PENGARUH PENGGUNAAN HERBISIDA TERHADAP KEMUDAHAN TERBAKAR BAHAN BAKAR DALAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
RIZAL JAELANI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENGARUH PENGGUNAAN HERBISIDA TERHADAP KEMUDAHAN TERBAKAR BAHAN BAKAR DALAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
RIZAL JAELANI E14204042
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENGARUH PENGGUNAAN HERBISIDA TERHADAP KEMUDAHAN TERBAKAR BAHAN BAKAR DALAM KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Oleh: Rizal Jaelani dan Prof.Dr.Ir.Bambang Hero Saharjo,M.Agr. PENDAHULUAN. Hutan mengalami banyak gangguan baik bencana alam atau karena ulah manusia. Lebih-lebih saat ini campur tangan manusia makin banyak bahkan tidak terbendung lagi sehingga sebagian kerusakan hutan disebabkan oleh faktor manusianya sendiri. Salah satu gangguan tersebut adalah terjadinya kerusakan hutan dan lahan khususnya dalam hal pembukaan lahan dengan api sehingga mengakibatkan kebakaran. Berbagai metode penyiapan lahan telah dipraktekkan yaitu teknik tebas dan bakar (slash and burn). Namun, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang semakin cepat dan pencemaran asap di udara dikaitkan dengan pembakaran dalam kegiatan pembukaan lahan, maka berbagai upaya dilakukan, baik dalam skala nasional maupun internasional untuk mencari metode alternatif penyiapan lahan yang efektif. BAHAN dan METODE. Pengambilan sampel bahan bakar dalam 3200 m2. Dalam setiap petak berukuran 400 m2 berjumlah 8 petak dan terdapat subpetak yang berjumlah 3 yang berukuran tiap subpetak 1 m2. Pada setiap petak pengamatan dilakukan pengambilan sampel dengan menebas bahan bakar dari permukaan tanah. Bahan bakar yang telah dipotong dimasukkan dalam plastik yang telah diberi label tiap petak. Bahan bakar tersebut ditimbang untuk mengetahui berat bahan bakar sementara. Dari berat sementara diambil berat minimal untuk berat sampel bahan bakar yang akan disemprot herbisida Gramoxone dan Rollup dengan dosis 10 ml ; 30 ml ; 50 ml ; dan 70 ml. Setelah itu, ditimbang untuk mengambil berat sampel untuk pengukuran kadar air. Pengamatan bahan bakar dilakukan secara visual yang mencakup suhu, kelembaban, dan perubahan warna serta kondisi fisik dalam waktu seminggu. Pengukuran ketebalan bahan bakar dan pengukuran lamanya waktu pembakaran dengan menggunakan stopwatch pada berbagai tahap dalam proses kebakaran yaitu Pre ignition, Flamming, Smoldering, Glowing, dan Extinction. HASIL dan PEMBAHASAN. Aplikasi herbisida jenis Gramoxone dan Rollup dengan dosis 0 ml (kontrol) ; 10 ml ; 30 ml ; 50 ml ; dan 70 ml dapat menyebabkan perubahan pada berat bahan bakar. Pada bahan bakar tanpa aplikasi herbisida (kontrol) berat bahan bakar berkurang dari 350 gram menjadi 266,67 gram dengan penyusutan sekitar 23,8 %. Pada dosis 10 ml herbisida Gramoxone berat bahan bakar menjadi 220,63 gram dengan penyusutan 35,9 %. Pada dosis 30 ml herbisida Gramoxone berat bahan bakar menjadi 225,77 gram dengan penyusutan sekitar 35,4 %. Begitu pula dengan dosis 50 ml berat bahan bakar menjadi 214 gram dengan penyusutan sekitar 38,8 % dan penyusutan 36,1 % pada dosis 70 ml dengan berat bahan bakar 223,6. Rollup dosis 0 ml (kontrol), berat bahan bakar setelah penyemprotan dari 350 gram menjadi 286,67 gram dengan penyusutan 18 %. Sedangkan berat pada dosis 10 ml yaitu 212,77 gram dengan penyusutan 29,21 %, dosis 70 ml berat bahan bakar menjadi 215,43 gram. Untuk pengukuran lamanya waktu pembakaran waktu yang cepat terbakar pada Gramoxone terdapat pada dosis 70 ml dengan waktu 2 menit 14 detik, sedangkan pada kontrol mempunyai waktu 3 menit 19 detik untuk waktu terlama. Pada Rollup waktu yang tercepat yaitu pada dosis 30 ml, dengan waktu 2 menit 8 detik, sedangkan yang terlama 2 menit 29 detik pada dosis 10 ml. Namun aplikasi herbisida tidak berbeda nyata terhadap lamanya waktu pembakaran. KESIMPULAN. Jenis herbisida Gramoxone dengan dosis 10 ml/m2, 30 ml/m2, 50 ml/m2, dan 70 ml/m2 efektif menimbulkan perubahan pengeringan bahan bakar selama 2 hari setelah aplikasi. Jenis herbisida Rollup dengan dosis yang sama menimbulkan perubahan selama 3 hari. Kontrol (0 ml/m2) perubahan pengeringan terlihat selama 1 minggu. Hal ini terlihat pada kondisi fisik bahan bakar seperti terjadi pengeringan dan penurunan berat bahan bakar. Setiap dosis yang berbeda tidak menimbulkan perbedaan lamanya waktu yang signifikan, sehingga pengaruh setiap dosis herbisida terhadap lamanya waktu pembakaran adalah sama. Kata kunci: Gramoxone, Rollup, Tahap Proses Pembakaran, Waktu
INFLUENCE THE USAGE OF HERBICIDE TO AMENITY BURNED FUEL IN FOREST FIRE AND LAND By: Rizal Jaelani Leaded by Prof.Dr.Ir.Bambang Hero Saharjo,M.Agr.
INTRODUCTION. Forest has had of a lot of troubles, such as natural disaster or human actions to forest. More in this time, interference of human kind have been going on uncontrolled about using of natural resources so some of forest take damages from human action uncontrolled. One of the trouble is happening destructive forest especially in land-clearing with fire so it will stimulate fire event in forest. Various land preparation method have practiced like slash and burn technique. But, as long as the increasing of awareness about the importance of advanced resources and environmental management and the smoke contamination on the air related to combustion in farm opening activity, so various effort conducted, like in national scale but also in international scale to look for effective and alternative method of land preparation. MATERIAL AND METHOD. Taking sample of fuel is in 3200 m2. Each plot has size 400 m2 with amount by 8 plot. There is subplot which has 3 subplots having size 1 m2. In each plot, it was conducted by taking sample by slashing fuel material from land surface. Fuel materials which have been cut are packed into a plastic which it is given by name of each plot. The fuel materials weighted for knowing weight of temporary fuel materials. From weight of fuel materials is taken a minimum weight for weight of sample of fuel materials sprayed by herbicide Gramoxone and Rollup with doses 10 ml ; 30 ml ; 50 ml ; and 70 ml. Afterwards, it is weighted again to take weight of sample for measurement of water content. Observation of fuel materials is conducted by observing visually like temperature, moisture, colour change and physic condition in during one week. Thickness measurement of fuel materials and duration of time measurement of combustion are conducted by using stopwatch at various phase in fire process like Pre ignition, Flaming, Smoldering, Glowing, and Extinction. RESULT AND DISCUSSION. Application of Herbicide type like Gramoxone and Rollup with doses 0 ml ( control) ; 10 ml ; 30 ml ; 50 ml ; and 70 ml can causes change of fuel material weight. Fuel material without herbicide application ( control) decreases from 350 gram to 266,67 gram with decreases about 23,8 %. At dose 10 ml herbicide, weight of fuel material using Gramoxone become 220,63 gram with decreasing about 35,9 %. At dose 30 ml herbicide, weight of fuel material using Gramoxone become 225,77 gram with decreasing about 35,4 %. Also at dose 50 ml herbicide, weight of fuel material using Gramoxone become 214 gram with decreasing about 38,8 % and at 70 ml decrease 36,1 % weighing of fuel 223,6 gram. Rollup control, weight of fuel material after spraying from 350 gram to 286,67 gram with decreasing 18 At dose 10 ml, weight of fuel material 212,77 gram with decreasing about 29,21 %. At 70 ml, weight of fuel material become 215,43 gram. Result of measurement of fastest time duration in combustion time which it is burn by Gramoxone : 70 ml with time 2 minute 14 second, while at control has time 3 minute 19 second. At Rollup of quickest time lies in dose 30 ml, with time 2 minute 8 second, while in long time 2 minute 29 second at dose 10 ml. But application of herbicide doesn’t make difference about time of combustion. CONCLUSION. Herbicide Gramoxone type using doses 10 ml/m2, 30 ml/m2, 50 ml/m2, and 70 ml/m2 stimulates effectively to change about draining of fuel materials during 2 day after application. Herbicide Rollup type using same doses stimulates draining process during 3 day. Draining change of control (0 ml/m2) looks during 1 week. It is looked at fuel condition physically like it occurs draining and decreasing of fuel materials. Every different doses doesn’t make time difference significantly, so effect of every herbiside doses to time duration of combustion is same. Keyword: Gramoxone, Rollup, Phase in fire process, Time
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi
: Pengaruh Penggunaan Herbisida Terhadap Kemudahan Terbakar Bahan Bakar dalam Kebakaran Hutan dan Lahan.
Nama
: Rizal Jaelani
NIM
: E14204042
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr. NIP. 131 878 497
Mengetahui Dekan Fakultas Kehutanan IPB
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788 Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Penggunaan Herbisida Terhadap Kemudahan Terbakar Bahan Bakar dalam Kebakaran Hutan dan Lahan adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2008 Rizal Jaelani NRP E14204042
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
segala
rahmat
dan
hidayahNya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk tugas akhir di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Dalam penelitian ini penulis mengambil judul Pengaruh Penggunaan Herbisida Terhadap Kemudahan Terbakar Bahan Bakar dalam Kebakaran Hutan dan Lahan. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai mudahnya suatu bahan bakar mengalami pengeringan sehingga pada saat dibakar dapat dilakukan dengan cepat dan mampu menghasilkan asap yang tipis dengan dampak yang seminimum mungkin. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada segenap pihak kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr., yang telah banyak memberikan
bimbingan
dan
pengarahan
kepada
penulis
dalam
proses
penyelesaian skripsi ini. Bapak Ir. Sucahyo Sadiyo, MS sebagai dosen penguji wakil Departemen Hasil Hutan. Bapak Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc sebagai dosen penguji wakil Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Bapak Wardana dan Ibu Ati serta staff KPAP Departemen Silvikultur yang telah banyak membantu. Kritik dan saran yang berguna bagi kesempurnaan penulisan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat lebih bermanfaat terutama bagi dunia kehutanan.
Bogor, Desember 2008 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Januari 1986 di Bogor, Jawa Barat sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Tatang dan Ibu Badriah,S.Pd.SD. Pendidikan formal penulis dimulai di Sekolah Dasar Negeri Batutulis 2 Bogor pada tahun 1992 – 1998. Pada tahun 1998, penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2001. Selanjutnya pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan Pendidikan Program Sarjana di Fakultas Kehutanan, Departemen Silvikultur, Program Studi Budidaya Hutan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Masuk Seleksi IPB). Selama kuliah di IPB penulis pernah bergabung dalam keanggotaan Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2005-2006, Tree Grower Community (TGC) tahun 2006-2007 dan aktif dalam organisasi BEM KM IPB tahun 20062007. Penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) yang terdiri atas Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di KPH Ngawi Getas Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dan Praktek Umum Kehutanan (PUK) di Baturaden-Cilacap, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di Distrik Bagan Tengah, Sebangun Bumi Andalas Wood Industries (SBAWI), Palembang. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyusun karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Penggunaan Herbisida Terhadap Kemudahan Terbakar Bahan Bakar dalam Kebakaran Hutan dan Lahan. Dibimbing oleh Prof.Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr.
UCAPAN TERIMAKASIH Seiring dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis merasa banyak dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak dan Ibu atas segala kasih sayang dan perhatian yang tidak mungkin terbalaskan serta doa yang tidak pernah putus dipanjatkan. Adik-adikku yang manis dan cantik (Meidia,Tiara,Nisrina), terima kasih atas dukungannya. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr. yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Ir. Sucahyo Sadiyo, MS sebagai dosen penguji wakil Departemen Hasil Hutan. 4. Bapak Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc sebagai dosen penguji wakil Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 5. Keluarga Besar Departemen Silvikultur (Pak Ismail, Ibu Alya, Mbak Putri, Ibu Kokom,dkk). 6. Staff Kebakaran Hutan dan Lahan (Pak Wardana, Mbak Ati), staff Lab.Patologi (Ibu Tutin), staff Lab. Pengaruh Hutan (Ibu Atikah) atas nasehatnya . 7. My best friend (Prabu, Candra, Lingga & Family, Agus”Gomu”, Mustian, Desti, Ayu, Adit, Heru, Laura, dkk) yang telah memberi semangat dan kritikan. 8. Partner Lab. Kebakaran Hutan dan Lahan (Dwi, Eka, Nisa, Alfia,Yoga, Firda, Selvi, Gayatri, Anita), jiwa kita harus terus terbakar cuy..! 9. Teman-teman seperjuangan BDH 41 (Adi, Boy, Yandri, Nurrahman, Kaka, Haris, Bekti, Uci, Fitri, Indri, Ai, Jessica, Diana, Felisitas, dkk) Thanks berat bro! 10. Teman-teman MNH 41 (Eko, Edo, Nanik, Ilyas,dkk), HH 41 (Meita, Nyoman,dkk), KSHE 41 (Trisna, Afin, Yandi,dkk). 11. Keluarga besar Fakultas Kehutanan (Kang Fiki, BDH 40, SVK 42, SVK 43, MNH 42, KSH 42, dkk) terima kasih banyak.
