TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tebu Pada awalnya gula tebu dikenal oleh orang-orang Polinesia, kemudian menyebar ke India. Pada tahun 510 Sebelum Masehi, ketika menguasai India, Raja Darius dari Persia menemukan ”batang rerumputan yang menghasilkan madu tanpa lebah”. Seperti halnya pada berbagai penemuan manusia lainnya, keberadaan tebu sangat dirahasiakan dan dijaga ketat, sedangkan produk olahannya diekspor dan untuk menghasilkan keuntungan yang sangat besar. Rahasia tanaman tebu akhirnya terbongkar setelah terjadi ekspansi besarbesaran oleh orang-orang Arab pada abad ke-7 sebelum sesudah masehi. Ketika mereka menguasai Persia pada tahun 642 mereka menemukan tanaman tebu yang sedang tumbuh dan kemudian mempelajari cara pembuatan gula. Selama ekspansi berlanjut mereka mendirikan pengolahan-pengolahan gula di berbagai daratan lain yang mereka kuasai, termasuk di Afrika Utara dan Spanyol. Gula dikenal oleh orang-orang barat Eropa sebagai hasil dari Perang Salib pada abad ke-11. Para prajurit yang pulang menceritakan keberadaan ”rempah baru” yang enak ini. Gula pertama diketahui tercatat di Inggris pada tahun 1099. Abad-abad berikutnya merupakan periode ekspansi besar-besaran perdagangan barat Eropa dengan dunia Timur, termasuk didalamnya adalah impor gula. Sebagai contoh, dalam sebuah catatan pada tahun 1319 harga gula di London sebesar ”dua shilling tiap pound”. Nilai ini setara dengan beberapa bulan upah buruh rata-rata, sehingga dapat dikatakan gula sangatlah mewah pada waktu itu.
Universitas Sumatera Utara
Karena merupakan barang mahal, gula sering kali dianggap sebagi obat. Banyak petunjuk kesehatan dari abad ke-13 hingga 15 yang merekomendasikan pemberian gula kepada orang-orang cacat untuk memperkokoh kekuatan mereka. Secara ekonomi gula sangatlah penting sehingga seluruh kekuatan Eropa membangun atau berusaha membangun jajahan di pulau-pulau kecil Karibia dan berbagai pertempuran terjadi untuk menguasai pulau-pulau tersebut. Selanjutnya tanaman tebu dibudidayakan di berbagai perkebunan besar di kawasan-kawasan lain di dunia (India, Indonesia, Filipina dan kawasan Pasifik) untuk memenuhi kebutuhan pasar Eropa dan lokal (Food Info, 2008). Pada saat sekarang ini Pemerintah Indonesia sedang menggalakkan tebu untuk mengatasi rendahnya produksi gula di Indonesia. Usaha pemerintah sangatlah wajar dan tidak berlebihan mengingat dulu Indonesia pernah mengalami masa kejayaan sebagai pengekspor gula terbesar pada saat sebelum perang. Oleh sebab itu pemerintah pada saat sekarang ini berusaha untuk mengembalikan masa kejayaannya dengan cara meningkatkan produksi tebu baik secara kuantitas, kualitas dan kelestarian (Food Info, 2009).
Tebu Tebu merupakan salah satu sumber energi ”tua” yang dikenal manusia sekaligus komoditas penting di dunia yang menghasilkan serat, biofuel, pupuk, selain produk utamanya gula. Tebu (Saccharum officinarum Linn) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam
Universitas Sumatera Utara
sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra (Anonimous, 2007). Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung dan ketika dewasa hampir seluruh daun–daunnya mengering, namun masih mempunyai beberapa daun hijau. Sebelum panen, jika memungkinkan, seluruh tanaman tebu di bakar untuk menghilangkan daun-daun yang kering dan lapisan lilin ( Anonimous, 2009).
Proteksi Tanaman Gula Salah satu faktor penghambat produksi gula adalah adanya serangan hama, penyakit, dan gulma. Upaya yang tepat pada perlindungan atau proteksi tanaman dapat menyelamatkan produksi gula kurang lebih 20 persen (Mubyarto, 1984).
