PENGARUH KEBERADAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN TERHADAP KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT SEKITARNYA
ARIF NUGRAHA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Keberadaan Pangkalan Pendaratan Ikan Pangandaran Terhadap Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Sekitarnya benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan diarahkan dan dibimbing oleh komisi pembimbing dan belum diajukan bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Agustus 2012
Arif Nugraha C44080086
ABSTRAK ARIF NUGRAHA, C44080086. Pengaruh Keberadaan Pangkalan Pendaratan Ikan Pangandaran Terhadap Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Sekitarnya. Dibimbing oleh THOMAS NUGROHO dan DANIEL R MONINTJA. Pelabuhan perikanan merupakan tempat aktifitas para pelaku kegiatan perikanan. Keberadaan pelabuhan perikanan disuatu daerah sangat penting bagi pelaku kegiatan perikanan dalam memanfaatkan potensi perikanan. Pelabuhan perikanan di Pangandaran termasuk kedalam pelabuhan perikanan tipe D yaitu pangkalan pendaratan ikan. Metode yang digunakan adalah metode studi kasus. Kondisi fasilitas pelabuhan perikanan yang berada di Pangandaran masih belum optimal dimanfaatkan oleh para pelaku kegiatan perikanan karena fasilitas pelabuhan perikanan masih dalam proses pembangunan. Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh keberadaan pelabuhan perikanan terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar khususnya nelayan, pedagang ikan dan pengolah ikan serta mengetahui pola adaptasi masyarakat nelayan pada saat musim paceklik. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara keberadaan pelabuhan perikanan di Pangandaran tidak mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar, karena fasilitas yang diberikan pelabuhan perikanan belum optimal sehingga para pelaku kegiatan perikanan lebih mandiri dalam kegiatan perikanan tanpa adanya fasilitas pelabuhan perikanan. Pola adaptasi masyarakat nelayan termasuk kedalam pola adaptasi konformitas yaitu cara adaptasi seseorang cara dan tujuannya telah ditentukan oleh masyarakat. Kata kunci : Keberadaan pangkalan pendaratan ikan, kondisi sosial dan ekonomi, pola adaptasi masyarakat nelayan, Pangandaran,
ABSTRACT ARIF NUGRAHA, C44080086. Influence of Pangandaran Fish Landing Base Existence toward Social and Economic Condition of Local Society. Supervised by THOMAS NUGROHO dan DANIEL R MONINTJA. Fishing port is a place for activity affiliated with fisheries. The existence of fishing port in a region was so important for the fisheries worker in order to utilize the fisheries potential of its region. Pangandaran fishing port is one of type D fishing port which is fish landing base. Method used in the research was case study. Port facility condition that located in Pangandaran was not optimally utilized by the fisheries worker because of the port unfinished construction. This research was aim to describe the influence of fishing port existence toward the economic and social condition of local society, especially the fishermen, fish trader, fish processor, and to find out the fishermen society adaptation pattern in the famine season. Based on the observation and interview, the existence of fishing port in Pangandaran did not influenced the social and economic condition of locals, because of the unoptimal facility that given by the fishing port, thus the fisheries worker became more independent in the fisheries activity without the port facility. Adaptation pattern of the fishermen society was categorized in the conformity adaptation pattern, which is an adaptation method which has been chosen by the society. Keywords : Fishing port existence, social and economic conditions, fisherman community, Pangandaran,
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENGARUH KEBERADAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN TERHADAP KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR NYA
ARIF NUGRAHA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Penelitian
: Pengaruh
Nama Mahasiswa
: Arif Nugraha
NRP
: C44080086
Program Studi
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Keberadaan Pangkalan Pendaratan Ikan Pangandaran Terhadap Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Sekitarnya
Disetujui Komisi Pembimbing Ketua,
Anggota,
Thomas Nugroho, S.Pi, M.Si NIP.19700414200604 1 020
Prof. Dr. Ir Daniel R Monintja NIP.0922104101
Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP 19621223 198703 1 001
Tanggal ujian: 31 Agustus 2012
Tanggal lulus :
PRAKATA Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei 2012-Juni 2012 adalah Pengaruh Keberadaan Pangkalan Pendaratan Ikan Pangandaran Terhadap Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Sekitarnya. Penelitian ini diharapkan dapat mewujudkan perikanan tangkap yang efektif dan efisien. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada : 1) Thomas Nugroho, S.Pi, M.Si dan Prof. Dr.Ir Daniel R Monintja sebagai komisi pembimbing atas segala saran dan bimbingannya; 2) Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si sebagai Komisi Pendidikan Departemen PSP atas sarannya terhadap skripsi ini; 3) Dr. Iin Solihin, S.Pi, M.Si yang telah berkenan menjadi penguji pada sidang skripsi ini dan atas segala sarannya; 4) Orang tua saya Rohandi dan Iis solihat serta kakak saya Agus Hardiana beserta adik saya Arnia dan Reza yang selalu memberikan doa dan semangat; 5) Fristi Marselia Pardede, sahabat-sahabat saya di Bandung, PSP 42, PSP 43, PSP 44, PSP 45, PSP 46 dan PSP 47; 6) Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca
Bogor, Agustus 2012
Arif Nugraha
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bandung, pada tanggal 17 Februari 1990 dari pasangan Rohandi dan Iis solihat sebagai anak kedua dari empat bersaudara. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari SMU Negeri 2 bandung tahun 2005-2008. Selanjutnya pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dengan masuk pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif pada organisasi kemahasiswaan HIMAFARIN (Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan)
pada
periode
2010-2011
sebagai
Staf
Departemen
PMB
(Pengembangan Minat dan Bakat), serta juga aktif pada organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang bogor Komisariat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB di bidang bendahara umum periode 2009-2010. Dalam
rangka
menyelesaikan
studinya
di
Departemen
Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh Keberadaan Pelabuhan Perikanan Pangandaran Terhadap Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Sekitar Pelabuhan Di Ciamis Jawa Barat” di bawah bimbingan Monintja.
Thomas Nugroho, S.Pi, M.Si dan Prof. Dr. Ir Daniel R
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Permasalahan ......................................................................................... 3 1.3 Tujuan ................................................................................................... 3 1.4 Manfaat ................................................................................................. 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan ............................................................................. 5 2.2 Klasisfikasi Pelabuhan Perikanan ......................................................... 5 2.3 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan ................................................ 7 2.4 Fasilitas Pelabuhan Perikanan .............................................................. 9 2.5 Pangkalan Pendaratan Ikan ................................................................... 12 2.6 Masyarakat Pesisir ................................................................................ 12 2.6.1 Masyarakat nelayan ..................................................................... 13 2.6.2 Karakteristik masyarakat nelayan ................................................ 16 2.7 Aspek Sosial Ekonomi Dalam Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan....... 18 2.8 Mobilitas Sosial .................................................................................... 21 2.9 Pola Adaptasi ........................................................................................ 21 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 23 3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................... 23 3.3 Metode Penelitian ................................................................................. 23 3.4 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 23 3.5 Analisis Data ......................................................................................... 24 3.5.1 Analisis keberadaan PPI terhadap sosial dan ekonomi masyarakat.26 3.5.2 Pola adaptasi masyarakat nelayan ................................................. 26
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografi, Topografi dan Luas Wilayah ................................. 27 4.2 Musim Penangkapan Ikan .................................................................... 28 4.3 Unit Penangkapan Ikan ........................................................................ 29 4.4.1 Nelayan ......................................................................................... 29 4.4.2 Armada penangkapan ikan .......................................................... 29 4.4.3 Alat tangkap .................................................................................. 30 4.5 Sarana dan Prasarana Penangkapan Ikan ............................................. 30 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengaruh Keberadaan PPI Terhadap sosial dan ekonomi Masyarakat . 36 5.1.1 Aspek sosial .................................................................................. 5.1.2 Aspek ekonomi ............................................................................ 5.1.3 Karakteristik masyarakat nelayan ................................................. 5.1.4 Karakteristik pedagang ikan ........................................................ 5.1.5 Karakteristik pengolah ikan .........................................................
37 42 46 56 61
5.2 Pola Adaptasi Masyarakat Nelayan ...................................................... .66 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ........................................................................................... 69 6.2 Saran ..................................................................................................... 69 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 70 LAMPIRAN ................................................................................................... 72
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Analisis pengaruh keberadaan pelabuhan perikanan terhadap kondisi masyarakat (nelayan, pedagang ikan dan pengolah ikan) .......................... 25 2 Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Ciamis ................................ 29 3 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Ciamis .... 30 4 Perkembangan jumlah alat tangkap di Kabupaten Ciamis ......................... 30 5 Penggunaan fasilitas pelabuhan oleh masyarakat nelayan .......................... 39 6 Parameter pengaruh keberadaan kolam pelabuhan .................................... 40 7 Parameter pengaruh keberadaan TPI ........................................................... 40 8 Parameter pengaruh keberadaan darmaga ................................................... 41 9 Parameter pengaruh keberadaan pasar ikan................................................. 41 10 Parameter pengaruh keberadaan kantor pengelola ...................................... 42 11 Perkembangan jumlah nelayan di Pangandaran ......................................... 49 12 Perkembangan jenis alat tangkap di Pangandaran ....................................... 49 13 Rata-rata ikan dan harga jual ikan nelayan pukat pantai Pangandaran ....... 51 14 Rata-rata ikan dan harga jual ikan nelayan gillnet Pangandaran ................. 51 15 Penghasilan rata-rata rumah tangga nelayan pukat pantai non perikanan ... 53 16 Penghasilan rata-rata rumah tangga nelayan gillnet non perikanan ............ 53 17 Pengeluaran rumah tangga nelayan pukat pantai ........................................ 54 18 Pengeluaran rumah tangga nelayan gillnet .................................................. 54 19 Total pendapatan keluarga rata-rata nelayan pukat pantai .......................... 55 20 Total pendapatan keluarga rata-rata nelayan gillnet .................................... 55 21 Sisa bersih pendapatan nelayan pukat pantai .............................................. 56 22 Sisa bersih pendapatan nelayan gillnet ........................................................ 56 23 Penghasilan rata-rata pedagang ikan ........................................................... 59 24 Pengeluaran rata-rata pedagang ikan ........................................................... 59 25 Penghasilan rata-rata pedagang dari non perikanan .................................... 60 26 Pengeluaran rumah tangga pedagang ikan .................................................. 60 27 Pendapatan rumah tangga pedagang ikan .................................................... 61
28 Sisa bersih pendapatan rumah tangga pedagang ikan ................................. 61 29 Penghasilan rata-rata pengolah dari usaha perikanan dan non perikanan ... 65 30 Sisa bersih pendapatan rumah tangga pengolah ikan .................................. 66 31 Pola adaptasi masyarakat nelayan terhadap fasilitas pelabuhan .................. 67
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Kerangka pemikiran ..................................................................................... 4 2 Pola kelembagaan dalam pelabuhan perikanan ........................................... 19 3 Gedung PPI Pangandaran............................................................................. 32 4 Tempat pendaratan ikan .............................................................................. 32 5 Proses pendaratan hasil tangkapan .............................................................. 33 6 Perahu nelayan di Pantai Timur Pangandaran ............................................. 33 7 Gedung TPI lama ......................................................................................... 35 8 Gedung TPI baru ......................................................................................... 35 9 Grafik perkembangan jumlah nelayan di Pangandaran ............................... 37 10 Alur pemasaran hasil tangkapan ................................................................. 44 11 Struktur sosial masyarakat pesisir Pangandaran .......................................... 47 12 Presentase tingkat pendidikan nelayan Pangandaran .................................. 48 13 Presentase tingkat pendidikan pedagang ikan di Pangandaran ................. 57 14 Kartu anggota himpunan pedagang ikan .................................................... 58 15 Ikan yang telah direndam garam 1 hari ....................................................... 63 16 Tempat pengeringan ikan yang akan diasinkan ........................................... 63 17 Presentase tingkat pendidikan pengolah ikan di Pangandaran .................... 64 18 Alur penjualan hasil olahan ikan ................................................................. 65
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Peta lokasi penelitian .................................................................................. 74 2 Dokumentasi kondisi penelitian ................................................................. 75
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Definisi perikanan menurut Undang-Undang No 45/2009 merupakan semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Hal tersebut merupakan alasan utama dalam membangun pelabuhan perikanan disuatu daerah. Dengan adanya pelabuhan perikanan disuatu daerah akan membantu bagi para pelaku kegiatan perikanan dalam memanfaatkan dan mengelola potensi sumberdaya alam untuk mendapatkan keuntungan bagi semua pihak. Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan (UU Perikanan No. 31 Tahun, 2004). Dalam usaha menunjang pembangunan perikanan, tersedianya prasarana pelabuhan perikanan mempunyai arti yang sangat penting. Keberadaan pelabuhan perikanan di suatu daerah diharapkan dapat mendukung aktivitas perikanan para pelaku kegiatan perikanan (nelayan, pedagang ikan, dan pengolah ikan) di daerah tersebut sehingga mampu memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dari sektor perikanan tangkap. Hal ini menjadi indikasi bahwa pelabuhan perikanan berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi perikanan. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran merupakan salah satu pelabuhan perikanan terpenting di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Dengan adanya PPI Pangandaran ini semestinya dapat memberikan Peranan sebagai salah satu infrastruktur yang menunjang dalam menjembatani aktivitas perikanan tangkap yang berada di suatu kawasan terutama di daerah terpencil, tertinggal, namun memiliki sumberdaya ikan yang memadai dan memberikan pengaruh positif bagi masyarakat sekitar. Setelah bencana tsunami melanda Pangandaran dan sekitarnya yang mengakibatkan rusaknya beberapa bangunan fisik di Pangandaran termasuk
2
gedung lama PPI Pangandaran. Maka pemerintah melakukan pembangunan gedung PPI baru yang letaknya di Desa Babakan. Fasilitas yang ada di sekitar gedung PPI sudah dibangun beberapa sarana diantaranya fasilitas air bersih, mushola, dan gedung TPI. Letak lokasi yang jauh dari tempat pendaratan ikan yang biasa digunakan nelayan dan pembangunan kolam pelabuhan yang terhambat untuk bersandarannya kapal sehingga PPI belum dioperasikan sampai saat ini. Kondisi belum tersedianya fasilitas dan beroperasinya PPI baru di Pangandaran membuat para pelaku kegiatan perikanan tetap bertahan dilokasi PPI lama. Fasilitas yang berada di PPI lama hanya terdapat fasilitas gedung TPI dan kolam pelabuhan yang memanfaatkan Teluk Pananjung. Fasilitas tersebut hanya dipergunakan pada saat hasil tangkapan melimpah. Kondisi fasilitas yang belum maksimal diberikan oleh pihak PPI akan berdampak pada pendapatan nelayan, pedagang ikan dan pengolah ikan serta tidak sejalan dengan peranan pelabuhan perikanan dalam menunjang peningkatan kondisi ekonomi maupun sosial para pelaku kegiatan perikanan. Kawasan Pangandaran selain dikenal pada sektor perikanan juga merupakan daerah tujuan wisata di Kabupaten Ciamis. Kondisi tersebut dapat menjadi peluang bagi masyarakat sekitar khususnya nelayan pedagang dan pengolah ikan dalam peningkatan taraf hidup pada saat musim barat dengan memiliki penghasilan tambahan di luar sektor perikanan. Penghasilan yang diperoleh dari luar sektor perikanan ini berasal dari pelayan jasa yang diberikan seperti penyewaan perahu, membuka kios-kios makanan, menjadi tukang ojek dan lainlain di bidang pariwisata. Dengan adanya permasalahan ketidakpastian lokasi PPI Pangandaran dan kurangnya fasilitas pelabuhan yang akan berdampak terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar maka penelitian mengenai “Pengaruh Keberadaan Pangkalan Pendaratan ikan Pangandaran Terhadap Kondisi Sosial dan ekonomi Masyarakat Sekitarnya” sangat penting dilakukan. Hal ini berguna untuk mengetahui seberapa besar pengaruh keberadaan PPI Pangandaran bagi masyarakat nelayan, pedagang ikan dan pengolah ikan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3
1.2 Permasalahan 1) Ketidakpastian lokasi PPI Pangandaran 2) Pendapatan nelayan, pengolah ikan dan pedagang ikan masih rendah
1.3 Tujuan 1) Mengetahui pengaruh keberadaan PPI Pangandaran terhadap kondisi sosial dan Ekonomi masyarakat nelayan, pengolah ikan, dan pedagang ikan PPI Pangandaran. 2) Mengetahui pola adaptasi masyarakat nelayan terhadap Pangkalan Pendaratan ikan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
1.4 Manfaat 1) Masukan bagi para pengambil keputusan dan kebijakan pada instansiinstansi terkait untuk mengembangkan perikanan tangkap di daerah Pangandaran (Dinas Perikanan dan Kelautan). 2) Masukan bagi para ilmuwan, mahasiswa yang melakukan penelitian yang berhubungan dengan perubahan kondisi masyarakat sekitar di daerah Pangandaran.
4
Pengaruh Keberadaan Pelabuhan Perikanan Pangandaran Terhadap Kondisi Masyarakat Sekitar Pelabuhan
Metode Kasus
Aspek yang diteliti: 1) Ketersediaan fasilitas PP 2) Pola adaptasi dan aktivitas masyarakat sekitar pelabuhan dalam mencari mata pencaharian 3) Kegiatan masyarakat nelayan di sekitar pelabuhan 4) Profil masyarakat (pekerjaan, penghasilan, pengalaman, dan pendidikan,)
Pengamatan
Wawancara
Kegiatan masyarakat sekitar pelabuhan perikanan
Semua pengguna pelabuhan perikanan, seperti nelayan (pemilik dan ABK), pedagang dan pengolah HT, serta pihak pengelola pelabuhan perikanan
Analisis Data:
1. Deskriptif Kuantitatif
1. Mengetahui pengaruh PPI terhadap sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. 2. Mengetahui pola adaptasi masyarakat nelayan terhadap pangkalan pendaratan ikan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Gambar 1 Kerangka pemikiran
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan bab 1 pasal 1 adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Menurut Lubis (2006) klasifikasi pelabuhan perikanan dapat dipengaruhi oleh : 1) Luas lahan, letak, dan jenis konstruksi bangunan, 2) Jenis alat tangkap yang menyertai kapal-kapalnya, 3) Jenis perikanan dan skala usahanya, 4) Distribusi dan sajian ikan hasil tangkapan. Lubis (2006) menyatakan bahwa, pelabuhan perikanan terbagi atas 4 kelompok yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (Tipe A), Pelabuhan Perikanan Nusantara (Tipe B), Pelabuhan Perikanan Pantai (Tipe C), dan Pangkalan Pendaratan Ikan (Tipe D). Setiap kelompok memiliki persyaratan khusus seperti jumlah kapal, produksi hasil tangkapan per hari, batasan alur pelayaran, dan lainlain.
