58 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010
PENGEMBANGAN MATERI KOMPETENSI DASAR SEJARAH BERDASARKAN TEORI DIFFUSI BUDAYA: ANALISIS ANASIR BUDAYA JAWA DAN SULAWESI SELATAN DI KERAJAAN SUMBAWA
Kasimanuddin Ismain Jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Malang
Abstract: The specified formulation of History Basic Competence in school curriculum contains competence, concept and material space that has to be developed. Using interdisciplinary approach, Diffusion theory from Anthropology is useful for developing basic competence material of traditional state life. Enlarging of Majapahit and Gowa power area has been diffused cultural traits from Java and South Sulawesi into political building and Sumbawa Kingdom culture. The model of concentric area structure has been diffused from Kingdom of Majapahit (then Mataram) and has been adopted into city structure and area of Sumbawa Kingdom. The government system based on Hadt Syara’ and model of palace model has been diffused from Kingdom of Gowa to Kingdom of Sumbawa. Theory of cultural diffusion enrich material perspective about relations among traditional states. Key Words:Material developing, cultural diffusion, traditional state.
Sistem kurikulum di Indonesia mencakup
Desentralisasi pelaksanaan kurikulum ini
dua inovasi pendidikan, yaitu: berfokus pada
menuntut
standar kompetensi, serta mendesentralisasikan
kurikulum dan pembelajarannya, dari paradigma
pengembangan kurikulum dan pelaksanaannya.
behavioristik
Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan umum,
konstruktivistik (student centered)
yang
bagi
dituangkan
dalam
pelbagai
regulasi
perubahan
guru
(teacher
sejarah
pendidikan. Badan Standar Nasional Pendidikan
mengembangkan
menetapkan
Kompetensi Dasar
standar
dalam
pengelolaan
centered)
antara
.Implikasi
lain
tuntutan
materi pembelajaran
pendidikan.
Pemerintah Daerah dan sekolah
menyusun,
menggunakan pendekatan mono disiplin berbasis
mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan
buku teks (textbook thinking approach), tetapi
Pendidikan (KTSP) dan perangkt-perangkatnya,
menggunakan pendekatan interdisiplin (inter
berdasarkan
dicipline approach) berbasis sumber-sumber
nasional
pendidikan
tidak lagi
dari
nasional
standar
(KD)
ke
hanya
(khususnya standar isi dan SKL) disesuaikan
belajar.
Teori, konsep materi dari disiplin lain
dengan potensi dan kekhasan setempat.
yang relevan perlu digunakan untuk mencapai keluasan, kedalaman dan kecukupan (adekuasi)
Yuliati, Pemikiran Tamansiswa Tentang Pendidikan Budi Pekerti Pra Kemerdekaan 59 materi pembelajaran sejarah secara diakronis dan sinkronis.
Guru tidak seharusnya menyajikan
Berkaitan dengan Sumbawa, diffusi budaya Jawa ke Sumbawa, sudah berlangsung
(transferring) hasil pengembangan materi dalam
melalui
pembelajaran sejarah, tetapi mendorong dan
pedagang Jawa dengan penduduk Sumbawa,
membimbing
melalui jaringan niaga dan navigasi interinsuler.
siswa menggunakan pendekatan
inter disiplin sebagai
strategi belajar sejarah
kontak-kontak
sporadis
pedagang-
Selanjutnya mengalami peningkatan
intensif
sejak terjadi kontak politik dengan kerajaan
(learn how to learn).
Majapahit, melalui politik penyatuan Nusantara Salah satu teori dan konsep yang
dicanangkan Mahapatih Gajah Mada.
digunakan dalam tulisan ini adalah diffusi budaya dari disiplin antrhopologi. Teori ini digunakan
Berdasarkan Kakawin Negarakertagama,
sebagai alat analisis untuk mengembangkan
Gajah Mada dalam sumpahnya menyebut kata
materi,
“menganalisis
Hutan. . Hutan adalah salah satu pusat politik
perjalanan bangsa pada masa Negara tradisional”,
lokal di Sumbawa yang ingin diintegrasikan oleh
dengan KD yang berkaitan dengan “menganalisis
Mahapatih Gajah Mada ke dalam kekuasaan
kehidupan negara -negara masa kerajaan Hindu
Majapahit.