Hama Beberapa macam hama yang sering dijumpai pada tanaman tebu adalah penggerek pucuk, penggerek batang, kutu bulu putih, tikus, uret dan babi hutan. Uret dan kutu bulu putih merupakan hama utama bagi tanaman tebu di lahan kering. •
Penggerek pucuk, hama ini berupa ulat yang menyerang pucuk tanaman sehingga mematikan titik tumbuh. Usaha pemberantasannya menggunakan insektisida carbofuran yang dapat diberikan dengan cara suntikan atau taburan.
•
Penggerek batang, hama berupa ulat ini merusak ruas-ruas batang tebu sehingga pada serangan yang parah dapat merobohkan tanaman. Usaha pengendaliannya dapat dilakukan secara hayati dengan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
parasit kerawati Tricbograma Spp., dan parasit lalat Diatrae opbaga Striatalis. •
Kutu bulu putih, pada daun-daun yang mulai nampak ada kutu bulu putih segera dipangkas, dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk dimusnahkan
atau
dibakar.
Pada
serangan
yang
sudah
luas,
pemberantasannya dapat menggunakan parasit Encarsia flavosculetan atau menggunakan insektisida sistemik misalnya formation 825 gr/ha atau dimetoat 1000 gram/ha. •
Tikus, serangan tikus di daerah-daerah tertentu terjadi hampir setiap tahun, sehingga kemungkinan kerugian sangat besar. Pada daerah-daerah yang berbatasan dengan sawah perlu adanya kerjasama dengan petani padi untuk mengamati adanya serangan tikus pada tanaman padi. Segera setelah panen, dilakukan gropyokan dan pengasapan pada lubang-lubang persembunyian maupun pemasangan umpan beracun.
(Mubyarto, 1984).
Penyakit Beberapa penyakit yang biasa menyerang tanaman tebu antara lain penyakit mosaik, penyakit pembuluh, luka api (semut), blendok dan pokahbung. Penyakit mosaik, penyebab penyakit ini adalah virus mosaik. Tanda-tanda penyakit ini yaitu pada daun terdapat gambaran mosaik berupa garis-garis dan noda-noda berwarna hijau muda sampai kuning. Penyakit pembuluh, tanaman yang terserang menampakkan gejala pertumbuhan yang kurang sempurna terutama tanaman keprasan tampak kerdil. Penyakit blondok, tanda-tanda serangan penyakit yang disebabkan oleh sejenis bakteri yaitu apabila batang
Universitas Sumatera Utara
dibelah tampak pembuluh-pembuluh berwarna kuning tua sampai merah tua (Garudatp, 2009).
Gulma Gangguan gulma dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar karena bisa menyebabkan penurunan bobot tebu. Pengendalian gulma di samping dengan cara manual ataupun kimiawi menggunakan herbisida, dapat pula dilakukan secara kultur teknis dengan menciptakan kondisi lingkungan yang dapat menekan pertumbuhan gulma atau dengan cara mekanis dengan pembajakan dan penggaruan. Keempat cara tersebut dalam pelaksanaannya dapat dilakukan secara terpadu. Usaha pengendalian gulma akan dapat memberikan hasil yang baik apabila pelaksanaannya tepat waktu, cara, alat maupun dosis dan jenis herbisida yang digunakan (Mubyarto, 1984).