2.2 Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan yang terdapat di Indonesia berdasarkan data terakhir tahun 2009 jumlahnya sekitar 968 pelabuhan perikanan (Lubis 2010), jadi untuk memudahkan dalam pendataan diperlukan pembagian. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan berdasarkan klasifikasi besar-kecil skala usaha pelabuhan perikanan menjadi empat tipe pelabuhan, yaitu: 1) Pelabuhan Perikanan tipe A (Pelabuhan Perikanan Samudera). Pelabuhan Perikanan tipe ini adalah pelabuhan perikanan yang diperuntukan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan jarak
6
jauh sampai ke peraiaran ZEEI (Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia) dan perairan internasional, mempunyai perlengkapan untuk menangani (handling) dan mengolah sumberdaya ikan sesuai dengan kapasitasnya yaitu jumlah hasil ikan yang didaratkan. Adapun jumlah ikan yang didaratkan minimum sebanyak 200 ton per hari atau 73.000 ton per tahun baik untuk pemasaran di dalam maupun di luar negeri (ekspor). Pelabuhan perikanan tipe A ini dirancang untuk bisa menampung kapal berukuran lebih besar daripada 60 GT (gross tonage) sampai dengan 100 unit kapal sekaligus. Mempunyai cadangan lahan untuk pengembangan seluas 30 ha. 2) Pelabuhan Perikanan tipe B (Pelabuhan Perikanan Nusantara). Pelabuhan Perikanan tipe ini adalah pelabuhan perikanan yang diperuntukan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan jarak sedang sampai ke peraiaran ZEEI (Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia), mempunyai perlengkapan untuk menangani (handling) dan/atau mengolah sumberdaya ikan sesuai dengan kapasitasnya yaitu jumlah hasil ikan yang didaratkan. Adapun jumlah ikan yang didaratkan minimum sebanyak 50 ton per hari atau 18.250 ton per tahun untuk pemasaran di dalam negeri. Pelabuhan perikanan tipe B ini dirancang untuk bisa menampung kapal berukuran sampai dengan 60 GT (gross tonage) sampai dengan 50 unit kapal sekaligus. Mempunyai cadangan lahan untuk pengembangan seluas 10 ha. 3) Pelabuhan tipe C (Pelabuhan Perikanan Pantai). Pelabuhan Perikanan tipe ini adalah pelabuhan perikanan yang diperuntukan terutama bagi kapal-kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pantai, mempunyai perlengkapan untuk menangani (handling) dan/atau mengolah sumberdaya ikan sesuai dengan kapasitasnya yaitu jumlah hasil ikan yang didaratkan. Adapun jumlah ikan yang didaratkan minimum sebanyak 20 ton per hari atau 7.300 ton per tahun untuk pemasaran di daerah sekitarnya atau untuk dikumpulkan dan dikirimkan ke pelabuhan yang lebih besar. Pelabuhan perikanan tipe C ini dirancang untuk bisa menampung kapal berukuran sampai dengan 15 GT (gross tonage) sampai dengan 25 unit kapal sekaligus. Mempunyai cadangan lahan untuk pengembangan seluas 5 ha.
7
4) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Pelabuhan Perikanan tipe ini adalah pelabuhan perikanan yang diperuntukan untuk pendaratan ikan hasil tangkapan nelayan yang berskala kecil daripada pelabuhan perikanan pantai ditinjau dari kapasitas penanganan jumlah produksi ikan, maupun fasilitas dasar dan perlengkapanya. Pelabuhan perikanan tipe ini dirancang sebagai prasarana pendaratan ikan yang dapat menanganiproduksi ikan sampai 5 ton per hari, dapat menampung kapal berukuran sampai dengan 5 GT (gross tonage) sampai dengan 15 unit kapal sekaligus. Mempunyai cadangan lahan untuk pengembangan seluas 1 ha.
2.3 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan dalam menjalankan semua aktivitas dan kegiatanya bila ditinjau dari fungsinya, pelabuhan perikanan tentunya berbeda dengan jenis pelabuhan-pelabuhan pada umumnya karena pelabuhan perikanan dikhususkan untuk bidang perikanan. Menurut Lubis (2010) mengatakan bahwa, secara umum pelabuhan perikanan mempunyai fungsi yang dapat dikelompokan sebagai berikut: 1) Fungsi Maritim Pelabuhan
perikanan
mempunyai
aktivitas-aktivitas
yang
bersifat
kemaritiman, yaitu merupakan suatu tempat kontak bagi nelayan atau pemilik kapal, antara laut dan daratan untuk semua aktivitasnya. 2) Fungsi Komersial Fungsi ini timbul karena pelabuhan perikanan merupakan suatu tempat awal untuk mempersiapkan pendistribusian produksi perikanan dengan melakukan transaksi pelelangan ikan. 3) Fungsi Jasa Fungsi ini meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan perikanan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokan menjadi: (1) Jasa-jasa yang melayani pendaratan ikan, antara lain penyediaan alat-alat pengangkut ikan, keranjang-keranjang atau basket plastik dan buruh untuk membongkar ikan;
8
(2) Jasa-jasa yang melayani kapal-kapal penangkap ikan antara lain dalam penyediaan bahan bakar, air bersih, dan es; (3) Jasa-jasa yang menangani mutu ikan, antara lain terdapatnya fasilitas cold storage, cool room, pabrik es, dan penyedia air bersih; (4) Jasa-jasa yang melayani keamanan pelabuhan, antara lain adanya jasa pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan; (5) Jasa-jasa pemeliharaan kapal dan pelabuhan, antara lain adanya fasilitas docking, slipways dan bengkel. Menurut
Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
PER.
16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan, pelabuhan perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran. Berikut fungsi pelabuhan perikanan tersebut: 1) Pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas perikanan; 2) Pelayanan bongkar muat; 3) Pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan; 4) Pemasaran dan distribusi ikan; 5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan; 6) Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; 7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan; 8) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan; 9) Pelaksanaan kesyahbandaran; 10) Pelaksanaan fungsi karantina ikan; 11) Publikasi hasil riset kelautan perikanan; 12) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; 13) Pengendalian lingkungan (kebersihan, keamanan, dan ketertiban (K3), kebakaran, dan pencemaran). Peranan pelabuhan perikanan sangat penting dalam perikanan tangkap karena pelabuhan perikanan merupakan center perekonomian mulai ketika ikan selesai ditangkap dari fishing ground-nya maupun ketika akan dipasarkan lebih lanjut. Menurut Lubis (2010) secara rinci pelabuhan perikanan berperan terhadap:
9
1) Hasil tangkapan yang didaratkan: (1) Mampu mempertahankan mutu ikan dan dapat memberikan nilai tambah; (2) Mampu melakukan pembongkaran secara cepat dan menseleksi ikan secara cermat; (3) Mampu memasarkan ikan yang menguntungkan baik bagi nelayan maupun pedagang melalui aktivitas pelelangan ikan; (4) Mampu melakukan
pendataan
produksi hasil tangkapan
yang
didaratkan secara akurat melalui sistem pendataan yang benar; 2) Para pengguna di pelabuhan perikanan: (1) Sebagai pusat dan tukar menukar informasi antar pelaku di pelabuhaan; (2) Mampu meningkatkan pendapatan para pelaku di pelabuhan dengan pelaksanaan pelelangan ikan; (3) Mampu menciptakan keamanan dan kenyamanan bagi para pelaku untuk beraktivitas di pelabuhan; 3) Perkembangan wilayah, baik dari aspek ekonomi maupun sosial budaya: (1) Mampu
meningkatkan
perekonomian
kota/kabupaten
sehingga
menambah pendapatan asli daerah; (2) Terdapatnya beragam sosial budaya akibat keheterogenan penduduk karena urbanisasi; (3) Mampu
menyerap
tenaga
kerja
berkaitan
dengan
aktivitas
kepelabuhanan perikaanan dan aktivitas terkait di sekitarnya.
2.4 Fasilitas Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan harus dapat menjalankan fungsi dan peranya dengan baik seperti apa yang sudah disebutkan di atas, agar dapat memenuhi fungsi dan peranya tersebut pelabuhan harus dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Menurut Lubis (2010), fasilitas yang terdapat pada pelabuhan perikanan terdiri dari tiga jenis yaitu fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas tambahan/penunjang: 1. Fasilitas Pokok Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar atau pokok yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas pokok di pelabuhan perikanan antara lain (Lubis 2010):
10
1) Dermaga Dermaga adalah suatu bangunan kelautan yang berfungsi sebagai tempat labuh dan tambatnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan perbekalan untuk keperluan penangkapan ikan di laut. 2) Kolam Pelabuhan Kolam pelabuhan adalah daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga. 3) Alat Bantu Navigasi Alat bantu navigasi adalah alat yang berfungsi: (1) Memberikan peringatan atau tanda-tanda terhadap bahaya yang tersembunyi misalnya batu karang di suatu perairan; (2) Memberikan petunjuk/bimbingan agar kapal dapat berlayar dengan aman di sepanjang pantai, sungai dan perairan lainnya; (3) Memberikan petunjuk dan bimbingan pada waktu kapal akan keluar masuk pelabuhan atau ketika kapal akan merapat dan membuang jangkar. 4) Breakwater atau Pemecah Gelombang Breakwater suatu struktur bangunan kelautan yang berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah sekitar pantai terhadap pengaruh gelombang laut. 2. Fasilitas Fungsional Fasilitas fungsional dikatakan juga suprastruktur adalah fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas ini tidak harus ada di pelabuhan perikanan namun fasilitas ini disediakan sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan perikanan tersebut. Fasilitas fungsional dikelompokkan menjadi (Lubis 2010): 1) Penanganan hasil tangkapan dan pemasaran, yaitu: (1) Tempat pelelangan ikan (TPI), berfungsi untuk melelang ikan, dimana terjadi pertemuan antara penjual (nelayan atau pemilik kapal)
dengan
perikanan);
pembeli
(pedagang
atau
agen
perusahaan
11
(2) Fasilitas pemeliharaan dan pengolahan hasil tangkapan ikan, seperti gedung pengolahan, tempat penjemuran ikan dan lain-lain; (3) Pabrik dan gudang es, dipergunakan untuk mempertahankan mutu ikan pada saat operasi penangkapan dan pengangkutan ke pasar atau pabrik; (4) Gudang es, diperlukan apabila produksi kemungkinan tidak terserap pasar secara keseluruhan, pabrik es jauh dari dermaga perbekalan (out fitting) atau kemungkinan mendatangkan es dari luar; (5) Refrigerasi/fasilitas pendinginan, seperti cool room, cold storage; (6) Gedung-gedung pemasaran, dimana tempat ini biasanya dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas seperti alat sortir, timbangan, pengepakan dan lain-lain. 2) Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan armada dan alat penangkap ikan,yaitu: (1) Lapangan perbaikan alat penangkapan ikan; (2) Ruangan mesin; (3) Tempat penjemuran alat penangkap ikan; (4) Bengkel: fasilitas untuk memperbaiki mesin kapal; (5) Slipway: tempat untuk memperbaiki bagian lunas kapal; (6) Gudang jaring: tempat untuk penyimpanan jaring; (7) Vessel lift: fasilitas untuk mengangkat kapal dari kolam pelabuhan ke lapangan perbaikan kapal. 3) Fasilitas perbekalan: tangki dan instalasi air minum, tangki bahan bakar. 4) Fasilitas komunikasi: stasiun jaringan telepon, radio SSB. 3. Fasilitas Penunjang Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peranan pelabuhan atau para pelaku mendapatkan kenyamanan melakukan aktivitas di pelabuhan. Fasilitas ini berupa (Lubis, 2010): 1) Fasilitas kesejahteraan antara lain MCK, poliklinik, mess, kantin, musholla;
12
2) Fasilitas administrasi meliputi kantor pengelola pelabuhan, ruang operator, kantor syahbandar, kantor beacukai dan lainnya.
2.5 Pangkalan Pendaratan Ikan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) merupakan pelabuhan perikanan (PP) tipe D. Secara umum, pangkalan pendaratan ikan dan pelabuhan perikanan memiliki fungsi yang sama dengan pelabuhan perikanan tipe A (samudera), tipe B (nusantara), dan tipe C (pantai). Perbedaan pengklasifikasian ini hanya terletak pada kapasitas fasilitasnya saja. Menurut Lubis (2006), pada umumnya pangkalan pendaratan ikan ditujukan untuk tempat berlabuh atau bertambatnya perahuperahu penangkapan ikan tradisional yang berukuran lebih kecil dari 5 GT atau untuk perahu-perahu layar tanpa motor. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan PER. 16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan yang mengklasifikasikan pelabuhan perikanan berdasarkan kriteria teknis, maka pelabuhan perikanan tipe D memiliki kriteria berikut (Mahyuddi 2007). 1) Daerah penangkapan ikan disekitar perairan pedalaman dan perairan kepulauan, 2) Ukuran kapal 3 GT 3) Panjang dermaga 50 meter dan dengan kedalaman kolam pelabuhan 2 meter 4) Kapasitas tampung 20 unit, dan 5) Luas lahan minimal 2 ha.
2.6 Masyarakat Pesisir Masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir.Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk di dalamnya perubahan-perubahan sosial (Soekanto 1986). Menurut Satria (2004), definisi masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir.
13
Perairan pesisir adalah daerah pertemuan darat dan laut, dengan batas darat dapat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut, seperti angin laut, pasang surut, dan intrusi air laut. Ke arah laut, perairan pesisir mencakup bagian batas terluar dari daerah paparan benua yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar. Definisi wilayah seperti diatas memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem perairan pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat beragam, di darat maupun di laut serta saling berinteraksi. Selain mempunyai potensi besar wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem perairan pesisir (Dahuri 2004). Menurut Dahuri (2004), hingga saat ini masih belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line), maka wilayah pesisir mempunyai dua macam batas (boundaries) yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus garis pantai (cross shore).
2.6.1 Masyarakat nelayan Horton et al. (1991 dalam Satria 2002) mendefinisikan masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, cukup lama hidup bersama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama, dan melakukan sebagian besar kegiatannya di dalam kelompok tersebut. Soekanto (1986) menyebutkan bahwa pada dasarnya manusia memiliki dua hasrat dalam dirinya, yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan sesamanya atau manusia lain di sekelilingnya serta keinginan untuk menjadi satu dengan lingkungan alam sekelilingnya. Suatu masyarakat merupakan sistem adaptif, oleh karena masyarakat merupakan wadah untuk memenuhi berbagai kepentingan dan untuk dapat bertahan. Berkaitan dengan definisi masyarakat tersebut, Satria (2009) mengartikan masyarakat pesisir sebagai sekumpulan masyarakat yang hidup bersama dan mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan
14
yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir. Dalam Satria (2002) disebutkan bahwa sosiologi masyarakat pesisir direkonstruksi dari basis sumberdaya. Berbeda dengan sosiologi pedesaan yang berbasis pada society, sosiologi masyarakat pesisir lebih berbasis pada sumberdaya, sehingga kajian-kajian sosiologi masyarakat pesisir bersumber pada aktivitas masyarakat yang terkait dengan sumberdaya perikanan. Nelayan merupakan bagian dari masyarakat pesisir yang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya perikanan. Kusnadi (2007) mendefinisikan desa nelayan sebagai desa dimana sebagian besar penduduknya bermatapencaharian menangkap ikan di laut. Dalam Satria (2002) disebutkan bahwa nelayan sebagai orang yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut terbagi berdasarkan status penguasaan kapital, yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik atau juragan adalah orang yang memiliki sarana penangkapan, seperti kapal/perahu, jaring dan alat tangkap lainnya. Sedangkan nelayan buruh adalah orang yang menjual jasa tenaga kerja sebagai buruh dalam kegiatan penangkapan ikan di laut, atau anak buah kapal (ABK). DJPT-DKP (2007) mendefinisikan nelayan sebagai orang yang secara aktif melakukan
pekerjaan
dalam
operasi
penangkapan
ikan/binatang
air
lainnya/tanaman air. Sementara orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat perlengkapan ke dalam perahu/kapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Tetapi ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkap dimasukkan sebagai nelayan, walaupun mereka tidak secara langsung melakukan penangkapan. DJPT-DKP (2007) mengklasifikasikan nelayan berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan, yaitu: 1) Nelayan penuh Nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. 2) Nelayan sambilan utama Nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.
15
Disamping melakukan pekerjaan penangkapan, nelayan kategori ini dapat pula mempuyai pekerjaan lain. 3) Nelayan sambilan tambahan Nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan penangkapan ikan. Secara umum berdasarkan bagian yang diterima dalam usaha penangkapan ikan menurut Hermanto diacu dalam Desiwardani (2006) yaitu: 1) Juragan darat yaitu orang yang mempunyai perahu dan alat penangkapan ikan, tetapi tidak ikut dalam operasi penangkapan ikan di laut. Juragan darat hanya menerima bagi hasil tangkapan yang diusahakan oleh orang lain. Pada umumnya juragan darat menanggung seluruh biaya operasi penangkapan ikan. 2) Juragan laut orang yang tidak mempunyai perahu dan alat penangkapan ikan tetapi bertanggung jawab dalam operasi penangkapan ikan. 3) Juragan darat-laut yaitu orang yang mempunyai perahu dan alat penangkapan ikan sekaligus ikut dalam operasi penangkapan ikan di laut. Juragan daratlaut menerima hasil sebagian nelayan dan bagi hasil sebagai pemilik unit penangkapan. 4) Buruh atau pandega yaitu orang yang tidak mempunyai unit penangkapan dan hanya berfungsi sebagai anak buah kapal (ABK), umumnya menerima bagi hasil tangkapan dan jarang diberikan upah harian. 5) Anggota kelompok yaitu orang yang berusaha pada suatu unit penangkapan secara berkelompok. Perahu yang dioperasikan adalah perahu yang dibeli dari modal yang dikumpulkan oleh semua anggota kelompok. Satria (2002) menggolongkan nelayan menjadi empat tingkatan yang dilihat dari kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada), orientasi pasar, dan karakteristik hubungan produksi, yaitu: 1) Peasant-fisher atau nelayan tradisional Biasanya
lebih
berorientasi
pada
pemenuhan
kebutuhan
sendiri
(subsistence). Umumnya masih menggunakan alat tangkap tradisional dayung atau sampan tidak bermotor dan masih melibatkan anggota keluarga sebagai tenaga kerja utama.
16
2)
Post-peasant fisher Nelayan dengan penggunaan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju seiring dengan perkembangan motorisasi perikanan. Dengan daya tangkap yang lebih besar dan surplus dari hasil tangkapan itu, nelayan jenis ini sudah mulai berorientasi pasar dan tenaga kerjanya tidak bergantung pada anggota keluarga saja.
3)
Commercial fisher Nelayan yang telah berorientasi pada peningkatan keuntungan dengan skala usaha yang besar, jumlah tenaga kerja dengan status yang berbeda dari buruh hingga manajer, serta teknologi yang digunakan lebih modern dan membutuhkan keahlian tersendiri dalam pengoperasian kapal maupun alat tangkapnya.
4)
Industrial fisher Nelayan skala besar yang dicirikan dengan majuya kapasitas teknologi penangkapan maupun jumlah armadanya. Berorientasi pasar ekspor (ikan kaleng dan ikan beku), relatif padat modal, dan melibatkan buruh nelayan sebagai anak buah kapal (ABK) dengan organisasi kerja yang kompleks.
