8 2 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Agroindustri gula tebu Pelaku utama agroindustri gula tebu Indonesia adalah pabrik gula kristal putih
yang terdiri dari 51 pabrik di bawah kepemilikan BUMN dan 9 pabrik gula swasta yang sebagian besar beroperasi di pulau Jawa, di provinsi Sulawesi Selatan, Gorontali, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, dan Lampung. Di samping itu ada sebanyak 8 (delapan) pabrik gula kristal rafinasi yang memasok kebutuhan gula rafinasi di Indonesia. Pabrik gula rafinasi tidak memerlukan bahan gula tebu melainkan memerlukan gula mentah sebagai bahan baku yang diimpor dari luar negeri. Oleh karena itu pabrik gula kristal rafinasi dalam penelitian ini tidak dilibatkan dalam kajian secara rinci, mengingat ada terputusnya satu rantai sub-sistem perkebunan tebu. Menurut data tahun 2010 luas lahan tanam tebu nasional mencapai total 436,504 Ha. Produksi gula tebu nasional mencapai 2,56 juta ton pada tahun yang sama, dan dari total produksi ini kontribusi pabrik gula BUMN mencapai 1,38 juta ton atau sekitar 54% dari total produksi. Produksi ini dihasilkan dari luas lahan pabrik gula BUMN sekitar 286,579 Ha atau sekitar 66% dari luas lahan total (Revitalisasi Industri Gula BUMN 2010-2014). Angka ini menunjukan bahwa ada berbedaan produktifitas yang signifikan antara pabrik gula BUMN (51 pabrik) dan pabrik gula swasta (9 pabrik). Penggunaan luas lahan 66% oleh pabrik gula BUMN dari total lahan menghasilkan 54% produk dari total produksi gula nasional. Sebaliknya penggunaan luas lahan pabrik gula swasta sebesar 34% dapat menghasilkan 46% dari total produksi gula nasional. Permasalahan kesenjangan produktifitas yang dialami oleh pabrik gula BUMN secara umum disebabkan karena: 1) kesulitan pengembangan lahan tanam, karena persaingan penggunaan lahan oleh komoditas lain dan alih fungsi lahan. Hal ini di alami oleh mayoritas pabrik gula BUMN yang terletak di pulau Jawa, 2) faktor usia pabrik gula yang menua dan belum disertai dengan revitalisasi investasi mesin dan pembaruan teknologi. Gambaran keadaan di atas merupakan fenomena lapangan yang ada pada saat ini, dan penelitian ini berupaya untuk mencapai produktifitas yang distandarkan sebagai sasaran tolok ukur seperti kinerja pada dekade 1980, yaitu pencapaian rendemen sekitar 10% dan produktifitas gula sebesar 9 ton/ ha.
9
2.2
Sistem dinamis: kompleksitas detail (Detail Complexity System) Bila membahas sistem kompleks dalam kaitan dengan pengambilan keputusan,
maka pada umumnya yang muncul pertama adalah mengaitkan kompleksitas dengan unsur banyaknya komponen peubah dalam sistem, atau banyaknya kombinasi bagi pengambil keputusan yang harus diperhitungkan. Kompleksitas sistem semacam ini termasuk kategori detail complexity system yaitu sistem kompleks yang ditandai banyaknya hal-hal rinci dan atau banyaknya probabilitas kombinasi solusi. Teladan sederhana yang dapat ditemui sehari-hari adalah sistem penentuan jadwal penerbangan di suatu bandar udara yang sangat sibuk (Sterman, 1989). 2.3
Sistem dinamis: kompleksitas dinamis (Dinamic Complexity System) Demikian sebaliknya suatu sistem kompleks dapat terjadi pada kondisi yang
kurang detail, tidak terlalu rinci, dan berpeluang kombinasi solusi yang tidak terlalu tinggi.
