PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BEBASIS MASALAH BERBANTUAN MEDIA POWERPOINT TERHADAP HASIL BELAJAR IPA DI SD GUGUS KAPTEN JAPA DENPASAR UTARA I Pt. Adhi Nugraha Putra1, IDB. Surya Abadi2, I Nengah Suadnyana3 1,,2,3
Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) berbantuan media powerpoint dengan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran konvesional pada siswa kelas V Semester 1 Gugus Kapten Japa Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu menggunakan desain nonequivalent control group desain. Sampel penelitian ini adalah SD N 33 Dangin Puri dengan jumlah siswa 33 orang, sebagai kelompok eksperimen dan SD N 20 Dangin Puri, dengan jumlah siswa 32 orang, sebagai kelompok kontrol. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik random sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode tes. Data tentang hasil belajar IPA siswa dikumpulkan dengan menggunakan tes uraian, kemudian dianalisis menggunakan uji-t.Hasil penelitian menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan media powerpoint dengan kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional (t hitung = 3,48 > ttabel = 2,00; ά=0,05). Berdasarkan rata-rata hasil belajar IPA, diketahui siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis masalah berbantuan media powerpoint lebih baik dari siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional ( X 1 = 65,58 > X 2 = 58,75.). Dengan demikian, model pembelajaran berbasis masalah berbantuan media powerpoint berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V Semester 1 Di Gugus Kapten Japa Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014. Kata-kata kunci: PBM, powerpoint, hasil belajar The purpose of this reseachwas significant differences in science learning outcomes between groups of the students that learned use in the model Learning of Problem Based Learning ( PBM ) with a group of students that learned using conventional learning in class V Semester 1, in Kapten Japa North Denpasar 2013/2014 Academic Year. This research is a quasi experimental study using design of nonequivalent post-test only control group design. The student takes sample of SD N 33 Dangin Puri with 33 students, as the experimental group and SD N 20 Dangin Puri with 32 students, as the control group . The sample selection was done by using a system of random sampling. Collecting data in this study was conducted using the test. Data on students' science learning outcomes were collected using a test description, then analyzed using t-test. The results showed that , there are significant differences on science learning outcomes between groups of students who learned with the model problem-based learning assisted PowerPoint media with a group of students who take conventional learning models ( of t =
3.48 > table = 2.00 ; ά = 0.05 ) . Based on the average of the results of learning science , students know that follow the model problem-based learning assisted PowerPoint media better than students who take lessons with the conventional model ( X1 = 65.58 > X2 = 58.75 . ) . Thus, the model problem -based learning assisted PowerPoint media affects out comes of learning science fifth grade students Semester 1 at Gugus Kapten Japa North Denpasar 2013/2014 School Year academic. Key words: model of problem-based learning, PowerPoint, science learning outcomes
PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan sebagai suatu proses saling mempengaruhi antara guru dan siswa. Dalam hal ini, kegiatan yang terjadi adalah guru mengajar dan siswa belajar. Menurut (Bahri (1995:38), inti dari kegiatan pembelajaran tidak lain adalah kegiatan belajar peserta didik dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran tentu saja akan dapat tercapai jika siswa didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan siswa didik di sini tidak hanya fisik anak yang aktif, tetapi juga dari segi kejiwaannya. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Berdasarkan hal tersebut di atas, upaya guru dalam mengembangkan keaktifan belajar siswa sangatlah penting, sebab keaktifan belajar siswa menjadi penentu bagi keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan. Pengajaran yang efektif tentunya menuntut banyak strategi-strategi yang baru dan lebih inovatif baik bagi siswa ataupun bagi guru itu sendiri. Pembelajaran dewasa ini tentunya mengharapkan komunikasi multi arah antar guru dan siswa, yang tentunya dapat menciptakan suasana belajar yang lebih kondusif. Penggunaan metode ceramah masih banyak digunakan oleh guru. Dalam metode ini siswa cenderung pasif karena dalam mempelajari ilmu sebagian besar diperoleh dari guru, sedangkan siswa tidak diberi kesempatan untuk membangun pengetahuannya sendiri. Minimnya interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa ataupun dengan media yang digunakan. Hal ini menyebabkan siswa kurang aktif dalam belajar. Patokan yang sering digunakan
