PENGARUH KREDIT YANG DIBERIKAN DAN KREDIT BERMASALAH TERHADAP LABA OPERASIONAL (Studi Kasus Pada PT. BPR Mitra Kopjaya Mandiri Manonjaya)
MUHAMMAD FAJAR
Jln. Sambong jaya no. 8 kec. Mangkubumi tasikmalaya (
[email protected])
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SILIWANGI TASIKMALAYA 2014
ABSTRAK
PENGARUH KREDIT YANG DIBERIKAN DAN KREDIT BERMASALAH TERHADAP LABA OPERASIONAL (Studi Kasus pada PT. BPR Mitra Kopjaya Mandiri Manonjaya)
Oleh:
MUHAMMAD FAJAR 103403045
Pembimbing:
Dr. Dedi Kusmayadi, SE., M.Si.Ak.AC Rita Tri Yusnita, SE., MM
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Kredit yang Diberikan, Kredit Bermasalah dan Laba Operasional (2) Pengaruh Kredit yang Diberikan terhadap Kredit Bermasalah (3) Pengaruh Kredit yang Diberikan dan Kredit Bermasalah baik secara parsial atau simultan terhadap Laba Operasional. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptis dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian yaitu diperoleh dari BPR Mitra Kopjaya Mandiri Manonjaya. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Kredit yang Diberikan berpengaruh signifikan terhadap kredit bermasalah yang terjadi di BPR Mitra Kopjaya Mandiri Manonjaya (2) Kredit yang Diberikan berpengaruh signifikan terhadap Laba Operasional BPR Mitra Kopjaya Mandiri Manonjaya (3) Kredit yang Diberikan dan Kredit bermasalah secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap Laba Operasional BPR Mitra Kopjaya Mandiri Manonjaya.
Kata kunci : Kredit yang Diberikan, Kredit Bermasalah, Laba Operasional.
ABSTRACT
EFFECT OF LOANS AND NON PERFORMING LOANS TO OPERATING PROFIT (Case Study on PT. BPR Mitra Kopjaya Mandiri Manonjaya)
by:
MUHAMMAD FAJAR 103403045
Guidance:
Dr. Dedi Kusmayadi, SE., M.Si.Ak.AC Rita Tri Yusnita, SE., MM
The purpose of this research were to identify (1) Loans, Non Performing Loans, and Operating Profit (2) Effect of Loans to affect the Non Performing Loans (3) Effect of Loans and the Non Performing Loans both partially or simultaneously to Operating Profit. The methods used in this research was descriptive method using a case study approach. The technique of data collection was done through the primary data is data that is derived directly from research subjects is obtained from BPR Mitra Kopjaya Mandiri Manonjaya . The research results showed that: (1) The Loans has significant effect on the Non Performing Loans by the BPR Mitra Kopjaya Mandiri Manonjaya (2) The Loans has significant effect on the Operating Profit of BPR Mitra Kopjaya Mandiri Tasikmalaya (3) The Loans and Non Perforiming Loans simultaneously have significantly affect to Operating Profit of BPR Mitra Kopjaya Mandiri Manonjaya.