2.6.2 Karakteristik Masyarakat Nelayan Satria (2002) menguraikan secara singkat karakteristik masyarakat pesisir sebagai representasi komunitas desa-pantai dan desa terisolasi, dari berbagai aspek: 1) Sistem Pengetahuan Pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan umumnya diperoleh secara turun temurun berdasarkan pengalaman empirik. Kuatnya pengetahuan lokal ini menjadi salah satu faktor penyebab terjaminnya kelangsungan hidup sebagai nelayan. Pengetahuan lokal (indigenous knowledge) tersebut merupakan kekayaan intelektual yang hingga kini terus dipertahankan. 3) Sistem Kepercayaan Secara teologi, nelayan masih memiliki kepercayaan yang kuat bahwa laut memiliki kekuatan khusus dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan agar keselamatan dan hasil tangkapan semakin terjamin. Namun seiring berjalannya
17
waktu, berbagai tradisi dilangsungkan hanya sebagai salah satu instrumen stabilitas sosial dalam komunitas nelayan. 4) Peran Wanita Umumnya selain banyak bergelut dalam urusan domestik rumah tangga, istri nelayan tetap menjalankan aktivitas ekonomi dalam kegiatan penangkapan di perairan dangkal, pengolahan ikan, maupun kegiatan jasa dan perdagangan. Istri nelayan juga dominan dalam mengatur pengeluaran rumah tangga sehari-hari sehingga sudah sepatutnya peranan istri-istri nelayan tersebut menjadi salah satu pertimbangan dalam setiap program pemberdayaan. 5) Struktur Sosial Struktur yang terbentuk dalam hubungan produksi (termasuk pasar) pada usaha perikanan, perikanan tangkap maupun perikanan budidaya, umumnya dicirikan dengan kuatnya ikatan patron-klien. Kuatnya ikatan ini merupakan konsekuensi dari sifat kegiatan penangkapan ikan yang penuh dengan resiko dan ketidakpastian. Pada perikanan budidaya, patron meminjamkan modal kepada para nelayan lokal untuk pembudidayaan ikan. Dengan konsekuensi, hasilnya harus dijual kepada patron dengan harga yang lebih murah. Ciri yang kedua adalah stratifikasi sosial. Bentuk stratifikasi masyarakat pesisir Indonesia sangat beragam. Seiring moderninasi akan terjadi diferensiasi sosial yang dilihat dari semakin bertambahnya jumlah posisi sosial atau jenis pekerjaan sekaligus terjadi pula perubahan stratifikasi karena sejumlah posisi sosial tersebut tidaklah bersifat horisontal, melainkan vertikal dan berjenjang berdasarkan ukuran ekonomi, prestise atau kekuasaan. 6) Posisi Sosial Nelayan Di kebanyakan masyarakat, nelayan memiliki status yang relatif rendah. Rendahnya posisi sosial nelayan ini merupakan akibat dari keterasingan nelayan sehingga masyarakat bukan nelayan tidak mengetahui lebih jauh cara hidup nelayan. Hal ini terjadi akibat sedikitnya waktu dan kesempatan nelayan untuk berinteraksi dengan masyarakat lain karena alokasi waktu yang besar untuk kegiatan penangkapan ikan disbanding untuk bersosialisasi dengan masyarakat bukan nelayan yang memang secara geografis relatif jauh dari pantai. Secara politis posisi nelayan kecil terus dalam posisi dependen dan marjinal akibat dari faktor kapital yang dimilikinya sangatlah terbatas.
18
2.7 Aspek Sosial Ekonomi Dalam Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan Berdasarkan fungsi dan peranan serta fasilitas-fasilitas yang dimilikinya, bisa dikatakan pelabuhan perikanan merupakan salah satu organisasi publik sehingga di dalam pelabuhan perikanan pasti ada aspek sosial ekonomi yang terjadi dan mempengaruhi kegiatan di dalamnya. Menurut Nugroho (2011), aspek sosial dalam Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan di dalamnya mencakup: 1) Demografi (Kependudukan) Keberadaan pelabuhan perikanan menjadi daya tarik ekonomi sehingga banyak orang mendekatinya sehingga menyebabkan terjadinyan mobilitas penduduk (Nelayan, Pedagang, Pengolah dll). 2) Mata pencaharian Keberadaan Pelabuhan Perikanan dapat menjadi tempat bekerja masyarakat terutama penduduk lokal dan sekitarnya dengan berbagai jenis pekerjaan misalnya nelayan, bakul ikan, pedagang warung dll. (1) Pola kerja Sistem kerja pelaku ekonomi/stakeholder yang terlibat dalam aktivitas di pelabuhan perikanan meliputi waktu kerja, pembagian kerja, kerjasama, penghasilan, ketrampilan, modal, teknologi dll. (2) Produksi Output usaha yang dihasilkan dalam satuan waktu tertentu. Termasuk siklus kegiatan produksi harian. 3) Menciptakan lapangan kerja Keberadaan Pelabuhan Perikanan dapat membuka lapangan kerja berupa kesempatan usaha dan kerja masyarakat terutama penduduk lokal dan sekitarnya serta pendatang sehingga dapat mengatasi pengangguran. (1) Kesempatan bisnis Meliputi jenis dan tipe bisnis yang dikelola masyarakat, jumlah usaha yang ada, kompetisi usaha antar penduduk lokal maupun pendatang, dan perijinan usaha dll.
19
(2) Kesempatan pekerjaan Kesempatan kerja berada disektor formal maupun informal yaitu meliputi jumlah orang yang bekerja atau mengantungkan hidupnya di PP, Jumlah dan jenis pekerjaan baik formal maupun informal yang ada di PP, dll. 4) Kelembagaan Kelembagaan merupakan pola hubungan antar individu atau kelompok masyarakat baik hubungan formal maupun non formal. Dalam pemanfaatan pelabuhan perikanan yang termasuk hubungan formal seperti koperassi perikanan (KUD Mina), kelompok usaha bersama, HNSI, dll. Sedangkan yang termasuk hubungan non formal adalah hubungan antara nelayan dan pemilik modal. Pola Hubungan antar Individu atau Kelompok Masyarakat
Hubungan Formal
Hubungan Non Formal
• Koperasi Perikanan (KUD Mina) • Kelompok Usaha Bersama • HNSI dll
Hubungan nelayan dengan pemilik modal
Gambar 2 Pola kelembagaan dalam pelabuhan perikanan Aspek ekonomi dalam Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan di dalamnya meliputi (Nugroho 2011): 1) Penyerapan Tenaga Kerja Keberadaan Pelabuhan Perikanan dapat menciptakan kesempatan kerja yang bersifat formal maupun informal sehingga mampu menyerap tenaga kerja lokal di institusi pemerintah, industri pengolahan, perdagangan/pemasaran, buruh, dll. 2) Tumbuhnya Industri Pengolahan Keberadaan Pelabuhan Perikanan dapat mendorong tumbuhnya industri pengolahan ikan. Faktor yang mendorong tumbuhnya industri pengolahan ikan antara lain :
20
(1) Bahan baku Ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas yang terjamin khususnya ikan sangat menentukan tumbuhnya industri pengolahan produk perikanan. (2) Peluang pasar Peluang pasar ditandai oleh tingginya animo/permintaan masyarakat terhadap produk olahan produk perikanan. (3) Dukungan pemerintah Meliputi bantuan pelatihan ketrampilan teknis, pembiayaan, kemudahan perijinan, insentif pajak dll. 3) Pusat pemasaran Keberadaan Pelabuhan Perikanan menjadi pusat pemasaran dan distribusi hasil tangkapan nelayan dengan adanya: (1) Tempat pelelangan ikan Tempat pelelangan ikan menjadi tempat pertemuan antara nelayan dengan calon pembeli. Melalui mekanisme pelelangan, pemasaran hasil tangkapan nelayan serta harga ikan lebih terjamin. (2) Pasar ikan Di sekitar PP dapat berkembang menjadi pasar ikan.
Pasar ikan
merupakan tempat pertemuan antara nelayan, pedagang dan calon konsumen/pembeli. 4) Pertumbuhan ekonomi regional/lokal Keberadaan Pelabuhan Perikanan akan mendorong pertumbuhan ekonomi regional/lokal. Indikator pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari perkembangan usaha jasa, non jasa kontribusi terhadap PDRB serta mobilitas sosial. (1) Usaha jasa dan non jasa Meliputi jenis dan jumlah usaha, bentuk interaksi usaha dengan masyarakat serta keterlibatan penduduk lokal. (2) Kontribusi terhadap PDRB Dengan adanya pelabuhan perikanan akan meningkatkan kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB.
21
(3) Mobilitas sosial Dalam sosiologi mobilitas sosial didefinisikan sebagai perpindahan status dalam strafikasi sosial. Adapun mobilitas tersebut dapat berupa suatu mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal (Sunarto 1993). 5) Peluang investasi Keberadaan Pelabuhan Perikanan akan membuka peluang investasi disektor perikanan yakni dibidang penangkapan, perdagangan ikan, industri pengolahan dll. Investasi di sektor perikanan akan menciptakan multiplier effect berupa; (1) Membuka lapangan kerja (2) Memacu pertumbuhan ekonomi
2.8 Mobilitas Sosial Dalam sosiologi mobilitas sosial didefinisikan sebagai perpindahan status dalam strafikasi sosial. Adapun mobilitas tersebut dapat berupa suatu mobilitas vertikal dan mobilitas horisontal (Sunarto 1993). Tipe-tipe pada mobilitas sosial ada dua macam yaitu gerak sosial yang horisontal dan gerak sosial yang vertikal. Gerak sosial horizontal dimaksudkan sebagai suatu peraliahan individu dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat, sedangkan gerak sosial yang vertikal dimaksudkan sebagai perpindahan individu dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan lainnya yang tidak sederajat dimana terdapat dua jenis gerak sosial vertikal, yaitu yang naik (social-climbing) dan yang turun (social-sinking) (Sunarto 1993).
2.9 Pola Adaptasi Adaptasi adalah sebagai proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan, memanfaatkan sumber-sumber terbatas untuk kepentingan lingkungan dan system, penyesuaian dari kelompok-kelompok maupun pribadi terhadap lingkungan dan proses untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah (Soekanto 1986). Menurut
Merton
diacu
dalam
Maryati
dan
Suryawati
(2010)
mengidentifikasikan lima tipe cara adaptasi individu terhadap situasi tertentu diantaranya adalah :
22
1) Cara adaptasi konformitas (conformity) Pada cara adaptasi ini, prilaku sesorang mengikuti cara dan tujuan yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Contoh, seseorang siswa ingin mendapatkan gelar sarjana (tujuan yang ditetapkan masyarakat). Tujuan itu ia capai dengan memasuki perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta (cara yang tersedia dalam masyarakat). 2) Cara adaptasi inovasi (innovation) Pada cara adaptasi ini, perilaku seseorang mengikuti tujuan yang ditentukan oleh masyarakat. Akan tetapi ia memakai cara yang dilarang oleh masyarakat. Contoh, seseorang yang ingin mendapatkan nilai matematika bagus melakukan berbagai cara seperti mencontek saat ujian, nilai bagus merupakan tujuan yang ditentukan oleh masyarakat, sedangkan mencontek merupakan cara yang tidak dibenarkan oleh masyarakat. 3) Cara adaptasi ritualisme (ritualism) Pada cara adaptasi ini, perilaku seseorang telah meninggalkan tujuan budaya, tetapi tetap berpegang pada cara yang telah ditetapkan masyarakat. Contoh, seorang karyawan dari kalangan menengah ke bawah tidak ingin naik jabatan. Ia tidak mau berharap sebab takut gagal. Tujuan budaya yang sudah ada dimasyarakat (mencapai kesuksesan) tidak dikejar oleh karyawan itu, tetapi cara mencapai tujuan budaya tetap ia lakukan, yaitu dengan bekerja (bekerja adalah salah satu cara yang ditetapkan masyarakat untuk mencapai kesuksesan). 4) Cara adaptasi retreatisme (retreatism) Bentuk adaptasi ini, perilaku seseorang tidak mengikuti tujuan dan cara yang di kehendaki. Pola adaptasi ini menurut merton dapat dilihat pada orang yang mengalami gangguan jiwa, gelandangan, pemabuk dan pecandu obat bius. Orang-orang itu ada di dalam masyarakat, tetapi dianggap tidak menjadi bagian dari masyarakat. 5) Cara adaptasi pemberontakan (rebellion) Pada bentuk adaptasi terakhir ini orang tidak lagi mengakui struktur sosial yang ada dan berupaya menciptakan struktur yang baru.
23
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian lapangan dilaksanakan pada pertengahan bulan Mei-Juli 2012 di Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.
3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Data sekunder 2) Kuesioner dan hasil kuesioner 3) Camera
3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kasus. Dimana studi kasus adalah penelitian tentang status subjek penellitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas (Nazir 1983). Peneliti akan mengadakan pengamatan langsung serta melakukan wawancara terhadap beberapa orang seperti nelayan, pedagang ikan, pengolah ikan, serta Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) provinsi Jawa Barat terhadap aspek-aspek yang akan diteliti. Adapun aspek-aspek yang diteliti adalah aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat sekitar terhadap pengaruh keberadaan PPI Pangandaran.
3.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data pada penilitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode sampling ini dilakukan dengan cara mengambil sampel secara sengaja yang dirasa dapat mewakili populasi sehingga tujuan yang diinginkan tercapai (Pane 2010). Responden yang diambil dari unsur nelayan 16 orang masing-masing dengan 10 orang nelayan pukat pantai dan 6 orang nelayan gillnet, pengolah ikan 6 orang, pedagang ikan 6 orang hal ini dilakukan karena pada saat penelitian kondisi di Pangandaran musim barat sehingga yang melakukan operasi penangkapan hanya sebagian masyarakat.
24
Pada metode pengumpulan data pada penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi, pendapatan dan pengeluaran masyarakat sekitar pelabuhan, tingkat pendidikan, aktivitas kegiatan masyarakat di sekitar pelabuhan, kegiatan masyarakat nelayan pada saat musim ikan dan musim paceklik. Data sekunder meliputi, jumlah nelayan, jumlah pengolah ikan, jumlah alat tangkap, data pendapatan masyarakat difokuskan kepada nelayan, bakul dan pengolah ikan, peta daerah penelitian, keadaan umum daerah penelitian berupa letak geografis lokasi penelitian dan kependudukan , serta data dan nilai produksi perikanan PPI Pagandaran. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh keberadaan PPI Pangandaran terhadap kondisi masyarakat sekitar dilihat dari aspek sosial,ekonomi, dan budaya maka dilakukan pengamatan langsung dan wawancara. 1) Pengamatan langsung Pengamatan langsung dilakukan terhadap kondisi, kegiatan dan pola adaptasi serta pola aktivitas masyarakat sekitar terhadap adanya pelabuhan perikanan di Pangandaran. 2) Wawancara Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang didalamnya terdapat beberapa pertanyaaan tentang manfaat adanya pelabuhan perikanan dari segi sosial, ekonomi, dan budaya. Wawancara tersebut dilakukan kepada masyarakat sekitar.
3.5 Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif melalui penyajian dalam bentuk tabel dan grafik serta analisis perbandingan terhadap pengaruh keberadaan PPI dengan masyarakat sekitar setelah melakukan identifikasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Metode analisis deskriptif bertujuan untuk menggambarkan sifat suatu yang telah berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Selain itu metode ini menjawab pertanyaan yang menyangkut sesuatu pada saat berlangsungnya proses penelitian (Nazir 1983).
25
3.5.1 Analisis keberadaan PPI terhadap sosial dan ekonomi masyarakat Kajian aspek sosial dan ekonomi perikanan tangkap dilakukan untuk melihat karakteristik masyarakat, dampak sosial dan ekonomi dari pengaruh keberadaan pelabuhan terhadap kondisi masyarakat nelayan, pedagang dan pengolah ikan. 1. Aspek sosial Melihat dampak sosial masyarakat terhadap keberadaan PPI dilihat dari penggunaan fasilitas pelabuhan yang digunakan. Tabel 1 Analisis pengaruh keberadaan pelabuhan perikanan terhadap kondisi masyarakat ( nelayan, pedagang ikan dan pengolah ikan) Fasilitas Pelabuhan
Indikator
Kolam Pelabuhan
Adanya kegiatan pendaratan ikan dan tempat tambat labuh kapal perikanan
Tempat pelelangan ikan
Pelelangan beraktifitas setiap hari, adanya retribusi lelang, dan produksi hasil tangkapan
Darmaga
Adanya kegiatan bongkat muat, tambat labuh kapal,
Pasar ikan
Tersedianya pasar ikan dan adanya aktifitas penjualan
Kantor pengelola
Adanya Pembinaan dan penyuluhan Masyarakat pesisir, penyimpanan dan peminjaman modal.
Parameter penggunaan Ya Tidak Dipergunakan Tidak akan berdampak dipergunakan terhadap kondisi akan berdampak masyarakat terhadap kondisi masyarakat Dipergunakan Tidak akan berdampak dipergunakan terhadap kondisi akan berdampak masyarakat terhadap kondisi masyarakat Dipergunakan Tidak akan berdampak dipergunakan terhadap kondisi akan berdampak masyarakat terhadap kondisi masyarakat Dipergunakan Tidak akan berdampak dipergunakan terhadap kondisi akan berdampak masyarakat terhadap kondisi masyarakat Dipergunakan Tidak akan berdampak dipergunakan terhadap kondisi akan berdampak masyarakat terhadap kondisi masyarakat
2. Aspek ekonomi Aspek ekonomi yang dimaksud melihat perolehan pendapatan keluarga dan pengeluaran keluarga masyarakat nelayan, pedagang ikan dan pengolah ikan. 1) Analisis Pendapatan Keluarga Dihitung berdasarkan selisih antara penerimaan total (total revenue/TR) dengan biaya total (total cost/TC) dengan rumus: Π
26
Penerimaan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh dari hasil kerja anggota rumah tangga (suami, istri,dan anak). Pendapatan dari rumah tangga buruh nelayan dihasilkan dari berbagai sumber yang dikelompokan menjadi dua yaitu pendapatan usaha perikanan dan non perikanan, seperti berdagang, menyewakan kapal ketika musim barat dan sebagainya. Penerimaan rumah tangga dihitung dari total pendapatan keluarga selama satu tahun. Untuk menghitung pendapatan keluarga digunakan rumus: Rtbn = R1+R2 Dimana: Rtbn = total pendapatan rumah tangga buruh/juragan (Rp) R1
= pendapatan dari usaha perikanan (Rp)
R2
= pendapatan dari usaha non perikanan (Rp)
2) Analisis Pengeluaran Keluarga Pengeluaran rumah tangga terdiri dari pengeluaran pangan dan non pangan. Kebutuhan pangan terdiri dari beras, lauk pauk, teh/kopi/susu, gula, garam, minyak goreng, dan lain-lain. Kebutuhan non pangan terdiri dari biaya anak sekolah, kesehatan, perumahan, listrik, air, rekreasi dan barang rumah tangga. Pengukurannya yaitu: CT=C1+C2 Dimana: CT = total pengeluaran rumah tangga buruh/juragan (Rp) C1 = pengeluaran yang berasal dari pangan (Rp) C2 = pengeluaran yang berasal dari non pangan (Rp) 3) Rantai pemasaran Kajian rantai pemasaran dilakukan untuk mengetahui proses pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Pangandaran sampai dikonsumsi oleh konsumen. Unsur yang akan diamati adalah proses pemasaran hasil tangkapan dari nelayan, pedagang ikan dan pengolah ikan sehingga sampai ditangan konsumen.
3.5.2 Pola adaptasi masyarakat nelayan Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui kondisi masyarakat nelayan dengan menggambarkan bagaimana pola adaptasi yang dilakukan masyarakat nelayan terhadap kondisi fasilitas PPI Pangandaran.