untuk mengukur keberhasilan suatu pembelajaran adalah ketercapaian kriteria ketuntasan minimal (KKM) setiap mata pelajaran, begitu juga pada mata pelajaran IPA. Pembelajaran IPA dapat dikatakan berhasil bila siswa mampu mencapai bahkan lebih tinggi dari KKM yang telah ditetapkan. Pembelajaran yang biasa dilakukan guru (pembelajaran konvensional) membuat pembelajaran IPA belum bermakna sehingga pengertian siswa terhadap suatu konsep sangat lemah. Guru IPA dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, siswa kurang diberikan kesempatan untuk mengemukakan kembali dan mengkontruksi sendiri ide-ide IPA. Siswa diberikan suatu konsep IPA tanpa dikenalkan bagaimana konsep tersebut diperoleh, sehingga siswa menjadi kurang kreatif.Menurut Pangaribuan (dalamHasman2010) pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan kebiasaan, dimana pembelajaran ini merupakan pembelajaran tradisional mempersiapkan siswa untuk belajar secara individu dan kompetitif untuk memahami pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur yang berasal dari pengajar sebagai pusat pembelajaran. Proses pembelajaran yang berlangsung saat ini di sekolah biasanya dimulai dari teori kemudian diberikan contoh soal dan dilanjutkan dengan latihan soal. Di dalam pembelajaran IPA di sekolah saat ini, masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari hanya digunakan sebagai aplikasi dari teori-teori yang sudah diberikan. Dengan kata lain sebagai penerapan dari teori yang
diajarkan. Hal tersebut terlihat dari pemunculan soal cerita pada akhir pokok bahasan suatu topik.Mengajar yang bersifat langsung lebih menekankan pada penyampaian pengetahuan kepada siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih berpusat pada guru.Selama kegiatan pembelajaran, guru cenderung lebih mendominasi kegiatan pembelajaran, dan hampir tidak ada interaksi antar siswa.Kebanyakan aktivitas siswa banya mendengarkan dan menulis.Hanya sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan kepada guru. Para ahli pendidikan telah banyak mengemukakan dan mengenalkan modelmodel pembelajaran untuk lebih mengefektifkan proses pembelajaran. Setiap proses pembelajaran menuntut upaya pencapaian suatu tujuan tertentu. Setiap tujuan menuntut pula suatu model bimbingan untuk terciptanya suatu situasi belajar tertentu pula. Dalam suatu proses pembelajaran, tidak ada suatu model pembelajaran yang paling baik. Untuk itu, guru hendaknya perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang beranekaragam. Bermodalkan kemampuan melaksanakan berbagai model pembelajaran, guru dapat memilih model yang sesuai dengan lingkungan belajar serta karakteristik siswa. Memilih model pembelajaran sampai pembelajaran berpusat pada siswa (belajar aktif), guru hendaknya berorientasi pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, dan tidak semua materi harus diajarkan dengan model yang sama. Guru dituntut memvariasikan dengan memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya, sehingga nantinya akan bermuara pada peningkatan hasil belajar. Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa dalam pembelajaran IPA adalah model pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan
pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. “Model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model membelajarkan siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah dengan menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk memperoleh pengetahuan” (Jauhar,2011:86). Keistimewaan yang utama dari pembelajaran berbasis masalah (PBM) berusaha menjamin kesiapan siswa dalam mempraktekkan konten akademiknya pada tugas kehidupan nyata dan penanaman konsep pada ingatan siswa lebih lama. Proses pembelajaran hendaknya diselenggarakan secara interaktif, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta mampu menempatkan siswa menjadi subjek belajar (student centered) agar siswa memperoleh pengalaman belajar yang bermakna. Merancang pengalaman belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran merupakan aspek penting dalam perencanaan maupun desain pembelajaran (Sanjaya, 2008:159). Guru dituntut untuk lebih kreatif dalam