Keywords: Loans, Non Performing Loans, Operating Profit.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Penelitian Bank sebagai lembaga keuangan, disamping memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang, usaha pokok bisnisnya adalah memberikan pelayanan kredit kepada para nasabahnya. Sejak terjadinya Paket Juni ’83 pada masa perkembangan industri perbankan, yang isinya yaitu bank swasta dapat menentukan sendiri suku bunga dalam rangka meningkatkan mobilisasi dana dari masyarakat, dan mengurangi ketergantungan dari BI, bank dari berbagai jenis kepemilikannya dapat memberikan keleluasaan kredit kepada nasabahnya. Hal tersebut ternyata menarik perhatian masyarakat sehingga banyak masyarakat mendatangi bank dengan harapan mendapat pinjaman modal untuk membangun usaha atau bisnis, ataupun meningkatkan usaha yang sudah ada. Setelah kredit yang tersalurkan makin meningkat di kalangan masyarakat khususnya di lingkungan pengusaha menengah ke atas, banyak bank yang ternyata menyimpang dari aturan dalam pemberian kredit karena persaingan yang ketat dalam penarikan nasabah. Selain itu banyak kelalaian yang dilakukan bank dalam menganalisis pemberian kredit, dan pemberian jumlah pinjaman yang tidak sesuai dengan kemampuan nasabah bank, sehingga terjadilah kredit macet pada nasabah. Pernyataan tersebut sejalan dengan fakta yang di ungkapkan oleh berbagai media masa akhir – akhir ini, yaitu banyak sekali diberitakan direktur utama bank dan beberapa anggota direksinya ditangkap dengan tuduhan memberikan kredit kepada para debiturnya secara tidak layak sehingga memberikan risiko kerugian kepada bank karena fasilitas kredit tersebut menjadi macet. Timbulnya kredit-kredit macet, selain karena adanya indikasi debitur yang tidak mau membayar kewajibannya, juga terlihat dalam prosedur pemberian kredit yang ternyata mengalami penyimpangan atau tidak layak. Kasus kredit macet dapat disebabkan oleh beberapa faktor ekstern dan faktor intern bank. Faktor ekstern yang dapat mengakibatkan timbulnya kasus kredit macet adalah kredit macet yang terjadi pada suatu bank dipengaruhi oleh kondisi ekonomi secara makro, sedangkan faktor internnya adalah pemisahan wewenang dari para pegawai yang tidak tegas, prosedur pemberian kredit yang tidak jelas, pegawai yang tidak kompeten, lemahnya
sistem pengawasan dan lain-lain. Seluruh faktor tersebut terjadi semata-mata karena masih lemahnya profesionalisme para pengelola bank. Permasalahan yang biasanya timbul dapat terjadi pada saat pertama kali diberikannya penyaluran dana oleh bank kepada pihak debitur, seperti pemberian kredit yang dilakukan tanpa akad perjanjian kredit yang tentunya hal ini sungguh merupakan suatu kejadian yang sangat tidak masuk akal dan jelas akan sangat merugikan pihak kreditur. Atau bisa juga kredit itu bermasalah di tengah masa perkreditan misalnya seperti seorang debitur yang mengalami kesulitan keuangan sehingga pembayaran kewajiban atas kredit tidak dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati bersama sebelumnya. Kemudian bisa juga diakibatkan oleh kondisi diluar bisnis debitur. Seperti kondisi keamanan yang tidak mendukung untuk berjalannya proses bisnis debitur tersebut atau juga kondisi alam yang tidak bersahabat seperti terjadinya bencana alam, cuaca yang buruk dan lain-lain yang tentunya semua kondisi tersebut akan sangat menghambat berjalannya proses bisnis debitur dan tentunya akan berdampak secara langsung kepada bank sebagai kreditur dengan tidak dapat dipenuhinya kewajiban debitur kepada kreditur. Contoh fenomena yang terjadi secara riil yakni adanya seorang mantan Account Officer Bank Rakyat Indonesia yang ditahan karena telah menyetujui pengajuan kredit senilai Rp 33,5 miliar yang berujung macet. Kasus ini bermula pada sekitar tahun 2007, PT I-One mengajukan kredit pada BRI senilai Rp 33,5 miliar. Fasilitas kredit berupa modal kerja dan investasi. Setelah dikucurkan, dalam pembayarannya kredit tersebut macet. Uang yang seharusnya dipakai untuk perusahaan itu dipakai untuk keperluan pribadi. PT I-One kemudian tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya untuk membayar fasilitas kredit yang telah diterima baik kredit pokok maupun bunga. Account officer tersebut ditahan karena tidak melakukan pengecekan pengajuan kredit dengan benar sesuai tugas dan fungsi yang diemban. Account officer tersebut tidak melakukan pengecekan dan konfirmasi atas data dokumen yang dilampirkan dalam pengajuan kredit. Ia juga tidak memastikan kebenaran barang yang dibeli dengan uang itu. Sehingga kredit lolos untuk disetujui.
