala Bagian Tanaman, Kepala Bagian Pabrikasi, Kepala Bagian Instalasi, Kepala Bagian TUK, dan Kepala Bagian SDM. Struktur organisasi PT A dapat dilihat pada Lampiran 6. Ketenagakerjaan di PT A secara umum dibagi menjadi dua yaitu karyawan tetap dan karyawan tidak tetap. Karyawan tetap dibagi lagi menjadi dua yaitu karyawan bulanan dan karyawan harian (Honorair). Karyawan bulananan kemudian dibagi lagi menjadi dua, yaitu karyawan pimpinan (karyawan staff) dan karyawan non-pimpinan (karyawan non staff) yang bertugas sebagai juru tulis, asisten masinis dan lain sebagainya. Karyawan tidak tetap terdiri dari karyawan kampanye dan karyawan musiman. Karyawan kampanye atau Pekerja Kontrak Waktu Tertentu (PKWT) dalam pabrik adalah karyawan yang berhubungan langsung dengan proses produksi yang waktu kerjanya hanya pada proses penggilingan berlangsung. Karyawan kampanye atau PKWT luar pabrik yang berkerja pada masa penanaman dan pemanenan tebu. Karyawan kampanye diperoleh dari penduduk lokal atau penduduk dari luar daerah (impor). Pembagian ketenagakerjaan di PT A dapat dilihat pada Gambar 10, sedangkan jumlah pekerja di PT A per-januari 2015 dapat dilihat pada Tabel 12. Karyawan pimpinan (karyawan staff) Karyawan bulanan
Karyawan non-pimpinan (karyawan non-staff)
Karyawan tetap Karyawan harian (Honorer) Karyawan PT A
PKWT lokal Karyawan kampanye (PKWT dalam pabrik) Karyawan tidak tetap
PKWT impor Karyawan musiman (PKWT diluar pabrik)
Gambar 10 Skema pembagian ketanagakerjaan PT A
25
Tabel 12 Jumlah tenaga kerja PT A pada Januari 2015 Status Tenaga Kerja Bulan lalu Bulan ini Karyawan staff (Gol. IX-XVI) 40 40 Karyawan non-staff (Gol. I-VIII) 187 187 PKWT luar pabrik 272 0 PKWT dalam pabrik 0 0 Honorair 2 2 MPP 2 2 Jumlah 507 231
Keterangan Orang Orang Orang Orang Orang Orang Orang
Sumber: PT A
Manajemen Rantai Pasok Kesepakatan Kontraktual Hubungan pemangku kebijakan dengan pelaksana kegiatan perkebunan di PT A selain lahan HGU diikat melalui kesepatan kontraktual. Kesepakatan kontraktual terutama terjadi pada perkebunan Kerja Sama Operasi (KSO). Kesepakatan yang terjadi diatur melalui Surat kontrak perjanjian antara PT A dan perusahaan pihak ketiga terkait dengan pengolahan dan produktivitas lahan termasuk pembagian keuntungan yang sepadan. Kebijakan pengolahan lahan terletak pada pihak perusahaan ketiga sebagai pelaksana perjanjian di perkebunan, sedangkan pembagian keuntungan atau kerugian terlebih dahulu telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak. Kesepatan kontraktual lainnya juga diatur pada perkebunan Tebu Rakyat Bebas (TRB). Kesepakatan kontraktual dengan TRB tidak terjadi secara formal seperti pada perkebunan KSO tetapi hanya terjadi besamaan dengan sistem transaksi ketika masa panen berlangsung. Sistem pengolahan perkebunan TRB adalah perkebunan yang sepenuhnya dimiliki dan dikelola oleh petani hingga masa panen tiba dan tetap diawasi oleh PT A agar pengelolaannya lebih baik sehingga tebu yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas. Pihak petani memiliki hak untuk memutuskan pemanenan lahan perkebunan mereka, tetapi tetap dibawah pengawasan PT A melalui analisa pendahuluan kematangan tebu. Pada saat panen tiba, proses pemanenan dan transportasi dibantu oleh PT A sesuai dengan kesepakatan perjanjian sebelum masa panen. Kesepatan kontraktual lainnya antara PT A dan petani TRB juga tentang pembagian hasil penggilingan tebu. Hasil penggilingan tebu biasanya dibagi antara perusahaan dan petani sebesar 30:70 atau sesuai dengan kesepakatan bersama dengan tidak meninggalkan regulasi yang telah diatur pemerintah. Sistem Transaksi Sistem transaksi yang terjadi pada manajemen rantai pasok PT A cukup bervariasi terutama pada manajemen bahan baku dan produk. Secara sederhana, transaksi yang terjadi pada perkebunan tebu dibuktikan dengan Surat-Surat transaksi yang sebagian besar dikeluarkan oleh Bagian Riset dan Pengembangan untuk manajemen perkebunan. Pekerja perkebunan akan meminta persetujuan Sinder Kebun atau Sinder Kebun Kepala atau Kepala Riset dan Pengembangan sesuai dengan kepentingannya untuk memenuhi kebutuhan dan keberlangsungan aktivitas di kebun. Setelah persetujuan dikeluarkan, selanjutnya dana keperluan dikeluarkan oleh bagian
26
TUK sesuai dengan Surat transaksi yang telah disetujui. Sistem transaksi pada masa panen sedikit berbeda yaitu dibawa oleh Surat Perintah Tebang Angkut (SPTA) yang dikeluarkan oleh bagian Riset dan Pengembangan dibawa oleh supir truk pengangkut tebu yang berisi keterangan asal perkebunan, penanggung jawan kebun, kualitas dan varietas tebu serta berat tebu. SPTA digunakan sebagai dasar pembayaran pekerjapekerja di perkebunan dan transportasi pada saat panen serta pendataan jumlah dan kualitas tebu yang masuk ke pabrik. Sistem transaksi pada penjualan gula diatur melaluil Surat Delivery Order yang dikeluarkan oleh induk perusahaan PT A. Surat Delivery Order (DO) adalah bukti transaksi dan Surat perintah pengeluaran gula dari gudang sebagai dasar transaksi penjualan. Pendataan dan konfirmasi Surat Delivery Order dilakukan oleh bagian TUK sedangkan sistem muat gula dilakukan oleh bagian Gudang setelah DO diverifikasi. Analisa Nilai Tambah Nilai tambah merupakan terjadinya peningkatan nilai pada suatu komoditas karena komoditas itu mengalami penambahan input atau pengolahan lebih lanjut dalam suatu proses produksi (Coltrain et al. 2000). Distribusi nilai tambah yang merata pada anggota rantai pasok adalah daya tarik tersendiri bagi investor untuk bergabung ke dalam bisnis tersebut (Hidayat 2012). Perhitungan nilai tambah pada penelitian ini difokuskan pada perkebunan dan pengolahan rantai pasok agroindustri gula tebu PT A. Analisa Nilai Tambah Bagian Perkebunan Tebu Analisa nilai tambah pada bagian perkebunan berkaitan dengan jumlah bibit, bahan tambahan lain dan jumlah tebu yang dihasilkan pada setiap periode-nya. Perhitungan nilai tambah pada anggota rantai pasok perkebunan pada masa tanam 2014 dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah bagian perkebunan, rasio nilai tambah yang diperoleh adalah 62.5% dengan tingkat keuntungan 30%. Rasio nilai tambah yang rendah dapat disebabkan oleh rendahnya produktivitas lahan karena permasalahan iklim, keadaan tanah dan kondisi penyiraman (Naik 2003). Wilayah perkebunan PT A yang terletak di daerah yang memiliki jenis iklim D2 dan tanah mayoritas Latosol dengan pH 4.5-5.5 dengan curah hujan 2500-7000 mm/tahun. Kondisi tanah demikian kurang baik untuk budi daya tebu, karena menurut Indrawanto et al. (2010) kondisi tanah untuk budi daya tebu memiliki pH 6-7.5 dengan curah hujan 1000-1300 mm/tahun sedangkan kondisi iklimnya sudah cukup mendukung. Kendala lain adalah kondisi penyiraman tebu dan irigasi yang mengalami hambatan karena sumber air yang jauh dari perkebunan. Selain itu, PT A memiliki lahan perkebunan yang mayoritas menerapkan sistem irigasi permukaan. Sistem irigasi permukaan menyebabkan adanya genangan air di permukaan tanah sehingga dapat mengganggu pertumbuhan karena berkurangnya oksigen dalam tanah (Indrawanto et al. 2010). Hasil analisa nilai tambah menunjukkan rasio nilai tambah yang diperoleh lebih besar dari
27
pada keuntungan yang diperoleh, artinya bagian perkebunan belum dapat memanfaatkan rasio nilai tambahnya secara maksimal. Tabel 13 Perhitungan nilai tambah pada bagian perkebunan No. Variabel Output, Input dan Harga. 1. Output (Ku/periode/ha) 2. Bahan baku (Ku/periode/ha) 3. Tenaga kerja langsung (jam/periode/ha) 4. Faktor Konversi 5. Koefisien tenaga kerja langsung (orang/Ku) 6. Harga output (Rp/Ku) 7. Upah tenaga kerja (Rp/orang/jam) Penerimaan dan Keuntungan 8. Harga bahan baku (Rp/ku) 9. Harga input lain (Rp/Ku) 10. Nilai output (Rp/ku) 11. a. Nilai tambah (Rp/Ku) b. Rasio nilai tambah 12. a. Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/Ku) b. Pangsa tenaga kerja langsung (%) 13. a. Keuntungan (Rp/Ku) b. Tingkat keuntungan (%) Balas jasa pemilik fakor produksi 14. Marjin (Rp/Ku) a. Pendapatan tenaga kerja langsung (%) b. Sumbangan input lain (%) c. Keuntungan perusahaan (%)
Nilai 587 121 2 400 4.85 19.83 31 000 2 500 55 617 689 150 371 94 065 62.5 49 587 53 44 478 30 94 754 52 0.73 47
Analisa Nilai Tambah pada Bagian Pengolahan Bagian pengolahan merupakan anggota rantai pasok gula tebu yang bertanggung jawab mengolah tebu menjadi gula. Peningkatan nilai tambah terjadi karena adanya perlakuan bahan dan penambahan input ketika pengolahan. Hasil perhitungan nilai tambah bagian pengolahan tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan hasil perhitungan nilai tambah bagian pengolahan, rasio nilai tambah dan tingkat keuntungan yang diperoleh adalah 42%. Rasio nilai tambah ini tergolong rendah, yang dapat dipengaruhi oleh rendahnya faktor konversi karena kualitas SDM dan pabrik gula yang tua. Faktor konversi bahan baku menjadi produk yang rendah diantaranya adalah rendahnya rendemen dan produktivitas pabrik. Rendemen PT A pada tahun 2014 adalah 5.61% jauh dibawah target rendemen nasional (8%-12%) (Rusono et al. 2013) mengakibatkan rasio nilai tambah semakin kecil. Perbaikan nilai tambah bagian pengolahan dapat dilakukan dengan meningkatkan
28
rendemen gula yang didukung revitalisasi mesin dan peningkatan kualitas SDM. Walaupun demikian, tingkat keuntungan yang diperoleh bagian pengolahan lebih besar dibandingkan dengan bagian perkebunan dan sebanding dengan rasio nilai tambah-nya. Besarnya nilai tambah pada bagian pengolahan terjadi karena banyaknya tambahan input dan proses pada bahan baku utama. Hal ini sesuai dengan Setiawan (2009) bahwa peningkatan nilai tambah dapat terjadi karena adanya pemberlakuan input atau peningkatan nilai harga atau proses. Tabel 14 Perhitungan nilai tambah pada bagian pengolahan No. Variabel Output, Input dan Harga 1. Output (Ku/periode) 2. Bahan baku (Ku/periode) 3. Tenaga kerja langsung (jam/periode) 4. Faktor Konversi 5. Koefisien tenaga kerja langsung (orang/Ku) 6. Harga output (Rp/Ku produk) 7. Upah tenaga kerja (Rp/jam) Penerimaan dan Keuntungan 8. Harga bahan baku (Rp/ku) 9. Harga input lain (Rp/ku) 10. Nilai output (Rp/ku) 11. a. Nilai tambah (Rp/Ku) b. Rasio nilai tambah 12. a. Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/Ku) b. Pangsa tenaga kerja langsung (%) 13. a. Keuntungan (Rp/Ku) b. Tingkat keuntungan (%) Balas jasa pemilik fakor produksi 14. Marjin (Rp/Ku) a. Pendapatan tenaga kerja langsung (%) b. Sumbangan input lain (%) c. Keuntungan perusahaan (%)
Nilai 299 305 2 849 547 2 436 0.105 0.000854 1 227 669 8 325 31 000 44 066 128 949 53 884 42 7.11 0.013 53 877 42 97 949 0.0072 45 55
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu Kinerja rantai pasok gula tebu perlu diukur secara tepat sesuai dengan karakteristik aktivitas di dalamnya dan didukung observasi lapangan. Perancangan matrik pengukuran kinerja diperlukan sebelum melakukan pengukuran kinerja agar hasil yang diperoleh mencerminkan kondisi perusahaan saat ini. Perancangan model pengukuran kinerja rantai pasok ini didasari atas model SCOR (Supply Chain
29