27
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi 121 km. Secara geografis Kabupaten Ciamis berada pada koordinat 108020' sampai dengan 108040' Bujur Timur dan 7140'20" sampai dengan 7°41'20" Lintang Selatan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan
Sebelah Barat
: Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya
Sebelah Timur
: Propinsi Jawa Tengah dan Kota Banjar
Sebelah Selatan
: Samudera Hindia
Luas wilayah Kabupaten Ciamis secara keseluruhan mencapai 244.479 Ha dengan ketinggian antara 0-1000 meter di atas permukaan laut. Struktur wilayah kabupaten Ciamis secara garis besar terdiri dari dataran tinggi, dataran rendah, dan pantai. Bagian utara merupakan pegunungan dengan ketinggian 500-1000 meter di atas permukaan laut, bagian tengah kearah barat merupakan perbukitan dengan ketinggian 100-500 meter di atas permukaan laut, sedangkan bagian tengah ke timur merupakan daerah daratan rendah dan rawa dengan ketinggian 20-100 meter di atas permukaan laut serta bagian selatan merupakan daerah rawa adan pantai dengan ketinggian 0-25 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Ciamis memiliki wilayah pesisir dan laut dengan panjang garis pantai mencapai 91 km dengan luas laut mencapai 67.340 ha yang meliputi 6 (enam) kecamatan yaitu Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Pangandaran, Kecamatan parigi, Kecamatan Cijulang, dan Kecamatan Cimerak. Kecamatan Pangandaran secara geografis berada pada koordinat 108º 41 109⁰ Bujur Timur dan 07⁰ 41
- 07⁰ 50
-
Lintang Selatan memiliki luas wilayah
mencapai 61 km² dengan luas laut dan pantai dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Kota Madya Banjarsari
Sebelah Barat
: Kecamatan Parigi
Sebelah Timur
: Kecamatan Padaherang
28
Sebelah Selatan
: Samudera Hindia
Secara umum Pangandaran beriklim tropis dengan 2 musim yaitu musim kemarau (musim timur) dan musim penghujan (musim barat) dengan curah hujan rata-rata per tahun sekitar 1.647 mm, kelembapan udara antara 85-89% dengan suhu 20-30⁰C. Musim timur dan musim barat secara langsung akan mempengaruhi musim penangkapan ikan di perairan Pangandaran. Musim timur terjadi pada bulan Mei sampai Oktober, dimana pada saat musim ini laut tidak berombak besar dan perairan dalam keadaan tenang, sehingga operasi penangkapan ikan di laut tidak terganggu. Musim barat terjadi pada bulan November sampai April, dimana pada saat musim ini banyak sebagian nelayan tidak melakukan operasi penangkapan ikan di laut karena kondisi laut dengan ombak yang besar dan curah hujan yang relatif banyak.
4.2 Musim Penangkapan Ikan Musim penangkapan ikan di Kabupaten Ciamis dipengaruhi oleh 2 (dua) musim, yaitu musim puncak dan musim paceklik. Musim puncak terjadi pada bulan-bulan tertentu yang terdapat di musim timur yang berlangsung pada bulan Mei – Oktober, sedangkan musim paceklik terjadi pada bulan-bulan tertentu yang terdapat di musim barat yang berlangsung pada bulan November – April (DKP Kabupaten Ciamis, 2011). Kondisi armada penangkapan ikan di Kabupaten Ciamis yang didominasi oleh perahu motor tempel sehingga kegiatan penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh musim timur dan musim barat. Kegiatan penangkapan ikan sebagian besar dilakukan pada musim timur. Pada musim barat nelayan hanya menangkap ikan dalam jumlah yang sedikit bahkan pada waktu-waktu tertentu tidak mendapatkan ikan sama sekali, hal ini disebabkan gelombang dan angin yang besar sehingga nelayan mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan, bahkan tidak sedikit nelayan yang memilih untuk tidak melaut. Menurut DKP Kabupaten Ciamis (2011), nelayan di Kabupaten Ciamis biasa menangkap ikan di perairan Teluk Pananjung, Teluk Parigi, Karapyak, Nusakambangan dan Cilacap. Jarak yang ditempuh nelayan dari fishing base ke fishing ground berkisar antara 1 – 5 mil dengan waktu tempuh antara 40 – 60 menit. Nelayan menentukan daerah penangkapan ikan berdasarkan pengalaman,
29
kebiasaan nelayan, tanda-tanda yang terdapat di alam serta informasi dari nelayan lainnya. Jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan di Kabupaten Ciamis sangat beragam seperti udang jerbung, lobster, manyung, bawal hitam, bawal putih, kakap merah, kakap putih, kembung, tongkol, tenggiri, layur, cucut, pari dan lainlain (DKP Kabupaten Ciamis, 2011). 4.3 Unit Penangkapan Ikan 4.3.1 Nelayan Nelayan merupakan pelaku utama dalam proses penangkapan ikan, tetapi kesejahteraan nelayan hingga saat ini masih begitu rendah salahsatunya nelayan yang berada di Pangandaran. Nelayan di Pangandaran tergolong kedalam nelayan tradsional hanya mengandalkan pengalaman saja tanpa alat bantu dalam penentuan daerah penangkapan ikan serta penggunaan kapal yang masih kecil dengan ukuran 1-5 GT. Perkembangan jumlah nelayan ikan di Kabupaten Ciamis disajikan pada Tabel 2 Tabel 2 Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Ciamis Tahun Jumlah (orang) 2006 4.619 2007 4.619 2008 4.860 2009 4.860 2010 3.826 4.054 2011 Rata-rata pertumbuhan per tahun (%)
Pertumbuhan (%) 0,0% 0,0% 5,2% 0,0% -21,3% 6,0% -2,0%
Sumber : Statistk Perikanan Kabupaten Ciamis 2011 (diolah kembali)
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa pertumbuhan nelayan setiap tahunnya mengalami penurunan sebesar 2,0% dengan penurunan pertumbuhan paling drastis terjadi pada tahun 2010 dengan penurunan 21,3% dan pertumbuhan yang paling tinggi terjadi pada tahun2011 dengan pertumbuhan 6,0%. 4.3.2 Armada penangkapan Armada penangkapan terdiri dari kapal alat tangkap dan ABK dengan adanya armada penangkapan ini dapat membantu para pelaku kegiatan perikanan dalam memperoleh hasil tangkapan yang maksimal. Data perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Ciamis disajikan pada Tabel 3.
30 Tabel 3 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Ciamis Tahun No
Jenis Armada Tangkap 2006
2007
2008
2009
2010
2011
4
4
4
4
1
2
1
Kapal Motor (KM)
2
Motor Tempel (MT)
962
2071
1863
1863
1863
1863
3
Perahu Tanpa Motor
114
114
33
33
33
33
1080
2189
1900
1900
1897
1898
Jumlah
Sumber : statistik perikanan Kabupaten Ciamis 2011 (diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 3 menunjukan bahwa tidak ada kenaikan jumlah armada penangkapan yang signifikan terjadi di Kabupaten Ciamis. Kenaikan terjadi pada tahun 2007 karena adanya bantuan penambahan armada penangkapan setelah pasca tsunami. 4.3.3 Alat tangkap Alat tangkap merupakan suatu alat yang dapat membantu dalam proses pengkapan hasil tangkapan. Alat tangkap dan pengoprasiannya yang berada di Pangandaran masih tergolong tradisional. Data perkembangan jumlah alat tangkap di Kabupaten Ciamis disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Perkembangan jumlah alat tangkap di Kabupaten Ciamis No
Jenis Alat Tangkap
1
Jaring Arad
2
Tahun 2006
2007
2008
2009
2010
2011
32
43
27
27
27
27
Gill Net
926
2806
2395
2395
2395
2395
3
Tramell Net/Ciker
144
276
303
303
303
303
4
Pancing Rawai Tetap
153
205
469
469
469
469
5
Dogol
97
110
201
201
201
201
6
Bagan
16
20
20
20
20
20
1368
3460
3415
3415
3415
3415
Jumlah
Sumber : Statistik Perikanan Kabupaten Ciamis 2011 (diolah kembali)
Berdasarkan hasil Tabel 4 diperoleh kenaikan jumlah alat tangkap terjadi pada tahun 2007 dengan jumlah alat tangkap 3460 dan pada tahun 2008 sampai dengan 2011 cenderung tetap tidak ada penambahan jumlah alat tangkap. 4.4 Sarana dan Prasarana Penangkapan Ikan Faktor pendukung perkembangan perikanan dan kelautan di Kabupaten Ciamis adalah adanya sarana dan prasarana yang lengkap dan digunakan secara maksimal. Pangkalan pendaratan ikan di Kabupaten Ciamis merupakan salah satu
31
faktor pendukung perkembangan perikanan dan kelautan. Pada saat ini ada lima buah PPI yang berada di Kabupaten ciamis yaitu PPI Karapyak di Kecamatan Kalipucang, PPI Pangandaran di Pangandaran, PPI Bojongsalawe di Parigi, PPI Batukaras di Cijulang, dan PPI Madasari di Cimerak. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran merupakan salah satu PPI yang paling ramai dan banyak di kunjungi oleh para pembeli, karena di Pangandaran jumlah produksi hasil tangkapannya paling banyak diantara PPI yang lain. Selain itu juga karena PPI ini letaknya strategis yang menyatu dengan kegiatan pariwisata sehingga banyak wisatawan yang membeli produk hasil tangkapan laut. Adapun sarana dan prasarana yang ada di PPI Pangandaran pada saat ini diantaranya : 1) Gedung kantor PPI Pangandaran PPI Pangandaran saat ini memiliki satu gedung baru yang letaknya cukup jauh dari gedung lama dan tempat pendaratan ikan. Setelah bencana tsunami melanda Pangandaran dan sekitarnya yang mengakibatkan rusaknya beberapa bangunan fisik di Pangandaran termasuk gedung lama PPI Pangandaran sehingga pemerintah melakukan pembangunan gedung PPI baru yang letaknya di Desa Babakan. Fasilitas yang ada di sekitar gedung PPI sudah di bangun beberapa sarana diantaranya adalah fasilitas air bersih, mushola, dan gedung TPI. Letak lokasi yang jauh dan kolam pelabuhan yang belum selesai dibangun membuat para nelayan mendaratkan hasil tangkapan di Teluk Pananjung. Sehingga Pelabuhan Perikanan sampai saat ini belum bisa dioperaskan secara maksimal. PPI Pangandaran saat ini menjadi Unit Pelaksana Tenis Dinas (UPTD) Kabupaten Ciamis di bawah pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis. Aktivitas di gedung PPI Pangandaran digunakan para pegawai PPI, dan sesekali digunakan untuk kegiatan rapat bersama nelayan.
32
Sumber : Dokumentasi penelitian
Gambar 3 Gedung PPI Pangandaran 2) Tempat pendaratan ikan Pangkalan Pendaratan Ikan di PPI Pangandaran sampai saat ini belum mempunyai kolam khusus pelabuhan. Nelayan masih memanfaatkan daerah alami yaitu Teluk Pananjung sebagai tempat untuk mendaratkan hasil tangkapannya, baik itu nelayan pantai timur maupun nelayan pantai barat. Nelayan Pangandaran mendaratkan perahunya dengan cara mengikatkan tali tambang yang ujungnya di ikatkan pada tiang.
Sumber : Dokumentasi penelitian
Gambar 4 Tempat pendaratan ikan Proses pendaratan hasil tangkapan di PPI Pangandaran dilakukan di 2 tempat yang berbeda yaitu pendaratan hasil tangkapan di pantai timur dan pantai barat. Pendaratan hasil tangkapan yang diamati adalah pada lokasi pantai timur yang berdekatan dengan TPI Pangandaran. Proses pendaratan hasil tangkapan yang dilakukan nelayan Pangandaran hanya meliputi penurunan hasil tangkapan dari dek ke tepi pantai kemudian langsung di beli oleh pedagang atau pengolah ikan yang menunggu di tepi pantai dan sebagian hasil tangkapan diangkut dari tepi pantai ke TPI (Gambar 5).
33 Dibeli pedagang ikan Penurunan hasil tangkapan dari dek ke tepi pantai
Dibeli pengolah ikan Dijual ke TPI
Nelayan bersandar di pelabuhan
Gambar 5 Proses pendaratan hasil tangkapan Penggunaan perahu yang digunakan masih tergolong kecil sehingga tidak dilakukan pembongkaran hasil tangkapan dari palkah ke dek karena jenis perahu yang digunakan nelayan tidak memiliki palkah untuk menyimpan hasil tangkapan. Pembongkaran hasil tangkapan dari palkah ke dek hanya dilakukan oleh armada jenis kapal motor. Proses pendaratan hasil tangkapan armada perahu motor tempel di PPI Pangandaran dimulai ketika perahu nelayan merapat ke pinggir pantai. Proses pendaratan hasil tangkapan dilakukan oleh 2 – 3 orang nelayan. Wadah ikan berupa tong (blong) plastik, ember plastik atau keranjang bambu diangkut dari perahu ke pantai oleh nelayan itu sendiri yang berjumlah 1 – 2 orang, sedangkan nelayan lainnya mengangkut alat tangkap dan mesin ke pantai. Setelah pengangkutan selesai, perahu nelayan tetap dibiarkan berada di dalam air dan diikatkan ke batu groin agar tidak terbawa arus gelombang Gambar 6.
Sumber : Dokumentasi penelitian
Gambar 6 Perahu nelayan di pantai timur Pangandaran 3) KUD Minasari KUD Minasari didirikan pada tanggal 2 Januari 1962 dengan nama KPL (Koperasi Perikanan Laut). Dalam perkembangannya KUD ini mengalami tiga
34
kali perubahan nama, maka pada tanggal 2 November 2000 berubah nama menjadi Koperasi Unit Desa (KUD) Minasari. Dalam pelaksanaan KUD ini diawasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nelayan, Kantor koperasi, dan intansi yang terkait Kabupaten Ciamis. Aktivitas KUD Minasari tidak hanya bertumpu pada aktivita perikanan laut, tetapi juga membantu dalam hal pelayanan nelayan seperti usaha simpan pinjam. KUD Minasari sebagai pengelola TPI Pangandaran memiliki peranan sebagai juru tawar, juru karcis, kasir, dan keamanan. Atas jasa tersebut KUD Minasari mendapatkan pemasukan dari pemotongan atau retribusi sebesar 5% dari setiap nelayan yang melakukan lelang. 4) TPI (Tempat Pelelangan Ikan) TPI Pangandaran didirikan pada tahun 1973 oleh pemerintah Jawa Barat melalui Dina Perikanan, TPI ini bertujuan untuk membantu pengembangan usaha perikanan tangkap di Pangandaran khusunya dalam pengaturan tata niaga. Dengan adanya TPI memudahkan nelayan untuk menjualkan hasil tangkapannya. Berdasarkan SK Pemda TK. II Kabupaten Ciamis No. 503. 3047/1993 maka mulai tanggal 1 Oktober 1987 TPI Pangandaran dikelola oleh KUD Minasari, yang bertindak sebagai penyelenggara pelelangan dan Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai penanggung jawab TPI Pangandaran. Sesuai peraturan daerah Gubernur Jawa Barat No 15 tahun1984, pemerintah daerah melalui TPI menarik retribusi lelang sebesar 5%, dengan rincian 3% diperoleh dari hasil penjualan dari pembeli/bakul, dan retribusi sebesar 2% kepada nelayan atau penjual. PPI Pangandaran saat ini memiliki 2 gedung TPI yaitu TPI lama (Gambar 7) yang berlokasi di cukup strategis dengan tempat pendaratan ikan dan kantor KUD serta dekat dengan kawasan pemukiman nelayan, pengolah ikan serta pedagang. Aktifitas di TPI lama baru dioperasikan kembali sekitar 3 bulan yang lalu, dimana sebelumnya TPI ini berhenti beroperasi. Saat ini TPI beroperasi setiap hari mulai dari pagi hingga siang hari, adapun pembeli atau bakul yang datang ke TPI Pangandaran berasal dari daerah Kota Banjar, daerah Pangandaran sekitarnya. Pembeli tersebut umumnya menjual kembali ikan-ikan untuk dijual ke pasar dan ada juga yang menjadi pengelola rumah makan.
35
Sumber : Dokumentasi penelitian
Gambar 7 Gedung TPI lama Lokasi gedung TPI baru (Gambar 8) letaknya berdekatan dengan kantor PPI baru, dimana letak TPI ini kurang strategis dikarenakan lokasi yang jauh dari tempat nelayan mendaratkan ikan. Pembangunan PPI Pangandaran yang baru tersebut terhambat sehingga sampai saat ini TPI tersebut belum dioperasikan.
Sumber : Dokumentasi penelitian
Gambar 8 Gedung TPI baru 5) Pabrik es Pabrik es yang berada di Pangandaran terdiri dari 2 unit, yang berlokasi kurang lebih 3 km dari TPI Pangandaran. Pabrik es didirikan untuk menyediakan kebutuhan es para nelayan Pangandaran dalam melakukan penanganan terhadap hasil tangkapan. 6) Fasilitas air bersih Sampai saat ini kebutuhan air bersih bagi kebutuhan melaut para nelayan di Pangandaran di sediakan oleh KUD Minasari yang terletak di Belakang gedung TPI.
36
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Keberadaan PPI Terhadap Sosial dan Ekonomi Masyarakat Pelabuhan
perikanan
mempunyai
fungsi
mendukung
kegiatan
yang
berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran. Dengan adanya pelabuhan perikanan di suatu daerah dapat memberikan pengaruh bagi masyarakat sekitar dari segi sosial maupun ekonomi. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Pangandaran merupakan salah satu pelabuhan perikanan tipe D. Berdasarkan klasifikasinya Pangkalan Pendaratan Ikan memilki fungsi yang sama dengan pelabuhan perikanan tipe A (Samudera), tipe B (Nusantara), dan tipe C (pantai). Kelengkapan sarana pelabuhan merupakan salah satu faktor penentu kinerja pelabuhan tersebut baik atau tidak dan dapat berpengaruh terhadap kondisi masyarakat sekitar. Sebuah pelabuhan yang memenuhi syarat untuk tingkat PPI yaitu mempunyai fasilitas pokok, penunjang dan fungsional. Dengan adanya fasilitas-fasilitas tersebut dapat mempermudah bagi pelaku kegiatan perikanan dalam melakukan aktivitas disuatu pelabuhan perikanan. Fungsi pelabuhan perikanan memiliki banyak fungsi bagi pelaku kegiatan perikanan diantaranya adalah Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas perikanan, pelayanan bongkar muat, pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan, pemasaran dan distribusi ikan, serta pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan, pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan. Berdasarkan hasil pengamatan di PPI Pangandaran, sampai saat ini Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran belum memiliki fasilitas pokok, penunjang dan fungsional. Adapun fasilitas yang disediakan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan terdiri dari kantor PPI Pangandaran yang berlokasi kurang lebih 3 Km dari TPI Pangandaran, tempat pendaratan ikan disekitar wilayah teluk Pananjung, tempat pelelangan ikan, dan KUD Minasari.
37
5.1.1 Aspek sosial Pelabuhan Perikanan merupakan tempat aktivitas bagi pelaku kegiatan perikanan. Pelabuhan Perikanan memiliki peranan yang berfungsi untuk membantu meringankan para pelaku kegiatan perikanan seperti tersediannya fasilitas pokok dan fasilitas fungsional sehingga terdapat aspek sosial dalam pemanfaatan pelabuhan perikanan. Aspek sosial dalam pemanfaatan pelabuhan perikanan di dalamnya mencakup: 1) Demografi (Kependudukan) Keberadaan pelabuhan perikanan menjadi daya tarik ekonomi sehingga banyak orang mendekatinya sehingga menyebabkan terjadinya mobilitas penduduk (Nelayan, Pedagang, Pengolah dll). Berdasarkan hasil pengamatan, penduduk di Pangadaran sebagian besar bekerja sebagai nelayan. Kondisi lokasi Pangandaran sebagai pusat pariwisata membuat perkembangan penduduk di Pangandaran semakin meningkat. Hal ini ditunjukan berdasarkan grafik dari pertumbuhan penduduk masyarakat nelayan (Gambar 9). 5,500 5,000
4,860
4,619
Jumlah
4,860 4,500
4,504
4,619
4,000 3,826
3,500 3,000 2006
2007
2008
2009
2010
2011
Tahun Perkembangan jumlah nelayan
Gambar 9 Grafik perkembangan jumlah nelayan di Pangandaran Dari grafik diatas terlihat bahwa, pada tahun 2006 sampai dengan 2009 terdapat peningkatan jumlah nelayan di daerah Pangandaran, akan tetapi pada tahun 2010 terdapat penurunan jumlah nelayan dan tahun 2011 meningkat kembali. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat peluang yang besar dalam jumlah kependudukan masyarakat nelayan di Pangandaran akibat adanya pelabuhan perikanan.