Dalam sistem seperti ini ciri kompleksitas terletak pada eksistensi interaksi
yang terus menerus antara para agen/ pihak yang terkait. Sitem kompleks ini disebut dynamic complexity sistem. Teladan standar dapat dilihat pada kasus perusahaan minuman The Beer Distribution Game (Sterman, 1989) yang menggambarkan proses produksi dan distribusi produk barang konsumsi, dengan kompleksitas tiap-tiap lini sejak proses pengadaan bahan baku, proses produksi di pabrik hingga distribusi ke konsumen. Teladan ini menggambarkan sebuah sistem yang tidak kompleks bila dilihat pada sisi banyaknya komponen, namun sangat kompleks bila ditelaah sisi interaksi yang tanpa henti dari para pihak terkait. Penelitian ini akan menggunakan kedua buah pendekatan di atas, dengan penekanan lebih terfokus pada pendekatan dynamic complexity system untuk menjawab persoalan penyelarasan, sinkronisasi, dan interaksi antar pelaku pada agroindustri gula tebu. Teladan dapat dilihat pada sensitifitas akibat dan pengaruh keterlambatan kebijakan (time delay) terhadap produktifitas tebu, perubahan harga, dan perubahan supply-demand secara keseluruhan. 2.4
Resistensi perubahan Ketidaktepatan waktu (time delay) pengambilan keputusan suatu kebijakan yang
terkait dengan persaratan berjalanya sebuah sistem merupakan kejadian yang sering terjadi.Hal ini menjadi salah satu pemicu persoalantentang mengapa suatu perubahan
10 yang diharapkan menghadapi tingkat resistensi tinggi, sehingga akan menyulitkan suksesnya suatu kebijakan (Richmond, 2005). Dalam dynamic complexity system, bila terjadi time delay maka akan menyebabkan gejala disequilibrium, berupa kondisi ketidakseimbangan yang terus menerus melingkar-lingkar. Sementara di sisi lain ada aktivitas dalam rangkaian sistem yang tidak bisa diputar ulang (irreversible consequences), seperti contoh kejadian bila petani tebu sudah memutuskan untuk menanam tebu dan terjadi kebijakan yang kontra produktif yang tidak tepat waktu (misal: penurunan mendadak tarif impor gula) maka petani tebu akan berada pada posisi lemah. Mereka tidak dapat segera memutuskan mengganti tanaman tebu, sehingga mereka hanya menunggu realisasi akibat negatif di kemudian hari berupa kerugian usaha. Persoalan seperti di atas yang mengakibatkan resistensi perubahan bagi tiaptiap agen dalam rangkaian sistem. Masalah irreversible consequences merupakan tantangan besar yang harus dipecahkan dalam pengambilan keputusan kompleks. Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan pendekatan sistem dinamis sebagai upaya mengatasi persoalan tersebut. Resistensi perubahan dapat terjadi pada level pabrik gula khususnya yang dibawah naungan BUMN.
Meskipun hal ini bukan merupakan fokus penelitian,
namun dalam telaah lapangan ditemukan salah satu penyebab resistensi perubahan yaitu berupa kondisi lingkungan kerja nyaman (comfort zone) yang tidak memberikan insentif bagi adanya perubahan yang baik. 2.5
Model sistem dinamis virtual Suatu model virtual merupakan representasi dunia nyata yang dituangkan ke
dalam model sedemikian rupa sehingga dapat memberikan peluang bagi pengambil keputusan untuk mempelajari perilaku realitas, umpan balik dan pengaruhnya, serta menyegarkan kembali keputusan yang pernah diambil melalui proses simulasi. Kelebihan model virtual antara lain adalah biaya yang rendah. Konsekuensi hubungan antar keputusan yang diambil dan hasil yang beresiko tinggi dapat ditekan melalui penggunaan model virtual. Pengaruh irreversible consequence dapat segera diketahui dan bila berdampak negatif dapat segera dihentikan sehingga ada peluang untuk merubah keputusan alternatif lain yang lebih baik. Model virtual dapat menghasilkan umpan balik yang berkualitas. Hal ini dapat dicapai karena simulasi keputusan dan strategi dapat dikontrol dan dipelajari dengan
11 baik. Di samping itu dengan model virtual dapat sedikit demi sedikit membuka ”black box phenomena” yang selalu tertutup di dalam dunia nyata. Manfaat lain adalah berupa proses waktu simulasi yang singkat dapat menggambarkan perjalanan kegiatan dunia nyata yang amat panjang dimensi waktunya. Model virtual di atas akan semakin memberikan manfaat yang tinggi ketika model ini bersifat reflektif sehingga mampu mengulang proses pemikiran, reflective thought (Schon, 1992). Model virtual tidak terlepas dari keterbatasan, yaitu dapat terabaikanya prinsip-prinsip metodologi ilmiah.