Pada dasarnya ada 3 (tiga) pihak dari dalam dan luar bank yang bertanggung jawab untuk menjaga agar operasi bank tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sejalan dengan prinsip-prinsip yang ada. Pihak pertama, berasal dari dalam bank itu sendiri yakni fungsi-fungsi pengendalian intern bank yang bersangkutan. Pihak kedua adalah pihak-pihak dari luar bank
seperti akuntan publik selaku auditor laporan keuangan bank, dan pihak yang ketiga adalah bank Indonesia selaku regulator dan pengawas bank. Tanggung jawab yang paling besar untuk menanggulangi terjadinya kredit yang macet tentu saja pihak dari dalam bank yaitu pengendalian intern, dimana dengan pengendalian intern diharapkan bank akan mampu mencapai tujuannya dalam bidang perkreditan. Pengendalian intern ini dilakukan semata-mata bukan untuk mencari kesalahan-kesalahan seseorang tetapi untuk membangun suatu sistem manajemen yang protektif dan konstuktif. Dalam hal ini melakukan pengelolaan kredit bank dengan suatu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan sedemikian rupa sehingga perkreditan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama sebelumnya. Perlu ditekankan bahwa kredit merupakan kegiatan operasional terpenting dalam kegiatan operasi bank dalam menghasilkan laba, karena perkreditan memiliki nilai aset terbesar jika dibandingkan dengan kegiatan operasional bank yang lain. Jadi sudah sepantasnya bila bank memberikan perhatian yang lebih kepada kegiatan perkreditan, karena kredit yang bermasalah terutama kredit macet akan menjadi ancaman jika pihak perbankan tidak dengan segera mengambil langkah penyelesaiannya. Apabila kredit – kredit macet tersebut tidak segera diselesaikan dapat mengakibatkan bank tersebut tidak sehat dan tidak menutup kemungkinan bank tersebut bangkrut. Oleh karena itu, untuk mengurangi kemungkinan adanya kredit yang bermasalah yang nantinya akan berdampak pada penurunan laba operasional bank sangatlah diperlukan suatu fungsi pengendalian intern di dalam bank untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas perkreditan yang dilakukan secara efektif dan efisien. Karena banyak kasus kredit macet yang terjadi lebih disebabkan oleh masalah yang berasal dari intern bank.
METODE PENELITIAN
2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Metode deskriptif merupakan suatu metode yang meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu sel kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta – fakta, sifat – sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. (Mohammad Nazir, 2005:54). Menggunakan pendekatan studi kasus yaitu penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. (Mohammad Nazir, 2005:57).
PEMBAHASAN
3. Pengertian Kredit dan Kredit yang Diberikan Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti kepercayaan, atau credo yang berarti saya percaya (Firdaus dan Ariyanti, 2009:1). Jika seseorang atau suatu badan tertentu memperoleh kredit, berarti mengandung pengertian bahwa ada suatu kepercayaan dari seseorang atau badan yang diberikan kepada seseorang atau badan lainnya yaitu bahwa yang bersangkutan pada masa yang akan datang akan memenuhi segala sesuatu kewajiban yang telah diperjanjikan terlebih dahulu. Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso (2006: 114), mendefinisikan kredit sebagai berikut : “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam – meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Teguh
Pudjo
Muljono
(2007)
mendefinisikan
bahwa
kredit
adalah:
“kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan pada suatu jangka waktu yang disepakati”. Menurut Taswan (2003: 163), kredit yang diberikan oleh bank dapat didefinisikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Dari beberapa pengertian tentang kredit yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan antara pihak bank dengan pihak peminjam dengan suatu janji bahwa pembayarannya akan dilunasi oleh pihak peminjam sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati beserta besarnya bunga yang telah ditetapkan.