proses pembelajaran di sekolah karena di masa mendatang guru tidak lagi menjadi satusatunya orang yang paling pintar di tengah-tengah siswanya (Uno dkk, 2009:162). Hal tersebut dapat diupayakan oleh para guru untuk aktif dan kreatif merancang kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan dalam membelajarkan siswa.Salah satunya dengan memilih model pembelajaran yang tepat. Adapun karakteristik dari model pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut, (1) Siswa sebagai pusat pembelajaran, (2) Belajar dilaksanakan dalam kelompok-kelompok kecil, (3) Guru sebagai fasilitator atau pembimbing, (4) Masalah sebagai pusat untuk belajar. Masalah dihadirkan dalam berbagai bentuk, seperti: tulisan,
simulasi,tape video,dll, (5) Masalah adalah bahasa pengantar untuk mengembangkan keterampilan mengembangkkan masalah, (6) Informasi baru diperoleh melalui belajar mandiri. Dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah, seluruh kegiatan atau aspek pembelajaran dilaksanakan oleh siswa yang mengikuti pembelajaran. Siswa dihadapkan pada suatu masalah yang akan diajarkan oleh guru, kemudian masalah tersebut menjadi penuntun siswa mengenai apa yang harus dipelajari dan dimana siswa memperoleh informasi mengenai materi yang akan dipelajari. Dengan demikian diperlukan arahan-arahan dan bantuan guru untuk memfasilitasi proses pembelajaran siswa melalui model pembelajaran berbasis masalah, siswa belajar melalui suatu proses sehingga siswa dapat menilai apa yang mereka ketahui, dapat mengidentifikasi apa yang mereka ingin ketahui, mengumpulkan informasi-informasi, dan secara kolaborasi mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan data yang mereka kumpulkan. Adapun kelebihan dari model pembelajaran berbasis masalah, adalah sebagai berikut: (1) Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar–benar diserapnya dengan baik. (2) Dilatih untuk dapat bekerja sama dengan siswa lain. (3) Dapat memperoleh dari berbagai sumber Untuk meningkatkan hasil belajar IPA diperlukan juga media pembelajaran yang menarik sehingga mampu menciptakan suasana pembelajaran yang berorientasi pada student centered. Guru berusaha menyempurnakan media di kaitkan dengan pembelajaran untuk menyempurnakan hasil belajar. Hal tersebut dapat diatasi dengan pemilihan dan penggunaan media yang tepat agar siswa mampu menerima materi dengan baik dan benar.Guru sebagai fasilitator di dalam proses pembelajaran harus memperhatikan kebutuhan fase perkembangan siswa. Piaget (dalam Gunawan,(2011:38) mengemukakan bahwa anak dalam kelompok usia 7-11 tahun berada dalam perkembangan kemampuan intelektual atau kognitifnya pada tingkatan operasional konkret. Kegiatan pembelajaran
pada masa perkembangan operasional konkret harus menyesuaikan dengan fase perkembangan anak.Salah satunya dengan memilih media pembelajaran yang tepat untuk siswa yang berada pada tingkat Sekolah Dasar.Salah satu media yang mampu mendukung proses pembelajaran adalah media Powerpoint.Powerpoint merupakan salah satu media yang menarik digunakan untuk membelajarkan siswa. Media Powerpoint sangat efektif digunakan untuk menunjang proses pembelajaran khususnya IPA. Melalui tampilan Powerpoint, guru dapat mengemas pembelajaran yang sangat menarik dengan komposisi warna dan animasi yang digunakan (Sanaky 2009:132).Fasilitas yang penting untuk membuat program presentasi lebih menarik adalah fasilitas animasi.Fasilitas animasi memungkinkan gambar atau obyek tampil bervariasi. Disesuaikan dengan salah satu topik pembelajaran yang akan diteliti, mediaPowerpoint efektif digunakan untuk menampilkan gambar jenis-jenis batuan, skema daur hidup dan peristiwa-peristiwa alam.Eksistensi media di dalam proses pembelajaran sangatlah penting. Pada proses pembelajaran media mampu menyampaikan pesan yang hendak disampaikan oleh guru kepada siswa. Presentasi menggunakan Powerpoint terdiri atas sejumlah halaman atau slide. Slideslide tersebut mengandung teks, gambar, grafis, film, dan objek-objek lain yang dapat disusun secara bebas. Dengan berbagai gambar yang tersaji pada tampilan Powerpoint,melatih kemampuan siswa untuk mengembangkan kemampuan berimajinasi yang dapat merangsang perkembangan mental dan emosi siswa (Sanjaya, 2008:42).Powerpoint memfasilitasi penggunaan sebuah gaya yang konsisten dalam sebuah presentasi yang menggunakan template atau master slide. Seorang guru dapat mengemas pembelajaran yang menarik melalui tampilan slide pada media Powerpoint sehingga apa yang hendak disampaikan oleh guru mampu dimengerti melalui tampilan Powerpoint.
