31
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dan Pengolahan Tandan Buah Segar di PTPN-III Kebun Torgamba Pengelolaan tanaman kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Torgamba meliputi proses-proses sebagai berikut: 1) Pemesanan Bahan Tanaman; 2) Pembibitan; 3) Persiapan Areal Tanam; 4) Penanaman Kelapa Sawit; 5) Pemeliharaan Tanaman; 6) Pemanenan TBS; 7) Pengangkutan Hasil Panen. Diagram alir dari proses pengelolaan tanaman kelapa sawit di Kebun Torgamba disajikan pada Gambar 2. Informasi diagram alir tersebut secara jelas dituangkan dalam Laporan Magang di Kebun Torgamba (Lampiran 5). Tandan Buah Segar (TBS) yang telah dipanen di kebun diangkut ke lokasi Pabrik Minyak Sawit dengan menggunakan truk. Pengolahan buah kelapa sawit (TBS) dimaksudkan untuk memperoleh minyak dan inti sawit. Secara garis besar, proses pengolahan kelapa sawit dibagi ke dalam beberapa stasiun, yaitu: 1) Stasiun Penerimaan Buah; 2) Stasiun Rebusan (Sterilizer); 3) Stasiun Penebahan (Thresher); 4) Stasiun Pengempaan (Presser); 5) Stasiun Klarifikasi; 6) Stasiun Kernel. Diagram alir dari proses pengolahan TBS disajikan pada Gambar 3. Informasi diagram alir tersebut secara lengkap dikemukakan dalam Laporan Magang di PKS Kebun Torgamba (Lampiran 6).
5.1.1. Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Pengelolaan kebun di PTP. Nusantara-III Kebun Torgamba dari proses pembibitan sampai pengangkutan hasil panen sudah baik karena telah mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) PT. Perkebunan Nusantara-III. SOP PT. Perkebunan Nusantara-III memberikan penjelasan dan informasi kepada pekerja mengenai kegiatan yang harus dilakukan secara runtut dan berurutan dalam menyelesaikan pekerjaan.
32
Tahap Pre Nursery
Pemesanan Bahan Tanaman
Pembuatan bedengan Menanam kelapa sawit Pembuatan naungan
Pemeliharaan tanaman
Pembuatan&pemeliharaan saluran air
Menanam kacangan penutup tanah
Pembuatan titi panen beton
Memupuk lubang tanam
Pemeliharaan jalan
Membuat lubang tanam
Penyiangan
Pengisian Babybag
Pembibitan (double Stage System)
Penanaman kecambah
Penyiraman Pemupukan
Pengendalian gulma manual
Mengukur&memancang jarak tanam
Penunasan di TM
Penanaman Kelapa sawit
Pemupukan
Pengendalian hama&penyakit
Tahap Main Nursery Membuat terras (Tapak Kuda) Menyusun petak areal bibitan
Konservasi tanah Membuat jaringan jalan&drainase Perumpukan
Pengisian Poly bag
Tranplanting bibit
Pemanenan TBS
Meluku (pengolahan tanah) Penebangan pohon
Pemberian serasah (mulching)
Pengangkutan hasil panen Pengimasan
Pemupukan
Pengendalian gulma
Seleksi bibit
Pemetaan satuan blok
Persiapan Areal tanam
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pengelolaan Tanaman Kelapa Sawit di Kebun Torgamba
33 TBS Timbangan Loading Ramp Sterilizer Janjang kosong Thresser Digester Screw Press Cake
Crude Oil
Cake Breaker Conveyor (CBC)
Oil gutter
Stasiun Kernel Depericarper
Stasiun Klarifikasi COT (crude oil tank)
Nut Polishing Drum
Sand Trap
Nut Transport
Vertical Clarifier Tank (VCT)
Nut Silo oil
sludge
Oil tank
Sludge Tank
Nut Grading Drum
Wet system
Dry System
Buffer Tank
Vacum Dryer
Sludge Separator (low speed)
Super Cracker
Ripple Mill
LTDS I dan II
Oil purifier
Dewatering drum Heavy sludge
Storage tank Fat-fit cangkang
inti
Kernel Silo
Boiler
Claybath
inti
Kernel Silo
cangkang
Boiler
Kernel Storage
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pengolahan TBS di Pabrik Kelapa Sawit Torgamba
34
Selain itu, pengawasan asisten kebun kepada pekerja lapang juga cukup baik. Di kebun terdapat petugas khusus yang terlatih, tugasnya hanya memeriksa pelaksanaan hasil panen kelapa sawit di lapangan dan di TPH (tempat pengumpulan hasil) yang dilakukan pada setiap hari panen sesuai ketentuan yang berlaku. Petugas ini dinamakan Kap Inspeksi. Kap Inspeksi memberikan nilai kepada setiap pemanen sesuai norma yang ditetapkan. Semangat atau etos kerja pekerja kebun masih kurang baik terutama dari masyarakat lokal, hal ini dapat dilihat antara lain dari kurangnya disiplin jam masuk dan pulang kerja serta keseriusan dalam bekerja. Guna meningkatkan etos kerja para pemanen, perusahaan memberikan premi sebagai penghargaan baik kepada petugas Kap Inspeksi maupun kepada setiap pemanen. Premi Petugas Kap Inspeksi bertujuan untuk meningkatkan disiplin, kegairahan kerja, dan tanggungjawab untuk mencapai sasaran perusahaan yang optimal. Dengan demikian
akan
berdampak
pada
peningkatan
pendapatan
yang
saling
menguntungkan bagi karyawan dan perusahaan. Premi pemanen ditetapkan berdasarkan prestasi panen yang dicapai di atas basis tugas. Basis tugas adalah batas minimum yang harus yang dicapai pemanen (kg/hk) agar premi dapat dibayarkan. Premi diberikan setiap hari kepada pemanen secara merata atau tidak tergantung golongan. Tujuan dari pemberian premi adalah untuk meningkatkan produktivitas, rendemen minyak sawit, prestasi dan pendapatan karyawan. Disamping itu, perusahaan juga memberikan imbalan jasa tahunan (ijt) berupa bonus kepada karyawan kebun yang tujuannya juga untuk memacu semangat/produktifitas kerja. Bonus diberikan dari laba yang diperoleh perusahaan. Semakin banyak produksi kebun maka laba perusahaan semakin besar sehingga bonus/ijt yang akan diterima karyawan juga akan semakin tinggi. Inilah yang memacu kinerja karyawan untuk terus meningkatkan produksi perkebunan. 5.1.2. Pengolahan Tandan Buah Segar Pengolahan tandan buah segar (TBS) di PT. Perkebunan Nusantara-III kebun Tor Gamba dari stasiun penerimaan buah sampai stasiun kernel sudah mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) PT. Perkebunan Nusantara-III
35
PKS Torgamba. Namun, sebagian buah yang masuk ke PKS Torgamba berasal dari pihak-III sehingga mutu TBS yang dibawa ke pabrik masih sulit untuk dikendalikan. Dari hasil analisis laboratorium, kadar air dalam minyak dan inti sawit PKS Tor Gamba tahun 2009 masih dalam norma/standar kualitas minyak dan inti sawit yang ditetapkan. Demikian juga dengan hasil analisis kadar kotoran di dalam minyak dan inti sawit. Sementara itu, rata – rata ALB (Asam Lemak Bebas) minyak sawitnya meningkat 0,25%. Peningkatan ALB dapat disebabkan oleh adanya buah yang restan, yakni buah yang menginap dan belum sempat diolah pada hari yang sama ketika buah tersebut masuk ke Loading Ramp. Ada sekitar 70% buah yang masuk ke PKS Torgamba berasal dari pihak-III sehingga mutu produksi TBS yang dibawa ke pabrik tidak sepenuhnya dapat dikendalikan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu faktor kebersihan peralatan pabrik. Produktivitas pabrik PKS Torgamba tergolong baik karena rendemen minyak yang dihasilkan pada tahun 2000 lebih dari 21% dan terus mengalami peningkatan sampai tahun 2009. Rendemen paling tinggi dicapai pada tahun 2005 dan 2006 yakni sekitar 23%, artinya tidak tertutup kemungkinan untuk dapat dilakukan peningkatan rendemen hingga 24%. Faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya rendemen adalah kualitas bahan baku TBS sesuai kriteria kematangan buah dan umur tanaman. Proses pengolahan hanya berperan menekan/meminimalkan kehilangan minyak.