4. Unsur-Unsur Kredit Menurut Firdaus dan Ariyanti (2009: 3), unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut: a. Adanya badan atau orang yang memiliki uang, barang atau jasa yang bersedia untuk meminjamkan kepada pihak lain. Orang atau barang demikian lazim disebut kreditur. b. Adanya pihak yang membutuhkan/ meminjam uang, barang atau jasa. Pihak ini disebut debitur. c. Adanya janji dan kesanggupan membayar dari debitur kepada debitur. d. Adanya janji dan kesanggupan membayar dari debitur kepada kreditur. e. Adanya perbedaan waktu yaitu perbedaan antara saat penyerahan uang, barang atau jasa oleh kreditur dengan pada saat pembayaran kembali dari debitur. f. Adanya risiko yaitu sebagai akibat dari adanya perbedaan waktu seperti diatas, dimana masa yang akan dating merupakan suatu yang belum pasti, maka kredit itu pada dasarnya mengandung risiko, termasuk penurunan nilai uang karena inflasi dan sebagianya. g. Adanya bunga yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditur (walaupun ada kredit yang tidak berbunga). 5. Fungsi dan Tujuan Kredit a. Fungsi Kredit Adapun fungsi kredit bagi masyarakat, menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005: 88) antara lain sebagai berikut : 1. Menjadi motivator dan dinamisator peningkatan kegiatan perdagangan dan perkenomian. 2. Memperluas lapangan kerja bagi masyarakat. 3. Memperlancar arus barang dan arus uang. 4. Meningkatkan hubungan internasional. 5. Meningkatkan produktivitas yang ada. 6. Meningkatkan daya guna (utility) barang. 7. Meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat. 8. Memperbesar modal kerja perusahaan. 9. Meningkatkan Income Per Capita (IPC) masyarakat.
10. Mengubah cara berpikir/bertindak masyarakat untuk lebih ekonomis. b. Tujuan Kredit Tujuan penyaluran kredit menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005: 88) antara lain sebagai berikut : 1. Memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit. 2. Memanfaatkan dan memproduktifkan dana – dana yang ada. 3. Melaksanakan kegiatan operasional. 4. Memenuhi permintaan kredit dari masyarakat. 5. Memperlancar lalu lintas pembayaran. 6. Menambah modal kerja perusahaan. 7. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
6. Prosedur Pemberian Kredit Prosedur pemberian kredit adalah tahap-tahap yang haru dilalui sejak permohonan kredit diajukan oleh calon debitur sampai disetujui oleh bank. Tujuan prosedur pemberian kredit adalah untuk memastikan kelayakan suatu kredit diterima atau ditolak. Menurut Dendawijaya (2005: 74) ada sekitar delapan tahap proses kredit berikut dengan penanggulangan kredit bermasalah yang secara umum berlaku di bank, yaitu : a. Permohonan Kredit Permohonan kredit yang diajukan oleh calon nasabah kepada bank, umumnya dilakukan dengan menyampaikan dokumen-dokumen sebagai berikut : 1. Surat permohonan resmi 2. Akte pendirian perusahaan yang merupakan lembaga yang secara resmi memohonkan kredit. 3. Penjelasan atau uraian singkat tentang rencana proyek atau bisnis yang akan dilaksanakan oleh calon nasabah. 4. Untuk proyek yang cukup besar dan membutuhkan jumlah kredit yang besar, dilengkapi dengan surat laporan kelayakan proyek yang disusun oleh suatu lembaga konsultan yang ditunjuk oleh calon nasabah. 5. Laporan keuangan perusahaan. 6. Informasi-informasi lain yang biasanya selalu diminta oleh bank.
