PENGELOLAAN TENAGA KERJA PANEN DAN SISTEM PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN MUSTIKA PT SAJANG HEULANG MINAMAS PLANTATION KALIMANTAN SELATAN
Oleh CINDY CHAIRUNISA A 34104022
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENGELOLAAN TENAGA KERJA PANEN DAN SISTEM PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN MUSTIKA PT SAJANG HEULANG MINAMAS PLANTATION KALIMANTAN SELATAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh CINDY CHAIRUNISA A34104022
PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) bukanlah tanaman asli Indonesia dan baru ditanam secara komersil pada tahun 1911 (Lubis, 1992). Komoditi ini merupakan komoditi penting bagi
Indonesia, karena kelapa sawit memiliki
peluang bisnis yang besar dan dapat menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat serta sebagai sumber devisa negara. Komoditi ini merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang dapat diandalkan karena kadar kolesterolnya rendah. Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit merupakan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang berwarna dan minyak sawit inti atau palm kernel oil (PKO) yang tidak berwarna. CPO dan PKO banyak digunakan pada industri baja (bahan pelumas), industri tekstil, dan kosmetik (Sunarko, 2007). Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk mengembangkan perkebunan dan industri kelapa sawit. Saat ini Indonesia memiliki 6 600 000 hektar (ha) kebun kelapa sawit dengan produksi CPO sebesar 17.37 juta ton dan produktivitas kelapa sawit nasional sebesar 2.63 ton CPO per hektar (Dirjenbun, 2007) Perkebunan kelapa sawit telah menyebar ke berbagai wilayah Indonesia dengan perbandingan 85.55 % Sumatera, 11.45 % Kalimantan, 2 %, Sulawesi, dan 1% wilayah lainnya. Produktivitas perkebunan kelapa sawit di Sumatera relatif lebih tinggi dibandingkan dengan di Kalimantan dan Sulawesi (Goenadi et al, 2005). Berdasarkan data pada tahun 2006 Indonesia telah menjadi negara penghasil CPO terbesar di dunia dengan total produksi sekitar 16 juta ton. Sementara Malaysia yang selama ini berada pada posisi pertama, saat ini berada pada posisi kedua dengan total produksi sebesar 15.8 juta ton. Dari data ini dapat dilihat bahwa Indonesia mampu menjadi negara penghasil CPO nomor 1 di dunia 4 tahun lebih cepat dari prediksi sebelumnya, dimana Indonesia diperkirakan baru akan menjadi produsen CPO terbesar di dunia pada tahun 2010 (Udrekh, 2007).
2 Perkebunan rakyat (PR) memberi andil produksi CPO sebesar 3.645 juta ton (37.12 %), perkebunan besar negara (PBN) sebesar 1.543 juta ton (15.7 %), dan perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 4.627 juta ton (47.13 %). Produksi CPO juga menyebar dengan perbandingan 85.55 % Sumatera, 11.45 % Kalimantan, 2 %, Sulawesi, dan 1 % wilayah lainnya. Produksi tersebut dicapai pada tingkat produktivitas perkebunan rakyat sekitar 2.73 ton CPO/ha, perkebunan negara 3.14 ton CPO/ha, dan perkebunan swasta 2.58 ton CPO/ha (Goenadi et al, 2005). Ekspor CPO menghasilkan devisa (volume ekspor tahun 1998 sebesar 1.6 juta ton senilai US$ 800 ribu dolar meningkat menjadi 57 juta ton senilai US$ 2.1 juta dolar pada tahun 2003) dan; menyediakan kesempatan kerja bagi lebih dari 2 juta tenaga kerja di berbagai sub system (Goenadi et al, 2005). Panen adalah pekerjaan penting di perkebunan kelapa sawit karena langsung menjadi sumber pemasukan uang ke perusahaan melalui penjualan minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS) (Pramudji et al, 2004). Persiapan panen yang baik akan memperlancar pelaksanaan panen. Persiapan ini meliputi kebutuhan tenaga kerja, peralatan, pengangkutan, dan pengetahuan tentang kerapatan panen dan sarana panen (Fadli et al, 2006). Minyak sawit dapat mengalami penurunan mutu pada saat panen, pengangkutan, pengolahan, penimbunan, dan pengapalan (Setyamidjaja, 1991). Oleh karena itu pengelolaan panen dan pengangkutan perlu mendapatkan perhatian. Menurut Lubis (1992) ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kelapa sawit yang berkaitan dengan peningkatan produksi, yaitu kesesuaian lahan, pembangunan kebun dan komponen produksi yang meliputi bobot tandan dan jumlah tandan per pohon. Berkaitan dengan hal ini sumber daya pekerja yang meliputi kemauan, pengetahuan dan kemampuan juga tidak dapat dikesampingkan. Hal ini terkait dengan sumber daya pekerja pada proses pemanenan yang merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian kegiatan teknis budidaya.