Pengolahan Tebu Menjadi Gula Pengolahan tebu menjadi gula berlangsung melalui beberapa tahap yaitu pemerahan cairan tebu (ekstraksi nira), pembersihan kotoran dari dalam nira, penguapan dan pemisahan kristal gula. Sebelum sampai ke tahap pengolahan, didahului dengan tahap panen dan pengangkutan yang merupakan tahap penyediaan bahan (Mubyarto, 1984). Setelah tebu ditimbang, tebu sebaiknya diangkut ke pabrik untuk segera digiling dalam waktu 24 jam. Apabila lebih lama ditahan akan menurun kualitasnya karena proses inversi terus berjalan atau terjadi penguraian sukrosa yang akan menurunkan kandungan gulanya. Sebelum digiling tebu dipotongpotong dalam unit pemotong pendahuluan disebut crushers, pisau potong rafelaar
Universitas Sumatera Utara
dan lain-lain untuk kemudian diperah dalam beberapa tahap. Sistem perah pada umumnya terdiri dari satu unit prapengolah (crushers, pisau pemotong, rafelaar, dan lain-lain), kemudian dikaitkan dengan 4-6 unit gilingan. Selain air biasa dapat digunakan air panas untuk air imbibisi di muka gilingan akhir yang berfungsi memperbaiki ekstraksi gula dari ampas. Sistem imbibisi yang rasional dapat mengurangi kehilangan gula dari ampas. Nira perahan gilingan 1 dan 2, ditambah nira yang berasal dari unit pra pengolah dinamakan nira mentah. Bahan ini diproses lebih lanjut untuk memisahkan gula dari air dan bagian bukan gula lainnya. Sementara itu nira dari gilingan 3 dan 4 bersama dengan air imbisisi dingin atau panas disirkulasikan kembali dalam unit operasi perahan. Untuk membuat gula putih, air kapur diberikan dalam jumlah yang lebih besar dengan kelebihan air kapur akan membentuk endapan yang tidak larut. Apabila dipakai asam sulfit melalui SO2 yang dialirkan kedalam larutan nira mentah, dan kapur yang berlebihan. Prosedur pembuatan gula putih ini disebut sulfitasi, dimana prosesnya berdasarkan sistem kontinu. Jika digunakan untuk menetralkan air kapur yang lebih itu CO2 atau asam H2CO3, maka prosedur pembutan gula putih disebut proses karbonitasi. Kandungan kapur
yang tinggi di dalam nira encer cenderung
mengakibatkan inkrutasi dalam pan penguapan dan dalam pan pemasakan, yang menghambat perpindahan panas, sehingga konsumsi uap meningkat. Disamping itu kandungan kapur yang tinggi mempersukar kristalisasi, pemasakan serta semakin meningkatnya jumlah molasses, dengan demikian penentuan kandungan kapur dalam nira encer merupakan analisa yang amat penting dalam rangka pengawasan produksi gula (Moerdokusumo, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangkaian proses pemurnian gula, stasiun pemurnian nira memegang peranan yang sangat penting, terutama terhadap kualitas gula produk. Melalui stasiun pemurnian, sebagian besar bukan gula akan diendapkan di clarifier sebagai nira kotor, kemudian dibuang dalam bentuk padat disebut dengan blotong. Bukan gula yang ikut dalam proses kristalisasi akan mempengaruhi mutu masakan, gula produk dan mutu tetes. Semakin besar jumlah bukan gula yang terolah akan makin rendah mutu gula produk, ditunjukkan oleh ukuran kristalisasi yang terjadi. Hommes, seorang ahli gula mengatakan jumlah bahan yang ikut dalam proses kristalisasi akan mempengaruhi hasil gula sampai 0,4 bagian yang ikut dalam proses penyaringan dan siklus yang terlalu panjang dalam proses pemurnian, untuk memperoleh hasil pemurnian yang optimal diusahakan jumlah bahan ikutan sedikit mungkin (Soebagyo H, 1975). Hasil gula yang diperoleh sebagian besar adalah sebagai hasil pengkristalan di dalam pan-pan masak dengan menggunakan vakum. Larutan gula dipekatkan dengan cara menguapkan airnya di dalam pan-pan, menggunakan pemanas vakum di dalam elemen-elemen pemanas jenis callandria atau ceoil. Proses kristalisasi melewati 3 (tiga) fase yang berbeda, memerlukan cara yang khusus serta operasi khusus untuk mendapatkan hasil serta efisiensi yang tertinggi. Fase-fase yang dimaksud adalah: 1. pembentukan inti/ inti kristal 2. pembesaran gula kristal, didapat ukuran yang dikehendaki 3. mendapatkan kristal untuk mengakhiri konsentrasi dari masakan untuk mendapatkan hasil kristal tertinggi tiap 100 gram gula dalam bahan dasar. (Landherr, 1980).