Operation Reffrence) yang dikembangkan oleh SCC (Supply Chain Council) (2012). Model SCOR dapat menganalisis kinerja perusahaan atau organisasi dengan mengintegrasikan tiga pilar utama yaitu rekayasa ulang mekanisme rantai pasok saat ini menjadi model yang diinginkan, analisis patok duga dan proses perbaikan (Pujawan 2005). Hal yang mendasari SCOR sebagai model pengukuran kinerja rantai pasok penelitian ini adalah kemampuan menganalisis rantai pasok dalam kerangka yang sistematis, meningkatkan komunikasi antar anggota rantai pasok, dan mengevaluasi serta membangun model rantai pasok yang lebih efisien (Hwang et al. 2008 dan Netheginia et al. 2013). Model pengukuran kinerja yang dirancang terdiri dari pemodelan bisnis, paramter kinerja, atribut dan matrik pengukuran kinerja rantai pasok, dibentuk dalam hierarki keputusan fuzzy-AHP seperti yang dijelaskan pada bagian Metode. Pembobotan Matrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok dengan Fuzzy AHP Pembobotan ini menerapkan nilai α sebesar 0.5 yang menunjukkan para pakar memiliki tingkat kepercayaan rata-rata pada saat penilaian dan ω sebesar 0.5 yang menunjukkan penilaian yang diberikan tidak terlalu optimis dan tidak terlalu pesimis sesuai dengan konsep pengambilan keputusan fuzzy-AHP (Adhi 2014). Hasil pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu dengan mengorganisir empat orang pakar dapat dilihat pada Gambar 11. Indeks konsistensi penilaian pakar adalah 0.032, artinya pakar memberikan penilaian yang konsisten terhadap kuesioner yang diajukan. Matrik kinerja biaya pengolahan adalah yang paling penting dengan bobot 0.168. Ketepatan pengiriman dan fleksibilitas kecepatan produksi merupakan matrik kinerja penting berikutnya dengan bobot 0.157 dan 0.114. Hasil pembobotan tersebut mengindikasikan bahwa biaya adalah faktor kinerja yang harus diperhatikan dalam manajemen kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu. Hasil pembobotan pada atribut kinerja menunjukkan reliabilitas merupakan atribut kinerja yang paling penting untuk diperhatikan dengan bobot 0.371. Bobot atribut kinerja reliabilitas yang tinggi berarti mempertahankan tingkat kepercayaan perlu diperhatikan perusahaan dalam mengelola manajemen rantai pasok. Sebagaimana menurut Costabile (1998) kepercayaan diartikan sebagai keterhandalan perusahaan dalam memenuhi harapan konsumen akan kinerja produk dan kepuasan menurut pandangan konsumen. Kepuasan dan kepercayaan adalah dasar hubungan jangka panjang perusahaan dengan konsumen (Erna dan Djati 2005), sehingga sesuai dengan hasil penilaian ini atribut reliabilitas perlu diperhatikan dalam menjamin keberlangsungan rantai pasok. Pada level parameter kinerja, diketahui bahwa nilai tambah memiliki bobot sebesar 0.150, kualitas memiliki bobot sebesar 0.492 dan resiko memiliki bobot sebesar 0.358. Pakar menganggap bahwa parameter kinerja kualitas merupakan parameter kinerja yang paling penting dibandingkan dari pada parameter resiko dan nilai tambah. Hasil penilaian pakar mengindikasikan kualitas perlu diperhatikan dalam manajemen rantai pasok gula tebu karena menyangkut kepada kualitas akhir produk dan kepercayaan konsumen.
30
Tujuan
Pembobotan Matrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu
Perencanaan (0.173)
Proses Bisnis
Parameter Kinerja
Budi daya (0.318)
Pengolahan (0.211)
Nilai Tambah (0.150)
Kualitas (0.492)
Resiko (0.358)
Reliabilitas (0.371)
Atribut Kinerja
Matriks Kinerja
Pengadaan (0.142)
Pesanan terkirim penuh (0.095)
Ketepatan Pengiriman (0.157)
Responsivitas (0.181)
Kondisi barang sempurna (0.119)
Waktu siklus mendapatkan bahan baku (0.090)
Waktu siklus pengolahan (0.090)
Pengiriman (0.155)
Agility (0.166)
Fleksibilitas kapasitas prosuksi (0.114)
Kemampuan perubahan kecepatan produksi (0.052)
Gambar 11 Hierarki dan hasil pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu
Biaya (0.282)
Biaya pengolahan (0.168)
Biaya perawatan (0.113)
31
Pada level proses bisnis perencanaan memiliki bobot 0.173, pengadaan memiliki bobot 0.142, budi daya memiliki bobot 0.318, pengolahan memiliki bobot 0.211 dan pengiriman memiliki bobot 0.155. Hasil menunjukkan bahwa proses bisnis budi daya dianggap paling penting oleh pakar dalam manajemen rantai pasok agroindustri gula tebu. Proses budi daya adalah proses persiapan bahan baku untuk menyuplai kebutuhan pengolahan. Hasil Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu Pengukuran kinerja rantai pasok pada PT A diperoleh dari data aktual perusahaan dan hasil pembobotan matrik pengukuran kinerja yang dijelaskan pada subbab sebelumnya. Kategori perkebunan HGU, Drip, KSO, dan TRB serta Pabrik ditentukan dan dihitung nilai aktual matrik kinerja SCOR yang hasilnya dapat dillihat pada Lampiran 7. Nilai aktual matrik kinerja tersebut dibentuk dalam presentase terhadap target kemudian diintegrasikan dengan hasil pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok. Integrasi ini dimulai dari level matrik pengukuran kinerja hingga proses bisnis, sehingga menghasilkan hasil kinerja rantai pasok pada bagian HGU, Drip, KSO, TRB dan Pabrik. Hasil pengukuran kinerja rantai pasok ini dikategorikan berdasarkan enam kriteria standar kinerja menurut Rofiq (2010) yang dapat dilihat pada Tabel 15 untuk mengetahui level kinerja masing-masing anggota rantai pasok. Tabel 15 Standar Kinerja Nilai Kinerja (%) Kriteria 95-100 Sangat Baik 90-94 Baik 80-89 Sedang 70-79 Kurang 60-69 Sangat Kurang <60 Buruk 1. Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Tahun 2013 Pengukuran kinerja rantai pasok PT A pada tahun 2013 diperoleh dari pengolahan nilai aktual sembilan matrik kinerja rantai pasok pada tahun 2013 pada perkebunan HGU, Drip, KSO dan TRB serta pabrik. Perhitungan kinerja rantai pasok PT A tahun 2013 dapat dilihat pada Lampiran 8. Ringkasan hasil kinerja rantai pasok PT A mengkuti standar kinerja Rofiq (2010) dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Hasil Pengukuran Kinerja Rantai Pasok PT A tahun 2013 Bagian HGU Drip KSO TRB Rata-rata perkebunan Pabrik
Hasil (%) 71.97 58.93 46.08 70.16 61.78 63.05
Keterangan Kurang Buruk Buruk Kurang Sangat kurang Sangat kurang
32
Berdasarkan hasil pengukuran kinerja diatas, bagian KSO dan Drip memiliki kinerja rantai pasok paling rendah yaitu 46.08% dan 58.93% atau level buruk. Rendahnya kinerja rantai pasok KSO dan Drip karena memiliki nilai fleksibilitas kecepatan produksi yang rendah yaitu hanya 2.10% dan 2.27%. Bagian KSO dan Drip tidak mampu mengantisipasi perubahan permintaan dengan baik dalam waktu yang cepat sesuai dengan target dan hanya dapat menunggu hingga masa tanam tahun berikutnya tanpa ada alternatif pemenuhan permintaan dalam waktu yang cepat dari sumber lain. Pabrik memiliki kinerja rantai pasok yang sangat kurang yaitu 63.06% salah satu penyebabnya adalah nilai matrik kinerja pesanan terkirim penuh hanya 18%. Rendahnya matrik kinerja ini berkaitan dengan kurang baiknya sistem distribusi gula di PT A pada tahun 2013 yang tidak sesuai dengan target permintaan sehingga berpengaruh terhadap rendahnya atribut kinerja reliabilitas. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, pada tahun 2013 terjadi penumpukan gula di gudang PT A bahkan diperlukan tempat penyimpanan tambahan untuk menampung gula yang diproduksi. Sistem distribusi dan kondisi pasar yang tidak dapat diprediksi menjadi faktor pertimbangan perusahaan dalam menjual gula sehingga berpengaruh terhadap kinerja rantai pasok pabrik. Kinerja rantai pasok HGU adalah 71.97% atau kurang. Hasil perhitungan kinerja menunjukkan bahwa matrik biaya pengolahan HGU adalah kinerja yang paling rendah yaitu 47.33% ditambah lagi bahwa matrik ini memiliki bobot yang paling besar dalam kinerja rantai pasok. Bagian TRB memiliki nilai kinerja 70.16% meskipun atribut reliabilitasnya cukup baik. seperti halnya perkebunan KSO dan Drip, TRB memiliki nilai matrik kinerja fleksibilitas perubahan kecepatan produksi yang rendah yang menyebabkan rendahnya atribut kinerja agilitas rantai pasok dan kinerja rantai pasok berada pada level kurang. 2. Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Tahun 2014 Pengukuran kinerja rantai pasok PT A tahun 2014 diperoleh dari pengolahan data aktual kinerja pada sembilan matrik kinerja rantai pasok di tahun 2014 pada perkebunan HGU, Drip, KSO dan TRB serta Pabrik. Perhitungan kinerja rantai pasok pada tahun 2014 di PT A, dapat dilihat pada Lampiran 8. Secara ringkas, hasil pengukuran kinerja rantai pasok di PT A setelah dikategorikan menurut standar kinerja Rofiq (2010) dapar dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Hasil Pengukuran Kinerja Rantai Pasok PT A tahun 2014 Bagian HGU Drip KSO TRB Rata-rata perkebunan Pabrik
Hasil (%) 73.04 70.09 45.98 52.11 60.30 59.78
Keterangan Kurang Kurang Buruk Buruk Sangat kurang Buruk
Hasil pengukuran kinerja rantai pasok pada bagian KSO, TRB dan Pabrik adalah buruk sedangkan HGU dan Drip berada pada level kurang. Penurunan kinerja yang
33
cukup besar terjadi pada bagian TRB yaitu sebesar 18.05%. Penurunan kinerja matrik biaya pengolahan dan perawatan pada TRB memberikan sumbangsih penurunan kinerja rantai pasok ditambah lagi kedua matrik tersebut memiliki bobot yang besar dalam kinerja rantai pasok yaitu 0.168 dan 0.113. Penurunan kinerja tidak terjadi pada atribut reliabilitas TRB, karena atribut ini memiliki nilai kinerja yang cukup baik dan mengalami peningkatan. Kinerja reliabilitas pabrik pada tahun 2014 lebih baik dari pada tahun sebelumnya, tetapi menurunnya kinerja matrik kemampuan perubahan kapasitas produksi dan biaya pengolahan menjadi faktor menurunnya kinerja rantai pasok pabrik. Siklus bahan baku di pabrik lebih lama dari pada tahun sebelumnya begitu juga dengan biaya perawatan yang nominalnya mengalami peningkatan. Penurunan kinerja rantai pasok KSO menurun 0.10%. Adanya penurunan kinerja ini menyebabkan level kinerja KSO menurun dari sangat kurang menjadi buruk. Kinerja rantai pasok HGU dan Drip mengalami peningkatan kinerja sebesar 1.07% dan 11.67% dari tahun sebelumnya. Peningkatan kinerja pada Drip yang berarti dipengaruhi oleh matrik kinerja biaya pengolahan yang memiliki bobot tinggi mengalami peningkatan. Perbaikan kinerja secara teknis pada bagian perkebunan adalah pengelolaan biaya rantai pasok yang lebih teratur mengingat atribut biaya adalah yang paling penting menurut pakar dalam manajemen rantai pasok agroindustri gula tebu. Kepercayaan konsumen perlu dipertahankan dengan meningkatkan kinerja atribut responsivitas pada perkebunan. Respon penyediaan bahan baku yang baik dan tepat sasaran sesuai dengan target dapat mendukung kinerja dan keberlangsungan rantai pasok agroindustri gula tebu. Perbaikan kinerja rantai pasok pada bagian pabrik dapat dilakukan dengan perbaikan kinerja atribut reliabilitas untuk mempertahankan kepercayaan konsumen. Perbaikan aspek kepercayaan konsumen pada rantai pasok pabrik dapat dilakukan dengan mengatur sistem distribusi yang terarah dan mempertahankan dan peningkatan kualitas gula yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu dengan mengambil studi kasus di PT A diperoleh bahwa rata-rata kinerja rantai pasok bagian perkebunan pada tahun 2013 dan 2014 berada pada level sangat kurang. Pengukuran kinerja rantai pasok bagian pabrik pada tahun 2013 menunjukkan pada level yang sangat kurang dan diperburuk dengan hasil kinerja rantai pasok pabrik pada tahun 2014 berada pada level yang buruk. Hasil ini mengindikasikan bahwa manajemen rantai pasok agroindustri gula tebu berada pada level yang kritis, baik pada rantai pasok perkebunan maupun pengolahan. Kondisi rantai pasok yang demikian dapat terus menjadi ancaman agroindustri gula tebu dalam negeri yang tidak mampu bersaing sehingga diperlukan usaha untuk meningkatkan kinerja rantai pasok. Upaya peningkatan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu dapat dilakukan dengan perumusan strategi peningkatan kinerja rantai pasok yang sesuai dengan kondisi terkini perusahaan sehingga dapat langsung diimplementasikan.