5.2. Produktivitas Kelapa Sawit di Kebun Inti dan Plasma 5.2.1. Tingkat Produktivitas antar Afdeling dan Umur Tanaman di Kebun Inti Hasil pembandingan tingkat produktivitas antar Afdeling di PTPN III Kebun Torgamba menunjukkan bahwa tingkat produktivitas Afdeling I berbeda nyata dengan Afdeling V dan VII, Afdeling II berbeda nyata dengan Afdeling VII, Afdeling III berbeda nyata dengan Afdeling V dan VII, serta Afdeling VI berbeda nyata dengan Afdeling VII. Produktivitas tertinggi terdapat pada Afdeling VII dengan rata-rata produktivitas sebesar 19.159 kg/ha. Produktivitas terendah
36
terdapat pada Afdeling I dengan rata-rata produktivitas sebesar 5.344,8 kg/ha (Gambar 4). Jenis areal tanam pada Afdeling I merupakan areal tanaman belum menghasilkan (TBM) dengan tanaman berumur 3 tahun dan areal rencana tanaman ulang (TU) dengan tanaman berumur 25 dan 29 tahun. Produksi tanaman berumur 3 tahun di Afdeling I tergolong rendah karena memang pada keadaan normal, tandan buah kelapa sawit baru mencapai matang panen untuk pertama kalinya setelah tanaman berumur 3 tahun di lapangan sehingga produksinya kecil. Tanaman yang berumur 25 dan 29 tahun produksinya juga rendah karena merupakan tanaman yang sudah tua dan direncanakan untuk tanaman ulang sehingga pada pertengahan tahun 2009 (bulan Juli) tanaman tersebut sudah tidak dipanen lagi. Sementara itu, tanaman kelapa sawit pada Afdeling VII yang telah berumur 25 dan 27 tahun belum direncanakan untuk tanaman ulang (TU) sehingga masih dipanen sampai akhir tahun 2009. Dengan demikian, produktivitas di Afdeling VII lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas di Afdeling I.
Afd II Afd III Afd IV Afd V Afd VI Afd VII Afd VIII Afd I
Afd II
Afd III
Afd IV
Afd V
Afd VI
Afd VII
Keterangan : warna gelap menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05
Gambar 4. Tingkat Produktivitas antar Afdeling di Kebun Inti
37
Produktivitas tanaman kelapa sawit menurut umur tanaman di Kebun Torgamba tertera pada Gambar 5. Dari Gambar 5 nampak bahwa produktivitas kelapa sawit di Kebun Torgamba berfluktuasi yaitu meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman dari tanaman berumur 3, 4, dan 6 tahun, kemudian mengalami penurunan pada umur 25 tahun, pada umur 27 tahun mengalami peningkatan produksi kembali lalu turun lagi pada tanaman berumur 28 dan 29 tahun. Menurut Corley (1976) dalam Siregar (2003), produktivitas tandan kelapa sawit akan mencapai maksimum pada saat tanaman berumur antara 8-12 tahun. Di sini tidak dapat diketahui nilai produktivitas maksimum yang dapat dicapai Kebun Torgamba karena tidak ada areal dengan umur tanaman antara 8-12 tahun. Umur tanaman 27 tahun menunjukkan produktivitas yang tinggi sebesar 16.807,2 kg/ha, padahal semestinya menurut teori mengalami penurunan (lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas tanaman umur 25 tahun). Berdasarkan Laporan Bidang Tanaman PTPN-III Kebun Torgamba (Lampiran 4), rendahnya produktivitas tanaman umur 25 tahun diduga karena tiga dari enam Afdeling di kebun Torgamba yang lahannya berumur 25 tahun telah direncanakan sebagai tanaman ulang (TU). Tandan Buah Segar (TBS) hanya dipanen selama 6 bulan sehingga total produksi yang dicapai selama setahun rendah. Ini mengakibatkan perhitungan data produktivitas menjadi lebih kecil dibandingkan dengan tanaman berumur 27 tahun.
Gambar 5. Tingkat Produktivitas antar Umur Tanaman di Kebun Inti
38
5.2.2. Perbandingan Tingkat Produktivitas antara Kebun Inti dan Plasma Menurut Kelas Umur Tanaman Menurut kelas umur tanaman, produktivitas kelapa sawit di kebun inti yang dikelola oleh perusahaan lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas kelapa sawit di kebun plasma yang dikelola oleh petani. Perbedaan yang terlihat jelas pada kelas umur tanaman 6-10 dan > 21 tahun. Di kebun inti, kelas umur tanaman 6-10 tahun produktivitasnya 14.951,94 kg/ha sedangkan di kebun plasma produktivitasnya hanya 12.902,07 kg/ha. Selisih perbedaan antara keduanya adalah 2.049,87 kg/ha. Pada kelas umur tanaman lebih dari 21 tahun, terdapat selisih perbedaan yang lebih besar yaitu 4.733,46 kg/ha. Rendahnya produktivitas pada kebun plasma dapat disebabkan oleh kualitas sumberdaya petani plasma dan kemampuan swadayanya
yang rendah.
Pengelolaan perkebunan kelapa sawit di tingkat plasma dihadapkan pada permasalahan adopsi teknologi yang tidak baku teknis karena keterbatasan pengetahuan dan daya beli sarana produksi yang rendah. Hasil perbandingan nilai tengah tingkat produktivitas antar kelas umur tanaman di kebun plasma menunjukkan tingkat produktivitas kelas umur 0-5 tahun berbeda nyata dengan kelas umur 6-10, 11-15, dan 16-20 tahun. Disamping itu, tingkat produktivitas kelas umur tanaman lebih dari 21 tahun juga berbeda nyata dengan kelas umur tanaman 6-10, 11-15, dan 16-20 tahun. Produktivitas tertinggi adalah pada kelas umur tanaman 11-15 tahun dengan nilai tengah 14.882,67 kg/ha, sedangkan produktivitas terendah terdapat pada kelas umur tanaman lebih dari 21 tahun dengan nilai tengah 6.188,00 kg/ha. Tingkat produktivitas ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Wigena et al. (2009) di kebun kelapa sawit plasma PTP Nusantara V Sei Pagar, kabupaten Kampar, Riau dimana pada umur tanaman 17 tahun rata-rata produksi TBS petani sebesar 24,00 ton TBS/ha/tahun dan pada umur tanaman 22 tahun produksi petani sebesar 21,00 ton TBS/ha/tahun.