12. Speed & Inet crew (Kang Nirwan, Guruh, Onye, Hardi, Devit, Ryan, Amir, Cyntia, Ita) terima kasih telah membuat hidup ini berwarna. 13. Graung Brothers (Kus2, Dimas, Ridwan, Ricky, Zaki, dkk) keep rock ’n roll! 14. Teruntuk Widia Asti yang selalu memberikan semangat, keceriaan, dan inspirasi yang sangat bermakna. 15. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas doa dan dukungannya. Tanpa kalian aku bukanlah siapa-siapa.
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN DAFTAR ISI............................................................................................. i DAFTAR TABEL .................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ v I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2. Tujuan ..................................................................................... 2 1.3. Manfaat ................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3 2.1. Kebakaran Hutan..................................................................... 3 2.1.1. Proses Pembakaran ....................................................... 3 2.1.2. Bahan Bakar Hutan dan Tipe Kebakaran Hutan .......... 6 2.1.3. Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan........................ 7 2.1.4. Perilaku Kebakaran Hutan............................................ 8 2.2. Penyiapan Lahan Tanpa Bakar................................................ 9 2.3. Herbisida ................................................................................. 11 III. METODE PENELITIAN ................................................................. 13 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 13 3.2. Alat dan Bahan........................................................................ 13 3.3. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 13 3.3.1. Persiapan Penelitian Sebelum Pembakaran.................. 13 3.3.2. Persiapan Pembakaran.................................................. 14 3.4. Analisis Data ........................................................................... 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 17 4.1. Hasil Penelitian ....................................................................... 17 4.1.1. Tumbuhan Bawah sebagai Bahan Bakar ...................... 17 4.1.2. Pengukuran Berat Bahan Bakar.....................................17 4.1.3. Ketebalan Bahan Bakar .................................................18 4.1.4. Aplikasi Herbisida dengan Penyemprotan ....................19 4.1.5. Pengukuran Kadar Air Setelah Aplikasi Herbisida .......22
i
4.1.6. Pengukuran Lamanya Kebakaran..................................23 4.2. Pembahasan............................................................................. 26 4.2.1. Potensi Bahan Bakar..................................................... 26 4.2.2. Ketebalan Bahan Bakar ................................................ 27 4.2.3. Kadar Air Bahan Bakar ................................................ 28 4.2.4. Pengaruh Dosis Herbisida Terhadap Bahan Bakar....... 29 4.2.5. Lamanya Pembakaran................................................... 30 V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 34 5.1. Kesimpulan ............................................................................. 34 5.2. Saran........................................................................................ 34 DAFTAR PUSTAKA................................................................................35 LAMPIRAN...............................................................................................37
ii
DAFTAR TABEL No
Halaman
1.
Dosis dan jenis herbisida yang digunakan dalam penelitian........... 13
2.
Pengukuran tinggi dan diameter pohon Pinus di lahan penelitian .. 17
3.
Hasil pengukuran berat bahan bakar segar setelah ditebas ............ 18
4.
Ketebalan bahan bakar sebelum diaplikasikan dosis herbisida....... 19
5. Pengukuran berat bahan bakar setelah penyemprotan selama 1 minggu ............................................................................. 20 6. Hasil pengukuran kadar air bahan bakar.......................................... 22 7.
Lamanya waktu pembakaran (Rata-rata) ........................................ 24
8.
Hasil pengamatan penelitian........................................................... 41
iii
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1.
Segitiga Api (Brown and Davis,1973) .............................................. 3
2.
Bentuk Petak Pengambilan Sampel Bahan Bakar........................... 14
3. Grafik Penurunan Berat Bahan bakar Setelah Penyemprotan (Gramoxone) selama 1 minggu....................................................... 20 4. Grafik Penurunan Berat Bahan bakar Setelah Penyemprotan (Rollup) selama 1 minggu............................................................... 21 5.
Grafik Lamanya Waktu Pembakaran per Dosis (Gramoxone) .................................................................. 24
6.
Grafik Lamanya Waktu Pembakaran per Dosis (Rollup) .......................................................................... 25
iv
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1. Pengukuran lamanya waktu pembakaran............................................... 38 2. Hasil pengambilan gambar......................................................................39 3. Hasil pengamatan bahan bakar setelah disemprot herbisida.................. 40 4. Hasil pengukuran suhu dan diameter ..................................................... 47 5. Pengukuran tinggi dan diameter Tegakan Pinus.................................... 48 6. Hasil pengolahan analisis data ............................................................... 51
v
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya dan mempunyai berbagai fungsi /manfaat baik secara ekonomis, ekologis, maupun estetika. Secara ekonomis hutan merupakan sumberdaya alam yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan merupakan salah satu modal pembangunan. Secara ekologis hutan sangat berperan dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan berpengaruh terhadap iklim global seluruh permukaan bumi sehingga sering disebut sebagai paruparu dunia. Oleh karena itu tidak heran kalau kerusakan hutan di suatu wilayah/Negara menyebabkan kekhawatiran dari semua pihak dibelahan bumi ini. Secara estetika hutan merupakan keindahan alam yang sangat menakjubkan. Hutan mengalami banyak gangguan baik bencana alam atau karena ulah manusia. Lebih-lebih saat ini campur tangan manusia makin banyak bahkan tak terbendung lagi sehingga sebagian kerusakan hutan disebabkan oleh faktor manusianya sendiri. Salah satu gangguan tersebut adalah terjadinya kerusakan hutan dan lahan khususnya dalam hal pembukaan lahan dengan api sehingga mengakibatkan kebakaran. Kebakaran hutan merupakan penyebab kerusakan hutan paling merugikan karena dalam waktu yang singkat kebakaran hutan dapat menimbulkan kerugian besar secara ekonomis, ekologis, estetis, maupun politis. Berbagai metode penyiapan lahan telah dipraktekan yaitu teknik tebas dan bakar (slash and burn). Namun, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang semakin cepat dan pencemaran asap di udara dikaitkan dengan pembakaran dalam kegiatan pembukaan lahan, maka berbagai upaya dilakukan, baik dalam skala nasional maupun internasional untuk mencari metode alternatif penyiapan lahan yang efektif.
2
1.2.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menduga tingkat kemudahan terbakarnya
bahan bakar pada penyiapan lahan tanpa bakar yang menggunakan herbisida dan mengetahui pengaruh herbisida terhadap bahan bakar.
1.3.
Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai
pengaruh jenis herbisida dengan dosis yang berbeda-beda terhadap kemudahan bahan bakar terbakar dalam penyiapan lahan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebakaran Hutan 2.1.1. Proses Pembakaran Kebakaran hutan oleh Brown dan Davis (1973) didefinisikan sebagai suatu proses pembakaran yang menyebar secara bebas yang mengkonsumsi bahan bakar hutan seperti serasah, rumput, humus, ranting, kayu mati, gulma, semak, dedaunan serta pohon-pohon besar untuk tingkat terbatas. Brown and Davis (1973) menggambarkan kebakaran terjadi karena adanya tiga komponen yang disebut segitiga api. Komponen yang menyusun segitiga api ini adalah bahan bakar, sumber panas (api), dan oksigen. Jika salah satu atau lebih dari komponen penyusun segitiga api tidak ada, maka kebakaran tidak akan terjadi atau jika kondisi komponen penyusun segitiga api tersebut dalam keadaan lemah, maka kecepatan pembakaran akan semakin menurun, demikian pula dengan intensitas api atau kecepatan terlepasnya energi (panas). Bahan Bakar
API
Oksigen
Sumber Panas
Gambar 1. Segitiga Api (Brown and Davis, 1973)
4
Brown dan Davis (1973) menjelaskan bahwa proses kebakaran merupakan kebalikan dari proses fotosintesis, yang dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut: Proses fotosintesis : 6CO2 + 6H2O + Energi Matahari
(C6H12O6) + 6O2
Reaksi pembakaran : (C6H12O6) + 6O2 + Sumber Panas
6CO2 + 6H2O + Panas
De Bano et al. (1998) menyatakan bahwa proses pembakaran terdiri dari beberapa fase, yaitu: a. Fase Pra-pemanasan (pre-ignition) Bahan bakar mulai terpanaskan, mengering dan mulai mengalami pirolisis, yaitu terjadinya pelepasan uap air, CO2 dan gas-gas yang mudah terbakar termasuk methane, methanol dan hidrogen. Dalam proses pirolisis ini reaksi berubah dari eksotermik (melepaskan panas) menjadi endotermik (memerlukan panas). b. Fase Flamming Pirolisis melaju dan mempercepat oksidasi dari gas-gas yang dapat terbakar. Gas-gas yang mudah terbakar dan uap air mengakibatkan pirolisis meningkat di sekitar bahan bakar termasuk oksigen dan pembakaran terjadi selama tahap ini. Api mulai menyala dan dapat merembet dengan cepat akibat hembusan angin dan gas-gas yang pada tahap flamming mudah terbakar yang ditandai dengan proses penyalaan. c. Fase Smoldering Terdapat 2 zona yang merupakan karakteristik dari fase ini, yaitu zona pirolisis dengan berkembangnya hasil-hasil pembakaran dan zona dengan pelepasan hasil pembakaran yang tidak terlihat. Laju penjalaran api mulai menurun karena bahan bakar tidak dapat menyuplai gas-gas yang tidak dapat terbakar dalam konsentrasinya dan pada laju yang dibutuhkan untuk
5
pembakaran yang dahsyat. Kemudian panas yang dilepaskan menurun dan suhunya pun menurun menyebabkan gas-gas yang lebih banyak berkondensasi dalam bentuk asap. d. Fase Glowing Fase ini merupakan fase akhir dari smoldering. Namun glowing tidak termasuk ke dalam fase smoldering. Bila suatu kebakaran mencapai fase glowing, maka sebagian besar dari gas-gas yang mudah menguap akan hilang dan oksigen mengadakan kontak langsung dengan permukaan dari bahan bakar yang mengarang. Hasil dari fase ini adalah CO, CO2 , dan abu sisa pembakaran. Fase dari proses pembakaran ini mungkin adalah yang efisien sebab lajunya yang rendah, suplai oksigen yang lebih baik pada tapak yang terbakar dan volatil yang mudah terbakar dengan volume yang lebih rendah. e. Fase Extincion Api pada akhirnya padam ketika semua bahan bakar tersedia dikonsumsi atau bila panas yang dihasilkan melalui oksidasi baik pada fase smoldering/glowing tidak cukup lagi untuk menguapkan sejmlah uap air yang diperlukan dari bahan bakar yang lembab/basah. Panas yang diserap oleh bahan bakar yang lembab, udara di sekelilingnya/bahan inorganik seperti batu dan tanah mineral mengurangi jumlah panas dari combustion yang akan mempercepat proses pemadaman api. Tiga tahap proses pembakaran menurut Chandler et al. (1983) adalah: a. Penyerapan (endoterm) dimana bahan bakar menyerap panas sampai mencapai titik bakar. b. Peningkatan suhu disertai penguapan air dan hancurnya molekul jaringan pohon dan melepaskan kandungannya yang mudah menguap. c. Pelepasan panas (eksoterm) dimana bahan bakar (selulosa) terbakar melepaskan panas dan uap air dari pembakaran.
6
2.1.2. Bahan Bakar Hutan dan Tipe Kebakaran Hutan Brown dan Davis (1973) dalam Fuller (1991), mengklasifikasikan bahan bakar berdasarkan lokasi bahan bakar tersebut di dalam hutan, yakni: a. Bahan bakar bawah (ground fuels) Merupakan bahan bakar serasah (di bawah permukaan tanah), duff atau humus, bagian-bagian kayu dan akar pohon, bahan organik yang membusuk atau mati, gambut dan batu bara. Kebakaran dapat berjalan terus dan berawal dari kebakaran permukaan. b. Bahan bakar permukaan (surface fuels) Merupakan bahan bakar yang berada di lantai hutan, antara lain berupa bahan bakar mati, serasah, log-log sisa tebangan, tunggak pohon, kulit kayu, cabang kecil dan tumbuhan bawah yang berada di lantai hutan. c. Bahan bakar atas (aerial fuels) Disebut juga crown fuels atau bahan bakar tajuk, yaitu bahan bakar yang berada di antara tajuk tumbuhan bawah sampai tajuk tumbuhan tingkat tinggi. Contohnya antara lain cabang-cabang pohon, daun pohon dan semak, pohon mati yang masih berdiri. Pohon atau semak belukar lebih tinggi dari empat hingga enam kaki di atas tanah. Berdasarkan cara menjalarnya api dan posisinya dari permukaan tanah, kebakaran hutan dibedakan menjadi tiga tipe (Brown dan Davis 1973) yaitu: a. Kebakaran bawah (ground fire) Kebakaran yang biasanya membakar bahan organik di bawah permukaan serasah, pada umumnya berupa humus dan gambut. Penyebaran kebakaran berlangsung perlahan-lahan, tanpa nyala dan asap, ke seluruh bagian tanah. Kebakaran ini sukar untuk terdeteksi dan paling sulit untuk diawasi. b. Kebakaran permukaan (surface fire) Kebakaran yang biasanya membakar serasah, tumbuhan bawah, limbah pembalakan dan bahan bakar lainnya yang terdapat di lantai hutan. Tipe kebakaran ini merupakan tipe kebakaran yang paling sering terjadi dalam
7
tegakan hutan. Api membakar serasah, tanaman bawah, semak-semak dan anakan. c. Kebakaran tajuk (crown fire) Kebakaran yang menjalar dari tajuk pohon ke tajuk pohon lainnya atau semak-semak, umumnya terjadi pada tegakan hutan konifer dan api dapat berasal dari kebakaran permukaan. Kebakaran ini sangat sulit untuk ditanggulangi karena menjalar sangat cepat. Angin sangat berpengaruh dan bisa mengakibatkan spot fire (api loncat) yang dapat menyebabkan kebakaran di daerah lain. Pada kondisi yang memungkinkan, ketiga tipe kebakaran dapat terjadi secara bersamaan. Kebakaran permukaan dapat menjalar menjadi kebakaran tajuk atau sebaliknya. Api dari tajuk jatuh ke permukaan tanah dan mengakibatkan
kebakaran
permukaan.