Universitas Sumatera Utara
Tujuan dari pengkristalan gula ada 2 (dua). Pertama ialah agar kristal gula nantinya dengan mudah dapat dipisahkan kotorannya dalam proses pemutaran, sehingga didapat hasil yang memiliki tingkat kemurnian tinggi. Kedua adalah perlu untuk mengubah sukrosa dalam larutan menjadi kristal, agar pengambilan gula setinggi-tingginya, dan sisa gula dalam larutan terakhir (tetes) serendahrendahnya. Sebab adanya gula dalam tetes terutama yang mungkin dapat dikristalkan adalah suatu kerugian (Soebagyo H, 1975). Unit operasi kristalisasi inilah yang merupakan pusat pembuatan gula yang sangat penting dan paling kritis. Dalam rangka proses pengawasan proses pembuatan gula, apabila neraca polarisasi diperhatikan, maka terlepas dari kehilangan pol dalam ampas dan blotong, hasil maksimal yang diperoleh dalam kristalisasi nira kental adalah efisiensi dan kemampuan unit operasi menekan kandungan gula dalam molase serendah mungkin (Moerdokusumo, 1993). Setelah timbul kristal gula pada pan pemasakan, dalam waktu singkat, massecuite akan diturunkan ke pemutaran. Pemutar itu besar, berotasi, berbentuk tabung silinder dengan sumbu vertikal yang digerakkan oleh elektromotor. Sumbu ini berputar dengan kecepatan tinggi di dalam tabung. Massecuite dipompa ketika alat pemutar berputar dengan lambat, dan ketika pembongkaran selesai, mesin akan kembali berputar secara cepat, sehingga siklus sebelumnya kembali terjadi dengan cara yang sama. Putaran harus berputar dengan kecepatan tinggi untuk dapat memisahkan gula kristal dengan molasses secepatnya (Soebagyo, 1975). Pendekatan Sistem
Pendekatan adalah suatu cara untuk menangani suatu masalah. Pendekatan sistem terhadap suatu masalah adalah untuk menangani suatu masalah dengan
Universitas Sumatera Utara
mempertimbangkan semua aspek yang terkait dengan masalah itu dan mengkonsentrasikan perhatiannya kepada interaksi antara aspek-aspek yang terkait dari permasalahan tersebut. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ada tujuh langkah yang perlu diambil dalam usaha memecahkan masalah dengan mempergunakan alat utama yang ilmiah, langkah-langkah itu adalah : 1. Mengetahui inti daripada persoalan yang dihadapi, dengan perkataan lain mendefinisikan perihal yang dihadapi itu dengan setepat-tepatnya 2. Mengumpulkan fakta dan data yang relevan 3. Mengolah fakta dan data tersebut 4. Menentukan beberapa alternatif yang mungkin ditempuh 5. Memilih cara pemecahan dari alternatif-alternatif yang telah diolah dengan matang 6. Memutuskan tindakan apa yang hendak dilakukan 7. Menilai hasil-hasil yang diperoleh sebagai akibat daripada keputusan yang telah diambil (Eriyatno, 2003). Untuk dapat menyelesaikan permasalahan dengan pendekatan sistem, harus diawali dengan cara berpikir sistemik. Berpikir sistemik adalah cara pandang terhadap suatu kejadian dengan memikirkan seluruh interaksi antar unsur atau variabel dalam batas lingkungan tertentu, sehingga melalui berpikir kesisteman dan pendekatan sistem ini kita akan dapat melihat permasalahan dengan prespektif yang lebih menyeluruh, yang mencakup struktur, pola dan proses serta keterkaitan
Universitas Sumatera Utara
antara komponen-komponen atau kejadian-kejadian yang ada padanya, jadi tidak hanya kepada kejadian yang tunggal yang langsung dihadapi. Berdasarkan perspektif yang luas ini kita akan dapat mengidentifikasi seluruh rangkaian sebab-akibat yang ada dalam permasalahan tersebut dan menentukan dimana sebaiknya kita harus memulai tindakan pemecahannya (Tunas, 2007). Analisa kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem, yang menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil keputusan (decision maker) terhadap jalannya sistem. Analisa ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapangan dan sebagainya (Eriyatno, 2003).