39
6-10 11-15 16-20 >21 0-5 6-10 11-15 16-20 Keterangan: warna gelap menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05
Gambar 6. Perbandingan Nilai Tengah Produktivitas antar Kelas Umur Tanaman 2 5%-7 5 %
Non -Ou tlier Ran ge
Median
Outliers
25%-75%
Non-Outlier Range
Outliers
Extremes 24000
2 00 00
22000
1 80 00
20000
1 60 00
18000
Produktifitas (kg/ha/th)
Produktifitas (kg/ha)
Med ian Extremes 2 20 00
1 40 00 1 20 00 1 00 00 8 00 0
16000 14000 12000 10000
6 00 0
8000
4 00 0
6000
2 00 0
4000 2000
0 "0 -5 "
"6 -1 0"
Kelas Umur Tanaman (Tahun)
(a) Inti
">21 "
"0-5"
"6-10"
"11-15"
"16-20"
">21"
Kelas Umur T anaman (T ahun)
(b) Plasma
Gambar 7. Box Plots Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit pada Berbagai Umur Tanaman di Lahan (a) Inti dan (b) Plasma
40
Keragaman data produktivitas antar kelas umur tanaman di Kebun Inti dan Plasma dapat dilihat pada Box Plots dalam Gambar 7 di atas. Dalam Box Plots kebun inti dapat dilihat bahwa pada kelas umur tanaman 6-10 tahun ragam datanya sangat kecil karena hanya terdapat pada satu Adfeling yakni Afdeling II. Sementara itu, dalam Box Plots kebun plasma nampak ragam yang relatif sama. 5.3. Struktur Biaya Usahatani Menurut Kelas Umur Tanaman di Kebun Plasma Pada analisis usahatani, komponen yang digunakan sebagai input usahatani meliputi bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, peralatan, dan pengangkutan panen. Penggunaan keenam komponen biaya tersebut disusun ke dalam dua kategori, yaitu dalam jumlah fisik dan nilai (Rp). Hasil rekapitulasi penggunaan input usahatani kelapa sawit menurut umur tanaman dalam jumlah fisik disajikan pada Tabel 9 dan dalam jumlah nilai (Rp) pada Tabel 10. Pada Tabel 9, ada tiga komponen yang tidak dapat diuraikan secara fisik berapa besar penggunaan komponen tersebut dalam usahatani yang telah dilakukan oleh para petani, yaitu komponen bibit, pestisida, dan pengangkutan panen. Hal ini disebabkan oleh masih minimnya kemauan petani dalam hal penggunaan catatan khusus untuk manajemen pengelolaan kebun sendiri, sehingga data yang diperoleh hanya dalam satuan Rupiah saja (Tabel 10). Pada penelitian ini, besarnya input usahatani dikelompokkan berdasarkan umur tanaman (Tabel 9). Berdasarkan sebaran umur tanaman yang diamati di lapang disusun 5 kelompok umur tanaman yaitu (0-5) tahun, (6-10) tahun, (11-15) tahun, (16-20) tahun, dan (>21) tahun. Uraian ringkas masing-masing komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bibit Penggunaan bibit tidak dijelaskan dalam jumlah fisik, melainkan hanya dalam satuan Rupiah. Bibit merupakan komponen yang hanya terdapat di awal tanam yakni pada kolom umur tanaman 0-5 tahun. 2. Kebutuhan pupuk Pupuk merupakan komponen terpenting dalam hal pengelolaan tanaman. Kebutuhan pemupukan bagi petani tergantung dari daya beli petani. Biasanya petani melakukan pemupukan rutin 2 kali dalam setahun. Jika tidak rutin, maka
41
petani melakukan pemupukan hanya 1 kali saja dalam setahun. Alasan utama petani tidak melakukan pemupukan rutin adalah karena tidak mampu membeli pupuk. Meskipun demikian, seluruh petani yang diwawancara pernah melakukan pemupukan. Jenis pupuk yang digunakan untuk tanaman kelapa sawit antara lain: Urea, ZA, KCl, TSP, MOP, dan Kieserite. Dari Tabel 9 nampak bahwa petani membutuhkan pupuk lebih banyak pada awal dan akhir tanam saat tanaman berumur 0-5 tahun dan > 21 tahun. Bagi para petani, pemupukan merupakan input yang sangat penting untuk meningkatkan atau mempertahankan hasil produksi yang bisa dicapai. Tabel 9. Rekapitulasi Penggunaan Input Usahatani Kelapa Sawit di Kebun Plasma No.
Komponen
1
Bibit
2
Pupuk
Umur Tanaman
Satuan 0-5
6 - 10
11 - 15
16 - 20
> 21
-
-
-
-
-
Dosis Urea
Kg/ha
383,33
221,47
300,67
183,33
Dosis Za
Kg/ha
0,00
24,49
106,67
25,00
0,00
Dosis Kcl
Kg/ha
133,33
172,55
234,78
195,00
212,50
Dosis TSP
Kg/ha
391,67
220,27
250,07
253,33
305,83
Dosis MOP
Kg/ha
0,00
0,00
0,00
0,00
126,67
Dosis Kieserite
Kg/ha
0,00
2,86
0,00
0,00
33,33
908,33
641,63
892,18
656,67
999,17
-
-
Jumlah 3
Pesisida
4
Tenaga Kerja
-
HOK
18
13
12
12
6
Perempuan
HOK
9
7
5
3
1
Ternak
HKT
1
0
0
0
0
Mesin
HKM
3
0
0
0
0
32
19
17
15
7
Peralatan Cangkul
Unit
1,1
0,9
0,6
0,4
0,4
Kored
Unit
0,9
0,1
0,0
0,1
0,1
Parang
Unit
0,8
0,7
0,5
0,3
0,2
Garu
Unit
0,4
0,3
0,1
0,2
0,1
Egrek
Unit
0,0
0,2
0,5
0,5
0,5
Beko
Unit
0,6
0,8
0,4
0,4
0,5
Semprotan
Unit
0,5
0,2
0,1
0,1
0,1
Dodos
Unit
0,6
0,4
0,0
0,0
0,0
Tojok
Unit
0,4
0,5
0,3
0,3
0,5
5,3
4,0
2,5
2,3
2,3
Jumlah 6
-
Laki-laki
Jumlah 5
-
320,83
Pengangkutan Panen
Keterangan : HOK : Hari Orang Kerja HKT : Hari Kerja Ternak HKM : Hari Kerja Mesin
-
-
-
-
-
42
Tabel 10. Rekapitulasi Struktur Biaya Usahatani (Rp) No.