38
2) Mata pencaharian Keberadaan Pelabuhan Perikanan dapat menjadi tempat bekerja masyarakat terutama penduduk lokal dan sekitarnya dengan berbagai jenis pekerjaan misalnya nelayan, bakul ikan, pedagang warung dll. Mata pencaharian penduduk di Pangandaran tidak dipengaruhi oleh keberadaan pelabuhan perikanan, hal ini dikarenakan fasilitas pelabuhan perikanan yang diberikan hanya TPI dan kondisi wilayah Pangandaran sebagai pusat pariwisata di Kabupaten Ciamis yang membuat masyarakat sekitar membuat usaha dalam memberikan pelayanan jasa yaitu membuka kios-kios di pinggiran pantai, sewa perahu dan sebagian masyarakat menjadi pemandu wisata. 3) Menciptakan lapangan kerja Keberadaan Pelabuhan Perikanan dapat membuka lapangan kerja berupa kesempatan usaha dan kerja masyarakat terutama penduduk lokal dan sekitarnya serta pendatang sehingga dapat mengatasi pengangguran. Berdasarkan hasil wawancara yang didapat, masyarakat Pangandaran khususnya nelayan, pedagang ikan, dan pengolah ikan mendapatkan pekerjaan tanpa adanya pengaruh dari keberadaan pelabuhan perikanan. Masyarakat tersebut mendapatkan pekerjaan berdasarkan keberadaan lokasi Pangandaran sebagai pusat pariwisata yang memberikan keuntungan tersendiri dalam mendapatkan penghasilan tambahan dari luar sektor perikanan. 4) Kelembagaan Kelembagaan merupakan pola hubungan antar individu atau kelompok masyarakat baik hubungan formal maupun non formal. Dalam pemanfaatan pelabuhan perikanan yang termasuk hubungan formal yaitu kelembagaan sosial yang ada di PPI Pangandaran yang terdiri dari Koperasi unit desa (KUD Mina Sari), Rukun Nelayan, dan HPAP (Himpunan Pedagang Asin Pangandaran), akan tetapi kelembagaan sosial di Pangandaran tidak dimanfaatkan secara maksimal dikarenakan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga sosial tersebut masih kurang dan lebih banyak melakukan sendiri tanpa adanya ikatan (Mandiri), sedangkan untuk hubungan secara informal terlihat dari hubungan antara nelayan dengan pemiliki modal, dimana para pemilik modal di Pangandaran kebanyakan juga adalah pedagang ikan
39
sehingga ketika nelayan mendaratkan hasil tangkapan nelayan akan lebih mengutamakan menjual kepada pemilik modal. Fasilitas pokok di suatu pelabuhan merupakan hal terpenting dalam kegiatan perikanan. Fungsi dari adanya fasilitas pokok diantaranya adalah tempat tambat labuh armada penangkapan ikan dan tempat terjadinya bongkar muat hasil penangkapan ikan. Keberadaan pelabuhan perikanan disuatu daerah semestinya memberikan pengaruh bagi masyarakat sekitar khususnya adalah bagi nelayan, pedagang dan pengolah ikan baik dari segi ekonomi sosial maupun budaya. Hasil pengamatan diperoleh keberadan pelabuhan dilihat dari fasilitas pokok yang berada di Pangandaran seperti darmaga, alat bantu navigasi dan pemecah gelombang serta fasilitas lainnya masih dalam pembangunan diantaranya kolam pelabuhan dan darmaga. Tabel 5 Penggunaan fasilitas pelabuhan oleh masyarakat nelayan Fasilitas pelabuhan Kolam pelabuhan
Berdasarkan penelitian Ya/tidak Alasan dipergunakan ya Menggunakan Teluk Pananjung sebagai kolam Pelabuhan
TPI Dermaga Pasar ikan
ya Tidak ya
Gedung pengelola
Tidak
Jumlah hasil tangkapan Tidak ada dermaga Mempermudah penjualan Lokasi yang jauh dengan pemukiman masyarakat
Kesimpulan Berpengaruh negatif
Berpengaruh positif Berpengaruh negatif Berpengaruh positif Berpengaruh negatif
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa tingkat penggunaan fasilitas pelabuhan perikanan di Pangandaran memiliki tingkat pengaruh negatif terhadap masyarakat nelayan karena fasilitas yang diberikan belum tersedial. Adapun penjelasan masing-masing tingkat penggunaan fasilitas pelabuhan sebagai berikut : 1) Kolam pelabuhan Kolam pelabuhan merupakan daerah perairan pelabuhan untuk masuk keluarnya kapal ke dermaga. Kolam pelabuhan di Pangandaran berada di lokasi Teluk Pananjung sehingga mengakibatkan para nelayan mendaratkan hasil tangkapan dari tengah laut ke tepi pantai dan menyandarkan perahu mereka di kawasan cagar alam Pangandaran yang sangat rentan terkena arus gelombang. Pengaruh dari pengunaan fasilitas dan tidak menggunakan fasilitas pelabuhan
40
Pangandaran akan mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat Pangandaran. Tabel 6 Parameter pengaruh keberadaan kolam pelabuhan Fasilitas Pelabuhan Kolam Pelabuhan
Indikator Adanya kegiatan pendaratan ikan dan tempat tambat labuh kapal perikanan
Berdasarkan penelitian Ya/Tidak Alasan Ya dipergunakannya Teluk Pananjung sebagai kolam pelabuhan
Untuk mendaratkan hasil tangkapan, tambat labuh kapal.
Kesimpulan Penggunaan kolam pelabuhan perikanan di Teluk Pananjung mempengaruhi kondisi masyarakat
Berdasarkan tabel diatas menunjukan dipergunakannya Teluk Pananjung sebagai kolam pelabuhan perikanan dapat mempengaruhi kondisi masyarakat dari segi sosial, ekonomi dan budaya. Diantaranya adalah sebagai berikut : (1) Keselamatan nelayan dalam proses pendaratan ikan sangat dipertaruhkan, (2) Turunya produksi hasil perikanan, (3) Mengganggu kawasan konservasi karena disekitar cagar alam, (4) Tempat bertukarnya informasi daerah penagkapan ikan, 2) Tempat pelelangan ikan Tempat pelelangan ikan merupakan tempat melelangkan hasil tangkapan dimana ada tawar menawar antar nelayan dengan pedagang atau pengolah ikan dalam menjual hasil tangkapan. Peran pihak pelabuhan sebagai pihak penengah dalam proses pelelangan terjadi. Hasil penjualan tersebut akan dikenakan retribusi untuk tabungan musim paceklik 5%, masing-masing 2% dari nelayan dan 3% dari pedagang atau pengolah ikan. Berdasarkan hasil pengamatan tempat pelelangan ikan di Pangandaran baru dioperasikan kembali sekitar 3 bulan yang lalu. Tabel 7 Parameter pengaruh keberadaan TPI Fasilitas Pelabuhan Tempat pelelangan ikan
Indikator Pelelangan beraktifitas setiap hari, adanya retribusi lelang, dan produksi hasil tangkapan
Berdasarkan penelitian Ya/Tidak Ya dipergunakan
Alasan Harga dari hasil tangkapan lebih terjamin, adanya tabungan musim paceklik dan tergantung jumlah hasil tangkapan
Kesimpulan Mempengaruhi kondisi masyarakat
Pengaruh keberadaan TPI ini sangat mempengaruhi kondisi masyarakat dari segi sosial, ekonomi dan budaya. Diantaranya sebagai berikut : (1) Pendapatan nelayan meningkat karena penjualan hasil tangkapan lebih terjamin, (2) Perolehan hasil tangkapan lebih mudah bagi pedagang dan pengolah ikan, (3) Jika hasil tangkapan melimpah nelayan menjual hasil tangkapan ke TPI,
41
(4) Jika hasil tangkapan sedikit nelayan tidak menjual ke TPI, 3) Dermaga Dermaga merupakan tempat tambat dan labuhnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan ikan dan tempat pengisian perbekalan untuk keperluan penagkapan ikan. Hasil pengamatan dermaga pelabuhan di Pangandaran masih dalam pembangunan. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kondisi masyarakat pesisir dari segi sosial dan ekonomi. Tabel 8 Parameter pengaruh keberadaan darmaga Fasilitas Pelabuhan Dermaga
Hasil
Berdasarkan penelitian
Indikator Adanya kegiatan bongkat muat, tambat labuh kapal,
yang diperoleh
tidak
Ya/Tidak Tidak dipergunakan
Alasan Masih dalam pembangunan
dipergunakanya
Kesimpulan Fasilitas darmaga tidak mempengaruhi kondisi masyarakat
dermaga
pelabuhan
di
Pangandaran dikarenakan fasilitas dermaga masih dalam pembangunan. Pengaruh dermaga bagi kondisi masyarakat sebagai berikut : (1) Keselamatan nelayan dalam melakukan pendaratan ikan, (2) Rusaknya kapal penagkapan ikan, (3) Produksi hasil tangkapan menurun, 4) Pasar ikan Pasar ikan merupakan tempat penjualan hasil tangkapan oleh pelaku kegiatan perikanan dalam bentuk ikan basah maupun hasil olahan ikan. Terdapatnya pasar ikan di Pangandaran bukan salah satu fasilitas yang diberikan oleh pihak pelabuhan. Hal ini berdasarkan wawancara bahwa pasar ikan adalah salah satu bentuk bantuan bagi pelaku kegiatan perikan pasca tsunami oleh salah satu intansi. Fasilitas pasar ikan yang diberikan pihak pelabuhan belum dibangun. Tabel 9 Parameter pengaruh keberadaan pasar ikan Fasilitas Pelabuhan Pasar ikan
Indikator Tersedianya pasar ikan dan adanya aktifitas penjualan
Berdasarkan penelitian Ya/Tidak Alasan Ya dipergunakan Tempat yang stretegis dan sering dikunjungi wisatawan
Kesimpulan Mempengaruhi kondisi masyarakat
Penggunaan pasar ikan oleh pelaku kegiatan perikanan dapat mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sekitar. Adapun pengaruh adanya pasar ikan sebagai berikut : (1) Penjualan hasil tangkapan akan lebih mudah, (2) Membuka lapangan pekerjaan baru,
42
(3) Pendapatan meningkat, 5) Kantor Pengelola Kantor pelabuhan sebagai kantor pengelola semestinya dapat memberikan pengaruh kondisi masyarakat nelayan, pedagang dan pengolah ikan seperti dalam pembinaan dan penyuluhan bagi masyarakat tersebut. Lokasi kantor pengelola yang jauh sekita 3 Km dengan pemukiman nelayan di Pangandaran membuat penggunaan kantor tersebut kurang dimanfaatkan secara maksimal. Tabel 10 Parameter pengaruh keberadaan kantor pengelola Fasilitas Pelabuhan Kantor pengelola
Indikator Adanya Pembinaan dan penyuluhan Masyarakat pesisir, penyimpanan dan peminjaman modal.
Berdasarkan penelitian Ya/Tidak Alasan Tidak karena lokasi yang dipergunakan jauh dengan pemukiman masyarakat Pangandaran
Kesimpulan Fasilitas kantor pelabuhan tidak mempengaruhi kondisi masyarakat untuk sekarang ini
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa penggunaan fasilitas pelabuhan di Pangandaran masih kurang maksimal hal ini dikarenakan fasilitas pelabuhan yang ada di Pangandaran masih dalam pembangunan sehingga fasilitas lainnya tidak dipergunakan. Hasil pengamatan dipeoleh fasilitas yang dipergunakan oleh masyarakat pesisir Pangandaran hanya fasilitas TPI dan pasar ikan. Pengaruh dari penggunaan dan tidak mempergunakan fasilitas pelabuhan di Pangandaran akan mempengaruhi kondisi dari sosial dan ekonomi.
5.1.2 Aspek ekonomi Aspek ekonomi merupakan salah satu aspek yang memiliki hubungan erat dengan aspek sosial, dimana tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dapat dinilai atau dilihat melalui tingkat ekonomi masyarakat tersebut. Keberadaan PPI Pangandaran akan ada suatu pengaruh bagi masyarakat sekitar dalam hal ini akan mempengaruhi tingkat penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan industri pengolahan ikan, proses pemasaran maupun tingkat pendapatan serta pengeluaran para pelaku kegiatan perikanan(nelayan, pengolah ikan, pedagang ikan). 1) Penyerapan tenaga kerja Keberadaan Pelabuhan Perikanan dapat menciptakan kesempatan kerja yang bersifat formal maupun informal sehingga mampu menyerap tenaga kerja lokal di institusi pemerintah, industri pengolahan, perdagangan/pemasaran, buruh, dll. keberadaan pelabuhan perikanan Pangandaran tidak terlalu signifikan dalam
43
penyerapan tenaga kerja di sekitar PPI Pangandaran. Hal ini terjadi akibat lokasi PPI Pangandaran yang dekat atau berdampingan dengan area pariwisata, yang mengakibatkan lebih banyak masyarakat memiliki mata pencaharian lebih besar ke sektor pariwisata. 2) Tumbuhnya industri pengolahan Keberadaan pelabuhan perikanan dapat mendorong tumbuhnya industri pengolahan ikan. Faktor yang mendorong tumbuhnya industri pengolahan ikan antara lain : (1) Bahan baku Ketersediaan bahan baku dengan kontinuitas yang terjamin khususnya ikan sangat menentukan tumbuhnya industri pengolahan produk perikanan. Bahan baku di Pangandaran sendiri sangatlah melimpah tetapi prasarana yang diberikan kurang maksimal. (2) Peluang pasar Peluang pasar ditandai oleh tingginya animo/permintaan masyarakat terhadap produk olahan produk perikanan. Keadaan lokasi Pangandaran sebagai lokasi pariwisata membuat permintaan ikan semakin meningkat sehingga peluang pasar bagi penjualan hasil tangkapan di Pangandaran sangat baik. (3) Dukungan pemerintah Meliputi bantuan pelatihan ketrampilan teknis, pembiayaan, kemudahan perijinan, insentif pajak dll. Berdasarkan hasil pengamatan adanya dukungan pemerintah dengan diberikannya bantuan kapal perikanan bagi nelayan untuk meningkatkan produksi perikanan. 3) Pusat pemasaran Keberadaan Pelabuhan Perikanan menjadi pusat pemasaran dan distribusi hasil tangkapan nelayan dengan adanya tempat pelelangan ikan. Tempat pelelangan ikan menjadi tempat pertemuan antara nelayan dengan calon pembeli. Melalui mekanisme pelelangan, pemasaran hasil tangkapan nelayan serta harga ikan lebih terjamin. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian nelayan memanfaatan TPI ketika hasil tangkapan melimpah dikarenakan keuntungan yang lebih terjamin. Ketika hasil tangkapan sedikit sebagian nelayan menjual hasil tangkapan kepada pedagang
44
atau pengolah ikan serta langsung kepada konsumen (pengunjung), sehingga pemanfaatan fasilitas pelabuhan yang dilakukan masyarakat nelayan di Pangandaran belum maksimal dan tidak ada tindakan khusus oleh pihak pelabuhan menghadapi permasalahan tersebut karena dengan adanya kegiatan tersebut akan menyulitkan pihak pelabuhan dalam proses pendataan hasil tangkapan yang didaratkan. 4) Rantai Pemasaran Pemasaran hasil tangkapan sangat penting bagi pelaku kegiatan perikanan. Dengan adanya tempat pemasaran disuatu daerah dapat mempermudah bagi para pelaku kegiatan perikanan dalam menjualkan hasil tangkapan dan hasil olahanya. Keadaan lokasi Pangandaran sebagai daerah pariwisata memberikan keuntungan bagi pelaku kegiatan perikanan karena lokasi sangat strategis bagi penjualan barang dan jasa khususnya hasil tangkapan ikan. Pemasaran hasil tangkapan yang dilakukan oleh nelayan, pedagang, dan pengolah ikan di Pangandaran dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Adapun alur pemasaran hasil tangkapan di Pangandaran disajikan pada Gambar 10. PENGUNJUNG
PEDAGANG IKAN
NELAYAN
PENGOLAH IKAN
TPI
Gambar 10 Alur pemasaran hasil tangkapan Berdasarkan alur pemasaran pada Gambar 10, nelayan merupakan pelaku utama dalam mendapatkan ikan. Nelayan mendapatkan hasil tangkapan setelah melakukan operasi penangkapan dengan menjual hasil tangkapan kepada pengunjung langsung, pedagang ikan, pengolah ikan, pengolah ikan, dan TPI. Hasil tangkapan yang di dapatkan oleh pedagang ikan berasal dari nelayan dan
45
TPI apabila ikan yang dibeli dalam bentuk basah serta di jual ke pengolah ikan, apabila ikan yang dibeli dalam bentuk kering bersal dari pengolah ikan dan langsung di jual kepada pengunjung atau konsumen. Pengolah ikan mendapatkan hasil tangkapan dari nelayan, TPI, dan pedagang ikan, kemudian hasil tangkapan diolah dan di jual kepada pedagang ikan dalam bentuk olahan kering serta kepada pengunjung. Adapun hasil yang diperoleh dari pengaruh keberadaan pelabuhan perikanan terhadap masyarakat sekitar dari segi sosial dan ekonomi berdasarkan penggunaan fasilitas PPI di Pangandaran sebagai berikut : 1. Segi sosial 1) saling bekerja sama dalam proses pendaratan ikan, 2) adanya keterkaitan dengan pemilik modal sehingga nelayan pihak yang dirugikan, 3) keselamatan nelayan sangat dipertaruhkan, 4) adanya persaingan dalam penjualan hasil tangkapan, 5) perolehan hasil tangkapan lebih mudah bagi pedagang dan pengolah ikan, 6) mutu hasil tangkapan lebih terjamin, 7) banyaknya masyarakat pendatang yang masuk mendaratkan hasil tangkapan, 8) tawar menawar harga hasil tangkapan, 9) jumlah pendaratan hasil tangkapan lebih banyak dan hasil produksi meningkat, 10) saling menjaga keselamatan perahu nelayan, 11) berbagi informasi lokasi penangkapan, 12) terjadinya konflik dengan kawasan konservasi 2. Segi ekonomi 1)
Pendapatan lebih meningkat dengan menjual hasil tangkapan ke TPI,
2)
Adanya tabungan musim paceklik dengan membayar retribusi pada saat pelelangan,
3)
Aktifitas pelelangan berjalan dan mempermudah pendataan hasil tangkapan,
46
4)
Penghasilan yang diperoleh langsung dari penjualan hasil tangkapan kepada pengunjung,
5)
Pengeluaran untuk perbaikan kapal meningkat,
6)
Pendapatan tambahan dari berwirausaha,
5.1.3 Karakteristik masyarakat nelayan Nelayan merupakan sumberdaya manusia yang memsilki peranan penting dalam operasi penangkapan ikan, karena nelayan adalah pelaku utama yang terjun langsung dalam keberhasilan melakukan kegiatan penangkapan ikan. Berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan nelayan di Pangandaran termasuk kedalam nelayan sambilan utama. Nelayan di Pangandaran melakukan kegiatan penangkapan sepenuhnya ketika musim ikan dan ketika pada musim barat sebagian para nelayan di Pangandaran melakukan kegiatan lain diluar sektor perikanan. Pekerjaan yang dilakukan nelayan Pangadaran diluar perikanan adalah menjadi buruh tani ataupun buruh bangunan. Hal ini dilakukan oleh nelayan Pangandaran untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Aspek karakteristik nelayan di Pangandaran sebagai berikut : 1) Sistem Pengetahuan Pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan umumnya diperoleh secara turun temurun berdasarkan pengalaman empiris. Kuatnya pengetahuan lokal ini menjadi salah satu faktor penyebab terjaminnya kelangsungan hidup sebagai nelayan. Pengetahuan lokal (indigenous knowledge) tersebut merupakan kekayaan intelektual yang hingga kini terus dipertahankan. Nelayan di Pangandaran hanya mengandalkan pengalamannya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan. Pengalaman yang didapat nelayan Pangandaran ini diperoleh dari intensitas nelayan melakukan kegiatan penangkapan dan ilmu yang diturunkan secara turun menurun dari keluarganya. 2) Sistem Kepercayaan Secara teologi, nelayan masih memiliki kepercayaan yang kuat bahwa laut memiliki kekuatan khusus dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan agar keselamatan dan hasil tangkapan semakin terjamin. Namun seiring
47
berjalannya waktu, berbagai tradisi dilangsungkan hanya sebagai salah satu instrumen stabilitas sosial dalam komunitas nelayan. Kepercayaan nelayan di Pangandaran masih mempercayai hal-hal gaib. Hal ini terlihat pada saat sebelum melakukan operasi penangkapan ikan dan pembangunan yang berkaitan dengan kegitan perikanan, nelayan di Pangandaran memberikan sesajian ke laut agar diberikan keselamatan dan keberkahan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang melimpah. 3) Peran Wanita Umumnya selain banyak bergelut dalam urusan domestik rumah tangga, istri nelayan tetap menjalankan aktifitas ekonomi dalam kegiatan penangkapan di perairan dangkal, pengolahan ikan, maupun kegiatan jasa dan perdagangan. Istri nelayan juga dominan dalam mengatur pengeluaran rumah tangga seharihari sehingga sudah sepatutnya peranan istri nelayan tersebut menjadi salah satu pertimbangan dalam setiap program pemberdayaan. Berdasarkan hasil wawancara peran wanita atau istri nelayan di Pangandaran yang terutama untuk membantu meringankan beban suami sebagai kepala keluarga. 4) Struktur Sosial Struktur sosial merupakan tingkatan seseorang berdasarkan kemampuan dan penghasilan yang didapat dalam suatu lapisan masyarakat. Kemampuan dan penghasilan yang di dapat masyarakat nelayan Pangandaran yang tergolong rendah membuat masyarakat nelayan di Pangandaran termasuk kedalam struktur sosial paling bawah. Struktur yang terbentuk dalam masyarakat pesisir di Pangandaran disajikan pada Gambar 11. Juragan Pedagang dan pengolah ikan Nelayan tradisional Gambar 11 Struktur sosial masyarakat pesisir Pangandaran Berdasarkan gambar diatas, nelayan Pangandaran memiliki tingkatan yang paling rendah. Nelayan di Pangandaran masih tergolong kedalam nelayan tradisional sehingga kegiatan perikanan yang berada di Pangandaran masih
48
termasuk skala keciil dan nelayan Pangandaran memiliki keterkaitan dengan pemilik modal sehinngga nelayan di Pangandaran tidak memilkii peluang dalam berinvestasi dan hasil yang didapatkan dipergunakan untuk konsuumsi nelayan itu sendiri dan dijual di sekitar s Pangandaran. 5) Umur nelayan Berdasarkan hasiil yang diperoleh umur rata-rata nelayan di Pangandaran adalah 36 tahun denggan maksimal umur 52 tahun dan yang termuuda atau minimal umur 20 tahun (Taabel 11). Nelayan Pangandaran dianggap telah memiliki pengalaman yang tiinggi ketika telah melakukan kegiatan penangkapan ikan selama berkisar 35 tahun dan nelayan yang dianggap kurangg berpengalaman ketika melakukan keegiatan penangkapan ikan selama berkisar 10 tahun. Hal ini menjadi indikasi bahhwa umur nelayan dapat menjadi tolak ukuur untuk menilai tingkat pengalaman nelayan n dalam kegiatan penangkapan ikan. 6) Pendidikan nelayaan Pendidikan meruupakan faktor seseorang dalam mengembanngkan pola pikir dalam mengatasi suatu s permasalahan dalam kehidupan. Semakin tinggi pendidikan seseoranng semakin tinggi tingkat keberhasilan seseorang dalam memecahkan suatu permasalahan p begitu sebaliknya. Hasil dari pengolahan p data diperoleh presentase pendidikan nelayan di Pangandaran tidak tam mat sekolah 0%, sekolah dasar 62,5% %, SMP 31,25%, SMA 0% dan perguruaan tinggi 6,25% (Gambar 12). SMA, 0%
Kuliah, 6.25 %
Tidak tamat, 0%
SMP P, 31.25% SD, 62.50%
Tidak taamat SD SMP SMA Kuliah
Gambar 12 Presentase tingkat pendidikan nelayan Pangaandaran Pendidikan nelayyan Pangandaran rata-rata didomisasi oleh lulusan sekolah dasar. Hal ini dapatt menunjukan bahwa pendidikan dan tingkkat pengetahuan nelayan di Pangandarran masih tergolong rendah dengan rata-rata pendidikan yang ditempuh tamat sekollah dasar.