Jadi, Pembelajaran berbasis masalah (PBM) berbantuan media powerpoint dimagsudkan agar siswa dapat mengembangkan kemampuan imajinasinya, karena media powerpoint terdiri atas sejumlah halaman atau slide. Yang mengandung teks, gambar,grafis. Media powerpoin juga dapat mengembagkan mental dan emosi belajar siswa. Untuk mengetahui bagaimana hasil belajar model pembelajaran berbasis masalah (PBM) berbantuan media Powerpoint di Gugus Kapten Japa Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014. Untuk mengetahui bagaimana hasil belajar model pembelajaran konvensional di Gugus Kapten Japa Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah (PBM) berbantuan media powerpoint dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD semester I di Gugus Kapten Japa Denpasar Utara tahun ajaran 2013/2014. Maka dilakukan penelitian tentang pengaruh model pembelajaran berbasis masalah (PBM) berbantuan media powerpoint terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V semester I di gugus kapten japa denpasar utara tahun ajaran 2013/2014. METODE Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi exsperimen) dengan desain nonequivalent control group design. Desain ini sering digunakan untuk penelitian pendidikan. Rancangan penelitian ini hanya memperhitungkan skor post test saja yang dilakukan pada akhir penelitian atau dengan kata lain tanpa memperhitungkan skor pre test. Dalam penelitian ini skor pre test digunakan untuk menguji kesetaraan sampel yakni antara siswa kelompok eksperimen dengan siswa kelompok kontrol. Hal tersebut didukung oleh pendapat (Dantes,2012:97) yang menyatakan bahwa pemberian pre test
biasanya untuk mengukur ekuivalensi atau penyetaraan kelompok. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas V di Gugus Kapten Japa Denpasar Utara tersebut terdistribusi dalam tujuh sekolah yaitu SD No. 4 Dangin Puri, SD No. 9 Dangin Puri, SD No. 17 Dangin Puri, SD No. 20 Dangin Puri, SD No. 22 Dangin Puri, SD No. 33 Dangin Puri dan SD Almipah Jumlah siswa kelas V pada Gugus Kapten Japa Denpasar Utara berjumlah 507 orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan random sampling, tetapi yang di random adalah kelas. Teknik ini digunakan karena individuindividu pada populasi telah terdistribusi ke dalam kelas-kelas, sehingga tidak mungkin untuk melakukan pengacakan terhadap individu-individu dalam populasi. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik undian, dengan cara merandom empat kelas yang ada untuk mendapatkan dua kelas yang menjadi sampel penelitian. Dari dua kelas yang terpilih, ditetapkan satu kelas sebagai kelompok eksperimen dan satu kelas sebagai kelompok kontrol. Sebelum melakukan random sampling, maka terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan. Uji kesetaraan sampel dilakukan dengan maksud untuk mengetahui kesetaraan kemampuan akademik kelompok sampel. Uji kesetaraan dilakukan dengan uji t. Adapun uji kesetaraan sampel penelitian dengan mempergunakan hasil pretest yaitu nilai ulangan umum siswa, dilakukan dengan uji-t. Sebelum mempergunakan uji-t terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat analisis. Uji prasyarat analisis meliputi uji normalitas data dan uji homogenitas varians kedua kelompok penelitian. Berdasarkan tabel kerja pada kelompok eksperimen diperoleh x2hitung = 5,185, sementara x2tabel pada taraf signifikansi 5% dengan dk = 5 adalah 11,070, sehingga x2hitung < x2tabel. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar IPA siswa pada kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan tabel kerja pada