Namun demikian dengan
diterapkanya sistem dinamis kompleks yang fokus pada dynamic complexity sistem, maka peneliti berpeluang lebar untuk melakukan komunikasi dua arah dan langsung dengan dunia nyata yang sedang ditelitinya.
Kondisi inilah yang dimaksudkan
sebagai model virtual reflektif. Kegiatan pemodelan sistem dinamis virtual belumlah mencukupi kesempurnaan pengambilan keputusan kompleks. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena pembuat model menentukan batas-batas yang terlalu sempit pada elemen temporal dan spatial bila dibandingkan dengan realitas yang ada. Lain dari pada itu ada 4 penyebab yang mengurangi kualitas pemodelan sistem dinamis, seperti: 1) kecenderungan negatif pemodel yang kurang memperhatikan kelengkapan feedback yang terlalu lambat jalanya karena time delay, 2) pemahaman yang kurang komprehensif tentang seluk beluk industri itu sendiri, 3) reaksi pemodel yang cenderung defensif, dan 4) dampak negatif akibat biaya penelitian yang tinggi. Sistem dinamis didesain untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan sehingga menghasilkan gambaran yang lebih riel dari dunia nyata. Forester (1987) mengatakan bahwa simulasi akan berhasil dengan baik bila pengembangan model dilakukan dengan asumsi realistis mengenai perilaku para pelakunya (human behaviour), diramu dengan studi lapangan yang lengkap, dan pemanfaatan data-data primer yang optimal untuk melengkapi dan menyempurnakan data-data sekunder. Simulasi merupakan cara yang praktis untuk menguji kehandalan model atau hasil rancang bangun ini. Tanpa simulasi pengujian terhadap suatu model tidak dapat dilakukan. Peningkatan kinerja model hanya dapat dilakukan dengan baik bila ada pembelajaran feedback dari representasi dunia nyata.
Penelitian ini akan
mensimulasikan faktor-faktor utama yang berpengaruh dalam sistem secara keseluruhan.
12 Hasil kajian tentang sistem yang sudah diverifikasi dan divalidasi ditambah dengan hipotesa dinamis akan menghasilkan model simulasi. Berdasarkan model simulasi ini akan dilakukan simulasi “what-if” dari unsur pembentuk sistem utama seperti unsur dari input, output, dan proses. Atas hasil simulasi diharapkan rekayasa model lebih lanjut dapat dihasilkan berupa rancang bangun model dinamis yang sejalan dengan model yang diharapkan. Dalam penelitian ini simulasi akan dilakukan sesuai dengan kondisi riel sehingga diperlukan perumusan yang utuh mengenai persamaan-persamaan, parameter, dan kondisi tertentu dari variabel yang diperlukan. Formalisasi model simulasi akan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Stella. Dalam program simulasi diharapkan dapat memunculkan berbagai alternative strategi dan kebijakan. 2.6
Rantai kegiatan agroindustri gula tebu Tahapan kegiatan agroindustri gula tebu dimulai dari kegiatan perkebunan
tebu yang menghasilkan produk tebu sebagai bahan baku, dilanjutkan dengan pengolahan hasil tebu oleh pabrik gula, selanjutnya produk gula dilelang, dijual dan didistribusikan ke pasar untuk memenuhi permintaan konsumen langsung segmen rumah tangga dan konsumen tidak langsung segmen industri besar dan industri menengah/ kecil. Di luar tahapan tersebut ada satu kegiatan lain berupa tata niaga impor sebagai kegiatan pemenuhan defisit supply produksi dalam negeri. Menurut Keat dan Young (2002), tiap-tiap tahapan produksi di atas menciptakan pasar input dan output masing-masing, dengan kata lain setiap tahap kegiatan mengakibatkan fungsi permintaan input yang dapat diturunkan (derived demand) dari fungsi permintaan outputnya. Berdasarkan hubungan inilah model sistem dinamis akan dibangun. 2.7
Rangkaian permintaan dan penawaran Dalam rangkaian permintaan dan penawaran ini dapat terlihat proses
permintaan input dan penawaran output yang membentuk beberapa sub-sistem, seperti yang terjadi pada tingkatan perkebunan tebu dan pabrik gula. Perilaku pada tingkatan ini adalah bahwa produsen yang rasional akan melakukan optimasi keuntungan melalui minimalisasi biaya (input) dengan kendala teknologi dan pasar yang akan dilayani.