Komponen
Umur Tanaman
Harga Satuan 0-5
6 - 10
11 - 15
16 - 20
> 21
1833333,33
0,00
0,00
0,00
0,00
1
Bibit
x
2
Pupuk
Rp/kg
Urea
5484,375
2102343,75
1214629,78
1648968,75
1005468,75
6220
0,00
152326,53
663466,67
155500,00
0,00
Kcl
7026,315789
936842,11
1212367,63
1649622,81
1370131,58
1493092,11
TSP
Za
1759570,31
6352,542373
2488079,10
1399254,66
1588559,10
1609310,73
1942819,21
MOP
8000
0,00
0,00
0,00
0,00
1013333,33
Kieserite
2750
0,00
7857,14
0,00
0,00
91666,67
3
Pesisida
x
4
TK
Rp/HK
Laki-laki
20.000,00
366.666,67
277.000,00
168.666,67
213.000,00
133.333,33
Perempuan
5
553649,75
317444,44
160000,00
37500,00
20.000,00
186.666,67
124.428,57
64.333,33
31.000,00
0,00
Ternak
100.000,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Mesin
200.000,00
600.000,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Peralatan
Rp/Unit
20000 15000 18000
21111,11
17529,56
12477,78
7933,33
7666,67
13333,33
1200,00
0,00
1550,00
1250,00
13500,00
12712,33
8860,00
4980,00
3900,00
Garu
15000
6666,67
4352,45
1283,33
3400,00
1250,00
Egrek
45000
0,00
9252,01
21400,00
22050,00
21750,00
Beko
180000
105000,00
135712,96
71400,00
73800,00
87000,00
Semprotan
325000
162500,00
63704,69
27263,89
24916,67
32500,00
Dodos
25000
15277,78
9080,06
0,00
0,00
0,00
Tojok
35000
15555,56
17575,95
12172,22
10266,67
15750,00
Cangkul Kored Parang
6
719444,44
Biaya angkut panen
Jumlah
x
3.240.000,00
4.273.536,91
3.268.000,00
2.331.866,67
2.770.000,00
12.826.320,51
9.486.170,99
9.523.918,99
7.025.174,40
9.412.381,63
3. Pestisida dan Herbisida Berdasarkan hasil wawancara, seluruh petani mengatakan bahwa tanamannya pernah terserang hama dan penyakit. Namun, tidak semua petani menggunakan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit tersebut. Alasan utama petani tidak menggunakan pestisida dan herbisida adalah karena tidak mampu membeli pestisida. Beberapa jenis pestisida yang digunakan antara lain roundap, gramoxone, herbatop, dan decis. Pengendalian gulma seperti rumput liar/lalang menggunakan roundap, gramoxone, herbatop, sedangkan untuk pengendalian serangan hama menggunakan decis.
43
Biaya penggunaan pestisida pada awal tanam (Tabel 10) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lainnya, yakni sebesar 719.444,44 kemudian mengalami penurunan hingga umur tanaman > 21 tahun. Hal in karena tanaman kelapa sawit muda sering mendapat gangguan hama dan penyakit sehingga memerlukan pengendalian sebagaimana mestinya agar diperoleh tanaman yang tumbuh sehat dan subur. 4. Tenaga Kerja Ada 3 jenis tenaga kerja yang digunakan petani plasma dalam pengelolaan dan pemeliharaan tanaman kelapa sawit yaitu manusia, ternak, dan mekanik (mesin). Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria dan wanita. Sumber tenaga kerja manusia berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga. Jika tenaga kerja berasal dari dalam keluarga, maka nilai upah yang dihitung hanya upah tenaga kerja yang menyewa saja, sehingga petani tidak mengeluarkan biaya tenaga kerja. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Misalnya, tenaga kerja pria biasanya melakukan pekerjaan pengolahan tanah, pemupukan, penyemprotan, dan panen, sedangkan jenis pekerjaan seperti pembibitan, penyiraman, pemupukan dan penyiangan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Tenaga mekanik digunakan untuk mengolah dan meratakan tanah. Tenaga kerja ternak bersifat substitusi pengganti tenaga kerja mesin. Sebagian petani menggunakan ternak juga untuk mengurangi populasi gulma di areal tanam. Berdasarkan Tabel 9, penggunaan tenaga kerja pada kelompok umur 0-5 tahun lebih tinggi dibandingkan kelompok umur yang lain. Ini menunjukkan bahwa pada awal tahun tanam sampai tanaman sawit berumur 5 tahun memerlukan kebutuhan tenaga kerja yang lebih banyak disebabkan jenis pekerjaan yang harus dilakukan juga banyak seperti olah tanah, penanaman, penyiangan, penyiraman bibit, pemupukan, dll. 5. Peralatan Beberapa peralatan yang digunakan petani dalam mengelola lahannya adalah cangkul, kored, parang, garu, egrek, beko, semprotan, dodos dan tojok. Biasanya peralatan seperti cangkul, parang, garu, dan kored digunakan petani untuk pengolahan dan pemeliharaan misalnya untuk penyiangan dan pembersihan
44
areal tanam. Semprotan berguna sebagai alat untuk mengaplikasikan pestisida dalam bentuk cair. Sementara itu, peralatan untuk memanen digunakan dodos, egrek, beko, dan tojok. Dodos digunakan untuk memanen tanaman yang berumur ≤ 8 tahun, sedangkan egrek digunakan untuk memanen tanaman yang berumur > 8 tahun. Beko digunakan untuk mengangkat hasil panen (TBS) ke tempat pengumpulan hasil (TPH) dan tojok digunakan untuk memindahkan TBS dari TPH ke dalam truk pengangkutan buah. 6. Pengangkutan panen Pengangkutan panen merupakan besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam sekali panen untuk mengangkut hasil panen sampai ke lokasi pabrik atau tempat pemasaran. Biaya angkut panen untuk sampai ke lokasi pasar ada yang ditanggung oleh petani dan ada juga yang ditanggung oleh penjual. Jika biaya ditanggung penjual, maka petani tidak perlu mengeluarkan biaya angkut panen. Pada Tabel 10 menunjukkan biaya angkut panen pada berbagai kelompok umur tanaman. Biaya pada awal tanam saat umur tanaman 0-5 tahun sebesar 3,2 juta lebih besar dibandingkan biaya angkut panen saat umur tanaman 16-20 tahun sebesar 2,3 juta. Hal ini diduga karena petani pada awal tanam masih kurang berpengalaman dalam mengelola hasil panen sehingga pengangkutan panen belum lancar dan biaya angkut menjadi lebih besar.
Gambar 8. Grafik Jumlah Biaya Usahatani per hektar Menurut Kelas Umur Tanaman
Hasil rekapitulasi perincian jumlah biaya usahatani menurut kelas umur tanaman menunjukkan bahwa penggunaan biaya usahatani paling tinggi terdapat pada kelas umur tanaman 0-5 tahun yaitu sebesar Rp 12.826.321. Pada kelas umur tanaman 0-5 tahun, seluruh komponen input usahatani digunakan untuk
45
menghasilkan produksi, mulai dari bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, peralatan, dan biaya angkut panen, sehingga biaya produksi lebih besar dibandingkan dengan biaya produksi menurut kelas umur lainnya. Kemudian diikuti oleh kelas umur tanaman 11-15, 6-10, >21, dan 16-20 tahun dengan biaya berturut-turut sebesar Rp 9.523.919, Rp 9.486.171, Rp 9.412.382, Rp 7.025.174. Pada umumnya, produksi tanaman kelapa sawit yang berumur >21 tahun mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya umur tanaman. Salah satu upaya yang dilakukan petani untuk dapat mempertahankan produktivitas tanamannya adalah dengan menambah komponen input usahatani berupa pupuk. Dengan penambahan komponen pupuk diharapkan dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan hasil produksi yang bisa dicapai.
5.4. Perbandingan Produktivitas Menurut Kelas Umur Tanaman dan Status Kepemilikan Lahan Analisis ini dilakukan untuk membandingkan rata-rata produktivitas kelapa sawit pada kelas umur tanaman dengan status kepemilikan lahan yang berbeda di kebun plasma. Hasil perhitungan ANOVA (Tabel 11) untuk kelas umur tanaman didapat nilai F-hitung sebesar 5,899 dengan tingkat signifikansi 0,0005. Nilai p-level yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa kelas umur tanaman memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas kelapa sawit. Sementara itu, status kepemilikan lahan berbeda nyata pada selang kepercayaan 80% dan interaksi keduanya berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 70%. Tabel 11. Hasil ANOVA Sumber Keragaman Kelas Umur Tanaman Status Lahan Kelas Umur Tanaman*Status Lahan Error
Jumlah Kuadrat 389177863,7 51058837,3
Derajat bebas 4,0 2,0
Kuadrat tengah 97294465,9 25529418,7
F
P
5,9 1,5
0,0 0,2
39399356,3
2,0
19699678,1
1,2
0,3
907066846,5
55,0
16492124,5
Untuk mengetahui interaksi faktor mana yang menghasilkan perbedaan yang signifikan terhadap produktivitas kelapa sawit di kebun plasma dilakukan uji lanjut dengan menggunakan metode Tukey. Hasil perhitungan uji Tukey disajikan pada Tabel 12.