34
Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu Penentuan strategi peningkatan kinerja rantai pasok didasarkan pada analisis mendalam terhadap lingkungan perusahaan. Analisis lingkungan perusahaan baik internal maupun eksternal perlu dilakukan dalam merumuskan strategi peningkatan kinerja rantai pasok, karena berpengaruh terhadap sistem rantai pasok dan dasar yang baik untuk mengembangkan perusahaan (Chang dan Wen 2006; Setiawan 2009). Perumusan strategi peningkatan kinerja rantai pasok dengan memperhatikan lingkungan internal dan eksternal perusahaan dapat diidentifikasi melalui analisis SWOT. Analisis SWOT adalah suatu cara untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal perusahaan secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi perusahaan (Marimin 2004). Tahapan analisis SWOT pada penelitian ini terdiri dari penentuan posisi perusahaan melalui evaluasi faktor internal dan eksternal, perumusan strategi peningkatan kinerja melalui matriks SWOT dan pemilihan strategi terbaik melalui fuzzy-AHP. Penentuan Posisi Perusahaan Melalui Analisis SWOT Perumusan strategi dengan analisis SWOT didahului dengan penentuan posisi perusahaan melalui evaluasi internal dan eksternal perusahaan (Marimin 2004). Penilaian faktor internal adalah mengevaluasi cara perusahaan melakukan pekerjaan rumahnya sedangkan penilaian eksternal bertujuan agar perusahaan dapat memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman ketika menghadapi lingkungan eksternal yang tidak terkendali (Chang dan Wen 2006). Kondisi internal dan eksternal tersebut ditentukan dengan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan dengan melihat kondisi objektif, wawancara mendalam (in depth interview) dengan pihak perusahaan, wawancara pakar dan hasil kajian pustaka. Penilaian faktor internal dan eksternal ini diorganisir dari pendapat tiga orang pakar praktisi yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 18 dan Tabel 19. Berdasarkan hasil analisis faktor internal, diketahui bahwa terdapat lima faktor kunci kekuatan dan sembilan faktor kunci kelemahan rantai pasok perusahaan. Diantara lima faktor kunci kekuatan perusahaan, faktor kekuatan kepemilikan lahan yang aman karena berupa Hak Guna Usaha (HGU) memiliki nilai tertinggi yaitu 0.279 dengan rata-rata rating 3.67. Penguasaan lahan HGU yang cukup memadai dapat memudahkan perusahaan untuk menerapkan pola pengelolaan budi daya yang lebih baik, menggunakan peralatan modern dan memudahkan perawatan dan pengawasan perkebunan (Mardianto et al. 2005). PT A memiliki lahan HGU yang dominan, sehingga ketersediaan bahan baku lebih terjamin karena dikelola oleh manajemen perusahaan sendiri dan tidak bergantung pada pihak di luar perusahaan. Diantara sembilan kelemahan perusahaan, faktor rendahnya rendemen gula yang dihasilkan memiliki nilai tertinggi, yaitu 0.111 dengan rata-rata rating 1.33. Rendahnya rendemen gula dapat disebabkan oleh kualitas tebu yang kurang memadai, inefisiensi pabrik dan faktor iklim (Susila dan Sinaga 2005). Rendemen gula yang rendah berkontribusi negatif terhadap produktivitas gula (Rusono et al. 2013) yang semakin menyulitkan perusahaan dalam menjalankan proses bisnisnya.
35
Tabel 18 Penilaian Faktor Internal Perusahaan No Faktor Strategis Internal
1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kekuatan (Strength) Perubahan teknologi pengolahan gula yang mudah diantisipasi Kepemilikan lahan yang aman karena berupa Hak Guna Usaha Tersedianya bibit unggul tebu Penggunaaan mekanisasi pada budi daya dan panen tebu Brand produk gula kuat Satu-satunya PG yang ada di Kab. Subang Kelemahan (Weakness) Rendahnya produktivitas lahan Rendahnya rendemen gula yang dihasilkan Mutu gula yang dihasilkan belum stabil Performa industri gula yang kurang memadai Kurangnya dukungan dari lembaga penelitian yang spesifik lokasi Program revitalisasi yang belum berjalan dengan baik Pola distribusi gula yang kurang lancer Irigasi diperkebunan yang menghadapi hambatan Tenaga panen berkurang pada masa tertentu (hajatan, hari raya, panen padi) Jumlah Total Total Skor Kekuatan-Kelemahan
Bobot
Rating (Pakar)
Nilai
1
2
3
0.059
4
3
4
0.216
0.076
4
4
3
0.279
0.071 0.070
4 4
4 4
3 3
0.260 0.257
0.064 0.059
4 4
3 4
4 4
0.235 0.236
0.070 0.083 0.065 0.065 0.048
1 1 1 1 2
2 2 2 1 2
1 1 2 2 2
0.093 0.111 0.108 0.087 0.096
0.059
2
1
2
0.098
0.053 0.076
1 1
2 2
2 1
0.088 0.101
0.082
1
1
1
0.082
1.000
2.348 0.618
Nilai total faktor kekuatan dan kelemahan pada penilaian faktor internal adalah 2.348. Hasil ini menunjukkan bahwa PT A memiliki kelemahan secara internal karena nilai total faktor internal lebih kecil dari 2.500 (David 2011). Evaluasi faktor internal menunjukkan total skor kekuatan-kelemahan adalah +0.168 yang berarti posisi rantai pasok PT A seharusnya dapat dikembangkan dengan pemanfaatan faktor kekuatan dengan baik dan menghindari atau mengurangi faktor kelemahannya. Selanjutnya, Berdasarkan hasil analisis faktor eksternal perusahaan, terdapat empat faktor peluang dan enam faktor ancaman perusahaan. Faktor peluang efisiensi harga pokok produksi memiliki nilai peluang tertinggi yaitu 0.367 dengan rata-rata rating 3.333. Harga pokok produksi menentukan harga penjualan gula, semakin rendah harga pokok produksi gula yang dihasilkan akan semakin dapat bersaing di pasar. Adanya dukungan pemerintah melalui kebijakan dan Penyertaan Modal Negara (PMN) seharusnya dapat dimanfaatkan oleh agroindustri gula tebu untuk bersaing. Sementara itu, faktor merembesnya produk gula rafinasi ke pasar tradisional memiliki nilai
36
tertinggi dari pada faktor kelemahan lainnya dengan nilai 0.278 dan rata-rata rating 2.667. Gula Kristal Rafinasi (GKR) merupakan hasil pengolahan raw sugar melalui proses defikasi yang tidak dapat langsung dikonsumsi manusia (KPPU 2010). Pada dasarnya rantai pasok GKR sangat sederhana, karena produk ini hanya boleh disalurkan pada industri makanan dan minuman (Rusono et al. 2013). Pada kenyataan di lapangan, GKR membanjiri pasar tradisional yang menyulitkan produk GKP karena harganya lebih murah. Merembesnya produk gula rafinasi ke pasar tradisional terjadi karena produsen lebih banyak menjual kepada distributor dari pada konsumen industri. Distributor menjadi aktor penyimpangan awal penjualan GKR ke pasar tradisional (KPPU 2010). Tabel 19 Penilaian Faktor Strategi Eksternal No Faktor Strategis Internal
1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Peluang (Opportunity) Meningkatnya konsumsi gula nasional Efisiensi harga pokok produksi Kebijakan pemerintah yang mendukung industri pergulaan Tanah marjinal tersedia luas Ancaman (Threats) Komoditi tebu yang kalah bersaing dengan komoditi pangan Minat tenaga kerja yang lebih tinggi untuk bergabung dengan industri disekitar perusahaan Munculnya pabrik gula baru dengan efisiensi yang lebih baik Ancaman anomali iklim Harga gula yang rendah karena ditetapkan pemerintah (Sembako) Merembesnya produk gula rafinasi ke pasar tradisional Jumlah Total Total Skor Peluang-Ancaman
Bobot
Rating (Pakar)
Nilai
1
2
3
0.100 0.110
2 3
3 4
4 3
0.300 0.367
0.109 0.091
4 2
3 2
1 2
0.218 0.243
0.084
2
3
2
0.168
0.102
3
3
2
0.272
0.092
2
1
2
0.153
0.091 0.101
2 2
1 2
3 2
0.182 0.269
0.119
3
2
3
0.278
1.000
2.449 -0.195
Menurut David (2011) kemungkinan tertinggi dari nilai total faktor eksternal perusahaan adalah sebesar 4.000 sedangkan kemungkinan terkecil adalah 1.000 dan rata-rata diantara keduanya adalah 2.500. Hasil analisis faktor eksternal di PT A menunjukkan nilai total sebesar 2.449 yang berarti dibawah rata-rata faktor eksternal atau tidak mampu memanfaatkan peluang yang ada. Perusahaan sebaiknya memperhatikan ancaman yang tidak terkendali di luar perusahaan dengan memanfaatkan peluang yang ada untuk menjamin keberlangsungan proses bisnis. Ketidakmampuan perusahaan dalam memanfaatkan peluang untuk menghindari ancaman juga terlihat pada hasil total skor peluang-ancaman adalah -0.195. Hasil
37
negatif berarti manajemen rantai pasok di PT A masih mengalami ancaman yang lebih besar dari pada pemanfaatan peluangnya. Berdasarkan hasil perhitungan strategi internal dan eksternal, diperoleh skor faktor internal sebesar +0.168, dan skor eksternal adalah -0.195. Hasil ini menentukan posisi rantai pasok agroindustri gula tebu PT A yaitu pada Kuadran II yang didasarkan pada sumbu X yang bernilai positif dan sumbu Y yang bernilai negatif (+0.618;-0.195). posisi perusahaan pada kuadran SWOT secara grafis dapat dilihat pada Gambar 12. Berbagai Peluang
Kelemahan Internal
Kekuatan Internal Posisi Perusahaan (+0.618;-0.195) Berbagai Ancaman
Gambar 12 Kuadran posisi perusahaan berdasarkan analisis swot Pemilihan Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu Faktor SWOT yang telah diidentifikasi, disusun dalam matrik SWOT untuk merumuskan alternatif strategi peningkatan kinerja sehingga dapat diimplementasikan pada perusahaan karena sesuai dengan keadaan internal dan eksternalnya (Kangas et al 2003). Matriks SWOT secara teori memfasilitasi hubungan faktor internal dan eksternal dan menyediakan kerangka kerja untuk mengidentifikasi strategi perusahaan (Torlak dan Sanal 2007). Perumusan melalui matriks SWOT menghasilkan sepuluh alternatif strategi yang dapat dilihat pada Tabel 20. Menurut Kangas et al. 2001 dan Kajanusa et al. 2004 Analisis SWOT tidak menyediakan sarana sistematis menentukan kepentingan relatif dari kriteria atau untuk menilai alternatif keputusan. Model analisis SWOT juga tidak dapat digunakan secara kuantitatif untuk masing-masing faktor, sehingga sulit untuk melihat pengaruh faktor paling besar pada hasil perumusan strategi (Pesonen et al. 2000). Berdasarkan alasan tersebut, kerangka SWOT diubah menjadi hierarki struktur dan model terintegrasi dan dianalisis menggunakan AHP (Kangas et al. 2001; Kajanusa et al. 2004). Tujuan pemanfaatkan AHP dalam kerangka SWOT adalah untuk memenuhi syarat faktor SWOT dan menyamakan intensitas mereka (Wickramansinghe dan Takano 2010). Ide menggabungkan penilaian faktor SWOT dan AHP adalah evaluasi faktor SWOT dapat dinilai secara sistematis dan sepadan untuk dapat memberikan ukuran kuantitatif dalam pemilihan strategi (Saaty dan Vargas 2001). Teknik fuzzy AHP diaplikasikan untuk memilih alternatif strategi peningkatan kinerja rantai pasok dengan menggorganisir
38