Kebakaran
permukaan
dapat
menyebabkan kebakaran bawah (Brown dan Davis 1973).
2.1.3. Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia menurut Sumantri (2003a) umumnya (99 %) disebabkan oleh manusia, baik disengaja maupun akibat kelalaiannya, sedangkan sisanya (1 %) adalah karena alam (misal: larva gunung berapi). Penyebab kebakaran oleh manusia dapat dirinci sebagai berikut: a. Konversi lahan, dimana kebakaran yang disebabkan oleh api berasal dari kegiatan penyiapan lahan dengan pembakaran untuk pertanian, industri, pembuatan jalan, jembatan, bangunan, dan lain-lain. b. Pembakaran vegetasi, yaitu kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari pembakaran vegetasi yang disengaja namun tidak terkendali sehingga terjadi api loncat, misalnya pada pembukaan areal HTI dan perkebunan, penyiapan lahan oleh masyarakat, dan lain-lain. c. Aktivitas dalam pemanfaatan sumberdaya alam, dimana kebakaran disebabkan oleh api yamg berasal dari aktivitas selama pemanfaatan sumberdaya alam. Pembakaran semak belukar yang menghalangi akses
8
mereka dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan pembuatan api untuk memasak oleh para penebang liar, pencari ikan di dalam hutan. Keteledoran mereka dalam memadamkan api akan dapat menimbulkan kebakaran. d. Pembuatan kanal-kanal/saluran-saluran di lahan gambut, dimana saluran ini umumnya digunakan untuk sarana transportasi kayu hasil tebangan maupun irigasi. Saluran yang tidak dilengkapi pintu kontrol air yang memadai menyebabkan lepasnya air dari lapisan gambut sehingga gambut menjadi kering dan mudah terbakar. e. Penguasaan lahan, dimana api sering digunakan masyarakat lokal untuk memperoleh kembali hak-hak mereka atas lahan atau bahkan menjarah lahan yang ’tidak bertuan’ yang terletak didekatnya. 2.1.4. Perilaku Kebakaran Hutan Menurut Wibowo (2003), untuk menduga perilaku kebakaran hutan, banyak faktor yang harus diperhitungkan, oleh karena itu sangat sulit untuk menduga perilaku kebakaran di lapangan, terlebih lagi untuk kebakaran besar. Pengetahuan di negara-negara maju sekalipun masih terbatas pada pendugaan perilaku kebakaran dengan intensitas rendah. Dari banyak faktor yang mempengaruhi perilaku kebakaran hutan yang utama adalah bahan bakar (kadar air, jumlah, ukuran, dan susunan bahan bakar), kondisi cuaca (suhu, curah hujan, kelembaban, dan angin) serta lereng (topografi lapangan). Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Bahan Bakar Kadar air bahan bakar berpengaruh sangat nyata dalam menentukan perilaku kebakaran. Kadar air menentukan kemudahan bahan bakar untuk menyala, kecepatan proses pembakaran, kecepatan penjalaran api, dan kemudahan usaha pemadaman kebakaran. Di Australia, McArthur (1966) dalam Wibowo (2003) menyatakan bahwa api sulit untuk mulai menyala pada kadar air bahan bakar di atas 12% untuk jenis rumput-rumputan (grass) dan di atas 20% untuk bahan bakar hutan. Akan tetapi apabila
9
sudah menyala, api dapat bergerak dengan cepat bila angin bertiup. Di Indonesia, batas aman kadar air bahan bakar adalah 30%. Akumulasi bahan bakar di dalam hutan sangat bervariasi tergantung dari jenis dan sifat vegetasi termasuk sifat menggugurkan daun dan ranting,
besarnya
tajuk,
kemudahan
terdekomposisi,
aktifitas
mikroorganisme tanah, dan seringnya kejadian kebakaran. Hasil penelitian McArthur (1973) dalam Wibowo (2003) menunjukkan bahwa kecepatan penjalaran api meningkat secara langsung dan proporsional dengan meningkatnya jumlah bahan bakar tersedia, apabila faktor lainnya konstan. Secara umum, semakin kecil ukuran bahan bakar, maka akan semakin cepat api menjalar selama bahan bakar tersebut tersedia. Jadi dengan kuantitas bahan bakar yang sama, api akan lebih cepat menjalar apabila luas permukaan bahan bakar semakin besar. Apabila bahan bakar tersusun longgar, maka api akan lebih cepat merambat dibandingkan dengan bahan bakar yang tersusun lebih padat. Hal ini karena pada bahan bakar longgar panas ditransfer melalui proses konveksi dan radiasi, sedangkan pada bahan bakar yang tersusun padat, prosesnya adalah konduksi yang kurang efisien. b. Cuaca (Suhu, Kelembaban Udara, Curah Hujan dan Angin) Suhu bahan bakar dan udara di sekelilingnya adalah faktor penting yang
secara
tidak
Meningkatnya
suhu
langsung akan
mempengaruhi
menurunkan
perilaku
kelembaban
kebakaran. udara
dan
meningkatkan proses pengeringan bahan bakar, sehingga kadar air bahan bakar menurun. Suhu tinggi yang berkepanjangan dan rendahnya kelembaban relatif udara yang di Indonesia terjadi selama musim kemarau, biasanya berkaitan dengan musim kebakaran (bulan Juni-Oktober). 2.2. Penyiapan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) Metode ‘tanpa-bakar’ (Zero Burning) adalah sebuah kumpulan dari aturan yang membatasi (tapi tidak seluruhnya melarang) penggunaan api dalam penyiapan lahan atau penanaman kembali (rotasi kedua dan seterusnya)
10
tanaman-tanaman industri. Sebagai pengganti api, dalam sistem ini peralatanperalatan berat digunakan untuk memotong, mencincang, menumpuk, atau mengubur sisa-sisa tegakan/tanaman. Metode ‘tanpa-bakar’merupakan bagian penting dari Rencana Aksi Asap ASEAN (ASEAN’s HazeAction Plan) dan Kesepakatan
mengenai
Polusi
Asap
Lintas-Batas
(Agreement
on
Transboundary Haze Pollution) yang baru-baru ini ditandatangani oleh beberapa negara ASEAN. Tanpa-Bakar tidak boleh diartikan sebagai tanpa penggunaan api sama-sekali oleh siapapun dan dalam keadaan apapun, walaupun istilah tersebut secara harfiah bermakna seperti itu (Anonim, 2002). Beberapa komentator dan aktor yang terlibat dalam masalah-masalah kebakaran di Asia Tenggara berasumsi bahwa “tanpa-bakar” berarti tidak menggunakan api sama-sekali. Sebagai konsekwensi, sebagian orang lainnya mengatakan bahwa menghilangkan penggunaan api adalah tidak mungkin dan tidak perlu. Dalam banyak kasus, penggunaan api dilakukan secara terencana serta tidak berlangsung lama dan tidak menyebabkan kebakaran skala-besar. Kebakaran akibat penggunaan api dapat dikategorikan menjadi: ♦
Kebakaran skala kecil yang disengaja dan pada umumnya diatur, serta hanya mempunyai dampak lokal.
♦
Kebakaran skala besar yang disengaja dan pada umumnya juga diatur secara efektif, namun menimbulkan dampak yang tidak diinginkan (asap) dalam skala propinsi, nasional, dan kadang-kadang global.
♦
Kebakaran skala kecil yang tidak disengaja dan tidak diinginkan serta diluar kendali atau tidak diatur, namun tetap kecil dan karenanya hanya mempunyai dampak lokal.
♦
Kebakaran skala besar yang tidak diinginkan serta diluar kendali atau tidak diatur dan memberikan dampak yang tidak diinginkan (asap) dalam skala propinsi, nasional, dan kadang-kadang global (Anonim, 2002). Penerapan teknik “tanpa bakar” dalam pembukaan lahan hutan untuk
berbagai tujuan mengandung dua kegiatan utama, yaitu penebangan dan penumpukan. Penebangan bisa dilakukan secara manual atau secara mekanis
11
tergantung kondisi tegakan pada lahan yang akan dibuka. Sedangkan penumpukan sangat mengandalkan cara mekanis (Anonim, 2002). Majid (1997) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembukaan lahan, diperlukan persiapan pendahuluan untuk pelaksanaan penebangan dan penumpukan. Selain penggunaan bulldozer, pembukaan lahan tanpa bakar juga umum menggunakan excavator dan traktor (Purba et al., 1997). 2.3. Herbisida Di dalam pengelolaan tumbuhan pengganggu tidak ada sikap appriori mengenai digunakan atau tidak digunakannya herbisida. Singkatnya ialah herbisida akan dan harus digunakan, pada saat yang tepat, apabila memang perlu yakni apabila tidak ada alternative lain yang lebih baik dan dengan jalan yang bijaksana serta dengan memperhitungkan, kecuali untung ruginya secara ekonomi, juga kemungkinan-kemungkinan pengaruh samping yang timbul. Dengan syarat-syarat ini jelas bahwa herbisida harus merupakan alternatif terakhir. Penggunaan herbisida dalam persiapan lahan perlu memperhatikan aspek kesehatan serta lingkungan dan dalam penggunaannya dilaksanakan dengan bijaksana, sesuai dengan petunjuk yang diberikan dalam pelatihan penggunaan pestisida secara aman. Pelatihan penggunaan pestisida secara aman telah banyak manfaatnya dalam upaya pencegahan bahaya negative yang mungkn timbul pada lingkungan maupun penggunanya. Dampak pemakaian herbisida terhadap tumbuhan yaitu pada kadar rendah (sublethal) dapat memberikan pengaruh resisten terhadap tumbuhan pengganggu, oleh karena itu penyemprotan yang tidak sempurna dapat menimbulkan pengaruh jangka panjang yang tidak terduga. Di samping itu secara tidak langsung penggunaan herbisida akan merangsang tumbuhan pengganggu lain yang tidak dituju menjadi dominan (Fernandez, 1976). Gramoxone merupakan herbisida kontak yang umum digunakan untuk purna tumbuh. Mengandung bahan aditif yaitu Paraquat dichloride 276 g/liter.. Berbentuk cairan, dengan bau yang khas yaitu bau pyridine, warna biru tua kehijau-hijauan, pHnya 6,5-7,5, sifatnya yang larut dalam air, dan
12
sifat reaktifitasnya sangat korosif. Namun kondisi yang harus dihindari ialah pada suhu yang tinggi, bahan yang harus dihindari ialah bahan yang mengandung metal, aluminium, seng maupun besi, bahan terdekomposisi karena panas atau pembakaran akan menghasilkan uap racun dan iritan. Gramoxone volatilitasnya rendah, cepat diikat tanah dan tidak aktif pada tanah, tidak terakumulasi secara biologis dalam tanah dan tidak tercuci (Anonim, 2005). Rollup merupakan herbisida yang bersifat sistemik
bagi gulma
sasaran. Mengandung bahan aditif berupa Glyphosate. Dengan bentuk fisiknya berupa cairan, tidak berbau, warna cairan bening kekuningkuningan, dengan pH 4,4 - 4,8 dan larut dalam air. Bahan yang dihindari yaitu penyemprot yang menggunakan besi tanpa dilapisi . Glyphosate adalah zat pemusnah ilalang yang sangat efektif, aman bagi pengguna, dan bebas dari bahaya terhadap lingkungan. Selain itu, meskipun kadar racun glyphosate lebih rendah dari paraquat, beberapa surfaktan (zat pencair) yang digunakan dalam persiapan penyemprotan sangat beracun (Anonim, 2005). Agristick dengan bahan aktif alkilaril poliglikol eter 400 ml/L merupakan bahan perata dan perekat herbisida non-ionik untuk mengurangi tegangan permukaan butir-butir semprot herbisida dan meratakan larutan semprot herbisida pada tanaman. Bahan ini digunakan sebagai perekat antara campuran Gramoxone atau Rollup dengan gulma yang disemprot (Anonim, 2005).
III. METODE PENELITIAN 3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel bahan bakar di lokasi Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi pada tegakan Pinus. Aplikasi herbisida dilaksanakan pada bulan Agustus 2008 di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
3.2.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan bakar yang berpotensi untuk terbakar khususnya tanaman pengganggu (bahan bakar), cairan herbisida (Gramoxone dan Rollup) masing-masing dengan dosis: 10 ml, 30 ml, 50 ml, 70 ml, dan Agristick 1 Lt. Peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah alat tulis menulis, pita meter, Termometer, Anemometer, patok, alat penyemprot herbisida, kamera, kertas label, tali rafia, kantong plastik, parang, timbangan, stopwatch, koran dan perangkat lunak (Mc.excel, Minitab, SPSS).