46
Tabel 12. Hasil perhitungan uji Tukey No {1} {4} {5} {7} {8} {9} {10} {11} {13}
Umur Tanaman (Tahun) 0-5 6-10 6-10 11-15 11-15 11-15 16-20 16-20 >21
Status Lahan 1 1 2 1 2 3 1 2 1
{1} 7366,7 0,342 1,000 0,101 0,202 1,000 0,856 0,851 1,000
{4} 13070, 0,342 0,883 0,860 0,949 0,966 1,000 1,000 0,009
{5} 7200,0 1,000 0,883 0,633 0,625 1,000 0,978 0,940 1,000
Approximate Probabilities for Post Hoc Tests Error: antara K.Tengah = 1649E4, derajat bebas = 55,000 Interaksi : Umur tanaman & status lahan Keterangan: cetak tebal menunjukkan nyata pada selang kepercayaan s/d 70% Status lahan 1 : milik sendiri 2 : sewa 3 : garap
{7} 15153, 0,101 0,860 0,633 1,000 0,805 0,916 1,000 0,002
{8} 16053, 0,202 0,949 0,625 1,000 0,783 0,923 1,000 0,029
{9} 8400,0 1,000 0,966 1,000 0,805 0,783 0,997 0,979 1,000
{10} 11983, 0,856 1,000 0,978 0,916 0,923 0,997 1,000 0,414
{11} 14400, 0,851 1,000 0,940 1,000 1,000 0,979 1,000 0,635
{13} 6188,0 1,000 0,009 1,000 0,002 0,029 1,000 0,414 0,635
47
Berdasarkan Tabel 12, desain faktorial dengan faktor umur tanaman dan status kepemilikan lahan diperoleh bahwa pada status kepemilikan lahan yang sama yaitu lahan milik sendiri, produktivitas tanaman umur 6-10 tahun sebesar 13 ton/ha berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur > 21 tahun sebesar 6 ton/ha. Sama halnya dengan produktivitas tanaman umur 11-15 tahun yang sebesar 15 ton/ha juga berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur > 21 tahun. Produktivitas tanaman umur > 21 tahun hanya diperoleh 6 ton/ha karena lahan yang dikelola petani menurut data yang diperoleh adalah lahan yang umur tanamannya 25, 26, 27, dan 28 tahun dengan jumlah petani hanya sebanyak 6 orang, sehingga produktivitas kelompok umur tanaman > 21 tahun sangat kecil dibandingkan dengan produktivitas umur tanaman 6-10 dan 11-15 tahun. Selain itu, pada lahan yang dikelola milik sendiri, produktivitas tanaman pada kelompok umur 0-5 tahun berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur 11-15 tahun. Produktivitas tanaman pada kelompok umur 0-5 tahun yang dikelola di lahan milik sendiri juga berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur 1115 tahun di lahan sewa. Selain itu, produktivitas tanaman pada kelompok umur 11-15 tahun yang dikelola di lahan sewa berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur > 21 tahun di lahan milik sendiri. Produktivitas paling tinggi adalah kelompok umur 11-15 tahun sebesar 16 ton/ha (di lahan sewa) sedangkan umur > 21 tahun hanya 6 ton/ha (di lahan milik sendiri). Produktivitas tanaman umur 11-15 tahun yang dikelola di lahan milik sendiri lebih rendah (sebesar 15 ton/ha) dibandingkan dengan produktivitas tanaman umur 11-15 tahun di lahan sewa (sebesar 16 ton/ha). Pada kelompok umur yang sama dengan status kepemilikan lahan berbeda ternyata menghasilkan produktivitas yang berbeda pula. Grafik produktivitas kelapa sawit antar status kepemilikan lahan pada kelompok umur tanaman 11-15 tahun disajikan pada Gambar 9.
48
Gambar 9. Grafik Produktivitas Kelapa Sawit antar Status Kepemilikan Lahan pada Kelompok Umur Tanaman 11-15 Tahun
Para petani yang mengelola lahan sewa dibebani kewajiban untuk membayar biaya sewa lahan. Ini mendorong mereka untuk bekerja lebih giat dalam mengelola lahan sedemikian rupa agar produksi yang diperoleh bisa tinggi. Dengan demikian, produktivitas tanaman umur 11-15 tahun di lahan sewa bisa lebih tinggi daripada di lahan milik sendiri. Berbeda dengan status lahan garap yang produktivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan status lahan milik sendiri dan sewa. Hal ini diduga karena pihak penggarap mendapatkan hak atas tanah dengan perjanjian bagi hasil antara pemilik dan penggarap tanah serta tidak ada kewajiban untuk membayar sewa lahan. Pembelian input produksi menjadi tanggungjawab pihak penggarap. Sehingga pihak penggarap kurang berantusias dalam mengelola lahannya karena setengah dari hasil keuntungan yang diperoleh diberikan kepada pemilik sementara input produksi tetap menjadi tanggungan pihak penggarap.