pendapat tiga orang pakar. Hierarki keputusan dan hasil penilaian pakar secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 20 Matrik SWOT Internal Kekuatan (S): 1.Perubahan teknologi pengolahan gula yang mudah diantisipasi 2.Kepemilikan lahan yang aman karena berupa HGU 3.Tersedianya bibit unggul tebu 4.Penggunaaan mekanisasi pada budi daya dan panen tebu 5.Brand produk gula kuat 6.Satu-satunya PG yang ada di Kab. Subang
Eksternal Peluang (O): 1.Meningkatnya konsumsi gula nasional 2.Efisiensi harga pokok produksi 3.Tanah marjinal tersedia luas 4.Kebijakan pemerintah yang mendukung industri pergulaan
Ancaman (T): 1.Komoditi tebu yang kalah bersaing dengan komoditi lain 2.Minat tenaga kerja yang lebih tinggi untuk bergabung dengan industriindustri disekitar perusahaan 3.Pabrik-pabrik gula baru muncul (pesaing) dengan efisiensi yang lebih baik 4.Ancaman anomali iklim 5.Harga gula yang masih rendah karena ditetapkan pemerintah (sembako) 6.Masuknya produk gula rafinasi ke pasar tradisonal
Strategi SO : 1. Peningkatan kinerja responsivitas dan agilitas serta memproduksi produk sesuai demand dan standar mutu (S1, 2, 3, 4, O1). 2. Perluasan areal perkebunan dengan kemitraan dan Smart Promotion produk (S3, 5, 6, O2, 3, 4)
Strategi ST : 1. Memaksimalkan kegiatan budidaya dan panen dengan mekanisasi melalui sistem penjadwalan dan perencanaan yang tepat (S2, 4,T1, 2, 4) 2. Melaksanakan proses produksi sesuai SOP untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi loss produksi pada setiap lini rantai pasok (S1, 3, 5,T1, 3, 4, 5, 6) 3. Meningkatkan kinerja realibilitas dan membangun hubungan baik dengan lingkungan sosial dan karyawan (S5, 6, T2, 3, 6)
Kelemahan (W): 1. Rendahnya produktivitas lahan 2. Rendahnya rendemen gula yang dihasilkan 3. Mutu gula yang dihasilkan belum stabil 4. Performa industri gula yang kurang memadai 5. Kurangnya dukungan dari lembaga penelitian 6. Program revitalisasi yang belum berjalan dengan baik 7. Pola distribusi gula yang kurang lancar 8. Irigasi diperkebunan yang menghadapi hambatan 9. Tenaga panen berkurang pada masa tertentu (hajatan, hari raya, panen padi) Strategi WO : 1. Menggencarkan penelitian dan pengembangan pada sistem produksi gula sehingga mampu mempertahankan mutu, rendemen dan performa (W1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,O2, 4) 2. Meningkatkan produktivitas lahan dan manajemen sumberdaya yang terkontrol melalui pengembangan sistem informasi rantai pasok (W1, 2, 8, 9,O3, 4) 3. Memaksimalkan sistem distribusi gula yang terarah dengan menambah mitra distribusi (W7, O1, 4) Strategi WT : 1. Adopsi teknologi dan penelitian internal berkelanjutan pada bidang perkebunan dan pengolahan tebu (W1, 2, 3, 4, 5, 6, 8,T1, 3, 4) 2. Meningkatkan dan menguatkan kontrak kerjasama pasti dengan pihak kemitraan (W5, 7, 9,T2, 5, 6)
39
Berdasarkan hasil penilaian pakar diperoleh strategi WO1 yaitu menggencarkan penelitian dan pengembangan pada sistem produksi gula sehingga mampu mempertahankan mutu, rendemen dan performa adalah strategi yang paling disarankan oleh pakar dengan bobot 0.258. Penelitian perlu dilakukan dalam rangka mengembangkan perusahaan, terutama memperhatikan aspek mutu dan rendemen. Sebagai bahan pangan, mutu gula sangat mempengaruhi pembelian dan reliabilitas konsumen begitu juga dengan mutu tebu yang baik akan menghasilkan kualitas gula yang baik pula. Rendemen adalah faktor kunci keberhasilan pengolahan gula, semakin tinggi nilai rendemen semakin baik tingkat efisiensi perusahaan. Pengkajian tentang peningkatan rendemen perlu digencarkan, tidak hanya melihat dari aspek on farm saja tetapi juga mempertimbangkan kondisi off farm. Strategi yang disarankan selanjutnya adalah WT1 yaitu Adopsi teknologi dan penelitian internal berkelanjutan pada bidang perkebunan dan pengolahan tebu (0.148) dan SO2 yaitu perluasan areal perkebunan dengan kemitraan dan Smart Promotion produk (0.139). Pada level subfaktor, hal yang paling mempengaruhi peningkatan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu adalah W2 yaitu kelemahan rendahnya rendemen gula yang dihasilkan dengan bobot 0.120. Subfaktor selanjutnya yang mempengaruhi menurut pakar adalah W4 yaitu performa industri gula yang kurang memadai (0.095) dan S 3 yaitu tersedianya bibit unggul tebu (0.081). Pada level faktor, kelemahan adalah yang paling mempengaruhi dalam peningkatan kinerja rantai pasok dengan bobot 0.468. Faktor peningkatan kinerja yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah kekuatan (0.248), peluang (0.212) dan ancaman (0.071). Indeks konsistensi penilaian ini adalah 0.021, artinya pakar telah memberikan penilaian yang konsisten.
Rancangan Perangkat Lunak Pendukung Analisis Pengembangan perangkat lunak ini menggunakan bahasa pemrograman Java melalui Netbeans IDE 8.0.1, disusun dalam sebuah paket program yang diberi nama Suzyper Application. Aliran data pada sistem dan aplikasi ini digambarkan dalam Data Flow Diagram (DFD) level 0 dan level 1 yang dapat dilihat pada Lampiran 10. DFD menggambarkan sistem secara logika tanpa melihat lingkungan fisiknya, sehingga dapat digambarkan aliran data dan informasi yang terjadi di dalam sistem (Rohman 2007). DFD level 1 merupakan perincian penjelasan pada DFD level 0, yang keduanya disusun melalui aplikasi Power Designer Process Analyst 16.1. Perancangan sistem dan aplikasi ini diharapkan dapat memudahkan analisis pengukuran dan peningkatan kinerja rantai pasok serta memudahkan manajemen perusahaan untuk melakukan pengawasan terhadap model manajemen rantai pasok yang sedang diimplementasikan. Kebutuhan perangkat keras, perangkat lunak dan cara instalasi paket program ini dapat dilihat pada Lampiran 11. Verifikasi dan Validasi Model Verifikasi dan validasi bertujuan untuk membuktikan bahwa model yang dibangun telah sesuai dengan perancangan dan kredibel. Tahapan verifikasi diperlukan untuk menentukan kelayakan sistem sedangkan validasi menentukan dan menguji
40
keakuratan sistem (Adhi 2014). Verifikasi adalah proses pemeriksaan kesesuaian logika operasional model (program komputer) dengan logika diagram alur (Sargent 2007). Proses verifikasi pada perangkat lunak ini dilakukan dengan perbandingan hasil operasi pada perangkat lunak dan membandingkannya dengan perhitungan secara manual untuk setiap model yang dirancang. Validasi merupakan menentukan apakah program komputer yang dirancang telah sesuai dan rasional terhadap input dan output model yang dirancang. Proses validasi pada perangkat lunak ini dilakukan dengan cara membandingkan sistem dengan analisa kebutuhan (Lampiran 12). Seluruh kebutuhan aktor telah diakomodasi dengan tiga subsistem utama yaitu subsistem informasi agroindustri gula tebu, subsistem Pembobotan Matrik dan Pengukuran Kinerja Rantai Pasok serta Subsistem Perumusan dan Pemilihan Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok. Ketika program dijalankan, pengguna akan memasuki halaman utama sistem yang dapat dilihat pada Gambar 13, sebagai pengantar kepada subsistem-subsistem lain pada perangkat lunak ini. Rancangan perangkat lunak ini terdiri atas tiga subsistem yaitu subsistem informasi agroindustri gula tebu, subsistem pembobotan matrik dan pengukuran kinerja rantai pasok dan subsistem perumusan dan pemilihan strategi peningkatan kinerja rantai pasok.
Gambar 13 Halaman pembuka sistem Subsistem Informasi Agroindustri Gula Tebu Subsistem ini terdiri dari lima bagian yaitu informasi umum tentang sistem yang dibangun, informasi mekanisme rantai pasok agroindustri gula tebu, informasi nilai tambah dan perhitungan nilai tambah pada bagian perkebunan dan pengolahan. Bagian informasi sistem merupakan halaman yang menerangkan informasi tentang perangkat lunak dan pengembangnya. Bagian informasi mekanisme rantai pasok menampilkan struktur dan mekanisme rantai pasok agroindustri gula tebu serta aktivitas yang ada di dalamnya. Tampilan informasi mekanisme rantai pasok dapat dilihat pada Gambar 14.
41
Gambar 14 Tampilan informasi mekanisme rantai pasok Bagian informasi nilai tambah menampilkan hasil perhitungan nilai tambah pada bagian perkebunan dan pengolahan, serta metode perhitungan yang digunakan. Perhitungan nilai tambah ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh pengembang di PT A pada bulan Maret-April 2015. Bagian perhitungan nilai tambah pada perkebunan dan pengolahan dapat digunakan untuk menghitung besarnya nilai tambah yang diperoleh perusahaan dengan memasukkan variabel input sesuai metode perhitungan nilai tambah Hayami et al (1987). Tampilan bagian perhitungan nilai tambah pada bagian perkebunan dapat dilihat pada Gambar 15. Tampilan halaman lainnya pada subsistem ini dapat dilihat pada Lampiran 13.
Gambar 15 Tampilan perhitungan nilai tambah bagian perkebunan
42
Subsistem Pembobotan Matrik dan Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Subsistem ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok dan bagian pengukuran kinerja rantai pasok. Pada bagian pembobotan matrik pengukuran kinerja menampilkan sub-bagian hasil penilaian pakar dan sub-bagian pembobotan matrik oleh pengguna. Hasil penilaian pakar merupakan hierarki AHP yang telah disusun disertai dengan bobotnya sesuai dengan hasil penilaian pakar yang telah dilakukan oleh peneliti yang dapat dilihat pada Gambar 16. Sub-bagian pembobotan sendiri adalah suatu fasilitas yang disediakan agar pengguna dapat melakukan pembobotan sendiri seperti pengisian kuesioner AHP secara umum. Pada proses perhitungan bobot ini, sistem yang dikembangkan mengikuti teknik fuzzy AHP. Pada bagian akhir subbagian ini dapat diketahui bobot setiap elemen dalam hierarki AHP dengan cara menekan tombol “update” setelah kuesioner yang diberikan terisi lengkap seperti pada Gambar 17. Sub-bagian pengukuran kinerja rantai pasok digunakan untuk menghitung kinerja rantai pasok perusahaan. Perhitungan dilakukan dengan memasukkan input kinerja perusahaan pada matrik kinerja pada tahun pertama dan tahun kedua. Hasil pengukuran kinerja dapat ditampilkan dengan menekan tombol hitung. Kemudian dapat diketahui level kinerja perusahaan berdasarkan standar kinerja Rofiq (2010). Selain itu, hasil kinerja perusahaan pada tahun pertama dan tahun kedua dapat dilihat secara visual dengan menekan tombol grafik. Tampilan perhitungan kinerja rantai pasok dapat dilihat pada Gambar 18. Tampilan halaman lainnya pada subsistem ini dapat dilihat pada Lampiran 13.