Budha dan Islam di Indonesia”. Rumusan KD
diwujudkan oleh ekspedisi Senapati Nala ke
menuntut kemampuan analitik pada lingkup
Sumbawa sekitar tahun 1357 (Mulyana, 1984).
misalnya
dari
SK
Tindak
lanjut
sumpah
tersebut
spatial dan temporal dalam rentang formasi Pada waktu ekspedisi dilancarkan, Mpu
kerajaan Hindu Budha dan Islam di Indonesia. Materi
pembelajaran
diakronis
tidak
menurut
hanya
bersifat
kronologi
tenggelamnya kerajaan
timbul
tradisional, melainkan
perlu dikembangkan secara sinkronik jalinan antar kerajaan baik dalam bentuk konflik dan atau
Nala
menghadapi
peta
politik
Sumbawa
(sekarang kabupaten Sumbawa) tersegmentasi atas enam belas kekuasaan politik berbentuk kerajaan. Luas wilayah politik setiap kerajaan tidak lebih luas
dari wilayah administratip
kecamatan yang ada di Sumbawa sekarang.
aliansi di pelbagai bidang kehidupan
Selain Hutan, pusat kekukasaan politik lainnya Penggunaan teori diffusi budaya dalam
adalah Ngali di Lape, Dongan di Lape, Dewa
sejarah, memandang dinamika sejarah dapat
Awan Kuning di Sampar Kemulan Moyohulu, ,
berlangsung
Seran di Sateluk, Taliwang dan Jereweh di
persebaran
melalui kebudayaan,
migrasi atau
dibarengi
dengan
jalan
Jereweh (Manca, 1984).
peperangan, penaklukan atau penjajahan. Dalam
“Buk”
hal ini sejarah politik Inodnesia mencatat proses difusi unsur-unsur kebudayaan sebagai akibat penaklukan
dan
peperangan.
Misalnya
disebabkan oleh aliansi dan konflik diantara kekuasaan politik tradisional, atau kerajaankerajaan besar (seperti Sriwijaya, Majapahit, Mataram) yang mendorong perluasan wilayah politik dan kebudayaan terhadap kerajaan lain.
(tulisan
juru
memberitakan
keberhasilan
ditandai
hubungan
oleh
tulis
kerajaan)
ekspedisi diplomatik
Nala antara
Majaphit dengan kerajaan Dewa Awan Kuning, Raja Dewa Awan Kuning (juga nama dinasti dan kerajaan) berkunjung ke Majapahit, menerima 4 kitab pedoman bina-kerajaan yaitu Pala Kera,
60 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010 Cangkul Muda, Raja Niti, dan Raja Kutara.
bawahan atau vazal kerajaan Sumbawa (Manca,
(Manca, 1984)
1984, Soelkan, 1987).
Pada periode berikutya, raja Majapahit
Model konversi melalui kalangan kraton
mengirimkan “kiahi” sebagai utusan, kemudian
di kerajaan Sumbawa, nampaknya meniru pola di
diangkat menjadi menteri di kerajaan Dewa Awan
Sulawesi Selatan khususnya kerajaan Goa-Tallo.
Kuning.
Abdullah
Tugasnya
diambil
dari
sebagian
(1989)
mengemukakan
Islamisasi
(membelah) kekuasaan Rangga dan Adipati,
berlangsung dalam struktur negara yang sudah
sehingga jabatan menteri itu dikenal dengan nama
ada
Kalibelah/ Kiahi Belah menyatakan dinastinya
Konversi agama menunjukkan ajaran agama
keturunan Majapahit. Hal itu meninggalkan
diintegrasikan
anasir-anasir Jawa dalam bidang politik seperti
diimplementasikan dalam kehidupan negara dan
penggunaan kata dewa, betara pada nama/ gelar
masyarakat
basis
tradisi
legitimasi
dengan
genealogisnya.
adat,
kemudian
raja dan nama dinasti/ kerajaan Sunbawa, yang Di kerajaan Sumbawa, konversi dapat
mencerminkan kadar pengaruh Majapahit.
dilaksanakan, karena konversi dan sentralisasi Perkembangan hubungan Jawa dengan
berlandaskan
Sumbawa berlanjut pada periode Islamisasi yang dilakukan
secara
sporadis
oleh
kekuasaan
yang
sudah
ada.