Teknik Kendali Mutu Mutu suatu produk adalah keadaan fisik, fungsi dan sifat suatu produk yang bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai dengan nilai uang yang dikeluarkan (Astuti, 2007). Tujuan pengendalian mutu dilakukan adalah mewujudkan mutu yang sesuai dengan syarat-syarat yang dituntut oleh konsumen. Langkah pertama dalam kendali mutu adalah mengetahui apakah sebenarnya yang dimaksudkan oleh konsep tersebut. Adalah benar bahwa standar produksi dan analisis data serta sejenisnya sangat penting dalam kendali mutu. Metode pertama berdasarkan pengalaman adalah bersikap skeptis terhadap semua data. Jika kita memeriksa produk dan proses kerja di sekitar kita, kita menemukan bahwa tidak ada dua yang tepat sama. Kita dapat selalu menemukan perbedaan-perbedaan. Jika kita mempelajari sembarang produk, kita menemukan bahwa banyak faktor yang
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi produksinya, termasuk bahan baku, peralatan, metode kerja, dan pekerja. Dalam kendali mutu kita harus mengerti arti pengendalian proses, menguasai prosesnya, yang merupakan kumpulan faktor penyebab, dan membentuk cara-cara membuat produk-produk yang lebih baik di dalam proses itu, menentukan tujuan yang lebih baik, dan mencapai hasilnya (Ishikawa, 1992). Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola, dan memperbaiki produk dan proses menggunakan metode-metode statistik. Pengendalian kualitas statistik menyediakan alat-alat offline untuk mendukung analisis dan pembuatan keputusan yang membantu menentukan apakah proses dalam keadaan stabil dan dapat diprediksi setiap tahapannya, hari demi hari, dan dari pemasok ke pemasok (Ariani, 2005). Perencanaan mutu yang benar menghasilkan kemampuan dalam proses untuk memenuhi tujuan mutu di bawah kondisi operasi tertentu. Pengendalian mutu terdiri dari mengukur performa mutu aktual, membandingkannya dengan suatu standar, dan melakukan tindakan atas setiap penyimpangan. Akhirnya, perbaikan mutu berada di atas pengedalian mutu. Perbaikan mutu berarti mencari cara untuk melakukan yang lebih daripada standar dan melakukan terobosan untuk tingkat performa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hasil akhir yang diinginkan adalah tingkat mutu yang bahkan lebih tinggi dari tingkat performa yang direncanakan. Dalam mengelola kualitas, rancangan konseptualnya adalah sama dengan yang digunakan dalam mengolola keuangan. Akan tetapi, langkah prosedurnya adalah khusus dan alat yang digunakan juga khusus (Tunggal, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Peta Pengendali Peta pengendali statistik (control chart) mendeteksi adanya sebab khusus dalam ketidaksesuaian yang terjadi. Apabila data sampel berada di luar batas pengendali, maka data sampel tersebut disebut berada di luar batas pengendali statistik (out of statistical control). Sebaliknya, apabila data sampel berada di dalam batas pengendali, maka data sampel tersebut disebut berada dalam batas pengendali stasistik (in statistical control). Proses yang berada dalam batas pengendali statistik tersebut dikatakan berada dalam kondisi stabil dengan kemungkinan adanya variasi yang disebabkan oleh sebab umum. Namun demikian, kondisi in statistical control tersebut tidak selalu identik dengan kepuasan pelanggan. Demikianlah, batas-batas pada peta pengendali statistik berbeda dengan batas-batas spesifikasi. Pada beberapa situasi, proses tidak berada dalam pengendali statistik tetapi tidak memerlukan tindakan karena telah memenuhi spesifikasi. Pada kondisi lain, proses yang in statistical control justru membutuhkan tindakan karena spesifikasi produk tidak tercapai (Ariani, 2005). Control chart adalah metode statistik yang membedakan adanya variasi atau penyimpangan karena sebab umum dan karena sebab khusus. Penyimpangan yang disebabkan oleh sebab khusus biasanya berada di luar batas pengendalian, sedang yang disebabkan oleh sebab umum biasanya berada dalam batas pengendalian. Biasanya 80% hingga 85% penyimpangan disebabkan oleh adanya sebab umum. Sedangkan antara 15% hingga 20% disebabkan oleh adanya sebab khusus (Ariani, 2005). Salah satu teknik statistik untuk gugus kendali mutu adalah teknik yang digunakan untuk pengumpulan data. Salah satu teknik untuk mengumpulkan data