49
7) Teknologi penangkapan ikan Berdasarkan statistik Kabupaten Ciamis tahun 2011 nelayan di Pangandaran berjumlah 1.935 orang dengan mengunakan berbagai alat tangkap. Perkembangan nelayan di Pangandaran disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Perkembangan jumlah nelayan di Pangandaran Tahun Jumlah (orang) 2006 2.769 2007 2.769 2008 2.665 2009 2.665 2010 1.935 2011 1.935 Rata-rata pertumbuhan per tahun (%)
Pertumbuhan (%) -2,3% 0,0% -3,8% 0,0% -2,4% 0,0% -5,6%
Sumber : Statistik Perikanan Kabupaten ciamis
Berdasarkan Tabel 12, perkembangan jumlah nelayan yang ada di Pangandaran rata-rata per tahun mengalami penurunan sebesar 5,6%. Hasil wawancara diperoleh bahwa penurunan jumlah nelayan setiap tahunnya diantaranya disebabkan oleh bencana alam tsunami yang sempat melanda daerah pesisir Kabupaten Ciamis khususnya Pangandaran pada tahun 2006 yang menelan banyak korban sehingga membuat para nelayan memiliki perasaan ketakutan atau trauma untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut serta sebagian nelayan banyak yang beralih propesi menjadi propesi lain seperti pemandu wisata, tukang ojek atau bekerja di perkotaan. Alat tangkap yang digunakan dalam proses penangkapan ikan oleh nelayan Pangandaran terdiri dari pukat tarik, pukat kantong, jaring insang/gillnet, pancing dan perangkap. Pengoperasian alat tersebut dilakukan oleh nelayan Pangandaran berdasarkan pengalaman mereka masing-masing dan tergantung musim penangkapan ikan. Perkembangan jumlah alat tangkap di Pangandaran disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Perkembangan jenis alat tangkap di Pangandaran Jenis Alat Tangkap (unit) 1. Pancing Rawai 2. Pukat Pantai 3. Gillnet 4. Dogol 5. Trammel net 6. Bagan Jumlah Pertumbuhan per tahun (%) Rata-rata pertumbuhan per tahun (%)
2006 50 14 475 97 52 16 704
2007 85 14 1,648 97 52 20 1,916 172.2%
Tahun 2008 201 15 1,221 193 147 20 1,797 -6.2% 33.2%
2009 201 15 1,221 193 147 20 1,797 0.0%
2010 201 15 1,221 193 147 20 1,797 0.0%
2011 201 15 1,221 193 147 20 1,797 0.0%
Sumber : Statistik Perikanan Kabupaten Ciamis\
Berdasarkan tabel diatas menunjukan perkembangan alat tangkap di Pangandaran tidak mengalami peningkatan yang signifikan cenderung tetap dan
50
mengalami peningkatan alat tangkap pada tahun 2007. Hal ini disebabkan adanya bantuan alat tangkap pasca bencana tsunami oleh pemerintah kabupaten ciamis. 8) Tanggungan keluarga Keluarga nelayan di Pangandaran tergolong kedalam keluarga yang sederhana. Jumlah tanggungan keluarga nelayan rata-rata berkisar 4 orang terdiri dari 2 orang anak dan 1 orang istri serta pendidikan anak masih ditingkat sekolah dasar. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga, semakin tinggi jumlah pengeluaran yang dikeluarkan. Hal ini yang mendorong nelayan sebagai kepala keluarga untuk bekerja semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Nelayan yang diamati pada saat penelitian adalah nelayan pukat pantai dan gillnet. Pengoperasian pukat pantai ini dilakukan dengan cara menebar jaring yang terdiri dari sayap dan kantong kedaerah sekitar pantai untuk mendapatkan ikan pelagis atau demersal, kemudian jaring ditarik dengan 10 orang nelayan masingmasing 5 orang di kanan kiri jaring ke tepi pantai. Sedangkan alat tangkap gillnet adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring empat persegi panjang, yang mempunyai ukuran mata jaring merata. Lembaran jaring dilengkapi dengan sejumlah pelampung pada tali ris atas dan sejumlah pemberat pada tali ris bawah. Pengoperasiannya dipasang tegak lurus di dalam perairan dan menghadang arah gerakan ikan. Musim penangkapan ikan di Pangandaran merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi proses penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan Pangandaran. Musim yang tidak menentu membuat para nelayan di Pangadaran sulit mendapatkan penghasilan. Banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi membuat nelayan Pangandaran berfikir bagaimana cara untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam mengatasi permasalah tersebut sebagian nelayan di Pangandaran melakukan kegiatan lain diluar sektor perikanan. Pada saat terjadi musim barat sebagian nelayan Pangandaran menjadi buruh bangunan atau buruh tani, meskipun hasil yang diperoleh tidak sebesar pada saat melakukan penangkapan ikan. 9) Pendapatan dan pengeluaran rumah tangga nelayan Penghasilan keluarga nelayan di Pangandaran sangat tergantung oleh keadaan musim penangkapan ikan sehingga mempengaruhi jumlah hasil tangkapan yang
51
didapat. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh nelayan Pangandaran lebih memilih melakukan kegiatan penangkapan ikan dari pada melakukan kegiatan lain dalam mendapatkan penghasilan karena penghasilan yang diperoleh dari proses kegiatan penangkapan ikan lebih pasti dan menguntungkan. Ketika musim ikan para nelyan Pangandaran sepenuhnya melakukan kegiatan penangkapan ikan dan ketika musim paceklik sebagian nelayan melakukan kegiatan lain dalam mencari kebutuhan sehari-hari. Kondisi lokasi Pangandaran sebagai pusat daerah pariwisata di Kabupaten Ciamis menjadi peluang bagi masyarakat sekitar dalam mendapatkan penghasilan, khususnya bagi nelayan Pangandaran karena kondisi inilah yang membuat kesempatan bagi mereka dalam menambah penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penghasilan yang diperoleh nelayan Pangandaran berasal dari bidang perikanan dan luar perikanan. Penghasilan dari bidang perikanan berasal dari hasil penjualan hasil tangkapan kepada pedagang ikan, pengolah ikan, TPI ataupun langsung kepada pengunjung. Penyewaan perahu, dan memberikan pelayanan jasa dengan membuka kios-kios di pinggiran pantai merupakan penghasilan dari luar perikanan karena kondisi Pangadaran sebagai pusat pariwisata. Adapun rincian penghasilan perikanan rata-rata ikan yang didapat nelayan pukat pantai dan gill net per bulannya disajikan pada Tabel 13 dan Tabel 14. Tabel 13 Rata-rata ikan dan harga jual ikan nelayan pukat pantai Pangandaran Jenis ikan Tongkol (Auxis thazard) Kembung (Rastrelliger kanagurta) Tenggiri (Scomberomorus commerson) Teri (Paedocypris progenetica) Layur (trichiurus lepturus) Pepetek (Leiognathus dussummieri) Jumlah
20 15 25 5 15 5 85
10 10 17 5 10 7 59
Hasil yang didapat (Kg) Nelayan 25 10 10 20 15 13 20 15 20 15 15 13 20 10 10 5 10 10 15 5 13 15 10 9 10 5 8 8 10 5 76 76 73 84 60
15 10 15 5 10 15 70
10 10 15 5 10 15 65
Rata-rata (Kg) 15 15 10 13.8 10 15 5 7 15 11.7 20 9.8 75 72.3
Harga (Rp) 10.000 12.000 20.000 5.000 12.000 2.500 61.500
Penjualan (Rp) 150.000 165.600 300.000 35.000 140.400 24.500 815.500
Sumber : Pengolahan data primer
Berdasarkan tabel diatas perolehan hasil tangkapan nelayan pukat pantai pada saat musim paceklik total keseluruhan rata-rata 72,3 Kg dengan hasil penjualan rata-rata Rp 815.500,00. Tabel 14 Rata-rata ikan dan harga jual ikan nelayan gillnet Pangandaran Jenis ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Layur (trichiurus lepturus) Kembung (Rastrelliger kanagurta) Jumlah
Sumber : Pengolahan data primer
70 30 15 115
Hasil yang didapat (Kg) Nelayan 70 45 75 75 85 20 30 30 25 20 25 15 15 15 15 115 90 120 115 120
Rata-rata (Kg) 70 26 17 113
Harga (Rp) 40.000 15.000 12.000 67.000
Penjualan (Rp) 2800.000 387.500 200.000 3.387.500
52
Hasil yang didapat nelayan gill net di Pangandaran keseluruhan mendapatkan hasil tangkapan rata-rata 113 Kg dengan hasil penjulan rata-rata Rp 3.387.500,00. Penghasilan yang didapat akan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti pangan, kesehatan, listrik, pendidikan anak, biaya operasi penangkapan dan biaya lainnya. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh sumber penghasilan keluarga nelayan berasal dari kepala keluarga tetapi sebagian keluarga nelayan di Pangandaran mendapakan penghasilan keluarga dari istri nelayan yang bekerja menjadi penjual makanan dan sesekali membantu proses kegiatan penangkapan ikan. Pendapatan dan pengeluaran merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam mengetahui status ekonomi suatu rumah tangga. Pendapatan dan pengeluaran yang diperoleh masyarakat Pangandaran khususnya nelayan berasal dari sektor perikanan dan luar sektor perikanan. Pendapatan dari sektor perikanan terdiri dari hasil penjualan hasil tangkapan dan pengeluaranya berasal pengeluaran biaya operasi sedangkan dari luar sektor perikanan diperoleh dari pelayanan jasa yang diberikan, seperti penyewaan perahu, pemandu wisata dan membuka kioskios di pinggiran pantai. (1) Penghasilan perikanan Penghasilan keluarga dari sektor perikanan Masyarakat nelayan di Pangandaran diperoleh dari penjualan hasil tangkapan. Hasil tangkapan tersebut dijual kepada pedagang ikan, pengolah ikan, TPI jika perolehan hasil tangkapan banyak dan pengunjung pariwisata. Pengeluaran untuk melakukan operasi penangkapan diperoleh dari pengeluaran perbekalan dan biaya produksi lainnya. Selisih penghasilan dan pengeluaran keluarga ini dijadikan pendapatan keluarga masyarakat nelayan di Pangandaran dari sektor perikanan. Penghasilan rata-rata yang diperoleh masyarakat nelayan pukat pantai di Pangandaran dari sektor perikanan sebesar Rp 2,242,000.00 dan nelayan gillnet sebesar Rp 1,487,500.00. Penghasilan sektor perikanan ini diperoleh dari selisih total penjualan ikan dengan pengeluaran operasi. (2) Penghasilan non perikanan Penghasilan keluarga masyarakat nelayan di Pangandaran selain berasal dari sektor perikanan juga memperoleh penghasilan tambahan dari luar sektor perikanan seperti pelayanan jasa di sektor pariwisata. Penghasilan keluarga dari
53
luar perikanan didapat dari selisih penghasilan tambahan dengan pengeluaran untuk kegiatan non perikanan sehingga diperoleh pendapatan keluarga dari luar perikanan. Penghasilan rata-rata yang diperoleh masyarakat nelayan pukat pantai di Pangandaran dari sektor non perikanan diperoleh sebesar Rp 651,000.00 dan nelayan gillnet sebesar Rp1,487,500.00. Adapun rincian penghasilan rata-rata keluarga masyarakat nelayan pukat pantai dan gillnet dari sektor non perikanan di Pangandaran masing-masing pada Tabel 15 dan Tabel 16. Tabel 15 Penghasilan rata-rata rumah tangga nelayan pukat pantai non perikanan. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total Rata-rata
Kepala keluarga* (Rp)
Anggota keluarga**(Rp) 1.000.000
240.000 1.600.000 420.000 1.800.000 360.000 350.000 140.000 350.000 250.000 2.110.000 301.429
4.400.000 1.466.667
Jumlah penghasilan (Rp) 1.000.000 240.000 1.600.000 420.000 1.800.000 360.000 350.000 140.000 350.000 250.000 6.510.000 651.000
Sumber : Pengolahan data primer
Berdasarkan dari tabel diatas menunjukan bahwa penghasilan rata-rata keluarga nelayan dari pukat pantai setiap bulannya memperoleh penghasilan dari kepala keluarga dan anggota keluarga. Kepala keluarga nelayan memperoleh ratarata penghasilan sebesar Rp 301.429,00 dari penghasilan menjadi buruh tani dan buruh bangunan dan penghasilan dari anggota keluarga sebesar Rp 1.466.667,00 diperoleh dari penghasilan berwirausaha, pemandu wisata atau penyewaan perahu. Tabel 16 Penghasilan rata-rata rumah tangga nelayan gillnet non perikanan. No 1 2 3 4 5 6 Total Rata-rata
Kepala keluarga*(Rp) 350000
Anggota keluarga**(Rp) 1.000.000
Jumlah penghasilan (Rp) 1.350.000
350000 450000
550.000
900.000 450.000 1.250.000 1.150.000 5.100.000 1.020.000
300000 1.450.000 362.500
1.250.000 850.000 3.650.000 912.500
Sumber : Pengolahan data primer Keterangan :* buruh tani atau buruh bangunan, ** Penyewaan perahu, warung, pemandu wisata
Penghasilan keluarga masyarakat nelayan di Pangandaran dari sektor perikanan lebih besar dari pada luar sektor perikanan. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat nelayan di Pangandaran sangat tergantung oleh hasil sumberdaya laut dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
54
(3) Pengeluaran rumah tangga Pengeluaran keluarga diperoleh dari pengeluaran pangan dan non pangan. Pengeluaran pangan terdiri dari kebutuhan jumlah beras yang dibutuhkan, lauk pauk, minyak goreng, kopi, gula dan kebutuhan pangan lainnya tergantung jumlah tanggungan keluarga. Sedangkan pengeluran dari non pangan didapat dari pengeluaran listrik, pajak bangunan, air bersih, pendidikan, kesehatan dan lainlain. Pengeluaran ini tergantung dari jumlah tanggungan dalam sebuah anggota. Semakin banyak jumlah anggota semakin banyak juga pengeluaran rumah tangga yang dikeluarkan. Adapun rincian dari pengeluaran pangan dan non pangan nelayan pukat pantai disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Pengeluaran rumah tangga nelayan pukat pantai. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Rata-rata
Pengeluaran rumah tangga (Rp) Pangan Non Pangan 1500.000 1.000.000 900.000 700.000 1.000.000 1.500.000 600.000 500.000 1.000.000 1.100.000 750.000 500.000 1.000.000 450.000 800.000 150.000 900.000 500.000 1.000.000 550.000 9.450.000 6.950.000 945.000 695.000
Total Pengeluaran Rumah Tangga 2.500.000 1.600.000 2.500.000 1.100.000 2.100.000 1.250.000 1.450.000 950.000 1.400.000 1.550.000 16.400.000 1.640.000
Sumber : Pengolahan data primer
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa rata-rata pengeluaran rumah tangga nelayan pukat pantai lebih besar pengeluaran pangan. Hal ini dikarenakan jumlah konsumsi keluarga nelayan lebih banyak dengan rata-rata jumlah keluarga 4 orang dan kebutuhan pangan yang semakin mahal. Untuk nelayan gillnet, dari hasil wawancara diperoleh juga bahwa pengeluaran keluarga nelayan lebih besar untuk pangan, karena memang masyarakat nelayan disana lebih mengutamakan untuk pangan dibandingkan dengan hal lain seperti hiburan maupun pendidikan. Untuk data pengeluaran nelayan gill net disajikan padaTabel 18. Tabel 18 Pengeluaran rumah tangga nelayan gillnet No 1 2 3 4 5 6 Jumlah Rata-rata
Pengeluaran rumah tangga (Rp) Pangan Non Pangan 1.250.000 1.000.000 800.000 250.000 900.000 750.000 1.300.000 500.000 1.000.000 1.500.000 850.000 1.500.000 6.100.000 1.016.667
Sumber : Pengolahan data primer
5.500.000 916.667
Total Pengeluaran Rumah Tangga 2.250.000 1.050.000 1.650.000 1.800.000 2.500.000 2.350.000 11.600.000 1.933.333
55