13 Konsekuensi pemahaman perilaku produsen tebu di atas akan menajamkan pemahaman perilaku lanjutan bahwa produsen dalam rantai agroindustri gula tebu yang rasional hanya akan melakukan kegiatan pembiayaan input bila produsen mengetahui prediksi jumlah output besaran manfaat yang akan diterima di masa depan.
Pada saat terjadi hubungan antara pasar output dan pasar input inilah dapat
diturunkan fungsi permintaan yang disebut derived demand sehingga pada tahapan lanjutan permintaan gula secara agregat dapat diprediksi jumlahnya. Berdasarkan rasionalitas di atas, analisis strategi dan kebijakan dapat dilakukan melalui telaah biaya input, modal kerja, tenaga kerja dan input lain yang digunakan dalam proses produksi sejak dari produksi tebu sampai dengan hasil agroindustri gula tebu. Bila timbul kesenjangan informasi (asymetric information) antar pelaku pasar, maka dapat mengakibatkan perbedaan negatif atas harapan bagi pengambil keputusan pada tingkat petani atau produsen gula, hal mana dapat mengakibatkan penurunan motifasi untuk melakukan tanam tebu atau produksi gula. Kondisi informasi yang melingkar ini selayaknya dijadikan pertimbangan utama dalam penentuan kebijakan yang integratif, sehingga dapat menjamin berjalanya sistem secara saling mendukung ke arah tujuan (re-inforcing) dan bukan sebaliknya. 2.8
Desain kebijakan Bila struktur dan perilaku model sudah stabil dan meyakinkan, maka model
dapat digunakan sebagai alat untuk membuat dan melakukan evaluasi atas kebijakan yang telah berjalan maupun untuk mendesain kebijakan pada masa depan.Keragaan kebijakan dan sensitivitas terhadap ketidakpastian dalam parameter model harus dinilai, termasuk pengetesan atas model yang mengakomodir pilihan skenario kebijakan. 2.9
Tinjauan studi sebelumnya
Studi yang pernah dilakukan sebelumnya tentang pemodelan integratif merupakan sumber referensi yang digunakan pada penelitian ini, seperti seperti yang dilakukan oleh: (1) Sterman, Modeling the Formation of Expectations. (2) Senge, P. and J. Sterman, Systems thinking and organizational learning (3) Coyle, R., The practice of Sistem Dinamiss: Milestones, lessons and ideas from 30 years experiences.
(4)
Doyle, J. and D. Ford, Mental models concepts for Sistem Dinamiss research. (5)
14 Khudori, Gula Rasa Neoliberalisme. (6) Nur Mahmudi Ismail, Restrukturisasi Industri Gula Nasional. (7) Zainal Abidin, Dampak Lineralisasi Perdagangan (8) Victor Siagian, Analisis Efisiensi Biaya Produksi Gula (9) Wayan R. Susila dan Bonar M. Sinaga, 2005 berjudul Pengembangan Industri Gula Indonesia yang Kompetitif pada Situasi Persaingan yang Adil, dikeluarkan oleh Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Bogor. Referensi di atas dirinci lebih lanjut mengenai metodologi yang digunakan, esensi dan isi kajian, serta keterkaitanya dengan penelitian ini, seperti dalam Tabel 4.