kelompok kontrol diperoleh x2hitung = 4,777, sementara x2tabel pada taraf signifikansi 5% dengan dk = 5 adalah 11,070, sehingga x2hitung < x2tabel. yang berarti bahwa hasil belajar IPA siswa pada kelompok kontrol juga berdistribusi normal. Karena sudah diketahui data berdistribusi normal, dilanjutkan uji homogenitas varians. Uji homogenitas dilakukan untuk menunjukkan bahwa perbedaan yang terjadi pada uji hipotesis benar-benar terjadi akibat adanya perbedaan antar kelompok, bukan sebagai akibat perbedaan dalam kelompok. menggunakan uji F. Kriteria pengujian homogenitas varians adalah jika Fhitung
Dalam konteks ini, variabel terikatnya adalah hasil belajar IPA”. Data yang diperlukan dalam penelitian, yaitu data hasil belajar IPA. Bentuk tes hasil belajar yang digunakan berupa pilihan ganda (objektif) dan lembar observasi.Pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan metode tes.Metode tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah prosedur yang menggunakan sejumlah tes hasil belajar dalam bentuk pilihan ganda dan lembar observasi. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar IPA terdiri dari 50 soal. Setiap jawaban diberikan skor 5 jika menjawab benar dan skor 0 jika tidak menjawab sama sekali. Skor setiap jawaban kemudian dijumlahkan dan jumlah tersebut merupakan skor hasil pemahaman konsep siswa. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi hasil belajar IPA dengan varian, dan standar deviasi. Selanjutnya, statistik inferensial digunakan untuk melakukan uji hipotesis. Sebelum uji hipotesis, dilakukan beberapa uji prasyarat berupa uji normalitas dan uji homogenitas, sedangkan metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisis statistik uji-t dengan rumus polled varians. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyara t analisis. Uji prasyarat analisis meliputi uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians. Berdasarkan hasil uji prasyarat analisis diperoleh bahwa data. hasil belajar IPA kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan varians kedua kelompok homogen. Untuk itu, pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumuspolled varians.Rangkuman hasil perhitungan uji-t antar kelompok
eksperimen dan kontrol disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Perhitungan Uji-t
x
Kelompok
N
Db
Eksperimen
33
63
65,58 138,63
Kontrol
32
63
58,75 119,55
Berdasarkan hasil analisis data tersebut diperoleh thitung sebesar 3,48. Dengan taraf signifikansi 5% dan dk = 53 diperoleh batas penolakan hipotesis nol sebesar 2,00. Berarti thitung > ttabel, maka hipotesis nol yang diajukan ditolak dan menerima hipotesis alternatif. Dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan siswa hasil belajar IPA antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran berbasis masalah berbatuan media powerpoint dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional siswa kelas V SD Gugus Kapten Japa Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014. Dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah berbantuan media powerpoint pada siswa kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional pada siswa kelompok kontrol dalam penelitian ini, tentunya untuk mengetahui perbedaan hasil belajar dari penerapan model tersebut. Setelah kedua kelompok tersebut selesai diberikan perlakuan, maka kedua kelompok tersebut diberikan post-test untuk mencari hasil belajar IPA. Adapun hasil post-test pada kelompok eksperimen diperoleh nilai rata-rata 65,58 dan untuk kelompok kontrol diperoleh nilai rata-rata 58,75. Dilihat dari hasil post-test kedua kelompok tersebut, maka dapat dikatakan kelompok yang dibelajarkan melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan media powerpointmemiliki nilai rata-rata yang lebih baik dari pada siswa yang dibelajarkan melalui penerapan pembelajaran konvensional.