(4) Penerimaan bersih rumah tangga Pendapatan total keluarga dari masyarakat nelayan di Pangadaran diperoleh dari jumlah total penghasilan keluarga dari sektor perikanan dengan total penghasilan dari luar perikanan. Pendapatan keluarga masyarakat nelayan pukat pantai dan gillnet masing-masing rata-rata sebesar Rp 2,893,000.00 dan sebesar Rp 2,337,500.00. Adapun rincian jumlah pendapatan nelayan rata-rata dapat dilihat pada Tabel 19 dan Tabel 20. Tabel 19 total pendapatan keluarga rata-rata nelayan pukat pantai Pendapatan rumah tangga nelayan pukat pantai per bulan (Rp) Usaha Non No Pendapatan keluarga Perikanan perikanan 1 2.790.000 1.000.000 3.790.000 2 1.690.000 240.000 1.930.000 3 1.998.000 1.600.000 3.598.000 4 3.400.000 420.000 3.820.000 5 2.440.000 1.800.000 4.240.000 6 2.192.000 360.000 2.552.000 7 2.790.000 350.000 3.140.000 8 1.810.000 140.000 1.950.000 9 1.610.000 350.000 1.960.000 10 1.700.000 250.000 1.950.000 Total 22.420.000 6.510.000 28.930.000 Rata-rata 2.242.000 651.000 2.893.000 Sumber : Pengolahan data primer
Berdasarkan Tabel 19 menunjukan bahwa pendapatan keluarga dari usaha perikanan lebih besar dari pada pendapatan non perikanan. Dengan rata-rata penghasilan masing-masing sebesar Rp 2.242.000,00 dan sebesar 651.000,00. Hal ini dikarenakan pekerjaan masyarakat di Pangandaran rata-rata adalah nelayan dan termasuk kedalam nelayan penuh. Berdasarkan hasil wawancara penghasilan dari sektor penangkapan ikan lebih menguntungkan daripada di luar sektor perikanan. Tabel 20 Total pendapatan keluarga rata-rata nelayan gillnet Pendapatan bersih rumah tangga nelayan gillnet per bulan (Rp) Perikanan Non perikanan Pendapatan keluarga 2.3800.00 1.350.000 3.730.000 1.300.000 1.300.000 630.000 900.000 1.530.000 1.230.000 450.000 1.680.000 1.155.000 1.250.000 2.405.000 2.230.000 1.150.000 3.380.000 Total 8.92.5000 5.100.000 14.025.000 Rata-rata 1.487.500 1.020.000 2.337.500 Sumber : Pengolahan data primer No 1 2 3 4 5 6
Penerimaan total keluarga diperoleh dari selisih pendapatan keluarga dengan pengeluaran keluarga. Rata-rata peroleh penerimaan total keluarga masyarakat nelayan pukat pantai dan nelayan gill net masing-masing di Pangandaran sebesar
56
Rp 1,253,00.00 dan sebesar Rp 404,167.00. Rincian rata-rata penerimaan total keluarga masyarakat nelayan di Pangandaran setiap bulannya disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Sisa bersih pendapatan nelayan pukat pantai Pendapatan rumah tangga nelayan pukat pantai per bulan (Rp) Non Pendapatan No Perikanan perikanan keluarga 1 2.790.000 1.000.000 3.790.000 2 1.690.000 240.000 1.930.000 3 1.998.000 1.600.000 3.598.000 4 3.400.000 420.000 3.820.000 5 2.440.000 1.800.000 4.240.000 6 2.192.000 3.600.00 2.552.000 7 2.790.000 350.000 3.140.000 8 1.810.000 140.000 1.950.000 9 1.610.000 350.000 1.960.000 10 1.700.000 250.000 1.950.000 Total 22.420.000 6.510.000 28.930.000 Rata-rata 2.242.000 651.000 2.893.000
Pengeluaran rumah tangga (Rp) Non Pangan Pangan 1.500.000 1.000.000 900.000 700.000 1000.000 1.500.000 600.000 500.000 1.000.000 1.100.000 750.000 500.000 1.000.000 450.000 800.000 150.000 900.000 500.000 1.000.000 550.000 9.450.000 6.950.000 945.000 695.000
Total Pengeluaran Rumah Tangga 2.500.000 1.600.000 2.500.000 1.100.000 2.100.000 1.250.000 1.450.000 950.000 1.400.000 1.550.000 16.400.000 1.640.000
Sisa bersih pendapatan (Rp) 1.290.000 330.000 1.098.000 2.720.000 2.140.000 1.302.000 1.690.000 1000.000 560.000 400.000 12.530.000 1.253.000
Sumber : Pengolahan data primer
Berdasarkan hasil pada tabel diatas menunjukan penghasilan bersih/saving diperoleh nelayan pukat pantai dengan rata-rata Rp 1.253.000,00. Penghasilan ini diperoleh dari selisih total pendapatan keluarga dengan pengeluaran rumah tangga. Tabel 22 Sisa bersih pendapatan nelayan gillnet Pendapatan bersih rumah tangga nelayan gillnet per bulan (Rp) Non Pendapatan No Perikanan perikanan keluarga 1 2.380.000 1.350.000 3.730.000 2 1.300.000 1.300.000 3 630.000 900.000 1.530.000 4 1.230.000 450.000 1.680.000 5 1.155.000 1.250.000 2.405.000 6 2.230.000 1.150.000 3.380.000 Total 8.925.000 5.100.000 14.025.000 Rata-rata 1.487.500 1.020.000 2.337.500
Pengeluaran rumah tangga (RP) Non Pangan Pangan 1.250.000 1.000.000 800.000 250.000 900.000 750.000 1.300.000 500.000 1.000.000 1.500.000 850.000 1.500.000 6.100.000 5.500.000 1.016.667 916.667
Total Pengeluaran Rumah Tangga 2.250.000 1.050.000 1.650.000 1.800.000 2.500.000 2.350.000 11.600.000 1.933.333
Sisa bersih pendapatan 1.480.000 250.000 -120.000 -120.000 -95.000 1.030.000 2.425.000 404.167
Sumber : Pengolahan data primer
Berdasarkan tabel diatas diperoleh pendapatan bersih rata-rata nelayan gillnet sebesar Rp 404.167,00 Dari tabel diatas diantara nelayan ada yang mendapatkan sisa pendapatan bersih negatif berdasarkan wawancara hal ini disebabkan jumlah total pendapatan keluarga tidak sebanding dengan total pengeluaran rumah tangga dan jumlah hasil tangkapan tidak sebanding dengan pengeluaran biaya operasi penangkapan. 5.1.4 Karakteristik pedagang ikan Pedagang merupakan pelaku dalam kegiatan perikanan yang membeli hasil tangkapan dari nelayan atau TPI serta akan langsung dijual kembali kepada
57
konsumen seperti dijjual ke pasar, rumah makan atau pengolah ikan. Pedagang ikan yang ada di Panngandaran berdasarkan statistik perikanan Kaabupaten Ciamis ada 62 orang pedaganng ikan dengan jumlah pedagang di Kecamattan Pangandaran Ciamis ada 22 orangg. Pedagang ikan di Kecamatan Pangandaraan lebih banyak daripada Kecamatann lain di Kabupaten ciamis hal ini dikarenakan lokasi Pangandaran sangat strategis dalam pemasaran hasil tangkaapan disebabkan Pangandaran sebagai pusat pariwisata di Kabupaten ciamis. 1) Umur pedagang ikkan Pedagang ikan di d Pangandaran di dominasi oleh kaum wannita karena para suami bekerja sebagaai nelayan atau pengolah ikan. Umur rata-ratta pedagang ikan di Pangandaran berddasarkan hasil pengolah data yaitu 38 tahuun dengan umur maksimal 53 tahun daan umur minimal yaitu 28 tahun. 2) Pendidikan pedagaang ikan Pedagang ikan di d Pangandaran memiliki tingkatan pendidikkan yang hampir sama dengan nelayaan 57,15% lulus Sekolah Menengah Pertam ma. Data tingkat pendidikan pendaganng ikan di Pangandaran disajikan pada Gambaar 13. SMA, 0%
Kuliah, 0%
Tidak tamat, 0%
SD, 42.85% SMP, 57.15%
Tidak tamat SD SMP SMA Kuliah
Gambar 13 Preseentase tingkat pendidikan pendagang ikan di Pangandaran P Pedagang ikan di d Pangandaran memiliki suatu himpunan yang y merupakan wadah untuk memuddahkan pedagang dalam berinterksi sesamee pedagang ikan serta mengetahui perrkembangan informasi hasil tangkapan di TP PI Pangandaran. Salah satu perhimppunan pedagang yang terdapat di Panggandaran adalah Himpunan Pedagangg Asin Pangandaran (HPAP), dimana diddalam himpunan tersebut terdapat beberapa kelompok anggota yang setiap anggotaa memiliki kartu PI (Gambar 14). pengenal yang digunnakan untuk melakukan pembelian ikan di TP Himpunan ini didiriikan untuk membantu para pedagang kecil dalam hal ini pedagang asin dalam pembelian ikan basah di TPI maupun luar TPI T Pangandaran.
58
Keuntungan yang diperoleh para pedagang ikan dengan memiliki kartu anggota ini yaitu kemudahan dalam mendapatan hasil tangkapan dari TPI Pangandaran.
Sumber : Dokumentasi penelitian
Gambar 14 Kartu anggota himpunan pedagang ikan Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh hasil bahwa tidak sedikit para pedagang ikan di Pangandaran memiliki dua pekerjaan sekaligus yaitu menjadi pedagang ikan dan pengolah ikan. Hal ini dikarenakan kebanyakan suami pedagang ikan bekerja sebagai nelayan dan menjadi buruh bangunan yang mendapatkan penghasilan yang rendah sehingga para pedagang ikan yang mayoritas adalah wanita ingin membantu para suaminya dalam mendapatkan penghasilan yang lebih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pedagang ikan di Pangandaran menjual hasi tangkapan berupa ikan basah dan ikan kering. Ikan basah terdiri dari ikan jambal, teri nasi, udang rebon, pepetek, layur dan ikan lainya yang dibeli dari nelayan dan sebagian dari TPI sedangkan ikan kering diperoleh dari pengolah ikan atau mengolah sendiri yang terdiri dari asin jambal, terasi, dan aneka ikan asin lainya. Harga yang ditawarkan oleh pedagang ikan di Pangandaran sangat bervariasi tergantung dari jenis ikan dan bentuk olahan kering atau basah. Pedagang ikan di Pangandaran menjual hasil ikan di lokasi dekat TPI Pangandaran dan sebagian pedagang ikan menjual dengan cara berkeliling di sekitar lokasi wisata. Pengalaman pedagang ikan di Pangandaran dalam menjualkan hasil tangkapan kering maupun basah dilakukannya cukup lama dengan rata-rata selama 25 tahun, paling lama 30 tahun dan yang paling muda 10 tahun. Berdasarkan hasil pengamatan kebanyakan pedagang ikan di Pangandaran menjual ikan disekitar TPI Pangandaran, hal ini dikarenakan lokasi TPI Pangandaran berdekatan dengan daerah Pariwisata cagar alam yang banyak dikunjungi oleh pengunjung.
59
3) Pendapatan dan Pengeluaran rumah tangga Pendapatan dan pengeluaran merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam mengetahui status ekonomi suatu rumah tangga. Pendapatan dan pengeluaran yang diperoleh pedagang ikan berasal dari sektor perikanan dan di luar sektor perikanan. Pendapatan dari sektor perikanan didapat dari selisih penghasilan dari penjualan hasil tangkapan dengan pengeluaran biaya produksi, sedangkan penghasilan dari luar sektor perikanan diperoleh dari pelayanan jasa yang diberikan, seperti membuka kios-kios makanan di pinggiran pantai, jasa tato dan sebagian pedagang menjadi pengolah ikan. Rincian penghasilan rata-rata pedagang dalam memperoleh pendapatan keluarga dari sektor perikanan dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Penghasilan rata-rata pedagang ikan Jenis ikan Bilis (Paedocypris progenetica) Gabus (Channa striata) Jambal (Djambal sp.) Layur (Trichiurus lepturus) Petek (Leiognathus dussummieri) Jumlah
Hasil yang didapat (Kg) Pedagang ikan 30 15 10 10 15 25 25 5 15 10 25 10 5 7 10 10 5 5 5 10 15 10 5 10 20 105 65 30 47 65
Rata-rata (Kg) 10 8 7 5 5 35
15 15 11 7 11 58
Harga (Kg) 6.000 35.000 70.000 35.000 5.000 151.000
Penjualan (Rp) 90.000 513.333 746.667 233.333 54.167 8.732.833
Sumber : Pengolahan data primer
Penghasilan keluarga dari pedagang ikan diperoleh dari penjualan hasil tangkapan dari selisih penjualan hasil tangkapan dengan jumlah total pengeluaran dari pembelian ikan. Pengeluaran dari sektor perikanan disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Pengeluaran rata-rata pedagang ikan Jenis ikan Bilis (Paedocypris progenetica) Gabus (Channa striata) Jambal (Djambal sp.) Layur (Trichiurus lepturus) Petek (Leiognathus dussummieri) Jumlah
Hasil yang didapat (Kg) Pedagang ikan 30 15 10 10 15 25 25 5 15 10 25 10 5 7 10 10 5 5 5 10 15 10 5 10 20 105 65 30 47 65
10 8 7 5 5 35
Rata-rata (Kg) 15 15 11 7 11 58
Harga (Rp) 3.000 11.000 25.000 15.000 2.500 56.500
Pembelian (Rp) 45.000 161.333 266.667 100.000 27.083 3.267.583
Sumber : Pengolahan data primer
Penghasilan non perikanan pedagang ikan diperoleh dari kepala keluarga sebagai buruh bangunan atau buruh tani, pemiliki jasa tato temporer dan anggota keluarga warung. Adapun rincian penghasilan keluarga dari sektor non perikanan dapat dilihat pada Tabel 25.
60
Tabel 25 Penghasilan rata-rata pedagang dari non perikanan No
Kepala keluarga*
Anggota keluarga**
1 2 1400000 3 4 5 2400000 6 1000000 Jumlah 4800000 Sumber : Pengolahan data primer Keterangan : * buruh bangunan, buruh tani, pemilik jasa tato temporer **pedagang warung
Total penghasilan 1400000
450000
450000 2400000 1200000 5450000
200000 650000
Jumlah dari penghasilan total dari sektor perikanan dengan non perikanan yang diperoleh oleh pedagang ikan akan menghasilkan pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga dari usaha perikanan dan non perikanan (Tabel 27), selanjutnya dikurangi dengan pengeluaran rumah tangga yang terdiri dari pengeluaran pangan dan non pangan (Tabel 26) sehingga memperoleh penerimaan total bersih setiap bulannya (Tabel 28). Jumlah pengeluaran rumah tangga tergantung oleh jumlah anggota keluarga dalam rumah tangga. Jumlah anggota rata-rata pedagang di Pangandaran memiliki jumlah anggota keluarga 6 orang. Sehingga pengeluaran rumah tangga akan cukup banyak dikeluarkan. Tabel 26 Pengeluaran rumah tangga pedagang No 1 2 3 4 5 6 Jumlah Rata-rata
Pengeluaran Rumah Tangga (Rp) Pangan Non Pangan 1.000.000 550.000 1.000.000 400.000 1.000.000 650.000 750.000 750.000 1.200.000 950.000 800.000 350.000 5.750.000 3.650.000 958.333 608.333
Total Pengeluaran Rumah Tangga 1.550.000 1.400.000 1.650.000 1.500.000 2.150.000 1.150.000 9.400.000 1.566.667
Jumlah anggota Keluarga 3 3 4 3 5 3 21 6
Sumber : Pengolahan data primer
Berdasarkan Tabel 26 menunjukan bahwa pengeluaran pangan rumah tangga pedagang lebih besar daripada pengeluaran non pangan. Hal ini dikarenakan jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi jumlah konsumsi yang dikeluarkan dalam satu keluarga dan kebutuhan pangan yang semakin meningkat.
61
Tabel 27 Pendapatan rumah tangga pedagang No
Pendapatan bersih rumah tangga pedagang Perikanan Non perikanan
1
4.752.500
2
3.682.500
3
1.960.000
4
Total pendapatan 4.752.500
1.400.000
5.082.500
705.000
450.000
1.155.000
5
1.680.000
2.400.000
4.080.000
6
964.000
1.200.000
2.164.000
1.960.000
Jumlah
13.744.000
5.450.000
19.194.000
Rata-rata
2.290.667
1.362.500
3.199.000
Sumber : Pengolahan data primer
Pendapatan pedagang diperoleh dari penghasilan total usaha perikanan ditambah dengan penghasilan total non perikanan. Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa penghasilan usaha perikanan rata-rata lebih besar daripada non perikanan. Hal ini menunjukan tingkat ketergantungan pedagang ikan sangat tinggi terhadap hasil tangkapan. Tabel 28 Sisa bersih pendapatan rumah tangga pedagang Pendapatan bersih rumah tangga pedagang per bulan Non total No Perikanan perikanan pendapatan 1 4.752.500 4.752.500 2 3.682.500 1.400.000 5.082.500 3 1.960.000 1.960.000 4 705.000 450.000 1.155.000 5 1.680.000 2.400.000 4.080.000 6 964.000 1.200.000 2.164.000 Jumlah 13.744.000 5.450.000 19.194.000 Rata-rata 2.290.667 1.362.500 3.199.000
Pengeluaran Rumah Tangga Non Pangan Pangan 1.000.000 550.000 1.000.000 400.000 1.000.000 650.000 750.000 750.000 1.200.000 950.000 800.000 350.000 5.750.000 3.650.000 958.333 608.333
Total Pengeluaran Rumah Tangga 1.550.000 1.400.000 1.650.000 1.500.000 2.150.000 1.150.000 9.400.000 1.566.667
Sisa pendapatan bersih 3.202.500 3.682.500 310.000 -345.000 1.930.000 1.014.000 9.794.000 1.632.333
Sumber : Pengolahan data primer
Berdasarkan Tabel 28 menunjukan bahwa penerimaan total pedagang ikan diperoleh dari selisih total pendapatan dengan total pengeluaran rumah tangga rata sebesar Rp 1.632.333,00 setiap bulannya. Adanya nilai negatif dari sisa pendapatan bersih terjadi dikarenakan pedagang ini memilki penghasilan rendah daripada pengeluarannya. Hal ini dikarenakan pedagang tersebut hanya menjual ikan dengan skala kecil.