3.3. Metode Pengumpulan Data 3.3.1. Persiapan Penelitian Sebelum Pembakaran a. Menentukan dosis tiap herbisida. Setiap dosis herbisida dicampur dengan cairan Agristick dan dicampur dengan 1 liter air. Tabel 1. Dosis dan jenis herbisida yang digunakan dalam penelitian. Agristick No Jenis Herbisida Dosis (ml) (ml)
1
2
Gramoxone
Rollup
0
0
1
10
2
30
3
50
4
70
0
0
1
10
2
30
3
50
4
70
14
b. Pengambilan sampel bahan bakar dalam 3200 m2. Dalam setiap petak berukuran 400 m2 berjumlah 8 petak dan terdapat subpetak yang berjumlah 3 yang berukuran tiap subpetak 1 m2. Dimana setiap jenis herbisida dengan beda dosis merupakan perlakuan dan masing-masing perlakuan mendapat 3 ulangan dan adanya kontrol sebagai pembanding. Dapat dilihat pengambilan sampel pada Gambar 2.
Keterangan : U1 = Ulangan ke-1
U3 = Ulangan ke-3
U2 = Ulangan ke-2 Gambar 2. Bentuk Petak Pengambilan Sampel Bahan Bakar c. Penyemprotan dilakukan dengan menyemprotkan cairan herbisida tiap dosis secara merata yang mencapai 100 % ke sampel bahan bakar. d. Pengamatan bahan bakar dilakukan secara visual yang mencakup suhu, kelembaban, dan perubahan warna serta kondisi fisik. Diamati secara setiap hari dalam seminggu, yaitu H + 1, H + 2, …..,H + 7 setelah penyemprotan. 3.3.2. Persiapan Pembakaran a. Potensi bahan bakar Pada setiap petak pengamatan dilakukan pengambilan sampel dengan menebas bahan bakar dari permukaan tanah. Bahan bakar yang telah dipotong dimasukkan dalam plastik yang telah diberi label tiap petak.
15
Bahan bakar tersebut ditimbang untuk mengetahui berat bahan bakar sementara. Dari berat sementara diambil berat minimal untuk berat sampel bahan bakar yang akan disemprot dengan herbisida. Setelah itu, ditimbang lagi untuk mengambil berat sampel untuk pengukuran kadar air. b. Pengukuran kadar air Untuk mengetahui kadar air dari bahan bakar tersebut, diambil bahan bakar yang telah mengering dari berat sampel. Namun sebelumnya bahan bakar dimasukkan ke dalam plastik, lalu ditimbang untuk mengetahui berat kering udara (diukur sebelum dibakar). Husaeni (2003a) bahan bakar yang telah ditimbang lalu dioven selama 24 jam pada suhu 105oC. Setelah dioven bahan bakar tersebut ditimbang untuk mengetahui berat kering tanur/oven. Rumus kadar air (Haygreen and Bowyer, 1986) : KA (%) = Berat Kering Udara – Berat Kering Tanur x 100 %
Berat Kering Tanur
c. Pengukuran ketebalan bahan bakar Ketebalan bahan bakar diukur berdasarkan tinggi dari bahan bakar yang
telah
dikumpulkan
setiap
dosis
dapat
diukur
dengan
menggunakan penggaris. Untuk mengukur kecepatan angin digunakan dengan alat Anemometer. d. Pengukuran lamanya pembakaran Pengukuran lamanya pembakaran dilakukan dengan menggunakan stopwatch pada berbagai tahap dalam proses kebakaran yaitu Pre ignition, Flamming, Smoldering, Glowing, dan Extinction. 3.4.
Analisis Data a. Analisis Statistik Analisis
data
yang
dilakukan
adalah
dengan
Rancangan
Acak
Berkelompok, dengan perlakuannya adalah kedua jenis herbisida dan
dosisnya. Masing-masing perlakuan mendapat 3 ulangan.
Adapun model
linearnya (Mattjik dan Sumetajaya, 2006) adalah sebagai berikut : Yijk = µ + τi +βj+ (τβ)ij+εij Dimana : Yijk = nilai respon hasil pengamatan dari jenis herbisida ke-i, dosis ke-j, ulangan ke-k µ
= nilai rata-rata umum
τi
= pengaruh uji jenis herbisida ke-i (i = 1,2)
βj
= pengaruh dosis ke-j (j = 1,2,3,4)
(τβ)ij= pengaruh interaksi antara jenis herbisida ke-i dengan dosis ke-j εij = nilai sisa/galat dari satuan percobaan yang dikenai jenis herbisida ke-i, dosis ke-j, ulangan ke-k b. Uji Hipotesis Untuk mengetahui pengaruh dari dosis jenis herbisida yang diberikan terhadap bahan bakar maka dilakukan uji F. Adapun hipotesisnya adalah : Ho = Perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. H1 = Perlakuan memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. Pengambilan keputusan terhadap uji F adalah sebagai berikut : Jika Fhit < Ftab, maka terima Ho Jika Fhit > Ftab, maka tolak Ho c. Uji lanjut Selanjutnya bila dari uji F tersebut terdapat pengaruh yang nyata dari perlakuan yang diberikan, maka dilakukan uji lanjutan dengan uji Duncan pada selang kepercayaan 95 %.
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Tumbuhan Bawah sebagai Bahan Bakar Tumbuhan bawah di bawah tegakan pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah
Curculigo villosa, rumput bulu (Pennisetum
purpureum), Hareueus (Rubus moluccanus), Ilat (Lastonia cilora), Rane (Selaginella plana Hieron), dan Harendong (Melastoma malabathricum). Tumbuhan bawah ini juga dapat berpotensi sebagai bahan bakar. Plot dengan ukuran 20 m x 20 m yang terdiri atas 8 petak dan setiap petak terdapat 3 subpetak dibangun dibawah tegakan pinus tersebut. Pada masing-masing petak tersebut terdapat jumlah pohon pinus dengan jumlah dan tinggi berbeda seperti tercantum dalam Tabel 2. Jumlah pohon pinus berkisar antara 7 – 16 pohon per petak, dengan tinggi rata-rata antara 12-13 meter dan rata-rata diameter antara 35-45,1 cm. Tabel 2. Pengukuran tinggi dan diameter pohon Pinus di lahan penelitian No Petak 1 2 3 4 5 6 7 8
Σ pohon 10 8 11 13 9 7 15 16
Pohon Tertinggi (m) 15 14 16 14 14 14 14 14
D Tertinggi (cm) 66.9 57.5 57.5 70.4 48.4 60.5 47.6 65.8
T rata2 (m)
D rata2 (cm)
13 12 14 13 13 12 13 12
39.3 45.1 43.5 38.1 37.6 38.9 35 36.8
4.1.2. Pengukuran Berat Bahan Bakar Berat bahan bakar diukur dengan menggunakan timbangan. Pengukuran tersebut dilakukan karena pada saat pengambilan bahan bakar di
tiap subpetak diambil dengan ukuran 1 m2 yang belum diketahui beratnya.
18
Hasil yang didapat berupa berat bahan bakar tiap subpetak yang berbeda-beda.
Pada plot Gramoxone dosis 70 ml berat bahan bakar bervariasi antara 400 gram - 530 gram. Pada Rollup dengan dosis yang sama beratnya bervariasi antara 360 gram - 520 gram. Tabel 3. Hasil pengukuran berat bahan bakar segar setelah ditebas
No
Herbisida
Dosis (ml/1 m2)
1
Plot Gramoxone
10
410
375
421
30
350
450
413
50
395
470
394
70
530
400
402
10
360
385
391
30
435
465
445
50
425
435
476
70
520
387
474
2
Plot Rollup
Ulangan (gram) a b c
Setelah mengetahui berat bahan bakar dari plot setiap dosis yang akan diaplikasikan maka dilakukan pengurangan berat bahan bakar tersebut, sehingga berat bahan bakar per taraf dosis disamakan yaitu 350 g/dosis . Untuk kontrol, berat bahan bakarnya sama yaitu 350 gram. 4.1.3. Ketebalan Bahan Bakar Ketebalan bahan bakar pada bahan bakar berpengaruh terhadap kemudahan api mengkonsumsi bahan bakar. Ketebalan bahan bakar paling tinggi yaitu 12 cm pada dosis 30 ml yang akan diaplikasikan herbisida jenis Gramoxone. Pada Rollup ketebalan bahan bakar yang akan diaplikasikan pada dosis 10 ml, 50 ml, dan 70 ml dengan tinggi 16 cm. Ketebalan rata-rata bahan bakar berbeda-beda untuk aplikasi gramoxone yaitu 11 cm, sedangkan pada Rollup yaitu 13 cm.
19
Tabel 4. Ketebalan bahan bakar sebelum diaplikasikan dosis herbisida No
Herbisida
Dosis
1
Gramoxone
2
Rollup
0 10 30 50 70 0 10 30 50 70
a 8 11 10 9 13 10 8 12 16 16
Tinggi (cm) b 11 9 12 10 14 13 14 13 10 11
c 10 8 10 11 5 12 16 8 9 9
Tinggi rata-rata (cm) 10 9 11 10 11 12 13 11 12 12
4.1.4. Aplikasi Herbisida dengan Penyemprotan Aplikasi herbisida dilakukan dengan cara mencampur 1 liter air dengan setiap dosis jenis herbisida ke dalam tempat sprayer, kemudian masingmasing sampel bahan bakar disemprot dengan setiap jenis herbisida. Setelah melakukan penyemprotan, sampel bahan bakar diamati selama 1 minggu. Parameter yang diamati ialah waktu lamanya pengeringan bahan bakar dan perubahan kondisi fisik/warnanya yang terjadi. Penimbangan dilakukan terhadap bahan bakar yang telah disemprot dan diamati selama 1 minggu. Data yang telah diperoleh diketahui setiap dosis herbisida gramoxone maupun rollup sangat berpengaruh. Berat bahan bakar yang telah
diukur mengalami
penurunan secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 5, bahwa tiap dosis herbisida mempunyai pengaruh yang berbeda dalam proses perubahan bentuk fisik bahan bakar. Selain itu adanya faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi penurunan berat.
20
Tabel 5. Pengukuran berat bahan bakar setelah penyemprotan selama 1 minggu. Dosis Ulangan (gram) Berat No Herbisida (ml/m2) rata2/dosis a b c 1 Gramoxone 0 280 250 270 (266.67) 10 210.4 229.2 222.3 (220.63) 30 235 203.5 238.8 (225.77) 50 226.9 212.5 202.6 (214.00) 70 207.6 222 241.2 (223.60) 2 Rollup 0 290 290 280 (286.67) 10 218.1 205.3 214.9 (212.77) 30 209.7 206.3 221.8 (212.60) 50 207.7 201.9 228.7 (212.77) 70 207.6 230.7 208 (215.43) Perubahan berat terjadi pada penurunan berat dimana berat ini merupakan pengaruh dari herbisida dan faktor lingkungan. Analisis ragam menunjukkan R2 = 69,82 dengan nilai P = 0,011 memberikan pengaruh yang nyata pada selang kepercayaan 95 %. Berdasarkan hasil uji Duncan setiap dosis tidak berbeda nyata secara spesifik kecuali kontrol. 400 Berat (gram)
350 300
Sblm disemprot
250
Stlah disemprot
200 150 100 50 0 0
10
30
50
70
Dosis (ml)
Gambar 3. Grafik Penurunan Berat Bahan bakar Setelah Penyemprotan (Gramoxone) selama 1 minggu Pada bahan bakar tanpa aplikasi herbisida (kontrol) berat bahan bakar berkurang dari 350 gram menjadi 266,67 gram dengan penyusutan
sekitar 23,8 %. Pada dosis 10 ml herbisida Gramoxone berat bahan bakar21 menjadi 220,63 gram dengan penyusutan 35,9 %. Pada dosis 30 ml herbisida Gramoxone berat bahan bakar menjadi 225,77 gram dengan penyusutan sekitar 35,4 %. Begitu pula dengan dosis 50 ml berat bahan bakar menjadi 214 gram dengan penyusutan sekitar 38,8 % dan penyusutan 36,1 % pada dosis 70 ml dengan berat bahan bakar 223,6. Pengaruh aplikasi herbisida Rollup, mengakibatkan penurunan berat bahan bakar tidak terlalu jauh dibandingkan dengan penurunan berat bahan bakar yang diberikan Gramoxone. Dari grafik pada Gambar 4 terlihat penurunan pada dosis 0 ml (kontrol), berat bahan bakar setelah penyemprotan dari 350 gram menjadi 286,67 gram dengan penyusutan 18 %. Sedangkan berat pada dosis 10 ml yaitu 212,77 gram dengan penyusutan sampai dengan 70 ml berat bahan bakar menjadi 215,43 gram. Berdasarkan analisis ragam menunjukkan R2 = 92,57 dengan nilai P = 0,000 memberikan pengaruh yang nyata pada selang kepercayaan 95 %. Selanjutnya dilakukan uji lanjutan dengan uji Duncan dimana setiap dosis tidak berbeda nyata kecuali kontrol. 400 ) m350 a r g 300 ( r a 250 k a 200 b n 150 a h a 100 b t a 50 r e 0 b 0 ml
10 ml
30 ml
50 ml
70 ml
Dosis (ml) Sebelum disemprot
Setelah disemprot
Gambar 4. Grafik Penurunan Berat Bahan bakar Setelah Penyemprotan (Rollup) selama 1 minggu
22
4.1.5. Pengukuran Kadar Air Setelah Aplikasi Herbisida Kadar air bahan bakar tanpa aplikasi herbisida Gramoxone (0 %) adalah 47,79 %. Kadar air rata-rata pada dosis 10 ml setelah 1 minggu diaplikasi adalah 2,97 %. Pada dosis 30 ml kadar air rata-rata sebesar 3,05 %, lalu 2,49 % pada dosis 50 ml dan 2,06 % pada dosis 70 ml. Pada jenis herbisida Rollup, pada kontrol (0 ml) menghasilkan kadar air yang tinggi dengan ratarata 76,41 %. Dibandingkan dengan 10 ml maka terjadi perbedaan dengan kadar air rata-rata 1,77 %. Pada dosis 30 ml kadar air rata-ratanya sebesar 1,40 %, lalu 1,90 % pada dosis 50 ml dan 2,28 % pada dosis 70 ml seperti tercantum pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil pengukuran kadar air bahan bakar No
Herbisida
Dosis
1
Gramoxone
2
Rollup
0 10 30 50 70 0 10 30 50 70
a 50.15 1.57 4.22 2.41 0.50 66.25 2.20 0.30 0.91 1.57
Ulangan b 27.39 6.38 3.31 2.20 2.20 90.11 2.09 2.88 3.68 4.17
c 65.84 0.96 1.63 2.88 3.47 72.86 1.01 1.01 1.11 1.11
Rata2 KA (%) (47.79) (2.97) (3.05) (2.49) (2.06) (76.41) (1.77) (1.40) (1.90) (2.28)
Analisis ragam pada herbisida Gramoxone menunjukkan R2 = 86,36 dengan nilai P = 0,000. Pada Rollup menunjukkan R2 = 97,67 dengan nilai P = 0,000. Kedua herbisida tersebut berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 %. Berdasarkan hasil uji Duncan, ada perbedaan yang nyata antara kadar air bahan bakar yang diaplikasi herbisida dengan tanpa aplikasi herbisida (kontrol). Hasil pengukuran kadar air bahan bakar yang diaplikasi herbisida memperlihatkan kadar air yang lebih rendah dibanding kadar air bahan bakar tanpa aplikasi herbisida (kontrol).