Gambar 16 Tampilan hasil penilaian pakar terhadap matrik pengukuran kinerja
43
Gambar 17 Tampilan hasil pembobotan matrik pengkuran kinerja oleh pengguna
Gambar 18 Tampilan hasil pengukuran kinerja rantai pasok oleh pengguna Subsistem Perumusan dan Pemilihan Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Subsistem ini dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian perumusan peningkatan kinerja rantai pasok dan bagian pemilihan strategi peningkatan kinerja rantai pasok. Bagian perumusan peningkatan kinerja rantai pasok menentukan faktor internal dan eksternal perusahaan serta posisi perusahaan pada diagram SWOT. Pengguna dapat memilih penilaian faktor internal dan eksternal oleh satu orang pakar, dua orang pakar atau tiga orang pakar. Gambar 19 dapat memberikan ilustrasi penilaiaan faktor internal dan eksternal oleh satu orang pakar. Selain itu, pengguna juga dapat melihat hasil penelitian analisis SWOT oleh tiga orang pakar dan matrik SWOT yang dikerjakan oleh peneliti di PT A.
44
Gambar 19 Tampilan analisis SWOT oleh satu orang pakar Bagian pemilihan matrik pengukuran kinerja menyediakan sepuluh alternatif strategi peningkatan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu. Metode pemilihan mengikuti teknik fuzzy AHP yang hasilnya ditampilkan dalam sebuah hierarki keputusan sehingga diketahui bobot prioritas masing-masing elemen dalam penilaian. Pengguna dapat juga melihat hasil pembobotan alternatif strategi dalam bentuk grafik, sehingga dapat terlihat jelas alternatif strategi dengan prioritas tertinggi. Tampilan hasil pemilihan alternatif strategi peningkatan kinerja rantai pasok, dapat dilihat pada Gambar 20. Tampilan lanjutan pada subsistem Perumusan dan Pemilihan Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok dapat dilihat pada Lampiran 13.
Gambar 20 Tampilan hasil pembobotan pemilihan strategi peningkatan kinerja
45
Implikasi Manajerial Pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu dapat dilakukan secara rutin sebagai bahan evaluasi dan kontrol efisiensi proses bisnis yang dijalankan. Model pengukuran kinerja yang mengadaptasi model SCOR ini secara luas dapat mengontrol setiap dimensi rantai pasok sehingga manajemen perusahaan dapat dengan mudah mendeteksi permasalahan pada aktivitas yang perusahaan jalankan. Pengukuran kinerja secara berkelanjutan dapat membantu perusahaan tetap dalam jalur bisnisnya disertai dengan perbaikan pada berbagai aspek aktivitas bisnis. Peningkatan nilai tambah pada rantai pasok agroindustri gula tebu perlu dilakukan untuk menjamin keberlangsungan dan kelancaran rantai, serta sebagai daya tarik bagi investor. Peningkatan nilai tambah pada bagian perkebunan dapat dilakukan dengan menggunakan bibit unggul tebu yang sesuai dengan lahan dan iklim serta perbaikan pada sistem irigasi perkebunan. Peningkatan nilai tambah pada bagian pengolahan dapat dilakukan dengan peningkatan rendemen yang diikuti dengan revitalisasi pabrik dan peningkatan kinerja SDM. Hasil analisis faktor internal dan eksternal menunjukkan perusahaan memiliki kelemahan internal dan tidak mampu memanfaatkan peluang untuk menghidari ancaman yang ada. Evaluasi faktor internal dan eksternal menunjukkan perusahaan berada pada Kuadran II, yaitu perusahaan akan menghadapi tantangan yang cukup besar. Sebaiknya, berbagai upaya yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan memperhatikan setiap aspek internalnya, melakukan perbaikan dan investasi berkelanjutan dan selalu mengadakan evaluasi. Selain itu perusahaan seharusnya dapat memanfaatkan berbagai peluang dari luar untuk membantu penguatan posisi perusahaan dalam persaingan. Peningkatan kinerja rantai pasok dapat dilakukan dengan mengimplementasikan hasil perumusan strategi disertai dengan kontrol yang baik serta memperhatikan implikasi yang akan ditimbulkan. Hasil penilaian pakar menunjukkan melaksanakan strategi menggencarkan penelitian dan pengembangan pada sistem produksi gula sehingga mampu mempertahankan mutu, rendemen dan performa adalah yang paling disarankan untuk diimplementasikan. Penelitian perlu dilakukan untuk mengembangkan perusahaan yang dapat diakomodasi oleh bagian Riset dan Pengembangan yang tidak hanya berfokus pada bagian perkebunan tetapi juga memperhatikan bagian pengolahan melalui kerjasama internal atau eksternal perusahaan. Mutu, rendemen dan performa adalah faktor kunci untuk meningkatkan kinerja rantai pasok dan meningkatkan kepercayaan konsumen. Mutu yang baik dapat mengurangi biaya, begitu juga dengan rendemen yang semakin meningkat dapat meningkatkan produktivitas pabrik. Performa adalah salah satu faktor kunci kelacaran manajemen rantai pasok yang baik.
46
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Mekanisme rantai pasok agroindustri gula tebu dimulai pada tahap persiapan dan budi daya, pemanenan, pengolahan, pengemasan dan penyimpanan di gudang. Hasil analisis nilai tambah pada bagian perkebunan dan pengolahan menunjukkan bahwa bagian pengolahan memiliki persentase keuntungan yang lebih besar dari pada bagian perkebunan dan mampu memanfaatkan rasio nilai tambahnya. Hasil pengukuran kinerja rantai pasok di PT A pada tahun 2013 dan 2014 menunjukkan kinerja yang sangat kurang dan buruk atau berada pada kondisi kritis. Kondisi tersebut diperlukan perumusan strategi peningkatan kinerja rantai pasok untuk mempertahankan perusahaan dan meningkatkan produktivitas. Hasil analisis SWOT menunjukkan perusahaan berada pada kuadran II yaitu berada pada keadaan kuat dan akan menghadapi tantangan yang besar. Penelitian ini menyarankan alternatif strategi menggencarkan penelitian dan pengembangan pada sistem produksi gula sehingga mampu mempertahankan mutu, rendemen dan performa sebagai upaya peningkatan kinerja rantai pasok.
Saran Ada tiga hal yang dapat ditindaklanjuti dari hasil penelitian ini baik bagi perusahaan maupun untuk penelitian selanjutnya. Pertama, hasil pengukuran kinerja rantai pasok perusahaan sebaiknya diperhatikan dengan baik dan alternatif strategi peningkatan kinerja terpilih dapat diimplementasikan pada perusahaan dengan mempertimbangkan implikasi manajerial. Kedua, model pengukuran kinerja ini dapat diaplikasikan pada agroindustri gula tebu lain yang tidak memiliki lahan HGU serta menyesuaikan matrik pengukuran kinerjanya. Ketiga, sebaiknya perangkat lunak pendukung analisis dapat dikembangkan menjadi lebih dinamis, sehingga memudahkan manajemen perusahaan dalam melakukan pengawasan.
DAFTAR PUSTAKA Abror N, Marimin, Indah Y. 2011. Seleksi dan evaluasi pemasok pada rantai pasokan kertas. J. Tek. Ind. Pert. 21 (3):194-206. Adhi W. 2014. Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok karet alam dengan pendekatan Sustainable Balanced Scorecard di PT X. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor Anggraini I, Nurkholis. 2009. Analisis pengukuran kinerja perusahaan dengan pendekatan Balanced Scorecard (studi kasus pada PT Rajawali I unit PG Krebet Baru). [Skripsi]. Malang (ID): Unversitas Brawijaya.
47
[AGI] Asosiasi Gula Indonesia. 2010. Produksi Tanaman Tebu di Indonesia Tahun 2010. Jakarta (ID): Asosiasi Gula Indonesia. [AGI] Asosiasi Gula Indonesia. 2013. Sugar Insight: Revitalisasi Industri Gula Now or Never. Jakarta (ID): AGI. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Gula Kristal – Bagian 2: Rafinasi (SNI 3140.2-2006). Jakarta (ID): BSN. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. Gula Kristal – Bagian 3: Putih (SNI 3140.32010). Jakarta (ID): BSN. Bunte F. 2006. Pricing and Performance in Agrifood Supply Chain, 1st Edition. Wageningen (NL): Wageningen University and Research Center. Chang, Wen. 2006. Application of a quantification SWOT analytical method. Mathematical and Computer Modelling. 43(2006):158–169. Cheng CH. 1999. Evaluating weapon systems using ranking fuzzy numbers. Fuzzy Systems. 107(1): 25–35. Chopra S, Meindl. 2006. Supply Chain Management: Strategy, Planning and Operation. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall. Colosewoko. 2010. Kebjakan revitaslisaisi industri gula nasional. Jakarta (ID): BPPT. Costabile M. 2003. A Dynamic Model of Customer Loyalty. Università della Calabria (IT): Campus Arcavacata SDA Bocconi School of Management. Dargi A, Anjhomsoae A, Galankashi MR, Memari A, Masine. 2014. Supplier selection: a fuzzy-ANP aproach. Procidia Computer Science. 31(2014):691-700. David FR. 2011. Strategic Management Concept and Cases 13th Edition. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall. Departemen Perindustrian. 2009. Roadmap Industri Gula. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia. [DGI] Dewan Gula Indonesia. 2012. Agribisnis Gula Indonesia. Jakarta (ID): Laporan Intern, Dewan Gula Indonesia. Erna F, Djati SP. 2004. Upaya mencapai loyalitas konsumen dalam perspektif sumber daya manusia. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan. 6 (1):15 - 26 Fahrizal, Marimin, Yani M, Purwanto M, Sumaryanto. 2014. Model penunjang keputusan pengembangan agroindustri gula tebu (studi kasus di Provinsi Nusa Tenggara Timur). J. Tek. Ind. Pert. 24(3):189-200. Hairani RI, Aji JMM, Januar J. 2013. Analisis trend produksi dan impor gula serta faktor-faktor yang mempengaruhi impor gula Indonesia. Berkala Ilmiah Pertanian. 1(1):77-85. Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M. 1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java A Perspective from a Sunda Village. Bogor (ID): The CPGRT Centre. Hidayat S. 2012. Model Penyeimbangan Nilai Tambah Berdasarkan Tingkat Resiko pada Rantai Pasok Minyak Sawit. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hwang YD, Lin YC, Lyu Jr. 2008. The performance evaluation of SCOR sourcing process—The case study of Taiwan's TFT-LCD industry. International Journal of Production Economics. 115(2):411-423. Indrawanto C, Purwono, Siswanto, Syakir M, Rumini W. 2010. Budi daya dan Pasca Panen Tebu. Jakarta (ID): ESKA Media.
48
Kajanusa, Kangas J, Kurttila. 2004. The use of value focused thinking and the A’WOT hybrid method in tourism management. Tourism Management 25:499-506. Kangas J, Pesonen, Kurttila, Kajanusa. 2001. A'WOT: integrating the AHP with SWOT analysis. Di dalam: 6th ISAHP; 2001 Agu 2-4; Berne, Swiss. Berne (CH): ISAHP. hlm 189-198. Kangas, Kurttila, Kajanus, Kangas A. 2003. Evaluating the management strategies of a forestland estate-the S-O-S approach. Journal of Environmental Management. 69(4):349-358. Kasi V. 2005. Systematic assesment of SCOR modelling supply chains. Di dalam: Proceedings of the 38th Hawai International Conference on System Sciences; 2005. Center for Process Innovation: Georgia State University. hlm 1-10. [KPPU] Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia. 2010. Position Paper KPPU Terhadap Kebijakan dalam Industri Gula. KPPU. Li W, Yuanyuan Z. 2005. A Game Analysis on Profit Distribution of Two-echelon Supply Chain with Principal and Subordinate. Jiangsu (CN): Jiangsu University and Technology. Mardianto S, Simatupang P, Hadi PU, Malian H, Susmiadi A. 2005. Peta jalan (road map) dan kebijakan pengembangan industri gula nasional. Forum Penelitian Agroekonomi. 23(1):19-37. Marimin, Maghfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Pr. Marimin, Djatna T, Suharjito, Hidayat S, Utama, Astuti, Martini. 2013. Teknik dan Analisis Pengambilan Keputusan Fuzzy dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Pr. Marimin, Ismayana A, Lohjayanti A. 2011. Keragaan kinerja dan sistem penunjang keputusan pengendalian proses produksi gula kristal di PT Rajawali II unit Pabrik Gula Jati Tujuh-Majalengka. J. Tek. Ind. Pert. 19(3):170-181. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID): Grasindo. Maryandani A. 2013. Kinerja industri gula di Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID): FEMIPB. Menteri Perindustrian RI. 2010. Peraturan Menteri Perindustrian Indonesia Nomor: 11/M-IND/PER/1/2010 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor:116/M-IND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan Road Map Pengembangan Klaster Industri Gula. Jakarta (ID): Menteri Perindustrian RI. Naik GR. 2001. Sugacane Technology. New Hampshire (US): Science Publisher. Nateghinia S, Somayyeh, Shahin. 2013. An empirical investigation for measuring the performance of supply chain operation: A case study of healthcare industry. Management Science Letters. 3 (2013):2055–2058. Neves MF, Trombil VG, Consoli MA. 2010. Measurement on sugar cane in Brazil. International Food and Agribusiness Management Review. 13(1):1-18. Pesonen M, Kurttila M, Kangas J, Kajanus, Heinonen P. 2000. Assessing the priorities using a’wot among resource management strategies at the finish forest and park service. Forest Science. 47(4): 534-541.