b. Analisis Kredit Setelah permohonan kredit diterima oleh bank (biasanya yang menerima adalah account officer / wira kredit atau kepala bagian kredit), maka calon nasabah diminta untuk memberi keterangan-keterangan tambahan yang dapat menjelaskan isi dari berbagai dokumen yang disampaikannya kepada bank. c. Persetujuan Kredit Analisis kredit yang dibuat oleh account officer atau wira kredit diperiksa dahulu oleh atasannya, kepala bagian kredit, sebelum disampaikan ke direksi bank. Nama dari laporan analisis kredit bermacam-macam, tergantung pada sistem dan prosedur yang dimiliki bank, antara lain : 1. Laporan analisis kredit 2. Laporan Analisis Permohonan Kredit 3. Laporan Rekomendasi Kredit 4. Appraisal Studi 5. Laporan Studi Kelayakan Proyek Atas dasar laporan analisis kredit di atas, pembahasan dan persetujuan kredit dilakukan oleh lembaga yang mungkin berbeda-beda, tergantung pada sistem dan prosedur yang berlaku pada bank. d. Perjanjian Kredit Perjanjian kredit dipersiapkan oleh seorang notaris publik yang ditunjuk bank atau dipilih oleh calon nasabah (atas dasar kesepakatan bersama antara bank dan calon nasabah). Bank mengirimkan ahli hukumnya untuk mendampingi wirakredit dalam membahas berbagai ketentuan yang harus dimuat dalam perjanjian kredit. Ketentuan-ketentuan tersebut sebagian besar diambil dari hasil analisis kredit yang dituangkan dalam laporan analisis kredit yang telah disetujui (termasuk revisi atau perubahan yang telah ditetapkan oleh komite kredit maupun direksi bank). Perjanjian kredit yang dibuat dihadapan notaris publik tersebut ditandatangani oleh bank, nasabah dan notaris publik. Dalam hal terjadi penambahan kredit biasanya dibuatkan tambahan pada perjanjian kredit yang pertama dan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. e. Pencairan Kredit
Pencairan kredit yang diminta debitur kredit hanya dapat dilakukan bank setelah debitur yang bersangkutan memenuhi berbagai syarat seperti dituangkan dalam perjanjian kredit yang telah dibuat. Pencairan kredit oleh bank dilakukan dengan berbagai cara, ada yang langsung dikirmkan ke rekening nasabah dan ada pula yang dialamatkan ke rekeningrekening perusahaan yang menjadi rekanan nasabah, misalnya kontraktor bangunan, supplier mesin dan peralatan, dan lain-lain. f. Pengawasan Kredit Pengawasan kredit yang dilakukan oleh bank setelah kredit dicairkan merupakan salah satu kunci utama dari keberhasilan pemberian kredit, selain ketajaman dan ketelitian yang dilakukan sewaktu menganalisis kredit. Terjadinya kegagalan kredit terutama disebabkan oleh kelalaian bank dalam melakukan pengawasan kredit. g. Pelunasan Kredit Dalam kondisi yang ideal, nasabah akan dapat selalu memenuhi kewajibannya terhadap bank sesuai dengan kesepakatan yang dibuat dalam perjanjian kredit. Nasabah dapat membayar angsuran pokok pinjaman beserta bunganya sesuai dengan jadwal yang telah dibuat, sehingga kredit atau pinjaman bank dinyatakan lunas. h. Penyelamatan Kredit Bermasalah Dalam usaha mengatasi timbulnya kredit bermasalah, pihak bank dapat melakukan beberapa tindakan penyelamatan sebagai berikut : 1. Rescheduling; merupakan penjadwalan kembali sebagian atau seluruh kewajiban debitur 2. Reconditioning; merupakan perubahan sebagian atau seluruh persyaratan yang semula disepakati bersama pihak debitur 3. Restructuring; merupakan perubahan komposisi pembiayaan yang mendasari pemberian kredit 4. Kombinasi 3-R; merupakan kombinasi dari rescheduling dan reconditioning; rescheduling dan restructuring; restructuring, reconditioning dan reconditioning sekaligus. 5. Eksekusi; jika semua usaha penyelamatan seperti di atas gagal, maka jalan terakhir adalah bank melakukan eksekusi melalui berbagai cara, antara lain dengan
menyerahkan kewajiban kepada BUPN (Badan Urusan Piutang Negara) dan menyerahkan perkara ke pengadilan negeri (perkara perdata).