5.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kelapa Sawit di Kebun Plasma Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kelapa sawit didahului dengan analisis faktor terhadap kelompok variabel internal usahatani. Analisis dilakukan terhadap 12 variabel yang meliputi faktor umur tanaman, jumlah bibit, kebutuhan pupuk, jumlah pestisida, jumlah tenaga kerja, peralatan, biaya angkut panen, pemupukan rutin dan faktor eksternal (pengalaman dan pendidikan petani, pekerjaan sampingan, serta status kepemilikan lahan). Potensi
49
multikolinearitas cukup besar jika seluruh variabel asal terkait input produksi pertanian diikutsertakan dalam regresi berganda. Di sisi lain eliminasi terhadap variabel dihindari karena variabel tersebut penting berkontribusi terhadap pencapaian produktivitas usahatani. Oleh karena itu diperlukan analisis faktor terhadap seluruh variabel input usahatani, dan diharapkan seluruh input usahatani tersebut masuk dalam permodelan. Analisis faktor menghasilkan nilai akar ciri (eigenvalues), tabel kumulatif akar ciri (communalities), tabel nilai factor loadings, dan tabel nilai factor scores. Nilai akar ciri dari faktor-faktor baru sebesar 72,23% seperti tertera pada Tabel 13. Artinya, faktor-faktor baru yang dihasilkan mampu menjelaskan keragaman data awal sebesar 72,23%. Nilai ini menunjukkan suatu deskripsi yang cukup baik karena nilai akar ciri tersebut berada di atas 70%. Tabel 13. Akar ciri Komponen-komponen Utama Komponen utama Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3
Akar ciri 3,09 1,67 1,02
% Total keragaman 38,63 20,85 12,75
kumulatif akar ciri 3,09 4,76 5,78
kumulatif (%) 38,63 59,48 72,23
Nilai pada tabel akar ciri pada dasarnya menerangkan keragaman data baru pada ketiga faktor utama yang terbentuk. Besarnya keragaman data masingmasing variabel asal terhadap ketiga faktor utama dapat dijelaskan dengan nilai kumulatif akar ciri (communalities) seperti tertera pada Tabel 14. Tabel 14. Nilai kumulatif akar ciri hasil analisis faktor Variabel asal Umur bibit (Rp) pupuk (kg/ha/tahun) pestisida (Rp) TK (org) Alat (Rp) Panen (Rp) Pemupukan rutin
From 1 Factor
From 2 Factors
From 3 Factors
Multiple R-Square
0,020 0,005
0,106 0,151
0,734 0,563
0,280 0,214
0,006
0,686
0,706
0,331
0,436 0,461 0,814 0,686
0,444 0,759 0,819 0,723
0,721 0,759 0,835 0,731
0,451 0,634 0,644 0,504
0,026
0,700
0,730
0,438
Analisis faktor terhadap 8 variabel input produksi yang mempengaruhi tingkat produktivitas kelapa sawit di Kebun Plasma menghasilkan tiga faktor baru
50
yang orthogonal satu sama lain. Variabel-variabel asal dikelompokkan ke dalam faktor-faktor baru yang diinterpretasikan berdasarkan nilai factor loading-nya. Variabel-variabel asal yang berkorelasi dengan faktor-faktor baru atau dianggap sebagai penciri pada komponen utama ke-i dijelaskan dengan nilai marked loading yang lebih dari 0,7. Nilai factor loading selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Nilai Factor Loading Analisis Komponen Utama Variabel asal Umur tanaman bibit (Rp) pupuk (kg/ha/tahun) pestisida (Rp) TK (org) Alat (Rp) Panen (Rp) Pemupukan rutin
Faktor 1
Faktor 2
Faktor 3
-0,14 0,07 -0,07
0,29 -0,38 0,82 0,09 -0,55 -0,07 -0,19
0,79 0,64 0,14
0,66 0,68 0,90 0,83 -0,16
0,82
-0,53 -0,02 -0,12 0,09 -0,17
Expl.Var
2,45
1,93
1,39
Prp.Totl
0,31
0,24
0,17
Keterangan : Cetak tebal : penciri yang berpengaruh nyata terhadap faktor utama
Penjelasan untuk ketiga faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1) Faktor utama 1 (F1) berkorelasi positif dengan pestisida, tenaga kerja, alat, dan panen selanjutnya disebut dengan variabel biaya input usahatani non pemupukan 2) Faktor utama 2 (F2) berkorelasi positif dengan pupuk dan jadwal pemupukan, selanjutnya disebut dengan variabel teknik pemupukan 3) Faktor utama 3 (F3) berkorelasi positif dengan umur tanaman dan bibit, selanjutnya disebut dengan variabel umur tanaman Hasil analisis faktor yang lain faktor skor (F scores), yakni tabel yang menyajikan titik-titik data baru hasil analisis komponen utama. Nilai-nilai pada F scores inilah yang digunakan untuk analisis regresi berganda. Selengkapnya nilainilai pada PC scores tertera pada Lampiran 1. Selanjutnya, hasil analisis faktor berupa nilai-nilai pada tabel faktor skor tersebut digunakan untuk analisis regresi berganda metode forward stepwise. Persamaan hasil regresi berganda dengan produktivitas sebagai variabel tujuan tertera pada Tabel 16.
51
Tabel 16. Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Produktivitas sebagai Fungsi Tujuan Pendidikan Petani (Tahun) Biaya input usahatani non pemupukan Teknik pemupukan Umur tanaman d1 d22
Beta
Std.Err. of Beta
t(55)
p-level
0,43 -0,06 0,14 -0,06 0,08 0,46
0,19 0,04 0,04 0,04 0,05 0,18
2,30 -1,37 3,47 -1,48 1,47 2,54
0,02 0,18 0,00 0,14 0,15 0,01
R2 R2 adjusted Std.Error of estimate (SE) Keterangan : * : nyata pada selang kepercayaan 85% ** : nyata pada selang kepercayaan 95% d1 : pekerjaan sampingan d22 : status kepemilikan lahan sewa
** ** * * **
91% 90% 4226,0
Analysis of Variance; DV: Produktifitas (kg/ha/th) (Analisis di Plasma) Kuadrat Tengah S.Keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Galat Regress. 1,027456E+10 6 1,712427E+09 1,035821E+09 58 1,785899E+07 Galat Total 1,131038E+10
F 95,89
p-level 0,00
Hasil uji ANOVA atau F-test menunjukkan Fhitung adalah 95,9 dengan nilai peluang galat uji (p-level) 0,00. Berhubung nilai p-level (0,00) jauh lebih kecil dari α (0,05), maka model regresi bisa dipakai untuk memprediksi produktivitas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variabel-variabel penduga secara bersama-sama berpengaruh terhadap produktivitas. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda diperoleh nilai R sebesar 0,95 menunjukkan bahwa korelasi/hubungan antara produktivitas dengan variabelvariabel bebasnya adalah kuat karena nilai di atas 0,5. Nilai R-square atau koefisien determinasi adalah 0,9084. Hal ini berarti 90,84% variasi dari produktivitas bisa dijelaskan oleh variasi variabel-variabel bebasnya. Sisanya (100% - 90,84% = 9,16%) dijelaskan oleh sebab-sebab lainnya atau tidak dapat dijelaskan dengan variabel bebas yang digunakan. Standard Error Estimate (SEE) adalah 4226,0 atau 4226 kg/ha/th (satuan yang dipakai adalah variabel tak bebas atau produktivitas). Makin kecil SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel bebas.