15 Tabel 4 Ringkasan referensi studi terkait No
1
2
3
4
5
Nama
Sterman, John D.
Senge, P. and J. D. Sterman,
Coyle, R.,
Doyle, J. And D. Ford
Kim P. Bryceson, Carl S. Smith
6
Zainal Abidin,
7
Nur Mahmudi Ismail
8
Victor Siagian
9
Wayan R. Susila
Judul
Metodologi
Isi Utama
Relevansi dg Disertasi
Modeling the Formation of Expectations: The history of energy demand forecasts Sistems thinking and organizational learning: Acting locally and thinking globally in the organization of the future
Menggunakan pemodelan sistem dinamis
Memprediksi suatu permintaan kebutuhan energy di masa dating
Metoda & Isi akan digunakan sebagai referensi prediksi permintaan gula di masa depan
Menggunakan pendekatan Sistem Thinking
Metoda & Isi sangat relevan untuk mengkaji unsur perilaku dalam agroindustri gula tebu, serta menggambarkan pentingnya makna feedback dalam pembelajaran suatu organisasi.
The practice of Sistem Dynamics: Milestones, lessons and ideas from 30 years experiences
Menggunakan pemodelan Sistem Dinamis
Mental models concepts for Sistem Dinamiss research
Menggunakan pemodelan dan pendekatan Sistem Thinking,
Abstaction and Modelling of Agri-food Chains As Complex Decision Making Sistem Dampak Lineralisasi Perdagangan Terhadap Keragaan Industri Gula Indonesia: Suatu Analisis Kebijakan
Jurnal ilmiah pada Seminar EAAE ke 110, 18-22 Feb. 08, Di Austria
Menggambarkan pentingnya kajian perilaku organisasi yang dinamis, yang melakukan pembelajaran diri menggunakan mekanisme feedback Menggambarkan fleksibilitas pendekatan sistem dinamis dalam berbagai aspek kehidupan, meliputi bidang eksak maupun soft science. Menekankan mekanisme pembelajaran, kaji ulang, feedback, dan mekanisme jalanya sistem thingking dan sistem dinamis Jurnal disajikan sbg Sistem Dynamics and Innovation in Food Network
Disertasi S3 IPB, Fak Pertanian, Sosial Ekonomi, menggunakan metoda Ekonometrika
Menggambarkan analisis dampak kebijakan, tipologi analisis sistem, tidak menyinggung sistem desain dan sistem control
Restrukturisasi Industri Gula Nasional
Kajian BPPT, menggunakan pendekatan ekonometrika
Khusus mengkaji informasi asimetris antara petani dan PG, kasus rendemen
Mendukung penajaman salah satu permasalahan agroindustri gula
Analisis Efisiensi Biaya Produksi Gula di Indonesia: Pendekatan Fungsi Biaya Mutli-input Multioutput
Thesis S2 IPB, Fak Pertanian, Sosial Ekonomi, menggunakan metoda inputoutput
Menitikberatkan pada analisis biaya produksi PG yang beroperasi di Jawa
Mendukung pemutakhiran komposisi biaya produksi gula pada saat membuat FS Investasi .
Pengembangan Industri Gula Indonesia yang Kompetitif pada situasi persaingan yang Adil
Kajian pada Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Bogor
Memfokuskan pada simulasi berbasis Ekonometrika, tdk ada rancang bangun sistem baru.
Memberi gambaran yang memadai tentang agroindustri gula khusus dari sisi pandang ekonomi semata.
Membantu memecahkan masalah dinamika dalam kelembagaan yang terkait agroindustri gula
Metoda & Isi menjadi rujukan teori utama dalam penerapan pemodelan sistem dinamis agroindustri gula tebu
Memberi pemahaman yang lebih mendalam tentang kegunaan Sistem Dynamic dalam Food Chains. Memberi gambaran yang memadai tentang agroindustri gula khusus dari sisi pandang ekonomi semata.