7. Kredit Bermasalah Kredit bermasalah sering ditemui hampir di setiap bank, ditemukannya kredit bermasalah adalah hal yang wajar mengingat resiko yang ditanggung pada saat pemberian kredit juga adanya jangka waktu pengembalian. Namun meski itdak dapat dihindari, bank dituntut meminimalisir adanya kredit bermasalah tersebut. Kredit bermasalah juga dikenal dengan istilah NPL (Non Performing Loan). Kredit yang disalurkan dikatakan bermasalah jika pengembaliannya terlambat disbanding jadwal yang direncanakan, atau bahkan tidak dikembalikan sama sekali. Menurut Dahlan Siamat (2004: 175), kredit bermasalah atau NPL dapat di artikan sebagai : “Pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan dan atau karena faktor eksternal diluar kemampuan kendali debitur.” Menurut Veitzhal Rivai (2005: 476) kredit bermasalah diartikan : “kredit dimana cidera janji dalam pembayaran kembali sesuai perjanjian, sehingga terdapat tunggakan, atau ada potensi kerugian di perusahaan nasabah sehingga memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari bagi bank dalam arti luas”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kredit bermasalah yaitu kredit yang mengalami kesulitan pembayaran atau pelunasan sesuai perjanjian akibat adanya faktor kesengajaan atau ketidaksengajaan diluar kendali. Besar kecilnya kredit bermasalah dapat diukur dengan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan). Rasio Non Performing Loan merupakan perbandingan antara kredit yang diberikan bermasalah dengan total kredit yang diberikan oleh bank, atau dapat dirumuskan sebagai berikut : jumlah kredit yang diberikan bermasalah NPL =
x 100% Total kredit yang diberikan
Dahlan Siamat (2004: 176)
Menurut Syahril Sabirin (2002) NPL dapat di klasifikasikan ke dalam dua jenis yaitu NPL bruto dan NPL neto. NPL bruto yaitu semua kredit bermasalah dibandingkan dengan total kredit, sedangkan NPL neto yaitu semua kredit bermasalah sudah dikurangi dengan dana cadangan untuk menutupi kredit bermasalah tersebut, atau dapat dirumuskan sebagai berikut : jumlah kredit yang diberikan bermasalah NPL bruto =
x 100% Total kredit yang diberikan Jumlah kredit yang diberikan bermasalah – dana cadangan NPL
NPL neto =
x 100% Total kredit yang diberikan
8. Faktor-Faktor Penyebab Kredit Bermasalah Kredit Bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan. Kredit yang digolongkan dalam kredit bermasalah apabila memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut : a. Berdasarkan Prospek Usaha 1. Kelangsungan usaha sangat diragukan, industry mengalami penurunan dan sulit untuk pulih kembali. 2. Kehilangan pasar sejalan dengan kondisi perekonomian yang menurun. 3. Manajemen yang sangat lemah. 4. Terjadi kemogokan tenaga kerja yang sangat sulit untuk diatasi. b.
Berdasarkan Keuangan Debitur 1. Mengalami kerugian yang besar. 2. Debitur tidak mampu memenuhi seluruh kewajiban dan kegiatan usaha tidak dapat dipertahankan. 3. Rasio utang terhadap modal sangat tinggi. 4. Pinjaman baru digunakan untuk menutup kerugian operasional.
c.
Berdasarkan Kemampuan Membayar 1. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan bunga yang telah melampaui 270 hari. 2. Dokumentasi kredit atau pengikatan agunan tidak ada. Faktor-faktor kredit bermasalah adalah hal-hal yang ikut menyebabkan suatu keadaan
dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan. Faktor-faktor penyebab kredit bermasalah menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono (2002: 472) adalah sebagai berikut : a.
Faktor Eksternal Bank 1. Adanya maksud tidak baik dari para debitur yang diragukan. 2. Adanya kesulitan atau kegagalan dalam proses likuiditas dari perjanjian kredit yang telah disepakat antara debitur dengan bank. 3. Kondisi manajemen dan lingkungan usaha debitur. 4. Musibah (misalnya : kebakaran, bencana alam) atau kegagalan usaha.
b.
Faktor Internal Bank 1. Kurang adanya pengetahuan dan keterampilan para pengelola kredit. 2. Tidak adanya kebijakan perkreditan pada bank yang bersangkutan. 3. Pemberian dan pengawasan kredit yang dilakukan oleh bank menyimpang dari prosedur yang telah ditetapkan. 4. Lemahnya organisasi dan manajemen dari bank yang bersangkutan.
9. Teknik-Teknik Pengendalian Kredit Bermasalah Untuk menghindari terjadinya kredit bermasalah, maka diperlukan adanya suatu pengendalian. Pengendalian merupakan salah satu fungsi manajemen dalam usaha penjagaan dan pengamanan dalam pengawasan kekayaan bank dalam bentuk perkreditan yang lebih efisien untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan, dengan mendorong dipatuhinya kebijakan yang telah ditetapkan serta mengusahakan penyusunan administrasi yang benar. Teknik pengendalian kredit bermasalah atau dalam hal ini bisa disebut juga sebagai kredit macet dapat diartikan sebagai suatu penentuan syarat-syarat prosedur pertimbangan ke arah kredit untuk menghilangkan risiko kredit tersebut tidak akan terbayar lunas. Langkah-langkah yang diambil oleh pihak bank untuk pengamanan kreditnya, pada pokoknya dapat digolongkan
menjadi dua cara, yaitu teknik pengendalian preventif dan teknik pengendalian represif. berikut ini akan dijelaskan satu persatu mengenai teknik-teknik pengendalian yaitu: a
Teknik Pengendalian Preventif Teknik pengendalian preventif adalah teknik pengendalian yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kemacetan kredit. Teknik pengendalian preventif dapat dilakukan dengan melakukan penyeleksian debitur dengan cara melihat kelengkapan persyaratan permohonan kredit dan penilaian terhadap debitur dengan menggunakan prinsip 6C, yang meliputi : Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition of Economy dan Constraint.