23
4.1.6.
Pengukuran Lamanya Pembakaran Lamanya pembakaran pada bahan bakar yang dibakar diukur
melalui tahap-tahap proses pembakaran. Pada tahap pertama yang dilakukan ialah mengamati adanya pemanasan awal pada saat api didekatkan dibawah bahan bakar, dimana akan muncul percikan api yang sangat cepat yang dinamakan Pre ignition. Tahap kedua, setelah timbulnya percikan api maka akan timbul lidah api menyala yang akan membakar bahan bakar yang dinamakan dengan Flamming. Tahap ketiga atau Smoldering diamati ketika lidah api tidak menyala dan bahan bakar berubah menjadi bara yang menimbulkan gas-gas yang keluar sangat tebal. Pada tahap keempat yang dinamakan dengan Glowing diamati pada saat gas-gas yang keluar pada saat Smoldering perlahan-lahan berkurang dan bara pun semakin habis. Barulah terjadi tahap akhir/kelima dinamakan Extinction dimana bahan bakar telah habis terbakar, tidak ada bara dan asap. Dari kelima fase/proses pembakaran yang ada, pada Gramoxone 0 ml (kontrol) fase pembakaran pre ignition terjadi sampai 7 detik, flamming waktu untuk munculnya api selama 1 menit 58 detik, smoldering selama 2 menit 55 detik, glowing 3 menit 16 detik, dan extinction 3 menit 19 detik. Sedangkan pada Gramoxone dosis 70 ml, fase pembakaran pre ignition terjadi sampai 1 detik, flamming waktu untuk munculnya api selama 1 menit 19 detik, smoldering selama 1 menit 58 detik, glowing 2 menit 11 detik, dan extinction 2 menit 14 detik. Pada kontrol (0 ml) fase pembakaran pre ignition terjadi sampai 3 detik, flamming waktu untuk munculnya api selama 1 menit 1 detik, smoldering selama 1 menit 50 detik, glowing 2 menit 14 detik, dan extinction 2 menit 27 detik. Sedangkan pada Rollup dosis 70 ml, fase pembakaran pre ignition terjadi sampai 4 detik, flamming waktu untuk munculnya api selama 58 detik, smoldering selama 1 menit 44 detik, glowing 2 menit 7 detik, dan
extinction 2 menit 11detik. Berdasarkan hasil uji Duncan, pengaruh dari dosis herbisida tidak ada perbedaan yang nyata pada lamanya waktu pembakaran. Sebab, hasil akhir menunjukkan waktu yang sebagian sama
24
setiap dosis maupun kontrol dengan waktu total rata-rata 2 menit 28 detik. Tabel 7. Lamanya waktu pembakaran (Rata-rata) No
1
2
Jenis Herbisida
Gramoxone
Rollup
Dosis (ml)
Tahap pembakaran (waktu) (menit : detik)
0
Pre ignition 00:07.8
10
00:02.4
00:42.7
01:50.5
02:21.8
02:25.5
30
00:02.6
01:13.4
02:02.0
02:40.3
02:43.2
50
00:03.7
01:23.4
02:08.5
02:26.0
02:29.5
70
00:01.6
01:19.1
01:58.9
02:11.5
02:14.2
0
00:03.9
01:01.0
01:50.5
02:14.8
02:27.2
10
00:02.4
01:14.6
02:13.5
02:26.8
02:29.4
30
00:04.7
01:20.7
01:53.5
02:04.8
02:08.3
50
00:02.4
01:08.0
01:55.7
02:10.7
02:13.7
70
00:04.4
00:58.8
01:44.4
02:07.0
02:11.0
Flamming
Smoldering
Glowing
Extinction
01:58.7
02:55.2
03:16.2
03:19.7
Namun, pada tabel 7 dapat dilihat bahwa waktu yang cepat terbakar pada Gramoxone terdapat pada dosis 70 ml dengan waktu 2 menit 14 detik, sedangkan pada kontrol mempunyai waktu 3 menit 19 detik untuk waktu terlama. Pada Rollup waktu yang tercepat yaitu pada dosis 30 ml, dengan waktu 2 menit 8 detik, sedangkan yang terlama 2 menit 29 detik pada dosis 10 ml. 160 140 120
) k it 100 e d ( 80 u t k 60 a W 40 20 0 Pre ignition
Flamming
Smoldering
Glowing
Tahap Proses Pembakaran 0 ml
10 ml
30 ml
50 ml
70 ml
Extinction
25
Gambar 5. Lamanya Waktu Pembakaran per Dosis (Gramoxone) Gambar 5 menunjukkan bahwa dosis 30 ml pada fase pembakaran lebih meningkat pada tahap glowing dan extinction bila dibandingkan dengan dosis yang lainnya (10 ml, 30 ml, 50 ml, 70 ml) tanpa dibandingkan dengan kontrol. Namun pada dosis 50 ml pada tahap flamming dan smoldering lebih meningkat dan berbeda tipis dengan dosis 70 ml.
200 180 160
) ik t e d ( u t k a W
140 120 100 80 60 40 20
0 Pre ignition Flamming Smoldering Glowing
Extinction
Tahap Proses Pembakaran 0 ml
10 ml
30 ml
50 ml
70 ml
Gambar 6. Lamanya Waktu Pembakaran per Dosis (Rollup) Gambar 6 menunjukkan bahwa dosis 10 ml pada fase pembakaran lebih meningkat pada tahap smoldering sampai extinction bila dibandingkan dengan dosis yang lainnya (10 ml, 30 ml, 50 ml, 70 ml). Namun pada dosis 30 ml pada tahap flamming lebih meningkat yang berarti terjadi flamming pada waktu yang cukup lama dibandingkan dosis lainnya.
26
4.2. Pembahasan 4.2.1. Potensi bahan bakar Menurut Brown and Davis (1973), terdapat kecenderungan positif antara potensi bahan bakar dan intensitas api dimana pada kondisi kadar air yang optimum untuk terjadi penyalaan maka potensi bahan bakar yang tinggi akan mengakibatkan tingkat energi yang dihasilkan juga tinggi sehingga mampu menghanguskan bahan bakar yang tersedia dalam beberapa saat. Pada petak berukuran 3200 m2 yang berjumlah 8 petak dengan tiap petak terdiri atas 3 subpetak, memiliki potensi sangat tinggi yang terdapat di tegakan pinus. Apabila terjadi kebakaran di tempat tersebut maka api akan mudah mengkonsumsi bahan bakar, dimana setiap petak memiliki bahan bakar berupa tumbuhan bawah dan serasah pinus. Dengan dilaksanakannya penyiapan lahan dengan cara mengaplikasikan herbisida terhadap bahan bakar, otomatis bahan bakar yang disemprot herbisida akan mengalami kekeringan dengan kadar air yang rendah. Muatan bahan bakar yang potensi terbakarnya cukup tinggi seperti bahan bakar halus yang tersedia akan mempengaruhi terhadap perilaku api, yaitu lamanya api membakar. Terutama untuk menduga potensi bahan bakar permukaan yang dapat menjadi faktor yang mempengaruhi terhadap kebakaran permukaan ataupun kebakaran hutan secara keseluruhan. Bahan bakar permukaan seperti serasah, ranting tumbuhan non-semai (tumbuhan bawah) maupun bahan bakar merupakan bahan bakar potensial. Menurut Chandler et al (1983) potensi bahan bakar merupakan jumlah dari material yang dapat dikonsumsi oleh intensitas kebakaran yang tinggi yang dapat diharapkan untuk membentuk lokasi yang spesifik. Bahan bakar merupakan
salah satu unsur dari segitiga api selain dari ketersediaan oksigen dan penyulut api. Grafik 3 dan 4 menampilkan terjadi penurunan berat setelah bahan bakar disemprot. Kedua jenis herbisida yakni Gramoxone dan Rollup mampu
27
untuk mempengaruhi penurunan berat bahan bakar tersebut. Namun grafik tersebut penurunannya tidak signifikan karena data penurunan berat berbeda. Pada Gramoxone, terjadi penurunan berat bahan bakar setelah disemprot selama 1 minggu dari kontrol (0 ml) ke 10 ml. Namun penurunan tersebut tidak terjadi pada dosis berikutnya yaitu dosis 30 ml, kemudian meningkat pada dosis 70 ml. Pada herbisida Rollup, perbedaannya tidak jauh berbeda dengan penurunan berat bahan bakar yang menggunakan Gramoxone. Hanya pada dosis 70 ml mengalami kenaikan setelah dari control (0 ml) sampai dengan dosis 10 ml, 30 ml, 50 ml berat bahan bakar setiap dosis menurun. Hal ini terjadi karena selain pengaruh dosis herbisida yang dapat mengakibatkan bahan bakar terjadi perubahan tetapi karena pengeringannya yang kurang merata. Ada beberapa sampel bahan bakar yang terkena sinar matahari saat pergantian waktu, misalnya pergantian waktu pagi hari menuju siang hari. Syaufina (1988) menyatakan dari hasil penelitiannya di hutan jati Jawa Tengah frekuensi kebakaran hutan tertinggi dicapai pada jam 09.0012.00 dan 12.00-15.00 dimana radiasi mataharinya maksimum. Dapat dijelaskan bahwa radiasi matahari maksimum memicu kebakaran hutan melalui proses pemanasan yang mengakibatkan terjadinya pengeringan bahan bakar hutan sehingga bahan bakar akan mudah terbakar. 4.2.2. Ketebalan bahan bakar Bahan bakar tersusun secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal merupakan bahan bakar yang bertingkat ke atas sehingga apabila terjadi kebakaran kemungkinan besar akan mencapai tajuk pohon dengan cepat, sedangkan secara horizontal merupakan bahan bakar yang tersusun menyebar secara mendatar di lantai hutan. Kepadatan bahan bakar yang ditumpuk mempunyai rasio pengumpulan yang lebih tinggi dan mempunyai
koefisien pembakaran yang rendah. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan atau suplai oksigen terhadap api yang dibatasi oleh kepadatan bahan bakar (Brown & Davis, 1973). Dengan menumpukkan bahan bakar secara horizontal, terbukanya ruang-ruang untuk menyuplai oksigen untuk pembakaran. Walaupun agak rapat dengan ukuran tinggi bahan bakar setiap jenis herbisida
28
dengan dosis yang berbeda, tingginya pun berbeda. Data yang diperoleh diketahui tinggi rata-rata terendah terdapat pada dosis 10 ml dengan ketebalan 9 cm, sedangkan ketebalan tertinggi yaitu 11 cm pada dosis 30 ml dan 70 ml yang bahan bakarnya diberi perlakuan herbisida Gramoxone. Pada Rollup ketebalan rata-rata terendah terdapat pada dosis 30 ml dengan ketebalan 11 cm dan ketebalan tertinggi yaitu 13 cm. Sehingga dengan rata-rata ketebalan yang ukuran tebalnya tidak berbeda jauh maka berdasarkan uji Duncan ketebalan bahan bakar per dosis tidak ada perbedaan yang nyata. Namun karena ukuran ketebalan bahan bakar dalam setiap ulangan berbeda maka ketebalan bahan bakar berpengaruh terhadap herbisida dan mempengaruhi pembakaran. 4.2.3. Kadar air bahan bakar Kadar air yang dihasilkan setelah aplikasi herbisida Gramoxone dari kontrol (0 ml) sebesar 47,79 %.