5.1.5 Karakteristik pengolah ikan Pengolah ikan merupakan orang yang melakukan kegiatan perikanan dalam mengolah hasil tangkapan menjadi barang olahan dalam bentuk ikan kering atau bentuk lainnya untuk konsumsi manusia. Kegiataan usaha pengolahan hasil perikanan di Pangandaran meliputi :
62
1) Penggaraman/pengeringan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam daging sampai batas tertentu dimana perkembangan mikroorganisme dan enzim terhenti sehingga ikan dapat disimpan cukup lama dalam keadaan layak dimakan. Contoh ikan asin kering, ikan tawar kering dll. 2) Pengasapan/pemanggangan
adalah
proses
pengawetan
ikan
dengan
menggunakan media asap dan atau panas dengan tujuan untuk membunuh bakteri dan memberi citra rasa yang khas. Contohnya ikan asap, ikan panggang dll. 3) Pemindangan adalah cara pengawetan ikan dengan menggunakan suhu tinggi melalui perebusan, bertujuan untuk mendapatkan citra rasa tertentu dan mengurangi kandungan mikroba/spora yang dapat mempengaruhi mutu dan daya simpan produk. Cara pengolahannya pemindangan terdiri atas pemindangan air garam dan pemindangan garam. 4) Pembekuan adalah proses penanganan dan pengolahan ikan dengan cara pencucian, preparasi, pembekuan dengan/ tanpa penggelasan, pengepakan dan pengemasan serta penyimpanan beku. Contohnya udang beku dan ikan beku. 5) Produk Jelly Ikan (Communited product) adalah proses pengolahan yang mencampurkan daging ikan dengan garam sehingga menghasilkan pasta yang lengket kemudian ditambahkan bahan-bahan lain untuk menambah citra rasa dan selanjutnya dibentuk dan dimasak. Produk jelly ikan antara lain bakso, sosis, nugget dll. Berdasarkan statistik perikanan Kabupaten Ciamis Pengolah ikan yang berada di Kecamatan Pangandaran berjumlah 60 orang dengan 6 kelompok masingmasing kelompok 10 orang. Hasil pengamatan diperoleh pengolah ikan yang berada di sekitar pelabuhan perikanan Pangandaran yang berlokasi di pantai timur terdapat 1 kelompok saja dengan kegiatan usaha pengolahan dengan cara pengeringan. Ikan yang diolah terdiri dari ikan jambal, teri nasi, layur, udang rebon, pepetek dan ikan lainnya. Proses pengeringan dibutuhkan waktu yang cukup lama tergantung cuaca di Pangandaran berkisar 3 hari sampai dengan 7 hari lama pengeringan. Hasil olahan ikan biasanya dalam bentuk ikan asin dan terasi. Berdasarkan hasil wawancara proses yang dilakukan dalam pengolahan ikan untuk mendapatkan hasil olahan ikan asin adalah pertama bersihkan terlebih dahulu ikan yang akan diolah, kemudian rendam ikan dengan garam disini
63
kebutuhan garam dalam perendaman diperlukan 0,5 Kg garam untuk 1 Kg ikan direndam selama 1 hari kemudian tiriskan (Gambar 15) dan keringkan di tempat pengeringan (Gambar 16).
Gambar 15 Ikan yang telah direndam garam 1 hari Dalam proses pengolahan pembuatan terasi dilakukan dengan cara pembersihan ikan terlebih dahulu kemudian ikan digiling oleh mesin penggilingan kemudian dibentuk berdasarkan keinginan pengolah ikan.
Gambar 16 Tempat pengeringan ikan yang akan diasinkan 1) Pendidikan pengolah ikan Hasil pengamatan diperoleh tingkat pendidikan pengolah ikan di Pangandaran masih tergolong rendah kebanyakan lulus dari Sekolah dasar. Adapun masingmasing presentase tingkat pendidikan yang ditempuh oleh pengolah ikan adalah tidak tamat sekolah 0%, lulus dari Sekolah Dasar sebesar 71,42%, lulus dari Sekolah Menengah Pertama sebesar 28,58%, lulus dari Sekolah Menengah Atas 0% dan perguruan tinggi sebesar 0%, data tersebut disajikan pada Gambar 17.
64 SMA, 0%
Kuliah, 0%
Tidak tamat, 0%
SMP P, 28.58%
Tidak tamat SD SD, 71.42%
SMP P SMA A Kuliaah
Gambar 17 Preesentase tingkat pendidikan pengolah ikan di Pangandaran Berdasarkan hasill pengambilan data diperoleh bahwa, rata-ratta pengolah ikan telah melakukan kegiiatan selama 12 tahun kegiatan, dimana dari hasil wawancara pengolah yang paling lama telah melakukan kegiatan tersebut yaitu selama 20 tahun. 2) Umur pengolah ikaan Berdasarkan hassil yang diperoleh umur rata-rata penngolah ikan di Pangandaran adalah 26 2 tahun dengan maksimal umur 59 tahun daan yang termuda atau minimal umur 28 tahun. Pengolah ikan dianggap telah memiiliki pengalaman yang tinggi ketika tellah melakukan kegiatan pengolahan ikan selaama kurang lebih 20 tahun dan nelayaan yang dianggap kurang berpengalaman keetika melakukan kegiatan penangkapann ikan selama kurang lebih 7 tahun. Hal ini menjadi m indikasi bahwa umur pengollah ikan dapat menjadi tolak ukur untuk menilai tingkat pengalaman nelayan dalam d kegiatan penangkapan ikan. Pengolah ikan dii Pangandaran memperoleh bahan baku olahhan ikan berupa ikan basah dari neelayan, pedagang ikan, TPI Pangandaran dan dari luar Pangandaran. Berdassarkan hasil pengamatan yang diperoleh kissaran harga ikan basah yang ada di Paangandaran lebih mahal dibandingkan dari luuar Pangandaran berkisar dimana kisaaran perbedaan harga yaitu Rp3000 s/d Rp5000, akan tetapi kualitas hasil tangkappan di Pangandaran lebih baik dari pada hasiil tangkapan dari luar Pangandaran karrena hasil tangkapan dari Pangandaran diperooleh dari nelayan yang melakukan operasi penangkapan dalam satu hari (one day fishing) f berbeda dengan hasil tangkappan dari luar Pangandaran yang sudah terrsimpan didalam palka selama berharii-hari bahkan sampai berbulan-bulan. Hasill tangkapan dari
65
luar Pangandaran berasal dari daerah Cilacap, Indramayu dan daerah Jawa lainnya. Penjualan hasil olahan dijual ke pasar ikan, pedagang ikan, atau langsung kepada pengunjung pariwisata (Gambar 18). Pasar ikan/Jongko Pedagang ikan
Hasil Olahan ikan: ‐ Olahan basah ‐ Olahan kering (ikan asin dll)
Pengunjung wisata
Gambar 18 Alur penjualan hasil olahan ikan Berdasarkan hasil wawancara, pengolah ikan di Pangandaran memilki 2 pekerjaan sekaligus disamping menjadi pengolah ikan mereka pun menjual hasil olahannya sendiri kepada konsumen atau menjadi pedagang ikan. Harga ikan olahan yang ditawarkan sangat berpariasi tergantung dari jumlah ikan dan jenis ikan. 3) Pendapatan dan pengeluaran Pendapatan dan pengeluaran merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam mengetahui status ekonomi suatu rumah tangga. Pendapatan dan pengeluaran yang diperoleh masyarakat pengolah ikan di Pangandaran berasal dari sektor perikanan dan di luar sektor perikanan. Pendapatan dari sektor perikanan terdiri dari hasil penjualan hasil tangkapan yang sudah diolah dan pengeluaranya berasal pengeluaran biaya produksi. Pendapatan dari sektor non perikanan diperoleh dari penghasilan kepala keluarga dan anggota keluarga menjadi buruh tani atau bangunan, penjualan es batu dan berwirausaha dengan mendirikan warung di pinggiran pantai. Rata-rata penghasilan yang diperoleh dari penghasilan usaha perikanan dan non perikanan dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 penghasilan rata-rata pengolah dari usaha perikanan dan non perikanan No 1 2 3 4 5 6 Jumlah Rata-rata
Total usaha Perikanan 1.684.000 1.730.000 1.615.000 1.880.000 2.350.000 355.000 9.614.000 1.602.333
Sumber : Pengolahan data primer
Total Non Perikanan 80.000 1.250.000 1.000.000 2.330.000 776.667
Pendapatan Keluarga 1.764.000 1.730.000 2.865.000 1.880.000 2.350.000 1.355.000 11.944.000 1.990.667
66
Penghasilan usaha perikanan diperoleh dari selisih penjualan hasil olahan ikan dengan pengeluaran produksi. Pengeluaran tersebut didapat dari pembelian hasil tangkapan dengan pengunaan garam untuk proses pengolahan. Penghasilan non perikanan yang diperoleh dari pengolah ikan didapat dari hasil penjual es batu dan pedagang warung. Jumlah perolehan dari penghasilan total usaha perikanan dengan penghasilan total non perikanan didapat pendapatan keluarga. Sehingga selisih dari pendapatan keluarga dengan pengeluaran rumah tangga yang berasal dari pengeluaran pangan dan non pangan, akan memperoleh sisa bersih pendapatan keluarga. Pengeluaran pangan diperoleh dari kebutuhan beras, lauk pauk, minyak goreng dan kebutuhan pangan lainnya sedangkan pengeluaran non pangan diperoleh dari pengeluaran listrik, air bersih, pendidikan, kesehatan, pajak bangunan dan kebutuhan lainya. Tabel 30 Sisa bersih pendapatan rumah tangga pengolah ikan No 1 2 3 4 5 6 Jumlah Rata-rata
Total Perikanan 1.684.000 1.730.000 1.615.000 1.880.000 2.350.000 355.000 9.614.000 1.602.333
Total Non Perikanan 80.000 1.250.000 1.000.000 2.330.000 776.667
Pendapatan Keluarga 1.764.000 1.730.000 2.865.000 1.880.000 2.350.000 1.355.000 11.944.000 1.990.667
Pengeluaran Keluarga Pangan 500.000 700.000 1.000.000 500.000 1.000.000 700.000 4.400.000 733.333
Non Pangan 350.000 800.000 1.000.000 1.000.000 500.000 350.000 4.000.000 666.667
Total Pengeluaran Rumah Tangga 850.000 1.500.000 2.000.000 1.500.000 1.500.000 1.050.000 8.400.000 1.400.000
Sisa bersih pendapatan 914.000 230.000 865.000 380.000 850.000 305.000 3.544.000 590.667
Sumber : Pengolahan data primer
Tabel 30 menunjukan bahwa sisa bersih pendapatan keluarga pengolah ikan rata-rata sebesar Rp 509.667,00. Hal ini masih tergolong rendah karena pada saat pengambilan data kondisi Pangandaran sedang terjadi musim paceklik dan tidak sebanding dengan pengeluaran yang semakin meningkat.
5.2 Pola Adaptasi Masyarakat Nelayan Adaptasi adalah sebagai proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan, memanfaatkan sumber-sumber terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem, penyesuaian dari kelompok-kelompok maupun pribadi terhadap lingkungan dan proses untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah (Soekanto 1986). Masyarakat nelayan merupakan kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir (Soekanto 1986). Hal ini sejalan dengan hasil pengamatan di lapangan bahwa masyarakat nelayan di Pangandaran sangat
67
tergantung terhadap hasil tangkapan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan. Musim penangkapan ikan sangat berpengaruh terhadap kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan. Pada saat musim timur masyarakat nelayan memperoleh hasil tangkapan yang melimpah sehingga penghasilan meningkat dan ketika terjadi musim barat masyarakat nelayan memperoleh hasil tangkapan yang rendah sehingga perolehan penghasilan menurun oleh sebab itu peran pelabuhan disini sangatlah penting dalam memecahkan permasalahan ini. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan kondisi fasilitas yang diberikan oleh pihak pangkalan pendaratan ikan pangandaran belum maksimal dan banyak fasilitas belum tersedia hanya terdapat gedung TPI dan gedung pengelola sehingga hal ini akan mempengaruhi kondisi masyarakat nelayan di Pangandaran. Masyarakat nelayan di Pangandaran telah menyesuaikan dirinya dalam menghadapi permasalahan tersebut dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Adapun pola adaptasi masyarakat nelayan di Pangandaran berdasarkan tingkat penggunaan fasilitas pelabuhan yang disediakan oleh pihak PPI disajikan pada Tabel 31. Tabel 31 Pola adaptasi masyrakat nelayan terhadap fasilitas pelabuhan Berdasarkan penelitian Fasilitas yang berada di PPI Pangandaran Tidak ada fasilitas kolam pelabuhan, dermaga,breakwater dan alat bantu navigasi
Penggunaan fasilitas
Dampak terhadap nelayan
Menggunakan teluk pananjung sebagai kolam pelabuhan dan dermaga
Keselamatan dipertaruhkan dalam proses pendaratan hasil tangkapan, biaya perbaikan kapal meningkat, produksi menurun, tidak ada modal usaha, kurangnya informasi daerah penangkapan ikan
Terdapat gedung TPI dan adanya kegiatan lelang
Penggunaan TPI pada saat mendapatkan hasil tangkapan yang melimpah
Pendapatan meningkat, pendapatan menurun, tidak adanya tabungan musim paceklik, tidak ada modal usaha
Terdapat gedung PPI
Tidak menggunakan fasilitas gedung PPI karena lokasi yang jauh dengan pemukiman nelayan
Kurangnya informasi tentang daerah penangkapan ikan dan kemajuan teknologi penangkapan ikan
Adaptasi nelayan Saling bekerjas sama dalam proses pendaratan ikan, teluk pananjung sebagai kolam pelabuahan, pantai cagar alam sebagai bersandarya kapal, peminjaman modal usaha Menjual hasil tangkapan langsung kepada pengunjung, pedagang ikan dan pengolah ikan tanpa lelang, peminjaman modal usaha, Melakukan aktifitas penangkapan berdasarkan pengalaman dan turun menurun dari keluarga
68
Berikut contoh adaptasi masyarakat nelayan di Pangandaran dalam mengatasi dampak ketika kondisi terjadi berdasarkan tabel di atas : 1) Memilih menjadi buruh pertanian ataupun buruh bangunan, 2) Memberikan pelayanan jasa penyewaan perahu dan wahana pariwisata, 3) Menjadi pemandu wisata, 4) Berdagang dengan mendirikan kios-kios, 5) Hutang kepada pemilik modal, 6) Bekerja di perkotaan, 7) Tukang ojek, 8) Pindah lokasi tempat tinggal, 9) Peran istri dan anggota keluarga dalam mendapatkan penghasilan, Kegiatan yang dilakukan masyarakat nelayan di Pangandaran ketika kondisi cuaca, pendapatan menurun, produksi menurun, bencana alam dan kondisi fasilitas pelabuhan yang kurang maksimal kebanyakan melakukan kegiatan disektor pariwisata. Meskipun sebagian masyarakat nelayan memilih pekerjaan menjadi buruh tani, buruh bangunan dan pelayanan jasa lainnya. Keberadaan lokasi yang sangat strategis dengan lokasi daerah pariwisata menjadi keuntungan tersendiri bagi masyarakat nelayan karena dapat dijadikan peluang usaha dalam menambah penghasilan. Berdasarkan hasil pengamatan masyarakat nelayan Pangandaran memilki cara adaptasi yang termasuk kedalam adaptasi konformitas yaitu cara adaptasi seseorang yang cara dan tujuannya telah di tentukan oleh masyarakat. Hal ini sejalan dengan hasil pengamatan bahwa dalam pencarian pendapatan masyarakat nelayan di Pangandaran melakukan pekerjaan yang sudah ditentukan oleh masyarakat yaitu bekerja dibidang perikanan atau pun pariwisata dengan tujuan untuk mendapatkan penghasilan.
69
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1) Keberadaan PPI Pangandaran tidak mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat nelayan, pedagang ikan dan pengolah ikan, disebabkan fasilitas yang disediakan oleh PPI Pangandaran kurang memadai hanya terdapat fasilitas gedung TPI dan Gedung PPI sehingga kegiatan perikanan yang dilakukan masyarakat cenderung mandiri tanpa dipengaruhi keberadaan PPI. 2) Pola adaptasi pelaku kegiatan perikanan dalam hal ini masyarakat nelayan termasuk kedalam cara adaptasi konformitas yaitu cara adaptasi seseorang cara dan tujuannya telah ditentukan oleh masyarakat.
6.2 Saran 1) Kepada pihak pelabuhan perikanan Pangandaran untuk segera membangun fasilitas pokok pelabuhan seperti kolam pelabuhan dan dermaga. 2) Dilakukannya penelitian lanjutan tentang pengaruh keberadaan PPI terhadap sosial dan ekonomi masyarakat ketika fasilitas PPI Pangandaran telah selesai dibangun.
70
DAFTAR PUSTAKA [BPS Kabupaten Ciamis] Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. 2010. Kabupaten Ciamis Dalam Angka. Ciamis (ID): BPS Kabupaten Ciamis. [DJPT-DKP] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007 [DKP Kabupaten Ciamis] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis. 2011. Laporan Statistik Perikanan Tangkap dan Budidaya Kabupaten Ciamis. Ciamis (ID): DKP Kabupaten Ciamis Dahuri R. 2004. Membangun Indonesia yang Maju, Makmur dan Mandiri Melalui Pembangunan Maritim. Makalah disampaikan pada Temu Nasional Visi dan Misi Maritim Indonesia dari Sudut Pandang Politik, Jakarta, 18 Februari 2004. Desiwardani S. 2006. Pemasaran Hasil Tangkapan dan Kondisi Kesejahteraan Nelayan di Desa Sungaibuntu Karawang Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kusnadi. 1998. Nelayan Buruh: Lapisan Sosial yang Paling Miskin di Desa Pantai, Makalah dipresentasikan di Pusat Studi Komunitas Pantai, 5 Januari 1998. Kusnadi. 2007. Jaminan Sosial Nelayan. Yogyakarta: LkiS. Lubis E. 2006. Buku I: Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bogor: Laboratorium Pelabuhan Perikanan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lubis E. 2010. Diktat Pelabuhan Perikanan. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Maryati K, Suryawati J. 2010. Sosiologi untuk SMA dan MA kelas X. Jakarta. Esis. Murdiyanto B. 2004. Pelabuhan Perikanan. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nazir M. 1983. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Nugroho T. 2011. Bahan Kuliah: Aspek Sosial Ekonomi dalam Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pane B. 2010. Bahan Kuliah: Penentuan Sampel. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 16/Men/2006. 2006. Pelabuhan Perikanan. Jakarta.
71
Satria A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Cidesindo. Satria A. 2009. Pesisir dan Laut untuk Rakyat. Bogor: IPB Press. Soekanto S. 1986. Sosiolongi Suatu Pengantar Edisi Baru Kedua. CV. Rajawali. Jakarta. Sunarto K. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
72
LAMPIRAN
73
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian
74
Lampiran 2 Dokumentasi kondisi penelitian
Kolam pelabuhan
Bengkel
Alat tangkap
Tempat pendaratan ikan
Pembungkusan hasil olahan
Fasilitas Air bersih
Tempat pengolahan ikan
Penimbangan hasil tangkapan
75
Lanjutan lampiran 2
Mushola
Fasilitas TPI
Kantor syahbandar
Penyortiran hasil tangkapan