b Teknik Pengendalian Represif Teknik pengendalian represif adalah teknik pengendalian yang dilakukan untuk menyelesaikan kredit-kredit yang telah mengalami kemacetan. Strategi penyelesaian kredit dapat dilakukan dengan beberapa langkah antara lain : 1. Melalui negosiasi bank dengan debitur, bank dapat melakukan penguasaan sebagian atau seluruh hasil usaha, sewa barang agunan, apabila kredit belum berjalan dengan baik. 2. Pemberian surat tagihan 1, 2, dan 3. Pemberian surat tagihan dilakukan apabila jangka waktu pembayaran yang ditentukan telah habis. Hal ini dilakukan dengan tujuan pihak bank memberikan peringatan kepada debitur untuk segera mengangsur pokok pinjaman dan bunganya sesuai dengan kesepakatan pada waktu melakukan pengajuan kredit. 3. Penyerahan hak penagihan piutang kepada badan – badan resmi, yang tercatat secara yuridis berhak menagih piutang, seperti pengadilan negeri, kejaksaan, dan lain – lain. 4. Debitur macet dinyatakan pailit karena insolvency atau bangkrut, penagihannya dapat di ajukan kepada balai harta peninggalan (BHP), dimana kedudukan bank dapat sebagai kreditur preferent, bilamana bank telah melakukan pengikatan agunan, maka bank berhak menjual secara lelang sesuai ketentuan yang berlaku, dengan konsekuensi apabila hasil lelang masih ada sisa, maka sisa tersebut harus diserahkan kepada BHP dan apabila hasil lelang tidak mencukupi, maka sisa utang yang tidak terbayarkan tetap merupakan utang debitur yang harus dibayar. Dengan demikian teknik pengendalian kredit macet pada umumnya adalah memperkecil risiko bahkan
sampai menghilangkan risiko yang mungkin timbul maupun sudah terjadi. Dari kedua langkah teknik pengendalian kredit tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam langkahlangkah teknik pengendalian kredit macet harus dimulai sedini mungkin sebelum variabel penyebabnya berpengaruh terhadap aktivitas bank.
10. Laba Operasional Laba Operasional atau net operating income adalah laba perusahaan yang diperoleh dari kegiatan usaha pokok perusahaan yang bersangkutan dalam jangka waktu tertentu. Pengertian laba operasional menurut Soemarso (2002: 227) adalah: “Selisih antara laba bruto dan beban usaha disebut laba usaha (income from operation) atau laba operasi (operating income). Laba usaha adalah laba yang diperoleh semata-mata dari kegiatan utama perusahaan”. Menurut Agnes Sawir (2003: 31) pengertian laba operasional adalah sebagai berikut : “Laba operasional diperoleh dari pendapatan bunga ditambah laba operasional lainnya.” Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan (2007:31.18) jenis – jenis pendapatan adalah sebagai berikut : “jenis – jenis pendapatan utama dari operasi suatu bank antara lain adalah pendapatan bunga, pendapatan komisi, dan provisi, serta pendapatan lainnya. Setiap jenis pendapatan diungkapkan secara terpisah agar para pengguna dapat melihat kinerja kerja”.
11. Beban Operasional Biaya Operasional adalah operating expenses yaitu biaya berupa pengeluaran uang untuk melaksanakan kegiatan pokok, yaitu berupa biaya penjualan dan administrasi untuk memperoleh pendapatan, tidak termasuk pengeluaran yang telah diperhitungkan dalam harga pokok penjualan dan penyusutan.