Untuk bahan bakar dosis 10 ml
mempunyai kadar air bahan bakar 2,97 %, bahan bakar dosis 30 ml menghasilkan 3,05 % kadar air bahan bakar, dosis 50 ml 2,49 % kadar air bahan bakar, dan bahan bakar 70 ml menghasilkan kadar air 2,06 %. Sehingga menurut Husaeni (2003a) untuk bahan bakar yang memiliki kadar air dibawah 7 %, percikan api kecil saja akan menyebabkan bahan bakar tersebut terbakar. Pada Rollup kadar air pada kontrol 76,41 % lebih besar dari kadar air pada kontrol Gramoxone. Pada dosis 10 ml kadar air bahan bakar 1,77 %, dosis 30 ml 1,40 % kadar air bahan bakar, dosis 50 ml 1,90 % kadar air bahan bakar, dan 70 ml 2,28 % kadar air bahan bakar. Brown & Davis (1973) menyatakan bahwa kadar air bahan bakar menentukan banyaknya bahan bakar yang potensial untuk terbakar dan juga menetukan besar kecilnya proses pembakaran. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan kadar air yang rendah yaitu dengan jalan pengeringan di bawah terik sinar matahari
dalam jangka waktu tertentu. Suhu rata-rata dalam 1 minggu yaitu 30,24oC dan kelembabannya 68,95 %. Berdasarkan hasil uji, kadar air berpengaruh terhadap kemudahan bahan bakar yang telah diberi herbisida. Adanya perbedaan nyata setelah diuji dengan uji Duncan antara kontrol dengan dosis herbisida namun antara setiap dosis tidak berbeda nyata. Pada setiap dosis 29
memiliki rata-rata yang hampir sama dibandingkan dengan kontrol yang memiliki kadar air yang tinggi (dapat dilihat pada Tabel 6). Hal ini
dikarenakan dosis yang memiliki kadar air rendah berarti perlakuan dari herbisida sangat berpengaruh. Kadar air bahan bakar akan menentukan mudah tidaknya bahan bakar untuk terbakar. Kemudahan untuk tersulut dan terbakar, laju penjalaran api, potensi terjadinya api lompat, dan intensitas api dipengaruhi oleh kadar air bahan bakar. Suhu, kelembaban, musim hujan, waktu dalam sehari dan kondisi topografis, secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi kadar air bahan bakar pada suatu waktu tertentu (Husaeni, 2003a). 4.2.4. Pengaruh Dosis Herbisida Terhadap Bahan Bakar Pengaruh penyemprotan berbagai dosis herbisida terhadap keringnya bahan bakar menunjukkan hasilnya pada penyemprotan sebelum pembakaran. Dimana bahan bakar yang disemprot dengan Gramoxone dan Rollup dicampur dengan cairan Agristick mengalami perubahan warna, disatu sisi juga menimbulkan perubahan terhadap kadar airnya. Penggunaan agristick dimaksudkan sebagai perekat herbisida non-ionik untuk mengurangi tegangan permukaan butir-butir semprot herbisida dan meratakan larutan semprot herbisida pada tanaman, sehingga bila dilakukan penyemprotan dan cuaca hujan maka herbisida tidak akan tercuci atau kehilangkan fungsinya. Bahan bakar yang disemprot dengan cairan herbisida Gramoxone bentuknya menjadi agak kaku, kering, dan berwarna coklat. Dari pengamatan kondisi fisik bahan bakar, Gramoxone memberikan pengaruh yang besar. Dengan sifatnya yang kontak langsung dengan bahan bakar, setiap cairan yang mengenai bahan bakar akan membuat jaringannya rusak. Namun bila tidak terkena akan tetap
dengan warna asalnya, sehingga penyemprotannya harus dilakukan dengan teliti dan merata. Dari hasil penyemprotan terlihat bahwa daya kerja paraquat begitu cepat dimana setelah aplikasi, hasilnya dapat terlihat. Untuk mencapai kekeringan membutuhkan waktu 2 hari untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan bantuan dari sinar matahari dan cuaca yang cerah. Berbeda dengan cuaca mendung, pengaruh dari herbisida membutuhkan waktu agak lama untuk
30
membuat bahan bakar menjadi kering sepenuhnya. Rollup mengandung glyphosate yang memberikan pengaruh terhadap bahan bakar yang ditandai dengan bentuk fisik dari bahan bakar seperti layu, warnanya kuning khusus untuk Rane (Selaginella plana Hieron) dan kecoklat-coklatan, hampir sama dengan pengaruh oleh gramoxone. Glyphosate adalah zat pemusnah ilalang yang sangat efektif, aman bagi pengguna, dan bebas dari bahaya terhadap lingkungan. Selain itu, meskipun kadar racun glyphosate lebih rendah dari paraquat, beberapa surfaktan (zat pencair) yang digunakan dalam persiapan penyemprotan sangat beracun (Anonim, 2005).
Dengan sifatnya yang sistemik, waktu untuk mencapai
bahan bakarnya untuk Rane (Selaginella plana Hieron) kering membutuhkan waktu 1 minggu untuk hasil yang maksimal. Untuk jenis Harendong (Melastoma malabathricum) membutuhkan waktu 3 hari. Cairan tersebut menyebar langsung menyerang tanaman hingga mati sampai ke akar-akarnya sehingga efeknya terhadap bahan bakar akan mati secara total tanpa ada yang tumbuh tumbuhan baru. 4.2.5. Lamanya pembakaran Cepat atau lambatnya waktu pembakaran suatu bahan bakar dapat ditinjau berdasarkan ketebalan bahan bakar, kerapatan bahan bakar, pengaruh angin, dan bahan bakar itu sendiri yang terdiri atas bahan bakar halus dan bahan bakar kasar. Menurut Husaeni (2003a) ukuran bahan bakar merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi laju reaksi pembakaran bahan bakar. Mudah tidaknya bahan bakar untuk terbakar tergantung pada ketebalan
atau diameter bahan bakar. Bahan bakar ringan akan tersulut dan terbakar dengan segera. Bahan bakar berat sering mengalami reaksi pembakaran yang lambat atau tidak sempurna. Secara umum, semakin halus bahan bakar maka laju penjalaran api akan semakin cepat, asalkan ada kontinuitas bahan bakar untuk menunjang reaksi pembakaran. Satu hal selain kriteria yang mempengaruhi kecepatan bahan bakar terbakar yaitu dengan pemakaian herbisida. Herbisida memiliki kemampuan untuk mematikan bahan bakar atau bahan bakar supaya menjadi kering. Hal31 ini pun dapat mempengaruhi sebagai salah satu penyebab pengukuran lamanya pembakaran. Namun berdasarkaan hasil uji analisis pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata dimana herbisida tidak berpengaruh terhadap lamanya waktu pembakaran. Pada bahan bakar yang diberikan dengan Gramoxone, waktu untuk terjadi pembakaran berlangsung sangat lama pada kontrol yaitu maksimal 3 menit 19 detik dari fase awal (pre ignition) sampai fase akhir (extinction). Sedangkan untuk timbulnya api (flamming) mengkonsumsi bahan bakar sangat cepat selama 42 detik pada dosis 10 ml. Waktu dalam pembakaran lebih lama karena kadar airnya tinggi sehingga dibutuhkan energi yang cukup besar untuk terjadi pembakaran. Kadar air bahan bakar yaitu 47,79 % lebih tinggi dibandingkan bahan bakar dosis yang lain. Gambar
5
menunjukkan
perbandingan
lamanya
waktu
pembakaran per dosis pada Gramoxone. Dari dosis 0 ml sampai dengan 70 ml terlihat bahwa terjadi penurunan waktu pada dosis meskipun terjadi bersifat fluktuatif. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kekeringan dan dosisnya responsif terhadap nyala api untuk membakar bahan bakar karena adanya gas yang menguap (volatile) dari bahan bakar. Menurut Broido and Nelson (1964) dalam Kauffman et al (1988), pirolisis dari material tanaman juga menghasilkan volatile yang mendukung pembakaran. Naiknya kandungan abu bebas silica meminimalkan atau mengurangi net reaksi pirolisis dalam pembakaran. Untuk fase Smoldering, Glowing, dan Extinction menunjukkan grafik yang meningkat karena mengkonsumsi bahan bakar dalam waktu yang
lama dari kontrol dan tiap dosis 10 ml sampai dengan 0 ml. Hal ini dikarenakan karena angin sehingga bahan bakar yang terbakar berupa bara dan asap. Menurut Saharjo (2003b) angin secara langsung mempengaruhi laju pembakaran bahan bakar melalui efeknya terhadap suplai oksigen pada bahan bakar yang sedang terbakar. Angin yang kencang meningkatkan laju penjalaran api melalui pemiringan nyala api paling depan, sehingga bahan bakar yang belum terbakar menerima energi radiasi dan konveksi pada laju yang cepat.
32
Selain itu, karena bahan bakar tersebut yang diaplikasi dengan herbisida berupa cairan kimia Parakuat diklorida menyebabkan api akan bereaksi dengan cairan kimia tersebut, seperti daun pinus yang mengandung resin. Minyak dan resin dalam pembakaran bahan bakar akan menaikkan reaksi panas karena mereka berisi energi yang besar. Bahan bakar yang berisi konsentrasi kimia yang tinggi akan terbakar secara intensif dan akan ada hubungan yang berlawanan pada konsentrasi elemen mineral yang tinggi dalam kayu dan material daun yang dapat mengurangi flammabilitas pada beberapa jenis tanaman (Whelan, 1995) Berbeda dengan perlakuan dari Rollup terhadap lamanya pembakaran. Tabel 7 menunjukkan pada bahan bakar kontrol memiliki waktu pembakaran 2 menit 27 detik tetapi tidak jauh dengan waktu pada bahan bakar dosis 10 ml meskipun kadar airnya 76,41%. Waktu yang dibutuhkan api untuk membakar terjadi paling lama 2 menit 29 detik pada dosis 10 ml, sedangkan yang paling cepat 2 menit 8 detik pada bahan bakar dosis 30 ml. Pada fase flamming tercatat waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fase tersebut dalam hitungan detik yaitu pada dosis 70 ml dengan waktu 58 detik api menyala. Berarti fase flamming pada herbisida ini cepat. Gambar 6 menunjukkan grafik waktu dalam fase flamming ialah naik turun. Namun, itulah perbedaannya dengan Gramoxone dimana pada jenis herbisida ini kadar airnya masih tinggi pada kontrol. Namun pada dosis lainnya dibawah 2 %. Meskipun ada peluang untuk membakar bahan bakar tapi berlangsung cepat dan bahan bakar terbakar habis.
Pada fase smoldering, glowing, dan extinction terjadi peningkatan waktu pembakaran, adanya grafik yang meningkat dari fase ini. Timbulnya bara dan asap pun berlangsung dalam waktu relatif lama, dikarenakan bahan bakar tersebut rapat. Sehingga pembakaran cenderung lambat dan bahan bakar semakin habis terbakar. Menurut Husaeni (2003a) banyaknya bahan bakar yang dapat terbakar akan mempengaruhi intensitas api (dapat dinyatakan 33 dengan tinggi nyala api) yang akan terjadi. Semakin banyak bahan bakar yang
tersedia per hektarnya, akan semakin tinggi intensitas apinya dan semakin besar pula panas yang dihasilkannya. Jadi banyaknya bahan bakar akan menentukan banyaknya panas yang dapat dilepaskan selama kebakaran. Dalam penyiapan lahan dengan menggunakan herbisida, aplikasi dari kedua jenis herbisida yaitu Gramoxone dan Rollup memang berfungsi untuk membunuh bahan bakar yang berserakan dalam suatu lahan. Penggunaan dosis herbisida yang cukup takarannya dapat mencegah hal-hal yang dapat merusak lingkungan. Oleh karena itu, penggunaan dosis yang kecil takarannya dianjurkan dalam pembersihan lahan dengan dosis yang sesuai dengan luas areal yang akan diberikan herbisida. Untuk penggunaan dosis yang lebih tinggi adalah sama dengan dosis yang rendah hanya mempercepat pengeringan pada bahan bakar juga dapat memudahkan timbulnya api yang lebih responsif terhadap bahan bakar.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 5.1.1. Jenis Herbisida Gramoxone dengan dosis 10 ml/m2, 30 ml/m2, 50 ml/m2, dan 70 ml/m2 efektif menimbulkan perubahan pengeringan bahan bakar selama 2 hari setelah aplikasi. Jenis herbisida Rollup dengan dosis yang sama menimbulkan perubahan selama 3 hari. Kontrol (0 ml/m2) perubahan pengeringan terlihat selama 1 minggu. Hal ini terlihat pada kondisi fisik bahan bakar seperti terjadi pengeringan dan penurunan berat bahan bakar. 5.1.2. Bahan bakar mudah terbakar adalah yang telah diaplikasikan dengan herbisida jenis Gramoxone dan Rollup pada dosis 10 ml/m2, 30 ml/m2, 50 ml/m2, dan 70 ml/m2. Setiap dosis yang berbeda tidak menimbulkan perbedaan lamanya waktu yang signifikan, sehingga pengaruh setiap dosis herbisida terhadap lamanya waktu pembakaran adalah sama.
5.2. Saran 5.2.1. Diperlukan pengkajian mengenai dampak dari herbisida terhadap lingkungan terutama asapnya.
5.2.2. Dalam penyiapan lahan sebaiknya digunakan cara lama yaitu dengan slashing (tebas) dan membiarkan terdekomposisi secara alami yang akan menjadi mulsa. Namun perlu dijaga dari ancaman bahaya kebakaran yang datangnya tidak terduga-duga.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugroho, W. C., IN. N. Suryadiputra, Saharjo B. H. dan Siboro L. 2005. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan gambut. Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia. Bogor: Wetland International – Indonesia Programme and Wildfire habitat Canada. Anonim. 2002.