3 Tujuan Magang Tujuan umum kegiatan magang adalah 1. Membandingkan keterkaitan antara pengetahuan yang di terima selama perkuliahan dengan keadaan di lapangan; dan 2. Meningkatkan pengetahuan tentang pengelolaan kelapa sawit di lapangan dan pengalaman manajerial pada berbagai level manajemen. Tujuan Khusus dari kegiatan magang adalah 1. Memahami teknik dan masalah budidaya kelapa sawit khususnya pengelolaan tenaga kerja panen dan sistem pengangkutan TBS. 2. Menganalisis pengelolaan tenaga kerja panen dan pengangkutan hasil panen di perusahaan perkebunan kelapa sawit. 3. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pemanen dan pemuat.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit memiliki 36 khromosom. Elaeis berasal dari Elaion berarti minyak dalam bahasa Yunani. Guineensis berasal dari Guinea (pantai barat Afrika). Jacq berasal dari nama Botanist Amerika Jacquin. (Lubis, 1992). Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Metode pemberian nama ilmiah (latin) ini dikembangkan oleh Carolus Linnaeus (Pahan, 2006). Taksonomi dari tanaman kelapa sawit adalah : Divisi
: Embryophyta Siphonagama
Sub Divisi
: Pteropsida
Kelas
: Angiospermaeae
Ordo
: Monocotyledoneae
Famili
: Arecaceae
Sub Famili
: Cocoideae
Genus
: Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensis Jacq.
Akar Akar terutama sekali berfungsi untuk menunjang struktur batang di atas tanah, menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah serta sebagai salah satu alat respirasi. Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem akar serabut, terdiri atas akar primer, sekunder, tersier dan kuartener (Pahan, 2006). Lubis (1992) menambahkan, akar pertama yang muncul dari biji yang telah berkecambah adalah radikula yang panjangnya mencapai 15 cm. Batang Batang kelapa sawit terdiri atas pembuluh – pembuluh yang terikat secara diskrit dalam jaringan parenkim. Batang diselimuti oleh pangkal pelepah daun tua sampai kira-kira umur 11-15 tahun. Batang mempunyai 3 fungsi utama, yaitu sebagai struktur yang mendukung daun, bunga dan buah ; sebagai sistem
5 pembuluh yang mengangkut air dan hara mineral dari akar ke atas serta hasil fotosintesis dari daun ke bawah ; serta berfungsi sebagai organ penimbunan zat makanan (Pahan, 2006). Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dibungkus oleh pangkal pelepah daun (frond base). Batang berbentuk silinder berdiameter 0.5 m pada tanaman dewasa dengan bagian bawah lebih besar disebut bowl (Lubis, 1992). Daun Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian, yaitu kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina) dan tulang anak daun (midrib), Rachis yang merupakan tempat anak daun melekat, tangkai daun dan seludang daun (sheath) yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup dan memberi kekuatan pada batang. (Pahan, 2006). Daun kelapa sawit memiliki rumus daun 1/8 lingkaran atau spiral. Spiralnya ada yang berputar kiri dan kanan tetapi kebanyakan putar kanan (Lubis, 1992). Pahan (2006) menambahkan susunan spiral daun kelapa sawit mengikuti deret Fibonacci, yaitu 1:1:2:3:5:8:13:21 dan seterusnya. Artinya setiap angka dalam susunan spiral daun kelapa sawit, merupakan penjumlahan dari dua angka sebelumnya. Bunga Kelapa sawit merupakan tanaman monoecious (berumah satu). Artinya, bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak pada tandan yang sama. Bunga muncul di ketiak daun, dan bunga kelapa sawit merupakan bunga majemuk yang terdiri dari kumpulan spikelet dan tersusun dalam infloresen yang berbentuk spiral (Pahan, 2006). Ekologi Kelapa sawit Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis kecuali pada kondisi juvenile di pre nursery (Pahan, 2006). Kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah
6 seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol, organosol dan aluvial dengan jumlah curah hujan yang baik adalah 2000-2500 mm/tahun, tidak memiliki defisit air, serta agak merata sepanjang tahun (Lubis, 1992). Temperatur yang optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 24 oC28 oC, terendah 18 oC dan tertinggi 32 oC. Kelembaban 80 % dan kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan (Lubis, 1992). Pemanenan Kelapa Sawit Menurut Pramudji et al. (2004) panen adalah pekerjaan penting di perkebunan kelapa sawit karena langsung menjadi sumber pemasukan uang ke perusahaan melalui penjualan minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS). Sasaran utama pekerjaan potong buah yaitu mencapai produksi/ton TBS per hektar yang tinggi, biaya per kg yang rendah dan mutu produksi yang baik berupa Asam Lemak Bebas (ALB) atau Free Fatty Acid (FFA) yang rendah (Pahan, 2006). Berkaitan dengan hal tersebut, Lubis (1992) menyatakan bahwa keberhasilan panen dan produksi sangat tergantung pada bahan tanaman yang dipergunakan, manusia (pemanen) dengan kapasitas kerjanya, peralatan yang dipergunakan untuk panen, kelancaran transportasi serta faktor pendukung lainnya seperti organisasi panen yang baik, keadaan areal, insentif yang disediakan dan lain-lain. Pengangkutan Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Pengangkutan TBS dan berondolan adalah kegiatan pengangkutan dari TPH ke PKS pada setiap hari panen. Pengangkutan TBS memiliki tujuan mengirim TBS dan berondolan ke pabrik dalam keadaan baik melalui penanganan secara hati-hati dan menjaga jadwal pengiriman TBS dan buah secara tepat, sehingga pabrik kelapa sawit dapat bekerja secara optimal (Rankine dan Fairhust, 2000). Menurut Pramudji et al (2004) prinsip dasar dari pengangkutan adalah melakukan evakuasi TBS dari lapangan ke PKS secepat-cepatnya (maksimal 24 jam), sesegar-segarnya dan sebersih-bersihnya.
7 Transport buah merupakan mata rantai dari tiga faktor yaitu panen, pengolahan dan pengangkutan. Ketiga faktor ini merupakan faktor terpenting dan saling mempengaruhi. Pengelolaan transport buah memiliki 6 sasaran yang harus dicapai.
Keenam
sasaran
tersebut
yaitu,
meningkatkan
kualitas
TBS,
meningkatkan produktivitas kendaraan, menjaga agar asam lemak bebas (ALB) produksi harian 2-3 %, kapasitas dan kelancaran pengolahan di pabrik, keamanan TBS dilapang serta cost (Rp/kg TBS) transport yang minimal(Pramudji et al, 2004).
METODOLOGI Waktu dan Tempat Kegiatan magang ini dilaksanakan pada tanggal 11 Febuari 2008 hingga 11 Juni 2008, bertempat di Kebun Mustika PT. Sajang Heulang Minamas Plantation, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan. Metode Pelaksanaan Kegiatan yang dilakukan penulis selama magang adalah melakukan kegiatan teknis budidaya dan manajemen kebun, mengumpulkan data primer dan data sekunder, menganalisis data yang diperoleh dan melakukan studi literatur. Pelaksanaan magang dilakukan berdasarkan pekerjaan yang ada di kebun dimana penulis bekerja sebagai karyawan harian lepas selama 2 bulan, pendamping mandor selama 1 bulan, dan pendamping asisten selama 1 bulan. Jurnal harian penulis selama kegiatan magang berlangsung, disajikan dalam Tabel Lampiran 1, Tabel Lampiran 2, dan Tabel Lampiran 3. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi lokasi dan letak geografis kebun, keadaan tanah dan iklim, luas areal dan tata guna lahan, norma kerja di lapangan, serta organisasi dan manajemen kebun. Data primer didapatkan di lapang melalui pengamatan lapang terhadap kegiatan yang berlangsung di perkebunan. Pengamatan lapang yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Pengamatan angka kerapatan panen. Pengamatan dilakukan dengan cara mengambil pohon contoh di tiap blok. Contoh pohon yang diambil 10 % dari total pohon yang ada di tiap blok. Dalam 1 blok, sampel diambil pada 3 hancak panen, yaitu hancak panen ke 1, 5 dan 9. lalu pada tiap-tiap hancak, diambil 3 baris sampel, yaitu baris ke 1, 5 dan 9. selanjutnya tiap-tiap baris sampel tersebut diamati. Buah dinyatakan layak panen apabila terdapat > 5 berondolan di piringan. Pengamatan dilakukan pada 3 blok, yaitu blok C23, C25 dan blok D23. 2. Pengamatan derajat kematangan buah. Pengamatan dilakukan terhadap 20 pemanen di 2 kemandoran panen divisi II. Masing-masing pemanen diambil sampel sebanyak 2 TPH. Apabila berondolan yang terlepas dari tandan
10