Universitas Sumatera Utara
adalah control chart. Control chart ini memberikan gambaran mengenai gejala stabilitas dalam suatu proses. Analisis statistik dilakukan atas dasar matematik untuk mencapai pengendalian. Sasaran akhir dari suatu proses produksi adalah membuat barang atau suku cadang yang sesuai dengan spesifikasi yang tertulis. Bilamana diketahui bahwa proses produksi adalah in-control, maka peran dari manajemen adalah mendapatkan hasil semaksimal mungkin dari proses dengan menjalankannya penampilan yang ditujukan dengan baik dan secara seragam. Yang dimaksudkan dengan istilah in-control yaitu bahwa proses tersebut sesuai dengan spesifikasi tertentu yang telah ditetapkan sepanjang tidak adanya penyebab assignable yang mendorong proses keluar dari batas pengendalian proses (control limits). Yang kami maksud dengan penyebab yang assignable adalah sesuatu yang terjadi secara khusus atau yang diketahui dan dapat ditemukan dengan tepat. Matematika yang diterapkan pada control chart menggunakan kurang lebih tiga standar deviasi sambil mengembangkan pengendalian batas atas dan batas bawah (Ingle, 1989). Control chart adalah peta sederhana yang mana dua garis horizontalnya disebut batas pengendalian atau control limit yang terdiri dari batas pengendalian atas (UCL) dan batas pengendalian bawah (LCL). Control chart pertama kali dipergunakan oleh Walter Shewhart di Bell Laboratorium pada tahun 1920-an dan sangat dianjurkan oleh Deming. Batas pengendalian dipilih dengan cara statistik untuk memberikan suatu probabilitas yang tinggi (umumnya lebih besar dari 0,99) yang nilainya akan berada antara batas pengendalian ini jika proses dalam situasi terkendali (Evans and William, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Garis sentral merupakan nilai baku yang menjadi dasar perhitungan terjadinya penyimpangan hasil-hasil pengamatan untuk tiap sampel. BKA atau batas kontrol atas Upper Control Limit (UCL) adalah garis yang menunjukkan penyimpangan paling tinggi dari nilai baku. BKB atau batas kontrol bawah atau
Karakteristik barang yang diperiksa
Lower Control Limit (LCL) adalah batas penyimpangan yang paling rendah.
BKA
Garis sentral
BKB
Nomor sampel barang yang diperiksa Gambar 1. Control chart Nilai
tiap
sampel
berdasarkan
statistik
dihitung
dan
kemudian
digambarkan dengan titik-titik dan dihubungkan dengan garis untuk dianalisis. Apabila titik-titik berada dalam daerah yang dibatasi oleh BKA dan BKB, maka proses produksi berada dalam kontrol sehingga penyimpangan kualitas masih dapat ditolerir. Sebaliknya, bila titik-titik berada di luar batas BKA dan BKB, maka proses produksi berada di luar kontrol. Dalam keadaan demikian, perusahaan harus mencari hal-hal yang menyebabkan banyaknya barang yang kualitasnya menyimpang dari kualitas standar, kemudian dibetulkan agar proses produksi kembali dalam kontrol (Nasution, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Diagram Sebab-Akibat Bilamana data telah dikumpulkan, para anggota gugus perlu untuk menganalisisnya secara cermat sehingga kreativitas dan daya pikir didorong untuk digunakan secara efektif dan dengan demikian dapat ditemukan pemecahan untuk menghilangkan masalah tersebut. Salah satu teknik yang digunakan dalam menganalisis data adalah diagram sebab-akibat. Analisis sebab-akibat pertama kali dikembangkan oleh Profesor Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada permulaan tahun 1950-an. Oleh karena bentuknya seperti tulang ikan, maka beberapa orang menyebutnya dengan istilah Fishbone Diagram. Sedang pihak lain, untuk menghormati Profesor Ishikawa, menyebut teknik ini dengan “Ishikawa’s Diagram”. Diagram sebab-akibat adalah suatu gambar dari garis dan simbol yang dibuat untuk menunjukkan adanya hubungan yang penuh arti antara suatu akibat (effect) dengan penyebab (cause)-nya. Penggunaan analisis sebabakibat, yaitu: 1. Untuk mengenal penyebab yang penting 2. Untuk menemukan pemecahan yang tepat 3. Untuk memecahkan hal apa yang harus dilakukan (Ingle, 1989).
Universitas Sumatera Utara