Burning Issues. http://ffpmp2.hp.infoseek.co.jp/Indonesia/in-
ewds.html [21 Januari 2008]. . 2005. Gulma Apa Saja Bukan Masalah yang Penting Caranya. http://www.tanindo.com/abdi18/hal3501.htm [28 Mei 2008]. Brown, A. A dan Davis K. P., 1973. Forest Fire Control and Use. New York: McGraw Hill Book Company. Inc. Chandler, CD, Cheney P, Trabaud L, and Williams D. 1983. Fire in Forestry. Forest Fire Behaviour and Effects. Volume I. John Willey and Sons. New York. p: 171-180.
Clar, CD. and Chatten LR. 1954. Principles of Forest Fire Management. Departement of Natural Resources Division of Forestry. California. 200p. Fernandez, D. B. 1976. Biology and competition of Pennisetum polystachion (L.) Scult. BIOTROP internal Report. Fuller, M. 1991. Forest Fire. Toronto: John Wiley and Sons, Inc. Canada. p:6977. Haygreen, J. G. and Bowyer J L. 1986. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Alih Bahasa : Dr. Ir. Sutjipto A. Hadikusumo, Editor : Prof. Dr.Soenardi Prawirohatmodjo. Gajam Mada University Press. 719 pp. Husaeni, E.A. 2003a. Bahan Bakar Hutan. Dalam : Suratmo, F.G., E.A. Husaeni., N.S. Jaya (ed). Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. edisi 1. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal : 219-227. Kauffman et al. 1988. Fire in the Venezuelan Amazon 1 : Fuel Biomass and Fire
36
Chemistry in the Evergreen Rain Forest of Venezuela. Oikos 53 : 167-175.
Majid, R A. 1997. Pembukaan areal baru perkebunan kelapa sawit dengan teknik tanpa bakar (zero burning). In: Poeloengan, Z., K. Pamin, P. Purba, Y.T. Adiwiganda, P.L. Tobing, dan M.L. Fadli (Ed.). Pembukaan areal dengan cara zero burning. Prosidling pertemuan teknis kelapa sawit, 22 April 1997, Medan. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan. P.1-13. Mattjik, A. A. dan Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid 1. IPB Press. Bogor. Moenandir, J. 1988. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Jakarta : Rajawali Press. Onrizal.
2005.
Pembukaan Lahan Dengan Dan Tanpa Bakar. Jurusan
Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Purba, A. Poeloengan Z, Guritno P., 1997. Aplikasi teknik tanpa bakar untuk peremajaan kelapa sawit. In: Poeloengan, Z., K. Pamin, P. Purba, Y.T. Adiwiganda, P.L. Tobing, dan M.L. Fadli (Ed.). Pembukaan areal dengan
cara zero burning. Prosidling pertemuan teknis kelapa sawit, 22 April 1997, Medan. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan. P. 23-31. Saharjo, B. H. 2003b. Segitiga Api. Dalam : Suratmo, F.G., E.A. Husaeni., N.S. Jaya (ed). Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. edisi 1. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal : 123-125. Sumantri. 2003a. Prinsip Pencegahan Kebakaran Hutan. Dalam : Suratmo, F.G, E.A. Husaeni., N.S. Jaya (ed). Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. edisi : 1. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Hal : 185. Sutisna, U. 1985. Analisa Komposisi Jenis Pohon Hutan Rawa Gambut di Sei Mandor, Kalimantan Barat. Buletin Penelitian Hutan (469) : 19-35.
LAMPIRAN
Pengukuran Lamanya Waktu Pembakaran
Lampiran 1
Fase Pembakaran (mm:dd)
No
Herbisida
Dosis
Pre ignition
Flamming
Smoldering
Glowing
1
G
0a
00:06.9
01:39.1
02:20.8
02:25.9
Rata2 Waktu pembakaran Extinction
Pre ignition
Flamming
Smoldering
Glowing
Extinction
02:29.2
00:03.7
01:58.7
02:55.2
03:16.2
03:19.7
0b
00:07.2
01:35.5
02:44.9
03:12.1
03:17.2
0c
00:09.4
02:41.4
03:40.0
04:10.7
04:12.6
10a
00:03.1
01:16.9
02:15.0
02:27.7
02:30.7
00:02.4
00:42.7
01:50.5
02:21.8
02:25.5
10b
00:01.1
00:03.8
01:29.4
02:37.0
02:43.0
10c
00:02.8
00:47.3
01:47.0
02:00.8
02:02.8
30a
00:02.0
01:39.3
02:17.0
02:52.1
02:54.3
00:02.6
01:13.4
02:02.0
02:40.3
02:43.2
30b
00:01.4
01:09.7
01:38.6
02:02.4
02:05.0
30c
00:04.3
00:51.3
02:10.5
03:06.4
03:10.2
50a
00:01.4
01:21.1
01:56.3
02:30.3
02:33.5
00:03.7
01:23.4
02:08.5
02:26.0
02:29.5
50b
00:06.8
01:23.7
01:56.3
02:02.5
02:06.5
50c
00:02.7
01:25.2
02:32.8
02:45.3
02:48.7
70a
00:01.7
00:44.2
01:22.4
01:46.1
01:50.1
00:01.6
01:19.1
01:58.9
02:11.5
02:14.2
70b
00:01.9
01:29.9
02:17.1
02:21.9
02:23.7
70c
00:01.3
01:43.1
02:17.1
02:26.6
02:28.9
2
R
0a
00:02.5
00:12.9
01:11.8
01:51.7
02:18.7
00:03.9
01:01.0
01:50.5
02:14.8
02:27.2
0b
00:02.7
01:11.9
01:48.7
02:00.1
02:03.8
0c
00:06.6
01:38.1
02:31.1
02:52.5
02:59.2
10a
00:02.6
01:19.5
01:32.0
01:50.1
01:52.6
00:02.4
01:14.6
02:13.5
02:26.8
02:29.4
10b
00:01.6
01:11.8
03:06.2
03:15.9
03:18.9
10c
00:03.1
01:12.4
02:02.3
02:14.3
02:16.8
30a
00:10.4
01:17.8
01:31.9
01:38.7
01:42.7
00:04.7
01:20.7
01:53.5
02:04.8
02:08.3
30b
00:01.2
01:22.2
02:12.2
02:32.4
02:35.9
30c
00:02.5
01:22.1
01:56.4
02:03.4
02:06.3
50a
00:02.9
00:45.0
01:40.7
02:00.9
02:04.7
00:02.4
01:08.0
01:55.7
02:10.7
02:13.7
50b
00:01.6
01:13.3
02:08.5
02:13.5
02:14.8
50c
00:02.6
01:25.8
01:57.8
02:17.8
02:21.4
70a
00:03.7
00:59.1
01:44.6
01:59.8
02:04.0
00:04.4
00:58.8
01:44.4
02:07.0
02:11.0
70b
00:05.8
00:25.4
01:18.0
01:57.4
02:00.5
70c
00:03.6
01:32.0
02:10.6
02:23.7
02:28.4
39
Lampiran 2. Hasil pengambilan gambar
Tegakan Pinus
Tegakan Pinus terbakar
Tegakan Pinus
Rollup
Gramoxone
Setelah disemprot Gramoxone H + 1
Alat Penyemprot
Setelah disemprot Rollup H + 1
40
(Lanjutan)
H + 1
H + 3
H + 5
H + 7
H + 2
H + 4
H + 6
41
Lampiran 3. Hasil pengamatan bahan bakar setelah disemprot herbisida Tabel 8. Hasil pengamatan penelitian Tanggal 15-08-08
Hari ke1
Herbisida Gramoxone
Dosis 0 ml 10 ml
30 ml
Rollup
Deskripsi Tidak terjadi perubahan Terjadi perubahan warna dari hijau menjadi coklat terutama harendong kecuali rane masih hijau. Warna harendong berubah menjadi coklat dan sauheun masih hijau.
50 ml
Warna harendong berubah menjadi coklat, kecuali daun puspa, Curculigo villosa masih hijau dan rane.
70 ml
Warna harendong berubah menjadi coklat dan sauheun menjadi agak hijau muda.
0 ml 10 ml
Tidak terjadi perubahan Ada beberapa warna dari harendong yang menjadi coklat, rane dan hareueus masih hijau.
30 ml
Ada beberapa yang masih hijau (harendong), daun puspa, dan sauheun yang menjadi coklat muda. Rane masih hijau, harendong tetap berubah menjadi coklat, dan rumput bulu masih hijau.
50 ml
70 ml
Sauheun masih hijau dan harendong menjadi warna coklat.
42
(Lanjutan) Tanggal 16-08-08
Hari ke2
Herbisida Gramoxone
Dosis 0 ml 10 ml
30 ml
50 ml
70 ml
Rollup
0 ml 10 ml
30 ml
50 ml
70 ml
Deskripsi Tidak terjadi perubahan Harendong menjadi warna coklat tua, rane agak menguning, beberapa rumput bulu masih hijau muda. Bentuk fisik mengering. Kontrol belum berubah. Harendong menjadi warna coklat tua, sauheun masih hijau muda, bentuk fisik mengering. Kontrol belum berubah. Curculigo villosa menjadi warna hitam, daun puspa sedikit ada perubahan menjadi hijau agak kecoklat-coklatan, rane mulai menguning, sauheun hijau muda. Kontrol belum berubah. Warna harendong berubah menjadi coklat tua dan sauheun menjadi agak hijau muda, rane hijau kekuningkuningan. Kontrol belum berubah. Tidak terjadi perubahan Beberapa warna dari harendong yang menjadi coklat tua, rane mulai menguning dan hareueus menjadi warna coklat. Kontrol belum berubah. Harendong menjadi warna coklat, daun puspa hijau kecoklat-coklatan, dan sauheun yang menjadi coklat. Kontrol belum berubah. Rane mulai menguning, harendong tetap berubah coklat tua, dan rumput bulu menjadi coklat muda. Kontrol belum berubah. Sauheun masih hijau dan harendong menjadi warna coklat tua. Kontrol belum berubah.
43
(Lanjutan) Tanggal 17-08-08
Hari ke3
Herbisida Gramoxone
Dosis 0 ml 10 ml
30 ml
50 ml
70 ml
Rollup
0 ml 10 ml
30 ml
50 ml
70 ml
Deskripsi Tidak terjadi perubahan Harendong menjadi warna coklat tua, rane agak menguning, beberapa rumput bulu masih hijau muda. Bentuk fisik mengering. Harendong menjadi warna coklat tua, sauheun masih hijau muda, bentuk fisik mengering. Bentuk fisik mengering. Curculigo villosa tetap warna hitam, daun puspa ada perubahan menjadi hijau agak kecoklat-coklatan, rane mulai menguning, sauheun hijau muda. Bentuk fisik mengering. Warna harendong berubah menjadi coklat tua dan sauheun menjadi agak hijau pucat, rane mulai menguning. Bentuk fisik mengering. Tidak terjadi perubahan Beberapa warna dari harendong yang menjadi coklat tua, rane mulai menguning dan hareueus menjadi warna coklat. Bentuk fisik mengering. Harendong menjadi warna coklat sebagian menghitam, daun puspa agak kecoklatcoklatan, dan sauheun menjadi coklat. Bentuk fisik mengering. Rane mulai menguning, harendong tetap berubah coklat tua sebagian hitam, dan rumput bulu menjadi coklat muda. Bentuk fisik mengering. Sauheun berubah menjadi hijau muda dan harendong menjadi warna coklat tua sebagian menghitam. Bentuk fisik mengering.
44
(Lanjutan) Tanggal 18-08-08
Hari ke4
Herbisida Gramoxone
Dosis 0 ml 10 ml
30 ml 50 ml
70 ml
Rollup
0 ml 10 ml
30 ml
50 ml
70 ml
Deskripsi Warna tetap hijau, namun agak mengering. Harendong berwarna coklat tua, rane agak menguning, beberapa rumput bulu berubah menjadi coklat muda. Bentuk fisik mengering. Harendong berwarna coklat tua, sauheun menjadi coklat muda, bentuk fisik mengering. Curculigo villosa tetap warna hitam, daun puspa ada perubahan menjadi agak kecoklat-coklatan, rane mulai menguning, sauheun menjadi coklat muda. Bentuk fisik mengering. Warna harendong coklat tua dan sauheun menjadi coklat muda, rane menguning. Bentuk fisik mengering. Warna tetap hijau, namun agak mengering. Beberapa warna dari harendong yang menjadi coklat tua, rane mulai menguning dan hareueus menjadi warna coklat. Bentuk fisik mengering. Harendong menjadi warna coklat sebagian menghitam, daun puspa agak kecoklatcoklatan, dan sauheun menjadi coklat. Bentuk fisik mengering. Rane mulai menguning tp masih kehijau-hijauan, harendong tetap berubah coklat tua sebagian hitam, dan rumput bulu menjadi coklat muda. Bentuk fisik mengering. Sauheun berubah menjadi coklat muda dan harendong menjadi warna coklat tua sebagian menghitam. Bentuk
fisik mengering. 45
(Lanjutan) Tanggal 19-08-08
Hari ke5
Herbisida Gramoxone
Dosis 0 ml 10 ml
30 ml
50 ml
70 ml
Rollup
0 ml 10 ml
30 ml
50 ml
70 ml
Deskripsi Warna tetap hijau (harendong, sauheun), namun agak mengering. Harendong berwarna coklat tua, rane menguning, rumput bulu berubah menjadi coklat muda. Bentuk fisik mengering. Harendong berwarna coklat tua, sauheun menjadi coklat muda pucat, bentuk fisik mengering. Curculigo villosa tetap warna hitam dan mengkerut, daun puspa ada perubahan menjadi kecoklat-coklatan, rane menguning, sauheun menjadi coklat muda. Bentuk fisik mengering. Warna harendong coklat tua dan sauheun menjadi coklat muda pucat, rane menguning. Bentuk fisik mengering. Warna tetap hijau (harendong, sauheun), namun agak mengering. Beberapa warna dari harendong yang menjadi coklat tua, rane warna kuning pucat dan hareueus menjadi warna coklat. Bentuk fisik mengering. Harendong warna coklat sebagian menghitam, daun puspa kecoklat-coklatan, dan sauheun coklat muda. Bentuk fisik mengering. Rane mulai menguning, harendong tetap coklat tua sebagian hitam, dan rumput bulu menjadi coklat muda pucat. Bentuk fisik mengering. Sauheun berubah coklat muda pucat dan harendong warna coklat tua sebagian
menghitam. mengering.