49
Pujawan IN. 2005. Supply Chain Management. Surabaya: Guna Widya. Pujiatsih H, Arifin A, Situmorang S. 2014. Analisis posisi dan tingkat ketergantungan impor gula kristal putih dan gula kristal rafinasi Indonesia di pasar internasional. JIIA. 2(1):32-37. Rachman T. 2013. Pengukuran Kinerja SCM. Jakarta (ID): Universitas Esa Unggul. Ravil, Kant (2014). A fuzzy AHP-TOPSIS framework for ranking the solutions of knowledge management adoption in supply chain to overcome its barriers. Expert System with Application. 41(2014):679-693. Rofiq AM. 2010. Kinerja rantai pasok pada industri seafood (Studi Kasus di PT KML, Gresik). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rohman TL. 2007. Sistem penunjang keputusan diversifikasi produk tebu (studi kasus: PT PG Rajawali II unit PG Jatitujuh Majalengka Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rohmatullah, Marimin, Machfud, Nasution MZ. 2009. Kajian sistem pengukuran kinerja pabrik gula (Studi Kasus: PG Subang Jawa Barat). Jurnal Manajemen dan Agribisnis. 6(1):15-23. Rusono N, Suanri A, Candradijaya A, Muharam A, Martino I, Tejaningsih, Utomo P, Susilowati SH, Maulana M. 2013. Studi Pendahuluan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 2015-2019. Jakarta (ID): Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Saaty T. L. (1980). The Analytic Hierarchy Process. New York (US): McGraw-Hill. Saaty T.L, Vargas L.G. 2001, Models, Methods, Concepts and Applications of the Analytic Hierarchy Process. Boston (US): Kluwer Academic Publishers. Sargent, RG. 2007. Verification and validation of simulation models. Dalam Henderson SG. Biller B, Hsieh MH, Shortle J, Tew JD, Barton RR. ed. 2007. Winter Simulation Conference. 124-136. Piscataway, New Jersey (US): IEEE. Sawit H. 2010. Kebijakan swasenbada gula: apanya yang kurang. Analisis Kebijakan Pertanian. 8(4):285-302. Setiawan A. 2009. Studi peningkatan kinerja manajemen rantai pasok sayuran daratan tinggi terpilih di Jawa Barat. [Tesis]. Bogor (ID): Fateta-IPB. Sriwana IK, Djatna T. 2012. Sinkronisasi penjaminan kinerja rantai pasok agroindustri tebu. J. Tek. Ind. Pert. 22(1):58-65. Supply Chain Council (SCC). 2012. SCOR Supply Chain Operation Reference. United States (US). Susila WR, Sinaga BM. 2005. Pengembangan industri gula indonesia yang kompetitif pada situasi persaingan yang adil. Jurnal Litbang Pertanian. 24(1):1-9. Sutjahjo U. 2001. Kinerja pabrik gula berdasarkan kapasitas giling, tebu digiling, jumlah hari giling, jam berhenti giling, overall recovery, dan hablur di pabrik gula: Wonolangan, Gending, dan Pajarakan Kabupaten Probolinggo. [Tesis]. Surabaya (ID): Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa timur. Torlak N, Sanal M. 2007. David’s strategy formulation in action: the Example of Turkish airlines on domestic transportation. İstanbul Ticaret Üniversity. 6(2007):81-114.
50
[USDA] United States Department of Agricalture. 2012. World Sugar Production, Supply and Distribution [Internet]. [Diunduh 2015 Jul 14]. Tersedia pada: http://www.ers.usda.gov/media/816510/table_3_june_2012_sso.xls Van de vorst JGAJ. 2006. Performance Measurement in Agrifood Supply Chain Networks: an overview. In: Quantifying the Agri-food Supply Chain 13-24. Wegenigen (NL): Logistic and Operation Research Group. Wickramasinghe, Takano. 2010. Application of combined SWOT and Analytic Hierarchy Process (AHP) for Tourism revival strategic marketing planning: a case of Sri Lanka tourism. Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies. 8(2010):954-969. Witarto. 2004. Memahami Sistem Informasi: Pendekatan Praktis Rekayasa Sistem Informasi Melalui Kasus-Kasus Sistem Informasi di Sekitar Kita. Bandung (ID): Penerbit Informatika.
51
LAMPIRAN Lampiran 1 Diagram alir prosedur penelitian Mulai
Pengumpulan data
Identifikasi konfigurasi model manajemen rantai pasok agroindustri gula tebu
Analisa nilai tambah bagian perkebunan dan pengolahan rantai pasok agroindustri gula tebu (metode Hayami) Identifikasi kriteria kinerja rantai pasok gula pada struktur rantai pasok dan kerangka pengukuran kinerja
Perumusan matrik pengukuran kinerja dengan pendekatan SCOR
Penentuan bobot pengukuran dengan fuzzy-AHP
Pengukuran kineja rantai pasok gula
Analisis hasil pengukuran kinerja dan perumusan strategi peningkatan (Analisis SWOT dan fuzzy AHP)
Perumusan Implikasi Manajerial
Simpulan dan saran
Selesai
52
Lampiran 2 Hierarki keputusan pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu Tujuan
Pembobotan Matrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu
Proses Bisnis
Perencanaan
Parameter Kinerja
Atribut Kinerja
Matriks Kinerja
Pengadaan
Budi daya
Pengolahan
Nilai Tambah
Kualitas
Resiko
Reliabilitas
Pesanan terkirim penuh
Ketepatan Pengiriman
Responsivitas
Kondisi barang sempurna
Waktu siklus mendapatkan bahan baku
Waktu siklus pengolahan
Pengiriman
Agilitas
Fleksibilitas kecepatan produksi
Kemampuan perubahan kapasitas produksi
Biaya
Biaya pengolahan
Biaya perawatan
53
Lampiran 3 Diagram alir model pengukuran kinerja rantai pasok Mulai
Studi pustaka tentang pendekatan SCOR, faktor kinerja rantai pasok agroindstri gula tebu dan teknik fuzzy AHP
Penentuan model pengukuran kinerja rantai pasok SCOR, yaitu matrik dan atribut kinerja, parameter kinerja dan proses bisnis kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu
Membentuk hierarki keputusan pembobotan matrik pengukran kinerja rantai pasok
Tidak
Konsultasi pakar dan observasi lapangan
Sesuai Ya
Pengumpulan data kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu berdasarkan matrik kinerja SCOR yang disusun
Pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok oleh 4 orang pakar melalui teknik fuzzy-AHP Tidak Konsistensi rasio <0.1 Ya
Bobot kepentingan masing-masing elemen pada hierarki keputusan
Data aktual kinerja rantai pasok PT A
Integrasi hasil SCOR dan fuzzy AHP untuk pengukuran kinerja rantai pasok PT A
Analisis hasil pengukuran dan arah perbaikan teknis
Selesai
54
Lampiran 4 Diagram alir perumusan strategi peningkatan kinerja rantai pasok Mulai
Studi pustaka dan observasi lapangan aktivitas rantai pasok perusahaan
Analisis faktor lingkungan internal dan eksternal rantai pasok perusahaan berdasarkan analisis SWOT
Faktor lingkungan internal rantai pasok perusahaan
Faktor lingkungan eksternal rantai pasok perusahaan Tidak
Konsultasi pakar dan pihak manajemen perusahaan
Sesuai Ya
Penyusunan matriks SWOT sebagai perumusan strategi peningkatan kinerja rantai pasok
Evaluasi faktor internal dan eksternal rantai pasok oleh pakar
Tidak Konsultasi pakar
Posisi perusahaan pada kuadran SWOT
Sesuai Ya Pembentukan hierarki keputusan pemilihan alternatif strategi peningkatan kinerja rantai pasok berdasarkan matrik SWOT
Tidak
Analisis faktor yang paling berpengaruh terhadap lingkungan internal dan eksternal rantai pasok perusahaan
Konsultasi pakar
Sesuai Ya Pemilihan alternatif strategi peningkatan kinerja rantai pasok perusahaan dengan teknik fuzzy AHP
Tidak Sesuai Ya Bobot prioritas masing masing alternatif strategi dan strategi terpilih berdasarkan pendapat pakar
Analisis program aksi langkah perbaikan kinerja rantai pasok
Selesai
55
Lampiran 5 Peralatan penunjang produksi gula tebu di PT A No
Nama alat
Unit
I
STASIUN BOILER
2
II 1
STASIUN GILINGAN Cane Table
2
2 3 4 5
Cane Carier Daya penggerak cane carrier Cane elevator Hydroulic motor dan elektro motor penggerak cane carrier Turbine cane cutter Turbine unigrator
1 1 1 1
Turbine gilingan I-IV Kapasitas gling berdasarkan ukuran roll, rpm dan jumlah roll dalam tandem Pompa nira gilingan 1-2 Pompa nira gilingan 3 Pompa nira gilingan 4 Pompa nira tersaring Saringan nira mentah Pompa imbibisi air CANE STACKER Kawasaki / KSS 80 WA 420 STASIUN PEMURNIAN Timbangan bulogne Pompa NM tertimbang Juice heater I Juice heater II Juice heater III Defakator I Defakator II Sulfur tower NM Sulfur tower NK
1
6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 III 1 2 IV 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 1
Kapasitas terpasang (TCD) 100 ton uap/jam 85% x 100 ton =85 ton uap/jam
Kapasitas yang dibutuhkan 120 ton /jam
1 unit kap. 54 TCH (luas 36 m2) 1 unit kap. 72 TCH (luas 48 m2) Total luas cane table =84 m2 7 330 TCD 60 HP 6 860 TCD 60 HP
106 m2
3 500 TCD 79.5 HP 3 500 TCD 3 500 TCD
450 HP 1 200 HP (4 800 TCD) 650 HP 3 450 TCD
668 HP 3500 TCD
2 2 2 2 2 1
180 m2/jam 60 m2/jam 60 m2/jam 180 m2/jam 3 700 TCD 60 m2/jam
143 m2/jam 52.5 m2/jam 32 m2/jam 142 m2/jam 50 m2/jam
3 1
4 500 TCD
2 2 2 2 2 1 1 2 2
3 638 TCD 3 414 TCD 3 275 TCD 3 394 TCD 2 666 TCD 3 500 TCD 3 600 TCD 3 000 TCD 3 000 TCD
Cukup Kurang Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Kurang Kurang
56
10 11 12 13 14 15 16 17 18 V 1 2
3 4 5 VI 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 VII 1 2 3 4 5 VIII 1 2
Pompa NM tersulfitir Tobong belerang Pengendapan /door clarifier Rotary vacuum filter (RVF) Pompa vacuum RVF Bagacillo fan Pemadam kapur Peti tunggu susu kapur Pompa nira encer STASIUN PENGUAPAN Badan penguapan Pompa kondensat badan I Pompa kondensat badan II Pompa kondensat badan III Pompa kondensat badan IV Pompa kondensat badan V Pompa nira kental Pompa vacuum Pompa injeksi STASIUN MASAKAN & PENDINGIN Pan masak
2 2 2 2 3 1 1 2 2
4 643 TCD 3 200 TCD 3 458 TCD 3 737 TCD 3 483 TCD 4 019 TCD 1 500 TCD 5 649 TCD 4 643 TCD
Cukup Kurang Cukup Cukup Cukup Cukup Kurang Cukup Cukup
5 2 2 2 2 2 2 2 2
3 200 TCD 3 221 TCD 3 221 TCD 6 442 TCD 6 442 TCD 6 442 TCD 6 375 TCD 4 000 TCD 3 069 TCD
Kurang Kurang Kurang Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup
7
Palung pendingin A Palung pendingin C Palung pendingin D Peti NK, klare SHS, Leburan Peti stroop A Peti stroop C Peti stroop D Pompa vacuum Pompa injeksi Cooling tower Kondensor STASIUN PUTERAN Puteran HGC A Puteran HGC SHS Puteran LGC D1 Puteran LGC D2 Puteran LGC C GUDANG GULA DAN TETES Gudang gula Tangki dan balong tetes
4 1 7 4 2 1 1 6 2 2 6
3 600 TCD 2 944 TCD 2 500 TCD
Cukup Kurang Kurang
3 409 TCD 3 462 TCD 1 905 TCD 2 857 TCD 4286 TCD 3 898 TCD 3 628 TCD 3 650 TCD
Cukup Cukup Kurang Kurang Cukup Cukup Cukup Cukup
4 3 6 2 2
3 308 TCD 3 175 TCD 3 520 TCD 2 933 TCD 1 566 TCD
Kurang Kurang Cukup Kurang Kurang
2 3
3 600 TCD 3 803 TCD
Cukup Cukup
57
Lampiran 6 Struktur organisasi PT A General Manager
Kabag Tanaman
Kabag SDM
Kasie
SKK Rayon PSB
SKK Rayon MSL
Skk Rayon PSM
Kepala BST
Staff SKW
SKW
SKW
SKW
SKW WIL III A/B
SKW WIL IX
SKW WIL IV A/B
SKW
SKW
Staff
Kep. Teb. Angkut
Kepala mekanisasi
Kasie alat berta & besali
Staff SKW
Pakam
SKW SIL
SKW WIL XIII
Staff
Kasie pompa & imp. Trailer
Kabag Instalasi
Kabag Pabrikasi
Staff Workshop
Staff lab & QC
Staff Gilingan
Staff Purification
Staff Boiler
Staff Evaporator
Kabag TUK
keuan gan
Staff Gud. Material Staff gud.hasil
Staff Teknik Sipil
Staff Vac & Crycs
Kasie field operation
Staff Pool kend.