52
Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa pendidikan petani, teknik pemupukan, dan status kepemilikan lahan sewa berpengaruh nyata terhadap tingkat produktivitas kelapa sawit pada selang kepercayaan 95%. Umur tanaman dan pekerjaan sampingan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan antara 85-95%. Hubungan antara variabel-variabel tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan yang disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Persamaan hasil analisis regresi berdasarkan karakteristik responden No
Persamaan
Karakteristik responden
1
Y = 0,43X1 - 0,06F1 + 0,14F2 - 0,06F3 + 0,54
A
2
Y = 0,43X1 - 0,06F1 + 0,14F2 - 0,06F3 + 0,46
B
Keterangan : A : sewa lahan dan memiliki pekerjaan sampingan B : sewa lahan, tidak memiliki pekerjaan sampingan Y : produktivitas X1 : pendidikan petani (tahun) F1 : variabel biaya input usahatani non pemupukan F2 : variabel teknik pemupukan F3 : variabel umur tanaman
Uraian untuk masing-masing faktor penduga akan dikemukakan berikut ini: a. Pendidikan Petani Pendidikan petani merupakan faktor yang berpengaruh positif dan secara statistik sangat nyata (p-level 0,02). Artinya, setiap penambahan pendidikan petani selama 1 tahun nyata menyebabkan kenaikan produktivitas sebesar 0,43 kg/ha/tahun. Tingkat pendidikan terkait dengan kemampuan memahami dan mengadopsi introduksi teknologi. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka kualitas sumberdaya petani akan semakin baik. Petani dapat lebih memahami permasalahan pengelolaan dan mengerti bagaimana langkah pemecahannya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Dengan demikian akan berdampak positif terhadap peningkatan produksi tanaman yang dikelola. b. Biaya Input Usahatani Non Pemupukan Faktor ini terdiri dari pestisida, tenaga kerja, alat, dan panen. Keempat variabel tersebut merupakan faktor yang berpengaruh negatif terhadap produktivitas, namun secara statistik tidak nyata (p-level 0,18). Pestisida dapat berpengaruh positif jika pemakaiannya tidak melebihi dosis atau aturan pakai. Jika pemakaiannya terlalu berlebih dapat berakibat negatif terhadap produksi karena dapat menyebabkan keracunan bagi tanaman bahkan kematian. Hasil
53
panen yang diangkut dapat berpengaruh negatif terhadap produktivitas jika jarak dari TPH sampai ke lokasi pabrik atau tempat pemasaran terlalu jauh. Semakin lama waktu perjalanan yang ditempuh maka berat tiap TBS yang diangkut dapat
mengalami penyusutan sehingga mengurangi tingkat
produktivitas yang dicapai. Sarana pertanian berupa cangkul, parang, kored, beko, dan lain-lain merupakan alat yang membantu para petani untuk mengolah lahannya dan memelihara tanamannya sehingga mereka tidak perlu bersusah payah untuk memperkerjakan orang. Namun, jika petani bekerja sendiri di lahannya maka pekerjaan akan menjadi tidak terspesifikasi (khusus) sehingga petani sulit berkonsentrasi penuh terhadap tugas-tugasnya. Adanya distribusi atau pembagian tugas yang tidak jelas dapat menyebabkan penurunan produktivitas karena semua pekerjaan tidak terinci untuk dikerjakan. Selain itu, faktor tenaga kerja juga dapat berpengaruh negatif terhadap produktivitas apabila penggunaan tenaga kerja tidak diimbangi dengan pembagian tugas yang terspesifikasi dengan baik. Para pekerja biasanya kurang semangat bila pekerjaan yang mereka kerjakan terlalu berat sementara jumlah tenaga kerjanya banyak. Mereka merasa kurang bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik karena beranggapan
bahwa
masih
ada
tenaga/orang
lain
yang
akan
menyelesaikannya. Pengawasan kerja di kebun plasma juga tidak ketat seperti di kebun inti. Ini dapat menyebabkan produktivitas menjadi rendah karena etos tenaga kerjanya juga rendah. c. Teknik Pemupukan Faktor kebutuhan pupuk dan rutinitas pemupukan merupakan faktor yang berpengaruh positif sangat nyata (p-level 0,00). Artinya, setiap penambahan dosis pupuk sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan produktivitas yang secara statistik sangat nyata sebesar 0,14 kg/ha/tahun. Demikian pula dengan jadwal pemupukan, petani yang melakukan pemupukan secara rutin akan mendapatkan hasil produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang tidak memupuk secara rutin.
54
d. Umur Tanaman Faktor yang terdiri dari umur tanaman dan bibit merupakan faktor yang berpengaruh negatif nyata (p-level 0,14) terhadap tingkat produktivitas kelapa sawit. Umur tanaman berpengaruh negatif terhadap tingkat produktivitas, yang artinya bahwa semakin tua tanaman cenderung semakin turun pula tingkat produktivitasnya. Umur tanaman memberikan respon negatif diduga karena kualitas bibit yang ditanam kurang baik. Ini kemungkinan karena kebutuhan bibit setiap petani kemungkinan tidak sama dan kualitas bibit yang ditanam juga berbeda antar petani yang satu dengan yang lain. Kualitas bibit sangat mempengaruhi produktivitas yang dicapai. Keterbatasan modal dan daya beli sarana produksi yang rendah diduga dapat menjadi penyebab kualitas bibit yang dibeli petani tidak baik atau bukan merupakan bibit unggul. Selain itu, para petani di kebun plasma biasanya juga tidak melakukan seleksi bibit secara cermat ketika bibit siap salur akan dipindahkan ke areal tanam. Beberapa alasan inilah yang mungkin menjadi pemicu produktivitas tanaman kelapa sawit mengalami penurunan. e. Pekerjaan Sampingan dan status kepemilikan lahan Pekerjaan sampingan merupakan faktor yang berpengaruh positif nyata (plevel 0,15), dan status kepemilikan lahan berpengaruh positif sangat nyata (plevel 0,01). Menurut karakteristik responden (Tabel 17 Terdahulu), petani yang
menyewa
lahan
dan
memiliki
pekerjaan
sampingan
mampu
meningkatkan produktivitas yang secara statistik nyata sebesar 0,54 kg/ha/th, lebih tinggi dibandingkan petani yang menyewa lahan namun tidak memiliki pekerjaan sampingan. Hal ini diduga karena petani pada karakteristik A merupakan petani yang masih memiliki keterbatasan modal dan sumberdaya sehingga mereka lebih giat dalam mengolah lahannya agar produksi yang dicapai maksimal sehingga keuntungan yang diperoleh dapat digunakan untuk membayar sewa lahan. Apabila belum tercukupi maka petani mencari pekerjaan sampingan lain untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi dan rumah tangga keluarganya. Jenis pekerjaan sampingan yang dilakukan para petani antara lain menjadi tukang ojek, buruh harian lepas, satpam, dan pedagang sembako. Petani pada karakteristik B merupakan petani yang sudah
55
mapan, atau petani tersebut justru mengelola lahannya hanya sebagai pekerjaan sampingan karena telah memiliki pekerjaan utama, misalnya menjadi pegawai pemerintahan/PNS. Dengan demikian, petani pada karakteristik B tidak bergantung sepenuhnya pada hasil produksi sawit yang ditanam. Meskipun demikian, para petani masih tetap mampu membayar sewa lahan.
5.6. Hirarki/Tingkat Perkembangan Desa-desa di Kecamatan Torgamba Hasil analisis skalogram tahun 2003 dan tahun 2008 menunjukkan IPD dan tingkat hirarki desa-desa di Kecamatan Torgamba. Desa-desa dengan Indeks Perkembangan Desa tinggi menunjukkan tingkat perkembangan wilayah desa yang tinggi. Sebaliknya, desa-desa dengan nilai Indeks Perkembangan Desa rendah menunjukkan tingkat perkembangan desa yang rendah. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus pada Tabel 5 terdahulu, diperoleh kisaran nilai IPD untuk penentuan hirarki desa sebagai berikut : Tahun 2003 Hirarki I
: IPD ≥ 52,48
Hirarki II
: 38,42 < IPD < 52,48
Hirarki III
: IPD < 38,42
Tahun 2008 Hirarki I
: IPD ≥ 52,16
Hirarki II
: 35,18 < IPD < 52,16
Hirarki III
: IPD < 35,18
Dengan menggunakan selang penetapan hirarki ini diketahui hirarki masing-masing desa seperti tertera pada Tabel 18 serta Lampiran 2 dan 3. Pada tahun 2003 Desa Aek Batu dan Desa Beringin Jaya termasuk ke dalam hirarki I, Desa Asam Jawa, Bangai, Rasau, Aek Raso termasuk hirarki II, dan Desa Bunut, Torgamba, Pinang Dame, Bukit Tujuh, Pangarungan, Teluk Rampah, Sungai Meranti, Torganda termasuk hirarki III. Pada tahun 2008, Desa Torgamba, Aek Batu dan Asam Jawa termasuk hirarki I, Desa Beringin Jaya termasuk hirarki II dan 10 desa lainnya termasuk ke dalam hirarki III.