S
t hitung
t tabel
3,48
2,00
Berdasarkan nilai hasil belajar, selanjutnya dilakukan uji distribusi sebaran data yang tujuannya untuk mengetahui sebaran data bersifat normal dan homogen. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi uji prayarat sebelum melanjutkan ke uji-t. Dari hasil pengujian normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa sebaran data post-test kedua kelompok tersebut berdistribusi normal dan varians kedua kelompok tersebut homogen. Data post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol kemudian dilanjutkan dengan uji-t. Dari hasil pengujian diperoleh thitung = 3,48 dan dalam taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan 63 diperoleh ttabel = 2,00 yang menunjukan bahwa thitung > ttabel (3,48> 2,00) maka Ha diterima Ho ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan media powerpoint dengan siswa yang belajar menggunakan pembelajaran konvensional. Dari uraian tersebut dapat diinterpretasikan bahwa model pembelajaran berbasis masalah berbantuan media powerpointberpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Gugus Kapten Japa Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014. Perbedaan yang signifikan pada hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional disebabkan oleh beberapa hal.Pertama, langkah-langkah model ini memiliki banyak implikasi terhadap hasil belajar siswa, (1)
Pendahuluan dan menata situasi pembelajaran, (2) Menyampaikan masalah, (3) Tampilan yang diharapkan, guru diharapkan menggambarkan prinsip atau konsep, (4) Menentukan tugas, (5) Memikirkan kembali. Siswa diharapkan memeriksa kembali ide (hipotesa) mereka dengan lebih teliti, (6)Mengidentifikasi masalah yang menyangkut suatu pertanyaan, (7) Sumber yang digunakan untuk mencari suatu pemecahan masalah, (8) Presentasi kelompok, (9) Kesimpulan.Berdasarkan paparan tersebut, maka dapat dijelaskan sebagai berikut. Siswa diminta untuk membentuk kelompok kecil. Siswa dihadapkan pada suatu masalah. Guru memulai pelajaran dengan menyampaikan masalah secara lisan maupun tulis. Guru menggambarkan konsep atau prinsip, siswa diharapkan dapat memahami materi yang diajarkan selama proses pembelajaran. Siswa mendiskusikan masalah, membuat hipotesis terhadap pengalaman dan pengetahuan yang dimilki, mengidentifikasi fakta-fakta yang sesuai dengan kasus ini dan mengidentifikasi hal-hal yang dipelajari. Siswa diharapkan memeriksa kembali ide (hipotesis) mereka dengan lebih teliti. Melalui diskusi siswa diharapkan mampu mengajukan pertanyaan mengenai apa yang mereka telah pahami atau apa yang mereka perlukan untuk mengetahui lebih tentang sesuatu yang berkaitan dengan masalah tersebut. Guru membantu siswa untuk berkonsentrasi pada pertanyaanpertanyaan yang dianggap penting pada saat proses pembelajaran. Siswa meninjau kembali hipotesis yang mereka buat. Siswa menyimpulkan seluruh informasi yang mereka peroleh untuk memecahkan masalah. Siswa mempresentasikan pemecahan masalah yang telah mereka simpulkan berdasarkan informasi yang telah mereka peroleh. Dengan demikian,melalui model pembelajaran berbasis masalah, siswa belajar melalui suatu proses sehingga siswa dapat menilai apa yang mereka ketahui, dapat mengidentifikasi apa yang mereka ingin ketahui, mengumpulkan informasi-
informasi, dan secara kolaborasi mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan data yang mereka kumpulkan.Uraian tersebut sesuai dengan pendapat Menurut Woods (dalam Amir,(2008:13)yang menyatakan bahwapembelajaran berbasis masalah lebih dari sekedar lingkungan yang efektif untuk mempelajari pengetahuan tertentu. Pembelajaran berbasis masalah dapat membantu pembelajar membangun kecakapan sepanjang hidupnya dalam memecahkan masalah, kerja sama tim, dan berkomunikasi. Dan dari keunggulan model pembelajaran sinektik (synectics)diantaranya adalah (1) Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar–benar diserapnya dengan baik. (2) Dilatih untuk dapat bekerja sama dengan siswa lain. (3) Dapat memperoleh dari berbagai sumber.sedangkan siswa dalam kelompok kontrol yang mendapatkan penerapan pembelajaran konvensional hanya diberikan metode ceramah yang disertai dengan metode tanya jawab, disini guru aktif memberikan suatu pengetahuan sedangkan siswa hanya menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru. Sehingga siswa merasa tidak nyaman mengikuti pembelajaran dan siswa menjadi pasif dalam mengikuti pembelajaran (Pratiwi. 2012) Selain menggunakan model pembelajaranberbasis masalah, dalam pembelajaran juga menggunakan media powerpoint. Eksistensi media di dalam proses pembelajaran sangatlah penting. Pada proses pembelajaran media mampu menyampaikan pesan yang hendak disampaikan oleh guru kepada siswa. Presentasi menggunakan Powerpoint terdiri atas sejumlah halaman atau slide. Slideslide tersebut mengandung teks, gambar, grafis, film, dan objek-objek lain yang dapat disusun secara bebas. Dengan berbagai gambar yang tersaji pada tampilan Powerpoint, melatih kemampuan siswa untuk mengembangkan kemampuan berimajinasi yang dapat merangsang perkembangan mental dan emosi siswa