Staff Centrifugal
Kasie mekanisasi rayon MSL
Staff Instrumen
Staff Akuntansi
akunt ansi
58
Lampiran 7 Data aktual matrik kinerja rantai pasok PT A tahun 2013-2014 Hak Guna Usaha (HGU) Matrik kinerja Pesanan terkirim penuh Ketepatan Pengiriman Kondisi barang sempurna Waktu siklus memperoleh bahan baku Waktu siklus pengolahan Kemampuan perubahan kapasitas produksi Fleksibilitas kecepatan produksi Biaya pengolahan Biaya perawatan
Nilai 2013 99.03% 79.43% 95.28% 4.23 hari 333 hari 7 hari 17% Rp 11 921/ku Rp 37 411/ku
Nilai 2014 99.89% 84.22% 90.89% 3.83 hari 333 hari 7 hari 26% Rp 13 241/ku Rp 41 080/ku
Nilai 2013 90.05% 81.35% 95.04% 10 hari 307 hari 26 % 307. 80 hari Rp 12 395 /ku Rp 28 451/ku
Nilai 2014 94.20% 76.40% 94.30% 11.61 hari 325.50 hari 36 % 325 hari Rp 9 123/ku Rp 20 069 /ku
Nilai 2013 69.07% 78.45% 95.48% 12.3 hari 333 hari 34 % 333 hari Rp 26 341 /ku Rp 71 161 /ku
Nilai 2014 80.70% 78.01% 95.08% 9.83 hari 303.90 hari 43 % 303.3 hari Rp 34 180 /ku Rp 92 337 /ku
Drip 2013 Matrik kinerja Pesanan terkirim penuh Ketepatan Pengiriman Kondisi barang sempurna Waktu siklus memperoleh bahan baku Waktu siklus pengolahan Kemampuan perubahan kapasitas produksi Fleksibilitas kecepatan produksi Biaya pengolahan Biaya perawatan KSO Matrik kinerja Pesanan terkirim penuh Ketepatan Pengiriman Kondisi barang sempurna Waktu siklus memperoleh bahan baku Waktu siklus pengolahan Kemampuan perubahan kapasitas produksi Fleksibilitas kecepatan produksi Biaya pengolahan Biaya perawatan
59
TRB Matrik kinerja Pesanan terkirim penuh Ketepatan Pengiriman Kondisi barang sempurna Waktu siklus memperoleh bahan baku Waktu siklus pengolahan Kemampuan perubahan kapasitas produksi Fleksibilitas kecepatan produksi Biaya pengolahan Biaya perawatan Pabrik Matrik Pengukuran Kinerja Pesanan terkirim penuh Ketepatan pengiriman Kondisi barang sempurna Waktu siklus pengolahan Waktu memperoleh bahan baku Fleksibilitas kecepatan produksi Kemampuan perubahan kapasitas produksi Biaya pengolahan Biaya perawatan mesin
Nilai 2013 84.97% 86.38% 94.18% 14 hari 303.90 hari 37 % 303.90 hari Rp 5 642 /ku Rp 21 185 /ku
2013 18% 100% 80% 0.021 ku shs/jam 10.657 bulan 28.8 hari 33 % Rp 13 396/ku 7.1 M
Nilai 2014 99.89% 84.22% 90.89% 13.92 hari 308 hari 58 % 308 hari Rp 16 582/ku Rp 50 954/ku
2014 75% 100% 80% 0.018 ku shs/jam 10.640 bulan 24 hari 22 % Rp 14 438/ku 7.5 M
60
Lampiran 8 Perhitungan Kinerja Rantai Pasok Agroindustri gula Tebu di PT A tahun 2013-2014 Perhitungan Kinerja Rantai Pasok PT A Tahun 2013 Bagian
HGU
Matrik kinerja PTP KP KBS SBH SP FKP KPK BP BR
Nilai Bobot Aktual 99.03 0.095 79.43 0.157 95.28 0.119 47.28 0.090 62.06 0.090 100.00 0.114 58.82 0.052 47.33 0.168 56.63 0.113
Hasil (%) 9.43 12.45 11.34 4.28 5.62 11.38 3.08 7.97 6.42
Atribut kinerja
Bobot
Hasil (%)
Parameter kinerja
Bobot
Hasil (%)
Reabilitas
0.371
26.70
N.Tambah
0.150
10.79
Responsivitas
0.181
13.03
Agility
0.166
11.96
Biaya
0.282
20.28
Kualitas
0.492
35.45
Resiko
0.358
25.74
Proses bisnis Bobot
Hasil (%)
Perencanaan
0.173
12.49
Pengadaan
0.142
10.22
Budi daya
0.318
22.88
Pengolahan
0.211
15.20
Pengiriman
0.155
11.19 71.97
Perencanaan
0.173
10.22
Pengadaan
0.142
8.37
Budi daya
0.318
18.73
Pengolahan
0.211
12.45
Pengiriman
0.155
9.16 58.93
Perencanaan
0.173
7.99
Pengadaan
0.142
6.54
Budi daya
0.318
14.65
Hasil Total Kinerja HGU
Drip
PTP KP KBS SBH SP FKP KPK BP BR
90.05 81.35 95.04 20.00 67.43 2.27 38.46 45.52 74.46
0.095 0.157 0.119 0.090 0.090 0.114 0.052 0.168 0.113
8.58 12.75 11.31 1.81 6.10 0.26 2.02 7.67 8.44
Reabilitas
0.371
21.86
Responsivitas
0.181
10.67
Agility
0.166
9.80
Biaya
0.282
16.61
N.Tambah
0.150
Kualitas
0.492
Resiko
0.358
8.83 29.02
21.07
Hasil Total Kinerja Drip (%)
KSO
PTP KP KBS SBH SP FKP
69.07 78.45 95.48 16.26 62.16 2.10
0.095 0.157 0.119 0.090 0.090 0.114
6.58 12.29 11.37 1.47 5.63 0.24
Reabilitas
0.371
17.10
Responsivitas
0.181
8.34
Agility
0.166
7.66
N.Tambah
Kualitas
0.150
0.492
6.91
22.70
61
KPK BP BR
29.41 21.35 29.77
0.052 0.168 0.113
1.54 3.60 3.37
Biaya
0.282
12.99
Resiko
0.358
16.48
Pengolahan
0.211
9.73
Pengiriman
0.155
7.16 46.08
Perencanaan
0.173
12.17
Pengadaan
0.142
9.96
Budi daya
0.318
22.30
Pengolahan
0.211
14.82
Pengiriman
0.155
10.91 70.16
Hasil Total Kinerja KSO (%)
TRB
PTP KP KBS SBH SP FKP KPK BP BR
84.97 86.38 94.18 14.29 68.11 2.30 27.03 100.00 100.00
0.095 0.157 0.119 0.090 0.090 0.114 0.052 0.168 0.113
8.09 13.53 11.21 1.29 6.16 0.26 1.42 16.85 11.34
Reabilitas
0.371
26.03
Responsivitas
0.181
12.70
Agility
0.166
11.66
Biaya
0.282
19.77
N.Tambah
Pabrik
18.00 100.00 80.00 45.55 23.81 51.34 48.48 62.18 97.10
10.52
Kualitas
0.492
34.55
Resiko
0.358
25.09
Hasil Total Kinerja TRB (%)
PTP KP KBS SBH SP FKP KPK BP BR
0.150
0.095 1.71 Perencanaan 0.173 10.94 0.157 15.67 Reabilitas 0.371 23.39 N.Tambah 0.150 9.45 0.119 9.52 Pengadaan 0.142 8.95 0.090 4.12 Responsivitas 0.181 11.41 0.090 2.15 Kualitas 0.492 31.05 Budi daya 0.318 20.04 0.114 5.84 Agility 0.166 10.48 0.052 2.54 Pengolahan 0.211 13.32 0.168 10.48 Resiko 0.358 22.55 Biaya 0.282 17.77 9.80 0.113 11.01 Pengiriman 0.155 63.05 Hasil Total Kinerja Pabrik (%)
62
Perhitungan Kinerja Rantai Pasok PT A Tahun 2014 Bagian
HGU
Matrik kinerja PTP KP KBS SBH SP FKP KPK BP BR
Nilai Aktual 79.21 81.00 94.24 52.22 69.97 100.00 38.46 68.90 48.85
Bobot 0.095 0.157 0.119 0.090 0.090 0.114 0.052 0.168 0.113
Hasil (%) 7.54 12.69 11.22 4.73 6.33 11.38 2.02 11.61 5.54
Atribut kinerja
Bobot
Hasil (%)
Parameter kinerja
Bobot
Hasil (%)
Reabilitas
0.371
27.10
N.Tambah
0.150
10.95
Responsivitas
0.181
13.22
Agility
0.166
12.14
Biaya
0.282
20.59
Kualitas
0.492
35.98
Resiko
0.358
26.12
Proses bisnis Bobot
Hasil (%)
Perencanaan
0.173
12.67
Pengadaan
0.142
10.37
Budi daya
0.318
23.22
Pengolahan
0.211
15.41
Pengiriman
0.155
11.36 73.04
Perencanaan
0.173
12.16
Pengadaan
0.142
9.95
Budi daya
0.318
22.28
Pengolahan
0.211
14.80
Pengiriman
0.155
10.89 70.09
Perencanaan
0.173
7.98
Pengadaan
0.142
6.53
Budi daya
0.318
14.62
Pengolahan
0.211
9.71
Hasil Total Kinerja HGU
Drip
PTP KP KBS SBH SP FKP KPK BP BR
94.20 76.40 94.30 17.23 71.58 2.15 27.78 100.00 100.00
0.095 0.157 0.119 0.090 0.090 0.114 0.052 0.168 0.113
8.97 11.97 11.22 1.56 6.48 0.25 1.46 16.85 11.34
PTP KP KBS SBH SP FKP KPK BP
80.70 78.01 95.08 20.35 76.67 2.31 23.26 26.69
0.095 0.157 0.119 0.090 0.090 0.114 0.052 0.168
7.69 12.22 11.32 1.84 6.94 0.26 1.22 4.50
Reabilitas
0.371
26.00
Responsivitas
0.181
12.69
Agility
0.166
11.65
Biaya
0.282
19.75
N.Tambah
0.150
10.51
Kualitas
0.492
34.52
Resiko
0.358
25.06
Hasil Total Kinerja Drip (%)
KSO
Reabilitas
0.371
17.06
Responsivitas
0.181
8.32
Agility
0.166
7.64
Biaya
0.282
12.96
N.Tambah
0.150
6.89
Kualitas
0.492
22.65
Resiko
0.358
16.44
63
BR
21.73
0.113
2.46
PTP KP KBS SBH SP FKP KPK BP BR
99.89 84.22 90.89 14.37 75.65 2.27 17.24 55.02 39.38
0.095 0.157 0.119 0.090 0.090 0.114 0.052 0.168 0.113
9.51 13.20 10.82 1.30 6.85 0.26 0.90 9.27 4.46
PTP KP KBS SBH SP FKP KPK BP BR
18.00 100.00 80.00 45.55 23.81 51.34 48.48 62.18 97.10
Pengiriman
0.155
7.15 45.98
Perencanaan
0.173
9.04
Pengadaan
0.142
7.40
Budi daya
0.318
16.56
Pengolahan
0.211
11.01
Pengiriman
0.155
8.10 52.11
Hasil Total Kinerja KSO (%)
TRB
Reabilitas
0.371
19.33
Responsivitas
0.181
9.43
Agility
0.166
8.66
Biaya
0.282
14.68
N.Tambah
7.81
Kualitas
0.492
25.66
Resiko
0.358
18.63
Hasil Total Kinerja TRB (%)
Pabrik
0.150
0.095 7.14 Perencanaan 0.173 10.37 0.157 15.67 Reabilitas 0.371 22.18 N.Tambah 0.150 8.96 0.119 9.52 Pengadaan 0.142 8.49 0.090 5.70 Responsivitas 0.181 10.82 0.090 2.51 Kualitas 0.492 29.44 Budi daya 0.318 19.00 0.114 6.75 Agility 0.166 9.94 0.052 3.81 Pengolahan 0.211 12.63 0.168 8.67 Resiko 0.358 21.38 Biaya 0.282 16.85 0.113 10.35 Pengiriman 0.155 9.29 59.78 Hasil Total Kinerja Pabrik (%)
64
Lampiran 9 Hierarki dan hasil pemilihan alternatif strategi peningkatan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu Tujuan
Faktor
Subfaktor
Strategi
Perubahan teknologi pengolahan gula yang mudah diantisipasi (S1) Kepemilikan lahan yang aman karena berupa HGU (S2) Kekuatan (Strength)
Tersedianya bibit unggul tebu (S3)
Penggunaan sistem mekanisasi pada budidaya dan panen (S4) Brand produk gula kuat (S5) Satu satunya PG yang ada di kabupaten subang (S6)
Rendahnya produktivitas lahan (W1) Rendahnya rendemen gula yang dihasilkan (W2) Mutu gula yang dihasilkan belum stabil (W3) Kelemahan (Weakness)
Pemilihan alternatif strategi peningkatan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu
Performa industri gula yang kurang memadai (W4) Kurangnya dukungan dari lembaga penilitian (W5) Program revitalisasi yang belum berjalan dengan baik (W6) Pola distribusi gula yang kurang lancar (W7) Irigasi di perkebunan yang mengalami hambatan(W8) Tenaga panen berkurang pada masa tertentu (W9)
Meningkatnya konsumsi gula nasional (O1) Peluang (Opportunity)
Efisiensi harga pokok produksi (O2) Kebijakan pemerintah yang mendukung industri pergulaan (O3) Tanah marjinal yang tersedia luas (O4)
Komoditi tebu yang kalah bersaing dengan komoditi pangan (T1) Minat TK yang lebih tinggi bergabung dengan industri lain di sekitar perusahaan (T2) Ancaman (Threats)
Munculnya pabrik gula baru dengan efisiensi yang lebih baik (T3) Ancaman anomali iklim (T4) Harga gula yang rendah karena harga ditetapkan pemerintah (Sembako) (T5) Merembesnya produk gula rafinasi ke pasar tradisonal (T6)
Peningkatan Kinerja Responsivitas dan agilitas dan memproduksi produk sesuai demand dan standar mutu (SO1) Perluasan areal perkebunan dengan mitra dan Smart Promotion produk(SO2) Menggencarkan penilitian dan pengembangan pada sistem produksi gula sehingga mampu mempertahankan mutu, rendemen dan performa
Meningkatkan produktivitas lahan dan manajemen sumberdaya yang terkontrol melalui pengembangan sistem informasi rantai pasok(WO2) Memaksimalkan sistem distribusi gula yang terarah dengan menambah mitra distribusi (WO3) Memaksimalkan kegiatan panen dan budidaya dengan mekanisasi dengan sistem perencanaan dan penjadwalan yang tepat(ST1) Melaksanakan proses produksi sesuai SOP untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi loss produksi pada setiap lini rantai pasok(ST2) Meningkatkan kinerja realibilitas dan membangun hubungan baik dengan lingkungan sosial dan karyawan (ST3) Adopsi teknologi dan penilitian internal berkelanjutan pada bidang perkebunan dan pengolahan tebu (WT1) Meningkatkan dan menguatkan kontrak kerjasama dengan pihak mitra (WT2)
65 Hasil pembobotan pakar terhadap pemilihan alternatif strategi peningkatan kinerja rantai pasok agroindustri gula tebu. Level Faktor
Subfaktor
Strategi
Komponen Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman Perubahan teknologi pengolahan gula yang mudah diantisipasi Kepemilikan lahan yang aman karena berupa HGU Tersedianya bibit unggul tebu Penggunaan mekanisasi pada budidaya dan panen tebu Brand produk kuat Satu-satunya PG yang ada di Kab. Subang Rendahnya produktivitas lahan Rendahnya rendemen gula yang dihasilkan Mutu gula yang belum stabil Performa industri gula yang kurang memadai Kurangnya dukungan dari lembaga penelitian Program revitalisasi yang belum berjalan dengan baik Pola distribusi gula yang kurang lancer Irigasi diperkebunan yang menghadapi hambatan Tenaga panen berkurang pada masa tertentu (hajatan, hari raya, panen padi) Meningkatnya konsumsi gula nasional Efisiensi harga pokok produksi Kebijakan pemerintah yang mendukung industri gula Tanah marjinal yang tersedia luas Komoditi tebu yang kalah bersaing dengan komoditi pangan Minat tenaga kerja yang lebih tinggi untuk bergabung dengan industri disekitar perusahaan Munculnya pabrik gula baru dengan efisiensi yang lebih baik Ancaman anomali iklim Harga gula yang rendah karena ditetapkan pemerintah (Sembako) Merembesnya produk gula rafinasi ke pasar tradisonal Peningkatan kinerja responsivitas dan agilitas serta memproduksi produk sesuai demand dan standar mutu (SO1) Perluasan areal perkebunan dengan kemitraan dan Smart Promotion produk (SO2) Menggencarkan penelitian dan pengembangan pada sistem produksi gula sehingga mampu mempertahankan mutu, rendemen dan performa (WO1) Meningkatkan produktivitas lahan dan manajemen sumberdaya yang terkontrol melalui pengembangan sistem informasi rantai pasok (WO2)
Bobot 0.248 0.468 0.212 0.071 0.028 0.051 0.081 0.042 0.036 0.010 0.053 0.120 0.055 0.095 0.016 0.048 0.036 0.018 0.028 0.077 0.032 0.062 0.041 0.013 0.010 0.006 0.009 0.017 0.016 0.118 0.139 0.258
0.086
66 Memaksimalkan sistem distribusi gula yang terarah dengan menambah mitra distribusi (W O3) Memaksimalkan kegiatan budidaya dan panen dengan mekanisasi melalui sistem penjadwalan dan perencanaan yang tepat (ST1) Melaksanakan proses produksi sesuai SOP untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi loss produksi pada setiap lini rantai pasok (ST2) Meningkatkan kinerja realibilitas dan membangun hubungan baik dengan lingkungan sosial dan karyawan (ST3) Adopsi teknologi dan penelitian internal berkelanjutan pada bidang perkebunan dan pengolahan tebu (WT1) Meningkatkan dan menguatkan kontrak kerjasama pasti dengan pihak kemitraan (WT3)
0.038 0.081
0.072
0.013 0.148 0.048
67 Lampiran 10 Data Flow Diagam Data Flow Diagram Level 0
Data Flow Diagram Level 1
Data
Da
68
Lampiran 11 Kebutuhan perangkat keras. perangkat lunak dan prosedur instalasi paket perangkat lunak Kebutuhan perangkat keras : 1. Satu set komputer atau laptop dengan prosesor minimal Pentium IV dan RAM minimal 256 MB. 2. Layar monitor minimal 1366 x 768 pixel. 3. DVD-ROM. 4. Ruang kosong pada harddisk minimal sebesar 100 MB. Kebutuhan perangkat lunak: 1. Sistem Operasi Windows. Linux atau Mac. 2. Java Runtime Environment (JRE) versi 8. Prosedur instalasi Java Runtime Environment (JRE) versi 8 adalah: 1. Masukkan CD Suzyper 1.0 ke dalam DVD-ROM. 2. Buka folder Suzyper 1.0. 3. Jalankan program jre-8u45-windows-x64. 4. Pilih “install”
5. Tunggu proses instalasi selesai. hingga muncul tampilan berikut:
6. Setelah proses instalasi selesai, tutup program, keluarkan CD dari DVD-ROM dan restart PC anda.
69
Petunjuk pengoperasian program Suzyper 1.0: 1. Masukkan CD Suzyper 1.0 ke dalam DVD-ROM. 2. Buka folder Suzyper 1.0. 3. Klik program Suzyper 1.0 untuk memulai proses instalasi program. 4. Ikuti langkah instalasi berikut : Langkah 1 : pilih bahasa penginstalan kemudian tekan “ok” untuk melanjutkan ke tahap berikutnya.
Langkah 2 : lanjutkan proses penginstalan program dengan menekan tombol “Next” seperti pada tampilan dibawah ini.
Langkah 3 : Install program dengan menekan tombol “install” dan tunggu proses penginstalan selesai.
70
Langkah 4 : Setelah proses instalasi selesai, akhiri dengan menekan tombol “finish” dan anda dapat langsung menggunakan Suzyper 1.0.
5. Untuk mempermudah penggunaan Suzyper 1.0. anda dapat melihat demo aplikasi ini dalam bentuk video pada folder yang sama. 6. Selamat anda telah berhasi l menginstalasi paket program Suzyper 1.0. selamat menggunakan!
71
Lampiran 12 Analisa kebutuhan perangkat lunak No. 1
Pihak Pemerintah Daerah
2
Petani
3
Pengusaha agroindustri gula
4
Konsumen
Kebutuhan a. Meningkatnya : (1) Lapangan kerja dan kesempatan berusaha. (2) Penanaman modal. (3) Pendapatan daerah. (4) Perekonomian daerah. b. Menciptakan iklim kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya petani tebu dan agroindustri gula. a. Terjaminnya pemasaran tebu. b. Meningkatnya kepercayaan industri. c. Perluasan usaha. d. Peningkatan: (1) Pendapatan . (2) Kesejahteraan petani. (3) Mutu tebu yang baik. a. Meningkatnya efisiensi dan efektifitas manajemen rantai pasok. b.Peningkatan rendemen. c. Peningkatan produktivitas perusahaan. d.Mempertahankan kepercayaan konsumen. e. Mendapatkan: (1) Keuntungan maksimal. (2) Bahan baku berkualitas dengan harga layak. (3) Permintaan konsumen terpenuhi dengan baik. a. Mendapatkan produk dengan harga yang sesuai dengan kulitas. b. Memperoleh pesanan tepat waktu. c. Memperoleh pesanan dalam jumlah dan spesifikasi yang benar.
72
Lampiran 13 Tampilan perangkat lunak pendukung analisis Subsistem Informasi Agroindustri Gula Tebu Halaman pembuka informasi agroindustri gula tebu
Halaman tampilan informasi nilai tambah
Halaman tampilan perhitungan nilai tambah pada bagian pengolahan
73
Subsistem pembobotan matrik dan pengukuran kinerja rantai pasok Halaman pembuka subsistem
Tampilan petunjuk pengisian kuesioner pembobotan matrik kinerja
Tampilan halaman pembuka pengukuran kinerja rantai pasok
74
Tampilan pembobotan matrik kinerja rantai pasok lebih dari satu orang pakar
Subsistem perumusan dan pemilihan strategi peningkatan kinerja rantai pasok Tampilan halaman faktor internal dan eksternal perusahaan
Tampilan halaman pembuka perumusan strategi melalui analisis SWOT
75
Tampilan halaman pembuka hasil penelitian untuk analisis dan matrik SWOT
Kuesioner pemilihan alternatif strategi peningkatan kinerja
76
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Sungai Tonang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau pada tanggal 28 Januari 1994 sebagai putra kedua dari pasangan bapak Anasrun dan Ibu Sarinun. Tahun 2011, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di Pesantren Teknologi Riau, Pekanbaru dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Kementrian Agama RI dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus CSS MoRA IPB 2012/2013 dan 2013/2014, penulis juga tercatat sebagai anggota UKM IDC (IPB Debate Community) 2012/2013. Pada bulan Juni – Agustus 2014, penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT PG Rajawali II Unit PG Subang, dengan judul Mempelajari Sistem Manajemen Rantai Pasok Agroindustri Gula Tebu di PT PG Rajawali II Unit PG Subang.