Bentuk fisik 46
(Lanjutan) Tanggal 20-08-08
Hari ke6
Herbisida Gramoxone
Dosis 0 ml 10 ml
30 ml
50 ml
70 ml
Rollup
0 ml
10 ml
30 ml
50 ml
70 ml
Deskripsi Warna harendong hijau kecoklatan, sauheun warna coklat muda. Harendong berwarna coklat tua, rane menguning keputihputihan, rumput bulu berubah menjadi coklat muda. Bentuk fisik mengering. Harendong berwarna coklat tua, sauheun menjadi coklat muda pucat, bentuk fisik mengering. Curculigo villosa tetap warna hitam dan makin mengkerut, daun puspa menjadi kecoklatcoklatan, rane menguning, sauheun menjadi coklat muda. Bentuk fisik mengering. Warna harendong coklat tua dan sauheun menjadi coklat muda pucat, rane menguning. Bentuk fisik mengering. Warna harendong hijau kecoklatan, sauheun warna coklat muda. Rane masih hijau. Beberapa warna dari harendong coklat tua, rane warna kuning pucat dan hareueus menjadi warna coklat. Bentuk fisik mengering. Harendong warna coklat sebagian menghitam, daun puspa kecoklat-coklatan, dan sauheun coklat muda. Bentuk fisik mengering. Rane hampir menguning semua, harendong tetap coklat tua sebagian hitam, dan rumput bulu coklat muda pucat. Bentuk fisik mengering. Sauheun berubah coklat muda
pucat dan harendong warna coklat tua sebagian menghitam. Bentuk fisik mengering. 47
(Lanjutan) Tanggal 21-08-08
Hari ke7
Herbisida Gramoxone
Dosis 0 ml 10 ml
30 ml
50 ml
70 ml
Rollup
0 ml 10 ml
30 ml
50 ml
70 ml
Deskripsi Semua berwarna coklat Harendong berwarna coklat tua, rane menguning keputihputihan, rumput bulu berwarna coklat muda. Bentuk fisik mengering. Harendong berwarna coklat tua, sauheun menjadi coklat muda pucat, bentuk fisik mengering. Curculigo villosa tetap warna hitam dan semakin mengkerut, daun puspa menjadi kecoklatcoklatan, rane menguning, sauheun coklat muda. Bentuk fisik mengering. Warna harendong coklat tua dan sauheun menjadi coklat muda pucat, rane menguning. Bentuk fisik mengering. Semua berwarna coklat warna dari harendong coklat tua, rane warna kuning pucat dan hareueus menjadi warna coklat. Bentuk fisik mengering. Harendong warna coklat sebagian menghitam, daun puspa kecoklat-coklatan, dan sauheun coklat muda. Bentuk fisik mengering. Rane menguning semua, harendong tetap coklat tua sebagian hitam, dan rumput bulu coklat muda pucat. Bentuk fisik mengering. Sauheun berubah coklat muda pucat dan harendong warna coklat tua sebagian menghitam. Bentuk fisik mengering.
48
Lampiran 4 . Hasil pengukuran suhu dan kelembaban Suhu (oC) Tanggal
Pagi
Siang
Sore
Suhu rata‐rata
RH rata‐rata (%)
Dry
Wet
RH
Dry
Wet
RH
Dry
Wet
RH
15‐08‐08
29
26
78
32
27
67
27
25
84
29.33
76.33
16‐08‐08
27
24
77
34
27
56
31
25
60
30.67
64.33
17‐08‐08
29
24
63
33
26
56
32
26
61
31.33
60.00
18‐08‐08
28
24
70
32
26
61
30
27
78
30.00
69.67
19‐08‐08
27
25
84
31
25
60
31
26
66
29.67
70.00
20‐08‐08
28
25
77
31
27
72
30
26
72
29.67
73.67
21‐08‐08
29
26
78
33
26
56
31
27
72
31.00
68.67
23‐08‐08
‐
‐
‐
‐
‐
‐
28
25
77
28
77
49
Lampiran 5 . Pengukuran tinggi dan diameter Tegakan Pinus Petak 1 No
Tinggi
1 14 2 11 3 13 4 13 5 14 6 14 7 14 8 14 9 15 10 11 Petak 2 No Tinggi 1 10 2 13 3 13 4 12 5 8 6 14 7 14 8 14 Petak 3 No Tinggi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
14 14 16 16 14 14 14 14 12
Tinggi rata-rata 13.3
Diameter
Tinggi rata-rata 12.3
Diameter
Tinggi rata-rata 14.1
Diameter
34.4 24.1 25.1 29.2 53.6 31.1 34.0 49.5 45.2 66.9
50.5 53.4 46.9 37.6 35.9 38.0 40.7 57.5
53.1 57.5 27.4 53.5 34.7 50.7 52.7 41.8 27.9
Diameter rata-rata 39.3
Diameter rata-rata 45.1
Diameter rata-rata 43.5
10 11
13 14
34.5 44.9
50
Petak 4 No
Tinggi
1 14 2 13 3 14 4 14 5 12 6 13 7 13 8 13 9 14 10 11 11 11 12 13 13 14 Petak 5 No Tinggi 1 14 2 14 3 10 4 10 5 14 6 14 7 13 8 14 9 13 Petak 6 No Tinggi 1 2 3 4 5
10 13 13 14 13
Tinggi rata-rata 13
Diameter
Tinggi rata-rata 14.1
Diameter
Tinggi ratarata 12.3
Diameter
Diameter rata-rata
33.4 35.4 39.2 60.5 32.8
38.9
21.7 32.7 36.3 43.9 29.6 44.3 25.9 27.1 70.4 27.2 29.6 64.3 42.4
45.9 34.8 35.4 17.1 48.4 40.4 36.9 38.2 41.3
Diameter rata-rata 38.1
Diameter rata-rata 37.6
6 7
13 10
42.7 28.7
51
Petak 7 No
Tinggi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
13 13 13 12 12 13 11 13 12 13 13 13 14 13 13
Tinggi rata-rata 12.7
Diameter
Tinggi rata-rata 12.4
Diameter
35.0 29.9 31.8 22.6 33.0 34.1 23.9 43.6 32.5 39.8 33.1 47.6 44.3 35.6 37.6
Diameter rata-rata 35.0
Petak 8 No
Tinggi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
13 12 14 12 12 12 12 13 13 13 10 12 13
39.6 32.4 65.8 28.3 29.6 24.8 36.3 45.2 43.2 44.3 27.1 29.8 36.7
Diameter rata-rata 36.8
14 15 16
13 12 13
40.4 31.0 34.9 52
Lampiran 6. Hasil pengolahan analisis data A. Berat Bahan Bakar Kering ANOVA: Gramoxone, berat versus dosis General Linear Model: berat versus dosis Factor dosis
Type fixed
Levels 5
Values 0, 10, 30, 50, 70
Analysis of Variance for berat, using Adjusted SS for Tests Source dosis Error Total
DF 4 10 14
Seq SS 8068.7 773.9 8842.6
S = 8.79727
Adj SS 8068.7 773.9
Adj MS 2017.2 77.4
R-Sq = 91.25%
F 26.06
P 0.000
R-Sq(adj) = 87.75%
Unusual Observations for berat Obs 2 3
berat 157.000 120.600
Fit 136.933 136.933
SE Fit 5.079 5.079
Residual 20.067 -16.333
St Resid 2.79 R -2.27 R
Uji Duncan untuk Berat Bahan Bakar Kering Duncan a,b Subset Dosis 50
N 6
1 213.38
10
6
216.70
30
6
219.18
70
6
219.52
0
6
Sig.
.458
2
276.67 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 165.044.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
53
ANOVA: Rollup, berat versus dosis General Linear Model: brt versus dsis Factor dsis
Type fixed
Levels 5
Values 0, 10, 30, 50, 70
Analysis of Variance for brt, using Adjusted SS for Tests Source dsis Error Total
DF 4 10 14
Seq SS 16412.1 173.3 16585.4
S = 4.16253
Adj SS 16412.1 173.3
R-Sq = 98.96%
Adj MS 4103.0 17.3
F 236.80
P 0.000
R-Sq(adj) = 98.54%
Unusual Observations for brt Obs 2
brt 105.200
Fit 113.733
SE Fit 2.403
Residual -8.533
St Resid -2.51 R
Uji Duncan untuk Berat Bahan Bakar Kering Duncan a,b Subset Dosis 30
N 3
1 212.60
10
3
212.77
50
3
212.77
70
3
215.43
0
3
2
286.67
Sig.
.756 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 103.547. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.
54
B. Kadar Air Bahan Bakar General Linear Model: berat versus dosis Factor dosis
Type fixed
Levels 5
Values 0, 10, 30, 50, 70
Analysis of Variance for berat, using Adjusted SS for Tests Source dosis Error Total
DF 4 10 14
Seq SS 4894.2 773.3 5667.5
S = 8.79373
Adj SS 4894.2 773.3
Adj MS 1223.5 77.3
R-Sq = 86.36%
F 15.82
P 0.000
R-Sq(adj) = 80.90%
Unusual Observations for berat Obs 2 3
berat 27.3900 65.8400
Fit 47.7933 47.7933
SE Fit 5.0771 5.0771
Residual -20.4033 18.0467
St Resid -2.84 R 2.51 R
Uji Duncan untuk Kadar Air Bahan Bakar Duncan a,b Subset Dosis 70
N 3
1 2.0567
50
3
2.2967
10
3
2.9700
30
3
3.0533
0
3
Sig.
2
47.7933 .899
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 77.308. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.
55
ANOVA: Rollup, KA versus dosis General Linear Model: brt versus dsis Factor dsis
Type fixed
Levels 5
Values 0, 10, 30, 50, 70
Analysis of Variance for brt, using Adjusted SS for Tests Source dsis Error Total
DF 4 10 14
Seq SS 13346.8 318.2 13665.0
S = 5.64051
Adj SS 13346.8 318.2
R-Sq = 97.67%
Adj MS 3336.7 31.8
F 104.88
P 0.000
R-Sq(adj) = 96.74%
Unusual Observations for brt Obs 1 2
brt 66.2500 90.1100
Fit 76.4067 76.4067
SE Fit 3.2565 3.2565
Residual -10.1567 13.7033
St Resid -2.21 R 2.98 R
Uji Duncan untuk Kadar Air Bahan Bakar Duncan a,b Subset Dosis 30
N 3
1 1.3967
10
3
1.7667
50
3
1.9000
70
3
2.2833
0
3
2
76.4067
Sig.
.861 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 31.815. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.
C. Ketebalan Bahan Bakar Univariate Analysis of Variance (Gramoxone*Rollup) Levene's Test of Equality of Error Variances(a)
Dependent Variable: tebal F
df1
df2
2.853
9
Sig. 20
.024
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a Design: Intercept+herbisida+dosis+herbisida * dosis
56
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: tebal Type III Sum of Squares 31.200(a)
Source Corrected Model
df 9
Mean Square 3.467
F .406
Sig. .917
Intercept
3586.133
1
3586.133
420.250
.000
herbisida
22.533
1
22.533
2.641
.120
dosis
1.533
4
.383
.045
.996
herbisida * dosis
7.133
4
1.783
.209
.930
Error
170.667
20
8.533
Total
3788.000
30
Corrected Total
201.867 29 a R Squared = .155 (Adjusted R Squared = -.226)
Uji Duncan untuk Ketebalan Bahan Bakar Duncan a Subset dosis 0
N 6
1 10.67
50
6
10.83
30
6
10.83
10
6
11.00
70
6
11.33
Sig.
.727
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 8.533. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
D. Lamanya Waktu Pembakaran General Linear Model: waktu versus dosis Factor dosis
Type fixed
Levels 5
Values 0, 10, 30, 50, 70
Analysis of Variance for waktu, using Adjusted SS for Tests Source
DF
Seq SS
Adj SS
Adj MS
F
P
dosis Error Total
4 25 29
S = 35.1312
1960 30855 32815
1960 30855
R-Sq = 5.97%
490 1234
0.40
0.809
R-Sq(adj) = 0.00%
Unusual Observations for waktu Obs 3 17
waktu 252.000 83.000
Fit 157.000 157.000
SE Fit 14.342 14.342
Residual 95.000 -74.000
St Resid 2.96 R -2.31 R