Proses konversi dimulai pada ranah
muballigh,,
politik yakni diawali konversi penguasa lokal ke
terutama dari bandar-bandar pusat-pusat Islam di
dalam Islam yang diikuti para elite istana dan
Jawa Timur. Bandar-bandar tersebut tidak hanya
selanjutnya disusuli seluruh rakyat (Azra, 1999).
sebagai pusat penyebaran Islam, tetapi juga city Di
state yang memiliki kekuasaan otonom, sebelum diruntuhkan oleh Mataram. Di kota Sumbawa Besar terdapat komunitas Jawa yang mendiami
Sumbawa,
peristiwa
konversi terjadi pada masa raja pertama yakni Dewa Maparuwa dari dinasti Dewa Awan Kuning.
kampung Jaw
kerajaan
Ia
memeluk Islam dan
membuat
perjanjian dengan Suruh Kari Takwa, utusan raja Pada tahun 1623, Panglima Maroangang
Tuminang Riagamana dari kerajaan Goa. Sejak
dari kerajaan Goa menaklukan Sumbawa dalam
itu, Islam diapdosi sebagai agama resmi dan
perang Sariyu. (Manca, 1984).
syariat Islam diintegrasikan dengan adat. yang
Sejak
penaklukan itu terjadi perubahan struktur politik yakni dari segmenter
ke
berlandaskan Hadat-Syara’
terpusat, disertai Perkembangan tersebut
konvensi kraton terhadap agama Islam. Tiga belas pusat
politik diitegrasikan ke dalam satu
kekuasaan politik. Kekuasaan politik ‘baru’ tersebut dinamakan kerajaan Samawa yang berpusat di Samawa Beleq (Soelkan, dkk. 1987). Tiga pusat politik lainnya dipertahankan yaitu kerajaan Seran, Taliwang, dan Jereweh, tetapi dengan memodifikasi statusnya menjaid daerah
menunjukkan
adanya model kerajaan dan atau negara di kepulauan. Salah satu model itu ialah kerajaan yang dipengaruhi tradisi Tomanurung seperti yang
ditemukan
di
Sulawesi
Selatan
dan
menyebar ke Sumbawa dan daerah sekitar. Dalam tradisi ini hubungan antar kerajaan ditandai oleh bentuk hubungan adik-kakak, anak-ayah, atau
Yuliati, Pemikiran Tamansiswa Tentang Pendidikan Budi Pekerti Pra Kemerdekaan 61 (hamba) – tuan (Zuhdi, 2002:220). Penguasa-
penyebaran
penguasa di kesultanan Sumbawa memiliki
budaya) ke daerah-daerah. Dalam penelitian ini
pertalian trah dengan penguasa atau bangsawan
daerah yang dikaji adalah Sumbawa, yang
dari kerajaan Gowa. Fischer (1960) menamakan
memiliki
sebagai kebudayaan penjajah.
mencerminkan percampuran anasisr Jawa dan
kekuasaan
Sulawesi Paparan
sejarah
menunjukkan bahwa
politik
di
atas
diffusi budaya Jawa dan
Sulawesi Selatan ke Sumbawa lebih dominan
unsur-unsur
Selatan.
merupakan
kebudayaan
politik
lokal,
Mengingat
kekuasaan
(difusi
politik,
dan
kesemuanya maka
difusi
budaya diperkirakan telah terjadi melalui kontak saluran politik.
terjadi melalui saluran politik. Berkaitan dengan hal itu menarik dikaji anasir-anasir diffusi yang telah
berlangsung
dalam
bangunan
politik
Dalam konteks difusi di Indonesia, setiap
etnik
budaya
senantiasa
mampu
menghadapi berbagai arus budaya yang datang
kerajaan Sumbawa.
dari luar secara bijaksana. Berbagai pengaruh Diffusi Budaya
yang
Difusi budaya adalah persebaran unsur-
datang
senantiasa
diadaptasi
untuk
disesuaikan dengan kemampuan lokal bangsa
unsur kebudayaan di muka bumi. Asumsi teori ini
Indonesia,
ialah kebudayaan dapat menyebar, kebudayaan
berperanan sebagai alat memperkaya khasanah
dapat di ambil bangsa lain, dan ada pusat-pusat
budaya yang telah ada. Dengan demikian dalam
kebudayaan.
kelanjutannya
Dua unsur kebudayaan dalam
sehingga
pengaruh
masyarakat
yang
telah
datang
mampu
berkembang bukan berarti
memadukan pengaruh unsur-unsur kebudayaan
berkembang dari awal yang sama, tetapi dikenal
yang datang disesuaikan dengan budaya yang
dan dikembangkan karena terjadi kontak.
sudah ada secara harmonis.Kemampuan ini
waktu sama dapat
dinamakan lokal genius. Di
Amerika
Serikat
konsep
difusi
dikenal sebagai kawasan kebudayaan, yakni unit-
Boas menambahkan relativisme budaya
unit kecil geografis berdasarkan unsur-unsur
ke dalam isi teori antropologi dan yakin akan
kebudayaan yang mempunyai persamaan. Di
partikularisme
Eropa aliran yang sama telah menimbulkan istilah
menekankan bahwa perbedaan-perbedaan tiap
Kulturkreise atau edaran budaya, yakni sejumlah
manusia adalah hasil dari sejarah, kondisi sosial
besar kompleks yang mengandung unsur-unsur
dan geografi dan smeua populasi yang telah
yang telah kehilangan kesatuan geografi dan
lengkap dan sama-sama mengembangkan budaya.
sekarang bertaburan di seluruh dunia (Harris,
Partikularisme sejarah berkaitan dengan tiap
1984).
budaya memiliki sejarah yang unik. Dalam kajian ini pusat kebudayaan yang
lebih tinggi dan kompleks adalah Jawa khususnya pusat-pusat
kekuasaan
politik
tradisional
(Majapahit dan Mataram), dan Sulawesi Selatan (Gowa). Dari ketiga pusat kebudayaan ini terjadi
sejarah.
Relativisme
budaya
62 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010 Anasir Budaya Jawa di kerajaan Sumbawa
tata letak kraton di Jawa, hanya ada dua unsur yaitu masjid dan istana di sisi barat dan sisi timur
1. Struktur Wilayah Ibukota Kerajaan
dari Lenang Lunyuk (semacam alun-alun di ibukota
Jawa). Sedangkan unsur lainnya yaitu pasar dan
kerajaan menunjukkan adanya integrasi posisi
penjara yang ada sekarang berasal dari masa
antartiga ruang yang diperuntukkan masing-
kerajaan, atau paling tidak relatif sejaman dengan
masing bagi bangunan istana, lapangan, dan
ketiga unsur di atas.
Organisasi
ruang
bangunan masjid. Posisi simetri tersebut pada hakekatnya
mengintegrasikan
ketiga
ruang
menjadi satu kesatuan. Mengenai pengintegrasian tersebut, dapat dirujuk pada konsep tata kota kuno yang berpola Macapat atau Mancapat di Jawa. Menurut WF Wertheim tata kota kuno dibuat secara tradisional. Alun-alun di tengahtengah kota, bangunan terpenting didirikan secara
Pada tata-letak di atas dapat juga menjelaskan pertumbuhan kota di Inodensia ada yang berkaitan dengan kosmologi serta faktor magis religius. Geldern (1982) mengaitkan kosmologi dengan pendirian suatu kerajaan dan pusat kerajaan, dan kraton. Kraton merupakan inti dari pusat kota kerajaan tempat raja bersemayam. 2.Struktur Wilayah Luar Ibukota Kerajaan
tradisional, dan jalan-jalan lurus berpotongan membentuk
bujur
sangkar
(Dalam
Anasir biudaya Jawa yang masuk ke
Tjandrasasmita, 2000). Pada keempat sisi luar
Sumbawa pada masa kerajaan adalah susunan tata
bujur sangkar tersebut didirikan masjid (masjid
ruang
Jamik) di sebelah barat, kraton di sebelah timur,
Soemardjan, konsep tata ruang negara Jawa
pasar di sebelah selatan dan penjara di sebelah
Matarm berbentuk suatu sistem lingkaran dengan
utara.
empat radius berbeda yang disusun secara
wilayah
kerajaan.
Menurut
Selo
hierarkis. Di tengah sistem itu berada Sri Sultan Ambary (1987) mengemukakan bahwa pola
kraton
Jawa
dari
segi
tata-letaknya
mengikuti pola yang ada sebelumnya, dimana kraton merupakan bangunan sentral dalam tataletak sebuah kota atau pusat kerajaan. Kraton
(Soemardjan 1962: 23-26). Menurut Veth dan Soemardjan (dalam Moertono, 1985), negaranegara Jawa direncanakan konsentris, mulai dengan pusat lingkaran di istana sampai berakhir di wilayah terjauh letaknya.
tidak dapat dipisahkan dari alun-alun, mesjid, dan pasar. Kempat komponen ini merupakan ciri kraton di Jawa, dimana letak mesjid di barat alunalun dan kraton di sebelah selatan alun-alun. Karakteristik
tata
letak
pola
Jawa
tersebut di atas, tidak sepenuhnya diikuti oleh penataletakan
kraton/istana
di
luar
Jawa.
Demikian pula tidak selalu sama bangunan yang didirikan di setiap sisi luar alun-alun/lapangan. Di Sumbawa, ternyata yang konsisten dengan pola
A
Yuliati, Pemikiran Tamansiswa Tentang Pendidikan Budi Pekerti Pra Kemerdekaan 63