PENUTUP 12. Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. besarnya pemberian kredit selama 10 tahun BPR Mitra Kopjaya Mandiri mengalami hasil yang positif sehingga terjadi fluktuasi yang terbesar pada tahun 2012 yakni sebesar Rp. 21.806.812.000. 2. jumlah kredit bermasalah yang terbesar yang terjadi di BPR Mitra Kopjaya Mandiri yakni pada tahun 2013 dengan total kredit bermasalah sebesar Rp. 743.668.810 3. Laba operasional yang diterima oleh BPR Mitra Kopjaya Mandiri mengalami fluktuasi yang terbesar pada tahun 2012 yakni sebesar Rp. 2.743.409.000. 4. Kredit yang Diberikan berpengaruh signifikan terhadap Kredit Bermasalah. 5. Secara parsial kredit yang diberikan mempunyai pengaruh signifikan terhadap Laba Operasional. 6. Secara parsial kredit bermasalah mempunyai pengaruh signifikan terhadap Laba Operasional dengan arah negatif. 7. Kredit yang Diberikan dan Kredit Bermasalah secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Laba Operasional. Semakin meningkat jumlah Kredit yang Diberikan dan semakin turunnya Kredit Bermasalah maka akan semakin meningkat pula pada Laba Operasional begitu pula sebaliknya.
13. Saran Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan di atas, penulis mencoba memberikan saran-saran yang diharapkan dapat member manfaat yang berguna baik bagi kemajuan bank tempat penelitian ini dilakukan maupun kepada peneliti selanjutnya. Adapun saran tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagi bank Diharapkan pihak bank tetap menjaga konsistensi dalam proses pemberian kredit yang sehat, sehingga tidak terjadinya kredit bermasalah yang dapat mengganggu kontinuitas perusahaan. 2. Bagi peneliti lain
Diharapkan dapat meneliti lebih mendalam tentang pemberian kredit dan laba operasional ini dengan menambahkan variabel lain dengan cara yang berbeda dalam teknik maupun metode penelitiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Haryani, 2010. Restruksi dan Penghapusan Kredit Macet. Jakarta: Elex Media Computindo Firdaus dan Ariyanti, 2009. Manajemen Perkreditan Bank Umum Teori, Masalah, Kebijakan dan Aplikasinya Lengkap dengan Analisis Kredit. Bandung: Alfabeta. Suyanto, et.al, 2003. Dasar-dasar Perkreditan. Edisi Ketiga, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Randi Indiana. 2012. Pengaruh Dana Pihak Ketiga dan Penyaluran Kredit Terhadap Laba Operasional. Tasikmalaya : Universitas Siliwangi. BPR Mitra Kopjaya Mandiri Manonjaya. 2011. Struktur Organisasi BPR Mitra Kopjaya Mandiri Manonjaya. Tasikmalaya. Dendawijaya. 2005. Manajemen perbankan, Edisi Kedua, Bogor: Ghalia Indonesia. Taswan. 2003. Akuntansi Perbankan. Edisi Revisi. Semarang : UPP AMP YKPN. ______. 2005. Akuntansi Perbankan. Semarang: UPP AMP YKPN. Sigit,T.dan Totok,B. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Salemba Empat. Intan Gandasari. 2012. Pengaruh Kredit Yang Diberikan Terhadap Arus Kas Bersih Dari Aktivitas Operasi. Tasikmalaya : Universitas Siliwangi. Malayu S.P. Hasibuan. 2005. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. muljono 2007. manajemen perkreditan bagi bank komersil. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Mita Fitriani. 2012. Pengaruh Kredit yang Disalurkan Terhadap Pendapatan Operasional. Tasikmalaya : Universitas Siliwangi. Martono. S.U., Agus Harjito. 2002. Manajemen Keuangan. Edisi Pertama, Yogyakarta: Ekonisia. Rosmiyanti. 2012. Pengaruh Penyaluran Kredit Dan Kredit Bermasalah Terhadap Rentabilitas. Tasikmalaya : Universitas Siliwangi. Mudrajad, K. dan Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan : teori dan aplikasi. Edisi Pertama, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Aliminsyah dan Padji. 2003. Kamus Istilah Akuntansi dan Perbankan. Bandung: Yrama Widya. Mulyadi. 2001. System Akuntansi. Cetakan Pertama. Jakarta: salemba elmpat. Agnes Sawir. 2003. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan perusahaan. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.