56
Tabel 18. IPD dan Hirarki Desa-desa di Kecamatan Torgamba tahun 2003 dan 2008 IPD dan Tingkat Hirarki Desa pada Peningkatan (+) Tahun No Nama Desa / Penurunan (-) 2003 2008 Hirarki 1 Aek Batu 70,48 I 74,17 I 0 2 Beringin Jaya 59,04 I 37,75 II -1 3 Asam Jawa 49,67 II 62,10 I +1 4 Bangai 41,83 II 13,80 III -1 5 Rasau 40,11 II 31,21 III -1 6 Aek Raso 39,61 II 30,33 III -1 7 Bunut 38,35 III 32,52 III 0 8 Torgamba 37,83 III 54,93 I +2 9 Pinang Dame 36,51 III 22,97 III 0 10 Bukit Tujuh 28,52 III 19,22 III 0 11 Pangarungan 28,01 III 25,73 III 0 12 Teluk Rampah 26,13 III 30,51 III 0 13 Sungai Meranti 21,08 III 29,55 III 0 14 Torganda 20,68 III 27,71 III 0 Keterangan : Hirarki tetap Hirarki menurun Hirarki meningkat
:0 :-1 : +1 dan +2
Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu 5 tahun, beberapa desa di Kecamatan Torgamba telah mengalami perubahan hirarki ada yang meningkat, ada yang menurun, tetapi ada juga yang tetap (tidak berubah). Desa yang mengalami peningkatan perkembangan ada 2 desa yaitu desa Asam Jawa dan desa Torgamba. Desa yang mengalami penurunan perkembangan ada 4 desa yaitu desa Beringin Jaya, Bangai, Rasau, dan Aek Raso. Sisanya ada 8 desa yang tidak mengalami perubahan perkembangan (hirarki tetap), yaitu desa Aek Batu, Bunut, Pinang Dame, Bukit Tujuh, Pangarungan, Teluk Rampah, Sungai Meranti, dan Torganda. Peta Hirarki Kecamatan Torgamba Tahun 2003 dan 2008 tertera pada Gambar 10.
57
Gambar 10. Peta Hiraki Kecamatan Torgamba Tahun 2003 dan 2008
Desa Asam Jawa merupakan daerah perkotaan dan dilalui oleh jalan utama. Adanya jalan utama dapat mempermudah penduduk mencapai fasilitas yang dibutuhkan. Desa Asam Jawa mengalami peningkatan perkembangan dari segi fasilitas pendidikan, sosial, perekonomian. Sementara itu, Desa Torgamba yang juga dilalui jalan utama, meskipun bukan sebagai daerah perkotaan namun terdapat berbagai sarana dan prasarana yang lengkap sehingga menjadi hirarki I. Desa Torgamba mengalami peningkatan perkembangan dari segi fasilitas kesehatan, sosial dan perekonomian. Dua desa ini merupakan pusat perbelanjaan bagi penduduk desa disekitarnya. Desa Beringin Jaya mengalami penurunan perkembangan dari hirarki I menjadi hirarki II. Beberapa fasilitas yang terdapat di desa Beringin Jaya kurang mendapat perhatian dari penduduknya terutama fasilitas pendidikan dan kesehatan. Keadaan ini mendorong pihak aparat desa meniadakan fasilitas tersebut. Pengurangan jumlah fasilitas yang tersedia menyebabkan desa Beringin Jaya tidak lagi berhirarki I, ditambah semakin meningkatnya lahan yang digunakan untuk areal perkebunan di desa tersebut. Desa Bangai, Rasau, dan Aek Raso merupakan desa yang jauh dari pusat perkotaan dan lebih dikembangkan
58
sebagai daerah perkebunan sehingga menjadi kurang berkembang. Desa Rasau mengalami penurunan perkembangan desa dari segi fasilitas kesehatan dan perekonomian. Desa Bangai mengalami penurunan perkembangan desa dari segi fasilitas pendidikan, kesehatan, sosial dan perekonomian. Desa Aek Raso mengalami penurunan perkembangan desa dari segi fasilitas pendidikan. Desa Torgamba dan Desa Aek Raso merupakan daerah perkebunan kelapa sawit milik PT. Perkebunan Nusantara-III. Keterkaitan antara produktivitas kelapa sawit dengan hirarki desa tertera pada Tabel 19. Pada umur tanaman > 21 tahun, tingkat produktivitas perkebunan inti yang terletak di desa Torgamba lebih tinggi sebesar 10.921,5 kg/ha dibandingkan dengan produktivitas perkebunan plasma di desa Aek Raso hanya sebesar 6.188,0 kg/ha (Tabel 19). Produktivitas yang tinggi tentu akan menghasilkan keuntungan yang besar bagi perusahaan dan secara tidak langsung
dapat
berdampak
pada
peningkatan kesejahteraan
masyarakat
perkebunan. Dengan demikian, semakin besar keuntungan perusahaan maka perkembangan desa juga akan semakin meningkat. Hal ini berkaitan dengan hirarki desa karena terbukti bahwa desa Torgamba dalam selang waktu 5 tahun mengalami perubahan peningkatan hirarki dari hirarki III tahun 2003 menjadi hirarki I tahun 2008. Sebaliknya, Desa Aek Raso mengalami penurunan perkembangan hirarki dari hirarki II tahun 2003 menjadi hirarki III tahun 2008. Tabel 19. Keterkaitan Produktivitas Kelapa Sawit dengan Hirarki Desa Desa Status Hirarki 2003 Hirarki 2008 Produktivitas (kg/ha)
Umur Tanaman
0–5 5 – 10 11 – 15 16 – 20 > 21
Torgamba Inti III I 7.521,2 14.951,9 10.921,5
Aek Raso Plasma II III 7.366,7 12.902,1 14.882,7 12.466,4 6.188,0
Desa Torgamba mengalami perkembangan lebih cepat dibandingkan dengan Desa Aek Raso diduga karena lokasi kantor kebun dan pabrik pengolahan tandan buah kelapa sawit terletak di Desa Torgamba. Berdasarkan hasil survei lapang, pembangunan infrastruktur desa Torgamba banyak mendapat bantuan dari perusahaan inti yang bekerja sama dengan aparat desa Torgamba tersebut.
59
Perusahaan inti mendukung komunitas utama (masyarakat perkebunan) dengan menerapkan Program Bina Lingkungan, yaitu program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat di wilayah usaha PTPN-III melalui pemanfaatan dana dari bagian laba perusahaan. Tujuan program Bina Lingkungan adalah untuk dapat mewujudkan hubungan yang harmonis dengan masyarakat di sekitar wilayah perkebunan serta menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi kerakyatan sehingga tercapai pemerataan pembangunan. Bentuk bantuan Bina Lingkungan yang diberikan kepada masyarakat antara lain : Bantuan pendidikan atau pelatihan Bantuan peningkatan kesehatan Bantuan pengembangan sarana dan prasarana umum Bantuan sarana ibadah Bantuan korban bencana alam Berdasarkan data PODES, fasilitas pendidikan di Desa Aek Raso tahun 2003 terdapat TK 1 unit, SD 6 unit, dan pondok pesantren 1 unit sedangkan pada tahun 2008 jumlah SD berkurang menjadi 3 unit, sementara TK dan pondok pesantren tidak ada lagi. Pembangunan sarana dan prasarana umum di Desa Aek Raso kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah, terutama dari sektor fasilitas pendidikan. Menurut masyarakat setempat, faktor kurangnya tenaga didik serta minat masyarakat yang rendah menjadi alasan tidak berfungsinya bangunan sehingga sarana pendidikan menjadi berkurang. Berkurangnya sarana prasarana desa menyebabkan penurunan hirarki/tingkat perkembangan desa tersebut.