(Sanjaya, 2008:42).Powerpoint memfasilitasi penggunaan sebuah gaya yang konsisten dalam sebuah presentasi yang menggunakan template atau master slide. Seorang guru dapat mengemas pembelajaran yang menarik melalui tampilan slide pada media Powerpoint sehingga apa yang hendak disampaikan oleh guru mampu dimengerti melalui tampilan Powerpoint. Uraian di atas diperkuat penelitian olehSaputriani (2010) dengan judul penelitian “Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) dengan berbantuan media video pembelajaran untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPS siswa kelas IV semester II tahun pelajaran 2010/2011 di SD No 3 Antiga Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem”. Saputriani menyatakan bahwa dengan model pembelajaran berbasis masalah siswa akan lebih mudah untuk menangkap/menerima materi yang dipelajari karena masalah yang diberikan dekat dengan kehidupan nyata siswa. Berdasarkan uraian tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa hasil belajar kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) berbantuan media powerpoint berbeda dengan hasil belajar kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional. Artinya, model pembelajaran berbasis masalah berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas V Semester I Di Gugus Kapten Japa Densar Utara Tahun Ajaran 2013/2014. SIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh thitung = 3,49 dan dalam taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan 53 diperoleh ttabel = 2,00. Dengan membandingkan hasil thitung dan ttabel dapat disimpulkan bahwa thitung > ttabel (3,49 > 2,00) maka Ha diterima Ho ditolak. Dari uraian disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis masalah berbantuan media
powerpoint dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa siswa kelas V Semester I Di Gugus Kapten Japa Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014. Perbedaan ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh hasil belajar yang signifikan antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah berbantuan media powerpoint dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional dalam pembelajaran IPS siswa kelas V Semester I di Gugus Kapten Japa Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014. Maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah berbantuan media powerpoint dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional dalam pembelajaran IPA siswa kelas V Semester I di Gugus Kapten Japa Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014. Beberapa saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. Bagi siswa sebagai pencari ilmu pengetahuan harus selalu mengikuti kegiatan pembelajaran dengan sungguhsungguh, sehingga dapat menguasai materi pelajaran dengan baik. Bagi sekolah harus mampu menciptakan kondisi yang dapat mendorong para guru untuk mencoba menerapkan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan media powerpoint dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa dan meningkatkan kualitas lulusan. Bagi guru memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan suasana pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk mengembangkan pemahaman konsep siswa. Untuk guru, hendaknya menggunakan model- model inovatif dalam setiap pembelajaran, sehingga siswa akan merasa lebih tertarik dan terlibat lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Penelitian ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, bagi peneliti lain yang
berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut, agar memperhatikan kendalakendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan. DAFTAR RUJUKAN Bahri,Syaiful dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Gunawan,Rudy.2011.Pendidikan Filosofi, Konsep dan Bandung:ALFABETA. Hasman.
IPS Aplikasi.
2010. “Pengaruh Model Pembelajaran dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas II Sma Negeri Unaaha Tahun Pelajaran 2005/2006”. Tersedia pada http://www.pengaruh-modelpembelajaran-dan–motivasi.html (diakses 14 Januari 2013)
Jauhar, Mohammad. 2011. Implementasi Paikem Dari Behavioristik Sampai Konstruktivistik. Jakart: Prestasi Pustakaraya. Sadiman, dkk. 2011. Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sanaky, AH. 2009. Media Pembelajaran. Yogyakarta:SAFIRIA INSANIA PRESS. Sanjaya, Wina. (2008). Pembelajaran dalam Implementasi kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Prenada Media Grup.
Uno,
Hamzah B. 2009. Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara